BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur tulang (perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah patah. (Hughes, 2006). Secara tidak langsung massa tulang yang dimiliki lebih rendah dari orang normal. Sehingga peluang terjadinya patah tulang akan lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami osteoporosis.(Cosman, 2009) Osteoporosis sering disebut juga dengan ”silent disease”, karena penyakit ini datang secara tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi hingga orang tersebut mengalami patah tulang. Akan tetapi, seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa sakit/pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. (Yatim,2003). Sesuai dengan bertambahnya usia dan pertumbuhan penduduk serta banyak faktor lainnya, jumlah pasien dengan osteoporosis telah meningkat secara signifikan. Saat ini osteoporosis telah menjadi masalah di seluruh dunia dengan perkiraan pasien telah mencapai 75 juta orang di Eropa, Amerika dan Japan. ( Priminiarti,2010) Data pemeriksaan di lima kota besar di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa 36% dari subyek menderita osteopenia, dan 29% menderita osteoporosis. Di Indonesia, osteoporosis yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun adalah
48
Embed
kurang definisi operasionalnbjbjjbjjbbjbjbjldldkdjcncncncncncnc
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur tulang
(perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah
patah. (Hughes, 2006). Secara tidak langsung massa tulang yang dimiliki lebih rendah dari
orang normal. Sehingga peluang terjadinya patah tulang akan lebih tinggi dibandingkan yang
tidak mengalami osteoporosis.(Cosman, 2009)
Osteoporosis sering disebut juga dengan ”silent disease”, karena penyakit ini datang
secara tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi hingga orang tersebut
mengalami patah tulang. Akan tetapi, seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa
sakit/pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. (Yatim,2003).
Sesuai dengan bertambahnya usia dan pertumbuhan penduduk serta banyak faktor
lainnya, jumlah pasien dengan osteoporosis telah meningkat secara signifikan. Saat ini osteo-
porosis telah menjadi masalah di seluruh dunia dengan perkiraan pasien telah mencapai 75
juta orang di Eropa, Amerika dan Japan.( Priminiarti,2010)
Data pemeriksaan di lima kota besar di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan
bahwa 36% dari subyek menderita osteopenia, dan 29% menderita osteoporosis. Di
Indonesia, osteoporosis yang terjadi pada usia di bawah 50 tahun adalah 14%, kemudian
meningkat menjadi 28% pada usia 50-60 tahun, dan 47% pada usia 60-70 tahun. ( Prim-
iniarti,2010)
Postmenopause adalah berhentinya menstruasi dan kesuburan secara perma-
nen yang terjadi 12 bulan setelah menstruasi terakhir. Pada usia empat puluhan, siklus mulai
memanjang lagi. Meskipun kebanyakan orang cenderung percaya bahwa dua puluh delapan
hari merupakan panjang siklus yang normal, penelitian telah membuktikan bahwa hanya
12,4% wanita benar-benar mempunyai siklus 28 hari dan 20% dari semua wanita mengalami
siklus tidak teratur.(Ghozally,2005)
Usia postmenopause perempuan Indonesia bervariasi tergantung usia menarche, tetapi
secara umum rata-rata sekitar usia 45-55 tahun. Tahun- tahun pertama setelah menopause,
wanita mengalami kehilangan kepadatan tulang, yang pelan tapi secara terus menerus terjadi.
Tingkat hilang tulang sekitar 0,5-1 % per tahun dari berat tulang pada wanita pasca-
menopause. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen pada
wanita yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat.
(Ghozally,2005)
Penyakit reumatik yang biasa disebut arthritis (radang sendi) dan dianggap sebagai
satu keadaan sebenarnya terdiri atas lebih dari 100 tipe kelainan yang berbeda. Penyakit ini
terutama mengenai otot–otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian pada laki–
laki maupun wanita dengan segala usia. Sebagian gangguan lebih besar kemungkinannya un-
tuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien atau lebih menyerang jenis ke-
lamin yang satu dibandingkan lainnya. Dampak keadaan ini dapat mengancam jiwa penderi-
tanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan, dan masalah yang disebabkan oleh
penyakit reumatik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan ak-
tivitas hidup sehari – hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas tetapi dapat menimbulkan
kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri. Keadaan mu-
dah lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur (Kisworo, 2008)
Arthritis rheumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan.
