KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Waktu mengalir begitu cepat.
Menit demi menit yang tak terasa, jam demi jam yang seperti
berkejaran, lalu bergantilah hari demi hari, hingga kini kita
berada di hari Jum'at. Maka patutlah kita bersyukur kepada Allah
SWT, Rabb yang telah menganugerahkan semua nikmat. Nikmat Iman,
Islam, dan juga fisik yang sehat yang dengannya kita mampu
menghadiri shalat Jum'at.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Jum'at adalah hari yang agung.
Dalam terminologi hadits, Jum'at disebut sebagai Sayyidul Ayyam:
rajanya hari. Hari Jum'at adalah hari terbaik, di mana pada hari
itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya.
Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum'at. Dalam
riwayat yang lain kita mengetahui bahwa keistimewaan hari Jum'at
adalah karena banyaknya keutamaan pada hari itu. Diantaranya adalah
waktu yang mustajabah, diantaranya ketika khatib duduk diantara dua
khutbah, diampuninya dosa dengan shalat Jum'at, dan juga keutamaan
membaca surat Al-Kahfi pada hari ini.
Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at, memancarlah
cahaya baginya antara dua Jum'at (HR. Baihaqi, dihasankan
Al-Albani)
Ketika Al-Qur'an atau hadits menyebutkan hari, maka yang
dimaksudkan adalah hari menurut perhitungan qamariyah atau kalender
hijriyah. Yaitu dimulai matahari terbenam, hingga matahari terbenam
esok harinya. Atau dari Maghrib ke Maghrib. Bukan dari tengah malam
seperti dalam kalender masehi.
Maka membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at berarti waktunya
terbentang antara Maghrib pada Kamis malam Jum'at hingga Jum'at
sore sesaat sebelum Maghrib. Artinya, bagi kita yang belum sempat
membacanya, masih ada kesempatan untuk hari ini hingga sore
nanti.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Dalam surat Al-Kahfi tersebut,
ada sebuah ayat yang menunjukkan perbekalan abadi menuju akhirat,
sekaligus mengingatkan kita dari ketertipuan dunia. Dalam
kesempatan yang mulia ini, marilah kita mentadabburinya bersama,
dalam rangka meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al-Kahfi
: 46)
Ayat 46 dari surat Al-Kahfi ini menunjukkan kepada kita,
mengingatkan bahwa sesungguhnya harta dan anak adalah perhiasan
dunia. Keduanya bukan segala-galanya. Namun betapa banyak orang
yang tertipu oleh harta. Merasa bahwa harta adalah hal yang paling
berharga, yang mampu menjamin masa depan dan kemuliaan. Hingga
banyak orang yang terjerumus dalam dosa karena memburu harta dengan
cara yang haram. Atau tertipu dengan harta yang telah diperolehnya
hingga ia tak lagi mempedulikan Allah yang Maha Pemberi rezeki.
Syukur tidak ada, justru kufur yang dipelihara. Maka Al-Qur'an pun
menunjukkan kesudahan orang-orang seperti Qarun, yang takabur
dengan hartanya. Kekayaannya yang sangat besar, hingga kunci
istananya tak mampu dipikul unta justru membuat ia celaka. Qarun
beserta hartanya akhirnya ditelan bumi. Barangkali dari sinilah,
orang-orang ketika menemukan harta dari dalam tanah menyebutnya
sebagai harta karun.
Demikian pula dengan anak. Mereka adalah perhiasan dunia.
Seperti harta, di satu sisi ia bisa berbuah surga jika dicari
dengan cara halal, disyukuri, ditunaikan kewajiban zakat dan
dipakai memperjuangkan agama Allah. Anak merupakan potensi besar
bagi manusia untuk mendapatkan pahala. Mulai dari pahala mendidik,
memberi nafkah, hingga potensi amal jariyah yang pahalanya takkan
terputus kematian kita ketika ia menjadi anak shalih dan mendoakan
kita sebagai buah pendidikan islami yang dterimanya.
Namun di sisi lain, sebagai "ziinah" (perhiasan), anak juga bisa
mencelakakan. Itulah saat di mana anak hanya dibangga-banggakan
sebagai penerus keturunan, tanpa disertai pendidikan Islam hingga
kemudian ia menjadi anak durhaka atau malah orangtua yang terseret
ke dalam kecelakaan karena anaknya. Misalnya jika demi anak
kemudian orangtua menempuh jalan haram dalam memenuhi keinginannya.
Atau membanggakan anak laki-laki hingga seakan-akan menjadi harapan
tertinggi dalam kehidupan.
Pada periode Makkiyah ada seorang bernama 'Uqbah bin Abi Mu'aith
yang memusuhi Rasulullah. Ia menyebut Rasulullah sebagai "abtar"
(orang yang terputus) karena semua anak laki-laki Rasulullah wafat
di saat kecil. Namun ternyata, sampai hari ini nama Muhammad terus
dikumandangkan tanpa putus meskipun semua putra beliau wafat di
waktu kecil. Justru Uqbah lah yang menjadi "abtar" (terputus), baik
dari rahmat maupun dari kenangan sejarah.
Dalam ayat yang lain disebutkan bahwa anak takkan bermanfaat
kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih.
*
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
(QS. Asy-Syu'ara : 88-89)
Maka harta dan anak, pada awalnya ia adalah netral. Bisa menjadi
sarana ke surga, namun juga bisa menyeret ke neraka ketika kita
tidak pandai mengelolanya.
Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,Penggalan kedua ayat 46 dari
surat Al-Kahfi itulah yang sangat menarik. Bahwa jauh di atas
perhatian kita kepada perhiasan dunia berupa harta dan anak-anak,
menyibukkan diri dengannya, atau khawatir terhadap keturunan kita,
semestinya kita mengutamakan Al-Baqiyatus Shalihah.
tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
(QS. Al-Kahfi : 46)
Apa itu Al-Baqiyatus Shalihah? Secara bahasa artinya adaah
amal-amal yang kekal lagi baik, mengekalkan pelakunya berada dalam
surga. Amal apa yang dimaksud? Ustman bin Affan dan sahabat lainnya
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Al-Baqiyatus Shalihah adalah
lima kalimat dzikir:
,
Maha suci Allah,Segala puji bagi AllahTiada Ilah kecuali
AllahAllah Maha BesarTiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah
Maka berzikir kepada Allah dengan memperbanyak membaca lima
kalimat di atas, merupakan amal yang akan mengekalkan pelakunya di
dalam surga hingga pantas menjadi harapan.
Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,Sa'id bin Jubair
mengungkapkan penjelasan lain mengenai Al-Baqiyatus Shalihah. Bahwa
Al-Baqiyatus Shalihah itu tidak lain adalah shalat lima waktu. Maka
mereka yang menjaga dan mendirikan shalat lima waktu, dengan
berjamaah, niscaya menjadi amal yang akan mengekalkannya di dalam
surga yang abadi.
Ibnu Abbas juga menyampaikan bahwa Al-Baqiyatus Shalihah adalah
ucapan yang baik. Entah itu zikir maupun dakwa. Entah itu mengajak
kepada yang baik atau mencegah dari yang salah.
Sedangkan pendapat yang lebih umum yang kemudian dipilih Ibnu
Jarir adalah yang mengatakan bahwa Al-Baqiyatus Shalihah adalah
amal shalih secara umum. Ia meliputi ibadah mahdhah seperti shalat
lima waktu, bisa berbentuk amal lisan seperti zikir khususnya lima
kalimat di atas, bisa pula ucapan yang baik, dakwah dan segala amal
yang bisa dikategorikan ibadah; baik khas maupun ammah.
Maka hendaklah kita, seiring dengan nasehat khatib di setiap
Jum'at untuk meningkatkan taqwa, kita berupaya memperbanyak amal
kesalihan, meningkatkan keimanan, mempertebal keyakinan, menebar
manfaat bagi sesama, berinvestasi sebanyak-banyaknya Al-Baqiyatus
Shalihah.
KHUTBAH KEDUA
. *
.
. .
. .
. . . . .
: Nikmat dan AdzabKubur
Januari 25, 2008 pada 10:52 am | Ditulis dalam Khutbah Tertulis
| 13 Komentar oleh: Abu Muhammad Abdul Muthi Al MaidaniKhutbah yang
pertamaWahai para hamba Allah, sidang jumat yang dimuliakan oleh
Allah
Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik
radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
. : : . : : . : .Sesungguhnya seorang hamba bila diletakkan di
dalam kuburnya dan para pengantarnya telah kembali pulang, sunggguh
dia akan mendengarkan gesekan sandal-sandal mereka. Datang
kepadanya dua malaikat, maka keduanya mendudukkannya dan bertanya
kepadanya, Apa pendapatmu tentang orang ini (yakni nabi kita
Muhammad shallallahu alaihi wasallam)? Adapun seorang yang mukmin
akan menjawab, Aku bersaksi bahwasanya dia adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya. Maka dinyatakan kepadanya, Lihatlah kepada tempatmu di
neraka, sungguh telah digantikan oleh Allah dengan sebuah tempat di
surga. Maka Nabi Allah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
Kemudian dia melihat kedua tempat tersebut. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Maasyirol muslimin rohimakumullah
Hadits ini menceritakan kepada kita bagaimana pertanyaan yang
terjadi di alam kubur. Adapun orang-orang yang beriman akan
dikokohkan oleh Allah sewaktu mereka ditanya di dalam kubur
masing-masing. Itulah yang dinyatakan oleh Allah di dalam Al-Quran
yang mulia:
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan
yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. (Ibrahim:
27)
Permulaan dari alam akhirat adalah alam barzakh (alam kubur).
Oleh karena itu, seorang yang beriman akan dikokohkan oleh Allah
untuk menjawab pertanyaan kubur, sebagaimana di dalam hadits yang
telah lalu.
bersabda:(, bahwa Rasulullah (Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari
dan Muslim dari hadits Al-Bara bin Azib ( : . : )Seorang hamba yang
muslim bila ditanya di dalam kuburnya, niscaya dia akan bersaksi
bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Maka
itulah yang dimaksud dengan firman Allah Taala: Allah meneguhkan
(iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)Allah
mudahkan baginya untuk menjawab pertanyaan kubur dengan mengucapkan
dua kalimat syahadat Laa Ilaha Illallah wa Anna Muhammadan
Rasulullah.Perkara yang akan ditanyakan oleh dua malaikat kepada
seorang hamba yang baru saja meninggal, bila telah selesai
dikuburkan, ada tiga hal:yang pertama: ( )Siapa Rabbmuyang kedua: (
)Apa agamamuyang ketiga: ( )Siapa orang yang telah diutus di antara
kalian ini?
Maka seorang yang mukmin akan menjawab: Rabku adalah Allah,
agamaku adalah Islam, sedangkan orang ini adalah Muhammad utusan
Allah. Lalu ditanyakan kepadanya: Apa yang memberitahumu mengenai
jawaban ini? Dia menjawab: Aku membaca Al-Quran, beriman kepadanya,
dan membenarkannya.Dengan demikian, seorang yang mukmin selamat
dari siksa kubur karena bisa menjawab pertanyaan dua malaikat yang
datang kepadanya itu. Berbeda dengan seorang yang kafir ketika
ditanya: Siapa Rabmu? Apa agamamu? Siapa orang yang telah diutus di
antara kalian ini? Dia hanya bisa menjawab: Ha..ha.. aku tidak
tahu. Inilah keadaan seorang yang kafir sewaktu ditanya di dalam
kuburnya.
