REFARATEMBOLI AIR KETUBAN
Pembimbing:
Dr.Marwan Indamirsah Sp.OGDisusun oleh:Qarina Hasyala Putri
(080100367)
Dian Primadia Putri (100100013)
Aulia Suci Maurinda (100100034) Romulus P Sianipar
(100100180
Achmad Rifqy Rupawan (100100225)M. Darul Chair
(090100218)DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya,
makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sebagai penyusun
ucapkan kepada dr.Marwan Indamirsa Sp.OG sebagai pembimbing di
Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP. Haji Adam Malik Medan
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam
membimbing dan membantu selama pelaksanaan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu, segala kritik dan saran yang membangun atas makalah
ini dengan senang hati penyusun terima. Penyusun memohon maaf atas
segala kekurangan yang diperbuat dan semoga penyusun dapat membuat
makalah lain yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, April 2015 PenyusunDAFTAR ISI
Kata Pengantar
iDaftar Isi
iiBab IPendahuluan
1
1.1. Latar belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
.............................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan
2
1.4. Manfaat Penulisan
2Bab II Tinjauan Pustaka
32.1. Definisi
3
2.2. Epidemiologi
32.3. Klasifikasi
32.4. Etiologi
42.5. Patofisiologi
..............................................................52.6.
Gejala Klinis
52.7. Diagnosis
72.8. Penatalaksanaan
82.9. Prognosa
12Bab III Laporan Kasus
13Bab IV Diskusi
...............................................................................................
24Bab V Kesimpulan
...............................................................................................
26Daftar Pustaka
...............................................................................................
27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangSindroma HELLP yang merupakan singkatan dari
Hemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low Platelet counts pertama
sekali dilaporkan oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita
preeklamsia berat. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala
multisistem pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang
terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzym
hepar dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia).
Sindroma HELLP dikatakan merupakan varian yang unik
preeklampsia. Sekali berkembang dengan cepat dapat menyebabkan
penderita menjadi gawat, berakhir dengan kegagalan fungsi hati dan
ginjal, repiratory distress syndrome pada penderita dan kematian
ibu dan janin.
Kadang-kadang sindroma ini sulit atau salah didiagnosa, karena
munculnya cepat dan bisa mendahului tanda-tanda preeklampsia atau
dapat juga didiagnosa sebagai hepatitis, kelainan gastrointestinal
dan kandung empedu, apendisitis ataupun pielonepritis.
Batasan sindroma HELLP sampai saat ini masih kontroversi.
Menurut Godlin, Sindroma HELLP merupakan bentuk awal preeklampsia
berat. Weinstein melaporkan sindroma HELLP merupakan varian unik
preeklampsia. Di lain pihak banyak penulis melaporkan bahwa
sindroma HELLP merupakan bentuk yang ringan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) yang terlewatkan karena pemeriksaan
laboratorium yang tidak adekuat.
Salah satu alasan yang menyebabkan kontroversi terhadap sindroma
ini adalah karena perbedaan dalam kriteria diagnostik dan metode
yang digunakan. Walaupun hampir semua peneliti sepakat bahwa
sindroma ini merupakan pertanda keadaann penyakit yang berat dan
dengan prognosis yang buruk.
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Hal ini disebabkan karena onset sindroma inisulit diduga
serta gambaran klinisnya sangat bervariasi dan perbedaan dalam
kriteria diagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar 2-12% dari
pasien dengan preeklampsia berat, dan berkisar 0,2 sampai 0,6% dari
seluruh kehamilan.
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi.
Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera
tanpa memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya resiko
maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan
diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan yang
konservatif untuk mematangkan paru-paru janin dan memperbaiki
gejala klinis ibu. Namun semua peneliti sepakat bahwa terminasi
kehamilan merupakan satu-satunya terapi definitif.11.2 Rumusan
Masalah
Bagaimanakah tinjauan teoritis, temuan klinis, serta
penatalaksanaan hellp syndrome di Ruang Rawat Inap Terpadu (RINDU)
B-1 RSUP H. Adam Malik Medan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya:
1. Menelaah lebih dalam tentang tinjauan teoritis hellp
syndrome2. Memaparkan pembahasan klinis hellp syndrome dari segi
terminologis, etiologi, kriteria diagnostik, penatalaksaan serta
prognosis dan komplikasi
1.4 Manfaat Penulisan
1. Menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi pembaca
mengenai hellp syndrome2. Menjadi media mengintegrasikan ilmu
kedokteran yang telah didapat mengenai hellp syndromeBAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated
Liver Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan
oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita preeklamsia berat.
Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita
preeklamsia berat dan eklamsia yang terutama ditandai dengan adanya
hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar dan penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia).12.2. Epidemiologi
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti. Hal ini disebabkan karena onset sindroma inisulit diduga
serta gambaran klinismya sangat bervariasi dan perbedaan dalam
kriteria diagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar 2-12% dari
pasien dengan preeklampsia berat, dan berkisar 0,2 sampai 0,6% dari
seluruh kehamilan.12.3. Klasifikasi
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi
pada sindoma HELLP. Menurut Audibert dkk, dikatakan sindroma HELLP
partial apabila hanya dijumpai satu atau lebih perubahan parameter
sindroma HELLP seperti hemolysis (H), elevated liver enzymes (EL)
dan low platelet (LP). Dan sindroma HELLP murni apabila dijumpai
perubahan pada ketiga parameter tersebut. Selanjutnya sindroma
HELLP partial dapat dibagi atas beberapa sub grup, yaitu Hemolysis
(H), Low Platelet counts (LP), Hemolysis + low platelet counts
(H+LP), dan hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).
Klasifikasi yang kedua hanya berdasarkan jumlah platelet.
Menurut klasifikasi ini, Martin mengelompokkan penderita sindroma
HELLP dalam 3 kategori, yaitu: kelas I jumlah platelet 50.000/mm3,
kelas II jumlah platelet > 50.000 - 100.000/mm3 dan kelas III
jumlah platelet > 100.000 - 150.000/ mm3.1
Tabel 1 Klasifikasi Sindroma HELLP2.4. Etiologi
Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu
dihubungkan dengan preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis
dari preeklampsia sampai saat ini juga belum dapat diketahui dengan
pasti. Banyak teori yang dikembangkan dari dulu hingga kini untuk
mengungkapkan patogenesis dari preeklampsia, namun dalam dekade
terakhir ini perhatian terfokus pada aktivasi atau disfungsi dari
sel endotel. Tetapi apa penyebab dari perubahan endotel ini belum
juga diketahui dengan pasti. Saat ini ada empat buah hipotesis yang
sedang diteliti untuk mengungkapkan etiologi dari preeklampsia,
yaitu : iskemia plasenta, Very Low Density Lipoprotein versus
aktivitas pertahanan toksisitas, maladaptasi imun dan penyakit
genetik. Sindroma HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil
kerusakan endotel mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit
intravaskular.2,32.5. Patofisiologi
Terjadinya sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan
endotel mikrovaskular dan aktivasi platelet intravaskular. Pada
sindroma HELLP terjadi anemia mikroangiopati akibat fragmentasi,
sel darah merah akan lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang
telah mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya
deposit fibrin. Pada gambran darah tepi akan terlihat gambaran
spherocytes, schistoscytes, triangular cell dan burr cell.Pada
sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran
histopatologisnya terlihat nekrosis parenkim periportal atau fokal
yang disertai dengan deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang
terdapat pada sinusoid. Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada
sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran darah di hepar yang
akan merupakan dasar terjadinya peningkatan enzim hepar dan
terdapatnya nyeri perut kwadran kanan atas. Gambaran nekrosis
seluler dan pendarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang
berat dapat dijumpai adanya pendarahan intrahepatik dan hematom
subkapsular atau ruptur hepar.Penurunan jumlah platelet pada
sindroma HELLP disebabkan oleh meningkatnya komsumsi atau destruksi
platelet. Meningkatnya komsumsi platelet terjadi karena agregasi
platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel endotel, penurunan
produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah
radikal bebas.
