Top Banner
75 LAMPIRAN
25

LAMPIRAN - ITERA

Oct 17, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAMPIRAN - ITERA

75

LAMPIRAN

Page 2: LAMPIRAN - ITERA

76

Page 3: LAMPIRAN - ITERA

77

Page 4: LAMPIRAN - ITERA

78

Page 5: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

EVALUASI POTENSI CADANGAN HIDROKARBON AREA X CEKUNGAN NATUNA BERDASARKAN ANALISIS PETROFISIKA,

INVERSI AI MODEL BASED DAN MULTIATRIBUT

Resti Laila Syari1 1Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia 35365

Abstract: Field X is a field located in the western part of the Natuna Basin. In this field, 3D seismic acquisition has been carried out for oil and gas exploration that was formed between the Eocene to Oligocene periods. The presence of hydrocarbons in this field is indicated by the presence of a trap system below the surface. In this study, some of them are using petrophysical analysis, AI model-based inversion and multi-attribute seismic. This method has been carried out so that there is an end result, namely an evaluation of the potential for hydrocarbon reserves in this field. Based on the method used, the results obtained are the percentage of effective porosity covering between 0.196 - 0.36 dec for the three wells that will be used to determine the potential distribution of new hydrocarbons in the area. After that, the AI values were obtained ranging from 22101 - 23152 ((ft / s) * (gr / cc)) with the middle AI type. Zones with effective porosity on the structure map have been obtained by slicing AI amplitude maps as well as porosity and gamma ray attribute maps. Based on the distribution of AI values, porosity and gamma rays carried out by the reservoir zone which has the potential as a hydrocarbon reserve, namely in the north to the south. So it can be concluded that the layer is a type of sandstone or sand that is not mixed. So it can be predicted that the zone has the potential for hydrocarbon reserves according to the trap system on the AI distribution, porosity and gamma ray. Keyword: West Natuna Basin, petrophysical analysis, acoustic impedance inversion, model based,

porosity and multi-attribute.

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada daerah penelitian ini merupakan daerah penelitian data marine yang memiliki geologi regional terletak di Kepulauan Natuna yang berkembang di dua cekungan Sedimen Tersier yang memiliki potensi hidrokarbon yaitu Cekungan Natuna Barat (West Natuna Basin) dan Cekungan Natuna Timur (East Natuna Basin) dipisahkan oleh sistem punggungan Natuna (Natuna Arch) yang berarah ke utara – selatan. Terdapat antiklin pada cekungan ini terutama pada bagian atas dari bentukan half graben. Kenampakan elemen struktur ini dibentuk dari dua fasa tektonik berbeda. Fasa ekstensi terjadi pada kala Eosen Akhir – Oligosen kemudian dilanjutkan dengan fasa kompresional yang menghasilkan struktur inversi. Peranan metode geofisika dalam penelitian ini sangat penting terutama untuk melihat kondisi bawah permukaan serta mengestimasi zona hidrokarbon yang ada pada daerah penelitian. Metode geofisika merupakan metoda yang menggunakan sifat fisis batuan guna menggambarkan kondisi bawah permukaan secara vertikal dan lateral. Studi geofisika yang kerap dilakukan adalah analisis petrofisika dan interpretasi seismik yang dapat

menggambarkan kondisi bawah permukaan. Analisis petrofisika merupakan hal yang penting dilakukan sebelum perhitungan cadangan. Analisis ini bertujan untuk mengetahui parameter fisika batuan seperti kandungan serpih, porositas efektif dalam suatu formasi. Sedangkan untuk menghasilkan interpretasi bawah permukaan yang lebih akurat dan sangat luas, maka perlu integrasi antara data seismik dan data log sumur yaitu dengan metode inversi seismik accousticpat diprediksi informasi sifat fisis batuan reservoir dari data seismik yang dikontrol oleh data log sumur. Metode ini dapat memberikan gambaran penampakkan geologi bawah permukaan sehingga dapat mengidentifikasi karakter serta sebaran reservoir pada daerah penelitian. Berdasarkan analisis petrofisika dan interpretasi seismik tersebut, dapat diestimasi apakah adanya hidrokarbon pada lapangan x tersebut. Dari analisis petrofisika, dapat diketahui jenis reservoir dan porositas efektif dari batuan yang mengelilingi lubang bor disetiap kedalamannya. Setelah mendapatkan porositas efektifs maka tahap selanjutnya yaitu dengan menyebarkan porositas efektif untuk menentukan zona reservoir dengan menggunakan inversi accoustic impendace dan multiatribut.

Page 6: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

(Koesoemadinata, dkk. 2008) dan (Natawijaya, M. A., 2004). 1.2. Tujuan 1. Menentukan porositas efektif batuan

berdasarkan data log dengan analisis petrofisika.

2. Melakukan inversi AI menggunakan data seismik dan data log untuk mendapatkan sebaran nilai AI.

3. Menentukan persebaran porositas efektif menggunakan multiatribut.

4. Menentukan zona reservoir berdasarkan sebaran porositas ekfektif.

2. Teori Dasar

2.1. Log Geofisika Metode log geofisika merupakan pengukuran variasi kedalaman sifat fisik batuan sekitar dengan menggunakan alat pengukuran geofisika (sonde) pada lubang bor. Jenis-jenis log geofisika yang umum digunakan pada eksplorasi adalah log sinar gamma (natural gamma ray), log densitas (bulk density), log neutron (neutron density), log tahanan jenis (electrical resistivity) dan menggunakan log induksi (Chironis, 1982 dalam Merrit, 1986). Dasar pembuatan log ini biasanya dari serbuk pengeboran (cutting) dan inti pengeboran (coring) sedangkan untuk sifat fisik batuannya berupa tingkat kekerasan batuan dari initerpretasi kecepatan laju pengeboran per satuan waktu

2.1.1. Log Gamma Ray Secara umum (konvensional), kegiatan eksplorasi dilakukan untuk mencari hidrokarbon pada batuan reservoir yang memiliki porositas dan permeabilitas yang baik yaitu batupasir dan batugamping. Karena karakteristik batu serpih dan lempung yang memiliki porositas dan permeabilitas yang kecil kemudian dianggap sebagai batuan (non-reservoir), dan bersifat “menyerpih” dalam suatu tubuh batuan, maka dengan analisis log Gamma Ray ini dapat dilakukan identifikasi litologi, membedakan zona reservoir dengan zona non-reservoir. Batu pasir dan batu gamping yang clean (bebas kandungan serpih), pada umumnya akan memiliki kandungan material radioaktif yang rendah, sehingga akan menghasilkan pembacaan nilai GR yang rendah pula. Seiring dengan bertambahnya kandungan serpih dalam batuan, maka kandungan material radioaktif akan bertambah dan pembacaan nilai GR akan meningkat. Teknik interpretasinya, secara sederhana yaitu dengan membuat suatu garis batas (cut-off) antara shale base line (yang menyatakan

nilai GR tertinggi) dengan sand base line (yang menyatakan nilai GR terendah). Sehingga diperoleh zona di sebelah kiri cut-off sebagai zona reservoir, dan zona non-

reservoir di sebelah kanan garis cut-off.

Gambar 1. Respon Gamma Ray di berbagai

litologi (Asquith and Krygowsky, 2004) 2.1.2. Log Neutron Prinsip dasar dari log neutron sendiri yaitu dengan mendeteksi kandungan atom hidrogen, yang terdapat pada formasi batuan yang mana menambahkan atom neutron kedalam formasi yang memiliki energi yang tinggi. Neutron merupakan suatu partikel listrik netral yang mempunyai massa hampir sama dengan atom hidrogen. Kandungan air akan memperbesar harga dari porositas neutron. Jika pori-pori batuan didominasi oleh minyak dan air, harga porositas neutron kecil. Apabila formasi terisi oleh gas, maka nilai log neutron kecil mendekati batuan yang kompak (2-6%) karena konsenterasi atom hidrogen pada gas lebih kecil daripada minyak dan air.

