Jurnal Eksakta Vol 2 No 2 September 2014 | 99 Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791 Kesesuaian Rumus Schoorl Terhadap Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (P.O) Nuril Badriyah *) *) Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO) dengan menggunakan rumus Schoorl,dan menganalisa kesesuaian rumus Schoorl terhadap bobot badan sapi Peranakan Ongole muda dengan sapi Peranakan Ongole dewasa. Penelitian ini diambil sebagai pengetahuan untuk mengukur kesesuaian bobot badan sapi Peranakan Ongole yang berada di Kabupaten Lamongan, dengan perhitungan menggunakan rumus Schoorl. Penelitian ini menggunakan 30 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) yang terdiri dari 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) muda dan 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa. Sapi – sapi tersebut diukur lingkar dadanya kemudian dihitung bobot badannya dengan menggunakan rumus schoorl. Hasil dari perhitungan rumus schoorl diuji dengan menggunakan uji kesesuaian chi kuadrat. Hasil perhitungan chi kuadrat untuk sapi muda diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 23,69 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 85,47 maka α < X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1. Pada sapi dewasa Diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 83,07 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 89,73 maka α < X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1, yaitu terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa rumus schoorl lebih sesuai jika diterapkan terhadap sapi Perankan Ongole (PO) dewasa dengan bobot badan diatas 300 kg. Karena selisih hasil perhitungan yang paling mendekati adalah hasil perhitungan pada sapi dewasa. KATA KUNCI : Rumus Schoorl, Body Weight, Sapi Peranakan Ongole (PO) I. PENDAHULUAN Negara Indonesia memiliki banyak bangsa sapi potong lokal diantaranya yaitu sapi Peranakan Ongole (PO).Bangsa sapi PO banyak tersebar luas dan sebagian besar populasinya terdapat pada pulau Jawa terutama Jawa Timur. Sapi PO merupakan bukti keberhasilan pemulihan sapi potong di Indonesia, yang terbentuk pada tahun 1930 melalui persilangan dengan grading up antara sapi Jawa dengan sapi Sumbawa Ongole (SO). Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan (Kadarsih, 2003).Peternak biasanya menggunakan bobot badan hidup sapi sebagai keberhasilan pemeliharaan dan pertumbuhan sapi yang telah dipelihara apakah sesuai dengan harapan atau tidak.Pada bidang pemasaran bobot badan sapi sangat berpengaruh pada penentuan harga. Pertambahan bobot badan pada hewan menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih besar dan diikuti dengan semakin menambah kekuatan dan kesuburan otot-otot penggantung Musculus
60
Embed
Kesesuaian Rumus Schoorl Terhadap Bobot Badan Sapi ... · PDF fileBobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ... Penelitian ini termasuk jenis metode penelitian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 99
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Kesesuaian Rumus Schoorl Terhadap Bobot Badan
Sapi Peranakan Ongole (P.O)
Nuril Badriyah *)
*) Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO) dengan
menggunakan rumus Schoorl,dan menganalisa kesesuaian rumus Schoorl terhadap bobot badan
sapi Peranakan Ongole muda dengan sapi Peranakan Ongole dewasa. Penelitian ini diambil sebagai
pengetahuan untuk mengukur kesesuaian bobot badan sapi Peranakan Ongole yang berada di
Kabupaten Lamongan, dengan perhitungan menggunakan rumus Schoorl.
Penelitian ini menggunakan 30 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) yang terdiri dari 15 ekor sapi
Peranakan Ongole (PO) muda dan 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa. Sapi – sapi tersebut
diukur lingkar dadanya kemudian dihitung bobot badannya dengan menggunakan rumus schoorl.
Hasil dari perhitungan rumus schoorl diuji dengan menggunakan uji kesesuaian chi kuadrat.
Hasil perhitungan chi kuadrat untuk sapi muda diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel
distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 23,69 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 85,47
maka α < X2
(1-α)(K-1) yang artinya terima H1. Pada sapi dewasa Diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk
14 dari
tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 83,07 yang lebih kecil daripada X2
sebesar 89,73 maka α < X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1, yaitu terdapat adanya perbedaan
yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap bobot badan sebenarnya sapi
peranakan ongole (PO).
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa rumus schoorl lebih sesuai jika diterapkan terhadap
sapi Perankan Ongole (PO) dewasa dengan bobot badan diatas 300 kg. Karena selisih hasil
perhitungan yang paling mendekati adalah hasil perhitungan pada sapi dewasa.
