KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA BATAK TOBA TESIS Oleh BESLINA AFRIANI SIAGIAN 127009026/ LNG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 Universitas Sumatera Utara
KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA BATAK TOBA
TESIS
Oleh
BESLINA AFRIANI SIAGIAN
127009026/ LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
Universitas Sumatera Utara
2
KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA BATAK TOBA
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains dalam Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
BESLINA AFRIANI SIAGIAN
127009026/LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
Universitas Sumatera Utara
3
Judul Tesis : KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA BATAK
TOBA
Nama Mahasiswa : Beslina Afriani Siagian
Nomor Pokok : 127009026
Program Studi : Linguistik
Konsentrasi : Linguistik
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Dr. Mulyadi, M.Hum) (Dr. Eddy Setia, M.Ed.,TESP)
Ketua
Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.)
Tanggal Lulus: 07 Agustus 2014
Universitas Sumatera Utara
4
Telah Diuji pada
Tanggal : 07 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Mulyadi, M. Hum.
Anggota : 1. Dr. Eddy Setia, M. Ed. TESP
2. Prof. Dr. Busmin Gurning, M. Pd.
3. Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M. Ling
4. Dr. Nurlela, M. Hum.
Universitas Sumatera Utara
5
PERNYATAAN
Judul Tesis
Konstruksi Kausatif Bahasa Batak Toba
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, 07 Agustus 2014
Penulis,
Beslina Afriani Siagian
Universitas Sumatera Utara
6
BUKTI PERBAIKAN TESIS
Judul Tesis : KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA BATAK TOBA
Nama mahasiswa : Beslina Afriani Siagian
Nomor Pokok : 127009026
Program Studi : Linguistik
Konsentrasi : Linguistik
NO. NAMA TANDA TANGAN TANGGAL
1. Dr. Mulyadi, M. Hum.
2. Dr. Eddy Setia, M. Ed. TESP
3. Prof. Dr. Busmin Gurning, M. Pd.
4. Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M. Ling
5. Dr. Nurlela, M. Hum.
Universitas Sumatera Utara
7
KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA BATAK TOBA
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji konstruksi kausatif dalam bBT. Urgensi penelitian
didasarkan pada (1) kekhasan konstruksi kausatif sebagai kajian tipologi, (2)
kekhasan bBT sebagai bahasa yang memiliki sistem tata bahasa sendiri, dan (3)
kepentingan pengkajian sintaksis terhadap bBT. Berkaitan dengan itu, masalah
yang diteliti adalah (1) tipe konstruksi kausatif berdasarkan parameter formal dan
semantis dari segi tipologi dan (2) struktur yang membangun konstruksi kausatif
dari segi sintaksis. Data penelitian, baik lisan maupun tulisan diperoleh dengan
metode simak dan metode cakap melalui daftar pertanyaan sintaksis (DCT:
Discourse Completion Test). Seluruh data dikaji dengan metode padan dan
metode agih dan disajikan dengan metode formal dan informal serta diuji dengan
teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan dua kesimpulan. Secara
tipologis, tipe kausatif bBT berdasarkan parameter formal dimarkahi oleh
pasangan supletif pada kausatif leksikal; afiks {-hon}, {-i,} {pa- / par-}, {pa- -
hon}, dan {pa- - i} pada kausatif morfologis; dan verba mambahen, mangido, dan
manuru pada kausatif analitik, sedangkan berdasarkan parameter semantis
dimarkahi oleh fitur (1) [ bernyawa], (2) [ sengaja], (3) [ kontak], dan (4) [
manusia] pada kausatif sejati dan permisif; dan struktur verba pada kausatif
langsung dan tak langsung. Secara sintaksis, kausatif leksikal dan morfologis
dibentuk oleh struktur monoklausa, sedangkan kausatif analitik dibentuk oleh
struktur biklausa. Uji yang digunakan untuk menentukan struktur tersebut
dilakukan dengan menyematkan operasi sintaksis seperti negasi dan modalitas
pada salah satu fungsi predikat. Oleh karena itu, dalam kausatif analitik, verba
kausatif berinkorporasi dengan verba klausa dasar membentuk predikat kausatif.
Kata kunci: kausatif, tipologi, monoklausa, biklausa.
Universitas Sumatera Utara
8
THE CAUSATIVE CONSTRUCTION IN BATAK TOBA LANGUAGE
ABSTRACT
This study examines the causative construction in bBT. This study is based on (1)
the specificity of the causative construction as typology studies, (2) the specificity
of bBT as the language has its own grammar system, and (3) the importace of
syntactic analysis of bBT. The problem of this study is (1) the type of causative
construction based on formal and semantic parameters and (2) the structure of
the causative construction building. Research data, whether oral or written
obtained by instrument through syntactic questionnaire (DCT: Discouse
Completion Test). All data is analyzed by the “padan” and “agih” methods,
served with formal and informal methods, and tested by the technique of
triangulation. The results showed two conclusions. Tipologically, the type of
causative bBT based on formal parameters marked by suppletive pairs in lexical
causative; affix {-hon}, {-i}, {pa-/ par-}, {pa- -hon}, and {pa- -i} in morphological
causative; and causative verbs mambahen, mangido, and manuru in analytic
causative; while based on semantic parameters marked by feature (1) [±animate],
(2) [±intentionally], (3) [±contact], and [±human] in true and permissive
causatives; and the word catagories, types of causative, and structure of verbs in
direct and indirect causatives. Syntactically, the causative lexical and
morphological structures formed by monoclause, while the analytic causative is
formed by biclause structure. The test is used to determine the structure by
placing syntactic operations such as negation and modalities on one of the
predicate function. Therefore, in the analytic causative, the causative verbs
incorporated with basic verb clause to form causative predicate.
Keywords: typology, causative, monoclause, biclause
Universitas Sumatera Utara
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Maha pengasih karena
berkat dan limpahan kasih karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar magister
(linguistik) pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis
menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, baik materi maupun moril. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan pernyataan terima kasih, penghargaan, dan penghormatan kepada
pihak-pihak terkait.
Pertama-tama, penulis menyampaikan penghargaan setulus hati kepada
dosen pembimbing satu, Dr. Mulyadi, M. Hum. yang penuh dengan kerelaan hati
telah memberikan ilmu yang berharga berupa arahan, bimbingan, masukan,
waktu, dan kesabaran kepada penulis. Tantangan beliau telah memotivasi penulis
untuk bekerja keras dalam menghasilkan temuan-temuan penelitian. Ucapan yang
serupa ditujukan kepada dosen pembimbing dua, Dr. Eddy Setia, M. Ed. TESP.
yang telah merelakan waktu dan tenaga dalam membimbing dan mengarahkan
penulis sehingga tesis ini diselesaikan dengan baik.
Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp. A(K) atas berbagai kemudahan dalam melengkapi
fasilitas akademik; kepada Direktur Sekolah Pascasajana Universitas Sumatera
Utara, Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis menjadi mahasiswa Program Magister Linguistik; kepada Dekan Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Dr. Syahron Lubis, M.A. atas
Universitas Sumatera Utara
10
pelayanan kebutuhan akademik yang diperoleh penulis; kepada Ketua program
Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,
Ph.D., serta Sekretaris Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara,
Dr. Nurlela, M. Hum., yang selalu memberikan nasihat kepada penulis dan
melengkapi kebutuhan akademik.
Selain itu, ungkapan terima kasih dan rasa hormat disampaikan kepada tim
penguji tesis, Prof. Dr. Busmin Gurning, M. Pd., Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M.
Ling., dan Dr. Nurlela, M. Hum. atas berbagai saran, koreksi, kritik, dan
sanggahan yang konstruktif sehingga tesis ini memiliki kualitas yang dapat
digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf
pengajar pada Program Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara, Prof. T.
Silvana Sinar, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S., Prof. Dr. Aron Meko
Mbete, Dr. Mulyadi, M. Hum., Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M. Ling., Dr. Eddy
Setia, M. Ed. TESP., Dr. Ridwan Hanafiah, M. Hum., Dr. Gustianingsih, M.
Hum., Dr. Nurlela, M. Hum., Dr. T. Syarfina, M.Hum, Dr. Abdurrahman
Adisaputera, M. Hum. yang telah memperluas wawasan penulis tentang kajian
linguistik pada setiap mata kuliah.
Pada kesempatan yang sama, penulis juga menyampaikan terima kasih
kepada staf administrasi Program Magister Lingustik Universitas Sumatera Utara,
Yuni dan Nila atas keramahan dan kesantunannya dalam melengkapi kebutuhan
akademik penulis.
Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih kepada civitas
akademika Universitas HKBP Nommensen yang telah memberikan izin kepada
Universitas Sumatera Utara
11
penulis untuk melanjutkan studi; kepada Rektor Universitas HKBP Nommensen,
Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, M. Sc. atas kesempatan untuk studi lanjut; kepada
Dekan FKIP Universitas HKBP Nommensen, Dr. Tagor Pangaribuan, M. Pd.
beserta seluruh Wakil Dekan di kelas Medan atas bimbingan yang diberikan
selama ini; kepada Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Elza
Saragih, S.S., M.Hum atas pengertiannya yang sungguh besar, dan semua rekan-
rekan dosen di FKIP Universitas HKBP Nommensen, Ruth M. Simanjuntak,
S.Pd., M.Si., Dame Ifa Sihombing, M.Si., Imelda Novita Siringoringo, S.E., M.Si.
(Ak), Erna H. Tampubolon, M.Pd., Linda Septi Yanti Sianipar, S. Pd., M. Pd., dan
Rani Farida Sinaga, S. Pd.,M.Si., dan Christin Sitepu, S.Si.,M.Pd.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kepala Camat Balige,
Drs. Sahala Siahaan beserta stafnya, Jenni Sihite yang telah memberikan izin dan
melengkapi administrasi penelitian yang dibutuhkan oleh penulis. Dalam hal ini,
penulis juga menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada informan
penelitian, Manasye Lubis, Lumongga Tambunan, Petti Sinambela, serta keluarga
Pasaribu yang telah membantu penulis untuk menghimpun data penelitian.
Ucapan terima kasih yang hangat disampaikan kepada teman-teman kuliah
angkatan 2012, khususnya Linguistik Reguler, Nurhayati Sitorus, S. Pd., Rida
Suryati Gultom, S. S., Erna J. Pakpahan, S. S., Dina M. Tarigan, S.S., Demak M.
Silaban, S.S., Sheila S. Siregar, S.S., Erni Sibuea S. Pd., Immanuel Tarigan, S.
Pd., Dairi S. Simanjuntak, S. Pd., Gunawan Purba, S. Pd., Bangun Tarigan, S.S.,
Khatib Lubis, S.S., Kholiq Lubis, S.Pdi., Novita Sari, S. Pdi., sebagai teman
seperjuangan, dan teman-teman yang ada di kelas Paralel.
Universitas Sumatera Utara
12
Di atas semua ungkapan itu, rasa terima kasih dan penghormatan yang
tinggi disampaikan kepada orang tua penulis, Ibunda D. Br. Rumapea atas kerja
keras dan kasih sayang yang tulus sebagai orang tua tunggal dalam memenuhi
kebutuhan tujuh orang anak. Perjuangan beliau memotivasi penulis untuk
menjalani kehidupan dengan doa dan usaha. Penulis juga menyampaikan terima
kasih yang hangat kepada adik-adik, Adinda Justina Siagian/ Jempiter Sinaga,
Pesta Dumaris Siagian, A.Md., Lestarina Siagian, James Siagian, Andar Jaksen
Siagian, dan Krisna Siagian atas kesempatan dan doa yang memberangkatkan
penulis menapaki pendidikan lanjut. Terima kasih telah menjadi adik-adik yang
baik dalam keluarga kita.
Sebagai hasil produktivitas manusia, tesis ini tentu masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran diperlukan untuk memperbaiki
kesalahan dalam tesis ini. Penulis mengharapkan tesis ini dapat memberikan
kontribusi bagi penelitian linguistik, khususnya bidang tipologi gramatikal.
Medan, Agustus 2014
Universitas Sumatera Utara
13
RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama : Beslina Afriani Siagian
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Sei Bamban, 23 April 1988
Alamat : Jalan Parang II, Gang Sejahtera No. 4J,
Kwala-Bekala, Medan
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
HP : 081263828050
Alamat Kantor : Universitas HKBP Nommensen
Jalan Sutomo Ujung, No. 4A, Medan
E-mail : [email protected]
II. Riwayat Pendidikan
1994 – 2000 : SD Negeri 102043 Bakaran Batu
2000 – 2003 : SMP Negeri 2 Sei Rampah
2003 - 2006 : SMA Negeri 1 Sei Rampah
2006 – 2010 : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Medan
2012- 2014 : Program Studi Pascasarjana Linguistik,
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara
III. Riwayat Pekerjaan
1. Pernah mengajar di STKIP Pelita Bangsa Medan
2. Dosen di Universitas HKBP Nommensen, FKIP-Medan
Universitas Sumatera Utara
14
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................ ii
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ............................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………. 7
1.4.1 Manfaat Teoretis .......................................................... 7
1.4.2. Manfaat Praktis ........................................................... 7
1.5 Definisi Istilah ...................................................................... 8
Catatan ....................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................. 12
2.1 Teori-Teori yang Relevan...................................................... 12
2.1.1 Tipe-Tipe Kausatif ....................................................... 12
2.1.1.1 Parameter Formal ............................................. 14
2.1.1.2 Parameter Semantis .......................................... 18
2.1.2 Teori Penguasaan dan Pengikatan ................................. 24
2.1.2.1 Teori X-Bar ...................................................... 25
2.1.2.2 Teori Perpindahan ............................................. 27
2.2 Penelitian yang Relevan ........................................................ 29
2.3 Kerangka Kerja Teoretis ....................................................... 35
Catatan ....................................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 37
3.1 Lokasi Penelitian ................................................................... 37
3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian ........................................ 38
3.3 Data dan Sumber Data ......................................................... 39
3.4 Prosedur Pengumpulan dan Perekaman Data ......................... 40
3.5 Analisis Data ......................................................................... 41
3.6 Pemeriksaaan dan Pengecekan Keabsahan Data .................... 46
Catatan ....................................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 50
4.1 Pengantar .............................................................................. 50
4.2 Tipe Kausatif Bahasa Batak Toba ......................................... 50
Universitas Sumatera Utara
15
4.2.1 Parameter Formal ......................................................... 50
4.2.1.1 Kausatif Leksikal .............................................. 51
4.2.1.2 Kausatif Morfologis .......................................... 53
4.2.1.3 Kausatif Analitik ............................................... 68
4.2.2 Parameter Semantis ...................................................... 70
4.2.2.1 Kausatif Sejati dan Permisif ................................. 70
4.2.2.2 Kausatif Langsung dan Tak Langsung ................. 73
4.3 Struktur Kausatif Bahasa Batak Toba .................................... 74
Catatan ....................................................................................... 80
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ....................................... 81
5.1 Pengantar .............................................................................. 81
5.2 Tipe Kausatif Bahasa Batak Toba.......................................... 81
5.2.1 Parameter Formal ......................................................... 81
5.2.1.1 Konstruksi Kausatif Leksikal ........................... 82
5.2.1.2 Konstruksi Kausatif Morfologis ........................ 87
5.2.1.3 Konstruksi Kausatif Analitik............................. 97
5.2.2 Parameter Semantis ...................................................... 104
5.2.2.1 Kausatif Sejati dan Permisif .............................. 104
5.2.2.2 Kausatif Langsung dan Tak Langsung ............. 110
5.3 Struktur Kausatif Bahasa Batak Toba .................................... 116
5.3.1 Struktur Kausatif Leksikal ................................... 116
5.3.2 Struktur Kausatif Morfologi ................................. 117
5.3.3 Struktur Kausatif Analitik .................................... 119
5.4 Temuan Penelitian................................................................. 123
Catatan ....................................................................................... 126
BAB VI PENUTUP ..................................................................................... 128
6.1 Simpulan ............................................................................... 128
6.2 Saran ..................................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 132
Universitas Sumatera Utara
16
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 1. Jenis Kausatif Analitik ................................................................ 13
Tabel 2. Kausatif Berdasarkan Parameter Semantis .................................. 21
Tabel 3. Jenis Kasus dan Pesebab ............................................................. 22
Tabel 4. Perubahan Valensi antara Verba Dasar dan Verba Kausatif ......... 23
Tabel 5. Luas Wilayah Berdasarkan Persebaran Kecamatan...................... 38
Tabel 6. Pelekatan Afiks {pa--hon} pada Kategori Verba Intransitif ......... 62
Tabel 7. Pelekatan Afiks {pa--hon} pada Kategori Adjektiva ................... 63
Tabel 8. Perbedaan Kausatif Sejati dan Permisif dalam bBT ..................... 110
Tabel 9. Struktur Logis Verba................................................................... 111
Tabel 10. Perbedaan Kausatif Langsung dan Tak Langsung........................ 115
Universitas Sumatera Utara
17
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 1. Pembagian Kausatif .................................................................... 17
Gambar 2. Tingkatan Kedekatan Penyebab dan Pesebab .............................. 17
Gambar 3. Piramida Haiman ........................................................................ 20
Gambar 4. Struktur Frasa Berdasarkan Teori X-Bar ..................................... 25
Gambar 5. Diagram Pohon Kalimat Sematan ............................................... 26
Gambar 6. Diagram X-Bar Kalimat Sematan ................................................ 27
Gambar 7. Struktur Dasar Kausatif ............................................................... 29
Gambar 8. Kerangka Kerja Teoretis ............................................................. 35
Gambar 9. Peta Penutur Bahasa Batak Toba di Kabupaten Toba Samosir ..... 38
Gambar 10. Representasi Sintaksis Kausatif Morfologis bBT........................ 75
Gambar 11. Representasi Sintaksis Kausatif Leksikal bBT ............................ 76
Gambar 12. Representasi Sintaksis Kausatif Analitik bBT ............................ 78
Gambar 13. Struktur Kausatif Leksikal bBT.................................................. 117
Gambar 14. Struktur Kausatif Morfologis bBT ............................................. 118
Gambar 15. Struktur Kausatif Analitik bBT .................................................. 120
Universitas Sumatera Utara
18
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
Acc : Accusative
Adv : Adverbia
AKT : Aktif
APL : Aplikatif
Aux : Auxiliary
bBT : Bahasa Batak Toba
bI : Bahasa Indonesia
bJ : Bahasa Jepang
bS : Bahasa Serawai
COMP : Complement
Det : Determinant
DLP : Data Lisan Percakapan
DLW : Data Lisan Wawancara
DT : Data Tulis
Fadj : Frasa Adjektif
Fadv : Frasa Adverbial
FI : Frasa Infleksional
FN : Frasa Nominal
FP : Frasa Pemerlengkap
Fprep : Frasa Preposisi
FV : Frasa Verbal
I : Infleksional
ITR : Iteratif
K : Kalimat
KAUS : Kausatif
Ket : Keterangan
Konj : Konjungsi
Komp : Komplemen
LFG : Lexical Functional Grammar
MNCP : Maximum Number of Core NPs
NOM : Nominatif
NP : Noun Phrase
O : Objek
OL : Objek Langsung
OTL : Objek Tidak Langsung
OBJ : Objek
OBL : Oblik
P : Pemerlengkap
PAS : Pasif
Pe : Pemerkuat
Prep : Preposisi
PRED : Predikat
Pron : Pronomina
Pel : Pelengkap
Universitas Sumatera Utara
19
S : Subjek
Spes : Spesifier
Spes FP : Spesifier Frasa Pemerlengkap
T : Topik (Partikel)
TOP : Topik
TBL : Toba Batak Language
1TG : Orang Pertama Tunggal
2TG : Orang Kedua Tunggal
3TG : Orang Ketiga Tunggal
V : Verba
V-KAUS : Verba Kausatif
VP : Verb Phrase
LAMBANG
* : Konstruksi yang meragukan
‘ ʼ : Makna atau terjemahan
“ ˮ : Penegasan bentuk atau bermakna khusus
+ : Pemilikan ciri semantis
- : Ketiadaan ciri semantis
± : Pemilikan atau ketiadaan ciri semantis
/ : Konstituen opsional
X : Penyebab
Y : Pesebab
( ) : Pengapit nomor data/ kalimat, (2) pengapit keterangan tambahan
[...] : Padanan bentuk
{...} : Pengapit afiks
Universitas Sumatera Utara
20
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
LAMPIRAN 1 Daftar Informan Penelitian ................................................. 135
LAMPIRAN 2 Discourse Completion Test................................................. 136
LAMPIRAN 3 Data Discourse Completion Test ........................................ 137
LAMPIRAN 4 Pedoman Wawancara ......................................................... 139
LAMPIRAN 5 Data Lisan Percakapan Sehari-hari ..................................... 140
LAMPIRAN 6 Data Lisan Acara Adat ....................................................... 141
LAMPIRAN 7 Data Tulis Mitos bBT......................................................... 145
LAMPIRAN 8 Data Tulis: Materi Seminar ................................................ 148
LAMPIRAN 9 Pemetaan Potensi Afiks Kausatif Morfologis ..................... 161
LAMPIRAN 10 Surat Izin dari Pascasarjana USU ....................................... 164
LAMPIRAN 11 Surat Balasan dari Bupati Balige ........................................ 165
Universitas Sumatera Utara
7
KONSTRUKSI KAUSATIF BAHASA BATAK TOBA
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji konstruksi kausatif dalam bBT. Urgensi penelitian
didasarkan pada (1) kekhasan konstruksi kausatif sebagai kajian tipologi, (2)
kekhasan bBT sebagai bahasa yang memiliki sistem tata bahasa sendiri, dan (3)
kepentingan pengkajian sintaksis terhadap bBT. Berkaitan dengan itu, masalah
yang diteliti adalah (1) tipe konstruksi kausatif berdasarkan parameter formal dan
semantis dari segi tipologi dan (2) struktur yang membangun konstruksi kausatif
dari segi sintaksis. Data penelitian, baik lisan maupun tulisan diperoleh dengan
metode simak dan metode cakap melalui daftar pertanyaan sintaksis (DCT:
Discourse Completion Test). Seluruh data dikaji dengan metode padan dan
metode agih dan disajikan dengan metode formal dan informal serta diuji dengan
teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan dua kesimpulan. Secara
tipologis, tipe kausatif bBT berdasarkan parameter formal dimarkahi oleh
pasangan supletif pada kausatif leksikal; afiks {-hon}, {-i,} {pa- / par-}, {pa- -
hon}, dan {pa- - i} pada kausatif morfologis; dan verba mambahen, mangido, dan
manuru pada kausatif analitik, sedangkan berdasarkan parameter semantis
dimarkahi oleh fitur (1) [ bernyawa], (2) [ sengaja], (3) [ kontak], dan (4) [
manusia] pada kausatif sejati dan permisif; dan struktur verba pada kausatif
langsung dan tak langsung. Secara sintaksis, kausatif leksikal dan morfologis
dibentuk oleh struktur monoklausa, sedangkan kausatif analitik dibentuk oleh
struktur biklausa. Uji yang digunakan untuk menentukan struktur tersebut
dilakukan dengan menyematkan operasi sintaksis seperti negasi dan modalitas
pada salah satu fungsi predikat. Oleh karena itu, dalam kausatif analitik, verba
kausatif berinkorporasi dengan verba klausa dasar membentuk predikat kausatif.
Kata kunci: kausatif, tipologi, monoklausa, biklausa.
Universitas Sumatera Utara
8
THE CAUSATIVE CONSTRUCTION IN BATAK TOBA LANGUAGE
ABSTRACT
This study examines the causative construction in bBT. This study is based on (1)
the specificity of the causative construction as typology studies, (2) the specificity
of bBT as the language has its own grammar system, and (3) the importace of
syntactic analysis of bBT. The problem of this study is (1) the type of causative
construction based on formal and semantic parameters and (2) the structure of
the causative construction building. Research data, whether oral or written
obtained by instrument through syntactic questionnaire (DCT: Discouse
Completion Test). All data is analyzed by the “padan” and “agih” methods,
served with formal and informal methods, and tested by the technique of
triangulation. The results showed two conclusions. Tipologically, the type of
causative bBT based on formal parameters marked by suppletive pairs in lexical
causative; affix {-hon}, {-i}, {pa-/ par-}, {pa- -hon}, and {pa- -i} in morphological
causative; and causative verbs mambahen, mangido, and manuru in analytic
causative; while based on semantic parameters marked by feature (1) [±animate],
(2) [±intentionally], (3) [±contact], and [±human] in true and permissive
causatives; and the word catagories, types of causative, and structure of verbs in
direct and indirect causatives. Syntactically, the causative lexical and
morphological structures formed by monoclause, while the analytic causative is
formed by biclause structure. The test is used to determine the structure by
placing syntactic operations such as negation and modalities on one of the
predicate function. Therefore, in the analytic causative, the causative verbs
incorporated with basic verb clause to form causative predicate.
Keywords: typology, causative, monoclause, biclause
Universitas Sumatera Utara
21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai bagian dari kajian tipologi gramatikal, konstruksi kausatif cukup
menarik untuk dikaji. Hal itu dilandaskan pada beberapa alasan. Pertama,
konstruksi tersebut memiliki konvergensi dengan disiplin ilmu lain, seperti filsafat
dan antropologi (Comrie, 1983: 158)1. Kedua, konstruksi tersebut memiliki dua
komponen atau kejadian dalam membentuk satu situasi yang mengekspresikan
relasi di antara penyebab (seorang individu atau peristiwa) dan pesebab (peristiwa
yang disebabkan oleh kausasi) (lihat Comrie, 1983: 158; Song, 2001: 257, bdk.
Goddard, 1998: 266)2, yang memuat struktur argumen dari predikat kausatif
dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan
adanya keterlibatan sintaksis formal dan analisis semantik (Comrie, 1983: 159).
[Hal itulah yang menyebabkan pembagian konstruksi tersebut berdasarkan
parameter formal dan parameter semantis]3
Sejalan dengan itu, para ahli bahasa telah banyak mengkaji konstruksi
kausatif dari sudut pandang yang berbeda. Ada yang mengkaji dari segi tipologis
(misalnya, Comrie, 1983; Song, 2001); ada juga yang mengkaji dari segi sintaksis
(Shibatani [ed.] 1976; Ackerman dan Webelhuth, 1998; Mulyadi, 2004;
Subiyanto, 2013), bahkan ada yang telah mengkaji dari segi semantis (lihat
Curnow, 1993 dalam Mulyadi, 2004; Goddard, 1998). Kajian-kajian itu
memberikan kontribusi dalam mengembangkan konstruksi tersebut sesuai dengan
tataran masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
22
Seiring dengan ramainya pengkajian konstruksi kausatif, banyak ahli yang
telah mengklasifikasikan kausatif berdasarkan parameter tertentu. Misalnya, di
satu sisi, Comrie (1983) mengklasifikasikan kausatif berdasarkan parameter
formal, yakni kausatif leksikal, kausatif morfologis, dan kausatif analitik – yang
dalam pandangan Whaley (1997) dan Payne (2002) disebut kausatif perifrastis.
Parameter tersebut sama dengan pembagian Goddard (1998) dan Song (2001).
Lebih lanjut, Shibatani (1976) menyatakan bahwa kausatif analitik (perifrastik)
merupakan konstruksi biklausal, sedangkan kausatif morfologis dan kausatif
leksikal merupakan konstruksi monoklausal4. Di sisi lain, berdasarkan parameter
semantis, kausatif dibedakan atas tingkat kendali yang diterima pesebab dan
kedekatan antara penyebab dan pesebab dalam situasi makro (Comrie, 1983: 164).
Berkaitan dengan itu, Song (2001: 278) menyatakan bahwa di antara ketiga tipe,
kausatif leksikal menempati jarak terdekat dalam menghubungkan penyebab dan
pesebab, sedang dua tipe lainnya berada di posisi setelahnya.5
Pembentukan konstruksi kausatif seperti parameter di atas tentu berbeda
dalam setiap bahasa. Hal itu berhubungan dengan relasi makna, fungsi gramatikal,
dan juga valensi yang terdapat dalam bahasa tersebut (Ackerman dan Webelhuth,
1998: 268). Misalnya, dalam bahasa Batak Toba (disingkat bBT)6, pembentukan
konstruksi kausatif memiliki keunikan secara gramatikal. Namun, sampai saat ini
kajian sintaksis terhadap konstruksi kausatif bBT belum pernah disinggung sama
sekali. Oleh karena itu, urgensi penelitian ini berkaitan dengan (1) kekhasan
konstruksi kausatif sebagai kajian tipologi, (2) kekhasan bBT sebagai bahasa yang
memiliki sistem tata bahasa sendiri, dan (3) kepentingan pengkajian sintaksis
terhadap bBT.
Universitas Sumatera Utara
23
Berdasarkan urgensi di atas, penelitian ini berfokus pada konstruksi
kausatif bBT. Secara sederhana, ketiga tipe konstruksi dapat dideskripsikan dalam
contoh kalimat berikut ini.
(1) Mamunu ulok nangkiningan Bapa. [kausatif leksikal]
AKT-bunuh-KAUS ular Adv-tadi Bapak-TOP
‘Bapak membunuh ular tadi’.
(2) Torop do halak na manjambarhon boli nasida.[kaus. morfologi]
Banyak T orang-TOP Pe AKT-bagi-KAUS mahar mereka-3TG.7
‘Banyak orang yang membagikan maharnya itu’.
(3) (a) Mangombak saba ibana.
AKT-cangkul sawah dia-3TG-TOP.
‘Dia mencangkul sawah’.
(b) Oma do mambahen ibana mangombak saba.8 [kausatif analitik]
Ibu-TOP T V-KAUS dia-3TG AKT-cangkul sawah.
‘Ibu menyuruh dia mencangkul sawah’.
Contoh di atas merupakan bentuk lazim dari ketiga tipe konstruksi kausatif
yang terdapat dalam bBT. Sesuai dengan data di atas, kausatif leksikal dimarkahi
verba leksikal mamunu ‘membunuh’ yang mengandung komponen sebab dan
akibat, sedangkan kausatif morfologis dimarkahi afiks {-hon}, dan kausatif
analitik dimarkahi verba kausatif mambahen ‘membuat’.
Berbeda dengan bentuk lazim di atas, terdapat beberapa fenomena dalam
konstruksi kausatif bBT. Pertama, fenomena dalam kaitannya dengan kausatif
morfologis. Lazimnya, perubahan verba intransitif menjadi transitif dimarkahi
afiks kausatif {pa-}, {-i}, {pa- -hon}, {pa- -i}, dan {-hon} seperti contoh di atas,
tetapi dalam bBT (contoh 4b), hal itu dimarkahi afiks {maN-}. Selain itu,
pemarkah afiks {-i} tidak hanya ditemukan pada bentuk dasar yang berkategori
adjektiva dan nomina, tetapi juga ditemukan dalam kategori verba (contoh 5).
Universitas Sumatera Utara
24
Pemarkah afiks {pa-/ par-} juga tidak hanya ditemukan pada kategori adjektiva,
adverbia, dan numeralia, tetapi juga pada kategori nomina (contoh 6).
(4) (a) Mapitung manukna.
AKT-buta ayam-3TG-TOP.
‘Ayamnya buta’.
(b) Ibana do hape na mamitung manuk i.
Dia-3TG-TOP T ternyata Pe AKT-buta-KAUS ayam Pron.
‘Dia ternyata membutakan ayam itu’.
(5) Ompung do nakkaning mandungoi bapa.
Nenek-TOP T tadi AKT-bangun-KAUS bapak.
‘Nenek membangunkan bapak tadi’.
(6) Ndang tama ho mampartulang dongan samargam.
Tidak baik kau-2TG-TOP AKT-paman-KAUS teman semarga-2TG.
‘Tidak baik memperpamankan teman semargamu’.
Kedua, fenomena lain dalam kaitan dengan parameter semantis juga
ditemukan dalam bBT (contoh 7). Afiks {maN- dan -hon} yang melekat pada
adjektiva robur ‘hancur’ memunculkan verba mangarobur dan mangaroburhon
yang memiliki nuansa makna. Apabila dihubungkan dengan parameter semantis,
hal itu menunjukkan rentang waktu yang berbeda antara peristiwa sebab dan
akibat. Nuansa makna yang dimaksud dapat dibuktikan dengan melekatkan fitur
semantis kesengajaan seperti contoh berikut ini.
(7) (a) Marobur artana.
AKT-hancur harta-3TG-TOP.
‘Hartanya hancur.’
(b) Ibana do na sangajo mangarobur artana.
Dia-3TG-TOP T Pe sengaja AKT-hancur-KAUS harta-3TG.
‘Dia sengaja menghancurkan hartanya’.
(c) Ibana do na sangajo mangaroburhon artana.
Dia-3TG-TOP T Pe sengaja AKT-hancur-KAUS harta-3TG.
‘Dia sengaja menghancurkan hartanya’.
Universitas Sumatera Utara
25
Kedua fenomena yang dikemukakan di atas dijelaskan dalam pembahasan
selanjutnya. Fenomena tersebut menjadi alasan pertama untuk pelaksanaan
penelitian ini.
Dalam penelitian ini juga dibahas struktur yang membangun konstruksi
kausatif. Perhatikan contoh berikut.
(8) (a) Dabu anggina.
AKT-jatuh adik-3TG-TOP.
‘Adiknya jatuh.’
(b) Ibana do mandabuhon anggina.
Dia-3TG-TOP T AKT-jatuh-KAUS adik-3TG.
‘Dia menjatuhkan adiknya.’
(c) Ibana do mambahen anggina madabu.
Dia-3TG-TOP T V-KAUS adik-3TG AKT-jatuh.
‘Dia membuat adiknya jatuh.’
Struktur dasar (8a) membentuk struktur derivasi (8b) dan (8c). Adanya
pemarkah afiks {-hon} (8b) telah memunculkan konstituen FN baru yang
berakibat pindahnya subjek anggina ke posisi objek dalam struktur yang
membangun konstruksi kausatif. Selanjutnya, kehadiran verba kausatif mambahen
pada struktur derivasi (8c) menyebabkan munculnya dua predikat terpisah
mambahen dan madabu yang membentuk struktur matriks ibana mambahen dan
struktur derivasi madabu anggina.
Adanya perpindahan konstituen dalam konstruksi di atas dijelaskan
dengan teori Penguasaan dan Pengikatan. Dua subsistem teori yang relevan adalah
teori X-bar dan teori Perpindahan. Teori X-bar menerangkan struktur yang
membangun konstruksi kausatif, sedangkan teori perpindahan menjelaskan proses
perpindahan suatu konstituen yang menduduki posisi tertentu dalam struktur asal
Universitas Sumatera Utara
26
ke posisi lain dalam struktur derivasi (Mulyadi, 2004: 136). Pembahasan
mengenai struktur ini merupakan alasan kedua diadakannya penelitian ini.
Berdasarkan semua konsep dan fenomena yang dijelaskan di atas,
penelitian ini difokuskan pada tipe-tipe konstruksi kausatif bBT dan struktur yang
membangun konstruksi tersebut. Artinya, dalam tulisan ini digunakan dua kajian
secara eklektis; tipologi untuk menjelaskan tipe konstruksi kausatif bBT dan
sintaksis untuk menjelaskan struktur yang membangun konstruksi tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah tipe-tipe konstruksi kausatif bBT berdasarkan parameter
formal (morfosintaksis) dan parameter semantis?
2) Bagaimanakah struktur yang membangun konstruksi kausatif bBT?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan dalam dua bentuk, yakni tujuan umum dan
tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsepsi
penutur bBT terhadap peristiwa sebab-akibat dan mendeskripsikan konstruksi
kausatif dalam struktur sintaksis bBT.
Universitas Sumatera Utara
27
1.3.2 Tujuan Khusus
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan khusus penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1) Mengidentifikasikan tipe-tipe konstruksi kausatif dalam bBT berdasarkan
parameter formal (morfosintaksis) dan parameter semantis.
2) Mendeskripsikan struktur yang membangun konstruksi kausatif bBT.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini digolongkan atas dua bagian, yaitu manfaat secara
teoretis dan manfaat secara praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat dalam memperkaya khazanah
pengetahuan linguistik, khususnya bidang tipologi gramatikal. Pendekatan
tipologi yang digunakan dalam penelitian ini menjadi referensi bagi kajian lain
dalam mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan tipe tertentu. Selain itu,
penelitian ini juga menjadi referensi dan bahan rujukan dalam mengenal kekhasan
bBT, khususnya dalam tataran sintaksis. Hal itu dianggap perlu mengingat
minimnya penelitian yang dilakukan terhadap sintaksis bBT.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan penyusunan buku
pengajaran bBT, baik di lembaga pendidikan formal maupun pendidikan informal.
Selain itu, penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi dan rujukan bagi
penelitian lanjutan dan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan kajian
Universitas Sumatera Utara
28
lanjut sehingga dapat memperkaya khazanah telaah sosial; bahasa, budaya, dan
lingkungan Indonesia.
1.5 Definisi Istilah
Bagian ini merupakan batasan mengenai sejumlah konsep yang digunakan
sebagai suatu istilah teknis. Semua konsep itu merupakan kerangka dari fenomena
empiris tentang konstruksi kausatif. Oleh karena itu, definisi istilah dari konsep-
konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Kausatif dan Kausativisasi
Kausatif merupakan gabungan dari dua situasi yang menggambarkan
komponen sebab (verba kausatif) dan komponen akibat (predikat akibat) (Comrie,
1983: 158; Song, 2001: 257). Selanjutnya, kausativisasi merupakan proses
pembentukan kausatif (Payne, 2002: 175). Menurut Comrie (1983: 158),
kausativisasi merupakan proses peningkatan valensi dengan penambahan argumen
agen/ aktor yang sekaligus merupakan penyebab terjadinya sebuah peristiwa
kausatif.
2. Aplikatif
Aplikatif merupakan proses penciptaan objek atau pengubahan fungsi
nonobjek menjadi objek (Haspelmath, 2002: 216). Selain itu, peningkatan hierarki
objek, misalnya objek tak langsung menjadi objek langsung juga dikategorikan
sebagai proses aplikatif (Haspelmath, 2002: 217; bandk. Payne, 2002: 186). Itu
sebabnya, aplikatif disebut juga sebagai alat penambahan valensi verba (Payne,
2002: 186; bandk. Whaley, 1997: 191).
3. Valensi
Valensi adalah jumlah argumen dalam sebuah kalimat dikaitkan dengan
verba yang disebabkan oleh fungsi-fungsi gramatikal (Katamba, 1993: 266).
Lebih sederhana, Van Vallin dan Lapolla (1999: 147-150) mengatakan bahwa
valensi adalah banyaknya argumen yang diikat atau diambil oleh verba. Konsep
valensi berkaitan erat dengan perubahan jumlah argumen verba sebagai PRED
dalam sebuah klausa yang memengaruhi argumen A atau SUBJ dan P atau OBJ
suatu PRED verba (Haspelmath: 2002:218).
4. Relasi Gramatikal
Relasi gramatikal merupakan bagian-bagian atau unsur dari kalimat/
klausa yang dikategorikan sebagai subjek (S), objek langsung (OL), dan objek tak
langsung (OTL). Comrie, 1983: 170; Song, 2001: 264; dan Payne, 1997: 176
menyebutkan bahwa tiga relasi gramatikal tersebut adalah relasi yang bersifat
sintaksis. Di samping itu, ada relasi yang bersifat semantik, yaitu: lokatif,
Universitas Sumatera Utara
29
benefaktif, dan instrumental yang secara kolektif disebut relasi oblik. (Blake,
1991; Artawa, 2000: 490).
5. Transitivitas
Transitivitas dibedakan atas ketransitifan struktural dan tradisional.
Transitivitas struktural mengacu kepada struktur yang berhubungan dengan
sebuah predikat dan dua argumen, yaitu S dan OL, sedangkan transitivitas
merujuk kepada proses membawa atau memindahkan tindakan dari agen ke pasien
(Hopper dan Thompson (ed), 1982 dalam Budiarta, 2013).
6. Argumen
Argumen merupakan unsur sintaksis dan semantis yang diperlukan oleh
sebuah verba yang umumnya berkorelasi dengan partisipasi pada suatu kejadian
atau keadaan yang dinyatakan oleh verba atau predikatnya. Jumlah argumen
dalam sebuah klausa atau kalimat sangat ditentukan oleh verba sebagai inti (head)
dari klausa atau kalimat tersebut (Culicover, 1997: 16-17).
7. Struktur Argumen
Struktur argumen merupakan keterikatan argumen predikat dengan
predikat itu sendiri yang membentuk sebuah struktur (Alsina, 1996: 4-7). Di sisi
lain, Manning (1996: 35-36) menyatakan bahwa struktur gramatikal dan struktur
argumen adalah hasil langsung dari gramatikalisasi dua rangkaian hubungan yang
berbeda. Artinya, persoalan struktur argumen ditempatkan sebagai perwujudan
sintaksis.
Universitas Sumatera Utara
30
Catatan:
1 Peranan penting konstruksi kausatif dapat dilihat berdasarkan disiplin ilmu lain,
misalnya filsafat dan antropolinguistik. Filsafat akan memasuki wilayah kajian
sifat penyebab dari peristiwa kausatif, sedangkan antropolinguistik akan
mengkaji persepsi manusia dan juga kategorisasi sebab-akibat yang dihasilkan
peristiwa kausatif tersebut (Comrie, 1983: 158).
2Goddard cenderung mengarahkan definisi kausatif ke kajian semantik, yakni
ungkapan yang di dalamnya sebuah peristiwa (peristiwa yang disebabkan)
digambarkan sebagai peristiwa yang terjadi karena (disebabkan) seseorang
melakukan sesuatu atau karena sesuatu terjadi (Goddard, 1998: 266).
3Kajian konstruksi kausatif melibatkan interaksi antara sintaksis formal dan
analisis semantik, dan itulah yang menghubungkan parameter formal dan
parameter semantis (lihat Comrie, 1983:159).
4Pembagian konstruksi kausatif yang dikemukakan oleh Arka (1993:8) didasarkan
atas jumlah klausa yang terdapat dalam sebuah konstruksi kausatif. Perbedaan
pembagian kausatif menurut Arka (1993:8) dan Comrie (1981: 158--160;
1989:165--171) pada prinsipnya tidak bertentangan satu sama lain.
5Kausatif leksikal merupakan perpaduan maksimum antara dua predikat meskipun
tidak mungkin menganalisis verba kausatif leksikal dalam dua morfem. Kausatif
sintaksis merupakan perpaduan minimum antara predikat penyebab dan akibat,
dengan dua predikat terpisah. Selanjutnya, kausatif morfologi menempati titik
tengah pada kontinum fusi formal yang rentan terhadap analisis dari satu
morfem ke morfem yang lain (Song, 2001: 278).
6Salah satu contoh kekhasan bahasa Batak Toba tampak pada banyaknya kata
yang tidak memiliki padanan makna atau sulit diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, seperti kata panongosan (pa + tongos + -an), tidak mempunyai
padanan dalam bahasa Indonesia sehingga harus diterjemahkan dengan
seseorang, yang dengan perantaraannya sesuatu dikirimkan. Oleh karena itu,
adakalanya penggunaan bBT lebih sederhana daripada bahasa Indonesia, tetapi
terkadang bisa lebih rumit atau kompleks (lihat Sinaga, 2002:1)
7bBT memiliki partikel na yang dapat digunakan untuk memperkuat unsur yang
mengikutinya. Partikel itu hampir sama dengan pronomina penghubung yang
dalam bahasa Indonesia, tetapi penggunaannya lebih luas dalam BBT. Dalam
beberapa hal, partikel na itu dapat diterjemahkan dengan yang, tetapi dalam
beberapa hal tidak. Apabila partikel itu tidak dapat diterjemahkan dengan yang
dalam bahasa Indonesia digunakan pemarkah Pe sebagai singkatan pemerkuat.
Partikel tersebut berfungsi sebagai pemerkuat kalimat tanya, pemerkuat kalimat
berita, pemerkuat kalimat terbelah, pemerkuat kalimat negatif, pembentuk kata
majemuk, pemerkuat keterangan waktu lampau, pronomina relatif dalam klausa
relatif dan atribut relatif, serta pembentuk nominalisasi (Sibarani, 1997: 220).
Universitas Sumatera Utara
31
8
Partikel do berfungsi sebagai pemarkah topik yang tempatnya tetap setelah topik
meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat itu dipertukarkan. Partikel do
(1) mengandung makna eksklusif yang menegaskan bahwa “topiklah yang
terjadi, bukan yang lain”; (2) cenderung menyiratkan waktu yang lampau yang
menyatakan bahwa kejadian itu telah terjadi pada waktu lampau, dan (3)
perintah itu merupakan desakan/ saran penyapa untuk melakukan tindakan
tertentu (Sibarani, 1997: 216).
Universitas Sumatera Utara
32
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Teori-Teori yang Relevan
Penelitian ini didasarkan pada teori tipologi bahasa, khususnya tipologi
gramatikal. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, penelitian ini
memperhatikan kajian pustaka sebelumnya, baik berdasarkan teori-teori yang
relevan maupun berdasarkan penelitian mengenai konstruksi kausatif yang
dilakukan sebelumnya.
2.1.1 Tipe-Tipe Kausatif
Secara umum, konstruksi kausatif merupakan konstruksi yang
mengungkapkan suatu situasi makro kompleks yang mengandung dua situasi
mikro atau peristiwa yang terdiri atas (1) peristiwa penyebab (causer) yang
menyebabkan suatu peristiwa terjadi (causing event) dan (2) peristiwa yang terjadi
atau akibat yang timbul (caused) yang disebabkan oleh tindakan pesebab (causee)
(Shibatani [ed.] 1976: 239; Comrie, 1985: 330; dan Song, 2001: 253).
Di sisi lain, Ackerman dan Webelhuth (1998: 269) mengungkapkan:
“... like other predicates causatives traverse the syntax-
morphology boundary. Their contentive aspects can be
expressed synthetically in one construction but analytically in
another. In fact, in causatives the situation is quite involved,
since a few things are going on simultaneously in their
grammatical behaviour. One issue that arises with these
predicates is that causatives semantically express two states of
affairs....”
