1 PERCOBAAN I IDENTIFIKASI HIDROKARBON TAK JENUH A. Tujuan Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa hidrokarbon jenuh dan tak jenuh. B. Dasar Teori 1. Hidrokarbon Karbon dapat membentuk lebih banyak senyawa dibandingkan unsur lain sebab atom karbon tidak hanya dapat membentuk ikatan rangkap tiga, tetapi juga bisa terkait satu sama lain membentuk rantai dan cincin. Semua senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa yang dikenal sebagai hidrokarbon, sebab senyawa tersebut terbuat hanya dari hidrogen dan karbon. Senyawa hidrokarbon seperti golongan alkana tidak dianggap sebagai senyawa yang reaktif akan tetapi pada kondisi tertentu (mendekati titik bakarnya 0) senyawa golongan ini dapat mengalami reaksi pembakaran atau reaksi oksidasi. (Chang, 2004) Senyawa hidrokarbon adalah senyawa kimia yang terdiri dari unsur-unsur hidrogen dan karbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu senyawa parafin, senyawa naftalena dan senyawa-senyawa aromatis (Umiati, 2009). 2. Klasifikasi Hidrokarbon Berdasarkan bentuk karbonnya, hidrokarbon dapat dibagi ke dalam senyawa alifatik, alisklik dan aromatik. Hidrokarbon yang semua ikatan karbon-karbonnya merupakan ikatan kovalen tunggal disebut hidrokarbon jenuh. Jika terdapat satu saja ikatan karbon-karbon rangkap dua atau tiga, digolongkan sebagai hidrokarbon tak jenuh.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PERCOBAAN I
IDENTIFIKASI HIDROKARBON TAK JENUH
A. Tujuan
Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa
hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.
B. Dasar Teori
1. Hidrokarbon
Karbon dapat membentuk lebih banyak senyawa dibandingkan
unsur lain sebab atom karbon tidak hanya dapat membentuk ikatan
rangkap tiga, tetapi juga bisa terkait satu sama lain membentuk rantai
dan cincin.
Semua senyawa organik merupakan turunan dari golongan
senyawa yang dikenal sebagai hidrokarbon, sebab senyawa tersebut
terbuat hanya dari hidrogen dan karbon.
Senyawa hidrokarbon seperti golongan alkana tidak dianggap
sebagai senyawa yang reaktif akan tetapi pada kondisi tertentu
(mendekati titik bakarnya 0) senyawa golongan ini dapat mengalami
reaksi pembakaran atau reaksi oksidasi.
(Chang, 2004)
Senyawa hidrokarbon adalah senyawa kimia yang terdiri dari
unsur-unsur hidrogen dan karbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat
dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu senyawa parafin, senyawa
naftalena dan senyawa-senyawa aromatis (Umiati, 2009).
2. Klasifikasi Hidrokarbon
Berdasarkan bentuk karbonnya, hidrokarbon dapat dibagi ke
dalam senyawa alifatik, alisklik dan aromatik. Hidrokarbon yang semua
ikatan karbon-karbonnya merupakan ikatan kovalen tunggal disebut
hidrokarbon jenuh. Jika terdapat satu saja ikatan karbon-karbon
rangkap dua atau tiga, digolongkan sebagai hidrokarbon tak jenuh.
2
Suatu golongan senyawa dengan rumus umum yang sama dan sifat-
sifatnya mirip disebut homolog. Alkana merupakan hidrokarbon jenuh
dengan rumus umum CnH2n+2. Alkena merupakan hidrokarbon tak
jenuh dengan satu ikatan rangkap dua. Adapun rumus umumnya ialah
CnH2n. Sedangkan untuk hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap tiga
disebut alkuna dengan rumus umum CnH2n-2. Sumber utama alkana
adalah gas alam dan minyak bumi. Sedangkan alkena dibuat dari alkena
melalui proses perengkahan. Alkena, alkana dan alkuna mempunyai
tatanama tertentu (Dadani, 2012).
a. Alkana
Hidrokarbon yang tidak mempunyai ikatan rangkap dua atau
tiga disebut dengan alkana. Semua alkana mempunyai rumus
umum CnH2n+2, dan merupakan hidrokarbon jenuh. Alkana
memiliki ciri dengan adanya atom-atom karbon tetrahedral (Sp3).
Contohnya, metana (CH4) dan etana (C2H6) (Sarker, 2009).
b. Alkena
Sebuah alkena adalah suatu hidrokarbon yang mengandung
satu ikatan rangkap. Kadang-kadang alkena disebut olefin, dari
kata olifiant (gas yang membentuk minyak), suatu nama lain untuk
etilena (CH2=CH2 ) (Fessenden, 1986).
c. Alkuna
Seperti yang telah dinyatakan di atas, jika hidrokarbon induk
tidak mengandung ikatan rangkap maupun ganda tiga digunakan
akhiran -ana. Jika alkuna, rangkap tiga digunakan akhiran -una.
(Fessenden, 1986)
d. Sikloalkana
Sikloalkana merupakan alkana dalam bentuk siklik dengan
rumus molekul umum CnH2n. Anggota paling sederhana dari
kelompok ini tersusun atas cincin karbon tunggal tidak
tersubstitusi, dan struktur ini membentuk sekelompok seri homolog
serupa dengan alkana yang bercabang (Sarker, 2009).
3
e. Senyawa aromatik
Senyawa golongan hidrokarbon ini mempunyai cincin
benzena dimana struktur dasar dari benzena mengandung 6 atom
karbon yang dihubungkan dengan ikatan hibrid. Hidrokarbon
aromatik merupakan kelompok khusus dari senyawa siklik tak
jenuh yang mempunyai struktur seperti benzena. Disebut aromatik
karena adanya bau khas (Manengkey, 2012).
Semua obat adalah bahan kimia dan kebanyakan dari
senyawa-senyawa aromatis. Secara umum, istilah senyawa
aromatis merupakan senyawa-senyawa wangi/fragnan. Dulu
benzena dan kelompoknya diberi istilah sebagai aromatis.