Biasanya terdapat banyak tanda-tanda fisik. Insiden puncak dari arthritis rheumatoid
terjadi pada umur dekade ke empat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih
sering dari pada laki-laki (Kisworo, 2008)
Didasarkan pengukuran kepadatan sumsum tulang atau Bone Mass Density (BMD),
wanita dengan rheumatoid arthritis ternyata memiliki resiko dua kali lebih tinggi terkena
osteoporosis, Penurunan BMD secara signifikan ditemukan pada tulang paha pasien rheuma-
toid arthritis yang berumur 50-59 tahun (4,2%) dan 60-70 tahun (5,0%). Reduksi secara sig-
inifikan juga terlihat dalam ukuran BMD tulang pinggul total dari wanita berumur 40-49
tahun (3,7%), 50-59 tahun (6,0%) dan 60-70 tahun (8,5%).Tetapi ukuran BMD tidak menu-
run secara siginifikan pada tulang punggung (L2-4).(Kisworo,2008)
Berdasarkan fenomena diatas itulah penulis tertarik melakukan penelitian ten-
tang “HUBUNGAN ANTARA OSTEOPOROSIS DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS
PADA WANITA POSTMENOPAUSE DI KELURAHAN WARU, SIDOARJO”
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara rheumatoid arthritis dengan osteoporosis pada wanita
postmenopause di Kelurahan Waru Sidoarjo?
Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan hubungan antara
rheumatoid arthritis pada wanita postmenopause di kelurahan Waru, Sidoarjo
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran rheumatoid arthritis pada wanita postmenopause
dengan osteoporosis pada wanita post menopause di kelurahan Waru, Sidoarjo
b. Untuk mengetahui gambaran osteoporosis pada wanita post menopause di
kelurahan Waru, Sidoarjo.
Manfaat hasil penelitian
1. Bagi Masyarakat
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya pada wanita pra-
menopause terhadap rheumatoid arthritis yang dapat meningkatkan resiko os-
teoporosis pada wanita postmenopause.
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyu-
luhan kepada wanita usia produktif mengenai osteoporosis pada masa postme-
nopause dan Riwayat penyakitnya khususnya Rheumatoid arthritis.
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan ilmu kedokteran khususnya ilmu kesehatan
tentang osteoporosis dan rheumatoid arthritis yang mempengaruhinya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan informasi untuk
penelitian berikutnya.
5. Bagi Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi mahasiswa
lainnya di Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma mengenai hubungan rheumatoid arthritis
dengan osteoporosis pada wanita postmenopause.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan tentang osteoporosis
2.1.1 Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan kuali-
tas dan kepadatan massa tulang, sehingga menyebabkan tulang menjadi rapuh dan risiko
patah tulang (WHO 1994).
2.1.2 indikasi
Gejala osteoporosis sering diabaikan oleh pasien karena tidak ada gejala spesifik. Gejala da-
pat berupa nyeri pada tulang dan otot, terutama sering terjadi pada punggung.
Patah tulang yang paling umum terjadi di bagian pinggul, tulang belakang, dan pergelangan
tangan. Terjadinya patah tulang ini meningkat seiring meningkatnya usia baik pada wanita
maupun pria.(Cosman,2009)
Patah tulang belakang dapat berimbas pada beberapa konsekuensi yang cukup serius, antara
lain: menurunnya tinggi badan, rasa sakit pada punggung yang menyiksa, dan berubahnya
bentuk tulang. Sedangkan patah tulang pinggul, terkadang dibutuhkan operasi lebih lanjut un-
tuk penanganannya.(Priminiarti,2010)
Osteoporosis terjadi bila hilangnya massa tulang lebih besar daripada produksinya. Beberapa
penyebab osteoporosis:
1). Primer
A. Osteoporosis postmenopause
Terjadi karena turunnya kadar estrogen, hormon utama pada wanita yang
menyebabkan osteoklas (sel perusak tulang) menjadi lebih aktif dan pembentukan tu-
lang menurun sehingga hilangnya massa tulang berlangsung dengan cepat. Biasanya
gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang
sama untuk menderita osteoporosis postmenopause, wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. (Tjandra,2009)
B. Osteoporosis senilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit
ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang
wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. (Tjan-
dra,2009)
2).Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan
medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-
obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk
keadaan ini. (Tjandra,2009)
3) Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini ter-
jadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari ra-
puhnya tulang (Tjandra,2009)
Gambar 1.1 Perbandingan tulang normal dan osteoporosis (Tjandra,H, 2010)
Gambar dia atas menunjukan perbandingan antara massa tulang normal dengan massa
tulang yang terkena osteoporosis. Terlihat bahwa terjadi pengurangan serta pengeroposan
massa tulang sehingga rongga pada tulang terlihat lebih renggang.
