BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa global seperti sekarang ini, dimana persaingan semakin kompetetif, dunia usaha kerja semakin penuh persaingan,dan banyak penganguran di kota-kota besar, karena zaman telah berubah memasuki era globalisasi. Seiring dengan berubahnya zaman, perusahaan- perusahaan pun terus membenahi diri mempersiapkan segala konsekwensi menghadapi zaman era globalisasi, salah satunya dengan memberi motivasi kerja pada karyawan, karena motivasi kerja dapat mempengaruhi mutu dan kualitas output dari perusahaan itu. Motivasi kerja para karyawan perlu di cermati secara sistematis perkembangannya, dan juga memerlukan perhatiaan dari atasan perusahaan itu sendiri, sehingga dapat meningkatkan perilaku kerja karyawan, dan jika motivasi kerja pada karyawan tidak di perhatikan, maka prilaku
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada masa global seperti sekarang ini, dimana persaingan semakin
kompetetif, dunia usaha kerja semakin penuh persaingan,dan banyak penganguran
di kota-kota besar, karena zaman telah berubah memasuki era globalisasi.
Seiring dengan berubahnya zaman, perusahaan-perusahaan pun terus
membenahi diri mempersiapkan segala konsekwensi menghadapi zaman era
globalisasi, salah satunya dengan memberi motivasi kerja pada karyawan, karena
motivasi kerja dapat mempengaruhi mutu dan kualitas output dari perusahaan itu.
Motivasi kerja para karyawan perlu di cermati secara sistematis
perkembangannya, dan juga memerlukan perhatiaan dari atasan perusahaan itu
sendiri, sehingga dapat meningkatkan perilaku kerja karyawan, dan jika motivasi
kerja pada karyawan tidak di perhatikan, maka prilaku kerja karyawan menurun.
Disinilah peran atasan itu diperlukan dalam memimpin karyawanya dalam
bekerja, karena kinerja (performance) adalah hasil dari interaksi antara motivasi
kerja, kemampuan (abilities) dan peluang (opportunities).
keberasilan seseorang dalam suatu pekerjaan ditentukan oleh tiga factor
utama, pertama, ia harus memiliki kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan
tersebut, suatu kemampuaan yang merupakan kombinasi dari kemampuan alami
yang di bangun melalui pendidikan latihan. Kedua, ia harus mempunyai alat yang
tepat untuk pekerjaan tersebut, ketiga, ia harus memiliki dorongan atau motivasi
untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Walaupun kita telah memiliki karyawan dengan baik berdasarkan pada
kemampuaannya, yang telah dilengkapi dengan latihan relavan, diseertai dengan
pearalatan yang tepat, akan tetapi motivasi juga harus me
Menurut Teori ( Munandar, 2001 : 5 ) orang yang memiliki motivasi kerja
yang bercorak reaktif, mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka
untuk bekerja. Satu hal yang dapat mendukung motivasi kerja bawahan adalah
atasan. Atasan perlu mengenali sasaran-sasaran yang bernilai tinggi dari
bawahanya agar dapat membantu karyawan untuk mencapai, dan dengan
demikian berarti atasan telah memotivasi bawahannya. Atasan harus dapat m pin
dengan control yang cemat, baik, disiplin, tegas dalam mengambil keputusan,
karena itu atasan harus dapat menjadi pemimpin yang baik bagi para
karyawannya.
Kepemimpinan merupakan salah satu aspek manejerial dalam kehidupan
organisasi yag merupakan posisi kunci, karena seorang pemimpin, sebagai
penyelaras dalam proses kerja sama antar manusia dalam organisasinya.
Pada umumnya gaya kepemimpinan yang efektif, tepat dan dapat
menerima oleh bawahan adalah gaya kepemimpinan yang demokratis, dimana
pemimpin membantu dan mendorong bawah untuk membicarakan dan
memutuskan semua kebijakan (Gibb dalam Jewel dan Siengell, 1989 : 4 ).
Dengan memahami teori kepemimpinan, atasan akan dapat menentukan
gaya kepemimpinannya secara tepat sesuai tuntunan situasi kondisi bawahannya.