Page 7: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Gambar 2. Respon Neutron terhadap batuan

(Rider, 2002)

2.1.3. Log Sonik Log sonik mengukur kemampuan formasi untuk meneruskan gelombang suara. Secara kuantitatif, log sonic dapat digunakan untuk mengevaluasi porositas dalam lubang yang terisi fluida, dalam interpretasi seismik dapat digunakan untuk menentukan interval velocities dan velocity profile selain itu juga dapat dikalibrasi dengan penampang seismik. Secara kualitatif dapat digunakan untuk mendeterminasi variasi tekstur dari lapisan sand-shale. Log ini juga dapat digunakan untuk identifikasi litologi, mungkin juga dalam penentuan batuan induk, kompaksi normal, overpressure, dan dalam beberapa kasus dapat digunakan untuk identifikasi rekahan (fractures). 2.1.4. Log Densitas Log Densitas dapat digunakan untuk

perhitungan densitas, perhitungan porositas, dan identifikasi kandungan fluida. Dengan memanfaatkan pancaran sinar gamma dan prinsip Hamburan Compton, prinsip kerjanya yaitu dengan mengukur densitas bulk batuan, yang merupakan fungsi dari densitas elektron dalam batuan. Secara teori, batuan berpori (umumnya berupa batupasir atau batu gamping) akan memiliki kandungan elektron yang lebih sedikit dibandingkan dengan batuan pejal (tight). Untuk batu pasir (densitas ρ = 2,65 gr/cc) dan batu gamping (ρ = 2,71 gr/cc) yang mengandung fluida gas akan memiliki densitas bulk yang tinggi. Sedangkan serpih akan memiliki nilai densitas bulk yang sangat tinggi apabila memiliki kandungan air terikat (clay-bound water).

Gambar 3. Log Densitas (Rider, 2000)

2.2. Metode Seismik Refleksi Gelombang seismik merambat dari sumber ke penerima melalui lapisan bumi dan mentransfer

energi sehingga dapat menggerakkan partikel batuan. Kemampuan besar partikel batuan untuk bergerak jika dilewati gelombang seismik menentukan kecepatan gelombang seismik pada lapisan batuan tersebut (Aissa, 2008). Metode seismik refleksi biasanya digunakan untuk menentukan litologi batuan dan struktur geologi pada kedalaman yang dalam, sedangkan metode seismik refraksi digunakan untuk menentukan litologi dan struktur geologi yang relatif dangkal. Besar gelombang refleksi seismik berhubungan langsung dengan perubahan accoustic impedance (AI) diantara dua medium batuan tersebut. Semakin besar kontras antara dua medium tersebut, gelombang refleksinya akan semakin kuat. Gelombang yang dipantulkan ke permukaan ini diterima dan direkam oleh alat perekam yang disebut geophone (darat) atau hydrophone (laut) (Badley, 1985). 2.3. Metode Inversi Seismik Metode inversi seismik merupakan proses pembalikan data seismik yang berupa time (domain waktu) menjadi model fisis yang diinginkan. Dalam hal tersebut, proses inversi dilakukan untuk mendapatkan model accoustic impedance (impedansi akustik). Saat melakukan proses inversi, yang diperlukan yaitu data log (sumur) yang harus dikorelasikan dengan data seismik. Proses pengikatan data log dengan data seismik yaitu proses ekstraksi pada wavelet yang digunakan agar dapat merubah data log sonik menjadi data seismogram sintetic. Maka, untuk merubah data log sonik menjadi data sintetik seismogram tadi diperlukan proses dekonvolusi dengan merubah data log sonik (depth domain) menjadi sintetik seismogram (time domain). Koefisien refleksi merupakan perubahan koefisien dari perubahan impedansi antar batuan.

Gambar 4. Proses inversi dari data seismik

menjadi model AI (Sukmono, 1999) 2.3.1. Inversi Model Based Prinsip metode ini adalah, membuat model geologi dan membandingkannya dengan data riil seismik (Russel,1998). Hasil perbandingan

Page 8: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

tersebut, digunakan secara iteratif memperbaharui model untuk menyesuaikan dengan data seismik. Metode ini, dikembangkan untuk mengatasi masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh metode rekursif. Keuntungan menggunakan metode inversi berbasis model adalah, metode ini tidak menginversi langsung dari seismik namun menginversi model geologinya (Ariyanto, 2011).

Gambar 5. Diagram alir penyelesaian inversi model based (Sukmono, 2000)

2.4. Accoustic Impedance (AI) Accoustic Impedance (AI) adalah sifat batuan yang dipengaruhi oleh jenis litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman tekanan dan temperature. Oleh karena itu AI dapat digunakan sebagai indikator litologi, porositas, hidrokarbon, pemetaan litologi dan pemetaan satuan aliran sampai dengan alat kuantifikasi karakter reservoir. AI dirumuskan sebagai berikut: AI = ρ. V (2.1) dimana: 𝜌 = densitas (gr/cc) V = kecepatan gelombang seismik (m/s) AI = Accoustic Impedance ((m/s)*(gr/cc)) Pemantulan gelombang seismik terjadi disebabkan oleh perubahan AI lapisan. Perbandingan antara energi yang dipantulkan dengan energi datang pada keadaan normal adalah koefisien refleksi. Koefisien refleksi dirumuskan sebagai berikut: KR = (AIi+1 – AIi)(AIi+AIi+1) i = 1, 2, 3, .... dst (2.2)

dimana: KR = koefisien Refleksi AIi = Accoustic Impedance lapisan ke-i ((m/s)*(gr/cc)) AIi+1 = Accoustic Impedance lapisan ke-i+1 ((m/s)*(gr/cc))

Secara matematis accoustic impedance batuan adalah hasil perkalian antara harga kecepatan dengan harga densitas suatu batuan. Dengan demikian, accoustic impedance merupakan sifat fisis batuan yang dengan mudah dapat langsung dikonversikan menjadi karakter suatu batuan (reservoir) seperti ketebalan, porositas, maupun fluida pengisi batuan (Sukmono, 2000). 2.5. Wavelet Wavelet adalah sinyal transien yang mempunyai interval waktu dan amplitudo yang terbatas. Ledakan sumber gelombang menggambarkan suatu wavelet, karena setelah ledakan terjadi (saat t > 0) energi yang dibebaskan cukup besar dan dalam selang waktu tertentu energi tersebut akan habis. Ada empat jenis wavelet yang umum diketahui, yaitu zero phase, minimum phase, maximum phase, dan mixed phase. Dalam eksplorasi sseismik, jenis wavelet yang umum dipakai adalah zero phase dan minimum phase (Russel, 1991).

2.6. Seismogram Sintetik Seismogram sintetik adalah hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan suatu wavelet. Koefisien refleksi diperoleh dari data accoustic impedance dengan menggunakan persamaan (2.1) dan wavelet diperoleh dengan melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur atau dengan wavelet buatan. Menurut Sukmono (1999), salah satu kelemahan dari seismogram sintetik adalah mereka pada umumnya dibuat dengan menggunakan frekuensi yang sama untuk seluruh penampang, padahal frekuensi yang dipakai tersebut umumnya diambil dari zona target (misal daerah reservoir). Hal ini sering mengakibatkan miss tie pada di luar daerah zona target tersebut

Seismogram sintetik merupakan sarana untuk mengidentifikasi horizon seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon (Munadi dan Pasaribu, 1987). Seismogram sintetik merupakan hasil dari koefisien refleksi diatas yang dikonvolusikan dengan wavelet dimana: s = w * r (2.3) dimana: s = seismogram sintetik w = wavelet r = deret koefisien refleksi ((m/s)*(gr/cc)). Sehingga diperoleh seismogram sintetik yang memiliki dimensi dan karakter yang sama dengan jejak seismik berdasarkan harga impedansi model 2.7. Porositas Batuan

Page 9: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Porositas batuan adalah salah satu sifat akustik dari reservoir yang didefinisikan sebagai ukuran kemampuan batuan untuk menyimpan fluida, dinyatakan dalam persen (%), fraksi dan desimal. Ada 2 jenis porositas yang dikenal dalam teknik reservoir, yaitu porositas absolut dan porositas efektif. Porositas absolut adalah perbandingan antara volume pori-pori total batuan terhadap volume total batuan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai persamaan berikut:

φ = ( 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙) 𝑥100% (2.5)

dengan φ adalah porositas dalam %. Sedangkan porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling berhubungan dengan volume batuan total, yang secara matematis dituliskan sebagai:

φe = (𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ) = (𝜌𝑔− 𝜌𝑏𝜌𝑔− 𝜌𝑓) (2.6)

dimana: φe = porositas efektif, fraksi (%) 𝜌𝑔 = densitas butiran (gr/cc) 𝜌𝑏 = densitas total (gr/cc) 𝜌𝑓 = densitas formasi (gr/cc) Perbedaan satuan dari kedua jenis porositas diatas hanyalah untuk mempermudah dalam pengidentifikasian jenis porositas. Penentuan baik tidaknya nilai porositas absolut dari suatu reservoir menurut Koesoemadinata (1978) adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1.Skala penentuan nilai porositas absolut batuan suatu resevoir

Harga Porositas

Skala

0 – 5 % Diabaikan (negligible)

5 – 10 % Buruk (poor)

10 – 15 % Cukup (fair)

15 – 20 % Baik (good)

20 – 25 % Sangat baik (very good)

> 25 % Istimewa (excellent)

Nilai atau harga porositas batuan biasanya diperoleh dari hasil perhitungan data log sumur, yaitu dari data log densitas, log neutron, dan log kecepatan. Secara umum porositas batuan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman batuan, karena semakin dalam batuan akan semakin kompak akibat efek tekanan di atasnya. Harga porositas juga akan mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Semakin besar porositas batuan maka kecepatan gelombang seismik yang melewatinya akan semakin kecil, dan demikian pula sebaliknya.