Meskipun demikian, sejumlah senyawa non benzena dapat juga
dikelompokkan sebagai senyawa aromatis (Sarker, 2005).
3. Sifat-sifat Hidrokarbon
Tidak leleh dan tidak didih hidrokarbon meningkat seiring
dengan peningkatan massa molekul relatifnya. Titik leleh dan titik
didih senyawa-senyawa yang merupakan isomer berkurang seiring
dengan pertumbuhan jumlah cabang dalam molekulnya. Alkana
mempunyai reaksi-reaksi penting, yaitu pembakaran, substitusi dan
perengkahan. Alkena dan alkuna mempunyai ikatan rangkap dan
mengalami reaksi adisi dan penjenuhan (Dadani, 2012).
Struktur gugus fungsi dan ukuran molekul adalah faktor yang
menentukan sifat senyawa karbon.
a. Hidrokarbon tidak larut dalam air, karena sifatnya non polar, hal
ini dikarenakan kecilnya perbedaan keelektronegatifan antara C
dan H.
b. Alkohol dengan rantai karbon pendek larut dalam air, karena dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan air.
c. Makin besar ukuran molekul reduksi hidrokarbon dibandingkan
dengan gugus fungsinya, maka kelarutannya dalam air akan
berkurang.
4
d. Titik didih senyawa karbon dipengaruhi oleh massa molekul dan
kemampuan membentuk ikatan hidrogen.
e. Gugus fungsi dalam molekul senyawa karbon merupakan
penentuan reaksi yang terjadi.
f. Kuat ikatan mempengaruhi reaksi senyawa karbon.
(Dwiyanti, 2009)
5
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung
c. Pipet tetes
d. Gelas kimia
2. Bahan
a. I2 dalam kloroform
b. KMnO4 0,01 N
c. Minyak goreng
d. Minyak jelantah
e. Minyak VCO
f. H2SO4
g. Sikloheksana
D. Prosedur Kerja
1. Percobaan 1
a. Diambil tabung reaksi yang telah dibersihkan dan dikeringkan
b. Diisi tabung reaksi dengan masing-masing sampel
c. Ditetesi semua tabung dengan H2SO4 lalu dikocok
d. Diamati dan dicatat hasil pengamatan
2. Percobaan 2
a. Diulangi percobaan diatas, tetapi larutan H2SO4 diganti dengan
KMnO4 disetiap tabung
b. Diamati dan dicatat hasil pengamatan
3. Percobaan 3
a. Diisi dalan 3 tabung reaksi, diisi 5ml larutan I2 dalam kloroform
b. Ditetesi masing-masing tabung reaksi dengan minyak kelapa, minyak
goreng, minyak jelantah dengan menggunakan pipet tetes secara
perlahan-lahan
6
c. Dihitung jumlah tetesan minyak untuk menghilangkan warna merah
muda pada larutan I2 dalam kloroform
7
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel hasil pengamatan
No Sampel Pereaksi Warna ∑ tetes
1. Minyak VCO
H2SO4
Pekat
Jernih dan larutan 2
fase 20
2. Minyak Goreng Keruh dan larutan 2
fase 20
3. Minyak Jelantah Kuning dan larutan 2
fase 10
4. Sikloheksana Jernih dan larutan 2
fase 12
5. Minyak VCO
KMnO4
Atas bening dan
bawah ungu
(larutan 2 fase)
7
6. Minyak Goreng Kecoklatan
(larutan 2 fase) 7
7. Minyak Jelantah Endapan coklat 3
8. Sikloheksana Jernih dan larutan
2 fase 5
9. I2 dalam
Kloroform
Minyak
VCO Jernih 146
Minyak
Goreng
Larutan coklat
kemerahan 180
Minyak
Jelantah
Larutan coklat
kemerahan 190
Sikloheksa
na Ungu 80
8
H2C
HC
H2C
O C(CH2)14CH3
O
O
O
C(CH2)7CH
C(CH2)7CH
CH(CH2)7CH3
O
O
CHCH2CH CH(CH2)4CH3
2. Reaksi
a. Minyak nabati + H2SO4
+ H2SO4
b. Minyak nabati + KMnO
H2C
HC
H2C
O C(CH2)14CH3
O
O
O
C(CH2)7CH2
C(CH2)7CH
CH(CH2)7CH3
O
O
HSO4
CH CH2CH2 CH(CH2)4CH3
HSO4HSO4 HSO4 HSO4
H2C
HC
H2C
O C(CH2)14CH3
O
O
O
C(CH2)7CH
C(CH2)7CH
CH(CH2)7CH3
O
O
CHCH2CH CH(CH2)4CH3
+ MnO4 + 4H2O
9
c. Minyak nabati + I2 dalam kloroform
+ 3 I2
H2C
HC
H2C
O C(CH2)14CH3
O
O
O
C(CH2)7CH
C(CH2)7CH
CH(CH2)7CH3
O
O
CHCH2CH CH(CH2)4CH3
OH OH
OH OH OH OH
+ MnO2 + 2H + 3e
H2C
HC
H2C
O C(CH2)14CH3
O
O
O
C(CH2)7CH
C(CH2)7CH
CH(CH2)7CH3
O
O
CHCH2CH CH(CH2)4CH3
H2C
HC
H2C
O C(CH2)14CH3
O
O
O
C(CH2)7CH
C(CH2)7CH
CH(CH2)7CH3
O
O
CHCH2CH CH(CH2)4CH3
I I
I I I I
10
d. Sikloheksana
+ KMnO4
+ H2SO4
+ I2 dalam kloroform
11
F. Pembahasan
Percobaan ini berjudul identifikasi hidrokarbon tak jenuh yang
bertujuan untuk mengindentifikasi dan membedakan antara senyawa
hidrokarbon jenuh dan tak jenuh. Hidrokarbon adalah suatu golongan
senyawa kimia yang tersusun oleh atom-atom karbon (C) dan hidrogen (H).
