KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN REGENERASI ALAMI DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI SUSI SUSANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN
REGENERASI ALAMI DI HUTAN PENDIDIKAN
GUNUNG WALAT, SUKABUMI
SUSI SUSANTI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Jenis dan
Struktur Tegakan Regenerasi Alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Susi Susanti
NIM E44089001
ABSTRAK
SUSI SUSANTI. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Regenerasi Alami di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Dibimbing oleh CECEP
KUSMANA.
Suksesi/regenerasi alami merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah
komposisi jenis dan struktur tegakan di Gunung Walat dari waktu ke waktu.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur dan komposisi jenis
tumbuhan pada tegakan alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Cibadak,
Sukabumi. Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan metode systematic
sampling with random start dengan menggunakan petak analisis vegetasi pada
lima jalur. Berdasarkan penelitian didapatkan 39 jenis semai, 37 jenis pancang, 22
jenis tiang, 23 jenis pohon dan 21 jenis tumbuhan bawah. Komposisi jenis pada
hutan alam HPGW didominasi oleh jenis Tarenna fragrans dan Bellucia
axinanthera. Struktur tegakan terdiri atas stratum A, stratum B, dan stratum C.
Stratum A dan B didominasi oleh jenis Maesopsis eminii, sedangkan stratum C
didominasi oleh jenis Bellucia axinanthera dan Schima wallichii. Stratum E
didominasi oleh jenis Selaginella wildenowii dan Clidemia hirta. Kerapatan
pohon menurun secara eksponensial dari pohon berdiameter kecil ke pohon yang
berdiameter besar seperti kurva J terbalik. Hal ini menunjukkan terjaminnya
keberlangsungan tegakan hutan di masa yang akan datang
Kata kunci: hutan alam, komposisi jenis, struktur tegakan
ABSTRACT
SUSI SUSANTI. Species Composition and Stand Structure of Natural Forest in
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Supervised by CECEP KUSMANA.
Natural regeneration is one of many factors which can change species
composition and stand structure in Gunung Walat from time to time. The
objective of this research is to analyze structure and species composition of
vegetations on natural stand in Hutan Pendidikan Gunung Walat, Cibadak,
Sukabumi. The location of observation determined by systematic sampling with
random start method by using vegetation analysis plot on five strips. The research
found 39 species of seedlings, 37 species of saplings, 22 species of poles, 23
species of trees and 21 species of understorey vegetation. Species composition in
natural forest of HPGW is dominated by Tarenna fragrans and Bellucia
axinanthera. Stand structure consists of stratum A, stratum B, stratum C and
stratum E. Stratum A and B are dominated by species Maesopsis eminii while
stratum C is dominated by Bellucia axinanthera and Schima wallichii. Stratum E
is dominated by Selaginella wildenowii and Clidemia hirta. Tree density decrease
exponentially from small diameter trees to large diameter trees which look like
inverted J curve. This shows the sustainability of forest stand in the future will be
secured.
Keywords: natural forest, species composition, stand structure
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur
KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN
REGENERASI ALAMI DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG
WALAT, SUKABUMI
SUSI SUSANTI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari 2014 ini ialah
ekologi, dengan judul Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Regenerasi Alami di
Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana,
MS selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ibu, kakak dan seluruh keluarga atas do‟a dan kasih sayangnya, dan penulis
ucapkan terima kasih kepada teman satu bimbingan (Peniwidiyanti), teman-teman
SVK 46, Bagus, Gugi, Yuldev, Wulan, Anom, Iqbal, Adly Firma, Syifa, Teguh,
Arin, Azka, sahabat Rumah Belajar Leadership, Yes! I am Muslim, FIM (Forum
Indonesia Muda) regional Bogor, dan KAMMI atas segala doa, semangat, kasih
sayang dan gagasan yang diberikan dalam penyusunan skripsi, serta semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktur dan
pegawai Hutan Pendidikan Gunung Walat yang bersedia memberikan ilmu-
ilmunya kepada penulis, sehingga membantu dalam proses pengumpulan data.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Susi Susanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
