LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIENDENGAN POST
CRANIOTOMI E.C NEOPLASMAA. Definisia. TumorTumor adalah istilah
umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam
setiapbagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat
parasit dan berkembang denganmengorbankan manusia yang menjadi
hospesnya. (Sue Hinchliff, 1997).b. Tumor otakTumor otak adalah
tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak. (Rosa Marion,
2000)c. Karsinoma otak (maligna)Karsnoma otak adalah neoplasma yang
tumbuh di selaput otak.d. NeoplasamaNeoplasma ialah sekumpulan sel
abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terusmenerus
secara terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan
tidak berguna bagitubuh. (Achmad Tjarta, 1973).B.EtiologiPenyeban
tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat diperkirakan karena
:1. GenetikTumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen
besar dari beberapa gangguan yangditurunkan sebagi kondisi
autosomal, dominant termasuk sklerasis tuberose,
neurofibromatosis.2. Kimia dan VirusPada binatang telah ditemukan
bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknyaneoplasma
primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada
manusia masihbelum jelas.3. RadiasiPada manusia susunan saraf pusat
pada masa kanak-kanak menyebablkan terbentuknyaneoplasma setelah
dewasa.4. TraumaTrauma yang berulang menyebabkan terjadinya
meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruhtrauma pada
patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum
diketahui.C.Klasifikasi1. GliomaJumlah tumor otak. Tumbuh pada tiap
jaringan dari otak. Infiltrasi dari terutama ke jaringanhemisfer
cerebral. Tumbuh sangat cepat, sebagian orang bias hidup beberapa
bulan sampaitahun.
http://www.academia.edu/6839421/LAPORAN_PENDAHULUAN_ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_KLIENhttps://diansistya.wordpress.com/2012/10/19/askep-post-craniotomi/http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2010/06/post-craniotomy-craniopharyngioma.htmlhttp://yuudi.blogspot.com/2011/06/askep-craniotomy.htmlhttp://srikureonni.blogspot.com/2012/01/kti-bab-ii-post-craniotomy.html
inggu, 13 Juni 2010 A. DEFINISI Tumor otak adalah lesi oleh
karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di
otak, meningen dan tengkorak. Craniopharyngioma adalah Tumor otak
yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica Craniotomy
adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan
maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. B. ETIOLOGI
Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma,
teratoma, berasal dari sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami
pertumbuhan neoplastik C. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinik
umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF) Sakit kepala
Nausea atau muntah proyektil Pusing Perubahan mental Kejang
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang
spesifik dari otak) 1. Perubahan penglihatan, misalnya:
hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda papil
edema. 2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia 3. Perubahan sensorik,
misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik. 4.
Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan
paralisis. 5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya:
inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi. 6. Perubahan dalam
pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness. 7. Perubahan dalam
seksual D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk membantu menentukan lokasi
tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan. 1. CT-Scan
memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan
jejas tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder. 2. MRI
membantu mendiagnosis tumor potak. Ini dilakukan untuk mendeteksi
jejas tumor yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas
yang kecil dan tumor-tumor didalam batang otak dan daerah
hipofisis. 3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi)
dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis. 4.
Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah
serebral dan letak tumor serebral. 5. EKG dapat mendeteksi
gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
E. KOMPLIKASI POST OPERASI 1. Edema cerebral 2. Perdarahan
subdural, epidural, dan intracerebral 3. Hypovolemik syok 4.
Hydrocephalus 5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH
atau Diabetes Insipidus) 6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan
dengan tromboplebitis. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7
- 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila
darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut
aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi,
ambulatif dini. 7. Infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46
jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan
infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi
luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan
aseptik dan antiseptik. 8. Kerusakan integritas kulit sehubungan
dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan
terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya
organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau
eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan
F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Mengurangi komplikasi akibat
pembedahan. 2. Mempercepat penyembuhan. 3. Mengembalikan fungsi
pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi. 4.
Mempertahankan konsep diri pasien. 5. Mempersiapkan pasien pulang.
Perawatan pasca pembedahan 1. Tindakan keperawatan post operasi a.
Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output b.
Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage. c.
Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati,
jangan sampai drain tercabut. d. Perawatan luka operasi secara
steril. 2. Makanan Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak
diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang
dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein
dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan
luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi. pembatasan
diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan
baru diberikan jika: Perut tidak kembung Peristaltik usus normal
Flatus positif Bowel movement positif 3. Mobilisasi Biasanya pasien
diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap
dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien
yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan
ambulasi dini. 4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi Sistem Perkemihan.
- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal. retensio urine.Anesthesia, infus
IV, manipulasi operasi abdomen bawah (distensi- Pencegahan :
Inspeksi, Palpasi, Perkusi buli-buli). kaji warna, jumlah urine,
out put urine- Dower catheter < 30 ml / komplikasi ginjal.jam
Sistem Gastrointestinal. 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama
dapat- Mual muntah menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat. -
Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. suara
usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.- Kaji paralitic ileus -
jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam. - Insersi NG
tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung. Meningkatkan istirahat. Memberi
kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah. Memonitor perdarahan.
Mencegah obstruksi usus. Irigasi atau pemberian obat. Proses
penyembuhan luka Fase pertama Berlangsung sampai hari ke 3. Batang
lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang
menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai
kerangka. Fase kedua Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian
oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1
minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali. Fase
keempat Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka 1. Meningkatkan intake
makanan tinggi protein dan vitamin C. 2. Menghindari obat-obat anti
radang seperti steroid. 3. Pencegahan infeksi. 4. Pengembalian
Fungsi fisik. Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah
operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi
dini. G. Kriteria Evaluasi Hasil yang diharapkan setelah perawatan
pasien post operasi, meliputi; 1. Tidak timbul nyeri luka selama
penyembuhan. 2. Luka insisi normal tanpa infeksi. 3. Tidak timbul
komplikasi. 4. Pola eliminasi lancar. 5. Pasien tetap dalam tingkat
optimal tanpa cacat. 6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap
normal. 7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang : Pengobatan
lanjutan. Jenis obat yang diberikan. Diet. Batas kegiatan dan
rencana kegiatan di rumah. H. PENGKAJIAN a. Primary Survey 1)
Airway Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)
setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi. meletakan
tangan di atas mulut atau hidung. Potency jalan nafas, keadekwatan
expansi paru, kesimetrisan. Auscultasi paru 2) Breathing Kompresi
pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan
napas. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR
< 10 X / gangguan depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal
menit cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.diafragma, retraksi
sternal 3) Circulating: Efek peningkatan tekanan intrakranial
terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor
akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang
akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia). Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor
kulit, balutan. 4) Disability : berfokus pada status neurologi Kaji
tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik
dan tanda-tanda vital. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah
bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas,
perubahan visual dan gelisah. 5) Exposure Kaji balutan bedah pasien
terhadap adanya perdarahan b. Secondary Survey : Pemeriksaan fisik
Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran
somnolent, apatis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374
0C, RR 20 X/menit. 1) Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi
hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak membesar, perkusi
bunyi redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal dan
peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada
gastrointestinal. 2) Ekstremitas Mampu mengangkat tangan dan kaki.
Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4.,
akral dingin dan pucat. 3) Integumen. Kulit keriput, pucat. Turgor
sedang 4) Pemeriksaan neurologis Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis,
maka dapat terjadi : Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan dalam penglihatan,
seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
foto fobia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri),
deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan
tubuh. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. Gangguan
nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. c. Tersiery
Survey 1) Kardiovaskuler Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva
pucat dan akral hangat. Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit,
kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%,
HCT= 32 dan PLT = 235. 2) Brain Klien dalam keadaan sadar, GCS:
4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks dalam batas normal.
3) Blader Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc,
warna kuning kecoklatan. I. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ganggguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi. 2. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan luka insisi. 3. Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk. 4. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan. 5. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi. 6. Pola
nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi. 7. Bersihan jalan
napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret. 8. Perubahan
pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi. 9. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.
Keperawatan | 1 Responses to POST CRANIOTOMY (CRANIOPHARYNGIOMA)
RISYA Says: Posted on 28 Desember 2011 13.24 biasanya dibutuhkan
waktu berapa lama untuk pulih seperti saat saat sebelum operasi?..
Poskan Komentar
Copy and WIN : http://bit.ly/copynwin
Askep Post CraniotomiOct19A. Konsep Dasar Trauma Kepala1.
Pengertiana. Pengertian trauma kepalaMenurut Satya Negara (1998:
148) mengemukakan bahwa cedera kepala merupakan jumlah deformitas
jaringan di kepala yang diakibatkan oleh suatu kekuatan mekanis.b.
Pengertian Trauma Kepala SedangMenurut Arief Mansjoer, (2000:5) dan
Hudak and Gallo,alih bahasa Monica E.D Adiyanti (1996:226) Cedera
kepala sedang (Moderat HI) ialah suatu keadaan cedera kepala dengan
nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12 dan tingkat kesadaran
lethargi, obtunded atau stupor.c. Pengertian craniotomyBarbara
Engram, alih bahasa Suharyati Samba, dkk (1998: 642) mengemukakan
bahwa kraniotomi adalah operasi pembukaan tulang tengkorak,
sedangkan Ahmad Ramali (1996: 62) mendefinisikan craniotomy adalah
setiap pembedahan pada tulang tengkorak.Dari kedua pendapat di
atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kraniotomi adalah pembedahan
yang dilakukan untuk membuka tulang tengkorak.d. Pengertian
DekompresiMenurut Ahmad Ramali, (1996:84) Dekompresi ialah
pengurangan atau mengevakuasi bekuan darah dari tulang tengkorak.e.
