Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat berada dalam keadaan sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan oleh rangsangan misalnya rangsangan nyeri, bunti atau gerak. Rangsangan ini disampaikan pada sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktifitas retikuler terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak, yang terletak diatas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Penyakit dapat merubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu : meningkatkan atau menurunkan tingkat kesadaran. Peningkatan tingkat kesadaran dapat pula mendahului penurunan kesadaran, jadi merupakan suatu siklus. Delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan abnormal dari aktifitas psikomotor dan siklus tidur- bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktifitas motoriknya meningkat, meronta-ronta. Penyebab delirium beragam, diantaranya 1
28

kh jiwa

Feb 20, 2016

Download

Documents

khansahaura

j
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: kh jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal dapat

berada dalam keadaan sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan oleh

rangsangan misalnya rangsangan nyeri, bunti atau gerak. Rangsangan ini disampaikan pada

sistem aktivitas retikuler, yang berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem aktifitas retikuler

terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus. Lesi di otak, yang

terletak diatas hipotalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya

luas dan bilateral.

Penyakit dapat merubah tingkat kesadaran ke dua arah, yaitu : meningkatkan atau

menurunkan tingkat kesadaran. Peningkatan tingkat kesadaran dapat pula mendahului penurunan

kesadaran, jadi merupakan suatu siklus.

Delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan abnormal dari aktifitas

psikomotor dan siklus tidur-bangun yang terganggu. Pada keadaan ini pasien tampak gaduh

gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktifitas motoriknya meningkat, meronta-ronta. Penyebab

delirium beragam, diantaranya ialah kurang tidur oleh berbagai obat dan gangguan metabolik

toksik. Pada manula, delirium kadang didapatkan pada malam hari. Penghentian mendadak obat

antidepresan yang telah lama digunakan dapat menyebabkan delirium-tremens. Demikian juga

bila pecandu alkohol mendadak menghentikan minum alkohol dapat mengalami keadaan

delirium dengan keadaan gaduh gelisah.

1

Page 2: kh jiwa

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan UmumUntuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan

kedokteran jiwa di Rumah Sakit Umum Daerah Subang.

1.2.2. Tujuan KhususUntuk mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai gangguan mental organic

delirium.

2

Page 3: kh jiwa

BAB II

Laporan Kasus Ruangan

Identitas Pasien:

Nama Lengkap : Tn. Ade Karsa

Nama Kecil : Ade

No. Med. Rec. : 389919

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 55 tahun

Alamat : Tanggulun timur

Status Perkawainan : Menikah

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Suku : Sunda

Pekerjaan : Supir

Keluarga Terdekat:

Nama : Ny. Tati

Hubungan : Istri

Alamat : Tanggulun timur

Telpon : 085321726528

Keterangan Diperoleh Dari:

Nama : Ny. Tati

Hubungan : Istri

Sifat Perkenalan : Akrab

Kebenaran Anamnesa : Dapat dipercaya

Keluhan Utama:

Bicara ngaco, tidak nyambung. (Irrelevan, inkohern)

3

Page 4: kh jiwa

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien di konsulkan ke bagian Jiwa karena bicara aneh yang tidak bisa dimengerti.

Keluhan ini ada sejak 9 hari yang lalu saat pasien mengeluhkan kepala pusing, muntah-muntah

dan langsung terjatuh, saat itu pasien masih sadar. Beberapa jam setelah itu pasien dibawa ke

IGD RSUD Subang.

Kondisi pasien saat diperiksa sudah menjadi lebih baik menurut keluarga. Pasien pada

saat dibawa ke RS dalam keadaan tidak bisa berbicara, hanya mengerang, bibir pasien pada saat

itu bengkak. Pasien menjadi lebih sering berbicara saat sakit, pada kesehariannya pasien

biasanya tidak banyak bicara. Tetapi yang dibicarakan oleh pasien aneh dan tidak jelas. Pasien

menjadi susah tidur beberapa hari ini. Pasien terkadang dapat mengingat anggota keluarga yang

menjenguk dan terkadang lupa. Menurut keluarga pasien, pasien tidak pernah mengatakan

seperti mendengar suara bisikan atau bayangan sesuatu, pasien juga tidak ada terlihat sedih.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat menderita kejang, penyakit hati, dan penyakit ginjal disangkal. Pasien menderita

diabetes mellitus dan darah tinggi sejak beberapa tahun yang lalu tapi tidak terkontrol . Riwayat

trauma kepala hingga koma disangkal. Riwayat penggunaan obat-obatan terlarang dan minuman

beralkohol disangkal.

