BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang MasalahStres merupakan suatu keluhan yang
sering ditemui dalam kehidupan manusia sehari-hari. Bagi yang
penyesuaiannya baik, dapat diatasi dan ditanggulangi. Tetapi bagi
orang yang penyesuaian dirinya kurang baik, maka stres dapat
menimbulkan masalah bagi dirinya (Prawitasari, 1988). Apabila stres
sudah sedemikian besar, sehingga melebihi nilai ambang daya tahan
terhadapnya, terjadilah gangguan fungsi satu atau beberapa organ.
Bilamana stres tersebut berkepanjangan, gangguan yang semula
bersifat fungsional, secara berangsur akan berubah menjadi kelainan
organik permanen dan nyata. Berbagai stres kehidupan dapat
mengakibatkan berbagai bentuk penyakit dan disebut penyakit
psikosomatik, yakni penyakit atau keluhan pada satu atau beberapa
organ, berlatar belakang stres (Hawari, 1997).Dalam psikiatri
sosial disebutkan bahwa perubahan - perubahan sosial yang cepat dan
menjurus kepada buruknya kondisi sosial, dalam arti bertambahnya
stres hidup dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan mental
emosional dari ringan sampai berat pada sebagian anggota masyarakat
dan penduduk (Hawari, 1997). Tenaga kesehatan pun tidak luput
mendapatkan stres. Cary et al (1989) pernah meneliti tentang
kesehatan mental, kepuasan pekerjaan dan stres pekerjaan pada
dokter umum di Amerika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kecemasan pada dokter lebih tinggi dibandingkan pada populasi
normal. Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa terdapat 25%
tenaga kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat mengalami
kecemasan (Patti et al, 2006). Kesehatan mental berpengaruh
terhadap kesehatan fisik dan performa kinerja sesorang. Stres,
depresi dan kecemasan berkontribusi terhadap frekuensi
ketidakhadiran dan kekurangan percaya diri (Williams et al, 1997).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia
merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem
Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme
Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang -Undang No.40 Tahun 2004 tentang. Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Kementerian Kesehatan, 2013). Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional telah dilaksanakan mulai bulan Januari 2014
serentak di seluruh Indonesia. Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit
mengakibatkan peningkatan jumlah pasien di rumah sakit-rumah sakit
rujukan, bahkan dilaporkan beberapa Rumah Sakit kewalahan dengan
peningkatan pasien (Analisa, 2014). Peningkatan pasien ini secara
tidak langsung juga akan meningkatkan beban kerja dan stres kerja
para tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Penelitian di Kanada
menemukan bahwa tenaga kesehatan juga sering mengalami burnout
(kelelahan secara psikologis). Sebanyak 53,3% dokter dan 37,1%
tenaga kesehatan lainnya dilaporkan mengalami burnout (Eva et al,
2002). Selain itu Deary et al (1996) menyebutkan bahwa pekerjaan
klinis yang berlebihan yang dilakukan oleh para dokter juga
mengakibatkan distress psikologis dan kelelahan secara psikologis.
Masih sedikit data penelitian sebelumnya di Indonesia yang meneliti
tentang ketahanan stress dan kecemasan yang dilakukan pada tenaga
kesehatan. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti
hubungan ketahanan terhadap stres dan kecemasan pada tenaga
kesehatan di rumah sakit.
1.2. Perumusan MasalahAdakah hubungan antara ketahanan stres
dengan kecemasan pada tenaga kesehatan pasca diberlakukannya JKN di
RSUD Prambanan Sleman?
1.3. Tujuan PenelitianMengetahui adanya hubungan antara hubungan
antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga
kesehatan pasca diberlakukannya JKN di RSUD Prambanan Sleman.
1.4. Keaslian penelitianUntuk penelitian mengenai ketahanan
terhadap stres dan kecemasan telah ada beberapa karya ilmiah yang
telah dilakukan, yaitu:1. Penelitian berjudul Hubungan antara
Ketahanan terhadap Stres dengan Indeks Prestasi pada Mahasiswa
Tahun Ajaran 1996/1997 dilakukan oleh Peranginangin (1998).
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat dalam
penelitian saat ini adalah kecemasan, sedangkan pada penelitian
sebelumnya adalah Indeks Prestasi. Selain itu, subjek penelitian
penelitian saat ini adalah tenaga kesehatan RSUD Prambanan,
sedangkan subjek penelitian sebelumnya adalah mahasiswa FK UGM.2.
Penelitian berjudul Daya Tahan Stres dan Pre Menstrual Syndrome
pada Mahasiswa PSIK FK UGM dilakukan oleh Aida (2003). Perbedaan
dengan penelitian ini adalah variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kecemasan, sedangkan pada penelitian sebelumnya adalah pre
menstrual syndrome. Selain itu subjek penelitian dalam penelitian
saat ini adalah tenaga kesehatan pada RSUD Prambanan sedangkan
penelitian sebelumnya adalah Mahasiswa PSIK FK UGM.3. Penelitian
berjudul Hubungan Toleransi Stres Dengan Perilaku Pengambilan
Resiko Pada Karyawan Perusahaan Valas dilakukan oleh Erfani (2007).
Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat, dimana
variebel terikat pada penelitian sebelumnya adalah perilaku
pengambilan resiko sedangkan pada penelitian kali ini adalah
kecemasan. Perbedaan lainnya adalah penggunaan instrumen penelitian
untuk mengukur toleransi terhadap stres, dimana penelitian
sebelumnya menggunakan kuesioner buatan penulis, sedangkan pada
penelitian ini menggunakan Miller Smith Rating Scale for Stress
Tolerance (MSRS-ST).
1.5. Manfaat Penelitian1. Manfaat TeoritisHasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu
kedokteran khususnya mengenai keterkaitan antara ketahanan terhadap
stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan.2. Manfaat
PraktisDapat memberikan masukan dan informasi pada tenaga kesehatan
agar dapat membantu mengurangi kecemasan dan mengetahui tingkat
ketahanan terhadap stres. Selain itu. dapat dijadikan sebagai
masukan dan informasi kepada institusi RSUD Prambanan sehingga
dapat mengevaluasi kondisi psikologis tenaga kesehatan yang bekerja
di institusi tersebut.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka2.1.1. Ketahanan Terhadap Stres2.1.1.1.
Definisi Ketahanan Terhadap StresMenurut Maramis (2009), stres
adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri untuk
mengembalikan keseimbangan badan dan atau jiwa yang terganggu. Bila
seseorang tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan muncul
gangguan fisik, perilaku tidak sehat atau pun gangguan jiwa.
Wortman (1999) menyatakan bahwa Lazarus dan Folkman mendefinisikan
stress sebagai segala sesuatu yang dipandang oleh seseorang sebagai
sesuatu yang manantang, mengancam, atau menyakitkan. Sedangkan
Holmes dan Rahe mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan dimana
individu harus berubah dan menyesuaikan diri terhadap suatu
peristiwa yang terjadi (Aronson, 2004). Prawirohusodo (1988)
membuat batasan mengenai stres yaitu suatu pengalaman hidup atau
perubahan lingkungan individu yang cukup bermakna sebagai akibat
ketimpangan antara tuntutan hidup dan kemampuan penyesuaian
individu. Stres menuntut penyesuaian psikologik dan sosial
individu, apabila penyesuaian individu gagal, dapat berakibat
penyakit jasmani, penyakit jiwa, dan penyakit
psikosomatik.Manifestasi stres tidak sama pada setiap orang
tergantung pada berbagai faktor seperti potensial stressor,
maturitas, pendidikan, keadaan fisik, sosio-budaya, lingkungan atau
situasi, keadaan fisik, dan jenis kelamin (Soewadi, 1999). Menurut
Korchin cit Prawitasari (1988), keadaan stres muncul jika banyak
terdapat tuntutan-tuntutan yang luar biasa dan mengancam
kesejahteraan.Menurut Maramis (2009) stressor dapat menimbulkan
beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stres yaitu : (a).
