Top Banner
149

Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Jun 17, 2015

Download

Law

Irvan Fernando

Judul: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan
Pengarang: Tim Dibawah Pimpinan : Basuki, Zulfa Joko ; Editor: Nasution, Ajarotni ;
Institusi: Badan Pembinaan Hukum Nasional
Tahun Terbit: 2009
Kode Panggil: 347.6, Bad, k
Desc Fisik: x, 137 hlm.; 21 cm
Subyek: HUKUM KELUARGA
Lokasi: BPHN Jakarta
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan
Page 2: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

KOMPILASIBIDANG HUKUM KEKELUARGAAN

Disususn Oleh TimDi Bawah Pimpinan:

Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H.

BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALDEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

JAKARTA, 2009

Page 3: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan
Page 4: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

KOMPILASIBIDANG HUKUM KEKELUARGAAN

Editor:Ajarotni Nasution, S.H., M.H.

Mugiyati, S.H., M.H.Sutriya

BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONALDEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

Page 5: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan
Page 6: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

v

KATA PENGANTAR

Mengingat luasnya definisi kekeluargaan yang menyangkut hubunganhukum mengenai kekeluargaan kekuasaan, orang tua, perwalian,pengampuan, dan keadaan tak hadir tidak ada definisi, baik di dalamKUHPerdata (BW), Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Hukum Adat,Kompilasi Hukum Islam (KHI) maupun di dalam ketentuan. Ketentuanperundang-undangan lain yang berlaku di Indonesia tentang apa yangdiartikan dengan kekeluargaan orang tua dan untuk dapat menciptakanperaturan secara utuh yang menjamin hukum kekeluargaan, perlu kajianmendalam dan proses yang panjang. Dalam mempersiapkanpenyempurnaan termasuk pembuatan peraturan baru dimaksud.Pengkajian berbagai dokumen dan pemikiran para pakar hukum yangmenyangkut materi hukum tentang hukum kekeluargaan menjadi sangatpenting.

Terkait dengan permasalahan tersebut di atas, Badan PembinaanHukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI melakukan kegiatankompilasi tentang penyusunan kompilasi bidang hukum kekeluargaan.Laporan akhir hasil tim kerja tersebut dipandang sangat penting untukditerbitkan, mengingat kandungan isinya yang dapat dijadikan masukandalam rangka perencanaan pembangunan sistem dan politik hukum diIndonesia ke depan.

Penerbitan buku ini akan menambah kekayaan literatur bidanghukum di Indonesia yang sebagian dapat dimanfaatkan oleh berbagaikalangan, utamanya bagi pelaku pembangunan hukum. Agar diperolehdaya guna yang tepat dan luas, penerbitan ini akan disebarluaskanke instansi-instansi pemerintah di pusat dan daerah, fakultas hukumperguruan tinggi seluruh Indonesia dan kalangan lainnya.

Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada Saudara Prof. Dr.Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H. dan semua pihak yang terkait serta

Page 7: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

vi

berperan dalam menghasilkan karya penelitian hukum tersebut, sehinggadapat diterbitkan sebagai sebuah karya yang bermanfaat bagi kalanganluas.

Jakarta, September 2009

Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli, S.H., M.H., FCBArb.

Page 8: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

vii

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi ManusiaRI Nomor: G1-72.PR.00.03 Tahun 2007 tertanggal 8 Januari 2007dibentuklah Tim Penyusunan Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan.

Tim kompilasi bidang hukum kekeluargaan ini bertugas menyiapkanbahan-bahan acuan, berupa hasil inventarisasi, penelitian/analisis danevaluasi materi hukum kebiasaan atau yurisprudensi di bidangkekeluargaan, untuk memberikan deskripsi dari hukum kebiasaan atauyurisprudensi yang telah berkembang di dalam masyarakat. Hasilkompilasi tersebut dirangkum secara sistematis yang disusun dalambentuk suatu laporan dengan harapan dapat berfungsinya Sistem HukumNasional yang mampu mengayomi segenap kehidupan bermasyarakat.

Dalam laporan ini, Tim mengemukakan tentang PerkembanganHukum Kekeluargaan baik dari segi teori maupun dari segi praktik,menurut kebiasaan ditinjau secara nasional maupun dari berbagai negara,serta mengungkapkan kendala dan implementasi hukum kekeluargaandalam peraturan perundang-undangan.

Tim mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan PembinaanHukum Nasional atas kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakankegiatan ini. Tim berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagiperkembangan bidang hukum kekeluargaan.

Jakarta, Desember 2007Ketua Tim,

ttd

Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H.

Page 9: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan
Page 10: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

ix

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................

DAFTAR ISI ...........................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................A. Latar Belakang ................................................. .B. Pokok Permasalahan ........................................ .C. Maksud dan Tujuan ...........................................D. Ruang Lingkup ..................................................E. Metodologi .........................................................

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMKEKELUARGAAN ................................................A. Pengertian Hukum Kekeluargaan ....................

1. Menurut Peraturan Perundang-undangan ...2. Menurut Hukum Adat ..................................3. Menurut Hukum Islam .................................4. Menurut Pendapat Para Sarjana .................

B. Asas-asas Hukum Kekeluargaan .................... .C. Hak dan Kewajiban Suami Istri Dalam Hukum

Kekeluargaan .....................................................

BAB III KEKUASAAN ORANG TUA ..............................A. Pengertian Kekuasaan Orang Tua ...................B. Kekuasaan Orang Tua Dalam Perkawinan ....

1. Menurut KUHPerdata BW .........................2. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 19743. Menurut Hukum Islam/Kompilasi Hukum Islam

v

ix

114555

778

12131416

18

292932333842

Page 11: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

x

4. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak5. Menurut Hukum Adat ..................................

C. Di Luar Negeri (Inggris, Belanda, danMalaysia) ...........................................................1. Inggris Berdasarkan Chlidren Act 1989 .....2. Belanda .........................................................3. Malaysia .......................................................4. Studi Perbandingan Antara Ketentuan Tentang

Pemeliharaan Anak Yang Berlaku di LuarNegeri (Inggris, Belanda, dan Malaysia)Dengan Ketentuan Tentang PemeliharaanAnak Yang Berlaku di Indonesia ............... .

BAB IV KEKUASAAN ORANG TUA DALAM PUTUSANPENGADILAN DAN KENYATAANNYA DALAMPRAKTIK.................................................................A. Putusan Pengadilan Negeri ..............................B. Putusan Pengadilan Agama ..............................C. Kekuasaan Orang Tua Dalam Praktik Menurut

Kebiasaan ..........................................................

BAB V PENUTUP ................................................................A. Kesimpulan ........................................................B. Saran ..................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................

4647

50517187

93

103103112

130

133133134

135

Page 12: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun2004-2009, disebutkan bahwa arah kebijakan Pembangunan JangkaMenengah adalah pembenahan sistem dan politik hukum dalam limatahun mendatang diarahkan pada kebijakan untuk memperbaiki substansi(materi) hukum, stuktur (kelembagaan) hukum, dan Kultur (budaya)hukum, salah satu diantaranya adalah menata kembali substansi hukummelalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undanganuntuk mewujudkan tertib perundang-undangan dengan memperhatikanasas umum dan hierarki perundang-undangan; dan menghormati sertamemperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistemhukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagaibagian dari upaya pembaharuan materi hukum nasional.

Pembangunan materi hukum tidak terlepas dari hukum tertulissaja tetapi juga harus memperhatikan kemajemukan tatanan hukumkhususnya hukum kebiasaan.

Menurut Sunaryati Hartono, Kompilasi adalah merupakanpengumpulan bahan-bahan hukum yang dilakukan sejak sebelum sampaidiundangkannya suatu undang-undang dengan mencantumkanbagian-bagian yang diubah atau dicabut dan diganti, atautambahan-tambahannya, dalam suatu susunan yang akan digunakanuntuk mempermudah mencari kembali peraturan-peraturan tersebutdengan suatu metode tertentu.1

1 Sunaryati Hartono, Kompilasi Bidang Hukum Tentang Penyelesaian Sengketa di LuarPengadilan, BPHN Departemen Hukum dan HAM tahun 1999/2000.

Page 13: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

2

Kegiatan kompilasi penting dilakukan dalam rangka kebijakan dibidang hukum untuk menata hukum nasional yang menyeluruh danterpadu. Dalam hal ini hukum kebiasaan dan yurisprudensi merupakanbagian penting dalam pembentukan sistem hukum nasional.

Pengertian keluarga dalam arti sempit adalah kesatuan masyarakatterkecil yang terdiri dari suami, istri, dan anak yang berdiam dalamsatu tempat tinggal. Sedangkan pengertian keluarga dalam arti luasadalah apabila dalam satu tempat tinggal itu berdiam pula pihak lainsebagai akibat adanya perkawinan, maka terjadilah kelompok anggotakeluarga yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungankarena perkawinan dan karena pertalian darah. Keluarga dalam artiluas banyak terdapat dalam masyarakat kita.2

Hukum Kekeluargaan adalah keseluruhan ketentuan yangmenyangkut hubungan hukum mengenai kekeluargaan sedarah dankekeluargaan karena perkawinan yang meliputi proses perkawinan,kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan dan keadaan tak hadir.3

Adapun yang dimaksud dengan hukum perkawinan adalahkeseluruhan peraturan perundang-undangan yang berkaitan denganperkawinan. Sedangkan perkawinan menurut Subekti ialah pertalianyang sah, antara seorang laki-laki dan perempuan untuk waktu yanglama.4

Pembahasan Hukum Keluarga juga diatur dalam Undang-UndangPerkawinan No. 1 Tahun 1974. Hal ini mengingat undang-undangtersebut mencabut berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai perkawinandan segala akibat hukumnya yang terdapat dalam buku 1 KUHPerdata.

Berdasarkan Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

2 .Abdul Kadir Muhammad., Hukum Perdata Indonesia. Penerbit PT Citra Aditya BaktiBandung 2000. hlm.63.3 Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, Penerbit Rineka Cipta 1991, Cetakan Pertamahlm.14 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Penerbit PT Intermasa, Cetakan XXI, hlm.23.

Page 14: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

3

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Mengingat luasnya ruang lingkup hukum kekeluargaan, maka dalamKompilasi Hukum Kekeluargaan yang akan dibahas adalah mengenaikekuasaan orang tua. Tidak ada definisi di dalam BW tentang apa itukekuasaan orang tua. Subekti menyatakan, bahwa kekuasaan orangtua, terutama berisi kewajiban untuk mendidik dan memelihara anaknya.Menurut Sudarsono kekuasaan orang tua adalah kekuasaan yangdilakukan oleh ayah dan ibu selama mereka berdua terikat dalamikatan perkawinan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa5.Undang-undang mengatur tentang kekuasaan orang tua tersebar didalam beberapa pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalamhukum adat Indonesia mengenai kekuasaan orang tua, tidak nampaksuatu perbedaan dalam hal mengatur pemeliharaan orangnya si anak(person) di satu pihak dan hal mengurus barang-barang kekayaannyadi lain pihak. Pemeliharaan si anak tidak melulu dirasakan sebagaikewajiban si ibu dan si bapak, melainkan juga sebagai kewajibansanak keluarga yang lebih jauh.6

KUHPerdata (BW) mengenai kekuasaan orang tua ini walaupuntidak memberikan definisi tentang apa itu kekuasaan orang tua, tetapimenyediakan satu bab khusus yaitu Bab ke XIV Buku I Pasal 298s.d. Pasal 329.

Demikian juga UU No. 1 Tahun 1974 tidak memberikan definisitentang kekuasaan orang tua, tetapi mengenai kekuasaan orang tua dapatdijumpai dalam Bab VIII Pasal 41 dan Bab X Pasal 45 s.d. Pasal 49.

Dalam hukum adat tidak ada definisi tentang kekuasaan orangtua, tetapi kekuasaan orang tua ini erat kaitannya dengan corak kebapakan(patrilineal) dan keibuan (matrilineal) dan keibubapakan (parental).7

5 Soedarsono, op cit, hlm 21.6 Zulfa Djoko Basuki, Dampak Perkawinan Campuran terhadap Pemeliharaan AnakChild Custody Tinjauan dari segi Hukum Perdata Internasional Penerbit Yarsif Watampone,Jakarta 2005 hlm. 257 Pembahasan dalam B5 Bab III.

Page 15: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

4

Dalam praktik apabila terjadi perceraian akibat putusnya perkawinanmenimbulkan akibat bagi anak-anak mereka, karena sering terjadiperebutan kekuasaan orang tua terhadap anak akibat dari putusnyaperkawinan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka hukum tertulis dan hukumkebiasaan yang berkaitan dengan hukum kekeluargaan yang dapatdimuat dalam sistem hukum nasional, perlu diadakan kegiataninventarisasi, hasil penelitian, pengkajian, analisis dan evaluasi danpermasahan hukum yang berkaitan dengan hukum kekeluargaan. Untukmendukung hal tersebut perlu dilakukan kompilasi hukum tertulis danhukum kebiasaan yang disusun secara tertulis dan sistematis.

Kompilasi tersebut dimaksudkan selain untuk menunjangterbentuknya sistem hukum nasional, juga dapat digunakan sebagaireferensi atau acuan bagi masyarakat. Dan diharapkan dapatmembentuk atau menciptakan sistem hukum nasional di bidang hukumkekeluargaan. Dengan mengkompilasi hukum tertulis dan hukumkebiasaan di bidang hukum kekeluargaan juga diharapkan dapatmemahami hukum tertulis dan hukum kebiasaan di bidang hukumkekeluargaan khususnya kekuasaan orang tua. Mengingat pentingnyapembangunan hukum di bidang hukum kekeluargaan, maka BadanPembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak AsasiManusia memandang perlu mengadakan Kompilasi Hukum BidangKekeluargaan.

B. Pokok Permasalahan

1. Apakah ketentuan hukum kekeluargaan berkenaan dengankekuasaan orang tua sudah diatur dalam perundang-undangan yangberlaku di Indonesia?

2. Bagaimana praktik hukum kekeluargaan yang berkaitan dengankekuasaan orang tua diterapkan dalam Putusan Pengadilan baikitu Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama?

3. Bagaimana praktik kekuasaan orang tua yang belum diatur dalamperundang-undangan?

Page 16: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

5

C. Maksud dan Tujuan

Kegiatan kompilasi hukum ini bermaksud untuk mengumpulkanatau mengkompilasi ketentuan hukum tertulis dan hukum kebiasaanserta peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum kekeluargaankhususnya kekuasaan orang tua.

Tujuan dari kegiatan kompilasi hukum tentang hukum kekeluargaanini adalah untuk memberikan masukan dalam upaya pembentukansistem hukum nasional, terutama dapat direkomendasikan untukpengaturan hukum kekeluargaan.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang akan dikaji dalam kegiatan kompilasi hukumtentang hukum kekeluargaan ini adalah hukum tertulis dan hukumkebiasaan serta permasalahan-permasalahan hukum yang berkaitandengan hukum kekeluargaan khususnya kekuasaan orang tua danperaturan perundang-undangan yang terkait.

E. Metodologi

Dalam kegiatan kompilasi ini metode pendekatan yang digunakanadalah yuridis normatif dengan melakukan studi kepustakaan terhadapdata sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer (peraturanperundang-undangan yang berkaitan dengan Hukum Kekeluargaankhususnya kekuasaan orang tua, Sekunder (buku-buku) dan bahanhukum tertier (laporan penelitian, pengkajian, majalah ilmiah dansebagainya) serta putusan pengadilan negeri dan pengadilan agama,sebagai pelengkap digunakan pula pendekatan perbandingan hukumIndonesia, Belanda, Inggris dan Malaysia.

Page 17: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

6

Page 18: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

7

BAB IITINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM

KEKELUARGAAN

A. Pengertian Hukum Kekeluargaan

Hukum Kekeluargaan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.Oleh karena itu sebelum menyampaikan pengertian hukum kekeluargaandari berbagai sudut pandang, sebaiknya kita sepakati dulu definisitentang “keluarga” dan “hukum kekeluargaan” agar tidak menimbulkankesalah-pahaman. Terbentuknya suatu keluarga dimulai dari perkawinan.Keluarga dalam arti sempit adalah terdiri dari sepasang suami istridan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu, tetapi apabila tidakada anak pun sudah dapat dikatakan bahwa suami istri sudah merupakankeluarga.8 Sedangkan definisi hukum kekeluargaan secara garis besaradalah hukum yang bersumber pada pertalian kekeluargaan. Pertaliankekeluargaan dapat terjadi karena pertalian darah, ataupun terjadi karenaadanya perkawinan. Dalam hal terjadi perkawinan, maka akan timbulhak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang melakukan perkawinan,termasuk keturunan yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.Selanjutnya mengenai ruang lingkup hukum kekeluargaan kita dapatmengutip pendapat Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbatjaraka yangmenyatakan bahwa hukum kekeluargaan mencakup bidang yang meliputi(1) Perkawinan, (2) Keturunan, (3) Kekuasaan Orangtua, (4)Perwalian, (5) Pendewasaan, (6) Curatele dan (7) Orang yang hilang.Walaupun hukum kekeluargaan meliputi ketujuh bidang tersebut, akantetapi telah disepakati bahwa fokus bahasan dalam makalah inidipersempit dengan hanya membahas salah satu bidang saja yaitutentang Kekuasaan Orangtua. Bahasan mengenai Kekuasaan Orangtuasecara lebih mendalam akan dikemukakan dalam BAB III. Sedangkan

8 R Subekti, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, PT Intermasa, 2004, hlm. 12

Page 19: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

8

dalam Bab II ini terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian-pengertianhukum kekeluargaan menurut perundang-undangan dan menurut paraSarjana di Indonesia. Hal-hal yang akan dikemukakan dalam Bab IItidak mencakup ketujuh bidang hukum kekeluargaan tersebut di atas,melainkan hanya menunjukkan garis besar mengenai terbentuknyakeluarga yang dimulai dari perkawinan dan siapa-siapa saja yang disebutsebagai keluarga dengan telah terjadinya perkawinan tersebut.

1. Menurut Peraturan Perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan tidak memberikan pengertiansecara definitif tentang hukum kekeluargaan, melainkan menjabarkanaturan-aturan mengenai hukum kekeluargaan dalam pasal-pasalyang mengaturnya. Peraturan perundang-undangan yangdimaksudkan disini adalah Hukum Perdata (“BW”), Undang-UndangNo. 1 Tahun 1974 (“Undang-Undang Perkawinan”), Hukum Adatdan Hukum Islam.

1.1. Menurut Hukum Perdata (BW)

Hukum Kekeluargaan dalam Hukum Perdata (BW) dimuatdalam Buku ke-1 tentang Orang. Buku ke-1 tersebut terdiridari 18 Bab dan diuraikan dalam 498 pasal yang semuanyamempunyai kaitan erat dengan pembentukan keluarga dengansegala akibat hukumnya. Pasal-pasal yang berkaitan langsungdengan pembentukan keluarga diantaranya adalah Pasal 26yang berbunyi: “Undang-undang memandang soal perkawinanhanya dalam hubungan-hubungan perdata”. Dari bunyi pasaltersebut tampak bahwa perkawinan tidak mempunyai unsurreligi, karena penekanannya adalah hubungan-hubungan perdatayang menurut Subekti artinya adalah “bahwa suatu perkawinanyang sah, hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syaratyang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Burgerlijk Wetboek) dan syarat-syarat serta peraturan agamadikesampingkan.9

9 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke-XXVII, PT Intermasa, Bandung,hlm. 23

Page 20: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

9

Undang-undang menentukan bahwa syarat-syarat untuk sahnyaperkawinan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 28 yangmengharuskan adanya persetujuan bebas antara para pihak.Kemudian syarat yang diatur dalam Pasal 29 yang berkaitandengan usia para pihak yang akan berkawin yaitu bagi lelakiharus telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun danbagi yang perempuan harus telah berumur 15 (lima belas)tahun. Lain halnya dengan perempuan yang telah pernahmenikah, Pasal 34 mengharuskan bahwa untuk dapat melakukanperkawinan yang kedua, maka harus melewati 300 (tiga ratus)hari sesudah putusan perkawinan yang pertama. Selanjutnya,dalam hal pihak-pihak yang mau berkawin masih dibawahumur, maka wajib mendapat izin dari orang tua atau walinyasebagaimana diatur dalam Pasal 35. Di samping hal-hal tersebut,para pihak juga wajib memperhatikan hal-hal yang menjadilarangan atau menyebabkan tidak sahnya suatu perkawinan,yaitu kawin dengan mereka yang masih mempunyai pertaliankeluarga, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 30KUHPerdata yang lengkapnya berbunyi:

Pasal 30:

Perkawinan dilarang antara mereka, yang mana yangsatu dengan yang lain bertalian keluarga dalam garislurus ke atas dan ke bawah, baik karena kelahiran yangsah maupun tak sah, atau karena perkawinan; dan dalamgaris menyimpang, antara saudara laki dan saudaraperempuan, sah atau tidak sah.

Pasal lain yang mengatur mengenai pertalian keluarga adalahpasal 290 dan 295 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 290:

Kekeluargaan sedarah adalah suatu pertaliankeluarga antara mereka, yang mana yang satu adalahketurunan yang lain atau yang semua mempunyai nenekmoyang yang sama.

Page 21: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

10

Pasal 295: “Kekeluargaan semenda adalah suatupertalian keluarga yang diakibatkan karena perkawinan,ialah sesuatu antara seorang di antara suami istri danpara keluarga sedarah dari yang lain”.

Pasal-pasal lain yang menunjukkan adanya hubungankeluarga berikut hak dan kewajiban yang dimilikinya adalahsebagaimana ternyata dalam pasal 59 sampai dengan pasal70 tentang Pencegahan Perkawinan. Dalam pasal-pasal tersebutdinyatakan bahwa yang berhak mencegah perkawinan adalahkeluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawahdan juga kesamping. Demikian juga hak dan kewajiban untukmembatalkan perkawinan yang selain menjadi hak suami atauistri, maka juga menjadi hak keluarga dalam garis lurus keatas dari suami atau istri.

Berdasarkan definisi hukum kekeluargaan yang disebutkandi awal bab ini, dan berdasarkan pada pasal-pasal yang adadalam Hukum Perdata, maka dapat ditarik pengertian bahwahukum kekeluargaan menurut hukum perdata adalah: Aturanyang mengatur mengenai keluarga, perkawinan dan tatacaranya, hubungan dan hak serta kewajiban suami istridalam rumah tangga, keturunan, perwalian dan kaitannya,serta orang yang hilang.

1.2. Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“Undang-Undang Perkawinan”)

Undang-Undang Perkawinan menjabarkan aturan-aturanyang mencerminkan hukum kekeluargaan secara luas yangdisusun secara sistimatis. Pertama-tama mengatur mengenaiperkawinan, sebagai dasar dari pembentukan sebuah keluarga.Kemudian mengatur mengenai keturunan, perceraian,kekuasaan orang tua, perkawinan di luar Indonesia, perkawinancampuran dan pengadilan yang berwenang. Pembentukankeluarga dinyatakan dalam Pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinanialah ikatan lahir batin antara seorang pria denganseorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

Page 22: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

11

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dankekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Undang-Undang Perkawinan juga mengatur tentang sahnyasuatu perkawinan, yaitu dalam Pasal 2 yang berbunyi:“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukummasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.

Sehubungan dengan larangan perkawinan, Undang-UndangPerkawinan juga melarang perkawinan antara mereka yangmempunyai hubungan sedarah dalam garis lurus ke atas, ke bawahmaupun menyamping dan juga saudara sesusuan sebagaimanadiatur dalam Pasal 8 sampai dengan 12. Sama halnya denganHukum Perdata, Undang-Undang Perkawinan juga menyatakanhak dan kewajiban keluarga untuk mencegah terjadinya perkawinandan juga membatalkan perkawinan yang telah terjadi sebagaimanadiatur dalam Pasal 14-16 dan Pasal 22-28.

Undang-Undang Perkawinan bernuansa religi seperti bunyiPasal 1 tersebut. Religi seringkali sulit untuk diharmonisasikanterutama bagi masyarakat Indonesia yang pluralistik, oleh karenaitu berlakunya undang-undang perkawinan masih ditopangoleh peraturan-peraturan sebelumnya, sebagaimanadikemukakan dalam Pasal 2. “Perkawinan adalah sahapabila dilakukan menurut agama masing-masingagamanya dan kepercayaannya”

Berdasarkan materi yang dikemukakan pada pasal-pasaldalam Undang-Undang Perkawinan, tampaknya akan lebihsesuai jika pengertian hukum kekeluargaan menurut Undang-Undang Perkawinan diringkaskan menjadi prinsip-prinsiphukum yang diterapkan berdasarkan ketaatan beragamaberkaitan dengan hal-hal yang secara umum diyakinimemiliki aspek religius menyangkut peraturan keluarga,perkawinan, perceraian, hubungan dalam rumah tangga,warisan, pemberian mas kawin, perwalian dan lain-lain”.10

10 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan, Sinar Grafika,2006

Page 23: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

12

2. Menurut Hukum Adat

Soepomo berpendapat bahwa hukum adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagiankecil adalah hukum Islam. Selain Soepomo, Badan PembinaanHukum Nasional juga menggariskan bahwa hukum adat adalahhukum tidak tertulis yang disana sini mengandung unsuragama. Hukum Adat sangat erat kaitannya dengan sistimkekerabatan dan sistim kehidupan berbagai masyarakat di Indo-nesia. Dalam pembentukan keluarga yang diawali denganperkawinan, masing-masing masyarakat akan menerapkan sistimkekerabatan yang berlaku pada kelompoknya dengan cara menarikgaris keturunan yaitu, patrilineal, matrilineal dan bilateral.

2.1. Masyarakat Patrilineal

Keluarga bagi masyarakat yang menarik garis patrilineal adalahdidasarkan pertalian darah menurut garis dari bapak, makasetelah menikah si istri nantinya akan bertempat tinggal padakeluarga suami dan menjadi warga masyarakat dari pihaksuaminya. Sebagai konsekuensinya, maka anak-anak yangdilahirkan dari perkawinan tersebut akan menarik garisketurunan dari pihak ayahnya. Contoh: masyarakat Batak,Ambon, Sumba.11

2.2. Masyarakat Matrilineal

Bagi masyarakat yang menarik garis keturunan dari ibu,maka si istri akan tetap tinggal dalam clan atau familikeluarganya dan si suami tidak masuk dalam clan si istri.Sebagai akibatnya, maka anak-anak yang lahir dari perkawinanmatrilineal akan masuk dalam clan ibunya. Contoh: masyarakatMinangkabau dan Kerinci.12

11 Djaren Saragih, Hukum Perkawinan Adat Dan Undang-Undang Tentang PerkawinanSerta Peraturan Pelaksanaannya, Edisi Pertama, 1992 , Tarsito, Bandung,, hlm. 212 Ibid. hlm.2

Page 24: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

13

2.3. Masyarakat Bilateral (Parental)

Prinsip yang dibangun dalam masyarakat bilateral adalahdari dua sisi yaitu sisi ayah dan sisi ibu, di mana pihak suamidan istri masing-masing akan menjadi anggota keluarga keduabelah pihak. Anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebutjuga akan menjadi anggota dari keluarga si ayah dan si ibu.Contoh: masyarakat Jawa, Sunda, Madura, Dayak.13

Berdasarkan pengertian hukum adat dan hukum kekeluargaanyang telah dikemukakan pada awal bab ini, maka dapat dikatakanbahwa yang dimaksud dengan hukum kekeluargaan adat adalah“hukum yang mengatur mengenai pertalian darah dan polapenarikan garis keturunan, hubungan-hubungan orang tuadengan anaknya, kedewasaan, pengambilan anak (adopsi)dan perkawinan”.14

3. Menurut Hukum Islam

Aturan-aturan yang wajib dipatuhi dan yang berlaku bagiumat Islam adalah prinsip-prinsip yang berasal dari firman Tuhanyang terdapat dalam Al Qur’an. Hukum kekeluargaan menurutHukum Islam tidak jauh berbeda dengan hukum kekeluargaanlainnya, mempunyai ruang lingkup yang sama, yang dalam artiluas meliputi perkawinan dan kewarisan. Sistem kekeluargaanyang dianut dalam hukum Islam adalah dengan menarik garisketurunan dari ibu bapak (bilateral).15 Hukum kekeluargaan berpusatpada surah An-Nisaa yang berisikan ayat-ayat yang memuat garis-garis hukum kekeluargaan, yaitu mengenai hukum kewarisan danhukum perkawinan. Ayat-ayat tersebut diantaranya adalah:

(a) Ayat 1 (b) yang berbunyi: “Hai manusia berbaktilah kamukepada Tuhan yang dengan nama Tuhan itu kamu saling

13 Ibid. Hlm. 214 Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kotemporer, Alumni, 2002,hlm. 45.15 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Berlaku Bagi Umat Islam, UI Press,1982, hlm. xv

Page 25: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

14

meminta antara laki-laki dan perempuan itu untuk menjadipasangan hidupnya”. Ayat ini menunjukkan akan terjadinyaperkawinan untuk membentuk suatu keluarga.

(b) Garis hukum ketiga ayat (1) yang berbunyi: “Hai manusiaberbaktilah kamu kepada Tuhan dalam hubungan menjagakepentingan pertalian darah atau arhaam”. Arhaam adalahpertalian darah.

Islam juga mengatur mengenai larangan kawin denganorang yang mempunyai pertalian keluarga yang sangat dekatsebagaimana dikemukakan dalam Qur’an Surah IV ayat (23)dan (22), di mana dilarang perkawinan antara orang-orangyang berhubungan darah dengan garis lurus ke atas, ke bawahmaupun semenda. Surah lain yang menunjukkan hubunganpertalian keluarga adalah Qur’an Surah II ayat (180) yangberbunyi: “Orang yang merasa akan meninggal duniadan meninggalkan harta kekayaan, wajib berwasiat untukibu bapa dan aqrabunnya”.

4. Menurut Pendapat Para Sarjana

1) Van Apeldoorn

Hukum Keluarga adalah peraturan hubungan hukum yangtimbul dari hubungan keluarga.16

2) C.S.T. Kansil

Hukum Keluarga memuat rangkaian peraturan hukum yangtimbul dari pergaulan hidup kekeluargaan.17

3) R. Suberkti

R. Subekti berpendapat bahwa Hukum Keluarga adalah hukumyang mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul

16 Zulfa Djoko Basuki, Makalah Hukum Kekeluargaan Internasional di Indonesia Dewasaini Khususnya Masalah Perwalian Internasional.Tinjauan dari Segi Hukum PerdataInternasional, hlm.1.17 Ibid. hlm. 2.

Page 26: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

15

dari hubungan kekeluargaan, yaitu: perkawinan besertahubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri,hubungan antara orangtua dan anak, perwalian dan curatele.18

4) Rachmadi Usman

Hukum Kekeluargaan (familierecht) adalah ketentuan-ketentuanhukum yang mengatur mengenai hubungan antar pribadi alamiahyang berlainan jenis dalam suatu ikatan kekeluargaan, sepertiperkawinan, perceraian, hubungan antara suami istri, hubunganantara orang tua dan anak, perwalian, atau periparan.19

5) Djaja S. Meliala

Menurut Djaja Meliala, Hukum Keluarga adalah: “Keseluruhanketentuan yang mengatur hubungan hukum antara keluargasedarah dan keluarga karena perkawinan (perkawinan,kekuasaan orang tua, perwalian dan pengampuan)”.20

6) Sayuti Thalib

Sayuti Thalib dalam kata pengantar pada Hukum KekeluargaanIndonesia mengatakan bahwa sebutan hukum kekeluargaandalam Hukum Kekeluargaan Indonesia adalah dalam arti luas,yang berarti meliputi hukum perkawinan dan hukumkewarisan.21

7) Sudarsono

Hukum Kekeluargaan adalah keseluruhan ketentuan yangmenyangkut hubungan hukum mengenai kekeluargaan sedarahdan kekeluargaan karena perkawinan yang meliputi prosesperkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampunandan keadaan tidak hadir.22

18 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit PT Intermasa, 1995, hlm. 1619 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan, Sinar Grafika,2006, hlm. 35.20 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga,Penerbit CV. Nuansa Aulia, 2006, hlm. 4721 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Universitas Indonesia, 1982 .hlm. xv)22 Log.cit. hlm. 1

Page 27: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

16

B. Asas-asas Hukum Kekeluargaan

Jika dikaji secara mendalam mengenai KUHPerdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat dirumuskanbeberapa asas yang cukup prinsip dalam Hukum Kekeluargaan, yakni:

1. Asas monogami23 asas ini mengandung makna bahwa seorangpria hanya boleh mempunyi seorang istri, dan seorang istri hanyaboleh mempunyai seorang suami.

2. Asas konsensual,24 yakni asas yang mengandung makna bahwaperkawinan dapat dikatakan sah apabila terdapat persetujuan ataukonsensus antara calon suami-istri yang akan melangsungkanperkawinan.

3. Asas persatuan bulat,25 yakni suatu asas di mana antara sumi-istriterjadi persatuan harta benda yang dimilikinya.

4. Asas proporsional,26 yaitu suatu asas di mana hak dan kedudukanistri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban suami dalamkehidupan rumah tangga dan di dalam pergaulan masyarakat.

5. Asas tak dapat dibagi-bagi,27 yaitu asas yang menegaskan bahwadalam tiap perwalian hanya terdapat seorang wali. Pengecualiandari asas ini adalah:

a. jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yanghidup paling lama, maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadiwali serta/wali peserta.28

b. jika sampai ditunjuk pelaksana pengurusan yang mengurusbarang-barang dari anak di bawah umur di luar Indonesia.29

23 Pasal 27 BW dan Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan24 Pasal 28 KUHPerdata dan Pasal 6 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan25 Pasal 119 KUHPerdata26 Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan27 Pasal 351 KUHPerdata28 Pasal 351 KUHPerdata29 Pasal 361 KUHPerdata

Page 28: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

17

6. Asas prinsip calon suami istri harus telah matang jiwa raganya.30

7. Asas monogami terbuka/poligami terbatas, asas yang mengandungmakna bahwa seorang suami dapat beristri lebih dari seorangdengan izin dari pengadilan setelah mendapat izin dari istrinyadengan dipenuhinya syarat-syarat yang ketat.31

8. Asas perkawinan agama, asas yang mengandung makna, suatuperkawinan hanya sah apabila dilaksanakan sesuai dengan hukumagama dan kepercayaannya masing-masing.32

9. Asas perkawinan sipil, asas yang mengandung makna bahwaperkawinan adalah sah apabila dilaksanakan dan dicatat oleh pegawaipencatat sipil (Kantor Catatan Sipil), perkawinan secara agamabelum berakibat sahnya suatu perkawinan.33

Pemahaman terhadap sejumlah asas hukum kekeluargaan tersebutdi atas, kiranya dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan hukumkeluarga, khususnya dalam hukum perkawinan. Di tengah-tengahpergaulan masyarakat banyak orang yang belum memahami asas-asas yang tercantum dalam hukum keluarga, hal itu antara lain dapatdilihat banyaknya terjadi kasus-kasus perkawinan di bawah umurdan perkawinan poligami tanpa izin istri, poligami tanpa izin dapatberakibat istri tidak diakui sebagai istri sah dan sebagainya. Akibatmenonjolnya perkawinan di bawah umur adalah tingginya angkaperceraian. Semakin tinggi angka perceraian semakin banyak wanitamenjadi janda, akibatnya anak-anak mereka tidak terurus denganbaik. Oleh karena itu, diharapkan kiranya asas-asas dalam hukumkeluarga dapat disosialisasikan dalam masyarakat sehingga hak-hakwanita dan anak-anak akan lebih terjamin.

