This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Hadits tentang duduk bersama Ulama’
�ه� �ي و�ل الله� ص�ل ى الله ع�ل س �ف�ة� ق�ال� ق�ال� ر� ي �ى� جح� �ب ع�ن� او�ا ا ل�ط�� اء� و�خ�� �ر� ب �ك و�ا ال �ل ائ �م�اء� و�س� �عل و�ا ال ا ل�س م� : ج� ل و�س�
�م�اء� )رواه الطبراني فى كنز العمال( �حك ال“Diriwayatkan dari Abi Juhaifah ia berkata: Telah berkata Rasulullah SAW,
“duduklah kalian semua bersama para ulama’ dan bertanyalah kalian semua kepada orang besar atau tokoh dan bergaulah kalian semua bersama orang-orang yang ahli hikmahHadits tentang berlapang-lapang dalam majelis
�ه� )متفق عليه( �ج�ل�س� ف�ي ي“Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda,’ janganlah
seseorang mengusir temanya dari tempat duduk, kemudian ia duduk padanya, hendaknya kamu memperluas ( merenggangkan ) untuk memberi tempat. Adalah ibnu umar dalam mempraktekkan ini, jika seseorang bangun dari majelis tidak suka duduk pada tempat orang itu (Muttafaqun ‘alaih)”.[1]
�د�ه )رواه ابن ماجه( ن ع�“Diriwayatkan dari Abi Hurairah dan Abi Sa’id keduanya menyaksikan Nabi SAW
bersabda ” tidaklah suatu kaum duduk dalam suatu majlis untuk berdzikir mengingat Allah, melainkan mereka akan dikelilingi oleh para malaikat, diliputi rahmat dan Allah menyebut-nyebut mereka dikalangan makhluk yang ada disisiNya. (HR. Ibnu Majah).”[2]
� الله و�أه )رواه البخ��اري و �ع�ر�ض� الل��ه ع�ن��� أ �ع�ر�ض� ف��� أ ر ف��� خ���
مسلم (“Diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Laitsi: Sewaktu Nabi sedang duduk dalam Masjid
bersama-sama dengan orang banyak, datang tiga orang, yang dua orang masuk ke dalam Majlis Rasulullah dan seorang lagi pergi. Setelah keduanya berdiri, yang seorang melihat tempat lapang ditengah orang banyak, maka duduklah dia kesitu dan seorang lagi duduk saja dibelakang orang banyak. Yang ketiga terus pergi, setelah Rasulullah SAW berbicara ia berkata: baik ku ceritakan kepadamu tentang orang yang ketiga itu: yang seorang mencari tempat kepada Allah, maka diberi tampat oleh Allah, yang seorang lagi merasa malu, maka malu pula Allah kepadanya Sedangkan orang yang ketiga berpaling, maka Allah pun berpaling darinya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).[3]
III. PEMBAHASANA. Duduk bersama Ulama
Rasulullah SAW menyuruh kita untuk duduk berdekatan dengan para Ulama’ (orang-orang yang berilmu) dalam suatu majelis ilmu. Dengan begitu kita akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertanya kepada mereka terutama dalam masalah Agama. Karena para Ulama’ dinilai lebih tinggi dari segi pengetahuannya.[4]. Selain dekat dengan ulama, kita juga diperintahkan untuk bertanya tentang ilmu kepada mereka.
Seseorang yang kembali kepada Allah SWT dan kembali kepada majelis Rasulullah maka Allah akan membalasnya sebanding dengan perbuatannya yaitu dengan melimpahkan rahmat dan ridha-Nya atau dengan memberikan kebaikan kepadanya dibawah perlindungan-Nya kelak di hari kiamat.[5] Dan barang siapa yang berpaling dari majelis Rasulullah yang mana merupakan majelis ilmu maka Allah akan berpaling darinya. Berpaling dari majelis ilmu tanpa suatu halangan adalah tercela.[6]
Oleh karena itu, hendaknya kita bersungguh-sungguh dalam mendatangi majelis ilmu dan rajin bertanya kepada ulama apabila menemukan hal yang sekiranya masih mengganjal/belum paham terhadap masalah tersebut. Karena mencari ilmu hukumnya wajib dan juga manfaat dari ilmu tersebut nantinya akan kembali kepada dirikita masing-masing.