Frustasi, terjadi ketika seseorang sedang berusaha mencapai
tujuannya tetapi tiba-tiba muncul hambatan yang menjadi stressor.
(b). Konflik, terjadi jika tidak dapat atau sulit memilih antara
dua pilihan atau lebih. (c). Tekanan, yang dapat menimbulkan
masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari walaupun kecil tetapi bila
bertumpuk-tumpuk dan berlangsung lama dapat menimbulkan stres. (d).
Krisis, gangguan keseimbangan yang hebat secara tiba-tiba sehingga
menimbulkan stres yang berat.Banyak hal dapat menjadi stressor.
Menurut Yosep (2007) stressor psikososial dapat berupa masalah
perkawinan, masalah orang tua, hubungan antar pribadi, pekerjaan,
lingkungan hidup, keuangan, hukum, perkembangan, faktor keluarga,
dan sebaginya. Soewadi (1999) menyatakan bahwa tidak semua orang
yang menghadapi stressor mengalami gangguan. Dalam menghadapi
stressor seseorang akan berespon dengan dua cara, yaitu : (a).
Berusaha melakukan adaptasi. Bila adaptasi ini berhasil dilakukan,
maka orang tersebut akan berada dalam keadaan homeostasis sehingga
ia akan berada dalam keadaan baik-baik saja. (b). Berusaha
melakukan adaptasi tetapi gagal. Akibatnya stres yang dialami
berubah menjadi distress yang kemudian menimbulkan berbagai gejala
baik fisik maupun mental.Dapat ditarik kesimpulan bahwa stres
merupakan suatu kondisi tegang dari individu yang dapat
mempengaruhi kondisi fisik dan psikis, dimana terjadi
ketidakseimbangan antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari
sumber-sumber sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang.
Berdasarkan definisi stres, seberapa besar kemampuan individu dalam
menghadapi stres inilah yang disebut dengan toleransi terhadap
stres. Maramis (2009) menyebut toleransi terhadap stres sebagai
daya tahan stres atau ambang frustasi.Sejalan dengan pendapat di
atas, Carson et al (1992) menyebut bahwa toleransi terhadap stres
mengacu pada kemampuan individu untuk bertahan tanpa mengakibatkan
gangguan yang berarti.Selain itu, Atwater cit Izzaty (1996)
menjelaskan bahwa toleransi terhadap stres adalah tingkat dan
durasi stres yang dapat ditoleransi individu tanpa menjadi kacau
dan irasional, atau dengan kata lain merupakan ambang batas sebelum
terjadinya perilaku yang tidak efisien dan pikiran yang tidak
rasional.. Crow & Crow cit Astuti (2003) mengungkapkan apabila
individu mampu menggerakkan kekuatan, mengatasi, dan melawan
stressor, maka ia mempunyai ketahanan terhadap stres yang tinggi.
Sebaliknya jika individu menyerah dan tidak berdaya, maka ia
mempunyai ketahanan terhadap stres yang rendah.Dapat disimpulkan
bahwa ketahanan terhadap stres adalah toleransi individu dalam
menghadapi stres tanpa mengakibatkan gangguan yang berarti sehingga
individu tidak menjadi kacau dan irasional.
2.1.1.2. Faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap
stresMasing-masing individu memiliki tingkat ketahanan stress yang
berbeda satu sama lainnya, ada yang rendah dan ada yang tinggi.
Adapun yang mempengaruhi tingkat ketahanan terhadap stres adalah
:a. Kepercayaan individu atas kemampuan menanggulangi yang
mengakibatkan stres (Atkinson et al. 1983). Cofer dan Appley (1964)
mengatakan bahwa makin tinggi optimisme dan kemauan individu, maka
ketahanan terhadap stresnya makin tinggi.b. Dukungan sosial.
Dukungan emosional dan adanya perhatian dari orang lain dapat
membuat orang tahan terhadap stres (Atkinson et al, 1983; Sheridan
dan Radmacher, 1992).c. Penyesuaian diri. Penyesuaian diri
merupakan proses untuk mempertemukan diri dan lingkungan. Sheridan
dan Radmacher (1992) menjelaskan bahwa semakin efektif cara yang
digunakan individu, semakin tinggi tingkat ketahanan terhadap
stresnya.d. Kontrol diri. Kemampuan mengontrol diri diartikan
sebagai kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk
perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke
arah positif. Adanya kontrol diri yang kuat akan memiliki ketahanan
terhadap stres yang tinggi (Izzaty, 1996). e. Tingkat pendidikan.
Soewadi (1999) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruuhi daya tahan individu terhadap stres. Lebih
lanjut diakatan bahwa seseorang yang memiliki pendidikan yang
rendah juga memiliki ketahanan stres yang rendah.f. Penerimaan
diri. Individu yang menerima dirinya, akan memiliki ketahanan
terhadap stres yang tinggi (Izzaty, 1996).g. Sosio-budaya. Setiap
kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu, dan nilai budaya yang
dipegang seseorang akan mempengaruhi pola pikir dan perilakunya.
Orang yang memiliki cara hidup teratur dan falsafah hidupnya jelas,
pada umumnya tidak akan mengalami gangguan akibat stres (Soewadi,
1987).
2.1.1.3. Gejala ketahanan terhadap stresAtkinson (1991)
mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kepribadian yang
tahan terhadap stres adalah :a. Komtimen, dimana lebih aktif dalam
pekerjaan dan kehidupan sosial sehingga lebih menuntut tanggung
jawab.b. Kendali, yaitu mengendalikan peristiwa-peristiwa di
kehidupan mereka serta mampu mengontrol perasaan dan perilaku
terhadap situasi yang penuh stresor.c. Tantangan dimana juga
melibatkan penilaian kognitif, keyakinan bahwa perubahan adalah
normal dalam kehidupan dan harus diapandang sebagai kesempatan
untuk berkembang ketimbang sebagai ancaman terhadap
keamanan.Cridder et al dalam Astuti (2003) mengemukakan
reaksi-reaksi umum yang dialami oleh individu yang tidak tahan
terhadap stres adalah sebagai berikut:a. Gangguan emosional, yaitu
ada tidanknya gejala cemas, gelisah, depresi, marah, gugup ataupun
perasaan bersalah. Emosi stres yang paling sering terjadi adalah
kecemasan dan depresi.b. Gangguan fungsi pikir, yaitu ada atau
tidaknya gangguan pada kemampuan berpikir berupa konsentrasi,
pemikiran yang negatif, ingatan dan gangguan mimpi buruk, mudah
lupa, daya ingat menurun, suka melamun dan terobsesi pada satu
pikiran saja.c. Gangguan aktifitas fisiologik, dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu Skeletal muscle symptoms meliputi sakit kepala,
mulut terasa kering, merasa lemas, dada nyeri, perasaan tegang dan
gugup. Symptoms of visceral, yaitu gangguan pada bagian organ dalam
berupa tangan dan kaki dingin, kehilangan gairah seksual, jantung
berdebar-debar, tangan gemetar, nafas teraba sesak, perut terasa
mual dan kejang-kejang.d. Gangguan sosial stres, selain terwujud
dalam berbagai penyakit, dapat pula terwujud dalam ketidakmampuan
seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penderitaan fisik
dan psikis ini menyebabkan seseorang tidak dapat berfungsi secara
wajar, tidak mampu berprestasi tinggi, dan sering menjadi masalah
bagi lingkungan rumah maupun lingkungan sosial.Berdasarkan uraian
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri individu yang
tahan terhadap stres yaitu memiliki komitmen yang tinggi, mampu
mengendalikan diri, berani menghadapi tantangan. Sedangkan
ciri-ciri individu yang tidak tahan terhadap stres adalah mengalami
gangguan emosional, gangguan fungsi pikir, gangguan aktifitas
fisiologik dan gangguan sosial. 2.2 Kecemasan2.2.1.
DefinisiKecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman, dan
kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang
tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui
dan berasal dari dalam (Depkes, 1993). Kaplan dan Sadock (1997)
mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu sinyal yang
menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan
memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
ancaman.Halgin (2003) mendefinisikan kecemasan merupakan suatu hal
yang berorientasi ke masa yang akan datang dan bersifat global,
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang mengalami kegelisahan,
ketegangan, dan kekhawatiran terhadap prospect dari sesuatu yang
akan terjadi. Sehingga seseorang yang mengalami kecemasan akan
memfokuskan perhatian untuk menjadi lebih waspada dan lebih
berhati-hati terhadap kemungkinan dari bahaya yang akan
terjadi.Menurut Maramis (2009), kecemasan adalah keadaan tegang
yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh
perasaan khawatir, tidak menentu, atau takut. Kecemasan dapat
membuat seseorang tidak mampu bertindak atau bahkan menarik diri.
Dewantisari (2005) menyatakan bahwa menurut Ibrahim gangguan
kecemasan adalah akumulasi dari rasa frustasi, konflik, dan stres.
Gangguan kecemasan menjadi penanda adanya ancaman eksternal dan
internal misalnya ancaman cedera, munculnya rasa takut,
keputusasaan, kemungkinan dapat hukuman, frustasi, maupun gangguan
terhadap status seseorang.Girdano (2005) berpendapat bahwa
seseorang yang memiliki kecemasan yang cukup berat akan cenderung
menunjukkan kecemasan terus-menerus walaupun stressor sudah
berlalu. Orang dengan kepribadian seperti ini juga seringkali
memandang stressor sebagai ancaman yang lebih besar daripada
ancaman yang sebenarnya.2.2.2 EpidemiologiSurvei komunitas
menunjukkan sekitar 3-5% usia dewasa menderita gangguan ansietas
menyeluruh dalam suatu survei dengan prevalensi seusia hidup lebih
dari 25%. Gangguan ansietas menyeluruh biasanya dimulai pada awal
masa dewasa antara usia 15-25 tahun, namun ada peningkatan setelah
usia 35 tahun. Dalam beberapa survei lainnya, perempuan lebih
sering terkena daripada laki-laki dengan rasio 2:1. Namun gangguan
ansietas lebih jarang dibanding gambaran campuran antara ansietas
dan depresi, yaitu 28% ansietas dan 48% campuran antara ansietas
dan depresi (Puri et al, 2008). Hubungan antara ansietas dan
depresi adalah gejala ansietas muncul juga dalam gangguan depresi
(Katona et al, 2008).2.2.3 Fungsi KecemasanFungsi kecemasan adalah
memperingatkan individu akan adanya bahaya, yang menjadi insyarat
bagi ego bahwa jika tidak bertindak tepat, bahaya akan meningkat
sampai ego dikalahkan (Hankin, 2005).Fungsi kecemasan yang lain
adalah perlindungan. Saat kita mengalami kecemasan, terdapat
sensasi fisik yang mendorong otot-otot tubuh untuk menegang dan
otot-otot otak untuk memusatkan perhatian dengan penuh
kewaspadaan.Saat menghadapi ancaman, sensasi ketakutan ini bersifat
segera dan tanpa jeda. Karena otak bereaksi dengan cara melindungi,
maka kita selalu bergegas menuju tempat aman bila dihadapkan dengan
ancaman, atau diam membeku dan berharap untuk tidak diperhatikan.
Disini tampak kecemasan sama dengan ketakutan (Hankin, 2005).Jika
kecemasan dianggap hanya sebagai sinyal peringatan, kecemasan dapat
dianggap sama dengan emosi seperti ketakutan. Kecemasan
memperingatkan ancaman internal dan eksternal dan memiliki kualitas
menyelematkan hidup. Di tingkat rendahnya, kecemasan memperingatkan
ancaman cedera, emosi negatif, perpisahan dari orang yang dicintai,
gangguan pada kesuksesan atau status, dan terakhir pada kesatuan
atau keutuhan seseorang.Kecemasan ini mencegah bahaya dengan
menyadarkan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang
mencegah ancaman atau meringankan akibatnya (Kaplan et al,
1996).Perbedaan kecemasan (anxiety) dengan ketakutan (fear) yaitu
kecemasan berhubungan dengan tentang sesuatu, ada ciri
ketidakpastian dan ketiadaan objek.Saat perasaaan itu menemukan
objeknya, istilah ketakutan lebih sering digunakan daripada
kecemasan (Freud cit. Maitri, 2008). 2.2.4 Faktor KecemasanMenurut
Ramaiah (2003), ada empat faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan pola dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas, yaitu
lingkungan, emosi yang ditekan, sebab fisik dan keturunan. Dinamika
kepribadian sebagian besar dikuasai oleh keharusan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan seorang individu lewat interaksi dengan
objek-objek dunia luar.Lingkungan memiliki kemampuan untuk
menimbulkan rasa sakit dan meningkatkan tegangan maupun memberi
kepuasaan dan mereduksikan tegangan.Lingkungan dapat mengganggu
maupun memberikan rasa nyaman (Hall & Lindzey, 2009).Penelitian
menunjukkan bahwa interaksi anak antar-sebaya penting untuk
perkembangan normal sebagai media pengembangan keterampilan sosial,
kepercayaan diri, dan untuk melatih hubungan di masa depan.
Anak-anak sebaya memperlihatkan angka interaksi berkonflik yang
lebih tinggi dibandingkan anak yang usianya berbeda-beda. Anak
normal akan lebih memperlihatkan sikap mengasuh dan melindungi
terhadap anak yang lebih muda daripada terhadap sebayanya.
Sebaliknya, anak yang lebih muda akan menunjukkan sikap lebih
penurut dan pengikut saat bersama anak yang lebih tua. Seiring
bertambahnya usia, pentingnya suatu lingkungan sosial juga berubah,
pada masa remaja dan dewasa muda, pergaulan dengan sebaya biasanya
melebihi pergaulan dengan keluarga dekat (Puri et al, 2008).Menurut
Stuart et al (1998), kemampuan individu dalam merespon terhadap
penyebab kecemasan ditemukan oleh potensi stressor, maturitas,
pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian,
lingkungan dan situasi, usia, dan jenis kelamin.2.2.5 Jenis
KecemasanAda tiga jenis kecemasan mendasar menurut Hankin (2005)
yaitu: a). Kecemasan sosial, yaitu rasa takut dipermalukan dan
cemas terhadap kemungkinan kritik dan konflik sosial atau rasa
takut akan pengamatan orang lain dan penilaian mereka. b).
Kecemasan paranoid, rasa takut terhadap suatu objek atau situasi
tertentu secara berlebihan dan dianggap membahayakan diri, semacam
jenis ketakutan utnuk menjadi korban yang ekstrim. c). Kecemasan
tentang kecemasan, mengacu pada antisipasi yang menakutkan tentang
mengalami kecemasan (perasaan tegang dan gugup).Sedangkan menurut
Ramaiah (2003), ada tiga kategori keadaan kecemasan, yaitu keadaan
kecemasan, gangguan fobia dan gangguan tekanan paska
traumatik.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada kecemasan
yang dibagi menjadi tiga, yaitu kecemasan neurotik, kecemasan
moral, kecemasan realistik. Tipe pokoknya adalah kecemasan realitas
atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata dari luar, dengan dua tipe
kecemasan lainnya berasal dari kecemasan realitas. Kecemasan
neurotik adalah rasa takut terhadap insting akan lepas kendali dan
menyebabkan individu berbuat sesuatu yang melanggar hukum.
