I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan
mempunyai hubungan timbal balik dan interaksi yang sangat erat.
Pelaku pembangunan berperan sebagai subyek yang berperan aktif
dalam pengambilan keputusan untuk menentukan penggunaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya alam merupakan salah satu
komponen pokok dalam pembangunan dan kelestarian sumberdaya alam
sangat dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan itu sendiri. Kegiatan
pembangunan yang bertujuan meningkatkan perekonomian harus disertai
dengan upaya untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas
lingkungan. Pola pembangunan yang berlangsung saat ini perlu diubah
dan didefinisikan secara jelas. Aspek pembangunan tidak semata-mata
hanya untuk pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi namun juga perlu
memberikan bobot yang setara pada aspek-aspek sosial dan
lingkungan. Pembangunan yang dilakukan harus merupakan pembangunan
yang membumi, yang selalu selaras dengan keseimbangan alam. Dimana
pembangunan membumi dapat diidentikkan dengan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) dan berwawasan lingkungan.
Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa, ide dasar pembangunan
berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam dan budaya. Ide
kemudian diturunkan ke dalam konsep pariwisata berkelanjutan.
Artinya adalah pembangunan sumberdaya (atraksi, aksesibilitas,
amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan
optimal bagi pemangku kepentingan dan nilai kepuasan optimal bagi
wisatawan dalam jangka panjang. Wisata pada awalnya digolongkan
dalam kategori industri hijau (green Industry). Namun dengan
besarnya pengembangan wisata yang menitikberatkan pada kepentingan
ekonomi tanpa mengindahkan potensi lingkungan dan tidak
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan menimbulkan
terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Lingkungan di beberapa
obyek wisata rusak akibat besarnya volume pengunjung dan besarnya
tekanan terhadap lingkungan. Tourism is a vast growing industry in
the world and the increasingly rapid economic growth in the Asia
Pasific region has opened opportunities for tourism development in
Indonesia. The potentials for tourism development in Indonesia are
among others : (1) rich cultural heritage; (2) scientific
landscape;
(3) proximity to major growth markets of Asia; (4) large and
increasingly wealthy population that will provide a strong dosmetic
market; (5) large, relatively low cost and work force (Faulkner,
1997). Seiring dengan meningkatnya kesadaran berbagai pihak
terhadap lingkungan dan isu-isu tentang pembangunan yang berwawasan
lingkungan telah memberikan konstribusi terhadap pandangan
pentingnya prinsip-prinsip wisata berkelanjutan. Prinsip pariwisata
yang diharapkan dapat
mempertahankan kualitas lingkungan, mempertahankan budaya,
memberdayakan masyarakat lokal dan memberikan manfaat ekonomi
kepada masyarakat lokal, kawasan dan pemerintah. Wisata adalah
industri yang kelangsungannya sangat ditentukan oleh baik dan
buruknya lingkungan. Tanpa lingkungan yang baik tidak mungkin
wisata berkembang. Oleh karena itu pengembangan wisata haruslah
memperhatikan terjaganya mutu lingkungan, sebab dalam industri
wisata, lingkungan itulah yang sebenarnya dijual (Soemarwoto,
2004). Kebijakan pembangunan pariwisata yang dikaitkan dengan upaya
pengelolaan lingkungan hidup, merupakan salah satu kebutuhan
penting bagi pelayanan para wisatawan. Pembangunan pariwisata dan
pengelolaan lingkungan hidup laksana dua sisi mata uang. Saling
melengkapi dan dapat menjadi daya tarik dan pesona bagi wisatawan.
Sejalan dengan Agenda 21 perlu dikembangkan kegiatan pariwisata
yang bermanfaat untuk pengembangan kualitas hidup secara
berkelanjutan. Salah satu kegiatan wisata yang banyak dibicarakan
akhir-akhir ini, bahkan telah menjadi isu global yaitu dengan
berkembangnya ekowisata (ecotourism) sebagai kegiatan wisata alam
yang berdampak ringan terhadap lingkungan. Menurut Hadi (2007),
prinsipprinsip ekowisata (ecotourism) adalah meminimalisir dampak,
menumbuhkan kesadaran lingkungan dan budaya, memberikan pengalaman
positif pada turis (visitors) maupun penerima (hosts), memberikan
manfaat dan pemberdayaan masyarakat lokal. Ekowisata dalam era
pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu misi pengembangan
wisata alternatif yang tidak menimbulkan banyak dampak negatif,
baik terhadap lingkungan maupun terhadap kondisi sosial budaya.
