KONJUNGTIVITIS VERNALIS
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI Konjungtiva adalah selaput lendir atau
disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah
dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada
sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva
fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik
melapisi bola mata hingga tepi kornea.Konjungtiva dibagi menjadi 3
bagian :1. Konjungtiva palpebral2. Konjungtiva forniks3.
Konjungtiva bulbi Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra,
di fornix disebut konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut
konjuntiva bulbi. Di sudut nasal, di canthus internus ada lipatan
disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai
epidermoid yang disebut caruncula.2 Histologis lapisan konjuntiva
adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial mengandung
sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus
dan epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma
konjuntiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung
jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat.
Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.2
Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi
atas tarsus) yang menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang
ada di konjuntiva adalah a.siliaris anterior dan a. palpebralis.
Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe. Inervasi syaraf
di palpebra oleh percabangan n. oftalmikus cabang N.V. 2
Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara
di fornix atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata
dan tertahan pada bangunan lekukan di belakang kelopak mata
tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah
menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis.
Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu basah.2,3 Kedudukan
konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda
lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu
keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi
self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan berupa
elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa
kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan
mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat
tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata.
Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a.
palpebralis yang keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a.
ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus menembus
sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang-
cabang yang mengelilingi kornea.3 Konjungtiva menerima persyarafan
dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir sebagai ujung-
ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.3
B. KONJUNGTIVITIS Konjungtivitis merupakan peradangan pada
konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain memberi keluhan yang khas
pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti
klilipen, rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva,
ada tahi lalat. Jika meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata
nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan
berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan
yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan
sebagainya.2,3Gejala objektif dari konjuntivitis adalah:2a.
HiperemiMerupakan gejala yang paling umum pada konjuntivitis.
Terjadi karena pelebaran pembuluh darah sebagai akibat adanya
peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya kemerahan pada
konjuntiva. Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah
konjungtiva.b. Epifora atau mata berair, nrocos.Biasa terjadi pada
mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang
berat, terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air
mata tersebut. eksudat adalah produksi dari peradangan
konjuntiva.c. Peradangan pada infeksi lebih banyak eksudat
ketimbang peradangan alergi. Jenis eksudat akan berbeda pada
infeksi dengan Neisseria Gonokokken , eksudat akan berupa nanah.
Sedang infeksi koken lain akan memberi getah radang mukus.d.
KemosisSembab pada konjuntiva bulbi yang meradang. Biasanya
menunjukkan adanya peradangan yang berat, baik di dalam maupun
diluar.e. FollikelMerupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil
pada konjuntiva palpebra atau fornicis. Terdapat pada semua infeksi
virus, klamidian, alergi dan konjuntivitis akibat obat-obatan,
berwarna pucat atau abu-abu.f. Granula Merupakan bentuk ukuran
besar dari follikel, terutama folikel trakoma.g. FliktenBangunan
khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi
dipuncak menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi
bakteri.h. Membran dan pseudomembran,Merupakan hasil proses
koagulasi protein di permukaan konjuntiva. Pada pseudomembran
koagulum hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran
koagulumnya menembus keseluruh tebal epitel. Pengelupasan membran
akan menimbulkan perdarahan hebat, sedang pada pseudomembran tidak
menimbulkan perdarahan
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan
menjadi :41. Bakterial:- Konjungtivitis Blenore- Konjungtivitis
Gonorre- Konjungtivitis Difteri- Konjungtivitis Folikuler-
Konjungtivitis kataral- Blefarokonjungtivitis2. Viral :-
Keratokonjungtivitis epidemika- Demam Faringokonjungtivitis-
Keratokonjungtivitis New castle- Konjungtivitis Hemoragik akut3.
Jamur4. Alergi :- Konjungtivitis vernal- Konjungtivitis flikten
C. KONJUNGTIVITIS VERNALIS1. DefinisiMerupakan suatu peradangan
konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang mengandung
secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I.