Itulah fitnah kubur, yaitu pertanyaan dua malaikat yang
dihadapkan kepada seorang yang baru saja meninggal. Dua malaikat
yang menanyai seorang yang baru saja meninggal disebut dengan
Munkar dan Nakir. Sebagaimana hal ini terdapat di dalam hadits Abu
Hurairah radhiyallahu anhu yang dikeluarkan oleh Imam At-Turmudzi
dengan sanad yang hasan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
. Apabila seorang hamba telah diletakkan di dalam kuburnya,
datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam dan biru. Salah satunya
disebut Al-Munkar dan yang lain disebut An-Nakir. (HR. At-Turmudzi
dan dihasankan oleh syaikh Al AlBani dalam tahqiqnya atas Syarh
Aqidah Thahawiyyah hal. 399)
Maka ini adalah nama dua malaikat yang akan menanyai seorang
yang baru saja dikubur. Keduanya akan bertanya tentang Siapa Rabmu,
apa agamamu, dan siapa orang yang telah diutus di antara kalian
ini?Seorang yang mukmin setelah bisa menjawab pertanyaan dua
malaikat itu, maka dia akan memperoleh nikmat kubur. Adapun seorang
yang kafir, ketika tidak bisa menjawabnya, maka dia akan dihadapkan
kepada adzab kubur.
Maasyirol muslimin rohimakumullah
Di sini para ulama berselisih pendapat: Apakah pertanyaan kubur
hanya khusus pada umat ini atau juga umum pada umat-umat yang
sebelumnya?Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini, bahwa
pertanyaan kubur berlaku umum pada seluruh umat dari yang pertama
sampai yang terakhir. Pendapat ini telah dikuatkan oleh Syaikh Ibnu
Utsaimin Rahimahullah di dalam kitabnya Syarh Lumatil Itiqod( hal.
112)Kemudian terjadi pula perselisihan di kalangan para ulama:
Apakah pertanyaan ini bagi orang-orang yang mukallaf saja atau juga
bagi orang-orang yang tidak mukallaf seperti anak kecil dan orang
gila yang meninggal?Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini,
bahwa pertanyaan kubur mencakup semuanya. Baik yang mukallaf atau
tidak mukallaf. Maka pertanyaan kubur itu juga diarahkan bagi anak
kecil dan orang gila yang meninggal, karena keumuman dalil-dalil
yang berbicara tentang pertanyaan kubur. Demikian pula dikuatkan
dengan dalil bahwa anak kecil atau orang gila yang meninggal dari
kalangan muslimin, diperintahkan kepada kita untuk menshalatkan dan
mendoakannya agar dilindungi oleh Allah dari adzab kubur. Hal ini
menunjukkan bahwa mereka juga mendapatkan pertanyaan kubur.Oleh
sebab itu, Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Ar-Ruh yang
dinisbatkan kepada beliau, menguatkan pendapat yang menyatakan
bahwa pertanyaan kubur berlaku secara umum, baik bagi yang mukallaf
maupun tidak.Adapun mengenai pertanyaan kubur: Apakah khusus bagi
kaum mukminin saja atau juga umum meliputi orang-orang kafir?
Menurut pendapat yang paling kuat dikalangan para ulama, bahwa
pertanyaan kubur meliputi kaum mukminin dan orang-orang kafir
secara umum. Banyak dalil dari Al-Quran maupun As-Sunnah yang
mengasumsikan kepada kita bahwa orang-orang kafir juga akan ditanya
oleh dua malaikat di dalam kubur mereka. Di antaranya adalah hadits
yang telah kita bacakan sebelumnya yaitu hadits Al-Bara bin Azib
yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu, Dawud, An Nasai, Ibnu
Majah dan yang selainnya.Wallahu alam bish shawab
Khutbah yang keduaWahai para hamba Allah, sidang jumat yang
dimuliakan oleh Allah . . .
Yang mendapatkan pengecualian dari pertanyaan kubur adalah orang
yang mati syahid. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam sebuah
hadits yang dikeluarkan oleh Imam An-Nasai dengan sanad yang
shahih. dan( datang kepada beliau (Bahwa salah seorang dari sahabat
Rasulullah bertanya: Wahai Rasulullah! kenapa seluruh kaum mukminin
diuji di dalam kuburnya kecuali orang yang mati syahid? Maka
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab:
Cukuplah kilatan pedang yang berada di atas kepalanya sebagai
ujian tersendiri. (HR. An-Nasai dan dishohihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam kitabnya Ahkamul Janaiz hal. 36)
Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang mati syahid tidak diuji,
yakni tidak ditanya oleh dua orang malaikat di dalam kuburnya. Maka
ini merupakan pengecualian.Pengecualian yang lain adalah orang yang
meninggal ketika berada di front terdepan untuk berjaga-jaga dalam
jihad fi sabilillah. Kondisi ini diistilahkan dengan Al-Murobith fi
sabilillah. Maka orang yang demikian ini, bila meninggal tidak akan
ditanya di dalam kuburnya. Sebagaimana yang diterangkan dalam
hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari sahabat Salman
Al-Farisi radhiallahu anhu.Sekeluarnya dari fitnah kubur, seorang
yang meninggal akan memasuki fase yang disebut dengan nikmat kubur
atau adzab kubur. Seorang mukmin setelah bisa menjawab pertanyaan
dua malaikat yang datang kepadanya, maka dia memperoleh nikmat
kubur.Kemudian datang seruan dari langit: hamba-Ku ini telah benar,
Bentangkanlah untuknya permadani dari surga dan bukakanlah sebuah
pintu ke surga.Harum wangi surga pun menerpanya dan kuburnya
diperluas sejauh mata memandang. Lalu datang kepadanya seorang yang
bagus wajahnya, pakainnya, dan harum wanginya. Orang itu berkata,
bergembiralah dengan segala yang akan menyenangkanmu. Ini adalah
hari yang dahulu engkau telah dijanjikan. Maka si mukmin bertanya
kepadanya, siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan
membawa kebaikan. Dia pun menjawab, aku adalah amalmu yang sholih.
Lalu si mukmin berkata, wahai Robbku! Segerakanlah hari kiamat agar
aku kembali kepada keluarga dan hartaku.Adapun seorang yang kafir
ketika tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat yang datang
kepadanya, maka dia dihadapkan kepada adzab kubur.Kemudian datang
seruan dari langit: dia telah berdusta, bentangkanlah untuknya
permadani dari api neraka dan bukakanlah sebuah pintu ke neraka.
Sehingga hawa panas dan racun neraka pun menerpanya dan kuburnya di
persempit sampai tulang-tulang rusuknya saling bergeser. Lalu
datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya, pakainnya, dan busuk
baunya. Orang itu berkata, bergembiralah dengan segala yang akan
memperburuk keadanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah
dijanjikan. Maka si kafir bertanya, siapakah engkau? Wajahmu dalah
wajah yang datang dengan membawa keburukan. Dia pun menjawab, aku
adalah amalmu yang buruk. Lalu si kafir berkata, wahai Robku!
Janganlah engkau datangkan hari kiamat.
Itulah keadaan seorang yang mukmin dan seorang yang kafir
setelah ditanya di dalam kuburnya. Seorang yang kafir disiksa
karena tidak bisa menjawab pertanyaan kubur. Namun bukan berarti
bahwa setiap mukmin pasti akan terlepas dari adzab kubur. Seorang
mukmin yang bermaksiat kepada Allah berkemungkinan merasakan adzab
kubur, bila Allah tidak berkehendak mengampuni dosanya.Hal ini
diperkuat dengan sebuah hadits dari sahabat Abdullah bin Abbas
radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
pernah melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: Orang-orang yang
berada di dalam dua kubur ini, sungguh sedang disiksa. Dan tidaklah
keduanya disiksa karena suatu masalah yang besar. Adapun salah satu
dari keduanya, dahulu tidak mau menjaga diri dari air kencing.
Sedangkan yang lain, dahulu biasa berjalan untuk mengadu domba.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah dan
membelahnya menjadi dua bagian. Beliau meletakkannya di
masing-masing dua kubur ini dengan harapan semoga Allah Subhanahu
wa Taala memperingan siksa keduanya, selama pelepah kurma itu masih
basah dan belum kering.
Maasyirol muslimin rohimakumullah
Apakah adzab kubur akan berlangsung sampai terjadinya hari
kiamat atau disesuaikan dengan kadar dosa orang yang disiksa
?Jawabnya: di antara adzab kubur ada yang akan berlangsung sampai
terjadinya hari kiamat dan ada pula yang disesuaikan dengan kadar
dosa orang yang disiksa.Yang akan berlangsung sampai terjadinya
hari kiamat adalah adzab kubur bagi orang-orang yang kafir. Di
dalam Al-Quran, Allah telah menyatakan tentang Firaun dan bala
tentaranya: Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang,
serta pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat):
Masukkanlah Fir`aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.
(Al-Mukmin (Ghafir): 46)Dari ayat ini, ulama menyimpulkan bahwa
adzab kubur bagi orang-orang yang kafir akan berlangsung sampai
terjadinya hari kiamat.Dalil yang lain adalah hadits Al-Bara` bin
Azib yang sebelumnya telah kita bacakan, pada sebuah riwayatnya
disebutkan: Bahwasanya tatkala seorang yang kafir tidak bisa
menjawab pertanyaan dua malaikat itu, maka kepadanya dinampakkan
tempatnya di dalam neraka, dan perkara ini akan berlangsung sampai
hari kiamat.Adapun adzab kubur yang berlangsung sesuai dengan kadar
dosa orang yang disiksa adalah adzab kubur yang ditimpakan kepada
para pelaku dosa besar. Allah akan menyiksanya di dalam kubur
sesuai dengan kadar dosanya, kemudian akan diperingan dan tidak
akan berlangsung sampai terjadi hari kiamat. Wallahu alam bi
shawab.***
KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Marilah kita meningkatkan
taqwa kita kepada Allah Azza wa Jalla. Taqwa yang juga menjadi
wujud syukur kita kepada Allah atas segala nikmat yang telah
dianugerahkanNya kepada kita. Nikmat Iman, nikmat Islam, juga
nikmat kesehatan.
Menjadi penduduk Indonesia, sebuah negeri muslim terbesar, juga
merupakan nikmat yang perlu kita syukuri. Di negeri ini, kita
sebagai muslim bisa beribadah dengan mudah. Terutama kita yang
hidup di Jawa, masjid ada di mana-mana. Kesempatan untuk beribadah
senantiasa terbuka.
Sungguh patut kita syukuri. Cobalah jika kita hidup di negeri
yang muslimnya masih minoritas. Kita mungkin akan merasakan
kesulitan yang luar biasa untuk hanya melaksanakan shalat Jum'at,
apalagi shalat lima waktu berjama'ah. Kemarin sebuah harian
nasional memberitakan bahwa saudara kita, kaum muslimin di
Bridgford Barat, Inggris, sangat kesulitan mencari lahan kosong
untuk mendirikan masjid. Selama bertahun-tahun mereka harus pergi
ke kota lain untuk bisa shalat Jum'at. Hingga akhirnya di tahun ini
mereka menggunakan garasi rumah sebagai masjid.
