MODUL GASTROINTESTINALPEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN SKDI 4A.
TeoriPemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan
palpasi. Secara deskripsi dengan menggunakan 2 garis imajiner yang
saling tegak lurus dan masing- masing garis melalui umbilicus,
abdomen dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu kuadran kanan atas, kanan
bawah, kiri atas dan kiri bawah. Pembagian lain ialah membagi
abdomen menjadi 9 bagian/ regio dengan membuat dua garis horizontal
dan dua garis vertikal. Garis horisontal pertama dibuat melalui
tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui
titik spina iliaka anterior superior (SIAS). Garis vertikal dibuat
masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line
abdomen. Garis-garis ini akan membagi abdomen menjadi 9 regio :
regio epigastrium, regio hypocondrium (sinistra & dextra),
regio umbilicalis, regio lumbalis (sinistra & dextra), regio
hypogastrium / suprapubic, regio iliaca (sinistra &
dextra).
Gambar 1 : 4 kuadran abdomen dan 9 regio abdomen
B. Alat dan Persiapan1. Alat : - Stetoskop Penggaris / meteran
kain Spidol2. Persiapan pasien :a. Pasien dalam keadaan rileks,
untuk memudahkan keadaan tersebut antara lain: Kandung kemih harus
kosong. Pasien berbaring terlentang dengan bantal dibawah kepala
dan lutut. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada, jangan
meletakkan tangan diatas kepala. Gunakan tangan dan stetoskop yang
hangat, caranya dengan menggosokkan kedua telapak tangan dan
tempelkan stetoskop pada telapak tangan. Pemeriksaan dengan
perlahan-lahan. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah
pasien untuk menunjukan daerah nyeri. Perhatikanlah ekspresi dari
muka pasien selama pemeriksaan.b. Daerah abdomen mulai dari
prosesus xiphoideus sampai simfisis pubis harus terbuka.
C. Prosedur dan Penjelasan1. InspeksiDimulai dari posisi berdiri
di sebelah kanan tempat tidur pasien. Pakaian pasien harus dibuka
dan puting susu sampai simfisis. Dilakukan pada pasien dengan
posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding abdomen.
Ketika memeriksa kontur abdomen dan mengamati gerak peristaltik,
ada baiknya jika pemeriksa membungkuk atau duduk agar dapat melihat
abdomen secara tangensial. Mintalah pasien untuk berbatuk atau
mengangkat kepalanya untuk mendapatkan informasi tambahan tentang
sifat kelainan tersebut dengan menegangkan abdomen. Yang perlu
diperhatikan adalah: a. Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat,
coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada orang tua dan
dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya
bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif),
jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing
syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava
inferior & kolateral pada hipertensi portal).b. Besar dan
bentuk abdomen; rata, menonjol, buncit (protuberan) atau scaphoid
(cekung).c. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan lokal (hernia,
hepatomegali, splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).d. Gerakan
dinding abdomen; pada peritonitis terbatas.e. Pembesaran organ atau
tumor; dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau tumor
apa.f. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada
obstruksi ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga
tampak (darm-contour).g. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan
aneurisma aorta sering memberikan gambaran pulsasi di daerah
epigastrium dan umbilical.Perhatikan juga gerakan pasien:a. Pasien
sering merubah posisi; adanya obstruksi usus.b. Pasien sering
menghindari gerakan; iritasi peritoneum generalisata.c. Pasien
sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/
relaksasi ; peritonitis.d. Pasien melipat lutut sampai ke dada,
berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri; pankreatitis parah.2.
AukultasiKegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara
peristaltik usus dan bising pembuluh darah. Dengarkan abdomen
sebelum melakukan perkusi atau palpasi karena kedua menuver ini
dapat mengubah frekuensi bunyi usus. Dilakukan selama 2-3 menit. a.
