21BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKaki diabetik merupakan salah satu komplikasi
Diabetes Mellitus (DM). Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan
atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan dengan
neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah.1 Tiga
faktor penyebab utama masalah kaki diabetik adalah neuropati,
buruknya sirkulasi dan menurunnya resistensi terhadap infeksi.2
Menurut kriteria diagnosis American Diabetes Association (ADA),
seseorang didiagnosa menderita DM jika mempunyai nilai hemoglobin
A1c (HbA1c) >6,5%, diagnosis DM harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan HbA1c ulangan, kecuali gejala klinis dan nilai kadar
gula darah > 200 mg/dl; Kadar gula darah puasa >126 mg/dl.
Puasa berarti pasien tidak menerima asupan kalori 8 jam terakhir
sebelum pemeriksaan, atau; Kadar gula darah 2 jam setelah makan
> 200 mg/dl setelah tes toleransi glukosa menggunakan glukosa 75
gram, atau; Ditemukan gejala hiperglikemia dan kadar gula darah
sewaktu > 200 mg/dl.3Diabetes Mellitus terdiri dari dua tipe
yaitu DM tipe I merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan
kerusakan sel pankreas sehingga timbul defisiensi insulin absolut
dan DM tipe II merupakan jenis DM yang paling sering terjadi,
mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai oleh
resistensi insulin relatif.4 World Health Organization (WHO)
memperkirakan jumlah penduduk dunia yang menderita DM pada tahun
2030 akan meningkat paling sedikit menjadi 366 juta dari 177 juta
pada tahun 2000. Indonesia menempati urutan ke 4 terbesar dalam
jumlah penderita DM terbanyak dibawah India, China dan Amerika
Serikat.5 Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001,
tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi
epidemiologi dimana kematian karena penyakit tidak menular seperti
kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta penyakit
kronik lainnya semakin meningkat. Diantara penyakit degeneratif, DM
adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan
meningkat jumlahnya di masa datang.6 Menurut Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab
kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%, dan daerah pedesaan,
DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Hal ini menunjukkan bahwa di
Indonesia, penyakit DM merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
sangat serius. Bila tidak ditangani dengan baik, DM akan
menimbulkan berbagai macam komplikasi, baik akut maupun kronik.
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada pembuluh darah
kecil dan pembuluh darah besar.6 Berdasarkan hasil survey awal yang
dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB), didapatkan 155 pasien yang menjalani rawat inap pada
periode 2013 akibat DM, dengan perincian sebanyak 142 pasien rawat
inap yang telah terjadi komplikasi akibat DM, diantaranya menderita
kaki diabetik sebesar 43 pasien. Banyak faktor yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian kaki diabetik meliputi riwayat DM 10 tahun,
jenis kelamin, kadar glukosa darah yang jelek, gangguan
penglihatan, trauma kaki, dan umur.7 Hiperglikemia pada DM yang
tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi
kronis yaitu neuropati perifer dan angiopati. Dengan adanya
neuropati perifer dan angiopati, trauma ringan dapat menimbulkan
ulkus pada penderita DM. Ulkus pada penderita DM mudah terinfeksi
karena respons kekebalan tubuh pada penderita DM biasanya menurun.
Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat kaki diabetik bertambah
parah dan menjadi gangren yang terinfeksi. Komplikasi kaki diabetik
merupakan penyebab tersering dilakukannya amputasi. Sebagian besar
amputasi pada kaki diabetik bermula dari ulkus pada kulit. Deteksi
dini dan pengobatan yang adekuat akan dapat mengurangi kejadian
tindakan amputasi. Perhatian yang lebih pada kaki penderita DM dan
memeriksa secara regular diharapkan akan mengurangi kejadian
komplikasi berupa kaki diabetik, yang akhirnya akan mengurangi
kecacatan.1
BAB IILAPORAN KASUS
I. IdentitasNama: Ny. AsnawatiUmur: 54 tahunJenis kelamin:
PerempuanAlamat: Lamteupeung, Darussalam, Aceh BesarStatus
pernikahah: MenikahPekerjaan: Karyawan laundryNo. CM:
0-97-56-37Tanggal masuk RS: 21 April 2015Tanggal pemeriksaan: 22
April 2015
II. AnamnesisKeluhan utamaLuka menghitam pada punggung kaki kiri
yang memberat sejak satu hari sebelum masuk rumah sakitRiwayat
penyakit sekarangPasien datang dengan keluhan luka menghitam pada
punggung kaki kirinya yang memberat sejak satu hari sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya pasien mengaku kaki kirinya mulai terasa
membengkak dan memerah sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengatakan kaki kirinya terkadang berdarah dan
perlahan-lahan mulai menghitam. Luka meluas disertai dengan adanya
bintil-bintil berisi cairan dan bernanah. Pasien tidak tahu persis
penyebab luka pada kaki kirinya tersebut. Pasien tidak merasa gatal
atau perih pada kaki kirinya. Riwayat terkena sabun atau bahan lain
yang mengiritasi kakinya disangkal. Pasien juga mengeluhkan demam
sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit, yang dirasakan hilang
timbul dengan pemberian obat penurun panas. Riwayat demam tinggi
akhir-akhir ini disangkal. Pasien tidak menggigil, tidak
berkeringat banyak dan tidak nyeri kepala.Pasien juga merasa mual
dan muntah yang tidak berhubungan dengan makanan atau bau-bauan.
Frekuensi muntah dua-tiga kali tiap minggunya. Muntah berisi cairan
putih kekuningan, terkadang bercampur dengan makanan. Banyaknya
satu atau dua sendok makan tiap kali muntah. Keluhan seperti ini
sudah dirasakan pasien sejak 4 bulan terakhir. Riwayat muntah hitam
atau muntah darah disangkal. Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak
tiga tahun yang lalu. Nyeri terkadang menjalar ke punggung. Nafsu
makan pasien masih baik. Pasien sering merasa lapar meskipun baru
makan beberapa jam yang lalu. Pasien sering merasa haus. Pasien
gemuk. Namun berat badan pasien dirasakan menurun perlahan-lahan 20
kg dalam lima bulan terakhir ini.Pasien mengeluh sering buang air
kecil. Frekuensi buang air kecil malam hari lebih dari lima kali.
Banyaknya hampir satu Aqua gelas setiap kali buang air kecil. Buang
air kecil warna kuning jernih. Pasien merasa cukup puas ketika
berkemih. Riwayat nyeri saat buang air kecil disangkal. Riwayat
buang air kecil berpasir atau keluar batu disangkal. Buang air
besar tidak ada keluhan. Pasien buang air besar satu sampai dua
hari sekali. Konsistensi padat berwarna kuning kecoklatan. Riwayat
buang air besar hitam lengket seperti aspal disangkal. Riwayat
buang air besar bercampur darah segar juga disangkal.Pasien juga
mengeluhkan kedua kaki dan tangannya sering kesemutan dan terasa
tebal sejak 5 bulan yang lalu. Keluhan tersebut dirasakan hilang
timbul. Pasien tidak tahu persis apa yang menimbulkan rasa kebas
tersebut. Rasa kebas terkadang berkurang jika pasien
menggerak-gerakkan kaki dan tangannya. Terkadang pasien juga tidak
dapat merasakan saat menapak sejak 5 bulan yang lalu. Pasien
menggunakan sendal jepit sebagai alas kaki saat beraktivitas
sehati-hari. Alas kaki pasien beberapa kali sempat terlepas tanpa
disadari. Pasien juga mengeluhkan kedua matanya perlahan-lahan
mulai terasa kabur sejak satu tahun yang lalu. Riwayat trauma pada
mata disangkal.