Penyakit ini juga dikenal sebagai catarrh musim
semi.1,2,3,4,5,6
2. KlasifikasiAda dua tipe konjugtivitis vernalis :3,6 Bentuk
PalpebraPada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva
tarsal superior, terdapat pertumbuhan papil yang besar atau cobble
stone yang diliputi secret yang mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi
dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding bentuk
limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan
bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di
tengahnya. Bentuk LimbalHipertrofi pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Dengan trantas dot yang
merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinophil
3. Patofisiologi1 Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya
dengan timbulnya radang interstitial yang banyak didominasi oleh
reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti
dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan
pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan
diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva
sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.Jaringan ikat yang
berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga
konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang
spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement
like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak
jarang mengakibatkan ptosis mekanik Limbus konjungtiva juga
memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang
menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan
gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells. Tahap awal
konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan
pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan
degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran
milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi
stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast. Tahap
berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear serta limfosit
makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar
dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam
kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam
membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis
vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam
konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan. Fase
vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi
kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih
mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi
kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas
membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas.
Horner- Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar
terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun
masih ada sel PMN dan limfosit.
4. DiagnosisDiagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan
berdasarkan : Gejala klinis1,2,4,6Keluhan utama adalah gatal yang
menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa mengganjal
pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini
disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal,
daerah limbus atau keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan
sesuai dengan perkembangan penyakit yang memiliki bentuk yaitu
palpebral ataupun bentuk limbal.Bentuk palpebral hamper terbatas
pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble stone. Ini
banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat
demikian berat sehingga timbul pseudoptosis.Bentuk limbal disertai
hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit
menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dots. Ini banyak
terjadi pada anak- anak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva
palpebra superior akan menghasilkan pseudomembran yang pekat dan
lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul
perdarahan.Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu
kental, lengket, elastic dan fibrinous. Peningkatan sekresi mucus
yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam hyaluronat,
mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan
adanya sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.
Pemeriksaan Laboratorium1Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari gambaran sitologi.
Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula- granula
bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula
basofilik bebas.
5. Diagnosis Banding1 Diagnosis banding pada umumnya tidak
sulit, kecuali yang dihadapi penderita dewasa muda, karena mungkin
suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis
atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva
hiperemi dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis
inferior. Kadang- kadang papil ini bias besar mirip cobble stone
dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior. Trantas dots
juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak
sesering pada konjungtivitis vernalis. Selain konjungtivitis
atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary
conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun
yang soft. Gejalanya mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta
timbulnya atau ditemukannya papil raksasa di knjungtiva tarsalis
superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu sesudah
pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian. Pada kelainan
ini tidak ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya
menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya kontak lens,
gejala- gejalanya akan berkurang.Konjungtivitis vernalis kadang-
kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma stadium II yang
disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.
6. Penatalaksanaan1,3,5,6Seperti halnya semua penyakit alergi
lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan untuk
mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau
menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien
maupun orang tua akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan
lingkungan mana yang harus dihindari. Dengan demikian,
penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga bentuk yang
saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga
bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2)
Terapi medikasi; (3) Pembedahan.1) Tindakan UmumDalam hal ini
mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi
keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut
diatas. Beberapa tindakan tersebut antara lain : Pemakaian mesin
pendingin ruangan berfilter Menghindari daerah berangin kencang
yang biasanya juga membawa serbuksari Menggunakan kacamata
berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di udara
terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu
resistensi allergen. Kompres dingin di daerah mata Pengganti air
mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
protektif karena membantu menghalau allergen. Memindahkan pasien ke
daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climato-therapy.
Cara ini memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang
dibutuhkan. Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis patut
diperhitungkan sebagai alternative bila keadaan memungkinkan
Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari
tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis
dari mediator- mediator sel mast.