30 Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.31 Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 4 dan 5 UU No.1 Tahun 1974.32 Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974.33 Pasal 26 BW.

Page 29: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

18

C. Hak dan Kewajiban Suami dan Istri Dalam HukumKekeluargaan

Aristoteles, seorang filsuf Yunani terkemuka pernah berkata bahwamanusia itu adalah “Zoon Politikon” yaitu selalu mencari manusialainnya untuk hidup bersama dan kemudian berorganisasi.34 Ternyatahidup bersama merupakan sunnatullah dan menjadi gejala yang sudahmelekat pada setiap manusia yang normal. Hanya bagi orang-orangyang kurang normal atau manusia-manusia yang memiliki kelainan-kelainan jiwa yang biasanya hidup dengan cara mengasingkan dariorang lain. Dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulaidengan adanya keluarga.

Para antropologi/sosiolog perkembangan fungsi keluarga dalammasyarakat berbeda-beda dari abad-ke abad dengan berbagai variasinya,namun demikian para ahli tersebut juga memiliki persamaan-persamaanpandangan bahwa “Keluarga itu memiliki peranan yang penting dalammasyarakat dan memiliki sifat yang universal”. Dalam konteks itu,adalah wajar kalau keluarga merupakan gejala kehidupan umat manusiayang terpenting yang mula pertamanya dibentuk oleh paling tidak seoranglaki-laki, dan seorang perempuan beserta anak-anaknya.35 Lahirnyakeluarga semacam itu, para ahli berpendapat bahwa keluarga ituterbentuk karena adanya perkawinan.36 Apakah yang dimaksud denganperkawinan. Kita sering membaca kata “nikah”, kata ini berasal daribahasa Arab nikaahun yang merupakan masdar atau kata asal darikata kerja nakaha. Sinonimnya tazawwaja kemudian kata iniditerjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi perkawinan.

Di dalam kitab-kitab klasik, pembicaraan mengenai perkawinandimasukkan dalam suatu bab tersendiri yang sering disebut munakahat,yakni suatu bagian tersendiri dari ilmu figh yang khusus membahasmengenai perkawinan. Kata munakahat mengandung interaksi duapelaku atau lebih, sebab perkawinan memang tidak pernah terjadi

34 Lihat Lili Rasjidi, Lili Rasjidi, Hukum Perkawinamn dan Perceraian di Malaysia danIndonesia,, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 135 Ibid, hlm. 236 Ibid, hlm. 3

Page 30: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

19

dengan pelaku tunggal, selalu melibatkan pasangan dua jenis yangberlainan kelamin (laki-laki dan perempuan). Dalam ilmu figh, nikahberarti suatu akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan melakukanhubungan seksual dengan memakai kata-kata nikah atau tazawij.Pengertian seperti ini terlihat sangat kaku dan sempit kalau diartikanhanya sebagai perjanjian legalisasi hubungan seksual antara seoranglaki-laki dan seorang perempuan yang pada awalnya dilarang. Seakan-akan hakikat perkawinan itu hanya pelampiasan nafsu syahwat saja,pada hal tidaklah demikian. Oleh karena itu ulama mutaakhirin berupayamenghilangkan kesan seperti itu dengan cara memberikan penjelasanmengenai arti nikah, sekaligus menempatkan perkawinan sebagai sesuatuyang mempunyai kedudukan yang mulia dan terhormat. “Nikah adalahsuatu akad yang menyebabkan kebolehan bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling menolong dan saling mencintaidi antara keduanya serta menentukan batas-batas hak dan kewajibandi antara keduanya”.

Jadi perkawinan adalah perjanjian hidup bersama antara dua jeniskelamin yang berlainan untuk membangun kehidupan rumah tangga.Menurut hukum Islam “Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batinantara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersamadalam suatu rumah tangga dan untuk berketurunan yang dilaksanakansesuai dengan ketentuan hukum syari’at Islam”.37 Di dalam Undang-undang Perkawinan disebutkan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahirbatin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istridengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkanKetuhanan Yang Maha Esa”.38

Dari pengertian tersebut di atas, tampak bahwa esensi perkawinantidak hanya semata-mata kepada masalah biologis semata, melainkanadanya suatu hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat sehinggatercipta pergaulan yang harmonis yang diliputi oleh rasa saling mencintai,

37 Zahry Hamid, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam,, Cet. Pertama, (Yogyakarta:Binacipta, 1978), hlm. 138 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Page 31: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

20

saling menyayangi dan saling membantu menuju cita-cita bersama.Sejak perjanjian berlangsung melalui akad kedua belah pihak telahterikat dan sejak itulah mereka mempunyai hak dan kewajiban yangtidak mereka miliki sebelumnya.

Pada zaman jahiliyah dahulu, hak-hak wanita hampir-hampir tidakada dan yang tampak hanyalah kewajiban-kewajiban. Hal itu terjadikarena status wanita pada saat itu dianggap sangat rendah. Pandanganitu kemungkinan terjadi karena disebabkan oleh situasi dan kondisiketika itu yang memerlukan kekuatan fisik untuk mempertahankanhidup. Pada saat itu kehidupan manusia bergantung pada pemberianalam sehingga mereka saling mendahului untuk mencapai kebutuhannya.Ketika kebutuhannya telah habis mereka mencari dan berpindah ketempat lain. Kehidupan seperti itu sangat memerlukan kekuatan fisikdan ketangkasan sebab tidak jarang menimbulkan bentrokan fisik dalammemperebutkan sumber penghidupan seperti; lahan, makanan dan air.Untuk mendapatkan sumber penghidupan seperti itu sangat memerlukanfisik, sedangkan perempuan dianggap mempunyai fisik yang lemah.Karena itu, ia tidak dapat berbuat banyak dalam melawan arus kehidupanyang serba keras. Hal ini yang melahirkan pandangan negatif terhadapperempuan. Perempuan baru teringat pada saat kebutuhan biologisseksual diperlukan Dalam sejarah kemanusiaan sering kita baca, betapahal itu memang terjadi dan mejadi kenyataan sejarah. Pemilikanperempuan oleh raja-raja pada zaman dahulu mengarah kepada asumsitadi bahwa perempuan hanya berfungsi sebagai simbol pemuas seksualkaum laki-laki. Apakah hal itu masih terjadi pada era modern saat ini.Boleh jadi masih ada, namun mungkin saja dalam bentuk dan formatyang berbeda.

Ketika Islam datang, mengubah pandangan dan praktik-praktikketimpangan tersebut dengan mendudukkan perempuan pada tempatyang layak dan terhormat seperti halnya manusia pada umumnya.Dari segi moral, Islam menganugerahkan perempuan, persamaan hakdalam berbagai bidang kehidupan sebagaimana apa yang dimiliki olehkaum laki-laki. Karena itu, sejak berlangsungnya perjanjian melaluiaqad kedua belah pihak terikat, dan pada saat yang sama pula kedunyamempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sebelumnya tidak

Page 32: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

21

memilikinya. Sesungguhnya hak dan kewajiban suami-istri, adalah hakdan kewajiban yang timbul dengan adanya perkawinan antara mereka.39

Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, demikian jugadalam Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang KompilasiHukum Islam, telah diatur secara jelas mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban suami-istri. Adapun hak-hak dan kewajiban yang diaturdalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah:

1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumahtangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.40

2. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukansuami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalammasyarakat.41

3. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.42

4. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.43

5. Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.44

6. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal iniditentukan oleh suami-istri bersama.45

7. Suami-istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setiadan memberi bantuan lahir batin yang satu dengan yang lain.46

8. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatukeperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.47

9. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.48

39 Pasal 32-36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan40 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan41 Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lembaran,Negara Republik Indonesia tahun 1974 Nomor 1.42 Pasal 31 ayat (2), Ibid.,43 Pasal 31 ayat (3), Ibid.,44 Pasal 31 ayat (4), Ibid.,45 Pasal 32 ayat (1), Ibid.,46 Pasal 33 Ibid.,47 Pasal 34 ayat (1), Ibid.,48 Pasal 31 ayat (2), Ibid.,

Page 33: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

22

10. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapatmengajukan gugatan kepada Pengadilan.49

Di dalam Instrukasi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 mengenaiKompilasi Hukum Islam (KHI) juga diatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban, sebagaimana juga yang diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di atas, ada kewajiban umum danada kewajiban khusus, baik suami maupun istri.

Kewajiban umum antara suami-istri adalah sebagai berikut:

1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumahtangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah yang menjadisendi dasar dari susunan masyarakat;

2. Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia danmemberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain;

3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memeliharaanak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohanimaupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya;

4. Suami-istri wajib memelihara kehormatannya;

5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapatmengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama;

6. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap;

7. Rumah kediaman tersebut, ditentukan oleh suami istri bersama.50

Kewajiban suami kepada istri:

Di dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentangKompilasi Hukum Islam disebutkan beberapa kewajiban khusus suamikepada istri:

a. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya,akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama;

49 Pasal 31 ayat (3), Ibid.,50 Pasal 77 ayat (1) s.d. ayat (5) dan Pasal 78 ayat (1), (2) Instrukasi Presiden RI No.1Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Page 34: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

23

b. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatukeperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya;

c. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya danmemberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna danbermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa;

d. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:

1. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi si istri;

2. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatanbagi istri dan anak;

3. biaya pendidikan bagi anak;

e. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4)huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurnadari istrinya;

f. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinyasebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas;

g. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud pada ayat (5) gugurapabila istri nusyuz.51

Selain itu, suami juga mempunyai kewajiban untuk menyediakantempat kediaman untuk istri dan anak-anaknya. Di dalam KompilasiHukum Islam ditegaskan52 bahwa:

1. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam iddah;

2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istriselama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atauiddah wafat;

3. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman

51 Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991.52 Pasal 81 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991.

Page 35: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

24

dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempatmenyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengaturalat-alat rumah tangga;

4. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengankemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungantempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tanggamaupun sarana penunjang lainnya.

Mengenai suami yang beristri lebih dari 1 (satu) orang, juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.53

1. Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajibanmemberikan tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masingistri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah keluargayang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika ada perjanjianperkawinan;

2. Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkanistrinya dalam satu tempat kediaman.

Kewajiban istri kepada suami:

Di dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentangKompilasi Hukum Islam disebutkan beberapa kewajiban istri kepadasuami:

a. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batinkepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukumIslam;

b. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tanggasehari-hari dengan sebaik-baiknya.54

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan juga beberapakewajiban bagi istri yang dianggap nusyuz.55

53 Pasal 82 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 199154 Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam.55 Pasal 84 Kompilasi Hukum Islam.

Page 36: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

25

a. Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakankewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat(1) kecuali dengan alasan yang sah.

b. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinyatersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlakukecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.

c. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembalisesudah istri tidak nusyuz.

d. Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkanatas bukti yang sah.

Lili Rasjidi dalam bukunya, juga membagi hak dan kewajibansuami-istri, dalam dua kategori. Ada kewajiban umum (antara suami-istri) dan ada kewajiban khusus baik suami maupun istri. Menurutnya,kewajiban umum di antara keduanya adalah:

a. Kedua pihak hendaknya saling hormat menghormati, sopan santundan penuh pengertian;

b. Memelihara kepercayaan dan tidak membuka rahasia masing-masing walaupun pada saat ada kericuhan;

c. Masing-masing harus sabar atas kekurangan dan kelemahan yangada pada tiap-tiap manusia, sehingga tidak cepat-cepat marah,akan tetapi menunggu dengan tenang untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan hingga dapat diakhiri dengan kebijaksanaan danpertimbangan;

d. Jangan cemburu tanpa alasan, juga tidak mendengar hasutan orang.Segala sesuatu, usul/periksa terlebih dahulu;

e. Menjauhi bibit-bibit percekcokan sehingga tidak terjadi perselisihan-persilisihan yang tidak diinginkan, dan jika terjadi juga perselisihan,hadapilah dengan keadaan tenang;

f. Rela berkorban untuk kepentingan suami-istri dan saling menghormatikeluarga masing-masing;

g. Akhirnya kedua belah pihak harus berusaha menjadikan rumah

Page 37: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

26

tangganya sebagai muara yang aman dan pelabuhan yang damai,tempat peristirahatan yang teduh untuk seluruh anggota keluarga,baik pada waktu suka maupun dalam keadaan duka, bersendikantawakal dan iman kepada Allah swt dan syukur atas nikmatnya.56

Sedangkan yang termasuk dalam kategori Kewajiban khusus bagiistri kepada suaminya adalah:

a. Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatankeluarga;

b. Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas tidakmenyimpang dari ajaran agama;

c. Menyenangkan dan berbakti kepada suami dengan tulus ikhlas,sedapat-dapatnya selalu bermuka jernih dan manis;

d. Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit,serta mencukupkan nafkah yang diberikan suami dengan kekuatandan kemampuannya, hormat, cermat dan bijaksana;

e. Tidak mempersulit dan memberatkan suami akan tetapi bersikapridha dan syukur. Istri utama ialah yang dapat mengetahui kemauansuami sebelum dikatakan suami, jika terlihat tanda-tanda suamidalam kesusahan;

f. Memelihara diri serta menjaga kehormatan dan harta benda suami,baik di hadapan atau di belakangnya;

g. Memupuk rasa kasih sayang dan tidak bertingkah laku yangdapat mendorong suami berbuat salah;

h. Memelihara dan mendidik anak sebagai amanat Allah dan nikmatnyayang tak ternilai;

i. Mengatur dan mengurus rumah tangga dan menjadikannya rumahtangga Islam yang bahagia dunia dan akhirat;57

j. Istri adalah ibu rumah tangga.58

56 Lili Rasjidi, Hukum Perkawinamn dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung:Alumni, 1982), hlm. 187.57 Ibid, hlm. 188.58 Pasal 79 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.

Page 38: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

27

Adapun kewajiban kewajiban khusus suami kepada istri, menurutLili Rasjidi adalah sebagai berikut:

a. Jadilah seorang suami yang baik membimbing dan memimpin keluagalahir batin;

b. Memberi nafkah keluarga menurut kemampuan;

c. Hormat dan sopan santun, apa lagi istri dalam keadaan kesulitan;

d. Membantu istri dalam tugas sehari-hari terutama dalam memeliharadan mendidik anak-anak;

e. Sabar akan kekurangan-kekurangan istri dan berusaha menambahdan memperbaiki serta mempertinggikan kecerdasan;

f. Memberi kebebasan untuk berfikir dan bertindak sesuai denganajaran agama, tidak mempersulit dan menyiksa pikiran, apa lagimendorongnya untuk berbuat salah;

g. Penuh pengertian, disiplin dan berwibawa berdasarkan kasih sayangdan cinta kasih;

h. Berusaha dan membantu istri untuk menciptakan suasana yangdamai dan kerukunan keluarga, demi kesejahteraan dan kebahagiaanhidup dunia dan akhirat;

i. Hormat dan sopan terhadap keluarga istri;

j. Dapat mengatasi keadaan dan mencari penyelesaian yang bijaksanajika terjadi perselisihan;

k. Sabar, jujur dan memelihara kepercayaan serta dapat menyenangkanistri dengan cara yang halal;

l. Jadilah suami yang baik dan simpatik pasti engkau akan mendapatistri yang baik dan menarik.59

Tentang hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 diatur di dalam pasal 45s.d. 49. Pembahasan mengenai ini erat kaitannya dengan kekuasaanorang tua yang akan dibahas dalam BAB III untuk itu, Pembahasantentang hal ini menunjuk pada BAB III.

59 Ibid, hlm. 189.

Page 39: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

28

Page 40: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

29

BAB III

KEKUASAAN ORANG TUA

I. DI INDONESIA

A. Pengertian Kekuasaan Orang Tua

Tidak ada definisi baik di dalam KUHPerdata (BW),UU No. 1 Tahun 1974, Hukum Adat, Kompilasi HukumIslam (KHI), maupun di dalam ketentuan-ketentuan perundang-undangan lain yang belaku di Indonesia, tentang apa yangdiartikan dengan Kekuasaan Orang Tua.

Menurut Subekti,60 seorang anak yang sah sampai padawaktu ia mencapai usia dewasa atau kawin, berada di bawahkekuasaan orang tuanya (onderlijke mach) selama kedua orangtua terikat dalam tali perkawinan. Dengan demikian kekuasaanorang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak daripengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadidewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan kedua orangtuanya dihapuskan. Dari hal tersebut di atas terlihat bahwalahirnya kekuasaan orang tua itu adalah karena telah dilakukanperkawinan kedua orang tua secara sah. Selanjutnya dikatakanoleh Subekti kekuasaan orang tua terutama berisi kewajibanuntuk mendidik dan memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputipemberian nafkah, pakaian dan perumahan.

Wirjono Prodjodikoro, untuk kekuasaan orang tua inimemakai istilah “penguasaan anak”.61 Seorang anak yangbelum dewasa, berada dalam penguasaan orang tua dan tidakdapat melakukan perbuatan hukum dalam masyarakat.

60 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet XXIV, Jakarta: Intermasa, 1992, hlm.51.61 Wirjono Prodjodikoro R. Hukum Perkawinan Di Indonesia, Cet 9 (Bandung: SumurBandung), hlm. 83

Page 41: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

30

Penguasaan orang tua ini mengandung kewajiban orang tuauntuk memelihara dan mendidik si anak.62

KUHPerdata menyediakan satu Bab khusus yang mengatur masalah:Kekuasaan Orang Tua”, yaitu dalam Bab Keempat Belas, Buku Ipasal 298 s.d. pasal 329.

Berbeda dengan KUHPerdata, dalam UU Perkawinan tidak adaBab tersendiri untuk masalah ini, tetapi ketentuan yang terkait denganhal ini dapat dilihat dalam Bab X UU Perkawinan, yang berjudul “Hakdan Kewajiban Antara Orang Tua dan Anak”, yang mencakup Pasal45 sampai dengan Pasal 49. Di samping itu ketetuan dalam Pasal 41UU Perkawinan, yang memuat aturan mengenai akibat putusnyaperkawinan karena perceraian, juga mempunyai muatan ketentuantentang kekuasaan orang tua. Untuk kekuasaan orang tua ini Undang-Undang Perkawinan memakai istilah “pemeliharaan anak” dan“penguasaan anak” sebagaimana tercantum dalam pasal 41.

Hukum Islam memakai istilah hadhonah juga dengan tujuan untukmengasuh dan memelihara anak di bawah umur.

Kompilasi Hukum Islam untuk kekuasaan orang tua ini memakaiistilah “pemeliharaan anak” atau “hadhonah” yaitu kegiatanmengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampuberdiri sendiri.63 Tentang hadhonah ini di dalam KHI diatur dalampasal 105, 106, 156. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentangPerlindungan Anak, memakai istilah Kuasa Asuh dan dapat dibacadalam pasal 1 angka 11, 26, 30, 31 dan 32. Undang-Undang No. 7Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun2006, memakai istilah “penguasaan anak” sebagaimana tercantumdi dalam pasal 66 ayat (5) dan Pasal 86 ayat (1).

Di dalam Hukum Adat mengenai kekuasaan orang tua ini eratkaitannya dengan corak kekeluargaan dan perkawinan yang ada diIndonesia yaitu kebapakan, keibuan dan keibubapakan.

62 Untuk itu Prodjodikoro menunjuk pasal 104 BW: “Suami-istri dengan hanya melakukanperkawinan, telah saling mengikat diri untuk memelihara dan mendidik anak-anak mereka”.63 Kompilasi Hukum Islam, pasal 1 g.

Page 42: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

31

Dari ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata, kelima Pasal dalamUU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-UndangPerlindungan Anak, tidak diberikan penjelasan mengenai apa yangdimaksud dengan Kekuasaan Orang Tua. Jika diamati, maka dapatdisimpulkan bahwa kekuasan orang tua ini terkait dengan aspek-aspekyang berhubungan dengan pembagian peran ataupun tugas antarasuami istri dalam keluarga seperti yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat3 UU Perkawinan, serta Hak dan Kewajiban Antara Orang Tua danAnak sebagaimana tercantum di dalam Pasal 45 s.d. Pasal 49 UUPerkawinan.

Dilihat dari sejarah hukum, dengan mengacu kepada hukum Romawi(sistem hukum perdata di Indonesia dipengaruhi oleh hukum Romawiyang berpengaruh banyak terhadap hukum Perancis dan melalui hukumBelanda sampai ke Indonesia), anak-anak berada di bawah kekuasaanbapaknya. Semula kekuasaan bapak ini (patria potestas) tidak terbatasdan bahkan menurut hukum Romawi dahulu dapat dikatakan, hidupdan mati anak berada di dalam kekuasaan bapaknya. Lambat laundalam perkembangannya kekuasaan ini menjadi berkurang atau melemah,namun si ibu sama sekali tidak mempunyai kekuasaan atas anaknya.64

Sejak mulai diadakannya perundang-undangan yang memberikanperhatian terhadap kepentingan anak, maka kekuasaan bapak diubahmenjadi kekuasaan orang tua. Dalam proses selanjutnya, diaturkemungkinan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan atau dipecat atasdasar keputusan Hakim.65 Kekuasaan bagi orang tua terhadap anak-anak perlu ditetapkan, agar mereka dapat menjalankan dan memenuhikewajibannya terhadap anak-anak, yaitu kewajiban memelihara danmendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Jadi, pemberian kekuasaanorang tua ini tidak diberikan untuk kepentingan orang tua semata,melainkan untuk kepentingan si anak. Dengan kekuasan ini makadisamping adanya kewajiban yang harus dipenuhi dilihat dari sisiorang tua, namun pada sisi lain orang tua juga mempunyai hak-hak

64 Martiman Prodjohamidjoyo, hlm. 59.65 Undang-Undang Perkawinan memakai istilah “dicabut” kekuasaan orang tua terhadapanak (Pasal 49)

Page 43: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

32

terhadap anaknya. Sejalan dengan pemikiran ini, orang tua diberikanhak untuk “menghukum” dan “mengkoreksi” terhadap anak-anak mereka,jika anak-anak berkelakuan tidak baik.66

Mengenai batas umur seorang dikatakan anak (batas kedewasaan),di dalam BW diatur dalam pasal 330, yaitu sebelum si anak berumur21 (dua puluh satu) tahun. Namun di dalam perundang-undangan dewasaini, batas kedewasaan itu adalah 18 (delapan belas) tahun. Antara laindapat disebut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 1, KonvensiPBB tentang Hak Anak (yang telah diratifikasi oleh Indonesia denganKeppres No. 36 Tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990), Pasal 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 Angka5 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusiadan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan AnakPasal 1 angka 1.67 Hukum Adat tidak mengenal usia tertentu untukmengatakan seseorang belum atau sudah dewasa. Hal ini digantungkanpada keadaan, dalam mana dapat dilihat apakah seorang anak sudahmatang untuk bersetubuh dengan seorang dari jenis kelamin lain(geslachtstrijp) atau apakah seorang anak sudah cukup kuattenaganya untuk mencari nafkah sendiri secara menggarap sawahatau sebagainya. Biasanya ini terjadi pada usia lebih kurang 16 tahun.Di beberapa tempat di Jawa juga diambil sebagai ukuran, apakahseorang anak itu masih berdiam dengan orang tuanya atau sudahmencar ke luar.68

B. Kekuasaan Orang Tua Dalam Perkawinan

Seperti diuraikan di atas, kekuasan orang tua itu lahir sebagaiakibat dari terjadinya suatu perkawinan yang sah. Tidak ada definisidi dalam BW tentang apa itu perkawinan.

66 Martiman, loc.cit67 Zulfa Djoko Basuki, Dampak Perkawinan Campuran Terhadap Pemeliharaan Anak,Child Custody, Tinjauan Dari Segi Hukum Perdata Internasional, Yarsif Watampone,Jakarta: 2003, hlm. 48-49. Tentang batas kedewasaan adalah 18 tahun sejak berlakunyaUndang-Undang No. 1/1974, disetujui pula oleh Subekti. Subekti op.cit. hlm. 56.68 Prodjodikoro, op.cit hlm. 82

Page 44: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

33

Subekti69 menyatakan, perkawinan adalah pertalian yang sah antaraseorang laki-laki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.Definisi tentang perkawinan dapat dijumpai dalam UU No.1 Tahun1974 yang tercantum dalam pasal 1. Perkawinan ialah ikatan lahirbatin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuanmembentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkanKetuhanan Yang Maha Esa.

B. 1. Menurut KUH Perdata (BW)

Seperti diuraikan di atas, kekuasaan orang tua di dalam BWdiatur dalam pasal 298-329

Tidak ada definisi dalam KUHPerdata apa yang dimaksud dengankekuasaan orang tua, meskipun ada bab khusus yang mengaturhal ini, yaitu Bab Keempat Belas. Dalam KUHPerdata kekuasaanorang tua tidak hanya berkaitan dengan diri pribadi si anak,tetapi juga meliputi harta benda atau kekayaan si anak.

Kekuasaan orang tua terhadap diri pribadi anak diatur dalamPasal 298 sampai dengan Pasal 306.

Pasal 298 dan 301 KUHPerdata mengatur sebagai berikut:

“Setiap anak berapapun juga umurnya, wajib menghormatidan menghargai orang tuanya. Orang tua wajib memeliharadan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur.Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidakmembebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjanganmenurut besarnya pendapatan mereka guna membiayaipemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka”. Kewajibanitu masih tetap ada dan untuk keperluan pendidikan danpemeliharaan anak mereka yang belum dewasa diharuskantiap minggu, tiap bulan atau tiap tiga bulan sekali menyampaikanuang tunjangan nafkah kepada wali atau dewan perwaliansejumlah yang ditetapkan oleh pengadilan.

69 Subekti. Ibid. hlm. 23

Page 45: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

34

Karena itu apabila kelakuan si anak di luar batas, maka orangtua atau Dewan Perwalian dapat mengajukan permohonan kepadapengadilan agar si anak diletakkan di bawah lembaga negara atauswasta yang bergerak dalam pendidikan anak nakal. Syaratnyaadalah sebagai berikut:70

- segala biaya penampungan dipikul oleh pemegang kekuasaanorang tua;

- anak yang berumur di bawah empat belas tahun hanya bolehditampung paling lama enam bulan;

- anak yang berumur di atas empat belas tahun diperkenankansampai batas waktu satu tahun lamanya;

- penampungan itu dilakukan benar-benar demi kepentingananak itu sendiri.

Penghentian penampungan hanya dapat dilakukan denganpenetapan menteri kehakiman dengan menyebutkan alasan-alasanmengapa penampungan tidak mungkin dilanjutkan.

Selanjutnya dalam Pasal 299 KUHPerdata ditentukan:

“Selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasatetap berada dalam kekuasaan mereka, sejauh mereka tidakdilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu.71

Pemecatan kekuasaan orang tua ini dapat dilakukan dengan salahsatu dari 5 alasan yang berikut:72

70 Rasjidi, op.cit. hlm. 13271 Perbedaan antara pelepasan dan pemecatan/pencabutan (kekuasaan orang tua) adalah:

a. orang tua yang akan dilepaskan kekuasaan orang tua tersebut tidak pelepasan/penghentian kekuasaan orang tua tidak dapat dilakukan apabila menyetujuinya;

b. pemecatan, berakibat hilangnya hak orang tua atas penghasilan barang-barangkepunyaan si anak; pelepasan/penghentian tidak berakibat demikian terhadap anak-anak yang belum dewasa (lihat pasal 31‘1 ayat 2 BW). Untuk jelasnya baca,Prodjodikoro, Ibid hlm. 92.

72 Zulfa Djoko Basuki, op.cit hlm. 22, dengan mengutip, Projodikoro, Ibid hlm 91-92.Lihat pula Rasjidi, Ibid. hlm.133.

Page 46: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

35

1. Menggunakan kekuasaan orang tua secara melampaui bataskepantasan atau melalaikan sangat kewajiban memelihara danmendidik anak;

2. Tingkah laku jelek (sangat buruk);

3. Dihukum pidana perihal suatu kejahatan yang dilakukanbersama-sama dengan si anak;

4. Dihukum pidana perihal suatu kejahatan yang termuat dalamTitel-titel 13, 14, 15, 18, 19 dan 20 dari Kitab Undang-UndangHukum Pidana, dilakukan terhadap si anak (kejahatan-kejahatanmengenai kedudukan seorang dalam Hukum Perdata, tatasusila, membiarkan orang yang membutuhkan pertolongan,penculikan, pembunuhan dan penganiayaan);

5. Dihukum dengan hukuman penjara selama dua tahun ataulebih.

Penghentian atau pencabutan ini dapat dilakukan oleh PengadilanNegeri yaitu penghentian atas permintaan majelis perwalian(voogdijraad), pemecatan atas permintaan orang tua yang lain,seorang keluarga dari si anak sampai derajat keempat dan majelisperwalian, dan dua-duanya dapat dilakukan atas tuntutan Kejaksaan.(Baca KUHPerd. Pasal 319a s.d. 319m).

Dalam pemutusan/pemecatan kekuasaan orang tua ini faktor ataualasan utama yang menjadi pertimbangan hakim ialah kepentinganterbaik si anak. Meskipun terjadi pemecatan, akan tetapi kekuasaanorang tua tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan tata carayang tercantum dalam pasal-pasal tersebut di atas.

Pelaksanaan lebih lanjut dari kekuasaan orang tua ini ditentukandalam Pasal 300 KUHPerdata:

“Kecuali jika terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlakuketentuan-ketentuan mengenai pisah meja dan ranjang, si ayahsendiri yang melakukan kekuasaan itu.

Bila si ayah dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukankekuasaan orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh si ibu,kecuali dalam hal adanya pisah meja dan ranjang.

Page 47: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

36

Bila si ibu ini juga tidak dapat atau tidak berwenang, makaoleh pengadilan negeri diangkat seorang wali sesuai denganPasal 359".

Dari pasal-pasal ini dapat disimpulkan bahwa orang tua wajibmemelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawahumur.

Selama perkawinan orang tuanya berlangsung, seorang anaksah berada di bawah kekuasaan kedua orang tuanya (ouderlijkemacht) mulai sejak lahirnya dan berakhir pada waktu anak itudewasa yaitu berusia 21 (duapuluh satu) tahun atau sudah menikahtetapi belum berumur 21 (duapuluh satu) tahun (Pasal 330KUHPerdata) atau pada waktu kedua orang tua tersebut dilepaskanatau dipecat dari kekuasaanya itu. (Pasal 299 KUHPerdata).Kekuasaan orang tua juga berakhir jika perkawinan kedua orangtua berakhir karena perceraian, baik cerai hidup maupun ceraimati dan berubah menjadi “perwalian”. Jika perkawinan diputusoleh Hakim, dalam hal cerai hidup, harus pula diatur perwalianterhadap anak-anak yang masih di bawah umur. Kepada siapaperwalian akan diberikan, kepada ibu atau ayah tergantung daripandangan hakim siapa di antara keduanya dianggap paling cakapdengan mengingat kepentingan anak. Penetapan wali ini dapatditinjau kembali oleh hakim atas permintaan ayah atau ibu berdasarkanperubahan keadaan.73 Dalam hal salah seorang orang tua meninggaldunia maka kekuasaan orang tua dengan sendirinya jatuh ke tanganorang tua yang masih hidup, kecuali kekuasaannya dicabut.

Dari hal-hal tersebut Wahyono Darmabrata,74 menyimpulkan,kekuasaan orang tua menurut KUHPerdata bersifat kolektif, yaituada pada ayah dan ibu, dan ada selama perkawinan berlangsung,serta selama orang tua tidak dibebaskan dan dipecat dari kekuasaanorang tua atas anak yang masih di bawah umur (Pasal 298 danPasal 299 KUHPerdata).

73 Subekti , ibid hlm. 44.

Page 48: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

37

Sedangkan menurut Subekti,75 kekuasaan orang tua dimilikioleh kedua orang tua bersama, tetapi lazimnya dilakukan oleh siayah. Jika si ayah berada di luar kemungkinan melakukan kekuasaanitu yang melakukan kekuasaan adalah si ibu.76 Kemungkinan yangdimaksud dijelaskan oleh Subekti, misalnya dalam hal-hal jika siayah sedang sakit ingatan, sakit keras atau bepergian dengantidak ada ketentuan nasibnya atau berada di bawah pengampuan(curatele). Hal ini adalah sejalan dengan yang ditentukan dalamPasal 300 KUHPerdata.

Kekuasaan orang tua juga berlaku terhadap harta benda ataukekayaan anak sebagaimana diatur antara lain dalam Pasal 307,Pasal 308, Pasal 309 dan Pasal 311, yang pada intinya memberikanperlindungan terhadap harta benda atau kekayaan yang menjadihak anak yang berada di bawah umur. Hal ini disebabkan karenapada umumnya seorang anak yang masih di bawah umur tidakcakap untuk bertindak sendiri. Karena itu ia harus diwakili olehorang tuanya.

Pasal 307 ayat 1 KUHPerdata:

“Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Pasal237 dan ayat terakhir Pasal 319e, setiap pemangku kekuasaanorang tua terhadap seorang anak belum dewasa, harusmengurus harta kekayaan anak itu”.

Pasal 308 ayat 1 KUHPerdata:

“Barangsiapa karena kekuasaan orang tua yang ada padanya,berwajib mengurus harta kekayaan anak-anaknya, harusbertanggung jawab, baik atas kemilikan harta kekayaan tadi,maupun atas segala hasil dari barang-barang, yang mana iadiperbolehkan menikmatinya”.

