Page 1
PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN DEMAM
PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN. A DENGAN THYPOID
ABDOMINALIS DI RSUD SALATIGA
DISUSUN OLEH :
AGIN GINANJAR NOVIANTO
NIM. P13002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Page 2
i
PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN DEMAM
PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN. A DENGAN THYPOID
ABDOMINALIS DI RSUD SALATIGA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
AGIN GINANJAR NOVIANTO
NIM. P13002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Page 5
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Demam Pada Asuhan
Keperawatan An. A Dengan Thypoid Abdominalis di RSUD Salatiga.”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan sekaligus dosen penguji I yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan sudah memberikan wawasan baru
serta ilmu yang bermanfaat.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Amalia Senja, M.Kep selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji
II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
Page 6
v
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Bapak saya Sriyanto dan ibu saya Titi Siti Hasanah, yang selalu menjadi
inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Kakak saya Shinta Nur Safitri dan Dwi Setyawan, yang selalu memberikan
dukungan dan semangat.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta kelas 3A maupun 3B dan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 11 Mei 2016
Agin Ginanjar Novianto
Page 7
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................... 1
B. Tujuan penulisan .................................................................................. 3
C. Manfaat penulisan ................................................................................ 4
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Thypoid Abdominalis .......................................................................... 5
1. Termoregulasi Suhu Tubuh ........................................................... 10
2. Kompres Hangat ............................................................................ 11
3. Asuhan Keperawatan Thypoid Abodminalis ................................ 14
B. Kerangka Teori..................................................................................... 24
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset (berdasarkan jurnal yang dipakai) ..................... 25
B. Tempat dan waktu ................................................................................ 25
C. Media dan alat ukur yang digunakan ................................................... 25
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikas iriset ....................................... 25
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset ................. 27
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ...................................................................................... 28
B. Pengkajian ............................................................................................ 28
C. Daftar Perumusan Masalah .................................................................. 35
D. Perencanaan.......................................................................................... 35
E. Implementasi ........................................................................................ 37
Page 8
vii
F. Evaluasi ................................................................................................ 41
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ............................................................................................ 44
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................... 46
C. Intervensi .............................................................................................. 48
D. Implementasi ........................................................................................ 51
E. Evaluasi ................................................................................................ 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 58
B. Saran ..................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Page 9
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka teori ............................................................................ 24
Page 10
ix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 LEMBAR USULAN JUDUL
LAMPIRAN 2 LEMBAR KONSULTASI
LAMPIRAN 3 LEMBAR SURAT PERNYATAAN
LAMPIRAN 4 LEMBAR JURNAL UTAMA
LAMPIRAN 5 LEMBAR ASUHAN KEPERAWATAN
LAMPIRAN 6 LEMBAR LOG BOOK
LAMPIRAN 7 LEMBAR PENDELEGASIAN
LAMPIRAN 8 LEMBAR OBSERVASI
LAMPIRAN 9 LEMBAR SOP KOMPRES HANGAT
LAMPIRAN 10 LEMBAR DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Page 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonela thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai
negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjutak, 2009).
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 16-33
juta kasus demam thypoid di seluruh dunia dengan kejadian 500-600 ribu per
kasus kematian tiap tahun (Aden, 2010). Di Indonesia, demam thypoid masih
merupakan penyakit endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun (2005), kasus demam thypoid
menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama pasien rawat inap rumah
sakit dengan presentase 3,15 %.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus demam thypoid
adalah kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit, gangguan suhu tubuh,
gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi komplikasi, kurangnya
pengetahuan orang tua terhadap penyakit (Ngastiyah, 2005). Hipertermi
adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal. Batasan karakteristik
Page 12
2
meliputi kulit kemerahan, konvulsi, peningkatan suhu tubuh di atas kisaran
normal, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat. Penyebabnya antara
lain anesthesia, penurunan perspirasi, dehidrasi, pemanjaan lingkungan yang
panas, pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu lingkungan,
peningkatan laju metabolisme, aktifitas berlebihan (Herdman, 2009). Salah
satu masalah untuk menangani hipertermi adalah dengan melakukan kompres
hangat. Alternatif tindakan yang paling efektif berdasarkan jurnal penelitian
menurut Mohamad (2013) adalah dengan cara mengompres menggunakan air
hangat.
Untuk menurunkan demam pada anak dapat dilakukan dengan cara
sederhana salah satunya adalah dengan mengompres menggunakan air
hangat, karena kompres dengan air dingin (es) dapat menyebabkan anak
kedinginan dan menggigil, sedangkan alkohol dapat menyebabkan anak
keracunan alkohol.
Terkadang demam biasa menyebabkan kejang. Pada kondisi demam,
kenaikan suhu 10C bisa berakibat pada kenaikan 10-15% metabolisme basal
sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen hingga 20%. Akibatnya terjadi
perubahan keseimbangan disertai perubahan pompa natrium-kalium yang
menyebabkan pertukaran ion drastis sehingga menimbulkan kejang.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan aplikasi riset yang berjudul ”Pemberian Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Demam Pada Asuhan Keperawatan An. A Dengan
Thypoid Abdominalis”.
Page 13
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian kompres hangat dalam
menurunkan demam terhadap suhu tubuh pada An. A Dengan Thypoid
Abdominalis di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Thypoid
Abdominalis.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Thypoid Abdominalis.
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan Thypoid
Abdominalis.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien Thypoid
Abdominalis.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengam Thypoid
Abdominalis.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian kompres hangat
terhadap penurunan suhu tubuh pada An. A Dengan Thypoid
Abdominalis.
Page 14
4
C. Manfaat penulisan
1. Bagi peneliti
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dan pengalaman bagi penulis mengenai kasus tentang thypoid
abdominalis.
2. Bagi institusi Akademik
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
3. Bagi profesi perawat
Untuk memberikan asuhan keperawatan secara komperehensif kepada
pasien dengan thypoid abdominalis.
4. Bagi Rumah Sakit
Karya Tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan khususnya kepada pasien dengan thypoid
abdominalis.
5. Bagi pasien
Agar pasien dapat mengetahui dari mana terjadinya demam thypoid
abdominalis dan dapat juga memberikan pengetahuan bagi pasien.
Page 15
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Thypoid Abdominalis
1. Definisi Thypoid Abdominalis
Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella Typhosa (Nugroho, 2011). Ada
juga yang mengatakan demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran
(Nursalam, 2005).
Anak merupakan yang paling rentan terkena demam thypoid,
walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa
(Hadinegoro, 2011). Pada bayi dan anak umur <5 tahun biasanya
penyakit berlangsung ringan dengan demam ringan, lesu, sehingga
diagnosis sulit diterapkan (Sodikin, 2011)
2. Penyebab Thypoid Abdominalis
Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Typhosa, kuman ini
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar dan tidak
berspora
Page 16
6
b. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic
yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),
dan antigen Vi(Sodikin, 2011).
3. Manifestasi klinis Thypoid Abdominalis
Tanda dan gejala menurut Muscari (2005):
a. Suhu di atas 380C, biasanya 38,9
0C-40,6
0C
b. Kulit kemerahan, diaphoresis, dan menggigil
c. Gelisah atau letargi
d. Demam tinggi >7 hari
e. Sakit kepala/pusing
f. Obstipasi
g. Lidah kotor
h. Bradikardi relative
4. Patofisiologi Thypoid Abdominalis
Menurut Curtis, (2009) dalam Muttaqim (2011), kuman
Salmonella Typhosa yang masuk ke saluran gastrointestinal akan ditelan
oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag
yang ada di lamina propia. Sebagian dari Salmonella Typhosa ada yang
masuk ke usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika.
Kemudian Salmonella Typhosa masuk melalui folikel limpa ke saluran
limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia.
Bakteri pertama-tama menyerang sistem retikuloendotenial yaitu hati,
limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ tubuh
Page 17
7
di dalam tubuh di antara lain sistem saraf pusat, ginjal dan jaringan
limpa.
Menurut Chatterjee, (2009) dalam Muttaqin (2011), masuknya
kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda
dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam
hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada
masa ini disebut demam intermiten (suhu yang tinggi, naik turun, dan
turunya dapat mencapai suhu normal). Di samping peningkatan suhu
tubuh, juga akan obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas suhu,
namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapat pula terjadi sebaliknya.
Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke
sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat
tinggi dan tanda-tanda infeksi.
5. Penatalaksanaan Thypoid Abdominalis
Pengkajian penatalaksanaan medis thypoid abdominalis menurut
Muttaqin (2011) adalah :
a. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita thypoid sebaiknya dirawat di rumah sakit yang tertujuan
optimalisasikan pengobatan dan mempercepat penyembuhan,
mengobservasi terhadap perjalanan penyakit, minimalkan komplikasi
(Mankes, 2006).
Page 18
8
b. Tirah baring
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk
mencegah komplikasi, terutama perdarahan perforasi. Bila klinis
berat, penderita harus istirahat total. Bila terjadi penurunan
kesadaran maka posisi tidur pasien harus di ubah-ubah pada waktu
tertentu untuk mencegah komplikasi pneumonia, hipostatik, dan
dekubitus. Penyakit membaik maka dilakukan mobilisasi secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita (Mankes,
2006).
c. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup, sebaiknya
rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita thypoid biasanya di klasifikasikan atas : diet cair, bubur
lunak, tim dan nasi biasa (Mankes, 2006).
d. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik dapat di berikan dengan pertimbangan untuk
perbaikan keadaan umum penderita dengan pemberian vitamin,
antipiretik, antipiretik untuk kenyamanan penderita terutama untuk
anak-anak. Anti emetik di perlukan bila penderita muntah hebat
(Mankes, 2006).