Senyawa hidrokarbon dapat di golongkan berdasarkan bentuk rantainya dan
jenis antar ikatan atom-atom penyusunnya. Berdasarkan bentuk rantainya,
senyawa hidrokarbon dibagi menjadi hidrokarbon alifatik (rantai terbuka)
dan hidrokarbon siklik (rantai tertutup), sedangkan berdasarkan jenis ikatan
atom-atomnya, senyawa ini dibagi menjadi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.
Hidrokarbon jenuh adalah hidrokarbon yang ikatan antar atomnya berupa
ikatan tunggal (alkana), sedangkan hidrokarbon tak jenuh merupakan
hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap pada atom-atom
penyusunnya, baik ikatan rangkap dua (alkena) atau ikatan rangkap tiga
(alkuna). Berdasarkan hal inilah kedua golongan senyawa ini dapat
diidentifikasikan dan dibedakan antara satu dengan lainnya. Secara umum,
senyawa hidrokarbon memiliki sifat jenuh dan sukar bereaksi dengan zat
lain, sedangkan hidrokarbon tak jenuh lebih mudah bereaksi. Hal ini terjadi
karena pada hidrokarbon jenuh tidak terdapat ikatan rangkap sebagaimana
pada hidrokarbon tak jenuh. Ikatan tunggal menunjukkan bahwa senyawa
tersebut telah jenuh dengan hidrogen, hingga tidak dapat mengalami proses
penjenuhan.
Percobaan kali ini dilakukan tiga kali pengujian. Pengujian pertama
dan kedua yaitu untuk mengetahui jenuh atau tidak jenuhnya suatu sampel
yang digunakan, sedangkan pengujian ketiga yaitu untuk mengetahui tingkat
kejenuhan pada sampel. Percobaan ini menggunakan minyak VCO (Virgin
Coconut Oil), minyak goreng, minyak jelantah dan sikloheksana sebagai
sampel hidrokarbon yang akan diuji, selain itu digunakan pula H2SO4 pekat
dan KMnO4 sebagai pereaksi H2SO4 pekat pada percobaan I dan II. Tingkat
kejenuhan sampel dapat diketahui berdasarkan jumlah tetesan yang
diperlukan untuk memutuskan ikatan rangkap pada sampel yang ditandai
12
dengan adanya perubahan warna yang semakin pekat, perubahan ini
menunjukkan tingkat kejenuhan sampel yang diuji. Lalu pada percobaan III,
I2 dalam kloroform yang dimasukkan kedalam tabung reaksi dan sampel-
sampel minyak diteteskan kedalam tabung hingga terjadi perubahan warna.
Jumlah tetesan dan perubahan warna yang terjadi menunjukkan ada atau
tidaknya ikatan rangkap yang terkandung pada sampel-sampel minyak atau
sikloheksana. Pada percobaan hidrokarbon ini digunakan larutan KMnO4
sebagai pereaksi, hal ini dikarenakan kalium permanganat (KMnO4)
merupakan oksidator kuat yang mampu memutus ikatan Phi (π) dalam ikatan
karbon rangkap menjadi ikatan Sigma (σ), yaitu ikatan karbon tunggal
melalui reaksi oksidasi. Sama halnya dengan penggunaan H2SO4 pekat
sebagai pereaksi, H2SO4 pekat juga bertujuan untuk memutus ikatan rangkap
menjadi ikatan tunggal, namun melalui reaksi penambahan atom atau disebut
reaksi adisi. Semakin banyak jumlah tetesan H2SO4 pekat pada suatu sampel,
akan membuat sampel tersebut membentuk larutan 2 fase, pada bagian atas
berwarna kuning dan bagian bawah berwarna bening. Adapun penggunaan I2
dalam kloroform juga bertujuan untuk memutus ikatan rangkap menjadi
ikatan tunggal melalui mekanisme reaksi penggantian atau pertukaran atom
yang biasa disebut subtitusi. Pembuatan I2 dalam kloroform ialah untuk
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan saat percobaan,
mengingat I2 bersifat sangat reaktif, mudah teroksidasi dan larut dalam air,
serta dapat menghasilkan gas yang bersifat racun.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkat
kejenuhan masing-masing sampel berbeda-beda. Hal ini terlihat dari
banyaknya jumlah tetesan pereaksi yang diteteskan kepada sampel hingga
terjadi perubahan. Tingkat kejenuhan juga dapat diketahui dari perubahan
warna yang terjadi pada sampel. Semakin banyak jumlah tetesan pereaksi,
menunjukkan semakin tidak jenuhnya sampel.
Sampel pertama, yaitu minyak VCO yang direaksikan dengan H2SO4
pekat. Minyak VCO yang direaksikan dengan H2SO4 pekat akan
menghasilkan larutan jernih dengan membentuk larutan 2 fasa. Berdasarkan
13
hal tersebut dapat diketahui bahwa semakin tidak jenuhnya sampel tersebut.
Hal ini sesuai dengan teori dimana hidrokarbon jenuh tidak dapat mengalami
reaksi adisi atau penambahan atom karena ikatan-ikatannya telah jenuh oleh
atom hidrogen, sehingga reaksi tidak berlangsung dan ditandai dengan tidak
adanya perubahan warna pada sampel. Hal ini pun sesuai dengan teori,
bahwa VCO mengandung asam laurat, yaitu asam lemak jenuh rantai sedang
dengan konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.
Adapun larutan 2 fasa yang terbentuk dikarenakan perbedaan sifat kepolaran
antara 2 senyawa tersebut, dimana minyak VCO merupakan hidrokarbon
yang bersifat non polar, sedangkan H2SO4 bersifat polar, sehingga kedua
larutan tersebut tidak bercampur.
Sampel kedua, yaitu minyak goreng. Jumlah H2SO4 yang dibutuhkan
sampai sampel mengalami perubahan sama dengan jumlah pada jumlah
pertama, yaitu 20 tetes. Berdasarkan pengamatan, sampel ini terjadi
perubahan menjadi keruh kekuningan dan membentuk larutan 2 fasa. Adanya
perubahan ini menunjukkan terjadinya reaksi adisi oleh H2SO4 terhadap asam
lemak tak jenuh yang terkandung dalam sampel. Reaksi ini merupakan reaksi
penjenuhan, dimana ikatan rangkap yang terkandung dalam asam lemak tidak
jenuh diputus menjadi ikatan tunggal dengan mekanisme penambahan atom
hidrogen. Hal ini sesuai dengan teorinya, bahwa minyak goreng mengandung
2 jenis asam lemak, yaitu asam lemak tak jenuh sebagai penyusun utama dan
asam lemak jenuh.
