MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUHKKD PEMERIKSAAN FISIK GINJALSKDI
4
A. TeoriPemeriksaan fisik ginjal merupakan salah satu bagian
dari pemeriksaan fisik pada abdomen dan urogenitalia. Pemeriksaan
ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan pada ginjal.
Adanya hipertensi dapat merupakan tanda adanya kelainan pada
ginjal. Keadaan tersebut mengharuskan dokter untuk memeriksa
keadaan umum pasien secara menyeluruh.
B. AlatAlat : - Stetoskop
C. ProsedurInspeksiPada pemeriksaan ginjal, sebaiknya pasien
dalam posisi berbaring telentang. Kemudian bagian abdomen dibuka
dari proccecus xipoideus hingga ke simfisis pubis. Berdiri pada
sisi kanan pasien.Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau
abdomen sebelah atas harus diperhatikan pada saat melakukan
inspeksi di daerah ini. Pembesaran itu mungkin disebabkan oleh
hidronefrosis ataupun tumor pada daerah retroperitonium.
PalpasiPalpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan
memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan pada sudut
costovertebral angle (CVA) untuk mengangkat ginjal ke atas
(anterior), sedangkan tangan kanan diletakkan pada bawah arcus
costae untuk meraba ginjal dari depan. Mintalah pasien untuk
menarik napas yang dalam dan anda dapat merasakan turunnya ginjal
dengan tangan yang ada pada perut pasien.
Gambar 1. Pemeriksaan palpasi bimanual pada ginjal
Untuk membedakan ginjal dengan organ lainnya, perlu diperhatikan
bahwa organ hepar sering mempunyai tepi anterior yang tajam,
sedangkan lien mempunyai incisura/lekukan dan dapat bergerak ke
bawah dan ke medial saat inspirasi. Berbeda dengan hepar maupun
lien, pada pemeriksaan bimanual/ballottement pada ginjal sering
teraba.Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran
ginjal adalah : Hidronephrosis Penyakit ginjal polikistik Kista
Tumor ginjal Trombosis vena renalis Amyloidosis
PerkusiPerkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan
memberikan ketokan pada CVA. CVA merupakan sudut yang dibentuk oleh
costae terakhir dengan tulang vertebrae. Pada kondisi adanya
distensi pada kapsul ginjal, maka pada pemeriksaan ketok ginjal
akan didapatkan rasa nyeri. Hal ini dikarenakan peregangan kapsul
ginjal akan menstimulasi saraf aferen medula spinalis pada T11
hingga L2 dan juga mempersarafi ginjal.
Gambar 2. Pemeriksaan perkusi pada ginjal
Pasien dalam posisi duduk atau berbaring miring. Kemudian
letakkan tangan kiri pada CVA kanan/kiri, kemudian dengan tangan
kanan memberikan pukulan pelan di atas tangan kiri. Apabila pasien
mengeluh nyeri pada saat pemeriksaan, maka kemungkinan terjadi
inflamasi pada ginjal ataupun distensi pada kapsul ginjal. Beberapa
kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada pemeriksaan ketok ginjal,
adalah: Pyelonephritis akut Abses renal atau perirenal Obstruksi
ginjal akut Glomerulonefritis akut
AuskultasiPasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkanlah
stetoskop pada daerah epigastrium atau pinggang depan, untuk
mendengarkan bruit renal. Bruit renal dapat terdengar pada kondisi
sebagai berikut : Stenosis arteri renalis Fistula arteriovenosa
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUHKKD PEMASANGAN INFUSSKDI 3
A. TeoriTerapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan
cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi
parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering
merupakan tindakanlife savingseperti pada kehilangan cairan yang
banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara
pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini
merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan
ke dalam kompartemen intravaskuler. Terapi intravena dilakukan
berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam
pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi
intravena didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya
terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan dan kondisi vena
pasien.
Tujuan terapi intravenaBeberapa tujuan dari terapi intravena
adalah :1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang
tidak dapat dipertahankan melalui oral.2. Mengoreksi dan mencegah
gangguan cairan dan elektrolit3. Memperbaiki keseimbangan asam
basa4. Memberikan tranfusi darah5. Menyediakan media untuk
pemberian obat intravena6. Membantu pemberian nutrisi
parenteral
Tipe-tipe cairanCairan/larutan yang digunakan dalam terapi
intravena berdasarkan osmolalitasnya dibagi menjadi:1.
IsotonikSuatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau
mendekati osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk
mengganti volume ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah
muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan meningkatkan volume
ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah CES 1
liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1
liter darah yang hilang. Contoh cairan isotonik adalah : NaCl 0,9
%, Ringer Laktat, Komponen-komponen darah (Albumin 5 %,plasma),
Dextrose 5 % dalam air (D5W)
2. HipotonikSuatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih
kecil daripada osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah
untuk menggantikan cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk
ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan
dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam
sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel
tersebut akan membesar atau membengkak. Perpindahan cairan terjadi
dari kompartemen intravaskuler ke dalam sel. Cairan ini
dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko peningkatan TIK.
Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan mengakibatkan:
Deplesi cairan intravaskuler Penurunan tekanan darah Edema seluler
Kerusakan selKarena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi
serius, pasiaen harus dipantau dengan teliti. Contoh: cairan
hipotonik adalah :dextrose 2,5% dalam NaCl 0,45%, NaCl 0,45%, NaCl
0,2%
3. HipertonikSuatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas
lebih tinggi daripada osmolaritas plasma. Pemberian larutan
hipertonik yang cepat dapat menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi
dan dehidrasi. Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler,
sehingga menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini
dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan jantung
serta pasien dengan dehidrasi. Contoh:D 5% dalam saline 0,9%
(D5NS), D 5% dalam RL (D5RL), Dextrose 10% dalam air (D10W),
Dextrose 20% dalam air (D20W), Albumin 25
Peralatan infusKanula/kateterBerikut bagian dari kanula infus
:
Gambar 1. Bagian kanula infus
Kanula memiliki beberapa ukuran berdasarkan panjang (Inchi) dan
diameter (Gauge/Ga). Kanula dengan ukuran 14Ga memiliki diameter
yang lebih besar daripada kanula dengan ukuran 18Ga. Kanula dengan
Gauge terbesar dan ukuran terpendek dapat digunakan untuk
mendapatkan infus cairan tercepat.
Gambar 2. Ukuran kanula infus
Penggunaan ukuran kanula tergantung dari beberapa faktor, antara
lain usia pasien (anak, dewasa), tujuan pemasangan infus
(resusitasi, maintenance), kualitas vena (dewasa, orang tua). Saat
ini pada beberapa pusat kesehatan telah menggunakan kanula infus
dengan pegas, yang dianggap dapat mengurangi risiko terkena jarum
kanula pada petugas.
Tabel 1. Flow rate masing kanulaKANULAFLOW RATE
14Ga, 1.75 Inch16Ga, 1.16 Inch18Ga, 1.16 Inch20Ga, 1.00
Inch22Ga, 1.00 Inch24Ga, 0.75 Inch330 ml/menit220 ml/menit105
ml/menit65 ml/menit35 ml/menit20 ml/menit
(Sumber : www.emprocedure.com)
Tabel 2. Pemilihan ukuran kanulaPASIENKANULA
>1 Tahun1-8 Tahun>8 TahunPasien dewasa yang memerlukan
resusitasi cairan (Pasien trauma, shock)22 atau 24Ga20, 22, atau
24Ga18,20, atau 22Ga18Ga atau lebih
(Sumber : www.emprocedure.com)
Cairan infusPemilihan cairan infus yang digunakan disesuaikan
dengan kondisi dari pasien itu sendiri. Di bawah ini beberapa
kandungan dari cairan infus :CAIRANKONSTITUSIOSMOLALITAS
Normal saline (NS)
Normal saline (NS)
Dekstrose 5% (D5W)
Dekstrose 5% dalam NS
Ringer laktat
Sodium 154 mEq/lKlorida 154 mEq/l
Sodium 154 mEq/lKlorida 154 mEq/l
Dekstrose 278 mmol/l
Sodium 77mEq/lKlorida 77 mEq/lDekstrose 278 mmol/l
Sodium 130 mEq/lKlorida 109 mEq/lLaktat 28 mEq/lPotasium 4
mEq/lKalsium 3 mEq/lIsotonik
Hipotonik
Isotonik (menjadi hipotonik ketika dekstrose dimetabolisme)
Hipertonik
Isotonik
Set infusSet infus terdiri dari dua tipe yaitu dengan drip makro
dan drip mikro. Drip makro akan mengalirkan 1 cc cairan tiap 10
tetes infus. Biasanya drip makro ini digunakan ketika diperlukan
banyak cairan yang harus diberikan. Drip kinro akan mengalirkan 1
cc cairan tiap 60 tetes infus. Bisanya drip mikro ini digunakan
pada anak serta kondisi dimana cairan yang harus diberikan dalan
jumlah sedikit.