Dengan demikian seorang atasan jika ingin meningkatkan kemampuaan dan
kecakapan dalam mempimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya
kepemimpinan yang efektif. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik meneliti
mengenai “Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Motivasi Kerja Karyawan
pada PT. Suriatama Cunda Lestari (Suzuya) ”.
1.2 Rumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan diatas
dapat di rumuskan permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan demokratis dengan
motivasi kerja karyawan?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukan dia atas maka
penelitian ini di lakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan demokratis dengan
motivasi kerja karyawan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah :
1. Menjadi bahan masukan bagi PT.Suriatama Cunda Lestari dalam hal
menciptakan gaya kepemimpinan yang dapat menberikan motivasi kerja
pada karyawan yang membutuhkan.
2. Menambah pengetahuan mengenai hubungan gaya kepemimpinan
dengan motivasi kerja karyawan.
3. Memberikan pengalaman praktis yang terstruktur tentang hubungan gaya
kepemimpinan demokratis dengan motivasi kerja karyawan dengan
menggunakan pendekatan metedologis bagi karyawan.
1.5 Batasan Masalah dan Asumsi
1.5.1. Batasan Masalah
Tujuan pembatasan masalah agar pemecahan masalah yang dilakukan
tidak menyimpang dari lingkup yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini
penulis membatasi masalah hanya pada motivasi kerja karyawan dan tidak
menghitung gaji dan jam kerja hanya mengalami gaya kepemimpinan pada
PT.Suryatama Cunda Lestari.
1.5.2 Asumsi-Asumsi
Dalam pengumpulan data ataupun pembahasan masalah sering terjadi
kesulitan – kesulitan, untuk menghindari hal tersebut perlu adanya asumsi yaitu
karyawan di anggap termotivasi oleh pemimpin yang demokratis bukan otoritas.
1.6 Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah penelitian merupakan suatu rangkaian langkah –
langkah atau tahap – tahap yang dilakukan secara sistematis guna mendapatkan
jawaban dan solusi atas permasalahan yang diteliti. Dalam melakukan aktivitas
penelitian diperlukan suatu langkah yang sesuai. Adapun langkah-langkah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1.1 Diagram langkah-langkah Penelitian
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Penetapan Tujuan Penelitian
Studi LapanganStudi Pustaka
Identifikasi Variabel Penelitian
Pengumpulan Data :Penyebaran Kuisioner :- Hubungan Gaya
Kepemimpinan Yang Demokratis dengan Motivasi Kerja Karyawan
Uji ReabilitasUji Validitas
Menentukan Hubungan Gaya Kepemimpinan Yang Demokratis dengan Motivasi Kerja
Karyawan
Analisa
Kesimpulan dan Saran
BAB 11
LANDASAN TEORI
Dalam tinjauan pustaka ini akan dikemukakan teori yang berhubungan
dengan masalah yang akan di bahas seperti prilaku , kepemimpinan dan motivasi
kerja karyawan sebagai acuan terhadap penelitian proposal skripsi yang dilakukan
di PT.Suryatama Cunda Lestari atau lebih dikenal dengan Suzuya Harun Squre .
2.1 Arti Tujuan Motivasi
Masalah yang sering dijumpai seorang manager dalam memimpin
bawahannya adalah mengapa karyawan anak yang lebih rajin dari karyawan yang
tidak rajin berbeda , untuk menjelaskan hal ini ada beberapa factor yang dapat
diteropong yaitu imbalan yang diterima , latar belakang dan tingkat kreatifitas
karyawan. Faktor - factor yang sering terjadi pada karyawan dalam bekerja
didorong keinginan atau adanya motivasi.
Keaneka ragaman tingkah laku karyawan berhubungan erat dengan
kebutuhan dan tujuan, karena kebutuhan dapat dipandang sebagai pembangkit,
penguat dan penggerak motivasi, artinya apabila ada kebutuhan karyawan tidak
terpenuhi maka karyawan tersebut lebih terhadap usaha motivasi dari pimpinan
atau manager. Jadi bagaimana pimpinan dapat memenuhi kebutuhan - kebutuhan
karyawan sambil bekerja untuk saran – saran perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, motivasi yang diarahkan untuk mencapai
penguat dan penggerak seorang karyawan yang diarahkan untuk mencapai tujuan
dan hasil. Karena tujuan dan hasil yang dicari karyawan inilah sebagai motivasi
kerja. Tercapainya tujuan karyawan akan sekaligus mengurangi kebutuhan yang
belum terpenuhi. ( Mulia Nasution, SE, 1994 : 8 ).
