ANALISIS BENTUK STRUKTUR DAN HUBUNGANNYA DENGAN RIAP TEGAKAN TINGGAL HUTAN ALAMI PRODUKSI Astriyani 1 dan Fadjar Pambudhi 2 1 Balai Diklat Kehutanan Samarinda. 2 Laboratorium Biometrika Hutan Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. Analysis of the Residual Stand Structure and Its Relationship with Stands Increment of Natural Production Forest. Different harvesting techniques will result in different increment pattern and structure of residual stand. The pattern of distribution of stand structures formed on all the different harvesting techniques follow the pattern of inverted J curve. Analysis of regression equation showed a relationship of between year of cutting and basal area of stand in form of polynomial regression for all grouping of species and different harvesting techniques. The tendency of trees distribution within the stand based on the number of trees had a diverse distribution pattern, that was random, clumped and regular on the conditions before and after harvesting, while based on basal area of stand almost all the plots had a regular pattern of distribution. Correlation analysis between variables basal area increment of Dipterocap and non-Dipterocarp stands had a different significance in each measurement period, including stand structure variable, diameter distribution, basal area harvested, total basal area after logging and basal area of Dipterocarp stands. All the best regression equation models had a very close relationship (highly significant) between the constituent variables, both based on the classification in types and in different measurement periods. The relationship between stand structure variables and basal area increment of the stand had a low correlation. Kata kunci: struktur tegakan tinggal, riap, model, pemanenan, periode Untuk memperoleh pengetahuan tentang riap pada hutan alam tidak semudah dibandingkan dengan hutan tanaman. Hal ini dikarenakan struktur tegakan yang heterogen, baik dari segi umur, ukuran maupun jenis penyusun tegakan. Riap yang terbentuk pada hutan alam mempunyai nilai yang berbeda untuk jenis yang berbeda. Pada satu jenis yang sama, akan diperoleh riap yang bervariasi pada kelas umur yang berbeda. Pengumpulan data dalam rangka pengkajian pertumbuhan dan riap tegakan (growth and yield study) dilaksanakan dengan pembuatan dan pengukuran petak-petak ukur, baik dalam bentuk permanen maupun petak ukur temporer, dengan fungsi waktu yang periodik. Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang riap dan pertumbuhan di hutan alami, memberikan asumsi bahwa dengan pola/sistem perlakuan yang berbeda akan menghasilkan pola riap dan struktur tegakan tinggal yang berbeda pula. Potensi tegakan tinggal setelah pemanenan kayu perlu dikaji untuk penyelamatan pohon-pohon muda dari jenis komersial agar tidak terjadi penurunan 28
15
Embed
ANALISIS BENTUK STRUKTUR DAN HUBUNGANNYA …jurnalkehutanantropikahumida.zohosites.com/files/Astri, Fadjar.pdf · Struktur tegakan yang ditunjukkan dengan jumlah batang per ... dibandingkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS BENTUK STRUKTUR DAN HUBUNGANNYA
DENGAN RIAP TEGAKAN TINGGAL
HUTAN ALAMI PRODUKSI
Astriyani1 dan Fadjar Pambudhi
2
1Balai Diklat Kehutanan Samarinda.
2Laboratorium Biometrika Hutan Fahutan Unmul,
Samarinda
ABSTRACT. Analysis of the Residual Stand Structure and Its Relationship
with Stands Increment of Natural Production Forest. Different harvesting
techniques will result in different increment pattern and structure of residual
stand. The pattern of distribution of stand structures formed on all the different
harvesting techniques follow the pattern of inverted J curve. Analysis of
regression equation showed a relationship of between year of cutting and basal
area of stand in form of polynomial regression for all grouping of species and
different harvesting techniques. The tendency of trees distribution within the
stand based on the number of trees had a diverse distribution pattern, that was
random, clumped and regular on the conditions before and after harvesting, while
based on basal area of stand almost all the plots had a regular pattern of
distribution. Correlation analysis between variables basal area increment of
Dipterocap and non-Dipterocarp stands had a different significance in each
measurement period, including stand structure variable, diameter distribution,
basal area harvested, total basal area after logging and basal area of Dipterocarp
stands. All the best regression equation models had a very close relationship
(highly significant) between the constituent variables, both based on the
classification in types and in different measurement periods. The relationship
between stand structure variables and basal area increment of the stand had a low
correlation.
Kata kunci: struktur tegakan tinggal, riap, model, pemanenan, periode
Untuk memperoleh pengetahuan tentang riap pada hutan alam tidak semudah
dibandingkan dengan hutan tanaman. Hal ini dikarenakan struktur tegakan yang
heterogen, baik dari segi umur, ukuran maupun jenis penyusun tegakan. Riap yang
terbentuk pada hutan alam mempunyai nilai yang berbeda untuk jenis yang berbeda.
