BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi merupakan suatu gejala penyakit sosial yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan merusak tatanan hidup bernegara, apabila membahas tentang korupsi khususnya fenomena di negeri kita tercinta Indonesia seperti seakan tidak ada habisnya Indonesia bahkan bisa dikatakan menjadi negara yang korup. Korupsi di indonesia sudah tergolong extra ordinariry crime (kejahatan yang luar biasa) karena telah merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhlantahkan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik dan tatanan hukum dan keamanan nasional. Entah sudah berapa banyak uang negara yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat dirampas oleh orang-orang yang hanya memikirkan bagaimana memperkaya diri sendiri. Dewasa ini banyak fenomena pejabat publik yang tersandung masalah Korupsi, seakan fenomena tersebut menjadi hal yang biasa di kalangan pejabat petinggi negara melakukan korupsi, korupsi merupakan gejala kejahatan sosial. Dalam dunia kesehatan korupsi ibarat penyakit. Sebagai sebuah penyakit, tidak beralasan kiranya jika ada sementara pihak yang mengatakan bahawa 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi merupakan suatu gejala penyakit sosial
yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan merusak
tatanan hidup bernegara, apabila membahas tentang
korupsi khususnya fenomena di negeri kita tercinta
Indonesia seperti seakan tidak ada habisnya Indonesia
bahkan bisa dikatakan menjadi negara yang korup.
Korupsi di indonesia sudah tergolong extra ordinariry crime
(kejahatan yang luar biasa) karena telah merusak, tidak
saja keuangan Negara dan potensi ekonomi Negara, tetapi
juga telah meluluhlantahkan pilar-pilar sosio budaya,
moral, politik dan tatanan hukum dan keamanan nasional.
Entah sudah berapa banyak uang negara yang seharusnya
untuk kesejahteraan rakyat dirampas oleh orang-orang
yang hanya memikirkan bagaimana memperkaya diri
sendiri.
Dewasa ini banyak fenomena pejabat publik yang
tersandung masalah Korupsi, seakan fenomena tersebut
menjadi hal yang biasa di kalangan pejabat petinggi
negara melakukan korupsi, korupsi merupakan gejala
kejahatan sosial. Dalam dunia kesehatan korupsi ibarat
penyakit. Sebagai sebuah penyakit, tidak beralasan
kiranya jika ada sementara pihak yang mengatakan bahawa
1
praktik korupsi memberi manfaat bagi pihak-pihak
didalamnya. Sudjana (2008: 37) sampai pada kesimpulan
bahwa korupsi merupakan penyakit sosial yang harus
dikikis betapapun banyak orang yang terjangkit olehnya.
Berkaitan dengan hal ini, ada kisah bagus dari China
mengenai bahaya korupsi. Ceritera tersebut Tikus di Kuil
(Tang 2005: 222). Bangsawan Huan dari Qi bertanya
kepada Guan Zhong, perdana menterinya: “Apakah ancaman
terbesar bagi negara ? “Ancaman itu adalah mereka yang
menyerupai tikus-tikus di kuil,” jawab Guan Zhong.
“Tolong Anda Jelaskan”. Tuanku, Anda tentunya sudah
melihat tikus-tikus di dinding kuil”. Kuil adalah
tempat sakral. Tetapi jika dipenuhi tikus, sangat
sedikit yang dapat kita lakukan. Jika kita mencoba
mengasapinya agar mereka keluar, kita bisa jadi malah
membakar kuil itu; jika kita menuangkan air di lubang-
lubang di dinding, kita bisa jadi merusak lapisan dan
cat dinding itu.”
Orang-orang yang dekat dengan penguasa, kata Guan
Zhong adalah seperti tikus-tikus itu. Mereka
menggunakan pengaruh mereka untuk kepentingan mereka
sendiri. Mereka menerima suap dan berkolusi dengan
kelompok-kelompok yang punya kepentingan yang sama
untuk meronrong negara. Mereka mendukung orang-orang
yang mendengarkan mereka dan mempersulit hidup orang-
orang yang tidak mendengarkan mereka. sepanjang waktu
2
sang penguasa dalam kegelapan. Orang-orang seperti ini
harus dihukum tetapi sayangnya mereka mempunyai tempat
di hati penguasa. Jika segalanya berjalan seperti ini,
negara akan hancur.