2.1.3 Risiko osteoporosis
Pada penyakit osteoporosis yang su-
dah lanjut da- pat menimbulkan beberapa
risiko komp- likasi. Risiko komplikasi
tersebut antara lain:(Cosman,2009)
a. .Sakit yang kronis
b. Menurunnya fungsi mobilitas
c. Berkurangnya fungsi paru-paru
d. Sangat bergantung pada orang lain
e. Susah tidur
f. Patah tulang di tulang belakang, pergelangan tangan dan pinggul
g. Kecacatan tulang belakang ( misalnya tidak bertambahnya tinggi dan menjadi
bungkuk)
2.1.4 Pencegahan osteoporosis.
Penyakit osteoporosis dapat ditekan perkembangannya. Penekanan jumlah
tersebut dapat dengan memperhatikan beberpa aspek, antara lain :
Zat gizi
a. Kalsium
Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh yaitu kalsium. Kebutuhan kalsium
ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Karena pada usia lebih dari 30 tahun,
massa tulang akan mulai berkurang.(Tjandra, 2009)
b. Vitamin D
Penyakit yang cukup serius seperti osteoporosis dapat timbul akibat kurangnya asupan
vitamin D.Vitamin D mempunyai peranan penting dalam pemeliharaan dan pertumbuhan tu-
lang. . Seseorang cukup mendapatkan sinar matahari pada kulit, maka tidak akan mengalami
kekurangan asupan vitamin D.(Tjandra, 2009)
c. Fosfor
Fosfor merupakan mineral kedua yang banyak berperan dalam tubuh. Kalsium dan
fosfor menjadi komponen dalam tulang. Akan tetapi, jika jumlah fosfor lebih besar daripada
kalsium akan menyebabkan berkurangnya masa tulang. Karena pada makanan sumber fosfor
dapat meningkatkan hormon paratiroid yang dapat memicu pengeluaran kalsium melalui
urine, sehingga masa tulang pun akan berkurang. (Barker, 2002)
d. Vitamin K
Vitamin K mempunyai peranan dalam mengatur protein dalam tulang. Kekurangan
vitamin K akan mempengaruhi berkurangnya sintesis osteokalsin, sehingga tulang menjadi
kurang kuat. Dan pada beberapa studi penelitian, mengatakan bahwa seseorang yang memi-
liki asupan vitamin K yang tinggi, tulang yang dimiliki pun lebih padat dan resiko terjadinya
patah tulang menjadi rendah. (Heaney, 2005)
e. Protein
Terjadinya ostoporosis juga disebabkan oleh asupan protein yang berlebih. Karena
protein dapat menghasilkan asam jika diuraikan dalam tubuh. Sehingga asam tersebut ditahan
oleh tulang dan terjadilah pelepasan kalsium melalui urine. Ada studi yang mengatakan
adanya peningkatan asupan protein mempengaruhi kehilangan masa tulang. Dengan asupan
protein sebanyak 1 gram dapat meningkatkan pengeluaran kalsium lewat urin sebanyak 1 mg.