Gambar 3. Peralatan infus
Pemilihan venaSebelum pemasangan infus, perlu diperhatikan pada
pemilihan derah tempat pemasangan infus. Identifikasi vena dengan
optimal dapat dilakukan secara visual maupun rabaan. Vena dapat
terlihat sebagai struktur di bawah kulit yang berwarna biru
kehijauan. Vena dapat juga teraba seperti saluran kenyal di antara
jaringan lunak. Dikarenakan tiap individu memiliki variasi letak
yang berbeda, maka perlu secara visual dan rabaan dalam menentukan
tempat pemasangan.Idealnya vena yang baik adalah vena dengan ukuran
besar dan lurus dengan panjang sesuai dengan kanula. Untuk
pemasangan lama, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
Menggunakan ekstremitas non dominan bila dimungkinkan Hindari
daerah persendian Hindari penggunaan ekstremitas bawah bila
dimungkinkan Hindari daerah kontraindikasi pemasangan
Ekstremitas atasPada kebanyakan kondisi, pemasangan infus
biasanya pada daerah fossa antecubiti, lengan bawah, pergelangan
tangan, ataupun punggung tangan. Tiga vena utama pada daerah fossa
umbilical, yaitu v.cephalica, v.basilica, v.mediana cubiti
merupakan vena yang paling sering digunakan. Vena ini biasanya
besar, mudah ditemukan, dan dapat digunakan dengan kanula terbesar.
Karenanya mereka merupakan tempat paling ideal untuk pemasangan
infus. Namun, karena posisi mereka pada daerah fleksor menyebabkan
beberapa ketidaknyamanan pada pasien. Misalnya saat menekuk siku
dan dapat menyebabkan sumbatan aliran. Biasanya vena percabangan
dari ketiga vena besar tersebut juga sering digunakan untuk
pemasangan infus.
Gambar 4. Vena pada ekstremitas atasVena pada punggung tangan
dapat digunakan apabila tidak memerlukan kanula dengan nomor besar
(18Ga atau lebih). pemasangan pada daerah ini harus dapat ditemukan
vena yang lurus dan dapat ditempati oleh seluruh kanula.
V.cephalica pada daerah radial styloid termasuk yang sering
digunakan dikarenakan bentuknya yang lurus dan ukurannya yang
besar.
Ekstremitas bawahPemasangan infus pada daerah kaki bukanlah
daerah yang ideal. Pemsangan pada daerah ini lebih menimbulkan
nyeri, dan pemasangan infus lebih menimbulkan rasa tidak nyaman
apabila dibandingkan pemasangan pada ekstremitas atas. Selain itu,
pemasangan pada ekstremitas bawah lebih mudah terjadi infeksi,
tidak berfungsi optimal, dan lebih sering meninbulkan
flebitis.V.saphena magna yang berjalan di anterior menuju malleolus
medial, dan yang dapat di akses juga melalu vena seksi dapat
digunakan pada saat kegawatan. V.saphena parva berjalan pada bagian
lateral yang nantinya akan membentuk arkus vena dorsalis dengan
v.saphena magna. Arkus ini akan memberi cabang pada bagian dorsal
kaki. Percabangan ini juga dapat digunakan pada pemasangan infus
apabila diperlukan.
Leher (v. Jugularis eksterna)Pemasangan infus dapat dilakukan di
v. Jugularis eksterna apabila diperlukan. Vena ini bermula pada
sudut mandibula kemudian berjalan ke daerah m.
Sternocleodomastoideus menuju ke proksimal klavikula kemudian masuk
ke dalam jaringan subkutan menuju v. Subklavia.Vena ini merupakan
vena besar yang dapat dimasukin oleh kanula ukuran besar (18Ga atau
lebih) hampir pada semua pasien. Biasanya vena ini digunakan pada
pasien dengan akses pemasangan di ekstremitas tidak baik yang
memerlukan jumlah asupan cairan banyak. Biasanya vena ini akan
membesar pada pasien dengan gagal jantung dan merupakan vena
alternatif pada pasien apabila tempat lain tidak dimungkinkan.
Gambar 5. Vena pada ekstremitas bawah dan leher
Komplikasi pemasangan InfusPemasangan Infus ini dapat
menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain : Hematoma Infeksi
Trombosis Flebitis
Perhitungan tetesan cairanPertama kali yang harus ditentukan
sebelum menentukan tetesan cairan adalah seberapa banyak cairan
yang akan kita beri kepada pasien dalam kurun waktu tertentu. Misal
: 1000 ml/8 jam = 125 ml/jamKemudian kita tentukan apakah pemberian
cairan pada dewasa dengan infus set makro atau pada anak kecil
dengan infus set mikro. Tetesan makro = 20 tetes/ml, sedangkan
tetesan mikro = 60 tetes/ml.Dari data di atas dimasukkan ke dalam
rumus berikut :
= = = 41,7 tetes/menit= 42 tetes/menit
Berikut rata-rata pemberian cairan dan jumlah tetesan :Tabel 1.
