Page 1
KONFLIK PERAN GENDER LAKI-LAKI DENGAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LAPAS
NARKOTIKA KLAS IIA CIPINANG
JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Nindita Nurillah Suryadi
NIM: 11160520000068
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
Page 2
i
KONFLIK PERAN GENDER LAKI-LAKI DENGAN
PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LAPAS
NARKOTIKA KLAS IIA CIPINANG
JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Nindita Nurillah Suryadi
NIM. 11160520000068
Pembimbing
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si
NIP. 19690607 199503 2 003
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/2021 M
Page 3
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Konflik Peran Gender Laki-Laki dengan
Penyalahgunaan Narkoba di Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang
Jakarta Timur” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 31 Mei 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Jakarta, 31 Mei 2021
Sidang Munaqasyah
Ketua Sekretaris
Ir. Noor Bekti Negoro, SE., M.Si Artiarini Puspita Arwan, M.Psi
NIP. 19650301 199903 1 001 NIP. 19861109 201101 2 016
Penguji I Penguji II
Dr. Fauzun Jamal Lc., M.A Abdul Rahman, M.Si
NIP. 197410212008011009 NIP. 198207112007011001
Pembimbing
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si
NIP. 19690607 199503 2 003
Page 4
iii
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Nindita Nurillah Suryadi
NIM : 11160520000068
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Konflik
Peran Gender Laki-Laki dengan Penyalahgunaan Narkoba di
Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang Jakarta Timur adalah
benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan
plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam
penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya
dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang semestinya
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata
skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya
orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 31 Mei 2021
Nindita Nurillah Suryadi
NIM. 11160520000068
Page 5
iv
ABSTRAK
Nindita Nurillah Suryadi. 11160520000068. Konflik Peran
Gender Laki-Laki dengan Penyalahgunaan Narkoba Warga
Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta.
Dibimbing oleh Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si.
Kasus penyalahgunaan narkoba semakin meningkat dari
tahun ke tahun di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri sampai akhir
tahun 2019, Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat lebih
kurang 3.600.000 penduduk Indonesia telah menyalahgunakan
narkoba. Dalam jurnal O’Neil (2008), terdapat 7 dari 11 penelitian
yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara konflik peran gender laki-laki dengan penyalahgunaan
narkoba.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat
penyalahgunaan narkoba dan menganalisis hubungan konflik
peran gender laki-laki dengan penyalahgunaan narkoba warga
binaan pemasyarakatan. Penelitian ini menggunakan teori konflik
peran gender laki-laki yang dirumuskan oleh James M. O’Neil dan
teori penyalahgunaan narkoba milik Dadang Hawari.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
metode survey. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 95 orang.
Teknik analisis data menggunakan korelasi Rank Spearman dan
pengolahan data menggunakan SPSS 25.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
penyalahgunaan narkoba warga binaan pemasyarakatan tergolong
sedang. Penelitian ini juga menemukan hasil bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan antara konflik peran gender laki-
laki dengan penyalahgunaan narkoba dengan nilai Sig. (2-tailed)
sebesar 0.001 dimana 0.001 < 0.05 dan terdapat hubungan yang
lemah dan positif dengan angka koefisien korelasi yang bernilai
positif yaitu 0.322** sehingga hubungan antara konflik peran
gender dengan penyalahgunaan narkoba bersifat searah. Artinya,
kenaikan atau penurunan konflik peran gender laki-laki warga
binaan pemasyarakatan akan diikuti kenaikan atau penurunan
penyalahgunaan narkoba warga binaan pemasyarakatan.
Kata Kunci: Konflik Peran Gender Laki-Laki,
Penyalahgunaan Narkoba, Warga Binaan Pemasyarakatan.
Page 6
v
ABSTRACT
Nindita Nurillah Suryadi. 11160520000068. Male Gender Role
Conflict and Drug Abuse of Prisoners in Jakarta Narcotics
Prison. Supervised by Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si.
Drug abuse cases are increasing from year to year around
the world. In Indonesia alone until the end of 2019, the National
Narcotics Agency (BNN) noted that approximately 3,600,000
Indonesians had abused drugs. In one of O'Neil’s journal (2008),
7 out of 11 studies found that there was a significant relationship
between gender role conflicts and drug abuse.
Therefore, this study aims to describe the level of drug
abuse and analyze the relationship between male gender role
conflicts and drug abuse of prisoners in Jakarta Narcotics Prison.
This study uses the male gender role conflict theory formulated by
James M. O'Neil and Dadang Hawari's theory of drug abuse.
This research uses a quantitative approach with a survey
method. The number of samples in this study were 95 people. The
data analysis technique used Rank Spearman correlation and data
processing used SPSS 25.
The results showed that the level of drug abuse in the prison
assisted residents was moderate. This study also found that there
was a positive and significant relationship between male gender
role conflict and drug abuse with a Sig. (2-tailed) of 0.001 where
0.001 <0.05 and there is a weak and positive relationship with a
positive correlation coefficient of 0.322 ** so that the relationship
between gender role conflict and drug abuse is unidirectional. This
means that an increase in the male gender role conflict will be
followed by an increase in drug abuse of prisoners, or a decrease
in the male gender role conflict will be followed by a decrease in
drug abuse of prisoners.
Keywords: Male Gender Role Conflict, Drug Abuse, Prisoners
Page 7
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan nikmat
dan kasih sayang tak terhingga kepada hamba-Nya. Shalawat
teriring salam juga tak lupa penulis haturkan kepada junjungan
seluruh alam, Nabi Muhammad Shalllahu ‘Alaihi wa Sallam yang
telah memberikan cahaya ke dalam gelapnya hidup para manusia
dengan menyampaikan risalah Al-Qur’an. Dengan izin-Nya,
penulis dapat merampungkan penulisan skripsi yang berjudul
“Konflik Peran Gender dengan Penyalahgunaan Narkoba Warga
Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang
Jakarta Timur” ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tak luput dari kesalahan,
penulis harap skripsi ini dapat menjadi sumbangan ilmu yang
bermanfaat bagi khalayak masyarakat luas, khususnya para
akademisi. Dalam penulisan skripsi ini pun penulis mendapatkan
banyak bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk moril
maupun materil.
Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua
orang tua penulis yang selalu menengadahkan tangan kepada-Nya
untuk mendoakan penulis, juga yang selalu berdiri di barisan
terdepan dalam mendukung penulis di kegiatan apapun yang
bermanfaat. Juga kepada kakak dan adik penulis yang menghibur
penulis dengan caranya masing-masing. Tak terhitung rasa syukur
penulis kepada Allah yang menjadikan penulis sebagai putri satu-
Page 8
vii
satunya keluarga ini. Semoga Allah senantiasa merahmati dan
meridhoi kita baik di dunia maupun di akhirat.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dan membantu penulisan
skripsi ini, diantaranya:
1. Suparto, M.Ed., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW selaku
Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Sihabuddin Noor,
MA selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,
Drs. Cecep Castrawijaya, MA selaku Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama.
2. Ir. Noor Bekti Negoro, M.Si dan Artiarini Puspita Arwan
M.Psi selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan kepada
mahasiswanya agar selalu bersemangat dalam
mengerjakan skripsi.
3. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu, tenaga, juga pikirannya
dan dengan sabar membimbing penulis sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
4. M. Jufri Halim, M.Ag selaku Dosen Pembimbing
Akademik penulis yang selalu menaungi mahasiswanya
dan memotivasi penulis selama menjadi mahasiswa di
BPI.
Page 9
viii
5. Dosen di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah memberikan banyak ilmu bermanfaat selama
penulis menimba ilmu di jurusan ini. Semoga apa yang
telah diajarkan dapat menjadi amal jariyah yang terus
mengalir pahalanya hingga hari akhir kelak.
6. Pak Abdul Manaf selaku pembimbing penulis dalam
melaksanakan penelitian di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta yang selalu bersedia membantu dan menyediakan
fasilitas yang mempermudah penelitian.
7. Deasty Evaliana, sahabat sekaligus partner in crime yang
selalu memahami penulis di kondisi apapun. Dua belas
tahun pertemanan sungguh membuat kita memiliki
“telepati” kita tersendiri.
8. Krisdayanti, Siti Masripah, Risna Wahyu Yuliarti, Lia
Monika, Diah Anggraini Jumaidi Putri, Nailatul Izzah,
Izul Muna, Dita Maya Septiani, Ami Dwi Zahera, Eva
Fauzah, Nur Ossa Velina, Heksayani Aspari, Alfiah
Rahma Auliyani, dan seluruh teman-teman BPI Angkatan
2016 yang tidak bisa penulis sebut satu per satu. Terima
kasih atas bantuan serta dukungan selama pengerjaan
skripsi ini, juga hari-hari yang dipenuhi canda tawa
selama di bangku perkuliahan.
9. UIN Archery Squad yang telah menjadi wadah bagi
penulis melakukan salah satu cita-cita masa kecil penulis.
Tarikan pertama yang dilakukan ketika menembakkan
anak panah selalu membekas di hati penulis. Terima kasih
Page 10
ix
atas pengetahuan dan pengalaman baru di atas hamparan
rumput yang hijau.
10. Ikatan Remaja Masjid Al-Qorieb sebagai distraksi terbaik
yang penulis miliki selama mengerjakan skripsi dan
membuat penulis kembali merasa menjadi bagian dari
sesuatu di saat pandemi yang memisahkan banyak orang.
11. Seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktu
dan pikiran dengan menjadi bagian dari penelitian ini.
12. Juga pihak-pihak lain yang tidak hanya membantu penulis
dalam pengerjaan skripsi, namun juga memberikan
wawasan dan kebijaksanaan akan hidup.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhoi apapun yang
Bapak, Ibu, Teman-teman, Kakak-kakak, dan Adik-adik lakukan
dan membalas segala kebaikan dengan sebaik-baik balasan.
Terima kasih telah menjadi bagian dari hidup penulis.
Penulis pun menyadari bahwa skripsi ini tidak dekat dengan
kata sempurna, maka dari itu penulis membuka pintu untuk
menerima saran dan masukan bermanfaat demi memperbaiki
skripsi ini. Walau begitu, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat luas dan dapat mengembangkan
khazanah keilmuan.
Jakarta, 19 April 2021
Nindita Nurillah Suryadi
Page 11
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... ii
PERNYATAAN ........................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................. xiv
BAB I ............................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................... 14
C. Batasan Masalah............................................................... 15
D. Rumusan Masalah ............................................................ 16
E. Tujuan Penelitian ............................................................. 17
F. Manfaat Penelitian ........................................................... 17
G. Tinjauan Kajian Terdahulu .............................................. 18
H. Sistematika Penulisan ...................................................... 32
BAB II ......................................................................................... 34
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 34
A. Landasan Teori ................................................................. 34
1. Konflik Peran Gender ................................................... 34
2. Penyalahgunaan Narkoba ............................................. 46
3. Dewasa Awal ................................................................ 54
B. Kerangka Pemikiran ......................................................... 59
C. Hipotesis ........................................................................... 66
Page 12
xi
BAB III ....................................................................................... 67
METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 67
A. Paradigma Penelitian ........................................................ 67
B. Populasi ............................................................................ 68
C. Sampel .............................................................................. 69
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................... 70
E. Sumber Data ..................................................................... 71
1. Data Primer ................................................................... 71
2. Data Sekunder .............................................................. 71
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 72
1. Observasi ...................................................................... 72
2. Wawancara ................................................................... 72
3. Kuesioner ...................................................................... 73
4. Dokumentasi ................................................................. 73
G. Instrumen Penelitian......................................................... 74
1. Variabel Penelitian ....................................................... 74
2. Definisi Operasional ..................................................... 75
3. Skala Penelitian ............................................................ 76
4. Uji Validitas ................................................................. 77
5. Uji Reliabilitas .............................................................. 80
H. Teknik Analisis Data ........................................................ 81
1. Uji Deskriptif ................................................................ 81
2. Uji Korelasi .................................................................. 82
3. Membaca Data Secara Kualitatif .................................. 83
BAB IV ....................................................................................... 84
GAMBARAN UMUM DAN HASIL ANALISIS DATA .......... 84
A. Gambaran Umum Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta ...... 84
1. Sejarah Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta ................... 84
Page 13
xii
2. Tugas Pokok dan Fungsi Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta .................................................................................. 84
3. Visi dan Misi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta.......... 85
4. Sarana dan Prasarana Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
86
5. Struktur Organisasi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta 88
............................................................................................. 88
6. Program Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta ................. 89
B. Temuan dan Hasil Analisis Data ...................................... 92
1. Analisis Deskriptif ........................................................ 92
2. Analisis Inferensial ..................................................... 110
BAB V ....................................................................................... 132
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 132
A. Kesimpulan .................................................................... 132
B. Saran ............................................................................... 133
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 135
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................ 142
Page 14
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Review Jurnal Ke-1 ....................................................... 18
Tabel 2. Review Jurnal Ke-2 ....................................................... 19
Tabel 3. Review Jurnal Ke-3 ....................................................... 21
Tabel 4. Review Jurnal Ke-4 ....................................................... 22
Tabel 5. Review Jurnal Ke-5 ....................................................... 24
Tabel 6. Review Jurnal Ke-6 ....................................................... 25
Tabel 7. Review Jurnal Ke-7 ....................................................... 27
Tabel 8. Review Jurnal Ke-8 ....................................................... 28
Tabel 9. Review Jurnal Ke-9 ....................................................... 30
Tabel 10. Review Jurnal Ke-10 ................................................... 31
Tabel 11. Skala Semi-Likert ....................................................... 76
Tabel 12. Blue Print Skala Variabel Konflik Peran Gender ....... 78
Tabel 13. Blue Print Penyalahgunaan Narkoba .......................... 79
Tabel 14. Output Uji Reliabilitas Variabel Konflik Peran Gender
..................................................................................................... 80
Tabel 15. Output Uji Reliabilitas Variabel Penyalahgunaan
Narkoba ....................................................................................... 81
Tabel 16. Kekuatan Korelasi Menurut Sugiyono ........................ 82
Tabel 17. Sarana dan Prasarana Lapas Narkotika Klas II A
Jakarta ......................................................................................... 86
Tabel 18. Persentase Konflik Peran Gender Warga Binaan
Pemasyarakatan ........................................................................... 98
Tabel 19. Persentase Penyalahgunaan Narkoba Warga Binaan
Pemasyarakatan ......................................................................... 105
Tabel 20. Nilai Koefisien Korelasi antara Karakteristik
Responden dengan Penyalahgunaan Narkoba Warga Binaan
Pemasyarakatan ......................................................................... 110
Tabel 21. Nilai Koefisien Korelasi antara Konflik Peran Gender
dengan Penyalahgunaan Narkoba Warga Binaan Pemasyarakatan
................................................................................................... 119
Page 15
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pola Konflik Peran Gender ....................................... 42
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Konflik Peran Gender
dengan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta ......................................................................................... 65
Gambar 3. Susunan Struktur Organisasi Lapas Narkotika Klas
IIA Jakarta ................................................................................... 88
Gambar 4. Karakteristik Responden berdasarkan Usia............... 93
Gambar 5. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat
Pendidikan Formal ...................................................................... 95
Gambar 6. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis
Penyalahgunaan Narkoba…………………………… ................ 97
Page 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus penyalahgunaan narkoba semakin meningkat
dari tahun ke tahun di seluruh dunia. Data dari United
Nations Drug Control Program (UNDCP) menunjukkan
bahwa lebih dari 220 juta orang di seluruh dunia telah
menggunakan narkoba. Dari jumlah tersebut, 1,5 persen
atau sekitar 3,2 juta orang berada di Indonesia. Menurut
Pusat Penelitian dan Kesehatan Universitas Indonesia
(PUSLITKES UI), penyalahgunaan narkoba telah
mencapai 2,2 persen dari total penduduk Indonesia.1
Sampai akhir tahun 2019, Badan Narkotika Nasional
(BNN) mencatat lebih kurang 3.600.000 penduduk
Indonesia telah menyalahgunakan narkoba.2
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat-
obatan berbahaya.3 Dalam UU No. 35 tahun 2009 Pasal 1
Ayat 1, yang dimaksud narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sistem
1 Elviza Rahmadona & Helfi Agustin, Faktor yang Berhubungan
Dengan Penyalahgunaan Narkoba di RSJ Prof. HB. Sa’anin, Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, Vol. 8 (2): 2014, hlm. 61. 2 Liputan6.com, Kepala BNN: Pengguna Narkoba pada 2019 Tembus
3,6 Juta Orang, diakses dari
https://www.liputan6.com/news/read/4127338/kepala-bnn-pengguna-narkoba-
pada-2019-tembus-36-juta-orang, pada tanggal 27 Januari 2020 pukul 16.17
WIB. 3 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologis Umum, Cet. Kelima,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 268.
Page 17
2
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan obat-obatan
terlarang lainnya adalah zat-zat yang apabila dimasukkan
ke dalam tubuh manusia, maka akan mengadakan
perubahan pada satu atau lebih fungsi-fungsi organ tubuh.4
Pemakaian narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk
atau resep dokter, pemakaiannya bersifat patologik
(menimbulkan kelainan) dan menimbulkan hambatan
dalam aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat
kerja, dan lingkungan sosial.5
Dari survei BNN tahun 2017, diperoleh data sekitar 72
persen penyalahguna narkoba berjenis kelamin laki-laki,
sedangkan 28 persen lainnya berjenis kelamin perempuan.6
Sejalan dengan data ini, penelitian yang dilakukan Ahmad
Riyadi dan Eny Purwandi pun menemukan subjek laki-laki
lebih beresiko menyalahgunakan dibanding subjek
4 Tim BNN, Materi Advokasi Pencegahan Narkoba, (Jakarta: Badan
Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2005), hlm. 7. 5 Fransiska Novita Eleanora, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta
Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis), Jurnal
Hukum, Vol. 25 (1): 2011, hlm. 440. 6 Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi
Tahun 2017, diakses dari
http://www.rumahcemara.or.id/rumahcemara.or.id/2017%20Survei%20Nasion
al%20BNN.pdf, pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 14.41 WIB.
Page 18
3
perempuan.7 Pendapat Afandi yang dikutip oleh Erika dan
Yurike juga menegaskan bahwa jenis kelamin laki-laki
lebih beresiko terhadap penyalahgunaan NAPZA.8 Dua
jurnal tersebut menyelipkan pendapat Erikson yang
mengatakan bahwa perbandingan ini disebabkan oleh
perbedaan struktur jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki cenderung lebih mengganggu dan
agresif dalam hubungan sosialnya, dengan demikian lebih
sering mendapatkan permasalahan sosial. Lain dengan
perempuan yang lebih bersifat inklusif dan pasif, terlebih
dalam kebudayaan Jawa dan Sunda perempuan diajarkan
untuk lebih sering berdiam di dalam rumah.
Elviza Rahmadona dan Helfi Agustin melakukan
penelitian yang melibatkan remaja laki-laki di Padang
menemukan bahwa faktor yang melatarbelakangi para
remaja menyalahgunakan narkoba adalah tingkat
religiusitas yang rendah, peran keluarga yang kurang baik
terhadap upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba, dan
teman sebaya yang memperkenalkan dan juga
menyalahgunakan narkoba.9 Terkait tingkat religiusitas
7 Ahmad Riyadi dan Eny Purwandari, Risiko Penyalahgunaan NAPZA
Pada Remaja Ditinjau Dari Jenis Kelamin, Status Tinggal, dan Status Orang
Tua, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015), hlm. 3. 8 Erika M. Wardani dan Yurike Septianingrum, Pada Hubungan
Antara Persepsi, Jenis Kelamin, Status Tempat Tinggal, Status Orang Tua
dengan Perilaku Penyalahgunaan NAPZA Pada Kelas XI di SMK Darul Huda
Sidoarjo, Medical and Health Science Journal Vol. 2 (2): 2018, hlm. 43. 9 Elviza Rahmadona & Helfi Agustin, Faktor yang Berhubungan
Dengan Penyalahgunaan Narkoba di RSJ Prof. HB. Sa’anin, Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, Vol. 8 (2): 2014, hlm. 65.
Page 19
4
yang rendah yang menjadi salah satu penyebab seseorang
menyalahgunakan narkoba, hal ini diutarakan oleh Fromm
bahwa dengan menjauhnya seseorang dari Tuhannya akan
menyebabkan orang tersebut merasa bebas dan jika terus
berlanjut akan merasa kesepian dan terasing. Perasaan-
perasaan seperti ini akan membawanya untuk lebih mudah
melakukan tindakan-tindakan yang negatif, bahkan
merusak diri sendiri. Namun, penyebab penyalahgunaan
narkoba tidak berhenti sampai disitu.
Dalam jurnal O’Neil yang bertajuk “Summarizing 25
Years of Research on Men’s Gender Role Conflict Using
the Gender Role Scale”, terdapat 11 penelitian yang
menghubungkan antara konflik peran gender laki-laki
dengan penyalahgunaan narkoba. Empat penelitian yang
dilakukan oleh Bauman, CM Moore, Generali, dan Serna
tidak menemukan hubungan antara konflik peran gender
laki-laki dan penyalahgunaan alkohol. Tetapi, tujuh
penelitian yang dilakukan oleh Blazina & Watkins, Fahey,
Kang, Korcuska & Thombs, McMahon, Monk &
Ricciardelli, dan Peterson menemukan hubungan yang
signifikan antara konflik peran gender laki-laki dan
penyalahgunaan narkoba. Hasil dari seluruh penelitian
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan
alkohol dan penyalahgunaan narkoba secara signifikan
berkaitan dengan aspek-aspek konflik peran gender laki-
laki, terutama pada aspek success/power/competition,
Page 20
5
restricted emotionality, dan restrictive affectionate
behaviour between men.10
Menurut Fakih, gender berarti suatu sifat yang melekat
pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi
secara sosial maupun kultural.11 Gender berbeda dengan
seks atau jenis kelamin yang berarti perbedaan secara
biologis komposisi genetis dan fungsi anatomi reproduktif
manusia.12 Bila jenis kelamin merupakan hak kodrati yang
diberikan Tuhan kepada manusia dalam bentuk organ yang
melekat pada masing-masing jenis kelamin, gender adalah
pembedaan sifat dan perilaku antara laki-laki dan
perempuan yang dikonstruksikan oleh suatu masyarakat
tertentu.
Para ahli mendiskusikan beberapa asumsi yang
mendefinisikan stereotip gender maskulinitas yang optimal
dalam masyarakat, yaitu:
1. Laki-laki secara biologis lebih unggul daripada
wanita.
2. Maskulinitas adalah bentuk identitas gender yang
lebih unggul, dominan, dan lebih dihargai
dibanding feminitas.
10 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm. 386. 11 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 8. 12 Haris Herdiansyah, Gender dalam Perspektif Psikologi, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2016), hlm. 3.
Page 21
6
3. Kekuatan maskulin, dominasi, kompetisi, dan
kontrol sangat penting untuk membuktikan
maskulinitas seseorang.
4. Kerentanan, perasaan, dan emosi merupakan tanda-
tanda feminitas dan harus dihindari.
5. Komunikasi interpersonal yang menekankan
emosi, perasaan, intuisi, dan kontak fisik dianggap
feminin dan harus dihindari. Pemikiran yang
rasional dan logis adalah bentuk komunikasi yang
lebih baik.
6. Seks adalah sarana utama untuk membuktikan
maskulinitas atau kejantanan seseorang. Sedangkan
perilaku kasih sayang dianggap feminin dan kurang
dihargai.
7. Kerentanan dan intimasi dengan laki-laki lain harus
dihindari karena (a) seorang laki-laki tidak bisa
menunjukkan kelemahannya di hadapan laki-laki
lain karena akan dimanfaatkan, dan (b) intimasi
dengan laki-laki lain dapat menyiratkan
homoseksualitas atau kebancian.
8. Pekerjaan dan kesuksesan karir laki-laki adalah
ukuran dari maskulinitas seseorang.
Page 22
7
9. Laki-laki sangat berbeda dan lebih unggul dari
perempuan, maka laki-laki adalah pencari nafkah
utama dalam keluarga.13
Akibat sikap dan perilaku yang dibatasi garis
maskulinitas, laki-laki merasa takut jika menampakkan
sikap atau perilaku yang termasuk atribut feminin.14
Ketakutan akan sisi kewanitaan atau fear of femininity
merupakan emosi atau perasaan negatif yang kuat terkait
dengan nilai-nilai, sikap, dan perilaku stereotip feminin.
Reaksi ini telah dipelajari sejak usia dini yang dibentuk
oleh orang tua, teman sebaya, dan nilai-nilai sosial di
sekitarnya.15
Peran gender yang telah disosialisasikan dalam
masyarakat merupakan peran dalam ruang tertentu atau
porsi tertentu bagi laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksikan oleh masyarakat, sosial, maupun
kultural.16 Menurut Mosse, peran gender adalah perangkat
perilaku khusus yang mencakup penampilan, pakaian,
sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah
tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan
13 James M. O’Neil, Patterns of Gender Role Conflict and Strain
Sexism and Fear of Femininity in Men’s Lives, The Personnel and Guidance
Journal, Vol. 60 (4): 1981, hlm. 205. 14 James M. O’Neil dkk., Gender-role Conflict Scale: College Men’s
Fear of Femininity, Sex Roles, Vol. 14 (5-6): 1986, hlm. 336. 15 James M. O’Neil dkk., Gender-role Conflict Scale: College Men’s
Fear of Femininity, Sex Roles, Vol. 14 (5-6): 1986, hlm. 337. 16 Haris Herdiansyah, Gender dalam Perspektif Psikologi, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2016), hlm. 12.
Page 23
8
sebagainya. Namun, peran gender dapat berubah seiring
waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur
lainnya. Peran itu juga dipengaruhi oleh kelas sosial, usia,
dan latar belakang etnis.17
Peran gender terbagi atas maskulin dan feminin.
Maskulin adalah sifat-sifat yang dipercaya dan dibentuk
oleh budaya sebagai ciri-ciri yang ideal bagi pria,
sedangkan feminin merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat yang
dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi
wanita.18 Contohnya, peran gender yang sering disematkan
pada laki-laki adalah sifat dominan, tegas, kuat, tidak boleh
menangis, dan sebagainya. Sedangkan peran gender
perempuan adalah bersifat lembut, pengertian, mampu
melayani suami, dapat mengurus rumah, dan sebagainya.
Dalam buku berjudul “Pemberdayaan Perempuan dari
Masa ke Masa”, peran gender laki-laki dan perempuan
terdiri dari tiga peran pokok, yaitu peran reproduktif
(domestik), peran produktif, dan peran sosial.19
1. Peran reproduktif berhubungan dengan peran dalam
melakukan kegiatan terkait pemeliharaan sumber
daya manusia dan tugas-tugas rumah tangga yang
17 Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, Cetakan Kelima,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2019), hlm. 3-4. 18 Meutia Nauly, Konflik Peran Gender pada Pria: Teori dan
Pendekatan Empirik, (Medan: USU Digital Library, 2002), hlm. 4. 19 Aida Vitayala Hubeis, Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke
Masa, (Jakarta: PT. Penerbit IPB Press, 2010), hlm. 83-84.
Page 24
9
memerlukan waktu lama dan bersifat rutinitas,
seperti menyiapkan makanan, mengumpulkan air,
mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara
kesehatan dan gizi keluarga, mengasuh dan
mendidik anak.
2. Peran produktif membedakan tanggungjawab laki-
laki dan perempuan dengan jelas. Peran ini
menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang
dan jasa untuk dikonsumsi dan diperdagangkan,
seperti petani, nelayan, wirausaha, dan sebagainya.
3. Peran sosial terkait dengan kegiatan jasa dan
partisipasi politik.
Peran gender yang telah disosialisasikan dalam suatu
masyarakat akan menjadi standar atau patokan bagaimana
seharusnya sifat dan perilaku seorang laki-laki dan
perempuan itu dinamakan stereotip gender. Merujuk dari
pendapat Haris, stereotip gender adalah kontrol sosial yang
bersifat menentukan preferensi sikap maupun perilaku
terhadap kedua gender yang dianggap ideal dan dapat
diterima oleh masyarakat, dan disertai dengan konsekuensi
tertentu jika seseorang bersikap atau berperilaku diluar
preferensi tersebut.20
Akibat stereotip gender yang menyebar dalam
masyarakat, banyak dari laki-laki memutuskan untuk
20 Haris Herdiansyah, Gender dalam Perspektif Psikolog, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2016), hlm. 13-14.