Dalam cerita di atas kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa, kuil adalah negara, sedangkan tikus
adalah para pejabat atau pegawai negeri yang seolah-
olah setia kepada negara dengan bekerja sungguh-
sungguh, tetapi di balik itu mereka menggrogoti
keuangan negara dalam melakukan pemerasan, penggelapan,
kecurangan, pengelembungan harga, dan perbuatan-
perbuatan kotor lainnya.
Apabila merujuk tentang Korupsi di Indonesia
korupsi melibatkan penyalahgunaan kepercayaan, yang
umumnya melibatkan kekuasaan publik keuntungan pribadi.
Menurut Johnson (2005: 12) mendefinisikan korupsi
sebagai penyalahgunaan peran, jabatan publik atau
sumber untuk keuntungan pribadi. Dalam definisi
tersebut, terdapat emppat komponen yang menyebabkan
suatu perbuatan dikategorikan korupsi, yaitu
penyalahgunaan (abouse), public (public), pribadi
(private), dan keuntungan (benefit).
Maka dari itu, kelompok kami tertarik membahas
permasalahan korupsi di kalangan pejabat dan
penyalahgunaan peran, jabatan publik atau sumber untuk
keuntungan pribadi. Kasus yang kami bahas adalah
3
lingkaran korupsi di Partai Demokrat semoga dengan
adanya penulisan makalah ini bisa memberikan solusi
partisipasi mahasiswa dalam pemberantasan korupsi.
Sebelumnya kelompok kami telah melakukan tiga
kali diskusi terkait pembuatan makalah ini, yaitu
pertama pada hari selasa di R 1 setelah perkuliahan
Politik Hukum untuk membagi materi dan tugas kepada
setiap masing-masing orang. Pada pertemuan kedua yaitu
pada hari rabu setelah perkuliahan olahraga di
sporthall kami kembali menjelaskan dan memberi waktu
sampai hari kamis untuk setiap orang mengumpulkan
bahan-bahan materinya. Dan pada pertemuan ketiga kami
semua membahas isi dari makalah yang kami buat untuk
hari senin kami presentasikan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakikat dan ruang lingkup korupsi?
2. Bagaimana latar belakang seseorang melakukan
korupsi?
3. Mengapa fenomena korupsi di Indonesia terus
meningkat?
4. Bagaimana kronologi kasus korupsi yang dilakukan
oleh oknum kader Partai Demokrat?
5. Bagaimana upaya penanggulangan korupsi di Indonesia?
4
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk
memenuhi dan mengetahui:
1. Tugas mata kuliah Kriminologi
2. Hakikat dan ruang lingkup korupsi
3. Latar belakang seseorang melakukan korupsi
4. Fenomena peningkatan korupsi yang terjadi di
Indonesia
5. Kronologi kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum
kader Partai Demokrat
6. Upaya yang bisa dilakukan untuk penanggulangan
korupsi di Indonesia
D. Manfaat Penulisan
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, kegunaan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sumbangan teori pengembangan keilmuan
pendidikan kewarganegaraan
b. Sebagai bahan yang dapat mengungkap dan
menggambarkan tentang fenomena korupsi yang
terjadi di Indonesia dan upaya penganggulangannya
2. Secara Praktis
Secara praktis, kegunaan penelitian ini bagi
mahasiswa adalah dapat memberikan bekal
5
pengetahuan untuk mengetahui tentang fenomena
korupsi yang terjadi di Indonesia dan upaya
penganggulangannya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat dan Ruang Lingkup Korupsi
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja
corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka. Dalam arti yang luas,
korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi.
Korupsi merupakan perubahan dari perkara yang
baik menjadi yang buruk dilihat dari segi moral, cara
maupun tindakan, maka korupsi dapat terjadi dalam
segala aspek kehidupan, dan dalam segala tingkat proses
tindakan manusia dalam mencapai tujuan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi dapat
terjadi pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
maupun ketahanan nasional, dan dalam tingkat penyaluran
kedaulatan, penyususnan kebijakan, serta pada
implementasi kebijakan.
Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia,
berakar pada masa tersebut ketika kekuasaan bertumpu
7
pada birokrasi patrimonial yang berkembang pada
kerangka kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya
nepotisme. Dalam struktur kekuasaan yang demikian, maka
penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan
dengan mudah berkembang Dalam perkembangan selanjutnya,
dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak
terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan
dan nepotisme yang parah, melainkan juga kepada hal-hal
lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
Pada umumnya orang berbicara korupsi selalu
dikaitkan dengan materi dan uang, sedang korupsi dapat
juga terjadi pada segi yang bersifat non materi.
Kelompok kami mengindentifikasi berbagai bentuk dan
jenis korupsi yang terjadi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Pertama, korupsi dapat terjadi pada tingkat
penyaluran kedaulatan rakyat. Pada waktu terjadi
penyeluran kedaulatan dalam bentuk pemilihan umum,
dapat terjadi suatu bentuk korupsi. Pemilu yang
diharapkan diselenggarakan secara jujur, adil, bebas,
langsung dan rahasia, diselewengkan menjadi
penyelenggaraan yang bernuansa pemaksaan baik secara
terang-terangan maupun dengan cara sembunyi. Terjadi
berbagai tindakan yang menyimpang dari ketentuan yang
telah ditetapkan. Praktek yang disebut “money politics”
8
merupakan penyimpangan yang dapat dikategorikan
korupsi. Pemaksaan memilih dengan cara yang tidak
wajar, merupakan tindakan korupsi. Penyelewengan
terhadap penghitungan hasil Pemilu juga merupakan
bentuk korupsi.
Kedua, korupsi juga terjadi dalam kalangan
penyusun peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan memberikan hak dan kewajiban kepada
warganegara dan kelompok serta pribadi atau badan hukum
tertentu dalam melakukan suatu kegiatan berkaitan
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan hak
yang ditentukan peraturan perundang-undangan dapat
memberikan keuntungan dan kemudahan kepada pihak
tertentu. Terjadilah tarik ulur antara stakeholders dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan, yang berakibat
terjadinya sogok-menyogok yang merupakan salah satu
bentuk korupsi. Sebagai akibat suatu peraturan
perundang-undangan tidak selalu memihak pada
kepentingan rakyat.
Ketiga, korupsi yang terbanyak terjadi di bidang
eksekutif, karena di bidang ini terjadinya kegiatan
pelayanan pemerintahan kepada rakyat, yang melibatkan
transaksi berbagai kegiatan yang melibatkan
direalisasikan pendanaan. Korupsi mulai dari penyiapan
program kegiatan yang biasa disebut proyek. Untuk
menggoalkan suatu proyek memerlukan kiat tertentu yang
9
memerlukan keluarnya dana. Tanpa dana, proyek akan
mengalami kesulitan untuk diwujudkan. Lembaga-lembaga
mana yang terlibat dalam penentuan suatu proyek telah
difahami oleh umum. Sehingga sebenarnya tidak terlalu
susah untuk menemukan di mana terjadi korupsi pada
waktu penentuan suatu proyek. Namun hal ini tidak akan
terungkap karena tidak akan ada bukti tertulis, karena
kedua belah pihak tidak akan mengakuinya. Sebagai
akibat lebih jauh korupsi akan berlanjut dalam
realisasi suatu kegiatan atau proyek. Dan karena dana
telah disunat, dalam pengertian jumlah dana yang
tertera dalam proyek telah tidak sesuai lagi dengan
kenyataan, maka terjadilah korupsi berantai, sehingga
realisasi kegiatan proyek sebenarnya tidak 100%, tetapi
mungkin hanya 65%, atau mungkin lebih rendah lagi.
Korupsi terjadi dalam segala kegiatan dan transaksi
yang terselenggara. Hal ini telah difahami oleh umum,
yang kadang-kadang dianggap sebagai suatu prosedur yang
wajar.
B. Latar Belakang Seseorang Melakukan Korupsi
Penyebab terjadinya korupsi yang dilakuan
seseorang diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi
Pemberantasan Korupsi,” antara lain :
a. Aspek Individu Pelaku
10
1) Sifat tamak manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena
orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan
orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya
hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab
korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri
sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
2) Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa
berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau
pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
3) Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan
selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila
hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha
memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala
upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan
semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk
melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu,
tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu
untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
4) Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang
mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk
11
mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan
korupsi.
5) Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong
gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif
semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan
berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu
kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
6) Malas atau tidak mau kerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari
sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas
bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan
tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat,
diantaranya melakukan korupsi.
7) Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang
tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih
berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok
ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan
dalam kehidupan.
b. Aspek Organisasi
1) Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun
informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya.
12
Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik
di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan
yang sama dengan atasannya.
2) Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat
terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak
dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi
tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada
posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi
memiliki peluang untuk terjadi.
3) Sistem akuntabilitas yang benar di instansi
pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintahan umumnya belum
merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya
dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran
yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai
misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah
sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut
berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih
lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi
penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini
memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk
praktik korupsi.
4) Kelemahan sistem pengendalian manajemen
13
Pengendalian manajemen merupakan salah satu
syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah
organisasi. Semakin longgarataulemah pengendalian
manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di
dalamnya.
5) Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam
organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi
tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum
dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran
korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
c. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
1) Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya
korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya
masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap
ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada
kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
2) Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama
korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang
paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat.
Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu
adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi
adalah masyarakat juga karena proses anggaran
pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
14
3) Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat
korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota
masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat
sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa
terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan
cara-cara terbuka namun tidak disadari.
4) Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa
dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif
Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi
itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya
bila masyarakat ikut melakukannya.
Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah
timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan
perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan
yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni
penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai,
peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang
terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten
dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan
revisi peraturan perundang-undangan.
C. Fenomena Korupsi di Indonesia
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah
merasakan dampak dari tindakan korupsi, terus berupaya
secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum,
15
yang sampai saat ini telah memiliki banyak sekali
rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, antara lain
Tap MPR XI tahun 1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU
anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang
perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang paling monumental
dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun2002,
yang menjadi dasar hukum pendirian Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima
Inpres dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah
berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW,
Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan
lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap
uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan
demikian pemberantasan dan pencegahan korupsi telah
menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet
peraturan, dan partisipasi masyarakat tersebut akan
semakin menjauhkan sikap,dan pikiran kita dari tindakan
korupsi.
Gejala korupsi berkembang bukanlah gejala
penyakit sosial yang muncul di era modern saat ini.
Namun, melalui sebuah proses dari setiap masa yang
dilewati.Masa yang di lewati dalam sebuah tradisi atau
gejala sosial akan memuncak dan muncullah hal yang
namanya korupsi. Sejarah korupsi Indonesia terbagi
kedalam beberapa masa, yaitu sebelum dan sesudah
16
kemerdekaan baik di era Orde Lama maupun Orde Baru
hingga berlanjut di era Reformasi:
1. Era Sebelum Indonesia Merdeka
Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai
oleh “budaya-tradisi korupsi” yang tiada entik karena
didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita.
Kita dapat melihat bagaimana tradisi korupsi
berlangsung dalam bentuk perebutan kekuasaan dalam
kerajaan seperti perebutan kekuasaan di Kerajaan
Singosari, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demakdan
Kerajaan Banten. Dari contoh – contoh diatas kita
diajarkan bahwa bahwa konflik kekuasan yang disertai
dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil
karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran
kerajaan-kerajaan tersebut. Banyak pihak yang tidak
puas dengan apa yang dimilikinya saat itu. Mulai dari
harta kekayaan yang dimiliki hingga kekuasaan yang
diberikan kepadanya oleh atasannya. Kekuasaan dalam hal
ini bukan hanya bersifat kekuasaan yang dimiliki
seseorang atas kedudukannya, tetapi juga kekuasaan atas
wanita lain. Karena tidak puas dengan yang dimilikinya,
dia melakukan pemberontakan bahkan menikam dari
belakang orang yang ingin “disingkirkannya”.
Pelajaran menarik pada fase zaman kerajaan ini
adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa
Indonesia. Oportunismeadalah suatu aliran pemikiran
17
yang menghendaki pemakaian kesempatan menguntungkan
dengan sebaik-baiknya, demi diri sendiri,kelompok, atau
suatu tujuan tertentu. Atau dengan kata lain
oportunisme adalah tindakan bijaksana yang dipandu
terutama oleh motivasi mementingkan diri sendiri.
