BAB I PENDAHULUAN Vascular Cognitive Impairment (VCI) atau gangguan kognitif vaskular merupakan suatu gangguan yang dapat mengenai satu atau lebih domain kognitif seperti atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif. Vascular Cognitive Impairment (VCI) ini meliputi gangguan kognitif ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari (vascular cognitive impairment no dementia (VCIND) sampai yang paling berat berupa demensia vaskuler. Demensia vaskuler biasanya disebabkan oleh infark pada pembuluh darah kecil dan besar, misalnya multi-infarct dementia. Konsep terbaru menyatakan bahwa demensia vaskuler juga sangat erat hubungannya dengan berbagai mekanisme vaskuler dan perubahan-perubahan dalam otak. Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional. Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani dengan peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga insidensi demensia dapat diturunkan. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Vascular Cognitive Impairment (VCI) atau gangguan kognitif vaskular
merupakan suatu gangguan yang dapat mengenai satu atau lebih domain kognitif
seperti atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif. Vascular
Cognitive Impairment (VCI) ini meliputi gangguan kognitif ringan dan tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari (vascular cognitive impairment no dementia
(VCIND) sampai yang paling berat berupa demensia vaskuler. Demensia vaskuler
biasanya disebabkan oleh infark pada pembuluh darah kecil dan besar, misalnya
multi-infarct dementia. Konsep terbaru menyatakan bahwa demensia vaskuler
juga sangat erat hubungannya dengan berbagai mekanisme vaskuler dan
perubahan-perubahan dalam otak.
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional. Penyakit
vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani dengan peningkatan kewaspadaan
dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga insidensi demensia dapat
diturunkan. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari demensia
vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan adanya gambaran
insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat mengidentifikasikan
faktor-faktor resiko yang berhubungan.1,2
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik
seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler
diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun.
Dua pertiga dari penderita stroke yang selamat mengalami gangguan kognitif atau
penurunan sesudah serangan stroke. Hampir sepertiga menjadi demensia dalam 3
bulan sesudah stroke. Dua puluh lima persen penderita stroke yang bertahan hidup
didiagnosis demensia setelah 12 bulan serangan stroke2.
1
Para dokter tidak dapat memprediksi fungsi kognitif penderita hanya
berdasarkan pemeriksaan rutin, non-kognitif. Penatalaksanaan kognitif merupakan
suatu keterampilan klinis yang berharga, mempercepat diagnosis kelainan yang
menganggu proses berfikir, dan dapat memperkirakan kemampuan fungsional
lebih tepat.
Pada laporan kasus ini penulis melaporkan pasien dengan gangguan
memori dan fungsi kognitif serta fungsi social setelah serangan stroke yang
didiagnosa sebagai demensia vascular.
2
BAB II
PENYAJIAN KASUS
A. Anamnesis
Pasien atas nama Tn. E berusia 55 tahun, seorang pensiunan TNI dan sudah
menikah. Pasien masuk Rumah Sakit (RS) pada tanggal 30 Maret 2015.
Anamnesis dilakukan pada tanggal 3 April 2015 melalui alloanamnesis kepada
istri pasien.