Page 25
10
mengalihkan beban emosi yang dirasakan melalui aktivitas
fisik seperti bermain bola atau merenung dengan
menghisap rokok.21 Bahkan laki-laki bisa menjadi kasar
terhadap pasangan atau orang di sekitarnya jika sudah tidak
terkendali lagi. Hal ini terjadi karena mereka memiliki
masalah kejiwaan yang tidak tersalurkan.22 Mereka pun
enggan mencari bantuan, terutama bantuan psikologis,
karena stigma diri dan juga stigma sosial yang menganggap
bahwa mencari bantuan merupakan tindakan yang lemah
dan tidak sesuai dengan norma maskulinitas.23
Dengan demikian, seseorang yang tidak bersikap atau
tidak berperilaku sesuai dengan standar stereotip gender
yang ada di lingkungan sekitarnya akan menyebabkan
konflik dalam dirinya. O’Neil menyebut istilah konflik ini
dengan sebutan gender role conflict atau konflik peran
gender. Konflik peran gender merupakan kondisi
psikologis dimana peran gender menyebabkan konsekuensi
negatif bagi diri sendiri dan orang lain.24 Menurut O’Neil,
konflik peran gender terjadi bila sosialisasi peran gender
21 Regis Machdy, Loving The Wounded Soul: Alasan dan Tujuan
Depresi Hadir di Hidup Manusia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2019),
hlm. 76. 22 Darlene Lancer, The Truth About Abusers, Abuse, and What to Do,
diakses dari https://www.psychologytoday.com/us/blog/toxic-
relationships/201706/the-truth-about-abusers-abuse-and-what-do, pada tanggal
25 Januari 2020 pukul 21.27 WIB. 23 Rachel Wahto dan Joshua K. Swift, Labels, Gender-Role Conflict,
Stigma, and Attitudes Toward Seeking Psychological Help in Men, American
Journal of Men’s Health: 2014, hlm. 8. 24 James M. O’Neil, dkk., Gender-Role Conflict Scale: College Men’s
Fear of Femininity, Sex Roles Vol. 14 (5/6): 1986, hlm. 336.
Page 26
11
yang kaku, seksis, dan terbatas berpengaruh pada devaluasi
diri, keterbatasan diri, dan ancaman pada diri sendiri atau
orang lain.25
Pemahaman terkait gender biasanya baru benar-benar
dipahami ketika seseorang menginjak usia dewasa awal
ketika manusia berada di puncak perkembangannya.
Ditambah dengan budaya patriarki yang kuat di Indonesia
serta tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal
seperti adanya transisi peran, beradaptasi dengan peran
sosial yang baru, perubahan tanggung jawab26, dan
sebagainya membuat laki-laki di masa dewasa awal ini
rentan mengalami konflik peran gender. Menurut Hurlock,
bahaya yang paling serius dalam proses penyesuaian sosial
dan penyesuaian diri dewasa awal disebabkan oleh dampak
pembagian peran seks yang stereotip yang memengaruhi
sikap dan perilaku laki-laki maupun perempuan.27 Laki-
laki dengan stereotip bahwa mereka harus maskulin dan
bersikap superior dibanding perempuan akan mengabaikan
kelemahan-kelemahannya yang dianggap sebagai atribut
25 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm. 362. 26 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima, Cet. Kedua, (Jakarta: Erlangga,
1991), hlm. 247. 27 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima, Cet. Kedua, (Jakarta: Erlangga,
1991), hlm. 272.
Page 27
12
feminin karena merasa tidak jantan jika
mengekspresikannya.
Dalam kaitannya dengan penyalahgunaan narkoba,
suatu penelitian yang dilakukan oleh Allison dan Michael
menunjukkan bahwa laki-laki mengalami kesulitan dalam
mengakui dan mengungkapkan emosi yang dirasakan dan
menyebabkan mereka menyalurkan emosi mereka
menggunakan kekerasan, alkohol, dan narkoba sebagai
pelariannya.28 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Philip, Neil, dan William yang menunjukkan
alkohol merupakan salah satu mekanisme coping untuk
mengatasi masalah atau keadaan negatif yang dialami.29
Kasus penyalahgunaan narkoba sudah banyak terjadi
di dunia. Dari data-data penelitian yang telah dijabarkan di
atas, salah satu penyebab penyalahgunaan narkoba adalah
konflik peran gender laki-laki yang dilatarbelakangi oleh
stereotip peran gender yang melekat dalam masyarakat. Di
Indonesia sendiri, kasus penyalahgunaan narkoba tidak
bisa dibilang sedikit. Dengan maraknya kasus narkoba di
Indonesia, pemerintah ikut prihatin dan melakukan
berbagai tindakan untuk mencegah penyebaran narkoba,
menegakkan hukum, menyediakan layanan terapi dan
28 Allison J. Ritter dan Michael J. Cole, Men’s Issues: Gender-Role
Conflict and Substance Abuse, Drug and Alcohol Review Vol. 2: 1992, hlm.
165. 29 Philip J. Uly dkk., Rethinking Male Drinking: Traditional Masculine
Ideologies, Gender-role Conflict, and Drinking Motives, Psychology of Men
and Masculinity Vol. 15 (2): 2014, hlm. 126.
Page 28
13
rehabilitasi terhadap korban penyalahguanaan narkoba,
serta pelatihan untuk para penegak hukum.30 Salah satunya,
pemerintah menyediakan lembaga pemasyarakatan
narkotika Klas IIA yang menangani korban
penyalahguanaan narkoba.
Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Narkotika Klas IIA
Cipinang Jakarta Timur merupakan lembaga dibawah
naungan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang
berlokasi di Jl. Raya Bekasi Timur No. 170 Jatinegara
Jakarta Timur, DKI Jakarta. Pendirian lapas ini didasarkan
pada Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia RI No. M. 04. PR.07.03 Tahun 2003, tentang
pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Pematang Siantar, Lubuk Linggau, Bandar Lampung,
Jakarta, Bandung, Nusakambangan, Madiun, Pamekasan,
Martapura, Bangli, Maros, dan Jayapura.31 Lapas ini
merupakan lapas khusus yang menangani kasus
penyalahgunaan narkoba dengan semua warga binaan
pemasyarakatan di dalamnya berjenis kelamin laki-laki.
Dengan latar belakang masalah yang telah dipaparkan
diatas, peneliti ingin meneliti lebih jauh terkait bentuk dan
tingkat konflik peran gender yang dialami, serta hubungan
30 M. Amir P. Ali dan Imran Duse, Narkoba Ancaman Generasi Muda,
(Samarinda: DPD KNPI Kalimantan Timur, 2007), hlm. 10. 31 Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang, Profil LPNJ: Welcome to
Jakarta Narcotics Prison: The Reclassering Netherland Probation Service and
The Center for International Legal Cooperation (ILC).
Page 29
14
konflik peran gender laki-laki dengan penyalahgunaan
narkoba dengan judul penelitian “Konflik Peran Gender
Laki-Laki Dengan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas
Narkotika Klas IIA Cipinang Jakarta Timur.”
Penelitian ini juga diadakan demi mengangkat nilai lokal
dengan melihat hubungan antara dua variabel tersebut di
Indonesia karena penelitian dengan variabel serupa hanya
dilakukan di luar negeri. Terlebih budaya patriarki yang
menonjolkan kaum laki-laki begitu kental dalam budaya
banyak suku di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar
belakang di atas, maka didapatkan identifikasi masalah
sebagia berikut:
1. Kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia
semakin meningkat dari tahun ke tahun hingga
menginjak angka 3.600.000 kasus sampai akhir
tahun 2019. Kasus-kasus tersebut didominasi oleh
laki-laki dalam rentang usia dewasa awal.
2. Banyaknya tugas perkembangan dan stereotip
maskulin yang beredar di kalangan masyarakat
memicu timbulnya konflik peran gender dalam diri
laki-laki dan membuat mereka melampiaskan
emosi salah satunya dengan menyalahgunakan
narkoba.
Page 30
15
3. Kasus penyalahgunaan narkoba yang dikaitkan
dengan konflik peran gender dapat ditemukan di
Australia yang disebabkan oleh masalah isolasi,
depresi, dan kesulitan mengakui dan
mengungkapkan emosi yang menyebabkan
penyaluran emosi melalui kekerasan,
penyalahgunaan narkoba, atau hal negatif lainnya.
4. Masalah konflik peran gender ini juga terjadi di
Indonesia, tepatnya di Suku Batak Karo, yang
mengalami konflik peran gender tersebut akibat
adanya perbedaan atau pertentangan antara peran
yang dijalankan saat ini dengan apa yang telah
ditanamkan ke mereka sejak kecil.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini
dibatasi pada konflik peran gender yang terjadi pada laki-
laki yang menyalahgunakan narkoba. Konflik peran gender
dialami oleh laki-laki yang merasa adanya ketidaksesuaian
antara konsep diri nyata dengan konsep diri ideal yang
diharapkan masyarakat melalui stereotip gender yang ada.
Adapun subjek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Cipinang Jakarta Timur yang berada pada usia dewasa
awal, yaitu kisaran umur 18-40 tahun.
Adapun teori konflik peran gender laki-laki yang
digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini
Page 31
16
adalah teori O’Neil yang mengemukakan bahwa terdapat
empat pola yang dapat mengukur konflik peran gender
dalam diri laki-laki, yaitu: (1) restricted emotionality, (2)
restrictive affectionate behaviour between men, (3)
success/power/competition, (4) conflict between work and
family relations. Untuk memadatkan dimensi variabel agar
menjadi lebih aplikatif saat digunakan, maka istilah-istilah
dari dimensi konflik peran gender ini akan dialihkan
menjadi: (1) emosional, (2) afeksi, (3) kompetisi, dan (4)
hubungan publik-domestik.
Terkait teori penyalahgunaan narkoba, peneliti
mengacu pada pendapat Prof. Dr. Dadang Hawari tentang
tiga faktor yang membuat seseorang terpengaruh untuk
menyalahgunakan narkoba, yaitu: (1) faktor predisposisi,
(2) faktor kontribusi, dan (3) faktor pencetus (pendorong).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, peneliti
merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat penyalahgunaan narkoba warga
binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas
IIA Cipinang Jakarta Timur?
2. Bagaimana hubungan konflik peran gender laki-
laki dengan penyalahgunaan narkoba pada warga
binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas
IIA Cipinang Jakarta Timur?
Page 32
17
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah
dikemukakan, maka dapat terlihat tujuan dari penelitian ini,
yaitu:
1. Mendeskripsikan tingkat penyalahgunaan narkoba
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Cipinang Jakarta Timur.
2. Menganalisis hubungan konflik peran gender laki-
laki dengan penyalahgunaan narkoba pada warga
binaan pemasyarakatan di Lapas Klas IIA
Narkotika Cipinang Jakarta Timur.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian
yang telah dipaparkan sebelumnya, maka berikut adalah
manfaat dari penelitian ini:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran dalam pengembangan pengetahuan dan
teori konflik peran gender dalam kaitannya dengan
penyalahgunaan narkoba.
2. Dapat memperluas khazanah keilmuan akademik
untuk Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan
Islam terkait gender, mengingat literatur penelitian
dengan tema tersebut masih terhitung minim dalam
program studi BPI.
3. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan
kontribusi positif terhadap praktisi seperti penyuluh
Page 33
18
agama, penyuluh sosial, juga untuk pihak lapas
dalam mencegah penyebaran penyalahgunaan
narkoba dan mengobatinya, khususnya di lapas
yang menangani korban penyalahgunaan narkoba
melalui bimbingan rohani dan bimbingan agama
yang ada di lapas.
G. Tinjauan Kajian Terdahulu
1. Artikel Jurnal Drug and Alcohol Review Vol. 2 Tahun
1992 oleh Allison J. Ritter dan Michael J. Cole dengan
judul “Men’s Issues: Gender Role Conflict and
Substance Abuse.”
Tabel 1. Review Jurnal Ke-1
Hasil
Penelitian
• Masalah isolasi, depresi, dan
penyalahgunaan narkoba diidentifikasi
berkaitan dengan konflik peran gender.
• Biasanya dilatarbelakangi oleh peran ayah
yang abusive, pemabuk, atau absen
selama masa kecilnya.
• Kesulitan mengakui dan mengungkapkan
emosi menyebabkan penyaluran emosi
melalui kekerasan, penyalahgunaan
narkoba, dsb.
• Penyalahgunaan narkoba dan alkohol
biasanya merupakan bentuk pelarian.
Kelebihan Mengungkapkan salah satu latar belakang
laki-laki menyalahgunakan narkoba, yaitu
Page 34
19
konflik peran gender. Ditambah dengan
penjabaran sub masalah dalam konflik
peran gender yang dialami klien dengan
rinci, ditambah dengan penjelasan
mengenai terapi yang dapat dilakukan
kepada para penyalahguna narkoba.
Kekurangan Tidak menyebutkan subjek penelitian
dengan jelas.
Distingsi
• Merupakan studi literatur mengenai
konflik peran gender dan kaitannya
dengan penyalahgunaan narkoba.
• Lokasi penelitian berada di Australia.
2. Artikel Jurnal Sex Roles Vol. 42 Tahun 2000 oleh H.
Theodore dan B. F. Lloyd dengan judul “Age and
Gender Role Conflict: A Cross-Sectional Study of
Australian Men.”
Tabel 2. Review Jurnal Ke-2
Hasil
Penelitian
• Dimensi kompetisi lebih menonjol pada
kelompok laki-laki muda (18-24 tahun).
• Dimensi hubungan publik-domestik lebih
menonjol pada kelompok laki-laki paruh
baya (36-45 tahun).
• Tidak ada perbedaan umur yang
signifikan dalam dimesi emosional dan
dimensi afeksi.
Page 35
20
• Tidak ada hasil yang mendukung hasil
interpretasi teori Jung milik Cournoyer
dan Mahalik yang menyatakan bahwa
laki-laki akan lebih menunjukkan sisi
feminin seiring bertambahnya usia.
• Mensugestikan bahwa pengalaman
konflik pemuda tidak banyak disebabkan
oleh peran laki-laki itu sendiri, tapi karena
tugas perkembangan yang terkait dengan
peran laki-laki pada tahap perkembangan
tertentu, yang dalam penelitian ini
maksudnya transisi dari masa remaja ke
masa dewasa awal.
Kelebihan
Pemaparan masalah dan hasil penelitian
dikemas secara sistematis dan jelas. Juga
memberikan pandangan baru dengan
menambahkan golongan usia yang dalam
penelitian sebelumnya (Cournoyer dan
Mahalik) hanya menggunakan dua
golongan usia, jadi hasil penelitian lebih
bisa dibandingkan.
Kekurangan
Tidak ditemukan kekurangan yang berarti
dalam penelitian ini selain terdapat
beberapa typo dalam penulisan.
Distingsi • Menggunakan snowball sampling sebagai
metode pengambilan sampel.
Page 36
21
• Kisaran umur subjek berbeda.
• Lokasi penelitian berada di Australia.
3. Artikel The Journal of Men’s Studies Vol. 18 No.1
Tahun 2010 oleh Stephanie Bates Galligan, Rosemary
V. Barnett, Mark A. Brennan, dan Glenn D. Israel
dengan judul “The Effects of Gender Role Conflict on
Adolescent and Emerging Adult Male Resiliency.”
Tabel 3. Review Jurnal Ke-3
Hasil
Penelitian
• Semakin tinggi tingkat konflik peran
gender, semakin rendah tingkat resiliensi
laki-laki pada masa dewasa awal,
walaupun tidak dalam semua subskala
konflik peran gender.
• Dimensi konflik peran gender yang paling
berdampak negatif terhadap resiliensi
adalah dimensi emosional.
• Konflik dengan dimensi kompetisi justru
berkaitan dengan perubahan yang positif
dalam resiliensi laki-laki pada masa
dewasa awal tersebut.
Kelebihan Deskripsi penelitian dijelaskan dengan
lengkap dan jelas.
Kekurangan
Pendahuluan masalah dijabarkan secara
bertele-tele sehingga cenderung sulit
dipahami.
Page 37
22
Distingsi
• Menggunakan variabel resiliensi laki-laki
sebagai variabel Y.
• Subjek penelitian adalah para mahasiswa
dari berbagai universitas di bagian
tenggara Amerika Serikat.
• Lokasi penelitian berada di Amerika
Serikat.
4. Artikel Journal of Counselling Psychology Vol. 36 (3):
295-300 Tahun 1989 oleh Glenn E. Good, Don M. Delt,
& Laurie B. Mintz dengan judul “Male Role and
Gender Role Conflict: Relations to Help Seeking in
Men.”
Tabel 4. Review Jurnal Ke-4
Hasil
Penelitian
• Terdapat hubungan yang signifikan antara
dimensi-dimensi dalam peran laki-laki
dengan perilaku yang berhubungan
dengan mencari bantuan.
• Dimensi afeksi dan emosional
berhubungan secara negatif dengan
pencarian bantuan psikologis
professional.
• Dimensi kompetisi tidak berhubungan
secara siginifikan dengan perilaku
meminta bantuan psikologis laki-laki.
Page 38
23
• Semakin laki-laki memandang bahwa
seorang laki-laki tidak seharusnya
menunjukkan kepedulian sesama laki-laki
dan memandang bahwa tidak perlu
membagikan sisi emosional, mereka akan
cenderung memberikan pandangan yang
kurang baik tentang mencari bantuan
psikologis.
Kelebihan Variabel Y yang digunakan tergolong luas
jadi hasil bisa digeneralisasikan.
Kekurangan
Penelitian ini dilakukan kepada mayoritas
remaja akhir yang menuju masa dewasa
awal. Akan lebih baik jika rentang usinya
dibesarkan agar mendapat hasil yang lebih
universal.
Distingsi
• Menggunakan variabel perilaku mencari
bantuan sebagai variabel Y.
• Subjek penelitian adalah mahasiswa S1
yang mengikuti kelas pengenalan
psikologi di universitas daerah
Midwestern, Amerika Serikat.
• Menggunakan tingkat religiusitas, peran
orang tua, dan peran teman sebaya sebagai
Variabel X.
5. Artikel Jurnal Psychology of Men & Masculinity Vol.
15 No. 2: 121-128 Tahun 2014 oleh Philip J. Uly, Neil
Page 39
24
A. Massoth, dan William H. Gottdiener dengan judul
“Rethinking Male Drinking: Traditional Masculine
Ideologies, Gender-role Conflict, and Drinking
Motives.”
Tabel 5. Review Jurnal Ke-5
Hasil
Penelitian
• Terdapat hubungan yang signifikan antara
ideologi maskulin dengan perilaku
mengonsumsi miras juga hubungan antara
ideologi maskulin dengan konflik peran
gender.
• Konflik peran gender berhubungan
signifikan dengan motif conformity dalam
mengonsumsi alkohol.
• Alkohol menjadi salah satu coping
mechanism dalam menghadapi masalah
atau kondisi yang buruk.
• Laki-laki dengan konflik peran gender
rendah menunjukkan tingat konsumsi
alkohol yang rendah yang disebabkan
mereka memiliki support system dari
keluarga atau teman.
• Laki-laki merasa berkompetisi dengan
laki-laki dalam minum miras.
Kelebihan Penjabaran masalah dijelaskan secara
sistematis sehingga mudah dipahami.
Page 40
25
Kekurangan
Penelitian ini kurang mendalami hubungan
subskala konflik peran gender dengan
perilaku minum miras.
Distingsi
• Subjek penelitian direkrut dari Intensive
Outpatient Program (IOP) di kota
metropolitan bagian tenggara Amerika
Serikat yang memiliki masa lalu
menggunakan alkohol.
• Lokasi penelitian berada di Amerika
Serikat.
• Menggunakan motif minum miras sebagai
variabel Y.
6. Artikel Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat Vol. 4 (2): 217-234 Tahun 2020 oleh
Ghania Ahsani Rahmadhani & Ratri Vitrianita dengan
judul “Pengaruh Stereotip Gender dan Konflik Peran
Gender Laki-Laki Terhadap Motivasi Kerja Pemuda
Desa Putus Sekolah.”
Tabel 6. Review Jurnal Ke-6
Hasil
Penelitian
• Pada kelima dimensi stereotip gender
dapat dikatakan mayoritas stereotip
gender laki-laki berada pada tingkat
sedang.
• Konflik peran gender responden dalam
penelitian ini tergolong sedang dalam
semua dimensi.
Page 41
26
• Pada kelima aspek motivasi kerja dapat
dikatakan mayoritas motivasi kerja
pemuda putus sekolah berada pada tingkat
sedang.
• Terdapat pengaruh tidak langsung antara
stereotip gender laki-laki terhadap
motivasi kerja pemuda desa putus sekolah
dengan konflik peran gender laki-laki
sebagai variabel mediasi parsialnya.
Kelebihan
Masalah dan hasil penelitian dijabarkan
dengan baik dan mudah dipahami. Juga
menambahkan metode wawancara sebagai
penunjang data kuantitatif, jadi hasil
penelitian dapat dikatakan akurat.
Kekurangan Tidak ditemukan kekurangan yang berarti
dalam penelitian ini.
Distingsi
• Menggunakan dua variabel X yang salah
satunya adalah konflik peran gender.
• Subjek penelitian adalah para pemuda
desa putus sekolah di Desa Sukawening,
Bogor.
7. Artikel Jurnal Psikologi Universitas HKBP
Nommensen Vol. 6 (1): 10-20 Tahun 2019 oleh Karina
M. Brahmana dengan judul “Pengaruh Ideologi
Maskulin Terhadap Konflik Peran Gender Pada Laki-
Laki Suku Batak Karo.”
Page 42
27
Tabel 7. Review Jurnal Ke-7
Hasil
Penelitian
• Berdasarkan hasil analisis dekriptif
terhadap skala konflik peran gender,
diketahui sekitar 27,5 persen (11orang)
dari jumlah sampel memiliki tingkat
konflik peran gender yang rendah, 50
persen (20 orang) memiliki tingkat konflik
peran gender sedang, dan 22,5 persen (9
orang) memiliki tingkat konflik peran
gender tinggi.
• Terdapat hubungan yang signifikan antara
ideologi maskulin dengan konflik peran
gender.
• Arah hubungan variabel positif yang
berarti semakin tinggi ideologi maskulin,
semakin tinggi juga kecenderungan KPG
suami pendeta tersebut.
• Muncul KPG diketahui disebabkan karena
adanya perbedaan atau pertentangan
antara peran yang dijalankan saat ini
dengan apa yang telah ditanamkan kepada
mereka sejak kecil.
Kelebihan
Masalah dan hasil penelitian dijabarkan
dengan baik dan mudah dipahami. Juga
mengangkat isu gender laki-laki dalam
salah satu suku di Indonesia yang jarang
Page 43
28
dijadikan subjek penelitian, terlebih banyak
suku di Indonesia yang menganut budaya
patriarki dimana kekuasaan tertinggi berada
di tangan laki-laki.
Kekurangan
Responden yang cenderung sedikit dan
terbatas jadi kurang mendapatkan gambaran
hasil yang utuh mengenai konflik peran
gender. Juga tidak ada tabel yang memuat
uji regresi variabel.
Distingsi
• Menggunakan variabel ideologi maskulin
sebagai variabel X.
• Subjek penelitian adalah para suami
pendeta di Gereja Batak Karo Protestan di
Medan.
8. Artikel jurnal Psychology of Men & Masculinity Vol.
3 (2): 107-118 Tahun 2002 oleh William M. Liu dengan
judul “Exploring the Lives of Asian American Men:
Racial Identity, Male Role Norms, Gender Role
Conflict, and Prejudicial Attitudes.”
Tabel 8. Review Jurnal Ke-8
Hasil
Penelitian
• Menunjukkan bahwa responden yang
mendukung subskala MRNI (Male Role
Norm Inventory) cenderung mengikuti
ekspektasi gender maskulin, seperti
kemandirian dan sikap maskulin
Page 44
29
tradisional, dan juga cenderung
mengalami konflik perasaan.
• Dukungan terhadap dimensi kompetisi
juga dapat berarti dukungan terhadap
norma peran laki-laki tradisional.
• Menunjukkan bahwa peserta yang
membatasi emosi mereka cenderung
mendukung ekspektasi peran maskulin
untuk menghindari hal-hal feminin,
menolak homoseksual, menjadi mandiri,
agresif, berorientasi pada tujuan dan
pencarian status, memiliki sikap maskulin
tradisional terhadap seks, dan
menyembunyikan sikap maskulin
tradisional.
Kelebihan Penjelasan pendahuluan masalah dijelaskan
secara sistematis dan jelas.
Kekurangan Hasil penelitian dan pembahasan dijabarkan
dengan berbelit-belit jadi membingungkan.
Distingsi
Subjek penelitian adalah mahasiswa yang
direkrut dari 4 institusi pendidikan tinggi
yang berbeda di Amerika Serikat
9. Artikel jurnal Sex Roles Vol. 33 (1-2): 1-18 Tahun
1995 oleh Mark J. Sharpe, P. Paul Heppner, & Wayne
A. Dixon dengan judul “Gender Role Conflict,
Page 45
30
Instrumentality, Expressiveness, and Well-Being in
Adult Men.”
Tabel 9. Review Jurnal Ke-9
Hasil
Penelitian
• Hanya dimensi emosional dari konflik
peran gender yang berhubungan secara
signifikan dengan empat dimensi dari
kesejahteraan psikologis (psychological
well-being).
• Konflik peran gender dengan seluruh
dimensinya tidak berhubungan secara
signifikan dengan instrumentality.
• Terdapat hubungan yang lemah antara
dimensi konflik peran gender dan
kesejahteraan psikologis pada laki-laki
dalam usia kuliah.
Kelebihan
Penelitian didukung dengan banyak data
dari penelitian-penelitian sebelumnya.
Penelitian ini juga memperluas cakupan
penelitian sebelumnya dalam menentukan
variabel konflik peran gender dan
kesejahteraan psikologis.
Kekurangan
Artikel jurnal sulit diartikan jadi sulit
dipahami. Dan dari 500 kuesioner yang
disebar, hanya 61 persen yang kembali.
Distingsi • Subjek penelitian adalah laki-laki yang
mayoritas direkrut dari organisasi-
Page 46
31
organisasi jasa dan perusahaan di area
besar atau metropolitan di daerah Selatan.
10. Artikel Journal of Counselling Psychology Vol. 54 (4):
373-384 Tahun 2007 oleh Erin L. Pederson & David L.
Vogel dengan judul “Male Gender Role Conflict and
Willingness to Seek Counselling: Testing a Mediation
Model on College-Aged Men.”
Tabel 10. Review Jurnal Ke-10
Hasil
Penelitian
• Para peneliti secara konsisten menemukan
hasil bahwa konflik peran gender
berkaitan dengan meningkatkan depresi
dan kecemasan, ketidakpuasan hubungan
dan masalah keintiman, ketidakpuasan
pekerjaan, dan konsumsi alkohol secara
berlebihan.
• Hubungan antara konflik peran gender
dan kemauan untuk mencari konseling
juga sebagian dimediasi oleh stigma dan
sikap diri yang terkait dengan mencari
konseling.
• Stigma diri mungkin sangat menonjol bagi
pria karena pandangan dari peran gender
pria tradisional bahwa pria harus mandiri,
terkontrol, dan mandiri dapat
menyebabkan peningkatan kekhawatiran
tentang mencari bantuan, karena mencari
Page 47
32
bantuan dapat berarti mengakui
ketidakmampuan untuk menangani
berbagai hal sendiri.
Kelebihan Diksi kata dan juga terdapat penjelasan dari
beberapa istilah baru jadi mudah dipahami.
Kekurangan
Kurang menjelaskan pengaruh dimensi-
dimensi konflik peran gender terhadap
keinginan untuk konseling secara detail.
Hasil penelitian juga tidak bisa
digeneralisasikan karena mayoritas
responden adalah mahasiswa S1 tingkat 2
dan masih lajang.