Sampel ketiga, yaitu minyak jelantah. Jumlah H2SO4 yang dibutuhkan
adalah 10 tetes sehingga sampel terlihat berwarna kuning membentuk larutan
2 fasa. Sebenarnya tidak ada perubahan yang terjadi pada sampel ini saat
jumlah tetesan tersebut. Warna kuning merupakan warna dari minyak
jelantah sendiri. Berdasarkan teori, jumlah tetesan harus lebih banyak dari
jumlah tetesan yang digunakan untuk menjenuhkan sampel sebelumnya,
yakni minyak goreng. Karena tingkat kejenuhan dari minyak jelantah lebih
tinggi dibandingkan dengan minyak goreng. Karena minyak jelantah
merupakan minyak goreng yang telah mengalami oksidasi, sehingga ikatan-
14
ikatan rangkap dalam asam lemak tak jenuhnya sudah terputus menjadi
ikatan-ikatan tunggal. Berdasarkan hal inilah reaksi adisi memerlukan waktu
yang lama untuk dapat mengikat. Reaksi dapat berlangsung dengan
penambahan pereaksi yang lebih banyak. Karena di dalam minyak jelantah
masih terdapat komponen asam lemak tak jenuh dengan komposisi yang
sedikit. Hal yang sama terjadi pula pada sampel keempat, yaitu sikloheksana,
tetesan H2SO4 yang diberikan pada sampel tidak menyebabkan sampel
mengalami perubahan dan tetap terlihat jernih dengan membentuk larutan 2
fasa. Hal ini membuktikan bahwa sikloheksana tidak mengalami reaksi adisi
oleh H2SO4 karena tergolong hidrokarbon jenuh. Minyak VCO, minyak
goreng, minyak jelantah dan sikloheksana ketika direaksikan dengan H2SO4
sama-sama menghasilkan larutan 2 fasa namun minyak VCO dan minyak
goreng menghasilkan larutan 2 fasa dengan ada sedikit uap pada dinding
tabungnya. Hal ini terjadi karena adanya perubahan suhu secara eksoterm
karena sampel mengalami reaksi adisi dengan H2SO4. Dari percobaan
tersebut diketahui bahwa sikloheksana dan minyak jelantah termasuk
hidrokarbon jenuh sedangkan minyak VCO dan minyak goreng termasuk
hidrokarbon tidak jenuh.
Percobaan kedua dengan menggunakan pereaksi KMnO4 pada sampel
yaitu minyak VCO, minyak goreng, minyak jelantah, dan sikloheksana.
Minyak VCO yang direaksikan dengan KMnO4 sebanyak 7 tetes
menghasilkan larutan berwarna ungu dan terbentuk endapan ungu. Hal ini
menunjukkan terjadinya reaksi oksidasi dimana ikatan rangkap pada minyak
VCO diubah menjadi ikatan tunggal. Dalam hal ini ikatan pada ikatan
rangkap dua dari mintak VCO terputus karena sifatnya lebih lemah dan
menandakan bahwa minyak VCO termasuk hidrokarbon tak jenuh.
Sampel selanjutnya, yaitu minyak goreng dan minyak jelantah terjadi
perubahan warna setelah ditetesi dengan pereaksi KMnO4 sebanyak 7 tetes
dan 3 tetes, yakni terlihat bahwa sampel yang awalnya berwarna kuning
jernih menjadi larutan 2 fasa dengan warna keruh kecoklatan. Hal ini terjadi
karena Mn2+
merupakan unsur transisi, dimana unsur transisi memiliki
15
beberapa bilangan oksidasi yang ditandai dengan perbedaan warna pada
setiap bilangan oksidasi. Terjadi reaksi redoks, dimana senyawa hidrokarbon
mengalami oksidasi dan dan KMnO4 mengalami reduksi, mengubah bilangan
oksidasi Mn dalam KMnO4 yaitu +7 yang memberi warna ungu menjadi
senyawa MnO2 dengan biloks Mn +4 yang memberikan warna coklat. Selain
itu reaksi oksidasi yang terjadi mengakibatkan ikatan rangkap dua terputus
dan berubah menjadi menjadi ikatan tunggal. Dari percobaan tersebut
diketahui bahwa sampel tersebut termasuk hidrokarbon tak jenuh.
Sampel sikloheksana yang direaksikan dengan KMnO4 menghasilkan
larutan 2 fasa, diatas berwarna bening dan dibawah berwarna ungu. Terlihat
adanya cincin ungu yang memisahkan larutan tersebut. Hal ini terjadi karena
sikloheksana termasuk hidrokarbon jenuh sehingga tidak terjadi reaksi
meskipun jumlah pereaksi yaitu KMnO4 yang ditambahkan sangat banyak.
Hal itu terjadi karena sikloheksana merupakan hidrokarbon jenuh yang tidak
memiliki ikatan rangkap, sehingga reaksi oksidasi tidak terjadi. Minyak
jelantah seharusnya termasuk kedalam golongan hidrokarbon jenuh karena
minyak dipanaskan secara berulang-ulang (digunakan untuk menggoreng
berkali-kali) maka akan memutuskan ikatan rangkap pada minyak sehingga
terbentuk ikatan tunggal. Akan tetapi minyak jelantah yang dijadikan sampel
hanya baru digunakan sekali saja sehingga ikatan dalam minyak masih
banyak yang mengandung ikatan rangkap daripada ikatan tunggalnya.
Percobaan terakhir, dimana larutan I2 dalam kloroform dimasukkan
kedalam tabung reaksi dan ditetesi dengan keempat sampel sebelumnya.