Pasien datang dengan keluhan sering lupa sejak 3 hari sebelum masuk RS
(Jumat, 27 Maret 2015). Keluhan muncul tiba-tiba saat pasien sedang menjemput
cucunya untuk dibawa pulang sepulang sekolah pada siang hari. Pada pagi hari,
pasien masih dapat mengantarkan cucunya ke sekolah, dan menurut penghuni
rumah pasien, pasien sempat pulang sebentar setelah mengantarkan cucunya
tersebut lalu kembali pergi. Saat pasien lupa, pasien tidak dapat mengantarkan
cucunya pulang sampai kerumah karena tidak ingat arah jalan pulang. Pada jam 3
sore, istri pasien merasa khawatir suami dan cucunya belum pulang sehingga
menelpon pasien dan saat itu handphone diambil oleh cucunya lalu cucunya
mengatakan jika pasien hanya berputar-putar saja. Istri pasien yang merasa curiga
dengan kejadian tersebut lalu mencoba untuk memeriksa kembali apakah pasien
hanya bercanda atau memang menjadi pelupa dengan mengajak pasien untuk
berjalan-jalan pada malam harinya. Kecurigaan istri pasien benar, pasien yang
menyetir mobil saat itu terlihat tidak berjalan melewati jalan yang seharusnya dan
sering melanggar peraturan lalu lintas. Saat ditanya mengapa pasien tidak
menyetir dengan baik, pasien terlihat kebingungan dan tidak mengetahui
mengenai peraturan lalu lintas tersebut. Esok harinya, pasien disuruh istrinya
untuk mandi. Pasien terlihat kebingungan dengan berjalan disekitar dapur karena
rupanya pasien tidak ingat dimana letak kamar mandi. Kemudian pada saat mandi,
pasien terlihat beberapa kali mengulang aktivitas mandinya. Saat ditanya mengapa
pasien berulang kali mengulang bersabun, pasien menjawab bahwa pasien belum
3
bersabun sebelumnya. Saat diajak makan, pasien terlihat kebingungan mencari
piring karena tidak mengetahui letak lemari piring di rumahnya sendiri. Selain itu,
pada saat ibadah di gereja, pasien mengeluarkan uang yang ada di dalam sakunya
dan menjatuhkannya sambil mengatakan, “uang siapa ini? Ini bukan uang saya”.
Istri pasien juga menanyakan berapa nomor PIN ATM pasien, pasien lupa. Istri
pasien menelpon dr. I, Sp.KJ dan oleh dr. I, Sp.KJ pasien diminta untuk dibawa
berobat ke dokter saraf. Nyeri kepala, pusing, mual, muntah, dan kejang
disangkal.
Menurut istri pasien, pasien sebelumnya merupakan orang yang teliti dan
paling ingat mengentai masalah uang. Istri pasien mengatakan pasien pernah
mengalami kecelakaan ± 10 tahun yang lalu dan didiagnosis gegar otak. Tetapi
setelah itu, pasien dinyatakan sembuh. Pasien sebelumnya merupakan pribadi
yang aktif, setelah kejadian lupa tersebut pasien cenderung terlihat pasif. Pasien
memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes melitus (DM) disangkal. Riwayat
stroke sebelumnya disangkal. Sebelum dibawa ke poli saraf (Sabtu, 28 Maret
2015), pasien sempat diberikan amlodipin oleh istri pasien karena tekanan
darahnya tinggi. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak SMA.
Pada saat dilakukan anamnesis, pasien terlihat sering bengong, tidak melihat
lawan bicara, cenderung tidak memperhatikan, dan kesulitan dalam menjawab
saat ditanya mengenai hal yang berhubungan dengan ingatannya.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Stasus generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 130/100
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7ºC
Mata : Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.
Telinga : Dalam batas normal
4
Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-/-)
Tenggorokan : Tidak diperiksa
Leher : Tidak diperiksa
Wajah : Simetris
Jantung : Bunyi jantung I/II normal, bunyi jantung tambahan (-)
Paru-paru : Suara nada dasar vesikuler, rhonki (-/-). Wheezing (-/-)
Abdomen : Bentuk datar, bising usus normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detik
posatirelin dan propentoxifilin mempunyai efek yang lemah untuk pengobatan
demensia vaskuler. Bila terdapat gejala depresi dapat diberikan Selective
Serotonin Receptor Inhibitor. Jorge RE, 2010 melakukan penelitian pada 129
penderita 3 bulan pasca stroke dan diberi Escitalopram dibandingkan dengan
plasebo, dan mendapatkan perbaikan fungsi kognitif global.8,10
29
2. Penatalaksanaan faktor resiko yang mendasari terjadinya demensia
vaskular
Secara garis besar sama dengan pengendalian faktor risiko pada stroke.
