LAPORAN KASUS
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS
Oleh:
Baginda Yusuf Siregar090100001
Febi Putri Lestari Hutasuhut090100003
Maulida Septianita090100035
William Saputra Wijaya090100135
Furqan Arief090100221
PEMBIMBING:
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini dengan sebaik-baiknya. Laporan
kasus ini berjudul Perdarahan Saluran Cerna Atas yang merupakan
salah satu tugas kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan laporan kasus ini tidak lepas dari bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dengan rasa hormat penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan membimbing kami selama proses
pendidikan kami di Departemen Penyakit Dalam ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika penulisan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan laporan kasus ini.
Medan, 12 September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
iDaftar Isi
iiBAB 1PENDAHULUAN
11.1. Latar Belakang
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
....................................................................
32.1. Anatomi Saluran Cerna Atas
32.2. Perdarahan Saluran Cerna Atas
6
2.2.1. Definisi.........
6
2.2.2. Etiologi.........
6
2.2.3. Patogenesis.........
9
2.2.4. Gejala Klinis
12
2.2.5. Diagnosis.............................
12
2.2.6.
Penatalaksanaan..............................................
16
2.2.7. Pencegahan.............................
22BAB 3
LAPORAN KASUS
23BAB 4
PENUTUP
41Diskusi
41DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit.
Sebagian besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebagian
lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan
yang cepat dan tepat. Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini
tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja namun dapat pula
terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah
sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang
cukup tinggi. Selain itu perdarahan akut SCBA sering menyertai
penyakit-penyakit lainnya seperti trauma kapitis, stroke, luka
bakar yang luas, sepsis ,renjatan dan gangguan hemostasis.1
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas didefinisikan sebagai
perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada
duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian
atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic
ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan
obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol. Robekan
Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis merupakan penyebab
perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang.2Di negara barat
insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000
penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian
yang sebenarnya di populasi tidak diketahui.1
The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE)
mengelompokkan pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
berdasarkan usia dan kaitan antara kelompok usia dengan resiko
kematian. ASGE menemukan angka mortalitas untuk 3.3% pada pasien
usia 21-31 tahun, untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan
untuk 14.4% untuk pasien berusia 71-80 tahun . Menurut organisasi
tersebut, ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan kematian,
perdarahan berulang, kebutuhan akan endoskopi hemostasis ataupun
operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun, comorbidity berat,
perdarahan aktif (seperti hematemesis, darah merah per nasogastric
tube, darah segar per rectum), hipotensi, dan coagulopathy
berat.2Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar
25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%
sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%.
Sebagian besar penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena
perdarahannya itu sendiri melainkan karena penyakit lain yang ada
secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit
jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.1
Makalah ini disusun untuk menyajikan tinjauan pustaka dan
gambaran klinis yang didapatkan dari literatur, kemudian
diintegrasikan dengan kasus yang terjadi di rawat inap departemen
Ilmu Penyakit dalam RSHAM Medan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Saluran Cerna Atas Saluran pencernaan terdiri dari
cavum oris, faring, esofagus, gaster, intestinum tenue (duodenum,
jejunum, ileum), intestinum crassum (sekum, kolon, rektum dan
anus). Saluran cerna terdiri atas saluran cerna atas dan saluran
cerna bawah yang dipisahkan oleh ligamentum treitz yang terdapat
pada flexura duodenojejunales yang merupakan batas duodenum dengan
jejunum.
2.2. Perdarahan Saluran Cerna Atas
2.2.1. Definisi
Berdasarkan namanya, maka perdarahan saluran cerna atas (PSCA)
dapat didefinisikan sebagai suatu perdarahan yang berasal dari
bagian proksimal Ligamentum Treitz.3 (1w) Sehingga diketahui bahwa
perdarahan ini termasuk dari bagian esofagus, lambung, hingga ke
bagian duodenum.4 (2w) Perdarahan saluran cerna atas ini merupakan
salah satu dari kegawatdaruratan medis yang mengancam nyawa
sehingga penanganannya memerlukan waktu yang segera dan perlu
dilakukan perawatan lanjutan di rumah sakit.3,5 (1,3w)2.2.2.
Etiologi
Berdasarkan penyebab, dapat digolongkan menjadi beberapa
penyebab sebagai berikut:3(1w)1. PSCA terkait ulkus
Ulkus peptikum merupakan penyebab utama dari kasus PSCA ini (35%
dari seluruh kasus).5 (3w) Hal ini sering dihubungkan dengan
infeksi dari Helicobacter pylori. Bakteri ini akan kemudian merusak
barier mukosa dari gaster dan memiliki efek inflamasi secara
langsung pada mukosa gaster dan duodenum.3 (1w)Pada kasus PSCA
terkait ulkus, semakin dalam ulkus tersebut menginvasi mukosa
gastroduodenal, akan menyebabkan melemahnya dan nekrosis dari
dinding arterial, sehingga akan menyebabkan terjadinya
pseudoaneurisma. Sehingga apabila dinding tersebut mengalami
ruptur, akan menyebabkan perdarahan.3 (1w)Ulkus pada gaster dan
duodenum biasanya tidak dapat dibedakan berdasarkan pada anamnesis
saja, meskipun beberapa temuan dapat menngarahkan. Nyeri pada
epigastrium merupakan simptom yang paling sering pada ulkus gaster
dan duodenum. Hal ini ditandai dengan adanya sensasi terbakar yang
sering terjadi akibat puasa dan akan membaik dengan makanan. Akan
tetapi, ada tanda klasik untuk membedakan antara ulkus gaster dan
ulkus duodenum dimana rasa terbakar sering muncul setelah makan
(sering beberapa saat setelah makan) pada ulkus peptikum dan
sekitar 2-3 jam setelah makan pada ulkus duodenum.6,7(4,5w)Pada
pasien dengan riwayat penyakit ulkus peptikum terdahulu, maka perlu
diperhatikan penggunaan obat aspirin maupun NSAID lainnya. Stress
ulcer dapat terjadi pada pasien yang dalam kondisi penyakit kritis.