Pengujian ini juga bertujuan untuk mengetahui sampel mana yang termasuk
hidrokarbon jenuh dan yang termasuk hidrokarbon tak jenuh. Untuk minyak
goreng dibutuhkan sebanyak 180 tetes untuk membuat larutan I2 berubah dari
warna ungu menjadi coklat kemerahan. Untuk minyak jelantah dan minyak
VCO masing-masing sebanyak 190 dan 146 tetes dengan hasil coklat
kemerahan dan jernih. Apabila suatu sampel yang mengandung ikatan
rangkap diteteskan pada larutan ini, maka perubahan warna akan terjadi,
yaitu warna ungu, dimana larutan I2 dalam kloroform akan hilang. Hal ini
16
terjadi, karena adanya mekanisme pertukaran atom atau subtitusi adisi yang
akan memutus ikatan rangkap pada hidrokarbon dan menghasilkan suatu
senyawa organo-halogen jenuh dan tidak berwarna. Dimana satu atom
hidrogen pada hidrokarbon diganti dengan gugus iodin dan membentuk
senyawa jenuh tidak berwarna. Hal ini terlihat saat I2 ditetesi dengan minyak
goreng, minyak jelantah dan minyak VCO. Kemudian, pada perubahan
warna yang terjadi seharusnya tidak berwarna atau bening untuk keempat
sampel yang di teteskan ini. Sehingga, apabila telah terjadi perubahan dari
warna asal maka hal itu dapat di simpulkan bahwa telah terjadi reaksi
substitusi adisi.
Sedangkan apabila suatu senyawa hidrokarbon jenuh diteteskan pada
I2, maka tidak akan terjadi perubahan warna. Karena sukarnya atom I2
memutus ikatan tunggal pada hidrokarbon jenuh yang membentuk rantai
tertutup (cincin). Pada saat sikloheksana diberikan 80 tetes pereaksi,
sikoheksana tidak menunjukkan perubahan. Sehingga untuk mengefisienkan
waktu dan bahan, penetesan dihentikan. Sehingga dapat di simpulkan bahwa
reaksi subtitusi adisi tidak terjadi.
Menurut prosedur dan hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa
hidrokarbon jenuh (alkana) sangat sukar bereaksi dengan zat lain. Hal ini
terjadi karena senyawa-senyawa hidrokarbun jenuh (alkana) memiliki
afinitas yang sangat kecil. Selain itu ikatan antar atomnya diatur oleh ikatan
sigma (σ) yang memiliki kekuatan yang besar, sehingga untuk memutusnya
memerlukan energi yang besar. Berbeda dengan hidrokarbon tak jenuh yang
ikatan antar atomnya disusun oleh ikatan sigma (σ) dan phi (π). Ikatan sigma
merupakan ikatan yang kuat, sedangkan ikatan phi adalah ikatan yang lemah
sehingga mudah untuk diputus oleh zat lain. Bila ikatan ini putus, maka
elektron yang bebas dapat dipergunakan untuk mengadakan ikatan dengan
atom/gugus atom yang kekurangan elektron, sehingga terjadilah mekanisme
adisi.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
sampel yang termasuk hidrokarbon tak jenuh yaitu minyak VCO dan minyak
17
goreng sedangkan yang termasuk hidrokarbon jenuh yaitu minyak jelantah
dan sikloheksana. Hal ini sesuai dengan teori, dimana jenuh atau tidak
jenuhnya sampel dapat diketahui berdasarkan warna sampel yang dihasilkan.
Dimana semakin pekat warna yang dihasilkan pada sampel, maka semakin
jenuh pula sampel tersebut. Tingkat kejenuhan dari sampel dapat diketahui
berdasarkan jumlah tetesan pereaksi yang diberikan pada sampel.
Berdasarkan teori jumlah tetesan pereaksi mempengaruhi, hal ini dapat
diketahui jika semakin banyak tetesan pereaksi yang diberikan, maka
semakin jenuh pula sampel tersebut, sehingga tidak terjadi perubahan warna
yang signifikan pada sampel.
Dalam dunia kesehatan, penentuan kejenuhan dari suatu lemak atau
minyak yang dikonsumsi sehari-hari sangatlah penting. Minyak yang baik di
konsumsi adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh dengan
konsentrasi yang banyak. Asam lemak jenuh rantai panjang sangatlah
berbahaya bagi kesehatan. Karena merupakan salah satu faktor penyebab
penyakit-penyakit degenaratif, salah satunya penyakit jantung koroner. Oleh
karena itu penggunaan minyak goreng yang layak konsumsi maksimal 4 kali
setelah penggorengan. Karena oksidasi yang terjadi saat penggorengan akan
memecah ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak
jenuh yang berbahaya bagi kesehatan.
18
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Minyak kelapa dan minyak goreng merupakan senyawa hidrokarbon tak
jenuh.
2. Minyak Jelantah dan sikloheksana adalah senyawa hidrokarbon jenuh.
3. Urutan tingkat kejenuhan sampel dari yang tertinggi yaitu
Minyak Jelantah > Minyak Goreng > Minyak VCO > Sikloheksana
19
PERCOBAN II
IDENTIFIKASI ALKIL HALIDA DAN ARIL HALIDA
A. Tujuan
Mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa alkil halida dan aril
halida.
B. Dasar Teori
Senyawa organohalogen digunakan secara meluas dalam masyarakat
modern sebagai pelarut, insektisida dan bahan dalam sintesis senyawa
organik. Kebanyakan senyawa organohalogen adalah sintetik. Senyawa
organohalogen agak jarang ditemukan dalam alam. Banyak senyawa
organohalogen yang bersifat racun (toksik) dana harus digunakan dengan
hati-hati. Misalnya, pelarut-pelarut karbon tetraklorida (CCl4) dan kloroform
(CHCl3) menyebabkan kerusakan pada hati bila dihirup secara berlebihan.