Riwayat penyakit dahuluPasien belum pernah mengalami luka pada
kaki seperti yang dikeluhkannya saat ini. Riwayat jika mendapat
luka sukar sembuh dialami pasien sejak satu tahun yang lalu. Pasien
didiagnosa mengalami Diabetes Mellitus sejak tiga tahun yang lalu.
Kadar gula darah tertinggi yang pernah diketahui pasien 600 mg/dl.
Saat itu pasien masih dapat beraktivitas seperti biasanya. Pasien
mengalami hipertensi yang diketahui sejak tiga tahun yang lalu
namun tidak terkontrol. Riwayat penyakit maag tidak diketahui pasti
sejak kapan. Riwayat batuk lama disangkal. Riwayat penyakit
reumatik dan asam urat disangkal. Riwayat penyakit kuning
disangkal. Riwayat bengkak pada kaki disangkal.
Riwayat pennyakit keluargaKakak kandung pasien juga mengalami
Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Riwayat Diabetes Mellitus dan
Hipertensi pada orang tua pasien tidak diketahui. Ibu dan anak
pasien juga bertubuh gemuk. Riwayat penyakit jantung dan ginjal
dalam keluarga pasien disangkal.
Riwayat kebiasaan sosialPasien bekerja sebagai seorang karyawan
laundry, pasien menggunakan sandal jepit sebagai alas kaki saat
beraktivitas sehari-hari. Tidak menggunakan kaos kaki. Pasien
jarang berolahraga, namun jika bepergian dalam jarak dekat pasien
berjalan kaki.
Riwayat pengobatanPasien biasanya mengonsumsi obat-obatan
tradisional (daun-daunan) jika merasa kurang enak badan. Tiga tahun
yang lalu pasien pernah mengonsumsi obat Diabetes Mellitus berupa
obat tablet dan insulin selama satu bulan. Setelah itu pasien tidak
kontrol teratur karena pasien merasa keluhannya tidak ada lagi dan
mulai bekerja seperti biasa. Pasien juga mengonsumsi obat anti
hipertensi yang didapatkan dari mantri. Namun pasien jarang minum
obat dan tidak kontrol teratur. Pasien tidak ingat nama obat
Diabetes Mellitus dan obat anti hipertensi yang sempat
dikonsumsinya.
III. Pemeriksaan fisikVital SignKesadaran: Compos MentisTD:
140/90 mmHgN: 103 x/menitRR: 20 x/menitT: 38,1oCBB: 70 kgTB: 155
cmIMT: 29,13 kg/m2
Kepala dan LeherMata: Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),
sklera ikterik(-/-)Telinga : Dalam batas normalHidung : NCH (-),
perdarahan (-)Mulut : Dalam batas normal, T2/T2Leher: TVJ R-2cmH2O,
pembesaran KGB leher (-)
Thoraks Inspeksi: Gerakan simetris kanan kiri, tidak ada gerakan
tertinggalPalpasi : Gerakan simetris saat statis dan dinamis, sterm
fremitus kanan kiri sama, nyeri tekan tidak adaPerkusi : Sonor
(+/+)Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-) wheezing (-/-)
JantungInspeksi: Ictus Cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus
Cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistraPerkusi: Batas-batas
jantungAtas : Sela iga IIIKiri : dua jari medial linea
mid-clavicula sinistraKanan : linea parasternal kananAuskultasi :
BJ I > BJ II , murmur (-), bising (-)AbdomenInspeksi: Simetris,
distensi (-), vena kolateral (-)Palpasi: Nyeri Tekan (-), defans
muscular (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ginjal
ballotement tidak teraba, nyeri ketok costophrenikus (-/-)Perkusi:
Timpani, shifting dullness (-)Auskultasi : Peristaltik normal
3x/menit
Genetalia: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas: Superior InferiorKanan Kiri Kanan KiriSianosis - -
- -Oedema - - - +Pucat - - - -Hipestesi - - --Status lokalis a.r.
Pedis Sinistra: Tampak ruam kehitaman berukuran 8x5cm, berbatas
tegas, tepi lunak dan mudah terkelupas, bau (+), nyeri tekan (-),
pus (-),P3E15x8 D1I4S2
Status NeurologisG C S : E4 M6 V5= 15Mata : Pupil Isokor, bulat,
ukuran 3mm/3mmReflek Cahaya langsung / Reflek cahaya tidak langsung
: +/+, +/+Tanda Rangsang Meningeal (TRM): tidak adaTanda
Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK): tidak adaPemeriksaan
Refleks Fisiologis : +/+Pemeriksaan Refleks Patologis : - / sulit
dinilaiPemeriksaan Sensorik kaki : normal/menurun
IV. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium RSUZA tanggal 21 April
2015Hemoglobin: 11,7 g/dlHematokrit: 35%Eritrosit: 4,1 x
106/mm3Leukosit: 20,5 x 103/mm3Trombosit: 214 x 103/mm3Eosinofil: 0
%Basofil: 1 %Neutrofil segmen: 86%Leukosit: 6 %Monosit: 5%CT/ BT: 7
/ 3Natrium: 134 mmol/LKalium: 4,7 mmol/LClorida: 94 mmol/LKGDs: 250
mg/dLUreum: 60 mg/dLCreatinine: 1,10 mg/dL
Laboratorium IPD Tanggal 21 April 2015Hb Sahli: 10 gr/dlLED: 100
mm/jamMDT : normokrom normositerUrinalisa:Reduksi: (++)Protein:
(-)Urobilinogen: (-)Bilirubin: (-)
V. Assessment1. Sepsis ec. Gangren Diabetikum ar. Pedis
sinistra2. Dyspepsia tipe dismotility dd/Gastropati Diabetik3. DM
tipe 2 obesitas grade 14. Hipertensi stage 1
VI. Terapi1. Bedrest2. Diet DM 1700 kkal3. IVFD NaCl 0,9% 20
gtt/i4. IV. Meropenem 1 g/12 jam5. SC. Novorapid 6-6-6 UI6. SC.
Levemir 0-0-0-8 UI (jam 22.00 wib)7. Drip Paracetamol 1 gr/24 jam8.