B. Keutamaan Majelis DzikirMajelis dzikir sangat dianjurkan dalam Islam. Dalam majelis dzikir terdapat
banyak manfa’at dan keutamaan, diantaranya adalah yang sudah disebutkan dalam hadits bahwa suatu majelis ilmu akan dikelilingi malaikat dan mendapatkan rahmat, dikabulkan do’anya serta akan mendapatkan ketenangan dalam hatinya (sakinah).
Imam At-Turabasyti berkata, orang yang duduk di majelis ilmu akan mendapatsakinah (ketenagan) yaitu keadaan dimana seseorang tenang hatinya dan tidak condong kepada syahwat dan tidak pula menurutinya.[7]
Majelis dzikir meliputi: salat, membaca al-Qur’an, berdo’a untuk kebaikan dunia akhirat, membaca hadits, belajar ilmu, berdiskusi dengan para ulama’dan sebagainya, sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari’ beliau berkata bahwa yang lebih tepat untuk majelis dzikir yaitu majelis-majelis tasbih, takbir, pembacaan al-Qur’an, dan sebagainya. walaupun membaca hadits, belajar ilmu dan berdiskusi termasuk bagian dari dzikir kepada Allah.[8]
C. Tata Cara di Majelis IlmuSupaya dalam majelis ilmu kita mendapatkan hasil yang maksimal dan benar-benar
bermanfaat bagi kita untuk itu kita perlu memperhatikan tatacara di majelis ilmu. Tatacara tersebut diantaranya:
1. Menghormati GuruBersikap hormat pada guru agar ilmu yang kita peroleh bermanfaat.Hadits Nabi Muhammad SAW:
�ه ) مون� م�ن �ع�ل �ت وا م�ن� ت رواه ابو حسن المواردى(و�قIر“Muliakanlah orang yang kamu belajar kepadanya.” (HR. Abu Hasan Al-Mawardi)[9]
2. Saling Melapangkan Tempat DudukDalam majelis ilmu atau pertemuan hendaknya kita memberi tempat duduk untuk orang
yang datang, dengan menggeser dari tempat duduk. Firman Allah QS. Al-Mujadalah: 11
”Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11)
3. Mangucap Salam Ketika Memasuki Dan Meninggalkan Majelis Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abi Waqid diatas dalam riwayat lain seperti An-Nasa’i, At-Tirmidzi dan mayoritas perawi Muwatho’ menambahkan matan hadits “ketika keduanya hendak duduk, keduanya memberi salam. Hal ini dapat diambil pelajaran bahwa orang yang hendak memasuki suatu majelis hendaknya memulai dengan salam dan orang yang berdiri hendaknya memberi salam kepada orang yang duduk.”[10] Islam menganjurkan kepada kita agar bertegursapa dengan ucapan salam baik ketika bertemu maupun akan berpisah, apabila seseorang sedang duduk bersama dalam suatu perkumpulan atau majelis kemudian ia hendak meninggalkan mereka maka hendaknya ia mengucapkan salam kepada mereka.
4. Mencari Tempat Duduk Yang Kosong Dari hadits yang diriwayatkan Abi Waqid diatas juga dapat diambil pelajaran tentang kesunahan membuat halaqah pada majelis Dzikir dan majelis ilmu. Seseorang yang lebih dahulu datang pada suatu tempat, maka ia lebih berhak atas tempat itu. Hadits ini juga menjelaskan kesunahan beretika dimajelis ilmu dan keutamaan mengisi tempat-tempat yang kosong dalam suatu halaqah. Diperbolehkan bagi seseorang melangkahi untuk mengisi tempat yang kosong, selama tidak menyakiti. Apabila dikhawatirkan menyakiti maka
disunahkan duduk dibarisan terakhir. Sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang kedua ada hadits riwayat Abi Waqid.[11] Hendaknya mencari tempat duduk yang belum terisi dan jangan sekali-kali menyingkirkan orang lain dari tempat duduknya, agar suasana tetap tenang dan orang lainpun tidak tersinggung.
5. Tidak Menduduki Tempat Duduk Yang Baru Saja Ditinggalkan OrangTidak boleh menduduki tempat duduk yang baru saja ditinggalkan oleh seseorang
karena ia masih berhak ketempat tersebut ketika ia kembali.