Pengertian Subdural HematomaMenurut Depkes RI (1995: 63) Subdural
Hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara durameter dan
arakhnoid yang biasanya meliputi perdarahan vena. Sedangkan menurut
Carolyn M. Hudak, alih bahasa Monica E.D Adiyanti (1996: 228)
hematoma subdural adalah akumulasi darah di bawah lapisan meningeal
durameter dan diatas lapisan arakhnoid yang menutupi otak. Definisi
lain dikemukakan oleh Arif Mansjoer, dkk (2000: 8) bahwa hematoma
subdural ialah pengumulan darah dalam rongga antara durameter dan
membran subarakhnoid yang bersumber dari robeknya vena.Dari ketiga
pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa hematoma subdural
adalah akumulasi darah yang terjadi di dalam rongga antara
durameter dan arakhnoid yang biasanya disebabkan karena perdarahan
vena.Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, Post
craniotomy dekompresi atas indikasi moderat HI disertai subdural
hematoma fronto temporo parietal dextra ialah operasi pembedahan
yang dilakukan untuk membuka tengkorak guna mengevakuasi bekuan
darah atas indikasi cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran
(GCS) 9-12 disertai akumulasi darah yang terjadi di dalam rongga
antara durameter dan arakhnoid yang biasanya disebabkan karena
perdarahan vena di daerah fronto temporo parietal dextra.2. Anatomi
dan Fisiologi OtakOtak merupakan jaringan yang konsistensinya
kenyal menyerupai agar-agar dan terletak di dalam ruangan yang
tertutup oleh tulang yaitu kranium (tengkorak), yang secara absolut
tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang
dewasa.Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari
permukaan luar adalah: kulit kepala yang mngandung rambut, lemak
dan jaringan lainnya, tulang tengkorak, meningens (selaput otak dan
liquor serebrospinalis). (Satyanegara, 1998: 12)Otak dibagi dalam
beberapa bagian:a. Serebrum (otak besar)Merupakan bagian yang
terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi depan atas
rongga tengkorak, masing-masing disebut fase kranialis anterior
atas dan fase kranialis media.Pada otak besar ditemukan beberapa
lobus, yaitu:1) Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang
terletak di depan siklus sentralis. Lobus ini terlihat dalam 2
fungsi serebral utama, yaitu: (1) kontrol motorik gerakan volunter
termasuk fungsi bicara, dan (2) kontrol berbagai ekspresi emosi,
moral dan tingkah laku etika. Fungsi aktifitas motoriknya
diekspresikan melalui: korteks somato-motorik primer (area Brodmann
4), korteks premotor dan suplemen (area Brodmann 6), frontal eye
field (area Brodmann 8) dan pusat bicara Broca (area Brodmann 44),
sedangkan kontrol ekspresif dari emosi dan moral dilaksanakan oleh
korteks pre frontal (Satyanegara, 1998: 15)2) Lobus parietalis,
terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh karaco
oksipitalis. Lobus parietal dikaitkan untuk evaluasi sensorik umum
dan rasa kecap, dimana selanjutnya akan dintegrasi dan diproses
untuk menimbulkan kesiagaan tubuh terhadap lingkungan eksternal.
(Satyanegara, 1998: 17)3) Lobus temporalis, terdapat di bawah
lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis.
Lobus temporalis mempunyai peran fungsionil yang berkaitan dengan
pendengaran, keseimbangan dan juga sebagian dari emosi-memori4)
Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang daris erebrum lobus
oksipitalis sangat penting fungsinya sebagai kortex visual. Secara
umum, fungsi serebrum terdiri dari:a) mengingat
pengalaman-pengalaman masa lalub) pusat persyarafan yang menangani;
aktifitas mental, akal, inteligensi, keinginan dan memoric) pusat
menangis, buang air besar dan buang air kecilb. Batang otak
(trunkus serebri)Batang otak adalah pangkal otak yang merilei
pesan-pesan antara medula spinalis dan otak. Batang otak terdiri
dari:1) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat
diantara serebrum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel syaraf
yang terdapat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula
interna dengan sudut menghadap ke samping.Fungsi dari
diensefalon:a) vaso kontruktor, mengecilkan pembuluh darahb)
respiratori, membantu proses persyarafanc) mengontrol kegiatan
reflekd) membantu pekerjaan jantungDiensefalon tersusun atas
struktur Hipothalamus yang berfungsi sebagai pusat integrasi
susunan saraf otonom, regulasi temperatur, keseimbangan cairan dan
elektrolit, integrasi sirkuit siklus bangun-tidur, intake makanan,
respon tingkah laku terhadap emosi, pengontrolan endokrin, dan
respon seksual. Thalamus berfungsi sebagai pusat persediaan dan
integrasi bagi semua jenis impuls sensorik, kecuali
penciuman.thalamus memainkan peranan penting dalam transmisi impuls
nyeri.(satyanegara, 1998:20)2) Mesensefalon, atap dari mesensefalon
terdiri dari 4 bagian yang menonjol ke atas, 2 di sebelah atas
disebut korpus quadrigeminus superior dan 2 di sebelah bawah
disebut korpus quadrigeminus inferior, serat saraf okulomotorius
berjalan ke veritral di bagian medial. Serat-serat saraf nervus
troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi
lain.Fungsinya terdiri dari:a) membantu pergerakan mata dan
mengangkat kelopak matab) memutar mata dan pusat pergerakan mata3)
Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan
pons varoli dengan serebelum, terletak didepan serebelum di antara
otak tengah dan medula oblongota, disini terdapat premotoksid yang
mengatur gerakan pernafasan dan reflek.Fungsi dari pons varoli
terdiri dari:a) penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga
antara medula oblongata dengan serebelumb) pusat syaraf nervus
trigeminus4) Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak
yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis. Bagian bawah medula oblongata merupakan persambungan
medula spinalis ke atas dan bagian atas medula oblongata disebut
kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula
oblongataFungsi medula oblongata merupakan organ yang menghantarkan
impuls dari medula spinalis dan otak yang terdiri dari:a)
mengontrol pekerjaan jantungb) mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstruktor)c) pusat pernafasan (respiratory centre)d)
mengontrol kegiatan reflekOtak dilindungi oleh selaput otak
(meningen) yang terdiri dari 3 lapisan:a. Duramater (lapisan
sebelah luar)Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari
jaringan ikat tebal dan kuat, di bagian tengkorak terdiri dari
selaput tulang tengkorak dan duramater propia di bagian dalam. Di
dalam kanal vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Duramater pada
tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan arah vena dari
otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior, terletak di
antara kedua hemisfer otak.b. Arakhnoid (lapisan tengah)Merupakan
selaput halus yang memisahkan duramater dengan piameter membentuk
sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan syaraf sentral. Medula spinalis terhenti setinggi di bawah
lumbal I-II terdapat sebuah kantong berisi cairan, berisi saraf
perifer yang keluar dari medula spinalis dapat dimanfaatkan untuk
mengambil cairan otak yang disebut pungsi lumbal.c. Piamater
(lapisan sebelah dalam)Merupakan selaput tipis yang terdapat pada
permukaan jaringan otak, piamater berhubungan dengan arakhnoid
melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trabekel. Tepi
falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus
sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari falks serebri.
Tentorium memisahkan serebri dengan sereblum.(Syaifuddin, 1997:
124)3. Etiologi (Satyanegara,1998:148)Kebanyakan cedera kepala
merupakan akibat salah satu dari kedua mekanisme dasar yaitu:a.
Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu
obyek atau sebaliknyab. Guncangan lanjut, merupakan akibat
peristiwa guncangan kepala yang hebat, baik yang disebabkan oleh
pukulan maupun yang bukan karena pukulan4. Klasifikasi cedera
kepalaa. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan
menurut: (Mansjoer, Arief 2000:5), (Hudak and Gallo, alih bahasa
Monica E.D Adiyanti, 1996:226) adalah sebagai berikut:1) Cedera
kepala ringan (mild HI)Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma
ringan dengan hasil penilaian tingkat kesadaran (GCS) yaitu 13-15,
klien sadar penuh, atentif dan orientatif. Klien tidak mengalami
kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konkusio,
tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang. Klien biasanya
mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat menderita abrasi,
laserasi atau hematoma kulit kepala2) Cedera kepala sedang (moderat
HI)Suatu keadaan cedera kepala dengan nilai tingkat kesadaran (GCS)
yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi, obturded atau stupon.
Gejala lain berupa muntah, amnesia pasca trauma, konkusio, rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan cerebrospinal dan biasanya
terdapat kejang.3) Cedera kepala berat (severe HI)Cedera kepala
dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran
koma. Terjadi penurunan derajat kesadaran secara progresif. Tanda
neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur
depresi kranium. Mengalami amnesia > 24 jam, juga meliputi
kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.b.