2 METODE 2
2.1 Waktu dan Tempat 2
2.2 Bahan dan Alat 3
2.3 Data yang Dikumpulkan 3
2.4 Prosedur Penelitian 3
2.5 Analisis Data 4
3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9
4.1 Komposisi Jenis 9
4.2 Struktur Tegakan 12
4.3 Pembahasan 16
5 SIMPULAN DAN SARAN 19
5.1 Simpulan 19
5.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 37
DAFTAR TABEL
1 Jenis dominan dan kodominan pada berbagai tingkat pertumbuhan di
hutan alam Gunung Walat Sukabumi 9
2 Jenis dominan dan kodominan tumbuhan bawah di hutan alam Gunung
Walat, Sukabumi 10
3 Indeks dominansi jenis (C) di kawasan hutan alam HPGW 10
4 Indeks kekayaan jenis (R), indeks kemerataan jenis (E) dan indeks
keanekaragaman jenis di hutan alam HPGW 11
5 Indeks kesamaan komunitas tumbuhan pada setiap tingkat pertumbuhan
di hutan alam HPGW 12
6 Pola penyebaran individu jenis yang dominan di hutan alam Gunung
Walat, Sukabumi 13
7 Komposisi jenis pada setiap stratum tajuk pada hutan alam HPGW 14
8 Perbandingan jumlah kerapatan individu per tingkat pertumbuhan 15
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian hutan alam HPGW 3 2 Desain petak contoh analisis vegetasi 4 3 Peta Hutan Pendidikan Gunung Walat 8
4 Jumlah jenis tumbuhan di hutan alam HPGW 11 5 Strukur horizontal tegakan hutan tingkat pohon di hutan alam HPGW 12 6 Kerapatan individu pohon dengan regenerasinya di hutan alam HPGW 13 7 Strukur vertikal tegakan hutan di hutan alam HPGW 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah seluruh jenis tumbuhan di hutan alam HPGW 22 2 Jenis-jenis tumbuhan yang berhasil ditemukan di lokasi hutan alam
HPGW 24
3 Hasil data analisis vegetasi 29
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan adalah ekosistem yang dicirikan oleh komunitas pohon dan
sumberdaya alam hayati lainnya yang pengelolaan dan pelestariannya
memerlukan pengetahuan ekologi dan pendekatan ekosistem (Soerianegara 1998).
Dalam suatu ekosistem hutan, tumbuh-tumbuhan berhubungan erat satu sama lain
dengan lingkungannya. Hubungan ini terlihat dengan adanya variasi dalam jumlah
masing-masing jenis tumbuhan dan terbentuknya struktur tumbuh-tumbuhan
tersebut. Terbentuknya pola keanekaragaman dan struktur tegakan hutan
merupakan proses yang dinamis, erat hubungannya dengan kondisi lingkungan,
baik biotik maupun abiotik.
Kondisi suatu tegakan hutan selalu dipengaruhi oleh keadaan tempat
tumbuhnya, perlakuan silvikultur, umur dan sifat genetik pohon, interaksi antara
setiap individu pohon terhadap keadaan tempat tumbuhnya, serta interaksi yang
terjadi antar individu pohon (Adianti 2011). Perbedaan kelas-kelas diameter,
tinggi, luas bidang dasar pohon, pengelolaan yang diterapkan, serta adanya
suksesi/regenerasi alami turut berperan dalam pembentukan struktur tegakan di
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
Menurut Suhendang (1985), pengetahuan tentang struktur tegakan hutan
berguna untuk penentuan kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter,
penentuan luas bidang dasar tegakan dan penentuan biomassa tegakan. Struktur
tegakan hutan juga dapat memberikan informasi mengenai dinamika populasi
suatu jenis atau kelompok jenis, mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan
pohon (Istomo 1994 dalam Nurdin 2004). Dikemukakan juga bahwa untuk
pertimbangan faktor ekonomi, struktur tegakan dapat menunjukkan potensi
minimal yang harus tersedia, sedangkan untuk pertimbangan ekologis dari
struktur tegakan akan diperoleh gambaran mengenai kemampuan regenerasi dari
tegakan yang bersangkutan.
Suksesi/regenerasi alami merupakan salah satu faktor yang dapat merubah
struktur tegakan di Gunung Walat dari waktu ke waktu. Berdasarkan regenerasi
alami tersebut jenis pohon yang tumbuh, jumlah pohon, letak dan komposisi
pohon yang terbentuk akan berubah seiring berjalannya waktu sehingga perlu
diketahui bentuk/pola dari sebaran diameter dan tinggi sebagai salah satu dasar
pertimbangan dalam pengelolaan HPGW di masa depan. Salah satu jenis tegakan
yang perlu diteliti struktur dan komposisinya adalah hutan alam yang terdiri dari
berbagai jenis pohon yang tumbuh secara alami. Belum adanya data terbaru
mengenai struktur dan komposisi tegakan alam di HPGW ini menjadi alasan
bahwa penelitian ini diperlukan terutama Gunung Walat yang memiliki latar
belakang hutan pendidikan, maka semua potensi yang ada di dalamnya harus
digali sehingga bisa dijadikan pertimbangan dalam perencanaan dan
pengembangan kawasan.