KATA KUNCI : Rumus Schoorl, Body Weight, Sapi Peranakan Ongole (PO)
I. PENDAHULUAN
Negara Indonesia memiliki banyak bangsa sapi potong lokal diantaranya yaitu sapi Peranakan
Ongole (PO).Bangsa sapi PO banyak tersebar luas dan sebagian besar populasinya terdapat pada
pulau Jawa terutama Jawa Timur. Sapi PO merupakan bukti keberhasilan pemulihan sapi potong di
Indonesia, yang terbentuk pada tahun 1930 melalui persilangan dengan grading up antara sapi Jawa
dengan sapi Sumbawa Ongole (SO). Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas
ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang
badan dan tinggi badan (Kadarsih, 2003).Peternak biasanya menggunakan bobot badan hidup sapi
sebagai keberhasilan pemeliharaan dan pertumbuhan sapi yang telah dipelihara apakah sesuai dengan
harapan atau tidak.Pada bidang pemasaran bobot badan sapi sangat berpengaruh pada penentuan
harga. Pertambahan bobot badan pada hewan menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih besar dan
diikuti dengan semakin menambah kekuatan dan kesuburan otot-otot penggantung Musculus
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 100
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
serratus ventralis dan Musculus pectoralis yang terdapat didaerah dada, sehingga pada gilirannya
ukuran lingkar dada semakin meningkat.
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan mengukur panjang badan dan lingkar
dada. Terdapat beberapa rumus penduga bobot badan ternak menggunakan lingkar dada yaitu
Schoorl, Winter, dan Denmark. Diantara rumus-rumus pendugaan bobot badan tersebut, rumus
schoorldiperkirakan sebagai rumus yang paling akurat terhadap bobot badan ternak
sebenarnya.Rumus-rumus tersebut dapat digunakan untuk sapi, kambing, domba, babi dan kerbau
(Gofar, 2000). Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengukuran badan ternak yang
meliputi panjang badan adalah panjang dari titik bahu ke titik tulang (pin bone) dan lingkar dada
diukur pada tulang rusuk paling depan persis pada belakang kaki depan (Deptan, 2010). Penelitian
ini dilakukan oleh peneliti di Kabupaten Lamongan, dikarenakan banyaknya populasi sapi Peranakan
Ongol (PO) yang dipelihara oleh peternak di Kabupaten Lamongan.
Dalam penelitian yang berjudul Kesesuaian Rumus Schrool Terhadap Bobot Badan Sapi
Peranakan Ongole Di Kabupaten Lamongan ini peneliti bermaksud untuk mengukur nilai kesesuaian
bobot badan sapi peranakan ongole dengan menggunakan rumus Schrool, yang diharapkan
untukmendapat nilai yang paling mendekati dengan bobot badan sapi sesungguhnya.
II. METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Kegiatan
Penelitian ini dilaksanakan selama ± 1 bulan yaitu mulai awal bulan Juni 2014 sampai awal
Juli 2014 di kandang milik ibu Reni desa Dati, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa
Timur dan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang terletak di Kecamatan Babat, Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur.
Metode
Penelitian ini termasuk jenis metode penelitian kuantitatif yang komparatif, karena telah
memenuhi kaidah – kaidah ilmiah yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional dan
sistematis.
Analisis Data
Data primer merupakan data utama yang pengambilanya dilakukan secara langsung. Data
primer ini diperoleh dari pengukuran terhadap 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa di
Rumah Potong Hewan (RPH) Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur dan 15 ekor
sapi Peranakan Ongole (PO) muda di kandang milik ibu Reni Desa Dati Kecamatan Pucuk,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Data sekunder ini dalam rangka pembuktian hipotesis, maka dalam penelitian ini
menggunakan analisis Chi-Kuadrat ( 2) untuk masing-masing metode pengukuran. Rumus umum
chi-kuadrat adalah sebagai berikut:
Dimana, Oi : Frekuensi pengamatan ke-i
Ei : frekueni yang diharapkan mengikuti hipotesis yang dirumuskan
(frekuensi harapan ke-i)
P : notasi untuk banyaknya perlakuan yang dicobakan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 101
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Pengukuran Lingkar Dada dan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (PO)
Di bawah ini disajikan nilai rata-rata lingkar dada dan bobot badan sapi peranakan Ongole
Tabel 3. Data rata – rata lingkar dada dan bobot badan sapi peranakan ongole (PO)
No Nomor Sapi Umur Kategori
Rata-Rata
Lingkar
Dada
Bobot
Badan
1 POM 001 – POM 015 0 – 2
Tahun Muda 151,87 288,77
2 POD 001 – POD 015 2 – 5
Tahun Dewasa 172,3 406,9
Sumber : data diolah (2014)
Data pengukuran lingkar dada dan bobot badan pada sapi peranakan Ongole di Kabupaten
Lamongan yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa
sapi – sapi Peranakan Ongole (PO) yang digunakan oleh peneliti terdiri dari kategori muda dengan
umur 1 – 2 tahun, rata – rata lingkar dada 151,87 kg, rata – rata bobot badan 288,77 kg dan
kategori dewasa dengan umur 2 – 4,5 tahun, rata – rata lingkar dada 172,3, rata – rata bobot badan
406,9.
