KRISIS TIROID
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKrisis tiroid merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan endokrin. Pengenalan dan manajemen yang tepat
diperlukan untuk mencegah mortalitas dan morbiditas akibat penyakit
ini. Di Amerika Serikat rentang usia kejadian tirotoksikosis pada
neonatal terjadi 1-2% dari neonatus yang dilahirkan pada ibu dengan
penyakit Graves. Bayi yang masih di bawah 1 tahun kasusnya hanya
sekitar 1%. Lebih dari dua per tiga kasus tirotoksikosis yang
terjadi pada anak-anak berada pada rentang usia 10-15 tahun. Secara
keseluruhan, tirotoksikosis terjadi pada rentang usia 30-40 tahun,
hal ini menunjukkan krisis tiroid paling banyak terjadi pada
rentang usia ini (Misra, 2012). Menurut Jameson L & Weetman A
(2001) insidensi dari krisis tiroid ini sendiri kurang dari 10%.
Namun demikian, rerata mortalitas dari krisis tiroid ini sendiri
mencapai 20-30%. Misra et al (2012) mengungkapkan bahwa rata-rata
kematian pada orang dewasa sangat tinggi mencapai 90%, jika pada
awal pasien tidak terdiagnosa dan jika pasien tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat. Di jepang kasus definitif untuk krisis
tiroid berjumlah 282 kasus dan suspected case berjumlah 72 kasus.
Rerata kematian dari kasus definitive sejumlah 11%, sedangkan
jumlah kasus yang suspected sejumlah 9.5% (Akamizu, 2012) . Dari
gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa insidensi mortalitas pada
krisis tiroid masih cukup tinggi.
Insidensi mortalitas yang cukup tinggi di atas semata-mata
terjadi tidak hanya karena penanganan yang lambat dan tidak
adekuat. Hal ini juga cukup dipersulit dengan penegakkan diagnosis
klinis yang tidak bisa berdasarkan hasil biokimiawi semata karena
diagnosis klinis krisis tiroid hanya bisa ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis pasien. Sehingga, ketika melihat tanda dan gejala
yang mengarah ke kejadian krisis tiroid perlu sesegera mungkin
untuk mengambil tindakan. Rebecca (2011) menyatakan bahwa
kecurigaan terhadap terjadinya krisis tiroid sudah cukup untuk
menjadi dasar tindakan agresif. 1.2 Tujuan
Makalah tentang krisis tiroid ini disusun dengan tujuan :1.
Memahami definisi, etiologi, dan manifestasi klinis dari krisis
tiroid
2. Memahami diagnosis dan patofisiologi dari krisis tiroid3.
Memahami manajemen farmakologis krisis tiroid4. Memahami rencana
asuhan keperawatan pada pasien dengan krisis tiroid1.3 Sistematika
PenulisanMakalah ini disusun dengan menggunakan berbagai sumber
seperi textbook, hasil-hasil penelitian, dan tulisan-tulisan
menganai krisis tiroid baik dari dalam maupun luar negeri. Makalah
ini disusun dengan mekanisme penulisan sebagai berikut :BAB I,
merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang dari penyusunan
makalah ini. BAB II merupakan konsep dasar krisis tiroid yang
meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, manajemen keperawatan, dan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan hasil literature review. BAB III berisi rencana asuhan
keperawatan, dan BAB IV berisikan penutupBAB IIKONSEP KRISIS
TIROID2.1 Anatomi dan Fisiologis Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah kedua sisi laring dan
terletak disebelah anterior trakea. Kelenjar tiroid mensekresi dua
macam hormon yaitu hormon tiroid dan kalsitonin. Setiap menitnya
jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-kira lima kali
lebih besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri (Guyton,
1997). Kira-kira 93 persen hormon-hormon aktif metabolisme yang
disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin (t4) dan
triiodotironin (T3). Namun, hampir semua tiroksin akhirmya akan
diubah menjadi triioditironin di dalam jaringan, sehingga secara
fungsional keduanya penting (Guyton, 1997) .
Sekitar 75% dari T4 dan 70% dari T3 berikatan dengan tiroid
binding globulin (TBG). hanya sejumlah kecil dari hormon T3 (0.3%)
dan T4 (0.03%) yang tidak berikatan dan berdifusi ke jaringan
perifer. Hormon T3 dan T4 yang tidak terikat inilah yang akhirnya
akan menjadi hormon yang aktif di dalam tubuh.