2
1.2 Perumusan Masalah
HPGW merupakan hutan pendidikan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB.
Areal ini terletak di wilayah Sukabumi dengan luasan 359 Ha dan berada pada
ketinggian 500-700 mdpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang
terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang
semakin curam (Syaufina 2007). HPGW memiliki jenis hutan homogen dan heterogen
yang dimanfaatkan sepanjang tahun untuk kegiatan penyelenggaraan pendidikan juga
menunjang kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Namun, hingga saat ini belum ada
penelitian yang secara khusus mengkaji mengenai struktur dan komposisi tegakan
campuran yang tumbuh secara alami di HPGW. Sehubungan dengan hal tersebut,
permasalahan yang harus dipecahkan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana bentuk
struktur tegakan dan komposisi jenis tumbuhan pada tegakan alami di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Sukabumi saat ini?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur dan komposisi jenis
tumbuhan pada tegakan alami di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Cibadak,
Sukabumi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat menjadi salah satu
data dasar yang mendukung pengelolaan hutan secara optimal di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.
2 METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di kawasan Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi. Secara geografis
HPGW berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan 6°54'23''LS sampai
6°55'35''LS. Secara administrasi pemerintahan, HPGW terletak di wilayah
Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, sedangkan secara administrasi
kehutanan termasuk ke dalam wilayah BPKH Cikawung, KPH Sukabumi, Dinas
Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Berikut Gambar 1 menampilkan peta lokasi
penelitian. Lokasi penelitian berada di hutan alam Blok Cikabayan dalam areal
Blok Tangkalak (bagian tengah) dengan luas 9 ha.
3
Gambar 1 Peta lokasi penelitian hutan alam HPGW
2.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah label, tali
tambang/rafia, kantung plastik, kertas koran, alkohol 70% dan kertas karton.
Adapun alat yang digunakan adalah alat tulis, tallysheet, patok, pita
ukur/phiband, kompas, GPS, golok, haga, buku identifikasi, oven, sasak,
ArcGIS 9.3, dan Ms Office 2013.
2.3 Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
yang dikumpulkan berupa data jumlah individu, diameter pohon dan tinggi pohon.
Adapun data sekunder yang dikumpulkan yaitu berupa berbagai dokumen yang
terkait dengan posisi letak areal penelitian, kondisi vegetasi dan keadaan
lingkungan biofisik lokasi penelitian.
2.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri atas beberapa langkah sebagai berikut:
2.4.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi beberapa kegiatan di antaranya tahap survey
lokasi penelitian, pengurusan izin administrasi penelitian di HPGW dan instansi
terkait, pengumpulan data sekunder/literatur terkait dengan penelitian serta
persiapan peralatan dan bahan dalam rangka pengambilan data lapangan.
4
2.4.2 Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada tipe hutan yang akan diteliti,
yakni hutan alam. Penelitian ini mengambil 5 jalur setelah survey lokasi dan
pembuatan peta setelah melakukan tracking dengan menggunakan GPS. Menurut
Direktorat Perencanaan 1997 dalam Soerianegara dan Indrawan 1998, untuk suatu
kelompok hutan minimal ada 5 jalur dengan jarak antara 1 ─ 5 km yang
disesuaikan dengan keadaan lapangan. Penentuan unit contoh pertama (jalur
pertama) dilakukan secara acak yang kemudian dilanjutkan dengan penentuan
jalur secara berurutan (systematic sampling with random start)
2.4.3 Analisis Vegetasi
Pengambilan data lapangan dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
vegetasi. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau
komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan.
Analisis vegetasi berupa kombinasi antara jalur dan garis berpetak sehingga
pengukuran pohon dilakukan dengan metode jalur dengan lebar 20 meter,
sedangkan tingkat permudaan (tiang, pancang, semai) diukur dengan metode garis
berpetak (Indriyanto 2008). Secara rinci ukuran petak-petak contoh tersebut
adalah :
a. Ukuran 2 m x 2 m digunakan untuk merisalah tingkat permudaan semai dan
tumbuhan bawah. Data yang dikumpulkan berupa jumlah individu.
b. Ukuran 5 m x 5 m digunakan untuk merisalah tingkat permudaan pancang
dengan data yang dikumpulkan berupa jumlah individu.
c. Ukuran 10 m x 10 m digunakan untuk merisalah tingkat tiang dengan data
yang dikumpulkan berupa jumlah individu, diameter dan tinggi tiang.
d. Ukuran 20 m x 20 m digunakan untuk merisalah tingkat pohon dengan data
yang dikumpulkan berupa jumlah individu, diameter dan tinggi pohon.