Mendengarkan suara peristaltik usus:Tempatkan diafragma stetoskop
secara lembut pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh
bagian abdomen. Dengarkan bunyi ususnya dan perhatikan frekuensi
serta sifatnya. Bunyi normal terdiri atas bunyi dentingan (click)
dan gemericik (gurgles). Suara peristaltik usus terjadi akibat
adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal
berkisar 5-34 kali/ menit. Bila terdapat obstruksi usus,
peristaltik meningkat disertai rasa sakit (borborigmi), bunyi
gemericik yang panjang dan lama. Bila obstruksi makin berat,
abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltik lebih tinggi
seperti dentingan keping uang logam (metallic-sound). Bila terjadi
peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya lambat,
bahkan sampai hilang.b. Mendengarkan suara pembuluh darah.Bising
dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolik, atau kedua fase.
Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic
bruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena
(venous hum) di daerah epigastrium. Jika dicurigai kemungkinan
insufisiensi arteri pada tungkai, dengarkan bruit di daerah aorta,
arteri iliaka, dan arteri femoralis. Namun, bruit yang terbatas
pada sistolik relatif sering dijumpai dan tidak selalu menandakan
penyakit penyumbatan pembuluh darah.Jika mencurigai kemungkinan
tumor hepar, infeksi gonokokus di sekitar hepar atau infark pada
lien, dengarkan daerah hepar dan lien untuk menemukan bunyi gesekan
atau friction rubs.Lokasi untuk mendengarkan bruit pada pembuluh
darah seperti diilustrasikan pada gambar.
Gambar 2 : Lokasi mendengarkan bruit
3. PerkusiPerkusi dilakukan dengan maksud menilai jumlah serta
distribusi gas di dalam abdomen dan mengenali kemungkinan adanya
massa yang padat ataupun berisi cairan. Suara perkusi abdomen yang
normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara), kecuali
di daerah hati (redup / dullness; organ yang padat).a. Lakukan
perkusi secara ringan pada keempat kuadran abdomen untuk menilai
distribusi bunyi timpani dan redup.b. Ukur rentang vertikal pekak
hati pada linea midklavikularis kanan. Dimulai pada ketinggian di
bawah umbilicus, lakukan perkusi ringan kearah atas menuju daerah
hati. Pastikan lokasi bunyi redup yang menunjukkan tepi bawah hati
(margo inferior hepar) pada linea midklavikularis tersebut.
Selanjutnya, perkusi dimulai dari ruang inter kosta keempat kanan,
linea midklavikularis kanan ke bawah menuju daerah pekak hati. Jika
daerah sonor paru berubah menjadi redup, tepi atas hati telah
dicapai. Ukur jarak antara dua titik yang ditemukan, jarak ini
merupakan rentang vertikal pekak hati (liver dullness). Rentang
hati yang normal 4-8 cm pada linea midsternalis atau 6-12 cm pada
linea midklavikularis kanan.c. Pada sisi sebelah kiri, pada margo
kostalis, perkusi didapatkan bunyi timpani pada daerah diatas
gelembung udara yang ada di dalam lambung dan fleksura lienalis
kolon.d. Perhatikan setiap daerah bunyi redup yang luas yang
mungkin menunjukkan adanya massa atau pembesaran organ di balik
daerah tersebut.e. Redup yang berpindah menunjukkan asites.
Gambar 3 : Perkusi untuk menentukan pekak hati
4. Palpasi Pemeriksaan meraba abdomen membantu mengidentifikasi
nyeri tekan pada abdomen, resistensi otot, dan beberapa organ serta
massa. Palpasi juga berguna untuk menentramkan perasaan pasien dan
membuat lebih rileks.a. Palpasi Ringan Posisikan tangan pada bidang
horisontal, dengan jari-jari dirapatkan serta rata pada permukaan
abdomen pasien Lakukan palpasi dengan gerakan ringan, lembut, dan
sedikit menekan. Ketika menggerakkan tangan dari satu tempat ke
tempat lain, tangan di angkat tanpa terlepas dari permukaan kulit.
Gerakkan tangan dengan hati-hati dan lembut pada keseluruhan
kuadran abdomen. Temukan setiap organ atau massa yang letaknya
superfisial dengan nyeri tekan atau dengan peningkatan resistensi
terhadap tangan pemeriksa. Bila dinding abdomen tegang, untuk
mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk menekuk lututnya.
Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan menekan daerah
muskulus rektus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus
rektus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot
kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
Gambar 4 : Palpasi Ringanb. Palpasi Dalam Sekali lagi dengan
telapak tangan dengan jari-jari tangan yang berdekatan dari salah
satu atau kedua tangan, lakukan perabaan pada keempat kuadran
abdomen. Tekan kebawah 1-4 cm. Kenali setiap massa dan perhatikan
lokasi massa tersebut, ukuran, besar, konsistensi, nyeri tekan,
pulsasi dan setiap mobilitas yang berhubungan dengan respirasi atau
gerakan tangan pemeriksa. Lakukan palpasi dalam dengan hati-hati
dan perhatikan wajah pasien selama palpasi, banyak orang yang tidak
mengatakan nyeri namun memperlihatkan rasa tidak nyaman melalui
perubahan depresi wajah. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri,
sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
Gambar 5 : Palpasi Dalam dengan dua tanganc. Palpasi Hati
Letakkan tangan kiri di belakang tubuh pasien dalam posisi sejajar
dan menyangga iga ke-11 dan ke-12 kanan serta jaringan lunak
dibawahnya. Dengan menggunakan tangan kiri untuk mengangkat bagian
tubuh tersebut ke atas, hati pasien dapat diraba dengan lebih mudah
oleh tangan yang lain. Tempatkan tangan kanan pada sisi kanan kanan
abdomen pasien di sebelah lateral muskulus rektus sementara ujung
jari-jari tangan pemeriksa berada di sebelah inferior tepi bawah
pekak hati. Minta pasien untuk menarik nafas dalam. Coba untuk
meraba bagian tepi hati ketika stuktur ini bergerak menyentuk ujung
jari-jari pemeriksa. Jika teraba, kendurkan sedikit tekanan agar
hati dapat menyusup di bawah permukaan ventral jari tangan sehingga
dapat teraba bagian anteriornya. Coba untuk menelusuri tepi hati
kearah lateral dan medial. Jika tidak dapat merabanya, gerakkan
tangan lebih dekat dengan margo kostalis. Pada saat inspirasi, hati
dapat diraba sekitar 3 cm di bawah margo kostalis kanan pada linea
midklavikularis. Bagian tepi hati yang normal akan terasa lunak,
tajam serta teratur dengan permukaan yang licin. Hati yang normal
mungkin member rasa sedikit nyeri ketika ditekan. Teknik mengait
(hooking technique) mungkin membantu terutama pada pasien yang
obesitas. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan dada pasien. Letakkan
kedua tangan bersebelahan pada abdomen kanan di bawah batas pekak
hati. Tekan dengan jari-jari dan angkat menuju margo kostalis.
Minta pasien untuk menarik nafas dalam. Bagian tepi hati dapat
teraba oleh bantalan jari-jari kedua tangan tersebut.
Gambar 6 : Hooking technique
d. Palpasi Limpa Dengan tangan kiri, jangkau dan lingkari tubuh
pasien untuk menyangga serta mengangkat dinding iga kiri bawah dan
jaringan lunak di dekatnya ke atas. Dengan tangan kanan diletakkan
di bawah margo kosta, lakukan penekanan ke dalam kearah limpa.
Mulai palpasi pada daerah yang cukup rendah sehingga cukup untuk
menjangkau daerah di bawah iga. Minta pasien untuk menarik nafas
dalam. Coba untuk meraba bagian tepi limpa ketika struktur ini
bergerak menyentuh ujung jari-jari tangan pemeriksa. Perhatikan
setiap nyeri tekan yang terjadi, lakukan penilaian terhadap kontur
limpa dan ukur jarak antara titik terendah limpa dan margo kostalis
kiri. Ulangi pemeriksaan diatas dengan pasien berbaring pada sisi
kanannya dan kedua tungkai sedikit difleksikan pada sendi paha dan
lutut. Dalam posisi ini, gravitasi membawa limpa ke depan dan ke
kanan sehingga dapat diraba.