Kutipan di atas menjelaskan bahwa seperti predikat lain, kausatif juga
melintasi batas antara sintaksis dan morfologi. Aspek kontentifnya dapat
Universitas Sumatera Utara
33
dinyatakan secara sintesis (digabungkan) dalam satu konstruksi, tetapi dianalisis
dalam konstruksi yang berbeda. Bahkan, dalam kausatif, situasi turut berpengaruh
karena beberapa hal yang terjadi secara bersamaan dalam perilaku gramatikal
konstruksi tersebut. Ditambahkan juga bahwa melalui predikat yang
memunculkan konstruksi kausatif, muncul dua situasi peristiwa (Ackerman dan
Webelhuth, 1998: 269), yakni dua situasi mikro yang mencerminkan komponen
sebab dan akibat (Comrie, 1983: 158; Song, 2001: 257; Payne, 2002: 175)1.
Sejalan dengan dua situasi peristiwa yang disebutkan di atas, Ackerman
dan Webelhuth (1998: 269) menjelaskan bahwa struktur biproposional itulah yang
menyebabkan beberapa kausatif berperilaku dalam struktur biklausal. Namun,
struktur tersebut tidak selalu demikian sebab dalam banyak bahasa, kausatif
secara konsisten berperilaku dalam struktur monoklausal.
Tabel 1. Jenis Kausatif Analitik
Analitik Sintaktik
Monoklausal Bahasa Jerman I Bahasa Malayalam
Biklausal Bahasa Jerman II Bahasa Chi-Mwi:ni
Campur Bahasa Italia Bahasa Turki
Sumber: Ackerman dan Webelhuth (1998: 269)2
Ackerman dan Webelhuth (1998: 271) mengemukakan tes untuk kausatif
monoklausa, yakni (1) tidak ada fungsi gramatikal yang dirangkap, (2) penyebab
dapat mengikat pasien dari verba transitif sematan, dan (3) pasien dapat menjadi
subjek lahir bila verba kausatif dipasifkan. Tes untuk kausatif biklausa ialah (1)
fungsi gramatikalnya dirangkap, (2) pesebab dapat mengikat pasien dari verba
transitif sematan, dan (3) pasien tidak dapat menjadi subjek dari kausatif yang
dipasifkan.
Universitas Sumatera Utara
34
Setiap bahasa mempunyai konstruksi gramatikal yang berbeda dalam
mengungkapkan kekausatifan. Namun, secara lintas bahasa ditemukan bahwa
kesetaraan konstruksi kausatif dapat diungkapkan secara sintaksis dan secara
analitis (lihat Comrie, 1983: 159). Hal itulah yang menyebabkan pembagian tipe
kausatif berdasarkan parameter formal dan parameter semantis.
2.1.1.1 Parameter Formal
Berdasarkan parameter formal, Comrie (1983: 159) mengatakan bahwa
ada tiga tipe kausatif, yaitu kausatif leksikal, kausatif morfologis, dan kausatif
analitik, yang dalam Whaley (1997: 195) dan Payne (2002: 182) disebut juga
kausatif perifrastis. Kausatif analitik adalah kausatif dengan verba kausatif. Dalam
hal ini, terdapat predikat terpisah pada kata yang menunjukkan peristiwa sebab
(penyebab) dan peristiwa akibat (pesebab) (Comrie, 1983: 159). Berkenaan
dengan itu, Payne (2002: 176) mengungkapkan bahwa hampir semua kausatif
dalam bahasa Inggris menggunakan verba kausatif yang terpisah, misalnya make,
made, cause, force, dan compel.
(9) I caused Jhon to go.
Saya-1TG-TOP V-KAUS Jhon Prep AKT-pergi.
‘Saya menyebabkan Jhon pergi’
Komponen sebab pada contoh (9) ditandai oleh verba caused yang secara
eksplisit menerangkan bahwa I melakukan sesuatu pada John dan komponen
akibat secara eksplisit ditandai oleh predikat go pada John to go. Jadi pada
konstruksi kausatif analitik, penyebab I melakukan sesuatu terhadap pesebab John
sehingga memunculkan akibat John to go hadir secara eksplisit dalam struktur.
Dengan demikian, secara morfosintaksis, kausatif analitik tidak dapat dikatakan
Universitas Sumatera Utara
35
sebagai operasi penambahan valensi, tetapi secara semantis dapat
diinterpretasikan demikian (Payne, 2002: 177).
Tipe selanjutnya merupakan kausatif morfologis. Kausatif ini
merefleksikan hubungan antara predikat nonkausatif dan predikat kausatif yang
dimarkahi oleh perangkat morfologis, misalnya oleh afiksasi (Comrie, 1983: 159).
Perhatikan contoh berikut ini.
(10) a. Palka slomala-s’
The stick-TOP AKT-broke.
‘Tongkat patah’.
b. Tanja slomala palku.
Tanja-TOP AKT-broke-KAUS the stick.
‘Tanja mematahkan tongkat’.
Pada konstruksi kausatif morfologis, komponen yang seolah-olah hadir
hanyalah komponen sebab (Tanja slomala palku), sedangkan komponen akibat
tidak muncul secara eksplisit (Palka slomala-s’). Makna bahwa Tanja melakukan
sesuatu sehingga tongkat patah terkandung dalam verba kausatif slomala.
Berbeda dengan tipe lainnya, kausatif morfologis melibatkan perubahan
bentuk verba3. Di samping dengan verba derivatif, kausatif morfologis dapat
dibentuk dengan menggunakan afiks. Seperti dalam bahasa Turki (Altaic) yang
memiliki dua bentuk kausatif morfologis sangat produktif dengan menggunakan
sufiks -dIr (dan alomorfnya) dan -t (Payne, 2002: 176).
Tipe terakhir adalah kausatif leksikal. Kausatif ini merupakan kausatif
yang dinyatakan oleh sebuah leksikon tanpa melalui proses produktif apa pun.
Leksikon tersebut secara mandiri dapat menyatakan hubungan sebab-akibat
sekaligus. Comrie (1983: 159) memberi contoh sebagai berikut.
(11) Jhon killed Bill.
Jhon PAS-bunuh-KAUS Bill-TOP.
Universitas Sumatera Utara
36
‘Jhon membunuh Bill’.
Pada contoh (11) situasi-situasi mikro dalam konstruksi kausatif leksikal
dituangkan dalam satu kejadian. Komponen sebab dan komponen akibat dapat
ditafsirkan dari verba kausatif itu sendiri, yaitu kill. Dua kejadian dalam kalimat
(11) adalah ‘Jhon membunuh Bill’ sebagai komponen penyebab yang ditampilkan
secara eksplisit dan ‘Bill meninggal’ dapat dipahami sebagai komponen akibat
walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit. Jadi, makna bahwa penyebab John
melakukan sesuatu sehingga mengakibatkan pesebab Bill meninggal tercakup
dalam verba kausatif kill.4
Menurut Payne (2002: 179), hampir semua bahasa memiliki kausatif
leksikal. Ada tiga subtipe kausatif leksikal, yaitu:
(a) No change in verb
Nonkausatif : The vase broke.
Kausatif: Macbeth broke the vase (=Macbeth caused the vase to break)
(b) Some idiosyncratic change in verb
Nonkausatif : The tree fell (Verb = to fall)
Kausatif : Bunyan felled the tree (Verb = to fell)
(c) Different verb
Nonkausatif : Stephanie ate the beans.
Kausatif : Gilligan fed Stephanie beans.
Nonkausatif : Lucretia died.
Kausatif : Gloucester killed Lucretia.
Universitas Sumatera Utara
37
Pembagian semua tipe yang dijelaskan di atas diilustrasikan secara ringkas
dalam gambar Goddard (1998: 260) berikut.
Pembagian Bentuk Kausatif
Kausatif Analitik Kausatif Morfologi Kausatif Leksikal
(Kausatif Perifrastik) (Kausatif Langsung)
- I made him work - membunuh
- I got him to do it - memecah
- I had him to do it
Sufiksasi
Kausatif produktif Kausatif tak produktif
Gambar 1. Pembagian Kausatif
Song (2001: 278) membuat pemetaan yang berbeda dalam meringkas tiga
tipe kausatif. Hal ini tampak dalam bagan berikut.
Gambar 2. Tingkatan Kedekatan Penyebab dan Pesebab (Song, 2001: 278)
Gambar tersebut menjelaskan bahwa ketiga tipe kausatif yang berbeda
tersebut membentuk sebuah kontinum fusi formal antara kedekatan predikat
komponen penyebab dengan predikat komponen akibat. Kausatif leksikal
merupakan perpaduan maksimum antara dua predikat meskipun tidak mungkin
menganalisis verba kausatif leksikal dalam dua morfem. Kausatif sintaksis
Leksikal Morfologis Analitik
Universitas Sumatera Utara
38
merupakan perpaduan minimum antara predikat komponen penyebab dengan
komponen akibat berdasarkan dua predikat terpisah. Selanjutnya, kausatif
morfologis menempati titik tengah pada kontinum fusi formal yang rentan
terhadap analisis dari satu morfem ke morfem yang lain.
Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa para ahli sepakat
mengklasifikasikan tipe kausatif berdasarkan parameter formal meskipun dari
sudut pandang yang berbeda. Tipe-tipe itu digunakan dalam mendeskripsikan
konstruksi kausatif bBT.
2.1.1.2 Parameter Semantis
Comrie (1983: 164) membedakan tipe-tipe kausatif berdasarkan parameter
semantis. Parameter semantis ini membedakan kausatif berdasarkan tingkat
kendali yang diterima pesebab dan kedekatan antara penyebab dengan pesebab
dalam situasi makro atau kausatif itu sendiri.
Berdasarkan tingkat kendali yang diterima pesebab, Comrie (1983: 165)
membedakan kausatif sejati (true causative) dan kausatif permisif (permissive
causative). Pada kedua konstruksi tersebut, penyebab – dalam hal ini agen –
memiliki kendali atas terjadi atau tidaknya akibat pada pesebab. Dalam kausatif
sejati, penyebab hanya memiliki kemampuan untuk menimbulkan akibat terhadap
pesebab, sedangkan dalam kausatif permisif, penyebab memiliki kemampuan
untuk mencegah terjadinya akibat pada pesebab.
Selanjutnya, berdasarkan kedekatan hubungan terjadinya komponen sebab
dan komponen akibat, Comrie (1983: 160) membedakan kausatif langsung dan
kausatif tak langsung. Kausatif langsung adalah kausatif yang menggambarkan
kedekatan penyebab dengan pesebab (misalnya, Anton broke the stick), sedangkan
Universitas Sumatera Utara
39
dalam kausatif tak langsung hubungannya lebih jauh (misalnya, Anton brought it
about that the stick broke). Walaupun penyebab selalu diikuti oleh pesebab, dalam
kausatif tak langsung, pesebab terjadi beberapa saat setelah penyebab terjadi.
Sejalan dengan uraian di atas, Whaley (1997: 195) menyebutkan bahwa
kausativisasi langsung mengacu pada situasi ketika tindakan penyebab
mempunyai efek langsung pada pesebab, sedangkan kausativisasi tak langsung
mengacu pada situasi kausativisasi yang derajat kelangsungannya sangat jauh.
Misalnya, kausatif leksikal kill dan konstruksi kausatif cause to die dalam bahasa
Inggris (lihat juga Payne, 2002: 175; Song 2001: 276).
Menurut Payne (2002: 175), kausativisasi langsung dan kausativisasi tidak
langsung berhubungan dengan integrasi struktural dan integrasi konseptual antara
cause dan effect. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh tiga hal berikut ini.
(a) Structural distance, yaitu jumlah silabe, segmen, dalam operasi kausatif
secara khusus berhubungan dengan kuantitas jarak konseptual antara cause
dan effect.
(b) Bentuk verba finit dan nonfinit: jika cause dan effect berhubungan dengan
kala/ aspek/ modalitas/ evidensialitas/ dan atau lokasi, salah satu verba
adalah nonfinit.
(c) Kasus morfologi pesebab: jika pesebab menguasai tingkat kendali atas
kejadian yang menjadi dasar penyebabnya (caused event), maka akan
muncul kasus agen, yaitu kasus ergatif/ nominatif; jika pesebab hanya
sedikit menguasai atau tidak memiliki kendali, maka akan muncul kasus
pasien, yaitu dalam kasus akusatif/ absolutif.
Universitas Sumatera Utara
40
Prinsip pertama di atas digambarkan seperti dalam Piramida Haiman
(dalam Payne, 2002: 182) tentang langsung/ tidak langsungnya efek yang
ditimbulkan oleh pesebab.
(Kausatif leksikal) Kausativisasi lebih langsung
(Kausatif morfologi)
(Kausatif analitik) Kausativisasi tidak langsung
Gambar 3. Piramida Haiman
Dalam Piramida Haiman (Whaley, 1997: 195), ketiga tipe kausatif
berdasarkan parameter formal mengungkapkan makna kausatif yang berbeda dan
ini berkaitan dengan efeknya yang langsung atau tidak langsung.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Song (2001: 259):
“There is, for instance, a strong correlation between the formal
types of causative construction (i.e. lexical, morphological, and
syntactic), and the semantic types of causation to the extent that
the formal distance between the predicate of cause and that of
effect is claimed to be motivated iconically by the conceptual
distance between the cause and the effect, and between the
causer and the causee. It is also suggested that the case marking
of the causee is determined by the type of causation, which is in
turn related to other semantic and/ or pragmatic factors such as
agency, control, affectedness and topicality.” (Song, 2001: 259)
Kutipan di atas menjelaskan hubungan yang kuat antara tipe kausatif
berdasarkan parameter formal (leksikal, morfologis, dan analitik) dan tipe kausatif
berdasarkan parameter semantis, yakni bahwa jarak formal antara predikat
komponen penyebab dan komponen akibat diklaim oleh jarak konseptual antara
X
Y = Z
Y # Z
Y
Universitas Sumatera Utara
41
penyebab dan pesebab. Hal ini juga menyarankan bahwa kasus yang menandai
pesebab ditentukan oleh jenis peristiwa sebab-akibat, yang pada gilirannya
berhubungan dengan semantik lain dan/ atau faktor pragmatis seperti agen,
kontrol, keterikatan, dan pentopikalan.
Sehubungan dengan itu, kausatif leksikal mempunyai efek yang paling
langsung dibandingkan dengan kausatif morfologis dan kausatif analitik (Whaley,
1997: 195).
Tabel 2. Kausatif Berdasarkan Parameter Semantis
Tipe Kausatif Bentuk Kausativisasi
Kausatif Leksikal (X-“lebih dekat”) Langsung
Kausatif Morfologi (Y – Z)
Kausatif Analitik (Y# Z – “lebih jauh”) Tidak langsung
Sumber: Whaley (1997: 195)
Perbedaan semantis yang kedua antara tipe-tipe kausatif adalah derajat
kontrol/ tingkat kendali/ kuasa atas pesebab. Contoh berikut menjelaskan
perbedaan semantis tersebut.
(12) Rocco made her leave.
Rocco-TOP AKT-buat-KAUS dia-3TG cuti.
‘Rocco membuat dirinya cuti.’
(13) Al let her leave.
Al-TOP AKT-izin-KAUS dia-3TG cuti.
‘Al mengizinkan dirinya cuti.’
Dapat dipastikan bahwa penyebab Rocco tetap memegang kontrol/ kendali
atas situasi dalam kalimat (12). Berbeda dengan itu, pesebab dalam kalimat (13)
masih mempunyai pilihan untuk pergi atau tidak, sekalipun penyebab memiliki
derajat kuasa yang lebih besar.
Pertimbangan semantis selanjutnya atas bentuk kausatif adalah apakah
bentuk kausatif tersebut mengindikasikan makna permisif, permintaan, atau
Universitas Sumatera Utara
42
kausativisasi sejati. Dalam beberapa bahasa, tidak ada perbedaan morfosintaktis
antara kausativisasi dan permisif, tetapi dalam beberapa bahasa yang lain ada.
Misalnya, dalam bahasa Inggris, ada pilihan verba yang mengindikasikan permisif
(misal, allow, let, permit), permintaan (ask), dan kausativisasi (made, cause, dan
force). Namun, ada properti struktural (properti sintaksis) yang berhubungan
dengan perbedaan leksikal ini.
Tabel 3. Jenis Kasus dan Pesebab (Whaley, 1997)
Kasus Tingkat Kendali terhadap Pesebab
Nominatif Tinggi
Oblik Kurang
Akusatif Tidak ada sama sekali
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh berikut ini.
(14) I asked that he (NOM) leave.
(15) I asked him (ACC) to leave.
(16) I made him (ACC) leave.
Pada kalimat (14), pesebab mempunyai kasus nominatif sehingga
memiliki tingkat kendali yang kuat (pesebab he bisa pergi atau tidak), sedangkan
pada kalimat (15) dan (16) pesebab berkasus akusatif sehingga tingkat kendali
yang dimiliki pesebab tidak sekuat pada kasus nominatif; bahkan pesebab tidak
memiliki kuasa sama sekali (pesebab him tidak mempunyai pilihan lain/ tidak bisa
menolak).
Comrie (1983: 170) mengatakan bahwa pembentukan kausatif meliputi
penambahan agen terhadap valensi. Dengan demikian, jika klausa dasar adalah
klausa intransitif, subjek akan diungkapkan sebagai OL. Subjek pada klausa
dengan verba ekatransitif akan diungkapkan sebagai OTL dan OL tetap sebagai
OL. Jika klausa dasar adalah klausa dengan verba dwitransitif, subjek akan
Universitas Sumatera Utara
43
ditandai sebagai oblik, OL dan OTL akan tetap sebagai relasi gramatikal yang
sama. Perhatikan tabel berikut.
Tabel 4. Perubahan Valensi antara Verba Dasar dan Verba turunan
Kausatif
No. Tipe Klausa Verba Nonkausatif Verba Kausatif
1. Intransitif SUBJ SUBJ
OL
SUBJ SUBJ
2.
3.
Ekatransitif
Dwitransitif
OL OL
OL OTL
SUBJ SUBJ
OL OL
OTL OTL
OBL
Sumber: Comrie (1983:170)
Berdasarkan tabel di atas, Comrie mengusulkan hierarki relasi gramatikal
sebagai berikut: subjek > objek langsung > objek tak langsung > objek oblik.
Menurutnya, penyimpulan gramatikal dari pesebab bergerak sebagai berikut:
pesebab menempati posisi tertinggi (paling kiri) pada hierarki yang belum terisi.
Hal itu tidak berbeda dengan konsepsi Song (2001: 264) yang juga
menawarkan hierarki kasus yang sama dengan Comrie (1983: 170). Namun,
penjelasan tambahan diungkapkan seperti ini:
“The tendency for causative affixes to apply more frequently to
intransitive verbs than to transitive verb, and more frequently to
transitive verbs than to ditransitive verbs has been interpreted to
reflect the way languages manage to comply with the MCNP in
morphological causativization as much as in simple non-
causative clauses. The restrictions on application of causative
affixes may be seen to cheat transitive and/ or ditransitive verbs
of the opportunity to undergo morphological causativization, as
it were.” (Song, 2001: 264)
Kutipan itu menjelaskan bahwa kecenderungan pelekatan kausatif berada
pada verba intransitif daripada verba transitif dan lebih sering pada verba transitif
Universitas Sumatera Utara
44
daripada ditransitif. Hal tersebut ditafsirkan dalam rangka mencerminkan cara
bahasa-bahasa untuk mematuhi MCNP (Maximum Number of Core NPs)5 pada
kausatif morfologis sebanyak klausa nonkausatif sederhana. Penjelasan mengenai
hal ini sangat diperlukan untuk mengamati perubahan valensi dan relasi
gramatikal nonkausatif yang terdapat dalam konstruksi kausatif bBT.
2.1.2 Teori Penguasaan dan Pengikatan
Struktur kausatif dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Penguasaan
dan Pengikatan. Teori ini dipelopori oleh Chomsky (1980, 1986, 1990) dan
merupakan pengembangan teori tata bahasa Transformasi Gramatika Generatif
(TGG) yang bertujuan untuk memberikan pemerian sistematik tentang kalimat.
Hal itu dilakukan dengan mengajukan satu tata bahasa yang universal dengan
harapan agar tata bahasa dapat menerangkan setiap fenomena bahasa secara
menyeluruh.
Berhubungan dengan itu, Sag (1999: 149-150) menyebutkan bahwa
prinsip Binding Theory menghubungkan pronomina dengan anteseden (bandk.
Haegeman, 1992: 244)6. Istilah anafora digunakan untuk mengekspresikan
(pronomina) yang penafsirannya memerlukan asosiasi dengan unsur lain dalam
sebuah wacana.
(17) (a) Johni frightens himselfi.
(b) *Susani frightens heri.
(c) Susani frightens herselfj.
Berdasarkan kalimat di atas, Sag (1999: 150) menjelaskan bahwa himself
(17a) mengacu pada orang yang sama, yakni Jhon dan her, namun (17b)
Universitas Sumatera Utara
45
menggambarkan bahwa her bukanlah Susan. Pronomina himself dan herself diikat
oleh anteseden dengan notasi yang ditunjukkan di atas.
Penggunaan Teori Penguasaan dan Pengikatan dalam kajian ini
berhubungan dengan dua subsistem teori tersebut yang relevan dengan kajian
konstruksi kausatif, yakni teori X-bar dan teori Perpindahan.
2.1.2.1 Teori X-Bar
Teori X-bar menjelaskan struktur umum frasa yang direpresentasikan pada
skema X-bar. Melalui skema ini, kaidah struktur frasa sebuah bahasa dapat
dideskripsikan atau disederhanakan (Haegeman, 1992: 95).
Relasi antara kategori leksikal dan kategori frasa digambarkan dalam dua
tataran proyeksi. Kedua proyeksi itu direpresentasikan pada level sintaksis. Jika
sebuah kategori leksikal seperti N, V, A, atau P, yang di dalam teori ini
disimbolkan dengan X, dibentuk oleh sebuah komplemen, keterangan, dan
spesifier, komplemen yang berkombinasi dengan X akan membentuk proyeksi X-
bar, keterangan yang berkombinasi dengan X-bar akan membentuk proyeksi X-
bar yang lebih tinggi, dan pada level berikutnya spesifier yang berkombinasi
dengan X-bar akan membentuk proyeksi maksimal X. Kategori bar, dengan
demikian, adalah sebuah proyeksi X dan frasa dengan bar tertinggi ialah proyeksi
maksimal dari kategori X.
X”
Spes X’
X’ Ket
X Komp
Gambar 4. Struktur Frasa berdasarkan Teori X-Bar (Haegeman, 1992: 95)
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar di atas dapat dijelaskan dengan struktur skema di bawah ini.
(18) X” = Spes; X’
X’ = X’; Ket
X’ = X; Komp
Teori ini dapat diaplikasikan pada konstituen frasa dan konstituen klausa
(Haegeman, 1992: 74-97).
(19) Poirot will abandon the investigation.
(20) They will wonder [whether Poirot will abandon the investigation].
Kehadiran FN Poirot dan the investigation (19) merupakan struktur
argumen dari predikat abandon. Munculnya kalimat matriks They will wonder
(20) mengubah posisi kalimat sematan Poirot will abandon the investigation. Hal
ini mengasumsikan bahwa rangkaian kalimat Poirot will abandon the
investigation dapat menjelaskan maksud dari pelengkap whether. Dalam tata
bahasa generatif, kalimat sederhana tersebut diberi label S dan S tersebut bersama
dengan pelengkapnya adalah S’ (Haegeman, 1992: 74; 97). Perhatikan diagram
pohon untuk kalimat (19) dan (20) berikut.
S
NP AUX VP
V NP
N Det N
Poirot will abandon the investigation
Gambar 5. Diagram Pohon Kalimat Sematan7 (Haegeman, 1992: 74)
Universitas Sumatera Utara
47
C’
C FI
whether
NP I’
Poirot
I VP
will
abandon the investigation
Gambar 6. Diagram X-Bar Kalimat Sematan (Haegeman, 1992: 97)
Diagram pohon di atas menjelaskan bahwa teori X-Bar tidak hanya dapat
digunakan dalam menerangkan struktur frasa, tetapi juga dapat menerangkan
struktur kalimat. Hal itu sejalan dengan pendapat Daly dan Rhodes (1981: 40)
yang mengatakan bahwa sarana termudah untuk memperlihatkan struktur
konstituen suatu kalimat adalah dengan diagram pohon (tree diagram) atas
penanda satuan sintaksis (P-Maker). Unsur diagram pohon terdiri atas “node” atau
simpai, yaitu titik pada diagram pohon, tempat munculnya satu cabang atau lebih.
Kemudian termina simpai (unsur leksikal) dan rangkaian (string), yakni rangkaian
unsur dalam yang berurutan pada pohon, baik nama kategori maupun unsur
leksikal. Dengan demikian, teori X-bar digunakan dalam tulisan ini untuk
menerangkan semua kategori struktur frasa dan relasi struktur antarkalimat bBT.
2.1.2.2 Teori Perpindahan
Teori perpindahan dapat menjelaskan proses perpindahan suatu konstituen
yang menduduki posisi tertentu dalam struktur asal untuk berpindah ke posisi lain
dalam struktur derivasi (Haegeman, 1992: 272). Perhatikan kalimat berikut.
Universitas Sumatera Utara
48
(21) (a) This story is believed by the villagers.
(b) The villagers believe this story
Verba (21a) merupakan bentuk pasif believe (21b). Perbandingan antara
kalimat (21a) dan (21b) merupakan bentuk aktif-pasif dari kalimat yang sama.
Artinya, dapat ditentukan bahwa FN subjek dari kalimat pasif (21a) this story
merupakan FN objek dari predikat pada kalimat aktif (21b). Dengan demikian,
dapat diusulkan bahwa FN this story ditetapkan oleh peran tematis pada kalimat
(21a) dan (21b). Peran tematis merupakan definisi yang ditetapkan secara
langsung oleh penguasa dari inti. Oleh sebab itu, FN this story (21a) seharusnya
ditetapkan oleh peran tematis di bawah penguasa yakni oleh verba believe,
tepatnya sebagaimana yang terdapat pada kalimat (21b). Verba believe tidak
menguasai FN this story pada kalimat (21a). Dengan demikian, teori ini
digunakan untuk mengamati adanya perpindahan konstituen (unsur-unsur) ketika
membentuk konstruksi kausatif bBT.
Perlu diketahui bahwa dalam teori Penguasaan dan Pengikatan struktur
dasar sebuah konstruksi kausatif terdiri atas kalimat matriks dan kalimat sematan.
Kalimat sematan adalah konstituen yang didominasi oleh frasa infleksional (FI),
terdiri atas FN subjek (pesebab) plus satu FN objek berupa pasien sesuai dengan
valensi verba sematan. Kalimat matriks adalah konstituen yang berada di atas
posisi [SPES, FP] atau di atas K’, terdiri atas FN subjek (penyebab) dan verba
kausatif. Posisi P adalah untuk pemerlengkap seperti that atau for dalam bahasa
Inggris, posisi [SPES, FP) untuk frase wh- dalam bahasa Inggris. Diasumsikan
bahwa predikat kausatif menginkorporasi verba yang lebih rendah, V, untuk
menghasilkan sebuah predikat kompleks. Struktur dasar sebuah konstruksi
kausatif dapat digambarkan pada diagram berikut.
Universitas Sumatera Utara
49
K
FN0 FV
penyebab
V FP
MENYEBABKAN
Spes FP P’
P FI
FN1 I’
pesebab
I FV
FV FN2
pasien
Gambar 7. Struktur Dasar Kausatif (Mulyadi, 2004: 133)
Konstituen FV yang didominasi oleh I’ dapat berpindah ke posisi [SPES,
FP] dan meninggalkan jejak pada posisinya yang lama. Hal ini menaikkan seluruh
FV sehingga tidak lagi berada di bawah FI. Dari posisi ini, inti verba dari FV yang
lebih rendah kemudian berinkorporasi ke dalam predikat MENYEBABKAN8.
Sementara itu, FN pesebab (subjek yang lebih rendah) diperlakukan sebagai
keterangan atau oblik yang dimarkahi sebagai objek kedua. Teori ini digunakan
untuk mendeskripsikan struktur yang membangun konstruksi kausatif bBT.
2.2 Penelitian yang Relevan
Arka (1993) dalam artikel “Morpholexical Aspects of the –kan Causative
in Indonesian” menjelaskan kausatif derivasi {-kan} dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan Teori Penguasaaan dan Pengikatan dan Teori Tata Bahasa
Fungsional Leksikal. Teori Penguasaan dan Pengikatan digunakan untuk
menjelaskan fenomena kausatif secara sintaksis, sementara Teori Tata Bahasa
Universitas Sumatera Utara
50
Fungsional Leksikal digunakan untuk menerangkan properti kausatif {-kan}.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas mengenai perbedaan antara
nilai semantis dan properti gramatikal kausatif morfologis secara umum dalam
bahasa Indonesia. Dihipotesiskan juga bahwa dalam bahasa Indonesia,
pengausatifan melalui proses afiksasi berlangsung pada tataran leksikon dan
bukan pada tataran sintaksis. Penelitian ini juga mengungkapkan struktur paralel
(kausatif –kan) yang menjadi ciri teori LFG, yaitu struktur konstituen, struktur
argumen, struktur fungsional, dan struktur semantis. Temuan dalam penelitian ini
menjadi masukan yang penting dalam menunjukkan konstruksi kausatif bBT.
Mulyadi (2004) dalam artikel “Konstruksi Kausatif dalam Bahasa
Indonesia” membahas (1) perilaku verba dalam membentuk konstruksi kausatif
bI, (2) tipe-tipe konstruksi kausatif bI, dan (3) struktur konstruksi kausatif bI. Data
dikaji dengan metode distribusional dengan alat penentu berupa struktur argumen
verba. Penelitian ini menggunakan pendekatan tipologis dan sintaksis. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan konstruksi kausatif, verba
intransitif berubah menjadi transitif, sedangkan verba transitif dan ditransitif tidak
mengalami perubahan.
Selanjutnya, tipe konstruksi kausatif bI terdiri atas monoklausa, yang
terbentuk dari verba intransitif dan transitif yang berobjek refleksif dan bermakna
tindakan dan biklausa, yang terbentuk dari verba transitif dan ditransitif. Dalam
struktur kausatif monoklausa verba sematan berpindah ke [Spes FP] dan
kemudian berinkorporasi ke dalam verba kausatif kalimat matriks. Dalam struktur
biklausa verba sematan berpindah ke [Spes FP] dan berinkorporasi ke dalam
verba kausatif kalimat matriks serta meninggalkan argumen internalnya di bawah
Universitas Sumatera Utara
51
[Spes FP]. Hasil penelitian ini menjadi referensi utama mengingat penggunaan
teori Penguasaan dan Pengikatan yang juga digunakan dalam kajian ini.
Mayani (2005) dalam artikel “Konstruksi Kausatif Bahasa Madura”
membahas konstruksi kausatif berdasarkan parameter morfosintaksis dan semantis
bM. Sistem kerja yang digunakan merujuk pada penggunaan konjungsi yang
terdapat dalam kalimat kompleks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
tipe pembagian kausatif terdapat pada BM. Verba Ngabay [N+gabay] ‘membuat’
dan nyoro [N+soro] ‘menyuruh’ adalah verba kausatif yang digunakan dalam
kausatif analitik BM. Afiks yang digunakan sebagai pemarkah kausatif morfologis
BM adalah {ma-}, {-aghi}, {ma--aghi}, {ma+N--aghi}, dan {pa-}. Selanjutnya,
konstruksi kausatif leksikal BM sama dengan struktur logis konstruksi kausatif
morfologis, yaitu [do (X)] CAUSE [BECOME predicate (Y)].
Selain itu, berdasarkan parameter semantis ditemukan bahwa rentang
durasi antara komponen sebab dan akibat pada konstruksi kausatif morfologis
lebih pendek dibandingkan dengan kausatif analitik. Artinya, kausatif morfologis
BM bersifat langsung daripada kausatif analitik. Setakat ini, sistem kerja
penelitian ini tidak dapat dijadikan referensi dalam kajian ini. Peneliti cenderung
sejalan dengan konsepsi Song (2001: 258) yang mengatakan bahwa kausatif tidak
dapat dibentuk dari konjungsi karena penyebab dalam kalimat kompleks bukan
subjek pada klausa utama atau juga bukan predikat pada verba utama. Hal yang
sama tidak berlaku dalam penelitian bM ini.
Hadi (2007) dalam artikel “Konstruksi Kausatif Bahasa Serawai”
mengenai konstruksi kausatif bS berdasarkan parameter morfosintaksis dan
parameter semantis. Sistem kerja yang digunakan juga merujuk pada penggunaan
Universitas Sumatera Utara
52
konjungsi (sejalan dengan Mayani, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konstruksi kausatif bS dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1)
menggunakan kalimat kompleks – dua klausa digabungkan dengan menggunakan
konjungsi kernau/ sebap, (2) menggunakan kausatif analitik – dengan penanda
verbanya nganuka ‘membuat’, njadika ‘membuat jadi’, dan ngajung ‘menyuruh’,
(3) menggunakan kausatif morfologis – dengan menambahkan afiks ng-ka
(dengan alomorf-alomorfnya), ng-i (dengan alomorf-alomorfnya) –ka dan –i, dan
(4) memilih verba kausatif leksikal tertentu yang sudah bermakna kausatif. Dalam
parameter semantis dijelaskan kesinoniman verba kausatif dalam bS. Analisis itu
diawali dengan mendistribusikan verba kausatif ke dalam kalimat, lalu
mensubstitusikannya ke dalam konstruksi yang lebih luas, kemudian
menunjukkan batas-batas kemampuannya dalam bersubstitusi. Penelitian ini
dijadikan referensi dalam memperkaya konsepsi peneliti dalam memerikan
kausatif bahasa nusantara.
Winarti (2009) dalam tesis “Konstruksi Kausatif Morfologis dan
Perifrastis dalam Bahasa Indonesia” membahas (1) konstruksi tipologi kausatif
bI, (2) mekanisme pembentukan konstruksi kausatif morfologis dan perifrastis bI,
(3) mekanisme perubahan valensi dan relasi gramatikal konstruksi kausatif
morfologis dan perifrastis bI, (4) faktor-faktor yang menjadi kendala
pengungkapan sebuah peristiwa dengan konstruksi kausatif morfologis dan
perifrastis bI. Konstruksi kausatif dilakukan dengan mengungkapkan
kausativisasi, valensi, dan relasi gramatikal yang terdapat dalam konstruksi
kausatif. Hasill penelitian menunjukkan bahwa konstruksi kausatif morfologis
dapat dibentuk dari konstruksi nonkausatif yang diberi pemarkah kausatif berupa
Universitas Sumatera Utara
53
afiks. Pemarkah afiks dalam bahasa Indonesia yang dapat membentuk konstruksi
kausatif morfologis adalah {-kan}, {per-}, {-i}, serta kombinasi afiks {per--kan}
dan {per--i}. Konstruksi kausatif analitik dapat dibentuk dari konstruksi
nonkausatif yang diberi pemarkah kausatif berupa verba kausatif, yakni membuat.
Dalam kausatif analitik, konstruksi dibentuk oleh predikat yang mengandung
verba (intransitif dan transitif), adjektiva, dan nomina. Penelitian ini menjadi
masukan yang sangat penting dalam memberi kontribusi terhadap penelitian bBT,
khususnya dalam mengenal konstruksi kausatif secara mendasar.
Maulia (2011) dalam artikel “Pengkausatifan dalam Bahasa Jepang”
membahas masalah (1) struktur dan makna yang dihasilkan dalam pengausatifan
morfologis bJ, (2) struktur dan makna yang dihasilkan oleh pengausatifan
sintaksis bJ, (3) struktur dan makna yang dihasilkan oleh pengausatifan leksikon
bJ, (4) struktur logis pengausatifan bJ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengausatifan morfologis bJ hadir dalam bentuk afiksasi verba dengan sufiks –
saseru. Tipe ini menandai penyebab dengan pentopikalan wa atau nominatif ga.
Makna yang dihasilkan oleh pengausatifan morfologis adalah makna ‘menjadikan/
membuat’, ‘memaksa’, ‘memerintahkan/ menyuruh’, ‘membiarkan/
mengizinkan’, yang berbeda dipandang dari segi paksaan dan keinginan dari
penyebab dan penerima sebab.
Sementara itu, struktur pengausatifan sintaktis ditandai dengan kehadiran
verba morau, yang melekat bersama verba dalam struktur kausatif kemudian
verba tersebut akan mengalami perubahan silabel dalam bentuk –te. Ciri
strukturnya juga ditandai dengan pentopikalan wa atau nominatif ga pada unsur
penyebab, dan partikel kasus ni pada penerima sebab. Makna yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
54
pengausatifan sintaktis menunjukkan makna ‘menyuruh’, tetapi karena struktur ini
menunjukkan tingkat ‘kesopanan’ pada penerima sebab, kata ‘meminta’ dapat
mewakili terjemahan struktur –te morau ini. Pengkausatifan leksikal memiliki ciri
hadir dalam bentuk verba transitif yang dalam sistem bJ, verba tersebut
merupakan verba berpasangan yang dikenal dengan istilah jidoushu dan tadoushi.
Makna yang dihasilkan oleh pengausatifan leksikal menunjukkan makna
‘menjadikan’, yang penyebab bertindak langsung melakukan tindakan tersebab
kepada penerima sebab. Kadar kelangsungan akibat yang diperoleh penerima
sebab terhadap perbuatan yang dilakukan penyebab dari tiga tataran pengausatifan
tersebut menunjukkan bahwa pengausatifan leksikal memiliki kadar kelangsungan
tertinggi, kemudian diikuti oleh pengkausatifan morfologis dan pengausatifan
sintaktis. Hal ini akan sangat berguna sebagai referensi penelitian ini, khususnya
berkaitan dengan parameter semantis.
Subiyanto (2013) dalam artikel “Analytic Causatives in Javanese: A
Lexical-Functional Approach” membahas (1) mekanisme pembagian (konstruksi)
argumen yang terdapat di antara verba dalam kausatif analitik bJa, (2) bentuk
konstruksi struktur mono- atau biklausal bJa, dan (3) struktur sintaksis kausatif
analitik bJa dalam kerangka tata bahasa LFG. Dengan menggunakan alat uji
pemarkah negasi dan penggunaaan modalitas ditemukan bahwa kausatif analitik
dalam bJa membentuk struktur biklausa, artinya PRED1 dan PRED2 bisa
mendapatkan polaritas dan modalitas yang berbeda. Selain itu, konstruksi
tersebut memiliki struktur X-KOMP, yakni SUBJ dari verba kedua dilesapkan dan
dikendalikan oleh OBJ dari verba kausatif nggawe. Dalam struktur konstituen,
kausatif analitik memiliki dua macam bentuk, yakni V-kausatif OBJ X-COMP
Universitas Sumatera Utara
55
and V-kausatif X-COMP OBJ. Temuan penelitian ini menjadi masukan yang
penting dalam penelitian bBT, khususnya dalam penggunaan teori tata bahasa
Leksikal Fungsional sebagai bandingan terhadap tata bahasa TG.
2.3 Kerangka Kerja Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini menggunakan pendekatan tipologi
gramatikal, sedangkan analisis dalam kajian ini menjelaskan beberapa aspek
sintaksis bBT khususnya kalimat yang memiliki verba kausatif. Selanjutnya,
struktur kalimat tersebut dianalisis dengan menggunakan kajian yang mendukung
proses penemuan tipe bBT.
Gambar 8. Kerangka Kerja Teoretis
Parameter Formal
Teori Perpindahan Teori X-Bar
Parameter Semantis
TIPOLOGI
GRAMATIKA
L
SINTAKSIS
Kausatif bBT
Tipe
Struktur
KALIMAT
ANALISIS DATA
TEMUAN
Universitas Sumatera Utara
56
Catatan:
1Payne (2002: 175) mendefinisikan kausatif, “A causative is a linguistic
expression that contains in semantic/ logical structure a predicate of causee, one
argumen of which is a predicate expressing an effect”. Oleh karena itu,
konstruksi kausatif disimbolkan dengan: CAUSE (x, P) = x causes P.
2Bahasa Jerman I adalah konstruksi kausatif yang menunjukkan monoklausal dan
yang predikat dinyatakan secara analitis, yaitu dengan lebih dari satu kata
morfologi. Bahasa Malayalam juga memiliki konstruksi kausatif dengan perilaku
konsisten monoklausal, tetapi tidak seperti bahasa Jerman yang mengungkapkan
predikat penyebab dalam satu kata morfologi tunggal. Bahasa yang tercantum di
sisa dua baris tabel tersebut memiliki konstruksi kausatif yang telah dilaporkan
secara konsisten menunjukkan biklausal dan efek campuran masing-masing
(lihat Ackerman dan Webelhuth, 1998: 269).
3Verba fell dalam bahasa Inggris tidak memenuhi syarat sebagai bentuk verba
kausatif morfologis bukan karena verba derivatif seperti halnya felled. Contoh
lain misalnya, verba lay yang merupakan kausatif dari verba lie (Payne, 2002).
4Istilah ‘komponen’ dirujuk pada konsep Metabahasa Semantik Alami (MSA)
yang memiliki perangkat makna ‘ciri’ atau ‘fitur’. Dalam kajian ini, istilah
‘komponen penyebab’ digunakan pada ‘peristiwa sebab’ yakni memiliki ciri atau
fitur penyebab, sedangkan ‘komponen akibat’ digunakan pada ‘peristiwa akibat’.
Berkenaan dengan itu, istilah ‘penyebab’ atau causer merujuk pada entitas yang
menyebabkan peristiwa sebab, sedangkan ‘pesebab’ atau causee merujuk pada
entitas yang dikenai peristiwa akibat.
5MNCP adalah jumlah maksimum frasa nomina yang terdapat pada setiap klausa
(lihat Song, 2001: 264).
6Anteseden merupakan kata atau bagian kalimat yang mendahului pronomina.
Adapun Teori Penguasaan dan Pengikatan menghubungkan pronomina dengan
anteseden (bandk. Haegeman, 1992: 244).
7Kalimat sematan adalah konstituen yang didominasi oleh frasa infleksional (FI),
terdiri atas FN subjek (causee) plus satu FN objek berupa pasien sesuai dengan
valensi verba sematan. Berbeda dengan itu, kalimat matriks adalah konstituen
yang berada di atas posisi [SPES, FP] atau di atas K’, terdiri atas FN subjek
(causer) dan verba kausatif (Mulyadi, 2004: 136).
8Penggunaan huruf kapital secara keseluruhan pada istilah MENYEBABKAN
merujuk pada banyaknya jenis verba kausatif yang diperikan pada istilah
tersebut dalam bahasa-bahasa lain di dunia.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian difokuskan di Kabupaten Toba Samosir.
Kabupaten tersebut adalah wilayah kajian yang cukup representatif mengingat
penutur bahasa Batak Toba tersebar di beberapa titik di tempat tersebut.
Gambar 9. Peta Penutur Bahasa Batak Toba di Kabupaten Toba Samosir
Sumber: Data BPS Kabupaten Toba Samosir tahun 2009
Total luas wilayah daratan Kabupaten Toba Samosir adalah 2.021,8 km²,
yang terdiri atas 16 kecamatan, 13 kelurahan, dan 231 desa. Jumlah penduduk
Toba Samosir adalah 175.325 jiwa, dengan jumlah rumah tangga (RT) 39.339
Universitas Sumatera Utara
58
rumah tangga. Tingkat kepadatan penduduk adalah 86.7 org/km². Di bawah ini
disajikan tabel jumlah penduduk yang menempati sejumlah wilayah di kabupaten
Toba Samosir.
Tabel 5. Luas Wilayah Berdasarkan Persebaran Kecamatan
No. Kecamatan Jumlah Jumlah Wilayah Jumlah
Desa Kelurahan Penduduk
1. Balige 29 6 91,05 43.737
2. Tampahan 6 - 24,45 5.476
3. Laguboti 22 1 73,90 17.349
4. Habinsaran 21 1 408,70 14.248
5. Borbor 15 - 176,65 7.671
6. Nassau 10 - 335,50 6.214
7. Silaen 23 - 172,58 10.832
8. Sigumpar 9 1 25,20 6.743
9. Porsea 14 3 31,45 10.896
10. PP Meranti 7 - 277,27 8.078
11. S. Narumonda 14 - 22,20 5.764
12. Lumban Julu 12 - 90,90 7.233
13. Uluan 17 - 91,50 7.399
14. Ajibata 9 1 72,80 6.887
15. Parmaksian 11 - 45,98 8.043
16. Bonatua Lunasi 12 - 81,67 6.176
Jumlah 231 13 2.021,80 172.746 Sumber: Data BPS Kabupaten Toba Samosir tahun 2009
Berdasarkan data di atas, lokasi penelitian ini hanya difokuskan di
kecamatan Balige. Hal tersebut didasarkan pada jumlah penduduk di lokasi
tersebut cukup padat sehingga mempermudah pemerolehan data lisan.
3.2 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan tersebut merupakan pendekatan yang paling
tepat digunakan apabila berhadapan dengan kenyataan ganda karena mampu
menyajikan hakikat hubungan antara peneliti dengan informan secara langsung
(Moleong, 2002). Selain itu, pendekatan tersebut juga merupakan pendekatan
Universitas Sumatera Utara
59
yang berangkat dari kasus tertentu yang terdapat pada suatu situasi sosial yang
ditransfer ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan
situasi sosial pada kasus yang dipelajari (Sugiyono, 2008: 216)1. Bahasa sebagai
ranah kajian ini merupakan bagian dari situasi sosial. Konsepsi masyarakat
penutur bBT mengenai peristiwa sebab-akibat dalam situasi sosial tercermin
melalui penggunaan kausatif. Oleh karena itu, berdasarkan konsep pendekatan ini,
peneliti memasuki situasi sosial untuk melakukan observasi dan wawancara
kepada informan.
3.3 Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa ragam kalimat dalam
bBT. Mallison dan Blake (1981: 12-18) menyatakan terdapat tiga jenis sumber
data yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan data dalam penelitian
linguistik, yakni sebagai berikut.
1. Data primer berupa data lisan, yakni: data lisan wawancara (DLW); data
lisan percakapan sehari-hari (DLP), dalam hal ini diambil di gereja dan
pajak Balige; data lisan acara adat (DLA). Oleh karena itu, untuk
memperoleh data primer yang sahih, peneliti memanfaatkan sumber data
lisan sejumlah informan yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
a) bersedia menjadi informan;
b) penutur asli bBT dewasa (berusia antara 20 sampai 70 tahun);
c) penutur berada di lokasi yang telah dipilih untuk penelitian ini;
d) memahami penggunaan bBT dan mempunyai alat ujar yang baik;
Universitas Sumatera Utara
60
e) memiliki karakter baik dan jujur dalam pemberian data, baik dalam
kesediaan waktu maupun ragam ujaran (lihat juga Nida, 1970: 109).