Klasifikasi perdarahan intrakranial berdasarkan lokasi akibat
cedera kepala menurut:Suzanne C Smeltzer, et. al, alih bahasa Agung
Waluyo (2001:2212), Tuti Pahria,dkk (1996:49) adalah sebagai
berikut:1) Hematoma epiduralAdalah pengumpulan darah di dalam ruang
epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan duramater. Keadaan
ini sering diakibatkan dari fraktur atau rusak (laserasi), dimana
arteri ini berada di antara duramater putus atau rusak (laserasi),
dimana arteri ini berada diantara duramater dan tengkorak daerah
inferior menuju bagian tipis tulang temporal hemoragi karena arteri
ini menyebabkan penekanan pada otak. Gejala ditimbulkan oleh
hematoma luas, disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya
terlihat adanya kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera,
diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan. Gejala
klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun disertai
anisokor pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontra
lateral. Sedangkan hematoma epidural di daerah frontal dan parietal
atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran
(biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari.
Banyaknya perdarahan terjadi karena proses desak ruang akut, bila
cukup besar akan menimbulkan herniasi misalnya pada perdarahan
epidural, temporal yang dapat menyebabkan herniasi unkus.2)
Hematoma subduralAdalah pengumpulan darah diantara durameter dan
arakhnoid yang biasanya meliputi perdarahan vena. Paling sering
disebabkan oleh trauma, tetapi dapat juga terjadi kecenderungan
perdarahan yang serius dari aneurisma, hemoragi subdural lebih
sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh
darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural
dapat terjadi akut, subakut atau kronik, tergantung pada ukuran
pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.a) Hematoma
subdural akut, sering dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang
meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya pasien dalam keadaan koma
dan/ atau tanda gejala klinis: sakit kepala, perasaan kantuk dan
kebingungan, respon yang lambat dan gelisah. Tekanan darah
meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan pernafasan cepat sesuai
dengan peningkatan hematoma yang cepat. Keadaan kritis terlihat
dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.b) Hematoma
subdural sub akut, biasanya berkembang 7-10 hari setelah cedera dan
dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat dan dicurigai
pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma
kepala. Tanda dan gejala sama seperti pada hematoma subdural akut.
Tekanan serebral yang terus menerus menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran yang dalam. Angka kematian pasien hematoma subdural akut
dan subakut tinggi, karena sering dihubungkan dengan kerusakan
otak.c) Hematoma subdural kronik, terjadi karena cedera kepala
minor. Mulanya perdarahan kecil memasuki di sekitar membran
vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala klinis mungkin tidak
terjadi/ terasa dalam beberapa minggu atau bulan. Keadaan ini pada
proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik,
lansia cenderung yang paling sering mengalami cedera kepala tipe
ini sekunder akibat atropi otak, yang diperkirakan akibat proses
penuaan. Cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup
untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negatif.3)
Hematoma intraserebralAdalah perdarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana mendesak ke
kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak, cedera
tumpul). Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh
hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh
darah, ruptur kantung aneurisma, anomali vaskuler, tumor
intrakranial. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan otak
akan menimbulkan edema otak, gejala neurologik tergantung dari
ukuran dan lokasi perdarahan.5. PatofisiologiPatofisiologi trauma
kepala menurut: Sylvia Anderson, et,al., alih bahasa Peter Anugerah
(1995: 1011); Satyanegara, (1998: 150); Carolyn M. Hudak, et, al.,
alih bahasa Monica E.D Adiyanti (1996: 226) adalah sebagai
berikut:Pada trauma kepala dimana kepala mengalami benturan yang
kuat dan cepat akan menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak
dan jaringan sekitarnya secara mendadak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan
cedera akselerasi-deselerasi. Dipandang dari aspek mekanis,
akselerasi dan deselerasi merupakan kejadian yang serupa, hanya
berbeda arahnya saja. Efek akselerasi kepala pada bidang sagital
dari posterior ke anterior adalah serupa dengan deselerasi kepala
anterior-posterior.Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat
menimbulkan lesi, robekan atau memar pada permukaan otak, dengan
adanya lesi, robekan, memar tersebut akan mengakibatkan gejala
defisit neurologis yang tanda-tandanya adalah penurunan kesadaran
yang progresif, reflek Babinski yang positif, kelumpuhan dan bila
kesadaran pulih kembali biasanya menunjukkan adanya sindrom otak
organik.Pada trauma kepala dapat juga menimbulkan edema otak,
dimana hal ini terjadi karena pada dinding kapiler mengalami
kerusakan, ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Sehingga
cairan akan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan otak
karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan intravaskuler dengan
tekanan interstisial.Akibat cedera kepala, otak akan relatif
bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian terjadi
cedera pada permukaannya, terutama pada vena-vena gantung (bridging
veins). Robeknya vena yang menyilang dari kortex ke sinus-sinus
venosus dapat menyebabkan subdural hematoma, karena terjadi
pengisian cairan pada ruang subdural akibat dari vena yang pecah.
Selanjutnya pergeseran otak juga menimbulkan daerah-daerah yang
bertekanan rendah (cedera regangan) dan bila hebat sekali dapat
menimbulkan kontusi kontra-kup.Akibat dari adanya edema, maka
pembuluh darah otak akan mengalami penekanan yang berakibat aliran
darah ke otak berkurang, sehingga akan hipoksia dan menimbulkan
iskemia yang akhirnya gangguan pernapasan asidosis respiratorik
(Penurunan PH dan peningkatan PCO2 ). Akibat lain dari adanya
perdarahan otak dan edema serebri yang paling berbahaya adalah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang timbul karena
adanya proses desak ruang sebagai akibat dari banyaknya cairan yang
bertumpuk di dalam otak. Peningkatan intra kranial yang terus
berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema yang bertambah
secara progresif, akan menyebabkan koma dengan TTIK yang terjadi
karena kedua hemisfer otak atau batang otak sudah tidak
berfungsi.6. Manajemen medis secara umum pada trauma kepala (Tuti
Pahria,dkk ,1996:57; Arif Mansjoer, dkk, 2000: 4)a. Anti kejang:
kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus
diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan
dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak
berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/ kgBB diberikan intravena
perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/ menit.pada
cedera kepala berat, Antikejang fenitoin diberikan 15-20 mg/kgBB
bolus intavena, kemudian 300 mg/hari intravena mengurangi frekuensi
kejang pascatrauma dini (minggu pertama) dari 14% menjadi 4% pada
pasien dengan perdarahan intrakranial traumatik. Pemberian fenitoin
tidak mencegah timbulnya epilepsi pascatrauma di kemudian hari.
Jika pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan
setelah 7-10 hari. Kadar fenitoin harus dipantau ketat karena kadar
subterapi sering disebabkan hipermetabolisme fenitoin.b. Nutrisi:
cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan
katabolik, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal.
Pemberian makanan enteral melalui pipa nasogastrik atau
nasoduodenal harus diberikan sesegera mungkin (biasanya hari ke-2
perawatan)c. Temperatur badan: demam (temperatur > 101oF)
mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif dengan
asetaminofen atau kompres dingin. Pengobatan penyebab (antibiotik)
diberikan bila perlu.d. Steroid: steroid tidak terbukti mengubah
hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat meningkatkan
resiko infeksi, hiperglikemia dan komplikasi lain. Untuk itu,
steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir pada herniasi
serebri akut (deksametason 10 mg intravena setiap 4-6 jam selama
48-72 jam)e. Profilaksis ulkus peptik: pasien dengan ventilasi
mekanis atau koagulopati memiliki resiko ulserasi stres gastrik
yang meningkat dan harus mendapat ranitidin 50 mg intravena setiap
8 jam atau sukralfat 1 g per oral setiap 6 jam atau H2 antagonis
lain atau inhibitor proton.f. Antibiotik: penggunaan antibiotik
rutin untuk profilaksis pada pasien dengan cedera kepala terbuka
masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi resiko
meningitis penumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan
serebrospinal atau udara intrakranial tetapi dapat meningkatkan
resiko infeksi dengan organisme yang lebih virulen.g. Therapi
hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasih. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu
manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%i. Makanan atau
cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus 5%, aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.j. Pembedahan, meliputi kraniotomi atau kraniektomik.
Pada trauma berat, karena hari-hari pertama didapatkan penderita
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium
dan elektrolit, maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu
banyak cairan, dextrosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam
kedua, dan dextrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah, makanan diberikan melalui nasogastrik tube
(2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai urea N7.
