KONSERVASI LAHAN BASAH
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Ekologi Lanjutyang
dibina oleh Dr. H. Istamar Syamsuri, M.Pd.
Oleh:Kelompok 3 / Offering D 20141. Chandra Adi
Prabowo(140341807241)2. Nuril Maghfiroh(140341807614)
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANGPASCASARJANAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BIOLOGIAPRIL 2015BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangLahan basah merupakan wilayah yang strategis
bagi Indonesia. Lahan basah yang dimaksud disini adalah ekosistem
rawa, termasuk rawa bergambut yang dipengaruhi oleh air tawar
maupun payau. Berbagai definisi yang dikemukakan itu mengacu pada
berbagai bentuk lahan basah yang beraneka, seperti rawa (swamp),
payau (marshes), daerah rawa pasang surut (tidal swamp area), rawa
pesisir, rawa pedalaman, lebak (non-tidal swamp), muara/kuala
(estuary), dataran banjir (flood plain), dan daerah aliran sungai
(watersheed).Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki
tingkatkeanekaragaman hayatiyang tinggi dibandingkan dengan
kebanyakanekosistem. Di atas lahan basah tumbuh berbagai macam tipe
vegetasi (masyarakat tetumbuhan), sepertihutan rawa air tawar,
hutan rawa gambut,hutan bakau,paya rumputdan lain-lain. Margasatwa
penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai dari yang
khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka
jenis kodok, dan berbagai macamikan; hingga ke ratusan
jenisburungdanmamalia, termasuk pulaharimaudangajah.Pada sisi yang
lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang subur,
sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversimenjadi
lahan-lahanpertanian. Baik sebagai lahanpersawahan maupun
lokasipertambakan.Saat ini peran dan fungsi lahan basah menjadi
pertanyaan bagi para masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Kebanyakan para warga yang tinggal di daerah itu tidak mengetahui
potensi apa yang ada di lingkungan disekitarnya. Sebenarnya banyak
potensi alam yang dapat dimanfaatkan dari lahan basah, contohnya
adalah tanaman obat yang berada di daerah tersebut. Hal ini yang
menjadi alasan mengapa lahan basah perlu dipertahankan.
B. Rumusan MasalahDari pemaparan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:1.
Bagaimana definisi konservasi?2. Apa yang dimaksud dengan ekosistem
lahan basah?3. Apa saja jenis-jenis lahan basah?4. Bagaimana peran
lahan basah dalam kehidupan manusia?5. Apa penyebab kerusakan lahan
basah?6. Bagaimana upaya konservasi lahan basah untuk mengembalikan
proses biologis alami?
C. TujuanDari penjabaran rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah:1. Mengetahui definisi konservasi2.
Mengetahui pengertian ekosistem lahan basah3. Mengetahui
jenis-jenis lahan basah4. Mengetahui peran lahan basah dalam
kehidupan manusia5. Mengetahui penyebab kerusakan lahan basah6.
Mengetahui upaya konservasi lahan basah untuk mengembalikan proses
biologis alami
BAB IIPEMBAHASAN
A. KonservasiKonservasi adalah upaya pelestarian lingkungan,
tetapi tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh dengan
tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk
pemanfaatannya di masa depan. Menurut UU No. 4 Tahun 1982,
konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam
yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya
terbarui menjamin kesinambungan untuk persediannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragaman.Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi
dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba
mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi
ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk
sekarang dan masa yang akan datang.Kawasan konservasi mempunyai
karakteristik sebagai berikut.1. Karakteristik, keaslian atau
keunikan ekosistem (hutan hujan tropis/tropical rain forest yang
meliputi pegunungan, dataran rendah, rawa gambut, pantai).2.
Habitat penting/ruang hidup bagi satu atau beberapa spesies (flora
dan fauna) khusus: endemik (hanya terdapat di suatu tempat di
seluruh muka bumi), langka, atau terancam punah (seperti harimau,
orangutan, badak, gajah, beberapa jenis burung seperti elang
garuda/elang jawa, serta beberapa jenis tumbuhan seperti ramin).
Jenis-jenis ini biasanya dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan.3. Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma
nutfah alami.4. Lansekap (bentang alam) atau ciri geofisik yang
bernilai estetik5. Fungsi perlindungan hidroorologi: tanah, air,
dan iklim global.6. Pengusahaan wisata alam yang alami (danau,
pantai, keberadaan satwa liar yang menarik).Di Indonesia, kebijakan
konservasi diatur ketentuannya dalam UU 5/90 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. UU ini memiliki beberapa
turunan Peraturan Pemerintah (PP), diantaranya:1. PP 68/1998
terkait pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA).2. PP 7/1999 terkait pengawetan/perlindungan
tumbuhan dan satwa.3. PP 8/1999 terkait pemanfaatan tumbuhan dan
satwa liar/TSL.4. PP 36/2010 terkait pengusahaan pariwisata alam di
suaka margasatwa (SM), taman nasional (TN), taman hutan raya
(Tahura) dan taman wisata alam (TWA).