6. Komplikasi Thypoid Abdominalis
Komplikasi thypoid abdominalis yang sering terjadi adalah pada
usus halus, tapi jarang terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh
Page 19
9
seorang anak, dapat berakibat fatal. Komplikasi yang terjadi menurut
Susilaningrum (2013) antara lain :
a. Pendarahan usus
Jika pendarahan banyak maka akan terjadi melena yang dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Peritonitis
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen yang tegang (defense musculair), dan nyeri tekan.
c. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di antara hati dan diafraghma pada rontgen abdomen
yang dibuat dalam keadaan tegak.
7. Pemeriksaan Penunjang Thypoid Abdominalis
Pemeriksaan penunjang menurut Nugroho (2011):
a. Darah rutin, urin rutin
b. Tes widal
c. Kultur darah
d. Terapi
1) Tirah baring sampai 7 hari bebas demam
2) Diet lunak
3) Antibiotik
Page 20
10
B. Termoregulasi Suhu Tubuh
Regulasi merupakan suatu proses untuk mencapai keadaan yang
stabil. Regulasi dilakukan dalam banyak bentuk, misalnya regulasi untuk
mempertahankan cairan tubuh, osmolaritas tubuh, keasaman, suhu, kadar
lemak, gula dan protein darah. Pada tubuh manusia, regulasi diperankan
oleh antara lain syaraf dan hormon. Karena kedua komponen merupakan
pengendali utama dalam proses regulasi dalam tubuh. Pengaturan suhu
tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi adalah
elemen-elemen dari homeostasis. Temoregulasi adalah suatu mekanisme
makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di
dalam kisaran yang dapat di tolelir (camphell, 2004). Termoregulasi
manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen
pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor,
hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu
tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi di
bandingkan lingkungan sekitarnya. Ketidakefektifan termoregulasi
adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami
ketidakmampuan untuk mempertahankan kestabilan suhu tubuh inti
normal dengan adanya dampak buruk atau perubahan berbagai faktor
eksternal (Carpenito, 2009).
Normalnya suhu tubuh berkisar 360C sampai 37
0C suhu tubuh
dapat diartikan sebagai keseimbangan antara panas yang di produksi
dengan panas yang hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang
Page 21
11
bertanggung jawab untuk memelihara suhu tubuh agar tetap normal
dengan mekanisme tertentu. Produksi panas dapat meningkat atau
menurun dapat dipengaruhi oleh berbagai sebab, misalnya penyakit atau
stress. Suhu tubuh yang terlalu ekstrim baik panas maupun dingin dapat
memicu kematian (Hidayat, 2009).
Salah satu masalah yang terjadi pada suhu tubuh adalah hipertermi.
Hipertermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari
biasanya, dan merupakan gejala dari suatu penyakit (Mohammad, 2013).
Salah satu alternatif tindakan yang paling tepat menurut teori Mohammad
(2013) adalah dengan cara mengompres hangat.
C. Kompres Hangat
1. Pengertian
Kompres hangat adalah metode penanganan demam secara fisik
yang memungkinkan tubuh kehilangan panas secara konveksi yaitu
pelepasan panas melalui penguapan dari kulit (Djuwariyah, 2011).
2. Macam-macam kompres
Ada beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya
menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat, kompres dingin
(es), alkohol (Djuwariyah, 2011).
Page 22
12
a. Kompres hangat
Metode yang paling efektif dan dapat menurunkan suhu tubuh
pada anak dalam menangani kasus klien yang mengalami thypoid
abdominalis.
b. Kompres dingin (es)
Kompres dingin tidak direkomendasikan untuk mengatasi
demam karena dapat meningkatkan pusat pengatur suhu tubuh
(set point) hipotalamus, sehingga dapat mengakibatkan anak
menggigil.
c. Kompres alkohol
Kompres alkohol tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
anak keracunan.
3. Manfaat
Cara sederhana yang efektif untuk menurunkan demam adalah
dengan mengompres dengan air hangat. Pemberian kompres yang
disepakati saat ini adalah pemberian kompres dengan air suam-suam
(air hangat), karena kompres hangat adalah cara yang paling efektif
untuk menurunkan demam dibanding dengan kompres yang lainya
seperti kompres dengan air es atau alkohol, karena air es dapat
menyebabkan anak menggigil sedangkan alkohol dapat menyebabkan
anak keracunan (Djuwariyah, 2011)
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan efektifitas
kompres dingin dan kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh.
Page 23
13
Kompres hangat telah diketahui mempunyai manfaat yang baik dalam
menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami panas tinggi di rumah
sakit karena menderita berbagai penyakit infeksi.
4. Langkah-langkah pemberian kompres hangat:
a. Fase orientasi
1) Memberikan salam
2) Memperkenalkan diri
3) Kontrak waktu
4) Menjelaskan tujuan tindakan dan langkah prosedur
5) Menyiapkan alat
b. Fase kerja
1) Mencuci tangan
2) Mengecek terlebih dahulu air hangat dengan menggunakan
jari tangan (hangat suam-suam kuku).
3) Membantu klien pada posisi nyaman, terlentang, posisi
duduk, atau tergantung kondisi klien.
4) Mengukur suhu tubuh sebelum diberikan kompres hangat.
5) Kompres air hangat dilakukan sebelum pemberian antipiretik,
kompres air hangat dilakukan sebanyak 3 kali.
6) Mengukur pengukuran suhu tubuh kembali setelah diberikan
kompres hangat
7) Merapikan klien
8) Merapikan alat
Page 24
14
9) Mencuci tangan
c. Fase Terminasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak waktu untuk tindak lanjut
3) Berpamitan
D. Asuhan Keperawatan Thypoid Abdominalis
a. Pengkajian Thypoid Abdominalis
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan
(Dermawan, 2012), antara lain:
1) Identitas pasien, sering ditemukan pada anak berumur di atas
satu tahun.
2) Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan
kurang (terutama selama masa inkubasi).
3) Suhu tubuh, pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3
minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus
Page 25
15
berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
4) Kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak
berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen.
5) Pemeriksaan fisik
(a) Mulut terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir
kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor,
sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang
disertai tremor.
(b) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare
atau normal.
(c) Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
6) Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopeni,
limfositosis relative, dan aneosinofilia pada permukaan.
b. Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.
c. Biakan empedu basil Salmonella Typhosa dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya,
lebih sering ditemukan dalam urin dan feses.
d. Pemeriksaan widal
Page 26
16
Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan
adalah titer zat antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih
menunjukkan kenaikan yang progresif.
b. Masalah keperawatan thypoid abdominalis
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai
respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah
kesehatan proses kehidupan yang aktual atau potensial yang
merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang keperawatan yang muncul menurut Nursalam
(2005) antara lain:
1. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
2. Gangguan suhu tubuh.
3. Gangguan rasa aman dan nyaman
4. Resiko terjadi komplikasi
5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit.
c. Perencanaan keperawatan thypoid abdominalis
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang
akan dilakukan, bagaimana dilakukan, siapa yang melakukan dari
semua tindakan keperawatan (Dermawan 2012).
Page 27
17
Intervensinya antara lain:
1. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit thypoid abdominalis:
a. Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah
serat, tinggi protein, dan tidak menimbulkan gas.
b. Jika kesadaran pasien masih baik, berikan makanan lunak
dengan lauk pauk yang dicincang (hati dan daging), dan
sayuran labu siam atau wortel yang di masak lunak sekali.
Boleh juga dengan diberikan tahu, telur setengah matang
yang di rebus. Susu diberikan 2x1 gelas atau lebih, jika
makanan tidak habis berikan susu ekstra.
c. Berikan makanan cair per sonde jika kesadarannya menurun
dan berikan kalori yang sesuai dengan kebutuhannya.
Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra
seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan.
Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap
dari cair ke lunak.
d. Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi
pasien memburuk, seperti menderita delirium. Jika keadaan
sudah tenang berikan makanan per sonde, disamping itu infus
masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan
setengah dari jumlah kalori. Sementara setengahnya lagi
masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan
pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
Page 28
18
e. Observasi intake dan output
2. Hipertermi
a. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat sesuai
program dokter.
b. Anjurkan klien untuk istirahat sampai suhu tubuh turun dan
diteruskan 2 minggu lagi.
c. Atur rungan agar ventilasi cukup.
d. Berikan kompres hangat.
e. Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau
apa yang disukai anak).
f. Berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
g. Observasi suhu tubuh.
3. Resiko terjadi komplikasi
Penyakit tifus abdominalis menyebabkan kelainan pada
tukak-tukak mukosa usus halus dan dapat menjadi penyebab
timbulnya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus
jika tidak mendapatkan pengobatan, diet, dan perawatan yang
adekuat. Yang perlu diperhatikan untuk mencegah
komplikasi adalah:
a) Pemberian terapi sesuai program dokter, obat yang dapat
diberikan adalah kloramfenikol dengan dosis 100mg/kg
BB/hari yang diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan
baik, obat harus diberikan setiap 6 jam. Daftar yang mudah
Page 29
19
diingat, misalnya: pukul 6.12.18.24 dan diberikan tanda bila
obat lain yang mungkin adalah:
(1) Amoksisilin 100mg/kg BB/hari secara oral 3X sehari
selama 14 hari.