Pembatasan terhadap kekuasaan orang tua atas harta si anakdiatur dalam Pasal 309 KUHPerdata, yang menentukan bahwa

74 Wahjono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No.1 Tahun 1974, TentangPerkawinan Beserta Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaannya.75 Subekti, op.cit hlm 51

Page 49: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

38

pemegang kekuasaan orang tua tidak boleh memindahtangankanharta kekayaan si anak, selain dengan memperhatikan Pasal 393yaitu dengan izin Pengadilan Negeri.

Selanjutnya Pasal 311 ayat 1 dan 2 KUHPerdata menentukan:

“Setiap bapak atau ibu yang memangku kekuasaan orang tuaatau menjadi wali, berhak menikmati hasil harta kekayaananak-anaknya yang belum dewasa.

Apabila baik si bapak, maupun si ibu di bebaskan dari kekuasaanorang tua atau dari perwalian, maka kedua merekalah yang berhakuntuk menikmati hasil-hasil tersebut”.

Seperti diuraikan di atas, hilangnya kekuasaan orang tua menurutKUHPerdata menimbulkan kekuasaan wali. Menurut Pasal 330ayat 3, anak-anak yang belum dewasa dan tidak berada di bawahkekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian. Kehilangankekuasan orang tua sebagai akibat perceraian tidak membebaskanmereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnyapendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dana pendidikananak. Pasal 301 KUHPerdata menetapkan bahwa orang tua,meskipun mereka itu tidak mempunyai kekuasaan orang tua (karenatelah terjadi perceraian), wajib memberi tunjangan bagi pemeliharaandan penghidupan anak-anak mereka.

B.2. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Sebagaimana telah disampaikan, tidak ada bab khusus dalamUU Perkawinan, dan juga tidak banyak uraian yang diberikandalam UU Perkawinan tentang apa yang dimaksud dengankekuasaan orang tua, selain dari pada ketentuan bahwa kekuasaanorang tua terutama berkaitan dengan kewajiban dari orang tuauntuk “memelihara” dan “mendidik” anak-anak mereka sebaik-baiknya, sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 45 UU

76 Zulfa Djoko Basuki, Dampak Putusnya Perkawinan Campuran Terhadap PemeliharaanAnak (Child Custody) Dan Permasalahannya Dewasa Ini (Tinjauan dari Segi HukumPerdata Internasional), cet.1, (Jakarta: Yarsif Watampone, April 2005), hlm., 2

Page 50: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

39

Perkawinan. Selain itu ditentukan pula bahwa kewajiban ini berlakusampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Meskipunperkawinan kedua orang tuanya putus, kewajiban ini berlaku terus.

Pengaturan mengenai kewajiban pemeliharaan anak ini dapatdibaca pula dalam Pasal 41 kendatipun pasal ini berkaitan denganakibat putusnya perkawinan karena perceraian. Dalam Pasal inijelas bahwa:

a. Kewajiban “pemeliharaan” dan pendidikan anak ada padaorang tua, dan kewajiban ini tetap berlangsung semata-matauntuk kepentingan anak, meskipun terjadi perceraian orangtuanya. “Penguasaan” atas anak ada pada orang tuanya.Jika ada perselisihan, akan diputuskan oleh Pengadilan (butir(a) Pasal 41).

b. Biaya pemeliharaan dan pendidikan menjadi tanggung jawabbapak, namun dengan keputusan pengadilan dapat ditentukanibu untuk ikut memikul biaya, jika dalam kenyataannya bapaktidak dapat memenuhi kewajibannya (butir (b) Pasal 41).

Di dalam UU Perkawinan, dengan putusnya perkawinan keduaorang tua, ada 2 (dua) masalah yang timbul, yaitu masalah“pemeliharaan anak” dan masalah “penguasaan anak”. Keduaistilah ini dipergunakan dalam Pasal 41 butir (a), yang mengaturtentang akibat putusnya perkawinan, yang berbunyi sebagai berikut:

“Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara danmendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingananak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya”.

Menurut Zulfa Djoko Basuki,77 pengertian “penguasaan anak”ini adalah sama dengan “pemeliharaan anak”. Rumusan dalampasal tersebut memungkinkan terjadinya pemeliharaan anak bersama(joint custody), selama tidak ada perselisihan di antara kedua

77 Zulfa Djoko Basuki, Ibid hlm.251-252

Page 51: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

40

orang tua. Dalam hal ada perselisihan, pemeliharaan anak hanyaakan diberikan kepada salah satu orang tua (sole custody). Tidakada pengaturan mengenai “hak kunjung” bagi orang tua bukanpemegang pemeliharaan anak.

Kekuasaan orang tua ditegaskan kembali dalam Pasal 47 ayat 1dengan perumusan sebagai berikut:

“Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahunatau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawahkekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut darikekuasaannya”.

Dengan demikian anak yang telah berusia 18 tahun ataulebih atau telah kawin sebelum batas usia tersebut dianggap telahdewasa dan karenanya tidak berada dalam kekuasaan orang tua.Kekuasaan orang tua ini mencakup tindakan mewakili anak tersebutmengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan (Pasal47 ayat 2 UU Perkawinan). Pemeliharaan meliputi pemberiannafkah, pakaian dan tempat tinggal.

Mengenai kekuasaan orang tua, Zulfa Djoko Basukiberpendapat meskipun tidak ada definisi dalam UU Perkawinan,namun dapat merujuk kepada Bab VII Pasal 41 dan Bab X Pasal45 sampai dengan Pasal 49.78 Hal ini sejalan dengan pendapatSubekti yang menyatakan bahwa kekuasaan orang tua itu berisikewajiban untuk mendidik dan memelihara anak.

Pembatasan dalam pelaksanaan kekuasaan orang tua ditetapkandalam pasal 48 UU Perkawinan, dimana orang tua tidakdiperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barangtetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapanbelas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan kecualiapabila kepentingan anak itu menghendakinya (Pasal 48 UUPerkawinan).

78 Wirjono Prodjodikoro, Ibid. hlm.83

Page 52: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

41

Menurut Pasal 49 UU Perkawinan, kekuasaan orang tua,baik salah seorang dari orang tua atau keduanya, dapat dicabutterhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu ataspermintaan (a) orang tua yang lain, (b) keluarga anak dalam garislurus ke atas dan (c) saudara kandung yang telah dewasa atau(d) pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan (Pasal49 ayat 1 UU Perkawinan). Alasan-alasan bagi pencabutan tersebutadalah dalam hal-hal: (i) sangat melalaikan kewajibannya terhadapanak, dan (ii) berkelakuan buruk sekali. Meskipun orang tua dicabutkekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberibiaya pemeliharaan terhadap anak tersebut (Pasal 49 ayat 2 UUPerkawinan).

Apabila kekuasaan orang tua dicabut, maka kekuasaan ituakan berpindah kepada wali.

Pasal 50 UU Perkawinan selanjutnya mengatur bahwa anakyang belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernahmelangsungkan perkawinan, dan tidak berada di bawah kekuasaanorang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Perwalian demikianini mencakup masalah pribadi anak maupun harta bendanya.

Pasal 51 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan, Wali dapatditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orangtua, sebelum ia meninggal, dengan surat wasiat atau dengan lisandi hadapan 2 (dua) orang saksi. Selanjutnya dikatakan wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yangsudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik(ayat (2). Ayat (3) menyatakan Wali wajib mengurus anak yangdi bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya, denganmenghormati agama dan kepercayaan anak itu. Kemudian ayat(4), Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatatsemua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anakitu. Selanjutnya ayat (5), wali bertanggung jawab tentang hartabenda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugianyang ditimbulkan karena kesalahan atau kelalaiannya. Ketentuanpasal 48 UU perkawinan berlaku pula bagi si Wali. Dengan demikian

Page 53: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

42

sesuai dengan ketentuan dalam pasal 48 UU Perkawinan, kecualikepentingan sang anak menghendaki, wali tidak diperbolehkanmemindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yangdimiliki si anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahunatau yang belum pernah melangsungkan perkawinan.

Seorang wali juga dapat dicabut kekuasaannya dalam hal iamelalaikan kewajibannya terhadap anak atau berkelakuan buruksekali, dan oleh pengadilan dapat ditunjuk orang lain sebagai wali,(Pasal 53). Perwalian juga berakhir jika (i) anak yang di bawahperwalian telah dewasa, (ii) anak itu meninggal dunia, atau (iii)wali meninggal dunia atau dipecat dari perwalian. Wali yangmengakibatkan kerugian terhadap harta benda si anak, atas tuntutansi anak atau keluarganya dapat dituntut ke pengadilan untukmembayar kerugian (Pasal 54).

Di samping pemeliharaan dan pendidikan terhadap anak-anakorang tua juga wajib memelihara harta benda anak-anaknya. Halini diatur dalam pasal 48 yang menyatakan, orang tua tidakdiperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barangyang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas)tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabilakepentingan anak itu menghendaki.

Akibat hukum kekuasaan orang tua terhadap anak-anakmereka, maka tiap-tiap anak wajib menghormati orang tua danmentaati kehendak mereka yang baik. Jika anak telah dewasa, iawajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluargadalam garis lurus ke atas, bila mereka memerlukan bantuannya(Pasal 46 ayat (1) dan (2).

B.3. Menurut Hukum Islam/Kompilasi Hukum Islam

Hukum Islam tentang penguasaan (kekuasaan) orang tua inimemperbedakan dua hal yaitu:79

79 Wirjojo Prodjodikoro, dengan mengutip Th.W.Juynboll dalam bukunya tentang HukumIslam: “Handleiding tot de kennis van de Mohamedaanse Wet volgens de leer der SjafeitischeSchool” cet.ke 4 (1930) hlm. 228 : Prodjodikoro, Ibid hlm. 83-84.

Page 54: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

43

a. hadhanah, memelihara orangnya si anak (person) yang belumdewasa, hal mana meliputi pemeliharaan badannya, pemberiantempat kediaman, pemberian pendidikan dan sebagainya;

b. wilayat al-mal, memelihara kekayaan si anak dan kepentingan-kepentingan si anak yang berhubungan dengan kekayaan itu.

Menurut Juynboll,80 hadhanah pada hakikatnya dilakukan olehkedua orang tua bersama, kecuali apabila perkawinan merekaterputus, dalam hal mana ibulah yang berkuasa sampai si anakmumayyiz artinya : sudah mempunyai daya memperbeda-bedakan(onderscheidensvermogen). Biasanya si anak dianggap mumayyizpada usia kira-kira 7 tahun.81 Kemudian si anak dapat memilihsendiri siapa dari kedua orang tua itu ia ingin mengikuti. Apabilaibunya sudah meninggal dunia, maka ia diganti oleh ibunya si ibu(neneknya - cat. penulis) dan kalau ia juga meninggal dunia, makaia diganti oleh ibunya lagi (ibu dari nenek - cat. penulis) Barukalau para leluhur dalam garis keibuan ini tidak ada, maka bapaknyasi anak berkuasa melakukan hadhanah, dan kalau bapak jugatelah meninggal dunia, maka ia diganti oleh ibunya (nenek daripihak bapak, - cat. penulis), kemudian oleh ibu dari ibunya (ibunyanenek dari pihak bapak -cat. penulis). Kalau mereka inipun sudahmeninggal dunia, maka hadhanah dilakukan oleh sanak-sanak saudarayang terdekat tali kekeluargaannya dengan si anak. Kalau dalamhal ini lebih dari seorang yang terdekat tali kekeluargaannya itu,maka seorang perempuan harus didahulukan. Apabila keduanyaadalah perempuan, maka harus diundi di antara mereka, siapayang akan melakukan hadhanah.

Sebaliknya wilayat al-mal, harus dilakukan oleh si bapak,dan kalau ini tidak ada, digantikan oleh bapaknya si bapak itu.Tetapi si bapak berkuasa untuk dalam wasiatnya menunjuk oranglain guna mengurus kekayaan si anak, dan dalam hal ini sebaiknya

80 Bandingkan Kompilasi Hukum Islam, pasal 105. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz,atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.81 Prodjodikoro, loc.cit

Page 55: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

44

si ibu yang ditunjuk. Kalau orang-orang ini semua tidak ada makakekayaan si anak diurus oleh pemerintah. Kekuasaan wilayat almal ini berlangsung sampai anak dapat dikatakan rasjid, yaitusudah mampu mengurus kekayaannnya sendiri. Seorang anakdianggap rasjid, apabila sudah baligh, yaitu berusia 15 tahun.Kalau masa itu sudah tiba, maka si wali harus menyerahkankekayaan kepada si anak sendiri, dengan disertai pertanggunganjawab. Apabila ada perselisihan, si bapak atau si kakek harusdipercayai, apabila berani mengangkat sumpah atas pertanggunganjawabnya. Bagi wali lain harus ada pembuktian seperti biasa.82

Dalam Kompilasi Hukum Islam tidak terdapat bab khususmengenai kekuasaan orang tua namun Bab XIV dengan judulPemeliharaan Anak (hadhanah) ada beberapa ketentuan mengenaikekuasaan orang tua. Dengan demikian dapat dikatakan bahwaKompilasi Hukum Islam untuk kekuasaan orang tua ini memakaiistilah “pemeliharaan anak” atau “hadhanah”. Tujuan utamapemeliharaan anak menurut Kompilasi Hukum Islam adalah untukmengasuh dan memelihara anak di bawah umur. Pasal 98 KompilasiHukum Islam bagi anak yang belum dewasa atau belum mampuberdiri sendiri dan sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisikmaupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan,maka orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segalaperbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. PengadilanAgama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampumenunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidakmampu. Bapak si anak bertanggung jawab atas semua biayapenyusuan si anak. Dalam hal bapak si anak telah meninggaldunia biaya penyusuan dapat dibebankan pada orang yangberkewajiban memberi nafkah kepada si bapak atau walinya.

Selanjutnya Kompilasi Hukum Islam mengatur pelaksanaankekuasaan orang tua bagi anak jika terjadi perceraian. Hal inidiatur dalam Pasal 105 sebagai berikut:

82 Zulfa Djoko Basuki, op.cit. hlm. 25-28

Page 56: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

45

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur12 (dua belas) tahun adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepadaanak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagaipemegang hak pemeliharaan;

c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Selanjutnya pasal 156 Kompilasi Hukum Islam menyatakan,akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanahdari ibunya kecuali bila ibunya telah meninggal dunia. Makakedudukannya digantikan oleh:

(1) perempuan-permpuan dalam garis lurus dari ibu;

(2) ayah;

(3) perempuan-perempuan dalam garis lurus ke atas dariayah;

(4) saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

(5) perempuan-perempuan kerabat sedarah menurut garissamping dari ibu;

(6) perempuan-perempuan kerabat sedarah menurut garissamping dari ayah;

b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untukmendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya;

c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjaminkeselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkahdan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabatyang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkanhak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hakhadhanah pula;

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggunganayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampaianak itu dewasa dan dapat berdiri sendiri (21 tahun);

Page 57: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

46

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkahanak, Pengadilan Agama memberi putusannya berdasarkanhuruf (a), (b), (c), dan (d);

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnyamenetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikananak-anak yang tidak turut padanya.

Pemeliharaan anak menurut prinsip dalam Hukum Islammerupakan salah satu bentuk perwalian yang terutama dimilikioleh ibu dan selanjutnya diteruskan pada garis perempuan yangmempunyai kemampuan dan bersedia menerimanya. Bagi anakyang sudah mumayyiz penetapan pemeliharaan anak diserahkankepada si anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagaipemegang hak pemeliharaannya. Biaya pemeliharaan ditanggungoleh ayahnya (Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam).

B.4. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

Dalam UU Perlindungan Anak istilah yang dipakai untuk kekuasaanorang tua ini adalah Kuasa Asuh.

Pasal 1 angka 11 menyatakan, Kuasa asuh adalah kekuasaanorang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina,melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agamayang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

Kekuasaan orang tua dengan judul Kuasa Asuh terdapat didalam Bab VI.

Dengan demikian terlihat di dalam UU ini orang tuaberkewajiban dan bertanggung jawab untuk (i) mengasuh,memelihara, mendidik dan melindungi anak, (ii) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnyadengan memperhatikan agama yang dianutnya. Dalam hal orangtua melalaikan kewajibannya, terhadapnya dapat dilakukan tindakanpengawasan atau Kuasa Asuh orang tua dapat dicabut (Pasal 30UU Perlindungan Anak). Tindakan pengawasan atau pencabutanKuasa Asuh tersebut dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Page 58: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

47

Menurut Pasal 31, untuk mendapatkan penetapan pengadilan tersebutpermohonan dapat diajukan oleh salah satu orang tua, saudarakandung atau keluarga sampai derajat ketiga jika terdapat alasanyang kuat untuk itu. Apabila orang tua, saudara kandung, atau,saudara sampai derajat ketiga tersebut tidak dapat melaksanakanfungsinya, maka pencabutan kuasa asuh orang tua itu dapat diajukanoleh pejabat yang berwenang atau lembaga lain yang mempunyaikewenangan untuk itu. Melalui penetapan pengadilan ini dapatditunjuk orang perseorangan atau lembaga pemerintah/masyarakatuntuk menjadi wali bagi si anak. Perseorangan yang melaksanakanpengasuhan anak tersebut harus seagama dengan agama yangdianut anak yang diasuhnya.

Selanjutnya dalam penetapan pengadilan sekurang-kurangnyaakan memuat ketentuan (i) bahwa hubungan darah antara anakdan orang tua kandungnya tidak putus, (ii) tidak menghilangkankewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya, dan(iii) batas waktu pencabutan (Pasal 32 UU Perlindungan Anak).

B.5. Menurut Hukum Adat83

Dalam Hukum Adat Indonesia (mengenai kekuasaan orangtua ini, catatan dari penulis) tidak nampak suatu perbedaan dalamhal mengatur pemeliharaan orangnya si anak (persoon) di satupihak dan hal mengurus barang-barang kekayaannya di lain pihak.Pemeliharaan si anak tidak melulu dirasakan sebagai kewajiban siibu dan si bapak, melainkan juga sebagai kewajiban sanak keluargayang lebih jauh. Maka dari itu di manapun di Indonesia tidaknampak suatu peraturan tertentu, siapa yang menggantikan orangtua si anak dalam hal memelihara si anak itu, apabila mereka atausalah seorang dari mereka meninggal dunia atau apabila merekabercerai dalam perkawinannya. Juga tidak nampak di manapun diIndonesia suatu peraturan dalam Hukum Adat yang dapat disamakandengan peraturan hal “voogdij” (perwalian orang yang belum

83 Wirjono Projodikoro , Ibid hlm. 84-85.

Page 59: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

48

dewasa) dalam BW. Hanya bila ada keragu-raguan dalam keadaantertentu, siapakah menurut Hukum Adat wajib memelihara si anakitu, maka Staatsblad 1931-53 bagian II memberi jalan untukmengadakan penyelesaian tentang hal itu, yaitu Pengadilan Negeridapat menunjuk seorang tertentu untuk memelihara anak itu danmengurus barang-barang kekayaannya.84

Penyelesaian soal-soal pemeliharaan si anak ini dalam HukumAdat di Indonesia erat kaitannya dengan tiga macam corakkekeluargaan dan perkawinan yang ada di Indonesia, yaitu corakkeibuan di Minangkabau, corak kebapaan di Gayo-Alas, Batak,Sumatera Selatan, Ambon, Bali dan Lombok atau corakkeibubapakan di daerah lain seperti Aceh, Sumatera Timur, Jawa,Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.85

Di Minangkabau misalnya, dengan corak keibuan, bila yangmeninggal dunia si bapak, maka pemeliharaan anak dilanjutkan siibu dalam lingkungan keluarganya. Apabila yang meninggal duniasi ibu, anak tetap berada di lingkungan keluarga si ibu, sedangkansi bapak masih ikut campur tangan dalam pemeliharaan anaknyamenurut keadaan tertentu. Apabila kedua orang tua meninggaldunia, pemeliharaan anak dilanjutkan oleh orang-orang di lingkungankeluarga si ibu.

Kekuasaan untuk mengatur pemeliharaan dan pendidikan anak-anak berada di tangan mamak, saudara laki-laki dari ibunya. Halini tidak berarti tanpa adanya perhatian dan bantuan dari ayah sianak dan kerabat pihak ibunya. Lebih-lebih di perantauan di manakekuasaan si mamak sudah lemah, tanggung jawab terhadap anaklangsung pada orang tuanya dan jika perkawinan putus anak-anakdiurus oleh ayah dan ibunya walaupun sudah bercerai.86

84 Wirjono Prodjodikoro, Ibid hlm. 85.85 Baca pula , H.Hilman Hadikusumah, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut PerundanganHukum Adat, Hukum Agama, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 1990), hlm. 191-192.86 Perkawinan jujur ini merupakan corak yang utama dari perkawinan dalam kekeluargaanyang bersifat kebapakan , di mana si istri dibeli oleh keluarga suaminya dari keluarga si istridengan sejumlah uang harga pembelian, yang di tanah Batak dinamakan jujuran,atau parunjuk

Page 60: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

49

Sebaliknya di Batak dan Bali, dengan corak kebapakan, bilayang meninggal dunia si ibu, dan perkawinannya bersifatjujur87 maka pemeliharaan si anak dilanjutkan oleh si bapak dalamlingkungan keluarganya. Apabila yang meninggal dunia si bapak,maka si ibu selama masih menjanda, melanjutkan pemeliharaan sianak di dalam lingkungan keluarga si bapak. Bila si ibu menikahdengan orang dari lain keluarganya sendiri, ia dapat melepaskanpertalian dengan keluarga suaminya, tetapi anak tetap berada dilingkungan keluarga si bapak.88

Keadaan yang digambarkan ini akan berubah, kalau si bapakatau si ibu selama masih hidup sudah sejak lama tidak lagibertempat kediaman di lingkungan kekeluargaan semula, berdiamterpencil dari kekeluargaan semula dan menerima pengaruh daritempat kediamannya yang baru. Dengan kata lain keluarga tersebuttelah bercampur dengan masyarakat hukum setempat. Sesuaidengan pendapat van Hasselt89 telah terwujud suatu “peralihansosial”. Dalam hal itu akan berlaku hukum setempat. Tidak dapatdijawab berapa lama batas waktu untuk terwujudnya percampurantersebut. Oleh Hakim harus dinyatakan dalam suatu perkaratersendiri.90

atau antaraan atau tuhor boli, dan di tanah Gayo dinamakan onjog.Lihat WirjonoProdjodikoro, Ibid. hlm. 17.Pemberian jujur oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan ini adalah sebagai lambangdiputuskannya hubungan kekeluargaan si istri dengan orang tuanya, nenek moyangnya,saudara-saudara sekandungnya, pendek kata dengan kerabatnya dan persekutuannya. Setelahperkawinan, si istri itu masuk samasekali ke dalam lingkungan kekeluargaan suaminya,begitu juga anak-anaknya keturunan dari perkawinan itu. Baca lebih jauh Surojo Wignjodipuro,Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat (Bandung: Alumni 1973, hlm.146-147).87 Wirjono Prodjodikoro, Ibid hlm. 87.88Dissertasi dengan judul “De botsingsbepalingen van de huwelijksordonantie voor ChristenIndonesiers (Leiden: 1952 ), h.74 sebagaimana dikutip oleh S.Gautama, Hukum AntarGolongan, op cit hlm. 124.89 S. Gautama, Hukum Antar Golongan, Ibid, hlm.124-125.90 Pendirian ini sesuai dengan putusan-putusan dari Hoogerechtshof tahun 1930 (T.131h.82. HgH.9 Jan.1930; RvJ Padang, 1 Des.1927, H K no. 50), dan Landraad Padang tahun1931 (T.135 h.290, Ldr Padang 5 Des. 1931, H K no. 81). Baca lebih jauh, S.Gautama,Hukum Antargolongan Ibid hlm. 125).

Page 61: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

50

Akan tetapi adakalanya, tinggal terpencil dari lingkungankeluarga yang lama tidak dengan sendirinya menyebabkan hukumdari lingkungan yang lama itu hapus, yaitu apabila orang-orangyang bersangkutan masih tetap sadar akan lingkungan keluarganyayang lama. Suatu kediaman secara defakto belum cukup untukberlakunya hukum tempat yang baru.91 Hukum tempat asal tidakdemikian cepat hilang kekuatannya. Bepergian untuk jangka waktubertahun-tahun belum lagi dengan sendirinya mengakibatkanhilangnya hukum tempat asal. Sebagai contoh dikemukan kasusDr. Mochtar.92 Meskipun Dr. Mochtar tersebut sudah merantaubertahun-tahun lamanya di luar wilayah Minangkabau dan terakhirtinggal di Perlak (Aceh), dipandang masih tetap berada di bawahhukum adat Minangkabau, di waktu selagi cuti sakit meninggal diBukittinggi. Pengembalian uang simpanan dokter Mochtar padaBPM harus dilakukan pada ahli warisnya menurut hukum adatMinangkabau.

Dalam sistem keibubapakan, seperti di Jawa dsb., padahakikatnya tidak ada perbedaan apabila si bapak atau si ibu yangmeninggal dunia. Pemeliharaan anak selalu diteruskan oleh orangtua yang masih hidup. Kalau kedua orang tua meninggal dunia,maka tergantung pada keadaan tertentu, apakah si anak akanturut keluarga si bapak atau si ibu.

C. Di Luar Negeri (Inggris, Belanda, dan Malaysia)

Sebagai bahan perbandingan akan dikemukakan mengenai masalahkekuasaan orang tua yang berlaku di Inggris, Belanda dan Malaysia.Inggris diambil sebagai negara penganut sistem Anglo Saxon, Belanda,penganut sistem Kontinental dan juga karena sebagai negara bekaspenjajah, di mana sebagian dari hukum kita berasal dari sana, sedangkanMalaysia diambil karena merupakan negara serumpun. Penguraian

91 S. Gautama, Hukum Antar Golongan Ibid hlm.125-126.92 Pasal 3 Children Act 1989.Baca lebih jauh, John Pritchard et.al, The New Penguin GuideTo The Law, 3rd ed., (Viking:UKKP-BD XXI TA, 1991), hlm.146-147. Children Act 1989ini mulai berlaku, tanggal 14 Oktober 1991.

Page 62: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

51

pengertian kekuasaan orang tua di ketiga negara asing tersebut akandibandingkan dengan sistem yang berlaku di Indonesia dewasa initerutama dengan pengertian kekuasaan orang tua yang terdapat didalam UUP.

1. Inggris Berdasarkan Children Act 1989

Kekuasaan orang tua” (parental responsibility) dalam Chil-dren Act 198993, ini didefinisikan sebagai:

semua hak, kewajiban, kekuasaan, tanggung jawab dankewenangan yang dimiliki oleh orang tua dalam hubungannyadengan si anak dan kekayaannya (all the rights, duties,powers, responsibilities and authority which by law aparent of a child has in relation to the child and hisproperty).94

Di dalam praktik, “parental responsibilities” itu mencakuptanggung jawab dan hak untuk

a. Menjaga dan melindungi si anak (maintain and protect thechild).

b. Menjamin si anak akan menerima perawatan kesehatan (ensure he or she receives medical treatment).

c. Menunjuk seorang wali untuk memelihara si anak setelahkematian orang tuanya (to appoint a guardian to care forchild after a parent’s death).

d. Meyakinkan, si anak akan memperoleh pendidikan antaraumur 5 tahun sampai berumur 16 tahun dan memilih sekolahuntuk si anak (make sure the child is educated betweenfive and sixteen years old and choose the child’s school).

e. Memberi nama si anak dan mencatatkan kelahirannya (namethe child and register its birth).

93 Pritchard op. cit., hlm. 121.94 Ibid., hlm. 122.

Page 63: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

52

f. Hak anak untuk memperoleh paspor (apply for the child’spasport).

g. Memilih agama si anak (choose the child’s religion).

h. Memutuskan di mana anak akan tinggal (decide where thechild is to live).95

Di dalam undang-undang ini, semua orang tua yang menikahmemiliki “kekuasaan orang tua”96 (parental responsibility), terhadapanak-anaknya. Kekuasaan orang tua ini akan berakhir pada saatanak berumur 18 tahun,97 tanpa memperdulikan apakah perkawinankedua orang tua berlanjut atau berakhir. Pengadilan tidak dapatmencabut “kekuasaan orang tua” dari orang tua yang menikahkecuali ada putusan adopsi terhadap anak itu. Undang-undangmengenal perlanjutan pertalian darah yang ada antara anak dankedua orang tuanya. Fakta bahwa setiap pasangan akan selalumempunyai kekuasaan orang tua dimaksudkan untuk mendorongorang tua bukan pemegang hak pemeliharaan (the absentparents, biasanya ayah), berperan aktif guna kesejahteraan sianak. Hal ini berarti si ayah tidak dianggap kalah dalam perceraian,karena ia tetap memegang kekuasaan orang tua tidak seperti didalam undang-undang lama, ia sering kehilangan hak pemeliharaan(custody).98

Diundangkannya Children Act 1989 ini untuk membuatpengertian yang lebih mudah untuk dipahami dari pada undang-undang lama (Children Act 1975) yang seringkali membingungkan.Children Act 1975 mengenai hak pemeliharan anak, mengintrodusirdua istilah, yaitu “legal custody” (pasal 86) dan “actual

95 Hal ini diatur dalam pasal 2 (1) Children Act 1989 yang berbunyi : “Where a child’sfather and mother were married to each other at the time of his birth, they shall each haveparental responsibility for the child” .96 Pasal 105 (1) Children Act 1989, Child means, . . . a person under the age of eighteen97 Zulfa Djoko Basuki, Ibid hlm.56 dengan mengutip John Pritchard, et.al. The New PenguinGuide To The Law, 3nd ed., (Viking:UKKP-BD XXITA, 191), hlm.146-147.98 John Pritchard et.al, loc,cit.

Page 64: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

53

custody” (pasal 87). Dengan “legal custody”, berarti “sedemikianbanyak kewajiban dan kekuasaan orang tua mengenai pribadi sianak, termasuk mengenai tempat dan cara di mana ia akanmenghabiskan waktunya. Akan tetapi seorang pemegang “legalcustody” yang bukan orang tua atau wali (guardian) dari sianak tidak diperkenankan untuk membawa si anak ke luar Inggris.

Di dalam pengertian “legal custody”, termasuk pula hakorang tua untuk mengambil keputusan jangka panjang yangmempengaruhi kehidupan si anak. Orang tua yang memperoleh“legal custody” mempunyai tanggung jawab hukum yang mendasar(had the ultimate legal responsibility) terhadap si anak, tetapitidak perlu diikuti dengan anak itu tinggal bersamanya, karena“legal custody” tidak selamanya diikuti dengan “physicalcustody”. Namun demikian, biasanya orang tua yang memperoleh“legal custody”, memperoleh pula “actual physical custody”(pemeliharaan fisik nyata) dari seorang anak, tetapi tidak selalu.99

Dalam masalah pemeliharaan anak ini yang paling lazimdiperintahkan oleh pengadilan ialah memberikan sole custody(pemeliharaan tunggal) kepada salah satu orang tua. Kadang-kadang pemeliharaan itu diberikan kepada kedua orang tua (jointcustody), akan tetapi care and control (asuhan dan pengawasan),hanya diberikan kepada salah satu dari kedua orang tua.100

Pasal 87 Children Act 1975 mengintrodusir istilah “actualcustody” yang didefinisikan sebagai the rights to “actualpossesion of the child” (and also the parental duties) (hakorang tua untuk memiliki si anak secara nyata, termasuk kewajiban-kewajibannya). Pengertian ini sama dengan pengertian tradisional“care and control”.101 Hal ini mencakup pemeliharaan anak sehari-hari dan tanggung jawab dalam pemeliharaannya. Dalam pengertian“actual custody” ini tidak termasuk hak untuk mengambil keputusan

99 Pritchard, loc.cit.100 Susan Maidment, Child Custody And Divorce, The Law In Social Contex, (London &Sydney: Chroom Helm Ltd., 1984). hlm. 25.101 Pritchard, loc.cit.

Page 65: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

54

terhadap si anak, yang sudah termasuk dalam pengertian “legalcustody”. Biasanya kepada salah satu orang tua diberikan baik“legal custody” maupun “actual custody”. Akan tetapi kadang-kadang pengadilan memisahkannya, yaitu memberikan “legalcustody” kepada keduanya secara bersama-sama, dan “care andcontrol” hanya kepada salah seorang dari orang tua. Dengandemikian, maka kedua orang tua dimungkinkan untuk tetapmempertahankan pengaruhnya terhadap anak-anak, tidak ada yangdikecualikan.102

Kepada orang tua yang tidak memperoleh “care and con-trol” (actual custody), diberikan hak untuk mengunjungi si anak(access).103 Pengadilan jarang menolak pemberian hak kunjungini, kecuali dalam hal kunjungan itu dapat membahayakan si anak,misalnya si ayah atau si ibu yang mempunyai hak kunjung ituadalah seorang morfinis dan sebagainya. Dalam menentukan waktuuntuk hak kunjung ini, biasanya pengadilan tidak terlalu kaku(misalnya tidak mengharuskan pada jam-jam tertentu), kerap kalimemberikan hak kunjung yang lebih sering, bila anak-anak sudahlebih besar. Bila si anak sudah remaja, maka ia dapat diizinkan

102 Pritchard, loc. cit.103 Bandingkan P.E. Nygh, Guide To The Family LawAct 1975, (Australia) 2nd ed.(Sydney-Melbourne-Brisbane-Adelaide-Perth: Butterworth Pty Ltd., 1978) , hlm.87-88: “Accesstraditionally is used to describe the right of the party who has not been given custody ofthe child to see the child at certain times and under certain conditions. It may amount tono more than visiting rights or it may cover periods extensive enough to give the parenthaving access some degree of physical control over the child for a limited period, eg. theschool holidays. In the latter case the parent having access has the right, and indeed theduty, “to take all necessary steps in relation to the management of the child such as theprovision of medical treatment of the child if the child is in need of immediate medicaltreatment or the sending of the child to a dentist in the case of an emergency need ofdental care”: Long v.Long (1969)ALR 354,357. The power to order access in this senseis given to the court by s. 64(3). However, “access” is also used in the Act (Family LawAct 1975 -cat.penulis) to describe the extent of physical control which parties who havejoint custody of a child may have over the child.It is clear that estranged parents cannotjointly have physical control over the child. The court under s. 64 (4) divide this physicalcontrol or “access” between the parents, eg. In term time to the mother and in holidaysto the father, leaving the parents jointly responsible for the care and education of thechild. Such an approach is clearly favoured by the Family Law Act (1975).