Riwayat Keluarga:

No Nama Status Usia Pekerjaan Sekolah terakhir

1. Yati Istri 30 IRT SD

2. Marjati Anak 11 Pelajar SMP

Pasien tinggal serumah dengan istri dan anaknya. Keluarga pasien tidak pernah ada yang

memiliki penyakit yang sama.

Riwayat Hidup Penderita:

1. Istri pasien tidak mengetahui riwayat kelahiran dan tumbuh kembang pasien

4

Page 5: kh jiwa

2. Menurut istri pasien selama ini pasien tidak ada permasalahan dan pasien terlihat biasa-

biasa saja

3. Pasien tidak melanjutkan sekolahnya ketika lulus SD dan memilih untuk bekerja

4. Pasien saat ini sedang dalam pernikahan yang kedua, pernikahan yang dulu pasien

memiliki 2 orang anak. Anak yang tinggal serumah dengan pasien sekarang merupakan

anak tiri yang dibawa istri pasien dari pernikahan sebelumnya.

Kepribadian sebelum sakit:

Pasien merupakan orang yang pendiam, sangat jarang berbicara. Pasien juga jarang

bercerita apabila ada masalah.

Autoanamnesis :

Roman muka : Linglung

Sikap : Tidak kooperatif

Tingkah laku : Abnormal

Dekorum : Buruk

D : Bapak namanya siapa ?

P : yang ga bener apa darahnya yang ga bener gitu buk (inkoheren)

D : Bapak namanya siapa ?

P : ga tiap darah tiap pemeriksaan gitu ga anger ya, ada yang sekian, ada lagi yang sekian

lagi, ada lagi yang lebih sekian lagi (inkoheren, irrelevant, asosiasi longgar)

D : yang sekian maksudnya apa pak ?

P : darah

D : Bapak sekarang ada dimana ?

P : ha ?

D : Bapak dimana ?

P : Disini. Ga ada yang koma sekian ga ada (disorientasi tempat)

D : Sekarang pagi atau siang pak ?

P : Malam (disorientasi waktu)

D : Kenapa malam ?

5

Page 6: kh jiwa

P : ya malam lagi gelap ini pada gelap

D : oh jadi sekarang gelap ya pak ?

P : ya kalau ga gelap berarti bukan malam, siang itu ga gelap

D : Bapak sekarang di rumah bukan ?

P : Bukan. Sakit

D : Di rumah sakit ?

P : hm eh

D : Umur bapak berapa ?

P : Saya mau periksa gula bisa ga buk ? (irrelevant, inkoheren)

D : Umur bapak berapa ?

P : Kalau umur saya mah masih muda buk, 43

D : Bapak namanya siapa ?

P : Pak ade

D : Rumahnya dimana pak ?

P : Kalau rumah saya ga punya buk

D : Terus tinggalnya dimana ?

P : Kalau ditanya rumah supir mah ya saya dimana ngantuknya disitu tidur. Ga nentu kalau

supir (asosiasi longgar)

D : Bapak kerjanya apa ?

P : kerjanya lari-lari di jalan raya (inkoheren)

D : Dapat duit emangnya pak dari lari-lari di jalan raya ?

P : ya kalo mau dapet duit. Lari-lari darisini ke ujung Cirebon. Kalo ga dapet duit ya jangan

Tanya saya.

D : ooh gitu…Bapak ini siapa pak ? (menunjuk istri pasien)

P : itu istri saya

D : Namanya siapa pak ?

P : Yati

D : Nama anak bapak siapa ?

P : si kampret marjati. Ada yang dulu rangga dan putra.

D : Bapak inget ga kejadian bapak jatuh sampai sakit seperti ini ?