Beberapa penelitian berangapan bahwa DIC merupakan proses primer
yang terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun gambran histopatologis
mikrotrombi yang mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada
sindroma HELLP tidak terjadi koagulopati intravaskular. Pada
sindroma HELLP terjadi mikroangiopati dan kadar fibrinogen yang
normal.12.6. Gejala Klinis1,21. HemolisisTanda hemolisis dapat
dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria dan secara laboratorik
adanya Burr cells pada apusan darah tepi.2. Elevated liver
enzymesDengan meningkatnya SGOT, SGPT (> 70 iu) dan LDH (>
600 iu) maka merupakan tanda degenerasi hati akibat vasospasme
luas. LDH > 1400 iu, merupakan tanda spesifik akan kelainan
klinik.3. Low plateletsJumlah trombosit < 100.000/mm3merupakan
tanda koagulasi intravaskuler.
Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang
memburuk yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium,
sementara proses kerusakan endotel juga terjadi diseluruh sistem
tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang lebih dini dimana
preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat
ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan terutama morbiditas
dan mortalitas ibu, dan mendapatkan janin se-viablemungkin. 1,2Pada
pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells.
Hemolisis ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate
dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar direfleksikan dari peningkatan
enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT), Alanin
Transaminase (ALT/GPT), dan juga peningkatan LDH.Semakin lanjut
proses kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan
hemostasis darah dengan ketidaknormalanprotrombin time, partial
tromboplastin time, fibrinogen,bila keadaan semakin parah dimana
trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan
hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang
mengarah terjadinyaDisseminated Intravascular Coagulopathy
(DIC).Insidens DIC pada sindroma hellp 4-38%.1,22.7. Diagnosis
Diagnosis sindroma HELLP yang paling pasti dengan adanya
tanda-tanda dan gejala preeklampsia-eklampsia pada pasien hamil
bersama dengan tiga serangkai kelainan laboratorium menunjukkan
hemolisis mikroangiopati, disfungsi hepar dan trombositopenia.
Meskipun dianggap sebagai standar emas, biopsi hati jarang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Temuan histologis umum di
biopsi tersebut meliputi perdarahan periportal dan deposit fibrin
di sinusoid hati.3
Tabel 2 Diagnosis sindroma HELLP3Melihat progresi alaminya,
tampak bahwa trombositopenia terjadi pertama kali kemudian diikuti
oleh peningkatan enzim hati, dan akhirnya hemolisis. Tingkat
penurunan trombosit biasanya 35-50% per 24 jam (rata-rata penurunan
harian 40.000). Membutuhkan hitungan kurang dari 100.000 untuk
menentukan trombositopenia yang buruk, disebut sebagai morbiditas
ganda bagi ibu, ketika pasien dengan preeklamsia berat mengalami
gejala ringan trombositopenia (trombosit = 100.000-150.000)
bekerjasama dengan fungsi hati yang abnormal dan peningkatan laktat
dehidrogenase (LDH). Selain itu, patologi yang signifikan seperti
ruptur hepar atau subkapsular hematom dapat terjadi pada pasien
dengan sindroma HELLP sebelum penurunan trombosit di bawah
100.000.
Bergantung pada kelainan laboratorium, sindroma HELLP
dikelompokkan ke dalam subtipe yang berbeda klasifikasi Mississippi
dan Tennessee (Tabel 1). Tingkat kelainan laboratorium sekarang ini
sulit untuk ditegakkan hanya dengan anamnesis atau pemeriksaan
fisik. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium harus ditata
dengan indikasi klinis minimal,
dan untuk menyingkirkan ada atau tidaknya diagnosis
preeklampsia. Pemeriksaan laboratorium yang khas meliputi darah
lengkap, studi koagulasi, serum kreatinin, urin protein, glukosa
darah, apusan darah tepi dan tes fungsi hati.