2.1.1. Volume Shale

Volume Shale merupakan kandungan shale pada formasi. Tujuan dicarinya volume shale tersebut adalah untuk mengetahui kandungan dari total volume batu pasir setelah didapatkan nilai volume shale.

Vsh = 𝐺𝑅 log − 𝐺𝑅 𝑚𝑖𝑛𝐺𝑅 max − 𝐺𝑅 𝑚𝑖𝑛 (2.7)

keterangan: Vsh = Volume Shale (cc) GR log = GR hasil pembacaan log gamma ray (API) GR max = GR maksimum (API) GR min = GR minimum (API) 2.1.2. Porositas Efektif secara Matematis Secara matematis porositas efektif didapatkan dari data log densitas dan log neutron. Berdasarkan porositas densitas (Φd) menurut Sukmono (1999) pada batuan yang clean dapat diperoleh dengan:

Φd= (𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑙𝑜𝑔𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑓𝑙 ) (2.8)

dimana: Φd = porositas log densitas (%) 𝜌𝑚𝑎 = densitas matriks batuan (gr/cc) 𝜌𝑙𝑜𝑔 = densitas dari log (gr/cc) 𝜌𝑓𝑙 = densitas fluida dalam batuan (gr/cc) Sedangkan untuk lapisan yang bercampur shale maka diperoleh dengan:

Φd= [(𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑙𝑜𝑔𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑓𝑙 )] − 𝑉𝑠ℎ [(𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑠ℎ𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑓𝑙)] (2.9)

dimana: Φd = porositas log densitas (%) Vsh = Volume shale (cc) 𝜌𝑚𝑎 = densitas matriks batuan (gr/cc) 𝜌𝑙𝑜𝑔 = densitas dari log (gr/cc) 𝜌𝑓𝑙 = densitas fluida dalam batuan (gr/cc) 𝜌𝑠ℎ = densitas shale (gr/cc) Secara matematis pada log neutron untuk batuan yang bercampur shale yaitu: ΦNc = ΦN - (ΦNsh x Vsh) (2.10) dimana: ΦN = porositas log neutron (%) ΦNc = porositas log neutron terkoreksi (%) ΦNsh = porositas shale (%) Vsh = volume shale (%) Maka untuk hasil akhir dari porositas efektif yaitu dengan mengakarkan hasil dari pangkat porositas neutron terkoreksi ditambah hasil dari pangkat porositas densitas terkoreksi. Secara matematis dapat ditulis:

Φe= √ΦNc2+Φdc

22 (2.11)

dimana: Φdc = porositas log densitas terkoreksi (%) ΦNc = porositas log neutron terkoreksi (%) 2.2. Polaritas dan Fasa Polaritas adalah penggambaran koefisien refleksi sebagai suatu bentuk gelombang yang bernilai positif atau negatif. Jika Z2 > Z1 maka akan didapatkan bentuk puncak (peak), dan

Page 10: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

akan mendapatkan palung (trough) jika Z2 < Z1. Karena terdapat ketidakpastian dari bentuk gelombang seismik yang direkam, maka dilakukan pendekatan bentuk polaritas yang berbeda yaitu polaritas normal dan polaritas terbalik (reverse). Saat ini terdapat dua jenis konvesi polaritas, yaitu Standar SEG (Society of Exporation Geophysicist) dan Standar Eropa dan keduanya saling berkebalikan.

Gambar 6. Polaritas normal dan polaritas

reverse (Sukmono, 2000) Sebuah wavelet memiliki panjang yang terbatas dengan fasa tertentu. Didalam istilah eksplorasi seismik, fasa sebuah wavelet dikenal sebagai fasa minimum, fasa nol dan fasa maksimum.

Gambar 7. Macam-macam fasa pada

wavelet (Sukmono, 2000)

2.3. Atribut Seismik Atribut seismik merupakan karakterisasi dari data seismik baik secara kuantitatif maupun deskriptif yang secara langsung dapat ditampilkan dalam skala yang sama dengan data awal (Sukmono, 2007). Dengan kata lain atribut seismik merupakan pengukuran secara spesifik dari geometri, dinamika, kinematika dan juga analisis statistik yang diturunkan dari data seismik. Informasi yang dihasilkan dari penggunaan atribut akan memberikan tampilan yang berbeda dari data seismik berdasarkan fungsi matematis yang kita inginkan. Informasi yang diberikan dapat memudahkan untuk menginterpretasi data seperti penentuan horizon pada penampang seismik. Informasi dari atribut seismik yaitu amplitudo, frekuensi dan atenuasi yang selanjutnya akan digunakan sebagai pengklarifikasi atribut lainnya. 2.4. Analisis Multiatribut

Analisis seismik multiatribut adalah salah satu metode statistik menggunakan lebih dari satu atribut untuk memprediksi beberapa properti fisik dari bumi. Pada analisis ini dicari hubungan antara log dengan data seismik pada lokasi sumur dan menggunakan hubungan tersebut untuk memprediksi atau mengestimasi volume dari properti log pada semua lokasi

pada volum seismik. Statistik dalam karakteristik reservoir digunakan untuk mengestimasi dan mensimulasikan hubungan spasial variabel pada nilai yang diinginkan pada lokasi yang tidak mempunyai data sampel terukur.

Hal ini didasarkan pada kenyataan yang sering terjadi di alam bahwa pengukuran suatu variabel di suatu area yang berdekatan adalah sama. Kesamaan antara dua pengukuran tersebut akan menurun seiring dengan bertambahnya jarak pengukuran. EMERGE adalah program yang tujuan utamanya untuk menggabungkan data log dan seismik dengan baik. Tujuan umum adalah untuk memprediksi properti log sumur untuk lokasi yang tidak terolah menggunakan atribut dari data seismik yang berdekatan.

Properti itu dapat berupa jenis log yang diukur seperti kecepatan atau porositas, atau bahkan mungkin merupakan atribut litologis yang diturunkan, seperti volume serpih. Atribut seismik dapat dihitung secara internal, atau atribut tersebut dapat diberikan sebagai atribut eksternal. Setelah selesai, kita akan memiliki bagian data yang setara dengan log, seolah-olah telah mengebor sumur di setiap CDP, tetapi tanpa biaya atau pengukuran langsung (Russel, 1996). 2.8. Geologi Regional Pada penelitian kali ini area X terletak pada cekungan Natuna. Cekungan Natuna terletak pada bagian utara Indonesia tepatnya antara 20

LU – 50LU dan 1040 T - 1100 BT. Secara geografis dan strategis, cekungan Natuna termasuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Secara geologis, Kepulauan Riau (Natuna) merupakan baguan dari Sundaland dengan Laut Natuna bagian Timur yang termasuk kedalam sub-sistem tepian bagian Barat Laut dari Laut Cina Selatan (LCS).

Gambar 8. Citra Satelit Natuna melalui

Google Earth

Pada Kepulauan Natuna berkembang dua cekungan Sedimen Tersier yang memiliki potensi hidrokarbon yaitu Cekungan Natuna Barat (West Natuna Basin) dan Cekungan Natuna Timur (East Natuna Basin) yang dipisahkan oleh sistem punggungan Natuna (Natuna Arch) yang berarah ke utara – selatan.

Page 11: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Gambar 9. Struktur Cekungan Natuna Barat

(Burton and Wood, 2010) Cekungan Natuna Barat terbentuk akibat intra-continental rift basin dalam Dataran Sunda (Sundaland). Cekungan ini terbentuk pada waktu Eosen – Oligosen pada fase ektensional, pada kala Miosen – saat ini. Cekungan Natuna Barat ini memiliki karakteristik berupa seri graben berarah Timur laut yang terbentuk pada fasa ekstensi yang terletak sepanjang batas barat dari punggungan metamorfik atau plutonik Natuna. Fase kompresi terjadi pada kala Miosen yang merubah graben terlipatkan menjadi antiklin. Secara tektonik Cekungan Natuna Barat dikelilingi oleh Khorat Swell pada bagian utara, selatan dikelilingi oleh paparan Sunda dan bagian timur adalah busur Natuna. 2.9. Tektonostratigrafi Cekungan Natuna

Barat

Gambar 10. Tektonostratigrafi Cekungan

Natuna Barat (Giger et al., 1993)

Tektonostratigrafi Cekungan Natuna Barat dibagi menjadi empat bagian (Giger et al., 1993) yaitu:

1) Syn – Rift Stratigraphy Dicirikan oleh kurangnya kontiniunitas half graben satu dengan yang lainnya. Sekuen stratigrafi bagian ini sebagian besar terdiri dari non-marine delta, coarse alluvial fan, endapan fluvial dan lakustrin. Source rock diperkirakan berupa deep lacustrine shale pada awal syn-rift dan shallow lacustrine

shale pada akhir syn-rift yang dikenal sebagai formasi Belut.