Menurut pendapat Cole dan Lowrie (1974) sapi muda terhitung pada waktu lahir sampai
umur 2 tahun, karena pada saat itu tulang merupakan komponen karkas yang tumbuh paling besar,
kemudian tumbuh lebih lambat dari otot - otot dan pertumbuhannya semakin menurun saat sapi
mulai dewasa dengan umur diatas 2 tahun. Menurut (Guntoro, 2002) sapi Peranakan Ongole (PO)
mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan pakan lebih baik dan efisien pada pemberian pakan
berkualitas.
Hasil Analisis Bobot Badan dengan Kesesuaian Rumus Schoorl
Tabel 4. Hasil Analisis Bobot Badan Sapi PO dengan kesesuaian Rumus Schoorl.
Kategori ternak
Rata – rata
Lingkar Dada
(cm)
Rata – rata
Bobot Badan
Nyata (Kg)
Rata – rata
perhitungan
rumus Schoorl
Kesesuaian BBN
dengan PRS (%)
Sapi Muda 151,87 288,77 311 0,93
Sapi Dewasa 172,3 406,9 379,87 1,07
Sumber : data diolah (2014)
Keterangan : BBN adalah Bobot Badan Nyata
PRS adalah Perhitungan Rumus Schoorl
Data perhitungan bobot badan dengan menggunakan rumus Schoorl pada sapi Peranakan Ongole di
Kabupaten Lamongan yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 - Lampiran 7.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sapi – sapi Peranakan Ongole (PO) kategori muda dengan
rata – rata lingkar dada 151,87 cm, rata – rata bobot badan 288,77 kg, perhitungan rumus Schoorl
311 kg, kesesuaian rumus Schoorl 0,93% dan kategori muda dengan rata – rata lingkar dada 172,3
cm, rata – rata bobot badan 406,9 kg, perhitungan rumus Schoorl 379,87 kg, kesesuaian rumus
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 102
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Schoorl 1,07%, jadi dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa rumus Schoorl lebih sesuai jika
diterapkan pada sapi dewasa.
Hasil Analisis Bobot badan dengan Rumus Schoorl berdasarkan perhitunngan uji Chi-
Kuadrat
Hasil analisis rumus schoorl berdasarkan perhitungan uji chi kuadrat selengkapnya dapat dilihat
dalam lampiran 8 – lampiran 10.
Tabel 5 Hasil analisis rumus schoorl berdasarkan perhitungan uji chi kuadrat
Kategori ternak Bobot Badan Nyata
(kg)
Perhitungan rumus
Schoorl (kg)
Hasil Uji Chi-
Kuadrat
Muda 288,77 311,00 85,47
Dewasa 406,90 379,87 83,07
Sumber : data diolah (2014)
Hasil analisis chi kuadrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) muda dapat dilihat pada lampiran 8
menunjukkan bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2
sebesar 23,69 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 85,47 maka α <X2 (1-α)(K-1) yang artinya
terima H1.
H1 : Terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap
bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO).
Hasil analisis chi kuadrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa dapat dilihat pada lampiran 9
menunjukkan bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi kuadrat didapat nilai X2
sebesar 23,69 yang lebih kecil dari pada X2 sebesar 83,07 maka α <X2 (1-α)(K-1) yang artinya
terima H1.
H1 : Terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap
bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian perhitungan bobot badan dengan menggunakan rumus Schoorl, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa nilai chi kuadrat sapi muda adalah 85,47 dan nilai chi kuadrat
sapi dewasa adalah 83,07. Menurut Sudjana (2005), jika nilai x2 (chi kuadrat) semakin kecil dari
nilai tabel, maka tingkat kesesuaian semakin tinggi.
Dalam penelitian ini hasil perhitungan bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO) dengan
menggunakan rumus Schoorl lebih mendekati dengan hasil perhitungan bobot badan sebenarnya jika
dilakukan pada sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa dengan bobot diatas 300 kg, sedangkan jika
dilakukan pada sapi Peranakan Ongole (PO) muda atau sapi Peranakan Ongole (PO) dengan bobot
dibawah 300 kg, hasilnya
kurang sesuai.