Page 66: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

55

untuk berakhir pekan atau berlibur dengan orang tua pemeganghak kunjung, meskipun hal tersebut tergantung pada sifat dankeinginan si anak dan orang tua. Biasanya antara kedua orangtua diadakan perjanjian, dan hal ini merupakan persetujuan keduaorang tua, bukan merupakan perintah dari pengadilan.104

Pengertian “custody” dalam perundang-undangan Inggrissebelumnya (yaitu dalam pemberian “custody” setelah terjadinyaperceraian di hadapan pengadilan berdasarkan Matrimonial CausesAct, 1973), lebih luas. Dalam Matrimonial Causes Act 1973 ini,putusan “custody” oleh pengadilan memberikan pula kekuasaankepada pemegang “custody” untuk mengadministrasikan kekayaansi anak105 sedangkan pada “legal custody” dari Children Act1975, hanya mengenai diri pribadi si anak. Di dalam Children Act1975, ini apa yang diartikan dengan “parental rights” tidakdidefinisikan secara spesifik. Karena itu menurut Susan Maidmentkekuasaan orang tua untuk menggantikan kedudukan danmengadministrasikan kekayaan si anak tidak termasuk dalampengertian “legal custody” (parental right’s of sucsession toand administration of the child’s property not included in“legal custody”), begitu juga hak untuk memberikan persetujuanuntuk adopsi. Hak untuk menunjuk seorang wali dalam suatutestamen, dan hak untuk mengganti nama keluarga si anak jugatidak termasuk dalam pengertian “legal custody”, karena hal initidak berkaitan dengan diri pribadi si anak.106 Istilah “legal cus-tody” ini diintrodusir untuk menciptakan konsep “custodianship”107

(penjagaan dan pemeliharaan), untuk membangun hubungan hukumantara si anak dengan keluarganya seperti nenek, kakek, saudaralaki-laki, saudara perempuan, bibi atau paman) atau orang tua tiri,orang tua angkat.

104 Pritchard, loc.cit.105 Seperti dapat dilihat dalam definisi yang diberikan oleh Sachs L J’S dalam kasus Hewer vBryant (1970), dalam pengertian “custody” ini termasuk pula kekuasaan orang tua untukmengadministrasikan kekayaan si anak .106 Maidment, op. cit., hlm. 26.107 Bandingkan Nygh, op. cit., hal.87-88 :”Access traditionally is used to describe the rightof the party who has not been given custody of the child to see the child at certain times

Page 67: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

56

Children Act 1975 memberikan informasi yang sangat terbatas.Ada satu pembatasan yang terkandung dalam pasal 86, sepertidiuraikan di atas yaitu menghalang-halangi seseorang yangmemperoleh “legal custody”, selain dari orang tua atau wali,untuk membawa si anak dari United Kingdom (UK). ChildrenAct 1975 ini menunjuk tiga macam kekuasaan orang tua yangtercakup dalam “legal custody”, yaitu hak untuk menentukantempat tinggal dan cara si anak menghabiskan waktunya(merupakan subjek terhadap pembatasan emigrasi); hak untukmemberi dan menolak pemberian izin untuk menikah; dan hakuntuk memberikan parental rights and duties pada otoritas lokal.108

Sepeti diuraikan sebelumnya, dengan terjadinya perceraiankedua orang tua, hal yang paling lazim diperintahkan oleh pengadilanadalah diberikan “sole custody” kepada salah satu orang tua,atau dapat pula diberikan “joint custody” untuk kedua orang tua.

Pada “joint custody” ini kedua orang tua, terlibat di dalamkesejahteraan si anak, perbedaan harus dibuat di antara berbagi kekuasaanorang tua di dalam keputusan-keputusan penting dan berbagi tanggungjawab dalam menyediakan rasa aman (a home) bagi si anak.

Bila mendalami pengertian “custody” itu, terlihat tercakupdi dalam pengertian “custody”, konsep “legal” dan “physical”

and under certain conditions. It may amount to no more than visiting rights or it maycover periods extensive enough to give the parent having access some degree of physicalcontrol over the child for a limited period, eg.the school holidays. In the latter case theparent having access has the right, and indeed the duty,”to take all necessary steps inrelation to the management of the child such as the provision of medical treatment of thechild if the child is in need of immediate medical treatment or the sending of the child toa dentist in the case of an emergency need of dental care” :Long v.Long (1969) ALR 354,357. The power to order access in this sense is given to the court by s. 64 (3). However ,“access” is also used in the Act (Family Law Act 1975 -cat.penulis) to describe the extentof physical control which parties who have joint custody of a child may have over thechild.It is clear that estranged parents cannot jointly have physical control over the child.The court under s. 64 (4) divide this physical control or “access” between the parents, eg.In term time to the mother and in holidays to the father, leaving the parents jointlyresponsible for the care and education of the child. Such an approach is clearly favouredby the Family Law Act (1975).108 Pritchard, op. cit., hlm. 147.

Page 68: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

57

custody. Seperti diuraikan sebelumnya di dalam “legal custody”terkandung hak dan kewajiban untuk membuat putusan jangka panjang(tentang pendidikan, pelatihan keagamaan, disiplin, pemeliharaankesehatan dan hal-hal penting lainnya berkenaan dengan kehidupandan kesejahteraan si anak). “Joint legal custody” (pemeliharaanbersama menurut hukum) berarti kedua orang tua mempunyai suarayang sama dalam membuat keputusan tersebut di atas, dan tidakada orang tua yang mempunyai hak yang lebih superior terhadaplainnya.109 “Physical custody” di lain pihak, berarti hak dan kewajibanorang tua untuk menyediakan “a home” untuk si anak dan membuatkeputusan-keputusan sehari-hari yang diperlukan selama si anakberada bersama orang tua tersebut. “Joint physical custody”,tidak perlu berbasis 50/50 (persis sama jangka waktu anak secarafisik berada pada masing-masing orang tua, (catatan penulis), tetapidapat selama sekolah ikut salah satu orang tua, dan selama liburanpada orang tua lainnya. Berkenaan dengan physical custody ini,tidak ada perbedaan di antara hak-hak dan kewajiban-kewajibandari orang tua yang memperoleh pemeliharaan anak sementara(temporary) dengan hak-hak yang diperoleh orang tua karena perintahberbagi pemeliharaan anak secara fisik (shared physical custody)dan seseorang yang mendapat temporary custody berdasarkankeputusan pemberian hak kunjung. Dengan demikian ketentuanuntuk memberikan “legal custody” untuk salah satu orang tua danmemberi jatah (allocate) “physical custody” di antara kedua orangtua, mungkin terselesaikan dengan memberikan “hak pemeliharaantunggal” (sole custody), kepada salah satu orang tua dan hakkunjung kepada orang tua lainnya atau memberikan “legal cus-tody” kepada salah satu orang tua dan waktu-waktu yang spesifikuntuk orang tua pemegang “physical custody”. Efeknya akan sama.110

Dengan “Joint custody”,111 kepada anak diberikan kesempatanuntuk menikmati arti kekeluargaan dengan kedua orang tuanya,

109 Seperti evan, op. cit., hlm. 37, 38 dan 261.110 Ibid.111 Zulfa Djoko Basuki op.cit.hal.59 dengan mengutip Ira Mark Ellman et al, Family Law(Micharlottesville, Virginia: The Michie Company, 1991), hlm. 571-572.

Page 69: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

58

dan mengurangi efek traumatik terhadap si anak, karena pecahnyaperkawinan kedua orang tuanya. Sementara “sole custody” akanmenurunkan tingkatan orang tua bukan pemegang “custody” kestatus kelas dua sebagai pemegang hak kunjung; “joint custody”memberi status yang sama kepada keduanya sebagai orang tua.Dengan demikian keuntungan ada pada keduanya, baik orang tuamaupun si anak.112

Kritik utama dari “joint custody” ini adalah menciptakankebingungan dan rasa tidak stabil bagi anak-anak pada saat iamenginginkan suatu kepastian dan ketegasan di dalam hidupnya(karena ia akan selalu berpindah-pindah dari satu rumah ke rumahlainnya, dapat mengacaukan sekolahnya, dan sebagainya). “Jointcustody” tidak tepat diberikan pada setiap kasus, akan tetapihanya cocok diberikan, kepada orang tua yang dapat bekerjasamasatu sama lain dalam mengambil keputusan untuk si anak.

Dalam setiap kasus tentang “custody” ini pertimbangan utamayang harus diperhatikan adalah, “kepentingan si anak”, yang bukanmerupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalampemberian “custody” tetapi sebagai tujuan dari semua faktor yangdipertimbangkan untuk memperoleh “custody”.113

Children Act 1989 pasal 8,114 menghapus istilah,”custody”,“care and control” dan “acsess”. Undang-undang yang baru inimemperkenalkan istilah “residence order” dan “contact order.

Misalnya dengan istilah “custody”, apakah dimaksudkan sebagailegal custody atau actual custody (care and control).115

112 Ibid., hlm. 572.113 Bandingkan, Elizabeth S.Scott, “Pluralism,Parental Preference, and Child Custody,”dalam California Law Review, (May 1992): 616: “Only joint custody rule assures that twoparents who have fully shared in the care of their child continue to do so after divorce”.Selanjutnya dikatakan “parent can share legal custody, joint physical custody, or both.Jointlegal custody gives both parents authority over important decission affecting the child’slife, such as educational amount of time in each parent’s home. Lihat catatan kaki no. 3.114 Ellman, loc. cit.115 Ibid. hlm 148Pasal 8 (1) berbunyi sebagai berikut:

Page 70: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

59

Sekarang istilahnya sederhana yaitu: “residence order”, “con-tact order”, “spesific issue order” dan “prohibited steps or-der”. Hal ini diatur dalam pasal 8.116

Residence order, ini menjelaskan bersama siapa si anak akantinggal. Hampir pada semua kasus, si anak akan tinggal dengansalah satu orang tuanya (biasanya dengan si ibu). Akan tetapidiizinkan pula si anak tinggal pada kedua orang tua secara bergantian.Anak-anak akan membagi waktunya di antara kedua orang tua.

Contact order, disyaratkan, seseorang dengan siapa anaktinggal, harus mengizinkan anak ini berhubungan dengan orangtua lainnya. Hal itu dapat berupa berkunjung atau singgah, atauberbicara di telepon atau dengan surat menyurat.

Specific order, memberi petunjuk untuk menentukan masalahkhusus yang berhubungan dengan kekuasaan orang tua, misalnyapenentuan di mana anak akan bersekolah.

Prohibited steps order. Orang tua tiri, tidak secara otomatismendapatkan kekuasaan orang tua selama perkawinannya, karenakekuasaan orang tua adalah milik kedua orang tua kandung. Iaboleh mendapatkan residence order bila ia mengajukan permohonanbersama-sama dengan pasangannya yang baru, jika anak-anaktinggal dengan mereka. Apabila orang tua kandung meninggal, siibu atau bapak tiri tidak otomatis mengambil alih kekuasaan orang

“a contact order” means an order requiring the person with whom a child lives,or is tolive,to allow the child to visit or stay with the person named in the order,or for that personand the child otherwise to have contact with each other;“a prohibited steps order” means an order that no step which could be taken by a parent inmeeting his parental responsibilities for a child, and which is of a kind specified in theorder,shall be taken by any person without the consent of the court;“a residence order” means an order settling the arrangements to be made as to the personwith whom a child is to live; and“a specific issue order” means an order giving directions for the purpose of determining aspecific question which has arisen, or which may arise,in connection with any aspect ofparental responsibility for a child.116 Ibid., hlm 148-149.

Page 71: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

60

tua. Bila kedua orang tua dalam perkawinan, pada saat anak lahir,maka kekuasaan orang tua ini beralih kepada orang tua lainnya,bukan kepada orang tua tiri. Bila ia ingin melanjutkan kekuasaanorang tua yang diperolehnya bersama almarhum istrinya, maka iaharus mengajukan permohonan lagi untuk mendapatkan “residenceorder” dari pengadilan. Untuk menghindari hal ini, sebaiknya orangtua kandung, membuat wasiat, bila ia meninggal, akan menunjuksi orang tua tiri sebagai wali (guardian). Karena itu sebaiknyaorang tua kandung bersama orang tua tiri secara bersama-sama(jointly), mengajukan permohonan ke pengadilan agar ditunjuksebagai pemegang “residence order”.

Meskipun berbagai perintah dapat diberikan oleh pengadilanberdasarkan pasal 8 ini, pengadilan tidak dengan cepat-cepatmengeluarkannya.

Kepada siapa anak akan diberikan dalam hal terjadinyaperceraian, di dalam Children Act 1989 ini, sebagai dikatakan terdahulu,berakhirnya perkawinan kedua orang tua karena perceraian, tidakmengakibatkan berakhirnya kekuasaan orang tua, sebagai manadalam Children Act 1975 dan sebelumnya. Secara teknis keduanyamempunyai suara yang sama, dengan siapa anak-anak akan tinggal,siapa yang akan memeliharanya, berapa kali orang tua lainnyadapat berkunjung, dengan kata lain kedua orang tua ikut dalampemeliharaan anak-anak sehari-hari, ikut dalam mengawasi apayang terjadi terhadap mereka. Kedua orang tua bebas untuk berdiskusisatu sama lain mengenai apa yang terbaik bagi si anak. Apabiladalam pemeliharaan ini tidak ada titik temu, maka masing-masingakan menghubungi penasihat hukumnya, untuk mencoba bernegosiasi,mengadakan konsiliasi atau mediasi.117

Konsiliasi adalah:

suatu metode pemecahan masalah yang melibatkan keduaorang tua, dengan seorang ahli sebagai konsiliator, yang

117 Ibid., hlm 150-151.

Page 72: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

61

menciptakan forum yang netral bagi kedua orang tua untukmembicarakan masalah mereka, membantu keduanya untukmengambil keputusannya sendiri, berkenaan dengan pecahnyakeluarga.118

Konsiliasi ini, kadang-kadang ditawarkan di pengadilan(offered in-court), dengan maksud membuka kesempatan kepadakedua pihak sekiranya persetujuan dapat dicapai dalam hal adanyaperselisihan berkenaan dengan anak-anak. Konsiliasi versiPengadilan (the in-cout version) biasanya kurang berhasil, biladibandingkan dengan konsiliasi secara sukarela yang dilaksanakandi luar pengadilan. Konsiliasi ini seringkali mencari penyelesaianmengenai masalah yang melibatkan si anak, tetapi kadang-kadangmenyentuh pula masalah perceraian atau masalah keuangan.Masalah keuangan ini akan tergantung dari penghasilan orangtua.

Mediasi,119 yang ditawarkan oleh Family Mediators Asso-ciation, adalah:

suatu bentuk konsiliasi yang rumit, penasihat hukum yangterlatih dan berpengalaman, dan penasihat keluarga membantumemecahkan masalah tidak hanya berkenaan dengan masalahanak-anak tetapi juga berkenaan dengan masalah keuangandan perceraian. Para Mediator akan membantu pasanganmembicarakan secara bersama-sama gambaran menyeluruhtentang keuangan keluarga dan menegosiasikan pembagianyang patut (fair).

Mediasi ini biasanya lebih mahal dari pada Konsiliasi. Apabilamediasi dan konsiliasi tidak berhasil perkara akan diajukan kepengadilan, untuk mendapatkan “residence order” atau “contactorder”, sesuai dengan pasal 8. Pertama-tama pengadilan akanmenggali dari keduanya apakah masih mungkin untuk berdamai.

118 Ibid., hlm. 153119 Ibid.

Page 73: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

62

Bila perdamaian gagal, pengadilan akan mengeluarkan perintahuntuk melanjutkan persidangan dalam batas waktu tertentu. Dalampersidangan, kedua orang tua diminta untuk hadir sendiri. Anak-anak juga diminta untuk hadir di pengadilan, biasanya yang telahberumur 9 tahun ke atas. Mereka diwawancarai secara pribadidan tidak dijadikan saksi untuk seluruh kasus. Seringkali anak-anak diminta berada di luar sidang sampai tiba waktunya hakimakan berbicara padanya.

Persidangan diakhiri dengan putusan hakim, biasanya dengansuatu perintah (order). Apabila anak-anak masih sangat kecilatau sakit-sakitan atau dalam keadaan lain yang membutuhkanasuhan si ibu, maka biasanya “residence order” diberikan kepadasi ibu.120 Begitu pula bila anak-anak sudah berada dalam pemeliharaansalah satu orang tua, klaim orang tua tersebut lebih kuat,121 kecualianak-anak ada padanya karena diculik dari lingkungan tempatkediaman sehari-harinya. Adanya sekolah yang baik dekat rumahorang tua di mana anak diterima sebagai murid juga merupakanhal yang menguatkan agar anak berada padanya. Memisahkananak-anak selalu merupakan hal yang tidak diinginkan.

Dalam suatu kasus di mana suami istri berpisah, salah satuanak diputus oleh pengadilan akan ikut si ibu dan lainnya ikut siayah. Si ibu mengajukan banding, karena memisahkan antara “cus-tody” dan “care and control” antara kedua orang tua. Putusanbanding memberi keduanya “care and control” pada si ibu, denganalasan, bila memungkinkan kakak adik tidak boleh dipisahkan,

120 Biasanya pengadilan memutuskan, demi kesejahteraan si anak, anak-anak (terutamayang masih kecil) berada dalam perlindungan si ibu Ibid., hlm. 157.121 Ibid. Dalam suatu kasus si istri pergi untuk hidup bersama dengan laki-laki lain. Si suamiditinggalkannya dan ia memelihara anak perempuannya dengan dibantu oleh ibunya (neneksi anak) dan teman wanitanya. Kemudian si istri mengajukan permohonan untukmendapatkan pemeliharaan anak, akan tetapi gagal: pengadilan menyatakan adalah salahuntuk memindahkan si anak dari rumah (home), di mana ia sudah berbahagia dengantempat di lingkungan di mana ia tinggqal. Pada tingkat banding dipertibangkan: Kasus inimerupakan “borderline case” yang diputus berkenaan dengan “the child’s best interest”dalam jangka pendek. Si anak harus tinggal dengan ayahnya, Thomson (1987).

Page 74: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

63

karena mereka bisa memberikan dorongan secara emosional satusama lainnya.122 (C v C (1988).

Baik si ayah maupun si ibu harus mempertimbangkan apakahadanya suatu perintah pengadilan akan lebih baik bagi anak-anak.Tetapi bila terjadi perselisihan, perintah itu harus ada, kecualikedua orang tua sudah mencapai kata sepakat dan berjanji untukmematuhi perjanjian yang dibuat.

Dalam sebagian besar perkara hakim akan mengikutirekomendasi dari petugas-petugas kesejahteraan (welfare officer’s).

Tidak ada putusan perceraian yang akan menjadi definitif,tanpa adanya pertimbangan pengadilan mengenai masalahpengaturan anak-anak dari keluarga (children of the family).Pengadilan harus melihat pengaturan itu dan memutuskan apakahakan lebih memuaskan bila tidak dibuat perintah (order) pengadilan.Di dalam sebagian besar kasus-kasus perceraian, pengadilan tidakmemutuskan “order” tentang anak-anak, dan menyerahkannyakepada kedua orang tua untuk mengaturnya. “Children of theFamily” (anak-anak dari suatu keluarga) berarti pasangan tersebutmemiliki anak-anak (termasuk anak-anak sah dan anak-anak angkat)dan setiap anak diperlakukan oleh mereka sebagai salah satu darianggota keluarga. Secara normal hanya pengaturan anak-anak dibawah umur 16 tahun yang dilakukan melalui pengadilan. Sementarakekuasaan orang tua berakhir bila anak sudah mencapai umur18 tahun, “court order” (berdasarkan pasal 8) tidak akan dibuatterhadap anak-anak di bawah umur 16 tahun, kecuali ada hal-halkhusus. Tetapi permohonan untuk mendapat bantuan keuangan(misalnya untuk biaya pemeliharaan) perlu diajukan, untuk anak-anak yang sudah berdiri sendiri, yang masih melanjutkanpendidikannya pada umur itu.123

122 Ibid., hlm.156.123 Ibid. Baca pula Barbara Mitchels and Helen James , Child Care Protection Law andPractice, 3rd ed., (London, Sydney: Cavendish Publishing Limited, 2001), hlm. 31.

Page 75: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

64

Dalam suatu perceraian, Children Act 1989, memberikeleluasaan kepada kedua orang tua untuk mengatur anak-anaknya,di mana akan tinggal, siapa yang akan mengasuh/memeliharanyadan sebagainya.124 Pengadilan tidak boleh menolak pengaturanini, dengan alasan misalnya tidak sesuai dengan pola keluargatradisional. Apabila kedua orang tua ingin berbagi pemeliharaan/pengasuhan, misalnya sehari-hari dengan si ibu, dan waktu liburandengan si ayah, bila hal ini dilakukan demi kepentingan si anak,maka pengadilan tidak boleh ikut campur, kecuali pengadilan melihathal itu mengakibatkan stress bagi si anak. Untuk itu pengadilanakan meminta a court welfare officer’s membuat laporan, anak-anak puas atau tidak.

Secara umum, pengadilan memutus berdasarkan “child’s wel-fare”, pemeliharaan anak sebaiknya diberikan kepada si ibu. Inihanya merupakan ketentuan umum, berlaku terutama bila anak-anak masih kecil. Suatu hal yang tidak umum bila pengadilanmemerintahkan anak laki-laki yang lebih besar akan ikut ayahnya.Orang tua yang kecanduan alkohol atau melakukan kekerasanterhadap orang tua lainnya atau terhadap anak-anak dapat dianggapsebagai orang tua yang bermasalah. Begitu pula orang tua homo-seksual merupakan suatu faktor yang perlu diperhitungkan dalampemberian hak pemeliharaan kepada orang tua tersebut, meskipunbukan faktor penentu kecuali pengadilan mempertimbangkan anak-anak akan sangat terpengaruh. Bila ada kemungkinan akan terjadikejahatan seksual terhadap anak-anak, “residence order” pastitidak akan diberikan kepada orang tua itu. “contact order” mungkindiberikan, bila hal itu dianggap demi kepentingan terbaik si anak.125

Perubahan di dalam undang-undang dimaksudkan untukmenghasilkan suatu perubahan dalam cara anak-anak dan keluargadiperlakukan oleh sistem hukum. Karena itu di masa datang,pengadilan tidak akan ikut campur lagi, orang tua akan mengaturnya

124, Ibid., hlm. 121. dan 150. Hal ini juga dapat disimpulkan dari pasal 9 Children Act. 1989,yaitu yang mengatur tentang “Restriction on making section 8 orders”.125Ibid., hlm.157.

Page 76: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

65

sendiri kecuali bila ada masalah yang spesifik. Di dalam suatuperceraian, misalnya, hakim tidak akan membuat suatu keputusan(order), di mana anak akan tinggal (pada si ibu atau si ayah,tambahan dari penulis), apabila ada persetujuan antara keduanya.Suatu hal yang baru, suatu persyaratan hukum yang kuat, bahwakesejahteraan si anak, merupakan pertimbangan utama daripengadilan, bila timbul masalah mengenai pengasuhan danpemeliharaan si anak. Kepentingan si anak akan mengalahkankepentingan orang tua.126

Apabila salah satu orang tua ingin membawa anak keluardari Inggris (termasuk pergi ke Scotlandia), untuk berlibur harusmendapat izin tertulis dari orang tua yang lain. Hal ini disebabkanadalah merupakan tindak pidana membawa anak ke luar negeritanpa izin kedua orang tua atau izin pengadilan. Tetapi bila orangtua lainnya tidak setuju, harus ada izin dari pengadilan berdasarkanpasal 8 dengan mengajukan ‘residence order”. Bila tidak ada“residence order”, hukum perdata tidak dapat mencegah ataumengizinkan orang tua membawa anaknya ke luar negeri. Kalauyang akan membawa anak ke luar negeri itu pemegang“residence order”, (pasal 8 Children Act 1989), ia hanya bisamembawanya paling lama satu bulan. Namun demikian ada tidaknya“residence order” dari pengadilan, hukum pidana tetap dapatditerapkan dalam hal ini.127

Di dalam perundang-undangan yang lama, (Children Act 1975),bila orang tua pemegang pemeliharaan anak ingin membawa anakberemigrasi ke luar negeri bersamanya, pengadilan biasanyamengizinkan, meskipun hal itu berarti orang tua lainnya akan mendapatkesulitan untuk bertemu dengan anak-anaknya di kemudian hari.

Di dalam suatu kasus,128 si ibu memperoleh hak pemeliharaananak (custody), atas kedua anak perempuannya yang berumur 11

126 Ibid., hlm. 121127 Ibid., hlm. 161128 Ibid.

Page 77: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

66

dan 10 tahun. Si ayah tinggal di kota yang sama. Si ayah danorang tuanya mendapatkan hak kunjung secara teratur dengananak-anak. Si ibu dan ayah tiri bermaksud beremigrasi ke NewZealand dan akan membawa kedua anak bersamanya. Untuk ituia mengajukan permohonan ke pengadilan. Di tingkat pertama,permohonannya ditolak. Pada tingkat banding permohonannyadikabulkan untuk membawa kedua anak secara tetap ke luarnegeri, dengan alasan kesejahteraan anak. (L v. H (1986). Didalam Undang-Undang yang baru (“Children Act 1989”), untukmendapatkan hak untuk membawa anak-anak ke luar negeri,“welfare checklist”

Sebagai tercantum dalam pasal 1 (3)129 diberlakukan. Apabilaanak yang berumur lebih besar menolak untuk ikut pindah danorang tua lainnya menginginkan untuk mengasuh mereka, permohonanuntuk membawa anak-anak ke luar negeri akan ditolak.130

Dalam hal mengganti nama keluarga, pada undang-undangyang lama, tidak diperbolehkan, kecuali kedua orang tua setujuatau pengadilan mengizinkan. Hal ini dalam praktik jarang terjadi.

Di dalam suatu kasus, ibu dari dua orang anak berumur 3dan 4 tahun, menikah kembali. Ia mengajukan permohonan untukmengganti nama keluarga kedua anak tersebut menjadi nama ayahtirinya, akan tetapi ayah kandung kedua anak itu tidak setuju.Dalam kasus ini permohonan si ibu ditolak dengan alasan, mengganti

129 The welfare checklist ini terdiri dari:(a) “The ascertainable wishes and feelings of the child cencerned

(considered in the light of his age and understanding);(b) His physical, emotional and eductional needs;(c) The likely effect on him of any change in his circumstances;(d) His age,sex,background and any charecteristics of his which the court considers

relevant;(e) Any harm which he has suffered or is at risk of suffering;(f) How capable each of his parents,and any other person in relation to whom the

court considers the question to be relevant,is of meeting his needs;(g) The range of powers available to the court under this Act in the proceedings in

question.130 Ibid., hlm. 161.

Page 78: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

67

nama keluarga si anak merupakan persoalan yang sangat pentingyang mempengaruhi kepentingan terbaik dan kesejahteraan si anaksecara psikologis. Ayah kandung, adalah orang yang seharusnyadiuntungkan untuk memperoleh hubungan yang dekat dengan sianak. Perkawinan dapat berakhir tetapi tidak dengan masalahkebapakan (parenthood). Karena itu pengantian nama keluargaditolak L. (1978).131

Di dalam Children Act 1989, orang tua pemegang residenceorder juga tidak boleh mengganti nama keluarga si anak, kecualiada persetujuan kedua orang tua atau persetujuan pengadilan.Akan tetapi bila tidak ada “residence order”, maka tidak adaketentuan hukum yang dapat mencegah orang tua yang mempunyaikekuasaan orang tua untuk mengubah nama keluarga si anak,sedangkan orang tua lainnya dapat mengajukan pencegahan “stepsorder” atau “a spesific issue order”, untuk menghentikan perubahannama keluarga tersebut.Sepanjang hal ini dilakukan dengan segera,kemungkinan besar pengadilan akan menyetujui agar nama keluargayang lama tetap dipegang. Tetapi bila si anak telah cukup lamamemakai nama keluarga yang baru itu dan ia sudah dikenal dengannama keluarga itu, perubahan kembali ke nama keluarga lamaakan membingungkan, karena itu pemakaian nama keluarga baruakan dipertahankan. Tetapi bila yang ingin merubah nama keluargaitu adalah anak itu sendiri, pengadilan akan mengizinkannya biladinilai ia sudah cukup matang dan cukup mengerti dan menghargaisifat dan kepentingan dari penggantian nama itu.132

Batas Umur Seseorang Dianggap Sebagai Anak (Kedewasaan)

Seperti terlihat dalam uraian sebelumnya, masalah “custody”,apakah dalam bentuk “legal custody”, “actual custody”, “jointcustody”, “sole custody”, “residence order”, “contact or-der”, semua menyangkut masalah anak di bawah umur. Untukitu perlu diketahui batasan seseorang dianggap sebagai “anak”.

131 Ibid., hlm. 162.132 Ibid.

Page 79: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

68

Di Inggris, Children Act 1989, mendefinisikan anak sebagai“seseorang yang berumur di bawah 18 tahun”,133 akan tetapitidak semua persyaratannya maupun undang-undang lainnyaberkenaan dengan anak adalah berkaitan dengan usia kedewasaan.Dalam beberapa hal tertentu terdapat pembatasan-pembatasanyang konsisten. Misalnya anak di bawah 18 tahun tidak bolehbertato atau anak di bawah 16 tahun tidak boleh masuk rumahpelacuran atau membeli mercon atau petasan dan sebagainya.Menurut sistem “Common Law” dan oleh Undang-undang (dalamhal ini Children Act 1989), kemampuan seseorang untuk bertindakdi dalam hukum tidak tergantung dari usianya, tetapi darikematangannya (“maturity”), karena itu tidak mudah untuk orangdewasa mengetahui apakah seorang anak remaja dapat berbuatsesuai dengan hukum. Banyak undang-undang berkenaan dengananak didasarkan atas prinsip yang bersifat paternalistik. Anak-anak berpotensi untuk jadi korban, karena itu Parlemen Inggrisberusaha untuk melindunginya dari eksploitasi dan ketidakpedulianorang dewasa.134

Hampir semua anak hidup setidak-tidaknya sebagian masakanak-kanaknya dengan orang tuanya yang mengawasi segalatindakannya dan menentukan pengalaman masa kecilnya. Dalamhubungan antara orang tua dan anak-anak, undang-undangmemberikan kebebasan kepada orang tua untuk memilih bagaimanacara membesarkan si anak. Pemerintah hanya akan ikut campurbila terjadi tindakan-tindakan kekerasan yang bersifat pidana yangdilakukan terhadap si anak.

Bahwa masalah anak erat kaitannya dengan kekuasaanorang tua. Seperti telah diuraikan di atas Children Act 1989,mendefinisikan “parental responsibilities” dengan istilah, hak,kewajiban dan kekuasaan (“rights, duties and powers”).

133 S.M. Cretney and J.M.Masson, Principles of Family Law, 6th ed., (London: Sweet &Maxwell, 1997), hlm.575.134 Cretney, loc.cit.

Page 80: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

69

Kekuasaan orang tua juga berkurang bila anak sudah dianggapmatang (maturity) hal itu bermula dari hak untuk mengawasi danberakhir dengan tidak lebih dari sekedar menasihati, dan merekadapat mengambil keputusan sendiri. Anak-anak “beyond the ageof discretion” (dalam umur di mana ia bebas untuk menentukanpendapatnya), adalah 14 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untukperempuan, bukan lagi merupakan subjek dari kekuasaan orangtua yang penuh; pengadilan akan menolak tindakan orang tuauntuk memerintahkan si anak kembali ke orang tuanya danmenerapkan ketentuan yang sama terhadap anak yang sudah“mature” tersebut. Akan tetapi tidak ada ketentuan umum bahwaanak memperoleh kemampuan lebih pada umur 16 tahun. Anakyang sudah matang pada umur di bawah 16 tahun, menurut ChildrenAct 1989 (pasal 10 (b), dapat minta kepada pengadilan untuktinggal terpisah dari orang tuanya, tetapi pengadilan tidak menghapuskekuasaan orang tua terhadap anak itu.135

Dari hal-hal tersebut menurut penulis di Inggris, tidak lagidiperlukan ketentuan “pendewasaan”, seperti dikenal di dalamBW seperti telah diuraikan terdahulu, karena kriterianya adalahanak tersebut sudah “mature”, sedangkan pada umur berapa seoranganak dianggap “mature” tergantung dari penilaian hakim.

Diperluasnya hak seorang anak sehingga ia memperolehhak sebagai individu yang dapat melaksanakan haknya tanpaizin orang tuanya, tergantung pada kasus serta ketentuan hukumyang berlaku. Pengadilan di Inggris mengakui meningkatnyakebebasan anak muda dengan menerima bahwa apabila ia dapatmembuktikan kematangan dirinya (“maturity”), mereka akandapat membuat berbagai keputusan bebas dari pengawasan orangtuanya.