Selain itu, dalam penelitian ini digunakan data lisan yang dikumpulkan
dalam bentuk daftar pertanyaan sintaksis dan DCT (Discourse
Compeletion Test) yang dirancang peneliti.2
2. Data sekunder berupa data tulis, yakni dengan menggunakan beberapa
cerita rakyat bBT seperti mitos bBT ‘Sipiso Nasumalim’, dan teks lain
seperti materi seminar ‘Tarbahensa do Ulaning Manotas Dalan tu Abad 21
on?” yang diproduksi dalam bahasa Batak Toba.
3.4 Prosedur dan Pengumpulan Perekaman Data
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah metode cakap
dan metode simak. Metode cakap digunakan untuk mendapatkan data lisan.
Dengan metode ini peneliti terlibat langsung dalam percakapan dengan
narasumber (penutur bBT). Ada dua jenis teknik yang digunakan dalam metode
ini, yakni teknik dasar dan teknik lanjutan.
Teknik dasar yang dimaksud adalah teknik pancing, yakni dengan
menggunakan segenap kecerdikan peneliti untuk memancing informan dalam
menggunakan bBT sehingga dapat dipilah menjadi data lisan penelitian. Teknik
lanjutan dalam metode cakap terbagi atas empat bagian, yakni teknik cakap
semuka (teknik CS), teknik cakap tansemuka (teknik CTS), teknik rekam, dan
teknik catat, namun yang digunakan dalam penelitian hanyalah dua di antaranya.
Pertama, teknik cakap semuka merupakan teknik yang digunakan dalam
melibatkan informan dalam percakapan langsung untuk memperoleh data
Universitas Sumatera Utara
61
selengkap-lengkapnya. Teknik ini dilengkapi dengan instrumen berupa pedoman
wawancara seperti yang dimuat dalam lampiran. Kedua, teknik cakap tansemuka
merupakan teknik yang digunakan dalam menjaring data lengkap bBT. Teknik ini
dilengkapi dengan instrumen berupa daftar pertanyaan sintaksis.
Selanjutnya, metode simak digunakan untuk memperoleh data lisan.
Dalam metode ini, teknik dasar yang digunakan ialah teknik sadap, yakni dengan
menyadap pembicaraan informan, baik dalam proses wawancara, dalam
pembicaraan sehari-hari, maupun dalam acara adat (Sudaryanto 1993 :133).
Dalam teknik lanjutan digunakan beberapa teknik, yakni (1) teknik simak libat
cakap (teknik SLC) dalam melakukan percakapan langsung dengan informan, (2)
teknik simak bebas libat cakap (teknik SBLC) dalam mendengarkan tuturan
informan tanpa terlibat langsung, (3) teknik rekam dalam merekam pembicaraan
informan, dan (4) teknik catat dalam mencatat semua situasi yang ditemukan di
lapangan yang mungkin memengaruhi data dan dapat dibahas dengan lengkap
pada hasil temuan. Kedua metode yang telah dijelaskan di atas beserta teknik
masing-masing digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan kebutuhan masing-
masing.
3.5 Analisis Data
Pada tahap analisis data digunakan dua metode, yaitu metode padan dan
metode agih (Sudaryanto, 1993:13-16). Metode padan merupakan metode yang
menggunakan alat penentu di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa
(langue) yang bersangkutan. Metode ini digunakan dalam penelitian sebab
Universitas Sumatera Utara
62
kausatif merupakan satuan bahasa yang mendeskripsikan peristiwa sebab-akibat
yang tercipta dalam konteks sosial.
Subjenis yang digunakan dalam mengklasifikasikan macam alat penentu
ada lima, yakni (1) kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa, (2)
organ pembentuk bahasa atau organ wicara, (3) pembeda larik tulisan, (4)
pembeda reaksi dan kadar keterdengaran, dan (5) sifat dan watak aneka langue.
Semua subjenis itu digunakan sesuai dengan kebutuhan dalam menganalisis data
yang ditemukan di lapangan.
Selanjutnya, metode agih menggunakan bahasa sebagai alat penentu, yakni
dengan cara mengagihkan atau mengelompokkan kata ke dalam satuan-satuan
lingual. Metode ini menggunakan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung
(teknik BUL), dan teknik lanjutan berupa teknik sisip, teknik perluas, teknik ubah
wujud, teknik lesap, teknik ganti, dan teknik balik.
Teknik BUL sebagai teknik dasar digunakan dengan membagi satuan
lingual data menjadi beberapa bagian atau unsur sehingga unsur-unsur yang
bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual
yang dimaksud. Berbeda dengan teknik dasar, teknik lanjutan yang digolongkan
cukup beragam, namun yang digunakan hanyalah teknik lesap, teknik ganti,
teknik perluas, teknik sisip, teknik balik, dan teknik ubah wujud (Sudaryanto,
1993: 36).
Teknik lesap berguna untuk mengetahui kadar keintian suatu unsur yang
dilesapkan. Jika proses pelesapan tersebut menghasilkan sebuah konstruksi yang
tidak gramatikal berarti unsur yang dilesapkan adalah unsur yang memiliki kadar
keintian yang sangat tinggi atau unsur tersebut merupakan unsur yang mutlak
Universitas Sumatera Utara
63
hadir dalam sebuah konstruksi. Dalam penelitian ini, teknik lesap diaplikasikan
untuk mengidentifikasi afiks kausatif yang terdapat dalam bBT.
Teknik berikutnya adalah teknik ganti (substitusi). Teknik ganti ini
merupakan teknik yang dalam penerapannya mengganti unsur tertentu dengan
unsur lain sehingga mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori terganti
dengan unsur pengganti (Sudaryanto, 1993: 48). Dalam penelitian ini, teknik ganti
digunakan untuk menentukan predikat yang merefleksikan konstruksi kausatif.
(22) (a) Ibana mandungoi bapa. [kausatif morfologi]
Dia-3TG-TOP AKT-bangun-KAUS bapak.
‘Dia membangunkan bapak’.
(b) Ibana mamodomi huting. [nonkausatif]
Dia-3TG-TOP AKT-tidur-KAUS kucing.
‘Dia meniduri kucing’.
Verba mandungoi dan mamodomi pada konstruksi kalimat di atas dilekati
oleh afiks {-i}, tetapi keduanya tidak dapat merefleksikan konstruksi kausatif
sebab kehadiran afiks tersebut memunculkan makna yang berbeda. Afiks {-i}
pada verba mandungoi memunculkan makna bahwa penyebab ibana
membangunkan pesebab bapa sehingga pesebab bapa bangun. Dua situasi mikro
tersebut tergambar dalam satu situasi makro (kausatif). Berbeda dengan itu, afiks
{-i} pada verba mamodomi memunculkan makna yang berbeda. Dalam hal ini,
agen (pelaku) ibana meniduri pasien huting dalam waktu yang lama sehingga
secara implisit bermakna bahwa pesebab huting tersebut mati. Dengan demikian,
teknik ganti sangat diperlukan dalam penelitian ini.
Teknik perluas diterapkan untuk mengetahui segi-segi kemaknaan
(semantis) satuan lingual tertentu (Sudaryanto, 1993: 55). Teknik perluas ini dapat
dilakukan pada sebuah konstruksi dengan cara menambahkan unsur di depan
Universitas Sumatera Utara
64
kalimat (teknik perluas ke depan) dan menambahkan unsur di belakang kalimat
(teknik perluas ke belakang). Dalam penelitian ini, teknik perluas digunakan
untuk menghasilkan sebuah predikat baru dalam membentuk kausatif analitik.
(23) (a) Ibana mangombak saba. [kalimat sematan]
Dia-3TG-TOP AKT-cangkul sawah.
‘Dia mencangkul sawah’.
(b) Oma do manuru ibana mangombak saba. [kausatif analitik]
Ibu-TOP T V-KAUS dia-3TG AKT-cangkul sawah.
‘Ibu menyuruh dia mencangkul sawah’.
Dalam konstruksi kausatif di atas, kalimat ibana mangombak saba
merupakan kalimat sematan yang dibawahi oleh kalimat matriks oma do manuru.
Adanya penambahan unsur di depan kalimat sematan berupa verba kausatif
manuru telah membentuk konstruksi kausatif analitik seperti contoh di atas.
Dengan demikian, teknik ini juga digunakan dalam menganalisis data penelitian.
Teknik sisip digunakan untuk mengetahui kadar keeratan unsur-unsur
dalam sebuah konstruksi kalimat (Sudaryanto, 1993: 64). Dengan penggunaan
teknik sisip ini diharapkan dapat diketahui kadar keeratan unsur-unsur yang
disisipi. Terkait dengan penelitian ini, teknik sisip digunakan untuk menentukan
tipe kausatif berdasarkan parameter semantis. Hal itu dilakukan dengan
menyisipkan fitur semantis kesengajaan seperti contoh di bawah ini.
(24) (a) Ibana do na sangajo mangarobur artana.
Dia-3TG-TOP T Pe sengaja AKT-hancur-KAUS harta-3TG.
‘Dia sengaja menghancurkan hartanya’.
(b) Ibana do na sangajo mangaroburhon artana.
Dia-3TG-TOP T Pe sengaja AKT-hancur-KAUS harta-3TG.
‘Dia sengaja menghancurkan hartanya’.
Secara sekilas verba mangarobur dan mangaraburhon yang terdapat
dalam konstruksi kalimat di atas menunjukkan kesamaan makna, namun
Universitas Sumatera Utara
65
kehadiran fitur semantis kesengajaan menunjukkan adanya nuansa makna pada
keduanya. Apabila dihubungkan dengan parameter semantis, kedua konstruksi
tersebut menunjukkan rentang waktu yang berbeda antara komponen penyebab
dan komponen akibat. Dengan demikian, teknik sisip juga digunakan dalam
penelitian ini untuk menentukan parameter semantis.
Teknik berikutnya adalah teknik balik. Penerapan teknik balik ini berupa
pembalikan unsur satuan lingual. Tujuan teknik balik ini adalah untuk mengukur
kadar ketegaran letak unsur lingual dalam sebuah konstruksi kalimat (Sudaryanto,
1993: 72--74). Dalam penelitian ini, teknik balik digunakan untuk
mendeskripsikan proses perpindahan unsur-unsur dalam konstruksi nonkausatif
membentuk konstruksi kausatif dalam bBT.
(25) (a) Use tesna.
AKT-tumpah teh-3TG-TOP.
‘Tehnya tumpah’.
(b) Dakdanak i do mambahen use tesna.
Anak-TOP Pron T V-KAUS AKT-tumpah teh-3TG.
‘Anak itu membuat tumpah tehnya.
(c) Dakdanak i do mambahen tesna use.
Anak-TOP Pron T V-KAUS teh-3TG AKT-tumpah.
‘Anak itu membuat tehnya tumpah’.
Teknik terakhir adalah teknik ubah wujud (parafrasa). Teknik ubah wujud
atau parafrasa ini sering disebutkan sebagai teknik perubahan bentuk (Sudaryanto,
1993: 82). Teknik ubah wujud ini merupakan sebuah teknik dengan cara
memparafrasakan atau mengubah bentuk dari satuan lingual yang dianalisis.
Perubahan wujud atau parafrasa yang merupakan hasil dari perubahan bentuk
tidak hanya harus mempertahankan informasi asli, tetapi juga harus bermakna dan
berterima/ gramatikal.
Universitas Sumatera Utara
66
(26) (a) Ai bapa do mangunsathon boras i tu jolo an.
Konj bapa-TOP T AKT-pindah-KAUS beras Pron Prep depan Pron.
‘Sebab bapak memindahkan beras itu ke depan sana’.
(b) Ai boras i na diunsathon bapa do tu jolo an.
Konj beras Pron Pe PAS-pindah-KAUS bapak-TOP T Prep depan Pron.
‘Sebab beras itu dipindahkan bapak ke depan sana’.
Kedua konstruksi di atas merupakan kausatif morfologi yang dimarkahi
oleh afiks {-hon}, baik dalam bentuk aktif, maupun dalam bentuk pasif. Teknik
ubah wujud digunakan untuk memastikan ketegaran pemarkah kausatif yang
digunakan dalam konstruksi tersebut. Oleh karena itu, teknik yang terakhir
tersebut juga digunakan dalam analisis data kajian ini.
3.6 Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data
Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan
metode informal dan metode formal. Penyajian hasil analisis data secara informal
adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata yang biasa
(Sudaryanto, 1993:145). Metode ini tampak dalam penggunaan kata-kata atau
kalimat yang dikembangkan secara deduktif dan induktif. Penggunaan metode ini
membuat penjelasan lebih terperinci dan terurai.
Metode formal direalisasikan melalui pemakaian tanda, gambar, dan
diagram untuk menerangkan contoh-contoh data. Tanda yang dimaksud, yakni (1)
tanda asterik (bintang), (2) tanda kurung: kurung biasa, kurung kurawal, dan
kurung persegi, dan (3) beberapa tanda-tanda yang lain. Teknik yang digunakan
dalam penyajian hasil analisis melalui teknik konflasi, yaitu penyajian beberapa
kaidah tunggal secara berjalin sedemikian rupa sehingga membentuk satu
gabungan kaidah ganda (Sudaryanto, 1993:145).
Universitas Sumatera Utara
67
Penilaian kesahihan kualitatif dibagi dalam empat jenis, yakni kompetensi
subjek riset, trustworthiness ‘layak dipercaya’, intersubjectivity agreement, dan
conscientization (Kriyantono, 2007). Teknik pemeriksaaan keabsahan data
penelitian ini menggunakan jenis trustworthiness, yaitu menguji kebenaran dan
kejujuran subjek dalam mengungkap realitas menurut apa yang dialami,
dirasakan, atau dibayangkan. Hal itu mencakup dua hal, yaitu sebagai berikut.
a) Authencity, periset memberi kesempatan dan memfasilitasi pengungkapan
konstruksi personal yang lebih detail sehingga memengaruhi mudahnya
pemahaman yang lebih mendalam.
b) Analisis triangulasi, menganalisis jawaban subjek dengan meneliti
kebenarannya berdasarkan data empiris (sumber data lainnya) yang
tersedia. Jawaban di-crosscheck dengan dokumen yang ada.
Berdasarkan pembagian di atas, analisis yang digunakan adalah analisis
triangulasi. Ada beberapa macam triangulasi, yakni sebagai berikut.
a) Triangulasi sumber, yakni dengan membandingkan atau mengecek ulang
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang
berbeda. Misalnya, membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara;
membandingkan apa yang dikatakan umum dengan apa yang dikatakan
pribadi.
b) Triangulasi waktu, berkaitan dengan perubahan suatu proses dan perilaku
manusia karena manusia dapat berubah setiap waktu.
c) Triangulasi teori, memanfaatkan dua atau lebih teori untuk dipadu atau
diadu, maka diperlukan rancangan riset, pengumpulan data, dan analisis
data supaya hasilnya komprehensif.
Universitas Sumatera Utara
68
d) Triangulasi periset, menggunakan teori dari satu periset dalam
mengadakan observasi atau wawancara. Karena masing-masing periset
mempunyai gaya, sikap, dan persepsi yang berbeda dalam mengamati
fenomena, hasil pengamatan bisa berbeda meskipun fenomenanya sama.
e) Triangulasi metode, dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik
pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama.
Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah triangulasi
sumber, triangulasi waktu, dan triangulasi metode.
Universitas Sumatera Utara
69
Catatan:
1Situasi sosial terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Spradley dalam Sugiyono,
2008: 215). Situasi sosial tersebut dapat ditemukan di rumah berikut keluarga
dan aktivitasnya, orang-orang di sudut-sudut jalan yang sedang ngobrol, atau di
tempat kerja, di kota, di desa, atau wilayah suatu negara.
2Tipe DCT yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe campuran DCT
format klasik dan versi DCT terbaru yang dikembangkan oleh Billmyer dan
Varghese (dalam Sukerti, 2013: 201). Tipe ini merupakan modifikasi dari tipe
verbal respons terbuka dengan pemaparan situasi percakapan yang diberikan
secara lebih terperinci dan disertai pancingan ujaran lawan tutur. Kasper dan
Dahl 1991 (dalam Sukerti, 2013: 201) mendefinisikan DCT sebagai kuesioner
tertulis berisi deskripsi singkat mengenai situasi tuturan yang dirancang untuk
menjaring pola tuturan yang digunakan oleh narasumber bahasa berdasarkan
situasi yang diberikan. Kuesioner DCT ini digunakan untuk menjaring pola
tuturan langsung (respons verbal) yang muncul pada situasi rekaan percakapan
yang berbeda-beda. Data tertulis yang dijaring menggunakan kuesioner DCT ini
digunakan untuk mendukung korpus data lisan dan sebagai dasar pengecekan
ulang satuan lingual yang muncul dalam tuturan lisan.
Universitas Sumatera Utara
70
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Pengantar
Penelitian ini memaparkan konstruksi kausatif yang terdapat dalam bBT.
Pemaparan pertama diawali dengan mengemukakan tipe kausatif berdasarkan
parameter formal dan parameter semantis. Dalam hal ini, kausatif leksikal,
kausatif morfologis, kausatif analitik, kausatif sejati, kausatif permisif, kausatif
langsung, dan kausatif tak langsung menjadi bahasan dalam kajian ini. Pemaparan
kedua dilanjutkan dengan mengemukakan struktur yang membangun konstruksi
kausatif. Dalam hal ini, teori Penguasaan dan Pengikatan digunakan untuk
menggambarkan perpindahan unsur dalam membentuk konstruksi kausatif yang
dapat diamati melalui peristiwa penambahan argumen, perubahan relasi
gramatikal, dan peningkatan jumlah valensi.
4.2 Tipe Kausatif Bahasa Batak Toba
Pembagian tipe kausatif didasarkan pada dua parameter, yakni parameter
formal - kausatif leksikal, kausatif morfologis, dan kausatif analitik, dan
parameter semantis - tingkat kendali yang diterima oleh pesebab dan kedekatan
hubungan terjadinya komponen penyebab dan pesebab.
4.2.1 Parameter Formal
Ketiga tipe kausatif berdasarkan parameter formal, yakni kausatif leksikal,
kausatif morfologis, dan kausatif analitik, cukup banyak ditemukan dalam bBT.
Universitas Sumatera Utara
71
Namun, intensitas penggunaan ketiga tipe tersebut berbeda satu sama lain sesuai
dengan kebutuhan masyarakat penutur bBT.
4.2.1.1 Kausatif Leksikal
Ada tiga subtipe verba dalam bBT yang membentuk konstruksi kausatif
leksikal (Payne, 2002: 179), yakni (1) subtipe verba yang tidak mengalami
perubahan (no change in verb), (2) subtipe verba yang memiliki keunikan (some
idiosyncratic change in verb), dan (3) subtipe verba berbeda dalam membentuk
konstruksi kausatif (different verb). Verba tersebut menuangkan situasi-situasi
mikro dalam satu kejadian.
Subtipe pertama merupakan subtipe kausatif leksikal yang tidak
mengalami perubahan dalam verba pembentuknya. Berdasarkan data yang
ditemukan, subtipe tersebut tidak terdapat dalam bBT. Pada umumnya, subtipe
tersebut terdapat dalam bahasa Inggris, yakni pada verba broke. Verba ini tidak
mengalami perubahan sama sekali, baik dalam konstruksi nonkausatif maupun
dalam konstruksi kausatif.
Subtipe kedua merupakan subtipe kausatif leksikal yang menggolongkan
verba yang istimewa (khas) sebagai dasar konstruksi kausatif. Verba ini
mendeskripsikan peristiwa kausal tanpa bantuan afiks pada kausatif morfologis
dan verba kausatif pada kausatif analitik. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa
afiks dalam verba tersebut bukan pemarkah kausatif seperti yang terdapat dalam
kausatif morfologis, melainkan hanya penanda diatesis, baik aktif maupun pasif.
(27) (a) Pultak gambiri.
AKT-pecah kemiri-TOP.
‘Kemiri pecah.’
Universitas Sumatera Utara
72
(b) Hatana mamultak gambiri.
Perkataan-3TG-TOP AKT-pecah-KAUS kemiri.
‘Perkataannya memecah kemiri.’
(28) (a) Gargar dolok i.
AKT-pecah bukit-TOP Pron.
‘Bukit itu pecah.’
(b) Ro udan na gogo manggargar dolok i.
Datang hujan-TOP Pe kuat AKT-pecah-KAUS bukit Pron.
‘Datang hujan yang kuat memecah bukit itu.’
(29) (a) Rumpak hau na balga na di porlak i.
AKT-tumbang kayu-TOP Pe besar Pe Prep ladang Pron.
‘Kayu yang besar yang di ladang itu tumbang.’
(b) Bapa do mangarumpak hau na balga na di porlak i.
Bapa-TOP T AKT-tumbang-KAUS kayu Pe besar Pe Prep ladang Pron.
‘Bapak menumbangkan kayu yang besar yang di ladang itu.’
Konstruksi (27a, 28a, 29a) merupakan komponen akibat yang disebabkan
oleh penyebab pada konstruksi (27b, 28b, 29b). Kategori dasar verba intransitif
pultak, gargar, dan ruppak merupakan bentuk dasar konstruksi kausatif yang
tidak mendapat pengaruh afiks sama sekali. Adapun pelekatan afiks mam- (27b),
mang- (28b), dan manga- (29b) membentuk diatesis aktif dan memunculkan
argumen baru yang bertindak sebagai subjek pada konstruksi tersebut.1
Subtipe terakhir merupakan subtipe kausatif leksikal paling murni yang
dibentuk oleh satu leksikon yang mandiri dalam menggambarkan sebab dan akibat
dengan verba yang berbeda.
(30) (a) Nunga mate nasida.
Sudah-Adv mati dia-3TG-TOP.
‘Dia sudah mati.’
(b) E tahe, sahitna i do mamunu nasida.
INT penyakit-3TG-TOP Pron T AKT-bunuh-KAUS dia-3TG.
‘Eh, itulah penyakitnya itu membunuh dia.’
Universitas Sumatera Utara
73
Konstruksi (30) merupakan kausatif leksikal yang merepresentasi sebuah
leksikon dalam mengungkapkan peristiwa sebab-akibat dengan dua verba yang
berbeda. Verba mate pada komponen akibat (30a) disebabkan oleh penyebab
sahitna dalam verba mamunu pada komponen sebab (30b).2
4.2.1.2 Kausatif Morfologis
Perangkat morfologis seperti afiksasi merupakan pemarkah dalam
membentuk konstruksi kausatif morfologis. Bentuk afiks yang memiliki potensi
menjadi pemarkah kausatif dalam bBT adalah {-hon}, {-i}, {pa-/ par-}, {pa--
hon}, dan {pa--i}.
a. Afiks Kausatif {-hon}
Afiks kausatif {-hon} merupakan sufiks dalam bBT yang mampu
membentuk konstruksi kausatif. Umumnya, sufiks ini dikombinasikan dengan
prefiks mang- (serta alomorf ma-, man-, mam-, dan manga-) dan melekat pada
kategori verba intransitif, adjektiva, nomina, adverbia, dan numeralia.
(31) (a) Tolbak gadugadu ni hauma i.
AKT-longsor benteng-TOP Pron sawah Pron.
‘Benteng sawah itu longsor.’
(b) Ai ibana do hape manolbakhon gadugadu ni hauma.
Konj dia-3TG-TOP T ternyata AKT-longsor-KAUS benteng Pron sawah.
‘Sebab ternyata dia melongsorkan benteng sawah itu.’
Kehadiran afiks {-hon} pada verba intransitif tolbak mengubah konstruksi
nonkausatif (31a) menjadi konstruksi kausatif (31b). Afiks tersebut mengubah
verba tolbak menjadi transitif sehingga memunculkan sebuah argumen baru ibana
sebagai penyebab (31b) atas pesebab gadugadu ni hauma (31a). Verba intransitif
Universitas Sumatera Utara
74
bBT lain yang dimarkahi oleh afiks ini terdapat pada kata mangauphon
‘menghanyutkan’, mangunsathon ‘memindahkan’, dan mangaithon ‘menarikkan’.
(32) (a) Ondol na tarsurat di patik i.
AKT-benar Pe PAS-tulis Prep titah Pron.
‘Titah yang tertulis itu benar.’
(b) Malo do pandita mangondolhon na tarsurat di patik i.
Adj T pendeta AKT-benar-KAUS Pe PAS-tulis Prep titah Pron.
‘Pendeta itu pintar membenarkan titah yang tertulis itu.’
Selain melekat pada kategori verba intransitif, afiks {-hon} juga melekat
pada kategori adjektiva. Adjektiva ondol (32a) berubah menjadi verba transitif
setelah dilekati afiks morfologis {-hon} (32b). Perubahan tersebut memunculkan
argumen baru pandita yang menjadikannya sebagai penyebab (32b) atas pesebab
na tarsurat di patik i (32a). Dengan demikian, konstruksi (32b) merupakan
konstruksi kausatif atas pesebab tersebut (32a).
Bentuk lain kategori adjektiva bBT yang memunculkan konstruksi kausatif
ditemukan pada kata mangonjathon dan mangaringkothon.
(33) (a) Onjat hirang i.
AKT-penuh keranjang Pron.
‘Keranjang itu penuh.’
(b) Eda do mangonjathon hirang i.
Ipar-TOP T AKT-penuh-KAUS keranjang Pron.
‘Ipar memenuhkan keranjang itu.’
(c) Eda do mambahen onjat hirang i.
Ipar-TOP T V-KAUS AKT-penuh keranjang Pron.
‘Ipar membuat keranjang itu penuh.’
(d) Eda do mangonjathon lasiak tu hirang i.
Ipar-TOP T AKT-penuh-KAUS cabe Prep keranjang Pron.
‘Ipar memenuhkan cabe ke keranjang itu.’
(e) Eda do mangonjathon hirang i lasiak.
Ipar-TOP T AKT-penuh-KAUS keranjang Pron cabe.
‘Ipar memenuhkan keranjang itu cabe.’
Universitas Sumatera Utara
75
Kategori adjektiva onjat (33b) dan ringkot (34b) membentuk konstruksi
kausatif dengan pelekatan afiks {-hon} seperti tampak pada konstruksi berikut.
(34) (a) Ringkot singkolana.
AKT-penting sekolah-3TG-TOP.
‘Sekolahnya penting.’
(b) Jolma na burju mangaringkothon singkolana.
Orang-TOP Pe baik AKT-penting-KAUS sekolah-3TG.
‘Orang baik mementingkan sekolahnya.’
(c) Jolma na burju do mambahen ringkot singkolana.
Orang-TOP Pe baik T V-KAUS penting sekolah-3TG .
‘Orang baik membuat sekolahnya penting.’
*(d) Jolma na burju mangaringkothon halak singkolana.
Orang Pe baik-TOP AKT-penting-KAUS orang sekolah-3TG.
‘Orang baik mementingkan orang sekolahnya.’
Kedua konstruksi di atas mendeskripsikan beberapa hal. Pertama,
peristiwa akibat yang timbul pada pesebab dengan kategori dasar adjektiva onjat
(33a) dan ringkot (34a) merupakan predikat pada konstruksi nonkausatif. Kedua,
pelekatan afiks {-hon} mengubah kedua adjektiva tersebut menjadi verba transitif
sehingga memunculkan argumen baru eda (33b) dan jolma na burju (34b) yang
sekaligus menjadi penyebab dalam peristiwa kausal yang dicerminkan pada
konstruksi tersebut. Ketiga, pelekatan afiks kausatif mambahen pada konstruksi
(33c) dan (34c) merupakan uji yang paling tepat untuk membuktikan pernyataan
pertama dan kedua. Keempat, meski dibentuk oleh kategori kata yang sama,
penambahan argumen baru pada kedua konstruksi tersebut menunjukkan perilaku
yang berbeda. Penambahan argumen lasiak (33d) menunjukkan konstruksi yang
berterima, sedangkan argumen *halak (34d) tidak mampu menunjukkan hal yang
sama dengan itu. Dengan demikian, konstruksi tersebut menunjukkan
keberterimaan yang berbeda meski dibentuk atas kategori dan perlakuan yang
Universitas Sumatera Utara
76
sama. Selain melekat pada kategori verba intransitif dan adjektiva, afiks {-hon}
juga melekat pada kategori nomina. Perhatikan contoh berikut.
(35) (a) Balati sambilu i.
AKT-belati kulit bambu-TOP Pron.
‘Sembilu itu menjadi belati.’
(b) Ingkon mamalatihon sambilu do iba maneat pusok ni posoposo.
MOD AKT-belati-KAUS sembilu T 1TG menyayat tali pusat Pron bayi.
‘Kita harus membelatikan sembilu menyayat tali pusat bayi.’
(c) Iba mambahen balati sambilu.
Aku-1TG-TOP V-KAUS belati sembilu.
‘Aku membuat belati itu menjadi sembilu.’.
Kategori nomina pada predikat mamalatihon (35b) tentu mempersulit
pemahaman terhadap konstruksi kausatif yang dibentuk oleh nomina. Komponen
akibat (35a) dibentuk atas nomina sambilu sebagai subjek (S) dan balati sebagai
predikat (P). Biasanya fungsi predikat diisi oleh kategori verba, namun dalam
konteks ini, fungsi tersebut diisi oleh kategori nomina. Oleh karena itu, pengujian
pada (35c) dihadirkan untuk membuktikan keberterimaannya kategori nomina
dalam membentuk konstruksi kausatif.
b. Afiks Kausatif {pa- / par-}
Afiks kausatif {pa- /par-} dalam bBT berfungsi untuk membentuk kata
kerja aktif transitif. Afiks tersebut cenderung melekat pada kategori adjektiva dan
nomina.
(36) (a) Singkor na dung singkor.
AKT-pedih Pe Adv pedih-TOP.
‘Orang yang pedih jadi pedih.’
(b) Sai unang ma hita mamparsingkor na dung singkor.
Adv-selalu Adv Pe kita-TOP AKT-pedih-KAUS Pe Adv pedih.
‘Janganlah kita selalu memperpedih orang yang telah pedih.’
Universitas Sumatera Utara
77
Konstruksi nonkausatif (36a) dibentuk atas kategori adjektiva singkor.
Kemudian, adjektiva tersebut mendapat pelekatan afiks {par-} sehingga
memunculkan konstruksi kausatif (36b). Pelekatan afiks tersebut memunculkan
penyebab hita dan menggeser na dung singkor ke posisi pesebab sehingga
mendeskripsikan peristiwa kausal.
Ada beberapa kategori adjektiva lainnya yang juga dapat dilekati oleh
afiks {par-}, seperti mamparrundut ‘memperkacaukan’, mampartimbo
‘mempertinggi’, mamparrejet ‘memperrata’, dan mampartoru ‘memperrendah’.
Dalam bahasa lisan, konstruksi ini cenderung digantikan oleh afiks
kausatif lainnya seperti {pa--hon}. Pada dasarnya, kedua afiks tersebut
bersubstitusi satu sama lain.
(37) (a) Timbo gadu-gaduna.
AKT-tinggi benteng-3TG-TOP.
‘Benteng sawahnya tinggi.’
(b) Ro do tulang i mampartimbo gadu-gaduna.
Datang T paman-TOP Pron AKT-tinggi-KAUS benteng-3TG.
‘Tulang itu datang mempertinggi benteng sawahnya.’
(c) Ro do tulang i patimbohon gadu-gaduna.
Datang T paman-TOP Pron AKT-tinggi-KAUS benteng-3TG.
‘Tulang itu datang mempertinggi benteng sawahnya.’
Kategori adjektiva timbo (37a) membentuk konstruksi kausatif dengan
pelekatan afiks {pa-/ par-} (37b) dan bersubstitusi dengan afiks {pa--hon}(37c).
Dalam hal ini, adjektiva timbo membentuk konstruksi kausatif dengan pelekatan
{pa-/ par-} atau {pa--hon} sehingga memunculkan argumen baru tulang sebagai
penyebab atas pesebab gadugaduna. Hal ini menunjukkan bahwa kedua afiks
tersebut bersubstitusi satu sama lain pada kategori adjektiva dalam membentuk
konstruksi kausatif.
Universitas Sumatera Utara
78
Berbeda dengan itu, kategori verba intransitif yang dilekati oleh kedua
afiks tersebut menunjukkan konstruksi (38a-c) yang berbeda.
(38) (a) Tupa juhut.
AKT-sedia daging-TOP.
‘Daging tersedia.’
(b) Ro halak namboru i patupahon juhut tu jabu.
Datang-V orang bibi-TOP Pron AKT-sedia-KAUS daging Prep rumah.
‘Bibi itu datang menyediakan daging ke rumah.’
*(c) Ro halak namboru i mampartupa juhut tu jabu.
Berbeda dengan konstruksi sebelumnya, konstruksi (38) menunjukkan
bahwa afiks {pa-/par-} tidak dapat bersubstitusi dengan afiks {pa--hon}.
Konstruksi kausatif yang dibentuk atas kategori verba intransitif tupa hanya
berterima apabila dilekati oleh afiks {pa--hon} (38b), sedangkan apabila dilekati
afiks {pa-/par-} konstruksi tersebut tidak berterima (38c). Tampaknya, substitusi
kedua afiks tersebut hanya berterima pada kategori adjektiva yang dilekatinya.
(39) (a) Saong bulung ni gaol.
AKT-tudung daun Pron pisang-TOP
‘Daun pisang tudung.’
(b) Dung ro udan, holan mamparsaong bulung pisang ma ibana.
Konj V hujan, Adv AKT-tudung-KAUS daun pisang Pe dia-3TG-TOP.
‘Setelah hujan datang, dia hanya mempertudung daun pisang.’
Selanjutnya, konstruksi (39a) menunjukkan bahwa verba mamparsaong
berasal dari kategori dasar nomina saong yang dilekati oleh afiks {par-}.
Pelekatan afiks tersebut memunculkan argumen baru ibana sebagai penyebab atas
pesebab bulung pisang (39b) sehingga membentuk konstruksi kausatif. Kategori
nomina tidak banyak ditemukan sebagai dasar pembentuk konstruksi kausatif
dalam bBT. Namun, data ini merupakan salah satu temuan pada bBT yang tidak
terdapat dalam bahasa lain.
Universitas Sumatera Utara
79
c. Afiks Kausatif {-i}
Afiks kausatif {-i} berfungsi untuk membentuk kata kerja transitif.
Pemarkah kausatif ini melekat pada bentuk dasar yang berkategori adjektiva dan
verba (transitif dan intransitif).
(40) (a) Rara sisilonna.
AKT-merah kuku-3TG-TOP .
‘Kukunya merah.’
(b) Ndang lupa ibana mangararai sisilonna.
Adv lupa dia-3TG-TOP AKT-merah-KAUS kuku-3TG.
‘Dia tidak lupa memerahi kukunya.’
Kehadiran afiks kausatif {-i} pada kategori adjektiva rara (40a)
membentuk konstruksi kausatif dan menghadirkan ibana sebagai argumen baru
dalam peristiwa sebab (40b). Pelekatan afiks ini membentuk konstruksi kausatif
dengan dua komponen, yakni penyebab ibana dan sisilonna. Kategori adjektiva
lain yang dapat dilekati oleh afiks ini terdapat pada kata mangaroai
‘menjelekkan’, mandamei ‘mendamaikan’, mamburbari ‘meributkan’,
mangarsaki ‘menyusahi’, manggunturi ‘meributkan’, mangorui ‘mengurangi’,
manjonoki ‘mendekati’, dan mandaei ‘memburukkan’.3
Selain membentuk konstruksi kausatif seperti contoh pada bagian
sebelumnya, pelekatan afiks {-i} khusus pada kategori adjektiva dapat
memunculkan konstruksi aplikatif. Hal ini perlu dibahas dalam kajian ini karena
konstruksi tersebut cenderung muncul pada afiks ini.
(41) (a) Sai holan na manggaori jabu do ulaonmu.
Adv hanya Pe AKT-ribut-APL rumah T pekerjaan-2TG-TOP.
‘Pekerjaanmu hanyalah meributi rumah.’
*(b) Ibana mambahen gaor jabu.
Dia-3TG-TOP V-KAUS ribut-Adj rumah.
‘Dia membuat rumah ribut.’
Universitas Sumatera Utara
80
(c) Ibana gaor i jabu.
Dia-3TG-TOP ribut-Adj Prep rumah.
‘Dia ribut di rumah.’
Kategori adjektiva gaor yang mendapat pelekatan afiks {-i} tidak
memunculkan konstruksi kausatif (41a) seperti kategori adjektiva sebelumnya
(40b). Kategori (41a) tidak dapat mendeskripsikan peristiwa kausal seperti konsep
kausatif sebab pesebab jabu sebagai komponen tidak bernyawa [-bernyawa] tidak
mampu menimbulkan keadaan gaor seperti rujukan makna konstruksi kausatif
(41b). Konstruksi yang lebih tepat ditunjukkan pada (41c), yakni menempatkan
argumen jabu sebagai oblik pada keadaaan gaor yang ditimbulkan oleh penyebab
ibana. Dengan demikian, konstruksi (41a) merupakan konstruksi aplikatif yang
sifatnya lokatif.
Selain itu, afiks kausatif {-i} juga cenderung membentuk makna repetitif
atau iteratif seperti konstruksi berikut ini.
(42) (a) Ndang adong labana hita manirai tombak.
Adv ada untung kita-2JM-TOP AKT-garam-ITR hutan.
‘Tidak ada untungnya kita menggarami hutan.’
*(b) Hita mambahen sira tombak.
Kita-2JM-TOP V-KAUS garam hutan.
‘Kita membuat hutan garam.’
Konstruksi (42b) di atas menunjukkan bahwa konstruksi sebelumnya (42a)
bukan konstruksi kausatif melainkan konstruksi repetitif. Kategori nomina tombak
(42a) cenderung mendapat perlakuan repetitif dalam konstruksi tersebut karena
berpasangan dengan kategori nomina sira yang mendapat pelekatan afiks {-i}.
Pengujian yang paling tepat untuk membuktikannya dilakukan dengan pelekatan
verba kausatif mambahen (42b). Itu sebabnya, pelekatan afiks tersebut tidak
selamanya membentuk konstruksi kausatif.
Universitas Sumatera Utara
81
Bentuk lain yang juga dapat dibahas dalam kajian ini merupakan kategori
yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari.
(43) (a) Nang pe marsahit, ro do ibana mangapuli na agoan ama.
Konj Pe AKT-sakit, datang T dia-TOP menghibur Pe kehilangan ayah.
‘Meski sakit, dia datang menghibur anak yatim itu.’
*(b) Ibana mambahen apul na agoan ama.
Dia-3TG-TOP V-KAUS hibur Pe kehilangan ayah.
‘Dia membuat anak yatim hibur.’
(c) Ibana mambahen tarapul na agoan ama.
Dia-3TG-TOP V-KAUS PAS-hibur Pe kehilangan ayah.
‘Dia membuat anak yatim terhibur.’
Ketidakberterimaan konstruksi (43b) telah digantikan oleh konstruksi
(43c) melalui penambahan pemarkah diatesis pasif {tar-}. Hal ini menunjukkan
bahwa makna yang dikandung oleh verba transitif apul yang mendapat pelekatan
afiks {-i} (43a) bukanlah konstruksi kausatif.
Temuan lain yang juga merupakan kekhasan konstruksi kausatif bBT
tampak pada pelekatan afiks {-i} pada kategori verba. Pada umumnya, afiks
tersebut hanya melekat pada kategori adjektiva dan nomina, namun contoh berikut
menunjukkan bahwa afiks tersebut juga melekat pada kategori verba.
(44) (a) Hehe oma.
AKT-bangkit ibu-TOP.
‘Ibu bangkit.’
(b) Ahu do manghehei oma.
Aku-1TG-TOP T AKT-bangkit-KAUS ibu.
‘Aku membangkitkan ibu.’
Kategori verba hehe (44a) yang dilekati oleh afiks {-i} memunculkan
penyebab ahu sehingga membentuk konstruksi kausatif. Pelekatan afiks tersebut
mendeskripsikan peristiwa kausal melalui penyebab ahu dan pesebab oma yang
dibentuk oleh verba intransitif hehe. Kategori verba bBT seperti mamborhati
Universitas Sumatera Utara
82
‘memberangkatkan’, manangkoki ‘menaikkan’, dan mangalohai ‘meruntuhkan’
juga dapat memunculkan konstruksi kausatif seperti manghehei. Berbeda dengan
bBT, kategori verba seperti itu tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia.
d. Afiks Kausatif {pa- -hon/ par- -hon}
Bentuk afiks kausatif {pa--hon} dan {par--hon} berfungsi untuk
membentuk kata kerja transitif dan membentuk kontsruksi kausatif pada kategori
verba intransitif, adjektiva, adverbia, dan nomina.
(45) (a) Tolhas tona i.
AKT-sampai pesan-TOP Pron.
‘Pesan itu sampai.’
(b) Dung i ro ma ibana patolhashon tona i.
Konj Pron datang Pe dia-3TG-TOP AKT-sampai-KAUS pesan Pron.
‘Setelah itu, datanglah dia menyampaikan pesan itu.’
Konstruksi (45b) di atas menunjukkan bahwa kategori verba intransitif
tolhas (45a) membentuk konstruksi kausatif setelah dilekati oleh kombinasi afiks
{pa--hon}. Pelekatan tersebut memunculkan ibana sebagai penyebab dan tona
sebagai pesebab pada peristiwa kausal patolhashon.
Ada banyak kategori verba intransitif yang mendapat pelekatan afiks {pa--
hon} dan memunculkan konstruksi kausatif seperti tampak pada tabel berikut ini.
Tabel 6. Pelekatan Afiks {pa--hon} pada Kategori Verba Intransitif
No. Kata dasar Kausatif Makna
1. Dabu padabuhon Menjatuhkan
2. Ro parohon Mendatangkan
3. Modom papodomhon menidurkan
4. Sae pasaehon Menyiapkan
5. Sidung pasidunghon Menyelesaikan
6. Ulak paulakhon Mengembalikan
7. Masa pamasahon mengembalikan
8. Ihut paihuthon mengikutkan
9. Tupa patupahon menyelenggarakan
Universitas Sumatera Utara
83
10. Jojor pajojorhon membariskan
11. Jongjong pajongjonghon mendirikan
12. Hehe pahehehon membangkitkan
13. Borhat paborhathon memberangkatkan
14. Unduk paundukhon menundukkan
15. Bungkuk pabungkukhon Membungkukkan
16. Unsat paunsathon Memindahkan
17. Tait pataithon menyentakkan
18. Juguk pajugukhon mendudukkan
19. Eret paerethon memindahkan
20. Togu patoguhon meneguhkan
21. Ruhot goyang menggoyangkan
Selain itu, afiks {pa--hon} juga melekat pada kategori adjektiva, namun
produktivitasnya berbeda dengan pelekatan pada kategori verba sebelumnya.
(46) (a) Balga halak si Naomi.
AKT-besar orang ART Naomi-TOP.
‘Orang si Naomi besar.’
(b) Ai Ompung do pabalgahon halak si Naomi saleleng on.
Konj nenek-TOP T AKT-besar-KAUS orang ART Naomi Adv Pron.
‘Sebab nenek membesarkan orang si Naomi selama ini.’
Kategori adjektiva balga mendapat pelekatan afiks {pa--hon} sehingga
membentuk konstruksi kausatif (46b). Argumen baru ompung yang dimunculkan
pada konstruksi (46b) tersebut mengisi fungsi subyek (S) setelah adjektiva balga
berubah menjadi verba transitif pabalgahon dan membuat halak si Naomi
bergeser ke posisi objek langsung (OL).
Bentuk seperti di atas ditemukan pada beberapa kata dalam bBT seperti
tampak dalam tabel berikut.
Tabel 7. Pelekatan Afiks {pa--hon} pada Kategori Adjektiva
No. Kata dasar Kausatif Makna
1. Tangkas patangkashon menjelaskan
2. Tolbak patolbakhon melongsorkan
3. Gok pagokhon memenuhkan
4. Las palashon Menyenangkan
5. Sangap pasangaphon menghormati
Universitas Sumatera Utara
84
6. Tata patatahon mementahkan
7. Hansit pahansithon menyakitkan
8. Dirgak padirgakhon menegakkan
9. Tigor patigorhon meluruskan
10. Bolak pabolakhon melebarkan
11. Hantus pahantushon menetapkan
12. Suda pasudahon menghabiskan
13. Timbo patimbohon meninggikan
14. Gogo pagogohon menguatkan
15. Lehet palehethon mengindahkan
16. gale pagalehon melemahkan
17. Hatop pahatophon mencepatkan
18. Sabas pasabashon memuaskan
19. Lambas palambashon melapangkan
20. Tipak patipakhon membereskan
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
Songe
benget
burju
toltol
uli
hinsa
ganjang
gotap
malo
ingot
lua
ture
denggan
torang
mora
siat
godang
ringgas
raek
otik
domu
pasongehon
pabengethon
paburjuhon
patoltolhon
paulihon
pahinsahon
paganjanghon
pagotaphon
pamalohon
paingothon
paluahon
paturehon
padengganhon
patoranghon
pamorahon
pasiathon
pagodanghon
paringgashon
paraekhon
paotikhon
padomuhon
menakutkan
menabahkan
membaikkan
menegangkan
mencantikkan
menyemangatkan
memanjangkan
memutuskan
mencerdaskan
mengingatkan
melepaskan
merapikan
membaikkan
menerangkan
mengayakan
mengizinkan
membanyakkan
merajinkan
membasahkan
menyedikitkan
menghubungkan
Selanjutnya, afiks {pa--hon} juga melekat pada kategori adverbia seperti
yang tampak dalam contoh berikut.
(47) (a) Lobi pisik-pisik i.
AKT-lebih remah-remah Pron.
‘Remah-remah itu lebih.’
(b) Ompung do palobihon pisik-pisik i.
Nenek-TOP T AKT-lebih-KAUS remah-remah Pron.
Universitas Sumatera Utara
85
‘Nenek melebihkan remah-remah itu.’
