LAPORAN TUTORIAL
KASUS SKENARIO C
Kelompok Tutorial 1
1. Cendy Arizona (70.2011.005)
1. Putra Manggala Wicaksana(70.2011.015)
1. Risma Kurniasih(70.2011.019)
1. Geta Virucha Meivila(70.2011.024)
1. Eldhi Aprian(70.2011.027)
1. Fabyenne Vasilefa (70.2011.039)
1. Nedya Bellinawati(70.2011.041)
1. Sulastri(70.2011.046)
1. Lilia Muspida(70.2011.050)
1. Febry Setiawan(70.2011.058)
1. Apprilia Ayu Fransiska(70.2011.063)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Jalan Jenderal Ahmad Yani Talang Banten Kampus-B
13 Ulu Telp. 0711-7780788
PALEMBANG
Learning Issue
1. Komunikasi Medik
Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar
efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
1. Materi informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa
tidak nyaman/sakit saat
pemeriksaan).
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis, termasuk
manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah
dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.
e. Diagnosis, jenis atau tipe.
f. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan
kelebihan masing-masing
cara).
g. Prognosis.
h. Dukungan (support) yang tersedia.
2. Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya
memungkinkan.
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan
bertanggung jawab atas
pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi sendiri secara
langsung
3. Berapa banyak atau sejauh mana
a. Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter
merasa perlu untuk
disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.
b. Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan
sebanyak yang dokter
perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
4. Kapan waktu tepat menyampaikan informasi
a. Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
5. Di mana menyampaikannya
a. Di ruang praktik dokter.
b. Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
c. Di ruang diskusi.
d. Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama,
pasien/keluarga dan dokter.
6. Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung,
tidak melalui telpon,
juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui
pos, faksimile, sms,
internet.
b. Persiapan meliputi:
Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah
disepakati oleh tim);
Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu
orang lalu lalang,
suara gaduh dari tv/radio, telepon;
Waktu yang cukup;
Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh
keluarga/orang
yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih
dari satu orang).
c. Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal
yang akan dibicarakan.
d. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang
diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi
yang akan diberikan.
Langkah-langkah Komunikasi Dokter-Pasien
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan
komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health
Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai
berikut.
Salam:
Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan
waktu untuk berbicara dengannya.
Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri.
Dorong agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan
perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat
memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat
menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali
informasi.
Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang
ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia
tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang
keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun
secara jelas dan detil.
Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan
berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali.
Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting
dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan
klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi
terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak
serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang
penting.
Melihat pentingnya komunikasi timbal balik yang berisi informasi
ini, maka secara jelas dan tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 2, Pasal 45 ayat
(2), (3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52
huruf (a), (b), dan Pasal 53 huruf (a).
Komunikasi efektif dokter-pasien memerlukan waktu yang sedikit
karena dokter terampil mengenai kebutuhan pasien (tidak hanya ingin
sembuh). (5)
Tujuan dari komunikasi efektif dokter-pasien adalah untuk
mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk
dokter, lebih memebrikan dukungan pada pasien, dengan demikian
lebih efektif dan efisien bagi keduanya. (5)
Dua pendekatan komunikasi dalam dunia kedokteran, yaitu: (5)
a. Disease Centered Communication Style atau Doctor Centered
Communication Style.
Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan
diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai
tanda dan gejala-gejala.
b. Illness Centered Communication Style atau Patient Centered
Communication Style.
Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang
penyakit yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini
termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang
menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.
Ada tiga macam gangguan yang dapat terjadi dalam komunikasi
dokter-pasien, yaitu :
a. Gangguan Fisik
b. Gangguan Semantik
c. Gangguan Psikologis
Cara seorang dokter dalam menyampaikan berita buruk kepada
pasien, yaitu :
a. Menyampaikan berita tersebut dengan baik.
b. Menjelaskan bagaimana terjadinya kebutaan tersebut.
c. Memberikan nasehat dan membesarkan hati pasien
2. Hak dan Kewajiban Pasien
Hak dan kewajiban seorang pasien, antara lain : (6)
a. Hak Pasien
1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis;
2. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second
opinion);
3. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. menolak tindakan medis; dan
5. mendapatkan isi rekam medis.
b. Kewajiban Pasien
1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan
kesehatan;
4. memberikan imblasan jasa atas pelayanan yang diterima.