Sebagai contoh dapat disebut di sini kasus Gillik (GillickCase) 136 sebagai berikut:

135 Ibid., hlm. 579-580.136 Ibid., hlm. 588-592. Baca pula Bevan op. cit., hlm. 3-6.

Page 81: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

70

Pada bulan Desember 1980 Departemen Kesehatan danPengamanan Sosial Inggris, (Department of Health and SocialSecurity) (DHSS), mengeluarkan suatu pengumuman yang berisinasihat kepada dokter-dokter berkenaan dengan pelayanankontraseptif untuk anak-anak berusia di bawah 16 tahun. Dalampengumuman itu dinyatakan bahwa adalah “sangat tidak biasa”bagi para dokter untuk memberikan nasihat tentang kontraseptif(kepada anak-anak di bawah 16 tahun, tambahan dari penulis),tanpa izin orang tuanya, akan tetapi diakui bahwa kecuali anak-anak diobati/diperlakukan secara rahasia (were treated in confi-dence), yaitu dalam keadaan tertentu mereka tidak bolehmendapatkan perawatan dan konsekuensinya ia akan menderita.Dokter harus membujuk anak supaya melibatkan orang tua, tetapikeputusan apakah akan dirawat atau tidak, akan diputus olehklinik. Si ibu, Mrs. Gillik, ibu dari lima anak di bawah usia 16tahun, memperoleh jaminan dari otoritas kesehatan setempat, bahwaanak perempuannya tidak boleh diberikan perawatan kontraseptiftanpa izinnya. Karena ia tidak mendapat jawaban yang memuaskandari DHSS, maka ia menggugat DHSS ke pengadilan, karenaDHSS melanggar haknya sebagai orang tua dan sebagai pemegangkekuasaan orang tua. Gugatan ke pengadilan baik secara pidanamaupun secara perdata, berkenaan dengan pelanggaran kekuasaanorang tua, yaitu tentang izin orang tua yang harus ada bila anakberumur di bawah 16 tahun. Gugatan orang tua ini tidak berhasil,karena House of Lords berkesimpulan: (1) tidak ada ketentuanyang menyatakan kekuasaan orang tua adalah absolut sampaiumur tertentu, tetapi kekuasaan orang tua akan berkurang sejak(2) anak mempunyai hak membuat suatu keputusan sendiri apabilaia telah mencapai pengertian dan kemampuan yang cukup matanguntuk bertindak sendiri dan karena itu (3) seorang anak perempuanberusia di bawah 16 tahun, tidak akan kehilangan kemampuanhukumnya mendapatkan izin untuk memperoleh nasihat danperawatan kontraseptif terhadap dirinya, hanya karena umurnya.137

137 Teks bahasa Ingrisnya dari kesimpulan itu adalah: (1) that there was no rule of absoluteparental authority until a fixed age but the right to custody was a dwindling right, since (2)

Page 82: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

71

2. Belanda

a. Pengertian Dan Pengaturan Pemeliharaan Anak SertaKekuasaan Orang Tua Sebelum Dan Sesudah BerlakunyaBW Belanda Tahun 1990

Sebelum menguraikan masalah pemeliharaan anaktermasuk kekuasaan orang tua yang berlaku di Belanda, perludikemukakan bahwa mengenai masalah perkawinan, perceraiandan akibat hukumnya, yaitu mengenai hukum keluarga, diBelanda diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang HukumPerdatanya (Nedherland Civil Code (BW)). Civil Code iniyang diundangkan pada tahun 1838, telah berkali-kalidimodernisasi. Hal ini disebabkan berkembangnya masalahhak asasi manusia dalam sistem hukum Belanda beberapadekade terakhir sehingga mengakibatkan penegak hukummenghadapi berbagai masalah dalam menerapkan Civil Codepada putusan-putusannya terutama di bidang hukum keluarga.Meskipun hukum Belanda didasarkan pada undang-undang(statute), tetapi hukum yang diciptakan oleh hakim (judgemade law) menjadi lebih penting.

Pengaruh hak asasi manusia pada hukum Belanda sangatbesar, terutama pasal 8 dari European Convention on HumanRights and Fundamental Freedom (ECHR)138 sangatberpengaruh pada hukum keluarga Belanda. Dewasa inimasalah yang paling diperdebatkan adalah, apakah denganpenciptaan hukum baru tersebut Mahkamah Agung Belanda(Hoge Raad) telah memberikan keadilan kepada para pihak

a child had the right to make his or her own decisions when he or she reached a sufficientunderstanding and intelligence to be capable of making up his or her own mind and,therefore, (3) that a girl under 16 did not, merely because of her age, lack legal capacity toconsent to contraceptive advice and treatment. Bevan, op. cit , hlm. 10.138 EHCR ini pertama kali di adakan (done) di Roma tanggal 4 November 1950, dan limakali perubahan (Five Protocols) yaitu Protokol Pertama di Paris tgl. 20 Maret 1952,Protocol kedua dan ketiga, di Strasbourg, tgl. 6 Mei 1963, Protokol keempat di Strasbourgtanggal 16 September 1963 dan Protokol kelima juga di Strasbourg tgl. 20 Januari 1996,http://www.hri.org/docs/EHCR50.html, tgl. 7 November 2002, hlm.1.

Page 83: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

72

atau ia telah meletakkan hukum baru. Masalah memperluashukum dengan cara seorang hakim boleh membuat hukum (ajudge made law) adalah sangat kontroversial di Belanda.Hoge Raad telah memperluas interpretasi terhadap hukumyang kaku dengan menerapkan (EHCR) dan The UnitedNations International Covenant On Civil and PoliticalRights (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Belanda. Hal-hal penting yang telah diterapkan dari kedua Konvensi tersebutoleh Hoge Raad adalah persamaan antara laki-laki danperempuan, status hukum dari anak-anak yang lahir di dalamatau di luar perkawinan dan posisi dari pihak-pihak dalamperceraian. EHCR dimintakan untuk berlaku di Belanda, sebagaihukum yang langsung berlaku berdasarkan Konstitusi, karenaitu diambil sebagai preseden terhadap perundang-undangannasional. Oleh sebab itu, Konvensi sering dipakai untukmenantang kesahan suatu undang-undang. Hal ini juga perlukarena Konvensi harus diminta untuk dapat diberlakukan dihadapan Pengadilan di dalam negeri Belanda guna melindungipilihan permohonan berikutnya kepada Commision ofEurope dan Pengadilan HAM.139

Konvensi (EHCR) ini dibuat adalah untuk menjamin“pelaksanaan bersama” (collective enforcement), dari hak-hak asasi manusia dan kebebasan mendasar (human rightsand fundamental freedoms) (dari negara-negarapenandatangan catatan - penulis). Respek terhadap kehidupanpribadi dan kehidupan keluarga (family and private life),dalam pengertian pasal 8 EHCR terutama berarti bahwa otoritaspublik harus menahan diri dari intervensi sewenang-wenangdi dalam kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga seseorang.140

Masalah yang timbul dari pendekatan yang dilakukandengan EHCR ini, ialah karena isi pasal 8 dari EHCR mencakup

139Paul Vlaardingerbroek,”Contracting on Family Law”, http://infolab.kub.nl/till/data/topic/contract. htm l, tanggal 1 November 2002, hlm.3.140 Paul Vlaardingerbroek, loc. cit.

Page 84: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

73

semua ketentuan-ketentuan mengenai hukum keluarga (asArticle 8 itself seems to contain a whole code of familylaw), maka seluruh ketentuan hukum Belanda berkenaan denganhukum keluarga harus diganti untuk mencapai kesesuaiandengan “case law” dari Mahkamah Agung dan PengadilanHak Asasi Manusia (selanjutnya disingkat Pengadilan HAM).141

Di dalam banyak kasus, Hakim Belanda harus membuatkeputusan sendiri, karena Undang-Undang (Statute) tidakmenyediakan jawaban untuk masalah-masalah baru, sepertipengganti ibu (surrogate motherhood), hak kunjung dari oranglain selain orang tua yang bercerai, dan hak/kekuasaan orangtua untuk orang tua yang tidak menikah, atau karena undang-undang (legislation) telah sangat kuno.142

Tidak dapat diragukan, pasal 8 EHCR sering dibaca dalamhubungannya dengan pasal 14 EHCR, merupakan faktor yangsangat penting dalam mengadakan perubahan di bidangjurispridensi dan usaha-usaha untuk memodernisir ketentuanperundang-undangan (legislation) di bidang hukum keluargadan hukum anak.

Pasal 8 dari EHCR143 ini berbunyi sebagai berikut:

1. Setiap orang mempunyai hak untuk dihormati kehidupanpribadi dan keluarganya, rumahnya (penentuan tempattinggal) dan berhubungan dengan pihak lain; (Everyonehas the right to respect for his private and familylife, his home and his correspondence).

2. Tidak akan ada campur tangan dari otoritas publik dalamhal ia melaksanakan haknya kecuali bila hal itu berkenaandengan hukum dan perlu di dalam masyarakat demokratisdemi kepentingan dan keamanan nasional, keamanan publik

141Ibid.142 Ibid.143 “Council of Europe The European Convention on Human Rights,” http://www.hri.org/ docs/ ECHR50. html , tgl. 7 November 2002, hlm.1.

Page 85: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

74

atau kesejahteraan ekonomi negara, untuk mencegahkeadaan tidak menentu, atau masalah kriminal, untukmelindungi kesehatan atau moral atau untuk melindungihak-hak dan kebebasan-kebebasan lainnya (There shallbe no interference by a public authority with theexercise of this right except such as is in accordancewith the law and is necessary in a democratic societyin the interests of national security, public safety orthe economic well-being of the country, for the pre-vention of disorder or crime,for the porotection ofhealth or morals,or for the protection of the rightsand freedom of others).

Pasal 14 EHCR berbunyi sebagai berikut:

Kenikmatan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasanyang terkandung di dalam Konvensi ini harus dijamin tanpaadanya diskriminasi berdasarkan seks, ras, warna kulit, bahasa,agama, politik atau pendapat lain, asal kebangsaan atau asalkemasyarakatan, asosiasi dengan suatu bangsa yang minoritas,kekayaan, kelahiran atau status lainnya (The enjoyment ofthe rights and freedoms set forth in this Convention shallbe secured without discrimination on any ground such assex, race, colour, language, religion, political or otheropinion,national or social origin,association with a na-tional minority, property, birth or other status).

Ketentuan lain yang perlu diperhatikan adalah pasal 5, 6, 12dan 13 ECHR serta pasal 26 The United Nations InternationalCovenant on Civil and Political Rights (ICCPR).144

144 Pasal 5 EHCR:berkenaan dengan hak seseorang untuk memperoleh kemerdekaan dankeamanan pribadi (right to liberty and security of person); pasal 6 EHCR berkenaandengan hak-hak sipil dan pelanggaran pidana;Pasal 12 EHCR: mengenai hak dari seorang laki-laki dan seorang perempun untuk menikahdan mempunyai keluarga; pasal 13 EHCR berkenaan dengan penyembuhan atas pelanggaranhak-hak dan kebebasannya berdasarkan Konvensi; Council of Europe, Ibid., hlm. 3, 4 dan5; pasal 26 Covenant mengatur bahwa semua orang adalah sama di depan hukum. http://www.hrweb.org/legal/cpr.html , tgl. 9 November 2002., hlm.5.

Page 86: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

75

Namun demikian formulasi dari hak-hak yang terdapat dalampasal 8 ECHR tidak jelas (vaguely). Batasannya tidak jelas,karena itu dimungkinkan untuk mengembangkan interpretasiterhadap pasal 8 ECHR ini.

Meskipun “The European Commission” and “EuropeanCourt of Human Rights”, menafsirkan konsep dari “famili life”dan “private live” sangat ketat (strictly), akan tetapi PengadilanBelanda yang dipimpin oleh Mahkamah Agung (Hoge Raad)memperluas ruang lingkup (scope) dari pasal 8 EHCR. Pasal inisekarang juga dipakai dalam hampir semua kasus, antara laindilakukan oleh si penggugat yang mencari hak untuk “penyembuhan”yang tidak dapat diperolehnya berdasarkan hukum Belanda (contohkasus akan diuraikan kemudian).

“Family life” di dalam pasal 8 ECHR, terdiri dari berbagaimacam pertalian yang sangat dekat, seperti hubungan kekeluargaandan hubungan kebapaan dengan ayah tiri (foster parenthood).Persyaratan kunci adalah adanya mata rantai yang dapatdipertimbangkan untuk membangun kehidupan keluarga (familylife). Karena itu harus ada suatu hubungan yang sangat dekat,semacam kehidupan kekeluargaan yang efektif (effective familylife). Konsekuensi dari hubungan semacam itu ialah, misalnyaorang tua yang bukan pemegang pemeliharaan anak harusmempunyai hak kunjung terhadap anak-anaknya. Kesenanganbersama (mutual enjoyment) antara orang tua dan anak-anaksatu sama lain akan membentuk suatu unsur yang fundamentaldari kehidupan keluarga. Pendapat bahwa hubungan kekeluargaanyang alami tidak akan berakhir dengan adanya fakta si anakdididik (educated) di mana-mana (misalnya ia berada pada asuhanpublik atau hidup dengan orang tua tiri), menurut PaulVlaardingerboek, menyebabkan a whole code of judge madelaw (seluruh undang-undang terdiri dari hukum yang dibuat olehhakim).145

145 Vaardingerbroek, loc.cit.

Page 87: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

76

Di Belanda sebelum 1 Oktober 1971 berdasarkan pasal 161(5): 1 BW lama, (tgl. 6 Mei, 1971, Stb.290),146 putusnya perkawinanantara kedua orang tua, kepada salah satu orang tua diberikan“voogdij” (pemeliharaan anak) dalam arti “sole custody”. Orangtua bukan pemegang hak pemeliharaan anak tidak mempunyaihak menurut hukum untuk berhubungan dengan anak-anak yangberada dalam pemeliharaan orang tua lain (pemegang hakpemeliharaan). Tidak ada hak kunjung baginya baik berdasarkanundang-undang atau kasus-kasus hukum. Pada tahun 1980, Euro-pean Comission (ERCM) menyimpulkan (ERMC, 13 Maret 1980,NJ 1981,121), bahwa berdasarkan yurisprudensi tetap (accord-ing to its established case-law) hak dari kehidupan berkeluarga(family life) mengandung pula hak dari orang tua untuk berkunjungatau berhubungan dengan anaknya dengan ketentuan negara tidakboleh mencampurinya dalam hal si orang tua melaksanakan haknyasesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam angka2 dari pasal 8 Konvensi ECHR, dalam hal ini “perlindungan terhadapkesehatan dan moral” (protection of health and morals) serta“perlindungan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang” (pro-tection of the rights and freedoms of others).147 Sebagaikonsekuensinya pasal 161 (5) dari BW lama, dianggap tidak sesuaidengan pasal 8 EHCR dan harus diubah.

Pasal 161a:1 BW baru yang menggantikan pasal 161 (5)lama yang mulai berlaku tanggal 1 Desember 1990 (Act of 13September 1990, Stb.482), menyatakan bahwa hak kunjungbagi orang tua bukan pemegang hak pemeliharaan sekarangdijamin.148

Pasal 161a BW baru berbunyi sebagai berikut:149

146 Ibid., hlm. 6.147 Ibid.148 Ibid.149 Dikutip dari Putusan Council of Europe, European Court of Human Rights First SectionDecision, as to Admissibility of Application no. 32040/96 by Joseph ZANDER against theNedherland, tgl. 24 Oktober dan 5 Desember 2000, hlm.3, http://hudoc.echr.coe.int/Hudoc1doc2/HEDEC/ 200012/32040 di.chb124102000e.doc, 27 Maret 2003.

Page 88: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

77

1. The child and the parent who has not been appointed asguardian are entitled to have accecss to each other(omgang met elkaar). Acsess between the parent and thechild can take place from the time at which the otherparent’s guardianship has begun (Si anak dan orang tuayang tidak ditunjuk sebagai pemegang pemeliharaan anakterikat untuk mendapat hak kunjung satu sama lain, hak kunjungantara orang tua dan anak dapat dilaksanakan sejak saatditunjuknya orang tua lainnya sebagai pemegang pemeliharaananak).

2. The Regional Court shall,at the time of the divorce or ata later date, at the request of both parents or one ofthem, establish an arrangement for the implementation ofthe right to access,for a definite period or not as thecase may be, or shall deny, for a definite period or notas the case may be,the right to access (Pengadilan Re-gional, sejak dijatuhkannya putusan perceraian atau beberapawaktu setelahnya, atas permintaan kedua orang tua atau salahseorang di antaranya, mengeluarkan pengaturan untukmelaksanakan hak kunjung untuk suatu periode yang definitifatau menolak hak kunjung untuk suatu periode yang definitif,atau menolak samasekali hak kunjung).

3. The regional Court shall only deny the right to access if:(Pengadilan Regional hanya akan menolak hak kunjungapabila):

a. access would seriously impair the mental or physicaldevelopment of the child or (Kunjungan itu secara seriusakan merusak perkembangan mental dan fisik si anak);atau

b. the parent must be deemed to be obviously unfitfor,or obviously incapable of access; or (Orang tuaitu tidak pantas atau nyata-nyata tidak cakap untukmendapatkan hak kunjung); atau

Page 89: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

78

c. access would for another reason be contrary toweighty interests (zwaarwegende belangen) of the child;or (kunjungan itu bertentangan dengan kepentingan utamasi anak); atau

d. the child, being at least twelf years old, when beingheard has made serious objections to allowing hisparent access150 (si anak telah berumur setidak-tidaknyadua belas tahun ketika didengar menolak secara seriuskunjungan orang tua tersebut).

Dari hal tersebut disaksikan bahwa untuk mendapatkan hakkunjung ini, harus diselidiki dulu dan yang diutamakan adalahkepentingan terbaik si anak (the best interest of the child).Sebelumnya, pada tahun 1985, Hoge Raad menolak permohonanpemohon untuk hak kunjung ini dengan alasan hak kunjung hanyadiberikan bila yang akan dikunjungi itu adalah keturunannya atausebelumnya telah ada hubungan kekeluargaan (Hoge Raad, 22Februari 1985, NJ 1986, 3). Sekarang untuk mendapatkan hakkunjung itu persyaratannya hanyalah:

“is or has been in such a relationship to the child that heis enjoying family life with his child within the meaning ofArticle 8 ECHR ... No regard is paid, in the light of Article14 ECHR 151to the question wether the relationship with thechild is based on legal parenthood, acknowledgment, bio-logical parenthood or any other relation,which can beconsidered equal to the previous relationship for the pur-poses of the application of Article 8 ECHR”.152

Apakah permohonan untuk mendapatkan hak kunjungdiberikan atau tidak, tergantung pada aspek-aspek yang spesifikdari hubungan kekeluargaan itu, termasuk karakter dari hubungan

150 Ibid. , hlm. 4.151 Tentang isi Pasal 8 dan pasal 14 dari ECHR (lihat hlm. 127 dan 128).152 Vlaardingerbroek, loc.cit.

Page 90: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

79

kekeluargaan itu dan panjangnya waktu anak itu berada dalampemeliharaannya.

Berdasarkan hal tersebut, hak kunjung meningkat. Hak kunjungitu bahkan terbuka pula untuk orang tua pemberi donor sperma(semen donors), ayah karena hubungan iscest (iscestuous fa-ther), kakek/nenek, pemerkosa (rapids). Dalam pandangan HogeRaad, fakta adanya suatu hubungan sebagai orang tua biologisdengan si anak sudah cukup untuk menciptakan dugaan adanyahubungan kekeluargaan.153

Perlu dikemukakan di sini, di Belanda dewasa ini pengertian“keluarga” (family), dan “kehidupan berkeluarga” (family life)tidak lagi terbatas pada pengertian keluarga dalam arti tradisional(suami-istri dalam pekawinan sah dan anak-anak, tambahan daripenulis). Sebagian di antara keluarga itu menikah dan mempunyaianak-anak, sebagian lagi diartikan sebagai “keluarga” adalahpasangan-pasangan yang hidup bersama, tanpa nikah, baik daridua jenis yang berbeda, sesama jenis tetapi mempunyai anak.Pemerintah Belanda berpendapat masalah “family life” ini adalahsemata-mata masalah pribadi, tidak ada alasan bagi pemerintahuntuk mencampurinya, kecuali ada alasan yang cukup demikepentingan sang anak misalnya kalau orang tua menganiaya sianak.154 Berdasarkan nilai-nilai kultural dan kepercayaan, umumditerima di Belanda kebebasan memilih suatu hubungan kekeluargaanyang diinginkan. Pasangan-pasangan hidup bersama (Cohabitators),disamakan dengan pasangan-pasangan yang menikah.

Pada tanggal 1 April 2001, Belanda merupakan negara pertamadi dunia yang mensahkan “perkawinan” di antara orang-orangsesama jenis (“marriages” between persons of the same sex),155

153 Ibid.154 Vlaardingerboek, op.cit. hlm.2.155 David Orgon Coolidge, “Same - Sex “Marriage” in Holland: Is the Sky Falling?”,Chronical Programs Publications About EPPC, http://www.eppc.org/publications/xq/ASP/pubsID.260/qx/ pubs_viewdetail.htm , tgl. 11 November 2002.

Page 91: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

bahkan beberapa Kantor Catatan Sipil melaksanakan upacara(ceremonies) dari pasangan sesama jenis jika mereka menikah.156

Hoge Raad dalam putusannya tanggal 19 Oktober 1990,menyatakan bahwa adalah tidak adil untuk melakukan diskriminasiterhadap pasangan homo seksual bila membandingkannya denganpasangan heteroseksual dalam hak untuk menikah. Hoge Raadmenganggap bukan tugasnya untuk mengubah situasi tersebut.157

Dalam kaitannya dengan masalah pemeliharaan anak ini, tidakada lagi perbedaan dalam hubungan keluarga antara anak danorang tua apakah si anak lahir dalam perkawinan sah atau hanyasebagai akibat dari “hidup bersama”, haknya adalah sama. Bilahubungan kedua orang tua itu putus baik karena perceraian ataukarena berakhirnya hidup bersama itu, kepada salah satu orangtua diberikan hak pemeliharaan anak dan yang tidak memperolehhak pemeliharaan mendapat hak kunjung.

Bila kita membaca Undang-Undang Perceraian (Divorce Lawof) 1971,158 di sana dinyatakan bahwa dalam suatu perceraian,anak-anak akan diserahkan kepada pemeliharaan salah satu orang tua, biasanya kepada si ibu. Hak kunjung diberikan kepadasi ayah. Tidak ada ketentuan yang pasti mengenai hak kunjung ini,di dalam praktik tergantung kepada kesukarelaan pemegang hakpemeliharaan untuk bisa bekerjasama. Karena itu pada tahun1979, Menteri Kehakiman mengeluarkan suatu Rancangan Undang-Undang (Bill) baru, di mana dinyatakan bahwa hak kunjungmerupakan hak timbal balik antara orang tua dan anak. Ada segi

156 Hal ini diatur dalam Bill 26672 (“on the Opening Up of Marriage”). Adapunpersyaratannya ialah, salah satu pasangan haruslah warga negara Belanda atau telahmempunyai permanent resident di Belanda.Hukum keturunan yang tradisional (traditionallaws of descent) tidak berlaku dalam perkawinan sesama jenis ini kecuali pasangan tersebutmengadopsi anak. Hanya anak Belanda yang dapat diadopsi oleh pasangan tersebut. Coolidge,loc.cit.157 Ibid.158 Trudie Knijn and Peter Selten, “Transformation in Fatherhood: the Netherland”, hlm.259, diakses tgl. 20-Maret-2003. www.sociology.su.se/cgs/conference/6knijn%20&%selten.pdf,

80

Page 92: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

pedagogis dan segi hukum di dalamnya. Dari segi ilmu pendidikan(pedagogical point of few), Menteri menyatakan kelahiranmenciptakan hubungan emosional dan suatu komitmen utama antaraanak dan kedua orang tua, sesuatu yang tidak akan putus denganterjadinya perceraian antara kedua orang tua. Dari segi hukum,hak kunjung adalah merupakan hak dasar tidak hanya demikepentingan orang tua, tetapi juga bagi kepentingan si anak. Hanyadalam hal-hal yang khusus saja hak kunjung ini dapat ditolak.Rancangan Undang-Undang ini menjadi perdebatan panjang,terutama dari pihak pendidik dan hakim di pengadilan anak (ju-venile courts), meragukan apakah hak kunjung ini selalu demikepentingan kesejahteraan si anak. Pihak lain terutama pihak ayahyang setelah perceraian dicabut haknya untuk mengunjungi anak-anaknya, menyatakan bahwa rancangan undang-undang ini tidakakan mencapai tujuannya. Mereka (para ayah) menuntut untukmendapatkan co-custody, dari pada hak kunjung, untuk menjaminbahwa orang tua bukan pemegang hak pemeliharaan dapatberpartisipasi di dalam keputusan-keputusan penting mengenai anak.Selain itu mereka minta agar kepada si ibu yang tidak maubekerjasama diberikan sanksi.159

Di Belanda, pengertian “custody”, dibagi dalam dua hal yaitu“parental authority” (kekuasaan orang tua) dan “guardianship”(perwalian-pemeliharaan anak, penulis). Selama perkawinan keduaorang tua melaksanakan secara bersama kekuasaan orang tua(pasal 246 ayat (1) BW). Akan tetapi bila perkawinan putuskarena perceraian kekuasaan orang tua hapus dan diganti denganpemeliharaan anak (custody-voogdij).

Pada prinsipnya anak-anak berada di bawah pemeliharaan(custody) dari salah satu orang tuanya atau berada di bawahpemeliharaan pihak ketiga (orang pribadi atau badan hukum, pasal279 ayat (1) BW).160

159 Ibid.160 Vlaardingerbroek, op. cit., hlm. 5.

81

Page 93: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Di bawah pengaruh dari pasal 8 ECHR, Hoge Raad dalamtahun 1984, membuat suatu putusan yang berlainan yangmemungkinkan kedua orang tua tetap mempunyai kekuasaan orangtua, juga dalam hal perkawinan keduanya berakhir karena perceraian.Dua tahun kemudian Hoge Raad memberikan interpretasi lebihjauh (further interpretation) berkenaan dengan konsep kekuasaanorang tua ini yang menyatakan bahkan dalam “cohabitation”(hidup bersama tanpa menikah), kedua orang tua dapat memperolehperintah (dari pengadilan - an order) yang memberinya kekuasaanorang tua, karena demi kepentingan terbaik si anak, dan hubungankekeluargaan antara anak dan orang tua (HR 21 Maret 1986, NJ1986,585). Antara si ibu dan si anak tetap ada hubungan hukumsecara otomatis, tetapi dengan si ayah, hubungan ada bila si anakdiakuinya. Hoge Raad mengajukan pembenaran atas putusannyadengan alasan untuk melindungi hak-hak para pihak sebagai akibatdari konsep “family life”. Hoge Raad menemukan bahwa Undang-Undang Belanda yang hanya memberikan kekuasaan orang tuaselama keduanya terikat dalam perkawinan sudah berada di luargaris pandangan masyarakat yang berlaku dewasa ini.Konsekuensinya oleh pemerintah diusulkan perubahan terhadapundang-undang tentang “custody” ini kepada Parlemen Belandadalam bulan Februari tahun 1993. Pada tanggal 2 November 1995,Undang-Undang yang baru berkenaan dengan kekuasaan orangtua ini dinyatakan berlaku (Stb.240).161

Undang-Undang yang baru tentang Kekuasaan Orang Tua(The New Act on Parental Authority) ini memberikan kelanjutankekuasaan orang tua setelah perceraian (dengan keputusan hakim)dan dalam kasus kedua orang tua tidak menikah, putusan diberikanoleh Panitera Pengadilan Lokal (the Clerk of the Local Court).Tentu saja dalam hal ini yang diutamakan adalah kepentingan sianak, apabila ada permohonan pemeliharaan dari kedua orangtua. Tetap dipertahankannya persyaratan tentang adanya hubungankekeluargaan antara si anak dan si pemohon untuk mengajukan

161 Ibid.

82

Page 94: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

“custody” ini, disebabkan oleh karena adanya advis dari“Council of Europe” berkenaan dengan tanggung jawab orangtua, yang dikeluarkan (issued) oleh “Committee of Minister padatanggal 28 Februari 1984 (Recommendation No. R (84) con-cerning “parental responsibility”, Strassbourg, 1984, TweedeKamer 1992-3, 23 012, no. 3, p. 22). Selanjutnya dikatakan, perwalian(guardianship), untuk masa yang akan datang hanya mungkindiberikan kepada pihak ketiga, bukan orang tua, dan harus ditunjuk(oleh) orang tua atau oleh pengadilan - catatan penulis), padatanggal 1 Januari 1998.162 Undang-undang baru ini bertentangandengan undang-undang yang lama, yang memberikan “sole cus-tody” kepada salah satu orang tua, dengan terjadinya perceraian,mengharuskan kedua orang tua untuk melaksanakan “joint cus-tody” (perwalian bersama) kekecualian hanyalah apabila salahsatu orang tua berhasil meyakinkan pengadilan, bahwa “jointcustody” tersebut dapat membahayakan kesejahteraan si anak.163

Praktik yang berlaku mengenai hak kunjung diteruskan (Guard-ianship in future will only be possible if a third party,notbeing a parent,is to be appointed).164

Walaupun terjadi perluasan dari perundang-undangan nasionalseperti tersebut di atas, perdebatan tetap berlanjut berkenaan dengansifat dari hubungan kekeluargaan antara anak dan orang tua.Dalam suatu kasus, si ayah yang telah mengakui anak luar nikahnya,dengan konsekuensi nama keluarga si anak berubah dari namakeluarga si ibu menjadi nama keluarga si ayah, dalam hal initerdapat kesepakatan antara keduanya agar nama keluarga sianak tetap memakai nama keluarga si ibu. Hoge Raad dalamputusannya tanggal 24 Februari 1989, NJ 1989, 742, menolakpermohonan keduanya dengan alasan “the lack of judicial par-enthood” (ketiadaan kedudukan orang tua menurut hukum).165

162 Ibid., hlm. 258.163 Ibid., hlm. 260.164 Ibid.165 Ibid., hlm 6.

83

Page 95: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Undang-Undang yang baru (UU 1995 - dari penulis),memberikan solusi yang lebih adil. Dalam kasus sepasang lesbianatau sepasang “gay”, “the social parent” (‘niet-ouder’ - bukanorang tua - penulis), akan mendapat status yang sama sebagaiorang tua dari si anak dan memperoleh kekuasaan orang tuaterhadap si anak.166

Hingga tahun 1980-an, dalam kasus-kasus perceraian,pengadilan menunjuk si ibu sebagai pemegang hak pemeliharaandan kepada si ayah ditunjuk sebagai co-guardian. Dalam tahun1980-an tersebut 90% dari kasus perceraian si ibu ditunjuk sebagaipemegang hak pemeliharaan anak atas dasar karena ia memeliharaanak sehari-hari.167 Hanya dalam hal-hal tertentu saja misalnyakarena si ibu menelantarkan si anak atau ada bukti ia tidak cakapuntuk memelihara si anak (misalnya karena mendapat gangguanmental) atau karena si ayah mempunyai kehidupan yang lebihstabil dari si ibu, karena si ayah menikah lagi dan si ibu bekerja,ia kehilangan haknya dan pemeliharaan anak diserahkan kepadasi ayah.168

Pada tahun 1998 diundangkan Undang-Undang baru mengenaiHukum Keluarga (Family Law) yang mulai berlaku secara efektif.Berbagi pemeliharaan anak berarti kedua orang tua setuju tentangpengaturan hak kunjung apakah hal itu berlaku setelah perceraianatau setelah pisah meja dan tempat tidur.169

b. Batas Umur Seseorang Dianggap Sebagai Anak(Kedewasaan)

Mengenai batas umur seseorang dianggap dewasa di Belanda,antara lain dapat dibaca dalam pasal 233:1 BW yang menyatakanbahwa seorang dianggap dewasa bila ia sudah berumur 18 tahunatau sudah menikah sebelumnya.

166 Ibid.167 Knijn & Selten, op.cit., hlm.257.168 Ibid., hlm. 257-258.169 Ibid.

84

Page 96: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Namun demikian seperti telah diuraikan di muka, Hakim harusmemberi kesempatan kepada anak yang sudah berumur 12 tahunatau lebih didengar di dalam setiap proses pengadilan denganmana ia terlibat seperti dalam kasus perceraian kedua orang tuanya,perubahan kekuasaan orang tua, perlindungan anak, pengaturanhak kunjung orang tua dan sebagainya. Akan tetapi hal ini semata-mata suatu hak untuk diundang ke pengadilan untuk didengar,bukan hak untuk intervensi atau mediasi di pengadilan.170

Beberapa expert, meragukan (skeptical) mengenai hak untukdidengar untuk anak berumur 12 tahun tersebut, karena merekatakut si anak dipaksa oleh orang tuanya untuk mengatakan apayang diinginkan oleh si orang tua. Mereka menyangsikan, hal itutidak akan memberikan masukan apa-apa, terhadap apa yangsudah dikumpulkan oleh Dewan Perlindungan Anak atau OrganisasiPerlindungan Anak lainnya. Karena itu efek dari didengarnya sianak di pengadilan tidak perlu dibesar-besarkan. Hal ini hanyasalah satu cara bagi hakim dalam membuat keputusan. Bagi sianak itu berarti ia dapat berbicara secara terus terang tentangsituasi yang dihadapinya.Tidak ada masalah/bahaya bila si anakdidengar di pengadilan sepanjang ia diberi kesempatan untukberbicara secara informal.171

Pemerintah Belanda berpendapat bahwa seorang anak belumdianggap cakap mengajukan suatu permohonan ke pengadilan atasnama dirinya sendiri. Ia akan diberi hak untuk maju ke pengadilanapabila bantuan secara sukarela gagal membantunya.

Pada bulan September 1989, Menteri Kehakiman Belandamengumumkan sebuah laporan berkenaan dengan status dari anakdi bawah umur (minor). Menteri Kehakiman Belanda menyatakanbahwa seorang anak seharusnya tidak mempunyai hak untukmengajukan perkara ke Pengadilan dengan alasan, bahwa konflik

170 Vlaadingerbroek, op.cit., hlm. 7.171 Ibid.

85

Page 97: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

tentang keluarga, sebaiknya tidak diselesaikan di pengadilan; jikapengadilan terlalu cepat ikut campur, konflik akan semakin meningkat,beban kerja pengadilan akan semakin berat dan biaya bantuanhukum akan semakin mahal.172

Walaupun hal ini adalah pandangan resmi (dari seorang MenteriKehakiman Belanda -catatan penulis), dalam beberapa tahun terakhirdapat dilihat sedikit perubahan yang memberikan hak lebih kepadaseorang anak, termasuk haknya untuk memprakarsai proses hukum(initiate legal proceedings), misalnya dalam kasus hak kunjungorang tuanya, seorang anak berumur 12 tahun atau lebih dapatmeminta kepada Hakim Pengadilan Anak (Juvenile Judge), untukmengubah hak kunjung orang tuanya (Hoge Raad 13 Maret 1987,(NJ 1988, 190) dan Hof Amsterdam tgl. 3 Juli 1989 (NJ 1992,504).

The Amsterdam Court of Appeal memutuskan,

“4.8. Minors are recognizes in law as independent persons,with own claims with regard to the fundamental human rights,as formulated in the Constitution and in internationalconventions.In maintaining these rights the minor may not befrustrated that, by the circumstance that he is incapable tobring an application by himself, he has a dependent position.So in a concrete matter, the procedural incapability may notlead to a situation, that the minor is interfered with practisinghis fundamental rights, because this would lead to the situ-ation that the special protection that in law is given to minorchildren, gives an interference to minor’s rights... So in con-crete situation the minor can be seen as the party concern,so that his request for the appoinment by the judge of aspecial guardian ad litem may be dealt by the judge... Insome case however, so much hurry is needed,that the ap-pointment of this special guardian cannot be waited for”.173

172 Paul Vardingerbroek, loc.cit.173 Ibid.

86

Page 98: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Dalam kasus ini, tuntutan seorang anak perempuan terhadapayahnya dikabulkan. Amsterdam Court of Appeal memutuskandengan menerima banding si anak memutuskan melarang si ayahmengunjungi anak perempuannya. Dengan demikian kekuasaan(parental power) dari si ayah secara tegas dibatasi oleh pengadilan.Hoge Raad di tingkat kasasi, menguatkan putusan ini.