Hormon tiroid memiliki efek terhadap mayoritas organ dan
jaringan di dalam tubuh, kecuali organ otak pada orang dewasa,
limpa, testis, uterus, dan kelenjar tiroid itu sendiri. Hormon
tiroid berperan besar. dalam pertumbuhan dan metabolisme yang
terjadi di dalam tubuh.2.2 Definisi
Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan
suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari kondisi hipertiroid dengan
karakteristik kegagalan organ pada satu atau lebih sistem organ.
Senada dengan pernyataan di atas, Hudak & Galo (2010)
menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan keadaan krisis terburuk
dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan
kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani.Dari pernyataan
di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa krisis tiroid merupakan
suatu bentuk kegawatdaruratan yang merupakan suatu keadaan
eksaserbasi lanjut dari tirotoksikosis dengan karakteristik
dekompensasi organ yang dapat dengan segera menimbulkan kematian
jika pasien tidak mendapatkan penangan segera dan adekuat.2.3
EtiologiPenyebab paling sering terjadinya krisis tiroid adalah
penyakit grave. Penyakit grave merupakan penyakit autoimun yang
dimediasi oleh antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi
sintesis hormon tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali
(Nayak, 2010). Selain itu penyebab lainnya yang terjadi berupa
hipertiroidisme eksogen, tiroiditis, goiter nodular toksik, dan
kanker tiroid. Obat-obat tertentu seperti prosedur radiografi atau
amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat mencetuskan terjadinya
status tirotoksik karena mengandung iodin yang tinggi (Hudak &
Galo, 2010).Krisis tiroid juga dapat dicetuskan oleh suatu kondisi
tertentu. Menurut Hudak & Galo (2010) faktor pencetus
terjadinya kritis tiroid seperti infeksi, penyakit medical yang
bersamaan (infark miokard, penyakit paru), kehamilan, dan
pengobatan (terapi steroid, -blocker, narkotik, alkohohol, terapi
glukokortikoid, terapi insulin, diuretik tiasin, fenitoin,
agen-agen kemoterapi, dan agen-agen inflamasi nonsteroid), tumor
pituitary, terapi radiasi pada leher dan kepala, penyakit autoimun,
prosedur pembahasan neurologi, metastasis malignasi, pembedahan,
penyakit yang berkepanjangan, syok, postpartum, dan trauma.Kritis
tiroid dilaporkan terjadi pada pasien dengan trauma. Seorang pria
berusia 40 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. Pria tersebut
mengalami kontusio multiple dan abrasi pada semua ekstremitas. Gcs
pasien= 15. Kondisi hemodinamik pasien stabil dan hasil
laboratorium darah lengkap, glukosa darah, fungsi renal dan
elektrolit dalam batas normal. Namun, setelah beberapa jam kondisi
sensoris pasien semakin menurun dan pasien mengalami bingung dan
stupor. Suhu tubuh meningkat mencapai 38.4o C dan nadi mencapai
140/menit. T3 pasien 7pg/ml (1.4-4.4), T4 = 2.2 (0.8-2) dan TSH
45
25-44
< 25Thyroid storm
Impending Storm
Storm Unlikely
Sumber : (Burch and Wartofsky, 1993 (21) dalam ATA & AACE,
2011)
Adapun kesimpulan dari scoring ini adalah jika skor pasien >
45 maka pasien didiagnosis mengalami krisis tiroid. Skor 25-44
menunjukkan kondisi ini segera terjadi krisis tiroid dan jika skor
< 25 menunjukkan tidak terjadi krisis tiroid. Selain Burch and
Wartofsky (BW) scoring sebagai alat untuk menilai kriteria
diagnosis krisis tiroid, Japan Thyroid Association dan Japan
Endocrine Society (JTA/JCE) juga memiliki kriteria diagnosis krisis
tiroid. Kriteria diagnosis yang dirumuskan oleh JTA/JCE ini jauh
lebih mudah dan sederhana jika dibandingkan dengan BW scoring.
Dibawah ini merupakan kriteria diagnostic krisis tiroid menurut
JTA/JCE :Tabel 1.2
Diagnostic Criteria For Thyroid Storm of Japan Thyroid
Association and Japan Endocrine Society
Essential criterion symptoms :Symptoms :
Presenece of thyrotoxicosis (elevation of free T3 and/or T4)1.