B. Ekosistem Lahan BasahEkosistem lahan basah (Wetlands
Ecosystem) merupakan suatu ekosistem unik yang merupakan area
transisi antara sistem akuatik (perairan) baik air tawar maupun air
laut dengan sistem terestrial (darat). Lahan basah merupakan
wilayah yang jenuh dengan air dan diantaranya ada yang bersifat
tetap (permanen) namun sebagian bersifat musiman, pada kenyataannya
kebanyakan lahan basah yang penting merupakan lahan basah yang
bersifat musiman. Pasal 1.1 dari Konvensi Ramsar menetapkan bahwa
lahan basah adalah daerah paya, rawa, lahan gambut atau perairan,
baik alami maupun buatan, permanen atau sementara, dengan air yang
diam atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk daerah
perairan laut dengan kedalaman pada saat surut tidak melebihi enam
meter (Ramsar, 2008).
Gambar 1. Rawa pening sebagai salah satu lahan basah di Jawa
TengahMeskipun terdapat banyak sekali jenis lahan basah, namun
semua jenis lahan basah tersebut menunjukkan karakteristik ekologi
yang membedakannya dengan sistem darat atau ekosistem akuatik yang
lain. Lahan basah memiliki 3 (tiga) karakter utama yaitu struktur
hidrologi, tanah (substrat) dan kondisi faktor biotik yang unik.
Kondisi hidrologi yang ditentukan oleh durasi, aliran, banyaknya
dan frekuensi air pada lokasi tersebut merupakan faktor utama yang
mempengaruhi komponen ekologi yang lain pada sistem tersebut. Suatu
lahan dikatakan sebagai lahan basah apabila kondisinya cukup basah
untuk mendukung pertumbuhan tanaman hydrophytic (tanaman yang hidup
pada lingkungan yang tergenang). Substrat pada lahan basah
dinamakan tanah hydric, yaitu tanah yang bercampur dengan air
selama beberapa waktu tertentu atau sepanjang tahun (sesuai jenis
lahan basah). Tanah yang bercampur air tersebut bersifat anaerob
(tidak mengandung oksigen) karena air menstimulasi pertumbuhan
mikroorganisme yang menggunakan oksigen pada sela-sela partikel
tanah. Ketika tanah menjadi anaerob maka akan terjadi perubahan
yang signifikan pada struktur fisik serta kimia dari tanah tersbut.
Berbagai faktor diatas membuat tanaman terestrial (darat) tidak
dapat hidup pada tanah lahan basah.Karena umumnya lahan basah
terletak pada pertemuan antara sistem darat dan air (akuatik),
lahan basah juga dihuni oleh hewan baik hewan darat maupun hewan
air. Berbagai jenis invertebrata, ikan, reptil dan amfibi
bergantung pada siklus air pada lahan basah untuk dapat bertahan
hidup atau menyelesaikan siklus hidupnyaSalah satu upaya konservasi
lahan basah dunia adalah diadakannya Convention on Wetlands of
International Importance Especially as Waterfowl Habitat atau
dikenal dengan Konvensi Ramsar yang diresmikan pada tanggal 2
Februari 1971 di kota Ramsar, Iran. Konvensi ini selanjutnya
berlaku secara formal sejak tahun 1975.Secara umum tujuan atau misi
dari konvensiRamsar adalah konservasi dan pemanfaatan lahan basah
secara bijaksana (wise use) melalui aksi nasional untuk mewujudkan
pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development) di
seluruh dunia.Indonesia meratifikasi Konvensi Ramsar berdasarkan
Keputusan Presiden No. 48 tahun 1991 tentang pengesahan Convention
on Wetland of International Importance Especially Waterfowl
Habitat, dan hingga saat Indonesia telah memiliki enam unit kawasan
lahan basah yang telah didaftar sebagai situs Ramsar yakni Taman
Nasional Berbak (Jambi), Taman Nasional Sembilang (Sumatera
Selatan), Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (Sulawesi Tenggara),
Taman Nasional Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Taman Nasional
Wasur (Papua), dan Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Jakarta).