Kategori adverbia lobi (47a) dilekati oleh afiks {pa--hon} dan membentuk
konstruksi kausatif (47b). Sesuai dengan fungsinya, kategori adverbia dikenal
sebagai penjelas pada kategori verba, adjektiva, dan adverbia lain. Oleh karena
itu, kategori kata ini tidak banyak ditemukan dalam bBT karena tugasnya yang
hanya menjelaskan tiga kategori sebelumnya - yang tentu telah memenuhi
konstruksi kausatif seperti penjelasan pada bagian terdahulu.
Sama dengan kategori adverbia, kategori numeralia juga dapat dilekati
oleh afiks {pa--hon}, namun tidak banyak ditemukan dalam bBT.
(48) (a) Sada halak i.
AKT-satu orang-TOP Pron.
‘Orang itu satu.’
(b) Adong do natua-tua ni huta pasadahon halak i.
Ada T orang tua-TOP Pron kampung AKT-satu-KAUS orang Pron.
‘Ada para tetua kampung menyatukan orang itu.’
Kategori numeralia sada yang dilekati oleh afiks kausatif {pa--hon}
memunculkan konstruksi kausatif (48b), namun hal itu tidak sama dengan
kategori numeralia dua (49b) di bawah ini. Hal itu disebabkan oleh perilaku
numeralia sada yang berpotensi membentuk konstruksi kausatif yang tidak
dimiliki oleh numeralia dua seperti contoh berikut ini.
(49) (a) Dua halak i.
Dua orang-TOP Pron.
‘Orang itu dua.’
*(b) Adong do natua-tua ni huta paduahon halak i.
(50) Ho ma na paduahon manjaha liturgi i.
Kau-2TG-TOP Pe Pe yang kedua AKT-baca liturgi Pron.
‘Kaulah yang kedua membaca liturgi itu.’
Universitas Sumatera Utara
86
Satu-satunya kategori numeralia yang berpotensi membentuk konstruksi
kausatif hanyalah numeralia sada. Apabila kategori numeralia lainnya dilekati
oleh afiks kausatif {pa--hon}, konstruksi yang muncul bukanlah konstruksi
kausatif, melainkan konstruksi kata yang memiliki makna ‘urutan yang ke....’. Itu
sebabnya, numeralia dua yang terdapat dalam konstruksi (49b) tidak berterima.
Keberterimaan numeralia dua yang dilekati oleh afiks {pa--hon} tampak dalam
konstruksi (50), namun tidak membentuk konstruksi kausatif seperti dalam
konstruksi (48b).
Berikut ini disajikan satu contoh konstruksi kausatif bBT yang dilekati
oleh afiks {pa--hon} dan sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(51) (a) Dumarede iluna.
PAS-tercurah air mata-3TG-TOP.
‘Air matanya tercurah.’
(b) Ndang mansohot ibana mampardumaredehon iluna.
Adv berhenti dia-3TG-TOP AKT-curah-KAUS air mata-3TG.
‘Dia tidak berhenti mencurahkan air matanya.’
Kategori verba transitif mampardumaredehon (51b) merupakan konstruksi
kausatif yang mendeskripsikan peristiwa kausal pada penyebab ibana dan pesebab
iluna (51a). Konstruksi tersebut mengandung berbagai unsur imbuhan yang
melekat dan masing-masing memberi nuansa imbuhan. Pertama, awalan {mam-}
berdiri sebagai imbuhan pembentuk aktif transitif. Kedua, awalan {par-} berdiri
sebagai pembentuk aktif transitif. Ketiga, kata dasar kategori verba dede.
Keempat, sisipan {-um-} yang melekat pada awalan {mam-} memunculkan
makna aktif transitif pada kata dasar dede. Kelima, sisipan {-ar-} yang ekuivalen
dengan sisipan {-al-} dalam bBT yang memunculkan makna ‘ramai, berulang’.
Terakhir, akhiran {-hon} yang muncul dalam memberi nuansa pemberi makna
Universitas Sumatera Utara
87
aktif transitif. Tentulah sangat sukar menerangkan satu arti dari kompleksitas
nuansa yang merujuk pada satu pengertian. Namun, perlu diketahui bahwa
intensitas maksud dan kesengajaan sangat jelas terlihat dalam konstruksi tersebut,
terbukti dari adanya beberapa imbuhan pengaktif yang dilekatkan di dalamnya.
Dalam hal ini, verba tersebut dapat menunjukkan konstruksi kausatif morfologis
dengan adanya unsur [+kesengajaan] yang merupakan fitur pada tipe kausatif
berdasarkan parameter semantis. Oleh karena itu, sebagai bagian dari fenomena
bBT, konstruksi seperti ini juga merupakan temuan khas dalam kajian ini.
e. Afiks Kausatif {pa- -i}
Bentuk kombinasi afiks kausatif {pa--i} hanya melekat pada kategori
adjektiva dalam bBT seperti tampak pada contoh berikut ini.
(52) (a) Ahu gogo saleleng on.
Aku-1TG-TOP kuat Adv Pron.
‘Aku kuat selama ini.’
(b) Haporseaonhu do na mampargogoi ahu saleleng on.
Kepercayaan-1TG-TOP T Pe AKT-kuat-KAUS aku-1TG Adv Pron.
‘Kepercayaanku menguatkan aku selama ini.’
Konstruksi (52b) di atas menunjukkan bahwa verba mampargogoi
memunculkan argumen baru berupa haporseaon yang membuatnya menjadi
penyebab atas akibat yang ditimbulkan pada pesebab ahu (52a). Afiks ini tidak
banyak ditemukan dalam bBT.
Kelima afiks yang dikemukakan di atas merupakan pemarkah dalam
konstruksi kausatif bBT. Fenomena yang terkait dengan pemarkah tersebut
dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
88
4.2.1.3 Kausatif Analitik
Kausatif analitik merupakan kausatif yang menunjukkan peristiwa kausal
dengan dua predikat (sebab dan akibat) yang terpisah. Dalam bBT, konstruksi ini
dibentuk dengan melekatkan verba kausatif mambahen, manuru, dan mangido.
Penggunaan verba tersebut dibedakan berdasarkan kategori yang dilekati dan
makna yang diungkapkan. Verba mambahen melekat pada kategori verba
(transitif dan intransitif), adjektiva, nomina, adverbia, dan numeralia, sedangkan
verba mangido dan manuru hanya dapat melekat pada kategori verba transitif dan
intransitif. Berikut ini disajikan contoh pelekatan verba kausatif mambahen pada
kategori adjektiva.
(53) (a) Muruk partigatiga. [adjektiva]
AKT-marah pedagang-TOP.
‘Pedagang marah.’
(b) Ama-ama na bolon i do mambahen muruk partigatiga.
Bapak-bapak-TOP Pe besar Pron T V-KAUS AKT-marah pedagang.
‘Bapak-bapak itu membuat pedagang marah.’
Konstruksi (53a) dibentuk atas kategori adjektiva muruk dengan adanya
satu argumen sebagai subjek (S). Penyematan verba kausatif mambahen dalam
konstruksi tersebut menghadirkan argumen baru ama-ama na bolon sebagai
subjek baru (53b) sehingga keberadaannya menjadi penyebab atas akibat yang
ditimbulkan pada pesebab dalam klausa dasar (53a). Hal ini menunjukkan bahwa
dalam sebuah konstruksi terdapat dua predikat terpisah sebagai komponen sebab-
akibat; PRED1 mambahen sebagai komponen sebab dan PRED2 muruk sebagai
komponen akibat.
Selain melekat pada kategori adjektiva, verba mambahen juga melekat
pada kategori verba seperti tampak pada contoh berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
89
(54) (a) Ahu manodo ho. [verba transitif]
Aku-1TG-TOP AKT-pilih kamu-2TG.
‘Aku memilih kamu.’
(b) Tona ni Bapa na hinan do mambahen ahu manodo ho.
Pesan Bapak-TOP Pe dulu T V-KAUS aku-1TG AKT-pilih kamu-2TG
‘Pesan almarhum Bapak membuat aku memilih kamu.’
Konstruksi di atas dibentuk oleh verba transitif, yakni ahu sebagai subjek
(S) dan ho sebagai objek langsung (OL) dalam klausa dasar (54a). Penyematan
verba kausatif mambahen menyebabkan penambahan argumen ahu pada
konstruksi sebelumnya dan menggeser posisi argumen ho. Verba ini membentuk
konstruksi kausatif pada klausa dasar intransitif, ekatransitif, dan dwitransitif.
Selain verba mambahen seperti contoh di atas, verba mangido dan manuru
juga dapat memunculkan makna kausatif dalam bBT. Penggunaan verba ini
terbatas pada kategori verba (transitif dan intransitif).
(55) (a) Laho ahu tu jabu ni ompung. [verba intransitif]
AKT-pergi aku-1TG-TOP Prep rumah Pron nenek.
‘Aku pergi ke rumah nenek.’
(b) Oma do manuru ahu laho tu jabu ni ompung.
Ibu-TOP T V-KAUS aku-1TG pergi Prep rumah Pron nenek.
‘Ibu menyuruh aku pergi ke rumah nenek.’
(56) (a) Mian di jabu ni nantulang ahu. [verba intransitif]
AKT-tinggal Prep rumah Pron bibi aku-1TG.
‘Aku tinggal di rumah bibi.’
(b) Nantulang do mangido ahu mian di jabuna.
Bibi-TOP T V-KAUS aku-1TG AKT-tinggal Prep rumah-3TG.
‘Nantulang meminta aku tinggal di rumahnya.’
Verba manuru disematkan pada klausa dasar (55a) yang dibentuk atas
verba intransitif laho. Kehadiran verba manuru membuat klausa dasar tersebut
membentuk konstruksi kausatif sehingga verba tersebut menjadi PRED1
(komponen sebab) dan verba laho pada klausa dasar menjadi PRED2 (komponen
Universitas Sumatera Utara
90
akibat). Bentuk yang sama tampak pada konstruksi (56b) yang menempatkan
verba kausatif mangido sebagai PRED 1 dan mian sebagai PRED2.
Konstruksi kausatif analitik yang menunjukkan perubahan valensi dan
relasi gramatikal dijelaskan pada bagian selanjutnya.
4.2.2 Parameter Semantis
Selain parameter formal, kausatif juga dibedakan berdasarkan parameter
semantis. Parameter ini diperlukan untuk mengetahui makna yang ditampilkan
oleh konstruksi kausatif, baik dengan pelekatan afiks, maupun dengan pelekatan
verba kausatif.
4.2.2.1 Kausatif Sejati dan Permisif
Satu dari bagian parameter semantis dilihat berdasarkan tingkat kendali
yang diterima oleh penyebab. Dalam hal ini, parameter tersebut dibedakan atas
kausatif sejati dan kausatif permisif. Kausatif sejati terbentuk apabila penyebab
hanya memiliki kemampuan untuk menimbulkan akibat, sedangkan kausatif
permisif terbentuk apabila penyebab memiliki kemampuan untuk mencegah
terjadinya akibat. Perhatikan contoh berikut.
(57) (a) Gotap angka rabis ni gaol.
AKT-putus Num dahan Pron pisang-TOP.
‘Dahan-dahan pisang itu putus.’
(b) Digotaphon bapa angka rabis ni gaol i.
PAS-putus-KAUS bapak-TOP Num dahan Pron pisang Pron.
‘Dahan-dahan pisang itu diputuskan oleh bapak.’
Pada konstruksi (57b) di atas, penyebab bapa memiliki kemampuan untuk
mencegah terjadinya komponen akibat (57a). Sebagai entitas yang bernyawa
Universitas Sumatera Utara
91
[+bernyawa], tentu bapa memiliki potensi untuk mencegah agar angka rabis ni
gaol tidak mengalami keadaan gotap. Konstruksi seperti inilah yang disebut
sebagai kausatif permisif, yakni penyebab berpotensi mencegah akibat dari
tindakan yang dilakukannya.
(58) (a) Loha sopo i.
AKT-runtuh gubuk-TOP Pron.
‘Gubuk itu runtuh.’
(b) Lalo na gogo do mangalohai sopo i.
Gempa-TOP Pe kuat T AKT-runtuh-KAUS gubuk Pron.
‘Gempa yang kuat meruntuhkan gubuk itu.’
Hal yang berbeda tampak pada konstruksi (58b). Penyebab lalo na gogo i
merupakan entitas yang tidak bernyawa [-bernyawa] sehingga tidak memiliki
kendali sama sekali untuk mencegah terjadinya akibat loha sopo i (58a). Itu
sebabnya, sebagai entitas yang tidak bernyawa [-bernyawa], entitas tersebut hanya
memiliki kemampuan untuk menimbulkan akibat dan tidak memiliki kemampuan
untuk mencegah akibat. Kesejatian penyebab tersebut membuatnya dinamakan
sebagai kausatif sejati. Sifat kebernyawaan [ bernyawa] itu mengisyaratkan
bahwa penyebab bernyawa [+bernyawa] cenderung dilakukan dengan sengaja,
sedangkan penyebab tidak bernyawa [-bernyawa] cenderung dilakukan dengan
tidak sengaja.
Selain itu, adanya sifat [ kontak] antara penyebab dan pesebab menjadi
bahasan dalam kajian ini. Kelangsungan kontak tersebut didasarkan pada
kemampuan penyebab dalam mencegah atau menimbulkan akibat yang dialami
oleh pesebab.
(59) (a) Rusuk albuk ni panangko. [kausatif leksikal]
PAS-tusuk lambung Pron pencuri-TOP.
‘Lambung pencuri itu tertusuk.’
Universitas Sumatera Utara
92
(b) Parhuta i do mangarusuk albuk ni panangko.
ART-kampung-TOP Pron T AKT-tusuk-KAUS lambung Pron pencuri.
‘Orang kampung itu menusuk lambung pencuri.’
(60) (a) Malo ahu. [kausatif morfologis]
AKT-cerdas aku-1TG-TOP.
‘Aku cerdas.’
(b) Pangajarion ni ompung do pamalohon ahu.
Pengajaran Pron nenek-TOP T AKT-cerdas-KAUS aku-1TG.
‘Pengajaran nenek mencerdaskan aku.’
(61) (a) Suda jagal i. [kausatif analitik]
AKT-habis daging-TOP Pron.
‘Daging itu habis.’
(b) Parhobas do mambahen suda jagal i.
Pelayan-TOP T V-KAUS AKT-habis daging Pron.
‘Pelayan membuat daging itu habis.’
Ada tiga sifat [ kontak] yang perlu dijelaskan terkait dengan ketiga
konstruksi di atas. Pertama, konstruksi kausatif leksikal (59b) menunjukkan
bahwa penyebab parhuta menyentuh albuk ni panangko secara fisik (59b)
sehingga entitas tersebut menimbulkan akibat terhadap pesebab panangko secara
langsung (59a). Kedua, konstruksi kausatif morfologis (60b) mendeskripsikan
bahwa komponen sebab pangajarion ni Ompung dan komponen akibat ahu malo
(60a) tidak terjadi secara langsung. Artinya, pangajarion ni Ompung tidak
langsung menyentuh pesebab ahu secara fisik sehingga penyebab tersebut juga
tidak menimbulkan akibat secara langsung terhadap pesebab ahu. Ketiga,
konstruksi kausatif analitik (61b) menunjukkan kontak langsung antara penyebab
dan pesebab. Tindakan penyebab parhobas (61b) secara langsung menyentuh
pesebab jagal secara fisik sehingga menimbulkan akibat suda (60a) dan dalam hal
ini, penyebab dapat mencegah akibat yang ditimbulkan. Pemetaan tersebut tidak
menyarankan pada adanya perbedaan kontak berdasarkan tipe tertentu, tetapi lebih
Universitas Sumatera Utara
93
didasarkan pada kemampuan penyebab dalam mencegah atau menimbulkan
akibat. Artinya, sesuai dengan penjelasan sebelumnya, apabila penyebab
[+bernyawa] maka entitas tersebut mampu mencegah akibat yang ditimbulkan,
sebaliknya apabila penyebab [-bernyawa] maka entitas tersebut hanya mampu
menimbulkan akibat.
Perbedaan ketiga konstruksi tersebut dapat dianalisis berdasarkan
beberapa pelekatan fitur semantis yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
4.2.2.2 Kausatif Langsung dan Tak Langsung
Berdasarkan parameter kedua, yakni parameter kedekatan hubungan antara
penyebab dan pesebab (fitur rentang durasi), kausatif dibedakan menjadi kausatif
langsung dan kausatif tidak langsung. Jika rentang durasinya pendek, terbentuk
kausatif langsung, sebaliknya jika rentang durasinya panjang, terbentuk kausatif
tak langsung. Pada dasarnya penyebab selalu diikuti oleh pesebab, namun dalam
kausatif tak langsung, pesebab terjadi beberapa saat setelah penyebab terjadi.
(62) (a) Ponggol balobas i.
AKT-patah penggaris-TOP Pron.
‘Penggaris itu patah.’
(b) Tanganna na hadal i do mamonggolhon balobas i.
Tangan-3TG-TOP Pe nakal Pron T AKT-patah-KAUS penggaris Pron.
‘Tangannya yang nakal itu mematahkan penggaris itu.’
(63) (a) Ture dapur i.
AKT-rapi dapur Pron.
‘Dapur itu rapi.’
(b) Na ringgas an omanami paturehon dapur i.
Pe Adj Pron ibu-3JM-TOP AKT-rapi-KAUS dapur Pron.
‘Ibu kami rajin merapikan dapur.’
Universitas Sumatera Utara
94
Konstruksi kausatif morfologis (62b) menunjukkan bahwa proses yang
terjadi antara tindakan yang dilakukan penyebab hadal ni tanganna terhadap
akibat ponggol yang ditimbulkan pada pesebab balobas (62a) berlangsung secara
cepat. Hal itu berbeda dengan proses yang berlangsung lebih lama pada penyebab
omanami (63b) terhadap akibat dapur ture (63a). Proses mamonggolhon (62b)
memerlukan waktu yang lebih singkat dibanding proses paturehon (63b).
Perbandingan durasi antara penyebab dan pesebab pada kedua konstruksi tersebut
menunjukkan kelangsungan kausatif yang dibentuknya. Itu sebabnya, konstruksi
(62b) merupakan kausatif langsung, sedangkan konstruksi (63b) merupakan
kausatif tidak langsung.
Pemetaan kausatif langsung dan tak langsung yang didasarkan pada
rentang durasi tidak dapat disimpulkan secara mutlak. Hal itu dipengaruhi oleh
kategori kata, tipe kausatif berdasarkan parameter formal, dan jarak konseptual
penyebab dan pesebab dalam konstruksi tersebut. Pembahasan lebih lanjut
dijelaskan pada bagian berikutnya.
4.3 Struktur Kausatif Bahasa Batak Toba
Penstrukturan konstruksi kausatif dilakukan berdasarkan jumlah klausa
yang membentuk konstruksi tersebut. Konstruksi kausatif morfologis dan kausatif
leksikal membentuk struktur monoklausa, sedangkan konstruksi kausatif analitik
membentuk struktur biklausa.
(1) Struktur monoklausa
(64) (a) Onjat goni i. [kausatif morfologis]
AKT-penuh goni-TOP Pron.
‘Goni itu penuh.’
Universitas Sumatera Utara
95
(b) Tulang do paonjathon goni i.
Paman-TOP T AKT-penuh-KAUS goni Pron.
‘Paman memenuhkan goni itu.’
(c) Goni i dionjathon tulang.
Goni-TOP Pron PAS-penuh-KAUS paman.
‘Goni itu dipenuhkan oleh paman.’
Konstruksi kausatif morfologis dibentuk atas struktur monoklausa dengan
beberapa pengujian berikut ini. Pertama, tidak ada fungsi gramatikal yang
dirangkap pada konstruksi di atas (64b). Kedua, penyebab tulang dapat mengikat
pasien dari verba transitif paonjathon (64b). Ketiga, pasien yang disebutkan pada
uji kedua dapat menjadi subjek dalam mekanisme pemasifan sehingga
memunculkan konstruksi (64c).
Selanjutnya, pembentukan kausatif morfologis tersebut menunjukkan
adanya perpindahan konstituen. Klausa sematan (64a) yang didominasi oleh FI
terdiri atas satu FN subjek goni dan verba bervalensi satu onjat. Pelekatan afiks
{pa--hon} (64b) memunculkan satu FN subjek baru tulang sehingga FN goni i
meninggalkan jejak sebelumnya dan menempati posisi objek langsung (OL).
Konstruksi (64a) Konstruksi (64b)
FI FI
I’ FN FN FV
goni i
I FV V FN
onjat tulang paonjathon
goni i
Gambar 10. Representasi Sintaksis Kausatif Morfologis bBT
Konstruksi dasar (64a) beserta derivasinya (64b) diformulasikan dalam
struktur berikut ini.
(64) (a) [K[FV[FP[P’[FI goni [I’[FV[V onjat ]]]]]]]].
Universitas Sumatera Utara
96
(b) [K[FN tulang [FV paonjathoni [FP[P’[FI goni [I’[FV[Vi ]]]]]]]]].
Hal yang sama juga tampak pada kausatif leksikal. Subtipe kausatif ini
dibentuk oleh dua predikat yang sama dalam bBT.
(65) (a) Dimpal hauma i.
AKT-subur sawah-TOP Pron.
‘Sawah itu subur.’
(b) Hubang do mandimpal hauma i.
Abu jerami-TOP T V-KAUS sawah Pron.
‘Abu jerami menyuburkan sawah itu.’
Konstruksi (65a) Konstruksi (65b)
FI FI
I’ FN FN I’
hauma i
I FV I FV
dimpal hubang do
V FN
mandimpal
hauma i
Gambar 11. Representasi Sintaksis Kausatif Leksikal bBT
Tidak berbeda dengan perpindahan konstituen pada kausatif morfologis
(64b), kausatif leksikal juga menunjukkan pergeseran yang sama. Kehadiran FN
subjek baru (hubang) (65b) menggeser posisi FN subjek lama (hauma) (65a) yang
berada di bawah dominasi FI ke posisi objek langsung (OL). Dalam hal ini,
perpindahan tersebut disebabkan oleh kehadiran verba bervalensi dua mandimpal
yang menginkorporasi verba dasar dimpal (65a) sehingga hubang menjadi
penyebab atas pesebab dalam mendeskripsikan peristiwa kausal.
Konstruksi dasar (65a) beserta derivasinya (65b) diformulasikan dalam
struktur berikut ini.
(65) (a) [K[FV[FP[P’[FI hauma [I’[FV[V dimpal ]]]]]]]].
(b) [K[FN hubang [FV mandimpali [FP[P’[FI hauma [I’[FV[Vi ]]]]]]]]].
Universitas Sumatera Utara
97
(2) Struktur biklausa
Pada umumnya, struktur biklausa merupakan kategori pembentuk
konstruksi kausatif analitik. Namun, dalam beberapa bahasa, konstruksi kausatif
analitik terbentuk atas struktur monoklausa. Oleh karena itu, pengujian berikut
perlu dilakukan untuk memastikan struktur yang membentuk konstruksi ini.
(66) (a) Hu tongos hepeng tu anggihu.
Aku-1TG-TOP AKT-kirim uang Prep adik-1TG.
‘Aku mengirimkan uang kepada adikku.’
(b) Oma do manuru ahu manongos hepeng tu anggihu.
Ibu-TOP T V-KAUS aku-1TG AKT-kirim uang Prep adik-1TG.
‘Ibu menyuruh aku mengirimkan uang kepada adikku.’
Konstruksi kausatif analitik di atas dibentuk atas struktur biklausa dengan
alasan sebagai berikut. Pertama, adanya rangkap pada fungsi gramatikal dalam
kausatif tersebut, yakni fungsi predikat manuru dan manongos yang terdapat
dalam satu kalimat (66b). Apabila ada dua predikat dalam satu kalimat, maka
kalimat itu terdiri atas dua klausa. Kedua, dalam hal ini, penyebab tidak dapat
mengikat pasien. Konstruksi (66b) menunjukkan bahwa pesebab ahu
berhubungan langsung dengan verba manongos pada klausa sematan (66a).
Terakhir, pasien tidak dapat menjadi subyek dari kausatif yang dipasifkan karena
penyebab yang muncul tidak berhubungan langsung dengan verba klausa sematan.
Konstruksi (66a)
FI
FN0 I’
Hu
I FV
V FN1
tongos
hepeng tu anggihu
Universitas Sumatera Utara
98
Konstruksi (66b)
FI
FN0 I’
oma
I FV
do
V FP
manuru
SPES P’
P FI
FN1 I’
ahu
I FV
V FN2
manongosi
hepeng tu anggihu
Gambar 12. Representasi Sintaksis Kausatif Analitik bBT
Klausa (66a) terdiri atas verba bervalensi dua dengan FN subjek ahu dan
FN objek hepeng. Klausa sematan tersebut mengalami perpindahan konstituen
setelah kehadiran klausa matriks oma do manuru yang terdiri atas FN subjek baru
oma dan verba kausatif manuru (57b). Kehadirannya menggeser posisi FN ahu
menjadi objek tak langsung dan FN hepeng tetap menjadi objek langsung,
sedangkan verba manuru menginkorporasi verba manongos untuk menghasilkan
sebuah predikat kompleks. Adapun topikal do menempati posisi infleksional dan
berada di bawah dominasi FI karena keberadaannya sama dengan aspek telah
dalam bahasa Indonesia.4
Konstruksi dasar (66a) beserta derivasinya (66b) diformulasikan dalam
struktur berikut ini.
(66) (a) [K[FV[FP[P’[FI hu [I’[FV[V tongos [FN hepeng tu anggihu ]]]]]]]]].
Universitas Sumatera Utara
99
(b) [K[FN oma [FV manuru-manongosi [FP[P’[FI ahu [I’[FV[Vi [FN hepeng
tu anggihu]]]]]]]]]].
Konstruksi berikut menggambarkan bahwa bBT memiliki tipologi struktur
yang sama dengan bahasa pada umumnya meski dibentuk dengan tata urutan kata
bertipe V-O-S. Penjelasan lebih lanjut mengenai struktur yang menggambarkan
konstruksi kausatif dan perpindahan konstruksi yang tampak dalam
pembentukannya dibahas lebih lanjut pada bab 5.
Universitas Sumatera Utara
100
Catatan:
1Afiks maN- dalam bBT membentuk verba transitif. Pembentukan tersebut
menghasilkan alomorf mang- jika berpadu dengan kata dasar yang diawali huruf
{a-, i-, u-, e-, o-, g-, h-, k-, w-}, alomorf man- jika berpadu dengan kata dasar
yang diawali huruf {z-, c-, d-, j-, n-, s-, t-}, alomorf manga- jika berpadu dengan
kata dasar yang diawali huruf {r-}, dan alomorf mam- jika berpadu dengan kata
dasar yang diawali huruf {p-, b-} (lihat Sinaga, 2001: 18).
2Verba yang mengindikasikan makna ‘membunuh’ cukup banyak ditemukan
dalam bBT. Selain bunu (mamunu), verba lain yang sama dengan itu adalah (1)
bija, (2) buje (mamuje), (3) todos (manodos), dan (4) pusa (mamusa). Keempat
verba tersebut mengindikasikan makna (1) membunuh dan (2) menikam, namun
tidak ditemukan data (baik lisan, maupun tulisan) mengenai keempat bentuk
verba tersebut.
3Penerjemahan kosakata bBT tersebut disesuaikan dengan makna kata yang paling
tepat dan berterima dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2003).
Misalnya, kata mangarsaki dalam bBT mengandung dua makna kausatif yang
berterima dalam bI, yakni ‘menyusahi’ dan ‘menyusahkan’, namun ‘menyusahi’
merupakan padanan kata yang paling tepat untuk memaknai kata tersebut.
4Partikel do dalam bBT berfungsi sebagai pemarkah topik yang tempatnya tepat
setelah topik meskipun fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat itu dipertukarkan.
Partikel ini (1) mengandung makna eksklusif yang menegaskan bahwa topiklah
yang terjadi dan bukan yang lain, (2) cenderung menyiratkan waktu lampau
yang menyatakan bahwa kejadian itu telah terjadi pada waktu lampau, (3)
menyatakan bahwa perintah itu merupakan desakan/ saran penyapa untuk
melakukan tindakan tertentu (Sibarani, 1997: 216).
Universitas Sumatera Utara
101
BAB V
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
5.1 Pengantar
Bagian ini menjelaskan fenomena yang terdapat dalam kausatif, baik
berdasarkan paramater formal, maupun berdasarkan paramater semantis.
Fenomena tersebut diteliti melalui rujukan teori sehingga menghasilkan temuan
penelitian. Itu sebabnya, kajian mengenai aplikatif, valensi, konstruksi resultatif,
serta relasi gramatikal turut menjadi bahasan dalam memaparkan temuan kausatif
bBT berdasarkan parameter formal, sedangkan berdasarkan parameter semantis,
kajian mengenai struktur logis verba digunakan untuk mengetahui kadar
kelangsungan penyebab dan pesebab. Selain itu, struktur kausatif yang dinyatakan
dengan diagram X-Bar dan perpindahan konstituen juga dijelaskan sesuai dengan
struktur kalimat bBT dalam kajian ini.
5.2 Tipe Kausatif Bahasa Batak Toba
Sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan pada bagian
sebelumnya, telah dijelaskan bahwa semua pembagian tipe kausatif, baik
berdasarkan parameter formal, maupun berdasarkan parameter semantis (Comrie,
1983: 159) ditemukan dalam bBT.
5.2.1 Parameter Formal
Tipe kausatif bBT berdasarkan parameter formal ditemukan dengan
pelekatan verba khas pada kausatif leksikal, pelekatan afiks {-hon, -i, pa-, pa--
Universitas Sumatera Utara
102
hon, dan pa--i} pada kausatif morfologis, dan pelekatan verba kausatif
mambahen, mangido, dan manuru pada kausatif analitik.
5.2.1.1 Konstruksi Kausatif Leksikal
Kausatif leksikal merupakan kausatif yang dinyatakan oleh sebuah
leksikon tanpa melalui proses produktif apa pun. Dalam hal ini, Comrie (1983:
161) menyebut bahwa di antara semua tipe kausatif, kausatif ini merupakan
kausatif yang paling tidak sistematis (unsystematic) karena relasi antara peristiwa
sebab dan akibat tidak dapat dijelaskan secara gamblang seperti pada kausatif
morfologis dan kausatif analitik. Pada umumnya, kausatif ini diwakili oleh
pasangan pelengkap (suppletive pairs), seperti dalam bahasa Russian ubit ‘to kill’
dan umerest ‘to die’, dalam bahasa Jerman toten ‘to kill’ dan sterben ‘to die’, dan
dalam bahasa Jepang koros ‘to kill’ dan sin ‘to die’ (Comrie, 1983: 161; Song,
2001: 260) yang dalam bBT tampak pada leksikon mamunu dan mate (lihat
konstruksi 30a-b).
Selain subtipe leksikon dengan pasangan pelengkap seperti di atas, dalam
konsep Payne (2002: 179), kausatif leksikal juga memiliki subtipe verba lain yang
mengandung keistimewaan dalam membentuk konstruksi kausatif. Payne
menyebutnya sebagai verba yang memiliki kekhasan dalam pemprosesannya
menjadi konstruksi kausatif. Berkaitan dengan hal itu, dalam bBT terdapat verba
yang sifatnya putatif (baca: diduga kausatif) (Comrie, 1983: 163). Verba tersebut
digolongkan dalam kausatif leksikal karena tidak memiliki ciri kausatif, baik
pelekatan afiks kausatif {-i, -hon, pa-, pa--hon, pa--i} seperti pada kausatif
morfologis, maupun pelekatan verba kausatif {mambahen, manuru, mangido}
Universitas Sumatera Utara
103
seperti pada kausatif analitik. Namun, adanya afiks {maN-} pada leksikon tersebut
memerlukan pengujian apakah leksikon itu dikategorikan kausatif leksikal,
kausatif morfologis, atau bukan kausatif sama sekali. Hal ini dikaitkan dengan
pendapat Comrie yang mengatakan bahwa dalam beberapa bahasa, ada tipe
kausatif yang posisinya berada di antara kontinum kausatif morfologis dan
kausatif leksikal (Comrie, 1983: 163). Perhatikan kalimat berikut.
(67) (a) Mose padanta.
AKT-ingkar janji-2JM.
‘Janji kita ingkar.’
(b) Ai ho do na dung mangose padanta.
Konj kau-2TG-TOP T Pe Adv AKT-ingkar-KAUS janji-2JM.
‘Sebab kau telah mengingkari janji kita.’
Konstruksi (67a) dibentuk oleh verba intransitif mose dan pesebab
padanta pada klausa dasar. Kemudian, pelekatan afiks {maN-} pada klausa
tersebut membentuk verba transitif dan memunculkan ho sebagai penyebab pada
pesebab padanta (67b). Konstruksi di atas merupakan kausatif leksikal karena
struktur tersebut secara seragam memberlakukan subyek sebagai penyebab dan
objek sebagai pesebab.
Data penelitian di atas sulit diterima tanpa adanya pembuktian. Sebagai
bagian dari kajian ilmiah, data tersebut dibuktikan dengan beberapa pengujian
seperti berikut. Pertama, kausatif leksikal merupakan kausatif yang mengalami
proses peleburan dan infleksi yang sifatnya alami (Song, 2001: 260; Comrie,
1983: 161). Berkaitan dengan hal itu, Comrie berpendapat bahwa kealamiahan
leksikon yang mengandung pelengkap pasangan (supplective pairs) jauh lebih
rendah dibandingkan leksikon yang terbentuk atas dasar yang sama (1983: 163).
Universitas Sumatera Utara
104
Pengujian kealamiahan tersebut dapat dilakukan dengan menyematkan verba
manubo ‘mencoba’ seperti ini.
(68) Ho manubo mangose padanta, alai ndang boi. (mose)
Kau-2TG AKT-coba AKT-ingkar-KAUS janji-2JM Konj NEG bisa. (ingkar)
‘Kau mencoba mengingkari janji kita, tetapi tidak bisa. (ingkar)’
(69) Ho manubo mamunu ahu, alai ndang boi. (mate) Kau-2TG-TOP AKT-coba AKT-bunuh-KAUS aku-1TG Konj NEG bisa. (mati)
‘Kau mencoba membunuhku, tetapi tidak bisa. (mati)’
Penyematan verba manubo pada kedua konstruksi (68) dan (69) di atas
menunjukkan perbedaan kealamiahan yang tampak pada akibat yang ditimbulkan.
Konstruksi (68) menunjukkan bahwa verba manubo pada verba kausatif mangose
tidak mengubah akibat mose yang ditimbulkan pada pesebab. Artinya, konstruksi
tersebut tetap bermakna kausatif meski peristiwa kausal yang terdapat dalam
konstruksi tersebut diketengahi oleh verba manubo. Sebaliknya, pelekatan verba
manubo pada konstruksi kausatif mamunu (69) menunjukkan kealamiahan yang
lebih rendah sebab ketiadaan peristiwa kausal pada konstruksi tersebut membuat
akibat yang timbul pada pesebab kurang alami.
Kedua, afiks {maN-} berfungsi membentuk kata kerja dalam bBT (Sinaga,
2001: 18; Sibarani, 1997: 155), sama dengan bahasa Indonesia (Alwi, dkk. 2003:
29). Afiks tersebut terdapat pada konstruksi (67) di atas, namun tidak berfungsi
sebagai pemarkah kausatif seperti afiks {-i, -hon, pa-, pa--hon, pa--i}. Pernyataan
tersebut dijelaskan dengan contoh berikut.
(70) (a) Ahu do mangorui boras i.
Aku-1TG-TOP T AKT-kurang-KAUS beras Pron.
‘Aku mengurangi beras itu.’
(b) Huorui boras i.
1TG-PAS-kurang-KAUS beras-TOP Pron.
‘Beras itu kukurangi.’
Universitas Sumatera Utara
105
(71) (a) Ahu do mangusehon aek i.
Aku-1TG-TOP T AKT-tumpah-KAUS air Pron.
‘Aku menumpahkan air itu.’
(b) Huusehon aek i.
1TG-PAS-tumpah-KAUS air-TOP Pron.
‘Air itu kutumpahkan.’
(72) (a) Ndang boi hita mamparsorat halak.
NEG bisa kita-2JM-TOP AKT-pedih-KAUS orang.
‘Kita tidak bisa memperpedih orang.’
(b) Ndang boi halak taparsorat.
NEG bisa orang-TOP 2JM-PAS-pedih-KAUS.
‘Orang tidak bisa kita pedihkan.’
(73) (a) Ibana paiashon hudon tano.
Dia-3TG-TOP AKT-bersih-KAUS periuk tanah.
‘Dia membersihkan periuk tanah.’
(b) Dipaias ibana hudon tano.
PAS-bersih-KAUS dia-3TG periuk-TOP tanah.
‘Periuk tanah dibersihkannya.’
(74) (a) Indahan do mampargogoi ahu.
Nasi-TOP T AKT-kuat-KAUS aku-1TG.
‘Nasi memperkuat aku.’
(b) Dipargogoi indahan ahu.
PAS-kuat-KAUS nasi aku-1TG-TOP.
‘Aku dikuatkan oleh nasi.’
Kelima konstruksi di atas dibentuk oleh afiks kausatif morfologis dengan
ciri diatesis aktif dan pasif. Perlu dipahami bahwa bentuk pasif dalam bBT
ditandai dengan tujuh pemarkah afiks (di, ni, -in-, tar-, ha--an, -on/ -an, -an), tiga
proklitik (hu-, ta-, hu-/ hami-), dan kata (tu + N, hona + Vt & N, dapot/ jumpang)
(Sibarani, 1997: 158)1. Pemarkah bentuk pasif tersebut berkombinasi dengan afiks
pemarkah kausatif dan menunjukkan diatesis pasif seperti yang tampak pada
setiap konstruksi. Kombinasi itu menunjukkan bahwa meskipun konstruksi
tersebut dipasifkan, namun pemarkah afiks kausatif pada setiap konstruksi tetap
Universitas Sumatera Utara
106
melekat pada konstruksi kausatif, yakni pemarkah pasif {hu-} + pemarkah
kausatif {-i} (70b), pemarkah pasif {hu-} + pemarkah kausatif {-hon} (71b),
pemarkah pasif {ta-} + pemarkah kausatif {par-} (72b), pemarkah pasif {di-} +
pemarkah kausatif {par--hon} (73b), dan pemarkah pasif di- + pemarkah kausatif
{par--i} (74b). Hal yang berbeda tampak pada contoh berikut.
(75) (a) Ho do mangose padanta.
Kau-2TG-TOP T AKT-ingkar-KAUS janji-2JM.
‘Kau mengingkari janji kita.’
(b) Diose ho padanta.
PAS-ingkar-KAUS kau-2TG-TOP janji-2JM.
‘Janji kita kau ingkari.’
*(c) Dimangose ho padanta.
Afiks {maN-} yang melekat pada leksikon mangose (75a) tidak bertahan
dalam konstruksi pasif (75b) dan jika dipertahankan (75c) konstruksi tersebut
tidak berterima. Hal ini tentu berbeda dengan kebertahanan afiks kausatif lainnya
dalam konstruksi pasif yang dijelaskan di atas. Oleh karena itu, pengujian ini
membuktikan bahwa afiks {maN-} bukan pemarkah kausatif yang berfungsi
membentuk kausatif, melainkan hanya pembentuk kata kerja (diatesis aktif) pada
leksikon mose. Artinya, mangose dikategorikan sebagai kausatif leksikal, bukan
kausatif morfologis.
Ketiga, hal yang sama dikemukakan oleh Goddard (1998: 260) yang
mengkategorikan verba memecah sebagai kausatif leksikal berdasarkan pemetaan
tipe kausatif. Verba yang dapat mendeskripsikan peristiwa kausal tanpa bantuan
afiks dan verba kausatif digolongkan sebagai kausatif leksikal.
Pengujian ini sekaligus menjelaskan fenomena yang dinyatakan
sebelumnya dalam bagian latar belakang masalah pada kajian ini, seperti
Universitas Sumatera Utara
107
mamitung ‘membutakan’ (4), mangarobur ‘menghancurkan’ (7), mamultak
‘memecah’ (27), manggargar ‘memecah’ (28), mangaruppak ‘menumbangkan’
(29), mangarusuk ‘menusuk’ (59), dan mandimpal ‘menyuburkan’ (65). Verba
tersebut tergolong sebagai verba khas bBT yang menunjukkan keistimewaannya
dalam menggambarkan peristiwa kausal dengan satu leksikon. Temuan ini tidak
dibahas dan dikaji oleh peneliti konstruksi kausatif sebelumnya, namun pengujian
di atas dapat diterima sebagai bukti kajian ilmiah.
Berdasarkan semua pemaparan di atas disimpulkan bahwa konstruksi
leksikal dalam bBT dapat dirumuskan sebagai berikut.2
Rumus ini bermakna bahwa peristiwa kausal dalam konstruksi kausatif
dilakukan oleh ‘penyebab’ yang disimbolkan dengan (X) dan dicerminkan melalui
‘verba kausatif’ yang disimbolkan dengan MENYEBABKAN sehingga
menimbulkan ‘akibat’ yang disimbolkan dengan MENJADI dalam bentuk
predikat pada klausa dasar (konstruksi nonkausatif) terhadap ‘pesebab’ yang
disimbolkan dengan (Y).
5.2.1.2 Konstruksi Kausatif Morfologis
Sebagai bahasa bertipe aglutinatif, afiks menjadi salah satu pemarkah
kausatif dalam bBT. Afiks kausatif {-hon}, {-i}, {pa-/ par-}, {pa--hon}, dan {pa-
-i} tersebut disematkan pada kategori verba (baik transitif, maupun intransitif),
adjektiva, numeralia, nomina, dan adverbia. Beberapa fenomena terkait dengan
penggunaan afiks tersebut dipaparkan dalam pembahasan berikut ini.
[melakukan (X) MENYEBABKAN [MENJADI predikat (Y)]
Universitas Sumatera Utara
108
Pertama, pelekatan afiks kausatif pada kategori verba dalam bBT tidak
selamanya membentuk konstruksi kausatif. Verba intransitif dabu memunculkan
mandabuhon dengan pelekatan afiks {-hon}, namun tidak demikian halnya
dengan verba intransitif ro dan sae berikut ini.
(76) (a) Dabu urutan tu alaman.
AKT-jatuh tungkul benang-TOP Prep halaman.
‘Tungkul benang jatuh di halaman.’
(b) Siboru Deang Parujar mandabuhon urutan tu alaman.
Siboru Deang -TOP AKT- jatuh-KAUS tungkul benang Prep alaman.
‘Siboru Deang Parujar menjatuhkan tungkul benang ke halaman.’
(77) (a) Ro udan dohot las ni ari.
AKT-datang hujan Konj matahari-TOP.
‘Hujan dan matahari datang.’
*(b) Balga do huaso ni Tuhan i mangarohon udan dohot las ni ari.
(78) (a) Sae ulaon on.
AKT-siap acara-TOP Pron.
‘Acara itu siap.’
*(b) Lehet do tangiangna manaehon ulaon on.
Pelekatan afiks {-hon} pada verba intransitif dabu (76a) memunculkan
derivasi mandabuhon (76b) sehingga membentuk konstruksi kausatif dengan
penyebab Siboru Deang Parujar dan pesebab urutan. Berbeda dengan itu,
pelekatan afiks yang sama pada verba intransitif sae (77a) dan ro (78a)
memunculkan konstruksi *mangarohon (77b) dan *manaehon (78b) yang tidak
berterima. Bila dikaji lebih lanjut, hal itu dipengaruhi oleh kedua verba tersebut.
Meski terbentuk atas kategori yang sama dengan verba dabu, kedua verba tersebut
menunjukkan perilaku yang berbeda.3
Kedua, pelekatan afiks yang berbeda pada kategori kata yang sama
memunculkan konstruksi kausatif. Misalnya, verba intransitif dabu dapat dilekati
Universitas Sumatera Utara
109
afiks {-hon} dan {pa--hon} sekaligus, sedangkan verba intransitif ro dan sae
hanya dapat dilekati oleh afiks {pa--hon}.
(76) (c) Siboru Deang Parujar do padabuhon urutan tu alaman.
Siboru Deang -TOP T AKT- jatuh-KAUS tungkul benang Prep alaman.
‘Siboru Deang Parujar menjatuhkan tungkul benang ke halaman.’
(77) (c) Balga do huaso ni Tuhan i parohon udan dohot las ni ari. Adj T kuasa Pron Tuhan-TOP Pron AKT-datang-KAUS hujan Konj matahari.
‘Besar kuasa Tuhan mendatangkan hujan dan terik matahari.’
(78) (c) Lehet do tangiangna pasaehon ulaon on.
Adj T doa-3TG-TOP AKT-selesai-KAUS acara Pron.
‘Doanya sungguh baik menyelesaikan acara ini.’
Beberapa kategori kata seperti verba, adjektiva, dan nomina menunjukkan
perilaku yang sama dengan verba dabu, yakni dapat membentuk konstruksi
kausatif dengan pelekatan afiks kausatif yang berbeda. Hal itu tampak pada
pemetaan potensi afiks kausatif bBT dalam lampiran 5.
Ketiga, adanya kesulitan bBT mencari padanan makna dengan bahasa lain
membuat bahasa tersebut memiliki sistem tata bahasa yang berbeda dengan
bahasa lain. Dalam hal ini, verba intransitif modom memunculkan makna yang
berbeda apabila dilekati oleh afiks {-hon} dan afiks {pa--hon}.
(79) (a) Ndang malo Bapa papodomhon Si Butet i.
NEG Adj Bapa-TOP AKT-tidur-KAUS Art Butet Pron.
‘Bapak tidak pintar menidurkan si Butet itu.’
*(b) Ndang malo Bapa mamodomhon Si Butet i.
NEG Adj Bapa-TOP AKT-eram Art Butet Pron.
‘Bapak tidak pintar mengeram si Butet itu.’
(c) Lehet do manuk na mamodomhon i?
Adj-bagus T ayam-TOP Pe mengerami Pron?
‘Baguskah telur yang dierami oleh ayam itu?
Pelekatan afiks kausatif {-hon} dan {pa--hon} pada verba intransitif
modom menunjukkan konstruksi yang berbeda. Di satu sisi, afiks {-hon} pada
Universitas Sumatera Utara
110
konstruksi (79a) memunculkan verba papodomhon dan membentuk konstruksi
kausatif dengan bapa sebagai penyebab dan Butet sebagai pesebab. Di sisi lain,
pelekatan afiks tersebut pada konstruksi (79b) memunculkan verba
*mamodomhon yang tidak berterima dalam konstruksi kausatif. Dalam konsep
budaya bBT, *mamodomhon bermakna ‘mengerami telur (ayam, itik)’. Dengan
demikian, perlu dipahami bahwa konsep budaya bBT memengaruhi perilaku
gramatikal yang tampak pada konstruksi kausatif.