Symptoms involving the central nervous system
2. Fever ( 38oC)
3. Tachycardia ( 130/min)4. Symptoms of heart failure5.
Gastrointestinal system
Cases definitely diagnosed as having thyroid storm :Satisfaction
of the essential criterion and at least one of the following
criteriaa. Central nervous system symptoms + one more of the
symptoms, orb. 3 or more symptoms other than those of central
nervous systemCases suspected of having thyroid storm :
a. Satisfaction of essential criterion + 2 symptoms other than
those of central nervous system, orb. Satisfaction of essential
criterion is not confirmed, but positive history of thyroid disease
+ exopthalmos + goiter are present and criterion a or b for
definite case is satified
Sumber : Journal Thyroid Research (2011)2.7 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Laboratorium
Seperti yang telah dijelaskan di atas penegakkan diagnosa krisis
tiroid berdasarkan temuan-temuan klinis, bukan berdasarkan hasil
laboratorium. Hasil laboratorium dapat berguna untuk
mengidentifikasi faktor pencetus.
Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan seperti peningkatan
kadar serum total dan konsentrasi T3 bebas, peningkatan T4, dan
penekan level TSH. Gambaran laboratorium lain berupa leukositosis,
abnormalitas enzim liver, hiperglikemia, hiperkalsemia, dan
peningkatan glikogenolisis. Hiperkalsemia dapat ditemukan karena
hormon tiroid dapat menstimulasi resorpsi tulang (misra; 2012,
nayak; 2010) 2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan
ultratiroid scan. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan keadaan dari
hipertiroidisme yang ditunjukkan dengan gambaran khas dari basedows
disease atau nodular goiter dengan karakteristik warna-pola Doppler
dari hiperaktivitas kelenjar tiroid. Sehingga, hal ini dapat
membedakan kelenjar normal dengan mudah (Migneco et al, 2005).
Studi pencitraan lain yang dapat dilakukan adalah radiografi
dada. Radiografi dada berguna untuk menunjukkan adanya pembesaran
jantung dan menunjukkan adanya oedema paru yang disebabkan karna
adanya pembesaran jatung ataupun infeksi paru. Selain itu, dapat
dilakukan CT scan untuk menilai fungsi neurologis pasien (Misra,
2010).
3. Pemeriksaan LainnyaPemeriksaan lain yang dapat dilakukan
adalah ECG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memonitor cardiac
aritmia, dimana kasus atrial fibrilasi paling banyak ditemukan pada
pasien dengan krisis tiroid. Aritmia yang lain seperti halnya
flutter, ventrikular takikardi juga dapat terjadi pada kasus ini
(Misra, 2010).
2.8 Manajemen FarmakologisMenurut Urden (2010), pada dasarnya
manajemen farmakologis pada krisis tiroid terbagi menjadi tiga,
yaitu memblok sintesis dan pengeluaran hormon tiroid, memblok dan
menghambat konversi dari T4 menjadi T3, dan Menurunkan
sensiitivitas seluler peripheral terhadap katekolamin
Pengobatan yang pertama menggunakan Prophyltiouracil (PTU) atau
methimazole yang akan memblok sintesis dari hormone tiroid dan
menghambat konversi dari T4 menjadi T3. Dosis PTU 200-250 mg setiap
4 jam secara oral atau melalui NGT. Perawat harus memonitor tanda
dari perdarahan dan penurunan jumlah platelet (Dahlen, 2002; Dulak,
Kaplow & Hardin, 2007)
Satu sampai dua jam kemudian diberikan iodine solution (lugol)
yang bertujuan untuk mencegah pengeluaran dari penyimpanan hormon
tiroid ke seluruh tubuh. Dosis ini diberikan 8 tetes setiap 6 jam
secara oral atau melalui ngt (Dahlen, 2002; Dulak, Kaplow &
Hardin, 2007 dalam Bray, 2010).
Untuk melawan efek beta adrenergic dari krisis tiroid seperti
takikardi, tremor, dan gelisah dapat diberikan beta blocker.
Perawat dapat memberikan propanolol 60-120 mg IV setiap 6 jam.