Istilah ini dapat diterapkan untuk individu, kelompok,
organisasi, gaya, perilaku, dan tren. Watak ini dapat
kita lihat dari penyerangan kerajaan Kediri yang
dipimpin oleh Jayakatwang dan Ardaraja (panglima
singosari yang anaknya Jayakatwanga) ke kerajaan
Singosari yang pada saat itu dipimpin oleh Kertanegara.
Jayakatwang memanfaatkan kelengahan Kertanegara yang
saat itu sedang berperang dengan Kubilai Khan. Saat
pasukan Majapahit pergi meninggalkan kerajaan untuk
berperang dengan kerajaan Mongol, saat itulah kerajaan
Kediri melakukan penyerangan ke Majapahit yang
mengakibatkan hancurnya kerajaan dan meninggalnya
Kertanegara.
Selain itu, perilaku opurtunistis dilihat dari
posisi orang suruhan dalam kerajan, atau yang lebih
dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi
kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis
untuk menarik simpati raja atau sultan. Mereka
memanfaatkan kedekatannya dengan raja atau sultan untuk
perpajakan, pemberian izin usaha dan fasilitas kredit
perbankan.
Menurut pendapat diatas disebutkan bahwa proyek
pembangunan fisik merupakan wadah yang potensial untuk
melakukan korupsi terbukti pada kasus anggelina sondakh
ini dia korupsi akibat proyek wisma atlet di Palembang.
Dari segi kejahatan ini merupakan the white collar
criminal, menurut Cavan (Budimansyah, 2009, hlm. 41)
kejahatan yang baru menjelma pada abad modern ini yang
merupakan ekses daripada proses ekonomi. The white collar
criminal merupakan kejahatan yang dilakukan oleh
pengusaha-pengusaha dan pejabat-pejabat dalam hubungan
dengan fungsinya. Contoh: korupsi, penyalahgunaan
wewenang dll.
Jelas sekali ditinjau dari segi kriminologi bahwa
anggelina sondakh sudah melakukan tindak kejahatan yang
menggunakan jabatannya dan tentunya sangat membawa
dampak yang negatif terhadap orang lain dan dirinya
sendiri demi memenuhi hasrat dan kemauannya mendapatkan
harta dengan jalan kriminal.
Hukuman seberat-beratnya patut dilayangkan kepada
mantan miss indonesia 2001 tersebut, Majelis Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta juga memerintahkan Angie
membayar uang denda Rp250 juta. Namun, dalam vonis ini,
Majelis hakim tidak memerintahkan Angie membayar uang
pengganti. Vonis bagi mantan Putri Indonesia itu makin
23
berat saat di tingkat Mahkamah Agung (MA).Pada 18
November 2013, Majelis Hakim Kasasi memvonis mantan
anggota Badan Anggaran DPR itu 12 tahun penjara. Selain
itu, Angie juga diperintahkan membayar uang pengganti
nyaris Rp 40 miliar. Bila tidak mampu membayar uang
pengganti ini dalam waktu yang ditentukan, Angie harusm
endekam lagi selama lima tahun di penjara.
2) Muhammad Nazaruddin
Sejak 2011, Nazaruddin sudah masuk daftar
koruptor yang menghiasi pemberitaan media massa. Hingga
2013, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini masih
punya cerita. Pada 23 Januari 2013, Mahkamah Agung (MA)
memperberat hukuman Nazaruddin menjadi 7 tahun.
Sebelumnya, Nazaruddin hanya divonis 4 tahun 10 bulan
penjara di pengadilan pertama. Selain itu, MA
mewajibkan Nazaruddin membayar uang denda Rp300 juta.
Pada tahun 2013, istri Nazaruddin juga divonis bersalah
karena terlibat korupsi. Neneng Sri Wahyuni divonis
enam tahun penjara dan denda Rp300 juta karena terbukti
melakukan korupsi proyek pengadaan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) di Ditjen Pembinaan Pengembangan
Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008. Pengadilan
Tipikor Jakarta juga memerintahkan Neneng membayar uang
pengganti sebesar Rp800 juta.