Gambar 2 menunjukkan desain petak contoh yang digunakan dalam penelitian.
(10x10) meter (5x5) meter
Arah transek
(2x2) meter
(20x20) meter
Gambar 2 Desain petak contoh analisis vegetasi
2.5 Analisis Data
Data hasil analisis vegetasi yang didapat di lapangan dianalisis dengan
menggunakan indeks-indeks sebagai berikut:
5
2.5.1 Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menganalisis dominansi
(penguasaan) suatu jenis dalam komunitas tertentu dengan cara menjumlahkan
nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR) dari
suatu jenis tersebut (Curtis 1959 dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974)
dengan rumus:
INP tingkat pancang dan semai = KR + FR
INP tingkat pohon dan tiang = KR + FR + DR
Misra (1980) menjelaskan lebih lanjut mengenai cara menghitung berbagai
besaran untuk menghitung INP sebagai berikut :
Kerapatan (K) =
Kerapatan Relatif (KR) = X 100
Frekuensi (F) =
Frekuensi (FR) = X 100
Dominansi (D) =
Dominansi Relatif (DR) = X 100
2.5.2 Indeks Dominansi Jenis (C)
Indeks Dominansi Jenis bertujuan untuk mengetahui pemusatan atau
penguasaan suatu jenis pada suatu komunitas yang menggunakan rumus
matematis (Simpson 1949 dalam Misra 1980) sebagai berikut:
Keterangan:
C = Indeks Dominansi Jenis
ni = Kerapatan ke-i
N = Total Kerapatan
Nilai Indeks Dominansi Jenis berkisar antara 0 ≤ C ≤ 1. Bila suatu tegakan
hanya dikuasai oleh satu jenis saja maka nilai C akan mendekati 1, dengan kata
lain telah terjadi pengelompokan/pemusatan suatu jenis tumbuhan. Sebaliknya,
apabila nilai C mendekati nilai 0, maka tidak terjadi pemusatan jenis dimana
terdapat beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama.
2.5.3 Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Analisis Indeks Keanekaragaman Jenis (H‟) dihitung menggunakan rumus
keanekaragaman jenis Shannon (Magurran 1988) sebagai berikut:
Jumlah individu suatu jenis (N)
Luas petak contoh (ha)
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Jumlah seluruh plot
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi seluruh jenis
Jumlah bidang dasar suatu jenis
Luas petak contoh (ha)
Dominansi suatu jenis
Dominansi seluruh jenis
6
H‟= −Σi ln ( )
Keterangan :
H „= Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon
Pi =
ni = nilai kerapatan jenis ke-i
N = Total kerapatan
Ada tiga kriteria dalam analisis indeks keanekaragaman jenis yaitu jika
nilai H‟ < 2, maka termasuk kedalam kategori rendah, nilai 2 < H‟< 3, maka
termasuk kedalam kategori sedang dan akan dimasukkan kedalam kategori baik
bila H‟ > 3 (Magurran 1988).
2.5.4 Indeks Kemerataan Jenis (E)
Indeks Kemerataan Jenis (E) menunjukkan tingkat kemerataan individu per
jenis. Jika nilai E semakin mendekati 1, maka nilai kemerataannya semakin tinggi.
Nilai E (Pielou 1975 dalam Magurran 1988) dihitung menggunakan rumus matematis
sebagai berikut:
E = ( )
Keterangan:
E = Indeks Kemerataan Jenis
H‟ = Indeks Keanekaragaman Jenis
S = Jumlah seluruh jenis
Menurut Magurran (1988) besaran E < 0.3 menunjukkan kemerataan jenis
yang rendah, 0.3 < E < 0.6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis yang sedang
dan E > 0.6 menunjukkan tingkat kemerataan jenis yang tergolong tinggi.
2.5.5 Indeks Kesamaan Komunitas (IS)
Indeks Kesamaan Komunitas digunakan untuk mengetahui tingkat
kesamaan komunitas tumbuhan dari dua tegakan yang dibandingkan pada setiap
tingkat pertumbuhan. Nilai IS dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974):
IS = x 100%
Keterangan:
IS = Indeks Kesamaan Komunitas
A = Jumlah INP pada komunitas A
B = Jumlah INP pada komunitas B
w = INP yang sama atau nilai yang terendah dari jenis-jenis yang
terdapat dalam dua komunitas yang dibandingkan
Nilai IS berkisar antara 0 – 100% dimana semakin tinggi nilai IS, maka
komposisi jenis semakin sama.