Meskipun beberapa derajat hemolisis sering dicatat dan merupakan
ciri khas dari tiga serangkai untuk diagnosis, anemia yang
dihasilkan jarang atau ringan. Banyak sekali dokter menggunakan LDH
tinggi sebagai indikator hemolisis yang lebih baik dari hemoglobin.
Ada lima perbedaan pada isomer LDH, dan hanya LDH1 dan LDH2 yang
dilepaskan dari sel darah merah yang lisis. Namun, iskemia hepar
juga menyebabkan peningkatan total LDH pada sebagian besar pasien
dengan preeklamsia berat atau sindroma HELLP. Oleh karena itu,
peningkatan tidak langsung bilirubin, haptoglobin rendah dan apusan
darah tepi abnormal dengan schistocytes dan atau burr cells
digunakan untuk diagnosis tambahan hemolisis selain LDH.
Elevasi yang signifikan dari alkaline phosphatase seringkali
terlihat pada kehamilan normal. Namun, peninggian transaminase,
laktat dehidrogenase dan bilirubin adanya menunjukkan keadaan
patologi pada hepar.
Sayangnya tidak ada konsensus berkaitan dengan parameter
laboratorium untuk diagnosis sindroma HELLP. Kelainan laboratorium
sering kembali ke normal dalam waktu singkat pengiriman dengan
secara berkala terjadi peburukan dalam 24-48 jam pertama
postpartum.32.8. PenatalaksanaanSampai saat ini penanganan sindroma
HELLP masih kontroversi. Beberapa peneliti menganjurkan terminasi
kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia kehamilan,
mengingat besarnya resiko maternal serta jeleknya luaran perinatal
apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan
pendekatan yang konservatif untuk mematangkan paru-paru janin dan
memperbaiki gejala klinis ibu . Namun semua peneliti sepakat bahwa
terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi defenitif.1Karena
sifat progresif dari penyakit, pasien tersebut harus selalu dirawat
di rumah sakit dengan istirahat yang ketat dan perawatan dalam
proses persalinan karena potensi untuk memuburuknya kondisi ibu
atau janin secara tiba-tiba. Pasien yang didiagnosis dengan
sindroma HELLP sebelum 35 minggu harus dipindahkan ke perawatan
tersier. Setelah penilaian status dan stabilisasi ibu, janin
dievaluasi dengan melacak denyut jantung janin, dan
ultrasonografi.3Penanganan sindroma HELLP lebih sulit bila
dibandingkan dengan penanganan preeklampsia, disamping itu perlu
penanganan multi disiplin. Prioritas pertama adalah stabilisasi
kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah, balans cairan dan
abnormalitas pembekuan darah. Kontrol terhadap tekanan darah yang
tinggi perlu segera dilakukan, terutama bila dijumpai tanda-tanda
iritabilitas syaraf pusat dan kegagalan ginjal.
Seperti penanganan preeklampsia, pemberian sulfas magnesikus
masih merupakan pilihan utama. Transfusi dan pemberian trombosit
sering diperlukan untuk membrantas anemi ataupun koagulopati,
tetapi pemberian transfusi darah harus hati-hati dengan
memperhitungkan keseimbangan cairan, apalagi pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal. Pemberian trombosit dapat dipertimbangkan
apabila kadar trombosit kurang dari 50.000 /mm3, apalagi jika
seksio sesarea akan dilakukan.
Kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium tidak menggambarkan
jauhnya kerusakan yang terjadi pada jaringan hepar, jumlah
penumpukan fibrin, perdarahan dan lobular nekrosis. Itulah sebabnya
beberapa peneliti seperti Weinstein kurang menyetujui penanganan
konservatif dan lebih menganjurkan untuk segera melakukan terminasi
kehamilan.1
Tabel 3 Penatalaksanaan sindroma HELLP3Persalinan yang segera
diindikasikan pada pasien dengan usia kehamilan diatas 34 minggu,
atau adanya tanda-tanda kegawatdaruratan janin atau jika terdapat
komplikasi sindroma HELLP seperti MOD, DIC, gagal ginjal, edema
pulmonum, infark hati atau perdarahan.
Sindroma HELLP dianggap sebagai sindrom respon inflamasi
sistemik, mirip dengan kondisi inflamasi pada preeklamsia berat,
antiinflamasi atau agen imunosupresif seperti kortikosteroid
diberikan sebagai pertimbangan untuk pengobatannya. Tidak ada
konsensus mengenai penggunaan steroid dosis tinggi seperti
dexamethasone (10mg setiap 12 jam IV) pada kelas 1 dan 2 sindroma
HELLP atau kelas 3 sindrom HELLP yang rumit, selain untuk indikasi
membantu kematangan paru-paru janin.3Sindroma HELLP bukan merupakan
indikasi untuk operasi caesar. Persalinan pervaginam diupayakan
pada pasien dengan kehamilan di atas 32 minggu, atau adanya
persalinan aktif atau pecah ketuban. Pada pasien dengan usia
kehamilan kurang dari 30 minggu dengan serviks yang kurang baik
(Bishop skor 3 detikStatus ObstetrikAbdomen
: Membesar simetris
Tinggi Fundus Uterus: 2 jari diatas pusat
Tegang
: letak lintangTerbawah
: letak lintangGerakan
: -His
: -Denyut Jantung Janin: -III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG TAS
-Tidak dilakukan Kesan: Penurunan kesadaran ec dd Eklamsia + PG
+ KDR (30-32) minggu + PK + KJDK + InpartuHASIL LABORATORIUM
(23/3/2015) :
Hb
: 15.00 gr%
AST/SGOT: 1278 U/l
Ht
: 42.10 %
LDH : 3867 U/lTrombosit: 92.000/mm3
Ureum : 83 mg/dlLeukosit: 29.89/mm3
Kreatinin: 3.05 mg/dlD-dimer: 1200 ng/mL
Natrium: 140 mEq/LFibrinogen: 412.0 mg/dl
Kalium
: 3.3 mEq/LAlbumin: 2,8 g/dl
Klorida : 105 mEq/LLDH
: 3867 U/lIV. DIAGNOSA:
Penurunan kesadaran ec dd Eklamsia + PG + KDR (30-32) minggu +
PK + KJDK + InpartuV. TERAPI di IGD : - O2 4-6 L/menit via
sungkup
Injeksi MgSO4 20% (20cc) bolus iv line perlahan
IUFD RL + MgSO4 40% (30cc), 14 gtt/i 24 jam
IUFD RL + Sitosin 10-10-5-5 IU 20gtt/i
Inj Ceftriaxone 1gr/12 jam ( skin test )
Inj Methergine 1 amp
Catheher menetap oup 30 cc/ jam, warna kemerahan
Sesampainya di RSHAM Medan ternyata pembukaan serviks sudah
lengkap dan terlihat kepala bayi melalui introitus vagina dan
segera akan dilakukan partus spontan pervaginam (psp).Laporan PSP
a/i KJDK pada tanggal 23/3/2015 pukul 15.00 :
1. Ibu berbaring dengan posisi litotomi
2. Terlihatnya kepala bayi di introitus vagina dan his yang
adekuat
3. Lalu dengan spontan lahir berturut-turut kepala bayi kemudia
diikuti seluruh tubuh. Lahir bayi , BBL 1100 gr , A/P 0/0, maserasi
(-)