Fungsi cardiac pasien harus senantiasa dimonitor. Propanolol
merupkan drug of choice karena tidak hanya sebagai beta blocking
tetapi juga dapat mengurangi HR, dan memblok konversi dari T4
menjadi T3. Propanolol sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan
PPOK karena berpotensi terjadi bronkospasme. Pada kasus ini beta 1
selective blocker dapat menjadi pilihan (Dahlen, 2002; Dulak,
Kaplow & Hardin, 2007 dalam Bray, 2010)
Menurut Urden (2010), beberapa pasien dengan krisis tiroid
mengalami insufisiensi adrenal. Sehingga perlu diberikan
deksametason ataupun hidrokortison. Hidrokortison berguna untuk
menekan kortisol dari kelenjar adrenal. Perawat dapat memberikan
100 mg iv setiap 8 jam dan memonitor glukosa dan elektrolit
(Dahlen, 2002; Dulak, Kaplow & Hardin, 2007 dalam Bray,
2010)
Dibawah ini merupakan manajemen farmakologis yang
direkomendasikan oleh American Thyroid Associaton (ATA)/American
Associations of Clinical Endocrinologists (2011) pada pasien dengan
krisis tiroid :Tabel 1.3Thyroid Storm : Drugs &
DosesDrugDosingComment
Prophyltiouracil500-1000 mg load,then 250 mg setiap 4 jamBlock
new hormone synthesis
Blocks T4-to-T3 conversion
Methimazole60-80 mg/dayBlocks new hormone synthesis
Propanolol60-80 mg every 4 hourConsider invasive monitoring in
congestive heart failure
Blocks T4 to T3 conversion in high doses
Alternate drugs : esmolol infusion
Iodine (Saturated solution of potassium iodide)5 drops (0.25mL
or 250 mg) orally every 6 hoursDo not start until 1 hour after
antithyroid drugsBlocks new hormone synthesis
Blocks thyroid hormone release
Hidrokortison300 mg iv load, then 100 mg setiap 8 jamBlock T4 to
T3 conversion
Prophylaxis against relative adrenal insufficiency
Alternative drug : dexamethasone
Sumber : Bahn et al (2011)
Esmolol merupakan salah satu alternatif obat beta blocker yang
direkomendasikan oleh ATA/AACE untuk mengatasi takikardi sebagai
respon dari hiperaktivtias adrenergik pada pasien dengan krisis
tiroid. Namun, terdapat sebuah studi yang mengungkapkan kegagalan
esmolol dalam menangani takikardi pada pasien dengan krisis tiroid
pasca sub-tiroidektomi. Kasus ini dialami seorang wanita berusia 33
tahun dengan berat 56 kg di China. Wanita ini mengalami
pembengkakkan di lehernya`secara progresif dalm kurun waktu 7
tahun. Sebelumnya, 4 tahun yang lalu wanita ini pernah didiagnosa
mengalmi hipertiroidisme. Dikarenakan kegagalan dari pengobatan,
akhirnya dilakukan operasi subtotal tiroidektomi dengan menggunakan
propofol dan infuse sufentanil sebagai anestesi umum. Setelah 30
menit, wanita ini sadar dan kemampuan nafas dinyatakan adekuat.
Namun demikian, wanita ini mengalami febris (38.6C), gelisah, dan
keringat berlebihan. Selain itu, arterial pressure 156/107 mm Hg
dan ECG menunjukkan terjadi sinus takikardi (154x/m). pasien ini
diduga mengalami krisis tiroid sehingga diberikan esmolol 30 mg
melalui intravena dan midazolam 5 mg. ice packs dan alcohol
sponging digunakan untuk menurunkan suhu tubuh, methimazole 20 mg
diberikan melalui ngt, dan hydrocortisone 100 mg dan nicardipine
0.25 mg diberikan melalui i.v. setelah 20 menit suhu tubuh pasien
menurun. Namun masih terrdapat takikardi dan hipertensi.
Selanjutnya esmolol kembali diberikan namun ternyata hipertensi dan
takikardi masih menetap. Tes fungsi tiroid terjadi kenaikan T3 dan
T4 serta penurunan TSH. Akhirnya pasien dbawa ke ICU dan pemberian
esmolol dihentikan dan pemberian diltiazem dilanjutkan. Pasien juga
diberikan perngobatan yang sama seperti sebelumnya yaitu
hidrokortison, PTU, dan iodine, setelah 10 jam pengobatan, kondisi
pasien stabil dan nadi pasien menurun menjadi 92x/m.