2.5.6 Indeks Kekayaan Jenis (R)
Indeks Kekayaan Jenis dihitung menggunakan rumus Margallef (Clifford
dan Stephenson 1975 dalam Magurran 1988) dengan perhitungan sebagai berikut:
7
R =
Keterangan:
R = Indeks Kekayaan Jenis
S = Jumlah jenis yang ditemukan
N = Jumlah total individu
Magurran (1988) menjelaskan bahwa nilai R < 3.5 menunjukkan kekayaan
jenis yang tergolong rendah, nilai 3.5 < R < 5.0 menunjukkan kekayaan jenis yang
tergolong sedang dan R > 5.0 menunjukkan kekayaan jenis yang tergolong tinggi.
2.5.7 Struktur Tegakan
Struktur tegakan adalah distribusi jenis dan ukuran pohon dalam tegakan
atau hutan yang menggambarkan komposisi jenis, distribusi diameter, distribusi
tinggi dan kelas tajuk (Oliver dan Larson 1996 dalam Boreel 2009) .
Struktur tegakan terdiri dari struktur vertikal (stratifikasi tajuk) dan
struktur horizontal.
a. Stratifikasi tajuk
Stratifikasi bertujuan untuk mengetahui dimensi (bentuk) atau struktur
vertikal suatu vegetasi dari hutan yang dikaji. Adapun cara untuk
mengetahui struktur vertikal hutan, setiap individu pohon yang dijumpai di
dalam petak ukur dikelompokkan berdasarkan kelas tinggi atau lapisan
stratum. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998), lapisan stratum
terdiri dari stratum A (> 30 meter), stratum B (20 − 30 meter), stratum C
(4 − 20 meter), stratum D (1 − 4 meter) dan stratum E (0 − 1 meter)
dimana stratum A, stratum B dan stratum C menunjukkan stratifikasi
tingkat pertumbuhan pohon, sedangkan stratum D dan stratum E
menunjukkan stratifikasi tumbuhan penutup tanah (ground cover), semak
dan perdu.
b. Struktur horizontal
Struktur horizontal untuk mengetahui penyebaran diameter pohon di hutan
(struktur horizontal), maka setiap individu yang dijumpai di dalam petak
ukur dikelompokkan berdasarkan kelas diameter (Onrizal et al. 2005)
dengan kerapatannya dan berdasarkan pola penyebaran individu jenis yang
ada dalam suatu wilayah. Pola penyebaran individu jenis di suatu wilayah
pada tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang dan pohon digunakan
perhitungan Variance to Mean Ratio (Krebs 1978 dalam Irwan 2009)
dengan perhitungan matematis sebagai berikut:
Mean (M) =
Variance (V) =
Keterangan:
xi = Jumlah individu suatu jenis
n = Jumlah petak contoh
8
Apabila nilai V/M = 1, maka pola penyebaran individu bersifat acak, V/M
> 1, maka pola penyebaran individu bersifat mengelompok dan bila V/M < 1,
maka pola penyebaran individu bersifat merata.
2.5.8 Kriteria Tingkat Kerapatan Individu per Tingkat Pertumbuhan
Kriteria tingkat kerapatan individu per tingkat pertumbuhan yang berada di
hutan alam menggunakan ketentuan TPTI (Departemen Kehutanan 1993). Adapun
jumlah yang ditetapkan adalah 2500 individu per hektar untuk tingkat semai, 400
individu per hektar untuk tingkat pancang, 100 individu per hektar untuk tingkat
tiang dan 25 individu per hektar untuk tingkat pohon.
3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Luas kawasan HPGW adalah 359 ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok
Timur (Cikatomang) yang merupakan lokasi penelitian dengan luas 120 ha, Blok
Barat (Cimenyan) seluas 125 ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 ha.
Lokasi HPGW dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta Hutan Pendidikan Gunung Walat
Gunung Walat terbentuk pada jaman tertier. Batuan induk daerah ini
terdiri dari dua komponen, yaitu batuan endapan dan vulkan serta komponen
batuan karst (gamping). Dari kondisi geologi tersebut menghasilkan adanya gua
karstik yang masih hidup karena penutupan hutan yang relatif tidak terganggu.
Keadaan lapisan tanah Hutan Pendidikan Gunung Walat cukup beragam, terdiri
dari komplek litosol, latosol cokelat, latosol merah kekuningan, dan podzolik
merah kekuningan.
Info Fahutan IPB (1980) menyebutkan bahwa Hutan Pendidikan Gunung
Walat terletak pada ketinggian antara 500 – 726 mdpl dengan dua titik triangulasi