24
Menurut Gabriel Tarde tokoh mazhab lingkungan
(Budimansyah, 2009, hlm. 19) kejahatan bukan suatu
jejak yang antropologis tapi sosiologis. Yang seperti
kejadian-kejadian lainnya dikuasai oleh faktor imitasi
atau peniruan.
Menurut pendapat tesebut faktor lingkungan
merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi
terjadinya tindak korupsi, seperti yang dilakukan oleh
nazarudin dan istrinya yang tentu saja melakukan
korupsi karena di dukung oleh faktor lingkungan,
terlebih istrinya yang meniru atau mengikuti jejak
suaminya korupsi jelas itu merupakan kejahatan ditinjau
dari mazhab prancis (lingkungan).
3) Hartati Murdaya
Pengusaha yang juga mantan anggota Dewan Pembina
Partai Demokrat ini divonis 2 tahun 8 bulan pada 4
Februari 2013. Dia terbukti ikut menyuap Amran
Batalipu, Bupati Buol, Sulawesi Tengah. Pengadilan
Khusus Tindak Pidana Korupsi Jakarta juga mewajibkan
Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantations (HIP) dan PT
Cipta Cakra Murdaya (CCM) itu membayar uang denda
sebesar Rp150 juta subsider 3 bulan. Hartati terbukti
menyetujui pemberian uang sebesar Rp3 miliar untuk
Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu terkait pengurusan
Hak Guna Usaha (HGU) lahan perkebunan sawit di
Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
25
Dalam kasus ini, Amran divonis lebih berat, yakni
7,5 tahun penjara karena terbukti menerima Rp3 miliar
dari Hartati. Dia juga diwajibkan membayar uang denda
Rp300 juta. Vonis ini tak berubah di tingkat banding,
yakni Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 2 Mei
2013. Hartati telah memperoleh pembebasan bersyarat
dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menurut Barda Nawawi Arif (Nurdjana, 2010, hlm.
29) korupsi berkaitan dengan kompleksitas masalah lain
seperti:
Masalah sikap mental atau moral, Masalahpolaatausikap hidup dan budaya sosial, masalahkebutuhanatautuntutan ekonomi danstrukturatausistem ekonomi, masalah lingkunganhidup sosial dan kesenjangan sosial-ekonomi,masalah strukturataubudaya politik, masalahpeluang yang ada di dalam mekanisme pembangunanatau kelemahan birokrasiatauprosedur administrasi(termasuk sistem pengawasan) di bidang keuangandan pelayanan umum.
Tentu sangat berkaitan sekali apa pendapat diatas
dengan korupsi yang dilakukan oleh hartati murdaya.
Masalah kebutuhanatau tuntutan ekonomi dan stukturatau
sistem ekonomi menjadi penyebab utama pengusaha
tersebut melakukan suap. Penyalahgunaan wewenang yang
dia punya menjadikannya leluasa melakukan tindak
kejahatan ini yang tentunya sangat merugikan banyak
pihak.
26
4) Anas Urbaningrum
KPK menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat
Anas Urbaingrum sebagai tersangka penerima gratifikasi
terkait proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan sekolah
Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor pada 22
Februari 2013. Kala itu, Anas masih menjabat sebagai
Ketua Umum Partai Demokrat dan anggota DPR. KPK juga
langsung mencegah Anas bepergian keluar negeri untuk
kepentingan penyidikan. Keesokan harinya, Anas langsung
mengumumkan pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai
Demokrat.
Ada beberapa modus operandi korupsi yang sering
dilakukan oleh para koruptor salah satunya menurut
Nurdjana (2010, hlm. 38) adalah:
Pelaku oknum aparat atau birokat dengan modus
operandi yang sering digunakan terutama pada bisnis
proyek jasa konstruksiatau pembangunan, pengadaan
barang dan jasa seperti komisi proyek dan biaya servis
pejabat tinggi sehingga biaya operasioanal rendah,
mark-up harga barang, barang palsu, penyimpangan dari
spektek pengadaan barang fiktif.
Menariknya korupsi yang dilakukan oleh anas
urbaningrum dilakukan dengan modus operandi perjalanan
dinas fiktif, penggelembungan harga barang dan jasa
dll. Dengan begitu Anas urbaningrum melakukan kejahatan
yang didasari oleh faktor lingkungan dan internal (bio-
27
sosiologis) karena tidak mungkin dia melakukan korupsi
tanpa adanya faktor pendukung dari luar dan keinginan
dari dirinya sendirii (internal).