C. Jenis-Jenis Lahan BasahSetiap jenis lahan basah memiliki
variasi tanah, landskap, iklim, kondisi air, struktur kimia,
vegetasi, dan permasalahan yang berbeda-beda. Mengacu pada sistem
klasifikasi lahan basah utama menurut konvensi Ramsar, Indonesia
memiliki semua tipe ekosistem berikut ini.1. Kawasan Laut (marine):
meliputi kelompok lahan basah yang berair asin, Termasuk pantai
berbatu, terumbu karang dan padang lamun.2. Kawasan Muara
(estuarin): meliputi muara sungai, delta, rawa pasang surut yang
berair payau dan hutang bakau (hutan mangrove).3. Kawasan Rawa
(palustrin): meliputi tempat-tempat yang bersifat 'merawa' (berair
tergenang atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar, hutan rawa
gambut dan rawa rumput.4. Kawasan Danau (lakustrin): meliputi semua
lahan basah yang berhubungan dengan danau dan biasanya berair
tawar.5. Kawasan Sungai (riverin): meliputi lahan basah yang
terdapat sepanjang sungai atau perairan yang mengalir.
D. Peran Lahan BasahSebagian orang menyamakan lahan basah
(wetlands) sebagai lahan sampah (wastelands). Sebuah tempat yang
harus dikeringkan, dibersihkan dan dirubah fungsinya. Fakta
menunjukkan 64% lahan basah dunia hilang sejak 1900. Mengapa lahan
basah berperan penting dalam kehidupan manusia?
1. Sumber Mata Air bagi Manusia Kurang dari 3% air di bumi
merupakan air tawar, dan hampir sebagian besar dari air tawar
tersebut berada dalam kondisi beku. Setiap manusia membutuhkan
kurang lebih 20-50 liter air setiap hari untuk minum, memasak dan
mencuci. Lahan basah menyediakan air yang kita butuhkan serta
membantu menjaga ketersediaan air tanah sebagai sumber air utama
bagi kehidupan manusia.2. Menyediakan Sumber Makanan Manusia
rata-rata mengkonsumsi 19 kg ikan setiap tahun. Kebanyakan ikan
komersial bergantung pada lahan basah pesisir untuk berkembang
biak. Beras, yang ditanam pada lahan basah persawahan merupakan
makanan pokok bagi hampir sebagian besar penduduk bumi, dan
menyediakan 20% nutrisi dunia.3. Memurnikan dan Menyaring Limbah
Berbahaya dari Air Beberapa jenis polutan dari pestisida, industri
dan pertambangan yang meliputi logam berat dan zat beracun diserap
oleh sedimen, tanaman dan kehidupan air pada lahan basah. Sekitar
dua milyar orang di asia dan 380 juta orang eroa bergantung pada
air tanah sebagai pasokan air.4. Lahan Basah Merupakan Shock
Absorber Alami Lahan gambut dan padang rumput basah pada aliran
sungai berperan sebagai penyerap alami bagi air hujan, membentuk
kolam dengan permukaan yang lebar dan mengurangi terjadinya erosi
dan longsor. Kemampuan menahan air tersebut juga membantu menjaga
dari kekeringan. Bakau dan terumbu karang dapat mengurangi
kecepatan dan ketinggian gelombang. Akar bakau mampu menahan garis
pantai dengan mencegah erosi oleh angin dan ombak serta
meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Gambar 2. Lahan basah (wetlands) berperan sebagai "Shock
Absorber" alami5. Penyimpan Karbon Lahan gambut memang hanya
mengkover sekitar 3% daratan di dunia namun lahan gambut mampu
menyimpang 30% karbon bumi yang disimpan pada tanah. Jumlah
tersebut dua kali lipat dibandingkan jumlah yang disimpan oleh
seluruh hutan di bumi. Namun jika lahan gambut dibakar atau
dikeringkan untuk pertanian, lahan gambut tersebut akan berubah
dari penyerap karbon menjadi sumber karbon. Emisi CO2 dari
kebakaran dan pengeringan lahan gambut setara dengan 10% dari emisi
bahan bakar fosil dalam satu tahun.
Gambar 3. Lahan gambut mampu menyimpan 30% total karbon bumi
yang disimpan dalam tanah
6. Menjaga Keanekaragaman Lahan basah merupakan rumah bagi
100.000 spesies air tawar dan jumlah ini terus meningkat. Sejak
1999 hingga 2009 spesies air tawar baru ditemukan di Amazon. Lahan
basah merupakan faktor penting bagi kelangsungan berbagai amfibi
dan reptil, seperti halnya sebagai tempat bertelur dan migrasi
burung.7. Sebagai Sumber Mata Pencaharian Penduduk Sekitar 61,8
juta orang menggantungkan hidupnya melalui kegiatan mencari ikan
dan aquaculture, termasuk keluarganya maka lebih dari 660 juta jiwa
bergantung pada lahan basah sebagai sumber mata pencahariannya.8.