2) Post – Rift Stratigraphy Sekuen ini berlangsung selama Oligosen hingga Awal miosen terjadi fasa post rifting pada Cekungan Natuna. Megasekuen post rift ini menghasilkan pengendapan Formasi Keras dan Formasi Gabus Atas. Formasi Barat yang berada diatasnya ditafsirkan merupakan batas dari megasekuen post rift dan syn inversion.

3) Syn Inversion Stratigraphy Setelah fase tektonik post rift maka selanjutnya merupakan periode kompresional stres selama Miosen Awal hingga Miosen Tengah yang menyebabkan pembalikan graben dan sesar wrench. Endapannya ditemukan pada Formasi Barat yang dilapisi Formasi Arang. Berada pada shallow marine dan coal swamp-dominated coastal. Keadaan lingkungan yang berubah-ubah diperkirakan dikontrol oleh inversion event dan perubahan seal level. Sedimen pada bagian ini sangat tipis karena adanya erosi terhadap puncak antiklin inversi. Distribusi sedimen yang berpencar karena adanya erosi dan pengangkatan antiklin inversi.

4) Post Inversion Stratigraphy Dicirikan oleh dominasi endapatan shallow marine yang dapat dikenal dengan mudah hanya melalui data seismik. Pada sekuen ini, terendapatkan Formasi Muda yang tidak seragam di atas Formasi Arang. Formasi Muda diendapkan pada shallow marine yang juga berubah-ubah karena perubahan relatif dari sea level. Bagian ini merupakan jarak dari seal.

Lokasi Penelitian

Page 12: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

2.10. Formasi Pada Cekungan Natuna Barat

Gambar 11. Stratigrafi dari Cekungan

Natuna Barat (Phillips et al., 1997)

1. Formasi Belut Terdiri atas batu pasir dengan perselingan shale dengan ukuran butir yang seperti tuff. Pengendapannya dimulai dari awal Oligosen di atas basement granit lapuk yang sudah mengisi cekungan yang ada. Lempung pada formasi ini bersifat masif dan blocky pada well log. Lokasi penelitian mengambil pada formasi ini.

2. Formasi Udang Terdiri dari batupasir dengan perselingan lempung tipis, memliki ukuran butir halus sampai kasar dan less carbonates. Berumur awal Miosen. Formasi ini diendapkan tidak selaras di atas batupasir dari Belut. Morfologi dataran rendah pada formasi ini memiliki sistem dengan energi lebih rendah.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Cut-Off Sumur NR-1

Gambar 12. Cut-Off Sumur NR-1 Berdasarkan hasil nilai yang telah dicari

tersebut dapat dianalisis nilai volume shale didapatkan berdasarkan cut-off terhadap nilai log gamma ray dengan melihat nilai GRmax dan GRmin serta pembacaan GRLog pada gamma ray pada sumur NR-1 diatas. Hingga didapatkan volume shlae setiap zona, yang mana Grmin merupaka nilai paling terkecil dari kurva dari log GR yang diidentifikasi sebagai batuan yang mengandung sand sedangkan Grmax merupakan nilai log GR bernilai paling besar artinya nilai tersebut berada di kurva log sebelah kanan, yang diidentifikasi sebagai batuan shale. Sedangkan pembacaan GRLog sendiri merupakan nilai yang berada pada rata-rata nilai GRmax dan GRmin sehingga nilai tersebut disebut sebagai nilai cut-off dari kurva log tersebut. Hal ini dibuktikan dengan data log volume shale yang telah didapat pada proses perhitungan.

Udang

Belut

S = Porensi Source dan

seal

R = Reservoir

Page 13: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Untuk penentuan litologi batuan tidak saja dilihat dari kurva GR saja namun untuk mengidentifikasi zona reservoir, perlu adanya interpretasi data log yang lain pada pengolahan data log tersebut. Selanjutnya terdapat kurva log neutron dan log densitas, dengan adanya log neutron dan densitas dapat memudahkan pengidentifikasian terhadap litologi pada formasi. Karena nilai kurva log neutron yang berada sebelah kanan atau positif serta diikuti oleh nilai log densitas berada dikurva yang berada di sebelah kiri atau negatif maka diidentifikasi batuan tersebut merupakan lapisan batuan yang mengandung sand. Kebalikannya nilai kurva log neutron yang berada sebelah kiri atau negatif serta diikuti oleh nilai log densitas berada dikurva yang berada di sebelah kanan atau positif maka diidentifikasi batuan tersebut merupakan lapisan batuan yang mengandung shale.

Tidak hanya sampai disitu saja, log tersebut dapat mengidentifikasi atau memprediksi apakah lapisan tersebut mengandung hidrokarbon atau tidak. Dari data log neutron dan densitas kita juga dapat menggunakan data resistivitas. Dari resistivitas tersebut dapat mengetahui nilai saturasi fluida reservoir. Karena pada resistivitas tersebut merupakan fungsi terhadap porositas, fluida dan jenis batuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, reservoir dengan nilai resistivitas yang tinggi dengan konduktivitas yang rendah dapat diidentifikasi bahwa reservoir tersebut mengandung air. Sedangkan pada reservoir hidrokarbon memiliki nilai resistivitas yang rendah dengan nilai konduktivitas yang tinggi.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan pada sumur NR-1 daerah yang di curigai sebagai reservoir hidrokarbon terdapat pada zona 2, 5, 7, 9 dan 13. Sehingga didapatlah hasil volume shale, porositas efektif dan saturasi air pada tiap zona yang displit pada marker Udang hingga Belut ditiap sumur dengan hasil sebagai berikut: Tabel 2. Kandungan Vshale, porositas dan saturasi air pada sumur NR-1

Sumur Zone Measure Depth (m)

Vshale (dec)

PHIE (dec)

Sw (dec)

NR-1

1. 640 - 1371.44

0.223 0.220 0.839

2 1371.44 – 1381.20

0.037 0.302 0.392

3 1381.20 – 1388.36

0.208 0.196 0.918

4 1388.36 – 1426.31

0.099 0.231 0.920

5 1426.31 – 1451.45

0.107 0.244 0.566

6 1451.45 – 1462. 88

0.199 0.177 0.876

7 1462.88 – 1470.35

0.103 0.240 0.652

8 1470 .35 – 1475.68

0.227 0.156 0.959

9 1475.68 – 1482.39

0.023 0.256 0.555

10 1482.39 – 1499.46

0.105 0.205 0.789

11 1499.46 – 1556.46

0.150 0.191 0.841

12 1556.46 – 1630.98

0.141 0.170 0.832

13 1630.98 – 1645

0.006 0.361 0.403

14 1645 – 1800.91

0.093 0.150 0.793

3.2. Cut-off Sumur NR-2

Page 14: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Gambar 13. Cut-off Sumur NR-2 Pada NR-2 daerah yang dicurigai sebagai reservoir hidrokarbon terdapat pada zona 2. Sehingga didapatlah hasil volume shale, porositas efektif dan saturasi air pada tiap zona yang displit pada marker Udang hingga Belut ditiap sumur dengan hasil sebagai berikut: Tabel 3. Kandungan Vshale, porositas dan saturasi air pada sumur NR-2

3.3. Cut-off Sumur NR-5

Gambar 14. Cut-off Sumur NR-5

Pada NR-5 daerah yang dicurigai sebagai reservoir hidrokarbon terdapat pada zona 2, 5, 8, 10, 12, dan 16. Sehingga didapatlah hasil volume shale, porositas efektif dan saturasi air pada tiap zona yang displit pada marker Udang hingga Belut ditiap sumur dengan hasil sebagai berikut: Tabel 4.Kandungan Vshale, porositas dan saturasi air pada sumur NR-5

Sumur Zone Measure

Depth (m)

Vshale (dec)

PHIE (dec)

Sw (dec)

NR-2

1 612.64 – 1450.69

0.249 0.189 0.932

2 1450.69 – 1456. 63

0.127 0.217 0.639

3 1456.63 – 1462.88

0.150 0.204 0.913

4 1462.88 – 1470 .35

0.128 0.224 0.864

5 1470.35 – 1486.35

0.104 0.239 0.893

6 1486.35 – 1497.63

0.170 0.190 0.999

7 1497.63 – 1518.51

0.188 0.154 0.975

8 1518.51 – 1522.93

0.038 0.252 0.989

9 1522.93 – 1543.50

0.103 0.210 0.893

10 1543.50 – 1548.23

0.047 0.205 0.994

11 1548.23 – 1557.68

0.087 0.175 0.968

12 1557.68 – 1564.69

0.061 0.244 0.946

13 1564.69 – 1572.46

0.100 0.198 0.895

14 1572.46 – 1597.91

0.124 0.193 0.860

15 1597.91 – 1603.40

0.017 0.213 0.853

16 1603.40 – 1791.76

0.055 0.174 0.726

Page 15: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Sumur Zone Measure

Depth (m)