6. Berdo’a Sebelum Meninggalkan Majelis
سول الل��ه� �ان� ر� : ك �ه ق�ال� ض�ي� الله ع�ن ة� ر� ز� �ر� �ي� ب �ب ع�ن� ا�قوم� �ن� ي اد� ا �ر� �ذ�ا ا ةK ا �خ�ر� �ا �قول ب م� ي ل �يه� و�س� ص�لى� الله ع�ل�ن� ه�د ا �ش��� د�ك� ا �ح�م��� هم و�ب �ك� الل ان �ح� ب �م�ج�ل�س� : س�� م�ن� الا لB ي��� ج�� ال� ر� ك� ف�ق��� �ي��� �ل وب ا �ت ك� و�ا �غ�ف�ر ت �س� �ت� ا �ن ا �ال �ه� ا �ل ا ال�ا �م��� ه ف�ي �قول�� �ت ت ن ا ك وال5 م��� ول ق��� �ق�� �ت ك� ل �ن�� سول� الله� ا ر�
Diriwayatkan dari abi barzah RA. Dia berkata: Rasulullah SAW jika bangun dari suatu majelis membaca “subhanakallahumma wabihamdika asyhaduallailaha ila anta astagfiruka waatuubu ilaika” ( maha suci engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau, saya minta ampun danbertaubat kepadamu) maka ada seorang berkata, wahai Rasulullah engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca, Nabi SAW menjawab “ itu sebagai penebus dosa yang terjadi pada majelis itu”. (HR. Abu Dawud).[12]
Doa ini disebut juga dengan doa kaffaratul majlis yaitu menghapus dosa. Dan dissunahkan membacanya ketika hendak meninggalkan majelis.
Makna Ikhtilâth
Makna ikhtilath secara bahasa adalah bercampurnya sesuatu dengan sesuatu yang lain )Lihat: Lisanul
‘Arab 9/161-162(.
Adapun maknanya secara syar’i yaitu percampurbauran antara laki-laki dan perempuan yang tidak hubungan
mahram pada tempat. )Lihat: Al Mufashshal FîAhkâmil Mar’ah: 3/421 dan Al Mar’atul Muslimah Baina
Ijtihâdil Fuqohâ’ wa Mumârasât Al Muslimin hal. 111(
Hukum Ikhtilath
Hukum ikhtilath adalah haram berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:
Satu : Firman Allah subhânahu wa ta’âlâ dalam surah Al Ahzâb ayat 33:
ن% ر' ب0ي0وت,ك0ن. ف,ي و%ق%
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.”
Berkata Imam Al Qurthubi dalam menafsirakan ayat ini: “Makna ayat ini adalah perintah untuk tetap berdiam
atau tinggal di rumah, walaupun yang diperintah dalam ayat ini adalah para istri Nabi Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam namun secara makna masuk pula selain dari istri-istri beliau Rasulullahshallallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam.” )Lihat Tafsirul Qurthubi: 4/179(
Dan Ibnu Katsir berkata tentang makna ayat ini: “Tinggallah kalian di rumah-rumah kalian, janganlah kalian
keluar kecuali bila ada keperluan.”
Dua: Firman Allah ‘Azza Wa Jalla dalam surah Al Isra’ ayat 32:
ب0وا و%ال% ر% ن%ا ت%ق' الز?
“Dan janganlah kalian mendekati zina.”
Larangan dalam ayat ini dengan konteks “Jangan kalian mendekati” menunjukkan bahwa Al Qur’an telah
mengharamkan zina begitu pula pendahuluan-pendahuluan yang dapat mengantar kepada perbuatan zina serta
sebab-sebabnya secara keseluruhan seperti melihat, ikhtilath, berkhalwat, tabarruj dan lain-lain.” )Lihat Tafsir
Ibnu Katsir 3/39(.