Estetika dan Pariwisata Berbagai aktivitas rekreasi dapat dilakukan
di area lahan basah. Berburu dan memancing merupakan salah satu
aktivitas favorit yang umum dilakukan para wisatawan. Berbagai
kegiatan rekreasi lain dapat dilakukan seperti berkemah, observasi
alam, fotografi, naik perahu dll. Banyak orang yang sangat
menikmati keindahan alam dan menghabiskan waktu untuk mengamati
kehidupan hewan dan tumbuhan. Lahan basah juga merupakan tempat
penting untuk pembelajaran lapangan dalam rangka mengagumi dan
mengapresiasi ekologi.
E. Kerusakan Lahan BasahLahan basah sangat rentan terhadap
eksploitasi berlebih akibat adanya ikan, bahan bakar dan air yang
berlimpah. Ketika lahan basah dianggap sebagai lahan yang tidak
produktif atau marjinal, maka lahan basah kemudian akan dijadikan
sebagai sasaran untuk drainasi dan konversi. Di sisi yang lain,
lahan basah juga menjadi korban terdepan akibat adanya tekanan
pembangunan. Laju kehilangan dan kerusakan lahan basah semakin
bertambah di seluruh bagian bumi. Tekanan terhadap lahan basah
nampaknya akan semakin terus meningkat dalam beberapa dekade
kedepan akibat adanya peningkatan kebutuhan global terhadap lahan
dan air, serta akibat adanya perubahan iklim.Gambut dan mangrove
adalah diantara lahan basah yang mengalami kerusakan serius. Hal
ini secara negatif dipengaruhi oleh mereka yang bergantung kepada
keberadaan lahan basah tersebut untuk keperluan makanan, air
,bahan-bahan dan perlindungan. Lebih jauh, kerusakan mereka
memberikan sumbangan terhadap perubahan iklim global.Ribuan hektar
hutan mangrove, khususnya di Jawa, telah ditebangi dan dikonversi
menjadi tambak untuk kegiatan budidaya perairan. Banyak diantara
tambak tersebut dibangun untuk produksi udang. Setelah beberapa
tahun tambak tersebut akan kehilangan produktifitasnya atau
terinfeksi oleh penyakit yang menyerang udang. Tambak-tambak
tersebut kemudian akan ditinggalkan . Mangrove yang sehat akan
memberikan perlindungan terhadap bahaya dari laut, sementara tambak
yang telah rusak kemudian akan menempatkan wilayah pesisir menjadi
sangat rentan terhadap bahaya badai dan gelombang dari laut.
Gambar 4. Konversi hutan mangrove menjadi tambak di
KalimantanBanyak lahan gambut, misalnya hutan rawa gambut di
Sumatra dan Kalimantan, yang telah dikonversi menjadi perkebunan
kelapa sawit dan akasia. Hal tersebut akan memerlukan penebangan
tumbuhan hutan (baik secara legal maupun ilegal), kadang-kadang api
untuk membuka lahan, serta drainase untuk menurunkan tinggi muka
air. Konversi seperti ini akan menurunkan hutan rawa gambut yang
sehat - rumah bagi berbagai jenis satwa yang langka dan terancam
punah seperti Orang utan dan Badak Sumatra menjadi areal perkebunan
monokultur yang tidak memiliki nilai keanekaragaman Hayati. Lebih
jauh lagi, lahan gambut yang normalnya menyimban karbon kemudian
setelah dikonversi akan menjadi pengemisi gas rumah kaca Karbon
Dioksida yang sangat dahsyat. Pembakaran dan konversi lahan gambut
memberikan sumbangan terhadap status Indonesia sebagai pengemisi
karbon di dunia.Peneliti memperkirakan sekitar 64% lahan basah di
bumi telah hilang sejak tahun 1900. Asia menjadi salah satu lokasi
dimana tingkat kerusakan atau hilangnya lahan basah tersebut paling
tinggi. Akibatnya akses untuk mendapatkan air bersih di seluruh
dunia mengalami penurunan, termasuk hilangnya pencegah banjir,
penyimpan karbon, dan mata pencaharian penduduk. Hilangnya lahan
basah juga menurunkan populasi spesies air tawar hingga 76% antara
1970 hingga 2010 menurut WWFs Living Planet Index. Menurut hasil
pengukuran penurunan pada sampling yang melibatkan 1000 wilayah
lahan basah antara 1970 hingga 2008 oleh Wetlands Extent Index,
total kerusakan mencapai 40% selama periode tersebut.