Dampak trauma kepala terhadap sistem tubuh lainnyaAdanya gangguan
sistem persyarafan akibat trauma kepala akan mengganggu sistem
tubuh lainnya. Adapun gangguannya menurut : Carolyn M. Hudak, et,
al., alih bahasa Monica E.D Adiyanti (1996: 230) Tuti Pahria,dkk
(1996:50) adalah sebagai berikut:a. Sistem kardiovaskulerTrauma
kepala yang disertai dengan Subdural hematoma, akan terjadi
perdarahan dan edema serebri sehingga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Kondisi ini akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah, tachikardi kemudian bradikardi dan iramanya tidak teratur
sebagai kompresi kerja jantung.Trauma kepala menyebabkan perubahan
fungsi jantung mencakup aktifitas atipikal miokardiar, perubahan
tekanan vaskuler dan edema paru. Akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persyarafan simfatik dan parasimfatik pada pembuluh darah arteri
dan arteriol otak tidak begitu besar.Aktifitas miokard berubah
termasuk peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work
dimana pembacaan CVP abnormal, tidak adanya stimulus endogen saraf
simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini
menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium
kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan
sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri
adalah terjadinya edema paru.b. Sistem pernafasanAdanya edema paru
pada trauma kepala dan vasokontriksi paru atau hipertensi paru,
menyebabkan hipernoe dan bronkhokonstriksi. Pernafasan cheyne
stokes dihubungkan dengan sensitifitas yang meningkat pada
mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi
apnea. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri
mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah
karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2 akan terjadi alkalosis
yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF
(Serebral Blood Fluid). Bila PCO2 bertambah akibat gangguan sistem
pernafasan akan menyebabkan acidosis dan vasodilatasi. Hal ini
menyebabkan pertambahan CBF, yang kemudian menyebabkan terjadinya
penambahan tingginya tekanan intra kranial (TTIK) edema otak karena
trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak, terjadi robekan
pada pembuluh kapiler atau cairan traumatik yang mengandung protein
eksudat yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak
normal tidak didapatkan edema otak terjadi karena penekanan
terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak dapat
menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medula
oblongata. Akibat penekanan daerah medula oblongata dapat
menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas
tidak teratur atau pola nafas tidak efektif.Trauma kepala dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran yang dapat menyebabkan
terakumulasinya sekret pada trakheobronkhiolus, sehingga akan
terjadi obstruksi pada saluran pernapasan.c. Sistem
pencernaanTrauma kepala juga mempengaruhi sistem pencernaan. pada
klien post craniotomy pada hari pertama akan didapatkan bising usus
yang menurun karena efek narkose. Setelah trauma kepala (3 hari)
terdapat respon tubuh dengan merangsang aktifitas hipotalamus dan
stimulus gagal. Hal ini merangsang anterior hipofisis menjadi
hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk
mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk
menangani edema serebral. Namun, pengaruhnya terhadap lambung
adalah peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan
hiperasiditas. Selain itu hiperasiditas terjadi karena adanya
peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stres yang
mempengaruhi produksi lambung. Hiperasiditas yang tidak ditangani
akan menyebabkan perdarahan lambung. sedangkan peningkatan asam
lambung akan mengakibatkan klien mual dan muntah. klien dengan
peningkatan tekanan intra kranial akibat trauma kepala ditandai
dengan muntah yang seringkali proyektil.d. Sistem endokrin dan
perkemihanPada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu
kecenderungannya retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah
nitrogen. Retensi natrium disebutkan karena adanya stimulus
terhadap hipotalamus yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi
aldosteron. Pada pasien dengan trauma kepala khususnya fraktur
tengkorak. Kerusakan pada kelenjar hipofisis atau hipotalamus atau
TTIK. Gambaran klinis dapat dikomplikasi oleh diabetes insipidus.
Pada keadaan ini terdapat disfungsi ADH. Dengan penurunan jumlah
ADH yang ada pada darah, ginjal mengekskresikan terlalu banyak air,
menimbulkan dehidrasi. Pada klien dengan penurunan kesadaran dapat
menyebabkan inkontinensia urine karena lemahnya kontrol otot
spinkter uretra eksterna.e. Sistem muskuloskeletalPada disfungsi
hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak,
terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter.
Terdapat gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal, yang
dapat membuat komplikasi seperti peningkatan spastisitas dan
kontraktur. klien dengan penurunan kesadaran akan gelisah serta
gerakan kaki dan tangannya yang tidak terkontrol.f. Sistem
integumenPada klien yang dilakukan craniotomy tampak luka operasi
pada kepala bila penyembuhan luka tidak baik akan didapatkan
tanda-tanda rubor, tumor, dolor, kalor dan fungsiolesa dan bila
infeksi akan didapatkan gangguan integritas kulit selain itu juga
dapat terjadi peningkatan suhu tubuh sehingga pada anggota badan
akan tampak banyak keringat.8. Komplikasi dari trauma kepala
(Mansjoer, Arif, 2000: 7)a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat
disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6% pasien
dengan cedera kepala tertutup. Hal ini beresiko terjadinya
meningitis (biasanya pneumokok).b. Fistel karotis-kavernosus
ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis dan bruit orbita,
dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera. Angiografi
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi
balon endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat
mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.c. Diabetes insipidus
dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia dan deplesi volum.d. Kejang pascatrauma dapat terjadi
segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut; kejang dini menunjukkan resiko yang meningkat
untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan
antikonvulsan. Insidens keseluruhan epilepsi pascatrauma lanjut
(berulang, tanpa provokasi) setelah cedera kepala tertutup adalah
5%; resiko mendekati 20% pada pasien dengan perdarahan intrakranial
atau fraktur depresi.
.GUDANG ILMU Beranda Ilmu _Komputer dan Blogg_er Puisi STANDAR
OPERASIONAL KEPERAWATAN Kalimat Motivasi Gusri Wahyudi BARANGKALI
ANDA MEMBUTUHKAN :JIKA MERASA KURANG LENGKAP SILAHKAN CARITop of
Form
Bottom of FormTop of FormBottom of FormRabu, 15 Juni 2011ASKEP
CRANIOTOMY CRANIOTOMY
CEDERA KEPALA DENGAN CRANIOTOMY
1. PENGERTIANCedera kepala adalah benturan mendadak pada kepala
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.( Susan M, Tucker, Dkk.
1998)Cedera kepala adalah gangguan traumatic yang menyebabkan
gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan
intertial dan tidak mengganggu jaringan (kontinuitas jaringan otak
baik).(Brunner dan Suddart. 2000)Epidural hematoma adalah
perdarahan dalam ruang epidural diantara tulang tengkorak dan
duramater, biasanya : melibatkan fraktur temporoparietal yang
mengakibatkan laserasi arteri meningeal medialis.(Susan M, Tucker,
Dkk. 1998)Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau
pengangkatan pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium,
terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang tengkorak untuk
memberikan pencapaian pada struktur intracranial.(Susan M, Tucker,
Dkk. 1998)
2. ANATOMI FISIOLOGIOtak adalah suatu alat tubuh yang sangat
penting karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh,
jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan tulang tengkorak yang
kuat dan terletak dalam cavum cranii. Otak terdiri dari tiga
selaput otak (meningen).Otak terdiri dari tiga selaput otak
(meningiens) :a. Duramater (lapisan sebelah luar)Selaput keras
pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.b.
Arakhnoida (lapisan tengah)Selaput tipis yang memisahkan duramater
dengan piamater membentuk sebuah balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh sistem syaraf sentral.
c. Piamater (lapisan dalam)Selaput tipis yang terdapat pada
permukaan jaringan otak, piamater berhubungan dengan arakhnoid
melalui struktur-struktur jaringan ikat disebut tuberkel.
Bagian-bagian Otak :a. Serebrum (otak besar)Merupakan bagian
terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur mengisi peuh depan
ats rongga pada otak besar ditemukan lobus-lobus yaitu :1) Lobus
Frontalis adalah bagian depan dari serebrum yang terletak di depan
sulkus sentralis.Lobus Frontalis pada korteks serebri terutama
mengendalikan keahlian motorik ( misalnya menulis, memainkan alat
musik atau mengikat tali sepatu) lobus frontalis juga mengatur
ekspresi wajah dan isyarat tangan.2) Lobus Parietalis, terdapat
dibawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus
oksipitalis.Lobus paretalis pada korteks serebri menggabungkan
kesan dari bentuk tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum,
kemampuan matematika dan bahasa berasal dari daerah ini, juga
membantu mengarhkan posisi pada ruang sekitarnya dan mersakan
posisi dari bagian tubuhnya.3) Lobus temporalis, terdapat di bawah
lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis.Lobus
temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi
mengingatnya sebagai memori jangka panjang, juga memahami suara dan
gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta
menghasilkan jalur emosional.4) Lobus Oksipitalis, yang mengisi
bagian belakang dari cerebrum.b. Batang Otak (trunkus
serebri)Disensepalon ke ats berhubungan dengan serebrum dan medula
oblongata ke bawah dengan medula spinalis. Serebrum melukat pada
batang otak di bagian medula oblongata, pons varoli dan
mensesepalon.
c. Serebrum (otak kecil)Terletak pada bagian bawah dan belakang
tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis
dibelakang oleh pons varoli dan di atas medula oblongata. Oragn ini
banyak menerima serabut aferent sensoris merupakan pusat koordinasi
dan intelegensi.
(Hudak dan Gallo.1996)3. ETIOLOGI (PENYEBAB)a. Oleh benda
tajamb. Pukulan benda tumpulc. Pukulan benda tajamd. Kecelakaan
lalu lintase. Terjatuhf. Kecelakaan kerja(Elizabeth J.
Corwin.2000)4. PATOFISIOLOGIS
TraumaFraktur CraniumPecahnya Pembuluh darah
Perdarahan
Menurunnya Perfusi Cerebral Peningkatan TIK
Iskhemia Herniasi cerebri
Metabolisme Anaerob Penekanan batang otak
Penimbunan asam laktat Kematian
PO2 PCO2 PH
Pompa Natrium dan Kalium terganggu
Edema Jaringan Otak(Hudak dan Gallo.1996)5. TANDA DAN GEJALAa.
Penurunan kesadaran dan nyeri kepala sebentar, kemudian membaik.b.
Beberapa waktu kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya
progresif seperti : nyeri kepala hebat, pusing, penurunan
kesadaran.c. Pada kepala terdapat hematoma subkutan, pipil
anisokor.d. Kelemahan respon motorik kontralateral (berlawanan
dengan tempat hematoma).e. Refleks hiperaktif atau sangat cepat.f.
Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan
gangguan tanda vital dan fungsi pernafasan.(Brunner dan
Suddarth.2000)
6. KOMPLIKASIa. Kejangb. Edema pulmonalc. Kebocoran cairan
serebrospinald. Peningkatan tekanan intrakraniale. Herniasi otakf.