REFERENSI
Achmadi. 2000. Natural Increase Sapi Potong di Wilayah Jawa Tengah Bagian .Timur.Skripsi .
Fakultas Petemakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Akbar, M., 2008.Pendugaan Bobot Badan Sapi Persilangan Limousin Berdasarkan Panjang Badan
dan Lingkar Dada.Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.
Anonim, 2011. Pola Pertumbuhan Jaringan Tulang Sapi. Peternakan-id.blogspot.com
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 103
Pane, I. 1990.Upaya Peningkatan mutu genetik sapi Bali di Mali.Seminar Nasional Sapi Bali.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, Bali .
Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Parakkasi, A. 1999.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Press. Jakarta.
Pond, W.G., D.C. Chruch, K.R. Pond, and P.A. Schoknecht. 2005. Basic Animal Nutrition and
Feeding. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Purnomoadi, Agung. 2003. Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Universitas Diponegoro, Semarang.
Santoso, U. 2003. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi. Cetakan Keempat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S. B. 2002. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetak kedua. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat.Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
Sudjana 2005. Metoda Statistika Edisi 6. Tarsito, Bandung.
Sugeng, B. Y. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugiyono.2013. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Supriyono. 1998. Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Supriyana, U. 2005. Pengaruh pemberian kualitas konsentrat yang berbeda terhadap kinerja produksi
sapi Peranakan Ongole jantan.Tesis. Pascasarjana Ilmu Peternakan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Thalib, C. dan A. R. Siregar. 1999. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pedet PO dan
Crossbreednya dengan Bos Indicus dan Bos Taurus dalam Pemeliharaan Tradisional. Proc.
Sem. Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 1 : 200 – 2007.
Williamson, G dan W. J. Payne.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis, Cetakan Pertama,
Diterjemahkan SGN. Djiwa Darmadja.Gajah Mada Universicity Press, Yogyakarta.
Yusuf, M. 2004. Hubungan Antara Ukuran Tubuh Dengan Bobot Badan Sapi Bali di Daerah Bima
NTB.Skripsi. Skripsi Fakultas Peternakan Gadjah Mada, Yogyakarta.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 104
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Halaman ini sengaja dikosongkan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 105
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Pemberian Probiotik Dengan Carrier Zeolit Pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus)
Faisol Mas„ud
Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Penelitian tentang pemberian probiotik dengan carrier zeolit pada pembesaran ikan lele dumbo
( Clarias gariepinus) telah dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Pembenihan Ikan dan Kolam Percobaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.lamongan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh dari penambah probiotik dengan carrier zeolit terhadap kodisi kualitas air dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Benih yang
digunakan adalah benih ikan lele dumbo dengan ukuran 7-9 cm dan berat 8,13 gram/ekor. Benih ikan lele dumbo berasal dari kolam BBI Karanggeneng. Wadah pembesaran berupa kolam beton ukuran
2x1x0,5 meter, dan setiap kolam diisi dengan 600 L air tawar. Perlakuan yang dilakukan adalah pemberian probiotik dengan carrier zeolit dengan jumlah yang berbeda yaitu dosis 2,5 mg/L; 5 mg/L;
7,5 mg/L; serta ditambah dengan satu perlakuan kontrol. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing -masing perlakuan di ulang sebanyak 4 kali
ulangan. Pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebanyak 5mg/L dapat menekan konsentarsi
amonia (0,17-0,22 ppm) dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan lele yang tinggi yaitu 82% dan 85%. Kata kunci : Benih ikan lele dumbo, probiotik, Kualitas air, Kelangsungan hidup, pertumbuhan
I.PENDAHULUAN Ikan lele masuk ke Indonesia pada tahun 1985, usaha pengembangan ikan lele di Indonesia
semakin meningkat. Ikan lele dijadikan komoditas yang diunggulkan karena membutuhkan lahan
yang terbatas dengan padat tebar tinggi, mudah diterapkan masyarakat, dan pemasarannya relatif
murah (Hutagalung, 2007) . Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun ini mengalami peningkatan
karena permintaan konsumen semakin meningkat. Hal ini yang mendorong pembudidaya untuk
memproduksi ikan lele sampai ukuran konsumsi. Untuk meningkatkan produksi biasanya
pembudidaya melakukan budidaya ikan lele dalam lahan yang terbatas dengan padat tebar tinggi,
sehingga diharapkan produksi ikan lele yang dihasilkan akan banyak dan memenuhi permintaan
konsumen (Suyanto, 2001). Pemeliharaan ikan lele dumbo dengan padat tebar yang tinggi dan manajemen pakan yang
kurang baik akan membuat kondisi air di kolam akan buruk, karena terjadi penumpukan bahan-bahan organik yang bersifat toksik bagi ikan lele. Dampak dari toksik akan menimbulkan gejala stress, menurunnya nafsu makan, timbulnya berbagai macam penyakit dan pada akhirnya akan menimbulkan kematian ikan lele, oleh karena itu perlu adanya pengelolaan kualitas air.