Anak-anak, yang harus dihargai sebagai “orang”(as person), juga mempunyai hak untuk mengajukan keluhannya(complaint) ke European Commission (selanjutnya disingkat –Commision) and the Europen Court (disingkat Court). Karenaseorang anak ada di bawah pengawasan orang tua atau walinya,secara normal kasus-kasus berkenaan dengan seorang anakseharusnya di bawa ke Commision atau ke Court oleh orang yangmengawasinya. Akan tetapi seringkali keluhan anak tersebut adalahterhadap tindakan para orang tua atau walinya. Dalam keadaandemikian Commision menerima si anak sebagai pemohon. Misalnya,Jon Nielsen (seorang anak laki-laki berumur 12 tahun) minta izinuntuk membawa perkaranya kepada Commission, karena intinyapemohon mengajukan gugatan terhadap ibunya, yang mempunyaikekuasaan orang tua yang eksklusif terhadap dirinya. Dalam setiapkasus yang bersifat individu, Commission akan memutus apakahseorang anak sudah cukup umur (old enough) untuk membawakasus ke pengadilan atas nama pribadinya, memutus kasus demikasus apakah permohonan semacam itu dari seorang anak akandikabulkan atau tidak.174

3. Malaysia

Di Malaysia sebagai suatu negara yang menyatakan Islam sebagaiagama Federasi,175 mengenai pemeliharaan anak memakai istilah

174, Ibid., hlm.8.175 Article (3) of the federal constitution 1957 Provides that “Islam shall be the religion ofthe federation, but other religion maybe practiced in peace in harmony in any part offederation”. Muhammad, Hashim Kamali, Islammic law in Malaysia, Issues andDevelopments, chapter six, Issues over custody and Guardianship, Kuala Lumpur, IlmiahPublishers, 2000, hlm. 117.

87

Page 99: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

hadhanah. Hadhanah ini seperti diuraikan terdahulu di dalam HukumIslam adalah merupakan salah satu bentuk dari perwalian (guardian-ship-wilayah). Menurut hukum yang berlaku di Malaysia dewasa ini176

seorang perempuan terikat untuk mendapatkan custody (hadhanah)terhadap anak-anaknya yang masih kecil tetapi tidak mendapatkanperwalian (guardianship-wilâyah) terhadap anak-anaknya, karena halini adalah milik suaminya.

Kesukaran timbul berkenaan dengan permohonan untukmendapatkan paspor atau mendaftarkan si anak untuk masuk sekolah,yang mengharuskan adanya persetujuan (tanda tangan) si suami sebagaiayah. Bila si anak ingin pindah ke sekolah lain, karena ikut ibunyapindah ke tempat lain setelah perceraian kedua orang tua, tanda tangansi ayah tetap dibutuhkan. Berdasarkan Guardianship Infants Act1961, hanya si ayah yang berhak untuk mengajukan permohonan AktaKelahiran si anak. Si ibu walaupun pemegang hak pemeliharaan anak,mendapat kesulitan bila misalnya ingin membawa anaknya ke luarnegeri. Adanya diskriminasi ini mendapat protes dari kaum perempuanyang menyatakan bahwa “Islam recognises equality between twosexes”.177

The Islamic Family Law (Federal Territory) Act 1984 (IFL),mengatur masalah Pemeliharaan anak (custody) dan perwalian(guardianship) ini secara terperinci di dalam Part VII (pasal 81sampai dengan 108)178.

Pasal 81 menyatakan: “the mother shall be of all persons thebest entitled to the custody of her infant children during theconnubial relationship as well as after its dissolution” (terjemahanbebasnya: si ibu adalah orang yang terbaik untuk mendapatkanpemeliharaan anak terhadap anak-anaknya yang masih kecil selamadalam ikatan perkawinan maupun setelah putusnya perkawinannya).

176 Kamali, Ibidt hlm. 117. Sebagai catatan buku ini diterbitkan pada tahun 2000, denganKata Pengantar dari Perdana Menteri Dr. Mahathir Mohamad, tgl. 10 Mei, 2000.177 Kamali, ibid, hlm.121178 Kamali, ibid, hlm. 132

88

Page 100: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Dalam hal pengadilan berpendapat si ibu berdasarkan hukum syara’tidak pantas untuk mendapatkan hak pemeliharaan atas si anak, iakehilangan hak tersebut. Sebagai gantinya adalah perempuan-perempuandalam garis ibu, hanya satu orang yang bukan dari garis ibu yaitu siayah. Kerabat perempuan jelas merupakan prioritas utama untukmendapatkan hadhanah dari pada kerabat laki-laki. Pertama-tamahak pemeliharaan tersebut diberikan kepada si nenek (ibunya ibu), bilasi nenek ini tidak ada akan diberikan kepada si ayah, bila si ayah inijuga tidak ada atau dianggap tidak pantas mendapatkan “custody”,hak ini berturut-turut akan diberikan secara penggantian, kepada nenek(ibunya si ayah), saudara perempuan kandung, saudara perempuan seibu dan anggota keluarga lainnya dari pihak keluarga perempuan (dalamAct 1984 ini disebutkan dua belas kategori yang berhak untukmendapatkan hadhanah).179

Ketentuan-ketentuan mengenai “custody” di dalam Act 1984 inisemuanya didasarkan atas diterimanya hukum fiqh mengenai hadhanah.Berdasarkan pasal 84 IFL, hak pemeliharaan anak akan berakhir,untuk seorang anak laki-laki bila ia sudah mencapai umur tujuh tahundan untuk anak perempuan bila ia sudah genap berumur sembilantahun. Setelah itu maka pemeliharaan anak diserahkan kepada si ayah.Akan tetapi bila si anak sudah mencapai umur cukup untuk dapatmembedakan yang baik dan yang buruk bagi dirinya (discernment-mumayyiz),180 si anak dapat memilih untuk ikut salah seorang orangtuanya, kecuali jika pengadilan memerintahkan lain. Umur seoranganak dianggap mumayyiz, berdasarkan ketentuan ini antara umur tujuhsampai dengan lima belas tahun, tergantung dari kemampuan intelektualdan individual masing-masing anak untuk menentukan pilihannya.181

Selanjutnya berdasarkan pasal 88 IFL,182 “although the right tohâdanah or custody of the child may be vested in some other

179 Kamali, loc.cit180 Hal ini menurut penulis mirip dengan pengertian “maturity” yang berlaku di Inggris.181 Kompilasi Hukum Islam, mengartikan “mumayyiz”, berumur di bawah duabelas tahun.Di atas umur dua belas tahun si anak berhak memilih akan ikut ibu atau ayahnya.182 Kamali, Ibid. hlm. 123-127.

89

Page 101: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

person, the father shall be the first and primary natural guardianof the person and property of his minor child” (terjemahan bebasnya,meskipun hak atas pemeliharaan anak diberikan kepada orang lain,akan tetapi si ayah adalah wali utama dari anaknya yang masih dibawah umur, baik terhadap diri pribadi si anak maupun terhadapharta kekayaannya). Bila si ayah meninggal, maka perwalian secarahukum akan beralih berturut-turut kepada: ayahnya si ayah (kakek);wali yang ditunjuk oleh si ayah melalui wasiat; ayah dari wali yangditunjuk si ayah dan seterusnya.

Bahwa hadhanah adalah merupakan suatu bentuk dari wilâyah(hadhânah is a form of wilâyah), dapat dibaca pada pasal 84 IFL.Ketentuan dalam pasal ini tidak memberi gambaran bahwa “custody”dan “guardianship” saling melengkapi dan saling berkelanjutan satusama lain secara alamiah, tetapi IFL ini menekankan bahwa hadhanahmerupakan suatu penyimpangan hukum. Jika si ibu dipercayamembesarkan si anak sampai berumur tujuh atau sembilan tahun,bukankah hal ini berarti ia pemegang perwalian natural utama terhadapsi anak, pada masa itu? Bila dikatakan si ayah adalah pemegangperwalian alamiah utama terhadap diri pribadi serta harta kekayaan sianak yang masih di bawah umur, tanpa adanya ketentuan yang dapatmerintangi si ayah yang berkelakuan buruk lebih membuat masalahdari pada membantu menyelesaikannya, hal itu dapat dikatakan ketentuantersebut sangat dangkal dan melupakan fakta dan menghilangkan tahun-tahun pertumbuhan utama dari kehidupan si anak hidup bersama ibunya.Istilah “minor child” dalam pasal 84 itu juga membingungkan, karenamencakup pula tahun-tahun sewaktu si anak berada di bawahpemeliharaan si ibu. Tidak dapat disangkal, bahwa IFL 1984 sertaketentuan-ketentuan tentang fiqh yang terdapat di dalamnya merupakannilai-nilai dalam hukum kebapakan yang berasal dari masyarakat TimurTengah.

Di dalam kehidupan sehari-hari sering pula didapati, baik si ibumaupun si ayah sama-sama pencari nafkah demi pemeliharaan danpendidikan si anak. Akan tetapi dalam hal tejadi perceraian, walaupunoleh pengadilan si ayah diperintahkan untuk membayar biayapemeliharaan si anak, si ayah seringkali tidak memenuhinya. Jarang

90

Page 102: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

sekali ayahnya si ayah atau paman si anak ikut bertanggung jawabterhadap biaya pemeliharaan si anak, bila si ayah lalai melakukantugasnya. Seharusnya bila ia lalai, maka hak perwaliannya bisa dicabut.

Pasal 83 IFL, menyatakan bahwa si ibu akan kehilangan hakpemeliharaan anaknya bila ia menjalankan kehidupan yang tidak bermoral,lalai atau kejam terhadap si anak. Tetapi ketentuan ini tidak berlakuterhadap si ayah yang mendapatkan hak perwalian menurut hukum.Karena itu dikatakan bahwa IFL gagal mengikuti ketentuan hukumfiqh tentang perwalian. Berdasarkan hukum fiqh seorang wali akankehilangan haknya jika ia dengan sengaja melanggar kekuasaan yangada padanya sehingga membahayakan si anak.183

Mahmood Zuhdi Abdul Majid184 berpendapat, bahwa tidak perluuntuk memperluas usulan amandemen dari Infant Guardianship Actterhadap perempuan Muslim, karena hal ini hanya mengenai masalahpenafsiran. Ia menganjurkan agar ketentuan dalam IFL diperluas ataudibuat dengan jelas sehingga mencakup keduanya yaitu ketentuantentang “custody” dan “guardianship”. Akan tetapi pandangan inimelupakan fakta bahwa pasal 88 (lihat di atas) IFL menunjukkanadanya perbedaan yang jelas antara hadânah dan guardianship.Interpretasi tidak dapat menghapus teks undang-undang yang secarajelas memisahkan antara hadhanah dan wilâyah.

Berbeda dengan pendapat Madjid, National Council of Woman’sOrganizations Malaysia185 mengusulkan agar undang-undang harusdiamandemen sehingga:

1. ayah dan ibu mempunyai hak dan kewenangan yang sama didalam perwalian;

2. dengan meninggalnya si ayah, si ibu ditunjuk sebagai wali dari sianak di bawah umur baik sendiri atau bersama-sama dengan waliyang ditunjuk oleh si ayah. Pengadilan harus menentukan persyaratan

183 Kamali Ibid hlm.125184 loc.cit185 loc.cit

91

Page 103: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

dan peran masing-masing dari pihak yang terlibat dalam perwalianbersama (joint guardianship) tersebut;

3. pengadilan harus memaksa dilakukannya pembayaran kepada siwali sebagai biaya pemeliharaan si anak misalnya dari penghasilan-penghasilan seperti pensiun, sosial security benefits dsb.

Dengan suratnya kepada Perdana Menteri MahathirMohammad, tanggal 18 Desember 1998, perwakilan dari tujuhgrup perempuan di Malaysia mengusulkan “a two-steps actionplan”, pertama mendesak pemerintah untuk mengubah semuaformalitas-formalitas serta dokumen-dokumen hukum yangmensyaratkan diharuskannya ada tanda tangan dari “legal guard-ian”, tanpa memperdulikan agama, dan memasukkan kata-katabahwa penanda tangan itu bisa ibu, ayah atau wali menuruthukum (“mother, father, or legal guardian”). Kedua, dalamjangka panjang mengamandemen Islamic Family Law danmemberikan perempuan hak yang sama dengan laki-laki dalamhal “guardianship” dan menetapkan siapapun yang ditunjuk sebagaipemegang “custody” terhadap si anak, akan dikenal sebagai “legal guardian” dari si anak. Ditambahkan bahwa masalahyang menyangkut permohonan untuk mendapatkan paspor,pendaftaran sekolah adalah merupakan masalah hukum sipil dansecara normal tidak termasuk ke dalam hukum syarî’ah. Seseorangyang memperoleh “physical custody” terhadap si anak, seharusnyadiberi hak untuk menandatangan dokumen-dokumen tersebut.Seorang ibu Muslim seharusnya diberi hak untuk bertindak didalam masalah sipil, demi kepentingan terbaik si anak.186

Bila ketentuan yang terdapat dalam IFL ini dibandingkan denganketentuan yang berlaku di Inggris sebelum belakunya ChildrenAct 1975, terdapat kemiripan.

Dalam “Custody of Infants Act “ 1839, pemberian“custody” kepada ibu diartikan sebagai “care”, perawatan asuhan

186 Kamali, ibid

92

Page 104: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

terhadap si anak, karena di dalam sistem “common law”, hanyaayah saja menurut hukum memperoleh “guardianship”.

Dalam kasus Hewer v Breyant (1970) yang menarik perhatianSachs LJ, “guardianship” dimaksudkan sebagai “custody” dalamarti luas dan custody dalam arti sempit. Dalam arti luas “cus-tody” diartikan hampir sama dengan “guardianship” dalam artipenuh (in its fullest sense) yang diperolehnya karena bawaan,pengasuhan, wasiat atau perintah pengadilan yang meliputi hakuntuk menentukan: agama si anak, izin untuk menikah,mengadministrasikan kekayaan si anak, menerbitkan/memvetopenerbitan paspor, pokoknya mengawasi pribadi si anak sampaiumur di mana ia dianggap matang berbuat sesuatu. Hak ini adapada si ayah.

Ketentuan-ketentuan yang mengandung diskriminasi genderini seperti telah diuraikan tidak lagi dianut oleh Inggris, antara laindengan berlakunya Children Act 1989, pengadilan memberikeleluasaan kepada kedua orang tua untuk mengatur anak-anaknya.Apabila salah satu orang tua (setelah terjadinya perceraian) inginmembawa anak ke luar negeri harus mendapat izin dari orang tualainnya. Dengan demikian ketentuan bahwa izin hanya bolehdiberikan oleh si ayah tidak lagi dianut.

4. Studi Perbandingan Antara Ketentuan Tentang PemeliharaanAnak Yang Berlaku Di Luar Negeri (Inggris, Belanda, danMalaysia) Dengan Ketentuan Tentang Pemeliharaan AnakYang Berlaku Di Indonesia187

Dari pembahasan sebelumnya, dewasa ini seperti di Inggris danBelanda terlihat kecenderungan untuk memakai “joint custody” dalamhal putusnya perkawinan antara kedua orang tua.

Di Indonesia seperti telah diuraikan, di dalam pasal 41a Undang-Undang No. 1/1974 tentang Perkawinan, menurut penulis memungkinkan

187 Pembahasan dalam bab ini diambil dari Zulfa Djoko Basuki,op.cit.hlm. 107 s.d.117.

93

Page 105: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

pula untuk dilakukan pemeliharaan anak bersama (joint custody),yaitu dari kata-kata, “akibat putusnya perkawinan karena perceraiankedua orang tua tetap berkewajiban memelihara dan mendidikanak-anaknya.” Kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknyaberdasarkan pasal 45 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, berlakusampai anak-anak kawin atau dapat berdiri sendiri.

Bila ketentuan tersebut dikaitkan dengan ketentuan dalam Chil-dren Act 1975, hal yang pertama yaitu kewajiban kedua orang tuauntuk memelihara anak-anak, menurut penulis mirip denganpengertian “joint (legal) custody”. Di dalam “joint custody”(Children Act 1975), kedua orang tua mempunyai suara yang sama(berbagi tanggung jawab) dalam membuat segala keputusan mengenaimasa depan si anak, baik dalam hal pendidikan, izin untuk menikah,masalah keagamaan, pembuatan paspor, pemeliharaan kesehatan, disiplindan sebagainya. Hanya saja di dalam pasal 41 jo pasal 45 UU No.1 Tahun 1974, tidak dirinci kewajiban dari kedua orang tua tersebutsebagaimana di dalam “Children Act 1975.”

Selanjutnya dikatakan, bila terjadi perselisihan mengenai “penguasaan”anak, maka pengadilan akan memutus. Seperti telah diuraikan terdahulu,apa yang diartikan dengan penguasaan ini adalah sama denganpemeliharaan, sehingga selama tidak ada perselisihan, dipakai “jointcustody” tetapi bila ada perselisihan akan berlaku “sole custody”.

Akan tetapi dimungkinkannya dipakai “sole custody” ini menurutpenulis bertentangan dengan pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974, karenadi dalam “sole custody” kekuasaan orang tua berakhir dan digantidengan kekuasaan “wali”, tetapi seperti telah berulangkali dikatakan,di dalam pasal 45 kekuasaan orang tua tetap berlanjut meskipunperkawinan putus karena perceraian.

Karena itu menurut penulis, pengertian “penguasaan anak” lebihtepat bila diartikan sebagai “physical custody” dalam pengertian ChildrenAct Inggris 1975. Pemegang “physical custody” ini menunjuk kepadadi mana si anak akan tinggal dan diasuh sehari-hari. Kepentinganterbaik berkenaan dengan si anak tetap dipegang oleh kedua orangtua. Hal ini menurut penulis sebagai konsekwensi dari ketentuan dalam

94

Page 106: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

pasal 41 (b) yang menyatakan biaya pemeliharaan dan pendidikanmerupakan kewajiban utama dari si ayah.

Dengan diberikannya “penguasaan anak” hanya kepada salah satuorang tua, seharusnya kepada orang tua lain diberikan hak kunjung,hal mana tidak diatur di dalam Undang-Undang No. 1/1974 tentangPerkawinan. Atau sebagai solusi lain yaitu Hakim dalam putusannyadapat pula memutus, pemeliharaan anak (legal custody) diberikankepada si ayah dan penguasaan anak (physical custody) diberikankepada si ibu. Dengan demikian si ayah seperti diuraikan sebelumnya,mempunyai suara dalam membesarkan si anak, misalnya ia dapatmencegah anak di bawa ke luar negeri atau di Indonesia ke daerahlain tanpa sepengetahuannya, atau ikut menentukan pendidikan terbaikbagi si anak, bila hal itu demi kepentingan terbaik si anak.

Hal ini sejalan dengan yang dianut oleh Pakistan, yaitu si ibu tetapmemegang “physical custody” sampai si anak mencapai puber untuk anakperempuan dan untuk anak laki-laki mencapai umur tujuh tahun. Di Indo-nesia, karena tidak menganut Hukum Islam, “physical custody” misalnyadapat ditentukan sampai anak kawin atau dapat berdiri sendiri sebagaimanatercantum dalam pasal 45 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

Di Malaysia berlainan dengan hukum yang berlaku di Indonesiadalam hal ini Kompilasi Hukum Islam, pengertian pemeliharaan anak(hadhanah), tidak bisa dilepaskan dari pengertian perwalian (guard-ianship-wilâyah), karena hadhanah itu adalah merupakan salah satubentuk dari perwalian (wilayah).

Meskipun menurut hukum Islam yang berlaku di Malaysia hakatas pemeliharaan anak (hadhanah) ada pada si ibu sampai anakmumayyiz pada umur tujuh tahun untuk laki-laki dan sembilan tahununtuk anak perempuan, tetapi si ayah tetap memegang perwalianutama dari si anak. Misalnya bila setelah perceraian, si ibu tidakberhak memasukkan si anak ke sekolah lain atau tidak dapatmembawanya ke luar negeri tanpa seizin si ayah. Hal ini jelasmencerminkan adanya diskriminasi terhadap perempuan yang tidaksesuai lagi dengan keadaan dewasa ini, bertentangan dengan KonvensiPBB tentang hak asasi manusia dan hak anak .

95

Page 107: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Bila dibandingkan dengan keadaan di Indonesia, tidak ada ketentuanyang menyatakan hadhanah adalah merupakan bagian dari perwalian(guardianship). Hadhanah diberikan kepada si ibu terhadap anak-anakyang belum mumayyiz (di bawah dua belas tahun) tanpa membedakananak laki-laki atau perempuan. Di Malaysia pemberian hadhanahdibedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pemberianhadhanah berakhir untuk anak laki-laki bila ia sudah berumur tujuhtahun sedangkan untuk anak perempuan sembilan tahun. Setelah ituhadhanah ini diserahkan kepada si ayah, kecuali si anak dianggapsudah mumayyiz sudah dapat membedakan yang baik dan yang buruk(antara umur tujuh sampai dengan lima belas tahun).

Di Indonesia menurut penulis bila terjadi perceraian antara keduaorang tua, tidak ada ketentuan yang melarang si ibu membawa si anakyang berada di bawah pemeliharaannya ke luar negeri atau memindahkansekolahnya ke tempat kediaman si ibu yang baru tanpa izin mantansuaminya. Izin hanya diperlukan bila si anak perempuan ingin menikah,karena menurut hukum Islam prioritas pertama yang berhak untukmenikahkan si anak diberikan kepada si ayah.

Di Belanda seperti diuraikan di atas, dengan Family Law 1998,telah pula dianut “joint custody”, dan dengan pengaruh dari ECHR,telah dimungkinkan pula terjadi perlanjutan kekuasaan orang tua setelahterjadinya perceraian kedua orang tua.

Di Indonesia dewasa ini menurut penelitian penulis, kasus-kasusberkenaan dengan “joint custody” ini telah pula dipertimbangkan dandiputus, walaupun tidak dengan tegas disebutkan.

Antara lain dapat disebut Putusan Pengadilan Negeri Jakarta SelatanNo.182/Pdt/G/1993/PN.Jkt.Sel, tgl. 16 Desember 1993. Kasusnya adalahberkenaan dengan masalah perceraian dan permohonan pemeliharaan anakdari dua orang warga negara Amerika Serikat yang berdomisili di Jakarta.188

188Di Amerika Serikat “konsep berbagi kekuasaan orang tua” (shared parenting) atau jointcustody, dikembangkan sekitar tahun 1970-an untuk memberi partisipasi aktif dari keduaorang tua dalam membesarkan anak-anak mereka. Undang-Undang (Statute)pertamatentang “joint custody” diundangkan di Indiana tahun 1973, dan sejak itu menyebar kenegara bagian lainnya (50 negara bagian).Dianutnya “joint custody” menggantikan “sole

96

Page 108: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Penggugat dan Tergugat telah menikah di Mobile Alabama, AmerikaSerikat tgl.15 Juni 1980 dan dari pernikahan tersebut telah dilahirkantiga orang anak putri, masing-masing tahun 1982, 1985 dan 1989.

Karena keduanya merasa tidak cocok maka oleh penggugat telahdiajukan gugatan perceraian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.Penggugat menuntut agar perkawinan yang telah dilangsungkan diAmerika Serikat tersebut diputus, dengan perceraian dan mohon agarpemeliharaan anak diserahkan kepadanya.

Mengenai masalah perceraian, meskipun alasan-alasan yang diajukanoleh penggugat dibantah oleh tergugat, tetapi adanya cekcok diakuioleh tergugat, sehingga alasan untuk bercerai dianggap telah terpenuhi.

Selanjutnya didalilkan oleh Tergugat mengenai pemeliharaan anakserta pembagian harta bersama, telah dituangkan dalam Akte NotarisB.R.A.Y. Mahyastoeti Notonagoro, S.H. No. 69 tanggal 22 Oktober1993, tentang Separation And Property Settlement Agreement(perjanjian perpisahan dan penyelesaian harta).

custody” adalah karena dari hasil penelitian yang dilakukan, anak yang dipelihara oleh satuorang lebih berisiko terhadap kenakalan remaja (juvenile deliquency), hamil pada umurbelasan tahun (tanpa menikah)(teen pregnancy) nilai studi yang buruk, kecanduan alkoholdll. Penelitian dari Children’s Richt Council of Maryland, Amerika Serikat, mengungkapkanketidak terlibatan kedua orang tua kandung adalah penyebab dari risiko tersebut.Perumpamaan “dua kepala adalah lebih baik dari satu kepala”(two heads are better thanone), adalah suatu kata-kata bijak yang sudah kuno. Tetapi mencerminkan apa yang ada dibelakang slogan “Children’s Right Council”of Maryland, bahwa orang tua terbaik adalahkedua orang tua. Betapa pentingnya berbagi pemeliharaan anak (share parenting),digambarkan oleh tulisan CRS, terlihat dari kenyataan, “bagaimana rasanya anda sebagaiorang tua hanya bertemu dengan si anak empat hari dalam sebulan” (dalam sole custody -dengan hak access). Seperti hampir semua orang merasakan,anda akan merasa kehilangannyameskipun dengan kematangan emosi yang ada pada anda.Anak-anak dengan emosinyayang masih rapuh, emosi yang masih berkembang sering menjadi sangat menderita.Anak-anak secara alamiah mencintai kedua orang tuanya. Sedihnya, hampir semua anak-anaksebagai akibat perceraian kedua orang tuanya, bertemu dengan orang tua bukan pemegangpemeliharaan anak empat hari dalam sebulan. Dengan berbagi pemeliharaan oleh keduaorang tua (shared parenting), memberikan emosi yang stabil bagi anak-anak, denganmelanjutkan keterlibatan kedua orang tua. Ada dua aspek dalam berbagi pemeliharaan anakini yakni, “joint legal custody”, yang menunjuk kepada berbagi tanggung jawab dalammembuat suatu keputusan berkenaan dengan si anak antara kedua orang tua yang sudahbercerai dan “joint physical custody”, pengaturan tempat tinggal si anak yang lebih seimbangbila dibandingkan dengan “sole custody”. Dengan “joint physical custody”, anak-anak

97

Page 109: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Dalam pasal 4 tentang “Perwalian Atas Anak-Anak” disebutkan:

4.1. Suami atau istri menyadari dan mengakui bahwa masing-masing anak mempunyai ikatan emosi yang sangat kuat baikterhadap suami maupun istri, dan bahwa keadaan emosi anak-anak sangat terancam apabila pemeliharaan anak-anak tidakdibagi antara suami maupun istri. Tanpa mengesampingkanhak-hak suami berdasarkan pasal 4.4, suami dan istri menyadaridan mengakui bahwa penting bagi anak-anak tersebut untukmerasakan suasana rumah yang setenang mungkin dalamsituasi ini. Kedua pihak setuju untuk bekerja sama dalamkerangka perjanjian ini untuk mencapai hal tersebut;

setidak-tidaknya 30% dari waktunya akan tinggal dengan setiap orang tua. Hal itu bisadilakukan dengan alternatif pengaturan “week end”, dll. “Joint legal custody” telah menjadinorma hampir di seluruh Amerika Serikat sedangkan “join physical custody”, kurangumum, tetapi statistik dari Pemerintah Federal menunjukkan bahwa seperlima dari keluargayang bercerai memperoleh pengaturan “berbagi pemeliharaan anak” yang sama dalamtahun 1997, dan di beberapa negara bagian “shared custody” merupakan tipe “custody”yang lebih menonjol (predominant type).“Shared Custody” menjadi populer, karena ia sangat berarti bagi anak-anak.Dari penelitianyang dilakukan seperempat abad ini menunjukkan bahwa anak-anak akan menjadi lebihbaik bila kedua orang tuanya terlibat dalam pemeliharaannya, meskipun kedua orangtuanya bercerai.Antara lain dapat disebut di sini:1. Penelitian yang dilakukan oleh Buchanan C.Muccoby dan Dornbusch, Harvard University

Press, 1996, terhadap para remaja, setelah perceraian kedua orang tuanya. Diadakanstudi terhadap 517 keluarga dengan anak-anak dalam rentang umur 10,5 tahun hingga18 tahun, dalam periode empat setengah tahun. Ukuran yang dipakai: depresi,penyimpangan perilaku, kelakuan di sekolah dan nilai di sekolah. Dari penelitian itudapat disimpulkan bahwa anak-anak yang berada di bawah “joint physical custody”adalah lebih baik dari pada yang berada di bawah “sole custody”.

2. Penelitian yang diadakan oleh Rockwell-Evans, Kim Evonne dengan judul: “Parentaland Children’s Experiences and Adjustment in Maternal Versus Joint Custody Families”,Doctoral dissertation, 1991, North Tmantanas State University.Hasil penelitian menunjukkan bahwa “kelakuan buruk” (misbehaviour) dan “actingout” adalah lebih biasa pada anak-anak dalam “sole custody”. Sedangkan anak-anakyang berada di bawah “joint custody”, lebih sedikit yang mengalami problem tingkahlaku dibandingkan dengan anak yang berada di bawah pemeliharaan tunggal si ibu.

3. Penelitian yang diadakan oleh A. Luepnitz: “Maternal, paternal and joint custody”,suatu studi tentang keluarga setelah bercerai, Doktoral thesis tahun 1980, StateUniversity of New York at Buffalo. UMI No. 80-27618. Luepnitz melakukan studi

98

Page 110: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

4.2. Meskipun adanya keadaan-keadaan khusus sebagaimanadiuraikan dalam klausula 4.1. istri akan mendapatkan perwalian(pemeliharaan - catatan penulis) utama atas anak-anak selamamereka masih kecil dengan tunduk kepada hak-hak perwalian(pemeliharaan-penulis) suami sebagaimana dinyatakan dalamklausula 4.4.;

4.3. Seluruh keputusan sehubungan dengan anak-anak,termasuk tetapi tidak terbatas pada tempat kediaman mereka,akan dibuat bersama antara suami dan istri denganmempertimbangkan hal yang terbaik bagi anak-anaktersebut;

4.4. Suami setiap saat mempunyai hak-hak yang sejajar denganistri sehubungan dengan perwalian (pemeliharaan- Catatan :penulis) anak-anak. Suami dan istri akan bekerjasamasehubungan dengan pelaksanaan hak masing-masing mengenaiperwalian (pemeliharaan - penulis) tersebut sehingga menjaminbahwa anak-anak itu melewatkan waktu yang kira-kirasama dengan masing-masing suami dan istri, dengan selalutunduk pada situasi pendidikan anak-anak tersebut;

4.5. Dalam hal suami dan istri pada suatu saat tinggal di lokasiGeografi yang berlainan, anak-anak akan bebas bepergian kelokasi geografis di mana istri tinggal dan ke lokasi di manasuami tinggal tanpa biaya dan gangguan. Tanpamengesampingkan ketentuan-ketentuan pasal 4.3 di atas,disepakati bahwa dalam hal suami dan istri pada suatu saat

tentang “single parent custody” (“sole custody” -catatan penulis) dan “joint custody”.Dari penelitiannya ditemukan bahwa hampir semua anak-anak yang berada di bawahpemeliharaan orang tua tunggal, tidak puas dengan jumlah kunjungan yang merekaterima dari orang tua bukan pemegang pemeliharaan (custody), sedangkan anak-anakyang berada di bawah pemeliharaan bersama (joint custody), lebih berbahagia denganpenyingkapan (exposure) sikapnya kepada kedua orang tuanya. Kwalitas hubunganorang tua dan anak lebih baik pada “joint custody”.

Baca ‘Children’s Right Council of Maryland”, Joint Custody And Shared Parenting,What The Research says, What Parents Say, http://mdcrc.tripod.com/sharprot.html, diakses24 Oktober 2002.

99

Page 111: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

tinggal di lokasi yang berlainan, suami dan istri akanmerundingkan dan menyepakati, dengan niat baik segalapersoalan mengenai pendidikan anak-anak. Tanpa membatasihal-hal yang sudah diuraikan di atas, suami bertanggung jawabuntuk menanggung biaya yang wajar yang memungkinkananak-anak untuk bepergian antara suami dan istri dan sebaliknya,untuk memenuhi hak-hak perwalian (pemeliharaan - penulis)antara suami dan istri, kecuali disepakati lain, suami akanmengadakan pengaturan-pengaturan yang diperlukansehubungan dengan perjalanan tersebut dan suami tidakbertanggung jawab dengan cara apapun untuk mengganti setiappengeluaran yang dikeluarkan sehubungan dengan hal tersebutoleh istri;

4.6. Istri setuju dan menjamin bahwa setiap saat ia akan bersikapjujur dan terbuka kepada anak-anak mengenai kenyataanbahwa suami memberi dukungan dan pemeliharaan terhadapanak-anak dan ia tidak akan pernah mengecoh ataumenyembunyikan fakta mengenai dukungan keuangan tersebutatau dengan kata lain menyembunyikan atau mengecilkan terhadapsemua pihak kepada siapa suami bermaksud menunjukkan dengancara yang sebaik mungkin mengenai pemeliharaan anak-anak,perawatan, tunjangan dan pendidikan anak-anak.

Bahwa alasan-alasan untuk bercerai menurut pertimbanganHakim, yaitu pasal 19f PP No. 9/1975 jo pasal 39 (2) F Undang-Undang No.1/1974, yaitu antara suami-istri terus menerus terjadiperselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hiduprukun dalam rumah tangga sudah cukup terpenuhi, hinga perceraiandapat dikabulkan.

Bahwa mengenai akibat hukum dari perceraian, mengenaianak-anak di bawah umur, antara penggugat dan tergugat telahada kesepakatan khusus, yang termuat dalam Akta NotarisB.R.A.Y. Mahyastoeti Notonagoro, S.H., No. 69, angka 4, sehinggamenurut Hakim pasal-pasal dalam Akte tersebut layak untuk diterimabagi kedua pihak, hingga perlu dikuatkan.

100

Page 112: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Dengan demikian sebagai akibat dari putusan ini, anak-anaktetap menikmati arti kekeluargaan dari kedua orang tuanya, sehinggaadanya efek traumatik sebagai akibat perceraian kedua orang tuadapat diminimalkan.

Di Indonesia, berdasarkan pasal 47 ayat (2), seorang anakyang belum mencapai usia 18 tahun, mengenai segala perbuatanhukumnya di dalam dan di luar pengadilan diwakili oleh orangtuanya. Penulis belum menemui kasus-kasus seperti terjadi di luarnegeri seperti terjadi di Belanda, dalam hal mana seorang anakdapat membawa perkaranya sendiri ke pengadilan dan dikabulkanoleh hakim. Hanya dalam hal perceraian antara kedua orang tua,apabila terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, dalampraktik adakalanya oleh pengadilan kepada anak-anak yang sudahagak besar dimintakan pendapatnya. Di dalam Kompilasi HukumIslam pasal 105 (b) dengan tegas diatur, pemeliharaan anak yangsudah mumayyiz (umur 12 tahun ke atas) diserahkan kepadaanak untuk memilih di antara ayah atau ibunya kepada siapa iaakan ikut.