Tiga: Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang dikeluarkan oleh Abu Daud dengan sanad yang hasan dari
seluruh jalan-jalannya, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam bersabda:
5ا. �ن 5ا و�فال �ن �اب� الر�ق�اق�( فال �ت خ�ا ر�ي¦ ف�ي� ك �ب ج�ه ال �خ�ر� )ا Artinya: Dari Khudzaifah berkata, Rasulullah SAW menyampaikan kepadaku dua hadis,
yang satu telah saya ketahui dan yang satunya lagi masih saya tunggu. Beliau bersabda kepada kami bahwa amanah itu diletakkan di lubuk hati manusia, lalu mereka mengetahuinya dari Al Qur’an kemudian mereka ketahui dari al hadis (sunnah). Dan beliau juga menyampaikan kepada kami tentang akan hilangnya amanah. Beliau bersabda: seseorang tidur lantas amanah dicabut dari hatinya hingga tinggal bekasnya seperti bekas titik-titik. Kemudian ia tidur lagi, lalu amanah dicabut hingga tinggal bekasnya seperti bekas yang terdapat di telapak tangan yang digunakan untuk bekerja, bagaikan bara yang di letakkan di kakimu, lantas melepuh tetapi tidak berisi apa-apa. Kemudian mereka melakukan jual beli/transaksi-transaksi tetapi hampir tidak ada orang yang menunaikan amanah maka orang-orang pun berkata : sesungguhnya dikalangan Bani Fulan terdapat orang yang bisa dipercayai dan adapula yang mengatakan kepada seseorang alangkah pandainya, alangkah cerdasnya, alangkah tabahnya padahal pada hatinya tidak ada iman sedikitpun walaupun hanya sebiji sawi. Sungguh akan datang padaku suatu zaman dan aku tidak memperdulikan lagi siapa diantara kamu yang aku baiat, jika ia seorang muslim hendaklah dikembalikan kepada Islam yang sebenarnya dan juga ia seorang nasrani maka dia akan dikembalikan kepadaku oleh orang-orang yang mengusahakannya. Adapun pada hari ini aku tidak membaiat kecuali Fulan bin Fulan.(HR. Imam Bukhari)[1].
III. PEMBAHASANA. Pengertian Amanah
Amanah dalam bahasa arab berasal dari kata al Amaanah yang berarti segala yang
diperintah Allah SWT kepada hamba-hambanya[2]. Secara khusus amanah adalah sikap
bertanggung jawab orang yang dititipi barang, harta atau lainnya dengan mengembalikannya
kepada orang yang mempunyai barang atau harta tersebut.
Sedangkan secara umum amanah sangat luas sekali. Sehingga menyimpan rahasia, tulus
dalam memberikan masukan kepada orang yang meminta pendapat dan menyampaikan pesan
kepada pihak yang benar atau sesuai dengan permintaan orang yang berpesan juga termasuk
amanah. Maka sifat amanah baik secara umum maupun yang khusus sangat berhubungan erat
dengan sifat-sifat mulia lainnya seperti jujur, sabar, berani, menjaga kemuliaan diri, memenuhi
janji dan adil[3].B. Hakikat Amanah
Hadis diatas menuturkan tentang diturunkannya dan diangkatnya amanah, salah satu dari keduanya melihat bahwa sesungguhnya amanah itu kebalikan dari sifat khianat atau dengan kata lain adalah suatu beban tanggung jawab. Amanah diturunkan dalam lubuk hati orang-orang, setelah itu orang-orang mengetahui dari Al Qur’an kemudian dari Sunnah (Hadis) . Bahwasanya amanah itu diberikan kepada orang-orang menurut fitrahnya, setelah itu dengan melalui usaha dari syariat. Adapun secara lahir yang dimaksud dengan amanah adalah suatu tanggung jawab yang telah Allah SWT bebankan kepada terhadap hamba-hambanya dan juga janji yang telah Allah SWT berikan kepada hambanya, Pengarang kitab Tahrir mengatakan bahwa yang dikehendaki amanah di bab ini adalah seperti yang terkandung dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh. (QS. Al Ahzab/33: 72)
Bahwa tingkah laku atau kondisi manusia yang menyerupai ayat tadi yaitu suatu beban atau tanggung jawab yang berupa ketaatan dengan tingkah laku yang ditawarkan. Apabila amanah itu ditawarkan atau ditimpakan kepada langit, bumi dan gunung-gunung niscaya mereka enggan untuk menanggungnya karena sangat agung dan beratnya sebuah amanah untuk menanggungnya. Akan tetapi manusia dengan sifat lemah dan sedikit kemampuannya mau menanggung amanah tersebut. Sesungguhnya manusia itu termasuk orang-orang yang mendzolimi dirinya dan amat bodoh tingkahnya sekira dia mau mengemban beban suatu amanah.