Aktifitas
Pengelolaaan Kuala Gula sebagai Kawasan Ekowisata Pantai
merupakan salah satu konsep pengelolaan yang bersifat sustainable
development. Bertitiktolak dengan hal tersebut diatas, maka
pelaksanaan praktikum pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup ini dilakukan.1.2. Perumusan Masalah
Objek wisata kuala gula merupakan sebuah objek wisata yang saat
ini sudah dikenali khususnya oleh masyarakat perak dan masyarakat
Malaysia pada umumnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu : 1. Bagaimanakah model
pengelolaan ekowisata Kuala Gula yang dapat dikembangkan pada objek
wisata pantai 2. Apa potensi ekowisata yang dapat dikembangkan di
Indonesia.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan praktikum ini adalah : 1. Mengiventarisir potensi
ekowisata Kuala Gula yang dikembangkan di Perak Malaysia. 2.
Merumuskan konsep kebijakan dan peran institusi dalam pengelolaan
kawasan wisata di Indonesia dalam mendukung pengembangan ekowisata.
Sedangkan manfaat praktikum ini diharapkan; 1. Dapat menumbuh
kembangkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan wisata
2. Sebagai informasi penerapan kebijakan dan peran institusi dalam
pengembangan ekowisata di Indonesia. Dimana kebijakan dan peran
institusi yang dilaksanakan lebih menitikberatkan pada keterlibatan
secara aktif masyarakat, wisatawan dan bersifat lintas sektor.
4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktikum
4.1.1. Iklim Iklim didefinisikan sebagai kondisi rata-rata cuaca
dalam periode yang panjang (bulan, tahun). Iklim tidak saja
menggambarkan dinamika udara yang pada satu sisi memberikan
konstribusi terhadap pola-pola prilaku insitu dan exsitu atas
berbagai perubahan fisika, kimia dan biologi lingkungan; pada sisi
lain akan berubah akibat dikonstribusi aktivitas yang terjadi baik
secara alamiah maupun artificial. Iklim kawasan wisata Kuala Gula
tidak jauh berbeda dengan kondisi Iklim Riau yaitu beriklim tropis
dengan suhu minimum antara 20,6 hingga 24,2C dan suhu maksimum
antara 30,5 34,2C. Tekanan udara rata-rata minimum 1005,4 MBS dan
maksimum 1018,2 MBS. Kelembaban udara rata-rata antara 77 86%.
Kecepatan angin maksimum 18 knot hingga 26 knot, dengan arah dan
kecepatan rata-rata 3 knot sampai dengan 9 knot. Banyaknya hari
hujan selama setahun adalah 220 hari dengan banyaknya curah hujan
setahun 2.170, 7 mm.
(http://www.accuweather.com/id/my/gula/229798/weather-forecast/229798).
4.1.2. Topografi Wilayah Kuala Gula relatif datar dengan variasi
berbukit-bukit di tengah pulau, ketinggian antara 7 hingga 160
mdpl. Wilayah yang memiliki elevasi 0 hingga 7 mdpl. Sedangkan
pulau-pulau kecil lainnya sebagian besar merupakan kawasan hutan
mangrove. Kuala Gula merupakan bagian dari paparan kontinental yang
disebut Paparan Sunda. Pulau Sumatera terletak ditepi barat daya
lempeng benua Paparan Sunda, dan di bawah lempeng tersebut alas
Samudera Indonesia menunjam kearah utara-timur laut. Generasi magma
yang berhubungan dengan penunjaman tersebut telah menghasilkan
busur gunung api Tersier sampai Resen yang merupakan bagian
Pegunungan Barisan. Di sebelah timur Pegunungan Barisan dan terus
ke Laut Cina Selatan, perluasan busur telah membentuk serangkaian
cekungan memanjang. Daerah Kuala Gula terletak pada cekungan busur
belakang ini. Topografi Kuala Gula sangat bervariasi, tetapi
umumnya pulau-pulau dibentuk oleh perbukitan rendah membundar yang
dikelilingi oleh daerah rawa-rawa. Kuala Gula dan sekitarnya
mempunyai morfologi pedataran sungai, pantai
berawa, dengan ciri-ciri Elevasi ketinggian 0 20 m, kemiringan
lereng 0 3 %, mempunyai penyebaran relatif sempit di bagian barat
pulau. Pantai-pantai perairan di Kuala Gula memiiliki bentuk pantai
yang landai/slope dengan panjang 50 m hingga 200 m kearah laut
dengan kedalaman 1 m sampai kedalaman 15 m, garis pantai umumnya
memanjang dan sebagian membentuk lekuk berupa teluk kecil yag
dikelilingi pulau berbukit. Typologi pantai di wilayah studi
merupakan pantai berpasir, lempung dan sebagian terdiri dari
batuan. 4.1.3. Pasang surut Menurut Pariwono (1989), fenomena
pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut
Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena
pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik
dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya
lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut laut merupakan
hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik
terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari,
gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik
matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan
lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari
tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu
rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Data pasang
surut di wilayah Kuala Gula terjadi air pasang dua kali dan air
surut juga dua kali dalam sehari semalam. Hanya saja tinggi antara
pasang yang satu berbeda dengan yang lainnya. Menurut NONTJI
(1993), tipe pasang yang demikian termasuk ke dalam tipe pasang
surut campuran condong ke harian ganda. Adanya pola pasang surut
yang demikian akan memberikan pengaruh kepada kondisi lingkungan
setempat. Dimana pada saat air surut kedalaman akan rendah dan
begitu sebaliknya.