P : inget

6

Page 7: kh jiwa

D : coba ceritakan pak

P : pertamanya itu ya saya nonton bola, lari ke tempat rumah kontrakan, mobil saya aja,

saya istilahya aja habis pulang makan ya, habis itu saya lari dijalan aja ya, terus saya glimbang

glimbang jatuh, jatuh ke empang, terus sampai saya dibantuin orang ditanya kenapa

D : ooh gitu.. bapak sudah berapa lama punya sakit darah tinggi ?

P : saya tuh rutin ya cek ke puskesmas. Saya katanya tinggi hampir sampai 120, terus harus

beli obat harganya 15 ribu,terus cek lagi

D : sudah berapa lama pak ?

P : saya tuh rutin ya cek ke dokter. Cuma ya jangan banyak makan lah, saya tahan makan,

makan biasa aja, sehari 1x, terus saya periksa lagi, periksa ke puskesmas saya, kata dokter wah

mas udah turun sekarang darahnya, wah berarti kalau udah turun udah normal.

D : sudah berapa lama bapak punya penyakit darah tinggi ?

P : ya baru ini lah setahun. Periksa darah sering saya.

Pasien tiba-tiba membalik badannya dan berbicara : saya sering periksa darah, pas sini

periksa saya, berapa periksa, 15 ribu pak, terus periksa saya, oh bagus pak darah bapak, oh

bagus, ya sekarang kalau mau diperiksa lagi pak, bapak kalau pagi jangan makan pak, makannya

nasi sore (perseverasi)

Status psikikus

Roman muka : Linglung

Kontak/raport : Ada/tidak adekuat

Kesadaran : kuantitatif : compos mentis, kualitatif : delirium

Orientasi

Tempat : Tidak baik

Waktu : Tidak baik

Orang : Tidak baik

Perhatian : Apatis (tidak baik)

Persepsi

Ilusi : -

Halusinasi : -

Ingatan

7

Page 8: kh jiwa

Masa kini : Konvabulasi

Masa dulu : Retrospective falsificatioin

Daya ingat : Tidak baik

Daya ulang : Tidak dapat dinilai

Paraamnesia : -

Hiperamnesia : -

Intelegensia : Tidak dapat dinilai

Pikiran

Bentuk pikiran : Konkrit

Jalan pikiran : Inkoheren, irelevansi

Isi pikiran : asosiasi longgar, inkoheren, irrelevant, kemiskinan isi pembicaraan

Organisasi pikiran : Disorganisasi pikiran

Penilaian

Norma sosial : tidak baik

Waham : -

Wawasan penyakit : Tilikan 4

Decorum

Sopan Santun : Kurang baik

Cara Berpakaian : Kurang baik

Kebersihan : Kurang baik

Kematangan jiwa : Matur

Tingkah laku : Non kooperatif

Bicara : Logore, Asosiasi Longgar

Emosi : datar

Status fisikus

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Tekanan darah : 100 / 60

8

Page 9: kh jiwa

Nadi : 100 x / menit

Suhu : 36.5oc

Respirasi : 20 x/menit

Keadaan gizi : baik

Bentuk tubuh : sedang

Kulit : tampak beberapa luka lecet dan luka terbuka di badan

Mata : dbn

Conjungtiva : baik

Funduscopy : tidak dilakukan

Pupil : isokor

Sklera : tidak ada kelainan (ikterik)

Pergerakan : baik kesegala arah

Refleks cahaya: +/+

Hidung : tidak ada kelainan

Telinga : tidak ada kelainan

Mulut : tidak ada kelainan

Leher : Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks

Jantung : Bunyi jantung normal regular, dan batas jantung normal

Paru-paru : Bunyi paru-paru normal vesikuler, tidak ada bunyi tambahan

Abdomen

Hepar : Tidak ada pembesaran hepar

Lien : Tidak ada pembesaran lien

9

Page 10: kh jiwa

Ruang traube : Kosong

Bising usus : Normal

Genitalia : Tidak dilakukan

Ekstremitas : dbn

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran KGB

Keadaan susunan saraf :

Saraf otak : tidak baik

Sensibilitas : tidak dilakukan pemeriksaan

Motoris : Baik

Vegetatif : Baik

Reflex Fisiologis : +/+

Patologis : Negatif

Laboratorium :