Vshale (dec)

PHIE (dec)

Sw (dec)

NR-5

1 106.67 – 1469.89

0.249 0.221 0.913

2 1469.89 – 1479. 19

0.111 0.268 0.515

3 1479.19 – 1485. 89

0.115 0.144 0.987

4 1485.89 – 1531.61

0.196 0.144 0.990

5 1531.61 – 1534.21

0.096 0.221 0.570

6 1534.21 – 1537.86

0.07 0.239 0.899

7 1537.86 – 1550. 97

0.158 0.221 0.759

8 1550.97 – 1558. 28

0.040 0.293 0.387

9 1558.28 – 1570. 63

0.035 0.244 0.853

10 1570.63 – 1574.44

0.090 0.264 0.580

11 1574.44 – 1587. 85

0.162 0.187 0.888

12 1587.85 – 1592. 73

0.057 0.249 0.579

13 1592.73 – 1605.53

0.132 0.175 0.964

14 1605.53 – 1609. 34

0.123 0225 0.715

15 1609.34 – 1634.94

0.032 0.204 0.991

16 1634.96 – 1639.51

0.112 0.196 0.465

17 1639.51 – 1743.45

0.084 0.131 0.722

Dari hasil perhitungan vshale, porositas dan saturasi air pada sumur NR-2 yang telah dilakukan, pada tabel 4 menjelaskan tentang kandungan volume shale, nilai porositas efektif dan saturasi air yang terdapat pada 16 zona yang di split disetiap marker mulai dari marker Udang sampai Belut. Setelah mendapatkan

nilai tersebut akan di inversi setelah itu digunakan untuk mengidentifikasi serta mengevaluasi potensi cadangan hidrokarbon yang ada pada zona target dengan menyebarkan porositas efektif pada data seismik inversi. 3.4. Ekstraksi Wavelet dan Well Seismic Tie

Ekstraksi wavelet yang dilakukan pada penelitian ini yaitu secara statistik. Pada saat ekstraksi menggunakan data seismik dengan masukan posisi serta window waktu target yang akan diekstrak dengan menggunakan parameter xline dan inline sebagai proses ekstraksi. Setelah itu dilakukan proses well seismic tie.

Gambar 15. Hasil Ekstraksi Wavelet NR-1

Berikut adalah data well seismic tie pada tiap sumur. Tabel 5. Korelasi Well Seismic Tie Setiap Sumur

No. Sumur Wavelet Korelasi Well Seismic Tie

Korelasi Shifting

1. NR-1 Wave NR-1

0.730 0

2. NR-2 Wave NR-2

0.652 76

3. NR-5 Wave NR-5

0.658 0

Gambar 16. Korelasi well seismic tie sumur NR-1

Page 16: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Gambar 17. Korelasi well seismic tie NR-2

Gambar 18. Well Seismic Tie pada NR-5

Dengan didapatkannya hasil well tie pada tiap sumur diatas, dapat dianalisis bahwa hasilnya tiap sumur telah menggambarkan bahwa korelasi telah didapatkan pada NR-1 pada Gambar 31 dengan nilai 0.730, pada NR-2 pada gambar 32 dengan korelasi 0.652 dan pada NR-5 pada gambar 33 dengan korelasi 0.658. Dengan hasil korelasi tersebut telah menggambarkan terdapatnya kesesuaian yang cukup akurat antara data seismik dan data real. 3.5. Uji Sensitivitas

Gambar 19. Crossplot Gamma Ray vs

Porosity Sumur NR-1

Berdasarkan hasil uji sensitivitas yaitu dengan melakukan pengolahan data crossplot yang dilakukan antara gamma ray dengan porositas sebagai colour key berupa sebaran nilai P-impedance yang dilakukan pada zona interest dibatasi dari kedalaman pada marker Udang hingga Belut untuk menentukan

pemisahan litologi. Pada gambar 34 dapat dianalisis bahwa, litologi batuan disebar berdasarkan cut-off gamma ray menjadi 3 litologi. Diantaranya sand dengan warna kuning, shaly sand dengan warna pink dan shale dengan warna hijau. Dimana sand nilai GR yang memiliki rentang nilai 25 – 65 (API) memiliki nilai porositas yang berkisar 0.19 – 035 (dec). Dilanjutkan dengan batuan shaly sand dengan rentang nilai GR berkisar 65 – 114 (API) dengan nilai porositas 0 – 0.45 (dec) sedangkan lapisan shale dengan rentang nilai GR 115 – 160 (API) dengan nilai porositas 0 – 0.25 (dec).

Berdasarkan pesebarannya dapat dilihat bahwa zona intereset tidak bisa dipisahkan sebaran porositas batuan untuk mendapatkan clean sand. Namun berdasarkan cross-section hasil dari pengelompokan 3 zona tersebut, diindentifikasi pada lapisan sand tersebut terletak pada nilai GR yang rendah yang merupakan sand dengan butiran sedang hingga halus yang bercampur shaly sand sehingga memiliki nilai p-impedance yang beragam. Namun dalam hal ini, untuk benar-benar membuktikan terdapatnya lapisan batuan clean sand, masih belum bisa dipisahkan.

Gambar 20. Crossplot Gamma Ray vs P-

Impedance Sumur NR-1

Lalu pada gambar 35 dilakukan crossplot antara gamma ray dengan p-impedance pada sumur NR-1 sebagai colour key berupa sebaran nilai porositas dapat dianalisis bahwa, litologi batuan disebar berdasarkan cut-off gamma ray menjadi 3 litologi. Diantaranya sand dengan warna kuning, shaly sand dengan warna biru dan shale dengan warna hijau. Dimana nilai GR yang memiliki rentang nilai 25 – 63 (API) memiliki nilai p-impedance yang berkisar 20400 – 30100 ((ft/s)*(gr/cc)). Dilanjutkan dengan batuan shaly sand dengan rentang nilai GR berkisar 64 – 114 (API) dengan nilai p-impedance 15000 – 32500 ((ft/s)*(gr/cc)) sedangkan lapisan shale dengan rentang nilai

Page 17: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

GR 115 – 160 (API) dengan nilai p-impedance 17500 - 31500 (((ft/s)*(gr/cc))).

Berdasarkan pesebarannya dapat dilihat bahwa zona intereset tidak bisa dipisahkan sebaran porositas batuan untuk mendapatkan clean sand. Namun berdasarkan cross-section hasil dari pengelompokan 3 zona tersebut, diindentifikasi pada lapisan sand tersebut terletak pada cut-off gamma ray rendah merupakan sand dengan butiran sedang hingga halus yang bercampur shaly sand sehingga memiliki nilai porositas yang beragam. Namun, dalam hal ini, untuk benar-benar membuktikan terdapatnya lapisan batuan clean sand, masih belum bisa dipisahkan dengan sebaran porositas tersebut hanya melihat dominan sebaran porositas yang mengidentifikasi lapisan tersebut kemungkinan adalah sand.

Gambar 21. Crossplot Gamma Ray vs P-

Impedance Sumur NR-2

Pada gambar 36 dilakukan crossplot antara gamma ray dengan p-impedance pada sumur NR-2 sebagai colour key berupa sebaran nilai porositas dapat dianalisis bahwa, litologi batuan disebar berdasarkan cut-off gamma ray menjadi 4 litologi. Diantaranya sand dengan warna kuning, shaly sand dengan warna biru, sandstone yang bercampur clay berwarna cokelat dan clay berwarna abu-abu. Dimana sand dengan nilai GR yang memiliki rentang nilai 25 – 63 (API) memiliki nilai p-impedance yang berkisar 20000 – 27500 ((ft/s)*(gr/cc)). Dilanjutkan dengan shaly sand dengan rentang nilai GR berkisar 64 – 94 (API) dengan nilai p-impedance 20500 – 31500 ((ft/s)*(gr/cc)), lapisan clay dengan rentang nilai GR 87 – 148 (API) dengan nilai p-impedance 20500 – 32000 ((ft/s)*(gr/cc)) dan sandstone bercampur clay dengan rentang nilai GR 95 – 158 (API) dengan nilai p-impedance 1500 – 2000 ((ft/s)*(gr/cc)).