Hak otonomi pasien :
a. Hak untuk memperoleh informasi, tentang kondisi dan keadaan
apa yangs sedang mereka alami. Isi dan waktu pemberian informasi,
sangat tergantung dari kondisi pasien dan jenis tindakan yang akan
segera dilaksanakan. Informasi harus diberikan langsung kepada
pasien (dan keluarganya).
b. Hak untuk bertanya, atau mendiskusikan tentang kondisi atau
keadaan dirinya dan apa yang mereka harapkan dari sistem pelayanan
yang ada, dalam suasana yang dianggap memadai. Proses ini
berlangsung secara pribadi dan didasari rasa saling percaya antara
kedua belah pihak.
c. Hak pasien untuk dilayani secara pribadi. Pasien harus
diberitahu siapa dan apa peran mereka masing-masing (staf klinik,
peneliti, peserta pelatihan dan instruktunya, penyelia dan
sebagainya).
d. Hak untuk menyatakan pandangannya, tentang pelayanan yang
telah diberikan. Pendapatnya tentang kualitas pelayanan, yang baik
maupun yang masih kurang, maupun saran-saran perbaikan, harus
diterima secara positif dalam kaitannya dengan perbaikan kualitas
pelayanan.
e. Hak untuk memutuskan secara bebas, apakah menerima atau
menolak suatu pengobatan. Persetujuan merupakan persyaratan dalam
melakukan suatu tindakan, termasuk kegawatdaruratan.
Pedoman Hak Pasien dalam Teaching Hospital, sebagai berikut
:
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit.
2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan
jujur.
3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai
dengan standar profesi kedokteran, kedokteran gigi dan tanpa
diskriminasi.
4. Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan setara dengan
standar profesi keperawatan.
5. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai
dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di
rumah sakit.
6. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas
menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan
dari pihak luar.
7. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang
terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap
penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat.
8. Pasien berhak atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya.
9. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
a. Penyakit yang diderita.
b. Tindakan medik apa yang hendak dilakukan.
c. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan
tindakan untuk mengatasinya.
d. Alternatif terapi lainnya.
e. Prognosanya.
f. Perkiraan biaya pengobatan.
10. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang
akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang
dideritanya.
11. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan
terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas
tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas
tentang penyakitnya.
12. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
13. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di rumah sakit.
14. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas
perlakuan rumah sakit terhadap dirinya.
15. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun
spiritual.
Hak dan Kewajiban seorang dokter dalam memberikan pelayanan
kesehatan terhadap pasien terdapat pada UU Praktek Kedokteran No.
29 Tahun 2004 Pasal 50 dan 51 dimana :
Hak Dokter :
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan
standar prosedur operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan
keluarganya
4. Menerima imbalan jasa
Kewajiban Dokter :
1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional
2. Merujuk pasien ke dokter yang mempunyai keahlian atau
kemampuan lebih baik apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau
pengobatan
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,
bahkan setelah pasien meninggal dunia
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melaksanakannya dan
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran
Sikap yang harus dimiliki seorang dokter, meliputi :
Beneficence ( Berbuat Baik)
Ciri-cirinya :
Altruisme terjaga (rela berkorban)
Menghormati martabat manusia
Mengusahakan agaar pasien yang dirawatnya terjaga
kesehatannya
Bersikap ramah
Non Maleficence ( Tidak merugikan )
Ciri-cirinnya :
Menolong pasien Emergency/darurat
Mencegah pasien dari bahaya lebih lanjut
Manfaat pasien lebih besar dari kerugian dokter
Autonomy ( Kemandirian )
Ciri-cirinya :
Menghargai hak untuk menentukan nasib sendiri
Berterus terang
Menghargai privasi pasien
Menjaga rahasia
Melaksanakan informed consent
Justice ( Keadilan )
Ciri-cirinya :
Tidak tergantung SARA, sosial, ekonomi, budaya, dll
Hanya mementingkan kesehatan pasien
Hak dan Kewajiban Rumah SakitRumah sakit sebagai institusi
pelayanan kesehatan memiliki hak dan kewajiban yang perlu diketahui
oleh semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di rumah
sakit agar dapat menyesuaikan dengan hak dan kewajiban di bidang
profesi masing-masing. Karena hak dan tanggung jawab ini berkaitan
erat dengan pasien sebagai penerima jasa, maka masyarakatpun harus
mengetahui dan memahaminya.Hak Rumah SakitHak rumah sakit adalah
kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki rumah sakit untuk
mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu yaitu:* Membuat
peraturan-peraturan yang berlaku di RS nya sesuai dengan kondisi
atau keadaan yang ada di RS tersebut (hospital by laws).*
Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan RS.*
Mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang
diberikan dokter kepadanya.* Memilih tenaga dokter yang akan
bekerja di RS. melalui panitia kredential.* Menuntut pihak-pihak
yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga,
dll).* Mendapat jaminan dan perlindungan hukum.* Hak untuk
mendapatkan imbalan jasa pelayanan yang telah diberikan kepada
pasien.Kewajiban Rumah Sakit Mematuhi peraturan dan perundangan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Memberikan pelayanan pada pasien
tanpa membedakan golongan dan status pasien. Merawat pasien
sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (Duty of
Care). Menjaga mutu perawatan tanpa membedakan kelas perawatan
(Quality of Care). Memberikan pertolongan pengobatan di Unit Gawat
Darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu. Menyediakan
sarana dan peralatan umum yang dibutuhkan. Menyediakan sarana dan
peralatan medik sesuai dengan standar yang berlaku. Menjaga agar
semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai.