4. Dengan PTT lahir plasenta secara spontan, kesan lengkap
5. Evaluasi jalan lahir, laserasi grade II, dilakukan repair
6. KU ibu post psp.
Sens = Somnolen
TD = 130/90 mmHg
HR = 114x/ menit
RR = 37x/ menit
T = 37.5C
Rencana : Awasi vital sign, kontraksi uterus dan tanda-tanda
pendarahan
Konsul anastesi untuk perawatan ICU
FOLLOW UP
TanggalSubjectiveObjectiveAssessmentPlan
24-03-2015 (Obgyn)
Pukul 09.00 WIB
Penurunan Kesadaran (+)
Sens = Somnolen
TD : 140/100 mmHg
HR : 90 x/i
RR : 26 x/i
T = 37.8 C
Abdomen : soepel , peristaltik (+)TFU : 2 jari bwah pusat,
kontraksi baik
p/v : - , lokia (+) rubra
BAK : via kateter, oup : 50 cc/jam , warna kuning pekat
BAB : - flatus (+)
Penurunan kesadaran ec eklampsia + Hellp Syndrome + Post PSP a/i
KJDK + NH2- IUFD RL + MgSO4 40% (30cc), 14 gtt/i-Inj.Ceftriaxone
1g/12j
-Inj Meropenem 1g/8j
-Inj Paracetamol 500 mg/8jam
25-03-2015 (Obgyn)Penurunan Kesadaran (+) Sens = Somnolen
TD : 130/90 mmHg
HR : 93 x/i
RR : 25 x/i
T = 37.7 C
Abdomen : soepel , peristaltik (+)
TFU : 2 jari bwah pusat, kontraksi baik
p/v : - , lokia (+) rubra
BAK : via kateter, oup : 50 cc/jam , warna kuning pekat
BAB : - flatus (+)
Penurunan kesadaran ec eklampsia + Hellp Syndrome + Post PSP a/i
KJDK + NH3- IUFD RL + MgSO4 40% (30cc), 14 gtt/i-Inj.Ceftriaxone
1g/12j
-Inj Meropenem 1g/8j
-Inj Paracetamol 500 mg/8jam
-Inj Ranitidin 50mg/12jam
26-03-15 (Obgyn)Penurunan Kesadaran
(+)Sens = Somnolen
TD : 130/90 mmHg
HR : 97 x/i
RR : 25 x/i
T = 37.3 C
Abdomen : soepel , peristaltik (+)
TFU : 2 jari bwah pusat, kontraksi baik
p/v : - , lokia (+) rubra
BAK : via kateter, oup : 50 cc/jam , warna kuning pekat
BAB : - flatus (+)
Penurunan kesadaran ec eklampsia + Hellp Syndrome + Post PSP a/i
KJDK + NH4- IUFD RL -Inj.Ceftriaxone 1g/12j
-Inj Meropenem 1g/8j
-Inj Ranitidin 50mg/12 jam
BAB IV
DISKUSISindroma HELLP ini merupakan kumpulan gejala multisistem
pada penderita preeklamsia berat dan eklamsia yang terutama
ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar dan
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia)Pada pasien ini
didapati pemeriksaan laboratorium:
Hb : 15.00 gr%
AST : 1278 U/L
LDH : 3867 IU/L
Trombosit : 92.000/mm3
Gejala dan tanda sindroma HELLP, yaitu: malaise, ketidaknyamanan
abdomen kuadran atas (nyeri ulu hati), nyeri kepala, proteinuria,
hipertensi, mual muntah, pandangan kabur, perdarahan, asites,
jaundice, nyeri pada bahudan leher, edema pretibialPada pasien ini
ditemukan ialah gejala nyeri kepala, edema pretibial. Tanda yang
ditemukan ialah hipertensi (TD 160/100 mmHg), proteinuria (+3)
Klasifikasi sindroma HELLP menurut Mississipi tedapat kelas 1,2
dan 3 dipandang dari jumlah platelet, AST atau ALT, dan LDH.