Dipihak lain beberapa senyawa halolgen tampaknya sangat aman dan
beberapa digunakan sebagai pemati rasa hirupan. Senyawa yang mengandung
hanya karbon, hidrogen dan suatu atom halogen dibagi dalam tiga kategori,
diantaranya alkil halida, aril halida (sebuah halogen terikat pada sebuah
karbon dari suatu cincin aromatik) dan halida unilik (sebuah hidrogen yang
terikat pada sebuah halogen yang terikat pada sebuah karbon berikatan
rangkap). Sebuah atom F, Cl atau Br, bersifat elektronegatif relatif terhadap
karbon. Meskipun kelektronegatifan iod dekat dengan keelektronegatifan
karbon sebab iod-iod mudah dipolarisasi. Oleh karena itu alkil halida bersifat
polar (Fessenden, 1986).
Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan aril
halida sederhana, terutama klorida dan bromida adalah awal sintesis senyawa
organik. Melalui reaksi subtitusi, halogen dapat diganti dengan gugus fungsi
lain. Halida-halida organik juga dapat di ubah menjadi senyawa jenuh
melalui reaksi eliminasi. Sehingga banyak senyawa organik mempunyai
kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari (Hart, 1983).
20
Dalam sistem IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan suatu
awalan halo-. Banyak alkil halida yang lazim mempunyai nama gugus
fungsional trivial. Dalam nama-namanya gugus alkil disebut lebih dulu dan
diikuti nama halidanya. Struktur bagian alkil dari suatu alkil halida
berperanan, oleh karena itu perlu dibedakan empat tipe alkil halida,
diantaranya metil, primer, sekunder dan tersier. Suatu metal halida ialah suatu
struktur dalam, dimana satu hidrogen dari metana telah digantikan oleh
sebuah halogen. Karbon ujung sebuah alkil halida ialah atom karbon yang
terikat pada halogen (Fessenden, 1986).
Aril halida adalah senyawa dimana atom hidrogen terikat langsung
pada gugus aromatik dan berikatan dengan halogen. Rumus umum Ar,
dimana Ar = fenil atau fenil tersubtitusi.
Br Cl I COOH
Cl
Sebuah atom F, Cl atau Br bersifat elektronegatif relatif terhadap
karbon. Meskipun kelektronegatifan iod dekat dengan keelektronegatifan
karbon, iod-iod mudah dipolarisasi. Benzena merupakan senyawa aromatis
ysng paling sederhana dengan simbol Ar=Aril digambarkan dengan rumus
kimia C6H6, ada kalanya juga menunjukkan strukturnya dengan heksagonal
berisi lingkaran didalamnya. Enam titik heksagon menyatakan enam karbon
dan atom hidrogen tidak dituliskan untuk penyederhana lingkaran
menyatakan elektron π yang terdekolalisasi yang tersebar merata diseluruh
cincin (Respati, 1980).
Selain benzena senyawa aromatik yang paling lazim di dalam minyak
bumi adalah toluena, dimana satu atom hidrogen pada cincin benzena
digantikan oleh gugus metal dan xilena (Oxtoby, 2003).
21
Suatu surfaktan bersifat toksik bila tertelan. Sisa bahan surfaktan
terdapat didalam benzena dapat membentuk klorobenzena yang sifatnya
racun dan berbahaya bagi tubuh (Whasih, 2009).
Aril halida merupakan turunan dari asam karboksilat yang paling
mudah bereaksi karena ion halida merupakan gugus pergi yang baik. Dengan
adanya gugus penarik elektron akan meyebabkan aril halida membentuk atom
C karbonil yang bermuatan positif. Sehingga kereaktifan aril halida
meningkat (Suzana, 2010).
Pada tahap adisi, krifenil metanol sebagai nukleofil menyerang karbon
karbonil dari asetil klorida dengan menggunakan pasangan elektron bebas
pada atom oksigen gugus hidroksil membentuk hasil antara tetrahedral
(Widiyati, 2009).
Senyawa alkil halida mempunyai rumus umum R-X, dimana R adalah
gugus alkil yang sederhana maupun alkil tersubtitusi, misalnya :
CH3
H3C – C – Cl CH2 = CH – CH2Br
CH3 Aril Bromida
Tersier butil klorida
CH2 = CHCl
Vinil klorida
Adapun sifat-sifat fisik dari alkil halida, ialah :
1. Mempunyai titik didih yang jauh lebih tinggi daripada titik didih alkana
dengan jumlah atom C yang sama.
2. Bila gugus alkilnya sama, maka makin besar berat atom hidrogennya,
sehingga titik didihnya semakin tinggi.
3. Senyawa-senyawa alkil halida tidak larut dalam air, tapi larut dalam
pelarut organik.
4. Senyawa-senyawa bromo, iodo dan polikloro lebih berat dari pada air.
(Respati, 1980)
22
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Penangas air
b. Penjepit tabung
c. Pipet tetes
d. Pipet volume 5 mL
e. Propipet
f. Rak tabung
g. Tabung reaksi
2. Bahan
a. AgNO3 0,1 N
b. Diklorometana
c. Klorobenzena
D. Prosedur Kerja
1. Diambil dua buah tabung reaksi yang bersih dan kering,tabung 1 diberi 5
tetes diklorometana, tabung reaksi 2 diberi 5 tetes klorobenzena.
2. Ditambahkan kedalam dua tabung reaksi tersebut masing-masing 5 mL
AgNO3 0,1 N, dikocok dan dipanaskan selama 2 menit.
3. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.
23
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
No Senyawa pereaksi Perubahan
1 Diklorometana AgNO3
Cepat bergelembung
2 Klorobenzena Lambat bergelembung
2. Reaksi
a. Diklorometana + AgNO3
+ AgNO3 Gelembung
b. klorobenzena + AgNO3
+ AgNO3 Lambat terbentuk gelembung
Cl C
H
H
Cl
Cl
24
F. Pembahasan
Percobaan yang berjudul identifikasi alkil halida dan aril halida ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa alkil
halida dan aril halida. Alkil halida merupankan senyawa organohalogen,
dimana atom-atom halogen terikat pada gugus alkil sederhana atau alkil
tersubstitusi. Alkil halida memiliki rumus umum R-X, dimana R adalah
gugus alkil dan X adalah atom-atom halogen. Sedangkan aril halida adalah
senyawa organohalogen dimana sebuah halogen terikat pada sebuah karbon
dari cicin suatu gugus aromatik. Rumus umumnya Ar-X, dimana Ar adalah
gugus aromatik, biasanya gugus fenil sederhana atau fenil tersubstitusi,
sedangkan X adalah atom-atom halogen. Kedua senyawa ini memiliki
perbedaan sifat, baik secara fisik maupun kimia. Sehingga berdasarkan hal
inilah kedua senyawa ini dapat diidentifikasikan dan dibedakan.