2.2 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan salah satu pekerjaan manajemen yang sederhana
tetapi juga paling rumit. Motivasi merupakan hal yang sederhana karena orang –
orang pada dasarnya termotivasi atau terdorong untuk berprilaku dalam cara
tertentu yang dirasakan mengarah kepada perolehan ganjaran (Gary Dessler, 1986
: 14 ).
Sebagaimana yang telah di singgung sedikit dalam beberapa pembicaraan
didepan bahwa motivasi merupakan salah satu unsur pokok prilaku seseorang.
Motivasi adalah suatu proses psikologi, namun demikian ini bukan berarti bahwa
motivasi adalah satu – satunya unsure yang bisa menjelaskan adanya prilaku
seseorang (Miftah Thoha, 1983 : 10 )
Perilaku manusia itu hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan
kata lain bahwa prilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan
untuk mencapai beberapa tujuan. Sebagai manusia, kita ini selalu mengerjakan
sesuatu, misalnya ada kalanya berjalan – jalan, berbicara, makan, tidur, bekerja
dan yang sejenisnya. Unsur – unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan
tujuan. Atau kalau menurut Fred Luthans terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan
(neeti), dorongan (drive), dan tujuan (goals ).
Motivasi kadang – kadang dipakai silih berganti dengan istilah – istilah
berganti lainnya, seperti misalnya kebutuhan (neeti), keinginan (want), dan
dorongan (drive) atau impuls. Orang yang satu berbeda dengan yang lainnya
selain terletak pada kemampuannya untuk bekerja juga tergantung pada keinginan
mereka untuk bekerja atau tergantung pada. Dorongan ini yang menyebabkan
mengapa seorang itu berusaha mewncapai tujuan – tujuan, baik sadar ataupun
tidak sadar. Tujuan adalah suatu yang ingin dicapai yang berada diluar diri
individu.
Semua kebutuhan itu bersaing, artinya diantara semua kebutuhan itu
manakah yang paling kuat mendorong, sehingga prilakunya mengarah kepada
suatu tujuan berdasarkan kebutuhan. Suatu motivasi cenderung mengurangi
kebutuhannya mana kala tercapainya suatu kepuasan (Miftah Thoha, 1983 :2 ).
2.3 Model Umum Tentang Motivasi
Walaupun terdapat banyak pandangan yang bertentangan satu sama lain
tentang motivasi, hal mana disebabkan oleh konseptualisasi yang berbeda –
berbeda fenonim tersebut, studi tentang berbagai kelompok usia yang berbeda dan
jenis kelamin, penggunaan metode - metode observasi (pengamatan) yang berbeda
- beda, dan pengukuran pada unit - unit yang berbeda dengan pusat perhatian
pada variaebl – variable berbeda.
Model tersebut mempunyai 4 macam model yaitu :
1. Pembangkit tekanan ( Tension Arousal )
2. Tindakan ( Action )
3. Sebuah perangsang ( An Incentive )
4. Pengurangan tekanan ( Tension Treduction )
Model yang digenerasikan tersebut menujukan bahwa secara keseluruhan
motivasi dapat di anggap sebagai suatu proses homeostatik (Dr. Winardi, SE,
2000 : 8 )
2.4 Gaya Dasar Kepemimpinan
Dalam hubungannya dengan prilaku pemimpin ini, ada dua hal biasanya
dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya, yakni : prilaku
mengarahkan dan prilaku mengukung.
Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh mana seorang
pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam
komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya
dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya bisa
dikerjakan.
Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan
diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan
dan dorongan, memudahkan interaksi dan melibatkan para pengikut ditempatkan
pada dua poros yang terpisah dan berbeda seperti terlihat dalam gambar 2.1
sehingga dapat diketahui empat gaya dasar kepemimpinan ( Miftah Thoha,
1983 :1 ) ( Kepemimpinan dalam manajemen ).