Berdasarkan pesebarannya dapat dilihat bahwa zona intereset tidak bisa dipisahkan sebaran porositas batuan untuk mendapatkan clean sand. Namun berdasarkan

cross-section hasil dari pengelompokan 4 zona tersebut, diindentifikasi pada lapisan sand tersebut masih terletak pada cut-off gamma ray rendah dengan sebaran porositas yang tinggi merupakan sand dengan butiran sedang hingga halus. Sedangkan untuk p-impedance sendiri, sand masih bercampur dengan shaly sand dan clay. Namun, dalam hal ini, untuk benar-benar membuktikan terdapatnya lapisan batuan clean sand, masih belum bisa dipisahkan dengan sebaran porositas tersebut hanya melihat dominan sebaran porositas tinggi yang mengidentifikasi lapisan tersebut kemungkinan adalah sand.

Gambar 22. Crossplot P-Impedance vs

Porosity Sumur NR-2

Pada gambar 37 dilakukan crossplot antara porositas dengan p-impedance pada sumur NR-2 sebagai colour key berupa sebaran nilai gamma ray dapat dianalisis bahwa, litologi batuan disebar berdasarkan cut-off porositas menjadi 3 litologi. Diantaranya batuan sand dengan warna kuning, shaly sand dengan warna biru dan shale berwarna hijau. Dimana sand nilai porositas yang memiliki rentang nilai 0.25 – 0.325 (dec) memiliki nilai p-impedance yang berkisar 20300 – 25100 ((ft/s)*(gr/cc)). Dilanjutkan dengan batuan shaly sand dengan rentang nilai porositas berkisar 0.110 – 0.250 (dec) dengan nilai p-impedance 20000 – 25000 ((ft/s)*(gr/cc)), dan lapisan shale dengan rentang nilai porositas 0.050 – 0.260 (dec) dengan nilai p-impedance 20000 – 32500 ((ft/s)*(gr/cc)).

Berdasarkan pesebarannya dapat dilihat bahwa zona interest tidak bisa dipisahkan sebaran porositas batuan untuk mendapatkan clean sand. Namun berdasarkan cross-section hasil dari pengelompokan 3 zona tersebut, diindentifikasi pada lapisan sand tersebut masih terletak pada cut-off porositas tinggi dengan sebaran gamma ray yang rendah merupakan sand dengan butiran sedang hingga halus. Sedangkan untuk p-impedance sendiri, sand masih bercampur dengan shaly sand. Namun dalam hal ini, untuk benar-benar membuktikan terdapatnya lapisan batuan clean

Page 18: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

sand, masih belum bisa dipisahkan dengan sebaran gamma ray tersebut hanya melihat dominan sebaran gamma ray rendah yang mengidentifikasi lapisan tersebut adalah sand.

Gambar 23. Crossplot P-Impedance vs

Porosity Sumur NR-5

Pada gambar 38 dilakukan crossplot antara p-impedance dengan porositas pada sumur NR-5 sebagai colour key berupa sebaran nilai gamma ray dapat dianalisis bahwa, litologi batuan disebar berdasarkan cut-off gamma ray menjadi 4 litologi. Diantaranya sand dengan warna kuning, shaly sand dengan warna biru, sandstone yang bercampur clay berwarna toska dan shale berwarna hijau. Dimana sand nilai p-impedance yang memiliki rentang nilai memiliki nilai p-impedance yang berkisar 18900 – 22000 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan nilai porositas 0.21 – 0.35 (dec). Dilanjutkan dengan shaly sand dengan rentang p-impedance yang memiliki rentang nilai memiliki nilai p-impedance yang berkisar 25000 – 28600 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan nilai porositas 0.09 – 0.25 (dec), lapisan sand bercampur clay memiliki nilai p-impedance yang berkisar 22000 – 25000 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan nilai porositas 0.17 – 0.24 (dec) dan yang terakhir shale memiliki nilai p-impedance 24900 – 31400 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan nilai porositas 0.00 – 0.15 (dec).

Berdasarkan pesebarannya dapat dilihat bahwa zona interest tidak bisa dipisahkan sebaran gamma ray batuan untuk mendapatkan clean sand. Namun berdasarkan cross-section hasil dari pengelompokan 4 zona tersebut, diindentifikasi pada lapisan sand tersebut masih terletak pada cut-off p-impedance rendah dengan sebaran porositas yang tinggi merupakan sand dengan butiran sedang hingga halus. Sedangkan untuk porositas sendiri, sand masih bercampur dengan batuan lain. Namun, dalam hal ini, untuk benar-benar membuktikan terdapatnya lapisan batuan clean sand, masih belum bisa dipisahkan dengan sebaran gamma ray tersebut hanya melihat dominan sebaran

gamma ray rendah yang mengidentifikasi lapisan tersebut kemungkinan adalah sand.

Gambar 24. Crossplot Gamma Ray vs P-

Impedance Sumur NR-5

Pada gambar 39 dilakukan crossplot antara gamma ray dengan p-impedance pada sumur NR-5 sebagai colour key berupa sebaran nilai porositas dapat dianalisis bahwa, litologi batuan disebar berdasarkan cut-off gamma ray menjadi 5 litologi. Diantaranya sand dengan warna kuning, shaly sand dengan warna biru, sandstone yang bercampur clay berwarna toska, shale berwarna hijau dan clay berwarna abu-abu. Dimana sand memiliki nilai GR rentang nilai 25 – 73 (API) memiliki nilai p-impedance yang berkisar 10000 – 24100 ((ft/s)*(gr/cc)). Dilanjutkan dengan shaly sand dengan rentang nilai GR berkisar 74 – 103 (API) dengan nilai p-impedance 24100 – 31800 ((ft/s)*(gr/cc)), lapisan clay dengan rentang nilai GR 87 – 148 (API) dengan nilai p-impedance 20500 – 32000 ((ft/s)*(gr/cc)) dan sandstone bercampur clay dengan rentang nilai GR 70 – 102 (API) dengan nilai p-impedance 18200 – 24100 ((ft/s)*(gr/cc)) sedangkan shale dan clay memiliki nilai gamma ray yang sama yaitu 101 -155 (API) dengan p-impedance yang berbeda berdasarkan sebaran porositas yang mana clay lebih memiliki p-impedance tinggi dibandingkan shale yaitu 25000 – 31000 ((ft/s)*(gr/cc)) sedangkan shale memiliki nilai p-impedance 18500 – 25000 ((ft/s)*(gr/cc)). 3.6. Model Inisial Pada pembuatan model inisial ini, menggunakan parameter yang telah ada diatas. Didapatkan nilai P-impedance dengan satuan ((ft/s)*(gr/cc)). Untuk hasil pemodelan pada sumur NR-1 didapatkan hasil sebaran P-impedance pada horizon Udang hingga Belut dengan rentang nilai P-impedance 18355 – 35329 ((m/s)(gr/cc)).

Page 19: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Gambar 25. Model Inisial NR-1

3.7. Pra – Inversi

Gambar 26. Pra-inversi NR-1

Berdasarkan hasil pra-inversi ditunjukkan bahwa pada sumur NR-1 pada Gambar 41 dengan zona target yang telah ditentukan. Dengan keterangan gambar didapatkan pada pra-inversi ini yaitu log berwarna merah merupakan log hasil inversi, yang berwarna biru merupakan original log. Sehingga pada saat proses pra-inversi dilakukan didapatkan hasil eror pada kurva log sebesar 1724.49 ((ft/s)*(gr/cc)) nilai ini dilihat pada kurva log bagian atas. Sedangkan berwarna kuning merupakan batas error window yang dihitung. Batas ini berada pada kedalaman marker. Selanjutnya pada trace seismik berwarna merah merupakan hasil seismogram sintetik yang berhasil dikonvolusikan dengan wavelet yang berwarna biru. Dibandingkan dengan trace seismik original berwarna hitam disamping seismogram sintetik maka data menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.970 dilihat diatas trace seismik pada bagian atas dengan eror 0.2693 dilihat pada bagian atas disamping kanan hasil korelasi.

Gambar 27. Pra-inversi NR-2

Sedangkan pra-inversi pada sumur NR-2 pada Gambar 42 ditunjukkan pada zona target yang telah ditentukan dengan keterangan gambar yang sama, dengan batas window marker Udang hingga Belut, maka didapatkan hasil eror pada kurva log sebesar 1548.94 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan hasil seismogram sintesik yang berhasil dikonvolusikan dengan wavelet dibandingan dengan trace seismik original data menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.8319 dengan eror 0.56411

Gambar 28. Pra-inversi NR-5

Lalu pada pra-inversi pada sumur NR-5 pada Gambar 43 ditunjukkan pada zona target yang telah ditentukan dengan keterangan gambar yang sama, dengan batas window marker Udang hingga Belut, maka didapatkan hasil eror pada kurva log sebesar 2261.32 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan hasil seismogram sintesik yang berhasil dikonvolusikan dengan wavelet dibandingan dengan trace seismik original data menghasilkan nilai korelasi sebesar 0.944 dengan eror 0.33912. Berdasarkan hasil pra-inversi tersebut, dapat dianalisis bahwa terdapatnya kemiripan data akan didapatkan antara data original dengan hasil inversi. Hal ini ditunjukan dengan eror yang menjauhi 1 dan hasil korelasi yang mendekati 1 dengan pertimbangan antara data geologi yang ada.