Pengelolaan kualitas air untuk keperluan budidaya sangat penting, karena air merupakan media hidup bagi kehidupan organisme akuakultur (Mulyanto, 1992). Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan baik secara fisik maupun kimia, tetapi biaya yang diperlukan untuk menggunakan cara ini masih cukup besar dan terkadang tidak ramah lingkungan (Susanto, 1987 dalam Malau, 2003). Oleh karena itu maka pada media pemeliharaan digunakan teknik bioremediasi yaitu memanfaatkan bakteri probiotik dengan carier zeolit pada media pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Zeolit merupakan suatu kelompok mineral alumunium silika yang berstruktur tiga dimensi
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 106
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ion-
ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas. Jumlah zeolit
di Indonesia sangat berlimpah dan tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Zeolit dalam
perikanan dapat digunakan dalam membersihkan air kolam ikan dan dapat mengurangi kadar
nitrogen pada kolam ikan (Sujarwadi, 1997). Pemberian probiotik carier zeolit merupakan salah satu usaha kegiatan melalui pemeliharaan
bertujuan untuk memperbaiki serta mempertahankan kualitas air yaitu dengan cara mengoksidasi senyawa organik. Senyawa ini berasal dari sisa pakan, feces, plankton dan organisme yang mati.
Selain itu dapat menurunkan senyawa metabolit beracun (ammonia dan nitrit), mempercepat pembentukan dan kestabilan plankton, menurunkan pertumbuhan bakteri yang merugikan, penyedia
pakan alami dalam bentuk flok bakteri dan menumbuhkan bakteri pengurai (Moriarty, 1998 dalam Febriani, 2008). Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah bagaimana peranan bakteri probiotik dengan
carier zeolit pada pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemberian probiotik dengan carier zeolit
yang dapat meningkatkan produktivitas hasil pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terutama
pembudidaya mengenai peranan bakteri probiotik dengan carier zeolit dalam meningkatkan produksi
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Kerangka pemikiran
Menurut Suyanto (2007), ikan lele dumbo dalam kondisi normal dapat mencapai ukuran 250
gram/ekor jika dipelihara selama 100 hari. Dalam budidaya hal yang harus diperhatikan dalam usaha
pembesaran ikan lele dumbo sampai pada ukuran konsumsi adalah
kondisi kualitas air. Pada pemeliharaan ikan lele dumbo dengan padat tebar tinggi dan pemberian pakan secara berlebih akan menghasilkan limbah bahan organik dalam jumlah banyak, kemudian akan mengalami pembusukan dan menghasilkan ammonia yang bersifat racun sehingga air tercemar (Murtiati et al., 2004).