Ketakutan tertuju pada hukuman yang mungkin terjadi jika insting
terpuaskan. Kecemasan ini memiliki dasar kenyataan, karena dunia,
sebagaimana diwakili oleh orang tua atau autoritas lain, akan
menghukum anak jika bertindak impulsif. Kecemasan moral adalah rasa
takut pada suara hati.Kecemasan terjadi karena konflik antara ego
dan superego. Orang-orang yang super egonya berkembang dengan baik
cenderung merasa bersalah jika melakukan atau bahkan berpikir untuk
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma moral saat mereka
dibesarkan. Misal godaan seksual. Kecemasan ini juga memiliki dasar
realitas, di masa lampau sang pribadi pernah mendapat hukuman
karena melanggar norma moral dan bisa dihukum lagi. Kecemasan
realistik atau objektif hampir serupa dengan ketakutan, yaitu
perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu
bahaya yang mungkin terjadi. Misal berkendara ke daerah tidak
dikenal (Freud cit. Hall & Lindzey, 2009).Kecemasan dalam
neurosis merupakan reaksi yang tidak seimbang dengan besar bahaya
yang ada, seringkali kabur dan sifatnya umum. Istilah
neurosis/psikoneurosis dipakai untuk menerangkan semua penyakit
gangguan fungsi saraf, tetapi jaringan susunan saraf sendiri tidak
mengalami kerusakan. Dalam neurosis terdapat bentuk kecemasan
sebagai ciri umumnya. Kecemasan neurosis adalah perasaan yang tidak
aman yang berkembang dalam individu yang disebabkan oleh
situasi-situasi lingkungan yang rupanya tidak berbahaya atau hanya
sedikit menekan. Kecemasan neurotik juga mungkin muncul misalnya
oleh impuls yang bersifat seksual atau agresif (Semium,
2010).Menurut Maramis (2009), gambaran umum dari kecemasan
menyeluruh adalah adanya kekhawatiran atau ansietas yang lebih
kurang konstan, yang tidak sebanding dengan tingkat stresor
sesungguhnya dalam kehidupan yang terjadi dalam jangka waktu
panjang. Individu ini biasnya kesulitan untuk mengendalikan dan
cenderung tidak yakin pada diri sendiri. Untuk diagnosisnya, harus
dibedakan dengan kecemasan pada gangguan jiwa yang lain, karena
biasanya sebagian besar penderita kecemasan menyeluruh ini juga
menderita depresi dan gangguan yang lain.
2.2.6 Tanda dan GejalaBerdasarkan International Statistical
Classisfication of Diseases and Related Health Problems, Tenth
Revision (ICD-10), gambaran gangguan ansietas menyeluruh mengambang
bebas dan menetap itu melibatkan unsur unsur: a). Ketakutan
khawatir mengalami kemalangan di masa depan, perasaan tersudut,
kesulitan berkonsentrasi, dll). b). Ketegangan motorik (gelisah,
tension headaches, gemetar, ketidakmampuan untuk santai, dll). b).
Overaktivitas autonom (kepala ringan, berkeringat, takikardia atau
takipnea, rasa tidak nyaman di epigastrium, pusing, mulut kering,
dll) (Puri et al, 2008).Gejala-gajala kecemasan terdiri atas dua
komponen yaitu komponen psikis/mental dan komponen fisik. Gejala
psikis terdiri dari perasaan khawatir, was-was, penderita tampak
tegang, dan tidak berdaya. Gejala fisik merupakan manifestasi dari
keterjagaan yang berlebihan (hyperarousal syndrom) seperti jantung
berdebar-debar, nafas cepat dan terasa sesak, perasaan pusing
seperti melayang, mulut kering, keluhan lambung, ekstremitas teraba
dingin dan kadang terasa kesemutan, dan ketegangan otot biasanya
terjadi di pelipis, tengkuk, atau punggung (Maramis, 2009).
Gambaran klinis ansietas menyeluruh terdiri atas gejala somatik dan
psikologis. Gambaran somatik antara lain pusing, tension headaches,
mulut kering, disfagia, flush, sulit bernapas, takikardia, rasa
tidak nyaman di epigastrium/mual/diare, tangan dingin lembab
berkeringat, sering berkemih, gemetaran, otot tegang, kelelahan,
dan kurang istirahat. (Puri et al, 2008). Flush adalah kemerahan
episodik sementara pada wajah dan leher yang bisa diakibatkan
faktor emosi atau kerja fisik (Dorland, 2000)Menurut Kartono
(2003), gejala-gejala yang khas pada gangguan kecemasan adalah :
1).Selalu ada hal yang mencemaskan hati, hampir setiap kejadian
menyebabkan timbulnya rasa takut dan cemas. 2). Emosi labil, suka
marah, dan sangat irritabel. 3). Diikuti oleh bermacam-macam
fantasi, delusi, dan ilusi. 4). Sering merasa mual dan muntah.
Tubuh terasa sangat lelah, banyak berkeringat, gemetaran, dan
sering diare. 5). Selalu dipenuhi ketegangan emosional dan bayangan
kesulitan.2.3 Jaminan Kesehatan Nasional2.3.1 Jaminan Kesehatan
Nasional bagian dari SJSNJaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan
bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan
sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh Pemerintah. (Kemenkes, 2013).2.3.2 Landasan HukumAda beberapa
landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan undang-undang SJSN,
yaitu: a. UUD 1945 amandemen Pasal 28H - ayat 1: setiap penduduk
berhak atas pelayanan kesehatan - ayat 3: setiap penduduk berhak
atas jaminan sosial b. UUD 1945 amandemen Pasal 34 ayat 2 bahwa
Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat c. UUD 1945
amandemen pasal 34 ayat 3 bahwa Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas kesehatan yang layak d. UU Nomor 3/ 1992
tentang Jamsostek e. PP 69/ 1991 tentang JPK PNSf. UU Nomor 23/
1992 tentang Kesehatan, khususnya pasal 66 g. UU Nomor 43/ 1999
tentang Pegawai Negeri Sipil h. PP Nomor 28/ 2003 tentang Asuransi
Kesehatan Pegawai Negeri Semua landasan hukum diatas mendukung
upaya-upaya penyusunan dan pelaksanaan Undang-undang SJSN
(Kemenkes, 2013).2.3.3 Asas Dan Prinsip Penyelenggaraan Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan asas
kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia Dalam undang undang no 40 tahun 2004, Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan pada
prinsip: 1). Kegotong-royongan, yaitu suatu prinsip adanya saling
membantu di antara dua segmen yang berbeda sehingga terjadi subsidi
silang. Prinsip tersebut memungkinkan perluasan cakupan terhadap
seluruh penduduk. 2). Nirlaba, yaitu tidak mengambil untung namun
bukan berarti harus merugi tetapi azasmanfaat bagi seluruh pelaku
asuransi kesehatan (Bapel, peserta, pemberi pelayanan kesehatan
serta pemerintah karena mempunyai penduduk yang sehat dan
produktif). 3). Keterbukaan; terdapat sikap transparansi dari badan
penyelenggara terhadap masyarakat terkait penyelenggaraan SJSN. 4).
Kehati-hatian5). Akuntabilitas; dalam pelaksanaannya dapat
dipertanggungjawabkan atau badan penyelenggara menjawab dan
menerangkan kinerja dan tindakan yang dilakukan dalam upaya
implementasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan
meminta pertanggungjawaban. 6). Portabilitas yang menunjukkan bahwa
seseorang tidak boleh kehilangan jaminan/ perlindungan. 7).