Distingsi
Subjek penelitian merupakan mahasiswa
penerima kursus psikologi di universitas
besar di daerah Midwestern, Amerika
Serikat.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap penelitian
ini, maka peneliti membuat sistematika penelitian sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian,
Page 48
33
tinjauan kajian terdahulu, dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang landasan
teori yang berkaitan dengan isi skripsi
sebagai dasar pemikiran dalam melakukan
penelitian, yaitu: teori konflik peran gender
laki-laki dan teori penyalahgunaan narkoba.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini meliputi metode-metode yang akan
digunakan dalam penelitian, yaitu: populasi
dan sampel, tempat dan waktu penelitian,
sumber data, instrument penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik pengolahan
data.
BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai temuan
hasil dari penelitian yang dilaksanakan serta
pembahasan terkait hasil temuan tersebut.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai
kesimpulan dan saran.
Page 49
34
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konflik Peran Gender
a. Gender
Dalam The Oxford Encyclopedia of The
Modern World, Esposito mengungkapkan bahwa
gender adalah pengelompokkan individu dalam tata
bahasa yang digunakan untuk menunjukkan ada
tidaknya kepemilikan terhadap satu ciri jenis
kelamin tertentu. Gender dapat diartikan pula
sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam peran, fungsi, hak, tanggungjawab, dan
perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial,
budaya, dan adat istiadat dari kelompok masyarakat
yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi
setempat.1
Menurut Kristeva yang dikutip oleh Tong,
gender merupakan suatu konsep kultural yang
merujuk pada karakteristik yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan, baik secara
1 Herien Puspitawati, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di
Indonesia, (Bogor: PT IPB Press, 2012), hlm. 1.
Page 50
35
biologis, perilaku, mentalitas, dan sosial
budaya.2 Sedangkan menurut Fakih, gender berarti
suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural.3
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
gender adalah suatu konstruksi sosial budaya yang
melekat pada laki-laki dan perempuan dan
membedakan mereka dalam peran, fungsi, hak,
tanggungjawab, dan perilaku dalam suatu tatanan
masyarakat tertentu.
b. Peran Gender
Menurut Myers, peran gender merupakan suatu
set perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk
laki-laki dan perempuan.4 Feidman juga
mengatakan bahwa peran gender atau gender role
juga bermakna sejumlah harapan yang diinginkan
masyarakat tertentu mengenai perilaku yang sesuai
dengan pria dan wanita.5 Berdasarkan William dan
Best, peran gender merupakan sekumpulan
2 Rosemary P. Tong, Feminist Thought: Pengantar Paling
Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, (Yogyakarta:
Jalasutra, 2004), hlm. 42. 3 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 8. 4 Meutia Nauly, Konflik Peran Gender pada Pria: Teori dan
Pendekatan Empirik, (Medan: USU Digital Library, 2002), hlm. 4. 5 Quratul Uyun, Peran Gender dalam Budaya Jawa, Psikologika, Vol.
7 (13): 2002, hlm. 35-36.
Page 51
36
aktivitas-aktivitas yang sesuai dilakukan oleh laki-
laki dan perempuan dalam suatu interaksi sosial.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa peran gender adalah sejumlah harapan sosial
dan standar perilaku masyarakat terhadap aktivitas
dan pola tingkah laku yang berbeda sesuai dengan
jenis kelamin seseorang.
Terdapat dua model pandangan peran gender
menurut Scanzoni, yaitu peran gender tradisional
dan peran gender modern.6 Peran gender tradisional
memandang peran laki-laki dan perempuan secara
kaku. Seorang laki-laki harus menjalani peran
gender laki-laki yang ada dalam suatu masyarakat,
dan sebaliknya. Sedangkan peran gender modern
memandang peran gender laki-laki dan perempuan
sejajar atau sederajat, tidak ada pembagian tugas
secara kaku.
c. Konflik Peran Gender
O’Neil mendefinisikan konflik peran gender
sebagai keadaan psikologis dimana peran gender
yang disosialisasikan memiliki konsekuensi negatif
6 Sri Supriyantini, Hubungan Antara Pandangan Peran Gender
dengan Keterlibatan Suami Dalam Kegiatan Rumah Tangga, (Medan: USU
Digital Library, 2002), hlm. 14.
Page 52
37
bagi orang tersebut.7 Konflik peran gender terjadi
ketika peran gender dipandang secara kaku,
membatasi, dan seksis. Pandangan ini merupakan
bentuk dari devaluasi terhadap diri sendiri atau
orang lain. O’Neil mengindikasikan bahwa konflik
peran gender cenderung membatasi kapasitas atau
kemampuan laki-laki untuk mengaktualisasikan
potensinya dan juga menghambat potensi orang
lain.8
Domain psikologis konflik peran gender
meliputi empat ranah9, yaitu:
1) Kognitif, bagaimana seorang individu
berpikir tentang peran gender.
2) Afektif, bagaimana perasaan seorang
individu terkait peran gender.
3) Perilaku, bagaimana seorang individu
bertindak, merespons, dan berinteraksi
dengan orang lain dan dirinya sendiri karena
peran gender.
7 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm. 362. 8 Karina Meriem Beru Brahmana, Konflik Peran Gender Pada Laki-
Laki, (Artikel Seminar Nasional Psikologi “Membangun Manusia Indonesia
yang Holistik dalam Kebinekaan”), hlm. 436-437. 9 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm 362.
Page 53
38
4) Bawah sadar, bagaimana dinamika peran
gender di luar kesadaran individu
memengaruhi perilaku dan menghasilkan
konflik.
Bagaimana seseorang berpikir dan merasa
tentang peran gender mereka, serta bagaimana
dinamika peran gender tersebut dalam dirinya
berpengaruh dalam tindakan, respons, dan interaksi
mereka dengan diri mereka sendiri (intrapersonal)
dan dengan orang lain (interpersonal).
Ranah kognitif, afektif, perilaku, dan bawah
sadar dari konflik peran gender ini berhubungan
dengan masalah laki-laki dengan depresi,
kecemasan, harga diri, homofobia, emosi yang
terbatas, masalah komunikasi, keintiman, konflik
perkawinan, kekerasan terhadap wanita, masalah
kesehatan, dan penyalahgunaan narkoba.10
Kompleksitas konteks situasional konflik peran
gender dapat diperkecil menjadi empat kategori11,
yaitu:
10 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm 363. 11 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm. 363.
Page 54
39
1) Konflik peran gender yang disebabkan oleh
transisi peran gender. Transisi peran gender
ini adalah peristiwa dalam perkembangan
peran gender laki-laki yang mengubah atau
menantang asumsi peran gendernya dan
mengakibatkan konflik peran gender atau
perubahan hidup yang positif, seperti
transisi peran gender memasuki sekolah,
mengalami pubertas, menikah, menjadi
seorang ayah, dan sebagainya.
2) Konflik peran gender yang dialami secara
intrapersonal. Konteks konflik peran gender
ini merupakan pengalaman pribadi dari
emosi dan pikiran negatif ketika mengalami
devaluasi, keterbatasan, dan ancaman.
3) Konflik peran gender yang diekspresikan
kepada orang lain secara interpersonal.
Situasi ini terjadi ketika konflik peran
gender mengakibatkan devaluasi,
membatasi, atau mengancam orang lain.
4) Konflik peran gender yang dialami orang
lain. Situasi ini terjadi ketika seseorang
mendevaluasi, membatasi atau mengancam
orang lain yang menyimpang dari atau
sesuai dengan ideologi dan norma-norma
maskulinitas.
Page 55
40
Pengalaman pribadi konflik peran gender
merupakan konsekuensi negatif dari penyesuaian,
penyimpangan, atau pelanggaran norma peran
gender dalam ideologi maskulinitas. Berikut
definisi operasional tiga pengalaman pribadi
konflik peran gender.12
1) Devaluasi diri. Devaluasi diri merupakan
kritik negatif terhadap diri sendiri atau orang
lain ketika menyesuaikan diri, menyimpang
dari atau melanggar norma peran gender
yang merupakan stereotip dari ideologi
maskulinitas yang berlaku.
2) Pembatasan. Pembatasan peran gender
terjadi ketika membatasi diri sendiri atau
orang lain pada norma stereotip ideologi
maskulinitas. Keterbatasan berakibat pada
kontrol perilaku, membatasi potensi pribadi,
dan mengurangi kebebasan individu.
3) Pelanggaran. Pelanggaran peran gender
merupakan hasil dari melukai diri sendiri,
melukai orang lain, atau dilukai orang lain
ketika menyimpang dari norma peran
gender dan ideologi maskulinitas.
12 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm 363.
Page 56
41
O’Neil dkk menemukan empat pola yang dapat
mengukur kondisi konflik peran gender yang
dialami oleh laki-laki.13 Keempat pola ini
berhubungan dengan ketakutan akan sisi
kewanitaan atau fear of femininity.
1) Restricted Emotionality (RE), pola yang
menggambarkan rasa takut dan keterbatasan
laki-laki dalam mengekspresikan emosi
serta kesulitannya untuk mengetahui dan
menggunakan kata-kata sebagai bentuk
ungkapan perasaan.
2) Restrictive Affectionate Behaviour Between
Men (RABBM), merupakan keterbatasan
cara untuk mengekspresikan perasaan dan
pemikiran dengan orang lain serta kesulitan
untuk bersentuhan secara fisik dengan laki-
laki.
3) Success/Power/Competition (SPC), yaitu
cerminan dari sikap pribadi mengenai peran
dalam kaitannya dengan kompetisi dan
kekuasaan dalam mencapai kesuksesan.
4) Conflict Between Work and Family
Relations (CBWFR), yakni gambaran
kesulitan dalam menyeimbangkan
13 Karina Meriem Beru Brahmana, Konflik Peran Gender Pada Laki-
Laki, (Artikel Seminar Nasional Psikologi “Membangun Manusia Indonesia
yang Holistik dalam Kebinekaan”), hlm. 440.
Page 57
42
komitmen pekerjaan/sekolah dalam
hubungan dengan keluarga dan teman, serta
memiliki waktu luang yang kurang.
Gambar 1. Pola Konflik Peran Gender14
d. Ketimpangan Gender
Perbedaan gender melahirkan beberapa
ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan
terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan
gender merupakan sistem dan struktur, baik kaum
laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem
tersebut. Farida dalam bukunya “Kajian dan
Dinamika Gender” mengutip kalimat Fakih yang
14 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm 368.
Page 58
43
menjelaskan beberapa manifestasi ketidakadilan
gender dalam masyarakat15:
1) Marginalisasi. Dilihat dari segi sumbernya,
pembatasan atau marginalisasi ini bisa
berasal dari kebijakan pemerintah,
keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi
dan kebiasaan, atau bahkan asumsi ilmu
pengetahuan. Misalnya, banyak di antara
suku-suku di Indonesia yang tidak memberi
hak kepada kaum perempuan untuk
mendapatkan hak waris sama sekali.
Sebagian tafsir keagamaan memberi hak
waris setengah dari hak waris laki-laki
terhadap kaum perempuan.
2) Subordinasi. Biasanya, subordinasi ini
terjadi pada kaum perempuan. Hal ini
bermula dari anggapan dan kultur budaya
masyarakat yang menganggap bahwa
perempuan itu tidak dapat berada di depan
dan irrasional, sehingga pandangan ini
menempatkan perempuan pada posisi
subordinat. Misalnya, anggapan bahwa
perempuan tidak perlu sekolah sampai
15 Farida Hanum, Kajian dan Dinamika Gender, (Malang: Instans
Publishing, 2018), hlm. 39-46.
Page 59
44
jenjang yang tinggi karena pada akhirnya
akan kembali ke dapur juga.
3) Stereotipe atau pelabelan. Banyak sekali
ketidakadilan terhadap jenis kelamin
tertentu, umumnya perempuan, yang
bersumber dari penandaan (stereotipe) yang
dilekatkan kepada mereka. Misalnya,
penandaan yang berasal dari asumsi bahwa
perempuan bersolek adalah dalam rangka
memancing perhatian lawan jenisnya, maka
setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan
seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe
ini.
4) Kekerasan. Kekerasan yang disebabkan
oleh bias gender disebut gender-related
violence. Banyak macam dna bentuk
kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai
kekerasan gender, diantaranya: (a) bentuk
pemerkosaan terhadap perempuan,
termasuk perkosaan dalam perkawinan, (b)
tindakan pemukulan dan serangan fisik
dalam rumah tangga, (c) bentuk penyiksaan
yang mengarah kepada organ alat kelamin,
(d) kekerasan dalam bentuk pelacuran, (e)
kekerasan dalam bentuk pornografi, (f)
kekerasan dalam bentuk pemaksaan
sterilisasi dalam Keluarga Berencana, (g)
Page 60
45
jenis kekerasan terselubung, (h) pelecehan
seksual atau sexual and emotional
harassment, (i) kekerasan simbolik.
5) Beban kerja. Adanya anggapan bahwa kaum
perempuan memiliki sifat memelihara dan
rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala
rumah tangga, berakibat bahwa semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi
tanggung jawab kaum perempuan semata.
Terlebih jika perempuan tersebut harus
bekerja, maka ia memikul beban kerja
ganda. Pekerjaan domestik ini pun dianggap
dan dinilai lebih rendah dibandingkan
dengan jenis pekerjaan yang dianggap
sebagai “pekerjaan laki-laki”, serta
dikategorikan sebagai “bukan produktif”
sehingga tidak diperhitungkan dalam
statistik ekonomi negara.
Namun, ketimpangan gender tidak hanya
terjadi pada kaum perempuan saja. Laki-laki pun
dengan pelabelan yang sudah melekat pada diri
mereka merasa tidak adil karena tuntutan yang
mengharuskan mereka memenuhi standar
maskulinitas yang beredar dalam masyarakat. Laki-
laki yang tidak dapat memenuhi standar tersebut
Page 61
46
akan dipandang sebelah mata dan dicap feminin
seperti perempuan.
2. Penyalahgunaan Narkoba
a. Pengertian Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan
narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud
pengobatan, tetapi karena ingin menikmati
pengaruhnya dalam jumlah berlebih, teratur, dan
cukup lama sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial
lainnya.16
Secara etimologis, narkoba atau narkotika
berasal dari bahasa Yunani yaitu narcosis. Istilah
ini merujuk kepada zat-zat yang menimbulkan mati
rasa atau rasa lumpuh.17 Dalam bahasa Inggris,
drug yang berarti narkoba memiliki dua arti18,
“illegal substance” yang berarti “zat yang ilegal”
dan “substance used as a medicine” yang berarti
“zat yang digunakan sebagai obat.” Sedangkan
secara terminologis, narkoba adalah obat yang
16 Lydia Herlina Martono, Mengenal Penyalahgunaan Narkoba,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2006), hlm. 3. 17 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologis Umum, Cet.
Kelima, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 268. 18 Oxford, Oxford Learner’s Pocket Dictionary-Fourth Edition, (New
York: Oxford University Press, 2008), hlm. 138.
Page 62
47
dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa
sakit, menimbulkan rasa kantuk, dan merangsang.19
William Benton mengungkapkan bahwa
narkoba merupakan istilah umum untuk semua
jenis zat yang melemahkan atau membius atau
mengurangi rasa sakit.20 Sementara Smith Kline
dan French Clinical mendefinisikan narkotika
sebagai zat-zat yang dapat mengakibatkan
ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat
tersebut bekerja memengaruhi susunan pusat
saraf.21
Dari penjelasan tentang definisi narkoba diatas,
dapat disimpulkan bahwa narkoba adalah zat-zat
illegal yang digunakan bukan demi kebutuhan
medis, melainkan digunakan demi pengaruhnya
yang digunakan secara berlebihan sehingga
memengaruhi susunan pusat saraf manusia.
Jadi, penyalahgunaan narkoba adalah
penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk
maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati
dari narkoba tersebut. Penyalahgunaan narkoba
19 Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), hlm. 609. 20 Mardani, Penyalahgunaan Narkoba: Dalam Perspektif Hukum Islam
dan Pidana Nasional, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hlm. 78. 21 Smith Kline dan French Clinical, A Manual for Law Enforcement
Officer Drugs Abuse, (Pennsylvania: Philadelphia, 1969), hlm. 91.
Page 63
48
diakibatkan pengaruh dari narkoba dan zat-zat
terlarang yang digunakan.22
Menurut Prof. Dr. Dadang Hawari, terdapat tiga
faktor yang menyebabkan seseorang
menyalahgunakan narkoba, yaitu faktor
predisposisi, faktor kontribusi, dan faktor pencetus
(pendorong) untuk terjadinya penyalahgunaan
narkoba.23
1) Faktor Predisposisi
Seseorang menyalahgunakan narkoba
akibat ketidakmampuan berfungsi secara
wajar dan efektif dalam mengatasi masalah
dan untuk menghilangkan kecemasan dan
depresi yang dirasakan. Dengan
menyalahgunakan narkoba, mereka
mencoba mengobati diri mereka sendiri
(self-medication) atau sebagai reaksi
pelarian (escape reaction).
2) Faktor Kontribusi
Pola asuh orang tua dan kondisi keluarga
yang tidak baik menjadi kontribusi
seseorang menyalahgunakan narkoba akibat
22 Lydia Herlina Martono dan Satya Joewana, Belajar Hidup
Bertanggung jawab, Menangkal Narkoba dan Kekerasan, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2008). 23 Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif,
(Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1991).
Page 64
49
merasa tertekan. Faktor ini berhubungan
dengan hubungan antara orang tua dan anak,
kesibukan orang tua, dan keutuhan keluarga.
3) Faktor Pencetus
Selain lingkungan keluarga, pengaruh
teman dan lingkungan dimana seseorang
berada menjadi salah satu faktor seseorang
menyalahgunakan narkoba. Selain itu,
ketersediaan narkoba yang mudah dijangkau
turut menjadi penyebab seseorang
menyalahgunakan narkoba.
b. Jenis-Jenis Narkoba
Menurut Purbaningtyas, dari banyaknya
narkoba, hanya ada beberapa jenis yang lebih sering
dipakai oleh para pecandu, antara lain24:
1) Ganja
Ganja berbentuk seperti bunga kering
dan dipakai dengan cara dihisap setelah
dicampur dengan rokok. Penyalahgunaan
ganja ini akan menimbulkan efek
psikologis, seperti rasa cemas, ketakutan
yang berlebih, halusinasi pendengaran,
mudah curiga, dan tidak realistis. Nama lain
24 Masyarakat Sekolah, Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba,
(Jakarta: Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan, 2003), hlm. 127-129.
Page 65
50
dari ganja adalah cimeng, gelek, grash,
rumput, mariyuana.
2) Putaw (heroin)
Putaw berasal dari kata putih karena
bentuknya seperti garam halus berwarna
putih. Bubuk tersebut dihaluskan dengan
kartu telepon, ditempatkan diatas
aluminium foil, kemudian bagian bawahnya
dibakar, lalu asapnya dihisap melalui
gulungan uang (ngedrugs). Bahaya dari
penyalahgunaan putaw adalah jika
ketagihan, seluruh badan dan tulang terasa
sakit (sakaw), badan merinding, air mata
meleleh, pilek, bahkan berteriak-teriak.
3) Ectasy/Inex (amfetamin)
Ectasy berbentuk tablet berwarna (warna
sesuai dosis dan campuran) dan cara
memakainya dengan diminum seperti obat.
Selama memakai ectasy, si pemakai akan
merasa lebih berstamina. Tetapi, dalam
beberapa jam kemudian akan menimbulkan
depresi, gelisah, pikiran tidak tenang, dan
seperti dikejar-kejar sesuatu.
4) Shabu-shabu (amfetamin)
Shabu-shabu berbentuk seperti butiran-
butiran kristal, menyerupai gula batu atau
tawas. Cara pemakaiannya dengan
Page 66
51
membakarnya diatas aluminium foil,
asapnya disalurkan lewat sedotan ke dalam
botol kecil berisi air mineral. Air di dalam
botol akan bergolak dengan mengeluarkan
uap (asap), asap itulah yang dihirup dengan
sedotan. Selama pemakaian, tubuh akan
terasa lebih bersemangat. Tetapi jika
pemakaian berhenti, tubuh akan menjadi
lemas dan tidak bergairah. Shabu-shabu
juga dapat merusak jaringan dan sel-sel otak
dan pemakai menjadi paranoid.
c. Dampak Dari Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba dan obat-obatan
terlarang ini menimbulkan dampak negatif, antara
lain seperti menurunkan kemampuan belajar,
ketidakmampuan untuk membedakan yang baik
dan yang buruk (halal dan haram), merubah mental
dan perilaku seseorang menjadi anti sosial,
merosotnya produktivitas kerja, gangguan
kesehatan, meningkatkan kecelakaan lalu lintas,
kriminalitas, dan tindak kekerasan lainnya, bahkan
sampai berujung kematian.25
25 Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif,
(Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1991), hlm. 4.
Page 67
52
Berikut dampak penyalahgunaan narkoba26:
1) Terhadap Pribadi/Individu
• Narkoba merubah kepribadian individu
secara drastis, seperti pemurung,
pemarah, dan melawan terhadap
siapapun.
• Menimbulkan sikap masa bodoh
sekalipun terhadap dirinya sendiri, juga
malas.
• Semangat belajar menurun dan bereaksi
seperti orang gila akibat narkoba
tersebut.
• Tidak ragu untuk melakukan seks
karena tidak lagi memandang norma
dan agama penting.
• Menyiksa diri untuk menghilangkan
rasa nyeri.
• Mengakibatkan penyakit yang
berbahaya, bahkan kematian.
2) Terhadap Keluarga
• Si pemakai tidak segan untuk menjual
barang-barang rumah demi membeli
narkoba.
26 Masyarakat Sekolah, Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba,
(Jakarta: Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan, 2003), hlm. 37-39.
Page 68
53
• Tidak lagi menjaga sopan santun,
bahkan melawan orang tua.
• Kurang menghargai harta milik yang
ada di rumah.
3) Terhadap Masyarakat
• Merusak tatanan masyarakat dengan
berbuat yang tidak senonoh dengan
orang lain.
• Mengambil barang milik orang lain
demi memperoleh uang untuk membeli
narkoba.
• Mengganggu ketertiban umum, seperti
mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan tinggi.
• Naiknya angka kriminalitas.
4) Terhadap Bangsa dan Negara
• Melanggar norma hukum dan
mengganggu ketertiban masyarakat
umum
• Membahayakan kesehatan sosial
masyarakat dan mengancam ketahanan
nasional.
• Merusak generasi muda yang akan
menjadi pewaris bangsa.
• Hilangnya rasa patriotisme atau rasa
cinta akan bangsa.
Page 69
54
• Menyebabkan kemunduran bangsa,
bahkan disintegrasi bangsa.
5) Terhadap Perekonomian
• Melemahkan nilai rupiah terhadap
dollar Amerika.
• Membengkaknya jumlah pengangguran
dan penurunan produksi.
• Menghabiskan kas negara.
3. Dewasa Awal
a. Pengertian Dewasa Awal
Kata dewasa atau adult berasal dari bentuk
lampau partisipel dari kata kerja adultus yang
berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran
yang sempurna atau telah menjadi dewasa.27 Masa
dewasa merupakan tahap lanjutan dari masa
remaja. Dengan rentang usia dari umur 18-40
tahun, seseorang dalam masa ini berada di puncak
perkembangan, dimana perkembangan fisik dan
psikologis dapat dikatakan sudah matang. Ketika
memasuki masa dewasa awal, seorang individu
mulai menyesuaikan diri mereka terhadap pola-
pola kehidupan dewasa dan mendapat ekspektasi
sosial yang baru.
27 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima, Cet. Kedua, (Jakarta: Erlangga,
1991), hlm. 247.
Page 70
55
Dengan demikian, dewasa awal merupakan
masa dimana seseorang mencapai titik puncak
perkembangan dalam hidupnya dan mulai
menyesuaikan diri mereka yang sebelumnya remaja
menjadi dewasa dengan pola hidup berbeda dan
ekspektasi sosial yang baru.
b. Ciri-Ciri Dewasa Awal
Berikut ciri-ciri masa dewasa awal menurut
Hurlock28:
1) Masa dewasa sebagai masa pengaturan
Masa remaja yang lebih bebas menjadi
berubah ketika seseorang memasuki masa
dewasa karena mereka mulai menerima
tanggungjawab sebagai orang dewasa.
Laki-laki dewasa mulai mencari pekerjaan
yang menjadi karirnya, dan wanita mulai
mempersiapkan dirinya menerima
tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus
rumah tangga.
2) Masa dewasa sebagai usia reproduktif
Masa dewasa ini juga ditandai dengan
membentuk rumah tangga. Pada masa ini,
laki-laki dan perempuan memasuki masa
28 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima, Cet. Kedua, (Jakarta: Erlangga,
1991), hlm. 247-252.
Page 71
56
kematangan reproduksi. Dengan begitu,
seorang perempuan siap menerima
tanggungjawab menjadi ibu, dan seorang
laki-laki siap menerima tanggungjawab
menjadi ayah.
3) Masa dewasa sebagai masa bermasalah
Pada masa dewasa, rata-rata individu
disibukkan dengan masalah-masalah yang
berhubungan dengan penyesuaian diri
dalam berbagai aspek utama kehidupan
orang dewasa. Dalam tahun-tahun sejak
usia hukum usia tiga puluh tahun,
kebanyakan laki-laki dan perempuan
berupaya menyesuaikan diri dalam
kehidupan perkawinan, peran sebagai orang
tua, dan karir mereka. Dalam dasawarsa 30-
40 tahun, penyesuaian diri lebih dipusatkan
pada hubungan keluarga, karena umumnya
pada usia ini orang menyadari bahwa sulit
untuk memilih perkerjaan lain atau
mencoba-coba mengembangkan suatu
kemampuan baru.
4) Masa dewasa sebagai ketegangan emosi
Ketegangan emosional seringkali
ditampakkan dalam ketakutan atau
kekhawatiran yang biasa muncul
Page 72
57
bergantung pada tercapainya penyesuaian
diri terhadap persoalan-persoalan yang
dihadapi. Atau sejauh mana sukses atau
kegagalan yang dialami dalam penyelesaian
persoalan.
5) Masa dewasa sebagai masa komitmen
Sewaktu menjadi dewasa, orang-orang
muda mengalami perubahan
tanggungjawab dari seorang pelajar yang
sepenuhnya tergantung pada orang tua
menjadi orang dewasa mandiri. Mereka
menentukan pola hidup baru, memikul
tanggungjawab baru, dan membuat
komitmen-komitmen baru.
6) Masa dewasa sebagai masa keterasingan
sosial
Dengan berakhirnya pendidikan formal
dan terjunnya seseorang ke dalam pola
kehidupan orang dewasa (karir,
perkawinan, rumah tangga), maka
hubungan dengan teman-teman kelompok
sebaya masa remaja menjadi renggang dan
keterlibatan dalam kelompok diluar rumah
akan terus berkurang. Seseorang dalam
masa ini akan mengalami keterasingan
sosial.
Page 73
58
Keterasingan diintensifkan dengan
adanya semangat bersaing dan hasrat kuat
untuk maju dalam karir. Dengan demikian,
keramah-tamahan masa remaja diganti
menjadi persaingan dalam masyarakat
dewasa yang harus mencurahkan sebagian
besar tenaga untuk pekerjaan. Akibatnya,
mereka menjadi egosentris dan hal ini akan
menambah kesepian mereka.
7) Masa dewasa sebagai masa perubahan nilai
Banyak nilai masa kanak-kanak dan
remaja berubah karena pengalaman dan
hubungan sosial yang lebih luas dengan
orang-orang yang berbeda usia, karenanya
nilai-nilai itu kini dilihat dari kacamata
orang dewasa. Misalnya, orang dewasa
yang tadinya menganggap sekolah itu suatu
kewajiban yang tidak berguna, menjadi
sadar akan nilai penndidikan sebagai batu
loncatan untuk meraih keberhasilan sosial,
karir, dan kepuasan pribadi.
8) Sebagai masa penyesuaian diri dengan cara
hidup baru
Penyesuaian diri yang paling umum
dialami oleh orang dewasa adalah
penyesuaian dalam bidang perkawinan dan
Page 74
59
perubahan peran menjadi orangtua.