5) Andi Mallarangeng
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga sekaligus
mantan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi
Mallarangeng ditahan pada 17 Oktober 2013 setelah
ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2012. Andi
diduga bertanggung jawab pada penyelewangan yang
merugikan negara di proyek P3SON di Hambalang,
Bogor. Pada 18 Juli 2014, Andi divonis 4 tahun penjara
dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan penjara. Majelis
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai,
Andi terbukti melakukan korupsi terkait proyek
pembangunan P3SON Hambalang.
Dari segi kejahatan ini merupakan the white collar
criminal, menurut Cavan (Budimansyah, 2009, hlm. 41)
kejahatan yang baru menjelma pada abad modern ini yang
merupakan ekses daripada proses ekonomi. The white collar
criminal merupakan kejahatan yang dilakukan oleh
pengusaha-pengusaha dan pejabat-pejabat dalam hubungan
dengan fungsinya. Contoh: korupsi, penyalahgunaan
wewenang dll.
6) Sutan Bhatoegana
KPK resmi menetapkan Ketua Komisi VII DPR Sutan
Bhatoegana menjadi tersangka, Rabu 14 Mei 2014. Sutan
28
ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi
terkait dengan pembahasan anggaran APBNP tahun 2013 di
Kementerian ESDM. Juru bicara KPK Johan Budi
mengungkapkan bahwa kasus ini merupakan pengembangan
dari kasus SKK Migas yang prosesnya sudah selesai di
persidangan. Sutan diduga melanggar Pasal 12 huruf a
atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU
operandi pola kejahatan dimensi baru seperti perbuatan
korupsi dengan cara sindikat dan mafia kejahatan
internasional melalui crime as business, organized crime, white
collar crime, bank crime, monopoly oligopoly, manipulation crime yang
telah menguras, merugikan sumber daya kekayaan negara
skla besar menjadikan APBN tetap kecil.
Kasus Sutan Bhatoega merupakan kejahatan tingkat
tinggi, karena seorang menteri yang merupakan kaki
tangan dari seorang presiden melakukan kejahatan yang
besar dan merugikan warganegaranya.
E. Upaya Penanggulangan Korupsi di Indonesia
Dasar hukum UU 31 Tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di indonesia saat ini dilakukan
oleh beberapa institusi:
1) Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
29
2) Komisi Pemberantas Korupsi
3) Kepolisian
4) Kejaksaan
5) BPKP
6) Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi
massa misalnya ICW
Cara untuk memberantas atau mencegah korupsi
dapat dibagi kedalam tiga kategori besar, yakni
kategori kultural, kategori sosial historis, dan
kategori pemerintahan.
Dari kategori kultural, program penanggulangan
korupsi sangat tergantung pada keadaan dan kemauan
kelompok pemimpin. Dalam hal ini sangat dituntut
kesadaran dan pemahaman terhadap sifat, sebab dan
akibat korupsi, dengan dimilikinya kesadaran serta
pengertian dan pemahaman para pejabat terhadap korupsi,
diharapkan mereka akan merubah orientasinya bahwa
pembangunan dan aspek-aspek keuangannya hanyalah
ditujukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
seluruhnya. Dalam kaitan ini perlu dibangun juga
keberanian melengserkan pejabat yang korup secara
sistematis.
Sedangkan dari kategori sosial historis, budaya
birokrasi patrimonial perlu dikikis secara perlahan-
lahan namun pasti, sehingga pada saatnya akan menghapus
pula budaya nepotisme yang jelas-jelas tidak mendukung
30
kepada upaya penciptaan profesionalisme birokrasi.
Dengan kata lain, sudah saatnya warisan budaya lama ini
ditinggalkan dan disesuaikan dengan tuntutan-tuntutan
baru yang lebih menghendaki rekrutmen secara lebih adil
dan obyektif.
Adapun dari kategori pemerintahan, banyak hal
yang harus dilakukan antara lain melalui strategi
sebagai berikut:
1) Penyempurnaan atau pembaharuan sistem administrasi
yang belum sempurna untuk mencegah kebocoran.