Secara teknis upaya untuk memperbaiki kualitas air dilakukan dengan cara penyiponan atau
pergantian air secara berkala. Metode ini ternyata masih menimbulkan resiko kematian ikan yang
cukup tinggi, hal ini dikarenakan ikan mengalami stress sehingga nafsu makan ikan menurun selain
itu metode ini juga memerlukan waktu cukup lama serta tenaga dan biaya yang cukup besar
(Susanto, 1987 dalam Taufik et al., 2005). Salah satu cara alternatif untuk dapat mempertahankan kualitas media pemeliharaan secara
efektif dan efisien adalah dengan menggunakan metode bioremidiasi yaitu penambahan bakteri
probiotik dengan carier zeolit pada pembesaran benih lele dumbo (Clarias gariepinus). Menurut Ali
(2000), penggunaan probiotik ke dalam air pemeliharaan ikan dapat memberikan pengaruh yang baik
terhadap kesehatan ikan karena probiotik tersebut akan mengubah komposisi bakteri di dalam air dan
sedimen sehingga dapat memperbaiki beberapa parameter kualitas air dan meningkatkan
kelangsungan hidup benih ikan. Zeolit adalah bahan yang berbentuk kristal yang berfungsi sebagai
penyerap ion NH3 , Fe, Mn, dan air. Adanya zeolit tersebut dapat mengurangi pencemaran
lingkungan (Rif‟an et al., 2003) dan hasil penelitian Vaulina (2002) menyebutkan bahwa
penggunaan carier zeolit mampu menyerap logam berat pada limbah perairan seperti Pb, Hg, dan Cd. Rahmadiarti (2009) menunjukkan bahwa pada benih ikan nila dengan kepadatan 5 ekor/L dan bobot
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 107
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
rata-rata 5 gram/ekor menunjukkan bahwa penggunaan probiotik Epicin Pond Direct dengan dosis 3
mg/L memberikan pengaruh tertinggi dengan 1,92% untuk laju pertumbuhan dan 51,53% untuk
efisiensi pemberian pakan. menunjukan bahwa pemberian probiotik Pro Tech dengan dosis 5 mg/L
pada post larva udang windu memberikan pengaruh tertinggi pada laju pertumbuhan yaitu sebesar
28,42 % dan konsentrasi ammonia total pada media pemeliharaan adalah 0,025 mg/L. II METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Lamongan yang dilaksanakan mulai bulan Februari – Mei 2014. 1. Kolam Beton ukuran 2x1x0,5 meter sebanyak 16 buah. 2. Termometer mengukur suhu. 3. Aerasi sebagai suplay oksigen. 4. Saringan untuk memindahkan ikan. 5. Teskit merek tetra untuk mengukur amonia. 6. Timbangan digital utuk mengukur bobot ikan. 7. DO meter untuk mengukur oksigen terlarut.
8. pH meter untuk mengukur pH. Bahan Penelitian 1. Ikan lele ukuran 7-9 cm dengan bobot rata-rata 8,13 sebnayak 960 ekor dengan kepadatan 1
ekor/60 L yang berasal dari kolam Ciparanje. 2. Probiotik dengan carrier zeolit bentuk bubuk.
3. Pakan komersial berupa pellet apung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap dengan empat kali perlakuan dan empat kali ulangan sehingga percobaan menjadi 16 unit percobaan, dengan perlakuan yang diberikan sebagai berikut : Perlakuan A = Tanpa menambahkan probiotik (Kontrol) Perlakuan B = Penambahan probiotik sebanyak 2,5 mg/L. Perlakuan C = Penambahan probiotik sebanyak 5 mg/L
Perlakuan D = Penambahan probiotik sebanyak 7,5 mg/L
Model Rancangan Acak Lengkap yang digunakan adalah sebagai berikut (Gaspersz,1991)
Yij = μ + τi + εij
Keterangan
Yij = Efektifitas pemberian probiotik pada perlakuan ke satu dan ulangan ke-j µ = Rata-rata sebenarnya τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Kekeliruan berupa pengaruh acak
ulangan ke-j yang diberi perlakuan
ke-i
Pada penelitian ini yang diamati adalah parameter kualitas air dan kelangsungan hidup ikan
lele dumbo. Sebelum dilakukan percobaan, ikan uji diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan yang
baru selama beberapa hari. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 108
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
tahap persiapan dan tahap penelitian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Air Air merupakan media hidup organisme akuatik, oleh karena itu kualitas air sangat
menentukan pertumbuhan dan kelangsungan organisme tersebut. Beberapa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu ammonia (NH3), derajat keasaman (pH), Oksigen terlarut (DO) dan suhu. Amonia
Nilai kisaran amonia yang terukur selama pemeliharaan ikan lele dumbo pada setiap
pengamatan berada pada kisaran 0,03-0,029 mg/L (Lampiran 2). Nilai kisaran amonia dari hasil
pengamatan ini masih memenuhi kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu
kurang dari 1 mg/L (Mahyudin, 2008). Selama pemeliharaan ikan lele dumbo, penambahan probiotik
ke kolam pemeliharaan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan nilai
amonia. Ini terlihat dari hasil pengukuran konsentrasi amonia pada masing-masing kolam
pemeliharaan menunjukkan dengan pemberian probiotik sebanyak 2,5 mg/L, 5 mg/L, 7,5 mg/L
konsentrasi amonianya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kolam kontrol. Hal ini dimungkinkan karena pada kolam kontrol terjadi penumpukan amonia yang bersumber dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang menumpuk dan tidak terdekomposisi seluruhnya oleh bakteri pengurai. Hasil metabolisme dan sisa pakan ini merupakan bahan organik dengan kandungan protein yang tinggi yang diuraikan menjadi polypeptide, asam-asam amino, dan akhirnya menjadi amonia sebagai produk akhir pada dasar wadah pemeliharaan (Kordi dan Tanjung, 2007). Dengan
penambahan probiotik pada kolam pemeliharaan maka akan terjadi penguraian bahan organik di dalam kolam sehingga hasil dari bahan organik yang akan menjadi amonia dapat ditekan konsentrasinya sehingga menunjukan bahwa dengan pemberian probiotik ke kolam pemeliharaan maka konsentrasi amonia akan lebih rendah bila dibandingkan dengan kolam kontrol Derajat Keasaman (pH)
Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata pH selama penelitian berada pada kisaran 7,52- 8,23 (Gambar 7). Nilai kisaran pH hasil pengamatan selama penelitian masih memenuhi kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu kisaran 6-9 (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006).