Sedangkan menurut Tennessee dibagi atas komplit atau parsialPada
pasien ini masuk dalam kelas 2 klasifikasi Mississipi dan komplit
dalam klasifikasi Tennessee
Etiologi dan patogenesis dari sindroma HELLP ini selalu
dihubungkan dengan preeklampsia.Pada pasien ini ditegakkan diagnosa
preeklamsia dengan tekanan darah 160/100 mmHg, serta proteinuria
+3
Penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Prioritas pertama
adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah,
balans cairan dan abnormalitas pembekuan darah.
Persalinan yang segera diindikasikan pada pasien dengan usia
kehamilan diatas 34 minggu, atau adanya tanda-tanda
kegawatdaruratan janin atau jika terdapat komplikasi sindroma HELLP
seperti MOD, DIC, gagal ginjal, edema pulmonum, dll.
Tidak ada konsensus mengenai penggunaan steroid dosis tinggi
seperti dexamethasone (10mg setiap 12 jam IV) pada kelas 1 dan 2
sindroma HELLP atau kelas 3 sindrom HELLP yang rumit, selain untuk
indikasi membantu kematangan paru-paru janin.
Magnesium sulfat harus diberikan selama proses persalinan dan
awal postpartum untuk profilaksis terhadap kejang tanpa memandang
tekanan darah.Pada pasien ini dilakukan terminasi segera dengan
pertimbangan kjdk dengan his(-) dan djj(-). Terminasi dilakukan
pada tanggal 22 Maret 2015 berlangsung di igd pukul 15.00 dengan
jenis kelamin perempuan, berat badan 1100 g.Pasien diberikan terapi
magnesium sulfat pada saat masuk IVFD RL 500cc + MgSO4 40% 30cc (
14 gtt/i
BAB 5
RESUME
Ny. Y, 27 tahun, G1P0A0, Nias, Kristen, IRT, SMP menikah dengan
Tn. M, 29 tahun, Batak, Kristen, Wiraswasta, SMK datang ke RSHAM
dengan penurunan kesadaran. Hal ini dialami os sejak 22/03/2015
pukul 12.00 WIB. Pasien merupakan rujukan dari RS luar, setelah
sebelumnya os kejang sebanyak 3x. Pasien masuk ke IGD RSHAM Medan
pukul 14.00 WIB. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan
(-). Riwayat nyeri ulu hati (-). Riwayat pandangan kabur (-).
Riwayat sakit kepala bagian frontalis (+). Riwayat kejang (-).
Riwayat mules-mules mau melahirkan (+). Riwayat keluar lendir darah
(+). Riwayat keluar air dari kemaluan (-). BAK (+) normal BAB (+)
normal. RPT : HT (-), DM (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-) Dari
hasil pemeriksaan dijumpai sensorium sokmnolen, tekanan darah
160/100mmHg, HR 124x/i, RR 40x/i dan suhu 37.8. Dijumpai
proteinuria +3. Dari status generalisata dijumpai sclera dan yang
lain batas normal., TFU 2 jari diatas pusat , dan His -. DJJ-. USG
tidak dilakukan. Pasien kemudian diterapi dengan MgSO4 20% 4gr
bolus (4-5 menit), dan IUFD RL + MgSO4 40% (30cc), 14 gtt/i 24 jam
dan dilakukan terminasi segera atas indikasi KJDK.DAFTAR
PUSTAKA
1. Roeshadi H. Ilmu Kedokteran Fetomaternal : sindroma HELLP.
Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal, Perkumpulan Obstetri
dan Ginekologi Indonesia ; 2004. 505-500.2. Martin JN, Blakes PG,
Perry KG, etal. The Natural Hystory of HELLP Syndrome : Patern of
Disease Progression and Regression. AmJ Obstet Gynecol 1991; 164 :
1500 13.3. Hemant S, Chabi S, Frey D. Review Article: Hellp
Syndrome. The Journal of Obstetric and Gynecology of India
[internet] 2009 [cited 2015 April 5]. Available from URL:
http://medind.nic.in/jaq/t09/i1/jaqt09i1p30.pdf. i