Merujuk pasien ke RS lain apabila tidak memiliki sarana, prasarana,
peralatan dan tenaga yang diperlukan. Mengusahakan adanya sistem,
sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan
bencana. Melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan
hukum bilamana dalam melaksanakan tugas dokter tersebut mendapatkan
perlakuan tidak wajar atau tuntutan hukum dari pasien atau
keluarganya. Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang
bekerja di rumah sakit tersebut. Membuat standar dan prosedur tetap
untuk pelayanan medik, penunjang medik, maupun non medik. Mematuhi
Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI).
3. Pasien Safety.Keselamatan Pasien sebagai suatu Sistem
diharapkan memberikan asuhan kepada pasien Iebih aman, mencegah
cedera akibat kesalahan karena melakukan tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.Dalam pelaksanaannya,
Keselamatan Pasien akan banyak menggunakan prinsip dan metode
manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen dan pengolahan
risiko. Diharapkan, pelaporan & analmsis insiden keselamatan
pasien akan meningkatkan kemampuan belajar dan insiden yang terjadi
untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama dikemudian hari.
Standar I. Hak pasienStandar:Pasien dan keluarganya mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak
Diharapkan.Kriteria:1.1. Harus ada dokter penanggung jawab
pelayanan.1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat
rencana pelayanan.1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau
prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan.Standar II. Mendidik pasien dan
keluarga.Standar:RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasienKriteria
:Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien
dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat :1) Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap
dan jujur.2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan
keluarga.3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.5)
Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS.6) Memperlihatkan
sikap menghormati dan tenggang rasa.7) Memenuhi kewajiban finansial
yang disepakati.Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan.Standar :RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.Kriteria :3.1.
Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS.3.2.
Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat
berjalan baik dan lancar.3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang
mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan
keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan
rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.3.4.
Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan
kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien.Standar :RS harus mendesain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian
Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.Kriteria :4.1. Setiap RS harus
melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi,
misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan,
kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor
lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS".4.2. Setiap RS harus
melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan:
pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.4.3. Setiap RS harus melakukan evaluasi
intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara
proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.4.4.
Setiap RS harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
materi referensi:
http://www.sinarharapan.co.id/berita/060
4.Sengketa Medis
Sengketa Medik : (8)
sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan medik dengan
pelaku pelayanan medik dalam hal ini pasien dengan dokter, dengan
kata lain adalah suatu kondisi dimana terjadi perselisihan atau
persengketaan dalam praktek kedokteran.
Hukum Medis (Medical Law) : (12)
the study of the judicial relations to which the doctor is
party, is a part of health law.
Terjemahan :
Semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada pemberian
pelayanan kesehatan dan penerapannya kepada hukum perdata, hukum
administrasi dan hukum pidana.
Aspek hukum perdata (K.U.H.Perdata), hukum administrasi, hukum
pidana (K.U.H.P), dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, bahkan juga Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran, belum cukup mengatur praktek kedokteran.
Khususnya pengaturan hubungan antara dokter sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan (health care provider) dengan pasien sebagai
penerima pelayanan kesehatan (health care receiver). Tambahan lagi,
ketidakcukupan pengaturannya dapat pula dilihat dari tidak adanya
ketentuan penyelesaian sengketa alternatif ( alternative dispute
resolution ADR) bagi penyelesaian sengketa medik antara dokter dan
pasien.