(2) Kotrimaksasol 8-10 mg/kg BB/hari secara oral 2-3X /hari
selama 10-14 hari.
b) Istirahat, pasien yang menderita tifus abdominalis perlu
istirahat selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu lagi
setelah suhu turun menjadi normal. Setelah 1 minggu suhu
normal, 3 hari kemudian pasien dilatih duduk. Jika tidak
timbul demam lagi, pasien boleh mulai belajar jalan
mengelilingi tempat tidur. Selama masa istirahat,
pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali sehari. Jika
terdapat suhu tinggi yang melebihi suhu biasanya, maka ukur
suhu dan catat pada catatan perawatan. Berikan kompres
hangat kemudian periksa lagi 1 jam kemudian. Apabila panas
tidak turun, hubungi dokter.
c) Pengawasan komplikasi, komplikasi yang mungkin terjadi
dan tindakan yang dilakukan adalah:
(1) Perdarahan usus. Dapat terjadi pada saat demam tinggi,
ditandai dengan suhu mendadak turun, nadi meningkat
cepat dan kecil, serta tekanan darah menurun. Jika dilihat
dari kurva suhu dan nadi akan terdapat silang, dimana
Page 30
20
garis suhu yang biasanya di atas akan terbalik. Pasien
terlihat pucat, kulit terasa lembab, dan kesadarannya
makin menurun. Jika perdarahan ringan mungkin,
gejalanya tidak terlalu jelas, karena darah dalam feses
hanya dapat dibuktikan dengan tes benzidin. Sementara
bila perdarahan berat maka akan terlihat melena. Jika hal
ini yang terjadi maka tindakannya adalah menghentikan
makan dan minum, pasang infus segera jika sebelumnya
tidak di pasang, dan hubungi segera dokter.
(2) Perforasi usus. Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu
ketika suhu sudah turun. Oleh karena itu, walaupun suhu
sudah normal, istirahat masih harus diteruskan sampai 2
minggu. Gejala perforasi usus adalah adanya keluhan
pasien akan sakit perut hebat dan yang akan lebih nyeri
lagi jika ditekan, perut terlihat tegang dan kembung,
pasien menjadi pucat, dapat juga mengeluarkan keringat
dingin, dan nadinya kecil. Pasien juga dapat mengalami
syok. Apabila dijumpai gejala yang demikian, segera
hubungi dokter dan siapkan foto rontgent. Biasanya
pasien akan dikonsul ke bagian bedah. Pasang infus,
hentikan makan dan minumnya. Jika terjadi kedua
komplikasi tersebut dapat terjadi (mungkin karena
terlambat berobat atau karena kuman penyakitnya sangat
Page 31
21
ganas) dan diminta agar membantu menenangkan pasien
(beri penjelasan secara bijaksana agar orang tua tidak
cemas).
(3) Komplikasi lain. Komplikasi ini yang dapat terjadi adalah
pneumonia baringan (pneumonia hipostatik) karena
pasien lama berbaring terus. Gejala yang dapat dijumpai
adalah suhu mendadak naik tinggi setelah sebelumnya
sudah turun atau suhu menjadi lebih tinggi dan tidak
pernah turun walaupun pagi hari, selain terlihat adanya
sesak nafas. Untuk mencegah komplikasi tersebut, pasien
yang memburuk perlu diubah sikap baringnya tiap 3 jam.
Apabila perlu, dapat dibuat daftar perubahan sikap pasien
agar tidak terjadi kesalahan, misalnya setelah pasien
miring ke kiri lalu dimiringkan ke kanan sesudah
terlentang. Mengubah sikap baring secara teratur,
mengelap dengan air, serta membedaki juga dapat
mencegah timbulnya dekubitus dan memberi rasa
nyaman (jangan menggosok kulit dengan kamfer spritus
karena hal tersebut merangsang sekali untuk anak).
Page 32
22
d) Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Berikan penyuluhan pada orang tua tentang hal-hal berikut:
(1) Pasien tidak boleh tidur dengan anak-anak lain. Mungkin
ibunya harus menemaninya, tetapi jangan tidur bersama-
sama dengan yang lain. Anak-anak lain yang
mengunjungi pasien tidak boleh duduk ditempat tidur
pasien.
(2) Pasien juga harus istirahat mutlak. Setelah demam turun
istirahat masih dilanjutkan selama 2 minggu berikutnya.
Jelaskan bahwa untuk mandi danm buang air besar/kecil
diatas tempat tidur harus ditolong dan siapapun yang
menolong setelah itu harus mencuci tangannya dengan
desinfektan.
(3) Pemberian obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti
di rumah sakit. Orang tua diminta untuk membuat
catatan suhu dan makanan yang diberikan, seperti pasien
yang dirawat di rumah sakit, karena penyakit pasien
dianggap ringan, maka biasanya diperbolehkan untuk
memberikan bubur atau makanan lunak dengan lauk
pauk yang lunak pula, biasanya dokter memberikan obat
yang sudah diperhitungkam sampai suhu dapat turun.
Jika obat hampir habis dan suhu masih tetap tinggi,
orang tua diminta untuk kembali ke dokter. Disamping
Page 33
23
obat, berikan juga penjelasan mengenai cara
mengompres dengan air hangat. Feses dan urin harus di
buang ke dalam lubang WC dan di siram air sebanyak-
banyaknya. WC dan sekitarnya harus bersih agar tidak
ada lalat. Pispot setelah di pakai harus direndam ke
dalam cairan desinfektan sebelum di cuci. Pakaian
pasien/ alat tenun bekas pakai juga harus di rendam
dahulu dalam desinfektan sebelum di cuci, dan jangan di
cuci bersama-sama dengan pakaian anak lainnya.
Page 34
24
B. Kerangka teori
Gambar 2.1
Faktor yang mempengaruhi
demam thypoid:
1. Suhu di atas 380C,
biasanya 38,90C-40,6
0C
2. Kulit kemerahan,
diaphoresis, dan menggigil
3. Gelisah atau letargi
4. Demam tinggi >7 hari
5. Sakit kepala/pusing
6. Obstipasi
7. Lidah kotor
8. Bradikardi relative
Demam
thypoid
Hipertermi
Farmakologi :
-Kloramfenikol 100 mg
-Amoksisilin 100 mg
-Kotrimaksasol 8-10 mg
Non farmakologi
-Kompres hangat
-Kompres Dingin (es)
-Kompres alkohol
Pemberian kompres
hangat
Suhu tubuh dalam batas
normal
Page 35
25
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek aplikasi riset adalah An.A dengan thypoid abdominalis di Ruang
Anggrek RSUD Salatiga.
B. Tempat dan waktu
Aplikasi riset dilaksanakan di Ruang Anggrek RSUD Salatiga pada
tanggal 4-16 Januari 2016.
C. Media dan alat yang digunakan
1. Kompres air hangat
2. Alat pengukur suhu atau thermometer
3. Waslap dan handuk yang bersih
4. Baskom yang berisi air hangat
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset
Menurut Mohamad (2013) prosedur yang dilakukan yaitu suhu
tubuh, kemudian diberikan dengan langkah seperti berikut :
1. Fase orientasi
6) Memberikan salam
7) Memperkenalkan diri
Page 36
26
8) Kontrak waktu
9) Menjelaskan tujuan tindakan dan langkah prosedur
10) Menyiapkan alat
2. Fase kerja
a. Mencuci tangan
b. Mengecek terlebih dahulu air hangat dengan menggunakan jari
tangan (hangat suam-suam kuku).
c. Membantu klien pada posisi nyaman, terlentang, posisi duduk, atau
tergantung kondisi klien.
d. Mengukur suhu tubuh sebelum diberikan kompres hangat.
e. Kompres air hangat dilakukan sebelum pemberian antipiretik,
kompres air hangat dilakukan sebanyak 3 kali.
f. Mengukur pengukuran suhu tubuh kembali setelah diberikan
kompres hangat
g. Merapikan klien
h. Merapikan alat
i. Mencuci tangan
3. Fase Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak waktu untuk tindak lanjut
c. Berpamitan
Page 37
27
E. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan aplikasi riset adalah thermometer air raksa.
Page 38
28
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas klien
Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 4 tahun dengan inisial
An. A bertempat tinggal di Salatiga, beragama Islam, dengan diagnosa
medis Thypoid Abdominalis, pasien masuk ke RSUD Salatiga tanggal 07
Januari 2016, selama di Rumah Sakit yang bertanggung jawab atas An. A
adalah Ny. L berusia 28 tahun, bertempat tinggal di Salatiga, hubungan
dengan pasien adalah Ibu.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016, jam 18.00
dengan metode pengkajian autoannamnesa, alloannamnesa, observasi, dan
pemeriksaan fisik. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah panas
kurang lebih 3 hari, dengan riwayat penyakit sekarang pasien datang ke
IGD pada tanggal 07 Januari jam 17.00 dengan keluhan panas kurang
lebih 3 hari, di IGD mendapatkan terapi infus KA-EN 3B 12 tpm. Setelah
mendapatkan infuse pasien dipindahkan ke ruang anggrek di ruang
anggrek pasien mendapatkan terapi injeksi ceftriaxon 2x350mg, injeksi
paracetamol 150mg/8jam, injeksi ondansetron 1.5mg/8jam. Pasien tampak
lemas, suhu 390C, nadi 142x/menit, membran mukosa kering.