IV. Ranitidin 1 amp/12 jam9. Cilostazole 2x100 mg10. Candesartan
1x8 mg
VII. Planning1. Foto thoraks2. Foto pedis AP/Lat3. Kultur darah
dan STAB4. Kultur Pus dan STAB5. Konsul Bedah TK6. Rekap
Laboratorium RSUDZAPemeriksaanHasil
21/4/201522/4/201523/4/201525/4/201527/4/201529/4/20152/5/20145/5/20147/5/21015
Hemoglobin11.79,57,27,48,211,510,89,4
Hematokrit35%28%212224333228
Eritrosit4,13,42,62,62,94,03,83,3
Leukosit20,519.821,316,615,512,210,38,2
Trombosit214189206296412514535505
MCV8684
MCH2929
MCHC3334
LED12910570
Eosinofil00011112
Basofil11000000
Netrofil Segmen8890857884877069
Limfosit6611161182223
Monosit53554676
Bilirubin Total0,68
Bilirubin Direct0,26
Bilirubin Indirect0,40
SGOT23
SGPT13
Protein Total5,75,56,1
Albumin2,652,662,94
Globulin3,052,843,16
Natrium134141141134
Kalium4,74.04,23,7
Clorida941039893
Ureum60
Kreatinin1,10
KGDS250
Alkali Fosfatase130
Kolesterol Total261
Kolesterol HDL20
Kolesterol LDL168
Trigliserida176
PTPasienKontrol
11,0 10,4
APTTPasienKontrol 45,9 35,0
D Dimer5797,92
a. Urinalisa RSUDZA (22/4/2015)Makroskopik Berat Jenis : 1,030
pH : 5,0 Leukosit : (-) Protein : (+) Glukosa : +2 Keton : (+)
Nitrit : (-) Urobilinogen: (-) Bilirubin: (-) Darah: (-)Mikroskopik
Leukosit: 6-8/LPB Eritrosit: 0-1/LPB Epitel: 8-10/LPK
II. Pemeriksaan Penunjang RSUDZAa. Foto Thorax PA
(21/4/2015)
Kesimpulan : Bronchopneumonia dan Cardiomegalib. Foto Pedis (S)
AP/Lat (21/4/2015)
Kesimpulan : Emfisema subkutis regio pedis kiri; tidak tampak
tanda osteomyelitis
c. EKG (21/4/2015)
d. Arteriografi (23/4/2015)
Kesimpulan : Dilakukan puncture ke A. Femoralis Dextra dan
Sinistra dengan kateter JR 4,0 6FR Dimasukkan kontras, tampak flow
kontras mengisi dari proksimal A. Iliaca Komunis dextra dan
sinistra, A. Femoralis dextra dan sinistra sampai ke A. Dorsalis
Pedis dextra dan sinistra Tampak flow menurun
e. Kultur darah dan STAB (27 April 2015); Hasil : 4 Mei
2015Hasil : Tidak ada pertumbuhan setelah 5 hari
f. Kultur pus dan STAB (22 April 2015); Hasil : 29 April
2015Hasil : Terisolasi Bakteri Patogen Proteus mirabilisAntibiotik
:Sensitif terhadap Ampicillin, Gentamicyn, Tobramicyn,
Amox-Clavulanic Acid, Ceftriaxone, Fosfomicin, Ampicilin-sulbactam,
Cefuroxime, Cefotaxime, Cefepime, Aztreonam, Ciprofloxacin,
Meropenem, Ceftazidime.
Follow Up Harian21 April 2015S/ Mual (+), Muntah (+),
Demam(+)VS/Td : 140/80 mmhgN : 103 x/menitRR : 30 x/menitT : 38,1
0CGDS : 322 mg/dl
Pf/ Mata : Anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada Telinga
dalam batas normal Hidung dalam batas normal Mulut dalam batas
normal Leher : tidak ada pembesaran KGB. TVJ R-2 CMH2O Thorax :
Simetris, Stem Fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan tidak
ada, Versikuler (+/+), Rhonkhi (-/-), Whezing (-/-) Jantung : BJ 1
normal, BJ 2 Normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen:
Soepel, tidak ada teraba pembesaran oragan, nyeri tekan tidak ada,
shifting dulness dan undulasi tida ada, Peristaltik (+).
Ekstrimitas : edema dan pucat tidak ada pada kedua ekstrimitas
Ass/1. Sepsis ec gangren diabetikum a/r pedis sinistra2. DM tipe
2 obesitas3. Hipertensi Stage ITh/ Bed rest IVFD Nacl 0,9%
resusitasi 500 cc Diet DM 1700 kkal IV Meropenem 1 gr/8 jam Sc
Novorapid 6 6 6 ui Sc Levemir 0 0 0 8 ui Paracetamol 3x500 mg
Ondansetron 1 amp (ekstra)
22 April 2015S/ Nyeri di kaki kiri, Mual (+), Muntah (+),
Demam(-)VS/Td : 160/100 mmhgN : 72 x/menitRR : 18 x/menitT : 36,9
0CPf/ Mata : Anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada Telinga
dalam batas normal Hidung dalam batas normal Mulut dalam batas
normal Leher : tidak ada pembesaran KGB. TVJ R-2 CMH2O Thorax :
Simetris, Stem Fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan tidak
ada, Versikuler (+/+), Rhonkhi (-/-), Whezing (-/-) Jantung : BJ 1
normal, BJ 2 Normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen:
Soepel, tidak ada teraba pembesaran oragan, nyeri tekan tidak ada,
shifting dulness dan undulasi tida ada, Peristaltik (+).
Ekstrimitas : edema dan pucat tidak ada pada kedua ekstrimitas
Ass/1. Sepsis ec gangren diabetikum a/r pedis sinistra2. DM tipe
2 obesitas gr 13. Hipertensi Stage 24. Hiponatremi normoosmolar
euvovolemik5. Dd/ Gastropati diabetikum Dyspepsia type like ulcer
Dyspepsia tipe dismotility
Th/ Bed rest IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/menit Diet DM 1700 kkal IV
Meropenem 1 gr/8 jam H2 Drip PCT 1 fls/8 jam Iv Ondansetron 4 mg/8
jam Iv Ranitidin 1 amp/12 jam Sc Novorapid 6 6 6 ui Sc Levemir 0 0
0 8 ui Cilostazol 2 x 100 mg Candesartan 1 x 8 mg
23 April 2015S/ Nyeri di kaki kiri, Mual (+), Muntah (+),
Demam(-)
VS/TD : 160/100 mmhgN : 78 x/menitRR : 20 x/menitT : 36,9 0C
Pf/ Mata : Anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada Telinga
dalam batas normal Hidung dalam batas normal Mulut dalam batas
normal Leher : tidak ada pembesaran KGB. TVJ R-2 CMH2O Thorax :
Simetris, Stem Fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan tidak
ada, Versikuler (+/+), Rhonkhi (-/-), Whezing (-/-) Jantung : BJ 1
normal, BJ 2 Normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen:
Soepel, tidak ada teraba pembesaran oragan, nyeri tekan tidak ada,
shifting dulness dan undulasi tida ada, Peristaltik (+).