Tinggi
Rendah Perilaku Mengarahkan Tinggi
Dalam gaya 1 ( G 1 ), seorang pemimpin menunjukkan prilaku yang
banyak memberikan pengarahan namun sedikit dukungan. Pemimpin ini
memberikan intruksi yang spesifik tentang peranan dan tujuan bagi pengikutnya,
dan secara ketat mengawasi pelaksanaan tugas mereka. Dalam gaya 2 ( G 2 ),
pemimpin menunjukkan prilaku yang banyak mengarahkan dan banyak
memberikan dukungan. Pemimpin dalam gaya seperti ini mau menjelaskan
keputusan dan kebijaksanaan yang ia ambil dan mau menerima pendapat dari
pengikutnya. Tetapi pemimpin dalam gaya ini masih tetap harus turut
memberikan dukungan namum sedikit dalam dalam pengarahan. Dalam gaya
seperti ini pemimpin menyusun keputusan bersama – sama dengan para
pengikutnya. Pada gaya 3 ( G 3 ), prilaku pemimpin menekankan lebih banyak
Tinggi dukungan dan rendah pengarahan
G3
Tinggi pengarahan dan rendah dukungan
G1
Rendah dukungan dan rendah pengarahan
G4
Tinggi pengarahan dan Tinggi dukungan
G2
memberikan dukungan namun sedikit pengarahan. Dalam gaya seperti ini
pemimpin menyusun keputusan bersama dengan para pengikutnya dan
mendukung usaha – usaha mereka dalam menyelesaikan tugas. Adapun gaya 4
( G 4 ), pemimpin memberikan sedikit dukungan dan sedikit pengarahan.
Pemimpin dengan gaya seperti ini mendelekasikan keputusan – keputusan dan
tanggung jawab pelaksanaan tugas pada pengikutnya. ( Miftah Thoha, 1983 : 14 )
2.5 Tipe – Tipe Pemimpin
Pemimpin dapat dibedakan dari gaya yang leh pemimpin tersebut. Gaya
kepimpinan ini dapat dibedakan dalam beberapa tipe yaitu :
1. Tipe Pemimpin Diktator
Tipe pemimpin ini dapat mengendalikan bawahannya adalah dengan
bergaya diktator, pemimpin ini memegang kekuasaan mutlak, tidak terbatas dan
menggunakan kekuasaan sesuka hatinya. Tipe pemimpin banyak bersifat negatif.
Ia selalu menakut – nakuti bawahannya dengan berbagai ancaman dengan sanksi
sp, penurunan pangkat, pemotongan gaji, dan pemecatan. Dengan cara ini
pemimpin akan dapat mencapai sasarannya, tetapi sangat diragukan apakah
kualitas dan kuantitas hasil kerja bawahannya dapat dipertahankan. Tipe
pemimpin ini sangat sering menimbulkan suasana kerja yang tidak
menyenangkan, akhirnya menyebabkan terjadi mogok atau mangkir kerja
sehingga banyak karyawan yang akan dikeluarkan.
2. Tipe Pemimpin Otoriter
Pemimpin seperti ini ingin berkuasa sendiri dan tidak mau melimpahkan
wewenang terhadap bawahannya atau orang lain. Para bawahan harus patuh, taat
dan menuruti segala perintah. Pengawasan yang dilakukan sangat ketat, dan
pemimpin ini tidak memberikan informasi kepada bawahannya sehingga bawahan
sangat tergantung kepadanya. Apabila atasan tidak ada para bawahan tidak
bekerja sebagaimana mestinya, karena biasa di awasi secara ketat dan sangat
tergantung kepada pemimpin. Suasana kerja yang tercipta dalam kondisi
pimpinan seperti ini tidak akan nyaman, ketidak nyamanan ini bisa menjurus
kepada kekacauan.
3. Tipe Pemimpin Demokrasi
Dalam menjalankan pimpinan yang demokratis ini selalu minta bantuan
dan saran dari bawahannya, dan akan selalu mengajak mereka secara bersama-
sama memecahkan persoalan yang berhubunga dengan pekerjaan mereka. Pada
umumnya tipe pemimpin seperti ini tidak berhasil memimpin kelompok akan
tetap bekerja baik walaupun tidak ada pengawasan, juga mereka telah terbiasa
menghadapi persoalan dan terlatih untuk memecahkannya. Pemimpin yang
demokratis ini dengan sukarela mendelegasikan wewenang kepad bawahannya, ia
selalu berusaha menciptakan suasana kerja saling hormat menghormati.