Riwayat penyakit dahulu pada waktu kehamilan, kesehatan saat ibu
hamil tidak terkaji, pemeriksaan kehamilan tidak terkaji, konsumen obat
tidak terkaji. Riwayat kelahiran pasien normal. Penyakit sebelumnya Ibu
Page 39
29
pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit, Ibu
pasien mengatakan belum pernah menjalani operasi, Ibu pasien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat cidera. Ibu pasien mengatakan dalam
keluarga maupun masyarakat pasien tidak memiliki riwayat penyakit
menular. Respon emosi pasien saat proses hospitalisasi pasien selalu
menangis ketika melihat perawat datang. Pasien tidak memiliki cidera
maupun alergi terhadap sesuatu. Pengobatan saat ini pasien mendapatkan
terapi infus KA-EN 3B 12 tpm, injeksi ceftriaxon 2x350mg, injeksi
paracetamol 150mg/8jam, injeksi ondansetron 1.5mg/8jam. Riwayat
imunisasi tidak terkaji.
Pertumbuhan dan perkembangan pasien, Berat badanya 14 kg,
jumlah gigi 20 gigi susu anak tidak memiliki masalah pertumbuhan gigi,
pasien tampak sudah bisa duduk dan berjalan sendiri, pasien belum
sekolah, interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa baik. Partisipasi
dalam kegiatan organisasi seperti pramuka dan olahraga tidak ada.
Perkembangan anak interaksi sosialnya bagus, bahasa pasien cukup baik.
Kebiasaan dan pola aktivitas, pola tingkah lakunya pasien tidak
memiliki pola tingkah laku yang tidak baik. Pasien memiliki kebiasaan
tidur siang jam 13.00 – 14.30. Pasien biasa BAB 2xhari, BAK 5-6x/hari,
pasien tidur malam 8 jam. Selama sakit pasien hanya tidur malam 3 – 4
jam. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat terlarang, alkohol, kopi
ataupun rokok. Watak pasien dan respon terhadap frustasinya adalah
pasien marah jika keinginannya tidak dituruti.
Page 40
30
Riwayat nutrisi dan cairan, pemberian ASI lamanya 7 bulan,
pemberian susu formula sejak pasien dilahirkan, nama produk susu
formula lactogen, jumlah pemberian ASI ±800cc/hari dengan 3 – 4 botol
per 200 cc dengan menggunakan botol susu. Pasien juga diberikan cairan
ekstra teh maupun jus, tidak diberikan makanan sereal, pasien diberikan
vitamin, nafsu makannya baik, pasien memiliki kebiasaan sarapan dan
makan siang, makanan favoritnya nasi lauk dan sayur bayam, makan per
hari 3x porsi sedang. Pasien memiliki kebiasaan makan-makanan manis
atau snack, selalu gosok gigi 2x/hari, dengan hitungan balance cairan,
intake; minum 500cc, makan 300cc, cairan IV 1000cc, jumlah 1800cc.
Output; urin 1300cc, feses 400cc, muntah tidak ada, IWL 210cc, jumlah
1410cc. Balance cairannya intake-output: 1800-1410 = +390cc.
Riwayat kesehatan keluarga, dengan genogram
An.A (4 th)
Page 41
31
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Garis keturunan
: Garis pernikahan
------ : Tinggal serumah
Riwayat kesehatan keluarga, pasien tidak memiliki riwayat
penyakit keturunan seperti hipertensi, DM, Asma. Dalam keluarganya juga
tidak memiliki perilaku menyimpang seperti merokok dan miras.
Riwayat sosial, pasien memiliki ayah dan ibu, lingkungan rumah
dan komunitasnya bersih, sanitasi dan ventilasi baik. Tradisi budaya dan
agama pasien ialah Islam, pasien selalu diajarkan sholat 5 waktu.
Fungsi keluarga, interaksi dan peran antar anggota keluarganya
baik, pembuatan keputusan dan problem solving selalu dimusyawarahkan
jika ada masalah, komunikasi antar anggota keluarga baik, ekspress feeling
dan kepribadian terlihat harmonis, antar keluarga tidak segan
mengutarakan perasaanya, riwayat seksualnya tidak terkaji.
Pengukuran pertumbuhannya, panjang badan pasien 120cm,
lingkar dada 57cm, berat badan 14kg, lingkar lengan 18cm, lingkar kepala
48cm. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 390C, pernafasan
24x/menit, nadi 142x/menit, tekanan darah tidak dilakukan. Hasil
Page 42
32
pemeriksaan umum, keadaan umumnya composmentis, keadaan nutrisi
baik, perkembangannya normal. Hasil pemeriksaan kulit warna kulitnya
kuning kecoklatan, pemeriksaan turgor elastis. Hasil pemeriksaan rambut
warna hitam, bersih, tidak ada ketombe. Kuku warna merah muda dan
bersih. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe. Kepala simetris dan
bentuknya mesochepal.
Hasil pemeriksaan mata sclera tidak ikterik, warna konjungtiva
merah muda, reaksi pupil membesar jika didekatkan dengan cahaya, posisi
simetris, kantong mata terlihat sembab. Hasil pemeriksaan telinga bersih,
tidak ada serumen. Hidung simetris, tidak ada polip. Hasil pemeriksaan
mulut bentuknya simetris, warna bibir merah muda, membran mukosa
kering. Hasil pemeriksaan leher pembesaran kelenjar tiroid tidak ada,
distensi vena leher tidak ada.
Hasil pemeriksaan dada, paru-paru inspeksinya tidak ada retraksi,
palpasinya pengembangan paru kanan-kiri sama, perkusinya sonor,
auskultasinya tidak ada suara tambahan. Jantung, inspeksinya ictus cordis
tidak tampak, palpasinya intercosta teraba di ICS 4-5, perkusinya pekak,
auskultasinya bunyi jantung 1 dan 2 normal.
Hasil pemeriksaan abdomen, inspeksinya simetris, tidak ada jejas,
auskultasinya bising usus 30x/menit, palpasinya tidak ada nyeri tekan,
perkusinya kuadran satu redup, kuadran dua, tiga, dan empat timpani.
Hasil pemeriksaan anus dan genetalia bersih.
Page 43
33
Hasil pemeriksaan fisik ekstremitas atas: range of motion
kanan/kiri bisa digerakkan dengan normal, kekuatan otot kanan/kiri bisa
digerakkan dengan normal, Perabaan akralnya hangat. Tidak ada piting
edema. Ekstremitas bawah: range of motion kaki kiri normal, kekuatan
otot kanan/kiri bisa digerakkan dengan normal, perabaan akralnya hangat,
tidak ada piting edema. Keterangan skala otot, 0: otot sama sekali tidak
bergerak, 1: tampak kontraksi, sedikit ada tekanan waktu jatuh, 2: mampu
menahan gaya gravitasi, 3: tidak mampu melawan dorongan, 4: dapat
bergerak dan melawan hambatan, 5: bebas bergerak dan melawan gerakan.
Pemeriksaan laboratorium dan data penunjang pada tanggal 07
Januari 2016, leukosit hasilnya 2,66 10^3/UL nilai normalnya 4,5- 11 /UI.
Eritrosit hasilnya 4,40 10^6/UL nilai normalnya 4-5 /UI, Hemoglobin
hasilnya 12,3 g/dL nilai normalnya 14-18 / UI, Hematokrit hasilnya 35,9%
nilai normalnya 38,00 – 47,00%, MCV hasilnya 81,6 fL nilai normalnya
86-108 fL, MCH hasilnya 28,0 pg nilai normalnya 28-31 pg. Trombosit
hasilnya 169 10^3/UL nilai normalnya 150-450/UI. Laju endap darah I
hasilnya 66 mm, Laju endap darah II hasilnya 98 mm, golongan darah O,
eosinofil hasilnya 0,4% nilai normalnya 1-5%, Basofil hasilnya 0,4% nilai
normalnya 0,0-1,0 Limfosit 30,7% nilai normalnya 22-40%, Monosit
hasilnya 6,5% nilai normalnya 4-8%, Neutosil 62%. Salmonella thypii O
1/160 hasilnya negatif. Salmonella parathypii AO 1/80. Salmonella
parathypii BO 1/80 hasilnya negatif. Salmonella parathypii CO 1/160
hasilnya negatif. Salmonella thypii H 1/160 hasilnya negatif. Salmonella
Page 44
34
parathypii AH 1/80 hasilnya negatif. Salmonella parathypii BH 1/80
hasilnya negatif. Salmonella parathypii CH 1/80 hasilnya negatif.
Terapi yang diberikan pada tanggal 07 Januari 2016 L-Bio dosis
2x1 sachet, golongan dan kandungan parenteral, fungsinya memenuhi
kebutuhan cairan tubuh. KA-EN 3B dosis 12 tpm, golongan dan
kandungan elektrolit, fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Injeksi
ceftriaxon 2x350mg, golongan dan kandungan antibiotic, fungsinya
mengatasi infeksi. Tanggal 08 Januari 2016 L-Bio dosis 2x1 sachet,
golongan dan kandungan parenteral, fungsinya memenuhi kebutuhan
cairan tubuh. KA-EN 3B dosis 12 tpm, golongan dan kandungan elektrolit,
fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Injeksi ceftriaxon 2x350mg,
golongan dan kandungan antibiotic, fungsinya mengatasi infeksi. Injeksi
paracetamol 150mg/8jam, golongan dan kandungan antipiretik, fungsinya
menurunkan demam. Injeksi ondansetron 1,5mg/8jam golongan dan
kandungan obat saluran cerna, fungsinya mengatasi mual dan muntah.