Ekstrimitas : edema dan pucat tidak ada pada kedua ekstrimitas
Ass/1. Sepsis ec gangren diabetikum a/r pedis sinistra2. DM tipe
2 obesitas gr 13. Hipertensi Stage 24. Hiponatremi normoosmolar
euvovolemik5. Dd/ Gastropati diabetikum Dyspepsia type like ulcer
Dyspepsia tipe dismotility
Th/ Bed rest IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/menit Diet DM 1700 kkal IV
Meropenem 1 gr/8 jam H2 Drip PCT 1 fls/8 jam Iv Ondansetron 4 mg/8
jam\ Iv Ranitidin 1 amp/12 jam Sc Novorapid 6 6 6 ui Sc Levemir 0 0
0 8 ui Cilostazol 2 x 100 mg Candesartan 1 x 8 mg
24 april 2015S/ Nyeri di kaki kiri, Mual (+), Muntah (+),
Demam(+)
VS/TD : 160/100 mmhgN : 99 x/menitRR : 22 x/menitT : 37,8 0C
Pf/ Mata : Anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada Telinga
dalam batas normal Hidung dalam batas normal Mulut dalam batas
normal Leher : tidak ada pembesaran KGB. TVJ R-2 CMH2O Thorax :
Simetris, Stem Fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan tidak
ada, Versikuler (+/+), Rhonkhi (+/+), Whezing (-/-) Jantung : BJ 1
normal, BJ 2 Normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen:
Soepel, tidak ada teraba pembesaran oragan, nyeri tekan tidak ada,
shifting dulness dan undulasi tida ada, Peristaltik (+).
Ekstrimitas : edema dan pucat tidak ada pada kedua ekstrimitas
Ass/1. Sepsis ec gangren diabetikum a/r pedis sinistra2. PAD3.
DM tipe 2 obesitas gr 14. Hipertensi Stage 25. Hiponatremi
normoosmolar euvovolemik6. Dd/ Gastropati diabetikum Dyspepsia type
like ulcer Dyspepsia tipe dismotility7. Hipoalbuminemia8.
Dislipidemia9. BronchopneumoniaTh/ Bed rest IVFD Nacl 0,9% 20
gtt/menit Diet DM 1700 kkal IV Meropenem 1 gr/8 jam H3 Drip PCT 1
fls/8 jam Iv Ranitidin 1 amp/12 jam Sc Novorapid 6 6 6 ui Sc
Levemir 0 0 0 8 ui Cilostazol 2 x 100 mg Candesartan 1 x 16 mg Drip
oktalbin 25% 100 cc/hari Iv Metroklopamid 1 amp/8 jam Simvastatin 1
x 20 mg Amlodipin 1 x 5 mg Sc Lovenox 0,6 cc/12 jam
25 april 2015S/ Nyeri di kaki kiri, Mual (+), Muntah (+),
Demam(+)
VS/TD : 140/90 mmhgN : 84 x/menitRR : 20 x/menitT : 36,7 0CKGD
pagi : 197 mg/dl
Pf/ Mata : Anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada Telinga
dalam batas normal Hidung dalam batas normal Mulut dalam batas
normal Leher : tidak ada pembesaran KGB. TVJ R-2 CMH2O Thorax :
Simetris, Stem Fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan tidak
ada, Versikuler (+/+), Rhonkhi (+/+), Whezing (-/-) Jantung : BJ 1
normal, BJ 2 Normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen:
Soepel, tidak ada teraba pembesaran oragan, nyeri tekan tidak ada,
shifting dulness dan undulasi tida ada, Peristaltik (+).
Ekstrimitas : edema dan pucat tidak ada pada kedua
ekstrimitasAss/1. Sepsis ec gangren diabetikum a/r pedis sinistra2.
PAD3. DM tipe 2 obesitas gr 14. Hipertensi Stage 25. Hiponatremi
normoosmolar euvovolemik6. Dd/ Gastropati diabetikum Dyspepsia type
like ulcer Dyspepsia tipe dismotility7. Hipoalbuminemia8.
Dislipidemia9. Bronchopneumonia10. Post amputasi digiti II, III, IV
pedis sinistra (H1)Th/ Bed rest IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/menit Diet DM
1700 kkal IV Meropenem 1 gr/8 jam H4 Drip PCT 1 fls/8 jam Iv
Ranitidin 1 amp/12 jam Sc Novorapid 6 6 6 ui Sc Levemir 0 0 0 8 ui
Cilostazol 2 x 100 mg Candesartan 1 x 16 mg Drip oktalbin 25% 100
cc/hari Iv Metroklopamid 1 amp/8 jam Simvastatin 1 x 20 mg
Amlodipin 1 x 5 mg Sc Lovenox 0,6 cc/12 jam
26 April 2015S/ Nyeri di kaki kiri, Mual (-),Muntah (-),
Demam(-)
VS/TD : 170/90 mmhgN : 84 x/menitRR : 18 x/menitT : 36,4 0CKGD
pagi : 133 mg/dl
Pf/ Mata : Anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada Telinga
dalam batas normal Hidung dalam batas normal Mulut dalam batas
normal Leher : tidak ada pembesaran KGB. TVJ R-2 CMH2O Thorax :
Simetris, Stem Fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan tidak
ada, Versikuler (+/+), Rhonkhi (+/+), Whezing (-/-) Jantung : BJ 1
normal, BJ 2 Normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen:
Soepel, tidak ada teraba pembesaran oragan, nyeri tekan tidak ada,
shifting dulness dan undulasi tida ada, Peristaltik (+).
Ekstrimitas : edema dan pucat tidak ada pada kedua ekstrimitas
Ass/1. Sepsis ec gangren diabetikum a/r pedis sinistra2. PAD3.
DM tipe 2 obesitas gr 14. Hipertensi Stage 25. Hiponatremi
normoosmolar euvovolemik6. Dd/ Gastropati diabetikum Dyspepsia type
like ulcer Dyspepsia tipe dismotility7. Hipoalbuminemia8.
Dislipidemia9. Bronchopneumonia10. Post amputasi digiti II, III, IV
pedis sinistra (H2)Th/ Bed rest IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/menit Diet DM
1700 kkal IV Meropenem 1 gr/8 jam H5 Drip PCT 1 fls/8 jam Iv
Ranitidin 1 amp/12 jam Sc Novorapid 6 6 6 ui Sc Levemir 0 0 0 8 ui
Cilostazol 2 x 100 mg Candesartan 1 x 16 mg Drip oktalbin 25% 100
cc/hari Iv Metroklopamid 1 amp/8 jam Simvastatin 1 x 20 mg
Amlodipin 1 x 5 mg Sc Lovenox 0,6 cc/12 jam
27 April 2015S/ Nyeri di kaki kiri, Mual (-),Muntah (-),
Demam(+)
VS/Td : 150/70 mmhgN : 86 x/menitRR : 18 x/menitT : 37,2 0C
Pf/ Mata : Anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada Telinga
dalam batas normal Hidung dalam batas normal Mulut dalam batas
normal Leher : tidak ada pembesaran KGB. TVJ R-2 CMH2O Thorax :
Simetris, Stem Fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan tidak
ada, Versikuler (+/+), Rhonkhi (+/+), Whezing (-/-) Jantung : BJ 1
normal, BJ 2 Normal, tidak ada bunyi jantung tambahan Abdomen:
Soepel, tidak ada teraba pembesaran oragan, nyeri tekan tidak ada,
shifting dulness dan undulasi tida ada, Peristaltik (+).
Ekstrimitas : edema dan pucat tidak ada pada kedua ekstrimitas
Ass/1. Sepsis ec gangren diabetikum a/r pedis sinistra2. PAD3.