Pada satu jenis yang sama, akan diperoleh riap yang bervariasi pada kelas umur
yang berbeda. Pengumpulan data dalam rangka pengkajian pertumbuhan dan riap
tegakan (growth and yield study) dilaksanakan dengan pembuatan dan pengukuran
petak-petak ukur, baik dalam bentuk permanen maupun petak ukur temporer,
dengan fungsi waktu yang periodik.
Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilaksanakan tentang riap dan
pertumbuhan di hutan alami, memberikan asumsi bahwa dengan pola/sistem
perlakuan yang berbeda akan menghasilkan pola riap dan struktur tegakan tinggal
yang berbeda pula.
Potensi tegakan tinggal setelah pemanenan kayu perlu dikaji untuk
penyelamatan pohon-pohon muda dari jenis komersial agar tidak terjadi penurunan
28
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 29
produksi pada siklus tebang berikutnya. Salah satunya adalah dengan melihat
struktur tegakan setelah pemanenan kayu. Keterangan yang diperoleh diharapkan
dapat menjadi dasar dalam membantu tindakan dan perlakuan silvikultur yang tepat
sehingga tujuan pengelolaan hutan yang lestari dapat tercapai.
Dari permasalahan di atas, kebutuhan akan data dan informasi tentang sejauh
mana pengaruh struktur tegakan tinggal terhadap riap bidang dasar sebagai salah
satu dimensi pohon merupakan hal yang perlu diteliti. Tujuan dari penelitian adalah
memperoleh informasi tentang (1) bentuk struktur tegakan tinggal (struktur
horizontal) selama 15 tahun pada berbagai teknik pemanenan yang berbeda; (2)
besarnya riap tegakan berupa riap basal area total kelompok jenis Dipterokarpa dan
non Dipterokarpa selama 3 periode; (3) hubungan antara struktur tegakan tinggal
dalam dimensi jumlah batang (N) per ha dan luas bidang dasar (G) per ha terhadap
nilai riap tegakan kelompok jenis Dipterokarpa dan non Dipterokarpa.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini berada di wilayah stasiun penelitian hutan Labanan (eks
plot Strek Project) yang terletak di Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau,
Provinsi Kalimantan Timur. Areal ini termasuk dalam areal kerja PT Hutan
Sanggam Labanan Lestari (eks PT Inhutani I). Areal tersebut telah ditetapkan
sebagai areal Kelompok Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) berdasarkan SK
Menhut nomor 121/Menhut-II/2007 dengan luas kawasan 7.900 ha yang selanjutnya
disebut dengan KHDTK Labanan (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian KHDTK Labanan, Berau
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan efektif yang meliputi persiapan dan
pengambilan data di lapangan.
30 Astriyani dan Pambudhi (2010). Analisis Bentuk Struktur
Objek penelitian adalah semua jenis pohon yang mempunyai ukuran diameter minimal 10 cm. Pengukuran dilakukan pada 12 plot penelitian dengan luas 48 ha. Data yang dikumpulkan meliputi: nomor plot, nomor pohon, jenis pohon (species, genus, family), keliling batang setinggi dada untuk semua pohon yang berdiameter 10 cm ke atas, jumlah pohon mati dan alih tumbuh (ingrowth). Masing-masing plot penelitian berukuran 200x200 m (4 ha) yang terdiri dari 4 perlakuan penebangan yaitu Reduce Impact Logging (RIL) ≥50 cm, Reduce Impact Logging (RIL) ≥60 cm, teknik pembalakan konvensional ≥60 cm dan hutan primer (kontrol) yang mana masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan (plot).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analysis data tool pada program Microsoft Excel 2007 dan program Statgraphics 4,0 yang meliputi: kerapatan tegakan tinggal, bidang dasar tegakan, volume tegakan, sebaran spasial tegakan, bidang dasar yang hilang, riap bidang dasar tegakan dan model struktur tegakan tinggal dan hubungannya dengan riap tegakan berdasarkan kelompok jenis Dipterokarpa dan non Dipterokarpa pada 3 periode yaitu 14 tahun, 58 tahun dan 914 tahun.
Struktur Tegakan Tinggal
Kerapatan
Kondisi kerapatan tegakan tinggal yang menunjukkan struktur tegakan secara
horisontal pada masing-masing plot penelitian untuk teknik pemanenan yang
berbeda ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kerapatan Tegakan pada Teknik Pemanenan yang Berbeda
RIL ≥50 = teknik pemanenan ramah lingkungan dengan limit diameter ≥50 cm. RIL ≥60 = teknik
pemanenan ramah lingkungan dengan limit diameter ≥60 cm. CNV ≥60 = teknik pemanenan metode
konvensional dengan limit diameter ≥60 cm
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 31
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kisaran kerapatan tegakan secara keseluruhan
untuk pengukuran sampai dengan tahun 2008 berkisar antara 391–784 pohon/ha.