Ada teori yang mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi sebagai hasil
dari adanya iskemik pada mukosa.5(3w)2. PSCA terkait vomitus
Pada saat muntah, maka esofagus bagian bawah dan lambung bagian
atas akan dipaksa berbalik. Hal ini dapat menyebabkan robekan pada
mukosa esofagus bawah maupun lambung bagian atas. Kedalaman dari
robekan menunjukkan tingkat keparahan dari perdarahannya. Vomitus
juga dapat menyebabkan ruptur esofagus (Sindrom Boerhaave) meskipun
sangat jarang dijumpai.
3. PSCA pada Mallory-Weiss
Mallory-Weiss tears menyebabkan 15% dari semua kasus perdarahan
saluran cerna atas. Sindroma ini diperkenalkan pertama kali oleh
Kenneth Mallory dan Soma Weiss pada tahun 1929. PSCA massif dapat
berasal dari robekan yang terjadi pada mukosa dari kardiak
gaster.3(1w)Laserasi mukosa yang linear merupakan hasil dari
muntah-muntah. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan yang
cepat antara intragaster dan intratoraks, sehingga menyebabkan
robekan pada gastroesophageal junction.3(1w)4. PSCA pada stres
gastritis akut
Stres gastritis akut akibat dari kondisi klinis yang berpotensi
untuk mengubah barier perlindungan pada mukosa, seperti mukus,
bikarbonat, aliran darah, dan sintesis prostaglandin. Proses dari
penyakit lain yang mengganggu keseimbangan dari faktor-faktor ini
akan mengakibatkan erosi mukosa gaster secara difusa. Sering
dijumpai pada pasien yang mengalami syok, trauma multipel, sindroma
distres respirasi akut, gagal ginjal akut, dan sepsis. Prinsip dari
kejadian ini adalah menurunnya aliran darah ke mukosa dan perubahan
keasaman pada lumen gaster.3(1w)5. PSCA pada lesi Dieulafoy
Lesi Dieulafoy pertama kali diperkenalkan pada 1896, merupakan
suatu malformasi vascular dari lambung bagian proksimal, biasanya
sekitar 6 cm dari GE-junction sepanjang kurvatura minor dari
lambung. Akan tetapi, hal ini bisa juga terjadi sepanjang dari
saluran cerna. Lesi ini menyebabkan 2-5% dari semua kasus PSCA
akut.8(6w)Berdasarkan endoskopi, lesi terlihat sebagai suatu
pembuluh darah besar yang mengalami ulserasi. Akibat dari besarnya
pembuluh darah, perdarahan dapat terjadi secara masif dan cepat.
Ruptur dari pembuluh darah ini sering terjadi pada gastritis
kronis, yang dapat menginduksi terjadinya nekrosis pada dinding
pembuluh darah. Konsumsi alcohol juga dihubungkan dengan lesi
Dieulafoy ini.3(1w)6. PSCA akibat varises esofagus
Varises esofagus merupakan vena kolateral pada dinding dari
esofagus yang langsung mengarah ke dalam lumen atau dari pengertian
lain, merupakan abnormalitas dan pembesaran vena pada bagian bawah
dari esofagus. Hal ini sering ditemukan pada penyakit liver.
Varises esofagus ini sering menjadi perhatian klinis karena sangat
rentan untuk terjadinya perdarahan.9,10(7,8w)7. PSCA akibat
NSAID
NSAID akan menyebabkan ulkus lambung dan ulkus duodenum dengan
menginhibisi dari siklooksigenase, yang akan menurunkan sintesis
dari prostaglandin di mukosa yang akan mengakibatkan terganggunya
pertahanan mukosa. Penggunaan NSAID harian akan menyebabkan
peningkatan sekitar 40x terjadinya ulkus lambung dan 8x peningkatan
pada ulkus duodenum.3(1w)Penggunaan NSAID jangka panjang dikaitkan
dengan insidensi 20% pada perkembangan ulserasi mukosa. Terapi
medis termasuk menghindari obat-obatan ulserogenik, H2 antagonis,
dan proton pump inhibitor (PPI).3,7(1,5w)2.2.3. Patogenesis
1. PSCA terkait ulkus
Peptic ulcer disease (PUD) mencakup ulkus lambung dan juga ulkus
duodenum. Ulkus sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kerusakan
pada permukaan mukosa dengan lebar >5 mm, dengan kedalaman
sampai submukosa.7(5w)Secara umum, ulkus ini dapat dihubungkan
dengan adanya infeksi dari H. pylori. Bakteri ini merupakan bakteri
gram negatif, mikroaerofilik, bentuk batang. Infeksi dari H. pylori
selalu berhubungan dengan gastritis akut yang kronis, akan tetapi
hanya 10-15 % pasien yang berlanjut sampai ulkus peptikum. Dasar
dari perbedaan ini masih belum diketahui.3,7(1,5w)2. PSCA pada
Mallory-Weiss
Robekan Mallory-Weiss sering timbul sebagai suatu akibat dari
peningkatan tekanan transmural secara transien pada regio GE
junction. Distensi akut dari esofagus bagian bawah dapat juga
menyebabkan robekan linear pada regio tersebut.11(9w)Dengan adanya
peningkatan tekanan intragaster yang cepat akibat faktor yang
mencetuskan, seperti muntah-muntah, perbedaan tekanan transmural
akan meningkat melewati hernia hiatalis, serendah tekanan pada zona
intratorakal. Pada hernia ini, robekan ini lebih sering menyerang
bagian kurvatura minor pada kardiak gaster.