Allah SWT menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunungnya maka Allah SWT berkata kepada mereka, Apakah kalian mampu menanggung amanah dengan apa yang ada didalamnya? Allah menjawab: Apabila kamu bisa mengemban dan menjaga baik amanah maka kalian akan memperoleh balasan yang banyak. Dan ketika kalian mendurhakai suatu amanah maka kalian akan mendapat siksa yang setimpal, lalu mereka menjawab: tidak ya Allah, tidak, kami tidak mengharapkan apapun dari balasan ganjaran maupun siksa karena memuliakan dan takut kepada Agama Allah SWT[4].
Sejatinya kesanggupan untuk memikul tanggung jawab berat ini diatas pundak adalah tindakan membahayakan diri sendiri. Karenanya manusia adalah makhluk yang mendzolimi dirinya sendiri dan jahil, tidak tahu kemampuannya sendiri. Ini jika dibandingkan dengan besarnya penolakan nafsunya untuk memikulnya. Namun demikian, jika dia bangkit dengan memikul tanggung jawab itu, saat dia sampai kepada makrifah yang menyampaikannya kepada penciptaannya, ketika dia mengambil petunjuk secara langsung dari syariat-Nya dan kala dia sangat patuh kepada kehendak Rabbnya, petunjuk dan ketaatan yang dengan mudah dicapai oleh langit, bumi, dan gunung, makhluk-makhluk yang bermakrifah dan taat kepada penciptaannya tanpa ada penghalang dari dirinya. Ketika manusia telah sampai kepada derajat ini dan dia sadar,mengerti,beriradah, maka sungguh dia telah sampai di kedudukan yang mulia, kedudukan istimewa diantara sekian makhluk Allah SWT[5].
C. Bentuk-Bentuk Amanah dalam kehidupan Sehari-hari
1. Memelihara titipan dan mengembalikannya seperti semula
Apabila seorang muslim dititipi oleh orang lain, misalnya barang berharga, karena yang bersangkutan akan pergi jauh ke luar negeri maka titipan itu harus dipelihara dengan baik dan pada saatnya dikembalikan kepada yang punya, utuh seperti semula. Diantara sebab-sebab kenapa Nabi Muhammad SAW sejak mudanya di Mekah sudah terkenal dengan gelar al Aminadalah karena beliau sangat dipercaya oleh penduduk Mekah untuk menyimpan dan memelihara barang titipan, kemudian mengembalikannya seperti semula. Penduduk-penduduk Mekkah yang akan ke luar negeri merasa aman dan tenang menitipkan barang-barang berharga kepada beliau.
2. Menjaga rahasia Apabila seseorang dipercaya untuk menjaga rahasia, apakah rahasia pribadi, keluarga, organisasi, atau lebih-lebih lagi rahasia negara dia wajib menjaganya supaya tidak bocor kepada orang lain yang tidak berhak mengetahuinya. Apabila seseorang menyampaikan sesuatu yang penting dan rahasia kepada kita itulah amanah yang harus dijaga.
3. Tidak menyalahgunakan jabatan Jabatan adalah amanah yang wajib dijaga. Segala bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompoknya termasuk perbuatan tercela melanggar amanah. Semua komisi yang diterima seorang petugas dalam rangka menjalankan tugasnya bukanlah menjadi haknya. Misalnya seorang kepala bagian perlengkapan membeli barang-barang untuk keperluan kantor, maka potongan harga yang diberikan pedagang bukanlah menjadi miliknya tetapi menjadi milik kantor karena dia bukan pedagang perantara tetapi petugas yang digaji untuk pengadaan barang-barang keperluan tersebut. Bentuk lain dari menyalahgunakan jabatan adalah mengangkat orang-orang yang tidak mampu untuk menduduki jabatan tertentu hanya karena dia sanak saudara atau kenalannya, padahal ada orang lain yang lebih mampu dan pantas menduduki jabatan tersebut.
4. Menunaikan kewajiban dengan baik Allah SWT memikulkan ke atas pundak manusia tugas-tugas yang wajib dia laksanakan baik dalam hubungannya dengan Allah SWT maupun dengan sesama makhluk lainnya. Tugas seperti itu disebut takhlif manusia yang ditugasi disebut mukallaf dan amanahnya disebut amanah takhlif. Amanah inilah yang secara metaforis digambarkan oleh Allah SWT tidak mampu dipikul oleh langit, bumi dan gunung-gunung karena beratnya tetapi manusia bersedia memikulnya.