Derajat keasaman (pH) paling tinggi terjadi pada sampling ke-8 pada perlakuan kontrol yaitu
sebesar 8,23 dan yang paling rendah terjadi pada sampling ke-8 pada pemberian probiotik 2,5 mg/L.
Terjadinya fluktuasi pH selama penelitian untuk setiap perlakuan diduga disebabkan adanya
pelepasan dan pengambilan CO2 oleh organisme yang ada dalam kolam sehingga membentuk sistem
penyangga. Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama penelitian pada semua kolam perlakuan tidak menunjukan perbedaan yaitu sekitar 25-26
0C (Lampiran 5). Kisaran suhu air ini masih berada dalam
kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu berkisar antara 22-320C (Ditjen
Perikanan Budidaya, 2006). Menurut hasil analisis suhu selama penelitian peningkatan suhu air dapat menyebabkan terjadi
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh bakteri (Effendi, 2003). Suhu air akan mempengaruhi
kerja enzim pada bakteri, yaitu semakin tinggi suhu air maka proses metabolisme bakteri akan
semakin meningkat sehingga aktifitas penguraian nitrogen akan semakin cepat. Oksigen Terlarut (DO)
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 109
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan DO dalam air pemeliharaan kisaran oksigen terlarut rata-rata yang terukur selama penelitian pada semua perlakuan berada pada kisaran 5,64 mg/L – 6,70 mg/L (Lampiran 3). Nilai kisaran oksigen terlarut dari hasil pengamatan ini masih memenuhi
kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu lebih dari 3 mg/L (Ditjen Perikanan
Budidaya, 2006). Hal ini dikarenakan adanya aerasi yang diberikan pada seluruh perlakuan sehingga
kandungan oksigen terlarut pada setiap kolam pemeliharaan relatif sama meskipun terdapat fluktuasi
yang cukup signifikan Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode. Kelangsungan hidup dapat digunakan dalam mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan kontrol (tidak diberi probiotik) dan perlakuan
dengan penambahan probiotik dengan konsentrasi yang berbeda ke dalam air pemeliharaan ikan lele
dumbo menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 68,33- 85,00 % (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo Perlakuan (mg/L) Rata-rata Kelangsungan Hidup (%)
Kontrol 68,33a
2,5 mg/L 80,00b
5 mg/L 85,00b
7,5 mg/L 83,33b
Hasil penelitian menunjukan bahwa kolam yang tidak diberi probiotik dengan carrier zeolit
menghasilkan kelangsungan hidup terendah yaitu 68,33% dan berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Pemberian probiotik sebesar 5 mg/L memberikan kelangsungan hidup tertinggi meskipun
tidak menunjukan tidak berbeda nyata dengan pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebesar 2,5
mg/L dan 7,5 mg/L (Tabel 2).
Laju Pertumbuhan Hasil penelitian menunjukkan pemberian probiotik dengan carrer zeolit yang berbeda dalam
air pemeliharaan menghasilkan laju pertumbuhan harian antara 0,05-0,82 % (Lampiran 9). Nilai
kelangsungan hidup terendah ditunjukan pada pemberian probiotik sebanyak 7,5 mg/L dan nilai
kelangsungan yang tertinggi ditunjukan pada pemberian probiotik sebanyak 5 mg/L. Berdasarkan
analisis statistik perbedaan nilai kelangsungan hidup tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P < 0,05).
Rendahnya laju pertumbuhan pada perlakuan kontrol disebabkan karena pada kolam tidak
ditambahkan probiotik, sehingga populasi bakteri yang dapat mengoksidasi bahan organik sedikit.