Darah Lengkap

Leukosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit DPL

17000

12,6 gr%

38,5%

248.000

Kimia Darah

Glukosa Darah Puasa

Ureum

Creatinin

Asam urat

Trigliserida

Kolestrol total

386 mg/dL

1,5 mg/dL

49 mg/dL

5,9 mg/dL

223 mg/dL

233 mg/dL

10

Page 11: kh jiwa

Psikodinamika

Laki-laki 53 tahun setelah 9 hari lalu terjatuh dibawa ke RS dalam keadaan sadar. Setelah

beberapa hari bibir pasien tidak bengkak pasien menjadi banyak berbicara yang aneh dan tidak

jelas (inkoheren & irelevan). Pasien sebelumnya tidak sering berbicara. Pasien memiliki riwayat

penyakit darah tinggi dan gula darah selama beberapa tahun.

Mekanisme mental yang digunakan : denial, fantasi

Diagnosis Multiaksial

AKSIS I

Gangguan klinik : F05. Delirium, tak bertumpang-tindih dengan demensia

F06. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik

Diagnosis banding : F06. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi

otak dan penyakit fisik

Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinik : -

AKSIS II

Gangguan kepribadian : Tidak ada diagnosa

Retardasi mental : Tidak ada diagnosa

AKSIS III

Kondisi medik umum : Penyakit endokrin,nutrisi dan metabolic. Penyakit system saraf.

AKSIS IV

Masalah psikososial dan lingkungan : Tidak ada

AKSIS V

Penilaian fungsi secara global (GAF Scale) : 40-31 : beberapa disabilitas dalam

hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi

Pengobatan

Somatoterapi : Haloperidol 0,75 mg x 2; Lorazepam 5 mg x 3

Psikoterapi : Terapi suportif individual

Rehabilitasi : -

Terapi lain : -

11

Page 12: kh jiwa

Usul-Usul

Konsul spesialis penyakit dalam, pemeriksaan gula darah dan tekanan darah berkala,

pemeriksaan CT-scan, pemeriksaan SGOT & SGPT

Prognosa

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad fungsionam : dubia ad malam

12

Page 13: kh jiwa

BAB III

ANALISIS KASUS

ANALISA KASUS

Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium adalah suatu

gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global.

Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan singkat

dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika factor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan.

Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di

bawah ini adalah kriteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV –TR:

A. Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum:

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian).

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).

3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

menemukan penyebab delirium ini.

B. Pedoman diagnostik delirium menurut PPDGJ-III :

1. Gangguan kesadaran dan perhatian :

Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.

Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan

mengalihkan perhatian.

2. Gangguan kognitif secara umum :

Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)

13

Page 14: kh jiwa

Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat

sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan

Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif

masih utuh.

Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.

3. Gangguan psikomotor :

Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu

ke yang lain.

Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang

Reaksi terperanjat meningkat

4. Gangguan siklus tidur-bangun :

Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya

siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).

Gejala yang memburuk pada malam hari

Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi

setelah bangun tidur.

5. Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis atau

rasa kehilangan akal.

Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan ini

berlangsung kurang dari 6 bulan

C. Delirium dan cedera kepala

Dikutip dari sebuah jurnal menyebutkan bahwa cedera kepala dapat menimbulkan berbagai

gangguan neuropsikiatri mulai dari defisit yang tidak jelas sampai gangguan intelektual dan

emosional yang berat. Gangguan neuropskiatri yang berhubungan dengan cedera kepala meliputi

gangguan kognitif, gangguan mood, ansietas, psikosis dan masalah tingkah laku. Defisit kognitif

telah diklasifikasikan dalam berbagai bentuk seperti delirium, demensia oleh karena cedera

kepala, gangguan amnestik atau gangguan intelektual yang bergantung pada gejala dan waktu

saat onset serta masa resolusi. Kesemuanya ini dapat menunda proses kesembuhan pada sistem

saraf pusat.

14

Page 15: kh jiwa

Penelitian baru-baru ini telah menemukan tingginya insidens delirium setelah cedera kepala.