Tanggal 09 Januari 2016 infus KA-EN 3B dosis 12 tpm, golongan dan
kandungan elektrolit, fungsinya memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Injeksi
ceftriaxon 2x350mg, golongan dan kandungan antibiotic, fungsinya
mengatasi infeksi. Injeksi paracetamol 150mg/8jam, golongan dan
kandungan antipiretik, fungsinya menurunkan demam. Injeksi ondansetron
1,5mg/8jam golongan dan kandungan obat saluran cerna, fungsinya
mengatasi mual dan muntah.
Page 45
35
C. Daftar perumusan masalah
Daftar perumusan masalah yang didapatkan berdasarkan
pengkajian diatas adalah yang pertama hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi salmonella thypi dengan data subjektif ibu pasien
mengatakan pasien panas ± 3 hari, data objektifnya mukosa bibir kering,
suhu 390C, nadi 142x/menit, salmonella thypi O 1/160, leukosit 2,66.
Diagnosa keperawatan yang kedua ansietas berhubungan dengan
hospitalisasi dengan data subjektif ibu pasien mengatakan pasien rewel,
data objektifnya pasien tampak rewel, wajah tegang, pasien tampak
berkeringat berlebihan.
Diagnosa keperawatan yang ketiga gangguan pola tidur
berhubungan dengan kurang kontrol tidur dengan data subjektif ibu pasien
mengatakan pasien sering terbangun ketika tidur dimalam hari, data
objektif sclera mata pasien merah muda, kantung mata sembab, tidur
hanya 3-4jam.
D. Perencanaan
Perencanaan yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan
pertama yaitu hipertermi yang dilakukan selama 3x24 jam diharapkan
dapat tercapai dengan kriteria hasil suhu tubuh pasien dalam rentang
normal 36 – 370C, kulit tidak kemerahan, nadi dalam rentang normal 80 –
140x/menit, dengan intervensi observasi suhu tubuh pasien; rasionalnya
mengukur suhu merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien,
monitor tanda-tanda vital pasien; rasionalnya mengukur tanda-tanda vital
Page 46
36
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien, monitor warna kulit;
rasionalnya warna kulit dapat menjadi tanda gangguan suhu tubuh, berikan
kompres hangat; rasionalnya mengurangi panas atau demam secara
nonfarmakologi, anjurkan pasien banyak minum air putih; rasionalnya
peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan penguapan tubuh
sehingga perut diimbangi asupan cairan yang cukup, anjurkan pasien
untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat; rasionalnya
mengurangi penguapan tubuh, berikan terapi dokter sesuai advis;
rasionalnya menurunkan panas secara farmakologis.
Masalah keperawatan kedua ansietas yang dilakukan selama 3x24
jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidak rewel,
pasien tidak menangis saat dilakukan tindakan, pasien kooperatif dalam
perawatan, dengan intervensi kaji perasaan anak tentang hospitalisasi;
rasionalnya untuk mengetahui perasaan pasien saat hospitalisasi, tanyakan
pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat
dirawat; rasionalnya mengetahui perubahan sikap pasien saat dirawat.
Masalah keperawatan ketiga gangguan pola tidur yang dilakukan
selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien
tidur dengan nyenyak, pasien dapat tidur ± 8jam/hari, kantung mata tidak
tampak, dengan intervensi monitor pola tidur pasien; rasionalnya
mengetahui pola tidur pasien, fasilitasi pasien untuk tidur; rasionalnya
membantu pasien untuk dapat tidur, edukasi pasien tentang pentingnya
tidur untuk pemulihan; rasionalnya memberikan pendidikan pada pasien
Page 47
37
akan pentingnya istirahat tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga
untuk menciptakan lingkungan yang nyaman; rasionalnya membantu klien
untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman.
E. Implementasi
Implementasi hari pertama pada hari kamis tanggal 7 Januari 2016
jam 18.00 untuk diagnosa hipertermi dengan mengobservasi suhu tubuh
pasien respon subjektifnya pasien mengatakan badan terasa panas, respon
objektifnya suhu tubuh pasien 390C, akral hangat. Implementasi jam 18.15
untuk diagnose hipertermi memonitor tanda tanda vital respon
subjektifnya tidak ada, respon objektifnya suhu 390C, nadi 142x/menit, RR
24x/menit. Implementasi jam 18.20 untuk diagnosa hipertermi memonitor
warna kulit dengan respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya
warna kulit tampak kemerahan.
Implementasi jam 18.30 untuk diagnosa hipertermi memberikan
kompres hangat respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan
dikompres, respon objektifnya pasien diberikan kompres hangat, sebelum
dilakukan kompres suhu tubuh pasien 390C setelah dikompres menjadi
37.20C. Implementasi jam 18.45 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan
pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya
pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon
objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit.
Implementasi jam 19.00 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat respon
Page 48
38
subjektifnya pasien bersedia memakai pakaian yang tipis dan menyerap
keringat, respon objektifnya pasien tampak memakai pakaian yang tipis
dan menyerap keringat. Implementasi jam 19.10 untuk diagnosa
hipertermi memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang
peningkatan suhu tubuh dengan respon subjektifnya pasien dan keluarga
mengerti dengan apa yang disampaikan, respon objektifnya pasien dan
keluarga tampak mengerti dengan apa yang disampaikan. Implementasi
jam 19.30 untuk diagnosa ansietas mengkaji perasaan anak tentang
hospitalisasi respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya rewel,
respon objektifnya pasien tampak gelisah dan menangis saat didekati
petugas. Implementasi jam 20.00 untuk diagnosa ansietas menanyakan
pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat
respon subjektifnya ibu pasien mengatakan bila keinginan pasien tidak
dituruti pasien menangis, respon objektifnya keluarga pasien kooperatif.
Implementasi jam 20.30 untuk diagnosa gangguan pola tidur memonitor
pola tidur pasien dengan respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anak
tidur malam hanya 3-4jam dan sering terbangun, respon objektifnya
konjungtiva kemerahan, kantung mata terihat, posisi sedang tidur.
Implementasi jam 20.40 untuk diagnosa gangguan pola tidur
memfasilitasi pasien untuk tidur respon subjektifnya tidak ada, respon
objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang. Implementasi jam 20.50
untuk diagnosa gangguan pola tidur mengedukasi pasien tentang
pentingnya tidur dengan respon subjektifnya ibu pasien mengatakan
Page 49
39
mengerti dengan apa yang dijelaskan, respon objektifnya ibu pasien
tampak mengerti. Implementasi jam 21.15 untuk diagnosa gangguan pola
tidur mengkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan
yang nyaman respon subjektifnya keluarga pasien mengatakan lingkungan
disekitar kamar terasa nyaman, respon objektifnya lingkungan disekitar
tampak nyaman. Implementasi jam 22.30 untuk diagnosa hipertermi
mengobservasi suhu tubuh respon subjektifnya tidak ada, respon
objektifnya suhu 37.20C.
Implementasi hari kedua pada hari jumat tanggal 8 Januari 2016
jam 07.00 untuk diagnosa hipertermi dengan mengobservasi suhu tubuh
pasien respon subjektifnya pasien mengatakan badan terasa panas, respon
objektifnya suhu tubuh pasien 370C. Implementasi jam 07.15 untuk
diagnosa hipertermi memonitor warna kulit respon subjektifnya tidak ada,
respon objektifnya warna kulit normal. Implementasi jam 07.30 untuk
diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang
cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum
air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih
sedikit demi sedikit ± 200cc. Implementasi jam 07.40 untuk diagnosa
ansietas mengkaji perasaan pasien tentang hospitalisasi respon
subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel, respon
objektifnya pasien tampak tenang. Implementasi jam 09.00 untuk diagnosa
gangguan pola tidur memonitor pola tidur pasien dengan respon
subjektifnya ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak,
Page 50
40
respon objektifnya pasien tampak lebih segar. Implementasi jam 11.00
untuk diagnosa hipertermi memonitor tanda-tanda vital respon
subjektifnya tidak ada, respon objektifnya suhu 36.7oC, nadi 90x/menit,
RR 24/menit. Implementasi jam 12.00 untuk diagnosa gangguan pola tidur
memfasilitasi pasien untuk tidur dengan respon subjektifnya tidak ada,
respon objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang. Implementasi
jam 13.00 untuk diagnosa gangguan pola tidur mengkolaborasi dengan
keluarga untuk menciptakan lingkungan yang nyaman respon subjektifnya
keluarga pasien mengatakan lingkungan disekitar kamar terasa nyaman,
respon objektifnya lingkungan disekitar tampak nyaman
Implementasi ketiga pada hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam
07.00 untuk diagnosa hipertermi memonitor tanda-tanda vital dengan
respon subjektifnya tidak ada, respon objektifnya hasil nadi 90x/menit, RR
24x/menit, suhu 36.50C. Implementasi jam 07.30 untuk diagnosa
hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup
dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum air putih
yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit
demi sedikit ± 200cc sekali minum. Implementasi jam 08.00 untuk
diagnosa ansietas mengkaji perasaan pasien tentang hospitalisasi respon
subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel, respon
objektifnya pasien tampak tenang. Implementasi jam 11.00 untuk diagnosa
hipertermi memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektif tidak ada,
Page 51
41
respon objektifnya hasil pemeriksaan nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu
36.50C.
F. Evaluasi
Evaluasi hari pertama kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 22.30
WIB untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan
badan tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba
hangat, kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu
37.20C, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan
intervensi observasi suhu tubuh setiap 4 jam, monitor tanda- tanda vital,
monitor warna kulit, berikan kompres hangat, anjurkan pasien minum air
putih, anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap kerigat,
berikan pendidikan kesehatan tentng suhu tubuh, lanjutkan terapi dokter.