Keempat, pelekatan afiks bBT tidak memiliki makna yang sepadan dengan
afiks yang sama dalam bahasa Indonesia, misalnya (1) mamparlobi bukan
*memperlebih melainkan melebihkan, (2) mamparsada bukan *mempersatu
melainkan mempersatukan (menyatukan), (3) padabuhon bukan *perjatuhkan
melainkan menjatuhkan, (4) papodomhon bukan *pertidurkan melainkan
menidurkan, dan (5) mampargogoi bukan *memperkuati melainkan memperkuat,
(lih. Depdiknas, 2003) serta bentuk lain yang tampak dalam pemetaan potensi
afiks kausatif pada lampiran 5.
Kelima, pelekatan afiks kausatif, khususnya {pa--i} dan {pa--hon}
memerlukan penelusuran secara leksikal karena afiks tersebut telah mengalami
beberapa proses morfologis (Alwi, dkk., 2003: 130).
(80) (a) Lam gogo ompung.
Adv kuat nenek-TOP.
‘Nenek semakin kuat.
(b) Herbal Life i do na mampargogoi ompung saleleng on.
Herbal Life-TOP Pron T Pe AKT-kuat-KAUS nenek Adv Pron.
‘Herbal life memperkuat nenek selama ini.’
(c) Herbal Life i do na manggogoi ompung saleleng on.
Herbal Life Pron T Pe AKT-kuat-KAUS nenek Adv Pron.
‘Herbal Life menguatkan nenek selama ini.’
Universitas Sumatera Utara
111
Pada konstruksi (80b), kategori verba mampargogoi dibentuk dari
adjektiva gogo + afiks {pa- -i}. Setelah itu, kategori tersebut mendapat afiks
{maN-} sebagai penanda diatesis aktif sehingga membentuk mampargogoi
dengan bentuk diagram berikut.
(80b) mampargogoi (80c) manggogoi
pargogoi maN- gogo maN- -i
gogo pa- -i
Dalam bahasa Indonesia, afiks {-i} adakalanya harus menggandeng afiks
{meN-} untuk memperoleh status verba (Alwi, dkk., 2003: 123). Sama halnya
dengan bBT, afiks {-i} juga menggandeng afiks {maN-} dalam membentuk verba
(80c). Adjektiva gogo yang digandeng dengan afiks {-i} dan {maN-} membentuk
verba transitif manggogoi yang juga dapat menjadi verba kausatif tanpa pelekatan
afiks {pa-/ par-}. Hal ini tergolong unik karena pada umumnya (khususnya dalam
bahasa Indonesia) kategori adjektiva yang dilekati oleh {per- -i} tidak mampu
berdiri sendiri hanya dengan afiks {meN-} dan {-i} dalam membentuk konstruksi
kausatif (lihat Winarti, 2009: 58, 81; bdk. Alwi, dkk., 2003: 123). Namun dalam
bBT, afiks tersebut melekat pada kategori adjektiva dan membentuk konstruksi
kausatif morfologis.
. Keenam, pelekatan afiks kausatif, dalam hal ini afiks {-hon} dan {-i} ada
kalanya membentuk konstruksi aplikatif. Dalam konteks ini, aplikatif perlu
dijelaskan sebab pelekatan afiks dalam sebuah leksikon tidak selalu menambah
jumlah argumen agen seperti pembentukan konstruksi kausatif (lihat Payne, 2002:
Universitas Sumatera Utara
112
186; Whaley, 1997: 191). Artinya, pelekatan afiks tersebut ada kalanya
menunjukkan penambahan argumen nonagen seperti berikut.
(81) (a) Oma manuhor hansang.
Ibu-TOP AKT-beli kacang.
‘Ibu membeli kacang.’
(b) Oma manuhor hansang tu siampudannami.
Ibu-TOP AKT-beli kacang Prep adik bungsu-1JM.
‘Ibu membeli kacang untuk adik bungsu kami.’
(c) Oma manuhorhon siampudannami hansang.
Ibu-TOP AKT-beli-APL adik bungsu-1JM kacang.
‘Ibu membelikan adik bungsu kami kacang.’
Klausa dasar transitif yang dimarkahi oleh verba manuhor diapit oleh dua
argumen, yakni oma dan hansang (81a). Lalu, verba tersebut dilekati oleh afiks {-
hon} sehingga menghasilkan derivasi manuhorhon dan menambah argumen baru
siampudannami dalam konstruksi (81c). Proses tersebut menyebabkan unsur
periferal (bukan inti) berubah menjadi unsur inti dengan mengubahnya menjadi
objek langsung. Dalam hal ini, penaikan unsur periferal yang dimarkahi oleh
preposisi tu pada komplemen siampudannami (81b) mengubahnya menjadi objek
langsung (81c). Konstruksi tersebut bukan merupakan kausatif. Berdasarkan
proses penaikan oblik menjadi objek langsung, konstruksi itu disebut konstruksi
aplikatif dengan ciri benefaktif yang bermakna ‘melakukan sesuatu untuk orang
lain’. Oleh karena itu, pelekatan afiks, baik {-hon} maupun {-i} tidak hanya
mampu memunculkan konstruksi kausatif, tetapi juga mampu memunculkan
konstruksi aplikatif.4
Berdasarkan pengamatan secara lintas bahasa, aplikatif yang bersifat
benefaktif dengan dasar intransitif jarang berterima dalam satu bahasa (Shibatani,
1996: 160-161). Walaupun beberapa bahasa, seperti Chichewa, menggunakan
Universitas Sumatera Utara
113
afiks verbal yang sama untuk aplikatif dan benefaktif, namun ada perbedaan
penting di antara kedua konstruksi itu. Aplikatif umumnya menerima/
menggunakan dasar intransitif, sedangkan benefaktif jarang menerima dasar
intransitif. BBT merupakan bahasa yang termasuk dalam kesemestaan tersebut,
yakni menggunakan verba dasar transitif dalam membentuk konstruksi aplikatif
yang bersifat benefaktif (81b).
(82) (a) Sira lompan.
AKT-garam lauk-pauk-TOP.
‘Lauk pauk garam.’
(b) Ho do hape manirai lompan i.
Kau-2TG-TOP T ternyata AKT-garam-APL lauk-pauk Pron.
‘Ternyata kau menggarami lauk-pauk itu.’
(c) Ho do mambahen sira tu lompan.
Kau-2TG-TOP T V-KAUS garam Prep lauk-pauk.
‘Kau membuat garam di lauk-pauk.’
*(d) Ho do mambahen sira lompan.
Kau-2TG-TOP T V-KAUS garam lauk-pauk.
‘Kau yang membuat garam lauk-pauk.’
Pelekatan afiks {-i} pada nomina sira (82a) menghadirkan derivasi
manirai sehingga membutuhkan dua argumen dalam konstruksinya sebagai
peristiwa kausal, yakni penyebab ho dan pesebab lompan (82b). Hal itu
menyebabkan unsur noninti lompan naik menjadi objek langsung. Selanjutnya,
pelekatan verba kausatif dalam konstruksi (82c) membuat argumen lompan
berada pada posisi oblik dan dimarkahi dengan preposisi tu. Oleh karena itu,
pembuktian pada konstruksi (82d) menunjukkan bahwa konstruksi (82b) bukanlah
kausatif melainkan aplikatif yang sifatnya lokatif. Dengan demikian, perlu
dipahami bahwa pelekatan afiks {-hon} dan {-i} tidak selamanya memunculkan
konstruksi kausatif.
Universitas Sumatera Utara
114
Ketujuh, pelekatan afiks kausatif mampu mengubah relasi gramatikal yang
terdapat dalam konstruksi tersebut (lihat Comrie, 1983: 170; Song, 2001: 264).
Perubahan tersebut disebabkan oleh hadirnya satu konstituen yang menempati
fungsi subjek dan memiliki peran baru sebagai agen (pelaku).
(83) (a) Denggan poti i. [klausa intransitif]
AKT-baik harmonium-TOP Pron.
Harmonium itu bagus.’
S P
(b) Amang sintua do padengganhon poti i. [klausa transitif]
Penatua-TOP T AKT-baik-KAUS harmonium Pron.
‘Penatua memperbaiki harmonium itu.’
S P OL
Konstruksi (83a) merupakan klausa intransitif yang mendapat afiks
kausatif {pa--hon} pada konstruksi (83b). Hal itu menyebabkan subjek poti yang
merupakan argumen satu-satunya dalam konstruksi (83a) berpindah menempati
posisi objek langsung setelah kehadiran amang pandita sebagai subjek baru pada
konstruksi (83b). Pergeseran argumen-argumen tersebut telah mengubah hierarki
relasi gramatikal pada konstruksi tersebut.
Selain terjadi pada klausa intransitif, perubahan relasi gramatikal juga
terjadi pada bentuk dasar klausa ekatransitif dan dwitransitif. Namun, berbeda
dengan bentuk sebelumnya, perubahan tersebut disebabkan oleh pelekatan
pemarkah verba kausatif. Perhatikan contoh klausa ekatransitif berikut.
(84) (a) Ahu mamboan hirang tu onan. [klausa ekatransitif]
Aku1TG-TOP AKT-bawa keranjang Prep pajak.
‘Aku membawa keranjang ke pajak.’
S OL
(b) Nantulang do manuru ahu mamboan hirang tu onan.
Bibi-TOP T V-KAUS aku-1TG AKT-bawa keranjang Prep pajak.
‘Bibi menyuruh aku membawa keranjang ke pajak.’
S OTL OL
Universitas Sumatera Utara
115
Konstruksi (84a) terbentuk atas klausa ekatransitif dengan argumen ahu
sebagai subjek (S) dan hirang sebagai objek langsung (OL). Selanjutnya,
penyematan klausa matriks nantulang do manuru pada konstruksi (84b)
memunculkan subjek (S) baru pada konstruksi tersebut sehingga membuat subjek
(S) pada konstruksi (84a) bergeser ke posisi objek tak langsung (OTL), sedangkan
objek langsung (OL) tetap menempati posisinya.
Selanjutnya, perubahan relasi gramatikal juga ditunjukkan oleh konstruksi
kausatif yang dibentuk oleh klausa dwitransitif berikut ini.
(85) (a) Namboru mangido ahu mangalompa indahan di jabuna.
Bibi-TOP AKT-minta aku-1TG AKT-masak nasi Prep rumah-3TG.
‘Bibi meminta aku memasak nasi di rumahnya.’
S OTL OL
(b) Oma manuru ahu mangalompa indahan tu namboru di jabuna.
Ibu-TOP V-KAUS aku-1TG AKT-masak nasi Prep bibi Prep rumah-3TG.
‘Ibu menyuruh aku memasak nasi untuk bibi di rumahnya.’
S OTL OL OBL
Pergeseran relasi gramatikal ditunjukkan oleh klausa dwitransitif (85a)
yang sudah memiliki tiga argumen sebelumnya, namboru sebagai subjek (S), ahu
sebagai objek tak langsung (OTL), dan indahan sebagai objek langsung (OL)
dengan dua predikat, yakni mangido sebagai PRED1 dan mangalompa sebagai
PRED2. Posisi itu berubah ketika argumen oma dimunculkan oleh verba kausatif
manuru (85b) dan langsung menempati posisi subjek (S) baru sehingga subjek
sebelumnya berpindah ke posisi oblik (OBL) dan dua relasi gramatikal lainnya
(OL dan OTL) tetap menempati posisi sebelumnya. Pergeseran gramatikal
tersebut disebabkan oleh pelekatan verba kausatif manuru. Pergeseran tersebut
menjelaskan bahwa konstruksi kausatif dapat mengubah relasi gramatikal dari
setiap fungsi yang ada di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
116
Kedelapan, pelekatan afiks kausatif juga mampu menambah jumlah
valensi dalam sebuah konstruksi. Dalam hal ini, valensi juga perlu dibahas terkait
dengan jumlah argumen dalam kerangka sintaksis berdasarkan jenis verba yang
disebabkan oleh fungsi-fungsi gramatikal (lihat Katamba, 1993: 266). Selain itu,
pembahasan ini menjadi lebih penting karena kausatif juga disebut sebagai operasi
penambahan valensi (lihat Payne, 2002: 177).
(86) (a) Unsat hudon tu pamurunan.
AKT-pindah periuk-TOP Prep tungku dapur.
‘Periuk pindah ke tungku dapur.’
1
(b) Oma do paunsathon hudon tu pamurunan.
Ibu-TOP T AKT-pindah-KAUS periuk Prep tungku dapur.
‘Ibu memindahkan periuk ke tungku dapur.’
1 2
Konstruksi (86a) dibentuk oleh verba intransitif unsat dengan hudon
sebagai subjek (S) yang sekaligus menjadi argumen satu-satunya. Pelekatan afiks
{pa--hon} menghadirkan argumen oma sebagai subjek (S) baru sehingga argumen
hudon berpindah menempati posisi objek langsung (OL) (86b). Penambahan
argumen tersebut disebut sebagai peningkatan jumlah valensi. Dengan demikian,
konstruksi (86a) disebut verba bervalensi satu, sedangkan konstruksi (86b) verba
bervalensi dua. Jumlah valensi tersebut disesuaikan dengan jenis verba yang
mampu mengikat beberapa argumen dalam satu konstruksi.
Berkaitan dengan itu, apabila konstruksi kausatif (86b) dipasifkan maka
akan muncul konstruksi antikausatif (lihat Comrie, 1983) yang dalam Artawa
(1998: 55-56) disejajarkan dengan konstruksi resultatif.5
(86) (c) Tarunsat hudon i.
PAS-pindah periuk-TOP Pron.
‘Periuk terpindah.’
Universitas Sumatera Utara
117
Istilah ‘resultatif’ dimaknai sebagai suatu keadaan yang di dalamnya
tersirat peristiwa yang dinyatakan oleh verba resultatif ‘telah terjadi’ dan dari
peristiwa yang dinyatakan itu menghasilkan suatu hasil. Pembentukan resultatif
tersebut dinamakan konstruksi resultatif. Konstruksi itu merupakan salah satu
mekanisme penurunan jumlah valensi. Dalam hal ini, kausatif paunsathon (86b)
dipasifkan menjadi tarunsat sehingga fungsi argumen inti oma menjadi argumen
noninti pada konstruksi (86c). Secara tipologi morfologis, bBT tergolong sebagai
bahasa yang aglutinatif, artinya bBT memiliki afiks yang dapat menurunkan
valensi sebuah verba. Melalui pemarkah morfologis, bBT mampu membentuk
konstruksi resultatif (antikausatif) atau menurunkan valensi verba dari verba
transitif menjadi verba intransitif.
Berdasarkan semua pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya konstruksi kausatif morfologis dapat dirumuskan sebagai berikut.
Penjelasan terhadap rumus ini sesuai dengan pembahasan yang disajikan
pada konstruksi kausatif leksikal sebelumnya.
5.2.1.3 Konstruksi Kausatif Analitik
Konstruksi kausatif analitik dalam bBT dimarkahi oleh verba mambahen,
mangido, dan manuru. Verba tersebut digunakan untuk mengemukakan peristiwa
kausal dalam bBT, namun pada kategori dan makna yang berbeda (Whaley, 1997:
195). Verba mambahen melekat pada kategori verba (transitif & intransitif),
adjektiva, nomina, dan numeralia dengan makna kausativisasi seperti kategorisasi
dalam kausatif morfologis, sedangkan verba mangido dan manuru hanya melekat
[melakukan (X) MENYEBABKAN [MENJADI predikat (Y)]
Universitas Sumatera Utara
118
pada kategori verba (transitif & intransitif) dengan makna permisif. Pelekatan
verba tersebut pada kategori adjektiva dan verba transitif tampak seperti berikut.
(87) (a) Muruk partigatiga. [adjektiva]
AKT-marah pedagang-TOP.
‘Pedagang marah.’
(b) Ama-ama na bolon i do mambahen muruk partigatiga.
Bapak-bapak-TOP Pe besar Pron T V-KAUS AKT-marah pedagang.
‘Bapak yang berbadan besar itu membuat pedagang marah.’
(88) (a) Ahu manodo ho. [verba transitif]
Aku-1TG-TOP AKT-pilih kamu-2TG.
‘Aku memilih kamu.’
(b) Tona ni Bapa na hinan do mambahen ahu manodo ho.
Pesan Bapak-TOP Pe dulu T V-KAUS aku-1TG AKT-pilih kamu-2TG
‘Pesan dari almarhum Bapak membuat aku memilih kamu.’
Kedua konstruksi di atas menunjukkan pelekatan verba kausatif pada
setiap kategori pembentuknya. Kategori adjektiva (87a) dan verba transitif (88a)
yang dilekati verba mambahen membentuk konstruksi kausatif dengan adanya dua
predikat terpisah dalam satu kalimat. Verba mambahen menjadi PRED1 dan
adjektiva muruk menjadi PRED2 pada penyebab ama-ama na bolon dan pesebab
partigatiga dalam konstruksi (87b), demikian juga verba mambahen menjadi
PRED1 dan verba transitif manodo menjadi PRED2 pada penyebab tona ni bapa
dan pesebab ahu dalam konstruksi (88b).
Selain itu, verba kausatif lainnya - manuru dan mangido tampak melekat
pada kategori verba intransitif berikut ini.
(89) (a) Laho ahu tu jabu ni ompung. [verba intransitif]
AKT-pergi aku-1TG-TOP Prep rumah Pron nenek.
‘Aku pergi ke rumah nenek.’
(b) Oma do manuru ahu laho tu jabu ni ompung.
Ibu-TOP T V-KAUS aku-1TG pergi Prep rumah Pron nenek.
‘Ibu menyuruh aku pergi ke rumah nenek.’
Universitas Sumatera Utara
119
(90) (a) Mian di jabu ni nantulang ahu. [verba intransitif]
AKT-tinggal Prep rumah Pron bibi aku-1TG-TOP.
‘Aku tinggal di rumah bibi.’
(b) Nantulang do mangido ahu mian di jabuna.
Bibi-TOP T V-KAUS aku-1TG AKT-tinggal Prep rumah-3TG.
‘Nantulang meminta aku tinggal di rumahnya.’
Sama dengan pembentukan konstruksi sebelumnya, pelekatan verba
manuru dan mangido juga memunculkan predikat terpisah dalam konstruksinya.
Kehadiran verba kausatif manuru pada konstruksi (89b) membuatnya menempati
posisi PRED1 dan laho sebagai PRED2 pada penyebab oma dan pesebab ahu. Hal
yang sama tampak dalam konstruksi (90b). Kehadiran verba kausatif mangido
memunculkan penyebab nantulang sebagai subyek (S) sehingga mian menjadi
PRED2 dan ahu menjadi objek langsung (OL).
Pembahasan mengenai konstruksi kausatif analitik dikaitkan dengan
beberapa penjelasan. Pertama, berkaitan dengan tataurutan kata (word order).
BBT merupakan bahasa dengan tipe VOS (Sibarani, 1997:11), namun dalam
konstruksi kausatif analitik, bBT cenderung bertipe S-V-V-O dengan pemarkah
do sebagai pentopikalan. Dengan kata lain, PRED1 dan PRED2 menempati posisi
berdampingan di antara dua argumen (S dan OL) pada konstruksi tersebut.
Namun, tipe yang berbeda, yakni S-V-O-V juga tampak pada konstruksi kausatif
analitik bBT. Perbedaan tipe tersebut terletak pada kategori kata yang menempati
fungsi PRED 2 dalam konstruksi tersebut.
(87) (b) Ama-ama na bolon i do mambahen muruk partigatiga.
Bapak-bapak-TOP Pe besar Pron T V-KAUS AKT-marah pedagang.
‘Bapak-bapak itu membuat pedagang marah.’
(90) (b) Nantulang do mangido ahu mian di jabuna.
Bibi-TOP T V-KAUS aku-1TG AKT-tinggal Prep rumah-3TG.
‘Nantulang meminta aku tinggal di rumahnya.’
Universitas Sumatera Utara
120
*(c) Nantulang do mangido mian ahu di jabuna.
(91) (a) Holan ho do na boi mambahen las rohangku.
Adv kau-2TG-TOP T Pe bisa V-KAUS senang hati-1TG.
‘Hanya kau yang bisa membuat hatiku senang.
*(b) Holan ho do na boi mambahen rohangku las.
Ketiga konstruksi di atas menunjukkan tipe urutan kata yang berbeda.
Konstruksi (87b) dan (91a) menunjukkan bahwa konstruksi kausatif analitik bBT
memiliki tipe S-V-V-O dengan adjektiva muruk dan las sebagai pembentuk pada
klausa dasar. Dalam hal ini, verba kausatif mambahen yang menduduki posisi
PRED1 langsung diikuti muruk (87b) dan las (91a) sebagai PRED2. Artinya, tipe
S-V-V-O dilekati oleh kategori adjektiva pada PRED 2. Hal yang berbeda tampak
pada konstruksi (80b). Kategori verba intransitif laho yang dilekati verba kausatif
mangido membentuk tipe S-V-O-V. Dalam hal ini, verba mangido sebagai
PRED1 diketengahi oleh objek langsung (OL) ahu dan diikuti oleh verba mian
sebagai PRED2. Pola tersebut merupakan variasi kanonik dari urutan kata S-V-V-
O (lih. Subiyanto, 2013:23)6.
Hal kedua yang dijelaskan dalam bagian ini berkaitan dengan perbedaan
semantis antarverba kausatif yang dilekatkan. Perbedaan itu tampak pada fitur
kesengajaan yang disematkan pada konstruksi kausatif analitik yang dibentuk oleh
ketiga verba tersebut.
(92) (a) Ho do na sangajo mambahen rarat barita i.
Kau-2TG-TOP T Pe sengaja V-KAUS tersebar pesan Pron.
‘Kau sengaja membuat berita itu tersebar.’
(b) Barita i sangajo dibahen ho rarat.
Berita-TOP Pron sengaja V-KAUS kau-2TG tersebar.
‘Berita itu sengaja disebar olehmu.’
(93) (a) Hampung do sangajo manuru abang i mulak tu jabu.
Kepala desa-TOP T sengaja V-KAUS abang Pron pulang Prep rumah.
Universitas Sumatera Utara
121
‘Kepala desa itu sengaja menyuruh abang itu pulang ke rumah.’
(b) Abang i sangajo disuru hampung mulak.
Abang-TOP Pron sengaja V-KAUS kepala desa pulang.
‘Abang itu sengaja disuruh pulang oleh kepala desa.’
(94) *(a) Namboru do sangajo mangido ahu mangoloi anakna i.
Bibi-TOP T sengaja V-KAUS aku-1TG AKT-mau anak-3TG Pron.
‘Bibi sengaja menyuruh aku menuruti anaknya itu.’
*(b) Ahu sangajo dipangido namboru mangoloi anakna i.
Pelekatan adverbia sangajo pada ketiga konstruksi tersebut menunjukkan
makna semantis yang berbeda. Adverbia sangajo yang melekat bersama verba
mambahen (92a) dan manuru (93a) mendeskripsikan bahwa kedua verba tersebut
bermakna kesengajaan, sedangkan pada verba mangido dalam konstruksi (94a)
tidak bermakna kesengajaan. Selanjutnya, pemasifan konstruksi tersebut
membuktikan bahwa verba mambahen (92b) dan manuru (93b) berterima sebagai
kausatif bermakna kesengajaan, sedangkan verba mangido (94b) tidak berterima
sebagai kausatif bermakna kesengajaan.
Hal ketiga berkaitan dengan struktur klausa yang membentuk kausatif
analitik bBT. Pada umumnya, konstruksi kausatif analitik dibentuk oleh biklausa,
namun pada bahasa Vietnam, konstruksi kausatif analitik berada di antara struktur
monoklausa dan biklausa (lih. Subiyanto, 2013: 22). Oleh karena itu, pengujian
diperlukan untuk membuktikan apakah konstruksi kausatif analitik bBT terbentuk
atas monoklausa atau biklausa. Dalam hal ini, pengujian dilakukan dengan
menyematkan operasi sintaksis seperti negasi dan modalitas. Konstruksi kausatif
analitik yang dibentuk atas struktur monoklausa dilekati oleh polaritas dan
modalitas yang sama pada PRED1 dan PRED2. Artinya, PRED1 dan PRED2
tidak dapat dilekati oleh polaritas dan modalitas yang berbeda dalam satu
Universitas Sumatera Utara
122
konstruksi. Sebaliknya, apabila konstruksi tersebut dilekati oleh polaritas dan
modalitas yang berbeda pada PRED1 dan PRED2, maka konstruksi tersebut
dibentuk oleh struktur biklausa seperti yang tampak pada konstruksi berikut.
(95) (a) Pariban i ndang mambahen hansit rohangku.
Pariban-TOP Pron NEG V-KAUS AKT-sakit hati-1TG.
‘Pariban itu tidak membuat hatiku sakit.’
(b) Pariban i mambahen ndang hansit rohangku.
Pariban-TOP Pron NEG V-KAUS AKT-sakit hati-1TG.
‘Pariban itu tidak membuat hatiku sakit.’
(96) (a) Namboru boi mambahen si Asri modom.
Bibi-TOP MOD V-KAUS ART Asri AKT-tidur.
‘Bibi bisa membuat si Asri tidur.’
(b) Namboru mambahen si Asri boi modom.
Bibi-TOP V-KAUS ART Asri MOD AKT-tidur.
‘Bibi membuat aku bisa datang ke kampung.’
Konstruksi (95a) menunjukkan bahwa negasi ndang melekat pada verba
mambahen sebagai PRED1 dan dapat juga melekat pada verba hansit sebagai
PRED2 (95b). Demikian juga pelekatan modalitas boi pada verba mambahen
sebagai PRED1 (96a) dan pada verba modom sebagai PRED2 (96b). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa negasi dan modalitas yang berbeda dapat
melekat pada PRED1 dan PRED2 dalam sebuah konstruksi. Berdasarkan
konstruksi tersebut ditunjukkan bahwa konstruksi kausatif analitik bBT dibentuk
oleh struktur biklausa.
Pengujian mengenai struktur klausa yang membentuk konstruksi kausatif
leksikal, morfologis, dan analitik telah dipaparkan pada bagian sebelumnya
dengan mengacu teori yang digunakan Ackerman & Webelhuth (1998: 269).
Namun, pengujian seperti di atas perlu dilakukan karena Subiyanto (2013: 22)
menggunakan cara yang berbeda. Meski demikian, kedua pengujian tersebut
Universitas Sumatera Utara
123
menyimpulkan bahwa konstruksi kausatif analitik bBT dibentuk oleh struktur
biklausa.
Berdasarkan semua pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa
konstruksi analitik bBT dapat dirumuskan sebagai berikut.
(a) Apabila predikat pada konstruksi nonkausatif berkategori adjektiva,
nomina, dan verba intransitif, konstruksi kausatif yang terbentuk adalah
sebagai berikut.
(b) Apabila predikat pada konstruksi nonkausatif berkategori verba transitif,
konstruksi kausatif yang terbentuk adalah sebagai berikut.
Rumus pertama di atas mengacu pada makna yang sama dengan
pembahasan dalam konstruksi leksikal dan morfologis sebelumnya.
Berbeda dengan itu, rumus kedua bermakna bahwa peristiwa kausal yang
dilakukan oleh penyebab yang disimbolkan dengan (X) dicerminkan melalui
verba kausatif MENYEBABKAN sehingga pesebab yang disimbolkan dengan
(Y) melakukan tindakan yang tercermin melalui verba MENJADI pada entitas
yang disimbolkan dengan (Z). Oleh karena itu, konstruksi kausatif analitik yang
dibentuk oleh struktur biklausa memiliki dua predikat, yakni PRED 1 dan PRED
2, serta tiga argumen yang menduduki fungsi subyek (S), objek tak langsung
(OTL), dan obyek langsung (OL).
[melakukan (X) MENYEBABKAN [MENJADI predikat (Y)]
[melakukan (X) MENYEBABKAN [melakukan (Y) MENJADI predikat (Z)]
Universitas Sumatera Utara
124
5.2.2 Paramater Semantis
Adanya perbedaan makna pada verba dengan pelekatan afiks yang berbeda
memerlukan penelaahan kausatif berdasarkan parameter semantis. Misalnya,
terdapat perbedaan makna pada verba kausatif mangarobur dan mangaraburhon.
Dalam hal ini, parameter semantis dapat menjelaskan perbedaan kedua verba
kausatif tersebut berdasarkan pelekatan fitur-fitur semantis.
5.2.2.1 Kausatif Sejati dan Permisif
Analisis kausatif berdasarkan parameter semantis, dalam hal ini
berdasarkan tingkat kendali yang diterima pesebab perlu dilakukan karena
konstruksi kausatif, baik yang dihasilkan dengan pelekatan afiks, maupun yang
dihasilkan dengan verba kausatif secara semantis menampilkan makna yang
serupa tetapi tidak sama.
Setakat ini, analisis yang membedakan konstruksi kausatif sejati dan
kausatif permisif didasarkan pada pelekatan beberapa fitur-fitur semantis, yakni
(1) fitur kebernyawaan [ bernyawa] penyebab, (2) fitur kesengajaan [ sengaja]
penyebab, (3) fitur keterlibatan [ kontak] penyebab, dan (4) fitur [ manusia]
penyebab (lihat Mayani, 2005: 243-247).
(97) (a) Biltak sorminan ni jabu. [kausatif leksikal]
AKT-pecah kaca Pron rumah-TOP.
‘Kaca rumah itu pecah.’
(b) Angka dakdanak i do mambiltak sorminan ni jabu.
Num anak-TOP Pron T AKT-pecah kaca Pron rumah.
‘Anak-anak itu memecah kaca rumah.’
(98) (a) Aup langkat ni gambiri i tu binanga. [k.morfologis]
AKT-hanyut kulit Pron kemiri-TOP Pron Prep sungai.
‘Kulit kemiri itu hanyut ke sungai.’
Universitas Sumatera Utara
125
(b) Namboru do mangauphon langkat ni gambiri i tu binanga.
Bibi-TOP T AKT-hanyut-KAUS kulit Pron kemiri Pron Prep sungai.
‘Bibi menghanyutkan kulit kemiri itu ke sungai.’
(99) (a) Gok panghirimonhu. [kausatif analitik]
AKT-penuh pengharapan-1TG-TOP.
‘Penuh pengharapanku.’
(b) Hata ni Debata do mambahen gok panghirimonhu.
Firman Pron Tuhan-TOP T V-KAUS penuh pengharapan-1TG.
‘Firman Tuhan membuat pengharapannya penuh.’
Fitur semantis yang pertama dikaitkan dengan kebernyawaan [ bernyawa]
penyebab. Konstruksi kausatif leksikal (97b) menunjukkan bahwa penyebab
angka dakdanak merupakan entitas yang [+bernyawa] sehingga mampu mencegah
terjadinya akibat biltak sorminan (97a). Kemampuan penyebab tersebut membuat
tipe kausatif ini tergolong kausatif permisif. Tidak berbeda dengan itu, konstruksi
kausatif morfologis (98b) juga menunjukkan kausatif permisif. Hal itu tampak
pada penyebab namboru [+bernyawa] yang mampu mencegah terjadinya akibat
aup langkat ni gambiri (98a). Bentuk yang berbeda tampak pada konstruksi
kausatif analitik (99b). Penyebab hata ni Debata sebagai entitas [-bernyawa] tentu
tidak mampu mencegah timbulnya akibat gok panghirimonhu (99a).
Ketidakbernyawaan entitas tersebut membuatnya hanya mampu menimbulkan
akibat, tetapi tidak mampu mencegah terjadinya akibat. Oleh karena itu,
konstruksi kausatif analitik (99b) di atas tersebut tergolong kausatif sejati.
Fitur semantis kedua terkait dengan fitur kesengajaan [ sengaja] yang
dilekatkan pada konstruksi kausatif dalam memetakan sejati atau permisifkah
konstruksi tersebut.
(97) (b) Angka dakdanak i do sangajo mambiltak sorminan ni jabu.
Num anak-TOP Pron T sengaja AKT-pecah-KAUS kaca Pron rumah.
‘Anak-anak itu sengaja memecah kaca rumah.’
Universitas Sumatera Utara
126
(98) (b) Namboru do sangajo mangauphon langkat ni gambiri.
Bibi-TOP T sengaja AKT-hanyut-KAUS kulit Pron kemiri.
‘Bibi sengaja menghanyutkan kulit kemiri.’
(99)*(b) Hata ni Debata do sangajo mambahen gok panghirimonhu.
Firman Pron Tuhan-TOP T sengaja V-KAUS penuh pengharapan-1TG.
‘Firman Tuhan sengaja membuat pengharapannya penuh.’
Pelekatan fitur semantis kesengajaan [ sengaja] mengacu pada
kebernyawaan [ bernyawa] penyebab. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya,
konstruksi (97b) memiliki penyebab angka dakdanak [+bernyawa] maka tindakan
mambiltak dilakukan dengan sengaja. Selanjutnya, konstruksi (98b) juga
disebabkan oleh namboru [+bernyawa] yang mampu mencegah terjadinya akibat
maka tindakan yang terjadi dilakukan dengan sengaja. Berbeda dengan itu,
konstruksi (99b) disebabkan oleh hata ni Debata yang tidak bernyawa [-
bernyawa] maka tindakan manggohi dilakukan dengan tidak sengaja.
Pengkategorian ini didasarkan pada kebernyawaan [ bernyawa] penyebab
(Winarti, 2009: 48) dan bentuk yang berbeda dijelaskan lebih lanjut dalam
pembahasan berikut ini.
Berkaitan dengan pelekatan fitur semantis [ sengaja] ini, terdapat
beberapa hal yang perlu dijelaskan. Pertama, pelekatan fitur ini pada verba
mambiltak memunculkan nuansa makna yang berbeda.
(97) *(b) Angka dakdanak i do sangajo mambiltak sorminan ni jabu.
Num anak-TOP Pron T sengaja AKT-pecah-KAUS kaca Pron rumah.
‘Anak-anak itu sengaja memecah kaca rumah.’
(c) Angka dakdanak i do sangajo mambiltakhon sorminan ni jabu.
Num anak-TOP Pron T sengaja AKT-pecah-KAUS kaca Pron rumah.
‘Anak-anak itu sengaja memecah kaca rumah.’
Pelekatan fitur [ sengaja] pada konstruksi (97b) dan (97c) menunjukkan
konstruksi yang berterima dan tidak berterima karena struktur logis verba
Universitas Sumatera Utara
127
mambiltak (97b) dikategorikan sebagai keadaan, sedangkan verba mambiltakhon
(97c) dikategorikan sebagai aktivitas. Perbedaan kategori verba tersebut
didasarkan pada struktur logis verba yang dikemukakan oleh Van Valin Lapolla
(2006: 10). Lebih jelasnya, ketidakberterimaan pelekatan fitur semantis
[ sengaja] pada konstruksi tersebut menunjukkan perbedaan kategori verbanya.
Hal inilah yang menjadi salah satu fenomena konstruksi kausatif bBT yang
dijelaskan dalam latar belakang. Dasar verba yang sama dengan pelekatan afiks
berbeda menunjukkan makna semantis yang berbeda pula.
Kedua, berdasarkan penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa makna
[+sengaja] cenderung muncul pada kausatif morfologis, sedangkan makna [-
sengaja] cenderung muncul pada kausatif analitik dan kausatif leksikal (Mayani,
2005: 245; bandk. Winarti, 2009: 48). Melalui kajian ini perlu dijelaskan bahwa
pengkategorian makna [+sengaja] tersebut tidak hanya didasarkan pada tipe
kausatif, tetapi juga pada kebernyawaan [+bernyawa] penyebab yang terdapat
dalam konstruksi tersebut.
(100) Si Berta do sangajo mamuntar balon i. [kausatif leksikal]
ART Berta T sengaja AKT-pecah-KAUS balon Pron.
‘Si Berta sengaja memecah balon itu.’
(101) *Alogo na gogo i do sangajo pahabanghon abit. [kaus. morfologis]
Angin-TOP Pe kencang Pron T sangajo AKT-terbang-KAUS kain.
‘Angin yang kencang itu sengaja menerbangkan kain.’
(102) Ompung do sangajo mambahen dame halak namboru i. [kausatif analitik]
Nenek T sengaja V-KAUS damai orang bibi itu.
‘Nenek sengaja membuat bibi berdamai.’
Konstruksi kausatif leksikal (100) dan konstruksi kausatif analitik (102)
memiliki penyebab [+bernyawa] sehingga tindakan untuk menimbulkan akibat
dilakukan dengan sengaja, sedangkan konstruksi kausatif morfologis (101)
Universitas Sumatera Utara
128
memiliki penyebab [-bernyawa] sehingga tindakan yang terjadi pada pesebab
dilakukan dengan tidak sengaja. Artinya, kesimpulan penelitian sebelumnya
kurang tepat apabila pemetaan kausatif sejati dan permisif didasarkan pada tipe
kausatif saja. Analisis mengenai fitur semantis [+sengaja] pada penelitian tersebut
cenderung disamakan dengan fitur kelangsungan [+kontak] padahal kedua fitur
tersebut berbeda satu sama lain. Pengujian terhadap ketiga konstruksi di atas
membuktikan bahwa keduanya memang berbeda.
Fitur semantis ketiga terkait dengan keterlibatan [ kontak] antara
penyebab dan pesebab. Kontak tersebut mengacu pada tindakan penyebab yang
menyentuh pesebab secara fisik. Namun perlu dipahami bahwa fitur ini tidak
dapat memetakan kausatif berdasarkan sejati atau permisif, tetapi hanya
menjelaskan hubungan penyebab dengan pesebab (Mayani, 2005: 245; bandk.
Winarti, 2009: 48). Artinya, keterlibatan secara langsung itu akan menunjukkan
kekuatan penyebab dalam menimbulkan akibat (apabila kausatif sejati) dan
mencegah akibat (apabila kausatif permisif).
(97) (b) Angka dakdanak i do mambiltak sorminan ni jabu.
Num anak-TOP Pron T AKT-pecah-KAUS kaca Pron rumah.
‘Anak-anak itu sengaja memecah kaca rumah.’
(98) (b) Namboru do mangauphon langkat ni gambiri i tu binanga.
Bibi-TOP T AKT-hanyut-KAUS kulit Pron kemiri Pron Prep sungai.
‘Bibi menghanyutkan kulit kemiri itu ke sungai.’
(99) (b) Hata ni Debata do mambahen gok panghirimonhu.
Firman Pron Tuhan T V-KAUS penuh pengharapan-1TG.
‘Firman Tuhan membuat pengharapanku penuh.’
Pada konstruksi kausatif leksikal (97b) tampak bahwa penyebab angka
dakdanak menyentuh langsung pesebab sorminan secara fisik sehingga
membuatnya biltak. Hal yang sama juga tampak pada konstruksi kausatif
Universitas Sumatera Utara
129
morfologis (98b), dimana adanya hubungan langsung antara penyebab namboru
dengan pesebab langkat ni gambiri secara fisik. Berbeda dengan itu, konstruksi
kausatif analitik (99b) menunjukkan hubungan penyebab hata ni Debata dengan
pesebab panghirimonhu tidak terjadi secara langsung dan tidak menyentuhnya
secara fisik. Secara khusus, berdasarkan ketiga konstruksi di atas tampak bahwa
penyebab [+bernyawa] cenderung memiliki [+kontak] dengan pesebab, sebaliknya
penyebab [-bernyawa] cenderung memiliki [-kontak].
(103) Alogo dohot udan i do mamunu Boru Saroding di tao i.
Angin Konj hujan-TOP Pron T V-KAUS Boru Saroding Prep danau Pron.
‘Angin dan hujanlah yang membunuh Boru Saroding di danau itu.’
Konstruksi (103) di atas merupakan pembuktian pada ketidaktepatan
pelekatan fitur [ kontak] dalam memetakan kausatif sejati dan permisif.
Penyebab alogo dohot udan tergolong [-bernyawa], namun dalam konteks ini,
entitas tersebut mampu melakukan hubungan secara fisik [+kontak] terhadap
pesebab Boru saroding hingga menyebabkan mate. Konstruksi ini menjelaskan
bahwa di satu sisi konstruksi (103) tergolong kausatif sejati berdasarkan
kebernyawaan [ bernyawa] penyebab, namun di sisi lain tergolong kausatif
permisif berdasarkan keterlibatan [ kontak] penyebab. Dengan demikian,
pelekatan fitur ini tidak dapat memetakan kausatif sejati dan kausatif permisif.
Yang terakhir atau yang keempat yakni fitur semantis sifat [ manusia]
penyebab. Berdasarkan fitur ini dapat ditentukan bahwa penyebab [-manusia]
tidak memiliki kendali untuk mencegah terjadinya akibat, sedangkan yang bersifat
[+manusia] memiliki kemampuan tersebut. Konstruksi kausatif leksikal (97b)
memiliki penyebab angka dakdanak [+manusia] sehingga memiliki kendali untuk
mencegah terjadinya akibat. Hal yang sama tampak pada konstruksi kausatif
Universitas Sumatera Utara
130
morfologis (98b), dimana namboru merupakan penyebab [+bernyawa] yang juga
memiliki kemampuan mencegah terjadinya akibat. Berbeda dengan itu, konstruksi
kausatif analitik (99b) terbentuk atas penyebab hata ni Debata [-bernyawa]
sehingga hanya mampu menimbulkan akibat, tetapi tidak mampu mencegah
akibat. Dalam hal ini, sifat [ manusia] dapat disejajarkan dengan fitur
kebernyawaan [ bernyawa] penyebab. Kedua hal ini sejalan dalam memetakan
kausatif sejati dan kausatif permisif.
Keempat fitur semantis yang dijelaskan di atas dipetakan terhadap kausatif
sejati dan kausatif permisif seperti di bawah ini.
Tabel 8. Perbedaan Kausatif Sejati dan Kausatif Permisif dalam bBT
No. Fitur Semantis Kausatif Sejati Kausatif Permisif
1. [ kebernyawaan] Penyebab [-bernyawa] Penyebab [+bernyawa]
2. [ kesengajaan] Penyebab [-sengaja] Penyebab [+sengaja]
3. [ kontak] Penyebab [ kontak] Penyebab [ kontak]
4. [ manusia] Penyebab [-manusia] Penyebab [+manusia]
5.2.2.2 Kausatif Langsung dan Tak Langsung
Seperti penjelasan sebelumnya, pemetaan kausatif langsung dan tak
langsung yang didasarkan pada rentang durasi tidak dapat disimpulkan secara
mutlak (Mayani, 2005: 246). Adakalanya rentang durasi antara penyebab dan
pesebab sebuah konstruksi kausatif lebih lama dibanding konstruksi kausatif
lainnya. Oleh karena itu, pada bagian ini, dijelaskan beberapa hal yang dapat
membedakan kausatif langsung dan tak langsung.
Pertama, kategori kata yang membentuk konstruksi kausatif, khususnya
yang menempati fungsi predikat dapat menunjukkan perbedaan kausatif langsung
dan tak langsung. Berkaitan dengan itu, Comrie (1983: 165) menyatakan bahwa
konstruksi kausatif langsung umumnya dibangun oleh verba transitif, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
131
kausatif tak langsung dibangun oleh verba intransitif dan predikat intransitif yang
ditempati oleh adjektiva. Dalam hal ini, kategori verba intransitif dan adjektiva
yang dikategorikan sebagai kausatif tak langsung menunjukkan perbedaan satu
sama lain. Hal itu tampak pada konstruksi berikut.
(104) (a) Ngali indahan. [adjektiva]
AKT-dingin nasi-TOP.
‘Nasi dingin.’
(b) Paima jo, naeng pangalihon indahan do pe ahu.
Tunggu dulu, akan AKT-dingin-KAUS nasi T Pe aku-1TG-TOP.
‘Tunggu dulu, aku mau mendinginkan nasi dulu.’
(105) (a) Meret panggu. [verba intransitif]
AKT-pindah cangkul-TOP.
‘Cangkul pindah.’
(b) Ho do hape paerethon panggu i.
Kau-2TG-TOP T ternyata AKT-pindah-KAUS cangkul Pron.
‘Ternyata kau yang memindahkan cangkul itu.’
Konstruksi (104b) dan (105b) menunjukkan adanya perbedaan rentang
durasi antara penyebab dan pesebab. Rentang durasi kategori dasar adjektiva ngali
pada konstruksi (104b) cenderung lebih lama dibanding kategori verba intransitif
meret pada konstruksi (105b). Hal itu disebabkan oleh jenis verba (predikat) yang
dibentuk berdasarkan kategori tersebut. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman
mengenai struktur logis verba yang dikemukakan oleh Van Valin (2006: 10)
berikut ini.
Tabel 9. Struktur Logis Verba (Van Valin, 2006 dalam Mulyadi, 2012)
No. Verba Makna
1. Keadaan Predikat’ (x) atau (x,y)
2. Kegiatan Melakukan’ (x, [predikat’ (x) atau (x,y)])
3. Ketercapaian Predikat’INGR (ESIF) (x) atau (x,y)], atau
Melakukan ‘INGR (x, [predikat’ (x) atau (x,y)]
4. Semelfaktif Predikat’ SEML (x) atau (x,y), atau
Melakukan SEML (x’, [predikat’ (x) atau (x,y)])
5. Ketuntasan Predikat’ MENJADI (x) atau (x,y), atau
Universitas Sumatera Utara
132
Melakukan’ MENJADI (x, [predikat’ (x) atau (x,y)])
6. Ketuntasan Aktif Melakukan’ (x, [predikat1’ (x; (y))], dan predikat2’
MENJADI (z,x) atau (y)
7. Kausatif α MENYEBABKAN β dimana α, β adalah representasi
dari tipe apapun.
Berdasarkan struktur logis yang dikemukakan di atas tampak bahwa verba
memiliki bentuk yang berbeda satu sama lain. Dalam hal ini, adjektiva ngali yang
mengisi fungsi predikat konstruksi (104a) tergolong verba keadaan, sedangkan
verba intransitif meret yang menempati fungsi predikat konstruksi (105a)
tergolong verba kegiatan. Lebih jelasnya, rentang durasi yang dibutuhkan dalam
menciptakan keadaan jauh lebih lama dibanding melakukan kegiatan. Dengan
demikian, konstruksi (104a) merupakan kausatif tak langsung, sedangkan
konstruksi (105a) merupakan kausatif langsung.