Zhong, HJ dan Yang, T.D (2012) mengungkapkan bahwa pada pasien
ini kemungkinan besar mengalami insensitivitas terhadap
beta-blocker. Hal ini mungkin disebabkan oleh abnormalitas sifat
dan jumlah beta adrenergic reseptor di jantung. Peningkatan dosis
pemberian beta blocker mungkin diperlukan untuk mengatasinya.Pada
kasus di atas ditemukan buruknya respon terhadap obat beta bloker
yang diberikan. Respon yang cepat dibutuhkan terhadap pengobatan
yang tidak sesuai agar tidak terjadi dampak yang lebih
buruk.Apabila dengan pengobatan konvensional seperti di atas tidak
berhasil, maka untuk menurunkan kadar hormon secara langsung dapat
menggunakan plasmaferesis, tukar plasma, dialysis peritoneal,
tranfusi tukar, dan charcoal plasma perfusion (Bakta, M, Suastika
K,1999).Penelitian yang dilakukan oleh Muller et al (2011)
bertujuan untuk mengetahui peran pertukaran plasma pada krisis
tiroid. Penelitian ini merupakan sebuah laporan kasus dimana
theurapetic plasma exchange (TPE) diberikan kepada 3 pasien lansia
yang dirawat karena mengalami krisis tiroid. Hasil menunjukkan
setelah pemberian TPE terdapat peningkatan kondisi klinis dan
biologis pasien. TPE memberikan efek membuang sitokin, putatives
antibodies, hormon tiroid dan ikatannya terhadap protein. 2.9
Manajemen Perioperatif
Riwayat pembedahan tiroid ataupun pembedahan tiroid dalam
keadaan tiroksikosis memiliki mortalitas yang tinggi pada akhir
abad ke 19. Hal ini disebabkan oleh krisis tiroid yang terjadi
pasca operasi. Pada tahun 1923, penggunaan iodine inorganik dapat
menurunkan mortalitas sampai kurang dari 1%. Kemudian, pada awal
tahun 1940 thionamide mulai digunakan untuk persiapan
pre-operasi.
Manajemen pre-operasi dari pasien tirotoksikosis dapat dibagi
menjadi 2 : persiapan elektif atau prosedur non urgen dan persiapan
prosedur emergensi. Pada keadaan non-urgen, terapi thionamide
sangat direkomendasikan dan akan menyebabkan keadaan eutiroidime
dalam beberapa minggu. Penggunaan iodine sebelum pre-operasi dapat
menurunkan vaskularitas kelenjar tiroid dan menurunkan aliran
darah. Namun, penggunaan iodine diindikasikan hanya jika penggunaan
thionamide tidak dapat ditoleransi.Pada persiapan preoperasi dari
pasien tirotoksikosis untuk prosedur emergensi, waktu merupakan hal
yang paling penting, Penurunan secara cepat level hormone tiroid,
kontrol pengeluaran hormon tiroid, dan kontrol dari manifestasi
perifer. Pada kondisi ini, regimen pengobatan sama dengan krisis
tiroidSebuah studi yang dilakukan Erbil et al (2007) tentang efek
lugol terhadap aliran darah pada kelenjar tiroid dan kepadatan
pembuluh darah mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh lugol dalam menurunkan vaskularitas pada kelenjar tiroid,
karena selama ini keefektivititasan dari pemberian lugol masih
menjadi perdebatan. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis
prospektif. 36 pasien dipilih secara acak untuk diberikan cairan
lugol sebagai preoperative treatement. Pada penelitian ini 17
pasien mendapatkan cairan lugol dan sisanya 19 pasien sebagai
kelompok kontrol. Penilaian dilakukan menggunakan USG pewarnaan
Dopler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian cairan lugol
pre operasi dapat menurunkan aliran darah, vaskularitas tiroid, dan
kehilangan darah pada saat proses tiroidektomi.
Setelah dilakukan tiroidektomi, tionamide dapat dihentikan 1
sampai 3 hari setelah operasi. Namun, terapi dengan reseptor
-adrenegik masih dibutuhkan dalam jangka waktu pendek, sekitar 7-8
hari dikarena waktu paruh dari T4.