Kegagalan pernafasang. Defisit neurologis
(Brunner dan Suddarth.2000)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKa. CT-Scan (Ceputeraise Tomografi
Scanning)Untuk mengindentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinasi ventikuler dan perubahan jaringan otak.b. MRI (Magnetik
Resonan Imaging)Digunakan untuk mengidentifikasi luas dan letak
cedera.
c. Cerebral AngiographyMenunjukan anomaly sirkulasi serebral
seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi oedema, trauma dan
perdarahan.d. EEG (Elektro Ensefalo Graphy)Untuk melihat
perkembangan gelombang yang patologis.e. X-RayMendeteksi perubahan
struktur tulang (fraktur) perubahan stuktur garis
(perdarahan/oedema).f. BAER (Brain Evoked Respone)Mengoreksi batas
fungsi kortek dan otak kecil.g. PET (Positron Emission
Tomography)Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.h.
Lumbal PungsiDapat dikatakan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.i. Kadar elektrolitUntuk mengoreksi keseimbangan
elektrolit sebagai akibat peningkatan TIK (Tekanan Intra
Kranial).j. Screen ToxicologiUntuk mendeteksi pengaruh obat
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.k. GDA (Gas Darah
Analisa)Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigen yang
dapat meningkatkan TIK (Tekanan Intra Kranial).l. SPECT (Single
Photon Emission Computed Tomography)Untuk mendeteksi luas dan
daerah abnormal dari otak.m. MielografiUntuk mengganbarkan ruang
sub arachnoid sepinal dan menunjukkan adanya penyimpangan medulla
spinalis.
n. EkoensephalografiUntuk menentukan posisi stuktur otak
dibagian garis tengah dan jarak dari garis tengah ke dinding
ventikuler atau dinding ventikuler ke 3.o. EMG
(Elektromiografi)Digunakan untuk menentukan ada tidaknya gangguan
neuromuskuler dan miopatis.(Doengoes Marillyn.2000)
8. PENATALAKSANAAN MEDISa. Penatalaksanaan umum cedera kepala
menurut Barbara, E (1999) sebagai berikut :1) Untuk kontusio dengan
kehilangan kesadran kurang dari 20 menit Biasanya tidak perlu
dirawat di rumah sakit Titah baring Pemberian asetaminofen untuk
sakit kepala.2) Untuk kontusio, laserasi atau kehilangan kesadaran
lebih dari 20 menit Rawat inap Tirah baring Kraniotomi untuk
mengeluarkan hematoma, khususnya bila perdarahan berasal dari
arteri. Buat lubang untuk mengeluarkan hematoma epidural Antiboitik
untuk melindungi terhadap meningitis bila ada kebocoran
cerebrospinal (CCS) dan tutup dengan kapaa steril untuk mencegah
masuknya bakteri.b. Penatalaksanaan khusus pada cedera kepala
adalah :1) Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi2) Monitor
tekanan darh jika pasien mempoerlihatkan tanda kestabilan
hemodinamik3) Pemasangan alat monitor tekanan intra kranial pada
pasien dengan score GCS 101 F) mengeksaserbasi cidera otak dan
harus diobati dengan asetaminofen/kompres dingin.7) Steroid.
Steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatab=n pasien cidera
kepala dan meningkatkan resiko infeksi, hiperglikemia dan
komplikasi lainnya. Untuk itu steroid hanya dipakai sebagai
pengobatan terakhir pada herniasi serebri akut.8) Antibiotik
penggunaan antibiotik rutin untuk profilaksis pada pasien dengan
cidera kepala terbuka masih kontroversial.9) CT scan
selanjutnya.
9. PENGKAJIANa. Aktivitas/istirahatGejala : Merasa lemah, lelah,
kaku dan kehilangan keseimbangan.Tanda : Perubahan kesadaran,
letargi- Hemiparase, quadreplegia- Ataksia, cara berjalan tak
tegap- Masalah dalam keseimbangan- Cedera (trauma) ortopedi-
Kehilangan tonus otot, otot spastikb. SirkulasiGejala : Perubahan
tekanan darah atau abnormal (hipertensi)- Perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradi kardi
disrtimia)c. Integritas egoGejala : Perubahan tingkah laku atau
kepribadian ( tenang atau dramatis)Tanda : Cemas, mudah
tersinggung, delirium, bingung, depresi dan impulsif.d.
EliminasiGejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.e. Makanan/CairanGejala : Mual, muntah dan
mengalami perubahan selera.- Muntah (mungkin proyektil)- Gangguan
menelan (batuk, air liur keluar dan dispagia)f. NeurosensoriGejala
: Kehilngan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo.
Sinkope. Tinitus, kehilangan pendengaran. Perubahan dalam
penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagaian
lapang pandang, fotofobia.Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma.-
Perubahan status mental ( orientasi, kewaspadan, perhatian dan
konsentrasi.- Perubahan masalah, pengaruh emosi/tingkahlaku dan
memori.- Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris) deviasi
pada mata.- Kehilangan penginderaan sperti pengecapan, penciuman
dan pendengaran.- Wajah tidak simetris.- Genggaman lemah dan tidak
seimbang.g. Nyeri/kenyamananGejala : Sakit kepala dengan intensitas
dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.Tanda : Wajah menyeringai,
respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
istirahat.
h. PernafasanTanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi
oleh hiperventilasi) nafas berbunyi stridor tersedak.i.
KeamananGejala : Trauma baru/trauma kecelakaanTanda :
Fraktur/dislokasi- Gangguan penglihatan- Kulit laserasi, abrasi-
Disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma) adanya cairan
(drainase) dan telinga/hidung- Gangguan kognitif, gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis-
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuhj. Interaksi sosialTanda :
Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartia dam anomia.(Doengoes Marillyn.2000)
10. DIAGNOSA KEPERAWATANa. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan edema cerebral.b. Nyeri akut berhubungan dengan
cedera.c. Resiko pola nafas tak efektif berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler.d. Perubahan persepsi sensori berhubungan
dengan defisit neurologis.e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan imobilisasi.f. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan
sistem imun.g. Kurang mandiri dalam merawat diri (mandi,
makan/minum, BAK, BAB, berpakaian) barhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler.(Doengoes Marillyn.2000)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGCCorwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Pathofisiologi. Jakarta :
EGCDoenges, E Marylin. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
BAB IITINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Cedera Kepala 1. Pengertian a. Cedera Kepala 1)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansoer, 2000 : 3).2) Trauma kepala
yaitu suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secra langsung
maupun tidak langsung pada kepala (www.wikipedia.com/ cederakepala/
diakses tanggal 07 Mei 2011).3) Cedera kepala berat yaitu cedera
pada kepala dimana GCS mencapai atau kurang dari 8 serta dijumpai
penurunan kesadaran sampai terjadinya amnesia lebih dari 24
jam.Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera
kepala berat yaitu cedera yang mengenai kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi secara langsung maupun tidak
langsung dimana penderita dapat mengalami penurunan kesadaran dan
amnesia lebih dari 24 jam dan GCS mencapai kurang dari 8 yang
merupakan penyebab kematian utama pada usia produktif.b.
Craniotomy1) Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau
pengangkatan pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium,
terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang tengkorak untuk
memberikan pencapaian pada struktur intracranial (Susan M, Tucker,
Dkk. 1998)2) Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak
(tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki
kerusakan otak (www.google.com/bedahsyaraf diakses tanggal 30 Juni
2011 jam 11.00 WIB)3) Post craniotomy yaitu suatu keadaan yang
terjadi setelah pembedahan kraniotomy/post craniotomy (Dorlan, 1998
: 1479) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
post craniotomy yaitu suatu keadaan yang terjadi setelah proses
pembedahan untuk memperbaiki abnormalitas didalam kranium untuk
mengetahui kerusakan otak.2. Anatomi dan Fisiologi Sistem
Persyarafan terdiri dari otak, medula spinalis dan saraf perifer
yang bertanggung jawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas sel
tubuh melalui impuls elektrik. Otak yang sudah berkembang penuh
merupakan sebuah organ besar yang terletak didalam rongga
tengkorak. Otak dibagi menjadi 3 bagian besar : serebrum, batang
otak dan serebelum (seperti dijelaskan pada gambar 2.1).Gambar
2.1Gambaran otak dilihat dari luar
(Sumber : Corwin, 2009 : 219)
1) SerebrumSerebrum terdiri dari 2 hemisfer dan 4 lobus,
sebagian besar hemisfer serebri (telensepalon) berisi jaringan
sistem saraf pusat (SSP) yang mengontrol fungsi motorik tertinggi,
yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Keempat lobus
serebrum adalah : L. Frontal (mengontrol perilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian dan menahan diri), L.Parietal
(Menginterpretasikan sensasi), L.Temporal (Mengintegrasikan
sensasi, kecap, bau, pendengaran dan ingatan jangka pendek) dan
L.Oksipital (Menginterpretasikan penglihatan) Diensepalon (fossa
bagian tengah) berisi : (1) Talamus, yang berada pada satu sisi
pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai pusat
penyambung sensasi bau dan nyeri, (2) Hipotalamus, terletak pada
anterior dan inferior talamus, berfungsi mengontrol dan mengatur
sistem saraf otonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan hipofisis
untuk mempertahankan keseimbangan cairan, vasodilatasi dan
vasokontriksi dan mempengaruhi sekresi hormon, dan (3) Kelenjar
hipofisis (master gland) karena mengatur fungsi sejumlah hormon
seperti ginjal, pankreas, tiroid, organ reproduksi dan kortex
adrenal. 2) Batang Otak Terletak pada fossa anterior yang terdiri
dari : a) Otak tengah (mesensefalon) : Yang menghubungkan pons dan
sereberum dengan hemisfer serebrum yang berfungsi sebagai pusat
refleks pendengaran dan penglihatan b) Pons : Terletak di depan
serebrum yang berisi jaras sensori dan motorik yang berisi
pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan dan
tekanan darah. c) Medula Oblongata : Yang meneruskan
serabut-serabut motorik dari otak ke medula spinalis. 3) Serebelum
Terletak pada fossa posterior, bertugas merangsang dan menghambat
dan bertanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan
halus. Selain tengkorak dan ruas-ruas tulang belakang, otak juga
dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena
infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis.Ketiga
lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut
:1) Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu
dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai
duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara
tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural.2)
Arachnoidea mater ; disebut demikian karena bentuknya seperti
sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor
cerebrospinalis ; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela
membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai
bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.3)
Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan
lipatan-lipatan permukaan otak.Ketiga lapisan membran meninges
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut : Gambar
2.2Gambaran Lapisan Otak Secara Melintang
(Sumber : www.google.com)3. Etiologi Penyebab craniotomy akibat
cedera kepala antara lain : kecelakaan lalu lintas, perkelahian,
jatuh, cedera saat berolahraga dan cedera kepala terbuka atau yang
sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corwin, 2009 : 244).