Kedua, pembedaan kausatif langsung dan kausatif tidak langsung juga
dapat diamati berdasarkan tipe kausatif pembentuknya.
(106) (a) Dingkal panjomuran.
AKT-tegak penjemuran-TOP.
‘Penjemuran itu tegak.’
(b) Hot do hau i mandingkal panjomuran.
Kukuh T kayu-TOP Pron AKT-tegak-KAUS penjemuran.
‘Kayu itu kukuh menegakkan penjemuran.’
(107) (a) Jongjong pahepahe i.
AKT-diri sapu-TOP Pron.
‘Sapu itu berdiri.’
(b) Ibana do pajongjonghon pahepahe i.
Dia-3TG-TOP T AKT-berdiri-KAUS sapu Pron.
‘Dia mendirikan sapu itu.’
(c) Ibana do mambahen jongjong pahepahe i.
Dia-3TG-TOP T V-KAUS berdiri sapu Pron.
‘Dia membuat sapu itu berdiri.’
Universitas Sumatera Utara
133
Konstruksi kausatif leksikal (106b) menunjukkan bahwa penyebab hau
dengan pesebab panjomuran memiliki rentang durasi yang tidak lama. Verba
man(dingkal) dalam konstruksi tersebut bermakna bahwa pesebab panjomuran
(dingkal) berlangsung dengan cepat oleh penyebab hau karena dilakukan dengan
leksikon yang seragam. Berkaitan dengan itu, kutipan berikut perlu dicermati
“Lexical causative express situations involving physical manipulation of an object
or person (the cause) by the causer (Shibatani, 1976: 88, bandk. Song, 2001: 278;
Whaley, 1997: 195). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kausatif
leksikal merupakan struktur kausatif langsung.
Penggolongan kepada kausatif langsung diakibatkan struktur kausatif
leksikal tersebut yang secara seragam memberlakukan subjek sebagai penyebab
dan objek sebagai pesebab. Pesebab yang berlaku dalam kausatif leksikal
merupakan pasien dan penyebabnya adalah agen. Peristiwa tersebab yang terjadi
juga berlangsung dalam satu waktu dan diterangkan dalam satu klausa. Oleh
karena itu, perbedaan kausatif leksikal dengan kausatif lainnya terletak pada
makna yang dibentuk langsung oleh verba transitif berpasangan atau verba
transitif yang terlibat dalam menunjukkan suatu kejadian yang secara langsung
terjadi. Apabila dibandingkan dengan makna ‘membuat’ dalam kausatif
morfologis, maka dapat dibedakan dari makna implisit yang dihasilkan. Makna
kausatif leksikal lebih alami dalam menghasilkan makna, sedangkan kausatif
morfologis memiliki makna implisit yang dapat diketahui melalui konteks
kalimat.
Berbeda dengan itu, konstruksi kausatif morfologis (107b) menunjukkan
bahwa penyebab ibana dan pesebab pahepahe terjadi secara bersamaan dan dalam
Universitas Sumatera Utara
134
durasi yang pendek. Hal itu berbeda dengan konstruksi kausatif analitik (107b)
yang menunjukkan adanya perbedaan waktu yang tidak bersamaan antara
komponen sebab ibana mambahen dan komponen akibat pahepahe jongjong.
Meski dibentuk oleh kata yang sama, namun konstruksi yang berbeda membuat
perbedaan rentang durasi di antara keduanya. Pembuktian mengenai perbedaan
tersebut tampak pada pengujian berikut.
(107) (d) Ibana do pajongjonghon pahepahe i dohot tanganna.
Dia-3TG-TOP T AKT-berdiri-KAUS sapu Pron dengan tangan- 3TG.
‘Dia mendirikan sapu itu.’
*(e) Ibana do mambahen jongjong pahepahe i dohot tanganna.
Dia-3TG-TOP T V-KAUS berdiri sapu Pron dengan tangan-3TG.
‘Dia yang membuat sapu itu berdiri.’
Perbedaan konstruksi kausatif morfologis (107d) dan kausatif analitik
(107e) tampak melalui pelekatan adverbia dohot tanganna. Keberterimaan
adverbia tersebut pada konstruksi (107d) menunjukkan bahwa durasi yang
dibutuhkan oleh kausatif morfologis lebih cepat dibanding durasi dalam kausatif
analitik (107e). Hal ini menyimpulkan bahwa kausatif morfologis dikategorikan
kausatif langsung, sedangkan kausatif analitik dikategorikan tidak langsung.
Ketiga, perlu dipahami bahwa jarak konseptual antara komponen sebab
dan komponen akibat turut memengaruhi tipe kausatif, baik berdasarkan
parameter formal, maupun berdasarkan parameter semantis (lih. Song, 2001: 259).
Artinya, tipe-tipe kausatif tersebut ditentukan oleh jenis sebab-akibat yang
nantinya juga berhubungan pada faktor semantis dan pragmatis.
(107) (a) Ibana do pajongjonghon pahepahe i.
Dia-3TG-TOP T AKT-berdiri-KAUS sapu Pron.
‘Dia mendirikan sapu itu.’
(108) Ibana do pajongjonghon godung i.
Dia-3TG-TOP T AKT-berdiri-KAUS gedung Pron.
Universitas Sumatera Utara
135
‘Dia mendirikan gedung itu.’
Konstruksi (107a) dan (108a) di atas merupakan konstruksi kausatif
morfologis dengan penyebab ibana dan pesebab yang berbeda, yakni pahepahe
(107a) dan godung (108a). Perbedaan jenis pesebab pada konstruksi tersebut
membuat adanya perbedaan rentang durasi yang terjadi dalam kedua
konstruksinya. Tindakan pajongjonghon pahepahe bukanlah tindakan yang
memerlukan durasi yang panjang maka konstruksi (107a) tergolong sebagai
kausatif langsung, berbeda dengan tindakan pajongjonghon godung yang memang
membutuhkan waktu yang sangat panjang sehingga membuat konstruksi (108a)
tergolong sebagai kausatif tidak langsung. Hal ini menyimpulkan bahwa jenis
pesebab pada konstruksi tersebut membuat perbedaan kelangsungan waktu antara
penyebab dan pesebab.
Tabel 10. Perbedaan Kausatif Langsung dan Tidak Langsung
No. Tipe Kausatif Kausatif Langsung Kausatif Tidak Langsung
1. Kausatif Morfologi + -
2. Kausatif Analitik - +
3. Kausatif Leksikal + -
Berdasarkan tabel di atas perlu dipahami bahwa sifat kelangsungan
kausatif morfologis dan kausatif leksikal tampak pada kealamiahan keduanya.
Kausatif morfologis sifatnya implisit, sedangkan kausatif leksikal sifatnya lebih
alami. Tabel di atas sekaligus menunjukkan kesemestaan kausatif bBT dengan
bahasa lain di dunia berdasarkan tipe kausatif dengan parameter semantis
kelangsungan hubungan komponen sebab dan akibat dalam konstruksi tersebut
(Whaley, 1997: 195).
Universitas Sumatera Utara
136
5.3 Struktur Kausatif Bahasa Batak Toba
Struktur konstruksi kausatif bBT dianalisis dengan menggunakan teori X-
Bar dan teori Perpindahan sebagai bagian dari Teori Penguasaan dan Pengikatan.
Teori tersebut digunakan untuk mengamati perpindahan konstituen yang
menduduki konstruksi nonkausatif ke dalam konstruksi kausatif.
(a) Struktur Kausatif Leksikal
Kausatif leksikal dibentuk oleh struktur monoklausa dengan adanya satu
predikat bermakna kausatif pada satu klausa.
(109) (a) Mose padanta.
AKT-ingkar janji-2JM.
‘Janji kita ingkar.’
(b) Ho do na dung mangose padanta.
Kau-2TG-TOP T Pe Adv V-KAUS janji-2JM.
‘Kau telah mengingkari janji kita.’
(c) Ho do na dung mambahen mose padanta.
Kau-2TG-TOP T Pe Adv V-KAUS ingkar janji-2JM.
‘Kau telah membuat janji kita ingkar.’
Konstruksi kausatif leksikal (109a-c) menghadirkan verba mangose (109b)
sehingga memunculkan FN0 subjek baru ho dan menggeser kedudukan FN1
subjek lama padanta ke posisi objek langsung. Di sisi lain, predikat mose pada
klausa dasar berinkorporasi dengan verba kausatif mangose pada konstruksi
kausatif sehingga komponen akibat digambarkan secara implisit.
Konstruksi (109a) Konstruksi (109b)
FI FI
I’ FN FN I’
padanta ho
I FV I FV
mose na dung
V FN
mangose
padanta
Universitas Sumatera Utara
137
Konstruksi (109c)
FI
FN0 I’
ho
I FV
na dung
V FP
mambahen
SPES FP P’
P FI
FN1 I’
padanta
I FV
mosei
Gambar 13. Struktur Kausatif Leksikal bBT
Pergeseran dalam konstruksi tersebut menunjukkan adanya perpindahan
konstituen di dalamnya. Verba mose (109a) berinkorporasi membentuk mangose
dan menghasilkan konstruksi (109b). Hal tersebut menunjukkan bahwa mose dan
mangose berkoindeks satu sama lain.
(109) (a) [K[FN[FP[P’[FI padanta [I’[FV[V mose]]]]]]]]
(b) [K[FN Ho [FV mangosei [FP[P’[FI padanta [I’[FV[Vi]]]]]]]]]
(c) [K[FN Ho [FV mambaheni [FP[P’[FI padanta [I’[FV[Vi mose]]]]]]]]]
(b) Struktur Kausatif Morfologis
Adapun kausatif morfologis terbentuk atas struktur monoklausa yang sama
dengan konstruksi kausatif leksikal. Perbedaannya terletak pada proses
inkorporasi predikat pada klausa dasar dengan pelekatan afiks kausatif yang
membentuk verba kausatif.
(110) (a) Moru boras sihuntion i.
Kurang beras-TOP ART-junjung Pron.
‘Beras yang dijunjung itu berkurang.’
Universitas Sumatera Utara
138
(b) Oma do mangorui boras sihuntion i.
Ibu-TOP T AKT-kurang-KAUS beras ART-junjung Pron.
‘Ibu mengurangi beras yang dijunjung itu.’
(c) Oma do mambahen moru boras sihuntion i.
Ibu-TOP T V-KAUS kurang beras ART-junjung Pron.
‘Ibu membuat beras yang dijunjung itu berkurang.’
Konstruksi (110a) Konstruksi (110b)
FI FI
I’ FN FN I’
boras sihuntion oma
I FV I FV
moru do
V FN
mangorui
boras sihuntion
Konstruksi (110c)
FI
FN0 I’
oma
I FV
do
V FP
mambahen
SPES FP P’
P FI
FN1 I’
boras sihuntion i
I FV
morui
Gambar 14. Struktur Kausatif Morfologis bBT
Hal yang sama juga tampak pada konstruksi kausatif morfologis di atas.
Posisi FN0 boras sihuntion dan FV moru pada klausa dasar (110) bergeser setelah
adanya pelekatan afiks kausatif {-hon}. Pelekatan tersebut memunculkan FN
subyek baru oma yang membuat FV moru berinkorporasi dengan afiks tersebut
Universitas Sumatera Utara
139
dan FN boras sihuntion menempati posisi FN1. Dengan demikian, konstruksi
kausatif morfologis dibentuk oleh struktur monoklausa.
Ketiga konstruksi (110a-c) di atas dapat diformulasikan dengan grafik
kurung di bawah ini.
(110) a) [K[FV[FP[P’[FI Boras sihuntion [I’[FV[V moru]]]]]]]]
b) [K[FN Oma [FV mangoruii [FP[P’[FI boras sihuntion [I’[FV[Vi]]]]]]]]]
c) [K[FN Oma [FV mambaheni [FP[P’[FI boras sihuntion [I’[FV[Vi
moru]]]]]]]]].
(c) Struktur Kausatif Analitik
Selain bentuk di atas, kausatif juga dapat dibentuk oleh struktur biklausa.
Pembentukan itu terjadi pada konstruksi kausatif analitik. Konstruksi tersebut
terbentuk atas verba ekatransitif maupun verba ditransitif.
(a) Verba Ekatransitif
(111) (a) Oma manginum hua ni bangunbangun.
Ibu-TOP AKT-minum kuah Pron sayuran.
‘Ibu meminum kuah sayuran.’
(b) Bapa do manuru oma manginum hua ni bangunbangun i.
Ayah-TOP T V-KAUS ibu AKT-minum kuah Pron sayuran Pron.
‘Bapa menyuruh ibu meminum kuah sayuran itu.’
Konstruksi (110a)
FI
FN0 I’
oma
I FV
V FN1
manginum
hua ni bangunbangun
Universitas Sumatera Utara
140
Konstruksi (110a) menunjukkan bahwa posisi FV manginum hua ni
bangunbangun berada di bawah FI. Konstruksi tersebut menunjukkan bahwa FV
naik dan berpindah ke posisi [Spes FP]. Hal ini membuat inti verba dari FV itu
mengalami proses inkorporasi ke dalam predikat matriks dan meninggalkan
argumen internalnya, yaitu hua ni bangunbangun, di bawah posisi [SPES FP]
seperti pada diagram berikut.
Konstruksi (110b)
FI
FN0 I’
bapa
I FV
do
V FP
manuru
SPES FP
FVi FI
V FN2 FN1 I’
oma
I FV
manginum hua ni bangunbangun ei
Gambar 15. Struktur Kausatif Analitik bBT
Perpindahan yang terjadi pada konstruksi tersebut tampak juga pada grafik
kurung di bawah ini.
(110) (a) [K[FV[FP[P’[FI Oma [I’ [FV [V manginum [FN hua ni bangunbangun
]]]]]]]]].
(b) [K[FN Bapa [FV mambaheni [FP[P’[FI oma [I’[FV[V manginumi [FN
hua ni bangunbangun ]]]]]]]]]].
Universitas Sumatera Utara
141
(b) Verba Dwitransitif
Selain terbentuk atas kategori dasar verba ekatransitif, pelekatan verba
kausatif dalam membentuk konstruksi kausatif analitik bBT juga dapat dibentuk
atas kategori dasar verba dwitransitif.
(112) (a) Oma do manuru ahu manurat ayat-ayat.
Ibu-TOP T AKT-suruh aku-1TG AKT-tulis liturgi.
‘Ibu menyuruh aku menulis liturgi.’
(b) Ompung do mambahen ahu manurat ayat-ayat tu oma.
Nenek-TOP T V-KAUS aku-1TG AKT-tulis liturgi Prep ibu.
‘Nenek membuat aku menulis liturgi untuk ibu.’
Konstruksi (112a)
FI
FN0 I’
oma
I FV
do
V FP
manurui
SPES FP P’
P FI
FN1 I’
ahu
I FV
Vj FN2
manurat
ayat-ayat
Pada konstruksi (112a) FN subjek ditempati oleh argumen oma, FN objek
tak langsung diisi oleh argumen ahu, sedangkan FN objek langsung diisi oleh
argumen ayat-ayat. Kemudian, verba bervalensi tiga manuru berinkorporasi
dengan pelekatan verba kausatif mambahen sehingga fungsi sebelumnya bergeser
Universitas Sumatera Utara
142
satu sama lain dan menyebabkan FN subjek ompung pada klausa matriks menjadi
subjek baru pada konstruksi (112b), FN objek langsung dan FN objek tak
langsung tetap menempati posisinya, sedangkan FN subjek pada (112a) berpindah
ke posisi paling kanan dan menempati posisi oblik.
Konstruksi (112b)
FI
FN0 I’
ompung
I FV
do
V FP
SPES FP
V Vj
mambahen manurat
FVi FI
V FN2 FN1 I’
ej ayatayat ahu
I FV
V FPrep
ei
tu oma
Konstruksi (112b) menunjukkan bahwa keempat argumen yang mengisi
fungsi gramatis dalam kausatif analitik menempati posisi masing-masing dalam
diagram X-Bar. Posisi FI hanya ditempati oleh FN0 subjek ompung, sedangkan
FN1 ahu, FN2 ayatayat, dan FN3 oma berada di bawah dominasi FP. Perpindahan
itu masing-masing ditunjukkan oleh posisi yang ditempati oleh fungsi gramatikal.
Lebih jelasnya, tampak dalam diagram kurung berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
143
(112) (a) [K[FN oma [FV manuru-manurati [FP[P’[FI ahu [I’[FVi[FN[N
ayatayat]]]]]]]]]].
(b) [K[FN ompung [FV mambahen-manurati [FP[P’[FI ahu [I’[FVi[FN[N
ayatayat] [N oma]]]]]]]]]]]].
Demikianlah struktur kausatif bBT yang digambarkan berdasarkan teori
X-Bar dan teori Perpindahan. Perlu dipahami bahwa tata urutan kata bBT yang
berpola V-O-S tidak memengaruhi struktur kausatif yang membentuknya.
Menurut Chomsky, teori X-Bar bersifat universal sehingga dapat digunakan untuk
menganalisis struktur frasa bahasa-bahasa di dunia meskipun bahasa-bahasa
tersebut bertipe SVO, SOV, dan sebagainya (Mulyadi, 1998).
5.4 Temuan Penelitian
Sebagai kajian ilmiah, penelitian ini memiliki temuan yang dapat
digunakan untuk mengembangkan khazanah linguistik.
a) Temuan Teoretis
Temuan teoretis dalam penelitian ini merupakan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian.
1) Penentuan kausatif leksikal dengan mekanisme pemasifan dapat dilakukan
untuk menentukan posisi tipe konstruksi kausatif leksikal dalam kontinum
parameter formal. Artinya, apabila salah satu di antara pemarkah afiks (di,
ni, -in-, tar-, ha--an, -on/ -an, -an) tidak terdapat dalam konstruksi
tersebut, kausatif tersebut bukan kausatif morfologis melainkan leksikal.
2) Pelekatan afiks kausatif {pa--hon} dan {pa--i} dalam bBT dapat
membentuk konstruksi kausatif pada kategori kata yang sama hanya
Universitas Sumatera Utara
144
dengan mengkombinasikan afiks {maN-} dan {-i} atau {-hon}. Hal ini
merupakan temuan khas dalam bBT sebab dalam bahasa lain, khususnya
bahasa Indonesia, pelekatan kombinasi afiks tersebut tidak dapat
memunculkan konstruksi kausatif pada kategori kata yang sama apabila
dibentuk oleh afiks yang berbeda.
3) Konstruksi kausatif analitik bBT membentuk tipe urutan S-V-V-O dengan
pemarkah do sebagai pentopikalan. Selain itu, bBT juga membentuk pola
S-V-O-V yang disebut sebagai variasi kanonik dari urutan kata S-V-V-O.
Kedua pola itu disesuaikan oleh kategori kata yang membentuknya.
Selain itu, penentuan struktur pembentuk kausatif analitik dapat diuji
dengan pelekatan negasi dan modalitas pada PRED1 dan PRED 2.
4) Pemetaan tipe kausatif sejati dan permisif tidak didasarkan pada tipe
kausatif berdasarkan parameter formal seperti temuan penelitian terdahulu,
namun lebih didasarkan pada kebernyawaan [ bernyawa] penyebab.
5) Pemarkah do dalam bBT merupakan pemarkah aspek yang menyiratkan
waktu lampau. Posisi pemarkah tersebut berada pada Infleksional (I) dan
didominasi oleh FI dalam struktur kausatif bBT.
b) Temuan Empiris
Temuan ini memuat hasil yang diperoleh dalam penelitian yang sifatnya
praktis seperti berikut.
1) Verba yang mengindikasikan makna ‘membunuh’ cukup banyak
ditemukan dalam bBT. Selain bunu (mamunu), verba lain yang sama
dengan itu adalah (1) bija, (2) buje (mamuje), (3) todos (manodos), dan (4)
pusa (mamusa). Keempat verba tersebut mengindikasikan makna (1)
Universitas Sumatera Utara
145
membunuh dan (2) menikam, namun tidak ditemukan data (baik lisan,
maupun tulisan) mengenai keempat bentuk verba tersebut. Artinya, verba
tersebut tergolong kausatif leksikal sama seperti verba mamunu.
2) Pelekatan afiks bBT tidak memiliki makna yang sejajar dengan afiks yang
sama dalam bahasa Indonesia, misalnya (1) mamparlobi bukan
*memperlebih melainkan melebihkan, (2) mamparsada bukan
*mempersatu melainkan mempersatukan (menyatukan), serta bentuk lain
yang tampak dalam pemetaan afiks kausatif pada lampiran 5.
3) Verba *mamodomhon yang dilekati oleh afiks {-hon} bukanlah kausatif
dalam bBT karena dalam konsep budaya bBT, *mamodomhon bermakna
‘mengerami telur (ayam, itik)’. Hal itu berbeda dengan verba papodomhon
yang dilekati oleh afiks {pa--hon}. Temuan ini merupakan salah satu
keunikan empiris bBT yang dihubungkan dengan konsep budaya.
4) Ada beberapa verba dalam bBT yang sulit mencari padanan makna dalam
bahasa lain, misalnya mampardumaredehon. Verba tersebut mengandung
berbagai unsur imbuhan yang melekat dan masing-masing memberi
nuansa imbuhan. Pertama, awalan {mam-} berdiri sebagai imbuhan
pembentuk aktif transitif. Kedua, awalan {par-} berdiri sebagai
pembentuk aktif transitif. Ketiga, kata dasar kategori verba dede.
Keempat, sisipan {-um-} yang melekat pada awalan {mam-}
memunculkan makna aktif transitif pada kata dasar dede. Kelima, sisipan
{-ar-} yang ekuivalen dengan sisipan {-al-} dalam bBT yang
memunculkan makna ‘ramai, berulang’. Terakhir, akhiran {-hon} yang
muncul dalam memberi nuansa pemberi makna aktif transitif.
Universitas Sumatera Utara
146
Catatan:
1Pemarkah pasif bBT (Sibarani, 1997: 158)
No. Afiks Proklitik Kata
1. di- hu- tu + N
2. ni- ta- hona + Vt & N
3. -in- hu- hami dapot/ jumpang
4. tar-
5. ha-an
6. -on/ -an
7. -an
2
Rumus kausatif leksikal yang digambarkan pada bagian sebelumnya merujuk
pada struktur logis verba yang dikemukakan oleh Van Valin. Selain itu, perlu
dipahami bahwa penggunaan huruf kapital pada kata ‘MENYEBABKAN’ dan
‘MENJADI’ bermakna bahwa ada banyak jenis kata dan kategori yang dapat
mengisi kedua slot tersebut dalam membentuk konstruksi kausatif. Hal yang
sama juga terdapat pada slot (X) dan (Y). Penjelasan lebih lanjut tampak pada
tabel berikut.
Struktur Logis Verba (Van Valin, 2006: 10 dalam Mulyadi, 2012)
No. Verba Makna
1. Keadaan Predikat’ (x) atau (x,y)
2. Kegiatan Melakukan’ (x, [predikat’ (x) atau (x,y)])
3. Ketercapaian Predikat’INGR (ESIF) (x) atau (x,y)], atau
Melakukan ‘INGR (x, [predikat’ (x) atau (x,y)]
4. Semelfaktif Predikat’ SEML (x) atau (x,y), atau
Melakukan SEML (x’, [predikat’ (x) atau (x,y)])
5. Ketuntasan Predikat’ MENJADI (x) atau (x,y), atau
Melakukan’ MENJADI (x, [predikat’ (x) atau (x,y)])
6. Ketuntasan
Aktif
Melakukan’ (x, [predikat1’ (x; (y))], dan predikat2’
MENJADI (z,x) atau (y)
7. Kausatif α MENYEBABKAN β dimana α, β adalah representasi
dari tipe apapun.
3Perilaku yang berbeda pada kedua verba tersebut ditunjukkan dalam struktur
logis verba dalam tabel di atas.
4Aplikatif adalah proses perubahan valensi verba dengan penambahan argumen
nonagen. Itu sebabnya, aplikatif merupakan alat penambahan valensi verba
(Payne, 2002: 186; Whaley, 1997: 191). Proses tersebut menyebabkan unsur
periferal (bukan inti) berubah menjadi unsur inti dengan mengubahnya menjadi
objek langsung. Dalam hal ini, Payne mengajukan tiga jenis aplikatif, yaitu
aplikatif instrumental, aplikatif benefaktif, dan aplikatif lokatif (Payne, 2002:
187-188). Istilah aplikatif sering digunakan untuk merujuk ke proses
derivasional yang meliputi penaikan valensi dalam bahasa-bahasa Bantu (lihat
Artawa, 1998). Bahasa Chichewa mempunyai jenis proses sintaksis tersebut.
Konstruksi aplikatif dalam bahasa itu mempunyai dua fitur penting, yaitu: (a)
Universitas Sumatera Utara
147
peran tematis yang baru dimasukkan ke dalam struktur argumen; (b) verba
mengalami modifikasi morfologis, yaitu sufiksasi dengan morfem aplikatif.
Trask (1993) dalam Jufrizal (2002, 2007) menyebutkan konstruksi aplikatif
sebagai konstruksi penciptaan objek, OTL dasar atau objek oblik dimunculkan
sebagai objek nyata (objek lahir).
5Istilah resultatif dimaknai sebagai suatu keadaan yang di dalamnya tersirat
peristiwa yang dinyatakan oleh verba resultatif ‘telah terjadi’ dan dari peristiwa
yang dinyatakan itu menghasilkan suatu hasil. Sekilas konstruksi ini sama
dengan konstruksi statif. Namun, terdapat perbedaan antara konstruksi resultatif
dan konstruksi statif, yakni (1) konstruksi statif mengungkapkan suatu keadaan
tanpa implikasi apa pun terkait dengan asal-muasalnya, sedangkan konstruksi
resultatif mengungkapkan, baik keadaan maupun tindakan yang mendahuluinya
(Nedjalkov dan Jaxontov, 1998:6 dalam Budiarta, 2013).
6Eksistensi pemarkah do pada data di atas membuat urutan kata pada konstruksi
tersebut cenderung bertipe S-V-O. Tujuan pelekatan pemarkah tersebut hanya
untuk mempermudah penganalisisan terhadap konstruksi.
Universitas Sumatera Utara
148
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian yang dikemukakan
sebelumnya, berikut ini disajikan simpulan dan saran sebagai penutup dari
rangkaian kajian ini.
6.1 Simpulan
Simpulan berikut searah dengan rumusan masalah yang dikemukakan
dalam kajian ini. Pertama, simpulan mengenai tipe kausatif bBT. Tipe kausatif
berdasarkan parameter formal terbagi atas tiga, yakni kausatif leksikal, kausatif
morfologis, dan kausatif analitik, sedangkan berdasarkan parameter semantis
terbagi atas dua, yakni kausatif sejati dan permisif dan kausatif langsung dan tak
langsung.
Kausatif leksikal dalam bBT dipetakan pada dua subtipe, yakni (1)
berdasarkan keistimewaan verba, dan (2) berdasarkan kemurnian leksikon
(suppletive pairs). Temuan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa bBT
memiliki verba khas dalam membentuk konstruksi kausatif leksikal tanpa bantuan
afiks kausatif (kausatif morfologis) dan verba kausatif (kausatif analitik). Temuan
tersebut diuji dengan mekanisme pemasifan dan pelekatan verba manubo untuk
menguji kealamiahan verba tersebut.
Kausatif morfologis dalam bBT dilekati oleh lima afiks kausatif, yakni
afiks {-hon}, {-i,} {pa- / par-}, {pa- - hon}, dan {pa- - i}. Penggunaan afiks
tersebut berbeda satu sama lain. Di antara kelimanya, afiks {pa--hon} adalah afiks
yang paling berpotensi dalam melekat pada banyak kategori dan bersubsitusi
Universitas Sumatera Utara
149
dengan afiks lain. Temuan dalam kausatif morfologis menyimpulkan bahwa
pelekatan afiks {-hon} dan {-i} tidak hanya memunculkan konstruksi kausatif,
tetapi juga memunculkan konstruksi aplikatif. Dalam hal valensi, aplikatif
merupakan peningkatan jumlah valensi, sedangkan konstruksi resultatif
merupakan penurunan jumlah valensi.
Kausatif analitik dalam bBT dimarkahi oleh verba kausatif mambahen,
manuru, dan mangido. Kausatif tersebut cenderung memiliki urutan kata bertipe
S-V-V-O dengan pemarkah do sebagai bagian dari pentopikalan. Dengan kata
lain, PRED1 dan PRED2 menempati posisi berdampingan di antara dua argumen
yang menjadi subjek dan objek langsung pada konstruksi tersebut. Itu sebabnya,
pergeseran relasi gramatikal pada konstruksi ini tampak dengan jelas melalui
fungsi gramatikal PRED yang dirangkap. Selain itu, konstruksi kausatif analitik
bBT juga menampilkan pola S-V-O-V yang merupakan variasi kanonik dari S-V-
V-O. Hal itu sesuai dengan kategori kata yang dilekati oleh ketiga verba tersebut.
Kausatif sejati dan kausatif permisif dibedakan atas kendali atau
kemampuan yang dimiliki penyebab dalam menimbulkan atau mencegah akibat.
Perbedaan keduanya dipetakan berdasarkan fitur-fitur semantis, yakni (1) fitur
[ kesengajaan] penyebab, (2) fitur keterlibatan penyebab [ kontak], (3) fitur
kebernyawaan penyebab [ bernyawa], dan (4) fitur [ manusia] penyebab. Semua
fitur tersebut ditemui dalam bBT namun tidak dapat dipetakan sesuai dengan tipe
kausatif karena pengaruh yang paling besar terdapat pada potensi penyebab.
Kausatif langsung dan tak langsung dibedakan berdasarkan hubungan
antara penyebab dan pesebab (fitur rentang durasi). Namun, rentang durasi antara
penyebab dan pesebab pada suatu konstruksi kausatif tidak dapat ditentukan
Universitas Sumatera Utara
150
secara mutlak. Dalam bBT, kausatif morfologis dan kausatif leksikal tergolong
kausatif langsung, sedangkan kausatif analitik tergolong kausatif tak langsung.
Meski tergolong kausatif langsung, kausatif morfologis dan kausatif leksikal
memiliki rentang durasi yang berbeda. Itu sebabnya, perbedaan kausatif leksikal
dengan kausatif lainnya terletak pada makna yang dibentuk langsung oleh verba
transitif berpasangan dengan verba transitif yang terlibat menunjukkan suatu
kejadian yang langsung terjadi.
Sama dengan tipologi bahasa lain, pembentukan konstruksi kausatif dalam
bBT, baik dengan pelekatan afiks kausatif - maupun pelekatan verba kausatif
dapat memengaruhi jumlah valensi dalam konstruksi tersebut. Perubahan jumlah
valensi tersebut disebabkan oleh munculnya argumen baru yang berperan sebagai
subjek baru. Hal itu mempengaruhi fungsi-fungsi sintaksis dan peran semantis
argumen-argumen dalam suatu proposisi. Kaitannya dengan hal itu, fungsi-fungsi
sintaksis yang mendapat pengaruh dari perubahan jumlah valensi tampak pada
perubahan relasi gramatikal.
Kedua, struktur yang membangun konstruksi kausatif dalam bBT. Kausatif
leksikal dan kausatif morfologis dibentuk oleh struktur monoklausa, sedangkan
kausatif analitik dibentuk oleh struktur biklausa. Pada struktur monoklausa,
kehadiran FN0 subjek baru membuat FV pada klausa dasar berinkorporasi dengan
pemarkah kausatif (kausatif leksikal & morfologis) sehingga subjek pada klausa
dasar bergeser ke kanan dan menempati posisi FN1. Struktur tersebut
menggambarkan bahwa posisi FV berada di bawah dominasi FI. Pada struktur
biklausa, FN0 subjek serta FV berada di bawah dominasi FI. Adanya pelekatan
verba kausatif membuat FV tersebut berpindah ke posisi [Spes FP] dan
Universitas Sumatera Utara
151
meninggalkan posisi sebelumnya. Konstruksi tersebut menunjukkan bahwa FV
mengalami inkorporasi ke dalam predikat matriks dan meninggalkan argumen
internalnya di bawah posisi [Spes FP]. Struktur ini tidak berbeda dengan struktur
bahasa lain sebab urutan kata bBT yang berpola V-O-S tidak memengaruhi
struktur kausatif yang tampak dalam diagram X-Bar.
6.2 Saran
Penelitian ini mengkaji dua ranah yang berbeda, yakni dari sudut pandang
tipologi dan dari sudut pandang sintaksis. Adanya keterbatasan dalam
mengumpulkan dan menganalisis data penelitian membuat kedua sudut pandang
tersebut tidak dapat dibahas lebih terperinci. Hal itu tampak pada keterbatasan
dalam menggunakan kajian morfologis, sintaksis, dan semantis dalam
menentukan tipologi kelima konstruksi kausatif. Selain itu, penggunaan teori
Penguasaan dan Pengikatan saat menentukan struktur konstruksi kausatif juga
menjadi keterbatasan dalam kajian ini. Oleh karena itu, analisis yang cermat dari
para pengkaji bahasa, khususnya tipologi bahasa sangat dibutuhkan dalam
menambah pembahasan penelitian ini. Meski demikian, hasil penelitian ini tetap
dapat digunakan sebagai referensi dalam memetakan bahasa-bahasa daerah
lainnya berdasarkan tipologi bahasa. Secara khusus, penelitian ini juga dapat
menjadi pengembangan bagi bBT, baik secara teoretis maupun praktis.
Universitas Sumatera Utara
152
DAFTAR PUSTAKA
Ackerman, F. & G. Webelhuth. 1998. A Theory of Predicate. Stanford: CSLI.
Alsina, A. 1996. The Role of Argument Structure in Grammar: Evidence from
Romance. Stanford, California: CSLI.
Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arka, I Wayan. 1993. Morpholexical Aspects of the –kan Causative in Indonesia.
(Tesis). The University of Sydney.
Artawa, I Ketut. 1998. “Keergatifan Sintaksis dalam Bahasa: Bahasa Bali, Sasak,
dan Indonesia”. Dalam PELLBA 10 (Penyunting: Purwo, B.K.) Jakarta:
Lembaga Bahasa Unika Atmajaya.
Artawa, I Ketut. 2000. Balinese Language: Tipologycal Description. Denpasar:
Bali Media Adhikarsa.
Blake, B.J. 1990. Relational Grammar. London: Rouledge.
Budiarta, I. W. 2013. Tipologi Sintaksis Bahasa Kemak. (Disertasi). Program
Pascasarjana Linguistik Universitas Udayana.
Comrie, B. 1983. Language Universals and Linguistic Typology. Oxford: Basil
Blackwell.
Croft, William. 1993. Typology and Universals. Cambridge: Cambridge
University Press.
Culicover, P. W. 1997. Principles and Parameters; An Introduction to Syntactic
Theory. Oxford: Oxford University Press.
Daly, J. L. and M. Rhodes. 1981. Course in Basic Gramatical Analysis.
Ungtington Beach. California: SCL.
Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dixon, R.W.M. 1994. Ergativy. Cambrige: Cambridge University Press.
Effendi, A. K. 2002. “Keterbatasan Teori Minimalis Chosmky”. Linguistik
Indonesia, 10 (1): 200-204.
Goddard, C. 1998. Semantic Analysis: A Practical Introduction. Oxford: Oxford
University Press.
Foley, W. A. dan R. Van Valin Jr. 1984. Functional Syntax and Universal
Grammar. Cambridge: Cambridge University Press.
Universitas Sumatera Utara
153
Hadi, Wisman. 2007. “Konstruksi Kausatif Bahasa Serawai”. Linguistika, 8 (68):
8 -18.
Haegeman, L. 1992. Introduction to Government and Binding Theory. Oxford:
Blackwell.
Haspelmath, M. 2002. Understanding Morphology. London: Arnold.
Jufrizal. 2004. Struktur Argumen dan Aliansi Gramatikal Bahasa Minangkabau.
(Disertasi). Program Pascasarjana Linguistik Universitas Udayana.
Jufrizal. 2007. Tipologi Gramatikal Bahasa Minangkabau: Tataran
Morfosintaksis. Padang: UNP Press.
Katamba, F. 1993. Morphology. London: Macmillon Press.
Mallison, Graham dan Barry J. Blake. 1981. Language Typology. Amsterdam:
North-Holland.
Manning, C. D. 1996. Ergativy: Argument Structure and Gramatical Relations.
Stanford, California: CSLI Publications.
Maulia, D. 2011. “Pengkausatifan dalam Bahasa Jepang”, [Dikutip Oktober
2013] Tersedia dari: http://pasca.unand.ac.id/id/unduh/bahan-kuliah/artikel-
program-master-s2-2/pengkausatifan-dalam-bahasa-jepang.
Mayani, L. A. 2005. “Konstruksi Kausatif Bahasa Madura”. Linguistik Indonesia,
23 (2): 237-249.
Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyadi. 1998. Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia. (Tesis). Program
Pascasarjana Linguistik Universitas Udayana.
Mulyadi. 2004. “Konstruksi Kausatif Bahasa Indonesia”. Linguistika, 11 (21):
133-145.
Mulyadi. 2012. Verba Emosi Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Asahan:
Kajian Semantik Lintas Bahasa. (Disertasi). Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
Nida, E. A. 1970. Morphology: The Descriptive Analysis of Word. Ann Arbor:
The University of Michigan.
Payne, T.E. 2002. Describing Morphosyntax: A Guide for Field Linguists.
Cambridge: Cambridge University Press.
Universitas Sumatera Utara
154
Pokja Sanitasi Kabupaten Toba Samosir. 2010. Buku Putih Sanitasi Kabupaten
Toba Samosir. Balige: Pemerintah Kabupaten Toba Samosir.
Sag, Ivan A dan Thomas Wasow. 1999. Syntactic Theory: A Formal Introduction.
Center for the Study of Language and Information.
Schachter, Paul (ed). 1984. Studies in The Structure of Toba Batak. Los Angels:
UCLA Occasional Papers in Linguistics.
Shibatani, M. 1976. “The Grammar of Causative Constructions: A Conspectus”.
Syntax and Semantics: The Grammar of Causative Constructions. Dalam
Mayayoshi Shibatani (ed.). New York: Academic Press, hlm. 1-40.
Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: USU Press.
Sinaga, Anicetus B. 2002. Tata Bahasa Toba, Medan: Bina Media.
Song, Jae Jung. 2001. Linguistic Typology:Morphology and Syntax. Harlow,
Essex: Pearson Education.
Subiyanto, A. 2013. Analytic Causative in Javanese: A Lexical-Functional
Approach. Parole. 3 (2): 20-28.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sukerti, G. N. A. 2013. Relasi Gramatikal Bahasa Kodi: Kajian Tipologi
Sintaksis. (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Tambunan, S. P. 2012. Mangongkal Holi: Kumpulan Cerita Pendek (Torsa-torsa
Hata Batak). Jakarta: Selasar Pena Talenta.
Tumanggor, Ida B. 2012. Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak Dairi.
(Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Van Valin, Jr., R.D. dan R.J. Lapolla. 1999. Syntax: Structures, Meaning, and
Function. Cambridge: Cambridge University Press.
Whaley, Lindsay J. 1997. Introduction to Typology: The Unity and Diversity of
Language. California: Sage Publications.
Winarti. 2009. Konstruksi Kausatif Morfologis dan Perifrastis dalam Bahasa
Indonesia. (Tesis). Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
155
LAMPIRAN 1
DATA INFORMAN PENELITIAN
1. Nama : Lumongga Tambunan
Usia : 63 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kecamatan Balige
2. Nama : Manasye Lubis
Usia : 69 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kecamatan Balige
3. Nama : Asko Pasaribu
Usia : 39 tahun
Pekerjaan : PNS (Sekretaris Desa)
Alamat : Kecamatan Balige
4. Nama : Hendri Pasaribu
Usia : 35 tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kecamatan Balige
5. Nama : Herlina Sibarani
Usia : 65 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Kecamatan Balige
6. Nama : Jenni Sihite
Usia : 31 tahun
Pekerjaan : Pegawai Kantor Camat Balige
Alamat : Kecamatan Balige
7. Nama : Petti Sinambela
Usia : 39 tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kecamatan Balige
8. Nama : Bander Tambunan
Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Pedagang kain
Alamat : Kecamatan Balige
Universitas Sumatera Utara
156
LAMPIRAN 2
Discourse Completion Test (DCT)
1. Suatu sore, Anda sedang duduk di depan rumah, lalu Anda melihat
tetangga Anda baru pulang dari sawah. Dia baru saja selesai menuai
padinya. Tetapi ternyata, hasil yang diperoleh tidak memuaskan. Anda
ingin mengetahui hasil panen yang sebenarnya dia dapatkan dan persenan
upah yang dia berikan kepada penuai.
2. Anak laki-laki Anda akan segera menikah. Dia tidak tahu mengenai adat
pernikahan Batak Toba. Oleh karena itu, Anda sebagai orang tua
menjelaskan adat pernikahan Batak Toba dimulai dari awal sampai akhir.
3. Anda sedang berada di pajak. Di sana, Anda bertemu dengan teman Anda
yang sudah lama tidak bertemu. Karena sudah lama tidak bertemu, maka
Anda berdua saling menanyakan kabar selama ini.
4. Ketika libur tiba, sanak saudara Anda datang berkunjung ke rumah Anda.
Dia ingin melihat tepian danau Toba dari Balige. Oleh karena itu, Anda
mengajak dia ke Lumban Binanga. Di sana dia banyak bertanya mengenai
keramba mujahir. Bagaimana cara Anda menjelaskannya.
5. Di kampung Anda akan diadakan penggalian tulang-belulang sebagai
bagian dari ritual suku Anda, oleh karena itu Anda diundang untuk
mengikuti rapat STM (serikat tolong-menolong). Dalam rapat itu, terjadi
perbedaan pendapat jenis kain yang digunakan sebagai alas tulang-
belulang. Maka bagaimana pendapat Anda?
Bagaimana bila dipertanyakan juga mengenai waktu yang tepat dalam
mengadakan penggalian tulang-belulang?
6. Anda sedang mengadakan percakapan dengan anak gadis Anda yang
merantau ke Jakarta. Dia mengatakan bahwa dia sedang menyukai orang
yang satu marga dengan Anda (ibunya). Maka bagaimana pendapat Anda?
Bagaimana cara Anda menjelaskan kepada anak Anda bahwa dia tidak
boleh menikahi laki-laki itu karena dalam adat, laki-laki itu adalah
pamannya yang tentunya tidak bisa dinikahi.
7. Anda sedang berada di rumah. Lalu tiba-tiba saja Anda mendengar bunyi
lonceng gereja yang menandakan adanya orang yang baru saja meninggal
dunia. Oleh karena itu, Anda ke luar rumah dan menanyakan hal itu
kepada tetangga Anda.
Setelah Anda tahu siapa yan meninggal dan mengapa meninggal, maka
Anda akan bertanya, kapan pergi untuk melayat ke sana.
Universitas Sumatera Utara
157
LAMPIRAN 3
DATA Discourse Completion Test (DCT)
1. Di sada botari, hundul ma hamu di jolo ni jabumuna, di tingki i dibereng hamu
ma hombar jabumuna baru mulak sian balian. Ipe do pe nasida manggotil
parbue ni hauma nasida. Hape parbue na binuat na i ndang boi pasabashon
rohana. Siala ni i, naeng botoonmuna ma sadia do dapot ni nasida sian hauma i
jala sadia persenan naung nilehon nasida tu angka pambuat eme i. Songon dia
ma sungkun-sungkunmuna tu nasida?
Ahu : Ai naung sae do ememuna i dibuat, Eda?
Nasida : Nunga. Alai otik do daba. Ndang boi manutupi utang.
Ahu : Piga goni do haroa? Sadia tu angka pambuat?
Nasida : Eh he, toe ma Eda, dua pulu opat goni do sian sampulu rante.
Dijalo halak i ma 10 persen. Pahansithon daging na ma na
mangula on. So binoto be on.
2. Di na laho ro, laho mangoli ma ianakhonmuna. Ndang diboto nasida adat na
hombar taringot tu ruhut-ruhut ni pardongansaripean. Siala ni i, paboaonmuna
ma tu nasida taringot tu si. Boha do hatamuna laho mangondolhon i?
Ahu : Ai molo na parjolo, ingkon botoonmu do poang Amang taringot
tu na mangalua. Boha? Mangaluahon do ho manang dialap jual?
Nasida : Songon dia do haroa i, Oma?
Ahu : Ai molo mangalua, di jabunta on ma ibana so sidung pesta, alai
molo taalap jual, dungkon laho pe hita tu gareja asa ro hita
mangalap ibana sian jabuna.
3. Di sada tingki, maronan ma hamu. Di si, jumpang ma hamu dohot dongan
naung leleng ndang marsisisean. Ala ni i, las marsisungkunan ma hamu
taringot tu angka na masa saleleng on.
Ahu : Boha do bo? Tu marga aha ho muli? Simatupang i do saut?
Nasida : Eh tahe, ndang rongkap hami daba. Ditadinghon ibana do ahu.
Ahu : Bah, boasa songon i.
Nasida : Dibereng ibana ro paribanhu tu jabu. Dihilala roha na, na laho
mangalap ahu i.
Ahu : Jadi ndang ro haroa ho patangkashon i tu ibana?
Nasida : Nunga. Toe ma. Soala roha. Las paribanhu i do gabe saut di au.
4. Uju pere angka parsikkola, ro ma tondongmuna tu jabu. Nasida naeng
mamereng tao Toba sian topian ni Balige. Siala ni i, ditogihon hamu ma ibana
tu Lumban Binanga. Di si, na godangan sungkun-sungkun ni nasida taringot tu
karamba ni Mujahir. Songon dia ma bahenonmuna pahantushon nasida?
Ahu : Ni on ma karamba ni dengke i. Tangkuphon ma dengke i, dung i
pamasuk ma tu ingananna i. Molo songon na so tuk jaringmi,
paganjang ma saotik. Molo pagodanghu, usehon deba. Dabuhon
nanget-nanget tu bagas.
Universitas Sumatera Utara
158
Nasida : Olo, Amangboru. Alai mabiar ahu mambahen gogo, so tung gabe
pagotaphon jaring on.