2.10 Manajemen Keperawatan
Menurut Urden (2010), pada kasus emergensi krisis tiroid ini
perawat berperan dalam pemberian obat secara aman dan mengawasi
timbulnya efek samping obat, normalisasi suhu tubuh, rehidrasi dan
koreksi metabolik, serta dalam memberikan pendidikan kesehatan
terhadap klien.1. Medication Adminstration
Pemberian obat harus dilakukan secara aman dan sesuai dengan
prosedur. Perawat juga harus memahami efek yang ditimbulkan dari
obat-obatan yang diberikan. Seperti penggunaan beta blocker,
perhatikan efek samping apakah setelah diberikan obat terjadi
penurunan nadi dan tekanan darah secara cepat, bahkan timbul
cardiac arrest.2. Normalisasi suhu tubuh
Pada pasien dengan krisis tiroid memiliki suhu tubuh yang sangat
tinggi (hiperpiretik) berkaitan dengan kondisi hipermetabolik yang
dialami pasien. Perawat dapat mengurangi demam dengan penggunaan
ice packs. Selain itu, perawat dapat memberikan kompres pada
aksila, kepala, dan lipatan paha pasien. Asetaminopen (antipiretik)
dapat diberikan. Namun untuk aspirin dan salisilat tidak dapat
diberikan karena dapat meningkatkan level sirkulasi hormon tiroid
(Dahlen, 2002: Dulak, 2005 dalam Bray, 2010).
Selain dengan pemberian asetaminofen, Carrol dan Matflin (2011)
mengungkapkan bahwa chlorpromazin 50-100 mg setiap 6 jam sekali
dapat diberikan baik secara oral ataupun melalui intramuscular
(IM). CPZ dapat mengurangi hipertermi , karena efeknya langsung
pada termoregulasi sentral.3. Rehidrasi dan Koreksi Perubahan
Metabolik
Hipertermi, takipnea, diaphoresis, muntah, diare menyebabkan
pasien mengalami kekurangan cairan. Penggantian cairan dan
elektrolit perlu dilakukan secara cepat. Glukosa dapat diberikan
untuk menggantikan cadangan glikogen yang menurun, pemberian
insulin dapat dilakukan apabila terdapat kondisi hipeglikemi yang
dapat disebabkan oleh mobilisasi dari nutrisi maupun
glukokortikoid. Pengukuran kadar glukosa perlu diperlukan secara
berkala untuk mengetahui dosis insulin yang perlu diberikan,
Hiponatremia yang bisa disebabkan oleh muntah dapat dipantau
melalui hasil laboratorium serum. Pemberian cairan isotonis
diperlukan dalam kondisi ini. selain itu pemantaun kelembaban
mukosa, berat badan, dan intake output cairan perlu dipantau secara
berkala.
4. Pendidikan Kesehatan
Pasien maupun keluarga pasien perlu mendapatkan penjelasan yang
adekuat terkait kondisi krisis yang dialami pasien. Penjelesan yang
diberikan merujuk pada kondisi emosional dan tingkat kognitif
pasien. Penyebab dari demam tinggi, ansietas, dan disritmia cardiac
perlu dijelaskan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh keluarga
pasien maupun pasien itu sendiri. Sehingga, pasien maupun keluarga
memahami bahwa kondisi-kondisi tersebut merupakan hasil sirkulasi
kimia dalam tubuh dan untuk penangan awal dapat diatasi segera
dengan pengobatan secara konservatif.BAB III
Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajiana. Pemeriksaan Fisik
Penegakkan diagnosa krisis tiroid berdasarkan temuan-temuan
klinis. Seperti yang telah dijelaskan di atas penegakkan diagnosis
dapat menggunakan penilaian skor Burch & Wartofsky. Hasil
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut
hipertemi, ,palpitasi, nyeri dada, agitasi, delirium, dispnea,
oedema, diare, peningkatan produksi keringat, nyeri abdominal,
takikardi, dehidrasi, atrial fibrilasi, gagal jantung kongestif,
tremor, dan koma.
b. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan T3 dan T4
Hematologi : leukositosis
Fungsi hati : peningkatan ALT, AST, LDH, CK, alkalin pospatase,
dan bilirubin serum
asidosis metabolic
Hiperkalsemia
Hiperglikemia
c. Pemeriksaan Radiologis ECG : atrial fibrilasi, artimia
Ultrascan tiroid : gambaran klinis basedows disease atau nodular
goiter dengan karakteristik warna tertentu.2. Rencana
KeperawatanDiagnosa KeperawatanKriteria HasilIntervensi
Keperawatan
Penurunan curah jantung b.d gagal jantung dan status
hipermetabolikPasien akan tetap stabil secara haemodinamik TTV
dalam rentang normal
Nadi perifer teraba
Disritmia (-)
Pengisian kapiler (+) Berikan cairan iv sesuai Berikan
pengobatan i beta blocker Berikan oksigen sesuai indikasi
Lakukan pemeriksaan ECG secara teratur
Monitor tekanan darah, cvp
Dengarkan suara jantung, perhatikan apakah ada suara jantung
abnormal seperti gallops ataupun murmur
Awasi apakah pasien mengeluhkan nyeri pada dada Kaji nadi
pasien
Auskultasi suara nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan
Defisit volume cairan b.d status hipermetabolikPasien akan
normovolemik Balance input dan output cairan
Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi
(mucus lembab, crt < 2. Nadi dalam rentang normal (N=60-100
x/m) Kaji status volume cairan setap 1 jam Berikan cairan IV sesuai
indikasi (dapat diberikan dekstrose) Observasi tanda/gejala seperti
membran mucus kering, nadi lemah, kapiler, pengisian kapiler,
penurunan urin output, dan hipotensi. Monitor input dan output
cairan Berikan obat dan elektrolit sesuai indikasi Kaji semua data
laboratorium. Laporkan nilai elektrolit yang abnormal
Hipertermi b.d status hipermetabolikSuhu tubuh kembali sesuai
rentang suhu tubuh normal pasien Suhu normal 36.5-37.5 Nadi dan
pernapasan dalam rentanng norma
(N = 60-100x/m, RR = 16-20 x/m)
Keletihan tidak nampak Pantau suhu tubuh setiap 1 jam
Lakukan tindakan yang dapat menurunkan status tubuh pasien
(cooling pad, ice pack. Kompres dengan air biasa pada aksila,
kening. Leher, dan lipatan paha) Turunkan suhu tubuh pasien
(berikan asetaminofen) Pantau hidrasi secara teratur (turgor kulit,
dan kelembaban membrane mukosa)
BAB IV
PENUTUP
Krisis tiroid merupakan salah satu kegawatdaruratan endokrin
yang merupakan eksaserbasi lanjut dari keadaan tirotoksikosis.
Penegakkan diagnosis krisis tiroid berdasarkan gambaran klinis.
Untuk memudahkan penegakkan krisis tirod Butcher & Watorfski
menyusun sebuah skoring. Skoring tersebut merupakan penilaian
terhadap termoregulasi, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
sistem syaraf.Penanganan dari krisis tiroid sendiri memerlukan
penaganan yang cepat, karena meskipun krisis tiroid jarang terjadi,
namun morbiditas krisis tiroid cukup tinggi yaitu 20-30% jika tidak
mendapat penanganan secara cepat. Adapun tujuan utama dari
penanganan krisis tiroid yaitu Memblok sintesis dan pengeluaran
hormone tiroid, memblok dan menghambat konversi dari T4 menjadi T3,
serta menurunkan sensiitivitas seluler peripheral terhadap
katekolamin. Peran perawat sangat dibutuhkan khususnya dalam
pemberian dan pengawasan efek samping obat, penanganan supprtif
seperti penurunan suhu tubuh pasien, dan koreksi cairan dan
elektrolit pasien.DAFTAR PUSTAKAAkamizu, et al. 2012. Novel
Diagnostic Criteria and Clinico-Epidemiological Features of Thyroid
Storm Based on a Japanese Nationwide Survey. Jurnal of Endocrine.
Vol.33. Abstract. Diakses melalui
http://edrv.endojournals.org/cgi/content/meeting_abstract/33/03_MeetingAbstracts/SUN-407
pada tanggal 2 Oktober 2013.
Bahn et al. 2011. Hyperthyroidism and Other Causes of
Thyrotoxicosis : Management Guidelines of The American Thyroid
Association and American Association of Clinical Endocrinologists.
Diakses melalui
https://www.aace.com/files/hyper-guidelines-2011.pdf pada tanggal 3
September 2013.
Bakta M, Suastika, K. 1999. Gawat Darurat di Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC
Bray, D. L. 2010. Thyroid Storm and The AACN Synergy Model In
The Eye of The Storm. Journal of Nursing. Retrieved September 3,
2013 from
http://rnjournal.com/journal-of-nursing/thyroid-strom-and-the-aacn-synergy
-modelDahlen, R. 2002. Managing Patients with Acute Thyrotoxicosis.
Critical Care Nurse, 22, 62-69.