Kerapatan pohon di hutan primer berkisar antara 391–584 pohon/ha, RIL ≥50 cm
413–780 pohon/ha, RIL ≥60 cm 449–784 pohon/ha dan CNV ≥60 cm 418–732
pohon/ha.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa untuk semua teknik pemanenan dan
hutan primer mempunyai kerapatan pohon yang cenderung meningkat setiap
tahunnya baik untuk kelompok jenis Dipterokarpa, non Dipterokarpa maupun semua
jenis.
Distribusi Diameter
Struktur tegakan yang ditunjukkan dengan jumlah batang per hektar (N/ha)
dengan interval kelas diameter 5 cm pada pengukuran sampai dengan tahun 2008
untuk teknik pemanenan yang berbeda ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Distribusi Diameter Berdasarkan Kerapatan pada Teknik Pemanenan yang Berbeda
dan Hutan Primer
Gambar 2 menunjukkan bahwa pola sebaran struktur tegakan yang terbentuk
pada ketiga teknik pemanenan dan hutan primer adalah struktur tegakan mengikuti
pola kurva De Lio Court atau kurva J terbalik. Dalam hal ini populasi tegakan
dengan dimensi yang lebih kecil (diameter kecil) lebih banyak dalam kerapatan
(pohon/ha) dibandingkan yang berdiameter besar.
32 Astriyani dan Pambudhi (2010). Analisis Bentuk Struktur
Komposisi Kelompok Jenis Tegakan
Struktur tegakan pada tiga periode (5, 10 dan 15 tahun setelah penebangan) berdasarkan kelompok jenis untuk teknik pemanenan yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Pohon Berdasarkan Kelompok Jenis (Pohon/Ha) pada Tiga Periode
Pengukuran untuk Teknik Pemanenan yang Berbeda
Teknik pemanenan Kelompok jenis Et+0 Et+5 Et+10 Et+15
RIL ≥50 cm Dipterokarpa 127 434 525 526
Non Dipterokarpa 354 147 166 186
Semua Jenis 482 581 691 712
RIL ≥60 cm Dipterokarpa 129 147 160 156
Non Dipterokarpa 377 430 499 572
Semua Jenis 506 577 659 728
CNV ≥60 cm Dipterokarpa 122 144 169 176
Non Dipterokarpa 323 397 487 524
Semua Jenis 445 541 656 700
Hutan Primer Dipterokarpa 110 119 127 124
Non Dipterokarpa 345 377 404 423
Semua Jenis 455 497 531 547
Volume Tegakan
Dinamika tegakan ditunjukkan pula berdasarkan nilai volume tegakan dengan interval waktu 15 tahun pada semua teknik pemanenan yang berbeda seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Histogram Struktur Tegakan dalam Volume Tegakan pada Teknik Pemanenan yang
Berbeda
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 33
Gambar 3 menunjukkan bahwa penurunan volume tegakan akibat pemanenan
terlihat jelas pada ketiga teknik pemanenan yang ada, terutama jika dibandingkan
dengan di hutan alam primer.
Dari segi potensi menunjukkan, bahwa pada kondisi awal tegakan yang sama
dengan intensitas penebangan yang sama tetapi dengan teknik yang berbeda
(konvensional dan RIL) memberikan dampak yang berbeda dalam hal pemulihan
tegakan.
Bidang Dasar Tegakan
Dinamika tegakan ditunjukkan pula berdasarkan nilai bidang dasar tegakan
dengan interval waktu 15 tahun pada semua teknik pemanenan yang berbeda seperti
pada Gambar 4.
Gambar 4. Histogram Struktur Tegakan pada Teknik Pemanenan yang Berbeda
Gambar 4 menunjukkan bahwa penurunan bidang dasar tegakan akibat
pemanenan terlihat jelas pada ketiga teknik pemanenan yang ada, terutama jika
dibandingkan dengan hutan alam primer.
Hutan dengan kondisi tegakan tua mempunyai sedikit fluktuasi (dinamika) nilai
basal bidang dasar tegakan dalam kondisi klimaks, baik terdiri dari pohon-pohon
kecil maupun besar. Pada hutan primer diperkirakan nilai bidang dasar tegakan akan
mencapai kondisi normal sebesar 35 m2/ha, sedangkan riap maksimum yang dapat
dicapai pada pada hutan alam setelah penebangan akan lebih seragam, yakni sebesar
25 m2/ha (Anonim, 2000).
34 Astriyani dan Pambudhi (2010). Analisis Bentuk Struktur
Bidang Dasar yang Hilang
Bidang dasar yang hilang (basal area removal) adalah data bidang dasar pohon
yang dibuang per hektar dari masing-masing plot penelitian pada periode pertama
setelah penebangan untuk mengetahui besarnya kekerasan pemanenan atau untuk
menghitung luas areal yang terbuka akibat pemanenan dari setiap plot penelitian.