Bertujuan untuk mencegah berlanjutnya kerusakan serebrovaskuler. Pemberian
obat anti platelet dengan clopidogrel 75 mg/hari dan aspirin 100 mg/hari. Aspirin
bermanfaat pada demensia vaskuler, namun NSAID tidak bermanfaat.
Berhenti merokok disertai penurunan tekanan darah sistolik antara 135 dan
150 mmHg. Penurunan tekanan darah dibawah 135 mmHg memperburuk
keadaan. Kedua keadaan ini meningkatkan aliran darah ke otak. Penurunan
tekanan darah dengan beta bloker atau diuretik tidak ada manfaatnya terhadap
kognitif sesudah diikuti selama 4 tahun. Syst Eur study menganjurkan pengobatan
pada penderita berusia lebih dari 60 tahun dengan tekanan sistolik 160-219 mmHg
dan diastolik kurang dari 95 mmHg dengan nitrendipin, enalapril atau
hydrochlorothiazide menghasilkan tekanan sistolik di bawah 150 mmHg dapat
mencegah 19 kasus dari 1000 subyek yang diobati selama 5 tahun. PROGRESSS
study menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dapat memperbaiki fungsi
kognitif. Pengobatan demensia vaskuler adalah dislipidemia dengan pemberian
statin yaitu atorvastatin 20-80 mg/hari.
Pengendalian hipertensi dengan obat anti hipertensi menurunkan insidens
gangguan kognitif dan demensia. Dikatakan bahwa statin mempunyai efek
neuroproteksi.
Pengendalian diabetes mellitus secara ketat. Diabetes mellitus
mempercepat terjadinya atherosklerosis pada semua pembuluh darah.
Atherosklerosis pembuluh darah otak mengakibatkan aliran darah ke otak
berkurang, sehingga terjadi penurunan fungsi otak termasuk terjadinya demensia.
Bila terdapat diabetes bersamaan dengan hipertensi maka proses akan berjalan
lebih cepat. Oleh sebab itu diabetes mellitus harus diobati secara cermat untuk
mrncapai keadaan euglycemic.
Peran kadar homosistein yang tinggi pada demensia masih kontroversial,
dapat diberikan asam folat, piridoksin dan vitamin.
30
3. Prevensi
Phospatidylserine (PS) merupakan phospholipid alami yang ada dalam
lecitin, merupakan zat penting yang berperan untuk mempertahankan mental
performance secara optimal. Khasiat PS adalah meningkatkan metabolisme
glukosa, memicu pelepasan asetilkolin dan mencegah pengurangan hippocampus
dendritic yang berhubungan dengan usia lanjut. Cenacchi dkk; 1993 melakukan
penelitian buta ganda pada 494 pasien usia lanjut (usia 65-93) dengan gangguan
fungsi kognitif sedang sampai berat dengan membandingkan PS oral 300 mg/hari
dengan plasebo selama 6 bulan dan mendapatkan perbaikan sangat pertama. Dosis
optimum yang dianjurkan adalah 300 mg dan sesudah 1 atau 2 bulan diturunkan
menjadi 100 mg.
(-) Terapi hormon.
Ryan J, dkk meneliti 3130 wanita postmenopause, berusia 65 tahun atau
lebih dan memberikan terapi hormon dan diikuti sampai 4 tahun. Mereka
menyimpulkan bahwa terapi hormon disertai dengan performance yang lebih baik
pada domain kognitif tertentu, tetapi tergantung lama pemakaian dan tipe
pengobatan. Pemakaian terapi hormon menurunkan risiko demensia berhubungan
dengan alee ApoeE4.
(-) Antioksidan
Vitamin C dan E mempunyai efek protektif terhadap terjadinya demensia.
Jaringan otak amat rentan terhadap kerusakan akibat radikal bebas. Ini disebabkan
karena rendahnya kadar antioksidan endogen. Penambahan usia juga akan
mengurangi kadar antioksidan endogen secara drastis, sehingga perlu pemberian
vitamin C dan vitamin E dari luar. Manfaat buah segar dan sayur mungkin terkait
dengan kadar antioksidan yang kuat.