Penyesuaian diri ini adalah penyesuaian diri
pada pola seks atas dasar persamaan derajat
yang menggantikan pembedaan pola peran
seks tradisional, serta pola baru kehidupan
berkeluarga, dan berbagai pola baru di
tempat pekerjaan, termasuk perceraian,
keluarga ber-orangtua tunggal dan berbagai
pola baru di tempat pekerjaan, khususnya
pada unit-unit kerja yang besar dan
impersonal di bidang bisnis dan industri.
B. Kerangka Pemikiran
Larangan pemakaian narkoba dalam Al-Qur’an
memang tidak disebutkan secara gamblang, mengingat
masyarakat pada masa diturunkannya Al-Qur’an belum
mengenal istilah narkoba. Namun, hukum penyalahgunaan
narkoba dapat dikiaskan atau disamakan dengan hukum
haramnya melakukan sesuatu yang buruk kepada diri
sendiri maupun orang lain. Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 157 yang berbunyi:
م عليهم الخبائث )األعراف: و يحل لهم الطي بات و يحر
157 )
“Dan (Dia) menghalalkan segala yang baik bagi
mereka dan mengharamkan segala yang buruk
bagi mereka.” (Q.S Al-A’raf: 157)
Page 75
60
Dalam penggalan ayat tersebut, Allah SWT
menegaskan secara jelas bahwa manusia dilarang
melakukan hal yang berdampak buruk bagi mereka. Seperti
yang kita ketahui, penyalahgunaan narkoba hanya akan
menyebabkan hal-hal negatif baik bagi pelaku, keluarga,
teman, bahkan negara. Undang-Undang Dasar, sebagai
tonggak hukum di Indonesia, Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika Pasal 1 mengatakan pecandu narkotika
adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan
narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada
narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Penyalahguna
ini merupakan orang yang mengunakan narkotika tanpa
hak dan melawan hukum. Hanya industri farmasi dan
pedagang besar farmasi tertentu yang memiliki izin untuk
melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan
bahan obat serta alat kesehatan, termasuk narkotika.
Demi mencegah dan memberantas kasus
penyalahgunaan narkoba di Indonesia, pemerintah
membentuk suatu lembaga dengan nama Badan Narkotika
Nasional atau disingkat BNN. Selanjutnya dalam Undang-
Undang serupa Pasal 70 disebutkan bahwa beberapa tugas
BNN yaitu mencegah dan memberantas penyalahgunaan
dan pengedaran gelap narkotika dan prekusor narkotika,
serta memberdayakan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika. Dengan demikian, negara pun telah
Page 76
61
turut andil dalam menghilangkan kasus penyalahgunaan
narkoba di Indonesia.
Namun, realita dalam masyarakat tidak sejalan dengan
idealitas hukum. Kasus penyalahgunaan narkoba kian
meningkat dari tahun ke tahun. Dari data-data kasus
tersebut, ditemukan pernyataan yang mengungkapkan
bahwa pelaku penyalahgunaan narkoba mayoritas berjenis
kelamin laki-laki dalam rentang usia dewasa awal.29
Menilik dari sisi psikologis, manusia dalam masa dewasa
awal ini memiliki banyak tugas dalam masa
perkembangannya, seperti mendapatkan suatu pekerjaan
demi kelangsungan hidup, menjalin hubungan dengan
lawan jenis yang akan menjadi pasangan hidup,
membentuk keluarga, serta tanggungjawab-tanggungjawab
lainnya. Dengan banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi
dewasa awal, tidak heran bila stres dan depresi
menghinggapi pikiran mereka. Setelahnya, mereka akan
melakukan sesuatu untuk melampiaskan penat yang
dirasakan. Banyak dari mereka melampiaskannya ke dalam
kegiatan positif seperti berolahraga, rekreasi, membaca
buku dan menonton film yang disuka, atau kegiatan
bermanfaat lainnya. Tetapi, tidak sedikit pula yang
29 Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi
Tahun 2017, diakses dari
http://www.rumahcemara.or.id/rumahcemara.or.id/2017%20Survei%20Nasion
al%20BNN.pdf, pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 14.41 WIB.
Page 77
62
melampiaskannya ke dalam kegiatan negatif, seperti
minum minuman keras dan menyalahgunakan narkoba.
Tuntutan yang dibebankan kepada laki-laki tidak
hanya tugas perkembangan yang memang seharusnya
diberikan kepada manusia dewasa awal manapun, tapi juga
beban yang melibatkan peran mereka dalam masyarakat.
Laki-laki sebagai bagian dari interaksi sosial tidak lepas
dari stereotip yang telah tersebar dari zaman dahulu. Dari
kecil mereka dididik untuk berperilaku layaknya laki-laki
sejati yang kuat, rasional, tidak mudah mencurahkan air
mata, lebih dominan daripada perempuan, dan standar-
standar maskulin lain yang harus dipenuhi laki-laki.
Menampakkan sisi emosional dan mencari bantuan tidak
diperbolehkan karena hal tersebut dianggap atribut
feminin.
Stereotip-stereotip yang telah beredar ini seakan
menjadi hukum tidak tertulis dalam kehidupan
bermasyarakat. Siapapun yang tidak berperilaku sesuai
dengan standar gendernya akan dipandang aneh, bahkan
dijauhi oleh teman sepergaulannya. Padahal, ada saatnya
laki-laki dapat berperilaku yang dikategorikan feminin,
begitu pula perempuan yang dapat berperilaku yang
dikategorikan maskulin. Misalnya, laki-laki seharusnya
dapat menunjukkan air matanya di kala sedih jika ia
memang ingin menangis. Itu adalah hak laki-laki sebagai
manusia. Pun dengan perempuan yang dapat memiliki
Page 78
63
jabatan lebih tinggi daripada laki-laki jika ia memang lebih
mumpuni di bidang tersebut. Namun nyatanya, masyarakat
masih terbelenggu stereotip yang sesungguhnya
menyulitkan mereka sendiri.
Perbedaan laki-laki dan perempuan memang terlihat
jelas, namun perbedaan itu bukanlah menjadi penentu siapa
yang lebih tinggi dari yang lainnya. Hal itu justru menjadi
penguat satu sama lain, dimana yang satu kurang yang
lainnnya akan melengkapi. Di hadapan Allah pun semua
manusia sama, terlepas dari jenis kelamin, suku, ras,
bangsa, dan bahasa yang digunakan. Yang membedakan
manusia adalah derajat taqwanya terhadap Allah,
sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13.
ن خلقنك م إنا الناس يآيها جعلنك م و ىأ نث و ذكر م
اتقك م قلى إن أكرمك م عند للاش ع وبا و قبآئل لتعارف وا ج
ان 3)13: الحجرات (خبير عليم للا
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu betbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh.
Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Al-Hujurat:13)
Hal ini berarti laki-laki maupun perempuan memiliki
hak yang sama dalam sisi kemanusiaannya, salah satunya
dalam mengungkapkan emosi yang dirasakan. Nabi
Muhammad SAW, sebagai suri tauladan kita sebagai
Page 79
64
seorang muslim, tidak pernah melarang dirinya dalam
mengungkapkan sisi emosionalnya. Hal tersebut dapat kita
lihat dari kisah-kisahnya dalam Sirah Nabawiyah, seperti
bagaimana beliau merasa sedih dan dirundung duka yang
dalam sepeninggal Siti Khadijah dan pamannya Abu
Thalib. Juga perlakuan Nabi yang memeluk para
sahabatnya sebagai ungkapan persaudaraan yang hangat.
Perlakuan-perlakuan Nabi ini menjadi bukti bahwa laki-
laki pun sangat diperbolehkan menunjukkan sisi emosional
dan sisi afeksinya yang sering dikonotasikan sebagai
perilaku feminin. Hal tersebut tidak menjadikan diri beliau
makhluk yang lemah, namun menjadi bukti bahwa beliau
adalah seorang manusia baik yang hangat dan penyayang.
Ketakutan laki-laki akan perilaku feminin
menyebabkan mereka mengalami konflik dalam diri
mereka sendiri. O’Neil memperkenalkan konflik ini
dengan nama konflik peran gender atau gender role
conflict. Konflik ini merupakan kondisi psikologis dimana
peran gender menyebabkan konsekuensi negatif bagi diri
sendiri dan orang lain. Hal ini menjadi beban bagi laki-laki
yang menyebabkan banyak dari mereka menyalahgunakan
narkoba. Dalam jurnalnya, O’Neil mengatakan bahwa dari
11 penelitian yang menghubungkan konflik peran gender
dan penyalahgunaan narkoba, ditemukan hubungan yang
signifikan antara keduanya di tujuh penelitian yang
Page 80
65
dilakukan.30 Penelitian yang dirangkum dalam jurnal
O’Neil ini membuat peneliti ingin melihat lebih jauh
hubungan konflik peran gender terhadap penyalahgunaan
narkoba. Karena penelitian-penelitian tersebut dilakukan di
luar negeri, peneliti ingin mengangkat nilai lokal dengan
melaksanakannya di salah satu tempat yang menampung
pelaku penyalahgunaan narkoba di Jakarta.
Dari paparan pemikiran yang telah diuraikan di atas,
berikut kerangka pemikiran yang peneliti sajikan dalam
bentuk bagan yang merujuk pada teori konflik peran gender
milik O’Neil dan juga teori penyalahgunaan narkoba milik
Dadang Hawari:
30 James M. O’Neil, Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict Scale, The Counseling
Psychologist, Vol. 36 (3): 2008, hlm. 386.
Konflik Peran Gender
Laki-Laki (X)
- Emosional
- Afeksi
- Kompetisi
- Hubungan publik-
domestik
Penyalahgunaan Narkoba
(Y)
- Faktor predisposisi
- Faktor kontribusi
- Faktor pencetus
(pendorong)
penyalahgunaan
narkoba
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Konflik Peran Gender dengan
Penyalahgunaan Narkoba di Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
Page 81
66
C. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dari penelitian, maka
hipotesis yang akan dijawab dan dibuktikan dalam
penelitian ini adalah:
Ho : Tidak ada hubungan antara konflik peran gender
laki-laki dengan penyalahgunaan narkoba pada
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Cipinang Jakarta Timur.
Ha : Terdapat hubungan antara konflik peran gender
laki-laki dengan penyalahgunaan narkoba pada
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Cipinang Jakarta Timur.
Page 82
67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan metode survey. Penggunaan pendekatan dan
metode penelitian tersebut dipilih untuk memecahkan isu
skala besar yang aktual dengan populasi yang sangat besar
dan memerlukan sampel ukuran besar, sehingga informasi
dikumpulkan dari responden dengan menggunakan
kuesioner. Hal ini juga dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berlandaskan positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk
menggambarkan dan menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.
Filsafat positivisme memandang bahwa
realitas/gejala/fenomena yang diteliti itu dapat diamati,
terukur, dapat diklasifikasikan, bersifat kausal, bebas nilai,
dan relative tetap. 1 Positivisme melihat ilmu sosial sebagai
metode yang terorganisir untuk mengombinasikan logika
deduktif dengan observasi empiris dan perilaku manusia
yang bertujuan untuk mengetahui dan mengonfirmasi
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2018),
hlm. 15.
Page 83
68
hukum kausal yang bisa memprediksikan pola umum
aktivitas manusia.2
Metode yang telah dipaparkan diatas berjalan lurus
dengan tujuan penelitian ini, yaitu menganalisis fenomena
yang terjadi di Indonesia terkait penyalahgunaan narkoba
yang salah satu penyebabnya adalah konflik peran gender
secara empiris. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan
menemukan kebenaran yang bermanfaat bagi kalangan
masyarakat, khususnya para akademisi.
B. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.3 Dalam
penelitian ini, populasi yang dimaksud adalah seluruh
warga binaan pemasyarakatan Lapas Narkotika Klas IIA
Cipinang Jakarta Timur yang berjumlah 2.058 orang.4
Populasi dalam penelitian ini dikategorikan homogen
karena memiliki kesamaan karakteristik, yaitu warga
binaan pemasyarakatan dengan rentang umur 18-40 tahun.
2 W Lawrence Neuman, Social Research Methods Qualitative and
Quantitative Approaches, 5th edition, (Boston: Allyn and Bacon, 2003), hlm. 66. 3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 80. 4 Data dari Jurnal Harian Lapas Klas IIA Narkotika Cipinang per
tanggal 28 Januari 2021.
Page 84
69
C. Sampel
Adapun yang dimaksud dengan sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.5
Pengambilan sampel dilakukan karena peneliti memiliki
keterbatasan dalam melakukan penelitian, baik dari segi
waktu, tenaga, dana, dan jumlah populasi yang sangat
banyak. Maka, peneliti harus mengambil sampel yang
mewakili keseluruhan populasi. Dalam penelitian ini,
peneliti menentukan besarnya sampel yang akan diambil
dengan menggunakan rumus Slovin dengan derajat
kesalahan sebesar 10 persen. Berikut perhitungan sampel
penelitian:
𝑛 =N
N. (𝑒)2 + 1
𝑛 =2.058
2.058.(10%)2+1 = 95 responden
Dengan:
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
e = Margin error (10 %)
Dengan demikian, sampel yang akan diambil dalam
penelitian ini sebanyak 95 responden.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penarikan
sampel secara probabilita atau probability sampling.
5 Muslich Ansori dan Sri Iswati, Metodologi Penelitian Kuantitatif,
Cet. Ketiga, (Jakarta: Kencana Pramada, 2008), hlm. 94.
Page 85
70
Teknik ini merupakan teknik penarikan sampel yang
mendasarkan diri pada prinsip bahwa setiap elemen
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih
menjadi anggota sampel.6 Adapun jenis teknik probability
sampling yang digunakan adalah jenis simple random
sampling. Menurut Sugiyono, simple random sampling
adalah pengambilan anggota sampel dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memerhatikan strata yang ada
dalam populasi itu.7 Dan sesuai dengan pengertiannya,
alasan penelitian ini menggunakan teknik sampling
tersebut karena subjek dalam penelitian ini homogen atau
tidak berstrata.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Peneliti mengambil Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang
Jakarta Timur sebagai lokasi penelitian. Adapun waktu
penelitian dimulai dari akhir bulan Oktober 2020 sampai
bulan Februari 2021. Alasan pemilihan lokasi penelitian
tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan sebagai
berikut:
1. Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang Jakarta Timur
merupakan lapas yang khusus menangani korban
penyalahgunaan narkoba terbesar di Indonesia.
6 Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UII, 2002), hlm. 51. 7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 82.
Page 86
71
Lapas ini juga merupakan pusat dari Lapas Klas IIA
lain yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
2. Lapas Narkotika Klas IIA Cipinag Jakarta Timur adalah
salah satu proyek pembangunan Zona Integritas Menuju
Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkup Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
E. Sumber Data
Sumber data merupakan bahan dasar dari sebuah
penelitian. Sumber data terdiri dari data primer dan data
sekunder.8 Berikut sumber data penelitian ini.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan
sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
objek dari penelitian yang dilakukan.9 Sumber pertama
dari penelitian ini adalah warga binaan pemasyarakatan
di Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang Jakarta Timur
yang diperoleh melalui kegiatan observasi dan
penyebaran kuesioner pada warga binaan
pemasyarakatan selaku subjek penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian
8 Wahyu Puhantara, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 79. 9 Syofian Siregar, Statistik Deskriptif untuk Penelitian, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), hlm. 128.
Page 87
72
dari sumber-sumber yang telah ada.10 Dalam penelitian
ini, data sekunder diperoleh dari arsip, literatur, buku,
jurnal, artikel, dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu kegiatan ilmiah
empiris yang mendasarkan fakta-fakta lapangan
maupun teks melalui pengalaman panca indra tanpa
menggunakan manipulasi apapun.11 Dalam penelitian
ini, peneliti melakukan observasi terkait lokasi dan
warga binaan pemasyarakatan sebagai subjek dalam
penelitian ini.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab lisan dimana
dua orang atau lebih bertatap muka secara fisik untuk
mengetahui tanggapan, pendapat, dan motivasi
seseorang terhadap suatu objek.12 Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan wawancara dengan warga binaan
pemasyarakatan dan juga pihak Lapas Narkotika Klas
IIA Cipinang Jakarta Timur.
10 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 58. 11 Hasyim Hasanah, Teknik-Teknik Observasi: Sebuah Altenatif
Metode Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-Ilmu Sosial, Jurnal At-Taqaddum,
Vol. 8 (1): 2016, hlm. 21. 12 K. R. Soegijono, Wawancara Sebagai Salah Satu Metode
Pengumpulan Data, Media Litbangkes, Vol. 111 (1): 1993, hlm. 18.
Page 88
73
Pemilihan interview ini didasarkan pada hasil skor
warga binaan pemasyarakatan yang memiliki skor
terendah dan skor tertinggi pada kedua variabel. Hal ini
dilakukan agar dapat melihat tingkat konflik peran
gender dan tingkat penyalahgunaan narkoba warga
binaan pemasyarakatan tersebut yang memiliki
perbedaan sangat signifikan.
3. Kuesioner
Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan
data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada
seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan
jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan
oleh peneliti.13 Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan Skala Likert untuk mengukur skor tiap
variabel yang diujikan dalam penelitian ini. Lembar
kuesioner tersebut dibagikan kepada warga binaan
pemasyarakatan yang memiliki usia dalam rentang 18-
40 tahun di Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang Jakarta
Timur.
4. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah informasi yang berasal
dari catatan penting, baik dari lembaga atau organisasi,
13 Mardalis, Metodologi Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 66.
Page 89
74
maupun dari per orangan.14 Menurut Arikunto, metode
dokumentasi juga berarti mencari data mengenai
variabel yang berupa catatatn, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan
sebagainya.15 Bahan-bahan ini kemudian ditelaah dan
dibandingkan isi dan sumbernya demi memperoleh
data yang bersifat teoritis. Dokumentasi ini juga
membantu peneliti memperoleh informasi dan
wawasan terkait penelitian yang akan dilakukan.
G. Instrumen Penelitian
1. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono, variabel penelitian adalah suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.16 Adapun variabel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah dua variabel,
yaitu:
a. Variabel terikat atau dependent variable (Y) adalah
variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui
besarnya efek atau pengaruh variabel lain. Besar
efek tersebut diamati dari ada-tidaknya, timbul-
14 Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian, (Malang: UMM Press, 2004), hlm. 72. 15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 231. 16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011)
Page 90
75
hilangnya, besar-mengecilnya, atau berubahnya
variasi yang tampak sebagai akibat perubahan pada
variabel lain termaksud.
b. Variabel bebas atau independent variable (X) yaitu
suatu variabel yang variasinya memengaruhi
variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel
bebas adalah variabel yang pengaruhnya terhadap
variabel lain yang ingin diketahui. Variabel ini
dipilih dan sengaja dimanipulasi oleh peneliti agar
efeknya terhadap variabel lain tersebut dapat
diamati dan diukur.17
Berikut identifikasi variabel dalam penelitian ini:
a. Variabel terikat atau dependent variable (Y):
Penyalahgunaan Narkoba
b. Variabel bebas atau independent variable (X):
Konflik Peran Gender
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai
variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-
karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati.18
Adapun definisi operasional untuk penelitian ini akan
dijabarkan dalam Lampiran 1.
17 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), hlm. 62. 18 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), hlm. 62.
Page 91
76
3. Skala Penelitian
Dalam membuat kuesioner penelitian, peneliti
menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala
pengukuran yang dikembangkan oleh Likert dan
mempunyai empat atau lebih butir-butir pertanyaan
yang dikombinasikan sehingga membentuk skor/nilai
yang mempresentaiskan sifat individu, misalkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku. Skala likert
dikembangkan menggunakan 5 titik respon, yaitu
sangat setuju, setuju, tidak memutuskan, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju.19 Namun, demi kebutuhan
lapangan agar responden menjawab dengan tegas dan
hasil lebih maksimal, maka titik respon yang akan
digunakan dalam penelitian ini hanya empat, yaitu
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS). Skala penelitian ini bisa
disebut pula dengan Skala Semi-Likert.
Tabel 11. Skala Semi-Likert
No. Alternatif Jawaban Positif Negatif
1. Sangat Setuju 5 1
2. Setuju 4 2
3. Tidak Setuju 2 4
4. Sangat Tidak Setuju 1 5
19 Weksi Budiaji, Skala Pengukuran dan Jumlah Respon Skala Likert,
Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan, Vol. 2 (2): 2013, hlm. 129.
Page 92
77
4. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang berarti
kebenaran atau keabsahan suatu hal. Menurut Azwar,
validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam
melakukan fungsi ukurnya.20 Dalam penelitian ini,
yang akan diuji validitasnya adalah kuesioner yang
akan dibagikan kepada responden.
Uji validitas kuesioner dalam penelitian ini tetap
dilakukan di Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang
Jakarta Timur dengan cara mengambil sampel
sebanyak 31 responden dalam populasi total. Namun
responden yang terlibat dalam uji validitas ini tidak
diikutsertakan kembali dalam uji inti penelitian.
Peneliti menggunakan software SPSS 25 dengan
metode analisis Product Moment Pearson dalam
menguji kevalidan intrumen penelitian ini. Berikut
dasar keputusan uji validitas dalam penelitian.
a. Jika r hitung ≥ r tabel (0.355), maka butir
pertanyaan dinyatakan valid
b. Jika r hitung ≤ r tabel (0.355), maka butir
pertanyaan dinyatakan tidak valid.
20 Azwar, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Binarupa Aksara,
1987), hlm 173.
Page 93
78
Kuesioner mengenai konflik peran gender laki-laki
menggunakan pengukuran Gender Role Conflict
Scale-I (GRCS-I) yang dibuat oleh O’Neil et al.
dengan menyesuaikannya dengan kondisi warga
binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta. Sedangkan kuesioner mengenai
penyalahgunaan narkoba menggunakan pengukuran
yang dirumuskan oleh Dadang Hawari.
Tabel 12. Blue Print Skala Variabel Konflik Peran Gender
No Dimensi
Item
Jumlah Butir
Positif
Butir
Negatif
1. Emosional 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, 9 9
2. Afeksi 10, 11, 12,
13, 14, 16 15 8
3. Kompetisi
17, 18, 19,
20, 21, 22,
23, 24, 25
9
4.
Hubungan
Publik-
Domestik
26, 29, 30,
32, 33
27, 28,
31 8
Jumlah 33
Dari 33 butir pernyataan variabel konflik peran
gender yang diuji, diperoleh hasil bahwa 15 item valid,
sedangkan 18 lainnya tidak valid. Selanjutnya,
Page 94
79
pernyataan yang tidak valid tersebut diperbaiki dan
digunakan kembali untuk uji inti.
Tabel 13. Blue Print Penyalahgunaan Narkoba
No Dimensi
Item
Jumlah Butir
Positif
Butir
Negatif
1. Predisposisi 34, 35, 36,
38, 39, 40 37 7
2. Kontribusi
41, 42, 43,
44, 45, 46,
47, 48
8
3. Pencetus
49, 50, 51,
52, 53, 54,
57
55, 56 9
Jumlah 24
Dari 24 butir pernyataan variabel penyalahgunaan
narkoba yang diuji, diperoleh hasil bahwa 21 item
valid, sedangkan 3 lainnya tidak valid. Selanjutnya,
pernyataan yang tidak valid tersebut diperbaiki dan
digunakan kembali untuk uji inti.
Maka, dari 57 pernyataan yang diujikan
menggunakan Rank Spearman di atas diperoleh hasil
bahwa 36 item valid, sedangkan 21 lainnya tidak valid.
Ketidakvalidan beberapa item pertanyaan tersebut
disebabkan oleh tata bahasa yang digunakan peneliti
Page 95
80
yang menyebabkan ambiguitas dalam pemahaman
responden dalam menjawab kuesioner. Namun,
penyataan-pernyataan tersebut diperbaiki dan
digunakan kembali untuk uji inti. Hasil uji validitas
dapat dilihat dalam Lampiran 2.
5. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau
diandalkan.21 Arifin menyatakan bahwa suatu tes
dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang
sama bila diteskan pada kelompok yang sama pada
waktu dan kesempatan yang berbeda.22 Uji reliabilitas
menggunakan nilai Cronbach’s Alpha sebagai acuan,
jika nilai Cronbach’s Alpha > 0.60, maka instrumen
tersebut dikatakan reliabel.23 Sedangkan jika nilai
Cronbach’s Alpha < 0.60 maka instrumen tersebut
dikategorikan reliabilitasnya kurang baik. Berikut hasil
uji reliabilitas variabel dalam penelitian ini.
Tabel 14. Output Uji Reliabilitas Variabel Konflik Peran Gender
Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha N of Items
,693 33
21 Saifuddin Azwar, Reliabilitas dan Validitas, (Yogyakarta: Sigma
Alpha, 1999), hlm. 83. 22 Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional: Prinsip, Teknik, dan Prosedur,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 122. 23 Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, (Bandung: Alfabeta,
2004).
Page 96
81
Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitas
variabel X memperopleh nilai alpha lebih besar dari
0.60. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
instrument pada variabel Konflik Peran Gender adalah
reliabel.
Tabel 15. Output Uji Reliabilitas Variabel Penyalahgunaan
Narkoba
Reliability Statistics
Cronbach’s Alpha N of Items
,887 24
Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa hasil uji
reliabilitas variabel Y memperopleh nilai alpha lebih
besar dari 0.60. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa instrument pada variabel Penyalahgunaan
Narkoba adalah reliabel.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Deskriptif
Uji deskriptif adalah uji statistik yang digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
data yang telah diperoleh sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan atau generalisasi.24
Uji deskriptif dalam penelitian ini bermaksud untuk
mengetahui tingkat konflik peran gender laki-laki
24 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 38.
Page 97
82
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas
IIA Cipinang Jakarta Timur.
2. Uji Korelasi
Uji korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan
hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui
arah hubungan yang terjadi. Arah hubungan dalam uji
korelasi ada dua, yaitu:
a. Bila kenaikan suatu variabel diikuti oleh variabel
lain, maka arah hubungannya positif.
b. Bila kenaikan satu variabel diikuti oleh penurunan
variabel lain, maka arah hubungan ini negatif.
Penelitian ini menggunakan uji korelasi Rank
Spearman untuk melakukan analisis inferensial. Nilai r
dalam uji Rank Spearman berkisar antara 0.0 sampai
dengan 1.0. Jika nilai r mendekati 0.0, maka korelasi
rendah atau tidak ada korelasi, sedangkan jika nilai r
mendekati nilai 1.0, maka korelasinya kuat atau
sempurna.25 Berikut pembagian kekuatan korelasi
menurut Sugiyono26:
Tabel 16. Kekuatan Korelasi Menurut Sugiyono
Range Korelasi Kategori
r = 0,00 – 0,199 Sangat Lemah
25 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 38. 26 Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2014),
hlm. 250.
Page 98
83
r = 0,20 – 0,399 Lemah
r = 0,40 – 0,599 Sedang
r = 0,60 – 0,799 Kuat
r = 0,80 – 1,000 Sangat Kuat
3. Membaca Data Secara Kualitatif
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kuantitatif yang lekat dengan
paradigma positivistik. Pendekatan kuantitatif
mengombinasikan logika deduktif dengan observasi
empiris dan perilaku manusia. Namun, tidak mustahil
juga ketika ada pendekatan kuantitatif bersanding
dengan cara berfikir interpretif, juga sebaliknya,
pendekatan kualitatif disandingkan dengan cara
berfikir positivistik dalam mengambil kesimpulan
penelitiannya.27
Dengan demikian, penelitian yang menggunakan
pendekatan kuantitatif. Selanjutnya, hasil penelitian ini
juga dianalisis secara kualitatif demi menunjang dan
memaksimalkan hasil temuan penelitian di lapangan.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara
terhadap responden yang memiliki skor terendah dan
tertinggi pada kedua variabel.
27 Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia, Cet. IV, (Depok: LPSP3 UI, 2011), hlm. 30-31.
Page 99
84
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN HASIL ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
1. Sejarah Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri dan
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia No: M.04.PR.07.03 tahun 2003 tentang
Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Jakarta, Lubuk Linggau, Bandar Lampung, Pematang
Siantar, Bandung, Nusakambangan, Madiun,
Pamekasan, Martapura, Bangli, Maros, dan Jayapura.
Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta yang berlokasi di Jl.