Meskipun Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, tidakmemberikan definisi tentang umur berapa seorang dianggap sebagai“anak”, menurut penulis batas umur seorang itu dianggap anakadalah 18 tahun, kecuali ia telah menikah sebelum berumur 18tahun.189

101

189 Meskipun ada pendapat dari para pakar tentang anak dalam penyusunan RancanganPeraturan Pemerintah Tentang Perwalian, sebagai pelaksanaan dari Undang-UndangPerlindungan Anak, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, yang menyatakan batasan umurseorang diangap anak itu tetap 18 tahun, tanpa memperdulikan apakah ia sudah menikahsebelum berumur 18 tahun, kemudian ia bercerai, baik cerai hidup atau cerai mati, ia tetapdianggap seorang anak, tidak berubah menjadi dewasa. Penulis tidak dapat mengikutipendapat ini dan tetap beranggapan batas umur seorang dianggap sebagai anak adalah 18tahun, kecuali ia menikah sebelum umur itu, sebagaimana diatur di dalam sebagian besarundang-undang yang berlaku di Indonesia.

Page 113: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

102

Page 114: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

BAB IVKEKUASAAN ORANG TUA DALAM

PUTUSAN PENGADILAN DANKENYATAANNYA DALAM PRAKTIK

A. Putusan Pengadilan Negeri

Kekuasaan orang tua dalam Putusan Pengadilan Negeri menetapkansiapa yang diberikan penguasaan untuk merawat, memelihara, danmendidik anak dalam hal terjadi perceraian antara suami dengan istri.Pada dasarnya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974tentang Perkawinan, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidikanak mereka dengan sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin ataudapat berdiri sendiri. Namun demikian, kekuasaan salah seorang ataukedua orang tua terhadap anaknya dapat dicabut untuk waktu tertentu,apabila ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atauberkelakuan buruk sekali. Berkaitan dengan penafsiran “sangat melalaikankewajibannya terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali”merupakan kewenangan hakim untuk menilainya.

Pencabutan kekuasaan orang tua terhadap seorang anaknya inidilakukan dengan keputusan pengadilan atas permintaan orang tuayang lain keluarga dalam garis turunan ke atas dan saudara kandungyang telah dewasa atau penjabat yang berwenang. Kekuasaan orangtua yang dicabut ini tidak termasuk kekuasaan sebagai wali nikah.Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetapberkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

Selanjutnya, jika mengacu pada Pasal 209 Kitab Undang-UndangHukum Perdata, berkaitan dengan hal ini dapat disimpulkan 3 asasyaitu:

Pertama, kekuasaan orang tua berada pada kedua orang tua,yaitu ayah dan ibu, tetapi lazimnya dilakukan oleh ayah, kecuali jikaia dicabut atau dibebaskan dari kekuasaan orang tua atau berada

103

Page 115: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

dalam keadaan perpisahan meja dan ranjang, Ibu baru dapat menjalankankekuasaan orang tua, apabila bapak tidak mampu melakukan kekuasaanitu seperti karena sakit keras, sakit ingatan, sedang berpergian, selamamereka tidak berada dalam keadaan perpisahan meja dan ranjang.Manakala ibu juga tidak mampu melakukannya, maka oleh pengadilannegeri diangkatlah seorang wali.

Kedua, kekuasaan orang tua hanya ada selama perkawinan mereka,apabila perkawinan itu bubar maka kekuasaan orang tua menjadi hapus.Kekuasaan orang tua hanya ada selama perkawinan berlangsungsebagaimana telah diketahui bahwa apabila perkawinan bubar, makaberakhirlah kekuasaan orang tua terhadap anak yang masih di bawahumur. Hal ini tiada lain dari konsekuensi clan menunjukkan asas bahwakekuasaan orang tua hanya ada selama ada perkawinan orang tua itusendiri. Dengan perkataan lain apabila pada saat bubarnya perkawinanmasih ada anak yang belum dewasa, maka pada saat itu kekuasaanorang tua menjadi perwalian yang akan ditunjuk berdasarkan kepentingananak yang masih belum dewasa.

Ketiga, orang tua dapat dicabut kekuasaan orang tuanya ataudijelaskan atas alasan-alasan tertentu. Kekuasaan orang tua hanyaada selama mereka memenuhi kewajibannya terhadap anak. Pembatasanterhadap kekuasaan orang tua yang sekaligus merupakan sanksi bagiorang tua itu adalah pencabutan dan pembebasan kekuasaan orangtua. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974,sebagaimana diuraikan dalam Bab III berdasarkan Pasal 45 ayat (2)jo. Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, putusnyaperkawinan kedua orang tua tidak mengakibatkan hapusnya kekuasaanorang tua, sebagaimana diatur dalam BW, tetapi kewajiban tersebuttetap berlanjut sampai anak berusia 18 tahun, kecuali si anak menikahsebelum berumur 18 tahun atau bila kekuasaan orang tua itu dicabut.Selain itu berdasarkan pasal 41 (a), Undang-Undang No. 1 Tahun1974, putusnya perkawinan kedua orang tua baik bapak dan ibu tetapberkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka demikepentingan si anak. Hanya saja bilamana ada perselisihan mengenaipenguasaan anak. Pengadilan memberi keputusan. Bapak yangbertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan penidikan

104

Page 116: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

diperlukan anak itu, kecuali bilamana bapak tidak sanggup, makaPengadilan dapat menetapkan ibu ikut memikul beban itu (pasal 41 (b).

Dengan demikian jika mengacu kepada Undang-Undang No. 1tahun 1974 dapat pula ditarik asas sebagai berikut:

Pertama, kekuasaan orang tua ada pada kedua orang tua,yaitu ayah dan ibu sampai anak berumur 18 tahun, atau belum pernahmelangsungkan perkawinan, kekuasaan mana tetap berlanjut walaupunperkawinan keduanya putus karena perceraian, kecuali kekuasaannyadicabut. Meskipun tidak ada penjelasan di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974, menurut penulis pada umumnya kekuasaan orang tuaitu ada pada ayah, ibu baru dapat menjalankan kekuasaan orang tuaapabila ayah tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapatdisimpulkan dari pasal 41. Apabila keduanya tidak dapat menjalankankekuasaan orang tua, maka ditunjuk wali.

Kedua, Anak yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tuaberada di bawah kekuasaan wali, yang ditunjuk oleh salah satu orangtua yang menjalankan kekuasaan orang tua sebelum ia meninggal,dengan surat wasiat atau dengan lisan di haapan 2 (dua) orang saksi.

Ketiga, Orang tua dapat dicabut kekuasaan orang tuanya, baik sendiri-sendiri atau kedua-duanya, terhadap seorang anak atau lebih untuk waktutertentu atas alasan-alasan tertentu. Walaupun kekuasaan orang tuanyadicabut, biaya pemeliharaan kepada anak-anaknya tetap berlaku.

Di Indonesia karena belum ada hakim khusus untuk anak, makabaik pencabutan ataupun pembebasan kekuasaan orang tua dimintakankepada hakim perdata dan pencabutan itu dapat dilakukan bukan sajaterhadap salah satu dari mereka, melainkan dapat keduanya baik terhadapsalah seorang atau terhadap semua anak-anak.

Selanjutnya, kekuasaan orang tua dalam Putusan Pengadilan Negeri,dapat disimak Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 590/Pdt./G/2007/PN.Jak.Sel antara susanto Kolim sebagai Penggugat dengan DiahPuspita Sujatmoko sebagai Tergugat yang telah diputus lebih lanjutpada tingkat banding dengan Putusan Pengadilan Tinggi Nomor: 327/PDT/2007/PT.DKI.

105

Page 117: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Adapun duduk perkaranya adalah Penggugat telah menguraikandalil gugatannya yang pada pokoknya sebagai berikut.

1. Pada tanggal 3 November 2002 Penggugat dan Tergugat telahmelangsungkan perkawinan di hadapan pemuka agama Budha yangbernama Sidharta Bodhi di Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya, SunterAgung, Jakarta Utara dengan Akta Perkawinan No. 4622/i/2002.

2. Dari perkawinan tersebut telah dikaruniai dua orang anak perempuanyang bernama Bianca Olivia Kolim lahir pada tanggal 6 Februari2004 sesuai dengan tanda buku Laporan Kelahiran No. 86/I/KHS/2004 dan Priscilla Gladys Kolim yang lahir pada tanggal 2 Mei2005, sesuai dengan Surat Keterangan Lahir dari Rumah SakitMedistra No. 193/KBJ/2/5/05.

3. Penggugat dan Tergugat tinggal di rumah milik orang tua Penggugatdi Pulo Mas Jakarta Timur selama kurang lebih dua tahun danselama tinggal di rumah tersebut kehidupan rumah tangga Penggugatdan Tergugat telah diwarnai dengan perselisihan/pertengkaran.

4. Pada akhir tahun 2004 Penggugat mencoba untuk keluar darirumah orang tua Penggugat dan tinggal di Menteng bersamaTergugat, akan tetapi ternyata tindakan dan perbuatan Tergugattidak berubah bahkan semakin tidak terkendali. Sejak bulan Juni2006, Tergugat sering pergi ke luar negeri tanpa izin dari Penggugat,dan sampai dengan diajukannya gugatan ini antara Penggugat danTergugat sudah tidak tinggal dalam satu rumah lagi.

5. Sejak awal pernikahan antara Penggugat dan Tergugat seringterjadi perselisihan/pertengkaran secara terus menerus yang tidakmungkin dapat didamaikan lagi sehingga tidak ada lagi keharmonisandan ketentraman dalam kehidupan rumah tangga, meskipunPenggugat telah mencoba berbagai cara untuk membina rumahtangga dengan Tergugat.

6. Untuk mengakhiri penderitaan lahir dan batin yang dialami olehPenggugat, Penggugat mengajukan permohonan kepada PengadilanNegeri Jakarta Selatan agar menyatakan bahwa perkawinanPenggugat dengan Tergugat putus karena perceraian.

106

Page 118: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

7. Karena kedua anak Penggugat dan Tergugat sangat membutuhkankasih sayang dan perhatian serta pendidikan yang tidak mungkindari Tergugat, di samping itu Tergugat tidak bisa berkelakuan baikkepada anak-anaknya, demi kepentingan dan masa depan keduaanak tersebut Penggugat memohon agar menetapkan halpemeliharaan dan perwalian kedua anak tersebut diberikan kepadaPenggugat.

Atas gugatan Penggugat tersebut, Tergugat memberikan jawabanyang pada pokoknya adalah sebagai berikut.

1. Tergugat mengakui bahwa meskipun telah dikaruniai dua oranganak, kehidupan rumah tangga mereka senantiasa diwarnaiperselisihan dan pertengkaran baik semasa tinggal di rumah orangtua maupun setelah mencoba menyewa rumah sendiri di daerahMenteng Jakarta Selatan.

2. Tergugat mengakui bahwa Tergugat memutuskan untuk kembalike rumah orang tua Tergugat dan guna mengevaluasi diri danperjalanan perkawinannya, Tergugat membawa kedua anaknyauntuk tinggal di rumah orang tua Tergugat di luar negeri. Rupanyasecara diam-diam Penggugat menyusul dan tanpa sepengetahuanTergugat, Penggugat membawa kedua anak mereka kembali keIndonesia dan tinggal bersama Penggugat.

3. Perselisihan yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat disebabkanoleh perbedaan pandangan hidup yang sedemikian rupa dalammengarungi bahtera rumah tangga yang menyebabkan hilangnyarasa saling menghargai sehingga sudah sulit untuk dipertahankandalam satu kehidupan rumah tangga. Penggugat menyangkal kerasdalil Penggugat yang menyatakan bahwa seolah-olah perselisihandisebabkan oleh satu pihak.

4. Permohonan Penggugat untuk menjadi wali asuh kedua anak merekatidak beralasan karena kedua anak tersebut masih dalam usia dibawah lima tahun sehingga tentunya sangat membutuhkan perhatiandan kasih sayang Tergugat sebagai ibu kandungnya. Untuk itu,Tergugat memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

107

Page 119: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

agar kedua anak tersebut berada di bawah penguasaan Tergugatuntuk merawat, memelihara, dan mendidik kedua anak tersebut.

Penggugat di dalam persidangan selain mengajukan bukti tertulisjuga mengajukan 3 orang saksi sebagai berikut:

1. Djenih Tanasal (Ibu Penggugat), pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut:

a. Antara Penggugat dan Tergugat sering terjadi pertengkaranyang luar biasa sampai Tergugat dibawa ke psikiater karenasering menjerit dan berteriak karena pertengkaran tersebut.

b. Karena pertengakaran senantiasa terjadi Penggugat danTergugat telah pisah rumah.

2. Rusli (Sopir Penggugat dan Tergugat), pada pokoknya menyatakanhal-hal sebagai berikut:

a. Pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat sering terjadidi dalam mobil dengan mengeluarkan kata-kata kotor.

b. Tergugat sering keluar malam tanpa diketahui kemana perginya.

c. Bahwa yang sehari-hari mengurus kedua anak Tergugat danPenggugat adalah Baby Sitter.

3. Sukinem (Baby Sitter Tergugat), pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut:

a. Sering terjadi pertengkaran yang bisa mencapai empat kalidalam seminggu.

b. Pertengkaran sering terjadi di ruang tamu dan Tergugat seringmenjerit-jerit saat pertengkaran.

c. Tergugat sering ke luar rumah untuk mengurus bisnisnya dankadang tidak pulang ke rumah.

d. Saksi yang sehari-hari mengurus kedua anak Tergugat danPenggugat.

e. Akibat pertengkaran, Tergugat membawa kedua anak tersebutke Amerika Serikat dan kemudian diambil lagi satu anakyang kecil oleh Penggugat.

108

Page 120: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

f. Tergugat melapor kepada Polisi di Amerika Serikat karenaPenggugat membawa salah satu anak tersebut.

g. Selama di Amerika Serikat, Tergugat sering keluar dan pulangmalam bahkan kadang tidak pulang.

Berdasarkan duduk perkara sebagaimana diuraikan di atas, hakimmengambil pertimbangan hukum yang pada pokoknya adalah sebagaiberikut:

1. Dari kenyataan yang telah terungkap di persidangan ternyata bahwakebahagiaan dalam membentuk satu rumah tangga antara Penggugatdengan Tergugat tidak lagi dapat terwujud, karena faktanya antaraPenggugat dan Tergugat sudah tidak tinggal dalam satu rumahtempat tinggal bersama, bahkan Tergugat mengakui antara keduanyasudah tidak ada komunikasi satu sama lain dikarenakan seringterjadi pertengkaran sehingga tujuan dan harapan untuk membinasatu rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KetuhananYang Maha Esa sudah tidak mungkin tercapai.

2. Tidak adanya komunikasi antara Penggugat dan Tergugat sertakenyataan berdasarkan keterangan saksi-saksi, Penggugat danTergugat sering mengalami pertengkaran hebat sampai padamengeluarkan kata kotor dan Tergugat menjerit-jerit histris hinggaakhirnya antara keduanya putus komunikasi dan menjalani polahidupnya masing-masing jika tidak segera diatasi akan menjadisiksaan batin yang berkepanjangan.

3. Bahwa berdasarkan Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI(MARI) antara lain dalam Putusan MARI No. 102/K/SIP/1973dan No. 239/K/SIP/1968 telah digariskan dan menjadi patokanhukum bahwa bilamana terjadi perceraian, maka anak di bawahumur lima tahun untuk pengasuhannya diprioritaskan diberikankepada ibu kandungnya.

4. Anak yang berusia di bawah lima tahun memiliki ikatan batinyang lebih kuat kepada ibunya sebagai orang yang mengandungsehingga penguasaan untuk memelihara, merawat, dan mendidikanak lebih baik bila diserahkan kepada Ibunya.

109

Page 121: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

5. Oleh karena penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Tergugatselaku ibunya adalah wanita yang tidak dapat dipertanggungjawabkandengan sifat-sifat tercela antara pemboros, penjudi, pemabuk, danlain-lain yang menunjukan sifat tidak terpuji, maka demi hukumdan perkembangan psikologis anak maka permohonan Penggugattidak cukup beralasan dan harus ditolak.

Atas dasar pertimbangan hukum tersebut, hakim memutuskan:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.

2. Menyatakan demi hukum perkawinan Penggugat dan Terugugatputus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya.

3. Mengatakan bahwa kedua anak Penggugat dan Tergugat beradadi bawah penguasaan Tergugat guna merawat, memelihara, danmendidiknya.

Terhadap Putusan ini kemudian Penggugat mengajukan bandingke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dalam pertimbangan hukumnya,Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengungkapkan hal-hal yangpada pokoknya sebagai berikut:

1. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi-saksi harus betul-betul dipertimbangkan.

2. Bahwa menurut Undang-Undang, walaupun orang tua sudah putusperkawinannya akan tetapi Bapak atau Ibu tetap berkewajibanmemelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkankepentingan anak.

3. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas adalah sangatadil dan bijaksana apabila dua orang anak yang lahir dari perkawinanPenggugat/Pembanding dan Tergugat/Terbanding, seorang ada dalampengasuhan bapaknya dan yang seorang dalam pengasuhan danperwalian ibunya. Bahwa hal tersebut juga didasarkan ataskeberadaan anak-anak tersebut, yang seorang, Bianca sudah bersamaibunya di Amerika Serikat, dan Priscila sudah bersama Bapaknyadi Indonesia.

110

Page 122: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

4. Apabila kedua anak tersebut diserahkan pada ibunya di AmerikaSerikat maka akan mengurangi hak bapaknya untuk bisa bertemudengan anak-anaknya mengingat tempatnya sangat jauh danmembutuhkan biaya yang tinggi.

Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Hakim PengadilanTinggi memutuskan memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri JakartaSelatan sepanjang mengenai pengasuhan dan perwalian anak, yaitu:

1. Bianca Olivia Kolim berada di bawah penguasaan, pemeliharaan,dan perwalian ibunya; dan

2. Priscilla Gladys Kolim berada di bawah penguasaan, pemeliharaan,dan perwalian bapaknya.

Berdasarkan gambaran kasus di atas terjadi pergeseranpertimbangan hukum yang digunakan dalam Putusan Pengadilan Negeridan Putusan Pengadilan Tinggi.

Putusan Pengadilan Negeri dalam pertimbangan hukumnya lebihbertitik tolak pada Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI (MARI)No. 102/K/SIP/1973 dan No. 239/K/SIP/1968 yang menyatakan bahwabilamana terjadi perceraian maka anak di bawah umur lima tahununtuk pengasuhannya diprioritaskan diberikan kepada ibu kandungnya.Selain itu, Anak yang berusia di bawah lima tahun memiliki ikatanbatin yang lebih kuat kepada ibunya sebagai orang yang mengandungsehingga penguasaan untuk memelihara, merawat, dan mendidik anaklebih baik bila diserahkan kepada Ibunya.

Putusan Pengadilan Tinggi dalam pertimbangan hukumnya lebihbertitik tolak pada kesaksian para ahli atas tingkah laku ibunya sertapertimbangan kepentingan dan masa depan anak. Agar kedua orangtua dapat tetap memelihara dan mendidik anak, sangat bijaksana bilaseorang anak diasuh oleh bapaknya dan seorang lainnya diasuh olehibunya agar keduanya dapat terus berkomunikasi dan memperhatikankepentingan dan masa depan anak tersebut. Selain itu, memberikanpenguasaan kedua anak kepada ibunya akan sangat menyulitkanPenggugat untuk dapat terus berkomunikasi dan memperhatikan masadepan dan kepentingan anaknya, karena Tergugat tinggal di Amerika

111

Page 123: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Serikat bersama kedua anak tersebut, sehingga memerlukan biayayang tinggi dan waktu yang lama apabila Penggugat ingin bertemudengan mereka.

Dari uraian di atas, kekuasaan orang tua berdasarkan PutusanPengadilan sepenuhnya merupakan kewenangan hakim untukmenentukan apakah penguasaan anak berada pada bapak atau ibunya.

Hakim dalam menetapkan penguasaan atas anak mengacu padaPeraturan Perundang-undangan, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI,fakta-fakta yang diserap selama persidangan baik dari bukti tertulismaupun keterangan saksi, dan putusan yang diambil tentunya harusmengedepankan kepentingan dan masa depan anak. Sayangnya hakimdisini tidak mempertimbangkan, bahwa adakalanya memisahkan duaorang kakak adik akan memberi efek yang kurang baik bagiperkembangan anak-anak, karena bila mereka tetap bersama dapatsaling memberikan dorongan emosional satu dengan lainnya. Di LuarNegeri, misalnya dalam kasus (CVC) lihat halaman 78. Hakimmempertimbangkan menolak untuk memisahkan dua kakak beradikini, dengan alasan bila memungkinkan kakak dengan adik jangandipisahkan.

B. Putusan Pengadilan Agama

Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan (UUP) disebutkan, bahwa kewajiban suami istri terhadapanaknya adalah memelihara dan mendidik sampai anak kawin atauberdiri sendiri, baik suami istri dalam ikatan perkawinan atau putusperkawinannya (bercerai). Kewajiban tersebut tetap berlaku meskipunkekuasaan orang tua terhadap anaknya dicabut Pasal 49 ayat (2)UUP.

Berkenaan dengan pemeliharaan terhadap anak dalam hal keduaorang tuanya putus perkawinannya karena perceraian, ternyata tidakdiatur dalam UUP, maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UUP, tetapi diserahkan kepadaPengadilan untuk menentukan siapa dari ayah ibu yang patut sebagaihak asuh anak. Dalam UUP hanya menyebutkan, bahwa anak yang

112

Page 124: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkanperkawinan berada di bawah kekuasaan orang tuanya selama merekatidak dicabut dari kekuasaannya (Pasal 47 ayat (1) UUP). DalamPasal 206 KUH Perdata (BW) dan dalam Pasal 65 HOCI hanyamenyebutkan putusan hakim yang menentukan perceraian suami istriberwenang pula menetapkan siapa dari suami atau istri tersebut diwajibkan memelihara anak dan berapa jumlah biaya yang harus dipenuhiguna turut membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya.

Pasal 41 huruf a UUP menyebutkan baik ibu atau bapak tetapberkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mataberdasarkan kepentingan anak, bila mana ada perselisihan mengenaipengurusan anak-anak pengadilan memberi keputusannya. Dengandemikian siapa yang pantas memelihara anak dalam hal kedua orangtuanya bercerai, apa kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhidiserahkan kepada putusan pengadilan.

Di lingkungan Peradilan Agama ketentuan tentang pemeliharaananak diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Apabila dalamKHI tidak diatur, hakim berwenang, bahkan wajib menggali danmenemukan hukumnya dengan menggunakan referensi al-Qur’an, haditsdan kitab-kitab fiqih. Pemeliharaan anak karena kedua orang tuanyabercerai dalam istilah hukum Islam disebut hadhonah. Istilah ini jugadigunakan dalam Kompilasi Hukum Islam. Hadhonah atau pemeliharaananak, yaitu tugas menjaga dan mengurus atau mendidik bayi atauanak kecil sejak lahir sampai mampu mengatur dirinya sendiri.

Tugas mengasuh dan memelihara anaknya ini pada prinsipnyatetap berada di tangan kedua orang tua anak, baik untuk memenuhikebutuhan hidupnya sehari-hari, kesehatannya, pakaiannya maupununtuk pendidikannya. Kewajiban ini sering dilupakan oleh suami istriyang bercerai, ada anggapan, bahwa apabila anak diasuh oleh salahseorang dari suami istri yang bercerai, maka suami atau istri yangtidak memperoleh hak asuh tidak ada kewajiban untuk memenuhikebutuhan anak dan tidak ada hak untuk menengok sekalipun. Pandanganyang salah semacam ini masih sering dijumpai dalam kehidupan suamiistri yang bercerai. Padahal telah ditegaskan dalam Pasal 41 huruf a

113

Page 125: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

UUP, bahwa tugas mengasuh dan memelihara anak tetap berada ditangan kedua orang tuanya meskipun keduanya telah bercerai. Tetapidalam hal menentukan kepada siapa dari suami istri yang harus diikutioleh anak atau sebagai pengasuhnya, maka hal ini dapat diputuskanoleh pengadilan.

Hukum Islam tentang pemeliharaan anak (hadhonah) sudahditentukan kriteria kelayakan sebagai hak asuh, kriteria anak yangmenjadi hak ibunya, anak yang telah dianggap bebas menentukanpilihannya maupun syarat-syarat yang harus dimiliki sehingga digolongkanlayak sebagai pengasuh. Kriteria maupun segala persyaratan yangharus dipenuhi dalam pengasuhan anak semata-mata demi kepentingananak, baik untuk pertumbuhan jasmani maupun rohaninya.

Dalam kajian fiqih Islam kategori anak dibedakan antara anak yangbelum mumayyiz (belum bisa membedakan yang baik dan yang burukbagi dirinya), dan anak yang sudah mumayyiz. Kategori anak yang belummumayiz adalah anak sejak lahir sampai menjelang umur 7 tahun. Kategorianak yang telah mumayyiz adalah anak yang sudah dapat membedakanmana yang baik dan bermanfaat bagi dirinya dan mana yang tidak baikdan merugikan dirinya. Kategori anak yang sudah mumayyiz terhitungumur 7 tahun sampai dia baligh. Baligh bagi anak laki-laki apabila diasudah mimpi yang kira-kira berumur 12 tahun. Sedangkan wanita apabilasudah menstruasi (haid). Dalam Pasal 105 KHI anak yang belum mumayyizadalah anak yang belum berumur 12 tahun.

1. Ketentuan Pemeliharaan Anak Dalam Hukum Islam

Berdasarkan hadits berkenaan dengan hadhonah, para UlamaFiqih sepakat, bahwa anak yang belum mumayyiz yang berhakmengasuhnya adalah ibu kandungnya dengan beberapa syarat yangharus dipenuhi. Hal ini berdasarkan:

a. Sabda Rasulullah saw. yang artinya “Barang siapa memisahkanantara seorang ibu dan anaknya, niscaya Allah akan memisahkannyadengan yang dikasihinya di hari kiamat” (HR. Abu Daud).

b. Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Abu Daud, Baihaqi dan hadits ini sahih menurut al-Hakimsebagai berikut:

114

Page 126: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Dari Abdullah bin Umar bin Ash. Yang menceritakanseorang ibu mengadu kepada Rasulullah saw. denganmengatakan sungguh anakku ini perutkulah yang menjadibejananya, lambungku pula yang menjadi pelindungnya danair susuku yang menjadi minumannya. Tetapi tiba-tiba ayahnyamerasa lebih berhak mengasuhnya, sehingga ia akanmengambilnya dari asuhanku Mendengar laporan ibu tersebutRasulullah memutuskan “kamu lebih berhak terhadap anakmuitu selama kamu belum menikah dengan laki-laki lain”.

c. Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majid dan di shahihkan oleh An-Nasa’i, menjelaskan tentang pengaduan seorang ibu kepadaRasulullah, bahwa mantan suaminya akan mengambil anakdari pengasuhnya. Kemudian Rasulullah memutuskan denganmenghadirkan anaknya. Dihadapkan kedua orang tua anaktersebut, Rasulullah menjelaskan sebagai berikut:

Artinya: Ini ayahmu dan ibumu. Peganglah tangan salah satudari keduanya mana yang engkau kehendaki.Kemudian anak itu memegang tangan ibunya.

Menurut Imam Anas bin Malik yang ia jelaskan dalamkitabnya al-Muwatho’ yang dikutip oleh Sayid Sabiq, bahwamenurut Yahya bin Said yang diterimanya dari al-Qosim binMuhammad menjelaskan bahwa Umar bin Khatab mempunyaiseorang istri yang berasal dari golongan Anshor. Dariperkawinannya telah lahir seorang anak laki-laki bernamaAshima. Kemudian perkawinannya putus karena perceraiandan anak diasuh oleh istrinya. Pada suatu ketika Umar binKhotob berkunjung ke Quba - Madinah, tempat anak danistrinya bertempat tinggal. Di tempat tersebut Umar bin Khottobmenjumpai anaknya sedang bermain di halaman masjid Quba.Kemudian anak tersebut dihampiri oleh Umar bin Khottob,lalu menggendongnya terus mendudukkan di atas untanya. Disaat itu datang nenek anaknya (mertua Umar bin Khotob).Antara keduanya terjadi pertengkaran memperebutkan anak

115

Page 127: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

tersebut. Karena keduanya tetap pada pendiriannya masing-masing, lalu keduanya melaporkan peristiwa tersebut kepadaKhalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Diharapkan khalifah tersebutUmar bin Khattob menyatakan “ini anak kandung-ku, sebaliknyamertuanya mengatakan “ini cucu-ku”. Kemudian khalifahmenjelaskan kepada Umar janganlah dihalangi antaraperempuan ini dengan cucunya, tetapi Umar bin Khottob tetapdengan pendiriannya. Keputusan khalifah menetapkan anaktersebut tetap pada pengasuh ibunya dengan pertimbangan:

Artinya: Ibu lebih perasa, lebih halus, lebih kasih sayang, lebihmesra, lebih baik dan lebih penyayang, karena itu ialebih berhak atas anaknya selama dia belum kawin.

Keputusan Khalifah tersebut menurut keterangan Ibnu Qayyim,yang dikutip oleh Sayid Sabiq sebetulnya Umar bin Khatob tidaksetuju, namun bagaimanapun karena ia harus tunduk kepadakeputusan khalifah yang berwenang menetapkan hukum, makaUmar bin Khottob menerima keputusan tersebut. Kemudian ketikaUmar bin Khottob menjadi khalifah menggantikan Abu BakarAsh-Ashiddiq menghadapi kasus hukum yang pernah dialaminyatersebut. Beliau memfatwakan sebagaimana keputusan Abu Bakartersebut dalam hal pengasuhan anak yang belum mumayyiz.190

Dalam literatur fiqih tidak ada batasan usia anak yangmenetapkan ibu lebih berhak mengasuh dari pada ayahnya. Tetapimemang dibedakan antara anak yang belum mumayyiz dan anakyang telah mumayyiz anak yang belum mumayyiz pada asasnyaadalah hak ibunya, sedang anak yang telah mumayyiz ditentukanoleh anak itu sendiri menentukan pilihannya siapa di antara ibudan ayahnya yang dipilihnya dengan syarat pilihannya tersebuttidak merugikan dirinya, khususnya menyangkut agama.

Dalam Pasal 105 KHI disebutkan sebagai berikut:

1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur12 (dua belas) tahun adalah hak ibunya.

190 Sayid Syabiq, Fiqih Sunah, Zuz II Cet. IV Darul Fiqri, Beirut, 1983 M. 1403 H. hlm. 290

116

Page 128: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepadaanak untuk memilih antara ayah atau ibunya sebagai pemeganghak pemeliharaannya.

3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Hak ibu untuk memelihara anak yang telah mumayiz tersebutditegaskan lagi dalam Pasal 156 yang berbunyi sebagai berikut:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah

a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhonahdari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia makakedudukannya diganti oleh:

1. Wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu

2. Ayah

3. Wanita-wanita dari garis lurus ke atas dari ayah

4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis sampingdari ibu

6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping ayah.

2. Anak Telah Mumayyiz

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa anak yang telahmumayyiz adalah anak telah berusia 7 tahun sampai baligh (sampai12 tahun). Di usia tersebut anak telah dapat membedakan antarabaik dan buruk manfaat dan mudharat bagi dirinya.

Hak asuh anak yang telah mumayyiz dalam kontek kedua orangtuanya bercerai diserahkan kepada pilihan anak, karena anakyang sudah mumayyiz dianggap telah bisa menentukan pilihanyang terbaik bagi dirinya. Hal ini telah terjadi pada jaman Rasululahsaw. yang diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkanoleh Abu Hurairah, bahwa seorang wanita mengadukan mantansuaminya yang hendak mengambil anak dari asuhannya. Adapunkeadaan anak tersebut telah dapat menolong ibunya mengambilair dari sumur yang diperkirakan berumur di atas 7 tahun atausudah mumayyiz. Kemudian Rasulullah memanggil mantan suami

117

Page 129: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

istri tersebut. Di hadapan kedua orang tua anak tersebut Rasulullahbertanya kepada anak tersebut sebagai berikut: “ini ibu-Mu danini ayah-Mu pilih yang mana yang engkau suka untuk kamu tinggalbersama dengannya, lalu anak tersebut memilih ibunya.

3. Syarat-syarat Hadhonah

Tujuan hadhonah adalah agar supaya anak dalam perkembangannyasampai ia baligh dapat terjamin, baik dalam kebutuhan jasmanimaupun rohaninya. Oleh karena itu diperlukan kesabaran tanggungjawab diri ayah ibunya untuk memenuhi kebutuhan jasmani (nafkah)maupun rohani (pendidikan dan akhlak). Dalam konteks orangtuanya bercerai dan diharuskan untuk menetapkan siapa yangberhak mengasuhnya (hadhonah) diperlukan persyaratan:

a. Yang melakukan hadhonah adalah yang sudah baligh, berakal,tidak terganggu ingatannya, karena hadhonah merupakanpekerjaan yang penuh tanggung jawab, Imam Ahmad binHambal menambahkan agar yang melakukan hadhonah tidakmempunyai penyakit menular.

b. Mempunyai kemampuan dan kemauan dan tidak terkait dengansuatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhonahterlantar.

c. Mempunyai sifat amanah yang benar-benar mengasuh anakuntuk kebaikan anak baik fisik maupun psychikis.

d. Jika yang akan melakukan hadhonah ibu kandung anakdisyaratkan tidak kawin dengan laki-laki lain.

e. Beragama Islam, ayah atau ibu anak yang tidak beragamaIslam tidak berhak sebagai pengasuh anak, karena kewajibanorang tua yang beragama Islam adalah agar anaknya tetapberiman berdasarkan ajaran Islam. Dalam surat At-Tahrimayat (6) Allah berfirman:

118

Page 130: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Artinya: “Jagalah diri-Mu dan keluarga-Mu dari siksa api neraka”

4. Putusan Pengadilan Agama Berkenaan Dengan Hadhonah.

a. Ibu Kandung anak beragama Kristen.

Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi Medan -Sumatera Utara Nomor: PA.b/8/Pts/144/ 1986 tentangpemeliharaan anak yang duduk perkaranya sebagai berikut;

Bahwa Endi Budiono, S.H. bin Susanto, umur 40 tahun,agama Islam (Penggugat), menggugat Deni Detty EkaryanaBoru Damantik, umur 22 tahun, semula beragama Islam,sekarang beragama Kristen Protestan (Tergugat).

Bahwa perkawinan Penggugat dan Tergugat dilangsungkanmenurut agama Islam di hadapan KUA Bangun Purba tanggal12 Maret 1985, Surat Nikah Nomor 36/1985.

Bahwa perkawinan Penggugat dan Tergugat putus karenaperceraian berdasarkan penetapan Pengadilan Agama TebingTinggi Nomor: PA.b/8/PEN/114/1986 tanggal 24 Maret 1986yang bertindak sebagai Penggugat adalah pihak suami. AlasanPenggugat karena istrinya (Tergugat) sudah kembali ke agamaKristen Protestan, juga alasan Tergugat masih kuliah, sehinggayang mengasuh anak adalah orang tua Tergugat yangberagama Kristen Protestan pula. Sebelum perkara perceraianini diputus oleh Pengadilan Agama pernah keluarga Tergugatsendiri minta izin kepada Penggugat agar anak di baptis,tetapi Penggugat tidak setuju anak dibaptis. Dengan alasantersebut Penggugat mohon kepada Majelis Hakim PengadilanAgama Tebing Tinggi Medan agar pemeliharaan anakditetapkan kepada Penggugat.

Jawaban Tergugat

Membenarkan alasan gugatan cerai Penggugat karena Tergugatkembali menganut agama Kristen Protestan.

Bahwa Tergugat keberatan anak diasuh oleh Penggugat karenaanak tersebut masih balita yang lahir tanggal 7 Juni 1985bernama Ayu Emilya Adhisti (Gugatan Cerai diajukan tanggal

119

Page 131: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

24 Maret 1986) dan tidak mungkin menurut Tergugat seoranglaki-laki seperti halnya Penggugat akan dapat mengurus anakdengan baik, lagi pula anak tersebut sekarang tinggal dandiasuh oleh Tergugat dalam keadaan sehat. Adapun perihalagama anak, pihak Tergugat tidak mempermasalahkan, terserahkepada anak untuk menganut agama yang mana apabila nantidia sudah dewasa.

Pertimbangan hukum Pengadilan Agama Tebing Tinggi Medandalam perkara tersebut di atas dengan fakta-fakta yang telahdiajukan oleh Penggugat dan Tergugat adalah sebagai berikut:

– Anak sampai berumur 7 tahun hak asuhnya pada ibunyasepanjang masih memenuhi syarat, yaitu berakal sehat,merdeka, beragama Islam, amanah, tempat tinggal yangjelas dan tidak bersuami yang baru. Hal ini didasarkanpada pendapat ulama yang terdapat dalam kitab KifayatulAhyar Jilid II halaman 94.

– Bahwa terbukti Tergugat telah murtad (memeluk agamaselain Islam) dan tidak bertempat tinggal di Tebing Tinggikarena masih kuliah di Medan. Karena murtad makahak hadhonahnya gugur dan pindah kepada suami.

Terhadap putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi tersebut,Tergugat mengajukan Banding dan putusan PengadilanTinggi Agama Sumatera Utara sependapat dengan putusanPengadilan Agama Tebing Tinggi dengan pertimbangansebagai berikut:

– Bahwa karena Pembanding terbukti telah keluar dariagama Islam, maka gugur haknya mengasuh anak, karenasalah satu syarat hadhonah harus beragama Islam, sebabagama anak dengan sendirinya beragama Islamsebagaimana agama yang dianut oleh ayah anak(Terbanding). Hal ini didasarkan pada pendapat yangdimuat dalam kitab Syarzawi Jilid II halaman 337.

Putusan Mahkamah Agung terhadap perkara ini, yang diajukankasasi oleh Tergugat, Pembanding dan Pemohon Kasasi dengan

120

Page 132: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

putusan Reg. Nomor: 10 K/AG/1988, tanggal 7 Oktober 1989dengan bunyi amar putusan menolak permohonan kasasiPemohon. Adapun keberatan Pemohon tidak dapat dibenarkankarena Judex Factie tidak salah menerapkan hukum. Dengandemikian anak tetap ada pada penggugat (ayah).

b. Pengasuhan Anak Bagi Istri Meninggal Dunia

Putusan Pengadilan Agama Pangkalan Bun - PalangkarayaKalimantan Tengah Nomor 227/1988 yang duduk perkaranyasebagai berikut:

1. MGA Sugiarto bin M. Istijab, umur 36 tahun, agamaIslam, pekerjaan PNS, tempat tinggal RT III, KelurahanMadurejo, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten KotaWaringin Barat melangsungkan perkawinan dengan PutriRaulah pada tanggal 15 Desember 1980. Kutipan AktaNikah Nomor: 323/12/I/1980 tanggal 15 Desember 1980.Dari perkawinan tersebut telah dikarunia tiga orang anakperempuan. Kemudian Putri Raulah (istri Termohon) telahmeninggal dunia pada hari Selasa tanggal 17 Nopember1987 karena sakit. Kemudian anak-anaknya diasuh olehibu kandung almarhumah.

2. Bahwa Pemohon (Gusti Arafudin bin P. Pratama saudarakandung Putri Raulah) bertindak selaku wali dari anak-anak almarhumah berdasarkan surat wasiat almarhumahkepada Pemohon tertanggal 26 Oktober 1987. SedangkanMGA Sugiarto (suami alamarhumah sebagai Termohon).

3. Bahwa Pemohon mohon ditetapkan sebagai wali dariketiga anak almarhumah dengan Termohon dengan alasanberdasarkan surat wasiat almarhumah kepada Pemohondan karena Termohon telah kawin lagi di luar proseduryang berlaku.

4. Bahwa semula ketiga anak tersebut diasuh oleh keluargaalmarhumah, tetapi kemudian ketiganya diasuh olehTermohon (ayah kandung ketiga anak tersebut).

121

Page 133: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

5. Bahwa Termohon mengakui telah kawin (poligami) diluar prosedur yang berlaku ketika almarhumah masihhidup, karena sewaktu almarhumah masih hidup hubungandengan Termohon tidak harmonis, sehingga Termohonkawin lagi tanpa izin dari almarhumah dan berdasarkanPutusan Pengadilan Agama.

6. Bahwa dalam pemeriksaan di persidangan terbukti bahwaketika almarhumah masih hidup Termohon berhubungandengan wanita lain yang bernama Mardiani dan Siti Aisah.Bahkan dengan Siti Aisah telah menikah di luar prosedurdari pernikahan tersebut telah mempunyai anak.

7. Berdasarkan fakta tersebut Pengadilan Agama menetapkanmengabulkan permohonan Pemohon dan mencabutkekuasaan Termohon atas ketiga anaknya.

8. Terhadap keputusan Pengadilan Agama Pangkalan Buntersebut pihak Termohon mengajukan banding ke PengadilanTinggi Agama Palangkaraya yang terdaftar dengan No. 2/1989. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Palangkarayamenetapkan Termohon sebagai wali terhadap ketiga anaknyaatau tetap berada di bawah kekuasaan orang tuanya(Termohon/Pembanding) dengan pertimbangan pasal 45ayat 1 (satu) dan 2 (dua) dan pasal 47 UUP.

9. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Palangkaraya tersebutsampai ke tingkat Kasasi dimana sebagai Pemohon kasasiadalah Pemohon atau Terbanding yaitu Gusti Arafudinbin P. Pratama. Putusan Kasasi No. 165.K/AG/1989tertanggal 10 Maret 1992 menguatkan Putusan PengadilanTinggi Agama Palangkaraya.

10. Analisis terhadap perkara tersebut dilihat berdasarkankajian hukum Islam semustinya yang mengajukanpermohonan adalah ibu kandung almarhumah Putri Raulah;bukan saudara kandungnya yang bernama Gusti Arafudin,karena dalam kajian fiqih yang dikemukakan ulama Mazhabseperti Imam Hanafi dan Imam Syafi’i, bahwa jika ibu

122

Page 134: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

kandung berhalangan atau meninggal dunia, maka hakasuh beralih ke ibu kandungnya (nenek).

c. Anak yang Telah Mumayyiz dan Anak yang Belum Mumayyiz

Putusan Pengadilan Agama Medan No. 746/PTS/1990/ 1991/PA.Mdn. tertanggal 10 September 1991 dalam perkara ceraigugat dengan kumulasi Hadhonah sebagai berikut:

a) Sukiyati binti Sukimin umur 41 tahun agama Islam pekerjaanwiraswasta tempat tinggal di Jln. Ir. H. Juanda No. 20BKelurahan Sukadamai, Kecamatan Medan Baru KotaMedan. Dalam hal ini memberikan kuasa kepada H. M.Kamaludin, S.H. Pengacara beralamat di Jln. AirlanggaNo. 16B Medan. Selanjutnya disebut sebagai Penggugat.

b) Dr. Anwar Henkie Susanto bin Tan Ceng Bie umur 46tahun agama Islam pekerjaan Dokter tempat tinggal diJln. Imam Bonjol No. 36 Kelurahan Medan BaruKecamatan Medan Baru Kota Medan. Dalam hal inimemberikan kuasa kepada Adnan Gusti, S.H. Advokatatau Pengacara beralamat di Jln. A. Yani VII No. 25AMedan. Selanjutnya disebut Tergugat.

c) Perkara ini adalah perkara gugat cerai tetapi kumulasidengan gugatan pemeliharaan anak. Selama dalamperkawinan Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai4 (empat) orang anak, masing-masing:

1. Rudi (Laki-laki) Lahir di Medan tanggal 23 Oktober 1971.2. Suzana (Perempuan) Lahir di Medan tanggal 17 Juni

1974.3. Sylviana (Perempuan) Lahir di Medan tanggal 28

Juni 1981.4. Heru (Laki-laki) Lahir di Medan tanggal 24 Februari

1983.

d) Pada saat putusan ini diajukan usia anak bernama Rudidan Suzana sudah lewat dari umur 12 tahun, sedangkanusia Sylviana 10 tahun dan Heru 8 tahun (di bawah umur12 tahun).

123

Page 135: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

e) Bahwa Penggugat mendalilkan tuntutan untuk memeliharakeempat orang anak tersebut khawatir anak-anak diajaridengan agama Katholik oleh Tergugat. Di samping ituTergugat telah berhubungan dengan wanita lain yangbekerja sebagai perawat di RS tempat Tergugat bekerja.

f) Bahwa atas dalil Penggugat tersebut, pihak Tergugatmembantah dengan mendalilkan sebagai berikut:

1. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga tersebutdisebabkan Tergugat sering bepergian dengan laki-laki lain tanpa izin Penggugat. Akibat dari perbuatanPenggugat yang sering bepergian dengan laki-laki,maka Tergugat bersama dengan anak-anak pulangke rumah orang tua Tergugat. Anak-anak tidak mauikut Penggugat, karena anak-anak mengetahuiPenggugat sering bepergian dengan laik-laki lain. Disamping itu di antara anak pernah berkelahi denganPenggugat sampai-sampai urusannya dilaporkan kepolisi oleh Penggugat. Oleh karena itu menurutTergugat anak patut diasuh oleh Tergugat.

2. Bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan AgamaMedan dalam perkara pengasuhan anak ini diputuskandengan pertimbangan hukum sebagai berikut:

Anak yang telah mumayyiz (Rudi dan Suzana)dipersilahkan memilih ikut ibu atau ayah, ternyatakeduanya memilih ikut bersama ayahnya (Tergugat),sedangkan anak bernama Sylviana dan Heru ditetapkanMajelis Hakim di bawah asuhan Penggugat (Ibunya)dengan pertimbangan berdasarkan pasal 105 dan pasal156 KHI anak yang masih di bawah umur (belummumayyiz) di bawah asuhan ibunya. Alasan apa yangdituduhkan Tergugat kepada Penggugat yang seringbepergian dengan laki-laki lain bahkan kadang-kadanganak dibawa Penggugat, Majelis Hakim berpendapatbahwa belumlah sampai menghilangkan ataumenggugurkan hak hadhonah yang ada pada Penggugat.

124

Page 136: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Artinya Penggugat masih memenuhi syarat sebagaipengasuh anaknya sebagaimana hadits yangmenjelaskan ibu lebih berhak selagi belum kawin.

Putusan ini sampai ke tingkat banding dan kasasi. Tetapiternyata putusan Pengadilan Agama Medan tersebut tetapdikuatkan karena putusan Pengadilan Tinggi Agama Medantidak bertentangan dengan hukum.

Berdasarkan kasus posisi perkara tersebut dan pertimbanganhukum Majelis Hakim, dilihat dari literatur fiqih putusan tersebuttidak mempertimbangkan kepentingan anak dari aspek agama.Ajaran Islam menggariskan pemeliharaan anak harus didasarkankepentingan anak yang dalam hal ini kepentingan agama.Sebagaimana didalilkan oleh Penggugat bahwa Tergugat telahberagama Katholik. Apabila hal ini benar, maka Tergugat menurutketentuan Islam tidak memenuhi syarat sebagai pengasuh anakwalaupun dipilih oleh anak-anaknya dengan syarat apabila anak-anaknya bernama Rudi dan Suzana beragama Islam. Sebabdalam Islam jika terjadi perceraian antara suami istri, sedangkansalah satunya murtad,191 maka secara otomatis anak harusdiasuh oleh orang tuanya yang beragama Islam. Hak hadhonahjuga menjadi gugur dari pihak yang ternyata terdapat indikasiyang kuat kepadanya untuk mempengaruhi anak untuk mengubahagamanya. Apabila salah satu dari ayah atau ibu tidak beragamaIslam, maka anak tidak punya hak pilih lagi terhadap ayah atauibu yang bukan beragama Islam Rasulullah saw. pernah memutusmenolak pilihan anak untuk ikut ibunya karena ibunya tidakberagama Islam (musyrik). Peristiwanya adalah ketika Rafibin Sinan masuk Islam, sedangkan Istrinya tidak ikut memelukagama Islam, tetapi tetap musyrik. Untuk memutuskan siapayang lebih berhak sebagai pengasuh anak-anak mereka, Rasulullahsaw. menghadirkan ibu, ayah dan anaknya. Ketika ditanya

125

191 Satria Efendy M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Kontemporer. AnalisisYurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah. Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Jakarta,Balitbang DEPAG, Cet. Ke-2 Tahun 2005.

Page 137: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

apakah akan memilih ibu atau ayahnya? anak lalu memilihibunya. Rasulullah tidak setuju pilihan anak tersebut. KemudianRasulullah saw. berdo’a, maka anak tersebut berubah sikapdan memilih bapaknya.

Meskipun ketentuan pemeliharaan anak telah diatur dalamKHI, tetapi hanya bersifat asasi. Sedangkan dalam literaturfiqih maupun dalam hadits terdapat peristiwa hukum yangdapat dijadikan dasar pertimbangan hukum di luar KHI. Darikasus di atas dapat dijadikan prinsip, bahwa hakim harusmempertimbangkan segala aspek dalam memutuskanpemeliharaan anak berdasarkan kepentingan anak dankeselamatan agamanya. Pilihan anak terhadap siapa yangdiinginkan sebagai pengasuhnya bukan pilihan yang pasti apabilatidak menguntungkan dirinya, khusus menyangkut agamanya.

d. Anak yang belum mumayyiz dan baligh diasuh ibunya walaupunsudah kawin lagi

Putusan Pengadilan Agama Palembang No. 382/VI/1991/PA.Plg. tertanggal 27 Nopember 1991 tentang gugatanpemeliharaan anak yang diajukan oleh:

– Amelia Fitri bin Rustin Tedja, umur 24 tahun, agama Is-lam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, tempat tinggal di Jln.Seruni Komplek Perumahan Kelapa Indah KM 9 Blok B12 No. 5 Kelurahan Alang-Alang Lebar KecamatanSukarami Kota Palembang. Selanjutnya sebagai Penggugat.

– Iksan bin Abdul Muis, umur 30 tahun, agama Islam, pekerjaanswasta, tempat tinggal di Jln. Mayor Salim Batubara Gg.PTT No. 1745 RT 49 Kelurahan 20 Ilir D 1, KecamatanIlir Timur 1 Kota Palembang. Selanjutnya sebagai Tergugat.

Kasus posisi perkara sebagai berikut:

– Bahwa Penggugat dengan Tergugat semula suami istri. Dariperkawinan keduanya dikaruniai dua orang anak bernama:

1. Rebina Novalia, (Perempuan) lahir tanggal 26Nopember 1987.

126

Page 138: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

2. Dwi Prita Anggraini, (Perempuan) lahir tanggal 9Februari 1989.

– Bahwa Penggugat dengan Tergugat putus perkawinannyakarena perceraian berdasarkan putusan PA PalembangNo. 194/G/1991/PA.Plg tanggal 19 Juni 1991.

– Kedua anak tersebut sebelum terjadi perceraian telahdiasuh oleh Tergugat dengan alasan pinjam untuksementara, tetapi setelah kedua anak tersebut diasuholeh Tergugat pihak Penggugat tidak boleh menemui keduaanak tersebut.

– Bahwa alasan Penggugat menggugat hak asuh anak, karenakedua anak tersebut masih kecil (belum mumayyiz),sedangkan Tergugat sendiri menurut Penggugat bekerjasampai sehari penuh, sehingga tidak diasuh oleh Tergugat,tetapi kedua anak tersebut dititipkan kepada keluargaTergugat.

Jawaban Tergugat:

– Bahwa kedua anak tersebut bukan diambil paksa tetapidibawa bersama Penggugat ke rumah Tergugat, kemudianPenggugat meninggalkan Tergugat dan kedua anak, pergibersama laki-laki lain yang sekarang sudah menjadi suamiPenggugat.

– Bahwa karena Penggugat telah menikah lagi dengan laki-laki lain yang semula diduga Penggugat pergi meninggalkanTergugat dan anak-anak bersama laki-laki tersebut padasaat Penggugat dan Tergugat masih suami istri. Olehkarena itu Penggugat tidak layak sebagai pengasuh keduaanak tersebut.

– Berdasarkan fakta yang didukung oleh bukti surat dansaksi oleh Penggugat, sedangkan Penggugat menyampaikanbukti surat saja, maka putusan Majelis Hakim menetapkanmenolak gugatan Penggugat dengan pertimbangan sebagaiberikut: Bahwa telah terbukti Penggugat telah kawin lagi

127

Page 139: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

dan Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa Tergugattidak cakap untuk mengasuh kedua anaknya. Sedangkanhadits Rasululah saw. yang dijadikan dasar pertimbanganhukum Majelis Hakim adalah hadits yang diriwayatkan olehImam Ahmad dan Abu Daud, yang pada pokoknya gugurhak ibu yang mengasuh anaknya apabila ia telah kawin.

– Putusan PA Palembang ini diajukan banding oleh Penggugatdengan perkara No. 5/B/1992/PTA.Plg yang diputustanggal 16 April 1992 oleh Pengadilan Tinggi AgamaSumatera Selatan yang amar putusannya membatalkanputusan Pengadilan Agama Palembang dengan mengadilisendiri menetapkan kedua anak Penggugat dan Tergugattersebut diasuh oleh Penggugat atau Pembanding denganpertimbangan sebagai berikut: Bahwa kedua anak tersebutbelum mumayyiz, maka berdasarkan pasal 105 ayat (1)KHI adalah hak ibunya (Penggugat/Pembanding).

– Putusan Pengadilan Tinggi Agama Palembang ini tidakmemuaskan Tergugat atau Terbanding sehinggamengajukan kasasi. Bahwa putusan MA No. 95/K/AG/1992 tanggal 28 Desember 1992 menetapkan menolakpermohonan kasasi Pemohon/Tergugat/Terbanding denganpertimbangan sebagai berikut:

– Bahwa keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohontidak dapat dibenarkan karena menyangkut penilaian hasilpembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatukenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalampemeriksaan tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalamtingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakanatau kesalahan dalam penetapan atau pelanggaran hukumyang berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 UUMA No. 14 tahun 1985.

– Bahwa ternyata putusan PTA Palembang dalam perkaraini bertentangan dengan hukum dan atau UU. Demikianpertimbangan hukum MA terhadap perkara ini.

128

Page 140: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Dari masing-masing putusan Pengadilan Agama tersebut sampaiupaya hukum di tingkat kasasi terhadap perkara gugatan pemeliharaananak, maka dapat disimpulkan, bahwa pemeliharaan anak dilihat dariusia anak dan kondisi objektif bagi yang akan menjadi pengasuh anak,yang disyaratkan dalam Islam adalah sehat jasmani dan rohani berakhlakmulia, beragama Islam dan amanah.

Bagi usia anak yang belum mumayyiz pada asasnya hak ibu anaksepanjang pertimbangan hakim tidak merugikan anak, tetapi apabilamerugikan anak, hakim berwenang memutuskan bukan hak ibu anakterutama menyangkut akhlak dan agama walaupun anak masih belummumayyiz. Sebaliknya walaupun anak telah mumayyiz dimana hakpilih ada pada anak yang telah mumayyiz, tetapi apabila akan merugikandirinya, terutama menyangkut agama, maka seyogianya Hakim sesuaidengan ajaran Islam memutus gugur hak pilihnya.

C. Kekuasaan Orang Tua Dalam Praktik Menurut Kebiasaan

Dari beberapa putusan baik Pengadilan Negeri maupun PengadilanAgama yang telah diuraikan baik dalam Bab III maupun Bab IV Adan B dikabulkannya perceraian kedua orang tua pada umumnyakepada salah satu orang tua diberikan hak asuh/hak pemeliharaanatau adakalanya dipakai “penguasaan anak”. Tidak ada ketentuanyang tegas yang menyatakan kepada pihak yang tidak memperolehhak asuh diberikan hak kunjung sebagaimana terlihat dari berbagaiputusan dan ketentuan yang berlaku antara lain baik di Inggris maupunBelanda. Hal itu mengakibatkan si anak sering kali kehilangan kontakdengan salah satu dari kedua orang tuanya.

Adakalanya Hakim memutus, memberikan hak asuh kepada salahsatu orang tua, dan dikatakan dalam putusan itu, “dengan tidakmengurangi hak dari pihak yang tidak mendapat hak asuh untuk tetapberhubungan dengan si anak”. Dalam praktik sering kita membacabagaimana si Ibu atau si Ayah yang tidak mendapat hak asuh ini tidakdapat berjumpa dengan anaknya, karena dihalang-halangi oleh pihakpemegang hak asuh. Kepada si anak sering diindoktrinasi, si ayahatau si ibu bukan pemegang hak asuh tidak mau menengok si anak,

129

Page 141: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

sehingga si anak membenci ayah atau ibunya yang bukan pemeganghak asuh. Hal ini disebabkan karena baik Undang-Undang Perkawinan,Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 maupun KHI tidak mengaturtentang hak kunjung ini.

Selain itu, walaupun di dalam Undang-Undang Perkawinandinyatakan secara tegas, dalam suatu perceraian, si ayah bertanggungjawab terhadap pendidikan dan kehidupan si anak, seringkali terjadi,walaupun ada putusan hakim yang berkekuatan tetap yangmengharuskan si ayah untuk membayar sejumlah tertentu kepada sianak setiap bulan, seringkali hal ini tidak dipatuhi, terutama bila hakasuh ada pada si ibu. Putusan Hakim itu seolah-olah merupakan “kertasmati” yang tidak ada gunanya. Seandainya si ibu datang ke kantorsuaminya untuk meminta nafkah anak-anak, dengan menyampaikanputusan Hakim, umumnya bendaharawan gaji tidak mengindahkannya,kecuali ada persetujuan suami. Dengan demikian putusan hakim itumenjadi “mubazir”. Kekecualian hanya berlaku bagi PNS, dan TNItermasuk POLRI, karena bagi mereka ada ketentuan-ketentuan khususyang bersifat memaksa dan bendaharawan gaji harus tunduk. Karenaitu pengaturan tentang hak kunjung dan dicantumkannya ketentuantentang pemberian nafkah dan pendidikan kepada si anak karena putusnyaperceraian ini harus diatur dengan sanksi tegas di dalam pembaharuandari Undang-Undang Perkawinan. Bukankah Undang-UndangPerkawinan dengan tegas menyatakan putusnya perkawinan keduaorang tua, kekuasaan orang tua tetap berlanjut sampai anak dewasakecuali kawin sebelumnya.

Hal yang sama berlaku pula terhadap nafkah si istri dalam halputusnya perceraian keduanya. Tidak ada ketentuan yang secara tegasmemberi sanksi kepada suami yang tidak mematuhi putusan hakimyang dalam putusannya yang berkekuatan tetap menetapkan pemberiansejumlah uang nafkah kepada bekas istrinya, sampai ia kawin lagi.Kecuali tentunya bagi PNS, TNI dan POLRI di mana hal itu dengantegas diatur.

130

Page 142: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mengingat luasnya definisi hukum kekeluargaan yangmenyangkut hubungan hukum mengenai kekeluargaan sedarahdan kekeluargaan karena perkawinan yang meliputi prosesperkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuandan keadaan tak hadir, maka dalam tim kompilasi hukumkekeluargaan yang dibahas difokuskan mengenai kekuasaanorang tua.

2. Tidak ada definisi baik di dalam KUH Perdata (BW), UUNo. 1 Tahun 1974, Hukum Adat, Kompilasi Hukum Islam(KHI), maupun di dalam ketentuan-ketentuan perundang-undangan lain yang berlaku di Indonesia tentang apa yangdiartikan dengan kekuasaan orang tua, jika diamati, makadapat disimpulkan bahwa kekuasaan orang tua ini terkait denganaspek-aspek yang berhubungan dengan pembagian peranataupun tugas antara suami/istri dalam keluarga seperti yangdimaksud dalam Pasal 31 ayat 3 UU Perkawinan, serta Hakdan Kewajiban antara orang tua dan anak sebagaimanatercantum di dalam Pasal 45 s.d. Pasal 49 UU Perkawinan.

3. Di dalam UU Perkawinan, dengan putusnya perkawinan keduaorang tua, ada 2 (dua) masalah yang timbul, yaitu masalah“pemeliharaan anak” dan masalah “penguasaan anak” keduaistilah ini dipergunakan dalam Pasal 41 butir (a), yang mengaturtentang akibat putusnya perkawinan yang berbunyi sebagaiberikut: “Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memeliharadan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkankepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenaipenguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusannya”

131

Page 143: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

4. Kekuasaan orang tua menurut kebiasaan yang ada selama iniberkenaan dengan pemeliharaan terhadap anak dalam halkedua orang tuanya putus perkawinannya karena perceraian,diserahkan kepada Pengadilan untuk menentukan siapa dariayah/ibu yang patut sebagai hak asuh anak. Pemeliharaananak ternyata tidak diatur dalam UU Perkawinan, maupundalam Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1975 tentangPelaksanaan Undang-Undang Perkawinan.

5. Dengan diberikannya penguasaan anak hanya kepada salahsatu orang tua, seharusnya kepada orang tua lain diberikanhak kunjung, hal mana tidak diatur dalam UU No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan. Atau sebagai solusi lain yaitu hakimdalam putusan dapat pula memutus, pemeliharaan anak (le-gal custody) diberikan kepada si ayah dan penguasaan anak(physical custody) diberikan kepada si ibu.

B. Saran

Tidak adanya ketentuan perundang-undangan yang menyangkutpemeliharaan anak sebagai dampak putusnya perkawinan keduaorang tua, menimbulkan kekosongan hukum pada undang-undangperkawinan. Contohnya: Pengaturan tentang hak kunjung dandicantumkannya ketentuan tentang pemberian nafkah dan pendidikankepada si anak karena putusnya perceraian ini harus diatur dengansanksi tegas di dalam pembaharuan dari undang-undang perkawinan.

132

Page 144: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

133

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Darmabrata, Wahyono, Tinjauan Undang-Undang No. 1 Tahun1974, Tentang Perkawinan Beserta Undang-Undang DanPeraturan Pelaksanaannya.

Hadikusumah, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia MenurutPerundangan Hukum Adat, Hukum Agama (Bandung: PenerbitMandar Maju 1990).

Hartono, Sunaryati, Kompilasi Bidang Hukum Tentang PenyelesaianSengketa di Luar Pengadilan, BPHN Departemen Hukumdan HAM Tahun 1999/2000.

Meliala, Djaja S., Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang DanHukum Keluarga, CV Nuansa Aulia 2006.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia. Penerbit PTCitra Aditya Bakti Bandung 2000.

M. Zein, Satria Efendy, Problematika Hukum Keluarga Kontemporer.Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah.Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Jakarta, BalitbangDepartemen Agama, Cet. Ke-2 Tahun 2005.

Prodjodikoro R., Wirjono, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet. 9(Bandung: Sumur Bandung).

Rasjidi, Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia danIndonesia, (Bandung: Alumni, 1982).

Saragih, Djaren, Hukum Perkawinan Adat dan Undang-UndangTentang Perkawinan Serta Peraturan Pelaksanaannya, EdisiPertama, 1992, Tarsito, Bandung.

Soemadiningrat, Otje Salman, Rekonseptualisasi Hukum AdatKotemporer, Alumni, 2002.

Page 145: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Penerbit PT Intermasa,Cetakan XXI

—————, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, PT Intermasa,2004.

Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional, Penerbit Rineka Cipta1991, Cetakan Pertama.

Syabiq, Sayid, Fiqih Sunah, Zuz II Cet. IV Darul Fiqri, Birut, 1983M. 1404 H.

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, UI, 1982.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perorangan danKekeluargaan, Sinar Grafika, 2006.

Zahry, Hamid, Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam, Cet. Pertama(Yogyakarta: Binacipta, 1978), hlm. 1.

Zulfa, Djoko Basuki, Dampak Perkawinan Campuran TerhadapPemeliharaan Anak Child Custhody Tinjauan Dari SegiHukum Perdata Internasional Penerbit Yarsif Watampone,Jakarta 2005.

B. Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

——————, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentangPerlindungan Anak.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).

Kompilasi Hukum Islam.

C. Artikel

Children Act 1989 Baca lebih jauh, John Pritchard et al, The NewPonguin Guide to The Law, 3 rd ed. (Viking: UKKP-BD XXITA 1991), hlm. 146-147. Children Act 1989 ini berlaku, tanggal14 Oktober 1991.

134

Page 146: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

John Pritchard et al, The new Ponguin Guide to The Law, 3 rd ed.(Viking: UKKP-BD XXI TA 1991), hlm. 146-147.

Susan Maidment Child Custody and Divorce, The Law in Social Contex,(London & Sidney: Chroom Helm Ltd. 1984), hlm. 25.

Ira Mark Ellman et al, Family Law (Charlotters Vildle, Virginie: TheMichie Company, 1991), hlm. 571-572.

Barbara Mitchels and Helen James, Child Care Protection Law andOractise, 3 rd ed, London Sidney: Cavendish Publishing Limited2001), hlm. 31.

D. Internet

Paul Vlaardingerbroek, “Contracting on Family Law” http://infolab.kub.nl/till/data/topic/contract.html, tanggal 1 November 2002, hlm. 3.

“Council of Europe The European Convention on Human Rights”,http://www.hri.org/docs/ECHR50.html, tanggal 7 November 2002,hlm. 1.

EHCR ini pertama kali diadakan (done) di Roma tanggal 4 November1950, dan lima kali perubahan (Five Protocols) yaitu Protokolpertama di Paris tanggal 20 Maret 1952, Protokol kedua danketiga, di Strasbourg, tanggal 6 Mei 1963, Protokol keempat diStarbourg tanggal 16 September 1963 dan Protokol kelima jugadi Starbourg tanggal 20 Januari 1996, http://www.hri.org/docs/EHCR50.html, tanggal 7 November 2002, hlm. 1

Dikutip dari Putusan Council of Europe, European Court of HumanRights First Section Decision, as to Admissbility of Applicationno. 32040/96 by Joseph ZANDER against the Nedherland, tanggal24 Oktober dan 5 Desember 2000, hlm. 3, http://hudoc.echr.core.int/Hudoc1doc2/HEDEC/200012/32040di.chb124102000e.doc, 27Maret 2003.

David Orgon Coolidge, “Same – Sex “Marriage” in Holland: Is theSky Falling?”, Chronical Programs Publications About EPPC,http://www.eppc.org/publications/xq/ASP/pubsID.260/qx/pubsviewdetail.htm, tanggal 11 November 2002.

135

Page 147: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

Hal ini diatur dalam Bill 26672 (“on the Opening Up of Marriage”).Adapun persyaratannya ialah, salah satu pasangan haruslah warganegara Belanda atau telah mempunyai permanent resident diBelanda. Hukum keturunan yang tradisional (traditional lawsof descent) tidak berlaku dalam perkawinan sesama jenis inikecuali pasangan tersebut mengadopsi anak. Hanya anak Belandayang dapat diadopsi oleh pasangan tersebut. Coolidge, loc.cit.

Trudie Knijn and Peter Selten, “Transsformation in Fatherhood: theNetherland”, hlm. 259, diakses tanggal 20 Maret 2003.www.sociology.su.se/cgs/conference/6knijn%20&%selten.pdf.

Kamali hlm. 117 sebagai catatan buku ini diterbitkan pada tahun 2000,dengan kata pengantar dari Perdana Menteri Dr. MahathirMohamad, tanggal 10 Mei 2000.

Kompilasi Hukum Islam, mengartikan mumayyiz, berumur di bawahdua belas tahun, di atas umur dua belas tahun si anak berhakmemilih akan ikut ibu atau ayahnya.

Di Amerika Serikat “Konsep berbagai kekuasaan orang tua” (Sharedparenting atau joint custody, dikembangkan sekitar tahun 1970-an untuk memberi partisipasi aktif dari kedua orang tua dalammembesarkan anak-anak mereka, undang-undang (statute)pertama tentang “joint custody” diundangka di indiana tahun1973, dan sejak itu menyebar ke negara bagian lainnya (50negara bagian).

136

Page 148: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

SUSUNAN PERSONALIA TIMKOMPILASI BIDANG HUKUM KEKELUARGAAN

Ketua : Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki, S.H., M.H.

Sekertaris/Anggota: Melok Karyandani, S.H.

Anggota : 1. Dr. Wahiduddin Adams, M.A.

2. Drs. Salman Magalatung, S.H., M.H.

3. Dra. Hj. Wigati. N. Partosedono, S.H., LL.M.

4. Fatmah Jatim, S.H., LL.M.

5. Drs. Kurtubi Kosim, S.H., M.Hum.

6. Drs. Basar SK, Sm.Hk.

7. Drs. Sularto, S.H.

8. Ismail, S.H.

137

Page 149: Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan

138