Gambar 5. Tren penurunan wilayah lahan basah dunia pada
1970-2008Penyebab kerusakan lahan basah tersebut karena banyak
orang yang menganggap lahan basah sebagai lahan basah sehingga
menganggap lahan basah tersebut perlu dirubah fungsikan untuk
hal-hal yang dianggap lebih berguna. Berbagai penyebab utama dari
hilangnya lahan basah antara lain:1. Perubahan fungsi lahan basah,
umumnya untuk sektor pertanian dan peternakan.2. Pengalihan aliran
air untuk bendungan, tanggul dan kanalisasi3. Pembangunan
infrastruktur yang terus menerus terjadi4. Polusi udara dan air
Salah satu komponen penting yang dapat memperlambat, menghentikan
bahkan membalik tren penurunan jumlah lahan basah tersebut yaitu
pemerintah, dalam hal ini sebagai pengambil kebijakan. Beberapa
cara yang dapat ditempuh pemerintah antara lain:1. Membuat
kebijakan yang mengatur pengelolaan lahan basah serta memasukkan
lahan basah sebagai salah satu komponen dalam tata pengelolaan
kota.2. Memanfaatkan lahan basah yang masih tersisa dengan
bijaksana.3. Mengembalikan dan memperbaiki lahan basah yang telah
rusa.4. Mengupayakan anggaran untuk konservasi lahan basah5.
Memberikan edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya lahan
basah
F. Upaya Konservasi Lahan BasahLahan basah yang terus mengalami
penurunan jumlahnya memerlukan perhatian khusus, hal ini terkait
dengan berbagai fungsi dan peran lahan basah yang begitu vital bagi
kehidupan manusia. Salah satu upaya untuk melestarikan atau menjaga
keberadaan lahan basah yaitu dengan melakukan kegiatan konservasi.
Tujuan utama dari upaya konservasi lahan basah antara lain untuk
mengembalikan proses biologis alami yang terjadi pada lahan basah
tersebut. Beberapa fungsi dari lahan basah mungkin dapat digantikan
atau dimanipulasi dengan struktur buatan manusia, namun metode
buatan tersebut umumnya tidak dapat memberikan keuntungan ekologi
seperti yang diberikan oleh lahan basah alami. Sebagai contoh,
untuk menggantikan peran vegetasi pada lahan basah yang berfungsi
sebagai penahan erosi, manusia dapat membangun dinding semen. Cara
tersebut memang dapat membantu menahan erosi untuk beberapa waktu,
namun tidak dapat memberikan keuntungan ekosistem lain dari lahan
basah, seperti menyaring polutan dan menyediakan habitat bagi
ikan.Berbagai upaya konservasi yang dapat dilakukan untuk
mengembalikan fungsi lahan basah antara lain melalui 3 (tiga)
upaya:1. Pemulihan (Restoration) - Mengembalikan lahan basah yang
rusak kembali menjadi seperti seharusnya atau mendekati kondisi
aslinya.2. Pembuatan (Creation) Merubah lahan kering atau perairan
yang tidak memiliki vegetasi menjadi lahan basah3. Peningkatan
(Enhancement) Meningkatkan atau menambahkan beberapa fungsi
tambahan dari lahan basah yang telah adaIstilah pemulihan dan
peningkatan mungkin sulit untuk dibedakan karena keduanya merupakan
aktivitas yang dilakukan pada kondisi lahan basah yang mengalami
kerusakan. Berdasarkan definisi di atas restorasi berarti
mengembalikan bentuk asal lahan basah misalnya mengalirkan air pada
lahan basah yang mengering, sedangkan peningkatan berarti
menambahkan atau meningkatkan fungsi yang telah ada, misalnya
menambahkan aliran air sehingga didapatkan lahan basah dengan air
yang lebih dalam.Peningkatan fungsi lahan basah mungkin dapat
menurunkan fungsi lain dari lahan basah tersebut. Misalnya
penambahan air dapat menciptakan habitat yang lebih baik bagi ikan
namun hal tersebut justru mengurangi kemampuan lahan basah untuk
menahan banjir. Beberapa contoh peningkatan fungsi yang mengurangi
fungsi lain seperti hilangnya habitat bagi ikan akibat penambahan
garam untuk menyediakan habitat bagi unggas air dan berkurangnya
kemampuan manahan air ketika lahan basah musiman digenangi air
untuk meningkatkan habitat akuatik. Ketika dilakukan proses
peningkatan ini, salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah
cara meminimalisir berbagai penurunan fungsi alami dari lahan basah
tersebut.