Rerata pemberian cairan (ml/jam)Lama pemberian250 ml500 ml1000
ml
4 jam62 ml/jam125 ml/jam250 ml/jam
6 jam41 ml/jam83 ml/jam166 ml/jam
8 jam31 ml/jam62 ml/jam125 ml/jam
10 jam25 ml/jam50 ml/jam100 ml/jam
12 jam20 ml/jam41 ml/jam83 ml/jam
24 jam10 ml/jam21 ml/jam42 ml/jam
(Sumber: UAMS 2011)Tabel 2. Rerata jumlah tetesan cairanUkuran
dropJumlah cairan (ml/jam)
4183100125166250
60 tetes/ml41 tetes/menit83 tetes/menit100 tetes/menit125
tetes/menit166 tetes/menit250 tetes/menit
20 tetes/ml14 tetes/menit26 tetes/menit32 tetes/menit42
tetes/menit54 tetes/menit82 tetes/menit
15 tetes/ml10 tetes/menit21 tetes/menit25 tetes/menit31
tetes/menit41 tetes/menit62 tetes/menit
10 tetes/ml7 tetes/menit13 tetes/menit16 tetes/menit21
tetes/menit27 tetes/menit41 tetes/menit
(Sumber: UAMS 2011)
B. Alat dan BahanAlat dan bahan yang diperlukan pada pemasangan
Infus adalah :1. Sarung tangan steril2. Kapas alkohol3. Torniquet4.
Kanula kateter IV sesuai ukuran5. Kasa6. Set infus7. Spuit 5 cc8.
Plester
C. Prosedur dan persiapan
Menjelaskan tindakanMemperkenalkan diri, menanyakan identitas
pasien (konfirmasi), menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,
melakukan informed consent. Pasien sebaiknya dalam posisi
berbaring.
Mempersiapkan peralatan
Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan pada pemasangan
infus
Mempersiapkan pasien1. Meletakkan alas pada lokasi penusukan2.
Memasang torniquet pada 10-12 cm proksimal dari lokasi penusukan.
Torniquet cukup kuat untuk menghambat aliran vena sehingga vena
distensi, namun tidak menghambat aliran arteri.3. Evaluasi vena
yang akan dipasang infus. Lokasi paling umum adalah pungung tangan
dan lengan bawah. Bila dilatasi vena tidak jelas, minta pasien
untuk mengepalkan tangan dan membukanya secara berulang-ulang.
Pastikan lengan bawah pasien pada posisi lebih rendah dari jantung.
Bedakan vena dari arteri.4. Memilih lokasi pemasangan infus Hindari
daerah yang terinfeksi, edema atau terdapat jaringan parut. Juga
dihindari daerah yang terdapat fistula arterio venosa dan
aneurisma.5. Disinfeksi daerah yang dipilih menggunakan kapas
alkohol dengan satu kali usapan dari proksimal ke distal, atau
dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar. 6. Pastikan daerah yang
didisinfeksi telah kering sebelum melakukan penusukan. Menegangkan
kulit di sekitar lokasi penusukan untuk memfiksasi vena dengan
menggunakan tangan non dominanPemasangan infus
1. Menggunakan tangan dominan, masukkan kanula dengan sudut
10-30 (hampir mendatar) dari arah distal ke proksimal dengan lubang
jarum menghadap ke atas. Masukkan jarum sesuai dengan arah garis
vena
Gambar 6. Sudut pemasangan infus2. Tahan kanula dan tarik jarum
sedikit. Bila kanula telah masuk vena, akan tampak aliran balik
darah dalam kanula. Mendorong kateter vena lebih dalam sambil
secara bersamaan menarik keluar jarum mandrin di dalamnya. Jarum
mandrain dipertahankan agar tidak keluar sepenuhnya untuk mencegah
darah mengalir keluar.3. Tekan pada bagian ujung kanula menggunakan
jari dan keluarkan jarum mandrin, lalu buang atau letakkan pada
tempat yang tersedia.4. Melepaskan torniquet. Menghubungkan kanula
dengan selang infus. Membuka pengatur tetesan dan atur kecepatan
tetesan sesuai dosis.5. Membersihkan darah yang mengotori kulit
menggunakan kapas alkohol. Memfiksasi infus menggunakan plester
atau dressing yang tersedia.6. Membereskan alat-alat yang
digunakan.
