Deasy Adri Susanto (406111007)
Konjungtivitis Vernalis
Presentasi KasusKonjungtivitis Vernalis
Pembimbing: dr Nanda Lessi, Sp.MDisusun Oleh: Deasy Adri Susanto
406111007
BAB 1
PENDAHULUAN
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi
bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan
tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya
adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak
lensa.1,2
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat
reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat
seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari
kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik.
Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan
riwayat atopi.1,4Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua
mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa
gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air
mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.1,3Konjungtiva
banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel) yang
melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap
berbagai rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau).
Mediator ini menyebabkan radang pada mata, yang mungkin sebentar
atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat
konjungtivitis alergi.4,5,6Konjungtivitis alergi yang musiman dan
yang berkelanjutan adalah jenis yang paling sering dari reaksi
alergi pada mata. Konjungtivitis alergi yang musiman sering
disebabkan oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis
ini timbul khususnya pada musim semi atau awala musim panas. Serbuk
sari gulma bertanggung jawab pada gejala alergi mata merah pada
musim panas dan awal musim gugur. Alergi mata merah yang
berkelanjutan terjadi sepanjang tahun; paling sering disebabkan
oleh tungau debu, bulu hewan, dan bulu unggas.1,5,6
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang
lebih serius dimana penyebabnya tidak diketahui. Kondisi paling
sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya yang berumur kurang
dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman.
Konjungtivitis vernal biasanya kambuh setiap musim semi dan hilang
pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak tidak mengalaminya
lagi pada umur dewasa muda.1Penyebaran konjungtivitis vernal merata
di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5% pasien dengan masalah
tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas
(misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan)
daripada iklim dingin (seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan
Jerman).3,4
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik
(turunan). Kami menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita
konjungtivitis vernal memiliki satu atau lebih keluarga setingkat
yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam rumput,
iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen).
Penyakit-penyakit turunan ini umumnya ditemukan pada pasien itu
sendiri. Dalam sebuah penelitian, 19 dari 39 pasien memiliki satu
atau lebih dari empat penyakit turunan utama.3,4,5
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya
kondisi akan memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan
bumi utara, itulah mengapa dinamakan konjungtivitis vernal (atau
musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini lebih menyerang
pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien
mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai
sumber alergi yang silih berganti sepanjang tahun.1,4BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.Definisi
Konjungtivitis vernalis adalah peradangan konjungtiva bilateral
dan rekuren akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I).
Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai catarrh musim semi dan
konjungtivitis musiman atau konjungtivits musim kemarau, adalah
penyakit bilateral yang jarang yang disebabkan oleh alergi,
biasanya berlangsung dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung
5-10 tahun.1,52.2.Etiologi
Penyakit ini dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
terhadap beberapa alergen eksogen seperti serbuk sari rumput.
Penyakit ini juga diperkirakan menjadi sebuak kelainan alergi
atopic pada banyak kasus dimana mekanisme yang dimediasi IgE
memainkan peranan penting. Sejumlah pasien menunjukkan secara
personal ataupun riwayat keluarga dengan penyakit atopi misalnya
hay fever, asma ataupun ekszema dan pemerikasaan darah menunjukkan
eosinofilia dan peningkatan level IgE serum.22.3.Klasifikasi
a. Palpebral
Ini merupakan penyakit primer dimana sebuah penyebaran
perkembangan hipertrofi papil lebih utama konjungtiva tarsal
superior dari pada inferior dan mungkin dihubungkan dengan penyakit
kornea yang signifikan sebagai hasil dari ketidaksesuaian letak
antara lempeng tarsal superior dan epitel kornea. Konjungtiva bulbi
hiperemia dan chemosis bisa muncul. Pada kasus yang berat giant
papillae menyerupai cobblestone yang berkembang pada tarual
superior. Hal ini dapat menyebabkan ptosis mekanik. Discharge
dikarakteristikkan dengan warna putih kekuningan dan konsistensi
berserat dan dapat mengelupas tanpa adanya perdarahan.3,4,5
Gambar 1. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral
b. Limbal
Bentuk limbal dapat berkembang sendiri atau berhubungan dan
bersaam dengan bentuk palpebral. Bentuk ini terutama muncul pada
wilayah Afrika dan Asia dan prevalensi lebih tinggi pada iklim
tropis. Bentuk limbus memiliki discharge yang kental, gambaran
gelatinosa dan injeksi vaskular. Horner-Trantas dots, yang
merepresantikan adanya macroagregat dari eosinofil dan sel-sel
epitelial dan dapat diamati pada limbus yang hipertrofi pada pasien
dengan vernal konjungtivitis tipe limbus.4,5
Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk limbal
2.4.Patogenesis
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya
radang interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtivitis vernal, antigen
berikatan dengan IgE dan menyebabkan degranulasi sel mast. Alergen
yang hinggap di konjungtiva, setelah terbentuk alergen-IgE spesifik
akan berdempetan dengan sel mast oleh FcRI IgE receptors. Ketika
alergen berikatan dengan IgE, IgE akan mengaktivasikan sel mast
untuk mengeluarkan molekul-molekul efektor. Pengeluaran efektor
molekul memikili berbagai fungsi; leukotriens dan histamin
meningkatkan permeabilitas vaskular, IL-4 dan IL-13 memperkuat
respon sel Th2 yang kemudian mempromosikan perubahan isotype
menjadi semakin banyak IgE dan TNF- memdiasi respon inflamasi.7
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat
vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada
tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan
gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun
kuantitas stem cells.9Tahap awal konjungtivitis vernalis ini
ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak
pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup
oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di
antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini
berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN (Poli morfo
nuclear), eosinofil, basofil dan sel mast.7,8Tahap berikutnya akan
dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan
eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak
superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi
terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran
sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan
eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup
menandai adanya abnormalitas jaringan.7Fase vaskular dan selular
dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar
maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang
terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan
ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar
perlekatan yang luas. Horner-Trantas dots yang terdapat di daerah
ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang
terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.7,8Pada
konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang
dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi
jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak
terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan
menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran
cobblestone.7,8,9Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan
warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan
tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal,
oleh disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis
mekanik.8,9Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada
beberapa area dan menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil
(warna kemerahan) tampak kuat di antara sel-sel jaringan epitel.
Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada substansi propria
(jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan
limfosit, sel plasma, eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan
perkembangan penyakit, semakin banyak sel yang berakumulasi dan
kolagen baru terbentuk, sehingga menghasilkan bongkol-bongkol besar
pada jaringan yang timbul dari lempeng tarsal. Terkait dengan
perubahan-perubahan tersebut adalah adanya pembentukan pembuluh
darah baru dalam jumlah yang banyak. Peningkatan jumlah kolagen
berlangsung cepat dan menyolok.8,9
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu:
perkembangbiakan jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan
infiltrasi sel plasma, limfosit, eosinofil dan basofil ke dalam
stroma. Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik yang ditampilkan
melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan beberapa
observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini,
tampak dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi
propria. Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen normal dari
substansi propia, namun tidak terdapat jaringan epitel konjungtiva
normal.3,8
2.5.Gejala Klinis
Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi
mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi
(demam jerami, eczema, dan lain-lain) dan kadang-kadang pada pasien
muda juga. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat
banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva
palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali.
Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan atap rata, dan
mengandung berkas kapiler.1 Chemosis yang merupakan pembengkakan
pada konjungtiva dapat muncul walaupun biasanya tidak terlihat dan
hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan Slit Lamp.7
Gambar 3. konjungtivitis vernalis. Papilla batu bata di
konjungtiva tarsalis superior.
Mungkin terdapat tahi mata berserabut dan pseudomembran
fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus, terutama pada
orang negro turunan Afrika, lesi paling mencolok terdapat di
limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah
pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla
limbus. Bintik-bintik Tranta adalah bintik-bintik putih yang
terlihat di limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis
vernalis selama fase aktif dari penyakit ini.1,9
Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra
dan limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak
timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani
krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang
dapat merusak konjungtiva.1
2.6.Diagnosa
Penegakan diagnosa konjungtivitis vernal umumnya berdasarkan
anamnesa yang khas untuk konjungtivitis vernal setelah disingkirkan
jenis konjungtivitis yang lain dan juga dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang.
Pada anamnese dapat kita telusuri dan kita temukan gejala-gejala
klinis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Dan menjadi
catatan, keluhan ini bisa berulang dan menahun diikuti dengan
perubahan iklim, yaitu:
Gatal yang hebat
Kotoran mata yang berserabut
Konjungtiva merah, sakit dan bengkak
Lakrimasi
Silau
Pada pemeriksaan fisik, dapat kita jumpai:
Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla raksasa
mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk poligonal, dengan
atap rata, dan mengandung berkas kapiler.1 Chemosis dan dapat
terlihat dengan pemeriksaan Slit Lamp7 Tahi mata berserabut dan
pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons).
Pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah pseudogerontoxon
(arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus.
Bintik-bintik Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di
limbus pada beberapa pasien dengan konjungtivitis vernalis selama
fase aktif dari penyakit ini.1,9
Sering tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra
dan limbus, namun pannus besar jarang dijumpai. Biasanya tidak
timbul parut pada konjungtiva kecuali jika pasien telah menjalani
krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang
dapat merusak konjungtiva.1Pemeriksaan Penunjang dapat dilakukan
berdasarkan pemahaman patofisiologi penyakit ini, daintaranya:
a. Pewarnaan dengan Giemsa
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa bisa
terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada
pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum
IgE.9
b. Kerokan Konjungtiva
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang mengalami inflamasi
menunjukkan adanya banyak eosinofil dan butiran eosinofilik.
Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan sifat
khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak
ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain
pada level ini.9c. Pemeriksaan Kadar Imunoglobulin
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11
pasien konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan
bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara air mata dengan
level kandungan serum pada kedua mata. Kandungan IgE pada air mata
diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam
serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien
konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml)
dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE
secara spesifik ditemukan pada air mata lebih banyak daripada
butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat 18 dari 30 pasien
yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi
butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis
antibodi ini pada air matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini
menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara
mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis
vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan
permukaan mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang
memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal
lebih banyak berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya
daripada antibodi IgE. 9d. Pemeriksaan kadar histamin
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien
konjungtivitis vernal (38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi
daripada kandungan histamin air mata pada 13 orang normal (10ng/ml,
P