Mekanisme lain yang berpotensi menyebabkan robekan Mallory-Weiss
ini adalah prolaps atau intrususepsi dari lambung bagian atas ke
esofagus, yang dapat terjadi sewaktu muntah yang dibuktikan saat
endoskopi.3. PSCA pada lesi Dieulafoy
Terdapat beberapa mekanisme yang diperkirakan menyebabkan ruptur
dan selanjutnya menyebabkan perdarahan masif. Salah satu teori
mengutarakan bahwa pulsasi dari pembuluh darah besar di submukosa
akan menyebabkan kerusakan pada epitel. Hal ini akan menyebabkan
iskemik lokal dan paparan isi usus ini akan mengakibatkan erosi dan
ulkus. Teori lain mengatakan bahwa adanya robekan itu akan
merangsang terjadinya thrombosis pada arteri sehingga mengakibatkan
nekrosis.12(10w)4. PSCA akibat NSAID
Efek samping dari NSAID untuk menyebabkan ulserasi dan
perdarahan pada saluran cerna atas pertama kali ditemukan akibat
aspirin. Selanjutnya dilaporkan juga NSAID lain seperti
indometasin, fenilbutazon, dan fenamat. Secara garis besar,
mekanisme NSAID dalam ulserogenesis dapat dibagi menjadi dua
kategori: (1) iritasi lokal dan (2) supresi dari aktivitas sintesis
prostaglandin. Selain itu, dengan adanya infeksi dari H. pylori
dapat berkontribusi dengan kemampuan NSAID untuk merusak
mukosa.13(11w)Iritasi Lokal
Suatu studi pada tahun 1960 oleh Davenport mengatakan bahwa
aspirin dapat menyebabkan kerusakan secara langsung pada epitel
gaster. Kerusakan dari barier ini akan menyebabkan difusi
berlawanan arah dari asam lambung tersebut ke dalam mukosa, yang
akan menyebabkan rupturnya pembuluh darah di mukosa tersebut.
Bentuk non-ionisasi dari obat tersebut akan masuk ke dalam sel
epitel di lambung dan duodenum. Sewaktu masuk ke dalam
intraselular, maka obat ini akan dikonversi menjadi bentuk
terionisasi dan tidak dapat berdifusi keluar. Hal ini sering
dikatakan sebagai ion trapping. Dengan akumulasi dari obat ini pada
sel epitel, maka pergerakan osmotik dari air ke dalam sel akan
menyebabkan pembengkakkan dari sel epitel, sampai terjadinya
lisis.13(11w)Supresi sintesis prostaglandinPenemuan dari Vane pada
tahun 1971 mengatakan adanya inhibisi dari sintesis prostaglandin
akan menyebabkan penurunan dari kemampuan prostaglandin eksogen
untuk melindungi saluran cerna dari kerusakan yang disebabkan oleh
iritan lokal dan NSAID. Hal ini memicu penelitian lebih lanjut
tentang peranan dari prostaglandin dalam pertahanan mukosa.
Prostaglandin endogen pada dasarnya memainkan peranan penting dalam
memodulasi pertahanan mukosa. Prostaglandin endogen ini terlibat
dalam regulasi dari sekresi mukus dan bikarbonat dari epitel gaster
dan duodenum; aliran darah mukosa, proliferasi sel epitel; serta
fungsional dari sel epitel.13(11w)Yang harus diperhatikan adalah,
bahwa inhibisi dari sintesis prostaglandin saja tidak akan
menyebabkan pembentukan dari erosi atau ulkus di gaster. Akan
tetapi, justru dengan berkurangnya sintesis dari prostaglandin di
mukosa, akan menurunkan kemampuan mukosa gaster untuk melindungi
dinding lumen gaster dari iritasi.13(11w)
Gambar di atas menjelaskan perubahan yang terjadi pada
mikrosirkulasi dalam patogenesis ulkus yang dicetuskan oleh NSAID.
NSAID akan menekan sintesis dari prostaglandin (PG), sehingga akan
menyebabkan peningkatan dari leukotrin (LT) dan tumor necrosis
factor (TNF). Selanjutnya hal ini akan menyebabkan peningkatan dari
berbagai molekul adhesi yang menyebabkan adherensi dari neutrofil
ke endotel vaskular.13(11w)2.2.4. Gejala Klinis
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang paling sering
mengalami perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna
sekitar 80% sumber perdarahannya berasal dari esophagus, gaster dan
duodenum.1 Ada 3 gejala dari perdarahan saluran cerna:21.
Hematemesis Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan
saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau coffee
ground.
2. Hematokezia Keluarnya darah dari rektum yang diakibatkan
perdarahan saluran cerna bahagian bawah, tetapi dapat juga
dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang sudah
berat.
3. Melena Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan
kotoran bercampur asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan
saluran cerna bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus
ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.
Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau
dyspnea.
Gejala klinis yang umum pada perdarahan saluran cerna atas yaitu
hematemesis (30%), melena (20%), hematemesis-melena (50%),
hematokezia (>5%). Pada pasien dengan perdarahan ulkus peptikum,
nyeri epigastrik atau nyeri kuadran perut kanan atas disertai
dengan perdarahan akut. Pada pasien dengan Mallory Weiss, emesis,
muntah, atau batuk akan menimbulkan hematemesis. Pasien dengan
gambaran jaundice, lemas, lelah, anoreksia dan asites lebih sering
menunjukkan gambaran perdarahan esofagus. Pasien dengan perdarahan
dari tumor ganas saluran pencernaan menunjukkan gambaran disfagia,
berat badan menurun dan kakeksia.142.2.5.Diagnosis
Prosedur diagnostik pada pasien PSCA sama seperti pasien lain
pada umumnya, mulai dari anamnesis sampai pemeriksaan lanjutan.
Anamnesis yang perlu ditekankan yaitu sejak kapan terjadi
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, riwayat
perdarahan sebelumnya, riwayat perdarahan dalam keluarga, ada
tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain, pengunaan obat-obatan
terutama anti inflamasi non steroid dan anti koagulan, kebiasaan
minum alkohol, mencari riwayat penyakit hati kronis, riwayat
dispepsia, riwayat mengkonsumsi obat rematik, jamu-jamuan, obat
untuk penyakit jantung, obat stroke. Kemudian ditanya riwayat
penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan ginjal serta riwayat
transfusi sebelumnya.13 Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya
hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory
Weiss.1Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik, yang pertama harus
dilakukan adalah penilaian ABC pasien. Pasien dengan hematemesis
yang masif dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal
ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik
(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan.
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata
penyakit hati kronis (ikterus, spider nevi, asites, splenomegali,
eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen, nyeri abdomen,
rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit
rematik. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.
Warna feses ini mempunyai nilai prognostik.1Pada semua pasien
dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu dimasukkan
pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini
terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuannya untuk
menentukan tempat perdarahan dan memperkirakan jumlah perdarahan
dan apakah perdarahan telah berhenti. Diagnosis dapat dibuat
berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan selang
nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah yang jelas
terlihat; cairan bercampur darah, atau ampas kopi.2Dalam prosedur
diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang
antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati,
faal ginjal, gula darah, elektrolit, golongan darah, rontgen dada
dan elektrokardiografi.1Pemeriksaan darah lengkap untuk melihat
tingkat kehilangan darah pada pasien perdarahan saluran certa atas.
Pemeriksaan darah lengkap sebaiknya diperiksa setiap 4-6 jam pada
hari pertama. Pemeriksaan hemoglobin juga harus diperiksa secara
serial, dikarenakan pasien PSCA umumnya membutuhkan transfusi darah
karena keadaan hipoperfusi dan hipovolemia. Pemeriksaan profil
metabolit berguna untuk mengevaluasi keadaan ginjal, perdarahan
saluran cerna atas dapat meningkatkan kadar BUN (blood urea
nitrogen). Pengukuran parameter koagulasi diperlukan untuk menilai
perdarahan yang berlanjut. Peningkatan rasio BUN dan kreatinin
dapat ditemukan pada pasien PSCA, rasio > 36 pada pasien tanpa
gangguan ginjal kemungkinan terdapat perdarahan saluran cerna atas.
Pemeriksaan profil koagulasi seperti prothrombin time (PT),
activated partial tromboplastin time (aPTT) dan international
normalized ratio (INR) diperlukan untuk menyingkirkan kelainan
koagulopati. Pemeriksaan kadar kalsium untuk menilai pasien yang
hiperparatiroid, kadar kalsium dimonitor pada pasien dengan
transfusi darah sitrat. Pemeriksaan kadar gastrin untuk
mengidentifikasi pasien gastrinoma dengan PSCA.15Untuk menegakkan
diagnostiknya diperlukan pemeriksaan endoskopi yang merupakan gold
standar, selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi.
Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur
emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah
pasien masuk dan keadaan hemodinamik stabil. Tidak ada keuntungan
yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan
pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan
hemetemesis, melena atau hematemesis-melena dapat ditentukan lokasi
perdarahan dan penyebab perdarahannya.1Pada umumnya lokasi
perdarahan saluran pencernaan atas yaitu esophagus (varises, erosi,
ulkus, tumor), gaster (erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia,
varises, gastropati kongestif), duodenum (ulkus, erosi, tumor,
diverticulitis). Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan
variceal bleeding dan non variceal bleeding. Identifikasi varises
biasanya memakai cara red whale marking yaitu dengan menentukan
besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di
esophagus (Lm, Li, Lg) dan warna (biru, cherry red,hematocystic).
Untuk ulkus memakai kriteria Forrest, yaitu :1Forrest Ia : Tukak
dengan perdarahan aktif dari arteri
Forrest Ib : Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
Forrest IIa : Tukak dengan visible vessel
Forrest IIb : Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit
dilepas
Forrest IIc : Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas
Forrest III : Tukak dengan dasar putih tanpa klot.
Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan dengan kontras barium (OMD) mungkin dapat
membantu. Untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat
dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau
skintigrafi.1Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan
menatalaksana perdarahan berat, khususnya ketika penyebab
perdarahan tidak dapat ditentukan dengan menggunakan endoskopi atas
maupun bawah. Conventional radiographic imaging biasanya tidak
terlalu dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna
tetapi adakalanya dapat memberikan beberapa informasi penting.