Gambar 6. Restorasi lahan basah melalui penanaman kembali
spesies asliPembuatan lahan basah merupakan salah satu proyek yang
paling sulit untuk dilakukan. Salah satu tantangan dalam proyek
tersebut adalah bagaimana dapat menggenangi suatu lokasi yang
secara alami tidak tergenang (kering) atau menumbuhkan vegetasi
pada tanah yang tidak bersifat hydric. Jika proses pembuatan
memungkinkan, umumnya akan membutuhkan perencanaan dan usaha yang
lebih dibandingkan upaya pemulihan, selain itu hasilnya sangat
sulit untuk diprediksi. Hasil dari upaya pembuatan dan peningkatan
memang sulit untuk diprediksi karena upaya tersebut merupakan upaya
untuk menghasilkan ekosistem baru. Upaya pemulihan lebih
terprediksi hasilnya, meskipun tetap bergantung pada jenis lahan,
tingkat kerusakan dan berbagai faktor lain.Pendekatan Upaya
Konservasi Lahan BasahMetode pertama yang digunakan untuk
memperbaharui fungsi lahan basah adalah dengan menghilangkan faktor
yang menyebabkan kerusakan lahan basah tersebut. Metode ini disebut
dengan pendekatan pasif. Contoh, jika vegetasi dan kualitas air
lahan basah mengalami kerusakan sebagai akibat adanya hewan yang
merumput, maka aktivitas restorasi yang dilakukan cukup dengan
mengusir hewan tersebut (namun hewan yang merumput tidak selalu
menimbulkan efek buruk bagi lahan basah). Metode pasif memungkinkan
regenerasi komunitas tumbuhan, rekolonisasi hewan dan perbaikan
kualitas hidrologi dan tanah pada lahan basah. Pendekatan pasif
umumnya digunakan ketika kerusakan yang terjadi belum merubah
karakteristik lahan basah serta penyebab kerusakan dapat
dihentikan. Keberhasilan pendekatan pasif umumnya bergantung pada
ketersediaan air dan mekanisme untuk mendatangkan spesies sebagai
bagian dari restorasi. Keuntungan dari metode pasif ini meliputi
biaya yang tergolong murah dan menghasilkan lahan basah yang lebih
sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar.Untuk beberapa kawasan,
metode pasif tidak cukup untuk melakukan perbaikan lahan basah
sehingga dibutuhkan pendekatan aktif. Pendekatan ini melibatkan
intervensi fisik dimana manusia memegang kontrol penuh terhadap
proses pemulihan, pembuatan atau peningkatan sistem lahan basah.
Pendekatan aktif umumnya digunakan pada lahan basah yang mengalami
kerusakan yang kompleks atau tujuan konservasi tidak dapat tercapai
setelah dilakukan berbagai cara. Metode aktif meliputi penataan
kontur menjadi topografi yang diinginkan, merubah aliran air dengan
struktur kontrol air (seperti bendungan atau gorong-gorong),
penanaman intensif, kontrol terhadap spesies pendatang/pengganggu,
dan penambahan tanah pada area tertentu untuk memberikan tambahan
substrat bagi spesies tertentu. Umumnya pendekatan aktif ini
memerlukan biaya yang cukup besar.
Gambar 7. Konservasi lahan basah menggunakan pendekatan
aktif
G. Analisis Jurnal Berkaitan Konservasi Lahan BasahPemanfaatan
dan Konservasi Ekosistem Lahan Rawa Gambut di
KalimantanIdentifikasi Permasalahan1. Pemanfaatan hutan rawa gambut
untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan perkebunan yang
tidak sesuai dengan karakteristiknya dapat merusak keseimbangan
ekologi wilayah.2. Berkurang atau hilangnya kawasan hutan rawa
gambut akan menurunkan kualitas lingkungan, misalnya banjir pada
musim hujan serta kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau.3.
Pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air
menyebabkan lahan pertanian di sekitarnya menjadi kering dan masam,
tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur, bongkor, dan
mudah terbakar.4. Jika ekosistem hutan rawa gambut terganggu, akan
sering terjadi bencana alam, bahkan lahan gambut tidak hanya dapat
menjadi sumber CO2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti
metana (CH4) dan nitrousoksida (N2O)Analisis Permasalahan1.