Kepesertaan bersifat wajib; seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi
peserta dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan didukung
prinsip ekuitas yang berarti setiap penduduk harus memperoleh
pelayanan sesuai kebutuhan. 8). Dana amanat; dana untuk SJSN
merupakan dana milik seluruh peserta SJSN dan berarti dana rakyat.
9). Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta. Adapun beberapa prinsip tambahan, antara lain:1) Prinsip
responsif, yaitu responsif terhadap tuntutan peserta sesuai standar
kebutuhan hidup sehingga sifatnya lebih dinamis. 2) Prinsip
koordinasi manfaat, dengan adanya prinsip ini diharapkan tidak akan
terjadi duplikasi sehingga lebih efisien.3)Prinsip efisiensi yang
memungkinkan pelayanan menjadi terkendali karena pelayanan yang
diberikan hanya pelayanan yang dibutuhkan saja. Selain itu, terjadi
juga urun biaya sehingga tidak dirasakan terlalu berat bagi yang
tidak mampu 2.3.4 Manfaat dan Tujuan Jaminan SosialSistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya. Dalam sistem jaminan sosial, terdapat lima hal
yang dijamin, yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Alasan
utama mengapa kelima hal tersebut menjadi jaminan sosial adalah
untuk menghindari atau meminimalkan risiko yang timbul dari kelima
hal yang akan dijamin tersebut. Pada dasarnya kelima hal tersebut
berdampak tak hanya bagi orang perseorangan, tetapi bagi keluarga
yang merupakan bagian terpenting dari masyarakat (komunitas), dan
secara kolektif akan berpengaruh terhadap stabilitas bangsa baik
dari sektor ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat (Kemenkes,
2013).
2.3.5 Pembiayaan Jaminan Sosial SJSN akan diselenggarakan
berdasarkan prinsip asuransi sosial, ekuitas, dan atau tabungan
wajib sehingga dalam pelaksanaannya, SJSN memerlukan iuran yang
besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu
jumlah nominal tertentu yang akan disetorkan kepada badan
penyelenggara jaminan sosial secara berkala. 1). Asuransi sosial
adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang
berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial
ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Iuran
adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta,
pemberi kerja, dan/atau Pemerintah. 2). Tabungan wajib adalah
simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.
3). Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh pemerintah bagi
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan
sosial (Kemenkes, 2013). 2.3.6 Peran Tenaga Kesehatan dalam Jaminan
Kesehatan NasionalPeranan tenaga kesehatan dalam Jaminan Kesehatan
Nasional sangat penting. Tenaga kesehatan merupakan tulang punggung
dalam pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional mulai dari PPK
I, PPK II, hingga PPK III. Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit
mengakibatkan peningkatan jumlah pasien di rumah sakit-rumah sakit
rujukan, bahkan dilaporkan beberapa Rumah Sakit kewalahan dengan
peningkatan pasien (Analisa, 2014). Selain itu beberapa tenaga
kesehatan juga mengeluhkan pendapatan akibat penerapan sistem
Jaminan Kesehatan Nasional. Mereka mengatakan bahwa dengan
penerapan sistem ini, pendapatan para tenaga kesehatan tidak
seimbang dengan kinerja yang dituntut untuk dilaksanakan (Merdeka,
2014). Peningkatan jumlah pasien, secara langsung meningkatkan
beban kerja dan stres bagi para tenaga kesehatan.2.4 Landasan
TeoriMenurut Maramis (2009), kecemasan adalah keadaan tegang yang
berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan
khawatir, tidak menentu, atau takut. Menurut Stuart et al (1998),
kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan
ditemukan oleh potensi stressor, maturitas, pendidikan dan status
ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi,
usia, dan jenis kelamin.Menurut Maramis (2009), stres adalah segala
masalah atau tuntutan penyesuaian diri untuk mengembalikan
keseimbangan badan dan atau jiwa yang terganggu. Bila seseorang
tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan muncul gangguan
fisik, perilaku tidak sehat atau pun gangguan jiwa. Manifestasi
stres tidak sama pada setiap orang tergantung pada berbagai faktor
seperti potensial stressor, maturitas, pendidikan, keadaan fisik,
sosio-budaya, lingkungan atau situasi, keadaan fisik, dan jenis
kelamin (Soewadi, 1999). Selain itu, Atwater cit Izzaty (1996)
menjelaskan bahwa toleransi terhadap stres adalah tingkat dan
durasi stres yang dapat ditoleransi individu tanpa menjadi kacau
dan irasional, atau dengan kata lain merupakan ambang batas sebelum
terjadinya perilaku yang tidak efisien dan pikiran yang tidak
rasional.. Crow & Crow cit Astuti (2003) mengungkapkan apabila
individu mampu menggerakkan kekuatan, mengatasi, dan melawan
stressor, maka ia mempunyai ketahanan terhadap stres yang tinggi.
Sebaliknya jika individu menyerah dan tidak berdaya, maka ia
mempunyai ketahanan terhadap stres yang rendah.Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Nasional bagi tenaga kesehatan memberikan dampak
peningkatan beban kerja dan stres meningkat karena bertambahnya
jumlah kunjungan pasien. Tenaga kesehatan yang memiliki ketahanan
stres yang baik tidak akan mudah mengalami kecemasan, sedangkan
tenaga kesehatan yang memiliki ketahanan terhadap stres yang kurang
baik akan mudah mengalami kecemasan.
2.5 Kerangka TeoriBaikTidak BaikKecemasanKetahanan terhadap
StresPelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
Faktor yang mempengaruhi kecemasan :1.potensi
stressor,2.maturitas, 3.pendidikan4.status ekonomi, 5.keadaan
fisik, 6.tipe kepribadian, 7.lingkungan dan situasi,8.usia, 9.jenis
kelamin.Faktor yang mempengaruhi Ketahanan terhadap Stres :1.
Kepercayaan diri Individu2. Dukungan Sosial3.Penyesuaian Diri4.
Kontrol Diri5. Tingkat Pendidikan6. Penerimaan diri7. Sosio
budaya
Gambar 1. Skema Kerangka Teori
2.6 Kerangka Konsep Penelitian
Ketahanan terhadap Stress kurang baik
Cemas
Ketahanan terhadap Stress
Tidak Cemas
Cemas
Ketahanan terhadap Stres baik
Tidak Cemas
Gambar 2. Skema Kerangka Konsep
2.7 HipotesisTerdapat hubungan yang bermakna antara ketahanan
terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan pasca
diberlakukannya JKN di RSUD Prambanan Sleman.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan PenelitianPenelitian ini adalah
penelitian non-eksperimental deskriptif analitik dengan metode
pendekatan cross-sectional untuk membuktikan adanya hubungan
tingkat ketahanan stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan
pasca diberlakukannya JKN di RSUD Prambanan Sleman.
3.2 PopulasiPopulasi penelitian ini adalah tenaga kesehatan di
RSUD Prambanan yang berjumlah 80 orang. Data diambil dari data
primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh seluruh tenaga
kesehatan di RSUD Prambanan.Adapun kriteria inklusi maupun kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah:Kriteria Inklusi : 1. Tenaga
kesehatan yang bekerja di RSUD Prambanan Sleman yang terdaftar
secara aktif.2. Bersedia ikut dalam penelitianKriteria Eksklusi :
1. Tenaga kesehatan yang tidak mengisi secara lengkap kuesioner.2.
Tenaga kesehatan yang tidak hadir dalam pembagian kuesioner,
3.3. Besar SampelMetode pengambilan sampel adalah simple random
sampling. Perhitungan sampel minimal menggunakan rumus Sovlin
(Sevilla, et al., 2007):
n =Sampel minimalN =Populasie =Prosentasi kelonggaran karena
kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditoleransi
Diketahui populasi tenaga kesehatan RSUD Prambanan yang aktif
adalah 80 orang. Prosentase kelonggaran yang dipilih adalah 5% atau
0,05.
