6 BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau otak (Borley & Grace, 2006). Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (pierce, 1995). Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang atau berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik, perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009). Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara langsung atau tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh berubahnya fungsi neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi. Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi ringan, sedang, berat. Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah 1. Cidera kepala ringan (CKR) Tanda-tandanya adalah: a). Skor glasgow coma scale 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif); b). Tidak ada kehilangan kesadaran
32
Embed
KONSEP TEORI Pengertian Cidera kepala merupakan …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-muhammadri... · Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung
atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan kepala atau
otak (Borley & Grace, 2006).
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat
adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun
efek sekunder dari trauma yang terjadi (pierce, 1995).
Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang
disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan berkurang
atau berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf, kemampuan fisik,
perilaku, ataupun kemampuan emosi (Ignatavicius, 2009).
Jadi kesimpulannya cidera kepala adalah trauma yang mengenai
otak yang terjadi secara langsung atau tidak langsung atau efek sekunder
yang menyebabkan atau berpengaruh berubahnya fungsi neurologis,
kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi
ringan, sedang, berat. Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah
1. Cidera kepala ringan (CKR)
Tanda-tandanya adalah: a). Skor glasgow coma scale 15 (sadar
penuh, atentif, dan orientatif); b). Tidak ada kehilangan kesadaran
7
(misalnya konkusi); c). Tidak adanya intoksikasi alkohol atau obat
terlarang; d). Pasien dapat mengeluh sakit dan pusing; e). Pasien dapat
menderita laserasi, abrasi, atau hematoma kulit kepala.
2. Cidera kepala sedang (CKS)
Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 9-14
(konfusi, letargi, atau stupor); b). Konkusi; c). Amnesia pasca trauma;
d). Muntah; e). Kejang
3. Cidera kepala berat (CKB)
Tanda-tandanya adalah a). Skor glasgow coma scale 3-8 (koma);
b). Penurunan derajat kesadaran secara progresif; c). Tanda neurologis
fokal; d). Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.
B. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan salah satu organ yang teksturnya lembut dan
berada dalam kepala. Otak dilindungi oleh rambut, kulit, dan tulang.
Adapun pelindung otak yang lain adalah lapisan meningen, lapisan ini
yang membungkus semua bagian otak. , Lapisan ini terdiri dari duramater,
araknoid, piamater.
8
Gambar 1. Tengkorak (Sumber: Lutjen drecoll, 2001).
1. Tengkorak
Tengkorak merupakan kerangka kepala yang disusun menjadi
dua bagian kranium yang terdiri dari tulang oksipital, parietal, frontal,
temporal, etmoid dan kerangka wajah terdiri dari tulang hidung,
seperti penciuman, pengcapan dan pendengaran, wajah tidak
simetris, genggaman lemah, apraksia, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian anggota tubuh,
kesulitan dalam menentukan posisi
h. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas, lokasi yang berbeda,
biasanya lama
Tanda: wajah menyeringai, respon menarik pada rangsang nyeri
yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih
27
i. Pernapasan
Gejala: perubahan pola napas(apnea yang diselingi hiperventilasi),
napas berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi)
j. Keamanan
Gejala: trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Tanda: fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit laserasi,
perubahan warna seperti racoon eye, tanda bale disekitar telinga,
demam , gangguan regulasi suhu tubuh.
k. Interaksi sosial
Tanda: afasia motorik/sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang.
(Doengoes, 1999).