5. Di huta muna naeng dipatupa ma adat mangongkal holi tu sada natua-tua
naung leleng marujung ngolu. Siala ni i, ditogihon ma hamu laho mandohoti
pangarapotan. Di si, masa ma parsalisian taringot tu abit na gabe sampe ni
holiholi i. Songon dia ma alusmuna laho padengganhon panghataion i?
Ahu : Di hamu angka natua-tua ni huta, taringot tu abit na gabe sampe
tu holiholi i, na huingot abit warna bontar na hera sutra i do na uju
i tabahen tu ompunta na jolo naung tapataru. Ai ahu na holan
paingothon do dah. Asing ni i muse, ingkon tapaingot do suhut
laho pahatophon ulaon i, ai adong dope ulaonta arianna i.
Nasida : Mauliate ma di natua-tua nami siala naung patolhashon adat na
hombar tu si. Alai boha muse ma taringot na paunsathon holiholi
i tu batang i jala panangkokhon tu ginjang?
Ahu : Molo taringot tu si, tu pangula ni huria ma tapatangkas.
6. Di sada tingki manghata-hatai ma hamu tu borumuna na mangaranto tu
Jakarta. Dipaboa nasida ma namarlomo ni roha ibana tu sada baoa na samarga
dohot hamu (omana). Songon dia ma alusmuna tu nasida asa digotaphon
nasida roha na tubaoa i, ai tulangna do i.
Ahu : Inang, nang pe di pangarantoan hamu, ingkon botoonmuna do
angka ruhut-ruhut ni habatahon. Nang pe holan samarga, alai na
mariboto do hita sude, ai sada ompung do hita na uju i. Nang pe
borua hamu, ingkon paulihon roha do hamu asa tanda boru ni
raja. Tulang mu do i baoa i. Ingkon pagotaphon do roham tu si.
So tung pola be dipasada ho roham tu si da. Patulus ma roham,
Inang.
Nasida : Olo, Oma. Ai sasintongna marga i do na jumolo pajonokhon
hami, alai molo songon on do adat ni habatahon, ba marga i do ra
tong padaohon hami.
7. Di sada tingki, dibege hamu ma mangkuling giringgiring ni gareja na
patandahon adong na marujung ngolu. Siala ni i, haruar ma hamu sian jabu
jala disungkun hamu ma taringot i tu hombar jabumuna. Dung diboto hamu,
marsisungkunan ma hamu andigan laho tu jabu ni na monding i.
Ahu : Ai ise na monding i, Eda?
Nasida : I ma dah, Oppung ni si Leo ninna.
Ahu : Bah, i do? Alai nunga be tahe, ai palojahu ibana na marsahit i.
Nasida : I do da. Alai sanga do ibana marulaon na badia. Jala didok do
ingkon marbajuhon kabaya ni parari kamis na uju i do ninna
ibana. Sai lalap ninna digogohon na mate on ingkon i
pangkeonna, hape dipajait parumaenna i do baju na apala bagak.
Ahu : Toe ma, annon botari ma hita tu si da, Eda. Tu balian do pe hami.
Universitas Sumatera Utara
159
LAMPIRAN 4
PEDOMAN WAWANCARA
I. Identitas Informan
1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Tempat tinggal :
4. Umur :
5. Tempat lahir :
6. Suku bangsa :
7. Suku bangsa pihak ayah :
8. Suku bangsa pihak ibu :
9. Bahasa Pertama :
10. Bahasa sehari-hari di rumah :
II. Pertanyaan Wawancara
1. Cerita mengenai asal-usul Danau Toba cukup beragam di kalangan umum.
Coba Anda ceritakan asal-usul yang Anda ketahui!
2. Apakah itu berhubungan dengan mitos “Siboru Deang Parujar “? Coba
Anda jelaskan!
3. Batak Toba kaya akan cerita rakyat. Bisakah Anda ceritakan mitos lain
yang juga cukup Anda ingat?
4. Di dalam mitos-mitos terkandung ritual yang menjadi kepercayaan suku
Batak Toba. Apakah Anda menyukai semua adat dan ritual yang
diberlakukan dalam adat Batak Toba? Coba sebutkan yang Anda sukai dan
tidak sukai! Mengapa Anda menyukai dan tidak menyukai adat atau ritual
tersebut?
5. Apakah perlu mengajarkan tata aturan adat Batak Toba kepada anak
Anda? Bagaimana cara Anda melakukannya? Bagaimana cara
menjelaskannya di tengah maraknya globalisasi di zaman sekarang ini?
Universitas Sumatera Utara
160
LAMPIRAN 5 (DATA LISAN PERCAKAPAN SEHARI-HARI)
a) Percakapan di Pajak Balige
Bagak-bagak di bariba on. Nantulang, namboru, ro hamu tu son, godang
saraoal dison. Tuhor hamu di borumuna asa ro partandang sahali pitu, nata pe
sada do na laho pasauthon. Ai hami songon i do hami angka baoa on, molo naeng
martandang, ro do hami pitu halak, sada ma antong na manandangi itoan i, ai na
onom na i holan mandongani do di baba ni pintu i.
Ro hamu nantulang, ro hamu, molo adong na sega, tapadenggan. Alai
molo naeng saut tuhoronmuna, pareso hamu, manatau adong parabola di bagas.
Ro hamu tuson. Lengkap di bariba on. “Nungnga tung loja ahu mangalului anak
boru na bagak, alai na pabagakhon dirina do na godang” (sambil bernyanyi).
b) Khotbah di Gereja
Pinuji ma Debata ala ni Tuhanta Jesus Kristus naung manubuhon hita
sian godang ni asi ni roha na marhite-hite haheheon ni Jesus Kristus sian angka na
mate, asa marpanghirimon na mangolu hita, i ma haporseaonta na so marlindang
na so manggus, na tuat sian banua ginjang di hamu. Ai mangolu do jolma marhite-
hite haporseaonna asa sahat tu banua ginjang naung rade di si hapataran, i do
mangapuli hamu nang pe marsak hamu satokkin, jala di bagasan ragam ni
pangunjunan, ai naeng jumpang do hatauon ni haporseaon, na andul ummarga
sian sere, nang pe diuji api, alai tong bagak bahen puji-pujian dohot hamuliaon,
dohot hasangapon dohot hapapatar ni Jahowa. Atik pe so dung diida hamu ibana,
dihaholongi hamu do ibana.
Adong do sada hata songon on, “masisakkui sahitna be do angka jolma”.
Jala marragam do i. Ndang pola dipabilak-bilakhon, dipaboa tu na sada, didok,
“diboto ho do sitaononhu poang?”. I do umbahen na tarsurat, dihorhon
haporsuhon i do hatauon, dihorhon hatauon i do gogo, jala dihorhon gogo i do
panghirimon. Jadi, molo ro angka sitaonon, ndang gabe dohonon pasidingon.
Ndang songon hepeng logam dohot harotas, tapillit ma haporseaonta, dia do,
harotas manang logam. Molo logam do, attar songonon do i, molo ro mata ni ari,
lam bagak do ianggo logam, alai molo harotas, molo ro mata ni ari, lam mosok do
i. Songon i ma nang haporseaon, mata ni ari ma i ma sitaonon, molo jolma na
porsea, lam porsea do molo ro sitaonon, alai molo jolma na so porsea, lam gale do
haporseaonna molo ro sitaonon. Jadi hombar tu si, sitaonon i boi do i
pabagakhon, boi do i pamosokhon. Targantung aha ma i? Targantung
haporseaon ni jolma.
Universitas Sumatera Utara
161
LAMPIRAN 6 (DATA LISAN ACARA ADAT)
Marsibuhabuhai
Mandok Hata Sian Paranak (Pardede)
Di na ro hami rajanami tu Lubuk Pakam tu bagas ni hulahula i marga
Simanjuntak. Laos di bagasan manogot on, anggiat ma mambohal nauli mamboan
na denggan on di partuturonta. Rajanami adong diboan hami sipanganon dison,
tuhutuhu ni sipanganon. Tung songoni pe rajanami natarpatupa, ba tung las ma
rohamuna.
Mandok Hata Sian Parboru (Simanjuntak)
Ro hamu tu jolonta on di namamuhai ulaonta, songon dengke na dipatupa hami.
Sititik ma sigompa, golanggolang ma pangarahutna, otik pe na tarpatupa, sai
godang ma pinasuna. Tung songonon pe dengke na boi tarboan nami laho
panganonmuna, sai godang ma pinasuna. Songon i ma hata sian hami.
Marhata Dung Sae Mangan Marsibuhabuhai
Paranak: Ai ndang na marhata sinamot be hita, alai nakkaningan hombar tu
panghataionta di naung ro hami tu Lubuk Pakam, anggo siulahononta di na
marsibuhabuhai do hita. Alai Rajanami, manghilala ma hita tu tingki, ala
manghuling ma Rajanami roha manghilala. Ndang be ra mate ala roha. Boha
Rajanami, hombar tu adat Batak naung taulahon i, naung na somal i, apalagi
ndang na sipaingothon be hami tu hamu manang na sisik ni langkophon.
Rohanami Rajanami tu sirambe manis i ma dibahen hami ulaonta, unang pola be
marhata hita di bagasan manogot on.
Parboru: Gabe, Amang.
Marhata Laho Mangalap Parumaen
Paranak: Ro ma hami Tulang, mangalap parumaen nami.
Parboru: Mauliate ma di hamu, amang boru nami, di bagasan tingki on, di
haroromuna tu tongatonga ni bagasnami, jala dipatupa hamu do songon
marpiring sakti, i ma na naeng mangalap parumaenmu sian tongatonga ni bagas
nami, i ma borunami. Mauliate ma di hamu amangboru nami, sai anggiat ma di
manogot on manang tu annon, i ma na di laho borhat hita laho manaruhon i ma
anakmuna nanaeng helanami, dohot borunami nanaeng parumaenna. Di bagasan
tingki on nungnga jongjong hami, nungnga dijalo hami piring sakti, hupasahat
hami ma tu hamu asa ro hamu laho mangalap parumaenmu i ma borunami.
Hupasahat hami ma tu hamu.
Mandok Hata Sidung Pamasumasuon di Gareja
Mauliate ma parjolo ta dok tu Amanta na martua Debata, di las ni rohanta di
bagasan sadarion, di na naung diiringiring hita sian bagas ni joro ni Debata, lajo
manjalo pasupasu parbogason, anaknami dohot parumaennami, las rohanami, las
nang tondinami. Jadi on pe nuaeng asa digohi hami las ni rohanami, dipangido
hami tortornami dohot di hamu pargoal pargocci, marsitangitangian ma jo hita
Amang, tangkas ma bege sian i. Alualuhon ma jo ulaonta on tu Amanta na
martua Debata. Dung i alualuhon ma tu sude na torop. Asa bahen ma gondang i
Universitas Sumatera Utara
162
tu na martua Debata. Marmula do gabe, marmula do bona. Bahen hamu ma jo
gondang mulamula i.
Mandok Hata Sian Boru Pardede
Di na marmula sangap di hami pamoruonna, asa hami pe antong pasahathon
nami do songon siluanami, alai songon na nidok ni situatua; sititik ma sigompa,
golanggolang ma pangarahutna, otik so sadia pe rajanami na pinasahat nami,
horas ma hita saluhut na pinasuna. Jadi Amang Pargocci, bahen ma jo gondang na
sangkae lombu, hujalo hami pausean.
Mandok Hata sian Punguan Sonak Malela
Di hamu amanta doli, si sada parsorion, si sada las ni roha do, jala di partingkian
on, ulaon las ni roha do na taadopi. Hami pe sian kaluarga sonak malela na di
Bamban on, las situtu do rohanami, jala sada do tangiangnami, gabe sitolopi
keluarga Sonak Malela jala haholongon ma on di Debata. Jadi, songon sian hami
Sonak Malela, tarsongon dia pe annon na boi tarbahen hami, tarpatupa hami
manghahologi gellengta on, las ma rohamuna hasuhuton Pardede. Tittin ma
sigompa, golanggolang pangarahutna; tung songon dia pe las ni rohanami
pasahathon hami tu anakta on, sai godang ma pinasuna.
Mandok Hata Sian Boru/ Bere/ Ibebere Sonak Malela
Ro do hami angka boru dohot bere, uli ma rohamu manjalo hami ate. Molo
pasahathon angka pasupasu dobah molo hami sian boru saonnari ndang boi,
holan mangido gondang ma hami. Jadi hamu pargoal pargocci, parindahan na
suksuk, parloppan na tabo, si jouon manogot, si goraon botari, nang pe so
didokhon hami, nga diboto halak damang on i, saonnari hami di son jongjong, i
ma sian angka boru dohot bere ni Sonak Malela. Hupasahat hami ma tu hamu
parmusik nami, bahen hamu ma jo gondang mulamula i.
Mandok Hata Sian Angka Tulang
Ro hami tulangmuna marga Sibuea, apala di bagasan tingki on, jala rap do hami
dohot hulahula, bona tulang dohot tulangmuna, bona ni ari, suang songoni tulang
rorobotmuna, apala di bagasan tingki on. Jadi, amangboru, hubahen hami do
dison, digoragora muna tu hami, hami tulangmuna marga Sibuea on, siantabi ma
di hamu, Amangboru nami, lumobi di laenghu dison, bona ni hasuhuton.
Sabotulna lae, tarsonggot do hami, ai ndang adong dipasahat hamu tu hami
ondolan ni hata tu angka hami Sibuea na adong dison, tulangmuna, apala di
bagasan tingki on.
Alus Sian Sonak Malela
Halangan nauli ma di ulaon on, na bodari pe ro nasida manundati, Rajanami. Jadi,
tung songoni pe nuaeng Rajanami, ba marboha bahenon ma hita. Anju ma hami
gellengmuna on, Rajanami.
Mandok Hata Sian Si Sada Uduran
a) Hata Sian Bona Ni Ari Simanjuntak
Hulahula muna sian hulahula anak manjae dohot hulahula na burju dohot bona
tulang dohot tulang bona ni ari. I ma di ulaonta sadarion, di bagasan las ni roha,
Universitas Sumatera Utara
163
na manjalo pasupasu parbagason, bereniba dohot boruniba, boru ni dongan tubu
boru Simanjuntak. Au na mandok hata on, i ma bona ni ari Simanjuntak Mardauk
no. 12. Dipamasumasu muna on, jadi songon pasupasu na jinalomuna, i do
tioponmuna gomos. Gomos ma i tiop hamu, panghirimon na tarpahatopot i, ai
haposan do marbagabagahonsa. Jadi, hata pasupasu sian hami hulahulamuna,
bona ni arimuna, dohot hulahula na asing. Asa gabe keluarga na berkeadilan ma
hamu. Jala rap tu dolok ma hamu, rap tu toruan. Hata pasupasu na jinalomuna i,
pasupasu gabe ma i, pasupasu horas, asa anggiat ma manumpak sahala ni raja
mamasumasu Amanta na martua Debata, asa bintang na rumiris, ombun na
sumorop; anak pe riris, boru pe torop. Asa tubu ninna laklak, tubu singkoru di
dolok ni purba tua; sai tubuan anak ma hamu jala tubuan boru donganmuna sahat
tu na saur matua.
b) Mandok Hata Sian Tulang Gultom
Di saluhutna ibotonami dohot namborunami, di las ni rohamuna i, hami pe mansai
las rohanami, i ma di naung manjalo pasupasu parbagason berenami apala di
tingki on, anggiat ma antong pangidoannami tu Amanta Debata. Sai rokkap gabe
on antong, rokkap namora. Sai siihutihuton tu dolok tu toruan, sada rohana, alai
dohononnami ma tu hamu di las ni rohanami sadarion, molo tung pe di angka ari
marsogot, ingkon ingotonmuna do di hata ni Tuhanta na mandok, anggo ahu
dohot parnijabukku, ingkon Jahowa do oloannami. Antong, pos do rohanami
Tulangmuna, gabe sitiruon ma keluarga muna on, jala tau las ni roha di keluarga
nang di hita saluhutna. Asa dohonon nami ma, pinasa ni Siantar ma, ramos dohot
bulungna; horas ma Tulangna, gabe nang boruna. Asa pir ma potti, buhulbuhul
ma parsalongan, pir ma tondimuna jala lam tu mudurmudur ma tahe angka
pangomoan.
Alus sian Hasuhutan (Pardede)
Bagot na marhalto ma ninna tubu ni robean, horas ma hami na manjalo
sikkatmoni, di nasa hulahula nami na pasahathon tu hami. Rajanami di naung
sahat sombanami, di naung sahat patujolo ni adatmuna rajanami, hami pe tama
ingkon marsomba ma tu jolo ni raja i. Alai Rajanami, songon dia pe sombanami
na laho pasahathon i laho pasangaphon raja i, sabar ma raja i, jala marsiantusan
ma hita rajanami, i dope na tarbahen hami di partingkian on, anggiat ma tu joloan
ni ari on, na gabe boi do pinatupa i.
Mandok Hata Sian Tulang Rorobot dohot Hulahula Siagian
Dipanggokhonmuna Amangboru, ro hami hulahulamuna Siagian, suang songoni
nang hulahula nami tulang rorobotmuna, Gultom. Digokhonmuna, apala di ari na
uli di bulan na denggan on, mansai marlas ni roha do hita marolopolop di naung
tauluhon nakkin anak dohot boru ni huria i di tongatonga ni huria i manjalo
pasupasu parbogason marhite naposo ni Tuhanta. Asi ma attong roha ni Tuhan,
anggiat ma gabe rumah tangga sitiruon, gabe rumah tangga na marbahagia antong
di joloan ni ari on, di tongatonga ni keluargamu, lumobi nang di tongatonga ni
masyarakat. Tu pogu ni alamanmuna on, huboan hami do boras sihiburhibur,
boras pir asa dohononna songon hata ni natuatua, asa pir ma attong potti
buhulbuhul parsalongan, pir ma tondimuna saluhutna, julujulu ma nang
Universitas Sumatera Utara
164
pansamotan. Sahat ma tu solu, sahat ma tu bortian; nungnga sahat hami tu pogu ni
alamanmu on, sai sahat ma hita mangolu sahat tu parhorasan.
Alus Sian Hasuhutan (Pardede)
Rajanami, di naung ro hamu tu pogu ni alamannami on, tama ma tutu hami ingkon
marsomba do. Alai rajanami, songon dia pe tarbaen ibotomuna on, laho manomba
hamuna, tarlumobi ma di las ni rohanta, siala naung dapot rokkap beremuna, di
bagasan sadarion, ba songon dia pe annon dibahen namborumuna i, las ma
rohamuna Rajanami. Songon i ma na boi dipatupa hami annon, rap
manghalashon ma hita, rap manangianghon ma hita.
Mandok Hata Sian Parboru (Simanjuntak)
Songon i ma nang di hamu na pamoruannami Pardede nungnga tung mansai las
rohatta. Ro hami jala sahat hami tu pogu ni alamanmuna, jala nga diboan hami
parbue na pir amangboru, anggiat ma tutu dapotan tuatua di hamu, pir ma potti
buhulbuhul parsalongan, pir ma tondimuna jala lam tu mudurmudur ma tahe
angka pangomoan. Jadi di hamu, amangboru nami, sahat na tu solu sahat ma tu
bortean, nungnga sahat hami tu pogu ni alamanmuna on, jala nungnga dipasahat
hami parbue na pir tu hamuna, sai sahat ma hita tu parhorasan.
Alus Sian Hasuhutan (Pardede)
Di na rap mangudurhon hita nakkin di anaknami i ma helamu, jala borumu gabe
parumaennami sian tongatonga ni bagas joro i, na pinasupasu ni parhalado i.
Rajanami di hamu na hulahula nami Simanjuntak, las ma rohamuna tung las ma
tondimuna. Adong dison hupasahat hami tu hamu, tuhutuhu ni sipanganon,
songon na nidok ni natuatua, tung songoni pe rajanami natarpatupa, sai tong ma
las rohamuna.
Pasahat Ulos Pansamot
Adong sidohononhu tu ho ito, tangkas do diboto ho poang parumaenmu on,
naposo dope on. Jadi malo ma ho ito manganju on. Ramba naposo dope on, ala
naposo dope parumaenmu on, so diboto agia aha. Tuson hami na laho
pasahathon ulos pansamot on, songon hata natuatua, songon andor hadumpang
ma togutogu ni lombu, andor hatiti togutogu ni horbo, pempeng saur matua ho ito
dohot lae patogutogu pahompu sahat tu na marnini sahat tu na marnono.
Sahatsahat tu solu ma sahat tu robean, hupasahat hami annon ulos pansamot on,
sai leleng ma hita mangolu, sahat ma hita di parhorasan.
Pasahat Mandar Hela
I ma songon na nidok ni hata ni natuatua tu hamu, badanmu na so jadi sirang,
tondimu marsigonggoman. Sai tubu ma di hamu, anak partahi jala hulubalang,
borumu parmas jala pareme. Eme ni sitamba tua ma parlinggoman ni si boro,
Debata ma silehon tua, horas ma hamu jala diparorot. Sahatsahat ni solu ma sahat
ma tu robean tu tiga ras, leleng ma hamu mangolu sahat tu hagabean jala
horashoras saur matua.
Universitas Sumatera Utara
165
LAMPIRAN 7 (DATA TULIS MITOS BBT)
TURI-TURIAN SUKU BATAK (SIPISO NASUMALIM)
Bege hamu majolo hupatorang sada turi-turian namasa di sada luat na
margoar Luat Habinsaran di tano Batak, i ma na margoar: Turi-turian ni si Piso
Sumalim. Ia si Piso Sumalim ima sada anak ni raja, ditingki di bortian dope ibana
nunga ditinggalhon amangna ibana ala naung marujung ngolu. Dung sorang
ibana dibaen inongna ma ibana margoar si Piso Sumalim. Dung marumur ibana di
haposoon, tubuma di rohana asa mangalap boru ibana. Songon hasomalan di halak
Batak, ingkon luluanna ma boru ni tulangna parjolo. Molo adong do, ingkon do
usahahononna laho donganna saripe. Alani i tubu ma dipingkiranna laho
manungkun inana manang na didia do huta ni tulangna. Dung disungkun ibana
inana i dia do huta ni tulangnai, roma alus ni inanai mandok, ‘ueee… anak hasian
anggo tulangmu ndang adong, na mapultak sian bulu do ahu madekdek sian
langit’. Jadi dung songoni alus ni inanai gabe tarsonggot jala
longang ma si Piso Sumalim umbegesa i. Gabe loja ma ibana mamingkiri hatai
huhut dipahusor-husor di bagasan rohana ala ndang masuk tu rohana jolma
mapultak sian bulu manang madekdek sian langit. Alani i ndang sonang rohana
ia so dipaboa inanai huta ni tulangna. Dungi didok ma mandok inana i, ‘ndang
dung dope hea hubege adong jolma na mapultak sian bulung manang na
madekdek sian langit. Molo ndang olo ho do inang pabotohon didia do da tulang,
ba olo ma ahu gabe tu pandelean’. Alani i disuru inna i ma ibana borhat
dohot hatobanna namargoar si Tangkal Tabu mangalului huta ni tulangnai tu luat
Pahae. Di lehon ma dohot sada hoda asa adong hundul-hundulan ni si Piso
Sumalim dohot balanjo saleleng di pardalanan.
Dung borhat si Piso Sumalim dohot hatobanna si Pangkal Tabu, tung
mansai loja do dihilala nasida na manjalahi hutani tulangna i alani daona. Di tonga
dalan jumpang nasida ma sada batang aek na mansai tio. Didok ma asa maridi
nasida di batang aek i. Alai didokma tu hatobannai asa parpudi si Tangkal Tabu
maridi, asa adong manjaga pangkean ni si Piso Sumalim di tingki maridi ibana.
Dung sahat di paridian i si Piso Sumalim, di bungka si Tangkal Tabu ma
pangkean hatoban sian dagingna jala dipangke ma pangkean ni si Piso Sumalim
ditiop ma dohot podangna.
Dung sae maridi si Piso Sumalim dibereng ibana ma naung di pangke si
Tangkal Tabu abitna dohot podang nai. Jadi didokma mandok si Tangkal Tabu,
‘boasa pangkeonmu paheanku?’ dungi roma hata ni si Tangkal Tabu, “saonari ahu
nama Raja jala homa gabe hatobanku. Molo ndang olo ho, ba podang onma
hubahen pamatehon ho’. Alani i gabe oloma si Piso Sumalim mamangke pahean
ni hatobanna i. Jala naso jadi paboaon ni si Piso Sumalim tu manang ise di
bagasan parjanjian nasida. Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise si
ose padan tu ripurna tu magona. Dung sae nasida marpadan, borhat ma nasida.
Gabe si Tangkal Tabu ma hundul di ginjang ni hoda i mangihuthon mardalan.
Dang sadia leleng, dungi sahat nasida tu huta ni tulang ni si Piso Sumalim songon
naung tinonahon ni inani si Piso Sumalim. Jadi dung pajumpang nasida,
disungkun tulangnaima nasida, ise do hamu umbahen na dohononmu ahu tulang
mu?’ didokma mangalusi, ‘na sian huta habinsaran do hami Tulang’. ‘Molo
songoni, ba tubu ni ise ma ho sian habinsaran?’ ala ndang diboto si Tangkal Tabu
Universitas Sumatera Utara
166
mangalusi gabe si Piso Sumalim ma mangalusi, ‘tubu ni boru tompul sopurpuron
ompung’. Dung didok songoni, gabe di haol tulangna ma si Tangkal Tabu jala
laon diboan tu jabu.
Alai anggo si Piso Sumalim di bara ni pinahan do ibana dibaen. Dungi di
suru tulangna ni si Piso Sumalim ma parsondukna manghobasi sipanganon. Molo
sipanganon ni si Tangkal Tabu di jabu tung mansai tabo ma dihilala
ibana Alana sohea didai ibana sipanganon nasongoni, jala tung sudado dibaen
ibana sude sipanganoni. Alai anggo sipanganon ni si Piso Sumalim di bara ni
pinahan sipanganon ni hatoban do dibaen marsampur jagung.
Alai dipilliti si Piso Sumalim do indahan i panganonna, anggo angka jagung i
dipasombu ibana ndang dipangan. Dung sae nasida mangan, sungkun-sungkun ma
roha ni tulang ni si Piso Sumalim. Alana tung so adong do na tinggal di baen si
Tangkal Tabu si panganon i. Jala si Piso Sumalim ndang diallang jagung. Dung
dapot bodarina, ro ma tulang ni si Piso Sumalim mandok ‘molo laengku nahinan
malo do marhasapi. Jadi dilean tulang ni si Piso Sumalim ma paluon ni si Tangkal
Tabu hasapi laos dijalo ibana ma huhut di endehon songonon: “Reng reng reng
nagau ninna hasapingkon Aut adong nian godang tinutung, Butong ma nian
butuhangkon.”
Sai mulahulak ma songoni diendehon si Tangkal Tabu. Alai ndang tabo
begeon ni pinggol ni angka naumbegesa, gabe disuru tulang ni si Piso Sumalim
ma asa dipaso soara ni hasapi dohot endenai. Dungi di jou ma si Piso Sumalim
sian bara ni pinahan i laos di sungkun ma,‘boha ia ho Tangkal Tabu diboto ho do
marhasapi? Alusna ‘huboto do ompung’. ‘Antong paluma hasapi on molo na
diboto ho do!’ Jadi dipalu si Piso Sumalim ma hasapi i laos huhut ma ibana
mangandungkon sada ende na lungun. Ala ni tabonai andungna dohot soara ni
hasapi nai, gabe sudema naumbegesa tarpodom. Dung dungo manogotnai sian
podomanna, tamba longang ma rohani tulang ni si Piso Sumalim mamingkiri
haroro ni berenai. Di nasahali disuru tulang ni si Piso Sumalim ma si Tangkal
Tabu borhat marmahan horbo tu parjampalan, alai sude horbo na pinarmahan ni si
Tangkal Tabu manunda tu angka suan-suanan ni halak jala pola do
manjalo hata tulang ni si Piso Sumalim hinorhon ni panunda ni horbonai na tung
mansegai angka suan-suanan na di ladang. Dung i marsak ma tulangna mamereng
parniulaan ni si Tangkal Tabu laos disuru ma si Piso Sumalim borhat laho
marmahan manggantihonsa. Diparmahanan tubu do halongangan marnida si Piso
Sumalim, ai holan na hundul do ibana alai sude horbo na pinarmahanna menak,
dung so adong na manunda tu suan-suanan ni halak. Alai nang pe songon i, tung
so lulu-lulu do roha ni tulang na aha do namasa tu berena i. Disada tingki toho di
bodarina di na laho modom ma angka jolma, mangandung ma si Piso Sumalim
sian toruni bara podomanna i, ia soara ni andungna songonon ma:
“Pak…pak…pak…… Ninna hapak-hapak on…. Timbo dolok Martimbang Boi di
ranap datulang on Ia ahu anak berena So diboto datulang on.”
Nang pe adong andung-andung ni berena di toru barai, tong do ndang diboto
tulangna i namasai. Dung i disorang ni ari manogotnai, disuru ma muse si Tangkal
Tabu laho maninggala hauma. Alai diparniulaan ni si
Tangkal Tabu gabe ditinggal ma hauma i rap dohot sude nasa gadu-gadu ni hauma
i, patusega jala paturongrong ma sude hauma na tininggalanai. Jadi lam tamba ma
arsak ni tulang ni Si Piso Sumalim marnida na masa i. Dungi disuruma si Piso
Sumalim maninggala huhut mardongan muruk dohot jut ni roha hinorhon ni
Universitas Sumatera Utara
167
naung patusega sude hauma ni tulang ni si Piso Sumalim. Alai tung halongangan
bolon do, ai hundul do si Piso Sumalim di atas ni tinggala i, gabe boi do mulak
denggan sude hauma ni tulangnai. Di sada tingki dinamodom inang ni si Piso
Sumalim songgot ma ro tu parnipionna taringot tu pangalaho na niulahon ni si
Tangkal Tabu tu anakkonna si Piso Sumalim. Alani bonos ni rohana, disuruma
sada hoda na bontar laho manaruhon pahean si Piso Sumalim tu huta ni ibotona
rap dohot sada surat na disurathon di sambuhu bulu. Songonon ma isina: “Ito…..,
hu tongos do dison pahean ni berem, molo tusi di lehon hoda on pehean on, ido
berem. Alai molo mangalo do hoda on dang olo mangalehon pahean on, ido
hatoban.”
Di sogot ni ari, di ida tulang nai ma ro sada hoda bontar, alai sungkun-
sungkun do roha ni rajai, aha do nuaeng namasa. Dungi didapothon ma hoda i,
jala diida adong surat laos di jaha ma. Dungi disuruma si Tangkal
Tabu parjolo mambuat pahean nabinoan ni hodai. Alai disi dibuat si Tangkal Tabu
abit sian hoda i, manigor di tambik hoda ima si Tangkal Tabu laos balik. Dungi
disuru ma muse si Piso Sumalim mambuat pahean sian i, alai tung denggan do
dipasahat hodai tu ibana. Dung songoni, tarrimas ma roha ni tulang ni si Piso
Sumalim marnida na masai, laos di sungkun tulangnaima si Tangkal Tabu huhut
marsoara na gogo: Ise do nasasintongna jala boasa diulahon ho na songoni tu
berengkon?” Jadi didok si Tangkal Tabu ma alusna songon on:
Sian gampang tu gompung Sian damang tu daompung Dang hea dope raja, Ba
nanggo apala songoni dalanna asa hea ahu raja. Di natarrimas tulang ni si Piso
Sumalim, naung di paoto-oto berena si Piso Sumalim rap dohot tulangna,
didabuhon ma uhum tu si Tangkal Tabu, dipapodom ma ibana gabe sidege-
degeon ni nasa jolma naro tu bagas ni tulangnai, jala sidege-degeon ni nasa jolma
na ruar siang bagas ni tulang nai. Tung mansai hansit do uhum nabinahen ni
tulang ni si Piso Sumalim tu si Tangkal Tabu pangoto-otoi i. Di laon-laon niari,
hundul si Piso Sumalim di sada inganan, tung mansai lungun rohana naeng mulak
tu huta ni inana. Laos didok ma tu tulangna asa mualk ibana laho manjumpangi
inana. Dungi dijou si Piso Sumalim ma sada hoda laho hundulanna, laos
dinangkohi ibana ma hodai. Alai di nalaho borhat si Piso Sumalim, hatop ma
maringkat boru ni tulangna mandapothon si Piso Sumalim jala mamintor nangkok
tu hodani anakni namborunai. Jadi hatopma disuru si Piso Sumalim maringkat
hodana laho mangaluahon boru ni tulangnai bahen parsonduk
bolonna, laos dinasadari I borhatma nasida tu hutani inani si Piso Sumalim.
Harimpunanna, molo tung pe adong hamoraon dohot hasangapon di sada jolma,
naso jadi silatean. Jala molo tung pe adong jolma na pogos jala na lea, tung so jadi
martahi na jahat.
http://toba-view.blogspot.com/2012/11/turi-turian-sipiso-nasumalim.html
Universitas Sumatera Utara
168
LAMPIRAN 8 (DATA TULIS MATERI SEMINAR)
BATAK TOBA: TARBAHENSA DO ULANING MANOTAS DALAN TU
ABAD 21 ON?
Dari: Pdt. Daniel Taruli Asi Harahap
Patujolo
Inanta soripada dohot amanta raja, tarlobi ma di parhobas ni horja, panitia
ni seminar on. Parjolo ma iba marsantabi tu hamuna saluhut, ala binaranihon diri
niba dohot jongjong di son laho mangarimangi pangulahonta di adatta, Adat Batak
Toba. Ndang ala bahat ni sira ginugut manang bagas ni parbinotoan tinahu
umbahen dohot iba manghatai di son. Lan ala pangoros ni panitia dohot mudar na
mangkuling ala parungkilon ni halak Batak Toba di tingki na umpudi on, nda tung
na tarbahen iba nian dohot mamungka hata di pangarimangion on. Jadi, Inang,
Amang, ala dipangido panitia iba gabe pangarimang parjolo, tontu hirim do roha
nasida asa tung tangkas nian pinatudu parpeak ni horjanta on di tonga ni
parungkilon niadopan ni Batak Toba di pudian ni ari on. Huhut tusi naeng ma nian
tangkas muse pinatorang tar tunghan dia ma tondongonta di tingki nanaeng ro on
molo naeng dapot hita papaga na lumomak.
Tung so tarbahen iba do antong manggohi panghirimon na songon i balga.
Alai nang pe songon i, songon nidok ni umpasa do dohonon: pauk-pauk hudali ma
ninna, pago-pago tarugi; na tading niulahi, na hurang pinauli. Jadi, tar songon na
mangihut on ma partording ni pangarimangion niba.
Parjolo sahali pinatudu ma rimpunan ni sungkun-sungkun, parkaro, gora,
manang “masalah” na gabe siala di seminarta on, mangihuthon panitia dohot na
monang sayembara. Tontu adong do hasintongan di bagasan pandapot ni panitia
dohot na monang sayembara i. Alai, tangkas do taboto bahat dohot turpuk ni
angka parsoalan siadopan ni sude luat dohot bangso nuaeng on, ndang holan halak
Batak Toba. Alani i, molo marpungu hita mangarimangi sada-sada parkaro, lehet
do antong manat paresoonta dokdok dohot bolak ni parkaro i di tonga-tonga ni
parsoalan na pasiar tasebut nangkin. Dung i muse, dao do hape ummura
mangalean alus sian na mamillit sungkun-sungkun. Molo sala mamillit sungkun-
sungkun gabe na tau sala do alus na talean agia pe satolop hita di alus i.
Denggan ma muse taingot poda ni Batak Toba taringot hinauli ni
pandapot na marsamung. Songon nidok ni umpasa do lapatanni i, ima: purpar
pande dorpi mambahen tu dimposna, manang: tuat si Putih nangkok Sideak, i
naummuli ima tapareak. Alani i, songon na paduahon di pangarimangion niba
annon, sinubo do patorang gora na umbolon jala na umbagas sian pangulahon ni
adat na ingkon adopan ni halak Bata Toba di angka ari na mangihut. Ai didok do
di umpasanta: hori narundut bahenon tu tapean, aek na litok tingkoran tu julu.
Molo rundut pangulahonta di adatta i, ba sai pinareso do tunghan julu. Parpudi
sahali, sinubo do muse mangado tar tunghan dia ma ulaning tondongonta asa
bolas hita mangolu di taon-taon na ro di Abad 21.
Gora Mengihuthon Panitia
Di inganan on tutu, di ombas on, didok panitia naeng rimanganta ninna
pangulahonta di adatta, Adat Batak Toba. Mengihuthon nasida, nunga gabe
Universitas Sumatera Utara
169
rundut ninna, gariada tahe nunga majemur, pangulahonta di adatta i di pudian ni
ari on. Jotjot ma ninna pangulahon ni adatta i paganjanghu, palelenghu,
pagunturhu, majabuthu. Jempek hata dohonon: majemur tahe jala jotjotan gabe
mula ni gora dohot bada ulaon adat i, jadi ndang be sibaen na horas di angka na
marsihaholongan. Ala ni angka i sude, gabe jotjot ma ninna tarambat halak hita
mangula ulaonna, gabe lam sega angka dalan nasida mandapothon papaga na
lomak i. Lobi sian angka i saluhut, godangan nama hita ninna na mangulahon
adatta i ndang be mangantusi lapatanna. Asal diulahon nama adat i, alai nunga
mago anggo tondina.
Jadi, mangihuthon panitia, gora manang sungkun-sungkun sabungan di
seminarta on ima: beha ma bahenonta ulaning asa tong jeges pangulahonta di adat
i, alai huhut tusi lam hombar nian pangulahonta i tu urja-urja ni tingki saonari on.
Sungkun-sungkun na songon on torang situtu marisi hagiot padimundimun adat i,
alai di bagasan sangombas i huhut do muse marisi hagiot paimbaruhonsa.
Pelestarian dohot pembaruan adat, conservation and change, tar ima na niarumas
songon bonang manalu di bagasan pandohan ni panitia.
Mardomu tu sungkun-sungkun on ba nunga dipatupa panitia sada
sayembara. Hasilna nunga dipabotohon tu na torop di ari Minggu 24 Agustus
1997. Sian 193 naskah na masuk tu meja ni panitia, 18 ma ninna naung dipunten
songon na dumenggan. Na 18 naskah i boi dohonon manghamham onom
parkaro: Parjolo, “Adat Batak Toba dan Relevansinya dengan Agama”. Paduahon,
“Pelaksanaan Adat Batak dalam Era Globalisasi”. Patoluhon, “Parjambaran di
Ulaon Unjuk”. Paopathon, “Ulos na Marhadohoan & Ulos Holong di Ulaon
Unjuk”. Palimahon, “Paulak Une dohot Maningkir Tangga”. Jala paonomhon ima
taringot angka lan na asing alai tong na mardomu tu Adat Batak Toba.
Dung jinaha angka nasinurat ni na monang sayembara (lima, ndang onom
ditongos panitia), tangkas ma tutu disi diondolhon piga-piga pandapot, songon
na mangihut on. Sude na monang mangondolhon, adat ingkon do maruba, jala
adat Batak i pe nunga maruba. Holan i tutu, jotjotan do na maruba i maralo tu
ugamo (Kristen) manang tu parsaoran ni halak Batak Toba saonari on. Gariada
tahe, songon sinurathon ni Amanta St. Oloan Sihombing SH, adat i ndang be
dipartondihon godangan halak Batak Toba nang pe tongtong diulahon.
Asa domu tu ugamo (Kristen), Amanta St. Oloan Sihombing
mangondolhon asa tapahe ma dua tapisan laho mamillit dia adat sipadimunon,
dia muse sitinggalhonon. Dua tapisan i ima: adat na marisi holong dohot adat na
manghatindanghon huasa ni Debata. Mangula adat na mansai bolon asa gabe
sangap suhut, mansai maol do i ninna gabe adat na marisi holong, songon i muse
ma na mangula adat alai gabe manggunturi. Hape sada umpasanta mandok:
sinuan bulu si bahen na las, niula adat si bahen na horas. Baliksa, ingkon ma nian
tadinghonon mangula adat holan ala ni na ingkon (kewajiban) songon nidok ni
umpasa “si soli-soli do adat, si adapari gogo”, ai ndang adong holong disi. Adat
na mandok natoras dohot hulahula niba songon Debata na tarida ingkon ma nian
tinggalhonon, ai didok di Markus 7: 13 “Gabe disegai hamu hata ni Debata
dibahen adat napinadalandalan muna sian ompu muna.”
Amanta Bonar Victor Napitupulu mandok: gabe marganjangganjang jala
majemur adat na taulahon i ala mansai godang pinamasuk ulaon na so tardok
adat, songon tardidi, malua, dapot gelar, dohot monang marparkaro. Gabe mago
lapatan ni adat i ala sai taulahon hape ndang olo hita karejo karas laho
Universitas Sumatera Utara
170
mangantusisa. Aut sura taantusi, manang saotikotikna angka raja parhata di adat i
mangantusi lapatan ni ulaon adat i, tontu dapot ma nasida begeon manghatahon
angka umpasa na bagas marlapatan, jala sian i boi ma hita marsiajar di angka
poda ni na parjolo, manang mandapot bohal laho patogu partondionta. Ulaon adat
ndang be songon na somal nuaeng, guntur ndang marlapatan.
Amanta St. W.K. Tampubolon mangandoshon: asa tapillit ma raja
parsinabul na malo jala na bisuk molo masa ulaon adat, ai holan halak na songon
i nama na tolap mamoto partording dohot parjambaran di adat na maragamragam i
molo tubu angka parsalisian pandapot.
Taringot na pasahathon ulos herbang dohot ulos holong na
marnehornehor i, Amanta Prof. Drs. L.D. Siagian mandok, mangihuthon adat ni
ompunta holan opat do ulos namarhadohoan (pansamot, hela, pamarai, sihunti
ampang). Molo tung ingkon tamba ma, songon naung tinontuhon ni piga-piga
punguan marga, ba unang ma lobi sian 11 lembar. Taringot na paulak une dohot
maningkir tangga, amanta Ir. T.V. Sipayung mangandoshon: tibas siboiboi tu na
dua mata ni adat i. Lapatanna boi diulahon boi ndang, saguru tu paranak dohot
parboru, manang fakultatif sifatna di hata nuaeng. Mangihuthon Ir. T.V.
Sipayung, molo nunga sae parunjuhon, ndang marutang be suhut na dua di adat, ai
angka tamba-tamba nama na asing i.
Jadi, di hamu ina dohot ama na lolop, aut sura sintong bahasa parkaro
nataadopi ima holan taringot pangulahon ni adat na lobi hurang, ra nunga dapot
hita angka alus na jeges sian panurat na monang sayembara i. Tontu ndang porlu
be nian seminarhononta angka pandapot nasida i, ai mardomu nunga bahat angka
pandapot na sarupa dihatahon saleleng on. Holan mangulahon nama nian hita di
angka pandapot na jeges i, ndang marseminar be.
Mangihuthon hamu ina dohot ama na lolop, aha ma alana ulaning
umbahen ndang tarulahon hita dope angka pandapot na jeges i, hape nunga
marulakulak tabege jala taseminarhon? Alusna, tontu ala adong dope
sungkunsungkun, parkaro, manang gora na asing, jala na umbalga ra, sian
pangulahonta ni adatta i.
Gora Mangihuthon Na Monang Sayembara Nang pe ndang dipapuas, tar songon on do huhilala sungkun-sungkun na
holip di bagasan ateate ni amanta Bonar Victor Napitupulu, sahalak sian na
monang sayembara. Di nasinurat nasida, butir 3a (hlm. 3), tarjaha, “Kurangnya
minat masyarakat Batak untuk menggali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
setiap upacara adat Batak itu, [membuat] sering terjadi silang pendapat”, jala na
mambahen majemur pangulahon ni adat i. Dohot pandohan na songon i, gora ni
halak Batak Toba mengihuthon amanta Bonar Victor Napitupulu nunga gabe
asing sian gora na gabe bonsir ni seminarta on. Molo mangihuthon panitia: boha
padomu pangulahon ni adat tu hangoluon modern. Alai molo mangihuthon
amanta Bonar Victor Napitupulu: ndang tarpadomu pangulahon ni adat tu
hangoluon modern molo ndang bagas taantusi angka lapatan ni adat nataulahon i.
Antong molo songon i, beha ma bahenon mamoto tar songon dia do “nilai-nilai
luhur” on? Tar songon dia ma ulaning partording ni “nilai-nilai luhur” on dohot
adat na mameopsa? Boasa mago “nilai-nilai luhur” i sian angka adat na taulahon?
On ma tutu sungkun-sungkun natinolopan songon gora bolon na niadopan ni
halak Batak Toba na saleleng on. Jala, di toru on sinubo ma mangarimangisa.
Universitas Sumatera Utara
171
Aek Na Litok Tingkoran Tu Julu
Halak Batak Toba sandiri porsea, adong do uhum di ginjang ni adat, jala
adong do haporseaon, partondion, manang falsafah di ginjang ni uhum. Haporsean
i jotjot diandoshon, songon nabinahen ni amanta Panggading, Raja Pandua ni
Sisoding (Simamora) tu J.C. Vergouwen (The Social Organization and the
Customary Laws of the Toba Batak of Northern Sumatra) 65 taon na salpu. Disi
didok, “Ditompa Debata jolma mangarajai uhum. Ditompa Debata uhum
mangarajai adat”.
Mangihuthon i, di atas ni adat adong do uhum, jala di atas ni uhum adong
haporseaon ni jolma manang falsafah ni halak Batak Toba. Songon i ma
partording ni “nilai-nilai luhur” dohot adat.
Marratus taon tagan so adong dope ilmu kebudayaan dohot antropologi,
ompunta sijolojolo tubu nunga mangantusi: molo rundut hori bahenon tu tapean,
molo litok aek tingkoran tu julu. Molo rundut adat tontu tingkoran ma tu uhum
dohot tu haporseaon, partondion, manang falsafah i.
Mangihuthon Vergouwen, na mamareso mansai bagas uhum ni halak hita,
ia uhum bolon di Batak Toba ima: angka adat na pinungka dohot sahala ni omputa
si jolo-jolo tubu. Angka ima tutu “na martagan so piltihon, maransimun so bolaon;
adat na pinungka ni ompunta tongka paubaubaon”. Jadi, nangpe ndang tarpareso
dope hamumullop dohot parmagodang ni angka adat na pinungka i, tangkas do
sahat tu hita na umpudi anggo angka umpasa namameop lapatan ni uhum i.