DM tipe 2 obesitas gr 14. Hipertensi Stage 25. Hiponatremi
normoosmolar euvovolemik6. Dd/ Gastropati diabetikum Dyspepsia type
like ulcer Dyspepsia tipe dismotility7. Hipoalbuminemia8.
Dislipidemia9. Bronchopneumonia10. Post amputasi digiti II, III, IV
pedis sinistra (H3)
Th/ Bed rest IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/menit Diet DM 1700 kkal IV
Meropenem 1 gr/8 jam H6 Drip PCT 1 fls/8 jam Iv Ranitidin 1 amp/12
jam Sc Novorapid 6 6 6 ui Sc Levemir 0 0 0 8 ui Cilostazol 2 x 100
mg Candesartan 1 x 16 mg Drip oktalbin 25% 100 cc/hari Iv
Metroklopamid 1 amp/8 jam Simvastatin 1 x 20 mg Amlodipin 1 x 5 mg
Sc Lovenox 0,6 cc/12 jam Gabapentin 1 x 300 mg Drip metronodazole
500 mg/6 jam
Follow Up Pedis Pasien post amputasi digiti II-IV dan post
debridement
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Diabetes Mellitus2.1.1
DefinisiMenurutAmerican Diabetes Association (ADA) tahun 2010,
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.62.1.2
KlasifikasiKlasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes
Association (ADA) tahun 2005, yaitu:61. Diabetes Melitus tipe 1DM
ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol
adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan
sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya
normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan
insulin seumur hidup.2. Diabetes Melitus tipe 2DM ini disebabkan
insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin
dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin
untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa
dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75%
dari penderita DM tipe 2 ini dengan obesitas atau kegemukan dan
biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.3. Diabetes Melitus
tipe laina. Defek Genetik fungsi sel Beta :- Kromosom 12, HNF-1
(dahulu MODY 3)- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)- Kromosom
20, HNF-4 (dahulu MODY 1)- Kromosom 13, insulin Promoter factor-1
(IPF-1, dahulu MODY)- Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)- Kromosom
2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)- DNA Mitochondria, dan lainnyaa. Defek
genetic kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism,
sindrom Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnyab.
Penyakit eksokrin Pankreas: Pankreatitis, trauma/ pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, lainnyac. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing,
feokromotositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma,
lainnyad. Karena obat/ zat kimia: vacor, pentamidin, asam
nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis
edrenergic, tiazid, enetic, interferon alfa, lainnyae. Infeksi:
rubella congenital, CMV, lainnyaf. Imunologi (jarang): sindrom
Stiff-man, antibody anti reseptor insulin lainnyag. Sindrom genetic
lain: Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom
Wolframs, Ataksia Friedreichs, Chorea Hutington, sindrom
Laurence-Moon-Biedl, Distrofi Miotonik, Porfiria, Sindrom Prader
Willi, lainnya.4. DM Gestasional
Tabel 1. Klasifikasi DM
2.1.3 Penegakan diagnosisDiagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler dengan glukometer.8Berbagai keluhan dapat ditemukan
pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan
apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:1. Keluhan
klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya2. Keluhan lain
dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:1. Jika
keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM2.
Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.Cara pelaksanaan TTGO: Tiga hari sebelum
pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam
hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan. Diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan
glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untukpemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai. Diperiksa kadar glukosa
darah 2 (dua) jam sesudah bebanglukosa. Selama proses pemeriksaan,
subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok Apabila
hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT). Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban
antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). Sedangkan diagnosis GDPT
ditegakkan bila setelah pemeriksaanglukosa plasma puasa didapatkan
antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140mg/dL.2
Tabel 2. Kriteria diagnosis DMAda perbedaan antar uji diagnostik
diabetes mellitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
diabetes mellitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala
atau tanda diabetes mellitus. Sedangkan pemeriksaan penyaring
dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT,sehingga dapat
ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga
disebut sebagai intoleransi glukosa. Kedua keadaan tersebut juga
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan melalui pemeriksaan kadarglukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan
masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal,
yang padaumumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi
mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring
dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain
atau general check-up.6Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa
darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3
berikut:
Tabel 3. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis Diabetes MellitusDiperlukan anamnesis yang
cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis DM,
TGT, dan GDPT. Berikut ini langkah-langkah penegakan diagnosis DM,
TGT dan GDPT.8
Gambar 1. Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi
Glukosa
2.1.4 PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan secara umum adalah
meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan
penatalaksanaan :1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda
DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah.2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan
neuropatiTujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan
pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil
lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.Manajemen
Diabetes Melitus terdiri dari:1. EdukasiDiabetes tipe 2 umumnya
terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku,dibutuhkan edukasi.2. Terapi gizi
medis atau Perencanaan MakanTerapi Gizi Medis (TGM) merupakan
bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu
sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi:1.
Memenuhi kebutuhan energi pada pasien Diabetes Melitus2.
Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral3. Mencapai dan memelihara berat badan
yang stabil4. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak
karena pada pasien Diabetes Melitus jika serum lipid menurun maka
resiko komplikasi penyakit makrovaskuler akan menurun5. Mencegah
level glukosa darah naik karena dapat mengurangi komplikasi yang
dapat ditimbulkan dari Diabetes Melitus3. Latihan jasmaniKegiatan
jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Kegiatan sehari-hari seperti
berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap
dilakukan. Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani
yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic
seperti: jalan kaki,bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Pasien yang relative sehat, intensitas latihan jasmani
bias ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi
Diabetes Melitus dapat dikurangi.4. Intervensi
farmakologisPengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet
yang benar, olahraga yang teratur dan obat-obatan yang diminum atau
suntikan insulin. Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan suntikan
insulin setiap hari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya pasien perlu
minum obat antidiabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes
memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu atau bahkan
kombinasi suntikan insulin dan tablet.5. Monitoring keton dan gula
darahIni merupakan pilar kelima yang dianjurkan kepada pasien
Diabetes Melitus. Monitor level gula darah dapat mencegah dan
mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia
dan pasien dapat melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan
resiko komplikasi dari Diabetes Melitus.
2.1.5 KomplikasiKondisi kadar gula darah tetap tinggi akan
timbul berbagai komplikasi. Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi
menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi
akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non ketotik, dan
hipoglikemia. Sedangkan komplikasi kronis pada diabetes mellitus
berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu komplikasi mikrovaskular
dan komplikasi makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular meliputi
retinopati dan nefropati, timbul akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler. Sedangkan komplikasi makrovaskular
yaitu penyakit kardiovaskuler, penyakit pembuluh darah perifer,
hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner, selulitis dan kaki
diabetik.6,8,9,10
2.2 Kaki Diabetik2.2.1 Pengertian dan epidemiologiKaki diabetik
adalah infeksi, ulkus, dan atau kerusakan pada jaringan yang
berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah pada kaki.