Demikian pula di Perancis. Karena kekurangan masjid,
saudara-saudara kita kaum muslimin di Paris terpaksa shalat Jum'at
di Jalan Raya. Namun justru di jalan raya itulah syiar Islam di
sana kelihatan menarik. Khawatir hal yang tidak diinginkan terjadi,
pemerintah Perancis sejak bulan lalu melarang shalat Jum'at di
jalan raya. Sebagai gantinya pemerintah memberikan alternatif di
tempat tertutup.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Patut kita syukuri bahwa di
Indonesia terdapat sangat banyak masjid. Di tahun 2010 saja, jumlah
masjid di Indonesia mencapai 800.000 masjid. Departemen Agama
mentargetkan 100.000 masjid lagi di tahun 2011 ini. Jika target itu
tercapai, maka sampai akhir 2011 terdapat 900.000 masjid di
Indonesia. Sebuah angka yang cukup fantastis sekaligus membuat
miris.
Mengapa miris? Karena ternyata banyak masjid yang tidak makmur.
Masjid hanya digunakan sebagai tempat shalat fardhu, itupun sepi
dari jama'ah. Perhatikanlah masjid kita ini. Saat shalat Jum'at
memang terlihat ramai, bahkan mungkin tidak muat. Tapi bagaimana
dengan shalat Isya' apalagi Subuh?
Maka tugas kita hari ini bukan lagi memperbagus fisik masjid.
Apalagi membangun masjid baru yang hanya berjarak beberapa puluh
meter dari masjid yang telah ada. Tugas kita adalah memakmurkan
masjid.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Kata memakmurkan berasal dari
kata dasar "makmur". Kata itu merupakan serapan dari bahasa Arab (
- ) yang memiliki banyak arti. Diantaranya adalah: membangun,
memperbaiki, mendiami, menetapi, mengisi, menghidupkan, mengabdi,
menghormati dan memelihara. Kata itu dipakai oleh Allah dalam
firman-Nya yang juga menunjukkan keutamaan pemakmur masjid :
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan
shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain
kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk
golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. At-Taubah :
18)
Dengan demikian, arti "memakmurkan masjid adalah membangun,
mendirikan dan memelihara masjid, menghormati dan menjaganya agar
bersih dan suci, serta mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai
ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Sejarah mencatat sedikitnya
ada sepuluh fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah SAW,
khususnya masjid nabawi, yaitu sebagai berikut :
1. Tempat ibadah (shalat, dzikir)2. Tempat syuro (musyawarah)
dan konsultasi3. Tempat pendidikan4. Tempat latihan militer dan
persiapan alat-alatnya5. Tempat pengobatan para korban perang6.
Tempat pengadilan dan mendamaikan sengketa7. Tempat santunan
sosial8. Aula dan tempat menerima tamu9. Tempat menahan tawanan10.
Pusat penerangan dan informasi serta pembelaan agama
Berkaca dari definisi memakmurkan masjid dan sejarah Nabi, maka
setiap bentuk ketaatan kepada Allah bisa digolongkan sebagai usaha
memakmurkan masjid. Diantaranya adalah :
Pertama, mendirikan dan membangun masjidMembangun masjid adalah
amal pertama memakmurkan masjid. Karena tanpa adanya masjid,
bagaimana mungkin kita dapat memakmurkannya?
Barangsiapa membangun masjid karena mengharap wajah Allah- maka
Allah akan membangunkan untuknya yang semisalnya di surga. (HR.
Al-Bukhari)
Memperbaiki masjid, atau dalam istilahnya peningkatan masjid,
juga termasuk upaya memakmurkan yang akan diganjar Allah dengan
dibangunkan rumah oleh Allah di surga. Asalkan ikhlas.
Barangsiapa membangun sebuah masjid karena Allah walau seukuran
sarang burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan
membangunkan untuknya rumah di dalam syurga. (HR. Ibnu Majah)
Kedua, membersihkan dan mensucikan masjid, serta memberinya
wewangian
- -
Dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah memerintahkan untuk
membangun masjid-masjid di perkampungan-perkampungan, (lalu)
dibersihkan dan diberi wewangian." (HR. Abu Daud)
Ketiga, mendirikan shalat jama'ah di masjidSebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
Shalat jama'ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada
shalat sendirian (HR. Muslim)
Keempat, memperbanyak dzikrullah dan tilawah Qur'an di
masjidRasulullah SAW bersabda,
Sesungguhya masjid-masjid ini tidak pantas digunakan untuk
tempat kencing dan berak, tetapi hanyasanya ia (dibangun) untuk
dzikrullah, shalat dan membaca al-Quran. (HR. Muslim)
Kelima, memakmurkan masjid dengan taklim, halaqah, dan majlis
ilmu lainnyaRasulullah SAW bersabda,
dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah
(masjid), untuk membaca Kitabullah (al-Quran) dan mempelajarinya di
antara mereka melainkan akan turun ketentraman kepada mereka,
rahmat akan menyelimuti mereka, para malaikat menaungi mereka dan
Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat di
sisi-Nya (HR. Muslim)
Demikian lima diantara bentuk memakmurkan masjid, semoga Allah
SWT memudahkan kita menjadi hamba-hambaNya yang memakmurkan
masjidNya.
KHUTBAH KEDUA
. *
Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,Dari uraian pada khutbah
pertama mengenai definisi hingga bentuk memakmurkan masjid berikut
keutamaannya itu, kita termotivasi untuk memakmurkan masjid yang
secara otomatis juga membuat kita lebih dekat kepada masjid; hati
kita lebih terpaut kepada masjid.
Kita berdoa kepada Allah agar dijadikan pemakmur masjid dan
pecinta masjid, sebab masjid adalah tempat yang paling dicintai
Allah SWT, sebagaimana sabda NabiNya:
Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan
yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya (HR. Muslim)
.
. .
. .
. . . . .
: KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Waktu demikian cepat berlalu.
Hari demi hari kita lalui. Bulan demi bulan berganti. Seakan tak
terasa, kini kita sudah berada di akhir bulan Dzulhijjah. Yang
artinya, kita sudah berada di penghujung tahun 1432 H. Hanya
tinggal sehari lagi, kita akan memasuki tahun baru 1433 H.
Seiring pergantian waktu, pergantian tahun, marilah kita
meningkatkan rasa syukur dan taqwa kita kepada Allah Azza wa Jalla.
Sungguh, tiada satu waktu pun yang kita lalui, kecuali di sana ada
nikmat Ilahi. Sungguh, tak pernah waktu berganti, baik pergantian
hari, bulan atau tahun, kecuali nikmat Allah senantiasa
membersamai.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Besuk, insya Allah kita
berjumpa dengan bulan Muharam. Bulan pertama dalam kalender
hijriyah. Muharam merupakan bulan yang mulia di sisi Allah SWT. Ia
memiliki berbagai keutamaan, diantaranya adalah :
Pertama, bulan Muharam merupakan salah satu bulan haram. Allah
SWT berfirman :
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan
bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang
empat itu, (QS. At-Taubah : 36)
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa ada dua belas : mulai dari
bulan Muharam yang insya Allah akan tiba besuk malam, hingga bulan
Dzulhijjah. Diantara dua belas bulan itu ada empat bulan haram
yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
Ashurul haram (bulan haram), termasuk bulan Muharam ini adalah
bulan yang dimuliakan Allah SWT. Bulan-bulan itu memiliki kesucian,
dan karenanya menjadi bulan pilihan. Diantara bentuk kesucian dan
kemuliaan bulan-bulan itu adalah kaum muslimin dilarang berperang,
kecuali terpaksa; jika diserang oleh kaum kafir. Kaum muslimin juga
diingatkan agar lebih menjauhi perbuatan aniaya pada bulan itu.
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam At-Thabari dalam Tafsirnya
mengutip atsar dari Ibnu Abbas r.a. : "Allah menjadikan bulan-bulan
ini sebagai bulan-bulan suci, mengagungkan kehormatannya dan
menjadikan dosa yang dilakukan pada bulan ini menjadi lebih besar
dan menjadikan amal shalih pada bulan ini juga lebih besar."
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Keutamaan kedua dari bulan
Muharam adalah nilai historis bulan ini sebagai bulan hijrah. Yang
seharusnya kaum muslimin mengambil semangat hijrah itu dalam
kehidupannya.
Sungguh, hijrah merupakan perjuangan monumental yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Mereka rela meninggalkan
segala harta, termasuk rumah dan perabotnya, menuju Yatsrib yang
kemudian dikenal sebagai Madinah. Mereka rela meninggalkan tanah
air menuju tanah yang tidak jelas peluang bisnis maupun ladang
pekerjaan di sana. Bahkan lebih dari itu, dengan hijrah tidak
sedikit para sahabat yang mempertaruhkan nyawa mereka. Termasuk
Rasulullah SAW dan Abu Bakar, yang dikejar dan diburu hidup atau
mati.
Tanpa hijrah, mungkin tidak ada peradaban Islam yang dimulai
Rasulullah dari Madinah. Tanpa hijrah, mungkin tidak akan ada
kemenangan demi kemenangan yang diraih Rasulullah dan para
sahabatnya hingga mampu memfutuhkan Makkah dan menyebarkan Islam ke
seluruh jazirah Arab. Hingga sekarang Islam dipeluk oleh lebih dari
1,2 milyar penduduk bumi.
Karena itulah, ketika Umar bin Khatab hendak menentukan tahun
baru Islam, beliau memilih tahun hijrah sebagai tahun pertama.
Muharam sebagai bulan pertama, yang di waktu itu juga dimulai
perjalanan hijrah oleh beberapa sahabat, lalu secara besar-besaran
para sahabat berbondong-bondong hijrah pada bulan Safar. Hijrah
yang diambil sebagai titik tolak peradaban Islam. Maka kalender
Islam pun disebut sebagai kalender hijriyah.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Lalu bagaimana kita mengambil
ibrah dari peristiwa hijrah yang terjadi pada bulan Muharam 1433
tahun yang lalu? Sedangkan Rasulullah telah mensabdakan,
Tidak ada hijrah setelah futuhnya Makkah (HR. Bukhari)
Perlu diketahui, bahwa maksud hadits Rasulullah SAW itu adalah,
tidak lagi wajib hijrah dari Makkah ke Madinah setelah futuhnya
Makkah. Karena tidak ada kewajiban untuk hijrah dari negeri
Muslim.
Yang perlu dilakukan adalah, ketika kita hidup di sebuah tempat
yang tidak islami, yang membahayakan agama kita, keluarga dan
anak-anak kita, saat itulah kita dianjurkan hijrah ke tempat yang
lebih kondusif sehingga kita bisa menjalankan Islam dengan
baik.
Sedangkan semangat hijrah yang lebih luas adalah seperti sabda
Rasulullah SAW:
Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah
(HR. Bukhari)
Inilah hakikat hijrah, inilah semangat hijrah, dan inilah
kesempatan bagi setiap muslim: hijrah adalah meninggalkan larangan
Allah SWT. Maka ketika kita berusaha beralih dari kemaksiatan
menuju ketaatan, itu adalah hijrah. Ketika kita berusaha
meninggalkan kezaliman menuju keadilan, itu adalah hijrah. Ketika
kita berusaha mengubah hidup kita dari kejelekan menjadi kebaikan,
itu adalah hijrah.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Kemuliaan ketiga dari bulan
Muharam adalah, disunnahkannya puasa tasu'a dan ayura pada bulan
itu. Bahkan puasa tasu'a dan asyura serta puasa sunnah lainnya
(senin kamis, ayamul bidh, puasa daud), nilainya menjadi puasa yang
paling mulia setelah Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda :
Puasa yang paling mulia setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa)
di bulan Allah, Muharam. (HR. Muslim)
Secara khusus, Rasulullah SAW menyebutkan keutamaan puasa asyura
dalam sabdanya :
Rasulullah ditanya mengenai puasa asyura, beliau menjawab, "ia
bisa menghapus dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim)
Sedangkan mengenai puasa tasu'a, Rasulullah berazam untuk
menjalankannya, meskipun beliau tidak sempat menunaikan karena
wafat sebelum Muharam tiba. Lalu para sahabatnya menjalankan puasa
tasu'a seperti keinginan Rasulullah SAW :
Apabila tahun depan (kita masih diberi umur panjang), kita akan
berpuasa pada hari tasu'a (kesemblan). (HR. As-Suyuthi dari Ibnu
Abbas, dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami')
Demikian sebagian dari keutamaan bulan Muharam, semoga kita
dimudahkan Allah SWT untuk mengambil ibrah dan menggapai keutamaan
itu.