Holan i tutu, mura mandok, alai ndang mura ianggo maningkori uhum di
bagasan angka umpasa i. Mansai bahat angka umpasa i, alai bahat muse do
angka na so tarpadomu. Nang pe uhum pinungka ni ompunta i tongka ninna
paubaon, halak Batak Toba rade do hape manjalo angka parubaan mangihuthon
luatna. Ai adong do umpasa na mandok: muba tano, muba duhutna; muba luat,
muba uhumna. Didok muse do: disi tano niinganhon; disi solup pinarsuhathon.
Jadi, halulumbang mamahe uhum mangihuthon angka rumang ni inganan,
parpunguan, dohot horja, mambaen gabe maol tutu maningkori adatta i tu julu, tu
uhum, lan muse ma tu partondion.
Tarsongon i muse do rumang ni haporseaon, partondion ni halak Batak
Toba, haporseaon manang falsafah na mangarajai uhum nangkiningan i. Damun
dohonon alai ala marragam, ndang binoto manontuhon dia ma haporseaon
manang falsafah sabungan ni uhum i.
Aut sura sinungkun saonari on, dia ma na dihaporseai halak Batak Toba
sian nahinan: liat portibi on ditompa (Debata) manang ndang ditompa? Alusna
torang do tutu: ditompa (Debata). Alai molo sinungkun, dung ditompa (Debata)
liat portibi on, tong do pe ingkon targantung tu na manompa i saluhut angka na
masa di liat portibi i, manang targantung tu jolma i nama? Ra nunga mulai ndang
torang be alusna.
Molo naeng paresoon alus na sintong mangihuthon turi-turian ni Batak
Toba taringot panompaan ni liat portibi on, tubu ma muse hinamaol, ala
marragam-ragam do hape turi-turian i sian luat tu luat. Nunga bahat sarjana na
mangarimangi parsoalan on, alai nasida pe ndang hea dope sahat tu sabungan ni
hata. Adong dua halak Zendeling Jerman na margoar A.W. Ködding dohot
Johanes Warneck. Nasida mandok: Debata ni Batak Toba, Mula Jadi Na Bolon,
ima sitompa liat portibi on, alai di banua ginjangan do i maringan (transcendent).
Godangan na masa di liat portibi on ndang gabe urusanna be, alai urusan ni jolma
Universitas Sumatera Utara
172
(tondi, sahala) nama, dohot urusan ni angka begu (sumangot). Mangihuthon
nasida: molo songon i, tontu ndang porlu be bahat angka sakramen di
parugamaon ni Batak Toba di nahinan, ima songon mangase taon, pesta bius, dln.
Unang lupa hita, haporseaon na songon on antar horis do tu haporseaon ni Kristen
Protestan.
Dungi ro ma Prof. Dr. Philip O. Lumban Tobing. Songon raja ni Banua
Ginjang, ninna, Mulajadi Na Bolon gabe Tuan Bubi Na Bolon, songon raja ni
Banua Tonga gabe Sialon Na Bolon, jala songon raja ni Banua Toru gabe Pane Na
Bolon. Ibana do sitompa tano dohot langit, alai ndang mandaodao ibana di Banua
Ginjang an. Torus do Ibana sampur tu hangoluonta siapari. Saluhut na masa di
portibi on ala ni Ibana do, jala angka uhum dohot adat na niulahon ni jolma pe,
gabe ima songon Mulajadi Na Bolon na tarida (immanent).
Sada nai pandapot ro sian Waldemar Stöhr dohot Uskup B. Sinaga. Ya, di
Banua Ginjang, ya di Portibi on. Ya, manompa portibi on, ya muse torus
marpambahenan di portibi on. Debata Mula Jadi Na Bolon ni halak Toba gabe
sada hasadaan do, na di banua ginjang dohot na di portibi on (well-balanced
whole of God’s transcendence and immanence).
Molo songon i do rumang ni parsoalanna, ba gabe tar songon na marragam
ma tutu julu ni adatta i. Antong molo marragam do, beha nama bahenon
maningkori aek na litok i tu julu? Aha nama na boi adoon ni roha songon na gabe
haporseaon sabungan ni halak Batak Toba, falsafah na mangalehon lapatan tu
uhum dohot adat na niulahon nasida?
Alusna, nang pe hurang torang, adong do dilehon Amanta Bonar Victor
Napitupulu. Di bona ni sinurat nasida didok do, “Apabila kita hendak
membicarakan masa yang akan datang yaitu Adat Batak dalam era globalisasi,
perlu dipelajari terlebih dahulu bagaimana lahirnya Adat Batak itu dahulu kala”.
Boi dohonon, naniusulhon ni Amanta Bonar Victor Napitupulu i, ima mamahe
sejarah songon ugari paningkorion tu julu, laho mangantusi: aha do ulaning
haporseaon sabungan di halak Toba.
Sude do hita mamoto, sejarah ima saluhut angka na hea masa jala na
marpanghorhon (berdampak) tu hangoluon ni sasahalak manang sapunguan. Asa
tumangkas: marpanghorhon lapatanna angka na paojak manang manguba
hasomalan, adat, uhum, dohot haporseaon.
Tontu bahat do angka na masa na songon i diahap halak Batak (Toba),
alai tapillit ma sada dua na umbalga songon parhohas laho mangalusi
sungunsungkunta na di ginjang nangkin. Parjolo, ima taringot tu asal-mula ni
halak Batak (Toba) mian di Tano Batak (tar hira 1500-an). Paduahon, ima di na
masuk huaso sian duru manontuhon parngoluon di Tano Batak (1822-1945).
Patoluhon, tar hira 50 taon mardeka (1945-1997).
Sian tolu na masa on, arop roha na tau dapot annon antusan rumang ni
haporseaon sabungan ni halak Toba i. Molo sintong do tutu bahasa na balga do
na masa on di parngoluon ni halak Toba, ba tolu namasa on ma ra na boi goaran
songon nidok ni umpasa: molo balga aekna, balga do nang dengkena; molo balga
gorana balga do nang panghorhonna.
Asal-mula Ni Batak (Toba) Boi dohonon, nang pe na tolu parkaro on ndang torang dope di godang
halak hita, anggo na gumolap di sejarah ni Batak (Toba) ima asal mula ni halak
Universitas Sumatera Utara
173
Batak maringan di Tano Batak. Anggo mangihuthon pamaresoon ni angka
sarjana, Batak Toba do didok songon bona parserahan ni sude Batak naasing
(Angkola-Mandailing, Pardembanan, Pakpak, Simalungun, Karo). Lan na asing
na taboto taringot asal mula ni Batak, songon huta Sianjur Mulamula dohot Si
Raja Batak, holan sian turiturian (mitos) dohot tarombo (silsilah) nama. Turiturian
mandok, Si Raja Batak jalo do ditompa Mulajadi Nabolon marhite Si Boru Deak
Parujar di Sianjur Mulamula. Dua anakna, Guru Tatea Bulan dohot Raja
Isumbaon, ima ompu ni na dua marga bolon di halak Batak, Lontung dohot
Sumba. Dung pe sian nasida na dua asa adong tarombo sahat tu hita saonari.
Marhite tarombo i diado, tar hira 20 sundut ma (20 x 25 taon = 500 taon) sian
ompu na dua i tu hita on. Jadi, aut sura sintong tarombo i, tar hira taon 1500-an
ma halak Batak mulai mian di Sianjur Mulamula.
Bahat do anggo pandohan ni angka sarjana taringot asal mula ni halak
Batak, na asing sian pandohan ni turi-turian dohot tarombo. Pandapot na tarsar
baritana ima sian Robert von Heine-Geldern (“Prehistoric Research in the
Netherlands Indies” na di baritahon di bagasan Science and Scientists in the
Netherlands Indies, 1945; hlm. 147ff). Heine-Geldern mandok: pigapiga
galumbang parranto, ia halak Batak marmula do sian Yunan, Cina Selatan, dohot
Vietnam Utara, tar hira taon 800 SM. Saleleng i sahat tu taon 1500, halak Batak
ninna manjalo pengaruh sian kebudayaan Hindu-Buddha, molo so jalo sian India,
ba sian Jawa marhite Minangkabau.
Aut sugari pe sintong pandapot ni angka sarjana on, tar hira so sungkup do
gogo ni hatorangan on laho maningkori aek na litok tu julu. Ai so tangkas taboto
tar songon dia nasida sahat tu Tano Batak si saonari, jala ala ni aha nasida buhar
sian inganan nasida na parjolo i. Alai, haru pe songon i, mansai gomos do halak
Batak maniop hatorangan na songon on, jala boi dohonon gabe ndang adong be
hagiot mangalului hatarongan na imbaru taringot tu asal-mula i.
Situntun Lomo Ni Roha Manjalahi Papaga Na Lomak
Molo pinareso peta, harajaon Batak on boi dohonon marhapeahan ma di
Langkat-Deli-Siak di topi purba ni Sumatra, tu Alas-Gayo-Simalungun di
tongatonga, jala boi do ra i torus tu Singkil-Barus di topi pastima ni Sumatra.
Molo songon i do tutu, ise ma na mian di humaliang ni Tao Toba? Molo adong
otik pe hasintongan di tarombo ni Batak Toba i, ba tar hira di taon 1500-an ma
nasida mulai mian disi, tingki ojak dope harajaon ni Batak naginonggoman ni
Raja Tomyam manang Timur Raya.
Mangihuthon hatorangan na di ginjang on, gabe tubu ma tutu
sungkunsungkun bolon saonari: ise ma halak na mian donok ni Tao Toba i, jala
boasa nasida torus margoar Halak Batak sahat tu sadarion, hape Harajaon Batak
nangkin ndang adong be? Nda tung angka nigonggoman ni Raja Tomyam (Timur
Raya) nasida, manang angka pangulimana so olo mengihut gabe Islam? Manang
naung jumolo do nasida maringan di humaliang ni Tao Toba ipe asa gabe Islam
Harajaon Batak, jala alani i las digotap ma parsaoran nasida dohot Harajaon Batak
i? Tar songon on ma sungkunsungkun na ingkon jumolo alusan, ipe asa tolap hita
mengorisoris mata ni mual tu julu. Torang ma tutu olohonon: na so sungkup dope
angka hatorangan ni sejarah laho mangalusi sungkunsungkun na songon on. Alai
nang pe songon i, marhite hatorangan na adong on, torang ma tutu saonari taantusi
pigapiga parkaro.
Universitas Sumatera Utara
174
Parjolo, nunga ndang botul be pangantusionta na saleleng on bahasa Toba
do asal mula parserahan ni Halak Batak saluhutna. Na sumintong ra:
martektuktektuk do rombongan ni Halak Batak na maporus sian jonokhon ni
Tamiang di tingki mangalului inganan na imbaru di humaliang ni Tao Toba. Jadi,
ndang marbona sian Sianjur Mulamula saluhut halak Batak. Ra, rombongan na
mamillit donokhon ni Tao Toba gabe digoari ma Halak Toba, songon i ma
Simalungun, Pakpak, Karo, Silindung, Pardembanan, Sipirok, Angkola,
Mandailing, dln. Tontu sampur jala marsitopotan dope ra nasida molo tarbahen,
jala marhitehite i gabe tarpiaro nasida ma ra angka adat nang marga habatahon
nahinan songon nabinoan nasida sian luat asal. Alai, dung lam leleng, ala maol ni
pardalanan, gabe ummura nama ra piga-piga rombongan margaul dohot angka
halak Batak naung gabe Islam di topi ni laut i dohot angka halak sileban. Leleng
ni lelengna dung songon i, gabe lam asing nama ra paradaton dohot panghataion
nasida.
Paduahon, molo sinigat sian turiturian dohot tarombo i, jalo sian Debata
do ro ninna ianggo Si Raja Batak marhitehon Si Boru Deak Parujar. Lapatan ni on
ima, ndang diokui nasida be asal nasida sian luat ginonggoman ni Raja Timur
Raya. Gotap ma tutu partalian nasida: bogas ni patna na sora degeon, timus ni
apina na sora idaon. Antong molo songon i, angka halak na ngilngil do huroha
anggo angka Batak na “imbaru” i, angka na barani manuntun lomo ni rohana.
Situntun lomo ni roha ma tutu anggo nasida, sijalahi papaga na lomak. Ndang si
jalo na masa sambing nasida, na malo padomudomu diri. Angka jolma si lului
dalan na imbaru do ra nasida jala sitotas nambur, na malo jala na bisuk
mangadopi marmansam hagogotan.
Asa lam torang hilalaon tibas na mardua on, tar pinatudos ma jolo
satongkin Halak Batak “naimbaru” on tu Halak Australia si Bontar Mata (white
Australians). Pinatudos i, ala tar bahat do na sarupa di sejarah nasida. Rap angka
halak na bali do nasida (Batak pabali diri, Australia Putih dipabali). Rap
mamutus partalian do nasida sian tano asal. Batak mangasahon dolok dohot rura,
Australia Putih mangasahon laut, dolok, dohot rura.
Halak Australia (putih) tarpaojak ma di 26 Januari 1788. Di ari i, dipatuat
ma di topi tao di holbung ni Botany Bay (New South Wales), Australia, 548 baoa
dohot 188 borua. Ima Halak Australia parjolo, saluhut nasida na dipabali do sian
Inggris/Irlandia songon halak hurungan (convicts). Mansai ambal do antong
nasida on sian parranto Eropa parjolo tu Amerika, na bahatan angka na pantun
jala parugamo (pilgrims).
Manghorhon do tutu sejarah nasida i tu partondion ni Halak Australia
sahat tu sadari on. Songon sinurat ni sahalak Australia (Rob Goodfellow,
Australia in Ten Easy Steps), tung mansai asing do Halak Australia sian bahatan
halak di portibi on. Molo bahatan halak mamestahon ari hamonangan, ari
hasangapon, dohot hinajogi ni angka ulubalang, ia Halak Australia mamestahon
ari na sabalikna do: ari hataluan. Di ari 26 Januari i, minum tuak tangkasan (grog)
ma tutu angka Halak Australia huhut manjoujouhon goar ni Ned Kelly, sahalak
Australia parjolo sian Irlandia, sahalak parmise na satonga senu, marpahean
kaleng na hirtaon jala mamodili halak laho paojakhon Republik Victoria. Di ari
27 April, marmabukmabuk do Halak Australia huhut marungkor modom sahat tu
tonga ari laho mamestahon hinatalu ni sordadu nasida di parporangan Gallipoli.
Universitas Sumatera Utara
175
Jempek hata dohonon, partondion ni Halak Australia, “Aussie Battler”,
ima haporseaon nasida bahasa ngilngil mula ulaon ido na ummarga jala na
sumangap sian na marhasil mula ulaon. (Mencoba jauh lebih berharga daripada
berhasil. “Trying” is afforded more support and sympathy than “succeeding”).
Halak na “gagal” jala gabe “gale” ala ni na torus marjuang mangalo na gogo, ido
jolma na sangap jala na marsahala, ndang raja, manang na monang, manang na
mora. To struggle establishes a “battler’s” credentials. To fail heroically proves it.
Patoluhon, molo botul do Halak Batak (Toba) na mian di humaliang ni Tao Toba i
na jolo, ima angka halak na manadinghon Harajaon Batak nigonggoman ni Raja
Tomyam, holan naeng patorushon dohot padimundimun “habatahon” nasida,
tontu sude i tarida do ra di partondion, uhum, dohot adat hasomalan nasida.
Antong tar songon dia ma ulaning partondion nasida i?
Parhatian Sibola Timbang, Parninggala Sibola Tali Songon naung sinunggulan di ginjang, nunga bahat anggo
pangarimangion ni sarjana taringot tu adat, uhum, dohot partondion ni Halak
Batak (Toba). Alai nang pe songon i, ndang adong dope sian nasida na
mangujihon i tu mula mian ni Halak Batak di humaliang ni Tao Toba. Saonari,
dung tabaranihon mangado rumang ni mula mian i, ra ndang maol be
padomuonta i tu angka naung taboto taringot adat, uhum, dohot partondion ni
Halak Batak (Toba).
Molo tinimbang sian goar “Batak” nahinonghop nasida, gabe mura do
adoon bahasa nadipiaro nasida do anggo adat, uhum, dohot partondion na
pinungka ni ompu nasida tagan so gabe Islam dope harajaon Tomyam. Songon
naung nirimangan ni na malo, Dalihan Na Tolu, Tondi-Sahala, dohot Debata Na
Tolu, tar i ma ra anggo rimpunan ni adat, uhum, dohot haporseaon manang
partondion nasida i.
Taado ma satongkin panghilalaan ni halak na manuntun lomo dohot
manjalahi papaga na lomak, na maninggalhon hinabeteng ni raja nasida, songon
naniahap ni Halak Batak. Tontu ndang olo be nasida mangunsande tu huaso ni
raja na tinadinghon nasida i. Atik adong sian nasida marhagiot gabe raja, tontu
tagamonna do na ingkon aloon ni donganna na maporus i do hagiot i. Tontu ndang
olo be nasida marbernit songon tingki ni Raja Tomyam.
Alai beha ma nasida boi mangolu rap molo ndang adong na mangarajai?
Alusna: molo ndang adong raja, ba ingkon adong ma patik na mangatur asa
tarbahen mangolu songon sada rombongan, sada masyarakat, sada bangso. Beha
ma boi adong patik alai ndang adong sada raja na sangap, na marsahala, na
marhuaso? Sungkunsungkun bolon on dialusi Halak Batak “na imbaru” i ma tutu.
Alusna: ingkon adong do patik na uli na sora mose, songon prinsip moral
bersama. Tarida do i tangkas di tonggotonggo ni Parbaringin, ima naginoar
songon patik. Didok: Parhatian si bola timbang, parninggala si bola tali; pamuro
so marumbalang, parmahan so marbotahi.
Ia nidok ni tonggo-tonggo huhut na gabe patik on, ingkon boi ma nian
ganup halak Batak songon hatian na sora teleng, na satimbang. Ingkon boi tigor
roha nasida songon ninggala na mamola tali. Ingkon boi dimpos eme sian
amporik di juma agia pe ndang marumbalang, jala dimpos dorbia di jampalan
agia pe ndang marbotahi. Lapatanna, dippos ngolu ndang ala ni huaso harajaon
(umbalang, botahi), alai ala ni patik (sahala) sambing. Jadi, tondi (sahala ima
Universitas Sumatera Utara
176
hagogoon ni tondi na tarida) hangoluon ni Batak ima bonar, tigor, dohot elek.
Sian partondion na songon i ma mullop angka sahala, ima hagogoon dohot huaso
laho manjalahi parngoluon na dumenggan di ganupganup turpuk.
Patik on, tondi on, mansai tangkas tarida do di Dalihan Na Tolu. Bonar
(manat) maradophon dongan tubu, tigor (somba) maradophon hulahula, jala elek
maradophon gelleng. Ala ndang adong be sahalak na gabe raja, na sangap, na
marsahala, torus manorus, ingkon sude nama ris gabe na sangap dohot na
marsahala. Asa boi songon i, pambahenan nama andosan ni sangap dohot sahala
i, ndang be nasib, ndang be tohonan (goar, arta, jabatan, pangkat). Asa tarida
angka i di hangoluon siapari, tubu ma aturan adat Dalihan Na Tolu, ima na
margantiganti ganup Halak Batak gabe dongan tubu, hulahula, manang gelleng,
asa margantiganti jala ris dapotan sahala. Ido ra alana umbahen tubu umpasa,
sisolisoli do adat, siadapari gogo. Jadi, prinsip Dalihat Na Tolu ima “marganti”,
ndang “lean ahu asa hulean ho” (quid pro quo) songon na somal taantusi nuaeng
on. Nda tung mansai uli jala bagas situtu do partondion, uhum, dohot adat ni
Batak molo songon i? Molo songon na maol ditangkup hita hinauli dohot
hinabagas na i, tapatudos ma i satongkin dohot rimpunan partondion ni Jawa,
umpamana. Didok umpasa ni Jawa, ”ngluruk tanpa bala, ngalahake tanpa
ngasorake” (mamorang so marporangan, manaluhon so paleahon). Aut sura
dibege Halak Batak na jolo i, ra dohonon nasida ma, “bah, dumenggan do unang
mamorangi, agia pe so marporangan; dumenggan do unang manaluhon, agia pe
ndang paleahon”. (Lebih baik jangan menyerang kendati tanpa bala tentara; lebih
baik jangan mengalahkan, kendati tanpa menghina.)
Sun uli partondion i gabe ndang tarulahon i di hangoluon siapari? Ima da
tutu, ninna godangan sian hita nuaeng. Alai sasintongna, ima partondion na
mangolu di bagasan pambahenan ni sude Singamangaraja. Sahala harajaonna ojak
nang pe ndang adong paranganna, ndang adong naposona, jala ndang dipapungu
balasting. Tingki loja Singamangaraja XII di harangan ni Dairi dilelei Bolanda,
marulahulak didok, “ndang ala utang ni daompung, utang ni damang, manang
utanghu sandiri, umbahen hutaon na bernit on, holan ala ni tondi dohot sahala sian
Mulajadi Na Bolon i do.” (Jaha buku sinurat ni Amanta Prof. Dr. W.B. Sidjabat,
Ahu Si Singamangaraja, Penerbit Sinar Harapan, 1983).
Ro Huaso Sileban: Mali Tondi? Partondion songon na pinatorang di ginjang i, lam maruba ma ra angka i
dung lam leleng, tarlobi dung masuk angha huaso ni halak sileban. Sian taon
1500-an tu 1820-an, tagan so masuk dope huaso ni bangso Eropa manjama Halak
Batak, boi dohonon ndang bahat na boi taboto taringot parngoluon nasida.
Alai nang pe songon i adong do barita sian zendeling Inggris, ima R.
Burton dohot N. Ward, taon 1824, na sahat tu Rura Silindung. Barita i disurathon
di “Report of a Journey into the Batak Country in the Interior of Sumatra in the
year 1824″ di bagasan buku, Transactions of the Royal Asiatic Society, I, 1827.
Barita nasida i mandok: mansai bahat do pangisi ni rura i, jala niida lehet do
parngoluon nasida. Ndang hurang sian 5.000 halak manomu-nomu nasida, sude
marpangalaho na lambok jala tota (with kindness and respect).
Niarumas tutu sian hatorangan on, boi do denggan jala maduma ngolu ni
Halak Batak di humaliang ni Tao Toba i, agia pe ndang adong sada raja na
marsangap dohot na marhuaso manggonggomi dohot maninga (nearly stateless)
Universitas Sumatera Utara
177
nasida. On diolohon angka sarjana na mamareso Batak do, songon na nidok ni
Lance Castles di bagasan disertasi nasida, “The Political Life of a Sumatran
Residency: Tapanuli, 1915-1940″. Disertasi on disurat taon 1972, na mamareso
panghorhon ni panjajaon Bolanda tu parngoluon ni Halak Batak
Haru pe songon i, ngolu na maduma alai ndang adong sada harajaon na
manggonggomi dohot maninga, sanga do huroha manghorhon teal dohot ginjang
ni roha tu Halak Batak. Gabe dirimpu ganup Halak Batak ma raja diri nasida.
Gabe ndang ditanda nasida be ragam-ragam ni huaso na adong di portibi on.
Dirimpu nasida ma langit ni Batak i langit na tumimbo, ai so adong tudos-tudos,
ndang songon naniahap ni Halak Aceh, manang Melayu, manang Minangkabau.
Sasude angka partondion na jeges nangkin, sursar ma ra ndang sadia
leleng dung haroro ni R. Burton dohot N. Ward. Marmula ma i tingki porangan ni
Padri mamuhar Mandailing, tar hira 1824. Raja Gadombang sian Mandaliling
Godang mangido tolong tu Bolanda mangalo Padri. Masa ma porang saleleng
1830-an. Ditaluhon Bolanda ma Padri di Padang Bolak (Tuanku Tambuse) taon
1838. Sian tingki i gabe lam hot ma huaso ni Bolanda di Tano Batak (1843).
Niarumas, migor songon na mali tondi ma huroha Halak Batak mangadopi
angka na masa i. Naung gabe raja par langit natumimbo songon i leleng, gabe si
talu-talu nasida. Alai, ndang tarjalo Halak Batak na di daksina i huroha gabe si
talu-talu. Antong beha nama akal asa unang si talu-talu? Alusna i ma ra na gabe
jea bolon parjolo na manoro tondi ni Halak Batak. Didok nasida ma ra, ba
pinadomu ma diri niba dohot angka na monang. Alani i gabe rap ma nasida dohot
pamuhar i mamorangi sisolhot nasida angka Halak Batak na di utara, sahat tu
Bakkara, ro di na mamunu Singamangaraja X.
Ndang holan i tahe. Bahat sian Batak daksina i lam maila gabe Batak,
tarlumobi ma i na sian Mandailing. Didok nasida ma pinompar ni Iskandar
Zulkarnaen do nasida, ndang be Si Raja Batak. Adat pe ndang be dipahe, jala on
ditolopi Bolanda do. Sahat ro di na mandapothon hamerdekaan, jotjot do tarjadi
parbadaan dohot angka Batak na sian Angkola-Sipirok-Padang Bolak maralohon
na sian Mandailing, songon parkaro di Sunge Mati di Medan on taon 1922. Halak
Mandailing maminsang Halak Batak Angkola-Sipirok-Padang Bolak mananom na
mate nasida di Sungai Mati, ala nunga asing ninna Mandailing sian nasida. Ndang
Batak be ninna anggo na marasal sian Mandailing.
Di Tano Batak utara pe, masuk ma Zending Barmen, Jerman, tar hira
1864, nasininga ni Nommensen. Di Huta Dame, di sada rura di Silindung, gabe
Kristen ma piga-piga Halak Batak, alai bahatan dope ninna bohas ni
parhatobanon. Diajari Nommensen ma nasida haiason (higiene), songon
mangarobus aek (ai jalo minum aek mual na so pola dirobus do anggo Halak
Batak na jolo), manantapi pahean (maradu martusa do pahean ni Halak Batak na
jolo ai so hea ditantapi), manumpan kakus (ai marlomolomo do najolo Halak
Batak ianggo misang dohot miting). Ala ni i, sai hipas ma tutu ruas ni
Nommensen tagan patumate ganup ari bahat halak di Silindung ala ni muntah-
berak hinorhon bumi hangus ni Padri.
Marnida i, longang ma tutu saluhut Halak Batak di Silindung, porsea ma
nasida bahasa Debata na Sumurung, Debata na Tutu, ma ianggo sinomba ni
Nommensen. Gabe marsiadu ma antong raja-raja Silindung gabe Kristen, songon
Raja Jakobus Lumban Tobing dohot Raja Pontas Lumban Tobing. Lam porsea ma
nasida tutu bahasa sipeop sahala harajaon do angka zendeling i.
Universitas Sumatera Utara
178
Songon i balga tutu haporseaon na songon on di godangan Halak Batak Kristen,
asa gabe lam dao ma tutu pangantusion nasida sian partondion nasida na parjolo i.
Angka on torang do diahuhon sada anak ni Batak (Toba) sandiri, songon Andar
Lumban Tobing (Das Ambt in der Batak-Kirche). Didok ibana: sahala ni
zendeling i lam mansai bolon dung marborngin Gubernur Sumatra, Arriens, di
jabu ni Nommensen, taon 1868 . Lam bahat ma na gabe Kristen. Alai huroha
sangsi do Nommensen tu pita ni hakristenon nasida i, asa gabe dipinsang ma
mangulahon sakramen ni Batak, songon ari onan na opat, mamalu gondang, pesta
bius, mangase taon, dohot angka adat na asing tahe.
Angka naginoaran parpudion, ima natatanda songon sakramen ni Halak
Batak. Marhite angka i do tolhas partondion dohot pangantusion ni sijolo-jolo
tubu tu angka pinompar nasida. Dung dipinsang Halak Batak Kristen mangulahon
i, songon Halak Batak Islam di daksina, tontu lam gale ma partondion ni ompu
nasida molo pinatudos tu togu ni partondion nasida tagan maporus nasida sian
Harajaan Batak naginonggoman ni Raja Tomyam tu humaliang ni Tao Toba tar
hira 1500-an.
Jempek hata dohonon, di daksina nang di utara, Halak Batak gabe gamang
ma marnida angka na imbaru masa, gariada tahe gabe mago ma angka haporseaon
na pinungka ni parjolo. Ndang malobihu ra molo nidok: Halak Batak i pola mali
tondi. Lam mago ma tutu partondion na jeges i, dung lam bahat angka huaso
portibi on dipatandahon Bolanda tu Halak Batak. Sian taon 1890, dipaojak
Bolanda ma afdeeling (kabupaten) na imbaru di Tano Batak utara. Naeng
dipaojak muse ma huaso partoru di pamarentaan ni Bolanda, alai ima na gabe
partimbo di huaso na tinanda ni Halak Batak dung maporus nasida sian Raja
Tomyam. Ai tingki i, holan si pungka huta do raja na tumimbo ditanda Halak
Batak na di humaliang ni Tao Toba. Jadi, ingkon raja huta i ma nian na gabe raja
na imbaru di toru ni Bolanda molo mangihuthon partording ni huaso Batak. Alai,
songon i bahat raja huta ninna, pola 8.000 godangna, songon na niondolhon ni
Lance Castles mangihuthon barita ni Residen Tapanuli, V.E. Korn (1938).
Molo songon i bahatna, tontu ndang tarsinga Bolanda be antong saluhutna
i. Ima alana, tarpaksa ma Bolanda papungu piga-piga huta gabe sada hundulan,
jala angka raja huta di hundulan ima mamillit sada sian nasida gabe Raja Ihutan.
Ndang sadia leleng dunghon i, punguan ni huta na margoar hundulan i diuba ma
gabe hampung dohot negeri. Huaso disi pe diganti ma gabe hapala hampung
manang hapala negeri.
Hinorhon ni i, porang ma tutu angka raja huta, ai sasude do hisapan gabe
raja. Asa tung moru nian saotik guntur ni angka na gulut di Raja Ihutan i, ro ma
Bolanda, dibahen ma gabe raja pandua angka raja huta na gumogo marsoara
dohot na ngumilngil mangalo. Alai nang pe songon i, tong nama ndang adong be
dame di Tano Batak, ala torus do marguluti angka raja huta i sahat tu pinompar
nasida. Dohot i lam gale ma partondion ni Dalihan Na Tolu.
Mirdong Bolanda manangani parkaro na songon i. Dung i dipaojak ma
muse tohonan na ummetmet, songon hapala rodi. Marsiadu muse do Halak Batak
mangido gabe hapala rodi. Pangurus ni gareja pe ndang olo hatinggalan.
Dipangido nasida ma asa gabe tohonan pamarentaan hasintuaon i. Dioloi Bolanda.
Ala ni angka parkaro si songon i, gabe malo ma ninna Halak Batak (Toba)
manggorahon, “ada haberatan”, songon mura ni na marhosa nasida. Marpurun-
purun ma ninna surat rekkes (rekwest di hata Bolanda), pola ninna songon timbo
Universitas Sumatera Utara
179
ni dolok-dolok ala ni bahatna. Mangihuthon barita ni Korn taon 1938, songon
nanikutip ni Castles, tingki naeng paojak kepala negeri Pohan Hasundutan,
masuk ma ninna 450 halaman surat rekes sian dewan adat, dohot piga-piga meter
ganjang ni tarombo laho mampartahanhon calon nasida. Di Panggabean-
Sitompul, ingkon diurus 71 calon kepala negeri, 57 rekes pangidoan, 10 meter
tarombo, dohot 128 alaman catatan, martimbun di kantor gupernemen di
Tarutung. Di Toba taon 1917, luat na sun rundut mangihuthon kontrolir Scheffer,
saotikna ma ninna 60 rekes sabulan, jala adong dope 745 parkaro na so diputus.
Ganup ari Jumat dilean kontrolir do ninna tingkina laho mambege pangaluan, alai
holan saotik do na boi ditangani.
Ndang pola longang be iba molo Bolanda mandok, sahit naumporsa di
Halak Batak ima sahit gatal parkaro (perkaraziekte), gila sangap manang gila
hormat (eigenwaan), jala mauas harajaon (haradjaonzucht). Alai apala na mansai
borat, ima bahasa sasudena i ninna ala ni partondion ni Halak Batak na
mangandoshon sahala, asa tubu ma ninna Sahala Harajaon, Sahala Hasangapon,
Sahala Hamoraon. Gabe dosa ma sahala di Halak Batak mangihuthon
pangantusion ni Bolanda dohot angka sarjana sian Barat muse.
Jadi, lobi-hurang 100 taon panjajaon marhasil ma tutu manegai saluhut
angka na denggan di partondion ni Halak Batak. Pola sanga sarjana songon Lance
Castles palobihu mangarimpu bahasa sude na denggan niula ni Batak ndang
situtu i tubu sian tondi na pir, alai sian uas tu sahala hasangapon dohot sahala
harajaon do. Ido ninna ibana singkan mabarbar ni sasude namasa di halak Batak
rasi rasa sadari on. Gabe ro Vergouwen mandok: agia di angka parkaro na metmet
pe, tong do halak Batak margulut ninna, ima asa didok “gulut di imput”.
Alai molo tigor iba maningkori partondion i tu julu, tarida ma tutu na so
songon i sasintongna tingki di mulana paojak inganan Halak Batak di humaliang
ni Tao Toba. Anggo sasintongna, manang ise na barani songon angka ompunta na
parjolo, munsat tu humaliang ni Tao Toba, maninggalhon harajaan dohot
hasangapon ni bangsona di jae ni Aek Sitamiang an, tontu ingkon do malo jala
bisuk (cerdas dan kreatif) nasida pasaehon angka gora nasida.
Manotas Dalan Tu Abad 21 Jadi taulahi ma mangandoshon: di mula na, boi dohonon, sintuntun lomo
ni roha do anggo angka ompunta parjolo, na manadinghon hajogion ni Harajaon
Batak di topi ni Selat Malaka, na mamungka parngoluon di humaliang ni Tao
Toba. Sijalahi papaga na lomak do nasida, ndang ripe si jalo na masa, ndang na
malo padomu diri tu na majemur. Angka jolma si lului dalan na imbaru do nasida
jala sitotas nambur, na malo jala na bisuk mangadopi hagogotan. Alai, di bagasan
pardalanion ni sejarah, mago ma angka tibas ondeng, jala lupa ma pinompar ni
Batak i tu partondion ni ompuna, ala sai songon na mali tondi nama nasida nuaeng
on. Sai digulut nasida ma angka imput, songon pangulahonon ni adat i, songon
angka sahala harajaon, sahala hasangapon, dohot sahala hamoraon (jabatan,
pangkat, nama, harta)
Aha ma lapatan ni i? Gabe sala ma hape dapotan jabatan, pangkat, gelar,
harta? Ndang sala, alai gabe balik angka na denggan i di partondion ni Halak
Batak (Toba) dung masuk huaso ni panjaja Bolanda. Dung panjajaon i, molo di
halak Batak, gabe Islam manang Kristen jotjotan do ndang ala ni na porsea situtu
manang na laho mangalului partondion na imbaru, alai laho mangain sahala
Universitas Sumatera Utara
180
harajaon, sahala hasangapon, dohot sahala hamoraon do. Molo masuk sikola halak
Batak jotjotan do ndang ala ni na mauas parbinotoan, alai ala naeng mangain
sahala harajaon, sahala hasangapon, dohot sahala hamoraon do. Gabe pegawai
negeri halak Batak jotjotan do ndang ala ni naeng paojakhon paningaon na lehet,
alai ala naeng mangain sahala harajaon, sahala hasangapon, dohot sahala
hamoraon do.
Dos ma rumang ni halak Batak nuaeng on songon partennis na mauas
situtu tu gelar juara, asa tingki martanding ibana sai tu scoreboard do matana.
Beha ma boi monang partennis na songon i, agia pe mauas situtu ibana gabe
juara? Ingkon gabe sitalutalu do upa ni jolma na songon i ro di saleleng ni leleng
na. Antong molo songon i, beha nama hita, tu dia ma tondongonta, tarlobi angka
pinomparta, pinompar ni Halak Batak tu joloan on? Molo tinimbang do
partondion songon na pinatorang ondeng, sai hira holan sada nama alusna. Ala
nunga saep hita gabe sitotas nambur, ingkon nama hita torus gabe sitotas nambur
tu joloan on. Adong tolu tibas na ingkon torus padimun-dimunon ni halak si totas
nambur asa bolas mangolu jeges.
Parjolo, ditopot be gume na. Gume ima talenta. Jadi dikembangkan ma
bakat pribadi gabe kemampuan na tutu. Unang diula sada ulaon hape asing
tinembakna, songon gabe kepala hampung holan asa marhuaso, songon
marsingkola holan asa mamora, manang songon gabe ulama manang pandita asa
sangap. Kasarna, molo na bandit do bakatmu, gabe bandit tangkasan ma ho.
Paduahon, unang mabiar manjalo na ro, agia pe hansit, agia pe borat. Unang
mabiar, lapatanna ingkon maretong denggan (calculated risk). Ndang adong
parkaro na so sondot, alai tutu ingkon karejo karas do hita mangantusi parkaro i,
dohot mangalului dalan pasaehonsa. Patoluhon, marbahul-bahul na bolon alias
berjiwa terbuka, berbelas kasih ma. Holan halak na tarbuka do na tolap kreatif,
ima bangko ni si totas nambur. Marugamo pe tarbuka, margaul pe tarbuka,
marpikir pe tarbuka.
Beha ma bahenon manuan dohot pabalga angka on di diri ni pinomparta?
Parjolo, tapabenget ma mangaranapi saluhut partondion ni angka
ompunta. Lapatan ni i, ingkon karejo karas hita mambuka sejarah ni Batak.
Paduahon, unok ni partondionta, ima Patik Naopat: Parhatian si bola timbang,
parninggala si bola tali; pamuro so marumbalang, parmahan so marbotahi. Unok
ni uhum dohot adatta ima Dalihan Na Tolu: somba marhulahula, manat
mardongan tubu, elek marboru. Patik Naopat on dohot Dalihan Na Tolu on do na
so boi morot, na so boi muba, molo naeng denggan mangolu ni Halak Batak, ai
nunga i gabe dasor ni parngoluonta ratusan taon na salpu. Angka naasing i, holan
sibuk dohot bunga-bunga do i, na tau muba na tau mumpat. Alani i, ringgas,
malo, jala bisuk ma hita padomuhon i tu angka na masa nuaeng dohot na naeng
ro. Patoluhon, saluhut portibi on nama jampalan na bidang dohot papaga na lomak
di hita. Tatadinghon ma bugang dohot baro na hinorhon ni panjajaon i. Tajalahi
ma saluhut angka na patut di hangoluon nanaeng ro, songon pamingkirion,
parbinotoan, habisuhon, dohot ugari (teknologi). Ingkon gabe na jeges do hita di
ganup-ganup bidang na tapillit di ngolunta, ndang gabe ingkon nomor sada, alai
gabe na jeges di turpuk naung tapillit. Kasarna, niulahan sahali nari, molo tung
gabe bandit pe, ba bandit tangkasan ma ho, na malo jala na bisuk!
http://rumametmet.com/2011/12/13/batak-toba-tarbahensa-do-ulaning-manotas-
dalan-tu-abad-21/
Universitas Sumatera Utara
181
LAMPIRAN 9
PEMETAAN POTENSI AFIKS KAUSATIF
No Kategori Afiks –hon Afiks pa- -hon Afiks –i Afiks pa - -i Afiks pa-/ par-
1 Dabu (V.In) Mandabuhon Padabuhon Mandabui - -
2 Ro (V.In) - Parohon - - -
3 Tolhas (V.In) Manolhashon Patolhashon - - -
4 Modom (V.In) Mamodomhon Papodomhon Mamodomi - -
5 Sae (V.In) - Pasaehon - - -
6 Sidung (V.In) - Pasidunghon - - -
7 Ulak (V.In) - Paulakhon Mangulaki Mamparngulaki -
8 Masa (V.In) - Pamasahon - - -
9 Ihut (V.In) Mangihuthon Paihuthon Mangihuti - -
10 Tupa (V.In) - Patupahon - Mampartupa
11 Jojor (V.In) Manjojorhon Pajojorhon - - - 12 Jongjong
(V.In)
manjongjonghon pajongjonghon - - -
13 Hehe (V.In) - Pahehehon Manghehei - -
14 Borhat (V.In) - Paborhathon Mamborhati - -
15 Unduk (V.In) Mangundukhon Paundukhon Mangunduki - -
16 Bungkuk (V.In) - Pabungkukhon - - -
17 Unsat (V.In) Mangunsathon Paunsathon Mangunsati - -
18 Ait (V.Tr) Mangaithon Pataithon - - -
19 Juguk (V.In) - Pajugukhon - - -
20 Eret (V.In) Mangerethon Paerethon - - -
21 Togu (V.Tr) Manoguhon Patoguhon - - -
22 Ruhot (V.In) Mangaruhothon Paruhothon - - -
23 Balga (Adj) *manghabalgahon Pabalgahon - - -
24 Tangkas (Adj) manangkashon Patangkashon Manangkasi - -
25 Tolbak (Adj) Manolbalkhon Patolbakhon - - -
26 Gok (Adj) Manggokhon Pagokhon Manggoki - -
27 Las (Adj) *manghalashon Palashon - - - 28 Sangap (Adj) - Pasangaphon - Mamparsangapi Mamparsangap
29 Tata (Adj) - Patatahon - - -
30 Hansit (Adj) - Pahansithon Manghansiti - Mamparhansit
31 Dirgak (Adj) - Padirgakhon - - -
32 Tigor (Adj) - Patigorhon - - -
33 Bolak (Adj) Mambolakhon Pabolakhon - - -
34 Hantus (Adj) Manghantushon Pahantushon - - -
35 Suda (Adj) Manudahon Pasudahon - - -
36 Timbo (Adj) Manimbohon Patimbohon - - Mampartimbo
37 Gogo (Adj) Manggogohon Pagogohon Manggogoi - -
38 Lehet (Adj) - Palehethon - - -
39 Gale (Adj) - Pagalehon - - -
40 Hatop (Adj) - Pahatophon - - -
41 Sabas (Adj) - Pasabashon - - -
42 Lambas (Adj) - Palambashon - - -
Universitas Sumatera Utara
182
43 Tipak (Adj) Manipakhon Patipakhon - - -
44 Songe (Adj) - Pasongehon - - - 45 Benget (Adj) *manghabengetho
n Pabengethon - - -
46 Burju (Adj) *manghaburjuhon Paburjuhon - - -
47 Toltol (Adj) - Patoltolhon - - -
48 Uli (Adj) *manghaulihon Paulihon - - -
49 Hinsa (Adj) - Pahinsahon - - -
50 Ganjang (Adj) Mangganjanghon Paganjanghon - - -
51 Gotap (Adj) Manggotaphon Pagotaphon - - -
52 Malo (Adj) - Pamalohon - - -
53 Redep (Adj) Mangaredephon Paredephon - - -
54 Lua (Adj) Mangaluahon Paluahon - - -
55 Ingot (Adj) Mangingothon Paingothon - - -
56 Ture (Adj) - Paturehon - - - 57 Denggan (Adj) *manghadengganhon Padengganhon - - - 58 Torang (Adj) Manoranghon Patoranghon - - -
59 Mora (Adj) - Pamorahon - - -
60 Siat (V.In) - Pasiathon - - -
61 Tulus (Adj) - Patulushon - - -
62 Godang (Adj) - Pagodanghon - - -
63 Ringgas (Adj) *mangharinggashon Paringgashon - - mamparringgas
64 Tading (V.In) Manadinghon Patadinghon - - -
65 Aup (V.In) Mangauphon Paauphon - - -
66 Tait (V.In) Mangaithon Pataithon - - -
67 Tutup (V.In) Manutuphon Patutuphon Manutupi - -
68 Inum (V.In) Manginumhon Painumhon - - -
69 Ondol (Adj) Mangondolhon Paondolhon - - -
70 Ribak (V.In) Mangaribakhon Paribakhon Mangaribaki - -
71 Onjat (Adj) Mangonjathon Paonjathon Mangonjati - -
72 Peut (V.In) Mameuthon Papeuthon - - -
73 Ringkot (Adj) Mangaringkothon Paringkothon - - -
74 Baju (N) Marbajuhon Pabajuhon - - -
75 Lobi (Adv) - Palobihon - Mamparlobi
76 Sada (Num) - Pasadahon - - Mamparsada
77 Singkor (Adj) - Pasingkorhon - - mamparsingkor
78 Sorat (Adj) - Pasorathon - - Mamparsorat
79 Rundut (Adj) Parunduthon Mangarunduti - mamparrundut
80 Rejet (Adj) - Parejethon - - mamparrejet
81 Toru (Adj) - Patoruhon Manorui - mampartoru
82 Saong (N) - Pasaonghon - - Mamparsaong
83 Bantal (N) - Pabantalhon - - Mamparbantal
84 Rara (Adj) Mangararahon Pararahon Mangararai - -
85 Birong (Adj) - Pabironghon Mambirongi - -
86 Girgir (Adj) Manggirgirhon Pagirgirhon Manggirgiri - -
87 Dame (Adj) Mandamehon Padamehon Mandamei - -
88 Roa (Adj) - Paroahon Mangaroai - -
89 Burbar (Adj) Mamburbarhon Paburbarhon Mamburbari - -
90 Arsak (N) Mangarsakhon Pangarsakhon Mangarsaki - -
Universitas Sumatera Utara
183
91 Guntur (Adj) - Pagunturhon Manggunturi - -
92 Oru (Adj) Mangoruhon Paoruhon Mangorui - -
93 Jonok (Adj) Manjonokhon Pajonokhon Manjonoki - -
94 Dae (Adj) - Padaehon Mandaei - -
95 Nangkok Manangkokhon Panangkokhon Manangkoki - -
96 Loha (Adj) Mangalohahon Palohahon Mangalohai - -
97 Durus (V.In) Mandurushon Padurushon - - -
98 Loja (Adj) - Palojahon Mangalojai - -
99 Tanda (V.In) Manandahon Patandahon Manandai - - 100 Dao (Adj) - Padaohon - - -
Universitas Sumatera Utara
184
LAMPIRAN 10
SURAT IZIN PENELITIAN DARI PASCASARJANA USU
Universitas Sumatera Utara
185
LAMPIRAN 11
SURAT BALASAN DARI BUPATI BALIGE
Universitas Sumatera Utara