Gangguan pada saraf dan aliran darah ini disebabkan karena
hiperglikemia. Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh
lapisan (full thickness) dari dermis. Pengertian ulkus kaki
diabetik termasuk nekrosis atau gangren. Gangren diabetikum adalah
kematian jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah
(ischemic necrosis) karena adanya mikroemboli aterotrombosis akibat
penyakit vaskular perifir oklusi yang menyertai penderita diabetes
sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu sendiri. Ulkus kaki
diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi
dan pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama di
bagian distal tungkai bawah.2Pasien diabetes memiliki kecendrungan
tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetik yang sulit sembuh dan
risiko amputasi pada tungkai bawah, keadaan ini memberi beban
sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat. Jumlah penderita DM
di Amerika Serikat akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta
menjadi 44,1 juta antara tahun 2009-2034, 15- 25% akan mengalami
ulkus di kaki didalam hidup mereka. Proporsi ulkus kaki diabetik
derajat III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan derajat I-II yang
hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang
dirawat di RS Sanglah, semakin tinggi derajat ulkus semakin besar
resiko amputasi.11,12
2.2.2 Patofisiologi ulkus kaki diabetikAda beberapa komponen
penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus kaki diabetik pada pasien
diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor besar yaitu:132.1.2.1 Faktor
kausatifa. Neuropati perifir (sensorik, motorik, autonom)Merupakan
Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik biasanya
derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan
sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma
fisik dan termal sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak
hanya sensasi nyeri dan tekanan yang hilang, tetapi juga
propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga menghilang. Neuropati
motorik mempengaruhi semua otot-otot di kaki, mengakibatkan
penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki berubah,
deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi, ditandai dengan
kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler
sekunder akibat pintasan arteriovenous di kulit, hal ini
mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, semuanya menjadikan kaki
rentan terhadap trauma yang minimal.
b. Tekanan plantar kaki yang tinggiMerupakan faktor kausatif
kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan dengan dua hal yaitu
keterbatasan mobilitas sendi (ankle, subtalar, and first
metatarsophalangeal joints) dan deformitas kaki. Pada pasien dengan
neuropati perifir, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam
2,5 tahun kemudian timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien
tanpa tekanan plantar tinggi.c. TraumaTerutama trauma yang
berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki, 11% karena
cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat
komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari
kaki.
2.1.2.2 Faktor kontributif1. AterosklerosisAterosklerosis karena
penyakit vaskuler perifir terutama mengenai pembuluh darah
femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut, merupakan
faktor kontributif terpenting. Risiko ulkus, dua kali lebih tinggi
pada pasien diabetes dibanding dengan pasien non-diabetes.2.
DiabetesDiabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara
intrinsik, termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking,
gangguan fungsi matrik metalloproteinase, dan gangguan imunologi
terutama gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes
memiliki angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi,
sehingga kulit mudah mengelupas dan mengalami infeksi. Pada DM,
ditandai dengan hiperglikemia berkelanjutan serta peningkatan
mediator-mediator inflamasi, memicu respon inflamasi, menyebabkan
inflamasi kronis, namun keadaan ini dianggap sebagai inflamasi
derajat rendah, karena hiperglikemia sendiri menimbulkan ganggguan
mekanisme pertahanan seluler. Inflamasi dan neovaskularisasi
penting dalam penyembuhan luka, tetapi harus sekuensial,
self-limited, dan dikendalikan secara ketat oleh interaksi
sel-molekul. Pada DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan
angiogenesis terganggu sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka
seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2 Gangguan penyembuhan luka pada diabetes (Dikutip dari
Tellechea dkk., 2010)
2.2.3 Jenis-jenis ulkus kaki diabetikUlkus kaki diabetik
dibedakan atas 2 kelompok yaitu :1. Ulkus neuropatikKaki teraba
hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba, keringat
berkurang, kulit kering dan retak.2. Ulkus neuroiskemikKaki teraba
lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan
rest pain mungkin tidak ada karena neuropati.
2.2.4 Penilaian ulkus kaki diabetikUntuk mencegah amputasi kaki
dan penyembuhan ulkus berkepanjangan, maka perlu mengetahui akar
penyebabnya. Untuk mendapatkan data ulkus secara menyeluruh yang
akan bermanfaat didalam perencanan pengobatan, perlu dilakukan
penilaian-penilaian ulkus meliputi:14,151. Penilaian
neuropatiRiwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan
sensasi tekanan dengan Semmes-Weinstein monofilament 10 g,
pemeriksaan sensasi vibrasi dengan garpu tala 128 Hz.2. Penilaian
strukturIdentifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas
seperti penonjolan tulang di plantar pedis: claw toes, flat toe,
hammer toe, callus, hallux rigidus, charcot foot.3. Penilaian
vaskulerRiwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan
otot, pemeriksaan pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan
secara sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila ditemukan
tanda infeksi, kaki teraba dingin, pucat, tidak ada pulsasi, adanya
nekrosis, tekanan darah ankle < 50 mmHg (Ankle Brachial Index
< 0,5), TcPO2 < 30mmHg, tekanan darah jari < 30mmHg4.
Penilaian ulkusPemeriksaan ulkus harus dilakukan secara
cermat,teliti dan sistematis. Inspeksi harus bisa menjawab
pertanyaan, apakah ulkusnya superfisial atau dalam, apakah mengenai
tulang, sehingga bisa ditetapkan derajat ulkus secara akurat.2.2.5
Klasifikasi dan derajat ulkus kaki diabetikAda beberapa klasifikasi
derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini seperti, klasifikasi
Wagner, University of Texas wound classification system (UT), dan
PEDIS ( Perfusion, Extent / size, Depth / tissue loss, Infection,
Sensation ). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas,
menggambarkan derajat luas dan berat ulkus namun tidak
menggambarkan keadaan iskemia dan ikhtiar pengobatan. Kriteria
diagnosis infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau
lebih tanda-tanda berikut: bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi,
nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya pus. Infeksi dibagi dalam
infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang
(lebih dalam dan luas), berat (disertai tanda-tanda sistemik atau
gangguan metabolik). Termasuk dalam infeksi berat seperti fasiitis
nekrotikan, gas gangren, selulitis asenden, terdapat sindroma
kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau instabilitas
metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien.16,17
Klasifikasi Wagner17
Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi Grade
I Ulkus superfisial terlokalisir.Grade II Ulkus lebih dalam,
mengenai tendon, ligamen, otot, sendi, belum mengenai tulang, tanpa
selulitis atau abses.Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai
tulang sering komplikasi osteomielitis, abses atau selulitis.Grade
IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V Gangren
seluruh kaki.