METODE ADR :
Pada umumnya metode ADR sebagai berikut:
1. Negosiasi, yaitu proses bekerja untuk mencapai suatu
perjanjian dengan pihak lain, suatu proses interaksi dan komunikasi
yang sama dinamis dan variasi, serta halus dan bernuansa,
sebagaimana keadaan atau yang dapat dicapai orang. Orang melakukan
negosiasi dalam situasi yang tidak dapat dihitung, dimana mereka
perlu atau ingin sesuatu yang pihak lain dapat memberi dan
menahannya; bila mereka ingin untuk mencapai kerja sama, bantuan
atau persetujuan dari pihak lain; atau ingin menyelesaikan atau
mengurangi sengketa atau konflik.(13)
2. Arbitrase, yaitu suatu institusi hukum ADR di luar
pengadilan. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menentukan
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Menurut
pengamatan Sandra Day OConnor, arbitrase tersebut barangkali adalah
bentuk ADR yang paling populer. (14)
3. Mediasi, yaitu seperangkat proses yang membantu para pihak
yang bersengketa untuk sepakat dengan masalah-masalah tertentu.
(15)
Gary Goodpaster mengatakan bahwa mediasi merupakan proses
negosiasi penyelesaian masalah di mana suatu pihak luar, tidak
berpihak, netral tidak bekerja bersama pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka guna mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi
yang memuaskan. Tidak seperti halnya dengan para hakim dan arbiter,
mediator mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara pihak;
malahan para pihak memberi kuasa pada mediator untuk membantu
mereka menyelesaikan problem diantara mereka. Selanjutnya Ia
mengatakan pula Asumsi adalah bahwa pihak ketiga akan dapat
mengubah dinamika kekuatan dan sosial atas hubungan konflik dengan
mempengaruhi pendapat dan perilaku dari masing-masing pihak, dengan
menyediakan pengetahuan atau informasi, atau dengan menggunakan
suatu proses negosiasi yang lebih efektif dan dengan itu membantu
para peserta untuk menyelesaikan masalah yang sedang diperebutkan.
(16)
4. Konsilisi, yaitu suatu aliansi dari dua pihak atau lebih yang
sepakat untuk bergabung dalam tindakan bersama atau terkoordinasi
melawan pihak atau koalisi lain. Dalam hal ini koalisi
mengumpulkan, mengkatalisasi, memediasi dan meneruskan
kepentingan.
Gary Goodpaster mengatakan koalisasi ibaratnya halnya sel otak
dalam suatu jaringan netral, koalisi merupakan prosesor titik waktu
komunikasi dan juga informasi, dan lewat interaksi, koneksi. Dan
efek lapangan mereka, menjadi persilangan pengaruh dan
keputusan.
Sengketa medik antara dokter dan pasien harus diatasi atau
diselesaikan, misalnya melalui ADR. Namun, kita harus mengakui
adakalanya penyelesaian sengketa medik antara dokter dan pasien
melalui ADR tidak berjalan sebagaimana diinginkan. Misalnya dalam
sengketa medik, dimana tindakan seorang dokter termasuk mala in se
atau perbuatan melawan hukum dan setelah ditelusuri pula terdapat
unsur mens rea (guilty mind),yaitu niat untuk berbuat dan terdapat
unsur actus reus, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.
Dengan itu pula sengketa medik tersebut telah dapat dikategorikan
sebagai medical malpractice.(17)
Sebaliknya, penyelesaian sengketa medik antara dokter dan pasien
melalui ADR akan dapat berjalan sebagaimana diinginkan, bila
tindakan seorang dokter hanya termasuk mala in prohibita, yaitu
perbuatan yang dinyatakan melanggar hukum hukum apabila ada aturan
yang melarangnya. Sebab sengketa medik demikian hanya dikategorikan
sebagai kelalaian (culva negligence). (18)
Perjanjian antara dokter dan pasien dalam praktik kedokteran itu
harus dibuat secara tertulis dengan menetapkan satu klausula
Penyelesaian Sengketa, biasanya ditentukan bahwa sengketa para
pihak diselesaikan melalui musyawarah, mediasi dan/atau arbitrase.
Dengan demikian bila terjadi sengketa antara dokter dan pasien akan
diselesaikan melalui pengadilan, tetapi melalui musyawarah, mediasi
atau arbitrase. Sebab perjanjian antara dokter dan pasien itu wajib
mereka patuhi (pacta sunt servanda) dan perjanjian itu merupakan
undang-undang bagi dokter dan pasien.
Alur tata cara penanganan kasus pelanggaran : (19)
Pengaduan dari masyarakat > verifikasi > penetapan ketua
MKDKI pemeriksaan proses dan pembuktian KEPUTUSAN
Bentuk Keputusan :
a. Tidak bersalah
b. Bersalah dan pemberian sanksi disiplin
c. Ditemukan pelanggaran etika
Macam-macam sanksi :
a. Penolaan
b. Peringatan tertutlis
c. Rekomendasi pencabutan SIP
d. Mengikuti Pendidikan Pelatihan
(1)Malang Post.