Dari rumus Sovlin diatas, didapatkan sampel minimal yang
diperlukan adalah 67 tenaga kesehatan.
3.4.Variabel Penelitian3.4.1. Variabel BebasVariabel bebas dalam
penelitian ini adalah ketahanan terhadap stres. Variabel ini
merupakan variabel kategorikal yang terdiri dari ketahanan terhadap
stres baik dan ketahan terhadap stres kurang baik. 3.4.2. Variabel
TerikatVariabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan.
Variabel ini merupakan variabel kategorikal yang terdiri dari cemas
dan tidak cemas.
3.5. Definisi Operasional3.5.1. Ketahanan terhadap Stres
Ketahanan terhadap stres adalah toleransi individu dalam menghadapi
stres tanpa mengakibatkan gangguan yang berarti sehingga individu
tidak menjadi kacau dan irasional. Ketahanan stres diukur dengan
Miller Smith Rating Scale for Stress Tolerance (MSRS-ST). 3.5.2.
KecemasanKecemasan adalah kecemasan neurosis, yaitu kecemasan yang
berlebihan dan terus-terusan terhadap suatu hal yang sebenarnya
tidak berbahaya. Kecemasan dalam penelitian ini akan diukur dengan
Eysenck Inventory Questioner.3.6. Instrumen Penelitian3.6.1. Miller
Smith Rating Scale for Stress Tolerance (MSRS-ST).Untuk mengetahui
taraf ketahanan terhadap stres dari Miller dan Smith, terdapat 20
item dimana masing-masing item diberi skor 1 sampai 5. Angka skor 1
menyatakan hampir selalu dikerjakan sedangkan angka skor 5
menyatakan tidak pernah dikerjakan sesuai dengan ukuran berapa jauh
berlakunya bagi yang bersangkutan. Untuk memperoleh nilai ketahanan
terhadap stres yaitu dengan menjumlahkan nilai skor, sehingga
secara keseluruhan mempunyai nilai total antara 20-100. Instrumen
ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh Brodjonegoro
(1988) dengan nilai pembatas pemisah 43. Individu dengan nilai
toleransi stres MSRS-ST < 43 dinyatakan sebagai individu dengan
ketahanan stres yang baik. Individu dengan nilai toleransi stres
MSRS-ST lebih dari sama dengan 43 dikategorikan sebagai individu
dengan ketahanan stres yang kurang baik.3.6.2. Eysenck Inventory
QuestionerEysenck Inventory Questioner menggunakan 3 subskor untuk
mengevaluasi tipe kepribadian introvert, kecenderungan neurotik,
dan skala kebohongan. Dalam penelitian ini, kecemasan diasosiasikan
dengan kecenderungan neurotik. Instrumen inti terdiri dari 57
pertanyaan tertutup dengan jawaban YA dan Tidak. Dari 57
pertanyaan, terdapat 25 pertanyaan tentang tipe kepribadian
introvert (I), 25 pertanyaan yang merujuk pada kecenderungan
neurotik (N), dan 7 pertanyaan untuk skala kebohongan (L). Jawaban
yang sesuai akan diberi skor 1, dan yang tidak sesuai diberi skor
0. Dinyatakan cemas jika skor N 12, dan dinyatakan berbohong jika
L4. Berdasarkan penelitian Soewadi (1987) instrument ini memiliki
sensitivitas 95%, Spesifisitas 81%, positive predictive value 83%,
dan r = 0,70.
3.7. Tahap PenelitianTahap Penelitian menurut Nasir et al (2011)
adalah sebagai berikut :ObservasiPengumpulan DataPerumusan
MasalahPenyusunan Usulan PenelitianMenyusun Kerangka TeoriMembentuk
Hipotesis dan tujuan Penelitian
Menyusun Rancangan Penelitian
Pengumpulan Data
Pelaksanaan Penelitian
KesimpulanGambar 2. Alur Tahap Penelitian
3.8. Rencana Analisis DataDalam penelitian ini analisis data
dilakukan secara deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif untuk
mengetahui karakteristik subjek penelitian. Uji analisis bivariat
analisis hubungan korelasi variabel kategorik menggunakan uji
korelasi Contingen Coeficiency (Dahlan, 2012).
3.9 Etika PenelitianPenelitian ini mengedepankan beberapa etika
penelitian : (1) Meminta izin terlebih dahulu dan berkoordinasi
dengan pihak RSUD Prambanan. (2) Mencantumkan informasi mengenai
tujuan dan mekanisme penelitian agar responden memahami dan mau
berpartisipasi. (3) Memberikan jaminan kerahasian terhadap data
yang diberikan responden. (4) Memperhatikan waktu pengambilan data
agar tidak menggangu kegiatan pelayanan di RSUD Prambanan.
3.10.Jadwal Penelitian
MeiJuniJuliAgustus
Pengajuan Judul
Penyusunan Proposal
Pengajuan Seminar
Seminar Proposal
Revisi dan Pengambilan Data
Penyusunan Hasil Penelitian
Pengajuan Seminar Hasil
Seminar Hasil
Revisi
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HasilSubjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan RSUD
Prambanan yang berjumlah 80 orang dengan sampel minimal berjumlah
67 orang. Dari 80 kuesioner yang dibagikan, yang terisi ada 77
lembar. Saat isi kuesioner diteliti, terdapat 70 kuesioner lengkap,
dan 7 tidak lengkap. Sehingga terdapat 70 kuesioner yang dimasukkan
ke dalam analisis data.4.1.1.Karakteristik Sampela. Gambaran
Distribusi UsiaUsia merupakan salah satu karakteristik penting yang
harus dipaparkan. Rentang usia subjek dari 21-52 tahun. Terdapat 46
(65,7%) subjek yang berusia antara 20-30 tahun. Didapatkan 16
(22,9%) subjek yang berusia 31-40 tahun. Pada kategori umur 41-50
tahun terdapat 6 (8,6%) subjek. Terdapat 2 (2,9%) subjek berusia
51-60 tahun. b. Gambaran Jenis KelaminDari 70 subjek penelitian,
didapatkan 26 (37,1%) subjek berjenis kelamin laki-laki dan 44
(62,9%) berjenis kelamin perempuan. c. Gambaran Status
PernikahanDari 70 subjek penelitian, didapatkan 39 (55,7%) sudah
menikah dan 31 (44,3%) subjek belum menikah.d. Gambaran Tingkat
PendidikanDidapatkan 54 (77,1%) subjek memiliki tingkat pendidikan
D3, 12 (17,1%) memiliki tingkat pendidikan profesi dan 4 (5,7%)
subjek memiliki tingkat pendidikan spesialis.e. Gambaran Jenis
PekerjaanDari 70 subjek penelitian, didapatkan 30 (42,9%) bekerja
sebagai perawat, 14 (20%) sebagai bidan, 2 (2,9%) sebagai ahli
gizi, 3 (4,3%) sebagia analis kesehatan, 1 (1,4%) sebagai
fisioterapis, 1 (1,4%) sebagai radiografer, 3 (4,3%) sebagai tenaga
kefarmasian, 11 (15,7%) sebagai dokter umum, 1 (1,4%) sebagai
dokter gigi, dan 4 (5,7%) sebagai dokter spesialis.f. Gambaran
Ketahanan terhadap StresDari 70 subjek, didapatkan 38 (54,3%)
tenaga kesehatan memiliki ketahanan terhadap stres yang baik
sedangkan 32 (45,7%) tenaga kesehatan memiliki ketahanan terhaadap
stres yang kurang baik.g. Gambaran KecemasanDidapatkan 33 (47,1%)
tenaga kesehatan mengalami kecemasan dan 37 (52,9%) tenaga
kesehatan lainnya tidak mengalami kecemasan.