Raya Bekasi Timur No.170A Jakarta Timur ini
diresmikan pada tanggal 30 Oktober 2003 oleh
Presiden Republik Indonesia saat itu, Ibu Megawati
Soekarnoputri, dan mulai diopersionalkan pada tanggal
24 Februari 2004 dengan kapasitas 1.084 penghuni.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta
a. Tugas Pokok
Tugas pokok Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
adalah “Melaksanakan pemasyarakatan terhadap
narapidana/anak didik pengguna narkotika dan obat
terlarang lainnya.
Page 100
85
b. Fungsi
Adapun fungsi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
adalah:
• Melaksanakan pembinaan narapidana/anak
didik kasus narkotika
• Memberikan bimbingan, terapi, dan
rehabilitasi narapidana/anak didik kasus
narkotika
• Melakukan bimbingan sosial/rohani
• Melakukan pemeliharaan keamanan dan
tata tertib lapas
• Melakukan urusan tata usaha dan rumah
tangga
3. Visi dan Misi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
a. Visi
Visi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta adalah
“Memberikan pelayanan yang akuntabel dan
transparan serta mampu mewujudkan tertib
pemasyarakatan.”
b. Misi
Misi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta adalah
sebagai berikut:
• Memberikan kemudahan pelayanan bagi
masyarakat secara tepat dan efektif
Page 101
86
• Menghilangkan komersialisasi dan
diskriminasi dalam pelayanan
• Menyediakan prosedur layanan tentang
hak-hak warga binaan pemasyarakatan
• Mengedepankan profesionalisme dan
keterbukaan dalam memberikan pelayanan
4. Sarana dan Prasarana Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA
Jakarta yang beralamatkan di JL. Raya Bekasi Timur
No. 170A ini dibangun di atas tanah seluas 27.213,72
m2. Berikut rincian sarana dan prasarana Lapas
Narkotika Klas IIA Jakarta:
Tabel 17. Sarana dan Prasarana Lapas Narkotika Klas II A Jakarta
No. Nama Bangunan Luas Peruntukan
1. Gedung I 1.067,60
m2
Ruang Kalapas,
Aula, dan kegiatan
administratif
fasilitatif
2. Gedung II 1.751,60
m2
Ruang struktural
bidang teknis dan
kegiatan
rehabilitasi
3. Gedung III 831,44
m2
Ruang seksi dan
Seksi Pengamanan
Page 102
87
4. Poliklinik 304 m2 Rawat inap napi
dan kegiatan
medis
5. Bangunan hunian
type 7 sebanyak
80 kamar yang
dapat menampung
420 orang
4.129,59
m2
Blok hunian
narapidana
6. Bangunan hunian
type 3 sebanyak
48 kamar yang
dapat menampung
144 orang, dan
type 5 sebanyak
36 kamar yang
dapat menampung
180 orang
3.410,03
m2
Blok hunian
narapidana
7. Bangunan hunian
type 1 jumlah
kamar 324 kamar
menampung 324
orang
4.376,41
m2
Blok hunian
narapidana
8. Bangunan super
maksimum
security
618,40
m2
Hunian
narapidana yang
melakukan
pelanggaran
Page 103
88
5. Struktur Organisasi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
KALAPAS
REGU PENGAMANAN
KASUBAG TU
KAUR KEPG. & KEU. KAUR UMUM
KASI BINADIK KASI GIATJA
KASUBSI
REGISTRASI
KASUBSI
BIMKEMASWAT
KASUBSI
BIMKER & PHK
KASUBSI
SARANA KERJA
KASUBSI
PENGAMANAN
KASUBSI
PORTATIB
KA. KPLP
Lis S, A. Md, IP, S. Sos, M. Si
Muryani, SH, M.Si Bisri M, SH, M.Si
Margono, Amd. IP, SH, MH Soeistanto P D, Amd.IP, S.Sos, M.Si
Imam B, Amd.IP Widhi I P, Amd.IP ---- Gilang A S,
AMD.P, SH Sigit T P, Amd.IP
SH
Jumadi, Amd.IP,
SH, MH
Heriyanto S, Amd.IP, S.Sos, M.Si
Oga G D, Amd.IP, S.Sos, SH, M.Si
KASI ADM. KAMTIB
Heri Purnomo, SH
Gambar 3. Susunan Struktur Organisasi Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
Page 104
89
6. Program Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta1
a. Mapenaling
Program ini adalah singkatan dari masa
pengamatan, pengenalan, dan penelitian yang
merupakan program pembinaan bagi warga binaan
pemasyarakatan baru dengan tujuan agar dapat
memahami tata tertib, hak, dan kewajiban serta
larangan di lapas. Program ini merupakan
pembinaan tahap awal dari proses pemasyarakatan
yang merupakan dasar dari program pembinaan
kepribadian sampai pada tahapan program
integrasi. Program ini mencakup kegiatan berbagai
sosialisasi dan penyuluhan, kegiatan olahraga dan
senam pagi, kegiatan senam pernafasan, kegiatan
sosialisasi wawasan kebnagsaan bekerjasama
dengan TNI dari Koramil Jatinegara Jakarta Timur,
kegiatan motivasi yang dilakukan oleh tim psikolog
lapas, juga kegiatan keagamaan seperti program
pesantren, kerohanian Nasrani, dan kerohanian
Buddha.
b. Program PKBM
PKBM merupakan singkatan dari Program
Kegiatan Belajar Masyarakat yang bertujuan
mengembangkan kepribadian dan kemampuan
1 Lapas Narkotika Klas IIA Cipinang, Profil LPNJ: Welcome to
Jakarta Narcotics Prison: The Reclassering Netherland Probation Service and
The Center for International Legal Cooperation (ILC).
Page 105
90
warga binaan pemasyarakatan karena pendidikan
adalah hak bagi setiap warga negara. Program ini
juga memiliki visi mengubah masyarakat pelanggar
menjadi terpelajar, pecandu menjadi pandu yang
taat hukum, terdidik, mandiri serta aktif dalam
kegiatan pembangunan bagi masyarakat, bangsa
dan negara. Didalamnya terdapat program-program
seperti program penyetaraan SD (Paket A),
program penyetaraan SMP (Paket B), program
penyetaraan SMA (Paket C), dan program
keaksaraan fungsional.
c. Program Komputer
Program ini dilaksanakan setiap harinya dengan
materi meliputi program Microsoft Office,
Photoshop, dan juga Corel Draw. Program
komputer ini dilaksanakan dalam jangka waktu
empat bulan untuk semua materi pengajaran dengan
tenaga pengajar dari pertugas lapas.
d. Program Kegiatan Kepramukaan
Program kepramukaan ini bertujuan untuk
mengembangkan diri pribadi seutuhnya meliputi
aspek mental, moral, kesadaran diri, kemandirian,
kepedulian serta tanggung jawab sebagai pribadi
maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan
harapan setelah selesai menjalani pidana, warga
binaan dapat kembali berinteraksi dengan
Page 106
91
masyarakat dan tidak mengulangi perbuatannya
lagi. Dalam melaksakan kegiatan kepramukaan ini,
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA
Jakarta bekerjasama dengan TNI dari Koramil
Jatinegara Jakarta Timur.
e. Program Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan
pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat. Program ini dirancang
untuk membantu mencegah kekambuhan atau
relapse bagi penyalahguna narkoba. Dalam
program ini terdapat beberapa jenis metode
rehabilitasi sosial, seperti program Criminon,
Therapeutic Community (TC), Kelompok
Dukungan Sebaya (DKS), Therapeutic
Complementer, juga terapi rumatan metadon.
f. Program Rehabilitasi Medis
Di dalam program ini terdapat beberapa
program. Pertama, program penanggulangan
HIV/AIDS yang merupakan suatu program yang
terpadu dan komprehensif dalam menangani
masalah-masalah HIV/ AIDS yang mencakup
pencegahan penularan, dukungan, perawatan dan
pengobatan. Kedua, program penanggulangan TB
Page 107
92
(tuberkulosis) yang bertujuan menyembuhkan
pasien, mencegah kekambuhan, kematian, atau
akibat buruk yang ditimbulkan tuberkulosis,
memutuskan rantai penularan tuberkulosis. Ketiga,
pengendalian ISPA atau infeksi saluran pernapasan
yang biasanya berlangsung sampai 14 hari.
Program ini mencakup upaya pencegahan,
penanggulangan, serta pengobatan ISPA.
g. Kegiatan Rawat Jalan
Kegiatan rawat jalan ini merupakan pelayanan
kesehatan yang diberikan terhadap warga binaan
untuk tujuan observasi, diagnosis, pengobatan,
rehabilitasi, dan pelayanan kesehatan lainnya, tanpa
mengharuskan pasien tersebut dirawat inap. Jika
pasien yang merupakan warga binaan
pemasyarakatan lapas mengidap penyakit yang
mengharuskannya dirujuk ke rumah sakit, maka
pihak lapas akan melaksanakan rujukan dan rawat
inap di rumah sakit luar lapas.
B. Temuan dan Hasil Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
a. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah warga
binaan pemasyarakatan Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta yang berada dalam rentang usia dewasa
awal yaitu usia 18-40 tahun sebanyak 95 orang.
Page 108
93
Karakteristik responden disini mencakup usia,
tingkat pendidikan formal, dan jenis kasus
penyalahgunaan narkoba responden. Berikut
karakteristik-karakteristik responden yang akan
digambarkan melalui diagram pada gambar-
gambar berikut.
Gambar 4. Karakteristik Responden berdasarkan Usia2
Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa mayoritas
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Jakarta berada di awal atau permulaan
masa dewasa awal (21-28 tahun) dengan persentase
sebesar 46 persen (44 orang). Selanjutnya, 42
persen sebanyak 40 orang warga binaan
pemasyarakatan berada di pertengahan masa
dewasa awal (29-36 tahun), dan 12 persen sebanyak
11 orang warga binaan pemasyarakatan berada di
akhir masa dewasa awal (37-44 tahun). Mayoritas
2 Hasil olah data karakteristik responden berdasarkan usia oleh peneliti.
46%
42%
12%
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Awal (21-28 tahun) Tengah (29-36 tahun) Akhir (37-44 tahun)
Page 109
94
warga binaan pemasyarakatan berada di awal masa
dewasa awal.
Survey yang dilakukan oleh BNN pada tahun
2017 juga menemukan hasil bahwa penyalahguna
narkoba menurut usia kelompok di bawah usia 30
tahun lebih tinggi dibandingkan penyalahguna
narkoba usia 30 tahun keatas.3 Lalu, di tahun 2019
BNN kembali melakukan survey untuk meninjau
perkembangan kasus penyalahgunaan narkoba di
Indonesia. Dalam survey tersebut, BNN kembali
mendapatkan hasil bahwa 74,8 persen dari
responden berada pada kisaran usia 25-59 tahun.4
Dari hasil penelitian dan kedua survey yang
dilakukan BNN, dapat disimpulkan bahwa kasus
penyalahgunaan narkoba lebih marak terjadi di
kalangan pemuda yang sedang berada dalam usia
produktif, khususnya usia kisaran 20 tahun-an.
Hal ini disebabkan masa itu merupakan awal
peralihan peran dari remaja akhir menuju dewasa
awal dengan berbagai tuntutan dalam tugas
3 Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi
Tahun 2017, diakses dari
http://www.rumahcemara.or.id/rumahcemara.or.id/2017%20Survei%20Nasion
al%20BNN.pdf, pada tanggal 3 Maret 2020 pukul 14.41 WIB. 4 Pusat Penelitian, Data, dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2019, diakses
dari https://yogyakarta.bnn.go.id/konten/unggahan/2020/11/7.Survei-
Prevalensi-Penyalahgunaan-Narkoba-Kuantitatif-2019.pdf, pada tanggal 16
Februari 2021 pukul 16.33 WIB.
Page 110
95
perkembangan yang harus dipenuhi.5 Masa-masa
ini juga dikatakan menjadi masa dimana emosi
sangat bergejolak. Tidak sedikit dari para dewasa
awal di rentang usia ini memilih menyalahgunakan
narkoba sebagai salah satu bentuk pelampiasannya
akan masalah dalam hidup. Terlebih orang-orang di
usia ini senang mencoba hal-hal baru dalam
hidupnya.
Berikut gambar terkait katakteristik responden
berdasarkan tingkat pendidikan formal yang
diterima.
Gambar 5. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat
Pendidikan Formal6
Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa mayoritas
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Jakarta menempuh pendidikan rendah (6-
5 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima, Cet. Kedua, (Jakarta: Erlangga,
1991), hlm. 246. 6 Hasil olah data karakteristik responden berdasarkan tingkat
pendidikan formal oleh peneliti.
59%
36% 5%
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Formal
Rendah (6-9 tahun) Sedang (10-13 tahun) Tinggi (14-17 tahun)
Page 111
96
9 tahun) dengan persentase sebesar 59 persen
sebanyak 56 orang. Sedangkan 36 persen lainnya
sebanyak 34 orang menempuh pendidikan formal
sedang (10-13 tahun), dan 5 persen sisanya
sebanyak 5 orang menempuh pendidikan tinggi
(14-17 tahun). Mayoritas warga binaan
pemasyarakatan memiliki tingkat pendidikan yang
rendah.
Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa
mayoritas warga binaan pemasyarakatan di Lapas
Klas IIA Jakarta menempuh pendidikan rendah
selama 6-9 tahun atau setara dengan lulusan SD dan
SMP. Hasil serupa didapatkan pula dalam survey
yang dilakukan BNN pada tahun 2017 dengan
jumlah responden lulusan SD dan SMP lebih
banyak dibanding lulusan SMA atau tingkat
pendidikan lanjutan seperti akademi atau perguruan
tinggi.7 Pada tahun 2019, BNN melakukan survey
lagi dan mendapatkan hasil bahwa 21,4 persen
responden berpendidikan sedang atau lulusan
SMP.8 Jadi, dapat disimpulkan bahwa rata-rata
7 Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi
Tahun 2017, diakses dari
http://www.rumahcemara.or.id/rumahcemara.or.id/2017%20Survei%20Nasion
al%20BNN.pdf, pada tanggal 19 Februari 2021 pukul 11.35 WIB. 8 Pusat Penelitian, Data, dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2019, diakses
dari https://yogyakarta.bnn.go.id/konten/unggahan/2020/11/7.Survei-
Page 112
97
penyalahguna narkoba berpendidikan rendah dan
sedang dengan masa tempuh 6-9 tahun.
Selanjutnya, berikut gambar karakteristik
responden berdasarkan jenis kasus penyalahgunaan
narkoba yang disajikan melalui diagram.
Gambar 6. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis
Penyalahgunaan Narkoba9
Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa mayoritas
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Jakarta adalah pemakai narkoba dengan
persentase 61 persen sebanyak 58 orang.
Selanjutnya, 30 persen dari warga binaan
pemasyarakatan tersebut adalah pengedar narkoba
berjumlah 28 orang, dan 9 persen sisanya adalah
bandar narkoba sebanyak 9 orang. Mayoritas warga
binaan pemasyarakatan adalah pemakai narkoba.
Prevalensi-Penyalahgunaan-Narkoba-Kuantitatif-2019.pdf, pada tanggal 16
Februari 2021 pukul 16.33 WIB. 9 Hasil olah data karakteristik responden berdasarkan jenis
penyalahgunaan narkoba oleh peneliti.
61%
30%9%
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kasus Penyalahgunaan Narkoba
Pemakai Pengedar Bandar
Page 113
98
Dari 95 responden, hanya sedikit yang merupakan
bandar narkoba.
Hal ini serupa dengan penjelasan Menkumham
pada tahun 2018 yang mengatakan bahwa penghuni
Lapas dengan kasus narkoba sebanyak 21.313
adalah pengguna narkoba.10 Dan dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa mayoritas penghuni lapas
adalah pengguna narkoba.
b. Gambaran Umum Responden
1) Gambaran Umum Tingkat Konflik Peran Gender
Warga Binaan Pemasyarakatan
Gambaran umum responden berdasarkan
tingkat konflik peran gender tergambar pada
tabel berikut.
Tabel 18. Persentase Konflik Peran Gender Warga Binaan
Pemasyarakatan11
Variabel
dan Sub
Dimensi
Kategori
Skor Skor F %
Emosional
Rendah
Sedang
Tinggi
21–28
29–36
37–44
30
54
11
31
57
12
Afeksi
Rendah
Sedang
Tinggi
15–20
21–26
27–32
23
60
12
24
63
13
10 Pusat Penelitian, Data, dan Informasi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2019, diakses
dari https://yogyakarta.bnn.go.id/konten/unggahan/2020/11/7.Survei-
Prevalensi-Penyalahgunaan-Narkoba-Kuantitatif-2019.pdf, pada tanggal 19
Februari 2021 pukul 12.28 WIB. 11 Hasil olah data persentase konflik peran gender warga binaan
pemasyarakatan oleh peneliti
Page 114
99
Kompetisi
Rendah
Sedang
Tinggi
21–29
30–38
39–47
19
59
17
20
62
18
Hubungan
Publik-
Domestik
Rendah
Sedang
Tinggi
15–23
24–32
33–41
32
52
11
34
55
11
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
91–108
109–126
127–144
34
46
15
36
48
16
Tabel 18 di atas menunjukkan bahwa
mayoritas responden memiliki konflik peran
gender sedang dengan persentase 48 persen
sebanyak 46 orang. Selanjutnya, responden yang
memiliki konflik peran gender rendah 36 persen
sebanyak 34 orang, dan responden yang
memiliki konflik peran gender tinggi 16 persen
sebanyak 15 orang. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Brahmana yang
menemukan hasil bahwa tingkat konflik peran
gender laki-laki suku Batak Karo berada di
tingkat sedang dengan persentase 50 persen dari
seluruh responden atau sebanyak 20 orang.12
Konflik peran gender dengan tingkat sedang
yang dialami responden terjadi karena adanya
stimulus yang menyebabkan responden
mengalami konflik peran gender seperti adanya
12 Karina M Brahmana, Pengaruh Ideologi Maskulin Terhadap Konflik
Peran Gender pada Laki-Laki Suku Batak Karo, Jurnal Psikologi HKBP
Nommensen, Vol. 6 (1): 2019, hlm. 16.
Page 115
100
pembatasan sisi emosional yang dirasakan, juga
adanya perbedaan konsep diri ideal dengan
konsep diri nyata.
Dimensi emosional pada mayoritas warga
binaan pemasyarakatan tergolong sedang (29-
36) dengan persentase sebesar 57 persen atau
sebanyak 54 orang dari total responden 95 orang.
Selanjutnya warga binaan pemasyarakatan
tergolong rendah (21-28) dengan persentase 31
persen atau sebanyak 30 orang. Sisanya
tergolong tinggi (37-44) dengan persentase 12
persen atau sebanyak 11 orang. Emosional
warga binaan pemasyarakatan tergolong sedang
karena mayoritas dari responden sulit
mengungkapkan emosi yang dirasakan melalui
kata-kata. Responden pun membatasi sisi
emosionalnya dengan memilih untuk
memendam masalah yang sedang dihadapi,
bahkan ketika masalah tersebut berat baginya.
Hal ini dilakukan karena adanya stereotip gender
yang mengatakan bahwa laki-laki harus kuat dan
tidak boleh terlihat lemah di mata orang lain.
Wahto dan Swift mengungkapkan bahwa salah
satu alasan mengapa pria tidak mencari bantuan
psikologis adalah karena bagi beberapa pria
melakukan hal tersebut tidak sesuai dengan
Page 116
101
keyakinan tentang maskulinitas dan perilaku
yang pantas bagi pria.13
Hasil serupa juga ditemukan oleh
Rahmadhani dan Virianita bahwa dimensi
emosional pemuda desa putus sekolah tergolong
sedang disebabkan oleh terpendamnya keinginan
mereka untuk melanjutkan sekolah.14 Sebagai
laki-laki yang dipandang sebagai tulang
punggung keluarga dan pencari nafkah, mereka
rela mengesampingkan keinginannya untuk
melanjutkan sekolah demi bekerja.
Adapun dimensi afeksi pada mayoritas
warga binaan pemasyarakatan tergolong sedang
(21-26) dengan persentase sebesar 63 persen
atau sebanyak 60 orang dari total responden 95
orang. Selanjutnya warga binaan
pemasyarakatan tergolong rendah (15-20)
dengan persentase 24 persen atau sebanyak 23
orang. Sisanya tergolong tinggi (27-32) dengan
persentase 13 persen atau sebanyak 12 orang.
Afeksi warga binaan pemasyarakatan yang
13 Rachel Wahto & Joshua K. Swift, Labels, Gender-role Conflict,
Stigma, and Attitudes Toward Seeking Psychological Help in Men, American
Journal of Men's Health 1-11: 2014, hlm. 8. 14 Ghania Ahsani Rahmadhani dan Ratri Virianita, Pengaruh Stereotip
Gender dan Konflik Peran Gender Laki-Laki Tergadap Motivasi Kerja Pemuda
Desa Putus Sekolah, Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Vol. 4 (2): 2020, hlm. 228.
Page 117
102
tergolong sedang disebabkan responden yang
membatasi cara mereka dalam mengungkapkan
kepeduliannya terhadap orang lain, terutama
kepada laki-laki. Responden juga cenderung
tidak mencari bantuan kepada teman laki-
lakinya karena takut dipandang lemah dan juga
pemikirannya bahwa mereka tidak yakin teman
laki-laki mereka tidak akan memberitahu
siapapun terkait masalah yang dihadapi.
Rahmadhani dan Virianita juga menemukan
hasil bahwa tingkat dimensi afeksi pemuda desa
putus sekolah di Desa Sukawening adalah
sedang.15 Semakin laki-laki memandang bahwa
seorang laki-laki tidak seharusnya menunjukkan
kepedulian sesama laki-laki dan memandang
bahwa tidak perlu membagikan sisi emosional,
mereka akan cenderung memberikan pandangan
yang kurang baik tentang mencari bantuan
psikologis.16 Dan dengan demikian
meningkatkan dimensi afeksi dalam konflik
peran gender laki-laki.
15 Ghania Ahsani Rahmadhani dan Ratri Virianita, Pengaruh Stereotip
Gender dan Konflik Peran Gender Laki-Laki Tergadap Motivasi Kerja Pemuda
Desa Putus Sekolah, Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Vol. 4 (2): 2020, hlm. 228. 16 Glenn E. Good, Don M. Delt, & Laurie B. Mintz, Male Role and
Gender Role Conflict: Relations to Help Seeking in Men, Journal of Counselling
Psychology, Vol. 36 (3): 1989, hlm. 299.
Page 118
103
Selanjutnya, dimensi kompetisi pada
mayoritas warga binaan pemasyarakatan
tergolong sedang (30-38) dengan persentase
sebesar 62 persen atau sebanyak 59 orang dari
total responden 95 orang. Selanjutnya warga
binaan pemasyarakatan tergolong rendah (21-
29) dengan persentase 20 persen atau sebanyak
19 orang. Sisanya tergolong tinggi (39-47)
dengan persentase 18 persen atau sebanyak 17
orang. Dimensi kompetisi warga binaan
pemasyarakatan tergolong sedang dikarenakan
responden memandang bahwa menjadi laki-laki
harus lebih memiliki kuasa dibanding
perempuan, juga lebih unggul daripada rekan
laki-lakinya. Responden juga memiliki
kekhawatiran yang cukup tinggi akan kegagalan
dan kekalahan. Namun, hal ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Galligan dkk yang mengemukakan bahwa
dimensi kompetisi justru memberikan efek
positif terhadap tingkat resiliensi para
mahasiswa di bagian tenggara Amerika
Serikat.17 Semakin tinggi angka dimensi
kompetisi maka faktor pengembangan aset
17 Stephanie B. Galligan, dkk, The Effects of Gender Role Conflict on
Adolescent and Emerging Adult Male Resiliency, The Journal of Men's Studies,
Vol. 18 (1): 2010, hlm. 11.
Page 119
104
dalam resiliensi juga meningkat. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh usia laki-laki dalam
usia kuliah dengan mobilitas dan kinerja yang
baik yang justru mendorong meningkatnya
resiliensi yang diinternalisasikan laki-laki.
Lalu, dimensi hubungan publik-domestik
pada mayoritas warga binaan pemasyarakatan
tergolong sedang (24-32) dengan persentase
sebesar 55 persen atau sebanyak 52 orang dari
total responden 95 orang. Selanjutnya warga
binaan pemasyarakatan tergolong rendah (15-
23) dengan persentase 34 persen atau sebanyak
32 orang. Sisanya tergolong tinggi (33-41)
dengan persentase 11 persen atau sebanyak 11
orang. Dimensi hubungan publik-domestik
warga binaan pemasyarakatan berada di tingkat
sedang dikarenakan kesulitan responden dalam
menyeimbangkan hubungannya dengan
lingkungan kerja atau sekolah dengan
lingkungan rumah atau keluarganya. Hal ini juga
disebabkan oleh waktu luang yang jarang
dimiliki responden. Jika ada waktu luang pun,
mayoritas dari responden memilih untuk bekerja
agar mendapatkan hasil yang lebih banyak, dan
akibatnya responden juga mengabaikan
kesehatan fisiknya. Efek negatif dari dimensi
hubungan publik-domestik ini juga ditemukan
Page 120
105
oleh Liu bahwa responden mengorbankan waktu
luang dan waktu pribadi mereka karena fokus
dengan tujuan dan karir mereka.18 Hal ini
dilakukan karena anggapan responden yang
mengatakan bahwa menjadi laki-laki itu harus
menjadi sukses.
Konflik peran gender responden pada
keempat dimensi tergolong sedang. Artinya,
konflik peran gender tersebut cukup dirasakan
oleh warga binaan pemasyarakatan di Lapas
Narkotika Klas IIA Jakarta.
2) Gambaran Umum Tingkat Penyalahgunaan
Narkoba Warga Binaan Pemasyarakatan
Gambaran umum responden berdasarkan
tingkat penyalahgunaan narkoba tergambar pada
tabel berikut.
Tabel 19. Persentase Penyalahgunaan Narkoba Warga
Binaan Pemasyarakatan19
Variabel dan
Sub Dimensi
Kategori
Skor Skor F %
Predisposisi
Rendah
Sedang
Tinggi
7–15
16–24
25–33
33
47
15
35
49
16
Kontribusi
Rendah
Sedang
Tinggi
8–18
19–29
30–41
66
16
13
69
17
14
18 William M. Liu, Exploring the Lives of Asian American Men: Racial
Identity, Male Role Norms, Gender Role Conflict, and Prejudicial Attitudes,
Psychology of Men & Masculinity Vol. 3 (2): 2002, hlm. 115. 19 Hasil olah data persentase penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan oleh peneliti.
Page 121
106
Pencetus
Rendah
Sedang
Tinggi
9–19
20–30
31–41
7
57
13
9
74
17
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
27–55
56–84
85–113
32
49
14
34
51
15
Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa
mayoritas responden memiliki tingkat
penyalahgunaan narkoba sedang dengan
persentase 51 persen sebanyak 49 orang.
Selanjutnya, responden yang memiliki
penyalahgunaan narkoba rendah 34 persen
sebanyak 32 orang, dan responden yang
memiliki penyalahgunaan narkoba tinggi 15
persen sebanyak 14 orang. Tingkat
penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan tergolong sedang dengan
mayoritas responden dilatarbelakangi faktor
pencetus dalam menyalahgunakan narkoba.
Warga binaan pemasyarakatan mayoritas
menyalahgunakan narkoba akibat diajak oleh
teman di lingkungannya, juga ketersediaan
berbagai jenis narkoba di lingkungannya yang
menyebabkan munculnya rasa ingin tahu dan
keinginan untuk mencobanya.
Dimensi predisposisi pada mayoritas warga
binaan pemasyarakatan tergolong sedang (16-
24) dengan persentase sebesar 49 persen atau
Page 122
107
sebanyak 47 orang dari total responden 95 orang.