Khususnya masalah pengawasan harus lebih
diintensifkan dan memangkas duplikasi-duplikasi
dalam kelembagaan pengawasan.
2) Peningkatan tingkat kesejahteraan aparatur.
Pengertian kesejahteraan disini harus ditafsirkan
sebagai pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik,
dimana dengan pemenuhan dari kedua aspek ini
diharapkan aparatur tidak akan mudah tergoda untuk
melakukan penyelewengan, justru sebaliknya akan
memperkuat motivasinya guna mengabdikan diri kepada
kepentingan bangsa dan masyarakat.
3) Pembaharuan sistem hukum pidana nasional guna
mencegah kecenderungan kolusi yang sulit dibuktikan.
Pembaharuan sistem hukum disini dimaksudkan sebagai
penegakan norma-norma yang tidak semata-mata
mengandalkan kepada kebenaran formil dalam
31
pembuktiannya, tetapi juga harus memperhatikan
perasaan keadilan dalam masyarakat secara materil.
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rumusan masalah di atas kami menarik
kesimpulan:
1. Korupsi merupakan perubahan dari perkara yang baik
menjadi yang buruk dilihat dari segi moral, cara
maupun tindakan, maka korupsi dapat terjadi dalam
segala aspek kehidupan, dan dalam segala tingkat
proses tindakan manusia dalam mencapai tujuan hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
dapat terjadi pada bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, maupun ketahanan nasional, dan dalam tingkat
penyaluran kedaulatan, penyususnan kebijakan, serta
pada implementasi kebijakan.
2. Penyebab terjadinya korupsi yang dilakuan seseorang
diutarakan oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah
dari aspek individu pelaku, aspek organisasi dan
aspek tempat individu dan organisasi berada.
3. Fenomena korupsi yang semakin meningkat di Indonesia
sangat berkaitan dengan budaya terdahulu dan masa
pemeritahan sebelumnya seperti era sebelum Indonesia
merdeka yang mementingkan mencari kekuasaan,
kejayaan dan sebagainya
33
4. Akibat banyaknya korupsi yang dilakukan oleh para
oknum kader partai demokrat menyebabkan
kronologisnya pun beraragam mulai dari ketika proyek
hambalang dan lain-lain.
5. Ada cara-cara yang bisa dilakukan untuk memberantas
atau mencegah korupsi yaitu dapat dibagi kedalam
tiga kategori besar, yakni kategori kultural,
kategori sosial historis, dan kategori pemerintahan.
B. Saran
Sebaiknya dilakukan proses penanaman (sosialisasi
dan internalisasi ) nilai-nilai anti korupsi atau
Budaya Anti Korupsi (BAK). Proses tersebut dilakukan
melalui proses pendidikan yang terencana, sistematis,
terus menerus dan terintegrasi, sejak usia dini hingga
ke perguruan tinggi. Demikian juga sosialisasi dan
internalisasi nilai anti korupsi tersebut dilakukan
kepada seluruh komponen masyarakat dan aparatur
pemerintah di pusat dan daerah, lembaga tinggi negara,
BUMN, BUMD, sehingga nilai sosial anti korupsi atau
Budaya Anti Korupsi (BAK) menjadi gerakan nasional dan
menjadi kebiasaan hidup seluruh komponen bangsa
Indonesia, menuju kehidupan yang adil makmur dan
sejahtera.
34
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah. (2009). Pengantar Kriminologi. LaboraturiumPKn UPI: Bandung.
Demokrat. (2015). Visi dan misi partai demokrat. [online]tersedia: www. demokrat .or.idatau [08 april 2015]
Kesuma, Dharma. (2009). Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi.Pustaka Aulia Press: Bandung.
Maheka, Arya. (2011). Mengenali dan Memberantas Korupsi.Komisi Pemberantasan Korupsi: Jakarta.
Nurdjana. (2010). Sistem Hukum Pidana dan Bahaya LatenKorupsi. Pustaka pelajar: Yogyakarta.
Viva. (2014). Jerowacik tambah daftar politisi demokrat terjeratkorupsi. [online] tersedia:http:atauataunasional.news.viva.co.idataunewsataureadatau534931-jero-wacik-tambah-daftar-politisi- demokrat- terjerat-korupsi [08 april 2015]