4. Indikasi Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan
intrakranial adalah sebagai berikut :a. Pengangkatan jaringan
abnormal baik tumor maupun kanker.b. Mengurangi tekanan
intrakranial.c. Mengevakuasi bekuan darah .d. Mengontrol bekuan
darah,e. Pembenahan organ-organ intrakranial,f. Tumor otak,g.
Perdarahan (hemorrage),h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral
aneurysms)i. Peradangan dalam otakj. Trauma pada tengkorak.
5. Klasifikasi Menurut Corwin (2000: 175) terdapat beberapa
jenis cedera kepala, sebagian langsung menyebabkan kehilangan
kesadaran sedangkan yang lainnya menimbulkan efek yang lambat.
Sebagian cedera kepala menimbulkan perdarahan nyata di otak yang
harus dilakukan pembedahan yang lain tidak jelas memperlihatkan
tanda kerusakan struktur tetapi gejala tetap ada.a. Cedera kepala
tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran. Konkusio
menyebabkan periode apneu yang singkat. Konkusio dapat ringan,
sedang dan berat tergantung pada lama kesadaran hilang. Semakin
lama kesadaran menghilang semakin buruk hasil akhirnya. Namun,
bahkan pada konkusio ringan dapat terjadi perubahan kognitif atau
perilaku yang samar, walaupun tidak jelas terdapat patologi di
otak. Keadaan tersebut yang disebut Sindrom Pasca Konkusio dapat
menetap selama lebih dari 1 tahun b. Hematom epidura Penimbunan
darah diatas dura meter. Hematom epidura terjadi secara akut dan
biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam nyawa. c. Hematom
Subdura Penimbunan darah dibawah dura meter, tetapi diatas membran
arakhoid. Hematom ini biasanya disebabkan oleh perdarahan vena
tetapi kadang-kadang terjadi perdarahan arteri subdura. Hematoma
subdura dapat terbentuk secara tepat yang disebut hematom subdura
akut, atau dapat terjadi akibat perdarahan lambat, yang disebut
hematom subdura. Orang tua atau pecandu alkohol dapat menderita
hematom yang tumbuh lambat selama beberapa bulan setelah suatu
cedera kepala ringan dan mungkin tidak memperhatikan tanda-tanda
yang jelas sampai hematom tersebut sangat besar. Hal ini disebut
hematom subdura kronik. Hematom subdura kronik dapat terjadi karena
orang tua dan pecandu alkohol mengalami penurunan masa jaringan
otak yang memungkinkan kranium mengakomodasi hematom tampak
mengalami peningkatan bermakna tekanan intra kranium. d. Perdarahan
Subarakhoid Akumulasi darah dibawah membran arakhnoid, tetapi
daiatas pia meter. Perdarahan subarakhnoid biasanya terjadi akibat
pecahnya aneurisma intrakranium, hipertensi berat, malvormasi
arteriovena atau cedera kepala. e. Hematom intra serebrum Adalah
perdarahan didalam otak itu sendiri, hal ini dapat terjadi pada
cedera kepala tertutup yang berat atau yang lebih sering cedera
kepala terbuka. Hematom intra serebrum dapat timbul akibat pecahnya
suatu aneurisma atau stroke hemoragic. Perdarahan di otak dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial sehingga sel-sel
neuron dan vesikular tertekan (seperti pada gambar 2.4 berikut).
Gambar 2.4Gambaran klasifikasi cedera kepala
(Sumber : www.google.com)
Menurut Listiono (1998:153) Klasifikasi cedera kepala pada
dasarnya diklasifikasikan menurut keadaan patologis yang terjadi
dan peristiwa tampilan klinis. a. Klasifikasi patologi cedera
kepala Cedera kepala secara keseluruhan bukanhanya tergantung dari
kerusakan mekanisme primer saja, melainkan juga ditentukan oleh
kompleks interaksi berbagai peristiwa potofisiologi cedera kepala
yang dikelompokkan menjadi : 1) Cedera Kepala Primer Cidera otak
primer adalah cidera otak yang terjadi segera baik akibat impact
injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera otak primer
ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera
primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer
dapat menjadi cidera sekunder
a) Fraktur : linier, depresi, basis kraniib) Cedera Fokal :
cedera kepala tertutup, hematom epidural, subdural intra
serebral.c) Cedera Difusi : konkusi ringan, klasik cedera, aksonal,
difusi ringan, moderat berat.2) Cedrera Kepala Sekunder Terjadi
akibat dari cidera otak primer yang tidak mendapat penanganan
dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses
metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada
jaringan otak maka cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder
yang meliputi Edema serebri, Infrark serebri, Peningkatan tekanan
intra kraniala) Gangguan sistemik akibat hipoksia-hipotensi,
gangguan metabolisme dan kegagalan otoregulasi. b) Hematom
reumatika akibat hematom epidural, hematom subdural (akut dan
kronis), efusi subdural (akut dan kronis) serta hematom intra
serebral. c) Edema serebral akibat perifokal dan generalisata Edema
serebri Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel sel otak,
pada kasus cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema
serebri vasogenik, Edema serebri sitostatikEdema serebri vasogenik
terjadi jika terdapat robekan dari blood brain barrier (sawar darah
otak ) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam
jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma
darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra
seluler. Akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan
intraseluler, yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik
oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel
sehingga terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak
mengalami pengosongan. Edema serebri sitostatik Edema serebri
sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak
berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan
otak.Gambaran CT Scan dari edema serebri Ventrikel menyempit,
Cysterna basalis menghilang, Sulcus menyempit sedangkan girus
melebar. Tekanan intra krania Compartment rongga kepala orang
dewasa rigid tidak dapat berkembang yang terisi 3 komponen yaitu
Jaringan otak seberat 1200 gram, Cairan liquor serebrospinalis
seberat 150 gram, Darah dan pembuluh darah seberat 150 gram.
Menurut doktrin Monroe kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga
kepala adalah konstan jika terdapat penambahan massa (misal
hematom, edema, tumor, abses) maka sebagian dari komponen tersebut
mengalami kompensasi/bergeser, yang mula mula ataupun canalis
centralis yang ada di medullaspinalis yang tampak pada klinis
penderita mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan
berat. Jika kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui
sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka terjadi
kompensasi kedua yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya
yang bertujuan untuk mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara
ialah Vaso konstriksi yang berakibat tekanan darah meningkat,
Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari
peningkatan tekanan intrakranial, kedua tanda ini jika disertai
dengan ganguan pola napas disebut trias cushing. Jika kompensasi
kedua komponen isi rongga intrakranial sudah terlampaui sedangkan
penambahan massa masih terus berlangsung maka jaringan otak akan
melakukan kompensasi yaitu berpindah ketempat yang kosong (locus
minoris) perpindahan jaringan otak tersebut disebut herniasi
cerebri. Tanda - tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari
macamnya, pada umumnya klinis dari peningkatan tekanan intrakranial
adalah Nyeri kepala, Mual, Muntah, Pupil bendung.
(Travelingdog.net. diakses 10 mei 2011 pukul 15.00)3) Pergeseran
otak (Brain Shift) akibat herniasi batang otak.