Percobaan ini menggunakan sampel diklorometena dan klorobenzena.
Diklorometana adalah salah satu contoh senyawa alkil halida, sedangkan
klorobenzena adalah contoh dari senyawa aril halida. Selain kedua sampel
tersebut, digunakan pula perak nitrat (AgNO3) sebagai pereaksi dalam
percobaan ini. Penggunaan AgNO3 bertujuan untuk menguji seberapa kuat
ikatan yang terjadi antar atom-atom penyusun kedua senyawa ini. Adapun
beberapa hal yang penting dari prosedur kerja ialah adanya proses
pengocokan dan pemanasan terhadap sampel. Proses pengocokan bertujuan
untuk memberikan tekanan di dalam tabung reaksi, sehingga ikatan-ikatan
antar atom dalam sampel mudah diputuskan oleh pereaksi. Sedangkan tujuan
proses pemanasan ialah mempercepat berlangsungnya proses pemutusan
tersebut. Selain itu, proses pemanasan ini menjadi parameter dalam
percobaan ini, dimana waktu pemansan menujukkan seberapa kuat ikatan
yang terdapat dalam kedua sampel.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kedua sampel
memiliki kuat ikatan yang berbeda. Hal ini ditunjukkan, pada sampel yang
berisi diklorometana setelah ditambahkan pereaksi AgNO3 dan dipanakan
menghasilkan gelembung yang lebih cepat dibandingkan dengan sampel yang
25
berisi sampel klorobenzena. Adanya gelembung di dalam sampel saat
pemanasan, menunjukkan terjadinya reaksi pemutusan ikatan dalam senyawa
tersebut. Sedangkan waktu pemanasan yang dibutuhkan hingga sampel
bergelembung menunjukkan kuatnya ikatan yang terdapat dalam senyawa
tersebut, dimana semakin lama waktu pamanasan berarti semakin sukar
ikatan antar atom dalam senyawa tersebut untuk diputuskan.
Sehingga dari hal tersebut dapat diketahui bahwa ikatan antar atom
dalam senyawa klorobenzena lebih kuat dibandingkan ikatan dalam senyawa
diklorometana. Hal ini terjadi karena, pada senyawa diklorometana terjadi
perbedaan keelektronegatifan yang besar. Dimana atom klor (Cl) lebih
bersifat elektronegatif dibanding atom karbon (C). Tingginya
keelektronegatifan pada atom klor (Cl) akan menyebabkan elektron yang
dimiliki oleh atom karbon (C) tertarik pada atom klor (Cl), sehingga atom
karbon (C) bersifat elektropositif. Kemudian, adanya ion NO3- yang berasal
dari senyawa AgNO3 yang ditambahkan akan menyebabkan terputusnya atom
hidrogen dan atom klor dalam senyawa ini. Hal ini terjadi karena ion NO3-
merupakan suatu nukleofil atau pecinta nukleus (bermuatan positif) akan
menyerang atom karbon yang bersifat elektropositif atau bermuatan positif.
Adanya suatu nukleofil ini akan menyababkan ketidakstabilan pada atom
karbon. Untuk menstabilkannya atom karbon akan melepas atau memutus
ikatannya dengan atom hidrogen (H) dan atom klor (Cl), sehingga senyawa
ini akan membentuk suatu alkana yang memiliki muatan positif. Sedangkan
atom hidrogen yang lepas akan berubah menjadi ion H+ dan atom klor (Cl
-)
pun sama membentuk ion Cl-. Ion H
+ yang lepas tersebutlah yang
menyebabkan timbulnya gelembung, karena menguap saat pemanasan.
Sedangkan ion Cl- yang berlebih akan berikatan dengan ion Ag
+ yang berasal
dari AgNO3 terbentuk AgCl dalam larutan. Sedangkan pada senyawa
klorobenzena, pemanasan membutuhkan waktu yang lebih lama hingga
terlihat adanya suatu gelembung. Hal ini menunjukkan ikatan antar atom
dalam senyawa ini lebih kuat dibandingkan ikatan dalam senyawa
diklorometena. Hal ini terjadi karena struktur klorobenzena yang berupa
26
cincin aromatik. Suatu gugus aromatik, umumnya memiliki sifat sukar untuk
diputus ikatan antar atomnya meskipun pada senyawa ini juga terjadi
pebedaan keelektronegatifan yang besar antara atom karbon (C) dengan atom
klor (Cl). Resonansi/berputarnya elektron-elektron dalam cincin aromatik
menyababkan elektron-elektron tersebut secara merata, sehingga tidak ada
atom yang bermuatan lebih positif atau lebih negatif dan ini menyababkan
tarikan antar atom sama kuat, sehingga adanya suatu nukleofil yakni NO3-
tidak mengganggu kestabilan dari senyawa ini. Akibatnya tidak ada atom-
atom yang melepaskan diri. Hal ini ditandai dengan belum adanya gelembung
yang terjadi saat senyawa diklorometana sudah bergelembung. Pemanasan
yang lebih lanjut, tetap akan menyebabkan terjadinya disosiasi pada senyawa
ini, sehingga akan terjadi gelembung, hanya saja waktu yang dibutuhkan
lebih lama dari sampel awal. Atau dengan kata lain, klorobenzena dapat
mengalami pemutusan dengan energi yang lebih besar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa diklorometana, yang merupakan senyawa alkil halida
lebih mudah mengalami pemutusan ikatan dibandingkan klorobenzena,
senyawa aril halida bersifat lebih stabil dibandingkan dengan senyawa alkil
halida.