Misalnya pada CT scan. CT Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi
massa, seperti tumor intraabdomen ataupun abnormalitas pada usus
yang mungkin dapat menjadi sumber perdarahan.2Untuk membedakan
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) atau saluran cerna
bagian bawah (SCBB) dapat dinilai dari tabel berikut:13Perbedaan
perdarahan SCBA dan SCBB
Perdarahan SCBAPerdarahan SCBB
Manifestasi klinik umumHematemesis dan / melenaHematokesia
Aspirasi nasogastricBerdarah Jernih
Rasio (BUN/kreatinin)Meningkat > 35 (N = 20)< 35
Auskultasi ususHiperaktif Normal
2.2.6. Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas1.Terapi
Umum
Resusitasi pasien meliputi pemberian cairan, transfusi
darah,dukungan kardiorespirasi, dan pengobatan penyakit penyerta
yang signifikan, seperti sepsis atau penyakit arteri koroner.
Pasien umumnya menerima oksigen tambahan dengan kanula nasal untuk
memenuhikebutuhan oksigen dalam tubuh.Pasien yang mengalami
pendarahan masif,hematemesis aktif,hipoksia, takipnea parah, atau
perubahan status mental harus dievaluasi untuk intubasi endotrakeal
untuk melindungi jalan napas dan memenuhi oksigenasi
jaringan.3Pasien dinilai apakah hipovolemia dan shock untuk
menentukan cairan infus dan transfusi packed erythrocytes, dan
penyakit penyerta, terutama penyakit kardiovaskular. Transfusi
packed erythrocytes untuk meningkatkan oksigenasi jaringan dan
mencegah kerusakan akhir organ . Kebutuhan untuk transfusi darah
bersifat individual. Tidak ada tingkat hematokrit mutlak yang
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan fungsi organ.
Kebutuhan transfusi ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk usia
pasien, adanya penyakit penyerta, status kardiovaskular ,
hematokrit, dan tempo perdarahan.32.Terapi Non Endoskopis3a.Kumbah
Lambung Salah satu usaha menghentikan perdarahan adalah kumbah
lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini
diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses
hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan
tidak terbukti. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk
persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk
memperkirakan jumlah kasar perdarahan.
b. Pemberian vitamin K pada pasien penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberian tersebut tidak merugikan.c. VasopresinMengatasi
perdarahan lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik,
menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun.Terdapat
dua bentuk sediaan , yakni pitresin yang mengandung vasopresin
murni dan preparat pituitary gland yang mengandung vasopresin dan
oxcytocin. Pemberian vasopresin dilakukan dengan mengencerkan
sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5 % , diberikan
0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa
insufiensi koroner mendadak, oleh karenanya disarankan bersamaan
dengan preparat nitrat. Digunakan di klik untuk perdarahan akut
varises esofagus.d. Somatostatin dan analognya ( ocreotide)
Dapat menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih
selektif dibanding vasopressin. Dosis pemberian somatostatin, di
awali dengan bolus 250mcg/iv dilanjutkan per infus 250mcg/jam
selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti. Digunakan di klik
untuk perdarahan akut varises esofagus pada 70-80 5% kasus, dan
dapat pula digunakan untuk perdarahan non varises.
e. Obat anti sekresi asam
Yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA
karena tukak peptik ialah inhibitor pompa proton dosis tinggi (
PPI). Diawali bolus Omeprazole80mg/iv kemudian dilanjutkan perinfus
8 mg/kg BB/jam selama 72 jam .Pada perdarahan SCBA ini
antasida,sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan
dengan tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.
f. Penggunaan Balon tamponade
Penggunaan balon perdarahan untuk menghentikan perdarahan
varises esofagus yang paling populer adalah Sengtaken Blakemore
tube ( SB-tube) yang mempunyai tiga pipa serat dua balon
masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan
SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi,
laserasi, sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak
lebih dari 24 jam.
3.Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih
aktif atau tukak pembuluh darah yang tampak .Metode terapinya
meliputi : 1) Contact thermal (monopolar atau bipolar
elektrokoagulasi, heater probe), 2) Nonthermal (misalnya suntikan
adrenaline, polidokanol, alkohol, atau pemakaian klip).3Endoskopi
SCA secepatnya ( dalam 24 jam ) disarankan pada pasien dengan
perdarahan saluran cerna dikarenakan untuk mengkonfirmasi diagnosis
dan memungkinkan penatalaksanaan dengan endoskopi tepat sasaran
untuk mengurangi morbiditas, lama rawatam, resiko terulangnya
perdarahan, dan untuk operasi. Pada pasien yang memilik
ketidakstabilan hemodinamik berat atau paru ,
esofagogastroduodenoskopi (EGD) harus ditunda sampai pasien sadar
dan stabil.17Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90%
kasus perdarahan SCBA , sedangkan 10 % sisanya tidak dapat
dikerjakan karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak
sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi tidak terjangkau.
Secara keseluruhan 80 % perdarahan tukak peptik dapat berhenti
spontan. Hemostatis endoskopi merupakan terapi pilihan pada
perdarahan karena varises esofagus. Ligasi varises merupakan
pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises
esofagus.13Sebuah tinjauan Cochrane dari 18 studi yang melibatkan
1.868 peserta dengan perdarahan ulkus peptikum menemukan bahwa
pengobatan endoskopik tambahan setelah injeksi epinephrine secara
signifikan mengurangi tingkat perdarahan ulang 18,5-10 % dan angka
kematian berkurang 4,7-2,5 %.17
Gambar 1. (A)Ulser gastrik dengan protuberant vessel (B) setelah
diobati dengan thermocoagulation(C) Endoskopi lanjut setelah
perawatan 4 minggu.