6. Patofisiologi Ketika terjadi trauma kepala maka akan
menyebabkan perlukaan dikulit kepala, serta akan menyebabkan
hematoma pada kulit kepala akibat benturan yang akan menyebabkan
cedera pada otak. Ketika terjadi trauma kepala disitu juga akan
terjadi patahan/fraktur tulang kepala. Diantaranya fraktur linear,
fraktur communited, fraktur depressed, dan fraktur basis yang akan
menyebabkan tekanan intra kranial meningkat. Ketika terjadi trauma
kepala akan menyebabkan kerusakan pula pada jaringan otak dan akan
menyebabkan hematom, edema, dan konkusio. Hal tersebut akan
mnyebabkan meningkatnya tekanan intra kranial. Dari semua itu maka
akan ditemukan kelainan respon fisiologis otak yang berakibat pada
cedera otak sekunder dan peningkatan kerusakan sel otak.Peningkatan
TIK dapat pula dilakukan proses pembedahan untuk mencegah
peningkatan TIK dapat dilakukan dengan 3 cara yang pertama
kraniotomi, kraniektomi, kranioplasti. Dari proses pembedahan itu
akan menyebabkan perlukaan pada kulit kepala yang merupakan tempat
masuknya mikroorganisme yang dapat menyebabkan resiko tinggi
infeksi. Dapat pula menyebabkan nyeri karena dari proses pembedahan
itu menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan yang merangsang
reseptor nyeri, biasanya pasien dengan kraniotomi akan mengalami
intoleransi aktivitas karena kelemahan fisik akibat nyeri. Dari
proses inflamasi juga akan didapatkan respon yang memungkinkan
terjadinya edema otak yang akan menyebabkan gangguan perfusi
jaringan. Dari proses pembedahan dapat pula menyebabkan resti
kekurangan cairan dan nutrisi akibat efek dari anastesi selama
proses pembedahan. Prosedur anastesi dan pengguanaan ETT pada
proses pembedahan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan
yang akan memungkinkan terjadinya resiko jalan napas tidak efektif.
(Muttaqin, 2007: 152 dan Dongoes, 2000 : 271, Brunner &
Suddarth. 2000)
Trauma Kepala
Bagan 2.1 Patofisiologi Post Kraniotomi Akibat Cedera Kepala
TIKmeningkat
Resiko tinggi infeksi
Minimnya(kurang informasi mengenai perawatan post operasi)
Mual, muntah
Kurang pengetahuan mengenaiperawatan pasca bedah
(Sumber : Modifikasi Patofisiologi : Muttaqin, 2007 : 152,
Doengoes, 2000 : 271, Brunner & Suddarth. 2000)7. Manifestasi
Klinis Menurut Brunner dan Suddarth (2000:65) gejala-gejala yang
ditimbulkan pada klien dengan craniotomy antara lain : a. Penurunan
kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusingb. Bila hematoma semakin
meluas akan timbul gejala deserebrasi dan gangguan tanda vital dan
fungsi pernafasan.c. Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan
ditandai dengan muntah proyektil, pusing dan peningkatan
tanda-tanda vital.
8. Penatalaksanaan Adapun penatalaksanaan post op craniotomy
mencakup :a. Mengurangi edema serebral seperti pemberian manitol,
yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area
otak. Cairan ini kemudian disekresikan melalui diuresis
osmotik.Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam
selama 24 jam sampai 72 jam, selanjutnya dosisnya dikurangi secara
bertahap.b. Meredakan nyeri dan mencegah kejang. Asetaminofen
biasanya diberikan selama suhu diatas 37,50C dan untuk nyeri.
Sering kali pasien mengalami sakit kepala setelah kraniotomy,
biasanya sebagai akibat saraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein diberikan lewat parenteral,
biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala.c. Memantau TIK.
Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase sering dipasang pada
pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Pirau
ventrikel kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu untuk
mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada pasien dengan
tumor fossa posterior.
9. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan
pada klien dengan post craniotomy meliputi hal-hal dibawah ini : a.
Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRI dapat dengan
cermat mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72
jam setelah injuri (Corwin, 2000: 177)b. Angiografi Serebral.
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma. c. EEG Berkala.
Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi
kelainan aktivitas elektrik otak (Campellone, 2006).d. Foto rotgen,
mendeteksi perdarahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perarahan/edema), fragmen tulang. e. PET (Possitron Emission
Tomography), mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak f.
Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intra kranial g. Skrining toksikologi untuk
mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran
h. Analisis Gas Darah (AGD) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status
asam basa. (Manjoer, 2008).
10. Dampak Post Craniotomy Terhadap Sistem Tubuh Lain a. Sistem
KardiovaskulerCraniotomy bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler
dan edema paru. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah
arteriol berkontraksi. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis
mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan
atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan
tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium
kiri adalah terjadinya edema paru.b. Sistem PernafasanAdanya edema
paru dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan
hiperapneu dan bronkho kontriksi. Konsentrasi oksigen dan
karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila
tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi
vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan
menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan
CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah
akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan
vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang kemudian
terjadi peningkatan tingginya TIK.Tingginya TIK dapat menyebabkan
terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula
oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan
pernafasan ataksia (kurangnya koordinasi dalam gerakan bernafas).c.
Sistem EliminasiPada pasien dengan post craniotomy terjadi
perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium dan air
serta hilangnya sejumlah nitrogen. Setelah tiga sampai 4 hari
retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan dapat timbul
hiponatremia.d. Sistem PencernaanHipotalamus merangsang anterior
hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah
kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya
terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam
lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga
hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran
katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam
lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan
menyebabkan perdarah lambung.e. Sistem MuskuloskeletalAkibat dari
post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area
motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter
terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan
kehidupan sehari hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas
atau kontraktur.Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari
hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada
kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang
disebut girus presentral atau strip motorik . Di sini kedua bagian
saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah
yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot-otot
tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan
informasi tertentu pada gerakan. Sehingga, pasien akan menunjukan
gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cidera.Pada
disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang
otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan
involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penampilan postur
abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi seperti
peningkatan saptisitas dan kontraktur. B. Konsep Dasar Proses
KeperawatanProses keperawatan suatu modalitas pemecahan masalah
yang didasari oleh metode ilmiah, yang memerlukan pemeriksaan
secara sistematis serta identifikasi masalah dengan pengembangan
strategi untuk memberikan hasil yang diinginkan dan merupakan suatu
alat bagi perawat untuk memecahkan masalah yang terjadi pada
pasien. Ada 5 (lima) proses keperawatan yaitu: pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Hidayat, 2003
: 8). 1. PengkajianPengkajian adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematika dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status status kesehatan klien (Nursalam, 2001 :
17). Tahap proses keperawatan dimulai dengan pengkajian, menentukan
diagnosa, membuat perencanaan, melakukan tindakan atau implementasi
dan evaluasi.a. Pengumpulan Data1). Identitas KlienDikaji tentang
identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat,
diagnosa medis, nomor medrek, tanggal masuk Rumah Sakit dan tanggal
pengkajian. Juga identitas penanggung jawab klien yang meliputi :
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan terakhir dan hubungan
dengan klien. 2). Riwayat Kesehatana). Alasan MasukMerupakan alasan
yang mendasari klien dibawa ke Rumah Sakit atau kronologis yang
menggambarkan perilaku klien dalam mencari pertolongan. b). Keluhan
UtamaMerupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan
pengkajian, nyeri biasanya menjadi keluhan yang paling utama
terutama pada pasien post op kraniotommy (Muttaqin, 2008 : 154).
c). Riwayat Kesehatan SekarangMerupakan pengembangan dari keluhan
utama yang dirasakan klien melalui metode PQRST dalam bentuk
narasi: P :(Provokatif/Pariatif) : Hal yang memperberat atau
memperingan, nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila klien
berjalan, bersin, batuk atau napas dalam. Klien dengan post
craniotomy biasanya merasakan nyeri semakin berat saat digerakan,
dan nyeri dirasakan berkurang saat didiamkan.
Q :(Quality/Quantity) : Kualitas dari suatu keluhan atau
penyakit yang dirasakan. Biasanya nyeri yang dirasakan klien
seperti ditusuk-tusuk.
R :(Region/Redition) : adalah daerah atau tempat dimana keluhan
dirasakan, apakah keluhan itu menyebar atau mempengaruhi ke area
lain. Biasanya lokasi nyeri dirasakan sekitar kepala yang telah
dilakukan pembedahan.
S :(Saverity/Scale) : adalah keganasan atau intensitas (skala)
dari keluhan tersebut. Skala nyeri antara 0-5.Nyeri yang dirasakan
tergantung dari individu biasanya diukur menggunakan skala nyeri
0-5
T :(Time) : adalah waktu dimana keluhan dirasakan pada klien
yang mengeluh nyeri tanyakan apakah nyeri berlangsung terus menerus
atau tidak.Biasanya klien merasakan nyeri terus-menerus.
d). Riwayat Kesehatan Masa laluPengkajian yang perlu ditanyakan
meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif
dan konsumsi alkohol berlebihan (Muttaqin, 2008 : 154). e). Riwayat
Kesehatan keluargaDikaji apakah anggota generasi terdahulu ada yang
menderita hipertensi dan diabetes melitus, penyakit menular seperti
tuberkulosis dan penyakit yang sama seperti klien.