Selanjutnya warga binaan pemasyarakatan
tergolong rendah (7-15) dengan persentase 35
persen atau sebanyak 33 orang. Sisanya
tergolong tinggi (25-33) dengan persentase 16
persen atau sebanyak 15 orang. Dimensi
predisposisi pada warga binaan pemasyarakatan
tergolong sedang disebabkan oleh
ketidakmampuan responden dalam mengatasi
masalah dan menghilangkan kecemasan yang
dirasakan. Masalah yang biasa dihadapi
responden seperti tuntutan keluarga
membuatnya stres dan bahkan depresi. Warga
binaan pemasyarakatan lebih memilih untuk
menyalahgunakan narkoba sebagai pelarian dari
masalah yang sedang dihadapi dibanding
mencari pertolongan baik dari segi psikologis
ataupun materi. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Uly, Massoth dan
Gottdiener bahwa laki-laki yang didiagnosa
memiliki ketergantungan minuman keras dan
menyalahgunakan narkoba menjadikan alkohol
dan narkoba sebagai salah satu coping
mechanism dalam menghadapi masalah atau
kondisi yang buruk.20
20 Philip J. Uly, Neil A. Massoth, & William H. Gottdiener, Rethinking
Male Drinking: Traditional Masculine Ideologies, Gender-role Conflict, and
Page 123
108
Adapun dimensi kontribusi pada mayoritas
warga binaan pemasyarakatan tergolong rendah
(8-18) dengan persentase sebesar 69 persen atau
sebanyak 66 orang dari total responden 95 orang.
Selanjutnya warga binaan pemasyarakatan
tergolong sedang (19-29) dengan persentase 17
persen atau sebanyak 16 orang. Sisanya
tergolong tinggi (30-41) dengan persentase 14
persen atau sebanyak 13 orang. Tingkat dimensi
kontribusi warga binaan pemasyarakatan
tergolong rendah disebabkan mayoritas
responden tidak memiliki masalah dengan pola
asuh orang tua dan lingkungan keluarganya.
Bahkan tidak sedikit dari responden memiliki
hubungan yang cukup erat dengan orang tua,
khususnya ibu mereka. Hal ini berlawanan
dengan hasil penelitian yang ditemukan di
daerah Victoria, Australia. Dalam suatu
kelompok berisi laki-laki yang
menyalahgunakan narkoba mereka menyatakan
bahwa ayah mereka merupakan orang yang
abusive, pemabuk atau bahkan absen saat masa
kecil mereka. Hubungan ayah-anak ini
ditemukan menjadi hal yang paling mengganggu
dan yang paling berhubungan secara negatif
Drinking Motives, Psychology of Men and Masculinity Vol. 15 (2): 2014, hlm.
126.
Page 124
109
dengan emosional mereka.21 Dan dengan
demikian, mereka memilih menyalahgunakan
narkoba sebagai bentuk pelampiasannya.
Lalu, dimensi pencetus pada mayoritas
warga binaan pemasyarakatan tergolong sedang
(20-30) dengan persentase sebesar 74 persen
atau sebanyak 57 orang dari total responden 95
orang. Selanjutnya warga binaan
pemasyarakatan tergolong tinggi (31-41) dengan
persentase 17 persen atau sebanyak 13 orang.
Sisanya tergolong rendah (9-19) dengan
persentase 9 persen atau sebanyak 7 orang.
Tingkat dimensi pencetus warga binaan
pemasyarakatan tergolong tinggi karena
mayoritas responden menyalahgunakan narkoba
akibat faktor teman sebaya dan lingkungan yang
mendukung penyalahgunaan narkoba.
Responden menyalahgunakan narkoba karena
ingin diterima di lingkungan pergaulannya.
Ketersediaan narkoba di lingkungannya juga
menjadi tambahan sebab responden
menyalahgunakan narkoba. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharti
yang menemukan bahwa responden melakukan
21 Allison J. Ritter & Michael J. Cole, Men's Issues: Gender Role
Conflict and Substance Abuse, Drug and Alcohol Review, Vol. 2: 1992, hlm.
164-165.
Page 125
110
penyalahgunaan narkoba karena coba-coba dan
ketidaktahuannya. Ditambah dengan lingkungan
masyarakat sekitar yang acuh atau bahkan
menerima penyalahgunaan narkoba tersebut,
maka responden lebih rentan untuk melakukan
penyalahgunaan narkoba.22
2. Analisis Inferensial
a. Hubungan Karakteristik Responden dengan
Penyalahgunaan Narkoba
Berikut tabel Nilai Koefisien Korelasi antara
Karakteristik Responden dengan Penyalahgunaan
Narkoba.
Tabel 20. Nilai Koefisien Korelasi antara Karakteristik
Responden dengan Penyalahgunaan Narkoba Warga Binaan
Pemasyarakatan23
Karakteristik
Responden
Penyalahgunaan Narkoba
Nilai
Korelasi RS Sig. (2-tailed)
Usia -.192 .062
Tingkat
Pendidikan -.127 .221
Jenis Kasus .269** .008
Total -.082 .431 Keterangan: * korelasi signifikan pada level α = 5% (0.05)
**korelasi signifikan pada level α = 1% (0.01)
22 Vikiat Ika Maharti, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja Usia 15-19 Tahun di
Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat,
Vol. 3 (3): 2015, hlm. 949. 23 Hasil olah data nilai koefisien korelasi antara karakteristik responden
dengan penyalahgunaan narkoba warga binaan pemasyarakatan oleh peneliti.
Page 126
111
Berdasarkan hasil uji analisis korelasi Rank
Spearman menggunakan SPSS 25 yang terlihat di
tabel 20 di atas karakteristik responden
mendapatkan hasil koefisien korelasi sebesar -
0.082 dengan penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan tingkat keeratan Sugiyono (lihat Tabel
3.11), dapat dikatakan keeratan antara karakteristik
responden dengan penyalahgunaan narkoba adalah
sangat lemah. Angka koefisien tersebut juga
bernilai negatif, sehingga arah hubungan antara
karaktersitik responden dengan penyalahgunaan
narkoba tidak searah. Hal itu berarti jika
karakteristik responden naik, maka tingkat
penyalahgunaan narkoba tidak ikut naik. Lalu,
terdapat nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed)
sebesar 0.431. Jika suatu hubungan memiliki nilai
signifikansi < 0.05, maka terdapat hubungan yang
signifikan dalam hubungan tersebut. Karakteristik
responden disini memiliki nilai signifikansi 0.431
yang berarti 0.431 > 0.05 sehingga dapat dikatakan
hubungan antara karakteristik responden dengan
penyalahgunaan narkoba tidak signifikan. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden
memiliki korelasi negatif yang sangat lemah dan
tidak signifikan dengan penyalahgunaan narkoba
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Jakarta.
Page 127
112
Adapun aspek usia dalam karakteristik
responden ditemukan angka korelasi sebesar -0.192
yang berarti sangat lemah sehingga dapat dikatakan
kekuatan korelasi aspek usia dengan
penyalahgunaan narkoba sangat lemah. Kemudian
arah hubungan antara aspek usia dengan
penyalahgunaan narkoba bernilai negatif. Itu
berarti jika aspek usia meningkat, maka
penyalahgunaan narkoba tidak ikut meningkat.
Lalu, terdapat nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed)
0.062 dimana 0.062 > 0.05 sehingga dapat diartikan
hubungan antara aspek usia dengan
penyalahgunaan narkoba tidak signifikan. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa aspek usia dalam
karakteristik responden memiliki korelasi negatif
yang sangat lemah dan tidak signifikan dengan
penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta.
Korelasi antara usia dengan penyalahgunaan
narkoba sangat lemah dan diikuti dengan arah
hubungan yang negatif bermakna jika tingkat usia
naik maka tidak akan disertakan kenaikan dalam
variabel pernyalahgunaan narkoba. Hal ini
disebabkan penyebaran usia dalam kasus
penyalahgunaan narkoba bisa tersebar dari berbagai
Page 128
113
kalangan usia, walaupun mayoritas adalah laki-laki
pada permulaan dewasa awal. Perbandingan usia
dalam warga binaan pemasyarakatan juga tidak
berbeda jauh dengan 44 orang di usia awal dan 40
orang di usia pertengahan, sedangkan selebihnya
berada di usia akhir masa dewasa awal. Hasil
serupa juga ditemukan oleh Tambunan, Sahar, dan
Hastono bahwa usia responden dalam penelitiannya
lebih banyak usia remaja akhir atau dapat dikatakan
mulai memasuki masa dewasa awal.24
Penyalahgunaan narkoba banyak dimulai dalam
rentang usia 15 dan 17 tahun, tetapi dapat dimulai
sejak usia 10 tahun. Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa masa remaja awal (12-14
tahun) hingga akhir (15-17 tahun) adalah masa
kritis untuk memulai penggunaan narkoba dan
dapat memuncak di antara orang dalam masa
dewasa awal berusia 18-25 tahun.25
Namun, hasil berbeda ditemukan oleh Mohite
dkk yang mengemukakan bahwa usia berhubungan
secara positif dengan resiko penyalagunaan
24 Roselina Tambunan dkk., Beberapa Faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Penggunaan NAPZA pada Remaja di Balai Pemulihan Sosial
Bandung, Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 12 (2): 2008, hlm. 67. 25 Sanaa M. Aly, dkk., Substance Abuse among Children, Archives de
Pediatre: 2020, hlm. 1.
Page 129
114
narkoba.26 Dengan meningkatnya usia responden
maka juga akan diikuti dengan meningkatnya
penyalahgunaan narkoba, juga menurunnya usia
akan diikuti dengan menurunnya penyalahgunaan
narkoba.
Selanjutnya, pada aspek tingkat pendidikan
dalam karakteristik responden ditemukan angka
korelasi sebesar -0.127 yang berarti sangat lemah
sehingga dapat dikatakan kekuatan korelasi aspek
tingkat pendidikan dengan penyalahgunaan
narkoba sangat lemah. Kemudian arah hubungan
antara aspek tingkat pendidikan dengan
penyalahgunaan narkoba bernilai negatif. Itu
berarti jika aspek tingkat pendidikan meningkat,
maka penyalahgunaan narkoba tidak ikut
meningkat. Lalu, terdapat nilai signifikansi atau
Sig. (2-tailed) 0.221 dimana 0.221 > 0.05 sehingga
dapat diartikan hubungan antara aspek tingkat
pendidikan dengan penyalahgunaan narkoba tidak
signifikan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa aspek
tingkat pendidikan dalam karakteristik responden
memiliki korelasi negatif yang sangat lemah dan
tidak signifikan dengan penyalahgunaan narkoba
26 Shiva Sharma, dkk., Correlation of Age to Psychotropic Medication
Adherence and Substance Abuse in Adolescent with Mental Health Illness,
Biological Psychiatry, Vol. 83 (9): 2018, hlm. S370.
Page 130
115
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Jakarta.
Korelasi antara tingkat pendidikan dengan
penyalahgunaan narkoba sangat lemah dan diikuti
dengan arah hubungan yang negatif bermakna jika
tingkat pendidikan naik maka tidak akan disertakan
kenaikan dalam variabel pernyalahgunaan narkoba.
Hal ini disebabkan oleh warga binaan
pemasyarakatan yang tersebar dari berbagai
kalangan tingkat pendidikan, baik yang rendah
sampai tingkat pendidikan tinggi. Walaupun tidak
dapat dipungkiri juga jika responden dengan tingkat
pendidikan tinggi juga menyalahgunakan narkoba.
Dengan demikian, tingkat pendidikan formal
sendiri tidak bisa menjadi prediktor seseorang
menyalahgunakan narkoba.
Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa
responden dengan tingkat pendidikan rendah lebih
banyak dibanding responden dengan tingkat
pendidikan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh
Matwimiyadi menyatakan bahwa orang yang
berpendidikan rendah berpeluang 1,51 kali untuk
menjadi penyalahguna NAPZA dibanding dengan
Page 131
116
orang yang berpendidikan tinggi.27 Artinya,
semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh,
semakin sedikit pula kasus penyalahgunaan yang
dilakukan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
pendidikan yang ditempuh, semakin banyak pula
kasus penyalahgunaan narkoba yang dilakukan.
Lalu, pada aspek jenis kasus penyalahgunaan
narkoba dalam karakteristik responden ditemukan
angka korelasi sebesar 0.269 yang berarti lemah
sehingga dapat dikatakan kekuatan korelasi aspek
jenis kasus penyalahgunaan narkoba dengan
penyalahgunaan narkoba adalah lemah. Kemudian
arah hubungan antara aspek jenis kasus
penyalahgunaan narkoba dengan penyalahgunaan
narkoba bernilai positif. Itu berarti jika aspek jenis
kasus penyalahgunaan narkoba meningkat, maka
penyalahgunaan narkoba ikut meningkat. Lalu,
terdapat nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) 0.008
dimana 0.008 < 0.05 sehingga dapat diartikan
terdapat hubungan signifikan antara aspek jenis
kasus penyalahgunaan narkoba dengan
penyalahgunaan narkoba. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa aspek jenis kasus penyalahgunaan narkoba
dalam karakteristik responden memiliki korelasi
27 Matwimiyadi, Hubungan Terhadap Tingkat Pendidikan dan
Pekerjaan dengan Penyalahguna NAPZA, Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2
(5): 2014, hlm. 212.
Page 132
117
positif yang lemah dan signifikan dengan
penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta.
Korelasi antara jenis kasus dengan
penyalahgunaan narkoba adalah lemah dan diikuti
dengan arah hubungan yang positif bermakna jika
tingkat jenis kasus naik maka akan disertakan
kenaikan dalam variabel pernyalahgunaan narkoba.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jenis kasus
yang dilakukan oleh warga binaan pemasyarakatan
akan meningkatkan pula penyalahgunaan narkoba.
Penyebaranya pun beragam mulai dari pemakai,
pengedar, bahkan sampai bandar narkoba.
Penyebab seseorang menyalahgunakan narkoba
pun bervariasi. Dimulai dari pelampiasan emosi
atau rasa penasaran yang muncul dalam diri,
ataupun ajakan teman sebaya sebagaimana hasil
penelitian yang dilakukan oleh Tambunan, Sahar,
dan Hastono bahwa teman sebaya memiliki peran
81,3 persen dalam memengaruhi seseorang dalam
penyalahgunaan NAPZA.28 Tingkat religiusitas
yang rendah juga dapat menjadi sebab
28 Roselina Tambunan, Junaiti Sahar, dan Sutanti Priyo Hastono,
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan NAPZA
pada Remaja di Balai Pemulihan Sosial Bandung, Jurnal Keperawatan
Indonesia, Vol. 12 (2): 2008, hlm. 67.
Page 133
118
penyalahgunaan narkoba sebagaimana kutipan
Hawari yang dikutip oleh Rahmadona dan Agustin
bahwa individu yang mempunyai komitmen lemah
dan dibesarkan dari keluarga dengan tingkat
religiusitas yang rendah mempunyai resiko yang
lebih tinggi untuk terlibat penyalahgunaan narkoba
dibanding dengan yang tidak.29
Menurut hasil wawancara yang dilakukan Rifai
dengan Lurah Masati Zebua, salah satu penyebab
seseorang menjadi pengedar narkoba karena faktor
ekonomi. Sulitnya mencari pekerjaan dan
banyaknya pengangguran sering menimbulkan
keinginan untuk bekerja menjadi pengedar atau
bahkan bandar narkoba karena motivasi untuk
memperoleh uang dengan cara singkat.30 Dengan
demikian, jenis kasus penyalahgunaan narkoba
dengan berbagai sebab didalamnya dapat menjadi
prediktor dan meningkatkan penyalahgunaan
narkoba.
b. Hubungan Konflik Peran Gender dengan
Penyalahgunaan Narkoba Warga Binaan
Pemasyarakatan Lapas Narkotika Klas IIA Jakarta
29 Elviza Rahmadona & Helfi Agustin, Faktor yang Berhubungan
dengan Penyalahgunaan Narkoba di RSJ, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas, Vol. 8 (2): 2014, hlm. 64. 30 Muhammad Rifai, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan
Narkoba di Kalangan Remaja di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Medan,
(Medan, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara: 2019), hlm. 34.
Page 134
119
Berikut tabel Nilai Koefisien Korelasi antara
Konflik Peran Gender dengan Penyalahgunaan
Narkoba.
Tabel 21. Nilai Koefisien Korelasi antara Konflik Peran
Gender dengan Penyalahgunaan Narkoba Warga Binaan
Pemasyarakatan31
Konflik Peran
Gender
Penyalahgunaan Narkoba
Nilai
Korelasi RS Sig. (2-tailed)
Emosional .188 .068
Afeksi .216* .036
Kompetisi .146 .158
Hubungan
Publik-
Domestik
.264** .010
Total .322** .001 Keterangan: * korelasi signifikan pada level α = 5% (0.05)
**korelasi signifikan pada level α = 1% (0.01)
Berdasarkan hasil uji analisis korelasi Rank
Spearman menggunakan SPSS 25 yang terlihat di
table 21 di atas, konflik peran gender mendapatkan
hasil koefisien korelasi sebesar 0.322 dengan
penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan tingkat
keeratan Sugiyono (lihat Tabel 11), dapat dikatakan
bahwa keeratan antara konflik peran gender dengan
penyalahgunaan narkoba adalah lemah. Namun,
angka koefisien tersebut bernilai positif, sehingga
arah hubungan antara konflik peran gender dengan
penyalahgunaan narkoba searah. Hal itu berarti jika
31 Hasil olah data nilai koefisien korelasi antara konflik peran gender
dengan penyalahgunaan narkoba warga binaan pemasyarakatan oleh peneliti.
Page 135
120
konflik peran gender naik, maka tingkat
penyalahgunaan narkoba ikut naik. Lalu, terdapat
nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) sebesar 0.001.
Jika suatu hubungan memiliki nilai signifikansi <
0.05, maka terdapat hubungan yang signifikan
dalam hubungan tersebut. Konflik peran gender
disini memiliki nilai signifikansi 0.001 yang berarti
0.001 < 0.05 sehingga dapat dikatakan terdapat
hubungan yang signifikan antara konflik peran
gender dengan penyalahgunaan narkoba. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa konflik peran gender
memiliki korelasi positif yang lemah dan signifikan
dengan penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta.
Pada dimensi emosional dalam konflik peran
gender ditemukan angka korelasi sebesar 0.188
yang berarti sangat lemah sehingga dapat dikatakan
kekuatan korelasi dimensi emosional dengan
penyalahgunaan narkoba adalah sangat lemah.
Kemudian arah hubungan antara dimensi
emosional dengan penyalahgunaan narkoba
bernilai positif. Itu berarti jika dimensi emosional
meningkat, maka penyalahgunaan narkoba ikut
meningkat. Lalu, terdapat nilai signifikansi atau
Sig. (2-tailed) 0.068 dimana 0.068 > 0.05 sehingga
Page 136
121
dapat diartikan hubungan antara dimensi emosional
dengan penyalahgunaan narkoba tidak signifikan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dimensi emosional
dalam konflik peran gender memiliki korelasi
positif yang sangat lemah dan tidak signifikan
dengan penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta.
Adapun dimensi emosional disini berarti
kesulitan laki-laki dalam mengungkapkan emosi
dan perasaannya melalui kata-kata, juga
kecenderungannya untuk tidak mencari
pertolongan jika memiliki masalah karena adanya
stereotip gender yang berlaku. Anggapan bahwa
laki-laki harus selalu terlihat kuat menyebabkan
keengganan warga binaan pemasyarakatan untuk
menjangkau bantuan, baik secara psikologis
maupun materi. Hal ini serupa dengan penelitian
Good, Delt, dan Mintz yang menemukan adanya
hubungan negatif antara dimensi emosional dengan
perilaku pencarian bantuan.32 Semakin tinggi
tingkat dimensi emosional seorang laki-laki, maka
mereka semakin enggan mencari bantuan. Sisi
emosional yang terbatas ini juga memberikan efek
32 Glenn E. Good, Don M. Delt, & Laurie B. Mintz, Male Role and
Gender Role Conflict: Relations to Help Seeking in Men, Journal of Counselling
Psychology, Vol. 36 (3): 1989, hlm. 299.
Page 137
122
negatif terhadap resiliensi laki-laki sebagaimana
hasil penelitian yang dilakukan oleh Galligan dkk
yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan
negatif yang signifikan antara dimensi emosional
dengan resiliensi.33 Semakin laki-laki enggan
mendiskusikan emosinya atau semakin mereka
merasa tekanan dalam dirinya, mereka akan
mengalami penurunan resiliensi. Kesulitan dalam
memahami dan mengungkapkan emosi
menyebabkan penyaluran emosi melalui kekerasan,
penyalahgunaan narkoba, atau pelampiasan buruk
lainnya.34
Kemudian pada dimensi afeksi dalam konflik
peran gender ditemukan angka korelasi sebesar
0.216 yang berarti lemah sehingga dapat dikatakan
kekuatan korelasi dimensi afeksi dengan
penyalahgunaan narkoba adalah lemah. Kemudian
arah hubungan antara dimensi afeksi dengan
penyalahgunaan narkoba bernilai positif. Itu berarti
jika dimensi afeksi meningkat, maka
penyalahgunaan narkoba ikut meningkat. Lalu,
terdapat nilai signifikansi atau Sig. (2-tailed) 0.036
33 Stephanie B. Galligan, dkk, The Effects of Gender Role Conflict on
Adolescent and Emerging Adult Male Resiliency, The Journal of Men's Studies,
Vol. 18 (1): 2010, hlm. 10. 34 Allison J. Ritter & Michael J. Cole, Men's Issues: Gender Role
Conflict and Substance Abuse, Drug and Alcohol Review, Vol. 2: 1992, hlm.
165.
Page 138
123
dimana 0.036 < 0.05 sehingga dapat diartikan
terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi
afeksi dengan penyalahgunaan narkoba. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa dimensi afeksi dalam konflik
peran gender memiliki korelasi positif yang lemah
dan signifikan dengan penyalahgunaan narkoba
warga binaan pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Jakarta.
Afeksi disini bermakna keterbatasan laki-laki
dalam mengungkapkan kepeduliannya kepada
orang lain, khususnya kepada rekan laki-lakinya.
Keterbatasan warga binaan pemasyarakatan dalam
dimensi ini juga berarti kesulitannya bersentuhan
secara fisik dengan laki-laki lain karena takut
dianggap memiliki kelainan seksual atau mengidap
homoseksual. Juga terdapat pandangan bahwa tidak
ingin dianggap lemah oleh rekan laki-lakinya.
Penyebab dari keterbatasan sisi afeksi ini karena
adanya norma peran laki-laki yang kaku dan
menganggap bahwa tidak seharusnya keakraban
laki-laki diungkapkan dengan kedekatan fisik
seperti berpelukan. Hal ini ditemukan pula dalam
penelitian yang dilakukan oleh Liu bahwa variabel
norma peran laki-laki memiliki arah hubungan yang
Page 139
124
positif dengan dimensi afeksi.35 Artinya, semakin
tinggi tingkat norma peran laki-laki yang
diinternalisasikan seseorang, maka semakin tinggi
juga dimensi afeksinya dan meningkatkan konflik
peran gender dalam dirinya. Selain itu, penelitian
lain juga menemukan hubungan dengan arah
negatif antara dimensi afeksi dengan
expressiveness36 yang berarti semakin laki-laki
tidak mengekspresikan kepeduliannya karena takut
dengan norma yang ada, semakin tinggi pula
dimensi afeksinya.
Dalam kaitannya dengan penyalahgunaan
narkoba, belum ditemukan hasil yang menunjukkan
bahwa dimensi afeksi berhubungan secara
signifikan dengan penyalahgunaan narkoba.
Namun, hasil penelitian ini menemukan hubungan
lemah yang signifikan antara dimensi afeksi dengan
penyalahgunaan narkoba. Hal ini disebabkan
karena ketidakpercayaan responden dengan rekan
laki-lakinya karena takut masalah yang sedang
dihadapi disebarluaskan dan dianggap lemah oleh
rekan-rekannya, terutama rekan berjenis kelamin
35 William M. Liu, Exploring the Lives of Asian American Men: Racial
Identity, Male Role Norms, Gender Role Conflict, and Prejudicial Attitudes,
Psychology of Men & Masculinity Vol. 3 (2): 2002, hlm. 111. 36 Mark J. Sharpe, P. Paul Heppner, & Wayne A. Dixon, Gender Role
Conflict, Instrumentality, Expressiveness, and Well-Being in Adult Men, Sex
Roles, Vol. 33 (1-2): 1995, hlm. 14.
Page 140
125
laki-laki. Keengganan responden dipandang lemah
ini disebabkan fear of femininity yang dirasakan
dan lebih memilih untuk melampiaskannya dengan
penyalahgunaan narkoba.
Lalu, pada dimensi kompetisi dalam konflik
peran gender ditemukan angka korelasi sebesar
0.146 yang berarti sangat lemah sehingga dapat
dikatakan kekuatan korelasi dimensi kompetisi
dengan penyalahgunaan narkoba adalah sangat
lemah. Kemudian arah hubungan antara dimensi
kompetisi dengan penyalahgunaan narkoba bernilai
positif. Itu berarti jika dimensi kompetisi
meningkat, maka penyalahgunaan narkoba ikut
meningkat. Lalu, terdapat nilai signifikansi atau
Sig. (2-tailed) 0.158 dimana 0.158 > 0.05 sehingga
dapat diartikan hubungan antara dimensi kompetisi
dengan penyalahgunaan narkoba tidak signifikan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dimensi kompetisi
dalam konflik peran gender memiliki korelasi
positif yang sangat lemah dan tidak signifikan
dengan penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta.
Dimensi kompetisi disini berarti sikap laki-laki
mengenai peran dalam kaitannya dengan kompetisi
dan kekuasaan dalam mencapai kesuksesan.
Page 141
126
Streotip gender yang menyebar di kalangan
masyarakat bahwa laki-laki harus lebih sukses
daripada perempuan, juga harus memiliki kekuatan
yang lebih dibanding rekan laki-lakinya akan
meningkatkan konflik peran gender yang dialami
warga binaan pemasyarakatan. Penelitian yang
dilakukan oleh Liu juga mendapatkan hasil bahwa
variabel norma peran laki-laki memiliki arah
hubungan yang positif dengan dimensi kompetisi.37
Artinya, semakin tinggi tingkat norma peran laki-
laki yang diinternalisasikan seseorang, maka
semakin tinggi juga dimensi afeksinya dan
meningkatkan konflik peran gender dalam dirinya.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa mereka yang
mendukung kesuksesan, kekuasaan, dan persaingan
sebagai sikap maskulin, atau yang percaya bahwa
kekuasaan dan kendali atas orang lain dan
pencapaian adalah ukuran harga diri, juga akan
cenderung mendukung sikap maskulin tertentu
yang sesuai dengan norma peran laki-laki. Jadi,
dukungan terhadap dimensi kompetisi juga dapat
berarti dukungan terhadap norma peran laki-laki
tradisional yang kaku.
37 William M. Liu, Exploring the Lives of Asian American Men: Racial
Identity, Male Role Norms, Gender Role Conflict, and Prejudicial Attitudes,
Psychology of Men & Masculinity Vol. 3 (2): 2002, hlm. 111.
Page 142
127
Alkohol dan penyalahgunaan narkoba juga
dipandang sebagai ajang penunjukkan sisi
maskulinitas laki-laki sebagaimana yang
dipaparkan oleh Uly, Massoth, dan Gottdiener
bahwa perilaku minum alkohol termasuk ke dalam
ciri maskulinitas. Dengan demikian, laki-laki
dengan ideologi maskulin dan konflik peran gender
tinggi, khususnya dimensi kompetisi, kemungkinan
besar mengonsumsi alkohol dengan motif
enhancement agar dipandang tinggi oleh rekan-
rekannya atau karena rasa kompetitif.38
Selanjutnya, pada dimensi hubungan publik-
domestik dalam konflik peran gender ditemukan
angka korelasi sebesar 0.264 yang berarti lemah
sehingga dapat dikatakan kekuatan korelasi
dimensi hubungan publik-domestik dengan
penyalahgunaan narkoba adalah lemah. Kemudian
arah hubungan antara dimensi hubungan publik-
domestik dengan penyalahgunaan narkoba bernilai
positif. Itu berarti jika dimensi hubungan publik-
domestik meningkat, maka penyalahgunaan
narkoba ikut meningkat. Lalu, terdapat nilai
signifikansi atau Sig. (2-tailed) 0.010 dimana 0.010
38 Philip J. Uly, Neil A. Massoth, & William H. Gottdiener, Rethinking
Male Drinking: Traditional Masculine Ideologies, Gender-role Conflict, and
Drinking Motives, Psychology of Men and Masculinity Vol. 15 (2): 2014, hlm.