Dalam dunia kesehatan, terutama dunia farmasi alkil halida sangat
diperlukan sebagai bahan baku dalam pembuatan sediaan. Misalnya iodoform
merupakan bahan baku antiseptik dan obat luka. Sedangkan bromoform
digunakan untuk campuran obat tidur. Senyawa kloroform digunakan luas
sebagai anestesi atau obat bius.
Proses identifikasi dapat digunakan untuk membedakan senyawa alkil
dengan aril halida, karena alkil halida bersifat toksik jika dalam senyawa
murni. Misalnya kloroform jika tertiup dapat menyebabkan kerusakan pada
hati. Aril halida lebih sering digunakan pula sebagai bahan baku pembuatan
obat.
27
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Klorobenzena merupakan senyawa golongan aril halida.
2. Diklorometana merupakan senyawa golongan alkil halida.
28
PERCOBAAN III
IDENTIFIKASI ALDEHIDA DAN KETON
A. Tujuan
Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa
aldehida dan keton serta mengetahui perubahan dan reaksi reduksi yang
terjadi pada aldehida dan keton.
B. Dasar Teori
Aldehida dan keton adalah senyawa-senyawa yang mengandung salah
satu dari gugus penting di dalam kimia organik, yaitu gugus karbonil C=O.
Semua senyawa yang mengandung gugus ini disebut senyawa karbonil.
Gugus karbonil adalah senyawa yang paling menentukan sifat kimia aldehida
dan keton. Oleh karena itu banyak sekali sifat fisik dari yang lain senyawa-
senyawa ini adalah mirip satu sama lainnya.
Salah satu reaksi untuk pembuatan aldehida adalah oksidasi dari
alkohol primer. Kebanyakan oksidator tak dapat dipakai karena akan
mengoksidasi aldehidanya menjadi asam karboksilat. Oksidasi krompiridin
komplek seperti piridinium klor kromat adalah oksidator yang dapat merubah
alkohol primer menjadi aldehida tanpa merubahnya menjadi asam
karboksilat.
(Petrucci, 1987)
Aldehida dan keton barulah dua dari sekian banyak kelompok
senyawa organik yang mengandung gugus karbonil. Suatu keton (RCOR)
mempunyai gugus alkil (aril) yang terikat pada karbon karbonil, sedangkan
aldehida (RCHO) mempunyai sekurang-kurangnya satu atom hidrogen yang
terikat pada karbon karbonilnya (Fessenden, 2008).
Aldehida mempunyai gugus asli dengan hidrogen yang terikat pada
karbonil. Senyawa aldehida alami yang paling melimpah adalah glukosa.
Aldehida yang paling sederhana adalah formaldehida (CH2O) yang mana
karbonil mengikat dua atom H. Pada semua aldehida selain formaldehida,
29
karbon karbonil mengikat 1 atom hidrogen dan satu gugus alkil atau aril,
misalnya asetaldehida (CH3CH) (Sarker, 2009).
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus
karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil.
Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya
dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom
hidrogen yang terikat pada gugus karbonil (Wilbraham, 1992).
Keton mempunyai suatu gugus fungsi asli dengan gugus alkil yang
lain atau gugus aril yang terikat dengan karbon karbonil. Beberapa hormon
steroid mengandung gugus fungsional keton, seperti hormon progesteron.
Keton yang paling sederhana adalah aseton (CH3COCH3) yang mana atom
karbonilnya mangikat 2 gugus metil (Sarker, 2009).
Pembuatan keton yang paling umum adalah oksidasi dari alkohol
sekunder. Hampir semua oksidator dapat dipakai. Pereaksi yang khas antara
lain kromium oksida (CrO3), piridinium klor kromat, natrium bikromat
(Na2Cr2O7) dan kalium permanganat (KMnO4) (Respati, 1986).
Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton adalah reaksi oksidasi dan
reaksi reduksi. Reaksi oksidasi untuk membedakan aldehida dan keton.
Aldehida mudah sekali dioksidasi, sedangkan keton tahan terhadap oksidator.
Aldehida dapat dioksidasi dengan oksidator yang sangat lemah. Sedangkan
reaksi reduksi terbagi menjadi tiga bagian yaitu reduksi menjadi alkohol,
reduksi menjadi hidrokarbon dan reduksi pinakol (Wilbraham, 1992).
Senyawa aldehida, keton, ester, dan karboksilat adalah senyawa
organik yang memiliki gugus karbonil. Golongan senyawa ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penyedap dalam industri makanan dan minuman
maupun sebagai bahan pengharum bagi industri kosmetik. Senyawa aldehida,
keton, ester mengalami reaksi pada gugus karbonil. Gugus karbonil
mempunyai sifat yang polar dan memiliki orbital hibrida sp2
sehingga ketiga
atom yang terikat pada aseton karbon terletak pada bidang datar dengan
sudut ikatan 1200. Ikatan rangkap karbon-karbon pada gugus karbonil terdiri
atas enam dan satu ikatan π (Kalja, 2009).
30
Dalam sistem IUPAC aldehida diberikan akhiran –al (berasal dari suku
pertama aldehida). Contohnya adalah metanal (formaldehida), etanal
(asetaldehida), propanal, dan lain-lain. Sedangkan untuk keton diberikan
akhiran –on (dari suku kata terakhir keton). Penomoran dilakukan sehingga
gugus-gugus karbonil mendapat nomor kecil. Contohnya adalah propanon
(asetol), pentanon, butanon, dan lain-lain (Hart, 1993).
Bila aldehida diberikan dalam suasana basa seperti dengan NaOH
dalam air maka akan terbentuk ion enolat yang dapat bereaksi dengan gugus
karbonil dari molekul aldehida yang lain. Hasilnya adalah adisi suatu
molekul aldehida kedalam suatu molekul aldehida yang lain. Ion enolat akan
bereaksi dengan sutau molekul dengan cara mengadisi pada karbon karbonil
untuk membentuk suatu ion alkoksida yang kemudian menarik sebuah proton
dalam air untuk menghasilkan suatu aldol (Prawono, 2009).
Identifikasi aldehida dan keton berkaitan dengan berbagai macam