KHUTBAH KEDUA
. *
.
. .
. .
. . . . .
:
[Khutbah Jum'at Keutamaan Muharam edisi 29 Dzulhijjah 1432 H
bertepatan dengan 25 Nopember 2011 M; Bersama Dakwah]KHUTBAH
PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah, Waktu seperti begitu cepat
berlalu. Kita kini telah berada di penghujung Ramadhan. Shalat
Jum'at kita kali ini adalah shalat Jum'at terakhir di bulan
Ramadhan 1432 H. Sekarang kita telah berada pada hari ke-26
Ramadhan, yang artinya tinggal beberapa hari lagi bulan suci ini
akan pergi. Kalau kita perhatikan masyarakat di sekeliling kita,
sebagian mereka bahkan telah disibukkan dengan hiruk pikuk Idul
Fitri. Luapan kegembiraan sudah terasa. Mall-mall menjadi padat.
Lalu lintas lambat merayap. Banyak rumah berganti cat. Baju baru
dan makanan enak juga telah siap.
Jika demikian gempitanya masyarakat kita berbahagia di
penghujung akhir Ramadhan, tidak demikian dengan para sahabat dan
salafus shalih. Semakin dekat dengan akhir Ramadhan, kesedihan
justru menggelayuti generasi terbaik itu. Tentu saja kalau tiba
hari raya Idul Fitri mereka juga bergembira karena Id adalah hari
kegembiraan. Namun di akhir Ramadhan seperti ini, ada nuansa
kesedihan yang sepertinya tidak kita miliki di masa modern ini.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah, Mengapa para sahabat dan
orang-orang shalih bersedih ketika Ramadhan hampir berakhir? Kita
bisa menangkap alasan kesedihan itu dalam berbagai konteks
sebab.
Pertama, patutlah orang-orang beriman bersedih ketika menyadari
Ramadhan akan pergi sebab dengan perginya bulan suci itu, pergi
pula berbagai keutamaannya.
Bukankah Ramadhan bulan yang paling berkah, yang pintu-pintu
surga dibuka dan pintu neraka ditutup? Bukankah hanya di bulan suci
ini syetan dibelenggu? Maka kemudian ibadah terasa ringan dan kaum
muslimin berada dalam puncak kebaikan?
Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan
kepada kalian ibadah puasa, dibukakam pintu-pintu surga dan
ditutuplah pintu-pintu neraka serta para syetan dibelenggu... (HR.
Ahmad)
Bukankah hanya di bulan Ramadhan amal sunnah diganjar pahala
amal wajib, dan seluruh pahala kebajikan dilipatgandakan hingga
tiada batasan?
Semua keutamaan itu takkan bisa ditemui lagi ketika Ramadhan
pergi. Ia hanya akan datang pada bulan Ramadhan setahun lagi.
Padahal tiada yang dapat memastikan apakah seseorang masih hidup
dan sehat pada Ramadhan yang akan datang. Maka pantaslah jika para
sahabat dan orangorang shalih bersedih, bahkan menangis mendapati
Ramadhan akan pergi.
Kedua, adalah peringatan dari Rasulullah SAW bahwa semestinya
Ramadhan menjadikan seseorang diampuni dosanya. Jika seseorang
sudah mendapati Ramadhan, sebulan bersama dengan peluang besar yang
penuh keutamaan, namun masih saja belum mendapatkan ampunan,
benar-benar orang itu sangat rugi. Bahkan celaka.
Celakalah seorang yang memasuki bulan Ramadhan namun dia tidak
diampuni (HR. Hakim dan Thabrani)
Masalahnya adalah, apakah seseorang bisa menjamin bahwa dirinya
mendapatkan ampunan itu. Sementara jika ia tidak dapat ampunan, ia
celaka. Betapa hal yang tidak dapat dipastikan ini menyentuh rasa
khauf para sahabat dan orang-orang shalih. Mereka takut sekiranya
menjadi orang yang celaka karena tidak mendapatkan ampunan, padahal
Ramadhan akan segera pergi. Maka mereka pun menangis, meluapkan
ketakutannya kepada Allah seraya bermunajat agar amal-amalnya
diterima.
Wahai Rabb kami... terimalah puasa kami, shalat kami, ruku'
kami, sujud kami dan tilawah kami. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui
Para sahabat dan orang-orang shalih bukan hanya berdoa di akhir
Ramadhan. Bahkan, konon, rasa khauf membuat mereka berdoa selama
enam bulan agar amal-amal di bulan Ramadhan mereka diterima Allah
SWT. Lalu enam bulan setelahnya mereka berdoa agar dipertemukan
dengan Ramadhan berikutnya.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah, Perbedaan tashawur
(paradigma, persepsi) dalam memandang akhir Ramadhan itulah yang
kemudian membawa perbedaan sikap antara generasi sahabat dan
gnerasi kita saat ini. Jika sebagian masyarakat, seperti
dikemukakan di muka, asyik berbelanja menyambut Idul Fitri, para
sahabat asyik beriktikaf di sepuluh hari terakhir. Maka bisa kita
bayangkan bahwa Madinah di era Rasulullah di sepuluh hari terakhir
Ramadhan layaknya seperti kota setengah mati. Sebab para lelaki
beriktikaf di masjid-masjid. Bahkan begitu pula sebagian para
wanitanya.
Perbedaan tashawur dalam memandang akhir Ramadhan itulah yang
kemudian membawa perbedaan sikap antara generasi sahabat dan
gnerasi kita saat ini. Jika kita sibuk menyiapkan kue lebaran, para
sahabat dan salafus shalih sibuk memenuhi makanan ruhaninya dengan
mengencangkan ikat pinggang, bersungguh-sungguh beribadah sepanjang
siang, terlebih lagi di waktu malam.
Perbedaan tashawur dalam memandang akhir Ramadhan itulah yang
kemudian membawa perbedaan sikap antara generasi sahabat dan
gnerasi kita saat ini. Jika kita mengalokasikan banyak uang dan
waktu untuk membeli pakaian baru, para sahabat dan salafus shalih
menghabiskan waktu mereka dengan pakaian taqwa. Dengan pakaian
taqwa itu mereka menghadap Allah di masjid-Nya, berduaan dan
bermesraan dalam khusyu'nya shalat, tilawah, dzikir, dan
munajat.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah, Masih ada waktu bagi kita
sebelum Ramadhan pergi. Masih ada kesempatan bagi kita untuk
mengubah tashawur tentang akhir Ramadhan. Maka tiga atau empat hari
ke depan bisa kita perbaiki sikap kita.
Pertama, kita lihat lagi target Ramadhan yang telah kita
tetapkan sebelumnya. Mungkin target tilawah kita. Masih ada waktu
untuk mengejar, jika seandainya kita masih jauh dari target itu.
Demikian pula kita evaluasi ibadah lainnya selama 26 hari ini. Lalu
kita perbaiki.
Kedua, kita lebih bersungguh-sungguh memanfaatkan Ramadhan yang
tersisa sedikit ini. Mungkin kita tak bisa beri'tikaf penuh waktu
seperti para shahabat dan salafus shalih itu. Namun jangan sampai
kita kehilangan malam-malam terakhir Ramadhan tanpa qiyamullail,
tanpa beri'tikaf lama atau sebentar- di masjid-Nya. Apalagi, dari
semua hadits yang ada, hanya malam ke-27 yang disebutkan secara
khusus sebagai malam lailatul qadar.
Barangsiapa ingin mencarinya (lailatul qadar), hendaklah ia
mencarinya pada malam kedua puluh tujuh. (HR. Ahmad, dishahihkan
Al-Albani)
Hadits qauli Rasulullah SAW itu diperkuat juga dengan atsar dari
Ubay bin Ka'ab yang bersumpah bahwa lailatul qadar terjadi pada
malam kedua puluh tujuh.
- - . - - .
Ubay (bin Ka'ab) berkata, "Demi Allah yang tiada tuhan melainkan
Dia. Sesungguhnya ia terjadi di bulan Ramadhan. Dan demi Allah
sesungguhnya aku mengetahui malam itu. Ia adalah malam yang
Rasulullah memerintahkan kami untuk qiyamullail, yaitu malam kedua
puluh tujuh. Dan sebagai tandanya adalah pada pagi harinya matahari
terbit dengan cahaya putih yang tidak bersinar-sinar menyilaukan."
(HR. Muslim)
Dalam malam ke-27 maupun malam lain di sepuluh hari terakhir
Rasulullah SAW mencontohkan kepada umatnya:
- - - -
Dari Aisyah RA berkata : "Rasulullah SAW jika telah masuk
sepuluh terakhir bulan Ramadhan menghidupkan malam, membangunkan
keluarganya dan mengencangkan ikat pinggang". (Muttafaq 'alaih)
Kita mungkin tidak bisa bersedih dan menangis sehebat para
sahabat, namun selayaknya kita pun takut sebab tak ada jaminan
apakah amal kita selama 26 hari ini diterima, begitu pula tak ada
jaminan apakah kita dipertemukan dengan Ramadhan tahun berikutnya.
Lalu kita pun kemudian memperbaiki dan meningkatkan amal ibadah
serta berdoa lebih sungguh-sungguh kepada-Nya.
KHUTBAH KEDUA
. *
.
. .
. .
. . . . .
:
[Khutbah Jum'at Sebelum Ramadhan Pergi edisi 26 Ramadhan 1432 H
bertepatan dengan 26 Agustus 2011 M; Bersama Dakwah]
KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Hari ini kita hampir berada di
pertengahan bulan Sya'ban. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan
bulan Ramadhan yang mulia. Ini merupakan bagian dari nikmat Allah
yang besar. Bahwa kita insya Allah akan mendapatkan kesempatan
berjumpa dengan tamu istimewa yang penuh keutamaan baik malam
maupun siangnya. Mungkin karena itulah, sebagian orang-orang shalih
berdoa agar dipertemukan dengan Ramadhan.
Ya Allah, berkahilan kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta
pertemukanlah kami dengan Ramadhan
Ya Allah, berkahilan kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta
berkahilah kami di bulan Ramadhan
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Salah satu hal yang perlu
disiapkan seorang mukmin dalam menyambut Ramadhan adalah persiapan
ruhiyah. Agar saat memasuki Ramadhan jiwa kita relatif lebih bersih
dan tidak terkotori dengan penyakit ruhani. Tazkiyatun nafs.
Penyucian jiwa. Salah satunya adalah dengan jiwa pemaaf.
Di sini perlu ditegaskan bahwa saling memaafkan sebelum Ramadhan
secara khusus tidak ada hadits shahih yang menjelaskan bahwa
Rasulullah dan para sahabat membiasakannya. Sebagaimana juga tidak
ada hadits shahih yang menjelaskan saling memaafkan di awal syawal.