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan untuk cidera kepala menurut Rosjidi & Nurhidayat
(2007) yaitu
1. MRI dan CT Scan untuk mengidentifikasi adanya hematoma
epidural, menentukan ukuran intra ventrikuler, kontusio
danperdarahan jaringan otak, edema serebri, pergeseran jaringan
otak, fraktur cranium;
2. Angiografi serebral untuk menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
sepertipergesran jaringanotak, perdarahan;
28
3. EEG untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis;
4. Sinar x untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang
(fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah, adnya fragmen
tulang;
5. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) untuk menentukan fungsi
korteks dan batang otak;
6. PET ( Positron Emision Tomography) menunjukkan perubahan
aktivitas metabolisme pada otak;
7. Pungsi Lumbal, Cairan Serebrospinal dapat menduga kemungkinan
adanya perdarahan subaraknoid;
8. GDA (Gas Darah Arteri ) mengetahui adanya masalah ventilasi
atau oksigenasi yang akan menigkatnya tekanan intrakranial;
9. Kimia / elektrolit darah untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan yang berperan dalam peningkatan tekanan intrakranial;
10. Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi obat yang mungkin
bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran;
11. Kadar antikonvulsan darah untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup untuk mengatasi;
29
30
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas b/d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler,
kerusakan medula oblongata (Doenges, 1999).
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d edema cerebri, meningkatnya
aliran darah ke otak (Doenges, 1999).
3. Nyeri kepala b/d cedera fisik, peningkatan tekanan intrakranial, dan
alat traksi (Doenges, 1999).
4. Perubahan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial (Doenges, 1999).
5. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf
motorik (Doenges, 1999).
6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala
(Carpenito, 2006).
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d haluaran urine dan
elektrolit meningkat (Carpenito, 2006).
8. Gangguan kebutuhan nutrisi b/d kelemahan otot untuk menguyah dan
menelan (Carpenito, 2006)
31
J. Intervensi Dan Rasional
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak.
Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi dengan Kriteria hasil : - Mampu mempertahankan
tingkat kesadaran. - Fungsi sensori dan motorik
membaik.
1. Pantau status neurologis secara teratur.
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan tekanan intra kranial dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan sistem saraf pusat.
2. Evaluasi kemampuan membuka mata (spontan, rangsang nyeri).
Menentukan tingkat kesadaran.
3. Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana. (meremas dan melepas tangan pemeriksa).
Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon pada rangsangan eksternal.
4. Pantau TTV dan catat hasilnya.
Untuk mengetahui status tekanan darah dan adanya disritmia.
5. Anjurkan orang terdekat untuk berbicara dengan klien.
Ungkapan keluarga yang menyenangkan klien tampak efek relaksasi pada beberapa klien koma yang menurunkan tekanan intra kranial.
6. Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi melalui IV dengan alat kontrol.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan oedema cerebral: meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah dan tekanan intra kranial.
Nyeri kepala b/d peningkatan tekanan intrakranial.
Rasa nyeri berkurang dengan Kriteria hasil : 1. pasien mengatakan nyeri
berkurang. 2. Pasien menunjukan
1. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya.
Mengidentifikasi karakteristik nyeri merupakan faktor yang penting untuk menentukan terapi yang cocok serta mengevaluasi keefektifan dari terapi.
2. Catat kemungkinan patofisiologi yang khas, misalnya adanya infeksi, trauma servikal.
Pemahaman terhadap penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang sesuai.
3. Berikan kompres dingin / hangat pada kepala.
Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
4. Kolaborasi dalam pemberian analgetika. Analgetika dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien.
Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra kranial.
Fungsi persepsi sensori kembali normal dengan Kriteria hasil :
1. mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar.
2. Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya.
1. Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan, sensori dan proses pikir.
Fungsi cerebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dahulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi. Perubahan persepsi sensori motorik dan kognitif mungkin akan berkembang dan menetap dengan perbaikan respon secara bertahap.
2. Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, panas/ dingin, benda tajam/ tumpul dan kesadaran terhadap gerakan.
Semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas atau kehilangan sensasi untuk menerima dan berespon sesuai dengan stimuli.
3. Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat pendek dan sederhana. Pertahankan kontak mata.
Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan penyembuhan. Dengan tindakan ini akan membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
33
4. Gunakan penerangan siang atau malam.
Mengurangi kelelahan, kejenuhan dan memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori).
5. Kolaborasi pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi kognitif.
Pendekatan antar disiplin ilmu dapat menciptakan rencana panatalaksanaan terintegrasi yang berfokus pada masalah klien
Pasien dapat melakukan mobilitas fisik dengan kriteria hasil :
1. tidak adanya kontraktur, footdrop.