4.1.2. Hubungan Antara Ketahanan terhadap Stres dan
KecemasanPada tabel 2, hasil uji korelasi Contingen Coeficiency
Ketahanan terhadap stres dengan kecemasan diperoleh nilai korelasi
0,596 dengan p= 0,001 yang berarti nilai korelasi positif antara
ketahanan terhadap stres dengan kecemasan dengan kekuatan korelasi
yang sedang dan bermakna secara statistika.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan di RSUD
PrambananVariabelFrekuensiPersentase (%)
Kategori Usia
20-30 tahun4665,7
31-40 tahun1622,9
41-50 tahun68,6
51-60 tahun22,9
Total70100,0
Jenis Kelamin
laki-laki2637,1
Perempuan4462,9
Total70100,0
Status Pernikahan
Sudah Menikah3955,7
Belum menikah3144,3
Total70100,0
Tingkat Pendidikan
D35477,1
Profesi1217,1
Spesialis45,7
Total70100,0
Jenis Pekerjaan
Perawat3042,9
Bidan1420,0
Ahli Gizi22,9
Analis Kesehatan34,3
Fisioterapis11,4
Radiografer11,4
Tenaga Kefarmasian34,3
Dokter Umum1115,7
Dokter Gigi11,4
Dokter Spesialis45,7
Total70100,0
Ketahanan terhadap Stres
Ketahanan Stres Baik3854,3
Ketahanan Stres Kurang Baik3245,7
Total70100,0
Kecemasan
Tidak Cemas3752,9
Cemas3347,1
Total70100,0
Sumber : Data Primer diolah (2014)
Tabel 2. Hubungan antara Ketahanan terhadap Stres dan
Kecemasan
KecemasanTotal
Tidak CemasCemas
ketahanan stressKetahanan Stres Baik33538
Ketahanan Stres Kurang Baik42832
Total373370
X2=38,529; df=1; p=0,001; C.C =0,596
4.2. PembahasanPada penelitian ini didapatkan kecemasan pada
tenaga kesehatan sebesar 47,1 %. Hasil ini tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa
terdapat 25% tenaga kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat
mengalami kecemasan (Patti et al, 2006). Angka kecemasan pada
tenaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan populasi normal
diasumsikan disebabkan karena tingginya beban kerja dan stress
kerja yang dialami para tenaga kesehatan dan tidak diimbangi dengan
ketahanan terhadap stres. Pada populasi normal, prevalensi
kecemasan berkisar antara 1,5% -14,8% (Offson et al, 2000). Cary et
al (1989) pernah meneliti tentang kesehatan mental, kepuasan
pekerjaan dan stres pekerjaan pada dokter umum di Amerika. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecemasan pada dokter lebih
tinggi dibandingkan pada populasi normal. Menurut Stuart et al
(1998), kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab
kecemasan ditemukan oleh potensi stressor, maturitas, pendidikan
dan status ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan
situasi, usia, dan jenis kelamin. Salah satu potensi stressor pada
tenaga kesehatan adalah beban kerja yang dialami oleh para tenaga
kesehatan. Beberapa tenaga kesehatan bahkan mengalami kelelahan
secara psikologis (burnout)dalam bekerja.Penelitian di Kanada
menemukan bahwa tenaga kesehatan juga sering mengalami burnout
(kelelahan secara psikologis). Sebanyak 53,3% dokter dan 37,1%
tenaga kesehatan lainnya dilaporkan mengalami burnout (Eva et al,
2002). Selain itu Deary et al (1996) menyebutkan bahwa pekerjaan
klinis yang berlebihan yang dilakukan oleh para dokter juga
mengakibatkan distress psikologis dan kelelahan secara psikologis.
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional telah dilaksanakan mulai
bulan Januari 2014 serentak di seluruh Indonesia. Pelaksanaan JKN
di Rumah Sakit mengakibatkan peningkatan jumlah pasien di rumah
sakit-rumah sakit rujukan, bahkan dilaporkan beberapa Rumah Sakit
kewalahan dengan peningkatan pasien (Analisa, 2014). Peningkatan
pasien ini secara tidak langsung meningkatkan beban kerja dan stres
kerja para tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Ketahanan terhadap
stres sangat penting agar tenaga kesehatan tidak mengalami gangguan
akibat stres. Pada penelitian ini, tenaga kesehatan yang memiliki
ketahanan stres yang baik sebesar 52,9% dan 47,1% tenaga kesehatan
memiliki ketahanan stres yang kurang baik. Sebagian besar tenaga
kesehatan sudah memiliki ketahanan terhadap stres yang baik, hal
ini diasumsikan karena sebagian besar tenaga kesehatan memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi. Soewadi (1999) menyatakan bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan
individu terhadap stres. Lebih lanjut diakatan bahwa seseorang yang
memiliki pendidikan yang rendah juga memiliki ketahanan stres yang
rendah. Pada penelitian ini didapatkan korelasi yang bermakna
antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga
kesehatan RSUD Prambanan pasca diberlakukannya JKN, dengan kekuatan
korelasi yang sedang dan bermakna secara statistika. (p=0,001; C.C
=0,596). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tenaga kesehatan
memiliki ketahanan terhadap stres yang baik, maka semakin kecil
pula kemungkinan tenaga kesehatan tersebut mengalami kecemasan.Hal
ini berkaitan dengan pendapat Stuart et al (1998) bahwa kecemasan
dipengaruhi oleh potensi stressor. Sedangkan potensi stressor dapat
menimbulkan kecemasan juga dipengaruhi oleh ketahanan terhadap
stres. Kelemahan penelitian ini adalah faktor resiko lain yang
terlibat dalam ketahanan terhadap stres dan kecemasan tidak banyak
diteliti dalam studi ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui keterkaitan berbagai faktor mengenai ketahanan terhadap
stres dan kecemasan.
BAB V. KESIMPULAN5.1 KesimpulanPasca diberlakukannya JKN,
prevalensi kecemasan pada tenaga kesehatan di RSUD Prambanan
sebesar 47,1 %. Tenaga kesehatan yang memiliki ketahanan terhadap
stress baik sebesar 54,3%. Pada penelitian ini didapatkan korelasi
yang bermakna antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada
tenaga kesehatan RSUD Prambanan pasca diberlakukannya JKN, dengan
kekuatan korelasi yang sedang dan bermakna secara statistika.
(p=0,001; C.C =0,596).
5.2. SaranFaktor resiko lain terkait kecemasan dan faktor yang
mempengaruhi ketahanan terhadap stres belum banyak disebutkan dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, deskripsi mengenai kecemasan dan
ketahahanan terhadap stres beserta faktor yang mempengaruhinya
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan populasi penelitian
yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Aida, Yanni. (2003). Daya Tahan Stres dan Pre Menstrual Syndrome
pada Mahasiswa PSIK FK UGM. Skripsi. PSIK Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah MadaAnalisa. (2014). BPJS, Pasien Rawat Jalan di
RS Pirngadi Meningkat Drastis.
http://analisadaily.com/news/read/bpjs-pasien-rawat-jalan-di-rs-pirngadi-meningkat-drastis/4492/2014/02/07
[diupdate tanggal 7 Februari 2014, diakses tanggal 1 Maret
2014]Aronson, Elliot, Wilson, Timothy D., & Akert, Robin M.,
(2004). Social Psychology 4th edition. Prentice Hall, New
JerseyAstuti, C.D.P. (2003). Hubungan Kualitas Komunikasi dan
Toleransi Stres dalam Perkawinan. Sukma. Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Vol 2 No. 1(52-61)Atkinson, R.L,
Atkinson, R.C., Hilggard, E.R., (1983). Introduction to Psychology.