2.2.6 Penyembuhan Luka1. Penyembuhan luka normalFisiologi respon
seluler terhadap cedera jaringan kulit pada keadaan normal,
berlangsung melalui rangkaian fase-fase waktu dan ruang, sehingga
integritas anatomi dan fungsional dari jaringan kembali secara
normal. Adapun fase-fase penyembuhan luka pada kondisi normal
meliputi fase akut (hemostasis, inflamasi), fase proliferatif
(garanulasi, epitelialisasi), dan fase remodeling.18Pada orang
dewasa, penyembuhan luka yang optimal meliputi beberapa peristiwa
sebagai berikut yaitu.181. Hemostasis yang cepat2. Inflamasi yang
tepat3. Diferensiasi, proliferasi, dan migrasi sel-sel mesensimal
ke tempat luka4. Angiogenesis5. Re-epitelialisasi (pertumbuhan
kembali jaringan epitel diatas permukaan luka)6. Sintesis,
cross-linking, dan alignment dari pada kolagen untuk memberi
kekuatan terhadap jaringan yang sembuh
a. Fase hemostasisFase pertama dari hemostasis dimulai segera
setelah terjadi luka, dengan kontriksi vaskuler dan pembentukan
bekuan fibrin (fibrin clot). Bekuan dan jaringan di sekitar luka
melepaskan sitokin pro-inflamasi dan growth factors seperti
transforming growth factor (TGF)-, platelet-derived growth factor
(PDGF), fibroblast growth factor (FGF), dan epidermal growth factor
(EGF). Begitu perdarahan bisa dikontrol, sel-sel inflamasi
bermigrasi ke dalam luka (kemotaksis) dan memicu fase
inflamasi.
b. Fase inflamasiDitandai oleh infiltrasi secara berurutan dari
neutrofil, makrofag, dan limfosit. Fungsi neutrofil adalah
membersihkan mikroba serta debris seluler di dalam luka, meskipun
sel ini memproduksi substansi seperti protease dan reactive oxygen
species (ROS), yang dapat menyebabkan beberapa kerusakan. Makrofag
mempunyai peranan penting di dalam penyembuhan luka. Pada luka
awal, makrofag melepaskan sitokin yang memicu respon inflamasi
dengan cara menarik dan mengaktifkan leukosit. Makrofag juga
bertanggung jawab untuk mendorong dan menghilangkan sel-sel
apoptosis (termasuk neutrofil), dengan demikian merupakan cara
resolusi terhadap inflamasi. Sel sel apoptosis melakukan transisi
fenotif untuk memperbaiki keadaan yang merangsang keratinosit,
fibroblas, dan angiogenesis untuk mendorong regenerasi jaringan.
Dengan cara ini, makrofag mendorong transisi kearah fase
proliferasi dari fase penyembuhan. Limfosit T migrasi ke dalam luka
mengikuti sel- sel inflamasi dan makrofag, dan mengalami puncaknya
selama fase proliferatif lanjut / remodeling awal. Peranan limfosit
T tidak diketahui secara jelas. Beberapa penelitian menduga bahwa
terlambatnya infiltrasi sel T yang diikuti dengan penurunan
konsentrasi sel T di dalam luka diikuti dengan gangguan penyembuhan
luka, sementara yang lain melaporkan bahwa sel sel CD4+ (sel sel T
helper) memiliki peranan positif di dalam penyembuhan luka,
sedangkan sel sel CD 8+ ( sel sel T supresor-sitotoksik) memiliki
peranan menghambat penyembuhan luka. Yang menarik pada penelitian
terakhir ini, pada tikus percobaan dimana kedua sel sel T dan sel B
adalah rendah, menunjukkan bahwa pembentukan scar berkurang.
Ditambahkan pula, sel sel T gamma-delta mengatur banyak aspek
penyembuhan luka, termasuk mempertahankan integritas jaringan,
melawan kuman patogen, dan mengatur inflamasi. Sel sel ini disebut
juga dendritic epidermal T-cells (DETC), karena meiliki morfologi
dentritik yang unik. DETC diaktifkan oleh stres, kerusakan, atau
keratinosit, dan memproduksi fibroblast growth factor 7 (FGF-7),
keratinocyte growth factors, dan insulin-like growth factor-1,
untuk membantu proliferasi keratinosit dan kelangsungan hidup sel.
DETC juga mendorong kemokin dan sitokin yang berperan dalam memulai
dan mengatur respon inflamasi selama penyembuhan luka. Keseimbangan
antara DETC dan keratinosit membantu mejaga kulit normal dan
penyembuhan luka. Kekurangan DETC menunjukkan keterlambatan
penyembuhan luka dan penurunan proliferasi keratinosit pada
luka.
c. Fase proliferasiUmumnya mengikuti dan tumpang tindih dengan
fase inflamasi, ditandai oleh proliferasi epitel dan migrasi diatas
matrik di dalam luka (re-epitelialisasi). Di dalam dermis,
fibroblas dan sel sel endotel tampak lebih menonjol dan menopang
pertumbuhan kapiler, pembentukan kolagen, dan pembentukan jaringan
granulasi. Di dalam dasar luka, fibroblas memproduksi kolagen dan
juga glikoaminoglikan serta proteoglikan, yang merupakan komponen
utama dari matrik ekstraseluler.
d. Fase remodelingSetelah proliferasi dan sintesis matriks
ekstraseluler, penyembuhan luka memasuki fase remodeling. Dalam
fase ini terjadi regresi kapiler sehingga densitas vaskuler dari
luka kembali normal. Yang paling kritis dalam fase remodeling
adalah remodeling matriks ekstraseluler untuk mencapai arsitektur
jaringan normal. Luka juga melakukan kontraksi yang di mediasi oleh
contractile fibroblasts (myofibroblasts) yang ada di dalam luka.
Peranan stem sel di dalam penyembuhan luka dan regenerasi jaringan,
dengan fokus pada stem sel dewasa seperti epidermal stem cells dan
bone-marrow (BM)-derived cells (BMDCs). Epidermal stem cells yang
berada di folikel rambaut dan bagian basal lapisan epidermis,
mengangkat keratinosit untuk migrasi ke dalam luka. Dua stem sel
utama yang berada di dalam sumsum tulang adalah hematopoietic SC
(HSC) and mesenchymal SC (MSC). BM- MSCs mampu untuk
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel seperti adiposit,
osteoblas, kondrosit, fibroblat, dan keratinosit. Endothelial
progenitor cells (EPCs) berasal dari HSC merupakan sel kunci dalam
neovaskularisasi. EPC dan BM-MSC, keduanya terlibat di dalam proses
penyembuhan luka. Wound-induced hypoxia, merupakan trigger untuk
mobilisasi EPC ke dalam sirkulasi, yang berperan jelas di dalam
proses neovaskularisasi.Penyembuhan luka terjadi sebagai suatu
respon seluler akan cedera, termasuk aktivasi keratinosit,
fibroblast, sel endotel, makrofag, dan platelet. Beberapa growth
factor dan sitokin dilepaskan oleh sel-sel tersebut untuk
koordinasi dan menjaga penyembuhan luka. VEGF merupakan faktor
fisiologis penting di dalam penyembuhan luka baik pada orang sehat
maupun orang DM namun dengan kwalitas respon yang berbeda (Gambar
3).