Page 20: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

3.8. Inversi Model Based

Gambar 29. Hasil Inversi NR-1

Gambar 30. Hasil Inversi NR-2

Gambar 31. Hasil Inversi NR-5

Berdasarkan hasil inversi yang telah dilakukan didapatkan nilai inversi dengan kode warna memakai nilai P-impedance sebesar 6604 – 37941 ((ft/s)*(gr/cc)). Hasil analisis inversi yang diperoleh bahwanya nilai sebaran P-impedance berkisar antara 20967 – 30106 ((ft/s)*(gr/cc)). Berdasarkan nlai tersebut dilihat pada peta time structur dari horizon Udang

yang menunjukan hasil sebaran nilai AI dilakukan inversi seismik dan analisis crossplot P-impedance terhadap densitas dengan nilai GR sebagai parameter pemisahan litologi batuan, menunjukan bahwa pemisahan litologi antara clean sand dengan shale tersebut belum bisa dipisahkan secara baik terdapatnya overlay pada saat penyebaran nilai Gamma Ray.

Hal ini bisa jadi karena proses pengendepan yang terjadi pada saat terbentuknya formasi pada stratigrafi terjadinya perbedaan sekuen. Hingga saat penentuan litologi tidak dapat dilihat apakah dia tergolong sand atau shale. Maka dari itu perlu adanya proses multiatribut yang menunjang hasil penyebaran nilai AI agar dapat memisahkan litologi batuannya. Untuk proses selanjutnya yaitu harus dilakukannya tahapan seperti multiatribut sebaran nilai Gamma Ray dan porositas efektif terhadap eksternal atribut pada nilai AI pada data seismik. Sebaran AI terlihat semakin ke arah barat semakin tebal sebaran AI pada sumur NR-5 yang terlihat diarah inline. Sedangkan pada sumur NR-1 dan NR-2 arah sebaran AI kearah timur semakin tebal. Terdapatnya jebakan yang kemungkinan mengandung hidrokarbon pada arah xline sumur. 3.9. Analisis Multiatribut 3.9.1. Multiatribut Sebaran Porositas Pada

Penampang Seismik Hasil Inversi AI

Berdasarkan pengolahan data multiatribut yang telah dilakukan yaitu dengan penyebaran nilai porositas efektif pada eksternal atribut AI.

Gambar 32. Pemilihan Atribut

Pada gambar 47, dapat dianalisis bahwa atribut yang digunakan yaitu sebanyak 12 buah dengan memakai 5 atribut yang dipilih yang memiliki nilai training dan validasi eror yang tidak jauh berbeda yaitu:

1. Sqrt(AI) 2. Amplitude Envelope 3. Amplitude Weighted Frequency

Page 21: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

4. Average Frequency 5. Amplitude Weighted Frequency(AI)

Gambar 33. Multiatribut seismik dari sebaran porositas menggunakan 5 atribut (a) hasil training. (b) hasil validasi

Gambar 48 menunjukkan hasil trainning dan validasi kurva porositas pada multiatribut. Maka didapatkan hasil training dengan korelasi sebesar 0.781 dan eror 0.03136 dec yang ditunjukkan pada gambar 48(a). Sedangkan pada nilai validasi yang diperoleh yaitu dengan korelasi 0.7277 dan eror 0.0357 dec pada gambar 48(b).

Gambar 34. (a) kurva validasi terhadap kurva training (b) nilai cross-correllation

menggunakan 5 atribut

Dengan gambaran kurva eror pada well menunjukkan kurva validasi yang berwarna merah berbanding lurus dengan hasil kurva training yang berwarna hitam pada gambar 48(a), hasil akhir cross-correlation sebesar 0.781 dengan eror trend 0.0313 dec pada gambar 48(b). Sehingga hasil sebaran nilai porositas efektif pada salah satu penampang yaitu pada sumur NR-1 pada inline 299 yaitu dapat dilihat pada gambar 49.

Gambar 35. Hasil sebaran porositas efektif

pada sumur NR-2

Hasil sebaran porositas efektif pada penampang dilihat berkisar antara 0.124 – 0.2370 dec. Jika dilihat pada structur map yang ada pada slice horizon Udang, dapat dianalisis bahwa sebaaran yang memiliki nilai porositas efektif berada pada daerah bagian utara dengan nilai p-impedance yang rendah. Namun setelah penyebebaran tersebut masih diragukan apakah itu benar-benar litologi yang tergolong clean sand atau bukan. Tahapan akhir yaitu dengan melakukan penyebaran nilai Gamma Ray terhadap eksternal atribut AI. Pada sebaran porositas diatas, diidentifikasi bahwa terdapatnya jebakan porositas yang tinggi kearah timur inline. Sehingga berkemungkinan adanya hidrokarbon. Hingga didapat hasil akhir perbandingan nanti, antara nilai sebaran porositas efektif dan nilai sebaran GR tersebut yang dapat dilihat pada struktur peta waktu terhadap kedalaman. 3.9.2. Multiatribut Sebaran Gamma Ray

pada penampang seismik hasil inversi AI

Berdasarkan pengolahan data multiatribut yang telah dilakukan yaitu dengan penyebaran nilai Gamma Ray pada eksternal atribut AI.

Gambar 36. Hasil pemilihan atribut

Pada gambar 51, dapat dianalisis bahwa atribut yang digunakan yaitu sebanyak 7 buah dengan 4 atribut yang dipilih yaitu:

Page 22: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

1. Apparent Polarity(AI) 2. Raw Seismic 3. Instantaneous Phase(AI) 4. 1/(AI)

Gambar 37. Hasil training pada multiatribut

sebaran Gamma Ray

Pada gambar 52, didapatkan hasil korelasi training sebesar 0.75069 dengan rata-rata eror nilai 10.13 gapi.

Gambar 38. Nilai validasi multiatribut

sebaran Gamma Ray

Pada gambar 53, untuk validasi data sendiri didapatkan sebesar 0.61256 dengan rata-rata eror nilai 12.58 gapi. Dengan begitu meningkatkan kesesuian antara data training dengan data validasi tersebut.

Gambar 39. a) kurva validasi terhadap kurva training (b) nilai cross-correllation

menggunakan 4 atribut

Dengan gambaran kurva eror pada well menunjukkan kurva validasi yang berwarna merah berbanding lurus dengan hasil kurva training yang berwarna hitam pada gambar 53(a), hasil akhir cross-correlation sebesar 0.750 dengan eror trend 10.13 gapi pada gambar 53(b). Sehingga hasil sebaran nilai porositas efektif pada salah satu penampang yaitu pada sumur NR-1 pada inline 299 yaitu dapat dilihat pada gambar 54.

Gambar 40. Sebaran Nilai Gamma Ray

Pada Penampang Seismik Hasil Inversi AI Sumur NR-1 inline 299

Hasil sebaran nilai Gamma Ray pada penampang dilihat berkisar antara 40 – 113 API. Jika dilihat pada structur map yang ada pada slice horizon Udang, dapat dianalisis bahwa sebaran yang memiliki nilai Gamma Ray berada pada daerah bagian Utara dengan nilai Gamma Ray rendah dan sebaran nilai porositas efektif yang bernilai tinggi. Artinya, terdapat kesamaan litologi pada daerah tersebut jika dilihat berdasarkan hasil inversi yang memiliki nilai p-impedance rendah, sebaran porositias efektif yang tinggi dan nilai sebaran gamma ray yang rendah. Sehingga dapat diprediksi bahwa zona yang berpotensi mengandung hidrokarbon adalah pada zona horizon Udang dibagian Utara dari data time slice horizon tersebut. 3.9.3. Peta Sebaran Amplitude AI,

Multiatribut Porositas dan Gamma Ray

Page 23: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

3.9.3.1. Peta Sebaran Waktu Terhadap Kedalaman

Gambar 41. Time Structure Map

Berdasarkan gambar 56 diatas, dapat dianalisis bahwa sebaran waktu terhadap kedalaman pada daerah cekungan Natuna Barat menunjukkan struktur dataran rendah yang ditandakan berwarna hijau. Dilihat pada gambar, semakin kearah selatan dari sumur semakin menunjukkan waktu yang bernilai besar. Hal ini menunjukkan bahwa daerah bagian Selatan sumur menandakan adanya tinggian. Berdasarkan peta sebaran waktu, semakin besar waktu tempuh rambat gelombangnya maka akan terlihat rambat gelombang semakin besar dilihat dari permukaan sumur. 3.9.3.2. Peta Sebaran Amplitudo AI

Gambar 42. Peta Sebaran Amplitude AI

Daeerah Penelitian

Berdasarkan gambar 57 yang telah dilakukan slice sebaran amplitude AI pada horizon TOP yang tampak dari permukaan. Dilihat bahwa sebaran AI pada sumur bernilai sedang (middle). Hal tersebut sesuai dengan hasil crossplot yang dilakukan. Bahwa sebaran AI bernilai berkisar 22101 – 23152 ((ft/s)*(gr/cc)). Berdasarkan stratigrafi pada daerah tersebut mengandung batuan yang bukan clean sand. Lapisan pada daerah tersebut bukan hanya mengandung sand saja tetapi mengandung lapisan seperti shaly sand, sand yang bercampur shale, shale dan clay. Oleh karena itu, belum bisa melihat arah sebaran sand jika dilihat dari sebaran AI pada permukaan. Maka dilakukan multiatribut terhadap porositas dan gamma ray.