2) Terapi MedikDalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan
kepada pasien dan orang tua pasien tentang sifat kronis serta self
limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan
mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul
dari pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah
satu factor pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk
memberikan obat- obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada
konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang
sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan
memainkan peran penting dalam timbulnya gejala.Untuk menghilangkan
sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik
seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung
pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini,
larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan
alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu
melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif
sepenuhnya.Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk
pengobatan konjungtivitis vernalis ini adalah kortikosteroid, baik
topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis besar
harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak
diharapkan.Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan
steroid topical prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama
satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis
terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang
lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti
prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2-
3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu
diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah
gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.Antihistamin,
baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan
lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami
pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat
memberikan control yang memadai pada kasus yang ringan atau
memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian
kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian
antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada
anak- anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari-
hari.Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di
pasaran dengan kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara
olopatadine merupakan antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor
degranulasi sel mast konjungtiva.Sodium kromolin 4% terbukti
bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti steroid bila pasien
sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi
kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai
stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang
dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat
pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen
spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal
kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari
sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.Lodoksamid 0,1%
bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam
konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin
yang spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom
konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.
3) Terapi pembedahanBerbagai terapi pembedahan, krioterapi dan
diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini sudah
ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak
efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala
bentuk pengobatan telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode
dengan tandur alih membrane mukosa pada kasus konjungtivitis
vernalis tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan. Akhirnya
perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis biasanya
berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak
sudah dewasa.
DAFTAR PUSTAKA1. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM,
Keratokonjungtivitis Vernalis dalam
http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm2. Al-Ghozie, M., Handbook
of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK UMY,
Yogyakarta, 2002.3. Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit
Mata, 1993, hal: 41-69.4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.,
Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001.5. Vaughan, D.G,
Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English
Language edition, EGC, 1995.6. Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis
dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran
UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004.
sorces
:http://sanirachman.blogspot.com/2010/09/konjungtivitis-vernalis.html#ixzz3hJhMPOqq
KONJUNGTIVITIS VERNALISKonjungtivitisKonjungtivitis merupakan
radang pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, klamidia, alergi toksik seperti konjungtivitis
vernal, dan moluscum contangiosum.Konjungtivitis vernalis dikenal
juga sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau
konjungtivits musim kemarau, adalah penyakit bilateral yang
jarangyang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam
tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. Penyakit ini
lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.
Penyakit ini perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena
penyakit ini sering kambuh dan menyerang anak-anak, dengan
demikian, memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang
aman.Allergen sulit dilacak, namun pasien konjuntivitis vernalis
kadang-kadang menampakan manifestasi alergi lainnya yang
berhubungan dengan sensitivitas tepung sari rumput. Penyakit ini
lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada daerah
dingin.(2)
KasusA. IDENTITASNama : An. WhJenis Kelamin : Laki-lakiUsia : 6
tahunAlamat : Pekapuran Raya, BanjarmasinTanggal Masuk : 6
September 2012RMK : B. ANAMNESISHari/tanggal : 6 September
2012Keluhan Utama : Mata merahRiwayat Penyakit Sekarang : Pasien
mengeluh kedua mata merah sejak+10 hari yang lalu. Mata merah
berawal dari siang hari dan semakin hari semakin merah. Pasien juga
mengeluh kedua matanya setiap saat gatal dan apabila digosok-gosok
keluar air mata. Mata bertambah merah dan keluar air ketika pasien
menggosok-gosokkan matanya dan ketika terpajan sinar matahari.