Namun, memaafkan adalah salah satu bentuk tazkiyatun nafs,
penyucian jiwa, yang bisa dilakukan kapan saja. Maka, memasuki
Ramadhan dengan telah memaafkan orang lain adalah keniscayaan bagi
kita, sehingga kita berpuasa dan beribadah di bulan Ramadhan dalam
keadaan jiwa yang bersih dan mulia.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Di dalam Al-Qur'an, banyak
sekali firman Allah yang memerintahkan kita untuk memaafkan atau
menunjukkan keutamaan maaf. Setidaknya pada tujuh surat Allah SWT
berfirman mengenai memaafkan itu. Diantaranya adalah pada surat Ali
Imran ayat 134 dan surat An-Nisa' ayat 149.
Kita mulai dari surat An-Nisa' ayat 149. Allah SWT
berfirman:
Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau
memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah
Maha Pema'af lagi Maha Kuasa. (QS. An-Nisa' : 149)
Menjelaskan ayat ini, Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil
Qur'an mengatakan, "Demikianlah manhaj tarbawi mengangkat jiwa yang
beriman dari kaum muslimin ke tingkatan yang lain. Pada tingkatan
pertama dibicarakan kepada mereka tentang kebencian Allah SWT
terhadap tindakan mengucapkan perkataan buruk secara
terang-terangan, dan diberinya keringanan bagi orang yang dianiaya
untuk menyuarakan perkataan jelek secara terang-terangan itu
terhadap orang yang berbuat zalim kepadanyaagar kezaliman yang yang
dilakukan terhadap dirinya diketahui orang lan.
Pada tingkatan kedua, diangkatnya mereka seluruhnya untuk
melakukan kebaikan dan diangkatnya jiwa orang yang dizalimi kalau
dapat menyadari untuk memaafkandan berlapang dada terhadap yang
bersangkutan- sesuai dengan kemampuannya. Ini merupakan tingkatan
yang lebih tinggi dan lebih bersih.
Dengan demikian, akan tersebarlah kebaikan di kalangan
masyarakat muslim kalau mereka mau mengutamakan hal ini. Sehingga,
ia dapat memainkan peranannya di dalam mendidik jiwa dan
menyucikannya manakala mereka menyembunyikannya, karena kebaikan
itu adalah kebaikan di saat rahasia dan di saat terang-terangan.
Pada waktu itu, tersebar pula rasa saling memaafkan diantara sesama
manusia, sehingga tidak ada jalan untuk menyuarakan suara buruk.
Hanya saja kepemaafan itu hendaknya dari orang yang mampu melakukan
pembalasan namun ia memaafkannya, bukan timbul dari ketidakmampuan.
Hendaklah yang demikian itu dilakukan karena meniru akhlak Allah,
yang berkuasa melakukan pembalasan tetapi Dia memaafkan,
maka sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa. (QS.
An-Nisa' : 149)
Demikianlah. Memaafkan merupakan tingkatan kedua, tingkatan yang
lebih tinggi dan lebih bersih.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Di surat Ali Imran Allah SWT
berfirman:
*
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran :
133-134)
Salah satu karakter orang bertaqwa yang telah disediakan ampunan
dan surga bagi mereka adalah memaafkan sesama.
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat 134 tersebut menjelaskan,
"Yaitu selain menahan diri, tidak melampiaskan kemarahannya, mereka
juga memaafkan orang yang telah berbuat aniaya terhadap dirinya,
sehingga tiada suatu uneg-uneg pun yang ada dalam hati mereka
terhadap seseorang. Hal ini merupakan akhlak yang paling sempurna.
Karena itulah dalam akhir ayat disebutkan,
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali
Imran : 134)"
Dalam tafsir yang sama, Ibnu Katsir mengengahkan tiga hadits
keutamaan orang-orang memaafkan.
Pertama, bertambah kemuliannyaRasulullah SAW bersabda,
Tiada harta yang berkurang karena shadaqah, Allah tidak menambah
seorang pemaaf kecuali kemuliaan, dan tiada orang yang tawadhu'
karena Allah melainkan Allah mengangkat (derajat)nya (HR.
Muslim)
Kedua, dibangunkan bangunan mulia di surga dan diringgikan
derajatnya
...
Barangsiapa yang menginginkan bangunan untuknya (di surga)
dimuliakan, dan derajatnya ditinggikan, hendaklah ia memaafkan
orang yang berbuat aniaya kepadanya (HR. Hakim)
Ketiga, dimudahkan masuk surga
Apabila hari kiamat tiba, ada seruan yang memanggil, "Di manakah
orang-orang yang suka memaafkan orang lain? Kemarilah kalian kepada
Tuhan kalian dan ambillah pahala kalian! Dan sudah seharusnya bagi
setiap orang muslim masuk surga bila ia suka memaafkan.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Rasulullah SAW memberitahu para sahabat bahwa sebentar lagi akan
datang seorang laki-laki penghuni surga. Tak lama kemudian datang
seorang laki-laki Anshar, tanpa banyak bicara. Tiga kali kejadian
seperti itu berulang, hingga salah seorang sahabat sangat penasaran
dan ingin belajar darinya.
Ia pun meminta izin bertamu dan bermalam. Namun setelah tiga
malam, tidak ada yang istimewa. Shalat malamnya biasa, amal
yaumiyahnya biasa juga. Merasa tidak berhasil menemukan rahasianya
ia pun pamit pulang sambil menceritakan niat sebenarnya.
"Tidak ada rahasia pada diri dan amalku," jawab lelaki itu
dengan terus terang, "Aku tidak memiliki keistimewaan apapun,
kecuali bahwa aku tidak pernah menyimpan hasrat dalam hati untuk
menipu sesama dan menaruh rasa dengki kepada seseorang lantaran
kebaikan yang telah diberikan Allah kepadanya, aku maafkan semua
orang."
Mendengar jawaban lelaki itu, sahabat tadi berkata, "Inilah yang
telah mengangkat derajat Anda menjadi penghuni surga sebagaimana
yang disabdakan Rasulullah SAW".
Semoga Allah memudahkan kita untuk memiliki jiwa pemaaf dan
segera memaafkan sesama sebelum Ramadhan tiba.
KHUTBAH KEDUA
. *
.
. .
. .
. . . . .
:
[Khutbah Jum'at Memaafkan Sesama Sebelum Ramadhan Tiba edisi 13
Sya'ban 1432 H bertepatan dengan 15 Juli 2011 M; Bersama
Dakwah]KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Hari ini kita telah memasuki
bulan Sya'ban. Tidak terasa telah enam hari kita bersamanya. Bulan
Sya'ban, yang terletak diantara Rajab dan Ramadhan ini seringkali
dilalaikan oleh manusia. Hingga Rasulullah SAW bersabda:
Ini adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu
antara bulan Rajab dan Ramadhan. (HR. An-Nasa'i. "Hasan" menurut
Al-Albani)
Banyak orang yang lalai, bahkan sebagian menjadikan Sya'ban
sebagai bulan pelampiasan. "Mumpung belum Ramadhan, kita puaskan
maksiat", "Mumpung belum Ramadhan. Nanti kalau sudah Ramadhan,
puasa kita bisa tidak sah", dan kalimat-kalimat senada
kadang-kadang muncul dalam masyarakat kita sebagai bentuk betapa
tertipunya manusia di bulan Sya'ban.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Dari Rasulullah kita menjadi
tahu bahwa ternyata bulan Sya'ban adalah bulan yang istimewa.
Mengapa? Sebab bulan ini adalah bulan diangkatnya amal manusia
kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda dalam kelanjutan hadits di atas:
Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada Rabb
semesta alam. (HR. An-Nasa'i dan Ahmad. "Hasan" menurut
Al-Albani)
Itulah keutama'an bulan Sya'ban yang pertama. Bulan diangkatnya
amal manusia kepada Allah SWT.
Keutamaan kedua bulan Sya'ban adalah, pada pertengahannya.
Inilah yang dikenal dengan istilah Nisfu Sya'ban. Rasulullah SAW
bersabda mengenai keutamaan nishfu Sya'ban :
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya'ban.
Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat
syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR Ibnu Majah,
dinilai shahih oleh Al-Albani)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Itulah dua keutamaan bulan
Sya'ban, dan cukuplah hadits shahih bagi kita. Ada memang cukup
populer di masyarakat tentang keutamaan Sya'ban sebagai bulan
Rasulullah. Namun itu adalah hadits dha'if. Diantaranya adalah:
Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan
adalah bulan umatku. (HR. Dailami)
Hadits itu adalah hadits dha'if. Demikian pula hadits-hadits
sejenis tentang keutamaan bulan Sya'ban yang senada dengan itu.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Lalu apa amal di bulan Sya'ban
yang dicontohkan Rasulullah SAW? Ini penting untuk kita ketahui dan
amalkan. Sebab selain menghidupkan sunnah, mengikuti contoh dan
teladan dari Rasulullah SAW adalah bukti cinta kita kepada Allah
SWT.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31)
Amal di bulan Sya'ban yang pertama, yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW adalah memperbanyak puasa sunnah.
Usamah bin Zaid berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah,
saya tidak melihat engkau berpuasa di satu bulan melebihi puasamu
di bulan Sya'ban." Rasulullah menjawab, "Ini adalah bulan yang
dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu antara bulan Rajab dan
Ramadhan. Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada
Rabb semesta alam. Karena itu aku ingin saat amalku diangkat kepada
Allah, aku sedang berpuasa." (HR. An-Nasa'i. Al Albani berkata
"hasan")
Begitulah. Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan Sya'ban
sekaligus menginginkan agar ketika amalnya diangkat pada bulan
Sya'ban itu, Rasulullah SAW dalam keadaan sedang berpuasa.
Ummul Mukminin Aisyah juga meriwayatkan kebiasaan Rasulullah SAW
itu.
- -
Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa sunnah di satu bulan lebih
banyak daripada bulan Sya'ban. Sungguh, beliau berpuasa penuh pada
bulan Sya'ban. (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa dalam
ungkapan bahasa Arab, seseorang bisa mengatakan "berpuasa sebulan
penuh" padahal yang dimaksud adalah "berpuasa pada sebagian besar
hari di bulan itu".
Dari keterangan di atas, tahulah kita bahwa berpuasa sunnah di
bulan Sya'ban menjadi begitu istimewa karena pada bulan itu amal
diangkat, bulan itu dilalaikan oleh banyak orang, dan sekaligus
puasa Sya'ban merupakan persiapan puasa Ramadhan.
Syaikh Muhyidin Mistu, Mushthafa Al-Bugha, dan ulama lainnya
mengomentari menjelaskan dalam Nuzhatul Muttaqin, "Berpuasa sunnah
pada bulan Sya'ban memiliki keistimewaan tersendiri. Sekaligus
untuk persiapan menghadapi puasa Ramadhan. Selain itu, di bulan
Sya'ban lah semua amal perbuatan manusia dinaikkan kepada
Allah"
Yang perlu diperhatikan adalah, tidak boleh mengkhususkan
berpuasa pada satu atau dua hari terakhir Sya'ban kecuali puasa
yang harus ditunaikan (karena nadzar, qadha' atau kafarat) atau
puasa sunnah yang biasa dilakukan (puasa Dawud, Senin Kamis, dan
lain-lain).