Pengertian lahan gambutLahan rawa adalah lahan yang menempati
posisi peralihan antara daratan dan perairan. Lahan rawa dibedakan
menjadi dua, yaitu rawa pasang surut/rawa pantai dan rawa nonpasang
surut/rawa pedalaman.Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh
air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan
jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50
cm.Di Kalimantan, ada beberapa spesies indikator yang mencirikan
suatu hutan rawa gambut, antara lain ramin (Gonystylus bancanus),
suntai (Palaquium burckii), semarum (Palaquium microphyllum),
terentang (Camnosperma auriculata), dan meranti rawa (Shorea
spp.).2. Karakteristik lahan gambut di KalimantanLahan gambut di
Kalimantan umumnya terletak pada zona lahan rawa air tawar, dan
sebagian pada zona lahan rawa pasang surut. Adanya lapisan tanah
bawah yang berupa pasir kuarsa menunjukkan bahwa gambut memiliki
kesuburan yang rendah, karena terbentuk dari vegetasi hutan yang
miskin unsur hara. Tanah gambut yang terletak di atas lapisan tanah
mineral relative lebih subur, karena lapisan tanah mineral berasal
dari lingkungan endapan sungai. Gambut tersebut terdapat di daerah
pedalaman yang jauh dari pantai.Keberadaan lahan gambut, terutama
gambut sangat dalam (lebih dari 4 m), sangat penting untuk
dipertahankan sebagai daerah konservasi air, terlebih bila pada
bagian hilirnya terdapat kota-kota pantai seperti Pontianak,
Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda.3. Pemanfaatan lahan rawa
gambut di sektor pertanianPengembangan lahan gambut untuk pertanian
menghadapi banyak kendala, antara lain: a. tingkat kesuburan tanah
rendah, pH tanah masam, kandungan unsur hara NPK relatif rendah,
dan kahat unsur mikro Cu, Bo, Mn dan Znb. penurunan permukaan tanah
yang besar setelah didrainase;c. daya tahan (bearing capacity)
rendah sehingga tanaman pohon dapat tumbang, dan; d. sifat
mengkerut tak balik, yang dapat menurunkan daya retensi air dan
membuatnya peka erosi.Gambut yang paling potensial untuk pertanian
adalah gambut dangkal (0,5-1 m) sampai sedang (1-2 m) yang terletak
pada bagian pinggiran kubah. Wilayah ini umumnya masih merupakan
gambut topogen yang banyak bercampur dengan bahan tanah mineral.
Makin tebal gambut, makin kurang potensinya untuk pertanian. Gambut
dalam (lebih dari 3 m) umumnya miskin hara, dan sebaiknya tidak
dibuka atau dimanfaatkan untuk pertanian, karena permasalahan yang
cukup berat dalam mengelola dan mempertahankan produktivitasnya.4.
Potensi dan kesesuaian lahan rawa gambut untuk pertaniana. Padi
sawah: Lahan rawa gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah tanah
bergambut (tebal lapisan gambut 20-50 cm) dan gambut dangkal
(0,5-1,0 m). Padi kurang sesuai pada gambut sedang (1-2 m). Lahan
rawa gambut dengan ketebalan lebih dari 2 m tidak sesuai untuk
padi; tanaman tidak dapat membentuk gabah karena kahat unsur mikro,
khususnya Cu.b. Tanaman palawija, hortikultura, dan tanaman lahan
kering semusimLahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman pangan
semusim (annual crops) adalah gambut dangkal dan gambut sedang
(ketebalan gambut 1-2 m). Penggunaan lahan rawa pasang surut yang
bertopografi datar untuk tanaman pangan lahan kering umumnya dengan
menerapkan sistem surjan. Dalam sistem ini, lahan secara bersamaan
dimanfaatkan untuk padi sawah (pada tabukan) dan tanaman lahan
kering (pada pematang). Tujuan utamanya adalah untuk memanfaatkan
lahan secara optimal melalui pengelolaan air yang tepat.c. Tanaman
tahunan/perkebunanLahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman
tahunan/perkebunan adalah yang memiliki ketebalan gambut 2-3 m.
Beberapa tanaman yang dapat tumbuh baik adalah lain, karet, kelapa
sawit, kopi, kakao, rami, dan sagu. Untuk menjaga keseimbangan
ekologis, kedalaman saluran drainase untuk tanaman karet disarankan
sekitar 20 cm dan untuk tanaman kelapa sawit maksimal 80 cm. Pada
lahan rawa gambut dengan ketebalan lebih dari 3 m, tanpa input dan
manajemen tingkat tinggi, tanaman tidak produktif.5. Konservasi dan
pelestarian lingkungan di kawasan lahan rawa gambutMenurut Keppres
No.32/1990 tentang Kawasan Lindung dan Undang-undang No. 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang (UUTR), serta petunjuk penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional- RTRWN, kawasan tanah gambut
dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang terdapat di bagian hulu
sungai dan rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung bergambut.
Perlindungan terhadap kawasan ini dilakukan untuk mengendalikan
hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penambat air dan pencegah
banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan tersebut.