Gambar 3 Mekanisme penyembuhan luka pada orang sehat dan orang
diabetes (dikutip dari Brem H. dan Tomic-Canic M., 2007)
Tabel. Proses Penyembuhan Luka Normal
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka. Secara umum
faktor- faktor tersebut dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu
lokal dan sistemik. Faktor lokal adalah faktor yang secara langsung
mempengaruhi karakteristik luka itu sendiri, sedangkan faktor
sistemik adalah keadaan penyakit atau kesehatan dari individu yang
mempengaruhi kemampuan untuk sembuh seperti terlihat pada Tabel
2.3. Beberapa dari faktor-faktor ini adalah berkaitan, dan
faktor-faktor sistemik bekerja melalui efek lokal. Beberapa kondisi
dan penyakit seperti sepsis, trauma, penyakit hati menahun,
sindroma nefrotik, luka bakar, luka terbuka menahun, dapat
mengganggu penyembuhan luka, karena terjadi penurunan kadar protein
tubuh. Protein memiliki peran penting dalam penyembuhan luka
melalui pembentukan kolagen. Penurunan kadar protein dapat dihitung
dengan mengukur berbagai marker penyimpanan protein seperti
albumin, prealbumin, transferin, dan insulin growth factor I. Namun
pemeriksaan marker ini terbatas untuk mencerminkan status nutrisi
pasien terkini, sebagai contoh albumin memiliki waktu paruh 3
minggu, dan malnutrisi protein dapat terjadi sebelum terjadi
penurunan serum albumin. Konsekuensi dari penurunan protein
terhadap penyembuhan luka adalah terjadi penurunan angiogenesis dan
proliferasi fibroblas.18
Tabel. Faktor faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka (Dikutip
drai Guo dan Ptiero, 2010).Obesitas berpengaruh terhadap
penyembuhan luka, terbukti pada percobaan binatang dimana obesitas
disertai dengan gangguan struktur dan fungsi kolagen, gangguan
deposisi kolagen, serta gangguan penyembuhan luka, hal ini diduga
akibat dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak.19
2.2.7 Patobiologi penyembuhan luka diabetes Proses penyembuhan
luka dikoordinasi oleh struktur yang kompleks dan dinamis pada luka
meliputi berbagai sel (trombosit atau platelet, neutrofil
granulosit, makrofag, fibroblas, keratinosit), sitokin dan growth
factor, serta protease ( matrix metaloprotease / MMP, plasmin, dan
elastase). Berbeda dengan luka normal, pada luka diabetes, terdapat
gangguan dari fungsi sel, dan ketidakseimbangan dari protease,
sitokin, dan growth factor. Reaksi inflamasi pada luka diabetes
tampak memanjang, merangsang peningkatan intensitas respon
protease. Reaksi inflamasi ini disebabkan oleh kontaminasi bakteri
dan trauma berulang akibat pasien sudah kehilangan rasa sakit.
Endotoksin bakteri, fragmen matriks ekstraseluler, sel-sel detritus
mempertahankan inflamasi ini, terbukti dengan adanya granulosit
neutrofil dalam jumlah besar didalam luka. Granulosit neutrofil
juga mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF- dan IL-1. Kedua
sitokin ini mampu secara langsung merangsang sintesa MMP. Dengan
tingginya protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik
protein dan growth factor yang merupakan faktor penting dalam
proses penyembuhan luka, sehingga penyembuhan luka menjadi terputus
dan tidak terkoordinasi. Disamping itu TNF- menekan tissue growth
factor- (TGF-) menginduksi miofibroblas mengalami proliferasi untuk
menbentuk protein-protein penting dalam reorganisasi matrik
ekstraseluler seperti -smooth muscle actin (-SMA), kolagen tipe 1A,
and fibronektin, sehingga berimplikasi pada gangguan penyembuhan
luka.20
2.2.8 Pemilihan Antibiotik pada Ulkus Diabetik
DAFTAR PUSTAKA
1. Decroli, EJ, Manaf, A, dan Syahbuddin, S. Profil Ulkus
Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian Panyakit Dalam RSUP Dr
M. Djamil Padang. Maj Kedokt Indon, 58:1, 2008.2. Frykberg.
Diabetic Foot Disorders a Clinical Practice Guidelines: The Journal
of Foot and Ankle Surgery. 52. Retrieved Februari 15, 2014 from
http://www.acfas.org/uploadedFiles/Healthcare_Community/Education_and_Publications/Clinical_Practice_Guidelines/DiabeticCPGsmall.pdf3.
Greenstein, B dan Wood, DF. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 2006.4. Kementrian Kesehatan RI. Laporan Hasil
Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS Indonesia Tahun 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 276,283. 2007.5. Maryunani, A. Step by
Step Perawatan Luka Diabetes Dengan Metode Perawatan Luka Moder.
Penerbit IN MEDIA. 2013.6. Sudoyo, AW. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (jilid 3), Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2010.7.
Wild S. et al. Global Prevalence of Diabetes: Estimates for the
year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care, Volume: 27,
Number: 5. 1050-1052. 2004.
http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047.full.pdf8.
Endah.P dan Bambang. P. 2011. Diabetes Mellitus dengan Penyulit
Kronis Majalah Kesehatan PharmaMedika. 3 (2).9. Lisegang TJ,
Deutsch TA, Grand MG, Ocular development, Fundamentals and
principles of ophthalmology section 2, Sanfransisco, American
Academy of Ophthalmology, 2005-2006, p.133-157. 10. Asomobi and
Griffin. Clinical Review Article : Diabetic Gastroparesis
(evaluation and management) pp 27-35. Hospital Physician. 2008.11.
Huang, E.S., Basu, A., OGrady, M., Capreta, J.C. 2009. Projecting
the Future Diabetes Population Size and Related Costs for the U.S.
Diabetes Care, 32: 2225-9.12. Muliawan, M., Semadi, N., Yasa, K.P.
2007. Pola Kuman dan Korelasi Klinis Ulkus Kaki Diabetikum di RSUP
Sanglah Denpasar (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.13. Singh,
N., Armstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005. Preventing foot ulcers in
patients with diabetes. Jama , 293:217-28.14. Van Baal, J.G. 2004.
Surgical treatment of the Infected Diabetic Foot. Clinical
Infectious Diseases, 39: S 123-8.15. Khanolkar, M.P., Bain, S.C.,
Stephens, J.W. 2008. The diabetic foot. QJM, 101: 685-9516.
Widatalla, A.H., Mahadi, S., Shawer, M.A., Elsayem, H.A., Ahmed,
M.E. 2009. Implementation of diabetic foot ulcer classification
system for research purposes to predict lower extremity amputation.
Int J Diabetes Dev Ctries, 29:15.17. Lipsky,B.A.,. Berendt, A.R.,
Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G., Armstrong, D.G., Deery,
H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W., Pinzur, M.S.,
Senneville, E. 2012. IDSA GUIDELINES 2012 - Infectious Diseases
Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosis
and Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious
Diseases ; 54(12):132-73.18. Gabriel, A., Mussman, J., Rosenberg,
L.Z., de la Torre, J.I., 2009. Wound Healing and Growth Factors.
Available from:http://emedicine.medscape.com/ article/1298196.
Diakses pada April 201519. Yosipovitch, G., DeVore, A., Dawn, A.
2007. Obesity and the skin : Skin physiology and skin
manifestations of obesity. Journal Am Acad Dermatol. 56 (6) :
901-1620. Lobmann, R., Schultz, G., Lehnert, H. 2005. Proteases and
Diabetic Foot Syndrome: Mechanisms and Therapeutic Implications.
Diabetes care, 28(2):462-71.