(-) Diit.
Diit Mediterranean terdiri dari asupan banyak ikan, sayur, buah, legumes,
sereal, asam lemak tak jenuh dalam bentuk minyak zaitun, dan asupan rendah
31
produk susu, daging dan asam lemak jenuh dan konsumsi alkohol dalam jumlah
sedang.
(-) Aktivitas fisik.
Etgen T,dkk. melakukan studi prospektif di Jerman pada 3903 peserta
berusia lebih dari 55 tahun selama periode 2001 sampai 2003 dan diikuti selama 2
tahun. Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas fisik sedang dan tinggi dapat
menurunkan insidens gangguan kognitif. Aktivitas fisik dilakukan 3 kali dalam
seminggu, sedang aktivitas tinggi lebih dari 3 kali dalam seminggu.
Obat untuk penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi kognitif dan
gejala perilaku dapat juga digunakan untuk pasien demensia vaskular. Obat-obat
demensia adalah seperti berikut10:
32
C.10. Prognosis
Demensia multi-infark memperpendek umur harapan hidup 50% dari
normal 4 tahun setelah evaluasi pertama. Mortalitas dalam 5 tahun Vascular
cognitive impairment tanpa demensia adalah 52% dan 46% progresif menjadi
demensia.
Mereka dengan tingkat pendidikan lebih tinggi dan dapat melakukan tes
neuropsikologi dengan baik, prognosis lebih baik, namun pengaruh jenis kelamin
wanita masih bertentangan. Pada penderita sangat tua mortalitas 3 tahun mencapai
dua pertiga, hampir tiga kali kelompok kontrol. Pada penelitian lain 6 year
survival hanya 11,9%, sekitar seperempat dari yang diharapkan.
Sekitar sepertiga meninggal dunia karena komplikasi demensia, sepertiga
akibat penyakit serebrovaskuler, 8% karena penyakit kardiovaskuler, dan sisanya
karena sebab lain termasuk keganasan.
33
BAB IV
KESIMPULAN
Laporan kasus ini menampilkan Tn. E, usia 55 tahun dengan penurunan
daya ingat disertai gangguan kognitif yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan
fungsi sosial setelah onset serangan stroke yang didiagnosis sebagai demensia
vascular. Diagnosis ditegakkan melalui riwayat penyakit yang didapatkan dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang yaitu CT scan kepala. Terapi untuk
34
demensia vascular meliputi terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Terapi
medikamentosa berupa terapi untuk stroke akut dan untuk mencegah serangan
stroke ulangan dan memperbaiki fungsi kognitif dan gejala perilaku. Terapi non
medikamentosa pada penderita demensia bertujuan untuk mempertahankan fungsi
kognisi yang masih ada
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67.
35
2. Budiarto, Gunawan. 2007. Dementia Vaskular serta kaitannya dengan stroke. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah nasional II Neurobehaviour. Airlangga University Press, Surabaya.
3. Dewanto, G. dkk (2009). Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184.
5. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: BehavioralSciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
6. Alagiakrishnan, K., Masaki, K. (2010 Apr 2). eMedicine from WebMD: Vascular Dementia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/292105-overview.
7. Ladecola, Costantino. 2010. The overlap between neurodegenerative and vascular factors in the pathogenesis of dementia. Acta neuropathol journal,September; 120(3): 287-296, NewYork.
8. Hachinski V et al. National Institute of Neurological Disorders and Stroke Canadian Stroke Network Vascular Cognitive Impairment Harmonization Standars. Stroke 2006;37; 2220-2241.
9. Jellinger K. The enigma of vascular cognitive disorder and vascular dementia. Acta Neuropathol. 2007. 113: 349-388.
10.Kalaria RN et al. Small Vessel Disease and Subcortical Vascular Dementia. Journal of Clinical Neurology.2(1); 1-11,2006.