4. Tipe Pemimpin Birokratis
Tipe pemimpin ini adalah berpegang teguh pada peraturan, kebijakan dan
prosedur kerja yang berlaku pada perusahaan. Pemimpin ini memandang
peraturan yang tercipta merupakan dasar wewenang dan kepastian untuk
mengambil tindakan terhadap bawahan. Dalam menjalankan tugasnya pemimpin
ini bersikap seperti seorang polisi yang menjalankan tugas serta mengawasi
peraturan.
5. Tipe Pemimpin Bebas
Orang yang termasuk pemimpin tipe ini sebenarnya bukanlah pemimpin
hanya karena di angkat sehingga dalam pelaksanaannya ia taidak berwibawa sama
sekali. Pemimpin bebas seperti ini mungkin saja seperti pemimpin symbol saja,
yang sedikit kekuasaannya. Ia tidak akan di hormati dan di taati oleh
bawahannya. Sebagai suatu gaya kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu
pola prilaku yang dibentuk untuk diselaraskan dengan kegiatan – kegiatan
organisasi dan karyawan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(Mulia Nasution, SE, 1994 : 34)
2.6 Penelitian Terdahulu
1. Menurut Abdullah ( 1992 ) dalam penelitiannya yang berjudul Motivasi
dan Produktivitas Sumber Daya Manusia pada PT. Asean Fertilizer,
Lhokseumawe menyimpulkan bahwa produktivitas perusahaan meningkat
bila terlebih dahulu ditetapkan sasaran produktivitas pada setiap faktor
atau kunci keberhasilan dan motivasi kerja karyawan masing – masing
dengan menggunakan motivasi yang sesuai dan penempatan personil pada
tempat yang tepat telah dilaksanakan oleh pihak manajemen.
2. Menurut Amru ( 2000 ) dalam penelitiannya yang berjudul Analisa
Motivasi dan Prestasi Kerja Pada Dinas Perdagangan Kabupaten Aceh
Utara, bahwa pemberian motivasi kerja karyawan dapat meningkatkan
semangat dan kegairahan kerja. Semangat kerja dan kegairahan kerja
dapat meningkatkan prestasi kerja.
3. Menurut Asnawi ( 2006 ) dalam penelitiannya dengan menggunakan
program SPSS ( Statistical package for social science ) menunjukan bahwa
variable gaya kepemimpinan autoriter tidak berpengaruh terhadap kinerja
karyawan pada tingkat signifikasi 95% yang diperlihatkan oleh t hitung
0,486 < t table 1,699, Jadi variable ini tidak berpengaruh nyata sehingga
hipotesa Ho ditolak dan Hi diterima.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Suryatama Cunda Lestari di jalan baru,
Simpang jam, Lhokseumawe. Objek penelitian ini adalah karyawan PT.
Suryatama Cunda lestari, sedangkan ruang lingkup kajian penelitian ini adalah
mengenai motivasi kerja karyawan dilingkungan tersebut.
3.2 Responden
Untuk menggumpulkan beberapa data primer, responden yang penulis
ambil adalah pimpinan dan karyawassn PT, Suryatama Cunda Lestari yang
berjumlah 20 orang yang keseluruhannya merupakan karyawan PT. Suryatama
Cunda Lestari.
3.3 Sumber Data
Data primer di peroleh dengan melakukan serangkaian wawancara dengan
responden dan melakukan observasi langsung ke objek penelitian. Untuk
membantu penelitian ini diperlukan juga data sekunder yang dapat mendukung
data primer, data sekunder ini penulis peroleh dengan mengadakan penelitian di
perpustakaan, yaitu untuk mencari berbagai landasan teoritis dan hasil – hasil
penelitian yang pernah dilakukan yang relevan dengan masalah tersebut diatas.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mempermudah dalam mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1. Observasi ( pengamatan ), yaitu dengan mengadakan pengamatan
langsung ketempat yang menjadi objek penelitian sehingga di peroleh
data yang sesuai. Objek yang di observasi yaitu melihat gaya
kepemimpinan demokrasi dengan motivasi kerja karyawan.
a. Interview ( wawancara ) yaitu dengan mengadakan wawancara
secara lansung dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan
dengan responden pada objek penelitian dan pimpinan PT.