5. Memelihara Semua nikmat yang diberikan Allah SWT Semua nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik. Umur, kesehatan, harta benda, ilmu dan lain-lain sebagainya termasuk anak-anak adalah amanah yang wajib dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Harta benda misalnya harus kita pergunakan untuk mencari keridhaan Allah SWT baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri keluarga maupun kepentingan umat[6].
6. Sikap Anak kepada orang tuaDiantara amanah yang lain adalah amanah anak-anak dalam bersikap di hadapan orang
tuanya. Jika anda mengambil uang milik orang tua tanpa seizin dari mereka berarti anda tidak menjaga amanah seorang anak meskipun jumlah uang yang anda ambil sedikit jumlahnya. Ingatlah bahwa amanah itu bersifat total tidak parsial. Namun yang disebut sebagai perbuatan amanah adalah anda harus izin terlebih dahulu kepada orang tua Anda.
7. Amanah dalam menjaga agamaJenis amanah yang terakhir dan merupakan amanah paling besar adalah amanah dalam
menjaga nilai-nilai agama dan menyiarkan kepada seluruh manusia. Sadarlah bahwa anda bertanggung jawab atas agama ini dan anda akan mempertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT[7].
D. Khianat dan Cara Untuk Menjadi Pengemban Amanah
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda: Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancurannya. Salah seorang sahabat bertanya:”Bagaimanakah menyia-nyiakannya, hai Rasulullah?” Rasulullah SAW menjawab: “Apabila perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya (HR. Imam Bukhari)[8].
Nabi Muhammad SAW menyebutkan tentang salah satu pertanda akan datangnya hari kiamat adalah bilamana amanah atau kepercayaan diserahkan bukan pada ahlinya. Manusia memiliki keahlian yang berbeda-beda. Idealnya seorang manusia harus mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia melakukan suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan maka pekerjaan tersebut akan berantakan. Kalau dia ahli pertanian janganlah disuruh memperbaiki mobil, untuk sekedar bergaya montir dan membongkar mesin mungkin bisa, tetapi memperbaiki mesinnya tidak akan bisa. Untuk itulah nabi melarang memberikan perkara kepada orang yang bukan ahlinya[9].
Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya[10]. Berpadunya kekuatan dan amanah pada diri seorang manusia sangat jarang terdapat. Maka bila ternyata ada dua orang laki-laki satu diantaranya lebih besar amanah padanya dan yang satunya lebih besar kekuatan haruslah diutamakan mana yang lebih bermanfaat bagi bidang jabatannya itu yang lebih sedikit resikonya.
Oleh karena itu didahulukanlah dalam jabatan pimpinan peperangan, orang yang kuat fisiknya lagi berani sekalipun dia fasik daripada orang yang lemah dan tidak bersemangat sedangkan sekalipun dia seorang yang kepercayaan sebagaimana pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal tentang dua orang laki-laki yang akan memimpin peperangan satu diantaranya kuat tetapi fasik, yang lain saleh tetapi lemah, dibawah komando siapa dia akan berperang? Maka beliau menjawab: Adapun orang fasik tetapi kuat, maka kekuatannya itu berguna bagi kaum Muslimin, sedang kefasikannya adalah atas tanggungan dirinya sendiri dan orang saleh tetapi lemah maka kesalehannya berguna bagi diri sendiri sedangkan kelemahannya menimbulkan hal yang tidak baik bagi kaum muslimin[11].
2). Khianat
Lawan dari amanah adalah khianat sebuah sifat yang sangat tercela. Sifat khianat adalah sifat kaum munafik yang sangat dibenci oleh Allah SWT apalagi kalau yang dikhianatinya adalah Allah SWT dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu Allah SWT melarang orang-orang yang beriman mengkhianati Allah SWT, Rasul dan amanah mereka sendiri[12].
Firman Allah SWT dalam surat Al Anfal ayat 27 yang berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al Anfal/8:27).
3). Cara untuk Menjadi Pengemban Amanah
1.Takwa kepada Allah SWTTakwa sebagaimana didefinisikan oleh Ali bin Abi Thalib adalah takut kepada al
Jalil(Yang Maha Agung), beramal dengan At Tanzil (Al Qur’an), ridha terhadap yang sedikit, dan bersiap-siap untuk hari akhir.
2.Tidak menaati orang-orang kafir dan orang-orang munafikAllah SWT memerintahkan kita supaya hanya menaati perintah-perintah-Nya dan hanya
mengikuti Rasul-Nya.3.Mengikuti apa yang diwahyukan dari Allah SWT
Bahwa ketaatan kepada manusia manapun di muka bumi ini terikat dengan dua perkara:makruf dan istitha’ah. Sedangkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan yang bersifat mutlak.