(Hughes, 2006)
Gaya hidup
a. Aktivitas fisik
Aktivitas yang dilakukan setiap orang berberbeda-beda. Dengan aktivitas fisik, berarti
otot tubuh bergerak dan menghasilkan energi. (Sutarina, 2008) Menurut Baecke, aktivitas
fisik dibagi menjadi 3, yaitu waktu bekerja, waktu olahraga, dan waktu luang. ( Kamso,2000)
Seseorang yang jarang melakukan aktivitas fisik akan mengakibatkan turunnya massa
tulang dan dengan bertambahnya usia terutama pada usia lanjut, otot pun akan menjadi
lemah, sehingga akan berpeluang untuk timbulnya patah tulang. (Compston, 2002) Hal terse-
but juga telah dibuktikan bahwa peluang terjadinya patah tulang 2 kali lebih besar pada
wanita usia lanjut yang jarang melakukan aktivitas fisik (berdiri < 5 jam) daripada yang ser-
ing melakukan aktivitas fisik. (Jahari et al, 2007)
b. Kebiasaan merokok
Dengan merokok, hormon estrogen dalam tubuh akan menurun dan akan mudah kehi-
langan masa tulang (BMD rendah/terjadi osteoporosis), sehingga lebih besar untuk men-
galami fraktur tulang. (Hughes, 2006)
Kebiasaan merokok sejak dini pada wanita akan lebih awal untuk mengalami
menopause, sehingga kadar estrogen akan lebih cepat menurun dan lebih berisiko untuk men-
galami osteporosis. (Compston, 2002)
c. Kebiasaan konsumsi kafein
Kebiasaan mengkonsumsi kafein dalam jumlah banyak, sekitar 6 cangkir atau lebih
dalam sehari, akan lebih besar untuk berisiko terkena osteoporosis. Akan tetapi, dalam buku
concept andcontroversies, pada orang yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi 2gelas/hari
peluang kehilangan kalsium pun akan meningkat. Karena ada penelitian yang mengatakan
bahwa berkurangnya masa tulang diakibatkan dari konsumsi kafein yang berlebihan, tetapi
jika dalam jumlah yang normal tidak akan membuat massa tulang berkurang. (Jahari et al,
2007)
d. Kebiasaan Konsumsi Alkohol
Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, akan meningkatkan terjadinya resiko patah
tulang. Hal ini disebabkan alkohol dapat mengurangi masa tulang, mengganggu metabolisme
vitamin D dan menghambat penyerapan kalsium. Sehingga terjadinya osteoporosis pun lebih
besar pada orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak
daripada orang yang tidak mengkonsumsi alkohol. (Compston, 2002)
2.1.5 metode tes
Standar untuk mendiagnosa osteoporosis adalah tes BMD, yang mengukur kepadatan
tulang dan menentukan risiko fraktur dengan menggunakan mesin dual X-Ray absorptiome-
try (DXA) yang banyak dipakai.
Menurut The National Osteoporosis Foundation (NOF), tes BMD diperuntukkan bagi:
• Semua wanita berusia 65 tahun atau lebih, tanpa memperhitungkan faktor resiko.
• Wanita yang mengalami menopause awal, dengan satu atau lebih faktor resiko (selain
keturunan Kaukasia, menopause dan wanita).
• Wanita yang telah mengalami menopause dan telah mengalami patah tulang (untuk
memastikan perlu dilakukan diagnosa dan menentukan tingkat keparahan penyakit)
• Wanita yang kekurangan hormon estrogen beresiko klinis menderita osteoporosis.
• Setiap orang yang memiliki tulang belakang yang tidak normal.
• Setiap orang yang telah mendapatkan, atau berencana untuk mendapatkan terapi
glukokortikoid (terapi yang mengandung steroid, seperti kortison, yang diproduksi
oleh korteks adrenal) dalam jangka panjang. Biasanya digunakan untuk mengobati
penyakit asthma.
• Setiap orang yang memiliki penyakit hipertiroid.
Tes BMD mengukur satu atau lebih tulang dari seseorang, umumnya pada bagian pinggul, tu-
lang belakang atau pergelangan tangan. Densitas terukur dari tulang-tulang ini kemudian
dibandingkan dengan usia, jenis kelamin dan ukuran tubuh.
Seseorang akan didiagnosis osteoporosis apabila BMD < – 2,5. (Compston,2013)
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RAData responden apakah mempun-yai penyakit RA
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariabel digunakan untuk meneliti kekuatan hubungan an-
tara dua variabel (variabel bebas dengan variabel terikat). Uji statistik yang di-
gunakan adalah uji chi square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua
variabel analisis chi-square dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan
tingkat signifikan p< 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Dasar pengambilan kepu-
tusan dengan tingkat kepercayaaan 95% adalah jika nilai p< 0,05 maka hipote-
sis penelitian diterima dan jika nilai p> 0,05 maka hipotesis penelitian di tolak
(Budiarto, 2002).
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Data responden, meliputi: Identitas responden (Nama, Alamat, Umur, Jenis Kelamin,
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
Diukur Densitas Massa Tulang dengan alat Quantitative Ultra-sound Sonometry (QUS)
DAFTAR PUSTAKA
1. Baziad, A. 2002 Seputar masalah menopause, www.klinik_perempuan.com diakses tang-
gal 15 desember 2013
2. Barker, Helen M. 2002. Nutrition and Dietetics for Health Care. United Kingdom. Chur-
cill Livingstone.
3. Burke and Laramie.2000 Primary Care of The Older Adult A Multidisiplinary Approach.