KOMPARASI HUKUM PERIJINAN PERTAMBANGAN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF WELFARE STATE Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata II Pada Jurusan Studi Magister Hukum Sekolah Pascasarjana Oleh : ACHMAT IRMAWAN R100160040 PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOMPARASI HUKUM PERIJINAN PERTAMBANGAN
DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF WELFARE STATE
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata II
Pada Jurusan Studi Magister Hukum Sekolah Pascasarjana
Oleh :
ACHMAT IRMAWAN
R100160040
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
KOMPARASI HUKUM PERIJINAN PERTAMBANGAN
DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF WELFARE STATE
TAHUN 2020
NASKAH PUBLIKASI
OLEH :
ACHMAT IRMAWAN
R. 100160040
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Absori, S.H., M.H.
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Harun, S.H., M.H.
ii
HALAMAN PENGESAHAN
KOMPARASI HUKUM PERIJINAN PERTAMBANGAN
DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF WELFARE STATE
TAHUN 2020
OLEH :
ACHMAT IRMAWAN
R. 100160040
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Program Studi Magister Pendidikan
Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Senin,
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat Dewan Penguji
1. Prof. Dr. Absori, S.H., M.H.. (......................................)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Prof. Dr. Harun, S.H., M.H. (......................................)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Dr. Wardah Yuspin, S.H., M.Kn., Ph.D. (......................................)
(Anggota II Dewan Penguji)
Direktur,
Prof. Dr. Bambang Sumardjoko, M.Pd.
iii
1
KOMPARASI HUKUM PERIJINAN PERTAMBANGAN
DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF WELFARE STATE
Abstrak
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 dimaknai sebagai Hak Penguasaan oleh negara terhadap aset
kekayaan alam. Pemerintah sebagai tangan kanan negara, baik dari tingkat pusat hingga daerah
melekat suatu hubungan keterlibatan langsung untuk mengelola hasil sumber daya alam.
Hubungan terseut mencakup mengatur, mengurus dan melakukan pengawasan. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan pengaturan perijinan pertambangan di Indonesia serta
mengkomparasikan hukum perijinan pertambangan di Indonesia dalam perspektif welfarestate.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif dari data primer dan sekunder melalui studi
kepustakaan serta dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan
bahwa pengaturan perijinan tambang ada di Undang-Undang No 3 tahun 2020 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
(Minerba) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan ada perbedaan
dalam kedua Undang-Undang ini. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja
menunjukkan bahwa seluruh proses perizinan ada di tangan pemerintah pusat sementara peran
koordinasi berada di tangan pemerintah daerah. Sedangkan, Undang-Undang nomor 3 tahun 2020
tentang Mineral dan Batubara justru menyerahkan wewenang tambahan kepada Pemerintah daerah
yakni berupa kewenangan dalam menentukan area pertambangan pra perizinan. Dalam hal ini
Undang-Undang No. 3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara lah yang lebih dominan dengan
teori Negara kesejahteraan (Welfare State), dimana konsep negara kesejahteraan (welfare state)
yang sebelumnya meletakkan tanggung jawab yang besar kepada negara atas persoalan masyarakat
dan pasar.
Kata Kunci: Hukum Perizinan, Pertambangan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
Abstract
Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is interpreted as the
right of control by the state over natural assets. The government, as the right hand of the state,
from the central to regional levels, has a direct involvement in the management of natural
resources. this includes mining affairs which are concurrent affairs in terms of regulating,
managing scope and supervising scope. This study aims to describe the mining licensing
arrangements in Indonesia as well as to compare the mining licensing laws in Indonesia from the
perspective of self-regency. This research is a normative research. The types of data used are
primary and secondary data collected by literature study and analised qualitatively. The results of
research and discussion show that the mining licensing arrangement is in Law No.3 of 2020
concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining
(Minerba) and Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation and there are the difference in
these two laws, in Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation, which shows that the entire
licensing process is in the hands of the central government while the role of coordination is in the
hands of local governments. Meanwhile, if Law number 3 of 2020 concerning Minerals and Coal
actually assigns additional authority to the regional government, namely in the form of authority to
determine mining areas even before the permit is issued. So in this case Law No. 3 of 2020
concerning Mineral and Coal which is more dominant with the theory of the welfare state, where
the concept of a welfare state previously required the expansion of state responsibility into
community and market affairs.
Keywords: Licensing Law, Mining, Central Government, Local Government
2
1. PENDAHULUAN
Kesejahteraan luar biasa telah dicapai oleh kehidupan manusia dengan adanya
kemajuan peradaban pembangunan di bidang industri. Modernisasi telah membuat
manusia dapat menmecahkan persoalan kehiduan dengan lebih praktis.1 Manusia
modern yang kapitalistik dan eksploitatif mempunyai andil besar mendorong
manusia untuk lebih serakah terhadap lingkungan hidup. Sayangnya, manusia
senantiasa memiliki rasa tidak puas atas pencapaian materi yang telah diraih nya.
Merekapun mengetahui kebutuhan materi konsumtif tersebut dapat diperoleh dari
eksploitasi sumber daya alam yang ada.2
Pelaksanaan terhadap ketentuan Pasal 33 UUD NRI 1945 yang berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya mineral dijadikan pedoman dalam penyusunan
Undang-Undang Minerba yang baru yaitu Undang-Undang No 3 tahun 2020
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) sebagaimana yang dinyatakan
dalam ayat 2. Hal demikian dikarenakan pada tubuh negara itulah tugas untuk
memberikan kemakmuran kepada rakyatnya diletakkan yang ditegaskan dalam
Pasal 3.
Penguasaan atau penyelenggaran Undang-Undang Minerba diamanahkan
kepada Pemerintah Pusat, meskipun selanjutnya untuk hal yang sederhana seperti
usaha perseorangan, perizinannya dapat didelegasikan kepada Pemerintah Daerah.
Maksud kata penguasaan mengandung fungsi yang berat yaitu fungsi kebijakan,
pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan. Di samping itu,
pemerintah pun menentukan produksi dan distribusi serta harga Minerba baik
logam maupun bukan logam serta menentukan wilayah darat maupun laut. Hal
tersebut selanjutnya ditetapkan oleh Menteri ESDM seagaimana tertulis pada