3.9.3.3. Peta Sebaran Amplitudo Porositas

Gambar 43. Peta Sebaran Ampiltudo

Porositas

Berdasarkan gambar 58 yang telah dilakukan slice sebaran amplitude porositas pada horizon TOP yang tampak dari permukaan. Dilihat bahwa sebaran porositas pada sumur bernilai tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil crossplot yang dilakukan. Bahwa sebaran porositas bernilai berkisar 0.191 – 0.2159 dec. Berdasarkan sebaran porositas diatas, sebaran porositas yang tinggi terbesar kearah barat terhadap xline dan kearah selatan terhadap inline yang mengandung hidrokarbon jika ingin dilakukan pemboran selanjutnya. Namun, tidak sampai disitu harus dilihat sebaran dari Gamma Ray untuk memastikannya 3.9.3.4. Peta Sebaran Amplitude Gamma Ray

Gambar 44. Peta Sebaran Amplitudo

Gamma Ray

Berdasarkan gambar 59 yang telah dilakukan slice sebaran amplitude gamma ray pada horizon TOP yang tampak dari permukaan. Dilihat bahwa sebaran gamma ray pada sumur bernilai rendah – sedang. Hal tersebut sesuai dengan hasil crossplot yang dilakukan. Bahwa sebaran gamma ray bernilai berkisar 30 – 106 gapi. Berdasarkan sebaran gamma ray diatas, sebaran gamma ray yang rendah tersebar kearah timur ke barat terhadap xline dan kearah selatan ke utara terhadap inline yang mengandung hidrokarbon jika ingin melakukan pemboran selanjutnya.

Page 24: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

4. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telahdilakukan maka dapat disimpulkan 1) Berdasarkan hasil yang didapatkan,

persentasi porositas efektif pada NR-1 berkisar antara 0.240 – 0.36 dec, pada NR-2 berkisar 0.217 dec dengan tingkat air yang tersaturasi terkecil dan sumur NR-5 berkisar antara 0.196 – 0.293 dec. Porositas efektif didapatkan untuk menentukan bagaimana tingkat perbandingan volume pori-pori terhadap volume total batuan dengan hasil yang didapatkan kualitas dari porositas tersebut tergolong baik.

2) Berdasarkan hasil crossplot p-impedance terhadap densitas dengan sebaran Gamma Ray yang dilakukan, menunjukkan bahwa tidak dapat menghasilkan pemisahan litologi batuan secara terpisah antara clean sand dan shale. Sehingga nilai p-impedance tidak dapat dibedakan. Hal ini disebabkan karena faktor pengendapan batuan yang terjadi atau sekuen pada lapisan tidak tertransportasi dengan baik. Untuk sebaran AI didapatkan nilai berkisar 22101 – 23152 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan jenis AI bernilai middle (sedang).

3) Hasil dari analisis inversi yang dilakukan, AI yang bernilai kecil belum memperlihatkan bahwa lapisan tersebut merupakan clean sand. Dilihat pada proses yang telah dilakukan. Untuk itu perlu dilakukannya proses multiatribut terhadap penampang seismik inversi AI dengan sebaran nilai gamma dengan sebaran nilai porositas efektif sebagai pembanding. Untuk sebaran porositas tersebar dari utara ke selatan semakin bernilai besar.

4) Sebagai hasil akhir sebaran nilai gamma ray hasil slice pada time structur map horizon TOP yang dibandingkan dengan nilai sebaran porositas efektif pada proses multiatribut terhadap penampang seismik inversi AI yang dilakukan terlihat bahwa nilai Gamma Ray yang rendah terkorelasi oleh nilai porositas efektif yang tinggi pada AI yang sedang pada bagian utara berarah ke selatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, lapisan tersebut merupakan jenis reservoir dengan sand yang tidak tercampur. Dapat diprediksi bahwa bagian utara bearah ke selatan dari peta horizon TOP merupakan lapisan yang memiliki potensi cadangan hidrokarbon menurut sistem trap.

5. Daftar Pustaka Audley-Charles, M.G, Carter, D.J dan Barber,

A.J., 1975. Stratigraphic basis for the interpretations of the Outer Banda Arc, Eastern Indonesia, Proc. Indon. Petrol. Assoc., 3rd Ann. Conv., Jakarta, pp. 25-44.

Aissa, A. 2008. Prediksi Penyebaran Batu Pasir pada Lapangan Boonsville dengan Menggunakan Metode Inversi Geostatistik Bayesian. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Ariyanto, Y, 2011. Pemodelan Accoustic Impedance Untuk Karakterisasi Reservoir Pada Daerah “X” Sumatera Selatan. Skripsi S-1 Program Studi Fisika, Universitas Indonesia. Depok.

Badan Pusat Statistik. 2015. Biro Riset Lembaga Manajemen FEUI. 2011.

Analisis Industri Minyak Dan Gas di Indonesia: Masukan Bagi Pengelola BUMN. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Badley, M.E, 1985, Practical Seismic Interpetation, Prentice Hall. USA.

Burton, Darrin and Wood, Lesli J., 2010, Seismic Geomorphology And Tectonostratigraphic Fill Of Half Grabens, West Natuna Basin, Indonesia: AAPG Bulletin v.94, no.11 (November 2010), pp. 1695 – 1712.

Dr. Grandis, Hendra. 2009. Prngantar Pemodelan Inversi Geofisika. Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Bandung.

Ginger, D. C., W.O. Adjakusumah, R. J. Hedley, and J. Pothecary, 1993, Inversion history of West Natuna Basin.

Harsono, Adi, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log Edisi 8, (Schlumberger Oilfield Services, Jakarta, 1997).

Kusuma S. Dendi, Kholik Muhammad, Rosli R. Liliek. 2012. Penelitian Geofisika Terpadu Daerah Panas Bumi Tehoru, Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Pusat Sumber Daya Geologi. Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2011. Buku 1: Bidang Energi. Hlm. 591-601.

Koesoemadinata, R. P., 1978. Geologi Minyak dan Gas Bumi, ITB, Bandung.

Koesoemadinata, A., Banik, N., Agarwal, V., Singh, S., dan Durrnani, J., 2008. A Global Acoustic Impedance Inversion for Porosity and Lithology Prediction in Northern Gulf of Mexico. SEG Las Vegas 2008 Annual Meeting.

Munadi, S., dan Pasaribu, D.P., 1987. Seismogram Sintetik dari Rekaman Geofisika Sumur, Lembaran Publikasi LEMIGAS No. 4/1987, Halaman 298-311.

Page 25: LAMPIRAN - ITERA

Journal of Science and Applicative Technology – Institut Teknologi Sumatera

Natawijaya, M. A., 2004. Inversi Seismik Untuk Memperkirakan Porositas Efektif Reservoir Pada Lapangan Ar76. UGM, Yogyakarta.

Phillips, S., L. Little, M. Eric, and V. Odell, 1997, Sequence stratigraphy of Tertiary petroleum systems in the West Natuna Basin.

Russell, B. H., 1991. Introduction to Seismic Inversion Methods, S.N. Domenico, Editor Course Notes Series, Volume 2, 3 rd edition.

Russell B. H., 1996. Strata Workshop, Hampson-Russell Software Services Ltd.

Setiawan, B. 2008. Pemetaan Tingkat Kekerasan Batuan Menggunakan Metode Seismik Refraksi. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Sukmono, S., 1999. Interpretasi Seismik Refleksi, Departemen Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sukmono, S., 2000. Seismik Inversi Untuk Karakterisasi Reservoir. Departemen Teknik Geofisika. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Tjokrosapoetro S., E. Rusmana dan A. Achdan. 1993. Peta Geologi Lembar Ambon, Maluku. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Zillman, N.J. dan Paten, R.J., 1976. Exploration and Petroleum Prospect Bula Basin, Seram, Indonesia. Prosseding Indonesia Petroleum Association 4. Annual Convention. Jakarta, p 129-149