Evaluasi hari pertama hari kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 13.00
WIB untuk diagnosa ansietas evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan
anaknya rewel, evaluasi objektifnya pasien rewel berkurang, pasien
tampak lebih tenang, suhu tubuh 370C, nadi 90x/menit, analisanya masalah
teratasi sebagian, planningnya lanjutkan intervensi kaji perasaan pasien
tentang hospitalisasi, menanyakan pada keluarga tentang perubhan sikap,
emosi, ekspresi saat dirawat, observasi suhu tubuh.
Evaluasi hari pertama hari kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 11.00
WIB untuk diagnosa gangguan pola tidur evaluasi subjektifnya ibu pasien
mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak, evaluasi objektifnya
pasien tampak lebih segar, kantung mata tidak tampak, suhu 36.50C, nadi
Page 52
42
90x/menit, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya observasi
suhu tubuh, monitor pola tidur, fasilitasi klien untuk tidur, edukasi pasien
tentang pentingnya tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk
menciptakan lingkungan yang nyaman.
Evaluasi hari kedua hari jumat tanggal 8 Januari 2016 jam 22.30
untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan badan
tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba hangat,
kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu 36.50C,
analisanya masalah teratasi, planningnya lanjutkan intervensi observasi
suhu tubuh per 4 jam, monitor tanda- tanda vital, monitor warna kulit,
berikan kompres hangat, lanjutkan terapi dokter.
Evaluasi hari kedua hari kamis tanggal 8 Januari 2016 jam 13.00
untuk diagnosa ansietas evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan
anaknya sudah tidak rewel, evaluasi objektifnya pasien tidak menangis
lagi, pasien tampak lebih tenang, suhu tubuh 36.50C, nadi 90x/menit,
analisanya masalah teratasi, planningnya lanjutkan intervensi kaji perasaan
pasien tentang hospitalisasi, menanyakan pada keluarga tentang perubhan
sikap, emosi, ekspresi saat dirawat.
Evaluasi hari kedua hari kamis tanggal 8 Januari 2016 jam 11.00
untuk diagnosa gangguan pola tidur evaluasi subjektifnya ibu pasien
mengatakan pasien dapat tidur nyenyak, evaluasi objektifnya pasien
tampak lebih segar, kantung mata tidak tampak, suhu 36.50C, nadi
90x/menit, analisanya masalah teratasi, planningnya observasi suhu tubuh,
Page 53
43
monitor pola tidur, fasilitasi klien untuk tidur, edukasi pasien tentang
pentingnya tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk
menciptakan lingkungan yang nyaman.
Evaluasi hari ketiga hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam 22.30
untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan badan
tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba hangat,
kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu 37.20C,
analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya hentikan intervensi
Evaluasi hari ketiga hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam 13.00
untuk diagnosa ansietas evaluasi subjektifnya ibu pasien mengatakan
anaknya tidak rewel, evaluasi objektifnya pasien tampak lebih tenang,
suhu tubuh 370C, nadi 90x/menit, analisanya masalah teratasi planningnya
hentikan intervensi
Evaluasi hari ketiga hari sabtu tanggal 9 Januari 2016 jam 11.00
untuk diagnosa gangguan pola tidur evaluasi subjektifnya ibu pasien
mengatakan pasien dapat tidur nyenyak, evaluasi objektifnya pasien
tampak segar, kantung mata tidak terlihat, suhu 36.50C, nadi 90x/menit,
analisanya masalah teratasi planningnya hentikan intervensi, pasien pulang
tanggal 9 januari 2016 jam 13.00.
Page 54
44
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang proses keperawatan pada
asuhan keperawatan An. A yang telah dilakukan pada tanggal 7 Januari 2016 di
RSUD Salatiga, dengan memperhatikan aspek kehidupan dalam proses
keperawatan yang mana menjadi prinsip dari pembahasan asuhan keperawatan
An. A yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Semua data
akan dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien
saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien.
Metode utama yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data adalah
wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008).
Keluhan utama yang di rasakan pada An. A adalah panas tinggi. Pada
pengkajian didapatkan data subyektif bahwa ibu pasien mengatakan pasien
panas + 3 hari, dan data obyektif mukosa bibir pasien tampak kering, suhu
39oC, nadi 142x/menit, dari hasil pemeriksaan laboratorium leukosit pasien
2,66, dan salmonella thypi O 1/160. Hal ini sesuai dengan teori Menurut
Page 55
45
Chatterjee, (2009) dalam Muttaqin (2011), masuknya kuman ke dalam
intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh
naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan menurun
menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam
intermiten (suhu yang tinggi, naik turun, dan turunya dapat mencapai suhu
normal). Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke
sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi
dan tanda-tanda infeksi.
Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan
antara teori dan kenyataan yang terjadi hipertermi pada pasien Thypus
Abdominalis yang dialami An. A. Berdasarkan hal tersebut, kondisi An. A
mengalami hipertermi.
Keluhan lain yang dialami pasien An. A dengan thypus abdominalis
adalah ansietas. Dalam pengkajian pasien tampak rewel, wajah tampak
tegang, nadi 142x/menit. Hal ini sesuai dengan teori menurut Herdman
(2009) cemas adalah tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang
ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan,
kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya system saraf pusat (Trismiati,
2004).
Page 56
46
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon
manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial)
dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan
perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status atau
untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah dan
Walid, 2012)
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual
dan potensial klien terhadap masalah-masalah kesehatan yang perawatnya
mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan
potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang
berkaitan, catatan medis masa lalu, dan konsultasi dengan profesi lain, yang
kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005).
Pada teori yang didapatkan penulis, masalah keperawatan yang lazim
muncul pada thypus abdominalis yaitu hipertermi, resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri akut dan ansietas (Muttaqin, 2011).
Diagnosa keperawatan pertama yang di ambil penulis adalah hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit (thypus abdominalis). Hipertermi
adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal yaitu diatas 36,5oC -
37,5oC (Herdman, 2012). Berdasarkan batasan karakteristik sudah menurut
Sumarwati & Nike (2012), dalam hipertermi antara lain terdapat kulit
kemerahan, peningkatan suhu tubuh diatas normal, takikardi, kulit terasa
hangat (Sumarwati, & Nike, 2012). Diagnosa keperawatan hipertermi
Page 57
47
berhubungan dengan proses penyakit yang muncul pada An. A berdasarkan
hasil pengkajian pada tanggal 7 Januari 2016 di dapatkan hasil untuk
diagnosa pertama bahwa pasien tampak kulit kemerahan, suhu tubuh pasien
39oC, mukosa bibir kering, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan
leukosit 2,6, salmonella thypi O 1/60. Masalah keperawatan yang utama
adalah hipertermi. Terjadinya hipertermi pada pasien thypus abdominalis
akibat proses infeksi yang diseabkan oleh Salmonella Thypi (Muttaqin,
2011).
Perumusan masalah keperawatan kedua yang diambil penulis yaitu
ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi). Ansietas
adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon
autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu)
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Penulis
mencantumkan masalah ansietas dengan alasan mengacu pada data subyektif
ibu pasien mengatakan pasien rewel dan data obyektif pasien tampak rewel,
wajah tampak tegang, pasien tampak berkeringat berlebih, nadi 142x/menit.
Batasan karakteristik ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan
(hospitalisasi) menurut (Herdman, 2012) yaitu wajah tampak tegang,
peningkatan berkeringat, gelisah / rewel, peningkatan denyut nadi.
Berdasarkan data tersebut diatas penulis menyimpulkan bahwa diagnosa yang
diangkat sudah sesuai dengan batasan karakteristik yang sesuai dengan
literatur (Herdman, 2012)
Page 58
48
Perumusan masalah keperawatan ketiga yang diambil penulis yaitu
gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur yang telah
sesuai dengan buku (Herdman, 2012). Gangguan pola tidur adalah gangguan
kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Herdman, 2012).
Pasien mencantumkan masalah gangguan pola tidur dengan alasan didapatkan
data subjektif ibu pasien mengatakan pasien sering terbangun ketika tidur
dimalam hari, data objektif sclera mata pasien merah muda, kantung mata
sembab, tidur hanya 3-4 jam.
Batasan karakteristik gangguan pola tidur menurut Sumarwati & Nike
(2012) yaitu sering terjaga, ketidakpuasan tidur, tidak merasa cukup istirahat,
perubahan jumlah jam tidur. Berdasarkan data tersebut diatas penulis
menyimpulkan bahwa diagnosa yang diangkat sudah sesuai dengan batasan
karakteristik yang sesuai dengan literatur (Herdman, 2012)
C. Intervensi
Intervensi atau perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah di
identifikasi dalam diagnosis keperawatan (Rohmah dan Walid, 2012).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan
kondisi pasien dan fasilitas yang ada. Tujuan dari tindakan keperawatan
menggunakan kaidah sesuai dengan sistemika SMART, yaitu Spesifik (jelas),
Measurable (dapat diukur), Acceptance, Rational dan Timing. Kriteria hasil
merupakan gambaran tentang faktor-faktor yang dapat memberi petunjuk
Page 59
49
bahwa tujuan telah tercapai dan digunakan dalam membuat pertimbangan
(Hidayat, 2010, dalam Triyono, 2013)
Prioritas masalah keperawatan yang utama adalah hipertemi berhubungan
dengan proses penyakit pada An. A. Penulis akan membahas rencana dan
tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 8 jam, bahwa suhu tubuh pasien dalam rentang normal 36 – 370C,
kulit tidak kemerahan, nadi dalam rentang normal 80 – 140x/menit, Intervensi
atau rencana keperawatan yang dilakukan yaitu observasi suhu tubuh pasien;
rasionalnya mengukur suhu merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
pasien, monitor tanda-tanda vital pasien; rasionalnya mengukur tanda-tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan pasien, monitor warna
kulit; rasionalnya warna kulit dapat menjadi tanda gangguan suhu tubuh,
berikan kompres hangat; rasionalnya mengurangi panas atau demam secara
nonfarmakologi, anjurkan pasien banyak minum air putih; rasionalnya
peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan penguapan tubuh
sehingga perut diimbangi asupan cairan yang cukup, anjurkan pasien untuk
memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat; rasionalnya mengurangi
penguapan tubuh, berikan terapi dokter sesuai advis; rasionalnya menurunkan
panas secara farmakologis.