126.
Page 143
128
< 0.05 sehingga dapat diartikan terdapat hubungan
yang signifikan antara dimensi hubungan publik-
domestik dengan penyalahgunaan narkoba. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa dimensi hubungan
publik-domestik dalam konflik peran gender
memiliki korelasi positif yang lemah dan signifikan
dengan penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta.
Dimensi hubungan publik-domestik disini
bermakna kesulitan warga binaan pemasyarakatan
dalam menyeimbangkan hubungan pekerjaan
dengan hubungan responden dengan keluarga,
teman, dan memiliki waktu luang yang sedikit.
Kerenggangan keharmonisan keluarga memiliki
peran dalam meningkatkan konflik peran gender
responden. Hal-hal seperti pulang larut malam
tanpa menemui anak, ataupun jarang bermain
dengan saudara dekat menjadi pemicu dimensi
hubungan publik-domestik yang meningkat.
Responden pun lebih memilih untuk hanya
meminum obat warung jika terasa sakit, dan
memilih untuk bekerja di waktu luangnya agar
mendapatkan hasil yang lebih. Biasanya, dimensi
hubungan publik-domestik lebih menonjol atau
lebih tinggi di golongan usia pertengahan karena di
Page 144
129
usia tersebut laki-laki sudah memiliki keluarga dan
bertambahnya tanggungjawab yang harus
diembannya.39 Hal ini juga menjadi pemicu
meningkatkan dimensi hubungan publik-domestik
dalam konflik peran gender dalam kaitannya
dengan perilaku menyalahgunakan narkoba.
Dapat disimpulkan bahwa konflik peran gender
memiliki hubungan positif yang signifikan dengan
penyalahgunaan narkoba. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ritter dan Cole bahwa masalah
isolasi, depresi dan penyalahgunaan narkoba telah
diidentifikasi berkaitan dengan konflik peran.40
Stres yang akan memicu masalah penyalahgunaan
narkoba juga lebih menonjol pada laki-laki yang
menganggur, tidak mampu bekerja, memiliki
hubungan interpersonal yang merusak atau gagal
dan dukungan sosial dan keluarga yang buruk. Stres
tersebut menjadi akibat dari tekanan untuk
menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat atau
stereotip yang ada. Ketika memiliki masalah pun,
laki-laki enggan mengungkapkannya sebagaimana
hasil penelitian Good, Delt, dan Mintz bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi-
39 H. Theodore & B. F. Lloyd, Age and Gender Role Conflict: A Cross-
Sectional Study of Australian Men, Sex Roles Vol. 42: 2000, hlm. 1036. 40 Allison J. Ritter & Michael J. Cole, Men's Issues: Gender Role
Conflict and Substance Abuse, Drug and Alcohol Review, Vol. 2: 1992, hlm.
164.
Page 145
130
dimensi dalam peran laki-laki dengan perilaku yang
berhubungan dengan mencari bantuan.41 Hubungan
antara konflik peran gender dan kemauan untuk
mencari konseling juga sebagian dimediasi oleh
stigma dan sikap diri yang terkait dengan mencari
konseling. Konflik peran gender dapat membuat
laki-laki kurang mau mencari konseling untuk
masalah psikologis dan interpersonal, terutama
ketika laki-laki merasa tidak nyaman dengan
mengungkapkan kesusahan mereka, ketika mereka
menstigmatisasi diri sendiri tentang terapi, dan
ketika faktor-faktor ini secara negatif memengaruhi
sikap mereka tentang konseling.42
Konflik peran gender dengan tingkat sedang ini
juga dipicu oleh ideologi maskulin yang melekat
dalam diri laki-laki sebagaimana hasil penelitian
Brahmana bahwa arah hubungan ideologi maskulin
dengan konflik peran gender laki-laki adalah
positif.43 Artinya, semakin tinggi tingkat ideologi
maskulin laki-laki, maka semakin tinggi pula
41 Glenn E. Good, Don M. Delt, & Laurie B. Mintz, Male Role and
Gender Role Conflict: Relations to Help Seeking in Men, Journal of Counselling
Psychology, Vol. 36 (3): 1989, hlm. 299. 42 Erin L. Pederson & David L. Vogel, Male Gender Role Conflict and
Willingness to Seek Counselling: Testing a Mediation Model on College-Aged
Men, Journal of Counseling Psychology Vol. 54 (4): 2007, hlm. 380. 43 Karina M Brahmana, Pengaruh Ideologi Maskulin Terhadap Konflik
Peran Gender pada Laki-Laki Suku Batak Karo, Jurnal Psikologi HKBP
Nommensen, Vol. 6 (1): 2019, hlm. 16.
Page 146
131
tingkat konflik peran gender yang dialami laki-laki.
Dengan demikian, hal-hal seperti ini dapat
meningkatkan konflik peran gender responden,
juga dalam kaitannya dengan perilaku
menyalahgunakan narkoba.
Page 147
132
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Konflik Peran
Gender Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Narkotika
Klas IIA Jakarta, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat penyalahgunaan narkoba warga binaan
pemasyarakatan di Lapas Narkotika Klas IIA
Jakarta tergolong sedang dengan rentang skor 16-
24 pada dimensi predisposisi, rentang skor 19-29
pada dimensi kontribusi, dan rentang skor 20-30
pada dimensi pencetus.
2. Terdapat hubungan positif dengan nilai Sig. (2-
tailed) sebesar 0.001 dimana 0.001 < 0.05 maka
hubungan antara konflik peran gender dengan
penyalahgunaan narkoba signifikan. Angka
koefisien korelasi antara dua variabel tersebut
bernilai positif yaitu 0.322** sehingga hubungan
antara konflik peran gender dengan
penyalahgunaan narkoba bersifat searah. Terdapat
berbagai alasan yang melatarbelakangi konflik
peran gender laki-laki ini seperti masalah stres,
depresi, isolasi, hubungan keluarga yang buruk,
juga ideologi maskulin yang melekat dalam diri
laki-laki. Dengan demikian, kenaikan konflik peran
gender warga binaan pemasyarakatan akan diikuti
Page 148
133
kenaikan penyalahgunaan narkoba. Dan
menurunnya konflik peran gender warga binaan
pemasyarakatan maka akan diikuti dengan
penurunan penyalahgunaan narkoba. Walaupun
begitu, dalam penelitian ini juga dapat dilihat
bahwa pengaruh paling kuat terletak pada faktor
lingkungan dimana warga binaan pemasyarakatan
berada. Hal-hal seperti ajakan teman sepermainan
dan mudahnya akses narkoba di lingkungan
memicu responden menyalahgunakan narkoba.
Selain itu, kondisi ekonomi yang cukup rendah juga
berperan didalamnya
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan
pembahasan yang telah dilakukan, berikut saran yang dapat
peneliti sampaikan:
1. Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan
terkait kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia
diharapkan agar dapat lebih memerhatikan
penyebab lain seseorang dapat menyalahgunakan
narkoba karena dari penelitian ini dapat dikatakan
bahwa konflik peran gender dapat memicu kasus
penyalahgunaan narkoba karena faktor psikologis.
Hal ini dilakukan guna meminimalisir kasus
penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Page 149
134
2. Bagi warga binaan pemasyarakatan di Lapas
Narkotika Klas IIA Jakarta disarankan dapat lebih
terbuka terkait emosional yang dirasakan dan tidak
memilih untuk memendamnya sendiri.
Penampakkan hal-hal yang yang dianggap feminin
seperti menangis bukan berarti menunjukkan
kelemahan, tapi menjadi bukti bahwa kita adalah
manusia.
3. Bagi praktisi penyuluh agama Islam, penelitian ini
diharapkan dapat menyumbang khazanah keilmuan
yang lebih luas terkait konflik peran gender yang
rujukannya masih sangat minim di Indonesia
sehingga dapat membantu mengembangkan
keilmuan yang dapat dipraktikkan di lingkungan
masyarakat.
4. Bagi peneliti selanjutnya yang membahas isu
konflik peran gender, disarankan untuk meneliti
tentang perbandingan konflik peran gender laki-
laki di lapas dengan konflik peran gender laki-laki
yang tidak memiliki keterkaitan dengan
penyalahgunaan narkoba agar dapat melihat
perbedaan dan melakukan perbandingan antara
konflik peran gender laki-laki yang
menyalahgunakan narkoba dengan yang tidak
menyalahgunakan narkoba. Atau bisa juga
melakukan penelitian terkait konflik peran gender
dengan hal lain seperti pola asuh orang tua.
Page 150
135
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. A., & Duse, I. (2007). Narkoba Ancaman Generasi Muda.
Samarinda: DPD KNPI Kalimantan Timur.
Aly, S. M., Omran, A., Gaulier, J.-M., & Allorge, D. (2020).
Substance Abuse among Children. Archives de Pediatre, 1-
5.
Ansori, M., & Iswati, S. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif
Cet. Ketiga. Jakarta: Kencana Pramada.
Arifin, Z. (1991). Evaluasi Instruksional: Prinsip, Teknik, dan
Prosedur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar. (1987). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Binarupa
Aksara.
Azwar, S. (1999). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma
Alpha.
Azwar, S. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BNN, T. (2005). Materi Advokasi Pencegahan Narkoba. Jakarta:
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.
Brahmana, K. M. (2018, Juni 30). Konflik Peran Gender Pada
Laki-Laki. Retrieved Januari 28, 2020, from Universitas
Pelita Harapan Surabaya Institutional Repository:
http://dspace.uphsurabaya.ac.id:8080/xmlui/handle/12345
6789/1214
Brahmana, K. M. (2019). Pengaruh Ideologi Maskulin Terhadap
Konflik Peran Gender pada Laki-Laki Suku Batak Karo.
Jurnal Psikologi HKBP Nommensen, VI(1), 10-20.
Budiaji, W. (2013). Skala Pengukuran dan Jumlah Respon Skala
Likert. Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan, II(2), 125-
131.
Page 151
136
Eleanora, F. N. (2011). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta
Usaha Pencegahan dan Penanggulangannya (Suatu
Tinjauan Teoritis). Jurnal Hukum, XXV(1), 439-452.
Fakih, M. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Galligan, S. B., Barnett, R. V., Brennan, M. A., & Israel, G. D.
(2010). The Effects of Gender Role Conflict on Adolescent
and Emerging Adult Male Resiliency. The Journal of
Men's Studies, XVIII(1), 3-21.
Good, G. E., Delt, D. M., & Mintz, L. B. (1989). Male Role and
Gender Role Conflict: Relations to Help Seeking in Men.
Journal of Counselling Psychology, XXXVI(3), 295-300.
Hamidi. (2004). Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis
Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang:
UMM Press.
Hanum, F. (2018). Kajian dan Dinamika Gender. Malang: Instans
Publishing.
Hasan, M. I. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian
dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hasanah, H. (2016). Teknik-Teknik Observasi: Sebuah Altenatif
Metode Pengumpulan Data Kualitatif Ilmu-Ilmu Sosial.
Jurnal At-Taqaddum, VIII(1), 21-46.
Hawari, D. (1991). Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Herdiansyah, H. (2016). Gender dalam Perspektif Psikologi.
Jakarta: Salemba Humanika.
Hubeis, A. V. (2010). Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke
Masa. Jakarta: PT. Penerbit IPB Press.
Hurlock, E. B. (1991). Psikologi Perkembangan: Suatu
Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Cet. Kedua
(5th ed.). Jakarta: Erlangga.
Page 152
137
Indonesia, P. P. (2017, Desember). Survei Nasional
Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi Tahun 2017.
Retrieved Maret 3, 2020, from
http://www.rumahcemara.or.id/rumahcemara.or.id/2017%
20Survei%20Nasional%20BNN.pdf
K. R. Soegijono, ,. ,. (1993). Wawancara Sebagai Salah Satu
Metode Pengumpulan Data. Media Litbangkes, CXI(1), 17-
21.
Kline, S., & Clinical, F. (1969). A Manual for Law Enforcement
Officer Drugs Abuse. Pennsylvania: Philadelphia.
Lancer, D. (2017, Juni 6). The Truth About Abusers, Abuse, and
What to Do. Retrieved Januari 25, 2020, from Psychology
Today: https://www.psychologytoday.com/us/blog/toxic-
relationships/201706/the-truth-about-abusers-abuse-and-
what-do
Liputan6.com. (2019, Desember 5). Kepala BNN: Pengguna
Narkoba pada 2019 Tembus 3,6 Juta Orang. Retrieved
Januari 27, 2020, from
https://www.liputan6.com/news/read/4127338/kepala-
bnn-pengguna-narkoba-pada-2019-tembus-36-juta-orang
Liu, W. M. (2002). Exploring the Lives of Asian American Men:
Racial Identity, Male Role Norms, Gender Role Conflict,
and Prejudicial Attitudes. Psychology of Men &
Masculinity, III(2), 107-118.
Machdy, R. (2019). Loving The Wounded Soul: Alasan dan Tujuan
Depresi Hadir di Hidup Manusia. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Maharti, V. I. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja Usia 15-
19 Tahun di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, III(3), 945-953.
Mardalis. (2008). Metodologi Penelitian: Suatu Pendekatan
Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Page 153
138
Mardani. (2008). Penyalahgunaan Narkoba: Dalam Perspektif
Hukum Islam dan Pidana Nasional. Jakarta: Rajawali
Press.
Martono, L. H. (2006). Mengenal Penyalahgunaan Narkoba.
Jakarta: Balai Pustaka.
Martono, L. H., & Joewana, S. (2008). Belajar Hidup Bertanggung
jawab, Menangkal Narkoba dan Kekerasan. Jakarta: Balai
Pustaka.
Marzuki. (2002). Metodologi Riset. Yogyakarta: BPFE-UII.
Matwimiyadi. (2014). Hubungan Terhadap Tingkat Pendidikan
dan Pekerjaan dengan Penyalahguna NAPZA. Jurnal
Kesehatan Komunitas, II(5), 211-214.
Mosse, J. C. (2019). Gender dan Pembangunan Cet. Kelima.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyono, A. M. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Nauly, M. (2002, September 24). Konflik Peran Gender pada
Pria: Teori dan Pendekatan Empirik. Retrieved Februari 2,
2020, from Repositori Institusi Universitas Sumatera
Utara: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3502
Neuman, W. L. (2003). Social Research Methods Qualitative and
Quantitative Approaches (5th ed.). Boston: Allyn and
Bacon.
O’Neil, J. M. (1981). Patterns of Gender Role Conflict and Strain
Sexism and Fear of Femininity in Men’s Lives. The
Personnel and Guidance Journal, LX(4), 203-210.
O’Neil, J. M. (2008). Summarizing 25 Years of Research on Men’s
Gender Role Conflict Using the Gender Role Conflict
Scale. The Counseling Psychologist, XXXVI(3), 358-445.
Page 154
139
O’Neil, J. M., Helms, B. J., Gable, R. K., David, L., & Wrightman,
L. S. (1986). Gender-role Conflict Scale: College Men’s
Fear of Femininity. Sex Roles, XIV(5/6), 335-350.
Oxford. (2008). Oxford Learner’s Pocket Dictionary (4th ed.).
New York: Oxford University Press.
Pederson, E. L., & Vogel, D. L. (2007). Male Gender Role Conflict
and Willingness to Seek Counselling: Testing a Mediation
Model on College-Aged Men. Journal of Counseling
Psychology, LIV(4), 373-384.
Poerwandari, K. (2011). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian
Perilaku Manusia Cet. IV. Depok: LPSP3 UI.
Puhantara, W. (2010). Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Pusat Penelitian, D. d. (2020, Februari). Survei Prevalensi
Penyalahgunaan Narkoba 2019. Retrieved Februari 19,
2021, from
https://yogyakarta.bnn.go.id/konten/unggahan/2020/11/7.
Survei-Prevalensi-Penyalahgunaan-Narkoba-Kuantitatif-
2019
Puspitawati, H. (2012). Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita
di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.
Rahmadhani, G. A., & Virianita, R. (2020). Pengaruh Stereotip
Gender dan Konflik Peran Gender Laki-Laki Tergadap
Motivasi Kerja Pemuda Desa Putus Sekolah. Jurnal Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, IV(2), 217-
234.
Rahmadona, E., & Agustin, H. (2014). Faktor yang Berhubungan
Dengan Penyalahgunaan Narkoba di RSJ Prof. HB.
Sa’anin. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, VIII(2),
60-66.
Riduwan. (2004). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung:
Alfabeta.
Page 155
140
Rifai, M. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan
Narkoba di Kalangan Remaja di Kelurahan Tegal Sari
Mandala II Medan. Medan: Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
Ritter, A. J., & Cole, M. J. (1992). Men’s Issues: Gender-Role
Conflict and Substance Abuse. Drug and Alcohol Review,
II, 163-167.
Riyadi, A., & Purwandari, E. (2015). Risiko Penyalahgunaan
NAPZA Pada Remaja Ditinjau Dari Jenis Kelamin, Status
Tinggal, dan Status Orang Tua. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sarwono, S. W. (2013). Pengantar Psikologis Umum Cet. Kelima.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sarwono, S. W. (2013). Pengantar Psikologis Umum Cet. Kelima.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sekolah, M. (2003). Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba.
Jakarta: Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan.
Sharma, S., Mohite, S., Memon, A., Hamilton, J., & Kazimi, I.
(2018). Correlation of Age to Psychotropic Medication
Adherence and Substance Abuse in Adolescent with
Mental Health Illness. Biological Psychiatry, LXXXIII(9),
S370.
Siregar, S. (2011). Statistik Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung:
Alfabeta.
Supriyantini, S. (2002). Hubungan Antara Pandangan Peran
Gender dengan Keterlibatan Suami Dalam Kegiatan
Page 156
141
Rumah Tangga. Retrieved from Repositori Institusi
Universitas Sumatera Utara:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/36
31/psiko-sri.pdf?sequence=1
Tambunan, R., Sahar, J., & Hastono, S. P. (2008). Beberapa Faktor
yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan NAPZA
pada Remaja di Balai Pemulihan Sosial Bandung. Jurnal
Keperawatan Indonesia, XII(2), 63-69.
Theodore, H., & Lloyd, B. F. (2000). Age and Gender Role
Conflict: A Cross-Sectional Study of Australian Men. Sex
Roles, XLII, 1027-1042.
Tong, R. P. (2004). Feminist Thought: Pengantar Paling
Komprehensif Kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis.
Yogyakarta: Jalasutra.
Uly, P. J., Massoth, N. A., & Gottdiener, W. H. (2014). Rethinking
Male Drinking: Traditional Masculine Ideologies, Gender-
role Conflict, and Drinking Motives. Psychology of Men
and Masculinity, XV(2), 121-128.
Uyun, Q. (2002). Peran Gender dalam Budaya Jawa. Psikologika,
VII(13), 32-42.
Wahto, R., & Swift, J. K. (2014). Labels, Gender-Role Conflict,
Stigma, and Attitudes Toward Seeking Psychological Help
in Men. American Journal of Men’s Health, 1-11.
Wardani, E. M., & Septianingrum, Y. (2018). Pada Hubungan
Antara Persepsi, Jenis Kelamin, Status Tempat Tinggal,
Status Orang Tua dengan Perilaku Penyalahgunaan
NAPZA Pada Kelas XI di SMK Darul Huda Sidoarjo.
Medical and Health Science Journal Vol. 2 (2), 39-46.
Wardani, E. M., & Septianingrum, Y. (2018). Pada Hubungan
Antara Persepsi, Jenis Kelamin, Status Tempat Tinggal,
Status Orang Tua dengan Perilaku Penyalahgunaan
NAPZA Pada Kelas XI di SMK Darul Huda Sidoarjo.
Medical and Health Science Journal, II(2), 39-46.
Page 157
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Definisi Operasional
No. Variabel Teori Definisi Operasional Indikator
1. X
Konflik Peran
Gender
Konflik peran gender
merupakan keadaan
psikologis dimana
peran gender yang
disosialisasikan
memiliki
konsekuensi negatif
bagi orang tersebut.
(O’Neil, 2008)
Konflik peran gender
adalah situasi dimana
stereotip peran gender
yang telah meluas
dalam masyarakat
menjadi standar
perilaku seseorang,
dan menimbulkan
efek negatif bagi sisi
psikologis orang yang
tidak berperilaku
sesuai stereotip
tersebut.
1. Emosional
- Sulit mengekspresikan perasaan
dan kasih saying terhadap orang
lain.
- Sulit memahami dan
mengutarakan emosi sendiri
melalui kata-kata.
- Sulit mengungkapkan cinta
kepada lawan jenis.
- Tidak suka menunjukkan sisi
emosional.
- Menganggap pencarian bantuan
kepada orang lain adalah tindakan
yang lemah dan tidak maskulin.
2. Afeksi
- Sulit mengungkapkan kepedulian
terhadap rekan sejenis.
- Merasa tidak nyaman jika terlalu
akrab dan bersentuhan dengan
rekan sejenis.
Page 158
- Menganggap pengekspresian sisi
emosional kepada rekan sejenis
adalah tindakan yang beresiko.
- Menanyakan orientasi seksual
laki-laki jika melakukan kontak
fisik dengan rekan sejenis.
3. Kompetisi
- Menilai diri sendiri dan orang lain
berdasarkan keberhasilan karir
yang dimiliki.
- Merasa diri harus lebih pintar atau
lebih kuat secara fisik dibanding
laki-laki lain.
- Merasa cemas akan kegagalan
karena akan memengaruhi kualitas
diri sebagai laki-laki.
- Memerhatikan penilaian orang
lain terhadap pencapaian yang
telah diraih.
- Menganggap persaingan dengan
orang lain adalah cara terbaik
untuk sukses.
- Berusaha lebih keras agar lebih
sukses daripada orang lain.
Page 159
- Merasa ingin selalu dilibatkan
dalam sesuatu di lingkungan
dimana diri berada.
4. Hubungan Publik-Domestik
- Mengabaikan kesehatan.
- Lebih mementingkan karir
dibanding keluarga atau waktu
luang.
- Bekerja keras menaiki jenjang
karir sampai stres dan
memengaruhi kehidupan yang
dijalani.
- Merasa tuntutan karir berpengaruh
terhadap waktu luang yang
dimiliki dan keluarga.
2. Y
Penyalahgunaan
Narkoba
Penyalahgunaan
narkoba adalah
penggunaan narkoba
yang dilakukan tidak
untuk maksud
pengobatan, tetapi
karena ingin
menikmati
pengaruhnya dalam
jumlah berlebih,
teratur, dan cukup
Penyalahgunaan
narkoba adalah
penggunaan zat atau
obat terlarang diluar
indikasi medis dengan
tujuan mendapatkan
efek menyenangkan
yang diberikan oleh
narkoba tersebut dan
dipakai dalam jangka
waktu yang lama
1. Predisposisi
- Mengobati rasa ketidakpuasan
akan sesuatu dengan
menggunakan narkoba.
- Menjadi pecandu narkoba akibat
tuntutan yang diberikan keluarga
dan lingkungan.
- Menyalahgunakan narkoba
sebagai pelarian akibat depresi.
- Menyalahgunakan narkoba akibat
tekanan hidup yang sangat berat.
Page 160
lama sehingga
menyebabkan
gangguan kesehatan
fisik, mental, dan
kehidupan sosial
lainnya. (Martono,
2006)
sehingga
mengakibatkan
rusaknya fisik dan
mental orang tersebut.
- Merasa percaya diri untuk masuk
ke dalam lingkungan sosial
dengan menggunakan narkoba.
- Menghilangkan kecemasan
dengan menggunakan narkoba.
2. Kontribusi
- Memakai narkoba sebagai
pelampiasan karena pengasuhan
orang tua yang tidak sesuai.
- Menyalahgunakan narkoba
lantaran kesibukan orang tua
dalam bekerja dan jarang berada
di rumah.
- Melampiaskan rasa
ketidakpedulian orang tua
terhadap permasalahan yang
dimiliki dengan menggunakan
narkoba.
- Menyalahgunakan narkoba karena
memiliki hubungan yang buruk
dengan orang tua.
- Mencoba narkoba karena keadaan
keluarga yang tidak utuh dan
kondusif.
3. Pencetus
Page 161
- Mudah bergaul dengan siapapun
karena memakai narkoba.
- Memakai narkoba untuk
menunjukkan solidaritas kepada
teman.
- Disarankan memakai narkoba
untuk bersenang-senang oleh
teman.
- Mencoba narkoba karena
ketersediaan narkoba di
lingkungan sekitar.
- Berani memakai narkoba karena
lemahnya penegakan hukum.
- Mendapatkan keuntungan yang
melimpah dengan mengedarkan
narkoba.
Page 162
Lampiran 2. Output Hasil Uji Validitas
No. X r
tabel
r
hitung Ket.
Emosional
1. Saya sulit memahami perasaan
saya sendiri. 0.355 0.266
Tidak
Valid
2.
Saya bukan orang yang mudah
mengungkapkan perasaan
pribadi kepada orang lain.
0.355 0.494 Valid
3. Saya sulit mengungkapkan
kasih sayang melalui ucapan. 0.355 0.503 Valid
4. Saya sulit menyatakan cinta
kepada perempuan. 0.355 0.255
Tidak
Valid
5.
Saya sering menyembunyikan
kekecewaan yang saya
rasakan.
0.355 0.336 Tidak
Valid
6.
Saya merasa gengsi jika
meminta pertolongan kepada
orang lain.
0.355 0.461 Valid
7. Saya kesulitan meminta maaf
setelah melakukan kesalahan. 0.355 0.242 Tidak
Valid
8.
Saya merasa malu
menunjukkan kesedihan di
depan orang lain.
0.355 0.338 Tidak
Valid
9. Saya sulit mengatakan bahwa
saya peduli kepada orang lain. 0.355 0.685 Valid
Afeksi
10.
Saya tidak mudah
menunjukkan kepedulian
kepada teman laki-laki.
0.355 0.331 Tidak
Valid
11.
Saya merasa tidak nyaman
ketika berpelukan dengan
teman laki-laki.
0.355 -0.144 Tidak
Valid
12.
Saya merasa cemas jika
bercerita tentang perasaan saya
kepada teman laki-laki.
0.355 0.427 Valid
Page 163
13.
Menurut saya, pelukan antara
dua laki-laki adalah tindakan
yang tidak wajar.
0.355 0.643 Valid
14.
Sulit bagi saya untuk
berpelukan dengan teman laki-
laki.
0.355 0.491 Valid
15.
Berpelukan adalah salah satu
cara untuk mengeratkan
pertemanan.
0.355 0.058 Tidak
Valid
16.
Saya lebih suka bercerita
masalah saya kepada teman
laki-laki karena memiliki sudut
pandang yang hampir sama.
0.355 0.192 Tidak
Valid
Kompetisi
17. Penting bagi saya untuk
meningkatkan jenjang karir. 0.355 0.045 Tidak
Valid
18.
Menurut saya, untuk menjadi
orang suskes harus
menghasilkan banyak uang.
0.355 0.356 Valid
19.
Saya menilai orang lain dari
prestasi dan kesuksesan yang
mereka capai.
0.355 0.407 Valid
20. Saya khawatir jika mengalami
kegagalan. 0.355 0.440 Valid
21.
Penting bagi saya untuk
melakukan yang terbaik dalam
pekerjaan.
0.355 0.367 Valid
22. Keberhasilan adalah ukuran
penilaian bagi saya. 0.355 0.390 Valid
23. Saya berusaha keras supaya
lebih sukses dari orang lain. 0.355 0.285 Tidak
Valid
24.
Penting bagi saya untuk lebih
pintar atau secara fisik lebih
kuat dari laki-laki lain.
0.355 0.450 Valid
25. Saya merasa ingin lebih unggul
di hadapan orang lain. 0.355 0.495 Valid
Hubungan Publik-Domestik
Page 164
26. Saya mengabaikan kesehatan
saya karena sibuk bekerja. 0.355 0.340 Tidak
Valid
27. Menurut saya, keluarga lebih
penting daripada pekerjaan. 0.355 -0.136 Tidak
Valid
28.
Sibuk bekerja mengganggu
waktu luang saya bersama
keluarga.
0.355 -0.226 Tidak
Valid
29. Saya sulit meluangkan waktu
untuk bersantai. 0.355 0.161
Tidak
Valid
30.
Saya lebih mementingkan
pekerjaan daripada keluarga
dan waktu luang saya.