Suryatama Cunda Lestari.
2. Quesioner yaitu dengan membuat daftar pertanyaan yang berisikan
serangkaian pertanyaan mengenai perusahaan yang berhubungan
dengan penulisan ini.
( daftar pertanyaan terlampir )
3.5 Pengumpulan data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan penelitian
secara langsung dari lapangan. Data primer yang dimaksud adalah data hasil
penelitian, seperti hasisl wawancara atau pengisian kuesioner. Dalam
melakukan pegumpulan data primer, peneliti melakukan observasi dilapangan.
Besar jumlah data primer yang diperlukan sesuai dengan pendapat Slovil,
digunakan rumus :
n= N
1+N e2……………… ………………………………………… …………………………….(3.1)
Dimana :
n = Ukuran sampel
N = Ukuran populasi
e = Persen kelonggaran kesalahan dalam penelitian ( 50 % = 0,05 )
Besarnya tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
95 % dan tingkat kesalahan 5 %.
Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner
Yaitu :
1. Pada saat pengisian kuesioner oleh responden, kehadiran penelitian
tidak diperlukan.
2. Pembagian dapat dilakukan serentak kepada responden.
3. Pengisian kuesioner menurut waktu senggang ataupun kecepatan dari
tiap responden
4. Pembuatan kuesioner dapat anonym supaya responden bebas dan jujur
dalam menjawab.
5. Pembuatannya dapat distandarisasikan sehingga setiap responden akan
Memperoleh pertanyaan yang sama.
Selanjutnya yang perlu dipertimbangkan dengan baik adalah masalah
penentuan jumlah butiran pertanyaan. Sebab jika jumlah pertanyaan sedikit, maka
pengisian kuesioner bisa berlangsung cepat, tetapi cendrung tidak mampu
mengungkapan data yang ingin diteliti. Sebaliknya, jika jumlah pertanyaanss
banyak, maka kemungkinan besar data yang diperoleh sudah lengkap, tetapi
responden akan merasa letih dan malas untuk mengisi kuesioner itu. Oleh karena
itu yang penting untuk diperhatikan adalah pertama, bahwa semua dimensi yang
ingin di teliti sudah terwakili dalam pertanyaan, minimal satu butir untuk tiap
indicator. Kedua, bahwa peneliti tidak memasukan butir – butir pertanyaan yang
tidak diolah atau kurang perlu.
3.6 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data primer yang diperoleh oleh pihak lain atau data
pimer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpulan data primer
atau pihak lain dalam bentuk tabel atau diagram. Umumnya, data ini digunakan
untuk memberikan gambaran tambahan, pelengkap ataupun untuk diproses lebih
lanjut. Metode pengumpulan data sekunder sering juga disebut pengumpulan
bahan dokumen karena penelitian meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen
yang dihasilkan oleh pihak lain. Data dapat diperoleh oleh peneliti dari berbagai
media, Badan Pusat Statistik ( BPS ), lembaga pemerintah atau swasta, lembaga
penelitian, hasil penelitian individual, dan study pustaka.
3.7 Validitas
Validitas menunjukan seberapa jauh suatu alat ukur dapat mengungkapkan
Dengan jitu gejala atau bagian – bagian gejala yang hendak diukur dan seberapa
jauh alat pengukuran dapat memberikan reading yang teliti. Jadi ada dua unsure
yang tidak dapat dipisahkan dari prinsip validitas, yaitu kejituan dan ketelitian.
Menurut (Sutrisno Hadi, 1980 ), validitas dapat di bedakan atas lima jenis
yaitu :
1. Face Validity
Bagaimana kelihatannya suatu alat pengukuran benar – benar mengukur
apa yang hendak diukur disebut Face Validity, validitas lahi. Jika alat
pengukuran tampaknya sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang
hendak diukur, objek akan menunjukan kegunaannya untuk melakukan secara
maksimal apa yang diminta kepadanya.