4.1. Gambaran Umum Lokasi Praktikum
4.1.1. Iklim Iklim didefinisikan sebagai kondisi rata-rata cuaca
dalam periode yang panjang (bulan, tahun). Iklim tidak saja
menggambarkan dinamika udara yang pada satu sisi memberikan
konstribusi terhadap pola-pola prilaku insitu dan exsitu atas
berbagai perubahan fisika, kimia dan biologi lingkungan; pada sisi
lain akan berubah akibat dikonstribusi aktivitas yang terjadi baik
secara alamiah maupun artificial. Iklim kawasan wisata Kuala Gula
tidak jauh berbeda dengan kondisi Iklim Riau yaitu beriklim tropis
dengan suhu minimum antara 20,6 hingga 24,2C dan suhu maksimum
antara 30,5 34,2C. Tekanan udara rata-rata minimum 1005,4 MBS dan
maksimum 1018,2 MBS. Kelembaban udara rata-rata antara 77 86%.
Kecepatan angin maksimum 18 knot hingga 26 knot, dengan arah dan
kecepatan rata-rata 3 knot sampai dengan 9 knot. Banyaknya hari
hujan selama setahun adalah 220 hari dengan banyaknya curah hujan
setahun 2.170, 7 mm.
(http://www.accuweather.com/id/my/gula/229798/weather-forecast/229798).
4.1.2. Topografi Wilayah Kuala Gula relatif datar dengan variasi
berbukit-bukit di tengah pulau, ketinggian antara 7 hingga 160
mdpl. Wilayah yang memiliki elevasi 0 hingga 7 mdpl. Sedangkan
pulau-pulau kecil lainnya sebagian besar merupakan kawasan hutan
mangrove. Kuala Gula merupakan bagian dari paparan kontinental yang
disebut Paparan Sunda. Pulau Sumatera terletak ditepi barat daya
lempeng benua Paparan Sunda, dan di bawah lempeng tersebut alas
Samudera Indonesia menunjam kearah utara-timur laut. Generasi magma
yang berhubungan dengan penunjaman tersebut telah menghasilkan
busur gunung api Tersier sampai Resen yang merupakan bagian
Pegunungan Barisan. Di sebelah timur Pegunungan Barisan dan terus
ke Laut Cina Selatan, perluasan busur telah membentuk serangkaian
cekungan memanjang. Daerah Kuala Gula terletak pada cekungan busur
belakang ini. Topografi Kuala Gula sangat bervariasi, tetapi
umumnya pulau-pulau dibentuk oleh perbukitan rendah membundar yang
dikelilingi oleh daerah rawa-rawa. Kuala Gula dan sekitarnya
mempunyai morfologi pedataran sungai, pantai
berawa, dengan ciri-ciri Elevasi ketinggian 0 20 m, kemiringan
lereng 0 3 %, mempunyai penyebaran relatif sempit di bagian barat
pulau. Pantai-pantai perairan di Kuala Gula memiiliki bentuk pantai
yang landai/slope dengan panjang 50 m hingga 200 m kearah laut
dengan kedalaman 1 m sampai kedalaman 15 m, garis pantai umumnya
memanjang dan sebagian membentuk lekuk berupa teluk kecil yag
dikelilingi pulau berbukit. Typologi pantai di wilayah studi
merupakan pantai berpasir, lempung dan sebagian terdiri dari
batuan. 4.1.3. Pasang surut Menurut Pariwono (1989), fenomena
pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut
Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena
pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik
dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.
Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya
lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut laut merupakan
hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik
terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari,
gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik
matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan
lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari
tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu
rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Data pasang
surut di wilayah Kuala Gula terjadi air pasang dua kali dan air
surut juga dua kali dalam sehari semalam. Hanya saja tinggi antara
pasang yang satu berbeda dengan yang lainnya. Menurut NONTJI
(1993), tipe pasang yang demikian termasuk ke dalam tipe pasang
surut campuran condong ke harian ganda. Adanya pola pasang surut
yang demikian akan memberikan pengaruh kepada kondisi lingkungan
setempat. Dimana pada saat air surut kedalaman akan rendah dan
begitu sebaliknya.