Pasien tidak mengeluh gangguan penglihatan padaa kedua
matanya.Riwayat Penyakit Dahulu:Penyakit yang sama sebelumnya (-),
Asma (-), Alergi makanan (+)Riwayat Penyakit Keluarga :Penyakit
yang sama sebelumnya (-), Asma (-)C. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum
: BaikKesadaran : KomposmentisGCS : 4-5-6Status Generalis :Nadi :
92 x/menitRR : 22 x/menitT : 36,1oCTD : 110/70 mmHg
Status Lokalis Oftalmologi :ODPemeriksaan MataOS
6/6Visus6/6
TIOBulbus OculiTIO
(-)Paresis / Paralisis(-)
Hiperemi (+),edema (-)PalpebrasuperiorHiperemi(+),edem(-)
Hiperemi (+), edema (-)PalpebrainferiorHiperemi(+),edema (-)
Hiperemi (+), sekret (-)Konj. PalpebralisHiperemi (+),sekret
(-)
Hiperemi (+) injeksi konjungtiva (+)Konj. BulbiHiperemi (+)
injeksi konjungtiva (+)
Hiperemi (+),sekret (-)Konj. FornicesHiperemi (+),sekret (-)
PutihSkleraPutih
Jernih (+), edem (-)KorneaJernih (+), edem (-)
DalamCamera OculianteriorDalam
Kripte (+)IrisKripte (+)
Reflek cahaya (+), 2,5 mmPupilReflek cahaya (+), 2,5 mm
KeruhLensaKeruh
Tidak dilakukanFundus RefleksiTidak dilakukan
Tidak dilakukanCorpus VitreumTidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang tidak dilakukanE.
DIAGNOSIS KERJAKonjungtivitis vernalis oculi dextra sinistraF.
PENATALAKSANAANTetes mata : Cendo PolidexCendo ConverPeroral :
Celestamin
DiskusiKonjungtivitis vernalis terjadi akibat alergi dan
cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering
terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan
berhenti sebelum usia 20.Pasien didiagnosis konjungtivitis vernalis
berdasarkan anemnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pasien didapatkan
keluhan utama berupa mata merah sejak+10 hari yang lalu, pasien
juga mengeluhkan mata gatal dan berair. Pasien juga mengeluh
apabila siang hari merasa silau. Pasien memiliki riwayat alergi
terhadap makanan.Pada konjungtivitis vernalis gejala klinis utama
umumnya mengeluh sangat gatal, mata sering berair, rasa terbakar
atau seperti ada benda asing. Gejala lainnya fotofobia, ptosis,
sekret mata berbentuk mukus seperti benang tebal berwarna hijau
atau kuning tua berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tanda
Maxwell-Lyons).Prevalensi konjungtivitis vernalis lebih tinggi di
daerah tropis seperti Afrika, India, Mediteranian, Amerika Tengah
dan Selatan, serta Timur Tengah. Konjungtivitis vernalis lebih
banyak terdapat pada kulit berwarna dibandingkan kulit putih.
Penyakit ini lebih banyak didapatkan pada laki-laki dengan
perbandingan 3 : 1. Sebagian besar pasien berusia antara 3-25
tahun. Pasien pada kasus ini berumur 6 tahun dan berkulit hitam
sehingga mendukung kearah diagnosis dari konjungtivitis vernalis.
Etiologi konjungtivitis vernalis sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Beberapa faktor penyebab diduga adalah alergen serbuk
sari, debu, tungau debu rumah, bulu kucing, makanan, faktor fisik
berupa panas sinar matahari atau angin. Reaksi alergi yang terjadi
dapat disebabkan oleh satu atau lebih alergen atau bersama-sama
dengan faktorfaktor lain. Pasien seorang pelajar dimana lingkungan
sangat erat berpengaruh sebagai sumber alergen misalnya saja debu,
serbuk sari dan pajanan sinar matahari.Pemeriksaan mata yang
didapatkan berupa palpebra dan konjungtiva yang hiperemis,
hiperemis konjungtiva dengan gambaran injeksi konjungtiva. Pada
pemeriksaan palpebra superior, konjungtiva tarsal superior tidak
dilakukan karena pasien tidak koperatif. Pada pemeriksaan visus
didapatkan dalam batas normal.Terdapat dua bentuk utama
konjngtivitis vernalis (yang dapat berjalan bersamaan), yaitu :1.
Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang
diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan
edem, dengan kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara
klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan besegi banyak
dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.2.