Rasulullah SAW bersabda:
Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau
dua hari sebelumnya. Kecuali seseorang yang (memang
seharusnya/biasanya) melakukan puasanya pada hari itu. Maka
hendaklah ia berpuasa. (HR Bukhari)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Amal kedua pada bulan Sya'ban
ialah melunasi hutang-hutang puasa, khususnya bagi wanita yang
masih belum selesai mengqadha' puasa Ramadhan sebelumnya. Demikian
pula bagi kita untuk mengingatkan keluarga kita agar memanfaatkan
Sya'ban bagi yang belum selesai meng-qadha puasanya.
Aisyah berkata:
.
Aku punya hutang puasa Ramadan, aku tak dapat mengqadhanya
kecuali di bulan Sya'ban, karena sibuk melayani Nabi SAW. (HR
Bukhari)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Amal ketiga pada bulan Sya'ban
ialah memperbanyak ibadah dan amal kebajikan secara umum. Entah itu
menggiatkan shalat rawatib, qiyamullail, tilawah Al-Qur'an,
bershadaqah, dan lain-lain. Mengingat bahwa bulan Sya'ban adalah
bulan diangkatnya amal, maka alangkah baiknya ketika amal kita
benar-benar bagus pada bulan itu. Dengan catatan tetap sesuai
sunnah.
Adapun malam nishfu Sya'ban, sebagaimana hadits di atas ia
memang memiliki keutamaan. Ibnu Taimiyah menegaskan "Adapun malam
Nishfu Sya'ban, di dalamnya terdapat keutamaan."
Karena itu, ada sebagian ulama salaf dari kalangan tabi'in di
negeri Syam, seperti Khalid bin Ma'dan dan Luqman bin Amir yang
menghidupkan malam ini dengan berkumpul di masjid-masjid untuk
melakukan ibadah tertentu pada malam Nishfu Sya'ban. Dari merekalah
kaum muslimin mengambil kebiasaan itu. Imam Ishaq ibn Rahawayh
menegaskannya dengan berkata, "Ini bukan bid'ah!"
Ulama Syam lain, di antaranya Al-Auza'i, tidak menyukai
perbuatan berkumpul di masjid untuk shalat dan berdoa bersama pada
Nishfu Sya'ban. Tetapi beliau dan ulama yang lain menyetujui
keutamaan shalat, baca Al Quran dan lain-lain pada Nishfu Sya'ban
jika dilakukan sendiri-sendiri. Pendapat ini yang dikuatkan Ibn
Rajab Al-Hanbali dan Ibnu Taimiyah.
Adapun ulama Hijaz seperti Atha', Ibnu Abi Mulaikah, dan para
pengikut Imam Malik menganggap hal terkait Nishfu Sya'ban sebagai
bid'ah. Namun menurut mereka, qiyamullail sebagaimana disunnahkan
pada malam lainnya dan puasa di siangnya sebab termasuk Ayyamul
Bidh ialah baik.
Semoga perbedaan pendapat mengenai Nishfu Sya'ban ini dipahami
dengan baik dan tidak menghalangi kita untuk melaksanakan segala
amal ibadah utama pada bulan Sya'ban.
KHUTBAH KEDUA
. *
.
. .
. .
. . . . .
:
[Khutbah Jum'at Keutamaan Bulan Sya'ban edisi 6 Sya'ban 1432 H
bertepatan dengan 8 Juli 2011 M; Bersama Dakwah. Catatan: sebagian
isi Khutbah Jum'at ini terutama tentang Nishfu Sya'ban- merujuk
kulwit Ust. Salim A. Fillah tentang #Sya'ban]KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Hari ini kita telah melewati
pertengahan Rajab. Beberapa hari lagi kita bertemu dengan 27 Rajab,
yang oleh sebagian besar muslim di Indonesia diyakini sebagai
tanggal terjadinya Isra' Mi'raj. Meskipun tidak ada bukti shahih
bahwa Isra' Mi'raj terjadi pada 27 Rajab, bahkan Syaikh
Shafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam sirahnya yang terkenal Rakhiqul
Makhtum menolak pendapat yang mengatakan bahwa Isra' Mi'raj terjadi
pada bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian, tidak ada salahnya kita
memanfaatkan momentum ini untuk mengambil hikmah Isra' Mi'raj.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Isra' dan Mi'raj, keduanya
terjadi pada satu malam yang sama. Sebagaimana arti etimologi dari
(berjalan di waktu malam), Isra' adalah perjalanan malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Sedangkan Mi'raj dari Masjidil
Aqsha ke Sidratul Muntaha.
Sebelum peristiwa Isra' dan Mi'raj, Rasulullah SAW ditinggalkan
oleh dua orang yang sangat berperan besar dalam dakwah beliau:
Khadijah r.a. dan Abu Thalib. Ummul Mukminin Khadijah r.a. sangat
dicintai Rasulullah SAW. Khadijah adalah wanita dan bahkan manusia
pertama yang beriman kepada Rasulullah SAW, seorang mukminah yang
mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah Islam, dan juga seorang
istri, yang darinya Rasulullah SAW mempunyai anak (keturunan).
Sedangkan Abu Thalib adalah paman beliau. Meskipun tidak masuk
Islam, Abu Thalib berjasa besar dalam dakwah Rasulullah SAW. Abu
Thalib yang selama ini membela Rasulullah, Abu Thalib yang selama
ini pasang badan ketika Quraisy akan mencelakakannya, Abu Thalin
yang selama ini membuat orang Quraisy berpikir panjang ketika
hendak menyakiti Rasulullah.
Dua orang itu meninggalkan Rasulullah SAW dalam tahun yang sama,
selama-lamanya. Karena begitu dalam duka kehilangan itu, ahli
sejarah menyebut tahun itu sebagai amul huzni; tahun duka cita.
Duka itu semakin lengkap, manakala Rasulullah SAW mencoba
membuka jalur dakwah baru, Thaif. Thaif yang sejuk dan hijau
diharapkan menjadi lahan dakwah baru yang mau membuka diri menerima
Islam. Namun ternyata, Thaif tidak kalah bengis dalam merespon
dakwah. Rasulullah SAW diusir, bahkan disertai dengan cacian dan
dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah.
Dalam kesedihan mendalam seperti itulah kemudian Allah SWT
meng-isra' mi'raj-kan beliau. Hingga jadilah peristiwa Isra dan
Miraj itu menjadi tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa
bagi Rasulullah SAW.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isra' : 1)
Ayat di atas adalah dalil bagi peristiwa Isra'. Sedangkan untuk
mi'raj, Al-Qur'an menyinggungnya dalam QS. An-Najm:
* * * * * *
Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa
yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat
Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu)
di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling
dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm : 12-18)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Dalam Isra' dan Mi'raj,
Rasulullah SAW ditunjukkan kekuasaan Allah di bumi dan di langit.
Bahwa jika Allah berkenan, mudah saja bagi-Nya untuk mempercepat
kemenangan dakwah, sebagaimana Allah juga dengan mudah dapat
mempercepat perjalanan hamba-Nya; bahkan dengan kecepatan melebihi
cahaya.
Allah juga menunjukkan kepada Rasulullah SAW bahwa meskipun
untuk sementara dakwahnya ditolak di bumi, ia sangat dimuliakan di
langit. Ketika berada di langit, Rasulullah bertemu dengan para
Nabi yang semuanya memuliakan beliau.
Dalam hadits yang sangat panjang, Imam Bukhari meriwayatkan
Isra' Mi'raj ini. Diantaranya adalah sambutan para Nabi kepada
beliau.
- - . - - . . . . . . . - -
Anas berkata, "Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menyebutkan bahwa pada tingkatan langit-langit itu beliau bertemu
dengan Adam, Idris, Musa, 'Isa dan Ibrahim semoga Allah memberi
shalawat-Nya kepada mereka. Beliau tidak menceritakan kepadaku
keberadaan mereka di langit tersebut, kecuali bahwa beliau bertemu
Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam. Ketika Jibril
berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia melewati
Idris. Maka Idris pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan
saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? '
Jibril menjawab, 'Dialah Idris.' Lalu aku berjalan melewati Musa,
ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang
shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril
menjawab, 'Dialah Musa.' Kemudian aku berjalan melewati 'Isa, dan
ia pun berkata, 'Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang
shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril
menjawab, 'Dialah 'Isa.' Kemudian aku melewati Ibrahim dan ia pun
berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.'
Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab,
'Dialah Ibrahim 'alaihi wasallam.' (HR. Bukhari)
Selain bertemu dengan para Nabi, Rasulullah SAW mendapatkan
perintah shalat wajib dalam Isra' Mi'raj ini. Di sinilah salah satu
keistimewaan shalat; jika ibadah yang lain diwajibkan melalui wahyu
ketika Rasulullah SAW berada di bumi, maka untuk mewajibkan shalat
Allah memanggil Rasulullah SAW ke langit. Imam Bukhari meriwayatkan
dalam lanjutan hadits di atas, bahwa semula shalat itu diwajibkan
50 waktu, yang kemudian menjadi 5 waktu.
- - . . . . . . .
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kemudian Allah
'azza wajalla mewajibkan kepada ummatku shalat sebanyak lima puluh
kali. Maka aku pergi membawa perintah itu hingga aku berjumpa
dengan Musa, lalu ia bertanya, 'Apa yang Allah perintahkan buat
umatmu? ' Aku jawab: 'Shalat lima puluh kali.' Lalu dia berkata,
'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tidak akan sanggup! ' Maka
aku kembali dan Allah mengurangi setengahnya. Aku kemudian kembali
menemui Musa dan aku katakan bahwa Allah telah mengurangi
setengahnya. Tapi ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu karena
umatmu tidak akan sanggup.' Aku lalu kembali menemui Allah dan
Allah kemudian mengurangi setengahnya lagi.' Kemudian aku kembali
menemui Musa, ia lalu berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena
umatmu tetap tidak akan sanggup.' Maka aku kembali menemui Allah
Ta'ala, Allah lalu berfirman: "Lima ini adalah sebagai pengganti
dari lima puluh. Tidak ada lagi perubahan keputusan di sisi-Ku!"
Maka aku kembali menemui Musa dan ia kembali berkata, 'Kembailah
kepada Rabb-Mu! ' Aku katakan, 'Aku malu kepada Rabb-ku.' Jibril
lantas membawaku hingga sampai di Sidratul Muntaha yang diselimuti
dengan warna-warni yang aku tidak tahu benda apakah itu. Kemudian
aku dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya banyak
kubah-kubah terbuat dari mutiara dan tanahnya dari minyak kesturi.
(HR. Bukhari)
Dalam perjalanan isra' mi'raj itu Rasulullah SAW juga
diperlihatkan nikmat surga dan azab neraka; yang semakin
mengokohkan beliau dalam mengemban dakwah berikutnya.
Esuk harinya sepulang dari Isra' Mi'raj, Makkah menjadi gempar
ketika Rasulullah menceritakan Isra' Mi'raj yang dialaminya.
Orang-orang kafir seperti Abu Jahal semakin menjadi dalam mengejek
beliau. Bahkan sebagian orang yang telah masuk Islam menjadi murtad
setelah mendengar peristiwa itu. Iman mereka tidak sampai di sana.
Demikian pula akalnya.
Namun tidak demikian dengan Abu Bakar. Ketika orang-orang
menyampaikan berita Isra' Mi'raj padanya, Abu Bakar hanya bertanya:
"Apakah benar itu dari Muhammad Rasulullah?" ketika dijawab benar,
Abu Bakar menimpali, "Kalau itu dikatakan Rasulullah, pastilah
benar adanya!". Demikianlah keimanan Abu Bakar yang luar biasa,
selalu membenarkan Rasulullah hingga sebagian ulama berpendapat
sebab peristiwa inilah Abu Bakar digelari Ash-Shidiq.