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUHKKD PEMASANGAN KATETERSKDI 3
A. TeoriKateterisasi uretra adalah suatu tindakan memasukkan
kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra. Istilah kateterisasi
ini sudah dikenal sejak zaman hipokrates yang pada waktu itu
menyebutnya sebagai tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan
cairan tubuh. Bernard memperkenalkan kateter yang terbuat dari
karet pada tahun 1779, sedangkan Foley membuat kateter menentap
pada tahun 1930. Saat ini, kateter Foley masih digunakan secara
luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urin dari kandung
kemih.Tujuan dari kateterisasi ini adalah untuk tujuan diagnosis
dan tujuan terapi. Tujuan diagnosis antara lain:1. Kateterisasi
pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urine yang digunakan
untuk pemeriksaan kultur urine. Tindakan ini diharapkan dapat
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi sampel urine oleh bakteri
komensal yang terdapat di sekitar kulit vulva atau vagina2.
Mengukur residu (sisa) urine yang dikerjakan sesaat setelah pasien
miksi3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi,
antara lain : sistografi atau pemeriksaan adanya refluks
vesiko-ureter melalui pemeriksaan Voiding Cysto-Urethrography
(VCUG)4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra
vesika5. Untuk menilai produksi urine pada saat dan setelah operasi
besarTindakan kateterisasi yang bertujuan untuk terapi antara lain
:1. Mengeluarkan urine dari vesika urinaria pada keadaan obstruksi
infravesikel baik yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun
benda asing (bekuan darah) yang menyumbat uretra2. Mengeluarkan
urine pada disfungsi vesika urinaria3. Diversi urine setelah
tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada
prostatektomi, vesikolitotomi4. Sebagai spint setelah operasi
rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra5. Pada tindakan
kateterisasi bersih mandiri berkala (KBMB) atau clean intermitten
catheterozation6. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain
sitostatika atau antiseptik untuk kandung kemih.Kateter yang
dipasang untuk tujuan diagnostik secepatnya dilepas setelah tujuan
selesai, tetapi pemasangan yang ditujukan untuk terapi, tetap
dipertahankan hingga tujuan terapi terpenuhi.
Macam-macam kateterKateter dibedakan menurut ukuran, bentuk,
bahan, sifat pemakaian, sistem retaining (pengunci), dan jumlah
percabangan.
Ukuran kateterUkuran kateter dinyatakan dalam skala Cherieres
(French). Ukuran ini merupakan ukuran diameter luar kateter.1
Cherieres (Ch) atau 1 French (Fr) = 0,33 mmJadi kateter yang
berukuran 18 Fr artinya diameter luar katater itu adalah 6
mm.Kateter yang berukuran sama belum tetntu memiliki diameter lumen
yang sama pula. Hal ini dikarenakan perbedaan bahan dan jumlah
lumen pada kateter tersebut.
Gambar 1. Kateter foley berbagai ukuran
Bahan kateterBahan kateter dapat berasal dari logam (stainless),
karet (latex), karet dengan lapisan silikon (siliconized), dan
silikon. Perbedaan bahan kateter menentukan biokompatibilitas
kateter yang terpasang pada kandung kemih, sehinggan akan
mempengaruji pula daya tahan kateter yang terpasang di kandung
kemih.
Gambar 2. Kateter dari karet dan silikon
Bentuk kateterBeberapa bentuk kateter antara lain :1. Straight
catheter. Terbuat dari karet, bentuknya lurus, dan tanpa ada
percabangan. Contoh: Robinson kateter, Nelaton kateter 2. Coude
Catheter. Kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Digunakan
apabila kateterisasi dengan ujung lurus mengalami hambatan yaitu
pada saat kateter masuk ke uretra pars bulbosa yang berbentuk huruf
S, adanya hiperplasia prostat yang sangat besar, atau yhamabtan
akibat adanya sklerosis leher kandung kemih. Contoh: Tiemann
kateter Gambar 3. Nelaton kateter Tiemann kateter Foley kateter
Malecot kateter
3. Self Retaining Catheter. Merupakan kateter yang dapat
dipasang menetap dan ditinggalkan di dalam saluran kemih dalam
jangka waktu tertentu. Hal ini simungkinlan karena ujungnya melebar
jika ditinggalkan dalam kandung kemih. Contoh: Malecot Kateter,
Foley KateterKomplikasi pemasangan kateterBeberapa penyulit dapat
terjadi pada tindakan kateterisasi, antara lain :1. Kateterisasi
yang kurang hati-hati dapat menimbulkan lesi dan perdarahan pada
uretra apalagi jika menggunakan kateter logam. Tidak jarang pula
kerusakan uretra terjadi dikarenakan balon kateter sudah
dikembangkan sebelum ujung kateter masuk ke dalam kandung kemih2.
Tindakan kateterisasi dapat menimbulkan infeksi3. Fiksasi kateter
yang keliru akan menimbulkan nekrosis uretra di bagian penoskrotal
dan dapat menimbulkan fistula, abses, ataupun striktura uretra4.