Masalah keperawatan yang kedua Ansietas berhubungan dengan
perubahan lingkungan (hosptalisasi) pada An. A, maka penulis akan
membahas rencana dan tujuan kriteria hasil yang mana setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, bahwa pasien tidak rewel, pasien
Page 60
50
tidak menangis saat dilakukan tindakan, pasien kooperatif dalam perawatan,
pasien tidak tampak tegang, tidak menunjukan peningkatan keringat, nadi
pasien dalam rentang normal 80-100x/ menit. Intervensi atau rencana
keparawatan yang dilakukan yaitu kaji perasaan anak tentang hospitalisasi;
rasionalnya untuk mengetahui perasaan pasien saat hospitalisasi, tanyakan
pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat;
rasionalnya mengetahui perubahan sikap pasien saat dirawat.
Masalah keperawatan ketiga gangguan pola tidur yang dilakukan selama
3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidur dengan
nyenyak, pasien dapat tidur ± 8jam/hari, kantung mata tidak tampak, dengan
intervensi monitor pola tidur pasien; rasionalnya mengetahui pola tidur
pasien, fasilitasi pasien untuk tidur; rasionalnya membantu pasien untuk dapat
tidur, edukasi pasien tentang pentingnya tidur untuk pemulihan; rasionalnya
memberikan pendidikan pada pasien akan pentingnya istirahat tidur saat
pemulihan, kolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang
nyaman; rasionalnya membantu klien untuk mendapatkan lingkungan yang
nyaman.
Page 61
51
D. Implementasi
Implementasi adalah rencana realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan
Walid, 2012).
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit ( thypus abdominalis )
Penulis melakukan tindakan kompres air hangat selama 3 hari
berturut-turut, dengan frekuensi 2 x setiap hari. Saat sebelum diberikan
kompres air hangat suhu tubuh An. A 39oC, dan setelah diberikan
kompres air hangat suhu tubuh An. A 37,2oC. Hasil dari tindakan tersebut
membuktikan bahwa suhu tubuh pasien dapat turun atau mendekati
rentang normal setelah diberikan kompres air hangat.
Hal tersebut karena kompres air hangat pada daerah tubuh akan
memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang.
Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang,
sistem efektor mengeluarkan sinyal yang mulai berkeringat dan
vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hipotalamus bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/ kehilangan energi/ panas
melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan
Page 62
52
suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali ( Mohamad,
2013, dalam Betty Safitri, 2014)
Hari pertama memberikan kompres air hangat yang dilakukan oleh
penulis pada pasien didapatkan hasil mulai tanggal 7 Januari 2016 untuk
diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi jam
18.00 mengobservasi suhu tubuh pasien respon subjektifnya pasien
mengatakan badan terasa panas, respon objektifnya suhu tubuh pasien
390C, akral hangat. Implementasi jam 18.15 untuk diagnosa hipertermi
memonitor tanda tanda vital respon subjektifnya tidak ada, respon
objektifnya suhu 390C, nadi 142x/menit, RR 24x/menit. Implementasi jam
18.20 untuk diagnosa hipertermi memonitor warna kulit dengan respon
subjektifnya tidak ada, respon objektifnya warna kulit tampak kemerahan.
Implementasi jam 18.30 untuk diagnosa hipertermi memberikan kompres
hangat respon subjektifnya pasien mengatakan bersedia saat akan
dikompres, respon objektifnya pasien diberikan kompres hangat, sebelum
dilakukan kompres suhu tubuh pasien 390C setelah dikompres menjadi
37.20C. Implementasi jam 18.45 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan
pasien untuk minum air putih yang cukup dengan respon subjektifnya
pasien mengatakan akan coba minum air putih yang cukup, respon
objektifnya pasien tampak minum air putih sedikit demi sedikit.
Implementasi jam 19.00 untuk diagnosa hipertermi menganjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat respon
subjektifnya pasien bersedia memakai pakaian yang tipis dan menyerap
Page 63
53
keringat, respon objektifnya pasien tampak memakai pakaian yang tipis
dan menyerap keringat. Implementasi jam 19.10 untuk diagnosa
hipertermi memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang
peningkatan suhu tubuh dengan respon subjektifnya pasien dan keluarga
mengerti dengan apa yang disampaikan, respon objektifnya pasien dan
keluarga tampak mengerti dengan apa yang disampaikan.
Hari kedua memberikan kompres air hangat yang dilakukan oleh
penulis pada pasien didapatkan hasil tanggal 8 Januari 2016 untuk
diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
pukul 07.00 untuk diagnosa hipertermi dengan mengobservasi suhu tubuh
pasien respon subjektifnya pasien mengatakan badan terasa panas, respon
objektifnya suhu tubuh pasien 370C. Implementasi jam 07.15 untuk
diagnosa hipertermi memonitor warna kulit respon subjektifnya tidak ada,
respon objektifnya warna kulit normal. Implementasi jam 07.30 untuk
diagnosa hipertermi menganjurkan pasien untuk minum air putih yang
cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba minum
air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air putih
sedikit demi sedikit ± 200cc. Implementasi jam 11.00 untuk diagnosa
hipertermi memonitor tanda-tanda vital respon subjektifnya tidak ada,
respon objektifnya suhu 36.70C, nadi 90x/menit, RR 24/menit.
Hari ketiga memberikan kompres air hangat yang dilakukan oleh
penulis pada pasien didapatkan hasil tanggal 9 Januari 2016 untuk
diagnose keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi jam
Page 64
54
07.00 memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektifnya tidak ada,
respon objektifnya hasil nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu 36.50C.
Implementasi jam 07.30 menganjurkan pasien untuk minum air putih
yang cukup dengan respon subjektifnya pasien mengatakan akan coba
minum air putih yang cukup, respon objektifnya pasien tampak minum air
putih sedikit demi sedikit ± 200cc sekali minum. Implementasi jam 11.00
untuk memonitor tanda-tanda vital dengan respon subjektif tidak ada,
respon objektifnya hasil pemeriksaan nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu
36.50C.
Pada An. A yang terjadi setelah dilakukan pemberian kompres air
hangat didapatkan hasil monitor nadi 90x/menit, RR 24x/menit, suhu
36.50C, pasien tampak kondisi membaik, pada kondisi pasien tampak
terjadi penurunan suhu dari 39oC menjadi 36,5
oC adalah terjadinya
vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga terjadi penurunan suhu tubuh
dan mencapai keadaan normal kembali dengan cara pemberian kompres
air hangat.
2. Implementasi diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan
perubahan lingkungan (hospitalisasi).
Hari pertama tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada
tanggal 7 Januari 2016 untuk diagnosa kedua, penulis melakukan tindakan
pada jam 19.30 untuk diagnosa ansietas mengkaji perasaan anak tentang
hospitalisasi respon subjektifnya ibu pasien mengatakan anaknya rewel,
respon objektifnya pasien tampak gelisah dan menangis saat didekati
Page 65
55
petugas. Implementasi jam 20.00 untuk diagnosa ansietas menanyakan
pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat dirawat
respon subjektifnya ibu pasien mengatakan bila keinginan pasien tidak
dituruti pasien menangis, respon objektifnya keluarga pasien kooperatif.
Hari kedua tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 8
Januari 2016 untuk diagnosa kedua pada jam 07.40 untuk diagnosa ansietas
mengkaji perasaan pasien tentang hospitalisasi respon subjektifnya ibu
pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel, respon objektifnya pasien
tampak tenang. Pada Manifestasi klinis Thypoid Abdominalis tanda dan
gejala menurut Muscari (2005): Suhu di atas 380C, biasanya 38,9
0C-
40,60C, kulit kemerahan, diaphoresis, dan menggigil, gelisah atau letargi,
demam tinggi >7 hari, sakit kepala / pusing, obstipasi, lidah kotor,
bradikardi relative.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
Hari pertama tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada
tanggal 7 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga jam 20.30 WIB untuk
diagnosa gangguan pola tidur memonitor pola tidur pasien dengan respon
subjektifnya ibu pasien mengatakan anak tidur malam hanya 3-4 jam dan
sering terbangun, respon objektifnya konjungtiva kemerahan, kantung
mata terihat, posisi sedang tidur. Implementasi jam 20.40 WIB
memfasilitasi pasien untuk tidur respon subjektifnya tidak ada, respon
objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang. Implementasi jam 20.50
WIB mengedukasi pasien tentang pentingnya tidur dengan respon
Page 66
56
subjektifnya ibu pasien mengatakan mengerti dengan apa yang dijelaskan,
respon objektifnya ibu pasien tampak mengerti. Implementasi jam 21.15
WIB mengkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan
yang nyaman respon subjektifnya keluarga pasien mengatakan lingkungan
disekitar kamar terasa nyaman, respon objektifnya lingkungan disekitar
tampak nyaman.