Prevalensi delirium dilaporkan mencapai 80% di ICU dan sekitar 69% pada penderita dengan

cedera kepala. Delirium sering ditemukan pada kasus-kasus cedera kepala yang berat (Jorge dkk,

2000). Pada penderita cedera kepala, adanya edema serebri yang menyebabkan kompresi

terhadap ventrikel ketiga dan sisterna basalis, berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial yang selanjutnya dapat menimbulkan delirium dan koma. Semakin dalam lesi otak

pada penderita cedera kepala berkaitan dengan semakin lamanya durasi delirium dan koma. Lesi

thalamus anteromedial berhubungan dengan confusional state yang konsisten dengan delirium..

Delirium pada cedera kepala didasari oleh gangguaan keseimbangan neurotransmiter di otak

akibat lesi baik pada daerah kortikal maupun subkortikal. Dengan kata lain adanya delirium

mencerminkan seberapa luas kerusakan di kortikal dan subkortikal yang selanjutnya akan

mempengaruhi pemulihan baik fungsi kognitif maupun fungsional.

D. Delirium dan diabetes mellitus (hiperglikemia)

Hiperglikemia sepertinya berhubungan dengan abnormalitas pada fungsi kognitif pada pasien

diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Namun, bagaimana hiperglikemia bisa memediasi efek tersebut

masih kurang jelas. Pada organ lain, hiperglikemia mempengaruhi fungsinya melalui berbagai

mekanisme termasuk aktivasi jalur polyol, meningkatkan pembentukan dari advanced glycation

end products (AGEs), aktivasi diacylglycerol dari protein kinase C, dan peningkatan shunting

glukosa pada jalur hexosamine. Mekanisme yang serupa mungkin terjadi di otak dan

menginduksi perubahan dalam fungsi kognitif yang dideteksi pada pasien diabetes. Peran AGEs

dan reseptor AGEs (RAGEs) dalam terjadinya komplikasi serebral dari diabetes masih tidak

jelas. Tikus yang diabetes (32% HbA1c vs 12% pada control) yang menunjukkan gangguan

kognitif dijumpai peningkatan ekspresi dari RAGEs pada neuron dan sel glia dan kerusakan pada

white matter dan myelin, menyarankan peranan RAGEs pada terjadinya disfungsi serebral. Pada

manusia, pasien dengan diabetes dan Alzheimer disease memiliki N-carboxymethyllysine (suatu

tipe AGEs) yang lebih tinggi pada pewarnaan yang dilakukan pada pemeriksaan postmortem

dibanding pada pasien yang hanya menderita Alzheimer disease.

Sebagai tambahan pada kerusakan organ terminal yang diinduksi hiperglikemia, fungsi

neurotransmitter yang berubah yang diamati pada percobaan binatang diabetes juga berperan

15

Page 16: kh jiwa

terhadap disfungsi kognitif. Pada tikus diabetes, dijumpai gangguan pada long term potentiation

yang diartikan sebagai peningkatan secara terus-menerus jangka panjang dari kekuatan synaps

pada neuron yang kaya akan neurotransmitter Nmethyl d aspartate (NMDA), yang dapat

berkontribusi pada kelemahan proses belajar. Perubahan neurokemikal yang telah diamati,

penurunan asetilkolin, penurunan turnover serotonin, penurunan aktivitas dopamine, dan

peningkatan norepinephrine pada otak binatang diabetes. Menariknya adalah semua kelainan ini

membaik dengan pemberian insulin. Suatu usulan hipotesa bahwa perubahan kadar glukosa yang

tinggi dan rendah pada penderitia diabetes yang tidak terkontrol bisa memperburuk fungsi

neurotransmitter.

DIAGNOSA BANDING

Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan

gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut acap kali terdapat

bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut informasi dari keluarga dan pelaku

rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.

a. Delirium versus demensia

Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium

awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua kondisi

tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada

delirium berfluktuasi.