Gambar 7 : Palpasi Limpa
e. Pemeriksaan Asites Shifting dullness. Setelah membuat peta
yang memperlihatkan batas antara bunyi timpani dan redup, minta
pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi. Lakukan perkusi
dan tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang tidak
mengalami asites, batasnya tidak berubah. Tes untuk gelombang
cairan (fluid wave test). Minta pasien atau asisten untuk menekan
dengan kuat perut pasien dengan sisi ulnar tangan tepat disepanjang
garis tengah dengan arah vertikal kearah bawah. Pemeriksa
menggunakan jari-jari tangan untuk mengetuk dengan cepat pada salah
satu pinggang pasien, raba sisi pinggang lainnya untuk merasakan
impuls atau getaran gelombang cairan yang ditransmisikan melalui
cairan asites.
Gambar 8 : Pemeriksaan Asites, shifting dullness
Gambar 9 : Pemeriksaan Asites, Fluid wave test
MODUL GASTROINTESTINALPEMERIKSAAN REKTALSKDI 4
A. TeoriPemeriksaan rektal (colok dubur, rectal toucher) bagi
banyak pasien mungkin merupakan bagian yang paling tidak umum pada
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini dapat menimbulkan
ketidaknyamanan bagi pasien dan mungkin keadaan yang memalukan.
Apabila dikerjakan dengan terampil, pemeriksaan rektal tidak
terlalu terasa nyeri pada sebagian besar pasien. Keberhasilan
pemeriksaan ini memerlukan gerakan jari tangan yang hati-hati,
lembut dan perlahan-lahan serta pemeriksa yang tenang dan
penjelasan kepada pasien mengenai apa yang mungkin akan
dirasakannya.
B. Alat dan PersiapanAlat: - Sarung tangan, Pelumas, Kasa
bersih.Persiapan pasien : anus dan rektum dapat diperiksa saat
pasien dalam salah satu dari beberapa posisi Posisi pasien
berbaring, miring, Posisi pasien litotomi, Posisi pasien berdiri
dengan kedua sendi pangkal difleksikan dan tubuh bagian atasnya
ditempatkan pada meja periksa.
C. Prosedur dan Penjelasan Minta pasien untuk berbaring miring
pada sisi kiri tubuhnya dengan gluteusnya berada dekat dengan
pinggir meja periksa. Fleksikan sendi pangkal paha dan lutut
pasien. Kenakan sarung tangan karet, kemudian pisahkan kedua
gluteus , kemudian lakukan:a. Inspeksi : Perhatikan daerah anus dan
peri anal adanya skin tags, fisura ani, fistula in ano, kondiloma,
pile hemoroid, pruritus, inflamasi dan adanya benjolan lain.
Kemudian pasien diminta mengejan, perhatikan kemungkinan adanya
prolaps rectum.b. Palpasi : lumasi jari telunjuk yang telah
bersarung tangan dengan pelumas. Tekankan ujung telunjuk pada anus
dan memberitahu pasien bahwa pemeriksa akan memasukkan jari ke
dalam anus. Masukkan ujung ruas jari telunjuk, rasakan tonus
spincter anus dinilai kekuatannya. Masukkan jari lebih dalam,
palpasi dinding anterior, posterior dan lateral rectum. Dinilai
keadaan mukosa apakah teraba massa pada dinding lumen atau diluar
lumen. Bila teraba massa deskripsi sebagai palpasi benjolan.
Keluarkan jari, dilihat sarung tangan apakah terdapat feses (warna
feses), adanya darah (darah segar, melena), lendir dan pus.
Bersihkan anus pasien menggunakan kasa bersih. Lepas sarung tangan
dan rendam pada cairan desinfektan.