London : Harcourt Brace Jovanovich.Atkinson, R.L, Atkinson,
R.C.,Smith E.E., Bem, D.J.(1991) Pengantar Psikologi : Jilid 2 Alih
Bahsa : Dr. Widjaja Kusuma. Batam : Interaksara (Edisi
Kesebelas)Brodjonegoro, B.E., (1988) Pola Perilaku Type A dan
Toleransi Stres Penderita Hipertensi Esensial di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Uji Validitas dan Reliabilitas MSRS-ST. Bagian
Kedokteran Jiwa UGM. YogyakartaCary L Cooper, Usha Rout, Brian
Faragher. (1989). Mental health, job satisfaction, and job stress
among general Practicioner. British Medical Journal (BMJ)
298:366-70Carson, R.C., dan Butcher, J.N. (1992). Abnormal
Psychology and Modern Life. USA : Harper Collins PublisherCofer,
C.N, and Appley,M.H. (1964). Motivation Theory and Research. New
York : John Wiley and Sons, IncDahlan, M.Sopiyudin., (2012).
Statistik untuk kedokteran dan kesehatan cetakan kedua,Salemba
Medika ; JakartaDeary IJ, Blenkin H, Agius RM, et al. (1996).
Models Of Job-Related Stress and Personal Achievement among
Consultant Doctors. Br J Psychol87:329Departemen Kesehatan RI.,
(1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III,
Cetakan Pertama. Depkes RI, JakartaDewantisari, R., (2005),
Hubungan antara Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstrovert dengan
Tingkat Kecemasan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Indonesia Angkatan 2001, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UII, Yogyakarta Dorland, W.
A. N., (2000). Kamus Kedokteran Dorland, (29nded.). Hartanto, H, et
al. 2002 (Alih Bahasa). EGC, Jakarta.Erfani, Ade (2007).Hubungan
Toleransi Stres Dengan Perilaku Pengambilan Resiko Pada Karyawan
Perusahaan Valas. Skripsi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Budaya
Universitas Islam IndonesiaEva Grunfeld, Timothy J. Whelan, Louise
Zitzelsberger,Andrew R. Willan, Barbara Montesanto,William K.
Evans. (2000). Cancer Care Workers in Ontario: Prevalence of
Burnout, Job Stress and Job Satisfaction. Canadian Medical
Association Journal (CMAJ)163(2):166-9Girdano, Daniel A., Dusek,
Dorothy E., & Everly, George S., (2005). Controlling Stress and
Tension 7th edition, Pearson Education Inc, San FransiscoHalgin,
P.R., Whitbourne, K.S., (2003). Abnormal Psychology Clinical
Perspectives on Psychological Disorders, 4th edition. Mc Graw Hill,
New YorkHall, C.S., Lindzey, G., (2009). Psikologi kepribadian 1:
Teori-teori psikodinamik (Klinis). Semium, Y. 2009 (Alih Bahasa),
Kanisius, Yogyakarta.Hankin, S., (2005).Pede Abis! Strategi untuk
Meningkatkan Rasa Percaya Diri.Hermaya.2005 (Alih Bahasa), Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.Hawari, D., (1997). Alquran Ilmu Kedokteran
Jiwa dan Kesehatan Jiwa. PT Dana Bhakti Prima Yasa,
YogyakartaIzzaty, R.E.(1996). Penerimaan diri dan Toleransi
terhadap Stres pada Wanita berperan ganda. Skripsi. Yogyakarta :
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah MadaKaplan, H.I., Sadock,
B.J., (1997). Sinopsis Psychiatry ; Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis, Jilid I & II, Bina Rupa Aksara,
JakartaKatona, C., Cooper, C., Robertson, M., (2008). At a Glance
Psikiatri (4th ed.). Noviyanti, C., Hartiansyah, V. 2012 (Alih
Bahasa), Erlangga, Jakarta.Kartono., (2003). Patologi Sosial
Gangguan-gangguan Kejiwaan, PT Raja Grafindo Persada,
JakartaKemenkes. (2013), Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik IndonesiaMaitri, S.,
(2008).Cerdas Emosi dengan Eneagram.Agung, P. 2008 (Alih Bahasa),
Serambi Ilmu Semesta, Jakarta.Maramis, W.F., Maramis, A. A. (2009).
Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa(2nded.).Airlangga University Press,
Surabaya.Merdeka (2014) Dokter keluhkan pendapatan dari pasien BPJS
Kesehatan.
http://www.merdeka.com/uang/dokter-keluhkan-pendapatan-dari-pasien-bpjs-kesehatan.html
[diupdate tanggal 7 Februari 2014, diakses tanggal 1 Maret
2014]Offson M, Shea S. (2000). Prevalence of anxiety,depression,
and substance use disorders in an urban general medicine practice.
Arch Fam Med. Sep-Oct;9(9):876-83.Patti, E., Acosta, J., Chavda,
A., Verma, D., Marker, M., Anzisi L. (2006). Prevalence of Anxiety
and Depression Among Emergency Department Staff New York Medical
JournalPrawitasari, J.E., (1988). Stress dan Kecemasan :
Pengertian, Manifestasi, dan Penanganannya dalam Simposium Stress
dan Kecemasan, Fakultas Kedokteran UGM-IDAJI Cabang Yogyakarta,
YogyakartaPeranginangin, Made Brata. (1998) . Hubungan antara
Ketahanan terhadap Stres dengan Indeks Prestasi pada Mahasiswa
Tahun Ajaran 1996/1997. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Prawirohusodo, S., (1988). Stress dan Kecemasan,
Simposium Stress dan Kecemasan, Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada, YogyakartaPuri, B. K., Laking, P. J., Treasaden, I. H.,
(2002). Buku ajar Psikiatri (2nd ed.). Roan, W. M., Hartanto, H.
2008 (Alih bahasa), EGC, Jakarta.Ramaiah, S., (2003). Kecemasan,
Bagaimana Mengatasi Penyebabnya (1st ed.). Joebhaar, M. 2003 (Alih
Bahasa),Pustaka Populer Obor, Jakarta.Sheridan, C.L. &
Radmacher,S.A (1992). Health Psychology : Challanging the
Biomedical Model. Singapore: John Wiley and Sons, Inc Soewadi,
(1987). Prestasi Olah Raga dan Neurosis, Pertemuan Nasional Dua
Tahunan IDAJI I, Semarang Semium, Y., (2010). Kesehatan Mental 2,
Kanisius, Yogyakarta.Soewadi, (1999). Simtomatologi dalam
Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada,
YogyakartaSevilla, Consuelo G. et. al.(2007).Research Methods. Rex
Printing Company. Quezon CityStuart, G.W., Sundeen, S.J., Laraia,
M.T., (1998). Stuart & Sundeens Principles & practice of
psychiatric nursing, ST. Louis, Mosby.Wortman, Cammile B., Loftus,
Elizabeth F., & Weaver, Charles., (1999). Psychology
5thedition, McGraw Hill, New YorkWilliams S, Dale J, Glucksman E,
Wellesley A. (1997). Senior house officers work related stressors,
psychological distress, and confidence in performing clinical tasks
in accident and emergency: a questionnaire study. British Medical
Journal (BMJ) 713:718Yosep, Iyus., 2007. Keperawatan Jiwa, PT.
Refika Aditama, Bandung
LAMPIRAN
1