2. Logical validity
Validitas logical kadang – kadang disebut juga Construk Validity, validitas
kontruksi, atau validitas by definition karena bertitik dari kontruksi teoritis
tentang factor – factor yang hendak diukur oleh suatu alat pengukur. Misalnya,
jika suatu penelitian ingin mengukur pengetahuan perbendaharaan kata, dan jika
menurut defenisi peneliti bahwa apa yang dimaksud sebagai pengetahuan adalah
kecakapan membuat perbatasan – perbatasan, dan apa yang dimaksud sebagai “
perbendaharaan kata adalah kata – kata yang bisa digunakan oleh anak – anak
normal umur sepuluh tahun “ maka defenisi itu dapat di nilai apakah pengujian
tersebut benar – benar menyelidiki apa yang dimaksudkan. Jika ada kecocokan
yang valid antara item dengan definisi, maka item dipandang valid, dan
sebaliknya invalid.
3. Factory Validity
Penilaian terhadap validitas faktor suatu alat pengukur harus ditinjau dari
segi apakah item – item yang disangka mengukur faktor – faktor tertentu adalah
benar – benar telah memenuhi fungsi mengukur yang dimaksudkan.
4. Validity Content
Content validity adalah isi semakin mendapat perhatian yang luas ini
terutama dalam pengukuran – pengukuran kemajuan belajar. Validitas ini
digunakan bukanlah untuk mencari apa yang tidak diketahui oleh objek,
melainkan apa yang telah diketahui olehnya.
5. Empirical Validity
Validitas empiris selalu menggunakan bagaimana derajat kesesuaian
antara apa yang dinyatakan oleh hasil pengukuran sebagai kreteria dengan
keadaan yang nyata. Misalnya, suatu alat pengukur kecakapan dalam tinggi
kenyataannya sukses yang dicapai oleh alat itu dalam memprediksi orang – orang
yang dinyatakan baik atau buruk dalam memimpin perusahaan.
Metode perhitungan validitas yang dapat digunakan untuk menguji skala
continue dengan tiga atau lebih angka skala ( misalnya, skala likert dan bipolar )
adalah metode moment produk person. Untuk menghitung korelasi moment
produk metode ( Suharsimi Arikontu, 2000 : 255 ) dapat dinyatakan dengan
rumus :
r xy=N ¿¿¿
Dimana :
r xy = Korelasi produk moment
N = Jumlah Responden
∑x = Total Bobot Penelitian Peringkat
∑y = Total Penilaian Persepsi Responden Terhadap Atribut Pertanyaan
Korelasi atau r dalam kasus moment produk pearson berada dalam rentang
( r ) = -1,00 sampai r = + 1,00 sebagai nilai bebas. Jika r = 0, berarti tidak ada
hubungan antara variabel – variabel yang diteliti.
Untuk pengujian ini dilakukan statistic tujuan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
t 0=√ n−21−r2 dengandk=n−2 ……………………………… ..(3.3)
Dimana :
R = Nilai korelasi produk moment
N = Jumlah kuesioner
t = Tabel tujuan dengan df = n – 2
Kriteria pengujian adalah tolak Ho jika harga dari rumus diatas lebih besar
dari pada tujuan yang didapat dari tabel distribusi tujuan dengan α yang dipilih.
Korelasi moment produk digunakan bila ditujukan untuk menentukan
keterkaitan atau kovariasi antara dua variabel. Subjek dalam pengukuran ini
mempunyai sekurang – kurangnya dua pengukuran, misalnya satu adalah variabel
x dan lainnya adalah variabel y, untuk x dan y berhubungan untuk tujuan ini,
secara umum digunakan sekitar 30 subjek penelitian ( Sylvia Adelina, 2002 ).
Yang menjadi masalah adalah kapan korelasi r dapat dipertimbangkan
tinggi atau rendah. Menurut Sevilla, dkk dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Metode Penelitian, korelasi tinggi atau rendah secara umum tergantung pada sifat
variabel yang diteliti. Namun demikian, sudah ada pengkategorian khusus yang
dapat digunakan dan telah disepakati dalam statistiik.