Tabel 2. Perbandingan Delirium dan Demensia

Gambaran Klinis Delirium Demensia

Gangguan daya ingat +++ +++

Gangguan proses berpikir +++ +++

Gangguan daya nilai +++ +++

Kesadaran berkabut +++ -

16

Page 17: kh jiwa

Major attention deficits +++ +

Fluktuasi perjalanan penyakit

(1 hari)

+++ +

Disorientasi +++ ++

Gangguan persepsi jelas ++ -

Inkoherensi ++ +

Gangguan siklus tidur- bangun ++ +

Eksaserbasi nocturnal ++ +

Insight/tilikan ++ +

Awitan akut/subakut ++ -

b. Delirium versus skizofrenia dan depresi

Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai

pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya

dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang

bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang

dalam beberapa jam.

Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu keadaan

menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium. Secara umum,

halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih terorganisasi

dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.

2.7. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium,

tujuan lainnya adalah untuk memberikan bantuan fisik sensorik dan lingkungan.

a. Pengobatan farmakologis

Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis

adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol (haldol),

17

Page 18: kh jiwa

obat antipsikotik golongan butyrophenon. Pemberian tergantung usia, berat badan,dan kondisi

fisik pasien, dosis awal dengan rentang antara 2 sampai 10 mg intramuscular, diulang dalam satu

jam jika pasien teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat

atau bentuk tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan duapertiga

dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-

kira 1,5 kali kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol

mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.

Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu formula

intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting untuk

pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat

tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.

Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh

pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu

paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai

bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).

b. Non-farmakologis (pencegahan)

Berbagai literature menyebutkan bahwa pengobatan sindrom delirium sering tidak

tuntas. 96% pasienyang dirawat karena pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus

tersebut yang tuntas dalam 6 bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya

prevalensi sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yang diduga sebelumnya.

Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat menjadi penting

dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.

Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami

delirium saat dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan suasana/situasi

rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat juga dapat

mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efekanti kolinergik dan gangguan faal

kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain:

benzodiazepine, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramid,ranitidine, tioridazin,

digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa

18

Page 19: kh jiwa

tindakan sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti

cukup efektif mampumencegah delirium. Inouye et all (1999) menyarankan beberapa

tindakanyang terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada tabel 3

Tabel 3. Pencegahan Delirium dan Keluarannya

Panduan intervensi Tindakan Keluaran P

Reorientasi Pasang jam dinding

Kalender

Memulihkan orientasi 0,04

Memulihkan siklus tidur

Padamkan lampu

Minum susu hangat atau the herbal

Musik yang tenang

Pemijata (massage) punggung

Tidur tanpa obat 0,001

Mobilisasi Latihan lingkup gerak sendi

Mobilisasi bertahap

Batasi penggunaan restrain

Pulihnya mobilisasi 0,06

Penglihatan Kenakan kacamata

Menyediakan bacaan dengan huruf berukuran besar

Meningkatkan kemampuan penglihatan

0,27

Pendengaran Bersihkan serumen prop

Alat Bantu dengar

Meningkatkan kemampuan pendengaran

0,10

Rehidrasi Diagnosis dini rehidrasi

Tingkatkan asupan cairan oral kalau perlu per infuse

BUN/Cr < 18 0,04

2.8. PROGNOSIS

Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut

mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat dihilangkan

19

Page 20: kh jiwa

maka gejala-gejalanya akan hilang dalam waktu 3-7 hari dan akan hilang seluruhnya dalam

waktu dua minggu.

Pada pasien ini prognosis diragukan karena penyebabnya belum jelas diketahui dan

banyak factor yang dapat menyebabkan gangguan kesadaran pada pasien, seperti gangguan pada

system neurologi dan gangguan system endokrin dan metabolic. Sehingga pada pasien ini

prognosis Ad vitam nya adalah dubia ad malam, sedangkan prognosis Ad functionam nya

adalah dubia Ad malam.

20

Page 21: kh jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. Muslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,

Jakarta, 2013

2. Budiman, Richard. Delirium. Buku Ajar Psikiatri, Edisi 2. Jakarta : Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia

3. Lisnawati, dkk. 2012. Hubungan skor cognitive test for delirium (ctd) dengan luaran

berdasarkan glasgow outcome scale (gos) pada penderita cedera kepala tertutup ringan-

sedang. JST Kesehatan. Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Universitas Hasanuddin

4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29941/4/Chapter%20II.pdf

5.

21