3). Data Biologis Data ini dapat diperoleh dari anamnesa baik
dari klien atau dari keluarga yaitu menyangkut pola kebiasaan,
meliputi: a). Pola NutrisiDikaji tentang frekuensi makan, jenis
diit, porsi makan, riwayat alergi terhadap suatu jenis makanan
tertentu. Pada klien post craniotomy biasanya terjadi penurunan
nafsu makan akibat mual dan muntah (Brunner dan Suddarth,
2008).Dikaji tentang jumlah dan jenis minuman setiap hari. Minuman
yang harus dihindari pasien post craniotomy akibat cedera kepala
yaitu minuman beralkohol dan yang mengandung kafein karena dapat
meningkatkan derajat dehidrasi dan dapat menimbulkan rasa pusing
pada kepala. b). Pola EliminasiDikaji frekuensi BAB, warna, bau,
konsistensi feses dan keluhan klien yang berkaitan dengan BAB. Pada
klien post craniotomy pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus (Muttaqin, 2008 : 160). Setelah
pembedahan klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
mempergunakan sistem perkemihan karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. Kadang-kadang kontrol spingter urinarius hilang atau
berkurang (Muttaqin, 2008 : 160).c). Pola Istirahat dan Tidur
Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, waktu tidur, lamanya
tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur. Pada klien
post craniotomy sering terjadi pusing dan sakit kepala dan hal ini
mungkin akan mengganggu istirahat tidur klien. d). Pola Personal
HygieneDikaji mengenai frekuensi dan kebiasaan mandi, keramas,
gosok gigi dan menggunting kuku. Pada klien post craniotomy
kemungkinan dalam perawatan dirinya tersebut memerlukan bantuan
baik sebagian maupun total. e). Pola Aktivitas sehari-hariDalam
aktivitas sehari-hari dikaji pada pola aktivitas sebelum sakit dan
setelah sakit.f). Pola Mobilisasi Fisik Dikaji dalam kegiatan yang
meliputi pekerjaan, olah raga, kegiatan diwaktu luang dan apakah
keluhan yang dirasakan mengganggu aktivitas klien tersebut (Brunner
dan Suddarth, 2001). 4). Pemeriksaan FisikSetelah melakukan
anamesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaikanya dilakukan secara persistem dengan
fokus pada pemeriksaan fisik pada pemeriksaan sistem persyarafan
yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien. Teknik
yang digunakan ada 4, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi. Pada klien dengan post craniotomy akan ditemukan kelainan
pada beberapa sistem tubuh, diantaranya :a) Sistem
pernafasanPerubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi
dari perubahan jaringan serebral. Pada keadaan hasil dari
pemeriksaan fisik sistem ini akan didapatkan hasil : (1) Inspeksi
didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan alat bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Ekspansi dada : dinilai penuh atau tidak penuh dan kesimetrisannya.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari
otot-otot interkostal, substernal, pernapasan abdomen dan respirasi
paradoks (retraksi abdomen pada saat inspirasi). Pola napas
paradoksal dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada. (2) Pada palpasi frenitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain. (3) Pada perkusi adanya suara
redup sampai pekak.(4) Pada auskultasi, bunyi napas tambahan
seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
sehingga didapatkan pada klien dengan penurunan tingkat kesadaran.
(5) Pada klien dengan post craniotomy dan sudah terjadi disfungsi
pusat pernapasan, klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator
dan biasanya klien dirawat di ruang perawatan intensif sampai
kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien dengan pemasangan
ventilator secara komprehensif merupakan jalur keperawatan kritis.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian pada
inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan. b) Sistem KardiovaskulerPengkajian
ini pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien post craniotomy
akibat cedera kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan
darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia dan aritmia.
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh
dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi
bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak.
Kulit kelihatan pucat menunjukkan adanya perubahan perfusi jaringan
atau tanda-tanda awal dari syok. c) Sistem PersyarafanPost
craniotomy akibat cedera kepala menyebabkan berbagai defisit
neurologis terutama akibat pengaruh peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan adanya perdarahan baik bersifat
hematom intraserebral, subdural dan epidural. Pengkajian sistem
persyarafan merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Pengkajian tingkat
kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator
paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarapan. Pengkajian
fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental , fungsi
intelektual (biasanya pada beberapa keadaan klien cedera kepala
didapatkan penurunan dalam memori jangka panjang dan pendek), lobus
frontal (biasanya pada klien dengan cedera kepala kerusakan fungsi
kognitif dan efek psikologis terjadi jika trauma kepala yang
mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal, kapasitas,
memori atau kerusakan fungsi intelektual yang lebih tinggi),
hemisfer (pada klien dengan cedera kepala biasanya mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral sehinga kemungkinan terjatuh ke
sisi berlawanan tersebut). Pengkajian saraf kranial yang meliputi :
Saraf I (pada keadaan post craniotomy klien akan mengalami kelainan
pada fungsi penciuman unilateral atau bilateral), Saraf II (hematom
palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan lapang pandang
dan menggangu fungsi saraf optikus), Saraf III, IV dan VI
(terjadinya gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien
dengan trauma yang merusak rongga orbita), Saraf V (pada beberapa
keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerak mengunyah), Saraf
VII (persepsi pengecapan mengalami perubahan, Saraf VIII (perubahan
fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan biasanya tidak
didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf
vestibulokoklearis), Saraf IX dan X (kemampuan menelan kurang baik
dan kesulitan membuka mulut, Saraf XI (bila tidak melibatkan trauma
pada leher, mobilitas klien cukup baik serta tidak ada artrofi
otot), saraf XII (indera pengecapan mengalami perubahan).
Pengkajian sistem motorik, pada saat inspeksi umum didapatkan
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda lain dari tonus
otot, kekuatan otot dan keseimbangan dan koordinasi. Pengkajian
refleks dilakukan pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada
tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon
normal. Permeriksaan refleks patologis pada fase akut refleks sisi
yang lumpuh akan menghilang. Pengkajian sistem sensorik kehilangan
karena cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat dengan kemampuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam stimulus visual, taktil
dan auditorius. d) Sistem PerkemihanSetelah post craniotomy klien
mungkin mengalami inkontinesia urine, dapat terlihat dari produksi
urine pada urine bag atau bllader, ketidakseimbangan mengkomunikasi
kebutuhan dan ketidak mampuan untuk menggunaan sistem perkemihan
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. e) Sistem
PencernaanKlien dengan post craniotomy didapatkan adanya keluhan
kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase
akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. f) Sistem muskuloskeletalAkibat dari post
craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area
motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control vaolunter
terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan
kehidupan sehari hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas
atau kontraktur.g) Sistem IntegumenAdanya perubahan warna kulit,
pucat dan sianosis pada klien menggunakan ventilator dapat terjadi
akibat adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat
menunjukkan adanya demam dan infeksi. Integritas kulit untuk
menilai adanya lesi dan dekubitus.. (Muttaqin, 2008 : 155-161).5).
Data PsikologisData psikologis yang perlu dikaji adalah status
emosional, konsep diri, mekanisme koping klien dan harapan serta
pemahaman klien tentang kondisi kesehatan sekarang. Menurut Kelliat
(2005 : 77), yang perlu dikaji pada aspek psikologis yaitu konsep
diri. Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan
dan kepercayaan yang membuat orang mengetahui tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri terdiri
dari :a). Citra Tubuh (Body Image)Kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi
masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang ukuran, fungsi,
penampilan dan potensi. Biasanya klien dengan post craniotomy
merasa ada yang berubah pada kepalanya.
b). Ideal DiriPersepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai
personal tertentu. Biasanya klien dengan post craniotomy berharap
cepat sembuh dan fungsi sarafnya kembali seperti semula.c). Harga
DiriPenilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai ideal diri.
Biasanya klien dengan post craniotomy mengalami penurunan harga
diri. d). IdentitasSerangkaian pola perilaku yang dihadapkan oleh
lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai
kelompok sosial. Biasanya klien dengan post craniotomy merasa
terganggu dengan keadaannya karena fungsinya tidak bisa berjalan
dengan baik. e). PeranPengorganisasian perinsip dari kepribadian
yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
konsistensi, dan keunikan individu. Biasanya klien dengan post
craniotomy klien merasa terganggu dalam melaksanaan tugas dan peran
tersebut karena penyakitnya sekarang.6). Data sosial dan
budayaPerlu diamati penampilan klien secara umum, bagaimana
hubungan interpersonal klien dan keluarga, sesama klien yag dirawat
dalam satu ruangan serta tim kesehatan. Kaji kemampuan
berkomunikasi dan peran klien dalam keluarga, gaya hidup, faktor
sosial serta support sistem yang ada pada klien dengan post
craniotomy.
7). Data SpiritualAda beberapa hal yang perlu dikaji untuk
mendapatkan data spiritual, yaitu nilai-nilai atau norma-norma
kegiatan keagamaan dan moral, serta menyangkut masalah keyakinan
dan penerimaan diri terhadap penyakit dan keyakinan akan kesembuhan
penyakitnya.8). Data PenunjangMeliputi farmakoterapi dan prosedur
diagnostik medik seperti pemeriksaan darah, urine, radiologi dan
cystos copy. 9). Data Pengobatana). Obat-obat Analgetik (obat anti
nyeri) b). Obat-obat Antibiotik (anti mikrobal)c). Obat antiemetik
(anti mual)b. Analisa DataProses analisa adalah menghubungkan data
yang diperoleh dengan konsep, teori, prinsip asuhan keperawatan
yang relevan dengan kondisi klien (Hidayat, 2004:104).2. Diagnosa
KeperawatanDiagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respons manusia dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001 : 35). Diagnosa
yang mungkin muncul pada post craniotomy akibat cedera kepala
diantaranya : a. Ketidaefektipan pola pernapasan berhubungan dengan
depresi pada pusat pernapasan di otak, kelemahan otot-otot
pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2 serta
kegagalan vensilator, kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak), kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi
trakeobronkialb. Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang berhubungan dengan out put cairan berlebih via inhalasi
sekunder akibat penggunaan alat bantu nafas (respirator). c. Resiko
tinggi peningkatan Tekanan Intra Kranial berhubungan dengan desak
ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan
baik bersifat intra serebral hematom, subdural hematom maupun
epidural hematom. d. Perubahan keamanan : nyeri akut berhubungan
dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder, cedera.
Inkontinuitas jaringane. Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma), edema
serebral (respon lokal a