Bentuk Limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang
merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil..
Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan
limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul
parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani
krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang
dapat merusak konjungtiva.Pada beberapa kasus, terutama pada orang
negro turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di limbus,
yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon
(arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus. Pada
pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Pada konjungtivitis
vernalis pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar IgG serum, IgE
serum dan air mata, kadar histamin serum dan air mata meningkat,
dan adanya IgE spesifik. Pemeriksaan mikroskopik dari scraping
konjungtiva, patognomonik konjungtivitis vernalis bila dijumpai
> 2 sel eosinofil dengan pembesaran lensa objektif 40x. Gambaran
histopatologik jaringan konjungtiva pada konjungtivitis vernalis
dijumpai sel eosinofil, sel mast dan sel basofil. Selain itu juga
terjadi perubahan pada mikrovaskular dari sel endotel serta
ditemukannya deposit jaringan fibrosis, infiltrasi sel limfosit dan
netrofil.Pada umumnya konjungtivitis vernalis dapat sembuh sendiri
setelah 2 10 tahun. Tujuan pengobatan pada konjungtivitis vernalis
untuk menghilangkan gejala dan menghindari proses infeksi. Prinsip
pengobatan bersifat konservatif.Pada pasien diberikan obat tetes
mata berupa Cendo Polidex yang setiap ml mengandung neomycin
sulfate setara dengan neomycin base 3,5 mg, polymixin b sulfate
10000IU dan dexamethason sodium phosphate 1 mg. Cendo Conver yang
mengandung Cromolyn sodium 20 mg.Antibiotik Neomycin adalah
antibiotika berspektrum luas, yang digunakan pada macam-macam
infeksi kulit yang disebabkan bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif. Neomycin merupakan antibiotika golongan
aminoglikosida yang bekerja dengan cara terikat pada ribosom 30S
bakteri dan menghambat sintesis protein yang mengakibatkan rusaknya
membran sitoplasma bakteri. Pemberian antibiotik pada pasien
bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang pada
akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan
katarak. Pemberian kortikosteroid topikal pada pasien ini bertujuan
untuk mengurangi proses inflamasi dari konjungtivitis
vernalis.Penelitian In-Vitro pada hewan menunjukkan bahwa Cromolyn
sodium menghambat degranulasi daripada sel-sel mast yang
tersensitisasi yang terjadi setelah terekspos antigen-antigen
spesifik Cromolyn sodium bekerja dengan cara menghambat terlepasnya
histamin dan SRS-A (Slow-Reacting Substance of Anaphylaxis) dari
sel sel mast.Pasien juga mendapatkan obat peroral berupa Celestamin
mengandung Betamethasone 0,25 mg dan Dexchlorpheniramine Maleate 2
mg.Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid
sistemik seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau
deksamethason fosfat 23 tablet 4 kali sehari selama 12 minggu. Satu
hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat
steroid adalah gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat
mungkin.Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk
mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi
dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada
kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.Tata laksana
konjungtivitis vernalis berdasarkan beratnya gejala dan tanda
penyakit, yaitu1. Terapi utamaPenghindaran terhadap semua
kemungkinan alergen penyebab.1. Terapi topikalUntuk menghilangkan
sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik
seperti asetil sistein 10%20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada
kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10%
lebih dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan alkalin
seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan
atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif
sepenuhnya.Pemberian vasokonstriktor topikal dapat mengurangi
gejala kemerahan dan edem pada konjungtiva. Namun pada beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi obat
vasokonstriktor dan antihistamin topikal (vasocon A) mempunyai efek
yang lebih efektif dibanding pemberian yang terpisah. Pemberian
stabilisator sel mast yaitu natrium kromoglikat 2% atau sodium
kromolyn 4% atau iodoksamid trometamin dapat mencegah degranulasi
dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat mengurangi
kebutuhan akan kortikosteroid topikal. Pemakaian iodoksamid
dikatakan mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan dengan
natrium kromoglikat 2%maupun sodium kromolyn 4%.6 Pemberian obat
antiinflamasi non-steroid topikal seperti diklofenak, suprofen,
flubirofen dan ketorolak dapat menghambat kerja enzim
siklo-oksigenase, namun saat ini hanya ketorolak yangmendapat
rekomendasi dari Food Drug Administra-tion. Bila obat-obatan
topikal seperti antihistamin, vasokonstriktor, atau sodium kromolyn
tidak adekuat maka dapat dipertimbangkan pemberian kortiko-steroid
topikal. Allansmith melaporkan bahwa pemberian terapi pulse dengan
deksametason 1% topikal, diberikan tiap 2 jam, 8 kali sehari
kemudian diturunkan secara bertahap selama 1 minggu, dapatmengobati
inflamasi pada konjungtivitis vernalis, tetapi bila tidak dalam
serangan akut pemberian steroid topikal tidakdiperbolehkan. Saat
ini preparat steroid digunakandengan cara injeksi supratarsal pada
kasus konjungtivitis vernalis yang refrakter. Siklosporin bekerja
menghambat aksi interleukin 2 pada limfosit T dan menekan efek sel
T dan eosinofil, terbukti bermanfaat menurunkan gejala dan tanda
konjungtivitis vernalis.Terapi untuk kasus berulang yang tidak
dapat diobati dengan natrium kromoglikat atau steroid, diberikan
siklosporin topikal 2% dan mitomisin-C topikal 0,01%.1. Terapi
sistemikPengobatan dengan antihistamin sistemik bermanfaat untuk
menambah efektivitas pengobatan topikal. Pemberian aspirin dan
indometasin (golongan antiinflamasi non-steroid) yang bekerja
sebagai penghambat enzim siklooksigenase dilaporkan dapat
mengurangi gejala konjungtivitis vernalis. Kortikosteroid sistemik
diberikan bila ada indikasi khusus yaitu inflamasi berat pada
kornea dan konjungtiva, bertujuan untuk mencegah kerusakan
jaringan. Pemberian montelukas dilaporkan dapat mengurangi gejala
pada pasien konjungtivitis vernalis yang juga menderita asma atau
pada pasien yang mempunyai risiko terhadap terapi steroid. Namun
hal ini masih dalam perdebatan. Efektivitas pemberian imunoterapi
sebagai terapi alergi pada mata sampai saat ini belum memberikan
hasil yang memuaskan.4. Terapi suportifDesensitisasi dengan alergen
inhalan, kompres dingin pada mata dan menggunakan kacamata hitam,
tetes mata artifisial dapat melarutkan alergen dan berguna untuk
mencuci mata, memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang
sering juga disebut sebagai climato-therapy.5. Terapi bedahTerapi
bedah yang dapat dilakukan adalah otograf konjungtiva dan krio
terapi, namun kelemahan kedua terapi ini dapat menyebabkan
terjadinya sikatriks, trikiasis, defisiensi air mata dan entropion.
Keratotomi superfisial dapat dilakukan untuk reepitelisasi
kornea.Pada pasien diberikan obat tetes mata berupa Cendo Polidex
yang setiap ml mengandung neomycin sulfate setara dengan neomycin
base 3,5 mg, polymixin b sulfate 10000IU dan dexamethason sodium
phosphate 1 mg. Cendo Conver yang mengandung Cromolyn sodium 20 mg.
Penelitian In-Vitro pada hewan menunjukkan bahwa Cromolyn sodium
menghambat degranulasi daripada sel-sel mast yang tersensitisasi
yang terjadi setelah terekspos antigen-antigen spesifik Cromolyn
sodium bekerja dengan cara menghambat terlepasnya histamin dan
SRS-A (Slow-Reacting Substance of Anaphylaxis) dari sel sel mast.
Pasien juga mendapatkan obat peroral berupa Celestamin mengandung
Betamethasone 0,25 mg; Dexchlorpheniramine Maleate 2 mg.
19