Gambar 2. Ulser duodenum dengan perlekatan dot dan stigmata pada
perdarahan baru.
Gambar 3. Mallory-weis tear
4.Terapi Radiologi13Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila
perdarahan tetap berlangsung dan belum bisa ditentukan asal
perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan
sangat berisiko. Tindakan hemostatis yang bisa dilakukan dengan
penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial.
5.Pembedahan13Dilakukan bila terapi medik, endoskopi, dan radiologi
dinilai gagal.
Gambar 4. Algoritma manajemen untuk perdarahan saluran cerna
bagian atas 176.Perdarahan Ulang17Perdarahan ulang setelah terapi
endoskopi terjadi pada 10-20 % pasien. Resiko perdarahan ulang dan
mortalitas dapat di kalkulasi dengan Rockall risk scoring
system.Jika perdarahan ulang terjadi, percobaan kedua dalam terapi
endoskopi sangat disarankan. Dalam pasien dengan resiko tinggi
perdarahan ulang, endoskopi ulang yang terjadwal dapat mengurangi
tingkat perdarahan ulang dan murah. Bagaimanapun juga, pasien yang
tidak masuk resiko tinggi perdarahan ulang, endoskopi rutin kali
kedua esok harinya tidak direkomendasi. Arteriografi dengan
embolisasi biasanya melewati terapi pembedahan karena kedua
terapinya sama-sama efektif dalam mengobati pasien dengan
perdarahan yang persisten. Terapi pembedahan direkomendasikan bila
endoskopi dan arteriofrafi dengan embolisasi gagal untuk mengontrol
perdarahan atau keahlian radiologi intervensional tidak tersedia
setelah percobaan endoskopi yang gagal. Terapi bedah juga
diindikasikan pada pasien dengan hemoragik rekuren atau
instabilitas hemodinamik walaupun diberikan resusitasi cairan dan
darah. Pada pasien tanpa adanya penyebab perdarahan
gastrointestinal atas diidentifikasi, evaluasi usus halus dengan
enteroskopi atau capsule bowel source of the bleeding. Tabel 5
membahas tentang keuntungan dan ketidak-untungan dari tes-tes umum
yang digunakan untuk menilai perdarahan gastrointestinal atas.Tabel
1. Rockall Risk Scoring System for Assessment After an Episode of
Acute Upper Gastrointestinal Bleeding
2.2.7.Pencegahan 17Infeksi H.pylori dan OAINS adalah penyebab
terbanyak dari perdarahan ulkus peptikum di Amerika Serikat, maka
strategi pencegahan difokuskan pada etiologi-etiologi tersebut.
Merokok dan konsumsi alkohol mengganggu kesembuhan ulkus, dan
pasien harus dilakukan konseling tentang penghentian merokok dan
pengaturan konsumsi alkohol. Penilaian sistematik dari randomized
controlled trial dari pasien menggunakan OAINS memberi hasil H2
reseptor antagonis dosis ganda (resiko relatif[RR]=0.44) dan
PPI(RR=0.4) menurunkan resiko perdarahan ulkus peptikum secara
signifikan. Dalam pasien dengan sejarah perdarahan ulkus peptikum,
aspirin, clopidogrel dan OAINS seharusnya dihindari. Pada pasien
yang menggunakan aspirin yang terkena perdarahan ulkus peptikum,
terapi aspirin dengan terapi PPI harus diulang bila resiko
komplikasi kardiovaskular diprediksi lebih berat daripada resiko
perdarahan ulang. Review cochrane tentang 7 penelitian dari 578
pasien dengans perdarahan ulkus peptikum berkesimpulan bahwa
eradikasi H.Pylori mengurangi tingkat perdarahan ulang secara
long-term. (2.9 persen) dibandingkan dengan grup pasien dengan
infeksi yang tidak di eradikasi.(20 persen, jumlah yang harus
diobati = 7). Pada pasien dengan perdarahan ulkus peptikum yang
berkaitan dengan infeksi H.Pylori, eradikasi penting dan harus
dikonfirmasi dengan tes nafas urea, tes antigen feses, atau tes
biopsi urease. Pengulangan endoskopi bagian atas dalam 8 sampai 12
minggu disarankan bagi pasien dengan perdarahan ulkus peptikum yang
disebabkan ulkus gastrikus dalam menilai penyembuhan dan
mengeluarkan keganasan, dan untuk pasien dengan esofagitis
berat.BAB 3
LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk :
02 September 2013Co-ass I : Deepanesh
Co-ass II : -Dokter Ruangan :
dr. Jamaluddin
Dokter COW :
dr.
Dokter Kepala Ruangan :
dr.