Demikianlah sikap manusia. Tidak semuanya beriman, tidak
semuanya siap menerima kebenaran. Dan iman yang paling utama adalah
iman seperti Abu Bakar.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Dengan momentum 27 Rajab yang
diyakini sebagai tanggal Isra' Mi'raj, patutlah kita mengambil
ibrah darinya. Bahwa di tengah misi keimanan, misi dakwah, Allah
menyediakan tasliyah (pelipur lara). Maka seharusnya shalat yang
merupakan oleh-oleh isra' mi'raj juga menjadi tasliyah kita dari
segala beban hidup, beban dakwah, dan beratnya melawan nafsu.
Shalat harusnya menjadi penyejuk jiwa dan rehat bagi kita.
KHUTBAH KEDUA
. *
.
. .
. .
. . . . .
:
[Khutbah Jum'at edisi 22 Rajab 1432 H bertepatan dengan 24 Juni
2011 M; Bersama Dakwah]KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Hari demi hari kita lalui,
hingga kita bertemu dengan Jum'at kembali. Sebuah hari yang agung,
sayyidul ayyam, yang penuh dengan barakah dari Allah SWT. Maka
keimanan yang dianugerahkannya kepada kita, ditambah dengan
kesehatan yang kita miliki merupakan nikmat yang luar biasa
besarnya.
Terhadap segala nikmat yang dianugerahkan Allah Azza Wa Jalla,
berlaku sebuah kaidah pelipatgandaan. Syaratnya: mensyukuri
nikmat-nikmat itu.
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim : 7)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Gerhana bulan yang terjadi
kemarin malam, menandakan bahwa hari ini kita tengah berada di
pertengahan bulan Rajab 1432 H. Ini artinya, tidak lama lagi kita
akan berjumpa dengan tamu agung, tamu istimewa; Ramadhan yang
mulia.
Ada dua buah do'a yang hampir sama. Yang satu sampai kepada kita
melalui Imam Ahmad dan yang satu melalui Al Baihaqi dan
Thabrani.
Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta
berkahilah kami dalam bulan Ramadhan (HR. Ahmad).
Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, serta
pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan (HR. Al-Baihaqi dan
Thabrani).
Hadits yang kedua ini, yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi,
umumnya adalah hadits yang lebih populer dan lebih kita hafal
daripada yang pertama. Namun, hadits ini dinilai dha'if oleh
Al-Albani.
Meskipun, hadits kedua itu adalah hadits dha'if, dan kita tidak
berani memastikan bahwa itu adalah doa Rasulullah SAW yang
diajarkannya kepada para sahabat beliau, setidaknya kita kemudian
mengetahui bahwa itu adalah doa orang-orang shalih. Doa yang
menyadarkan kita betapa orang-orang shalih terdahulu biasa
menyambut Ramadhan jauh-jauh hari sebelumnya; bahkan ketika masih
berada di bulan Rajab. Maka, semangat menyambut Ramadhan itulah
yang juga harus ada dalam jiwa kita, bahwa di pertengahan Rajab
1432 H ini, kita telah menyediakan ruang suka cita dalam dada kita
untuk bertemu dengan Ramadhan.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Lalu bagaimana bentuk
penyambutan kita kepada Ramadhan, khususnya Ramadhan 1432 H yang
akan datang? Tentu, kita tidak boleh menyambut Ramadhan dengan
ritual-ritual khusus yang tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW,
karena itu justru akan menjerumuskan kita ke dalam bid'ah.
Rasulullah SAW bersabda :
Barangsiapa mengerjakan amalan (ibadah) yang tidak ada
perintahnya dariku, maka ia tertolak. (HR. Bukhari)
Jika di satu sisi sebagian masyarakat kita yang jumlahnya
semakin berkurang, alhamdulillah- menyambut Ramadhan dengan ritual
yang tidak pernah diperintahkan Rasulullah, sebagian lain yang
jumlahnya jauh lebih besar- acuh tak acuh dengan Ramadhan, bersikap
biasa seolah-olah tak ada yang istimewa, atau bahkan kurang suka
Ramadhan karena beratnya puasa. Kita berlindung kepada Allah dari
keduanya.
Bagi muslim yang ideal, menyambut Ramadhan adalah sebuah
kenikmatan tersendiri, namun ia menyambutnya dengan proporsional.
Dalam suka cita, ia mempersiapkan diri sebaik-baiknya sehingga bisa
beramal di bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
Ada empat persiapan yang kita perlukan dalam menyambut bulan
Ramadhan, khususnya Ramadhan 1432 H ini:
Pertama, persiapan ruhiyahPersiapan ruhiyah yang kita perlukan
adalah dengan cara membersihkan hati dari penyakit aqidah sehingga
melahirkan niat yang ikhlas.
Allah SWT menegaskan pentingnya membersihkan hati (tazkiyatun
nafs) dalam firman-Nya:
Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya (QS.
Asy-Syams : 9)
Maka dalam waktu satu setengah bulan ke depan kita perlu
melakukan evaluasi diri, muhasabah, apakah penyakit-penyakit aqidah
masih bersarang dalam diri kita.
Sungguh sangat rugi, jika kita susah payah beramal, namun masih
ada kesyirikan yang bersemayam dalam diri kita. Tak peduli sebesar
apapun amal kita, jika kita syirik, menyekutukan Allah, maka
amal-amal kita tidak akan diterima.
Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu
dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Al Zumar:
65)
Setelah melakukan muhasabah, selanjutnya kita bermujahadah untuk
menghilangkan penyakit-penyakit itu. Alangkah indahnya saat
Ramadhan tiba dan kita benar-benar dalam kondisi ikhlas menapaki
hari-hari istimewa yang dibawa oleh tamu mulia itu.
Saat-saat keikhlasan bersenyawa dalam diri kita sepanjang
Ramadhan merupakan saat-saat terbaik yang akan menjamin kita
memperoleh ampunan Allah SWT.
Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap perhitungan
(pahala) akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq
'Alaih)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah, persiapan kedua dalam
menyambut Ramadhan adalah persiapan fikriyah.
Agar Ramadhan kita benar-benar efektif, kita perlu membekali
diri dengan persiapan fikriyah. Sebelum Ramadhan tiba sebaiknya
kita telah membekali diri dengan ilmu agama terutama yang terkait
secara langsung dengan amaliyah di bulan Ramadhan. Tentang
kewajiban puasa, keutamaan puasa, hikmah puasa, syarat dan rukun
puasa, hal-hal yang membatalkan puasa, serta sunnah-sunnah puasa.
Juga tarawih, i'tikaf, zakat, dan sebagainya.
Untuk itu kita bisa mengkaji Fiqih Sunnah-nya Sayyid Sabiq,
Fiqih Puasa-nya Dr. Yusuf Qardahawi, dan lain-lain.
Inilah rahasia mengapa Imam Bukhari membuat bab khusus dalam
Shahih-nya dengan judul Al-Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-Amal (Ilmu
sebelum Ucapan dan Amal). Tanpa ilmu bagaimana kita bisa beramal
selama bulan Ramadhan dengan benar?
Pemahaman ilmu syar'i ini juga merupakan tanda kebaikan yang
dikehendaki Allah terhadap seseorang. Karenanya Rasulullah SAW
bersabda :
Barangsiapa yang dikehendaki Allah akan kebaikan maka ia
difahamkan tentang (ilmu) agama (Muttafaq 'Alaih)
Persiapan ketiga dalam menyambut Ramadhan adalah persiapan
jasadiyah.
Ramadhan membutuhkan persiapan jasadiyah yang baik. Tanpa
persiapan memadai kita bisa terkaget-kaget bahkan ibadah kita tidak
bisa berjalan normal. Ini karena Ramadhan menciptakan siklus
keseharian yang berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Kita
diharapkan tetap produktif dengan pekerjaan kita masing-masing
meskipun dalam kondisi berpuasa. Kita juga akan melakukan ibadah
dalam porsi yang lebih lama dari sebelumnya. Shalat tarawih,
misalnya.
Karenanya kita perlu mempersiapkan jasadiyah kita dengan berolah
raga secara teratur, menjaga kesehatan badan, dan kebersihan
lingkungan. Di sini, logika akal bertemu dengan keutamaan syar'i
dalam hadits nabi:
Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
mukmin yang lemah (HR. Muslim)
Persiapan keempat dalam menyambut Ramadhan adalah persiapan
maliyah, persiapan harta.
Persiapan maliyah yang diperlukan dalam menyambut bulan Ramdhan
bukanlah untuk membeli baju baru, menyediakan kue-kue lezat untuk
Idul Fitri, dan lain-lain. Kita justru memerlukan sejumlah dana
untuk memperbanyak infaq, memberi ifthar (buka puasa) orang lain
dan membantu orang yang membutuhkan. Tentu saja bagi yang memiliki
harta yang mencapai nishab dan haul wajib mempersiapkan zakatnya.
Bahkan, jika kita mampu berumrah di bulan Ramadhan merupakan ibadah
yang bernilai luar biasa; seperti nilai haji bersama Rasulullah
SAW.
KHUTBAH KEDUA
. *
Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah,Salah satu tuntunan Allah
SWT adalah mensegarakan amal kebaikan dan upaya mendapatkan
ampunan. Sebagaimana firman-Nya:
Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga-Nya yang
luasnya seluas langit dan bumi; disediakan bagi orang-orang yang
bertaqwa. (QS. Ali Imran : 133)
Maka demikian pula kita mensegerakan diri dalam menyambut
Ramadhan dengan persiapan ruhiyah, fikriyah, jasadiyah dan maaliyah
kita.
Semoga dengan upaya kita mempersiapkan diri dalam menyambut
Ramadhan 1432 H ini, Allah SWT berkenan mempertemukan kita dengan
Ramadhan, lalu memberikan taufiq kepada kita untuk mendapatkan
keberkahan Ramadhan itu. Selama sebulan penuh kita beramal di bulan
suci lagi mulia itu, disertai dengan rahmat dan ampunan Allah SWT,
hingga menjadikan kita diridhai-Nya lalu dianugerahi surga.
.
. .
. .
. . . . .
:
[Khutbah Jum'at edisi 15 Rajab 1432 H bertepatan dengan 17 Juni
2011 M; Bersama Dakwah]
==
KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Hari ini kita telah melewati
pertengahan Rajab. Beberapa hari lagi kita bertemu dengan 27 Rajab,
yang oleh sebagian besar muslim di Indonesia diyakini sebagai
tanggal terjadinya Isra' Mi'raj. Meskipun tidak ada bukti shahih
bahwa Isra' Mi'raj terjadi pada 27 Rajab, bahkan Syaikh
Shafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam sirahnya yang terkenal Rakhiqul
Makhtum menolak pendapat yang mengatakan bahwa Isra' Mi'raj terjadi
pada bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian, tidak ada salahnya kita
memanfaatkan momentum ini untuk mengambil hikmah Isra' Mi'raj.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Isra' dan Mi'raj, keduanya
terjadi pada satu malam yang sama. Sebagaimana arti etimologi dari
(berjalan di waktu malam), Isra' adalah perjalanan malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Sedangkan Mi'raj dari Masjidil
Aqsha ke Sidratul Muntaha.