0.355 0.272 Tidak
Valid
31. Badan saya sering terasa sakit
karena kebanyakan bekerja. 0.355 0.241 Tidak
Valid
32.
Saya lebih memilih untuk
menggunakan waktu luang
saya untuk bekerja dibanding
untuk bersantai.
0.355 0.191 Tidak
Valid
33.
Saya sering tidak berjumpa
dengan keluarga karena pulang
larut malam dari pekerjaan.
0.355 0.370 Valid
No. Y r
tabel
r
hitung Ket.
Predisposisi
34.
Saya menggunakan narkoba
untuk mengobati rasa
ketidakpuasan dalam hidup
saya.
0.355 0.523 Valid
35.
Tuntutan keluarga
menyebabkan saya melarikan
diri dengan menggunakan
narkoba.
0.355 0.539 Valid
36.
Dengan menggunakan
narkoba, saya merasa percaya
diri untuk masuk ke dalam
lingkungan sosial.
0.355 0.536 Valid
Page 165
37.
Saya tidak akan menggunakan
narkoba jika tidak merasa stres
akibat permasalahan hidup.
0.355 -0.202 Tidak
Valid
38.
Tekanan hidup membuat saya
depresi dan melarikan diri
dengan menggunakan narkoba.
0.355 0.580 Valid
39.
Saya menggunakan narkoba
untuk menghilangkan
kecemasan yang saya rasakan.
0.355 0.583 Valid
40. Memakai narkoba membuat
saya merasa lebih tenang. 0.355 0.373 Valid
Kontribusi
41.
Pengasuhan orang tua yang
tidak sesuai menyebabkan saya
melampiaskan diri dengan
menggunakan narkoba.
0.355 0.717 Valid
42.
Ketidakpedulian orang tua
terhadap saya menyebabkan
saya melarikan diri dengan
menggunakan narkoba.
0.355 0.741 Valid
43.
Narkoba lebih mengerti
kebutuhan saya dibandingkan
dengan orang tua yang tidak
perhatian.
0.355 0.670 Valid
44.
Orang tua yang jarang di
rumah membuat saya mudah
untuk mengenal narkoba.
0.355 0.804 Valid
45.
Kekerasan yang digunakan
orang tua dalam mengasuh
saya menyebabkan saya
melarikan diri ke narkoba.
0.355 0.638 Valid
46.
Menurut saya, narkoba adalah
jalan keluar ketika memiliki
masalah dengan orang tua.
0.355 0.769 Valid
47.
Kondisi keluarga yang tidak
utuh menyebabkan saya
menggunakan narkoba.
0.355 0.803 Valid
Page 166
48.
Hubungan yang buruk dengan
orang tua membuat saya
melampiaskan diri dengan
menggunakan narkoba.
0.355 0.821 Valid
Pencetus
49.
Saya menggunakan narkoba
sebagai bentuk kesetiakawanan
terhadap teman saya.
0.355 0.669 Valid
50.
Teman-teman saya
menyarankan saya
menggunakan narkoba untuk
bersenang-senang.
0.355 0.561 Valid
51.
Tersedianya berbagai jenis
narkoba di lingkungan saya
membuat saya ingin mencoba
narkoba.
0.355 0.505 Valid
52.
Lemahnya penegakan hukum
di Indonesia membuat saya
menjadi berani untuk
menggunakan narkoba.
0.355 0.480 Valid
53.
Saya tergoda untuk
mengedarkan narkoba karena
membuat saya mendapat
banyak uang dan keuntungan
yang besar.
0.355 0.437 Valid
54.
Mudah bagi saya untuk
mendapatkan narkoba karena
banyak yang menyediakannya
di lingkungan saya.
0.355 0.480 Valid
55.
Saya tidak akan tergiur
memakai narkoba walau
sahabat saya yang
menawarkannya.
0.355 0.021 Tidak
Valid
56.
Saya merasa takut dengan
hukuman penjara akibat
menggunakan narkoba.
0.355 -0.273 Tidak
Valid
57.
Saya menggunakan narkoba
karena ingin dipandang keren
di mata teman-teman saya.
0.355 0.754 Valid
Page 167
Lampiran 3. Data Skor Responden
Variabel Konflik Peran Gender (X)
R/Q Q
1
Q
2
Q
3
Q
4
Q
5
Q
6
Q
7
Q
8
Q
9
Q
10
Q
11
Q
12
Q
13
Q
14
Q
15
Q
16
Q
17
Q
18
Q
19
Q
20
Q
21
Q
22
Q
23
Q
24
Q
25
Q
26
Q
27
Q
28
Q
29
Q
30
Q
31
Q
32
Q
33
Q
34 JML
R1 2 4 4 5 4 4 2 4 2 1 5 1 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 2 2 1 1 4 2 4 4 4 4 2 115
R2 4 4 2 5 5 2 1 4 2 5 5 1 2 1 5 4 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 4 2 2 2 4 4 2 1 99
R3 2 4 4 5 4 4 2 4 2 1 5 2 4 5 5 4 5 5 2 4 5 5 4 5 4 1 1 5 2 2 4 2 2 4 119
R4 4 4 2 4 4 2 1 2 1 2 4 2 4 4 5 4 2 4 5 4 5 5 4 5 4 1 1 2 2 2 2 4 5 2 108
R5 4 2 4 2 4 2 2 2 2 1 5 2 4 4 4 4 4 2 4 2 5 5 5 2 2 2 4 4 2 2 4 2 2 1 102
R6 2 4 4 5 4 2 2 4 2 2 5 2 1 2 5 2 2 2 2 4 4 4 4 2 2 1 4 2 4 4 4 4 4 1 102
R7 5 5 4 5 4 4 4 5 4 2 4 5 5 5 5 4 2 2 2 4 4 2 1 1 4 2 2 2 2 2 4 4 2 4 116
R8 4 5 2 4 5 2 1 4 2 2 4 2 4 4 4 5 4 4 5 4 5 5 5 4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 4 124
R9 4 4 4 4 5 5 2 4 5 2 4 4 1 2 2 4 5 5 4 4 5 5 4 4 4 2 2 4 2 2 2 2 2 2 116
R10 4 5 4 5 2 5 4 5 2 1 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 5 4 4 4 2 1 2 5 1 1 4 5 1 2 123
R11 4 4 5 4 5 4 2 5 5 1 5 2 5 1 1 2 5 1 1 2 5 2 2 1 2 4 5 4 2 2 5 2 2 1 103
R12 2 4 4 4 4 4 1 4 2 2 4 2 5 4 4 4 2 2 2 5 5 4 4 2 4 2 4 2 2 2 4 1 2 1 104
R13 5 5 2 4 4 2 1 2 2 2 4 1 4 5 5 4 5 4 4 2 5 5 2 4 5 2 1 4 2 1 4 2 2 1 107
R14 2 2 4 2 2 2 2 4 2 4 4 2 2 2 4 2 4 4 2 2 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 104
R15 5 2 4 2 4 1 1 4 2 4 5 1 4 4 4 4 2 1 2 1 5 5 5 2 5 1 1 2 2 2 5 2 2 1 97
R16 5 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 4 5 4 4 4 4 130
R17 4 4 5 2 4 1 4 4 2 2 2 4 5 4 2 4 5 4 5 4 4 4 4 5 4 1 2 5 2 2 5 4 4 2 119
R18 4 4 4 4 5 1 2 4 4 2 5 4 2 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 1 1 4 2 4 5 4 4 2 129
R19 5 5 2 4 5 4 5 1 1 1 5 2 1 1 5 4 2 5 5 2 4 5 4 4 5 1 2 5 5 4 5 5 1 4 119
R20 4 2 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 5 5 4 2 4 5 4 5 5 5 4 4 2 2 4 2 4 5 4 2 2 2 123
R21 5 4 5 5 5 4 5 5 5 1 4 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 1 134
R22 4 5 5 5 5 4 1 5 1 1 1 4 5 5 4 5 5 5 1 5 5 5 4 2 4 2 4 4 2 2 4 4 4 2 124
R23 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 5 1 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 5 4 4 4 5 2 4 133
R24 4 4 4 4 2 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 5 2 4 5 5 4 4 4 4 2 2 4 2 2 4 2 2 2 111
R25 5 4 2 4 2 4 4 4 2 4 4 2 1 4 4 2 4 4 4 5 5 5 4 2 2 1 1 4 2 2 2 2 2 2 105
R26 2 4 4 4 4 4 4 5 4 2 5 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 2 4 112
R27 1 4 4 4 2 2 5 4 2 2 5 2 1 1 4 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 2 2 4 2 4 4 2 2 2 101
R28 2 2 5 4 5 4 4 4 2 2 4 2 5 2 5 2 4 4 2 5 5 5 4 4 5 2 5 5 5 5 2 4 4 5 129
R29 4 5 5 5 5 5 5 1 5 1 4 4 5 2 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 1 1 2 2 2 4 2 1 1 112
R30 4 2 2 4 2 4 2 4 2 2 4 4 5 4 5 5 5 4 4 2 5 4 5 5 4 1 2 4 4 2 4 2 2 1 115
R31 4 5 5 5 5 4 2 5 4 2 2 4 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 137
Page 168
R32 4 4 4 4 2 2 1 4 4 4 5 4 5 5 4 2 1 1 1 4 5 5 2 1 4 2 4 4 5 5 4 2 5 5 118
R33 4 5 5 5 4 2 2 4 2 2 4 1 4 4 4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 2 2 4 4 2 4 4 2 2 117
R34 4 4 4 2 4 4 2 2 4 2 4 2 2 4 5 4 4 4 2 2 5 5 4 4 4 1 1 4 2 2 4 2 2 1 106
R35 5 4 4 4 4 2 2 2 2 2 5 4 5 5 5 2 4 4 2 2 5 5 2 2 4 2 2 4 4 4 5 2 2 4 116
R36 4 2 4 4 2 2 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 5 5 5 4 4 2 1 4 2 2 4 5 4 4 117
R37 4 4 4 4 2 4 1 4 5 1 4 4 2 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 4 4 5 1 4 4 4 1 131
R38 4 2 2 2 5 2 2 5 5 1 4 2 5 4 5 5 5 2 5 4 5 4 5 5 5 1 4 5 2 2 5 4 5 4 127
R39 4 4 5 5 4 2 4 4 4 2 4 5 5 4 4 5 2 4 4 4 5 5 5 4 4 2 2 4 4 4 4 5 4 1 132
R40 4 4 4 4 4 4 2 5 4 2 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 2 4 2 131
R41 4 4 5 5 4 2 4 4 4 2 5 5 5 4 4 5 2 4 2 2 5 5 5 4 2 2 2 4 4 4 5 2 4 4 128
R42 4 4 4 4 2 4 4 2 5 2 4 4 2 2 5 4 5 4 4 4 5 5 5 2 4 2 2 4 2 1 4 4 4 1 118
R43 5 5 5 5 5 1 1 5 1 1 5 4 5 5 5 2 5 4 1 5 5 4 5 4 4 1 2 4 4 4 4 4 2 1 123
R44 4 5 2 1 4 1 5 4 1 2 5 2 5 5 5 2 4 2 1 2 5 4 4 2 1 2 4 4 4 2 2 2 1 2 101
R45 4 4 5 2 4 2 4 4 4 2 5 5 5 4 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 5 1 2 4 5 5 4 4 4 1 133
R46 2 2 5 5 4 2 2 5 4 1 4 4 4 4 5 4 2 4 4 4 4 4 5 2 2 1 2 4 2 2 2 2 4 2 109
R47 4 4 2 2 4 4 2 5 2 2 5 2 4 4 5 4 2 4 2 2 4 2 4 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 101
R48 5 4 4 4 5 2 2 4 2 2 4 2 4 4 2 4 2 4 4 4 4 5 2 2 2 2 2 5 4 2 4 4 2 1 109
R49 5 4 5 4 5 4 1 5 4 2 5 4 2 1 4 4 4 4 2 2 5 4 5 2 4 1 2 4 4 2 5 1 1 1 112
R50 4 4 2 2 4 4 2 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 5 5 2 2 2 2 4 2 2 5 5 4 2 116
R51 5 4 4 4 5 2 1 4 4 2 4 2 2 2 4 2 5 5 5 1 5 5 5 4 5 4 4 5 4 4 2 5 4 2 125
R52 5 5 5 5 5 4 2 4 5 2 5 1 1 1 4 4 4 2 4 4 5 4 4 5 4 2 2 4 2 2 4 4 2 2 118
R53 5 4 2 4 4 2 2 2 2 2 4 2 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 2 2 2 2 4 2 2 4 4 4 2 105
R54 4 2 2 2 4 4 2 2 2 4 5 2 2 2 2 2 4 5 2 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 2 4 2 2 2 102
R55 2 2 4 4 4 2 2 5 4 2 5 2 2 4 5 5 4 4 4 2 4 4 5 5 5 2 4 2 2 4 4 4 4 1 118
R56 5 2 5 2 4 2 2 2 2 1 4 2 2 1 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 4 5 5 5 5 5 2 123
R57 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 110
R58 2 4 2 4 4 2 2 4 2 4 4 4 5 5 4 4 2 2 4 2 2 4 5 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 105
R59 5 4 5 5 5 5 1 4 2 1 5 2 5 4 5 5 4 5 1 4 5 5 2 4 1 4 1 2 1 4 4 1 2 4 117
R60 4 4 4 2 5 2 1 5 4 2 2 2 1 2 4 4 2 4 1 1 5 4 2 2 5 1 1 5 2 2 1 4 4 4 98
R61 4 4 2 4 2 2 2 4 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 2 2 1 1 5 4 2 2 4 4 2 110
R62 4 4 2 2 4 1 1 2 1 2 5 2 5 4 4 4 4 4 2 1 5 5 2 1 5 2 2 2 2 2 1 2 2 5 96
R63 4 4 4 2 2 5 1 4 2 1 4 4 4 4 4 2 2 2 2 4 5 4 2 2 4 2 2 2 4 2 4 2 2 4 102
R64 5 4 4 4 4 2 1 4 4 2 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 2 141
R65 5 2 5 1 2 1 1 5 5 1 4 2 5 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 2 4 2 5 2 5 5 5 2 1 124
R66 4 4 4 4 2 2 2 2 4 4 5 2 1 1 2 2 4 4 2 4 5 5 5 2 2 1 1 4 2 1 4 2 2 4 99
R67 4 4 2 4 2 2 2 4 4 2 5 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 4 2 103
R68 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 4 4 2 2 4 4 2 2 106
R69 4 4 4 4 5 2 2 4 4 2 5 5 1 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 2 2 2 2 4 2 2 4 2 4 5 111
Page 169
R70 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 5 2 2 2 4 2 5 4 4 4 5 4 4 2 2 2 4 4 4 2 2 4 4 1 108
R71 5 4 5 4 4 2 2 4 4 2 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 5 1 1 4 2 4 2 4 4 1 117
R72 4 4 2 2 4 4 2 4 2 2 5 2 5 5 4 4 1 4 2 4 5 5 2 2 2 2 4 2 2 2 4 2 2 4 106
R73 4 4 2 4 4 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 2 4 4 2 4 4 4 4 2 4 1 2 4 4 4 2 2 4 4 109
R74 4 4 2 5 2 4 1 4 2 2 4 2 2 4 4 2 4 4 2 4 5 4 5 4 5 2 2 4 1 2 2 4 2 2 106
R75 5 4 2 1 5 2 1 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 2 4 5 5 4 4 2 1 2 2 1 1 4 2 2 1 96
R76 5 5 5 5 5 2 2 5 2 4 4 2 5 5 5 2 2 5 5 2 2 1 4 4 5 4 2 5 2 5 4 2 5 5 127
R77 4 2 5 4 4 2 2 4 4 4 4 2 4 4 5 5 1 5 4 1 5 5 4 2 2 1 2 2 2 2 2 4 4 4 111
R78 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 2 4 4 2 4 120
R79 4 4 4 2 4 2 2 4 2 5 4 2 2 4 4 5 5 2 4 4 5 4 4 4 4 1 4 4 2 2 4 4 4 4 119
R80 5 4 5 5 4 5 5 4 2 2 1 5 5 1 5 5 4 5 5 2 5 2 2 5 4 2 1 4 5 2 5 2 1 4 123
R81 5 2 4 4 4 2 1 5 2 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 119
R82 2 5 2 4 5 2 1 2 1 1 4 2 2 2 5 4 2 5 4 2 5 4 5 5 5 2 4 4 2 4 2 4 2 2 107
R83 4 4 4 4 2 2 1 4 1 2 4 2 2 4 4 4 2 5 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 93
R84 5 2 4 4 4 2 1 5 2 2 5 4 5 4 2 5 4 5 4 2 4 4 5 2 1 1 4 5 5 5 2 5 4 4 122
R85 5 4 4 4 4 4 2 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 2 123
R86 4 2 4 4 2 4 4 2 2 2 2 4 1 2 4 5 4 5 4 4 5 5 4 4 4 1 2 5 4 4 5 5 2 1 116
R87 5 2 5 1 2 1 1 1 5 1 5 5 5 5 5 1 4 5 2 2 5 4 2 2 4 2 2 2 4 2 4 2 2 4 104
R88 2 4 4 5 4 4 2 4 2 1 5 2 4 5 5 4 5 5 2 4 5 5 2 5 4 1 1 5 2 2 4 2 2 4 117
R89 5 4 4 2 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 5 4 4 2 124
R90 2 4 4 5 4 4 2 4 2 1 5 2 4 5 5 4 5 5 2 4 5 5 4 5 4 1 1 2 2 4 2 2 2 4 116
R91 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 1 1 1 5 5 5 5 5 5 1 148
R92 5 5 4 4 5 2 2 5 4 2 5 4 2 4 4 4 4 4 2 5 4 4 4 4 4 2 2 4 2 2 4 2 2 2 118
R93 2 4 4 5 4 2 2 5 4 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 4 5 5 2 4 1 2 2 1 1 5 1 1 1 93
R94 4 4 4 4 4 4 1 4 5 2 5 2 2 2 5 2 5 4 4 5 5 4 5 5 5 2 4 4 4 4 5 2 4 1 126
R95 4 5 4 5 4 4 2 5 4 2 5 4 5 5 5 4 4 2 4 4 5 5 4 4 4 2 4 2 4 2 4 2 4 2 129
Page 170
Variabel Penyalahgunaan Narkoba (Y)
R/Q Q36 Q37 Q38 Q39 Q40 Q41 Q42 Q43 Q44 Q45 Q46 Q47 Q48 Q49 Q50 Q51 Q52 Q53 Q54 Q55 Q56 Q57 Q58 Q59 JML
R1 2 2 2 2 4 2 4 4 4 4 2 4 2 5 5 2 2 4 2 4 4 4 2 1 73
R2 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 2 1 2 2 1 2 4 4 4 2 2 4 2 1 67
R3 2 2 4 2 2 2 4 2 2 1 2 2 2 2 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 65
R4 2 1 2 1 2 4 4 1 1 1 1 1 2 1 1 2 4 4 4 5 4 4 2 1 55
R5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 28
R6 4 2 5 1 4 2 2 5 5 2 2 2 2 2 4 2 2 5 5 5 5 2 2 5 77
R7 5 2 4 2 4 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 4 4 4 2 4 4 4 4 2 63
R8 4 2 4 2 2 4 5 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 2 2 4 4 2 4 69
R9 1 1 2 4 2 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 4 1 42
R10 2 4 4 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 2 1 4 4 2 4 5 5 1 2 5 59
R11 2 1 1 2 2 1 1 5 5 5 2 1 4 1 2 1 1 1 2 4 5 4 5 1 59
R12 2 1 1 2 4 2 2 5 4 2 4 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 4 2 1 62
R13 2 1 4 1 1 2 5 1 1 1 1 2 4 5 1 4 4 4 5 2 4 2 5 1 63
R14 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 52
R15 2 1 2 1 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 5 5 5 5 2 4 2 66
R16 4 4 4 4 5 4 4 4 4 2 4 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 100
R17 2 2 2 4 4 2 4 4 2 4 4 2 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 85
R18 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 2 4 5 4 4 4 4 5 5 4 2 5 99
R19 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 35
R20 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 2 4 5 4 5 5 4 2 2 96
R21 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 4 2 2 4 58
R22 2 2 2 2 4 4 2 2 4 4 2 2 2 4 4 2 4 4 2 5 5 4 1 2 71
R23 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 34
R24 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 1 2 4 4 2 2 57
R25 2 2 1 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 4 2 2 4 2 4 48
R26 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 4 2 2 4 2 55
R27 2 2 4 2 4 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 4 4 4 4 2 2 2 56
R28 4 1 2 2 2 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 4 5 4 5 1 52
R29 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 4 2 1 1 51
R30 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 50
R31 4 4 4 2 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 5 4 4 4 4 2 79
Page 171
R32 1 1 4 2 1 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 1 4 2 1 51
R33 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 4 4 4 5 5 4 1 1 2 52
R34 2 1 4 2 2 4 4 1 2 2 2 1 2 2 2 2 4 4 5 4 4 4 4 2 66
R35 4 4 2 2 5 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 4 5 4 5 1 55
R36 4 4 5 2 5 5 4 5 4 4 4 5 2 2 2 4 4 5 5 4 4 5 2 4 94
R37 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 4 2 1 4 4 2 4 5 4 5 5 5 1 2 90
R38 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 38
R39 2 2 2 4 4 2 2 4 1 2 2 2 2 2 2 2 2 4 5 4 4 4 2 4 66
R40 2 4 4 2 4 4 4 4 4 2 5 2 2 5 2 2 4 4 5 4 5 4 4 2 84
R41 4 4 4 2 4 4 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 2 4 5 4 4 4 2 2 66
R42 4 4 4 1 2 4 5 1 1 1 1 1 1 1 1 2 4 4 5 4 4 4 5 1 65
R43 2 4 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 4 4 4 4 1 46
R44 2 1 4 2 2 2 2 1 2 4 2 2 2 2 1 4 4 5 5 5 4 4 2 2 66
R45 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 4 4 2 4 2 1 4 2 49
R46 2 4 2 1 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 2 4 4 2 2 61
R47 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 1 61
R48 2 1 2 2 5 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 1 5 4 4 4 5 4 4 5 65
R49 5 4 5 1 4 2 4 4 4 2 2 5 5 5 5 2 4 4 4 5 4 4 2 4 90
R50 4 4 2 4 4 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 2 2 70
R51 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 1 1 4 4 1 4 4 2 1 76
R52 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 4 2 49
R53 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 50
R54 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 50
R55 5 2 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 2 4 2 71
R56 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 112
R57 2 2 4 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 2 64
R58 2 2 4 2 4 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 65
R59 1 2 5 1 5 4 4 2 2 2 1 2 5 1 1 2 1 4 4 2 5 1 4 1 62
R60 1 1 2 2 1 2 4 1 1 1 1 1 1 1 1 4 2 5 4 1 5 4 2 1 49
R61 2 2 2 1 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 53
R62 1 2 2 2 1 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 2 1 4 5 5 4 5 1 4 63
R63 4 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 4 2 4 4 4 4 2 4 2 52
R64 5 5 5 2 5 2 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 5 4 2 5 4 4 2 2 98
R65 5 5 5 1 4 2 4 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 5 1 5 1 5 5 1 61
Page 172
R66 4 2 2 2 2 4 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4 2 58
R67 4 2 4 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 4 4 2 2 62
R68 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 2 86
R69 2 2 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 2 4 2 64
R70 4 4 4 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 4 1 58
R71 2 2 4 1 4 2 4 2 2 2 2 2 4 2 4 2 4 4 2 2 4 2 2 2 63
R72 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 2 4 4 2 2 4 4 4 2 53
R73 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 4 2 2 2 4 4 2 4 2 4 2 60
R74 4 1 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 4 4 2 2 4 2 5 1 47
R75 4 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1 4 4 4 1 2 47
R76 2 4 2 1 4 2 2 5 5 2 5 2 2 5 5 2 5 5 5 5 5 5 1 4 85
R77 2 4 4 4 5 4 4 2 2 2 2 2 2 2 4 1 2 5 5 4 4 4 2 4 76
R78 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 2 2 60
R79 2 2 2 2 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 2 4 4 2 64
R80 2 4 5 1 5 5 2 4 2 5 4 2 5 4 5 5 5 5 4 5 1 1 1 5 87
R81 4 4 4 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 2 2 62
R82 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 2 2 4 2 4 2 40
R83 2 1 2 2 4 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 5 5 4 5 1 52
R84 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 4 4 1 4 4 1 4 4 46
R85 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 2 4 88
R86 4 4 2 2 2 4 5 4 4 2 2 5 2 2 4 4 4 2 2 4 4 5 2 4 79
R87 4 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 4 2 4 4 4 4 2 4 2 52
R88 2 2 4 2 2 2 4 2 2 1 2 2 2 2 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 65
R89 2 2 4 2 4 4 4 2 2 2 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 4 78
R90 2 2 4 2 2 2 4 2 2 1 2 2 2 2 2 4 4 4 2 4 4 4 2 4 65
R91 2 1 1 1 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 2 1 1 2 4 5 4 5 4 85
R92 2 2 4 4 2 4 5 2 2 2 2 2 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 75
R93 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 27
R94 5 2 2 1 4 4 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 4 4 4 2 4 4 2 4 61
R95 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 43
Page 173
Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan
Pelaksanaan uji validitas kuesioner penelitian
Pelaksanaan uji inti penelitian
Page 174
Lampiran 5. Output Hasil Analisis Korelasi Seluruh Variabel dengan Penyalahgunaan Narkoba Menggunakan SPSS 25
Correlations
Karakteristik
Responden
Konflik Peran
Gender
Penyalahgunaan
Narkoba
Spearman's rho Karakteristik Responden Correlation Coefficient 1.000 -.221* -.082
Sig. (2-tailed) . .031 .431
N 95 95 95
Konflik Peran Gender Correlation Coefficient -.221* 1.000 .322**
Sig. (2-tailed) .031 . .001
N 95 95 95
Penyalahgunaan Narkoba Correlation Coefficient -.082 .322** 1.000
Sig. (2-tailed) .431 .001 .
N 95 95 95
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Page 175
Lampiran 6. Output Hasil Analisis Korelasi Karakteristik Responden dengan Penyalahgunaan Narkoba Menggunakan
SPSS 25
Correlations
Usia Pendidikan Kasus
Penyalahgunaan
Narkoba
Spearman's rho Usia Correlation Coefficient 1.000 .132 -.058 -.192
Sig. (2-tailed) . .204 .577 .062
N 95 95 95 95
Pendidikan Correlation Coefficient .132 1.000 .011 -.127
Sig. (2-tailed) .204 . .916 .221
N 95 95 95 95
Kasus Correlation Coefficient -.058 .011 1.000 .269**
Sig. (2-tailed) .577 .916 . .008
N 95 95 95 95
Penyalahgunaan Narkoba Correlation Coefficient -.192 -.127 .269** 1.000
Sig. (2-tailed) .062 .221 .008 .
N 95 95 95 95
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Page 176
Lampiran 7. Output Hasil Analisis Korelasi Konflik Peran Gender dengan Penyalahgunaan Narkoba Menggunakan
SPSS 25
Correlations
Emosional Afeksi Kompetisi
Hubungan
Publik-Domestik
Penyalahgunaan
Narkoba
Spearman's rho Emosional Correlation Coefficient 1.000 .141 .228* .193 .188
Sig. (2-tailed) . .173 .026 .061 .068
N 95 95 95 95 95
Afeksi Correlation Coefficient .141 1.000 .034 .147 .216*
Sig. (2-tailed) .173 . .740 .155 .036
N 95 95 95 95 95
Kompetisi Correlation Coefficient .228* .034 1.000 .300** .146
Sig. (2-tailed) .026 .740 . .003 .158
N 95 95 95 95 95
Hubungan Publik-
Domestik
Correlation Coefficient .193 .147 .300** 1.000 .264**
Sig. (2-tailed) .061 .155 .003 . .010
N 95 95 95 95 95
Penyalahgunaan
Narkoba
Correlation Coefficient .188 .216* .146 .264** 1.000
Sig. (2-tailed) .068 .036 .158 .010 .
N 95 95 95 95 95
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Page 177
Lampiran 8. Surat Izin dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Jakarta
Page 178
Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari
Lapas