Jam :
01:30 WIB
No. RM :
00.57.23.47
ANAMNESE PRIBADI
Nama
:Juliah Harahap
Umur
:56 tahun
Jenis Kelamin
:Wanita
Status Perkawinan:Sudah Menikah
Pekerjaan
:Ibu Rumah Tangga
Suku
:Batak
Agama
:Islam
Alamat
:Garu VI GG. Cenderawasih MedanANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama:BAB HitamTelaah
:Hal ini dialami os 4 hari, frekuensi 5x/hari, konsistensi air
> ampas, kadang-kadang bercampur dengan darah (+), darah tidak
menetes, dan sebanyak -3x/hari, volume 100cc/mencret. Riwayat mual
(+), muntah (-), muntah darah (-), riwayat demam (-), batuk (-),
batuk darah (-), sesak nafas (-). Nyeri ulu hati (+) 5 hari ini,
nafsu makan terganggu (+) 5 hari ini, muka pucat (+) 1 minggu dan
memberat 3 hari ini. BAK (+) Normal. Riwayat DM (-), riwayat HT
(-), riwayat kontak dengan bahan kimia (-), riwayat BAB warna hitam
(-), gusi berdarah, mimisan, lebam-lebam pada tubuh (-). RPT
:-
RPO
:Obat penghalang rasa sakit (+).ANAMNESE ORGAN
JantungSesak nafas
: -
Angina pektoris : -Edema
: -
Palpitasi
: -
Lain-lain
: -
Sal. PernafasanBatuk-batuk
: -
Dahak
: -Asma, bronkitis: -
Lain-lain
: -
Sal. PencernaanNafsu makan
: menurun
Keluhan menelan: -
Keluhan perut
: +Penurunan BB
: -
Keluhan defekasi: -
Lain-lain
: -
Sal. UrogenitalSakit BAK
: -
Mengandung batu: -BAK tersendat
: -
Keadaan urin
: N
Lain-lain
: -
Sendi dan tulangSakit pinggang: -
Kel. Persendiaan: -Keterbatasan gerak: -
Lain-lain
: -
EndokrinHaus/polidipsi
: -
Poliuri
: -
Polifagi
: -Gugup
: -
Perubahan suara: -
Lain-lain
: -
Syaraf PusatSakit kepala
: -Hoyong
: -
Lain-lain
: -
Darah dan P. darahPucat
: +
Petechie
: -Perdarahan
: -
Purpura
: -
Lain-lain
: -
Sirkulasi Claudicatio intermitten : -Lain-lain
: -
ANAMNESE FAMILI:Tidak jelas.
PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
STATUS PRESENS :
Keadaan UmumKeadaan Penyakit
Sensorium: CM
Tekanan darah: 130/70 mmHg
Nadi
: 88 x/i reg t/v : cukup
Pernafasan: 20 x/i
Temperatur: 37,1oCPancaran Wajah: pucat
Sikap paksa
: +
Refleks fisiologis: +
Refleks patologis: -
Keadaan Gizi :
Anemia (+). Ikterus (-). Dispnoe (-). Sianosis (-). Udem (-).
Purpura (-). Turgor kulit : baik
KEPALA
Mata : konjungtiva palpebra pucat (+), ikterus (-), pupil :
isokor, ukuran 3mm.
Refleks cahaya direk (+) / indirek (+), kesan : anemis
Lain-lain : -
Telinga: dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut: Lidah
: dalam batas normal
Gigi/geligi
: dalam batas normal
Tonsil/faring
: dalam batas normal
LEHER
Struma
: tidak membesar, tingkat : -
Pembesaran kelenjar limfe (-)
Posisi trakea
: Medial.
TVJ : R-2 cmH2O
Kaku kuduk
: (-),
lain-lain : -
TORAKS DEPAN
Inspeksi
Bentuk
:simetris
Pergerakan
:simetris
Palpasi
Nyeri tekan
:-
Fremitus suara
:SF kanan = kiri, kesan melemah
Iktus
:(+), teraba kuat angkat
Perkusi
Paru
Batas Paru Hati R/A
: R : ICS V ; A : ICS VI
Peranjakan
: -
Jantung
Batas atas jantung
: ICR II Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri jantung
: 1 cm medial Linea Midclavicula Sinistra, ICR V
Batas kanan jantung
: ICR V Linea Sternalis dextra
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan
: Vesikuler
Suara tambahan
: -
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, T2 > T1, desah sistolik
(-), tingkat : (-) desah diastolik (-), lain-lain : -
HR : 88 x/i, reguler, intensitas : cukup.
TORAKS BELAKANG
Inspeksi
:simetris
Palpasi
:SF kanan = kiri, kesan : melemah
Perkusi
:sonor
Auskultasi
:Suara pernafasan= vesikuler
Suara tambahan = -
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk
:simetris
Gerakan lambung/usus:-
Vena kolateral
:-
Caput medusae
:-Palpasi
Dinding abdomen
:soepel, nyeri ulu hati (+)
Hati
Pembesaran
:tidak teraba
Permukaan
:tidak teraba
Pinggir
:tidak teraba
Nyeri tekan
:-
Limpa
Pembesaran
:-
Ginjal
Ballotement
: -Lain-lain :-
Tumor
:-Perkusi
Pekak Hati
:-
Pekak beralih
:-Auskultasi
Peristaltik usus
:peristaltik (+), kesan : normal
Lain-lain
:-
Pinggang
Nyeri ketok sudut kostovertebra:-
INGUINAL
:tidak dilakukan pemeriksaan
GENITALIA LUAR:tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan
ANGGOTA GERAK ATASANGGOTA GERAK BAWAH
Deformitas sendi: -
Lokasi
: -
Jari tabuh
: -
Tremor ujung jari: -
Telapak tangan sembab : -
Sianosis
: -
Eritema palmaris: -
Lain-lain
: -Udem
A. femoralis
A. tibialis posterior
A. dorsalis pedis
Refleks APR
Refleks KPR
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Lain-lainKiri
-
+
+
+
+
+
+
-
-Kanan
-
+
+
+
+
+
+
-
-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
DarahKemihTinja
Hb: 4,5 g%
Lekosit: 7.970 /mm3
LED: tidak diperiksa
Eritrosit : 1.640.000/ mm3
Ht: 14,00%
Hitung Jenis: 3/0/60/27/10
Trombosit : 190.000/ mm3Warna : kuning jernih
Reduksi : -
Protein : -
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Sedimen
Eritrosit : -/lpb
Lekosit : -/lpb
Silinder : -
Epitel : -/lpbWarna : hitam
Konsistensi : N
Eritrosit : -
Lekosit : -
Amuba/kista: -
Telur cacing
Askaris : -
Ankilostoma : -
Trichuris : -
Kremi : -
RESUME
ANAMNESEKU: BAB Hitam
Telaah: Hal ini dialami os 4 hari, frekuensi 5x/hari.