Antara ± 0,80 sampai dengan ± 1,00 Korelasi tinggi
Antara ± 0,60 sampai dengan ± 0,79 Korelasi agak tinggi
Antara ± 0,40 sampai dengan ± 0,59 Korelasi sedang
Antara ± 0,20 sampai dengan ± 0,39 Korelasi rendah
Antara ± 0,01 sampai dengan ± 0,19 Korelasi tak berarti
Jika hasil penelitian ingin digenerasikan pada populasi yang telah
ditentukan, maka korelasi dapat diuji melalui signifikasi statistika. Untuk kasus
ini r yang diperoleh adalah estimasi parameter populasi ( rho ). Dapat juga
dibandingkan dengan nilai tujuan tabel dari korelasi moment produk pearson
dengan df – N dan tingkat signifikasi tertentu, biasanya 0,05 atau 0,01. ( Sylvia
Adelina, 2002 ).
3.8 Reliabilitas
Reliabilitas menunjukan sejauh mana hasil suatu pengukuran relative
konsisten apabila dilakukan pengukuran pada aspek yang sama dengan alat ukur
yang sama pula, atau disebut juga Internal Consistensy Rehability. Oleh karena
itu, persoalan kemantapan reading atau konstanta hasil pengukuran.
Prosedur yang lazim yang digunakan untuk menilai reliabilitas pengukuran
adalah mencari petunjuk atau indeks hubungan antara hasil pengukuran pertama
dengan hasil – hasil pengukuran ulangan. Indeks hubungan itu disebut kosefisien
korelasi.
Ada dua asumsi dasar dalam perhitungan koefisien korelasi, yaitu :
1. Bahwa gejala atau cirri gelaja berubah dari satu dengan pengukuran ke
pengukuran lainnya
2. Bahwa pengukuran berikutnya adalah pengukuran yang mendahuluin
pengukuran yang lain.
Secara konsep, reliabilitas mencerminkan bagaimana baiknya skor
observasi berkorelasi dengan skor sebelumnya. Dalam prakteknya ada
beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakan keandalan,
antara lain :
a. Teknik ulangan
Teknik ulangan menggunakan alat pengukuran yang sama
kepada sejumlah objek yang sama pada saat yang berbeda.
Kelemahan teknik ini adalah meskipun berasumsi bahwa tidak
ada perubahan gejala antara waktu pengukuran pertama dengan
pengukuran kedua, tetapi adanya pengukuran ulangan itu
sendiri cenderung dapat mengubah gejala. Misalnya, bila
pengukuran dilakukan dengan kuesioner, beberapa responden
mungkin akan mempersoalakan jawaban yang lama. Jika
terhadap sebuah pertanyaan dahulu mereka menjawab “ sangat
setuju “ , maka dalam pengukuran kedua jawabannya bisa
berubah menjadi “ ragu – ragu “ .
b. Teknik Belah Dua
Prosedur yang lazim digunakan pada metode ini adalah
dengan menggelompokan item – item ganjil dalam sebuah
kelompok dan item – item genap dalam kelompok lain. Ini
disebut teknik genap – ganjil. Item yang dibelah dua, baik
secara genap – ganjil maupun random, harus merupakan item –
item yang homogeny.
c. Cronbach’s Alpha
Metode ini menunjukan bagaimana tingginya butir – butir
dalam kuesioner berkorelasi. Alpha digunakan jika skor
instrument bukan 1 atau 0 dan uji coba dilakukan sekali saja
kemudian hasilnya dianalisa. Biasanya metode ini dikerjakan
dengan menggunakan bantuan paket statistic sebab memiliki
banyak butir ( pertanyaan ).
Metode cronbach’s alpha dihitung dengan menggunakan korelasi antara
Rizal M, 2000, Analisa Sistem Antrian Pada SPBU Kuta Alam, Banda Aceh: Unsiyah.
P, Siagian, 1987, Penelitian Operasional, Jakarta: Cet 1, U1 Press.
Skripsi, Rahmawati, 2007, Penelitian Analisa Sistem Antrian Pada SPBU Kuta Blang, Unima Lhokseumawe: Fakultas Teknik Industri Skripsi , Amri, 1998, Penelitian Menentukan Jumlah Loket Yang Optimum Pada Kantor Pos Lhokseumawe,Unimal Lhokseumawe: Fakultas Teknik Industri.