Kateter yang terpasang dapat bertindak sebagai inti dari timbulnya
batu saluran kemih5. Pemakaian kateter jangka panjang akan
menginduksi unculnya keganasan pada kandung kemih
Perawatan kateter menetap1. Pasien harus banyak minum untuk
menghindari terjadinya enkrustasi pada kateter dan tertimbunnya
debris/kotoran dalam kandung kemih2. Selalu membersihkan nanah,
darah, dan getah/sekret kelenjar periuretra yang menempel pada
meatus uretra/kateter dengan kapas bsah3. Jangan
mengangkat/meletakkan urine bag lenih tinggi daripada kandung kemih
karna dapat terjadi aliran balik urine ke kandung kemih4. Jangan
sering membuka saluran penampung yang dihubungakan dengan kateter
karena akan mempermudah masuknya kuman5. Mengganti katetr setiap 2
minggu sekali dengan yang baru
B. Alat dan BahanAlat dan bahan yang diperlukan pada pemasangan
kateter adalah: 1. Xilocain jelly / instilagel 2. Kasa steril 3.
Sarung tangan steril 4. Betadine 5. Kateter sesuai ukuran 6. Urine
bag 7. Botol urin8. Spuit 10 ml 9. Agua untuk balon kateter 10. Duk
bolong steril 11. Bengkok / nierbecken 12. Pinset anatomis steril
13. Plester
C. Prosedur dan PersiapanPrinsip- prinsip pemasangan kateter
yang perlu diketahui dan tidak boleh ditinggalkan adalah : 1.
Tindakan asepsis & antiseptik sebelum pemasangan. Pemasangan
dilakukan secara aseptik dengan melakukan disinfeksi secukupnya
memakai bahan yang tidak menimbulkan iritasi pada kulit genitalia
dan jika perlu dapat diberikan profilaksis antibiotika sebelumnya2.
Pemasangan secara gentle / lembut, sehingga tidak menimbulkan rasa
sakit pada pasien3. Gunakan ukuran kateter yang lebih kecil /
sesuai. Pada orang dewasa pria biasanya digunakan ukuran 16 Fr 18
Fr, pada dewasa wanita 14 Fr 16 Fr, sedangkan pada anak digunakan
ukuran 8 Fr 10 Fr.dalam hal ini tidak dibolehkan menggunakan
kateter logam pada pria karena akan menimbulkan kerusakan pada
uretra4. Jika diperlukan pemakaiaan kateter menetap, diusahakan
memakai sistem tertutup yaitu dengan menghubungkan kateter pada
urine bag5. Kateter menentap dipertahankan sesingkat mungkin sampai
dilakukan tindakan definitif terhadap penyebab retensi urine. Perlu
diingat bahwa makin lama kateter dipasang, maka semakin besar
kemungkinan terjadinya penyulit berupa infeksi atau cidera
uretraUrutan pemasangan kateter pada pria adalah sebagai berikut
:1. Memperkenalkan diri, menanyakan identitas pasien (konfirmasi),
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, melakukan informed
consent2. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada penis dan
daerah di sekitarnya, daerah genitalia dipersempit dengan kain
steril3. Memasukkan gel anestesi (dalam spuit 10cc) ke dalam
uretra. Tekan uretra pada glans penis sehingga gel anestesi
tertahan di uretra dan memberikan efek anestesi.4. Kateter yang
telah diolesi dengan gel dimasukkan ke dalam orificium uretra
eksterna5. Dengan pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada
daerah bulbomembranasea (yaitu daerah spingter uretra eksterna)
akan terasa tahanan; dalam hal ini pasien diperintahkan untuk
mengambil nafas dalam agar spingter uretra eksterna menjadi lebih
rileks. Kateter terus didorong hingga masuk ke kandung kemih yang
ditandai dengan keluarnya urine dari lubang kateter.6. Sebaiknya
kateter terus didorong masuk ke kandung kemih lagi hingga
percabangan kateter menyentuk meatus uretra eksterna7. Balon
kateter dikembangkan dengan 5 10 ml air steril (aquades)8. Apabila
diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan urine bag9.
Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha
bagian proksimal. Fiksasi kateter yang tidak benar, (yaitu mengarah
ke kaudal) akan menyebabkan terjadinya penekana pada uretra bagian
penoskrotal sehingga terjadi nekrosis. Selanjutnya di tempat ini
dapat terjadi striktura uretra atau fistel uretra
Gambar 4. Pemasangan kateter pada pria
Pemasangan kateter pada wanita, pada dasarnya sama dengan
pemasangan kateter pada pria. Tidak seperti pada pria, pemasangan
kateter pada wanita jarang dijumpai kesulitan karena uretra wanita
lebih pendek dibandingkan dengan pria. Kesulitan yang sering
dijumpai adalah pada saat mencari muara uretra karena terdapat
stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra oleh tumor
uretra/tumor vagina/serviks.