Perhitungan bidang dasar pemanenan dilakukan pada masing-masing plot penelitian
dengan ukuran sub plot 0,5 ha, untuk 3 pengelompokan jenis (Dipterokarpa, non
Dipterokarpa dan Semua Jenis). Hasil perhitungan ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 3. Bidang Dasar yang Hilang (M
2/0,5 Ha) Tegakan pada Plot Penelitian
No. RIL ≥50 RIL ≥60 CNV ≥60
D ND SJ D ND SJ D ND SJ
1 1,24 0,10 1,33 3,55 0,87 4,42 2,16 1,27 3,42
2 0,99 0,33 1,32 1,45 0,42 1,88 1,05 0,85 1,90
3 2,56 0,53 3,09 0,87 0,27 1,14 6,22 1,86 8,08
4 0,01 0,63 0,65 1,37 1,09 2,46 5,01 1,11 6,13
5 3,93 0,40 4,33 1,46 1,34 2,80 2,74 1,50 4,23
6 1,84 1,36 3,20 1,22 1,18 2,40 2,98 1,44 4,42
7 4,08 1,70 5,78 0,76 0,36 1,12 4,21 1,69 5,90
8 3,99 1,67 5,66 0,85 0,37 1,22 4,49 1,62 6,11
9 2,23 0,26 2,49 1,49 0,97 2,46 2,45 1,37 3,82
10 0,92 0,75 1,67 1,42 0,39 1,81 5,58 2,22 7,80
11 3,18 0,62 3,80 2,47 1,30 3,77 2,00 1,05 3,04
12 1,88 0,61 2,49 2,30 1,16 3,46 4,01 1,27 5,28
13 2,69 0,84 3,53 3,62 1,45 5,07 3,36 1,98 5,34
14 4,44 1,78 6,22 1,52 0,25 1,77 4,29 1,61 5,89
15 2,60 0,74 3,34 5,34 0,58 5,92 2,22 1,06 3,28
16 1,83 0,40 2,23 3,87 0,98 4,84 1,63 1,12 2,75
17 5,19 1,13 6,31 1,71 1,70 3,41 2,19 1,38 3,58
18 3,54 0,67 4,21 3,40 2,11 5,51 3,92 0,60 4,52
19 6,81 1,68 8,50 5,80 1,70 7,50 8,54 1,08 9,62
20 6,64 1,24 7,88 2,73 1,14 3,87 3,73 0,93 4,66
21 6,50 1,17 7,67 1,69 1,32 3,01 1,96 0,99 2,95
22 5,58 0,93 6,51 1,15 1,09 2,25 2,32 0,73 3,05
23 1,17 1,08 2,25 2,99 1,83 4,83 0,73 0,65 1,38
24 6,56 1,07 7,63 3,43 2,02 5,45 2,87 0,93 3,80
Jumlah 80,4 21,69 102,09 56,46 25,89 82,37 80,66 30,31 110,95
Rataan
(m2/ha)
6,70 1,81 8,51 4,71 2,16 6,86 6,72 2,53 9.25
RIL ≥50 = teknik pemanenan ramah lingkungan dengan limit diameter ≥50 cm. RIL ≥60 = teknik
pemanenan ramah lingkungan dengan limit diameter ≥60 cm. CNV ≥60 = teknik pemanenan metode
konvensional dengan limit diameter ≥60 cm. D = kelompok jenis Dipterokarpa. ND = kelompok jenis
non Dipterokarpa. SJ = semua jenis
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 35
Intensitas penebangan berdasarkan bidang dasar yang hilang sangat bervariasi
antar sub plot penelitian. Berdasarkan luas bidang dasar yang hilang untuk semua
jenis menunjukkan, bahwa intensitas penebangan relatif sama besar pada RIL ≥50 (=
8,51 m2/ha) dan konvensional CNV ≥60 (= 9,25 m
2/ha), sedangkan pada RIL ≥60
mempunyai intensitas penebangan yang lebih rendah, yaitu sebesar 6,86 m2/ha. Hal
ini menunjukkan bahwa teknik pemanenan RIL akan menekan intensitas
penebangan yang selanjutnya akan menekan tingkat kerusakan yang terjadi (Muhdi
dan Hanafiah, 2007).
Trend Bidang Dasar Tegakan
Rekapitulasi persamaan regresi yang terpilih dari hubungan bidang dasar
tegakan (m2/ha) berdasarkan waktu (tahun lepas tebang) untuk masing-masing
kelompok jenis pada ketiga teknik pemanenan dan hutan primer disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Persamaan Regresi Bidang Dasar Tegakan (M
2/Ha) Berdasarkan Tahun Lepas Tebang
Kelompok jenis Teknik pemanenan Persamaan regresi R2