2. Ada peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.
3. Mampu mendemonstrasikan aktivitas yang memungkinkan dilakukannya
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
Mengidentifikasi kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional, seperti bokong, kaki, tangan. Pantau selama penempatan alat atau tanda penekanan dari alat tersebut.
Penggunaan sepatu tenis hak tinggi dapat membantu mencegah footdrop, penggunaan bantal, gulungan alas tidur dan bantal pasir dapat membantu mencegah terjadinya abnormal pada bokong.
3. Berikan/ bantu untuk latihan rentang gerak
Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi/ posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis.
4. Bantu pasien dalam program latihan dan penggunaan alat mobilisasi. Tingkatkan
Proses penyembuhan yang lambat seringakli menyertai trauma kepala dan pemulihan fisik
34
aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
merupakan bagian yang sangat penting. Keterlibatan pasien dalam program latihan sangat penting untuk meningkatkan kerja sama atau keberhasilan program.
Resiko infeksi b/d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil : 1. Tidak ada tanda-tanda
infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio laesa)
2. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C)
1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik
Cara pertama untuk menghindari nosokomial infeksi.
2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik drainase dan adanya inflamasi.
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
3. Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang mengalami infeksi saluran nafas atas.
Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman infeksi.
4. Kolaborasi pemberian atibiotik sesuai indikasi.
Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran LCS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
35
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d haluaran urine dan elektrolit meningkat.
Ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Menunjukan membran
mukosa lembab, tanda vital normal haluaran urine adekuat dan bebas oedema.
1. Kaji tanda klinis dehidrasi atau kelebihan cairan
Deteksi dini dan intervensi dapat mencegah kekurangan / kelebihan fluktuasi keseimbangan cairan.
2. Catat masukan dan haluaran, hitung keseimbangan cairan, ukur berat jenis urine.
Kehilangan urinarius dapat menunjukan terjadinya dehidrasi dan berat jenis urine adalah indikator hidrasi dan fungsi renal
3. Kolaborasi pemeriksaan lab. kalium/fosfor serum, Ht dan albumin serum.
Hipokalimia/ fofatemia dapat terjadi karena perpindahan intraselluler selama pemberian makan awal dan menurunkan fungsi jantung bila tidak diatasi.
Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan
Pasien tidak mengalami gangguan nutrisi dengan kriteria hasil:
1. Tidak mengalami tanda- tanda mal nutrisi dengan nilai lab. Dalam rentang normal.
2. Peningkatan berat badan sesuai tujuan.
1. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan, batuk dan mengatasi sekresi.
Faktor ini menentukan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.
2. Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/ hilangnya atau suara hiperaktif.
Fungsi bising usus pada umumnya tetap baik pada kasus cidera kepala. Jadi bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik ileus.
3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti meninggikan kepala selama makan atatu selama pemberian makan lewat NGT.
Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan
36
4. Kaji feses, cairan lambung, muntah darah.
Perdarahan subakut/ akut dapat terjadi dan perlu intervensi dan metode alternatif pemberian makan.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi.
Metode yang efektif untuk memberikan kebutuhan kalori.
Gangguan pola nafas b/d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula oblongata.
Tidak terjadi gangguan pola nafas dengan kriteria hasil : Memperlihatkan pola nafas normal/ efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien.
Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/ luasnya keterlibatan otak. Pernafasan lambat, periode apneu dapat menendakan perlunya ventilasi mekanis.
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan posisi miring sesuai indikasi.
Untuk memudahkan ekspansi paru dan menjegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
3. Anjurkan pasien untuk latihan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar
Mencegah/ menurunkan atelektasis.
4. Auskultasi suara nafas. Perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara- suara tambahan yang tidak normal. (cracklels, ronchi dan wheezing).
Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan adanya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi pada cidera kepala).
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD, tekanan oksimetri.
Menentukan kecukupan oksigen, keseimbangan asam-basa dan kebutuhan akan terapi.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan tertekan. Biasanya dengan menggunakan ventilator mekanis jika ada gangguan pada medula oblongata.