Gambar 5. Pemasangan kateter pada wanita
KKD 4Modul Ginjal dan Cairan TubuhPEMERIKSAAN FISIK GENETALIA
DAN RECTAL TOUCHE
A. TUJUAN PEMBELAJARANSetelah menjalani ketrampilan klinis dasar
pemeriksaan fisik genetalia dan rectal touche, mahasiswa diharapkan
mampu :1. Melakukan pemeriksaan fisik genetalia pria dengan benar2.
Melakukan pemeriksaan rectal touche (RT) dengan benar3. Melakukan
pemeriksaan prostat dengan benarB. TINJAUAN PUSTAKAPemeriksaan
fisik genetalia termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan pada
penderita dengan indikasi kelainan genetalia dan traktus urinarius
segmen distal. Sedangkan RT dilakukan pada penderita dengan
kelainan dan keluhan di daerah rectum, anus dan pemeriksaan prostat
pada laki-laki.Pemeriksaan Fisik Genetalia PriaInspeksi dan palpasi
selalu digunakan untuk menilai kelainan genetalia pria dan traktus
urinarius segmen distlal. Pemeriksaan meliputi : penis (kelainan
pada meatus urethra, korpus penis, dan glans penis), skrotum
(kelainan pada skrotum, testis, epididimis dan vas deferens)Penis
dibentuk oleh dua jaringan erektil di bagian dorsal, corpus
cavernosa penis dan satu jaringan erektil yang lebih kecil di
bagian ventral, corpus spongiosum penis dimana didalamnya dilewati
oleh urethra. Jaringan ikat yang tebal membungkus ketiga jaringan
erektil tadi sehingga membentuk sebuah silinder. Pada bagian distal
korpus penis membentuk glans penis yang dilalui oleh meatus
urethra. Perbatasan antara glans dan korpus, terdapat
retroglandular sulcus atau yang biasa disebut corona glandis.
Lapisan kulit, preputium/foreskin menutupi glans penis. Di bagian
ventral terdapat frenulum, lipatan preputium yang membentang dari
meatus urethra menuju corona.Skrotum merupakan kantung yang
dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang berkerut-kerut (rugous
skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos, yang terdiri dari
serat-serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal
penis, dimana bagian kiri rendah dibandingkan yang kanankarena pada
skrotum yang kiri funiculus spermaticus lebih panjang. Kulit
skrotum terbagi dua oleh median raphe yang memanjang dari bagian
ventral korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai ke anus.
Di bagian dalam, kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold dari
tunica dartos. Masing-masing skrotum berisi testis, epididimis, dan
funiculus spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan mengandung
banyak folikel sebacea yang menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan
otot dartos menentukan ukuran skrotum; paparan suhu eksternal yang
dingin menyebabkan skrotum mengecil, sebaliknya sensasi hangat akan
merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran skrotum.
Pemeriksan GenetaliaPosisi pasien berdiri atau duduk sedemikian
rupa sehingga penis dan skrotum pada posisi bebas.A. Pemeriksaan
Penis1. Pakai sarung tangan (handscoen) steril2. Lakukan inspeksi
penis, perhatikan apakah terdapat kelainan sbb :a. Edema, biasanya
terjadi pada pasien dengan edema anasarka karena berbagai sebab.
Inflamasi atau obstruksi vena-vena sekitar penis dapat menyebabkan
edema lokalb. Kontusioc. Fraktur corpus, fraktur dan kontusio
memberikan tanda pembengkakan, namun sulit dibedakan bila tidak
dilakukan pembedahand. Ulkus penis, dapat berupa syphilitic
chancre, chancroid, lymphogranuloma venereum, herpes progenitalis,
dan behcet syndrome3. Mintalah penderita membuka preputium,
perhatikan apakah terdapat phimosis, paraphimosis, hipospadia,
epispadia4. Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral,
sepanjang corpus spongiosum dari penoskrotal junction menuju
meatus, pada bagian middorsal, diatas septum interkorporeal, pada
bagian lateral, di atas kedua korpus cavernosum, rasakan adanya
nodul dan plak5. Tekan glans penis anteroposterior menggunakan ibu
jari dan telunjuk untuk membuka dan memeriksa urethra terminal6.
Tampunglah menggunakan wadah specimen apabila terdapat discharge
yang keluar dari urethra untuk pemeriksaan laboratorium.B.