Hari kedua tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada
tanggal 8 Januari 2016 untuk diagnosa ketiga untuk diagnosa gangguan
pola tidur memonitor pola tidur pasien dengan respon subjektifnya ibu
pasien mengatakan pasien dapat tidur dengan nyenyak, respon objektifnya
pasien tampak lebih segar. jam 12.00 WIB untuk diagnosa gangguan pola
tidur memfasilitasi pasien untuk tidur dengan respon subjektifnya tidak
ada, respon objektifnya pasien tampak tidur dan lebih tenang.
Implementasi jam 13.00 WIB untuk diagnosa gangguan pola tidur
mengkolaborasi dengan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang
nyaman respon subjektifnya keluarga pasien mengatakan lingkungan
disekitar kamar terasa nyaman, respon objektifnya lingkungan disekitar
tampak nyaman.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku
pasien yang tampil. Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan
dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
Page 67
57
dilaksanakan dengan SOAP, Subjective, Objective, Analysis, Planning
(Deden, 2012, dalam Prastowo Korniawan, 2014)
Evaluasi keperawatan pada An. A yang dirawat di RSUD Salatiga
sejak hari Kamis tanggal 7 Januari 2016 sampai Sabtu tanggal 9 Januari 2016
untuk diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan di dapatkan hasil
evaluasi data subjektif pasien mengatakan badan sudah tidak terasa panas
lagi, data obyektif kulit pasien teraba hangat, kulit tidak tampak kemerahan,
suhu 36,50C, nadi 90x./menit, maka dapat disimpulkan masalah teratasi,
hentikan intervensi.
Page 68
58
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi tentang metode mengaplikasikan pemberian
kompres air hangat terhadap penurunan demam pada An. A dengan Thypus
Abdominalis di RSUD Salatiga, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian yang ditemukan pada An. A dengan thypus
abdominalis adalah bahwa ibu pasien mengatakan pasien panas + 3 hari,
dan data obyektif mokusa bibir pasien tampak kering, suhu 39oC, nadi
142x/menit, dari hasil pemeriksaan laboratorium leukosit pasien 2,66, dan
salmonella thypi O 1/160.
2. Diagnosa Keperawatan
Dari data pengkajian, penulis merumuskan diagnosa dan membuat
prioritas diagnosa keperawatan yang pertama hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit (Thypoid), diagnosa yang kedua ansietas
berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi), dan diagnosa
yang ketiga adalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang
kontrol tidur.
Page 69
59
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa pertama observasi suhu
tubuh pasien, monitor tanda-tanda vital pasien, monitor warna kulit,
berikan kompres hangat, anjurkan pasien banyak minum air putih,
anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat,
berikan terapi dokter sesuai advis.
Masalah keperawatan kedua ansietas yang dilakukan selama 3x24
jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien tidak rewel,
pasien tidak menangis saat dilakukan tindakan, pasien kooperatif dalam
perawatan, dengan intervensi kaji perasaan anak tentang hospitalisasi;
rasionalnya untuk mengetahui perasaan pasien saat hospitalisasi, tanyakan
pada keluarga tentang perubahan sikap, emosi, ekspresi pasien saat
dirawat; rasionalnya mengetahui perubahan sikap pasien saat dirawat.
Masalah keperawatan ketiga gangguan pola tidur yang dilakukan
selama 3x24 jam diharapkan dapat tercapai dengan kriteria hasil pasien
tidur dengan nyenyak, pasien dapat tidur ± 8jam/hari, kantung mata tidak
tampak, dengan intervensi monitor pola tidur pasien; rasionalnya
mengetahui pola tidur pasien, fasilitasi pasien untuk tidur; rasionalnya
membantu pasien untuk dapat tidur, edukasi pasien tentang pentingnya
tidur untuk pemulihan; rasionalnya memberikan pendidikan pada pasien
akan pentingnya istirahat tidur saat pemulihan, kolaborasi dengan keluarga
untuk menciptakan lingkungan yang nyaman; rasionalnya membantu klien
untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman.
Page 70
60
4. Implementasi Keperawatan
Dalam asuhan keperawatan An. A dengan thyphus abdominalis di
Ruang Anggrek RSUD Salatiga telah sesuai dengan intervensi yang dibuat
penulis. Penlis menekankan penggunaan teknik pemberian kompres air
hangat yang diyakini mampu menurunkan demam pada pasien dengan
thypus abdominalis.
5. Evaluasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode
SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning).
Evaluasi hari pertama kamis tanggal 7 Januari 2016 jam 22.30
WIB untuk diagnosa hipertermi evaluasi subjektifnya pasien mengatakan
badan tidak terasa panas lagi, evaluasi objektifnya kulit pasien teraba
hangat, kulit tampak normal, tidak kemerahan, nadi 90x/menit, suhu
37.20C, analisanya masalah teratasi sebagian, planningnya lanjutkan
intervensi observasi suhu tubuh setiap 4 jam, monitor tanda- tanda vital,
monitor warna kulit, berikan kompres hangat, anjurkan pasien minum air
putih, anjurkan pasien untuk memakai pakaian tipis dan menyerap kerigat,
berikan pendidikan kesehatan tentng suhu tubuh, lanjutkan terapi dokter.
6. Analisa Tindakan Keperawatan
Berdasarkan hasil analisa pada An. A dengan thypus abdominalis
menunjukan bahwa setelah diberikan kompres air hangat , demam yang
terjadi pada An. A mengalami penurunan. Dari sebelum diberikan
Page 71
61
kompres air hangat suhu pasien 39oC, setelah diberikan tindakan kompres
air hangat suhu pasien 36,5oC
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan thypus abdominalis, penulis akan memberikan usulan dan
masukkan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit khususnya RSUD Salatiga dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kerjasama
baik antar tim kesehatan maupun dengan pasien sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan dapat mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan
ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
jantung khususnya, keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu
membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan
dasarnya.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat yang
Page 72
62
terampil, inovatif, dan professional yang mampu memberikan asuhan
keperawatan.
4. Bagi Penulis
Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya
pada pasien dengan thypus abdominalis dengan pemberian kompres air
hangat.
Page 73
63
DAFTAR PUSTAKA
Aden, (2010), Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak, SIKLUS, Jogjakarta
Asmadi. ( 2008 ), Konsep Dasar Keperawatan , Jakarta : EGC
Betty, Safitri. (2014). Pemberian Kompres Hangat Terhadap Penurunan Demam Pada
Asuhan Keperawatan An. A Dengan Typhoid Abdominalis Di Ruaang Anggrek Rsud
Sukoharjo. STIKes Kusuma Husada Surakarta
Cambhell, (2004), Pengaturan Suhu Tubuh, EGC: Jakarta.
Carpenito, (2009), Termogulasi Suhu Tubuh, EGC: Jakarta.
Dermawan Deden, (2012), Proses Keperawatan; Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja,
Gosyeng Publising: Yogyakarta.
Djuwariyah, (2011), Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat.
http://www.ump.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Desember 2015.
Hidayat, A. Aziz Alimul, (2009), Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan, Salemba Medika : Jakarta.
Mentri Kesehatan, (2006). Pedoman Pengendalian Demam Thypoid.
www.hukor.depkes.go.id/.../KMK%20No.%20364%2...diperoleh tanggal 10
Desember 2015.
Maryunani, Anik, (2010), Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, TIM, Jakarta
Muttaqin Arif, Kumala Sari, (2011), Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah,Salemba Medika: Jakarta.
Ngastiyah, (2005), Perawatan Anak Saki. Edisi 2, EGC: Jakarta.
Nursalam, (2008), Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Salemba Medika: Jakarta.
Nursalam, Susilaningrum M., (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat
dan bidan), Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Nugroho Taufan, (2011), Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam,
Nuha Medika: Yogyakarta.
Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Prastowo Korniawan, Andi. 2014. Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Hipertensi Di
Ruang Melati 1 Rs Dr. Moewardi. STIKes Kusuma Husada Surakarta
Simanjutak, C. H, (2009). Demam Thypoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian.
Cermin Dunia Kedokteran No. 83.
Sodikin, (2011), Asuhan Keperawatan Anak, Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
hepatobiliter, Salemba Medika: Jakarta.
Page 74
64
Sodikin, (2012), Prinsip Perawatan Demam Pada Anak, Penerbit Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Suradi dan Yuliana R., (2011) Asuhan keperawatan pada anak, Penerbit Sagung Seto,
Jakarta.
Susilaningrum Rekawati, (2013), Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Untuk Perawat dan
Bidan, Edisi 2, Salemba Medika: Jakarta.
Trismiati. (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor
Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal PSYCHE, 1 (1).
http://psikologi.binadarma.ac.id/jurnal/jurnal_trismiati. pdf. Diunduh 11 Mei 2016.
Triyono, untung. 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Tn. M
Dengan Gastritis Di Ruang Mawar 1 Rsud Karanganyar. Stikes Kusuma
Husada Surakarta
Hadinegoro, SpA(K), (2011), Demam thypoid pada anak. www.itokindo.org (free pdf-
Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat) diperoleh tanggal 10 Desember
2015.
Herdman H. T., (2009-2012). Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Penerjemaah
Monika Ester, S.Kp, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.