MODUL GASTROINTESTINALPEMASANGAN NASOGASTRIC TUBESKDI 1
A. TeoriIntubasi gaster melalui jalur nasal (rute nasogastric)
merupakan prosedur umum yang memberi akses ke lambung untuk tujuan
diagnosis dan terapetik,. Sebuah nasogastric tube digunakan dalam
prosedur ini. Pemasangan nasogastric tube dapat memberikan perasaan
tidak nyaman bagi pasien jika sebelumnya tidak disiapkan dengan
pemberian anestesi lokal pada jalur nasal dan kerjasama pasien
dengan operator selama prosedur. Kegunaan : Memungkinkan dukungan
nutrisi melalui saluran gastrointestinal. Memungkinkan evakuasi isi
lambung. Mencegah regurgitasi dan aspirasi isi
lambung.Kontraindikasi: Riwayat masalah sinus atau nasal ( infeksi,
sumbatan, polip ). Kesadaran menurun. Trauma wajah. Kelainan
esophagus.Komplikasi: Perdarahan karena prosedur yang agresif.
Sakit menelan. Sinusitis. Pneumothorax. Selang masuk ke dalam intra
cranial (jarang sekali).
B. Alat dan Persiapan pasien:a. Alat:1. Selang nasogastrik
sesuai ukuran (ukuran 14-18 fr)2. Pelumas/ jelly3. Spuit berujung
kateter 50 ml4. Stetoskop5. Lampu senter/ pen light6. Klem7. Duk
Steril8. Kassa steril9. Spatel lidah steril10. Sarung tangan
steril11. Plester12. Nierbekken13. Bak instrumen dan sampah steril
(min.2 buah) 14. Mangkuk steril untuk pelumas dan anestesi lokal
oles15. Gelas berisi air putih dilengkapi dengan sedotan. b.
Persiapan pasien: Diharapkan pasien telah menerima penjelasan yang
cukup tentang prosedur dan tujuan tindakan. Pasien yang telah
mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang akan
dilakukan pasien atau keluarga diharuskan menandatangani informed
consent.
C. Prosedur1. Cuci tangan dan atur peralatan2. Jelaskan prosedur
pada pasien3. Bantu pasien untuk posisi Fowler, pasien duduk
setengah tegak (45 60 derajat )4. Berdirilah disisi kanan tempat
tidur pasien bila anda bertangan dominan kanan (atau sisi kiri bila
anda bertangan dominan kiri)5. Periksa dan perbaiki kepatenan
nasal. Minta pasien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat
lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain.
Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau
lidi kapas. Periksa adakah infeksi dan lain-lain.6. Gunakan sarung
tangan steril dalam mempersiapkan keperluan pemasangan NGT7.
Tempatkan duk steril di sekitar dada dan leher pasien. 8.
Persiapkan kassa steril dan perlengkapan lainnya dalam jangkauan.
9. Gunakan anestesi oles pada lubang hidung dan semprotkan anastesi
lokal pada orofaring10. Ganti sarung tangan steril11. Tentukan
panjang selang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan
plester.Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan
menempatkan ujung selang pada daun telinga. Lanjutkan pengukuran
dari daun telinga ke tonjolan sternum, tandai lokasi di tonjolan
sternum dengan plester kecil.12. Minta pasien menengadahkan kepala,
berikan pelumas pada selang sepanjang 10 cm kemudian masukkan
selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih13. Pada saat anda
memasukkan selang lebih dalam ke hidung, minta pasien menahan
kepala dan leher lurus dan membuka mulut.14. Ketika selang terlihat
didaerah orofaring, dan pasien bisa merasakan selang dalam faring,
instruksikan pasien untuk menekuk kepala ke depan dan minta pasien
untuk menelan dengan cara meminum air melalui sedotan.15. Masukkan
selang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut
tanpa memaksa saat pasien menelan ( jika pasien batuk atau selang
menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi
langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong pasien untuk
bernafas dalam.16. Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan
masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa
penempatannya. Minta pasien membuka mulut untuk melihat selang,
Tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 cc masukkan ke selang dan
dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika
terdengar gemuruh, aspirasi dengan spuit dan pastikan dengan kertas
lakmus. Jika selang masuk ke dalam lambung, hasil aspirasi adalah
asam. 17. Untuk mengamankan selang: gunting bagian tengah plester
sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inchi tetap utuh, tempelkan 1 inchi
plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian
yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari selang.18.
Plesterkan selang secara melengkung ke satu sisi wajah pasien. Pita
karet dapat Digunakan untuk memfiksasi selang.