Pengelolaan lahan rawa gambut perlu menerapkan pendekatan
konservasi, yang meliputi perlindungan, pengawetan, dan peningkatan
fungsi dan manfaat. Oleh karena itu, berdasarkan fungsinya wilayah
rawa dibedakan ke dalam: (1) kawasan lindung, (2) kawasan
pengawetan, dan (3) kawasan reklamasi untuk peningkatan fungsi dan
manfaat. Kawasan lindung dan pengawetan disebut juga kawasan
nonbudidaya, sedangkan kawasan reklamasi disebut kawasan budi
daya.6. Implikasi kebijakanHutan rawa gambut tropika di Kalimantan
memiliki keanekaragaman hayati dan merupakan sumber plasma nutfah
yang potensial. Lahan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang
tinggi dan fungsi-fungsi lain seperti fungsi hidrologi, cadangan
karbon, dan keanekaragaman hayati yang penting untuk kenyamanan
lingkungan. Oleh karena itu, pengelolaannya perlu menerapkan
pendekatan konservasi.
BAB IIIPENUTUP
A. Simpulan1. Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan,
tetapi tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh dengan
tetap mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk
pemanfaatannya di masa depan.2. Ekosistem lahan basah (Wetlands
Ecosystem) merupakan suatu ekosistem unik yang merupakan area
transisi antara sistem akuatik (perairan) baik air tawar maupun air
laut dengan sistem terestrial (darat). 3. Klasifikasi lahan basah
utama Indonesia memiliki semua tipe ekosistem berikut ini: Kawasan
Laut (marine), Kawasan Muara (estuarin), Kawasan Rawa (palustrin),
Kawasan Danau (lakustrin), Kawasan Sungai (riverin).4. Lahan basah
berperan penting dalam kehidupan manusia sebagai sumber mata air
bagi manusia, menyediakan sumber makanan, memurnikan dan menyaring
limbah berbahaya dari air, lahan basah merupakan shock absorber
alami.5. Lahan basah sangat rentan terhadap eksploitasi berlebih
akibat adanya ikan, bahan bakar dan air yang berlimpah. Ketika
lahan basah dianggap sebagai lahan yang tidak produktif atau
marjinal, maka lahan basah kemudian akan dijadikan sebagai sasaran
untuk drainasi dan konversi.6. Berbagai upaya konservasi yang dapat
dilakukan untuk mengembalikan fungsi lahan basah antara lain
melalui 3 (tiga) upaya: Pemulihan (Restoration), Pembuatan
(Creation), dan Peningkatan (Enhancement)
B. Simpulan Pentingnya lahan basah bagi kehidupan spesies
tertentu, diharapkan mampu meningkatkan keanekaragaman pada spesies
flora dan fauna. Perlindungan lahan basah ini menjadi penting
karena memiliki nilai serta kekayaan ekosistem yang berharga bagi
dunia. Perlunya dipertahankan ekosistem ini mengingat semakin
meningkatnya proyek pembangunan yang menuntut perluasan lahan serta
perubahan peruntukan tanah.DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam
Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.Campbell, Reece dan Mitchell. 2003. Biologi
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.Cowx, I.G. 1999. An appraisai of
stocking strategies in the light of developing country constraints.
Fisheries Management and Ecology. (6); 21-34.Dahuri, M., J.Rais.,
S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita: Jakarta.Hadi,
Mochamad. 2009. Konservasi Sumber Daya Alam (Online).
eprints.undip.ac.id/1070/1/ILING-II-5-KONSERVASI.pdf. Diakses: 30
Januari 2012.Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi
Aksara.Khaerudin, 2011. Melestarikan Ekosistem Danau Toba. Kompas.
Com (Online) Diakses tanggal 12 Februari 2012).Kusmana, C. 2005.
Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai Pasca Tsunami
di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan Mangrove Pasca
Tsunami. Medan, April 2005.Odum. E.P. 1983. Dasar-Dasar Ekologi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.Ramsar Convention. 2008.
Deklarasi Changwon untuk Kesejahteraan Manusia dan Lahan
Basah.(Online) http://www.ramsar.org/pdf/cop10/cop10_
changwon_indonesian.pdf. (Diakses 14 Februari 2012).Riza Andy,
2008. Ekologi di Danau Toba Rusak. (Online) Diakses tanggal 12
Februari 2012).SNM (Strategi Nasional Mangrove). 2003. Strategi
Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia (Draft Revisi); Buku II:
Mangrove di Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup.Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipasif. Yogyakarta:
Kanisius.Yayasan Konservasi Borneo, 2003. Melestarikan Taman
Nasional Danau Sentarum Untuk Mencapai Kesejahteraan Ekonomi,
Pemberdayaan Masyarakat Lokal, Dan Keutuhan Ekologi. Laporan Hasil
Lokakarya Pontianak BKSDA Kalimantan1