4.Bertawakal kepada Allah SWTBertawakal kepada Allah SWT adalah dengan cara mengenal Allah melalui nama-nama
dan sifat-sifat-Nya, beriman kepada takdir secara mantap, berusaha semampunya, menjaga hati dari bergantung kepada selain Allah SWT[13].
ASSALAMUALAIKUM. SEBAGAI
RENUNGAN, ADA 15 AYAT MENGENAI
(FITNAH) DI DALAM AL-QURAN NUR
KARIM YANG ALLAH S.W.T TURUNKAN
SEBAGAI RUJUKAN/PANDUAN/PEDOMAN/PENGAJARAN UNTUK UMAT ISLAM. MARILAH
KITA SAMA2 HAYATINYA. INSYA ALLAH.
1. Bunuhlah mereka di mana juga kamu temui. Usirlah dari tempat mereka mengusir kamu.
Fitnah itu lebih besar bahaya daripada pembunuhan. Janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil haram sehingga mereka memerangi kamu padanya. Sekiranya mereka memerangi kamu
(ditempat itu) maka perangilah mereka. Demikianlah balasan golongan orang kafir. (Al-Quran:
Surah Al-Baqarah – Ayat 191).
2. Perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah dan agama itu hanya untuk Allah. Jika mereka
berhenti (daripada memusuhi kamu) maka tidaklah ada permusuhan lagi melainkan terhadap
orang yang zalim. (Al-Quran: Surah Al-Baqarah – Ayat 193)
3. Mereka bertanya engkau tentang berperang dalam bulan haram. Katakanlah (Muhammad) :
"Berperang dalam bulan itu berdosa besar. Perbuatan menghalang orang dari jalan Allah dan
kufur kepadaNya , (melarang orang masuk) ke masjidil haram serta mengusir penduduknya
adalah lebih dosanya di sisi Allah. Fitnah lebih besar dosanya daripada pembunuhan. Jika
mereka mampu, mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sehingga kamu berpaling
daripada agama kamu. Sesiapa yang murtad daripada agamanya dan mati, dia adalah kafir.
Amalan-amalan (baik) mereka musnah di dunia dan akhirat. Mereka menjadi penghuni neraka
yang kekal didalamnya. (Al-Quran: Surah Al-Baqarah – Ayat 217)
4. Dialah yang menurunkan kepada mu (wahai Muhammad) Kitab Suci Al-Qur'an. Sebahagian
besar dari Al-Qur'an itu ialah ayat-ayat "Muhkamaat" (yang tetap, tegas dan nyata ma'nanya
serta jelas maksudnya); ayat-ayat Muhkamaat itu ialah ibu (atau pokok) isi Al-Qur'an. Dan yang
lain lagi ialah ayat-ayat “mutasyaabihaat” (yang samar- samar , tidak terang maksudnya). Oleh
sebab itu (timbullah faham yang berlainan menurut kandungan hati masing-masing) adapun
orang-orang yang ada dalam hatinya kecederungan kearah kesesatan, maka mereka selalu
menurut apa yang samar-samar dari Al-Qur'an untuk mencari fitnah dan mencari-cari Ta'wilnya
(memutarkan maksudnya menurut yang di sukainya). Padahal tidak ada yang mengetahui
Ta'wilnya (tafsir maksudnya yang benar) melainkan Allah. Dan orang-orang yang tetap teguh
serta mendalam pengetahuannya dalam ilmu-ilmu ugama, berkata : "Kami beriman kepadanya ,
semuanya itu datangnya dari sisi Tuhan kami". Dan tiadalah yang mengambil pelajaran dan
peringatan melainkan orang-orang yang berfikiran . (Al-Quran: Surah Ali’-Imran – Ayat 7)
5. Kamu juga akan dapati golongan-golongan yang lain (yang pura-pura Islam) supaya mereka
beroleh aman dari pihak kamu dan (sebaliknya mereka melahirkan kekufurannya) supaya
mereka beroleh aman dari pihak kaumnya (yang masih kafir). Tiap-tiap kali mereka diajak kepada
fitnah (pencerobohan), mereka segera terjerumus ke dalamnya. Oleh itu, jika mereka tidak
membiarkan kamu (dan terus mengganggu atau berpihak kepada musuh) dan (tidak pula)
menawarkan perdamaian kepada kamu dan juga (tidak) menahan tangan mereka (daripada
memerangi kamu), maka hendaklah kamu bertindak menawan mereka dan membunuh mereka
di mana sahaja kamu menemuinya; kerana merekalah orang-orang yang Kami jadikan bagi kamu
alasan yang terang nyata untuk bertindak terhadapnya. (Al-Quran: Surah An Nisa’- Ayat 91)6.
Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah dan (sehingga) menjadilah agama itu
seluruhnya (bebas) bagi Allah semata-mata. Kemudian jika mereka berhenti (dari kekufurannya
dan gangguannya, nescaya mereka diberikan balasan yang baik) kerana sesungguhnya Allah
Maha Melihat akan apa yang mereka kerjakan. (Al-Quran: Surah Al-Anfal – Ayat 39)
7. Dan orang-orang yang kafir, setengahnya menjadi penyokong dan pembela bagi setengahnya
yang lain. Jika kamu (wahai umat Islam) tidak menjalankan (dasar bantu-membantu sesama
sendiri yang diperintahkan oleh Allah) itu, nescaya akan berlakulah fitnah (kekacauan) di muka
bumi dan kerosakan yang besar. (Al-Quran: Surah Al-Anfal – Ayat 73)
8. Kalaulah mereka keluar bersama kamu, tidaklah mereka menambahkan kamu melainkan
kerosakan dan tentulah mereka segera menjalankan hasutan di antara kamu, (dengan tujuan)
hendak menimbulkan fitnah (kekacauan) dalam kalangan kamu; sedang di antara kamu ada
orang yang suka mendengar hasutan mereka dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui akan orang-
orang yang zalim. (Al-Quran: Surah At-Taubah – Ayat 47)
9. Sesungguhnya mereka telah lakukan fitnah semenjak dahulu lagi dan mereka merancangkan
terhadapmu (wahai Muhammad) berbagai tipu daya, sehingga datanglah kebenaran, dan
nyatalah (kemenangan) agama Allah (Islam), sedang mereka tidak suka kepadanya. (Al-Quran:
Surah At-Taubah – Ayat 48)
10. Dan di antara mereka (yang munafik itu) ada yang berkata: Izinkanlah aku (supaya tidak
pergi berperang) dan janganlah engkau menjadikan daku dipengaruhi oleh fitnah. Ketahuilah,
mereka telah pun tercebur ke dalam fitnah (dengan dalihan yang dusta itu) dan sesungguhnya
azab Jahanam meliputi orang-orang yang kafir. (Al-Quran: Surah At-Taubah – Ayat 49)
11. Lalu mereka berkata: Kepada Allah jualah kami berserah. Wahai Tuhan kami! Janganlah
Engkau jadikan kami landasan fitnah kesengsaraan bagi kaum yang zalim ganas. (Al-Quran:
Surah Yunus – Ayat 85)
12. (Setelah selesainya urusan itu) maka Allah berfirman kepada Nabi Musa: Sesungguhnya
Kami telah mengenakan kaummu satu fitnah ujian sepeninggalanmu dan mereka telah
disesatkan oleh Samiri (Al-Quran: Surah Thaha – Ayat 85)
13. Dan ada di antara manusia yang menyembah Allah dengan sikap dan pendirian yang tidak
tetap, iaitu kalau dia beroleh kebaikan, senanglah hatinya dengan keadaan itu dan kalau pula dia
ditimpa fitnah kesusahan, berbaliklah dia semula (kepada kekufurannya). (Dengan sikapnya itu)
rugilah dia akan dunia dan akhirat, itulah kerugian yang terang nyata. (Al-Quran: Surah Al Hajj –
Ayat 11)
14. (Yang demikian) kerana Allah hendak menjadikan hasutan Syaitan itu sebagai satu fitnah
cubaan bagi orang-orang yang ada penyakit kufur ingkar dalam hati mereka dan yang hatinya
keras membatu dan sesungguhnya mereka yang zalim itu sentiasa berada dalam pertentangan
yang jauh dari kebenaran. (Al-Quran: Surah Al-Hajj – Ayat 53).
15. Yang suka mencaci, lagi yang suka menyebarkan fitnah hasutan (untuk memecah belahkan