(2) Prof.dr. Abdul Bari Saifuddin, SpOG, MPH (co.ed.). 2002.
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : JNPKKR-POGI.
(3)Al-Quranulkarim. Q.S. Al-Baqarah : 155.
(4)Al-Quranulkarim. Q.S. Muhammad : 31.
(5)Kurt. 1998. Konsil Kedokteran Indonesia, rangkuman.
(6)Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Paragraf 7.
(7)Surat Edaran Dir.Yanmedik No. 02.04.3.5.2504
(8)Safitri Hariyani, SH. MH. 2005. Sengketa Medik, Alternatif
Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter dengan Pasien. Jakarta :
Diadit Media.
(9)Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medik
Jamkesmas
Jamkesmas merupakan akronim dari Jaminan Kesehatan Masyarakat.
Jamkesmas merupakan salah satu program perbaikan kesehatan dari
pemerintah yang diperuntukkan bagi masyarakat, terutama masyarakat
yang memiliki keterbatasan dana untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Dalam mendapatkan pelayanan, pasien harus mengikuti beberapa
prosedur pelayanan Jamkesmas, antara lain : (1)
a. Pasien datang ke rumah sakit pemerintah atau rumah sakit
swasta yang menerima penggunaan fasilitas jamkesmas
b. Pasien mendaftari diri dan menunjukkan kartu Jamkesmas dan
KTP untuk memastikan bahwa milik si pasien.
Fasilitas Pelayanan Jamkesmas : (1)
a. mendapatkan pelayanan gratis,
b. obat-obatan yang diperlukan selama menjalani perawatan pun
juga gratis
c. Bahkan, untuk melakukan operasi pun juga dibebaskan dari
biaya.
Sikap Rumah Sakit terhadap pasien yang menggunakan Jam KesMas
:
a. Menerima kedatangan pasien secara friendly.
b. Memberi pelayanan yang sama seperti melayani pasien pada
umumnya
UU PRAKTEK KEDOKTERAN
Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran:Ayat 1: setiap tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Ayat 2: Persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap. Ayat 3: Penjelasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
diagnosis dan tata cara tindakan medis
tujuan tindakan medis yang dilakukan
alternative tindakan lain dan resikonya
risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Ayat 4: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan. Ayat 5: Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. Dalam
penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa
pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan
tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila
pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan, persetujuan
atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga
terdekat antara lain suami/istri/ibu kandung, anak-anak kandung
atau saudara-saudara kandung. hak atas informasiSebelum melakukan
tindakan medis tersebut, dokter seharusnya akan meminta persetujuan
dari pasien. Untuk jenis tindakan medis ringan, persetujuan dari
pasien dapat diwujudkan secara lisan atau bahkan hanya dengan
gerakan tubuh yang menunjukkan bahwa pasien setuju, misalnya
mengangguk. Untuk tindakan medis yang lebih besar atau beresiko,
persetujuan ini diwujudkan dengan menandatangani formulir
persetujuan tindakan medis. Dalam proses ini, pasien sebenarnya
memiliki beberapa hak sebelum menyatakan persetujuannya, yaitu
:Pasien berhak mendapat informasi yang cukup mengenai rencana
tindakan medis yang akan dialaminya. Informasi ini akan diberikan
oleh dokter yang akan melakukan tindakan atau petugas medis lain
yang diberi wewenang. Informasi ini meliputi :
Bentuk tindakan medis
Prosedur pelaksanaannya
Tujuan dan keuntungan dari pelaksanaannya
Resiko dan efek samping dari pelaksanaannya
Resiko / kerugian apabila rencana tindakan medis itu tidak
dilakukan
Alternatif lain sebagai pengganti rencana tindakan medis itu,
termasuk keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif
tersebut
Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar rencana tindakan
medis yang akan diterimanya tersebut apabila informasi yang
diberikan dirasakan masih belum jelas,Pasien berhak meminta
pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk memperjelas atau
membandingkan informasi tentang rencana tindakan medis yang akan
dialaminya,Pasien berhak menolak rencana tindakan medis
tersebut
Semua informasi diatas sudah harus diterima pasien SEBELUM
rencana tindakan medis dilaksanakan. Pemberian informasi ini
selayaknya bersifat obyektif, tidak memihak, dan tanpa tekanan.
Setelah menerima semua informasi tersebut, pasien seharusnya diberi
waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan keputusannya.