Dulak, S.B. 2005. Thyroid Storm : a medical emergency. Modern
Medicine. Retrieved November 7, 2009 from
http://rn.modernmedicine.com/rnweb/article/articleDetail.jsp?id=153278Erbil
et al. 2007. Effect of Lugol Solution on Thyroid Gland Blood Flow
and Microvessel Density in the Patients with Graves Disease. The
Jorunal of Endocrinology & Metabolism Vol 92 (6) :
2182-2189Fink et al. 2005 Textbook of Critical Care 5th Edition.
USA : ElsevierFrost L et al. 2004. Hyperthiroidism and risk of
atrial fibrillation or flutter : a population based study. Arch
Intern Med 164(15) : 1675-1678
Guyton A, J., Hall J, E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta : EGCHudak & Galo.2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan
Holistik Vol.2 Ed. 6. Jakarta : EGC
Kobal et al. 2010. Treatement of Thyrotoxic Crisis With
Plasmapheresis and Single Pass Albumin Dialysiis : A Case Report.
Journal Artificial Organ Vol.34 (2) pp : 55-58Maafin, carrol. 2010.
ENdocrin and Metabolic Emergencies : Thyroid Storm. Theraupetic
advance in endocrinology and Metabolism. 113, pp : 139-145Migneco
et al. 2005. Management of Thyrotoxic Crisis. European Review for
Medical and Pharmaloical Sciences.Vol . 69-74Misra et al. 2012.
Thyroid Storm. Diakses melalui
emedicine.medscape.com/article/925147 pada tanggal 18 September
2013Mistovich et al. 2007. Beyond the basics :Endocrine Emergencies
Part 1 : Hyperthyroidism and Thyroid Storm. EMG Magazines.
Muller et al. 2011. Review Article : Role of Plasma Exchange in
The Thyroid Storm. Journal of Theraupetic Apheresis and Dialysis
Vol 15 (6) : 522-531
Nadkarni PJ et al. 2008. Thyrotoxicosis-induced ventricular
arythmias. Thyroid. 18(10) :1111-1114.Nayak Bindu MD, Burman
Kenneth MD. 2006. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Elsevier
Journal. Available from : Endocrionlogy and Metabolism Clinics of
North America 663-686.Swee Du Soon et al. (2013). Neurological
Manifestations Predict Mortality In Thyroid Storm. Vol.34.Diakses
melalui
http://edrv.endojournals.org/cgi/content/meeting_abstract/34/03_MeetingAbstracts/MON-451
pada tanggal 18 September 2013.Urden, et al. 2010. Critcal Care
Nursing : Diagnosis and Management. Canada : Mosby
Young, J.1999. Actionstat. Thyroid Storm. Endocr Rev. Vol 29 (8)
: 33. Diakses melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10504975?report=abstract pada
tanggal 18 September 2013Zhong, H.J, Yong, T.D.2012. Failure of
esmolol to control tachycardia associated with thyroid storm after
subtotal thyroidectomy. Oxford Journals, Vol.19, 466-467. Diakses
melalui http://bja.oxfordjournals.org/content/109/3/466.2.full pada
tanggal 3 Oktober 2013.
Gambar 1
Penyakit Graves : transverse sonogram dari lobus kiri
menunjukkan pembesaran secara difusi, heterogen, dan hypoechoic
parenkim. Gambaran power Doppler menunjukkan pola hipervaskuler
Gambar 2
Toxic Nodular Goiter : transverse sonogram dari lobus kanan
menunjukkan adanya massa yang berisi darah
Gambar 3
Normal Thyroid
Takikardi
CO
Meningkat
Peningkatan TD
Ansetas, gelisah
S.saraf
Peningkatan Jumlah Panas dalam tubuh
Berbagai Faktor Pencetus
Peningkatan
Kontraktilitas
Peningkatan Pemakaian O2 Seluler dan produk akhir sisa
metabolisme (Co2)
Hipermetabolik
Peningkatan kadar T3 dan T4
Penurunan CO
Diare
Peningkatan
Motilitas
Usus
Peningkatan transpor natrium dan kalium di menbran sel
lipolisis
Meningkatkan Na, K-ATP ase
Vasodilatasi
Peningkatan aliran darah
Hiperaktivitas
Adrenergik
Respon kardiovaskuler
(takikardi, aritmia)
Asidosis
Diare
asam lemak bebas dalam plasma
Asidosis
Page | 9
Page | 14