Dalam satu bulan terjadi dua kali pasang purnama dan juga dua
kali pasang perbani. Dimana tinggi pasang surut dari hari ke hari
berikutnya tidak sama. Adanya perbedaan ini disebabkan karena
posisi bulan terhadap bumi berubah sesuai dengan pergerakan bulan
mengelilingi bumi. Menurut HUTABARAT dan EVANS (1986) bahwa pada
saat pasang purnama (spring tide) posisi bulan, bumi dan matahari
berada pada satu garis lurus sehingga gaya gravitasi bulan dan
matahari saling memperkuat sedangkan pada saat pasang perbani (neap
tide) posisi bulan, bumi dan matahari membentuk sudut 90o sehingga
gaya gravitasi bulan dan matahari saling memperlemah. Di Kuala Gula
hampir sebagian besar dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau
terjadi banjir lokal oleh air laut. Pasang di perairan Kuala Gula
merupakan rambatan pasang dari laut cina selatan dan selat Malaka
yang identik dengan pasang di perairan Kuala Gula. Pola pasang
surut cenderung sami diurnal (mixed tide prevailing semidiurnal),
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Namun dua
pasang tersebut tidak sama besarnya (Gambar 2).
Gambar 1. Pasang Surut di lokasi studi (Port Weld, Peninsular
Malaysia West Coast Port predictions (Standard Local Time) are +8
hours from UTC) dalam Kurun Waktu 7 Hari (Sumber : Admiralty Easy
Tide) 4.1.4. Vegetasi Pantai (Mangrove dan Tipe Vegetasi Lain)
Hutan mangrove diwilayah Kuala Gula adalah hutan yang terdapat di
kawasan pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut
dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh
oleh iklim. hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan
asin. Hutan mangrove yang terdapat di Kuala Gula meliputi
pohon-pohon dan semak. Formasi hutan mangrove di Kuala Gula
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, kondisi pasang
surut, sedimentasi. Kondisi hutam mangrove di Kuala Gula memiliki
hubungan dengan kondisi lingkungan disekitarnya seperti: Adaptasi
terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki
bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai
pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan
Sonneratia sp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe
penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora
sp.). Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi : Memiliki sel-sel
khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. Berdaun
kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur
keseimbangan garam. Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk
mengurangi penguapan. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil
dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar
yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar.
Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi
untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
Gambar 2. Jenis mangrove di lokasi studiHutan bakau merupakan
tempat tinggal bagi lebih daripada 60 spesies tumbuh-tumbuhan.
Empat genus utama tumbuhan bakau yang terdapat di lokasi Kuala Gula
ialah Avicennia (Api-api), Rhizophora (Bakau), Sonneratia (Perepat)
dan Bruguiera (Berus/Tumu).
4.1.5. Satwa LiarHabitat bakau merupakan habitat mulai dari
hewan yang besar (Buaya Muara) hingga hewan yang paling kecil
(zooplankton). Satwa yang hidup pada hutan bakau Kuala Gula antara
lain Ketam Rebab, Ketam Lumpur, Ikan Belanak, Ular Bakau, Lotong
Kelabu, Memerang Licin, Berok dan Kelawar. Disamping itu juga,
banyak spesies ikan, krustasia dan udang yang tinggal di kawasan
bakau saat air pasang untuk mencari makanan. Siput, tiram dan
teritip juga merupakan satwa yang bergerak perlahan atau tidak
bergerak langsung yang dapat dijumpai di atas akar pokok bakau.
Jenis-jenis burung yang hidup di daerah pantai kuala gula dan
berasosiasi dengan satwa hutan mangrove Kuala Gula adalahBurung
Bangau (Bangau Kecil dan Bangau Besar), Burung Pucung (Pucung
Keladi dan Pucung Seriap), Burung Upeh (Burung Upeh dan Burung
Botak), Helang Merah, Helang Siput, Burung Pacat Bakau, Murai
Bakau, Burung Sambar Biru Bakau dan Pekaka Sungai. Burung-burung
ini memakan berbagai jenis makanan, termasuklah plankton,
tumbuh-tumbuhan air, cacing, krustasia, moluska dan ikan.
Burungburung ini mempunyai kemampuan adaptasi dalam mencari makan
seperti adaptasi ukuran dan bentuk paruh, leher, kaki dan sayap
yang disesuaikan dengan jenis makanan tertentu.
Gambar 3. Salah Satu Jenis Burung (Bangau Putih) di lokasi
studi