Pemeriksaan Skrotum1. Pakai sarung tangan (handscoen) steril2.
Regangkan kulit skrotum diantara jari-jari untuk menilai dinding
skrotum3. Inspeksi skrotum, perhatikan apakah terdapat edema,
kista, hematoma, laserasi dan ulkus4. Lakukan transiluminasi untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya hernia skrotalis, dan untuk
menilai isi skrotum5. Bandingkan kedua testis secara simultan dngan
palpasi keduanyamenggunakan ibu jari dan telunjuk. Bedakan ukuran,
bentuk, konsistensi dan sensitivitas terhadap tekanan.6. Lokalisasi
epididimis dengan palpasi testis secara perlahan, temukan bagian
bergerigi dan nodul lembut dimulai dari pole atas testis menerus ke
pole bawah, umumnya epididimis berada di belakang testis.
Bandingkan kedua epididimis berdasarkan komponen kepala, badan, dan
ekornya. Nilailah apakah terdapat tumor dan nyeri tekan.7.
Bandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan dengan
palpasi pada leher skrotum. Vas deferens normal teraba seperti tali
cambuk yang keras dan dapat dibedakan dengan struktur yang lainnya
seperti saraf, arteri dan serat m.kremaster. Nilailah apakah
funiculus positif, adakah massa dan nyeri tekan.8. Untuk semua
kasus, lakukan pemeriksaan limfonodi inguinal dan femoral untuk
menilai pembesaran nnll.9. Setelah pemeriksaan selesai, lepas
handscoen, bantu pasien mengembalikan posisinya,10. Dokumentasikan
hasil pemeriksaan
PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHE (COLOK DUBUR)Pada pemeriksaan ini,
kita dapat memilih posisi sbb :a. Left lateral prone positionLetak
miring memudahkan pemeriksaan inspeksi dan palpasi anal kanal dan
rektum. Tetapi posisi ini kurang sesuai untuk pemeriksaan
peritoneum.b. Lithotomy position Posisi litotomi biasanya dilakukan
pada pemeriksaan rutin yang tidak memerlukan pemeriksaan anus
secara detail. Dianjurkan dalam pemeriksaan prostat dan vesika
seminalis karena memudahkan akses pada cavum peritonealc.
Knee-chest positionPosisi ini biasanya tidak/kurang menyenangkan
bagi pasien d. Standing elbow-knee positionPosisi ini jarang
digunakan.Pemeriksaan :1. Mintalah pasien mengosongkan kandung
kemih2. Persilahkan pasien untuk berbaring dengan salah satu posisi
di atas3. Minta pasien untuk menurunkan pakaian dalam (celana),
hingga regio analis terlihat jelas4. Mencuci tangan5. Menggunakan
sarung tangan6. Menggunakan pelumas secukupnya pada tangan kanan7.
Inspeksi regio analis,perhatikan apakah ada kelainan8. Penderita
diminta mengedan, letakkan ujung jari telunjuk kanan pada anal
orificium dan tekanlah dengan lembut sampai sfingter relaksasi.
Kemudian fleksikan ujung jari dan masukkan jari perlahan-lahan
sampai sebagian besar jari berada di dalam canalis analis9. Palpasi
daerah canali analis, nilailah adakah kelainan10. Pada laki-laki:
gunakan prostat di sebelah ventral sebagai titik acuan11. Menilai
tonus sfingter ani12. Menilai struktur dalam rektum yang lebih
dalam13. Menilai ampula rekti kolaps atau tidak14. Pemeriksaan
khusus Prostat : nilailah ketiga lobus prostate, fisura mediana,
permukaan prostate (halus atau bernodul), konsistensi (elastis,
keras, lembut, fluktuan), bentuk (bulat, datar), ukuran (normal,
hyperplasia, atropi), sensitivitas dan mobilitas. Vesicula
seminalis : normalnya tidak teraba, apabila terdapat kelainan akan
teraba pada superior prostate di sekitar garis tengah. Nilai
distensi, sensitivitas, ukuran, konsistensi, indurasi dan nodul.
Uterus dan adneksa : periksa dan nilai cavum douglas pada forniks
posterior vagina15. Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari
rectum, perhatikan apakah pada sarung tangan terdapat bekas feses,
darah, dan lendir.16. Cuci tangan yang masih memakai sarung tangan
dengan air mengalir17. Buka sarung tangan dan tempatkan pada wadah
yang disediakan18. Bersihkan pasien dengan larutan antiseptik di
sekitar regio analis19. Beritahukan pasien bahwa pemeriksaan pasien
sudah selesai dan persilahkan pasien untuk duduk di tempat yang
disediakanDokumentasikan hasil pemeriksaan