Konsistensi air > ampas, kadang-kadang bercampur dengan darah
(+), lendir (-), darah tidak menetes dan sebanyak -3x/hari, volume
100cc/mencret. Riwayat minum jamu-jamuan (+). Riwayat obat
penghalang rasa sakit (+). Mual (+), nyeri ulu hati dan nafsu makan
(+) 5 hari, dan muka pucat (+) 1 minggu dan memberat 3 hari
ini.
STATUS PRESENSKeadaan Umum: Baik / Sedang / BurukKeadaan
Penyakit: Ringan / Sedang / BeratKeadaan Gizi: Kurang / Normal /
Berlebih
PEMERIKSAAN FISIKKepala: mata: anemis (+), sklera ikterik
(-/-)Leher: TVJ R-2 cmH2OThoraks:Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi: SF kanan=kiri
Perkusi: sonor pada kedua paru
Auskultasi: SP: vesikuler
ST: (-)
Abdomen: soepel, H/L/R Tidak teraba besar
peristaltik (+) Normal
nyeri ulu hati (+)
Ekstremitas: superior : oedem (-)
inferior : oedem (-)
RT
: perineum: ketat , mukosa: licin, massa: (-), Ampula Recti
: kosong, handsorn: feses (-), darah(+)
Laboratorium RutinDarah: Hb: 4.50 g/dl (13,2-17,3), Ery: 1.64
106/mm3, Leu: 7.97 103/mm3 (4.500-11.000), Ht: 14.00% (43-49),
Trombosit: 301 -103/mm3 (150.000-450.000), MCV: 85.40 fL (85-95),
MCH: 27.40 g (28-32), MCHC: 32.10 g/dl (33-35), Neutrofil 59.70 %,
Limfosit 27.90%, Monosit 10.00 %, Eosinofil 2.10 %, Basofil
0.300%.
Kemih:Warna : kuning jernihSedimen
Reduksi : -Eritrosit : -/lpb
Protein : -Lekosit : -/lpb
Bilirubin : -Silinder : -
Urobilinogen : +Epitel : -/lpb
Tinja:Warna : hitamTelur cacing: -
Konsistensi: NAskaris : -
Eritrosit : - Ankilostoma: -
Lekosit : -Trichuris : -
Amuba/kista: -Kremi : -
Diagnosa Banding1. PSMBA ec dd/ Gastritis, Ulcer bleeding, Ca
gaster + Anemia ec dd/ penyakit kronik, defisiensi besi
2.
3.
Diagnosa sementaraPSMBA ec dd/ Gastritis, Ulcer bleeding, Ca
gaster + Anemia ec dd/ penyakit kronik, defisiensi besi
Aktivitas: Tirah Baring
Diet: Diet MII
PenatalaksanaanTindakan supportif: IVFD NaCL 0,9% 20 gtt/i
Medicamentosa: Inj. Ozid 80mg lalu 40mg/12jam
Inj. Transamin 1 amp/8jam
Inj. Metoclopramide 1 amp/8jam
Antasida 3xCI
FOLLOW UP
TanggalSOAP
TerapiDiagnostik
02/09/2013BAB Hitam(+)Sens : CM , TD 120/70 mmHg
HR : 80 x /i
RR : 20 x/i ,T 37.2 CMata : Anemis (+/+)
Leher : TVJ R-2 cmH2OThoraks:Inspeksi: Simetris fusiformis
Palpasi: SF kanan=kiri
Perkusi: sonor pada kedua paru
Auskultasi: SP: vesikuler
ST: (-)
Abdomen:soepel, H/L/R Tidak teraba besar
peristaltik (+) Normal
nyeri ulu hati (+)
Ekstremitas: superior: oedem (-) inferior: oedem (-)
RT: perineum: ketat, mukos: licin, massa: (-), Ampula Recti:
kosong, handsorn: feses (-), darah(+)
Hasil Laboratorium (02/09/2013):
Darah Lengkap:
Hb: 4.50 g/dl (13,2-17,3),
Eritrosit: 1.64 106/mm3Leukosit: 7.97 103/mm3
(4.500-11.000),
Ht: 14.00% (43-49),
Trombosit: 301 -103/mm3 (150.000-450.000),
MCV: 85.40 fL (85-95),
MCH: 27.40 g (28-32),
MCHC: 32.10 g/dl (33-35),
Neutrofil 59.70 % ,
Limfosit 27.90% ,
Monosit 10.00 % ,
Eosinofil 2.10 % ,
Basofil 0.300%.
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu): 134 mg/dL (