Sebelum peristiwa Isra' dan Mi'raj, Rasulullah SAW ditinggalkan
oleh dua orang yang sangat berperan besar dalam dakwah beliau:
Khadijah r.a. dan Abu Thalib. Ummul Mukminin Khadijah r.a. sangat
dicintai Rasulullah SAW. Khadijah adalah wanita dan bahkan manusia
pertama yang beriman kepada Rasulullah SAW, seorang mukminah yang
mengorbankan seluruh hartanya untuk dakwah Islam, dan juga seorang
istri, yang darinya Rasulullah SAW mempunyai anak (keturunan).
Sedangkan Abu Thalib adalah paman beliau. Meskipun tidak masuk
Islam, Abu Thalib berjasa besar dalam dakwah Rasulullah SAW. Abu
Thalib yang selama ini membela Rasulullah, Abu Thalib yang selama
ini pasang badan ketika Quraisy akan mencelakakannya, Abu Thalin
yang selama ini membuat orang Quraisy berpikir panjang ketika
hendak menyakiti Rasulullah.
Dua orang itu meninggalkan Rasulullah SAW dalam tahun yang sama,
selama-lamanya. Karena begitu dalam duka kehilangan itu, ahli
sejarah menyebut tahun itu sebagai amul huzni; tahun duka cita.
Duka itu semakin lengkap, manakala Rasulullah SAW mencoba
membuka jalur dakwah baru, Thaif. Thaif yang sejuk dan hijau
diharapkan menjadi lahan dakwah baru yang mau membuka diri menerima
Islam. Namun ternyata, Thaif tidak kalah bengis dalam merespon
dakwah. Rasulullah SAW diusir, bahkan disertai dengan cacian dan
dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah.
Dalam kesedihan mendalam seperti itulah kemudian Allah SWT
meng-isra' mi'raj-kan beliau. Hingga jadilah peristiwa Isra dan
Miraj itu menjadi tasliyah (pelipur lara) yang sangat luar biasa
bagi Rasulullah SAW.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Isra' : 1)
Ayat di atas adalah dalil bagi peristiwa Isra'. Sedangkan untuk
mi'raj, Al-Qur'an menyinggungnya dalam QS. An-Najm:
* * * * * *
Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa
yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat
Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu)
di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling
dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm : 12-18)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Dalam Isra' dan Mi'raj,
Rasulullah SAW ditunjukkan kekuasaan Allah di bumi dan di langit.
Bahwa jika Allah berkenan, mudah saja bagi-Nya untuk mempercepat
kemenangan dakwah, sebagaimana Allah juga dengan mudah dapat
mempercepat perjalanan hamba-Nya; bahkan dengan kecepatan melebihi
cahaya.
Allah juga menunjukkan kepada Rasulullah SAW bahwa meskipun
untuk sementara dakwahnya ditolak di bumi, ia sangat dimuliakan di
langit. Ketika berada di langit, Rasulullah bertemu dengan para
Nabi yang semuanya memuliakan beliau.
Dalam hadits yang sangat panjang, Imam Bukhari meriwayatkan
Isra' Mi'raj ini. Diantaranya adalah sambutan para Nabi kepada
beliau.
- - . - - . . . . . . . - -
Anas berkata, "Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
menyebutkan bahwa pada tingkatan langit-langit itu beliau bertemu
dengan Adam, Idris, Musa, 'Isa dan Ibrahim semoga Allah memberi
shalawat-Nya kepada mereka. Beliau tidak menceritakan kepadaku
keberadaan mereka di langit tersebut, kecuali bahwa beliau bertemu
Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam. Ketika Jibril
berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia melewati
Idris. Maka Idris pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan
saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? '
Jibril menjawab, 'Dialah Idris.' Lalu aku berjalan melewati Musa,
ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang
shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril
menjawab, 'Dialah Musa.' Kemudian aku berjalan melewati 'Isa, dan
ia pun berkata, 'Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang
shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril
menjawab, 'Dialah 'Isa.' Kemudian aku melewati Ibrahim dan ia pun
berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.'
Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab,
'Dialah Ibrahim 'alaihi wasallam.' (HR. Bukhari)
Selain bertemu dengan para Nabi, Rasulullah SAW mendapatkan
perintah shalat wajib dalam Isra' Mi'raj ini. Di sinilah salah satu
keistimewaan shalat; jika ibadah yang lain diwajibkan melalui wahyu
ketika Rasulullah SAW berada di bumi, maka untuk mewajibkan shalat
Allah memanggil Rasulullah SAW ke langit. Imam Bukhari meriwayatkan
dalam lanjutan hadits di atas, bahwa semula shalat itu diwajibkan
50 waktu, yang kemudian menjadi 5 waktu.
- - . . . . . . .
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kemudian Allah
'azza wajalla mewajibkan kepada ummatku shalat sebanyak lima puluh
kali. Maka aku pergi membawa perintah itu hingga aku berjumpa
dengan Musa, lalu ia bertanya, 'Apa yang Allah perintahkan buat
umatmu? ' Aku jawab: 'Shalat lima puluh kali.' Lalu dia berkata,
'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tidak akan sanggup! ' Maka
aku kembali dan Allah mengurangi setengahnya. Aku kemudian kembali
menemui Musa dan aku katakan bahwa Allah telah mengurangi
setengahnya. Tapi ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu karena
umatmu tidak akan sanggup.' Aku lalu kembali menemui Allah dan
Allah kemudian mengurangi setengahnya lagi.' Kemudian aku kembali
menemui Musa, ia lalu berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena
umatmu tetap tidak akan sanggup.' Maka aku kembali menemui Allah
Ta'ala, Allah lalu berfirman: "Lima ini adalah sebagai pengganti
dari lima puluh. Tidak ada lagi perubahan keputusan di sisi-Ku!"
Maka aku kembali menemui Musa dan ia kembali berkata, 'Kembailah
kepada Rabb-Mu! ' Aku katakan, 'Aku malu kepada Rabb-ku.' Jibril
lantas membawaku hingga sampai di Sidratul Muntaha yang diselimuti
dengan warna-warni yang aku tidak tahu benda apakah itu. Kemudian
aku dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya banyak
kubah-kubah terbuat dari mutiara dan tanahnya dari minyak kesturi.
(HR. Bukhari)
Dalam perjalanan isra' mi'raj itu Rasulullah SAW juga
diperlihatkan nikmat surga dan azab neraka; yang semakin
mengokohkan beliau dalam mengemban dakwah berikutnya.
Esuk harinya sepulang dari Isra' Mi'raj, Makkah menjadi gempar
ketika Rasulullah menceritakan Isra' Mi'raj yang dialaminya.
Orang-orang kafir seperti Abu Jahal semakin menjadi dalam mengejek
beliau. Bahkan sebagian orang yang telah masuk Islam menjadi murtad
setelah mendengar peristiwa itu. Iman mereka tidak sampai di sana.
Demikian pula akalnya.
Namun tidak demikian dengan Abu Bakar. Ketika orang-orang
menyampaikan berita Isra' Mi'raj padanya, Abu Bakar hanya bertanya:
"Apakah benar itu dari Muhammad Rasulullah?" ketika dijawab benar,
Abu Bakar menimpali, "Kalau itu dikatakan Rasulullah, pastilah
benar adanya!". Demikianlah keimanan Abu Bakar yang luar biasa,
selalu membenarkan Rasulullah hingga sebagian ulama berpendapat
sebab peristiwa inilah Abu Bakar digelari Ash-Shidiq.
Demikianlah sikap manusia. Tidak semuanya beriman, tidak
semuanya siap menerima kebenaran. Dan iman yang paling utama adalah
iman seperti Abu Bakar.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Dengan momentum 27 Rajab yang
diyakini sebagai tanggal Isra' Mi'raj, patutlah kita mengambil
ibrah darinya. Bahwa di tengah misi keimanan, misi dakwah, Allah
menyediakan tasliyah (pelipur lara). Maka seharusnya shalat yang
merupakan oleh-oleh isra' mi'raj juga menjadi tasliyah kita dari
segala beban hidup, beban dakwah, dan beratnya melawan nafsu.
Shalat harusnya menjadi penyejuk jiwa dan rehat bagi kita.
KHUTBAH KEDUA
. *
.
. .
. .
. . . . .
:
[Khutbah Jum'at edisi 22 Rajab 1432 H bertepatan dengan 24 Juni
2011 M; Bersama Dakwah]KHUTBAH PERTAMA
. . *
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Hari ini kita telah memasuki
bulan Sya'ban. Tidak terasa telah enam hari kita bersamanya. Bulan
Sya'ban, yang terletak diantara Rajab dan Ramadhan ini seringkali
dilalaikan oleh manusia. Hingga Rasulullah SAW bersabda:
Ini adalah bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu
antara bulan Rajab dan Ramadhan. (HR. An-Nasa'i. "Hasan" menurut
Al-Albani)
Banyak orang yang lalai, bahkan sebagian menjadikan Sya'ban
sebagai bulan pelampiasan. "Mumpung belum Ramadhan, kita puaskan
maksiat", "Mumpung belum Ramadhan. Nanti kalau sudah Ramadhan,
puasa kita bisa tidak sah", dan kalimat-kalimat senada
kadang-kadang muncul dalam masyarakat kita sebagai bentuk betapa
tertipunya manusia di bulan Sya'ban.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Dari Rasulullah kita menjadi
tahu bahwa ternyata bulan Sya'ban adalah bulan yang istimewa.
Mengapa? Sebab bulan ini adalah bulan diangkatnya amal manusia
kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda dalam kelanjutan hadits di atas:
Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada Rabb
semesta alam. (HR. An-Nasa'i dan Ahmad. "Hasan" menurut
Al-Albani)
Itulah keutama'an bulan Sya'ban yang pertama. Bulan diangkatnya
amal manusia kepada Allah SWT.
Keutamaan kedua bulan Sya'ban adalah, pada pertengahannya.
Inilah yang dikenal dengan istilah Nisfu Sya'ban. Rasulullah SAW
bersabda mengenai keutamaan nishfu Sya'ban :
Sesungguhnya Allah memeriksa pada setiap malam nishfu Sya'ban.
Lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya, kecuali yang berbuat
syirik atau yang bertengkar dengan saudaranya. (HR Ibnu Majah,
dinilai shahih oleh Al-Albani)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Itulah dua keutamaan bulan
Sya'ban, dan cukuplah hadits shahih bagi kita. Ada memang cukup
populer di masyarakat tentang keutamaan Sya'ban sebagai bulan
Rasulullah. Namun itu adalah hadits dha'if. Diantaranya adalah:
Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan
adalah bulan umatku. (HR. Dailami)
Hadits itu adalah hadits dha'if. Demikian pula hadits-hadits
sejenis tentang keutamaan bulan Sya'ban yang senada dengan itu.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,Lalu apa amal di bulan Sya'ban
yang dicontohkan Rasulullah SAW? Ini penting untuk kita ketahui dan
amalkan. Sebab selain menghidupkan sunnah, mengikuti contoh dan
teladan dari Rasulullah SAW adalah bukti cinta kita kepada Allah
SWT.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31)
Amal di bulan Sya'ban yang pertama, yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW adalah memperbanyak puasa sunnah.
Usamah bin Zaid berkata kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah,
saya tidak melihat engkau berpuasa di satu bulan melebihi puasamu
di bulan Sya'ban." Rasulullah menjawab, "Ini adalah bulan yang
dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu antara bulan Rajab dan
Ramadhan. Di bulan inilah amal perbuatan manusia diangkat kepada
Rabb semesta alam. Karena itu aku ingin saat amalku diangkat kepada
Allah, aku sedang berpuasa." (HR. An-Nasa'i. Al Albani berkata
"hasan")
Begitulah. Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan Sya'b