Dengan demikian akan terjadi peningkatan bahan organik pada media dan akan menjadi racun dalam
air pemeliharaan. Dampaknya akan memicu timbulnya penyakit dan kurangnya nafsu makan
sehingga berakibat pada rendahnya laju pertumbuhan ikan lele dumbo (Taufik dkk. 2005). Kemudian
rendahnya nilai kelangsungan hidup pada perlakuan 7,5 mg/L di duga karena bakteri probiotik yang
diinokulasi mulai tidak efektif dan terlalu banyak mikroba probiotik dalam media pemeliharaan,
sehingga terjadi persaingan negatif seperti persaingan dalam penggunaan nutrien dan ruang
(Aryantha dalam Agustin, 2000).
IV. KESIMPULAN Pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebanyak 5mg/L dapat menekan konsentarsi amonia
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 110
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
(0,17-0,22 ppm) dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan lele
dumbo yang tinggi yaitu 82% dan 85%.
DAFTAR PUSTAKA Agustin, A. 2000. Potensi Mikroba Probiotik dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Kesintasan
Udang Windu dalam Skala Lab. Skripsi, Institut Tekhnologi Bandung.
Ali, A. 2000. Probiotics in Fish Farming : Evolution of a Candidate Bacterial Mixture. Thesis.
Vatten Bruksinintutionen. http://www.varbr.clu.se Diakses 19 febuari 2012
Balai Budidaya Air Tawar. 2004. Mengenal Lele Dumbo. Leaflet. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Ditjenkan. Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi. 5 halaman.
Barnabe. G. 1990. Aquaculture, Volume 1. Ellis Horwood, London. Halaman 38-198. Boyd, E. C., dan F. Lichkoppler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish Culture /
Pengelolaan Kualitas Air Kolam. Alih Bahasa: Artati, F. Cholik, dan R. Arifudin. 1986. Dirjen
Perikanan, Jakarta. 52 halaman. Boyd. C.E., Gross.A. 1998. Use of Probiotics for Improving Soail and Water Quality in Aquaculture
Ponds in Flagel, T.W.(Ed.) Advance in Shrimp Biotechnology. National Center for Genetic Engineering and Biotechnology. Bangkok, Thailand. 437 halaman.
Chon
a. 1872. Bacillus sp. http://en.wikipedia.org/wiki/Bacillus. Diakses pada tanggal 23 Mei 2012.
Chonb. 1872. Nitrosomonas sp. http://en.wikipedia.org/wiki/Nitroso monas. Diakses pada tanggal 23
Mei 2012. Dhahiyat, Y. 1992. Pengelolaan dan Pemantauan Kualitas Air. Environmental Management of
Urban Development Project, T.A No 1473-INO. 45 halaman.
Dinas Perikanan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. 2006. Buku Tahunan Statistikb Perikanan
Budidaya 2006. Bandung
Effendi, E. 2005. Fungsi Probiotik dalam Budidaya Perikanan. www.unila.ac.id Diakses 19 febuari
2012
Effendi, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 halaman.
Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka Nusantara, Bogor. Hal 92-100;
130-132
Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Prairan.
Kanisius, Yogyakarta. Halaman 258.
Effendi. M.I 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius, Yogyakarta. 258 halaman.
Feliantra, I. Irwan dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Asap Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoganus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur
Indonesia, 6(2): 75-80.
Fuller, R. 1992. History and Development of Probiotics, Chapman and Hall.London
Hernowo, dan S. Rachmatun. 2002. Pembenihan Ikan Dan Pembesaran Lele Di Pekarangan,
Sawah, dan Longyam. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 halaman.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 111
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Kajian Kualitas Air Ditinjau Dari Indeks Keanekaragaman
Plankton Muara Kali Kethek Desa Sedayu Lawas
Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan
Endah Sih Prihatini
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan
dominansi plankton dan menganalisis tingkat saprobitas sebagai indikator tingkat pencemaran muara
serta mengetahui kondisi kualitas air yang mendukung kelimpahan dan keanekaragaman plankton di
sepanjang di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sampling dan metode purposive random
sampling terhadap 4 Stasiun pengambilan sampling dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan jarak
antar ulangan 5-10 meter sehingga diperoleh 12 sampel air didapat dari 4 Stasiun dengan kode A1,
A2, A3 ; B1, B2, B3 ; C1, C2, C3 dan D1,D2,D3. Selanjutnya mengkaji beberapa parameter yang
diteliti antara lain saprobik indeks dan tropik saprobik indeks plankton, serta indeks keanekaragaman
plankton.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila dilihat dari nilai indeks
keanekaragamannya, maka stasiun A, B, C dan D berada pada kisaran 1,705 – 1,841
artinya menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini dikarenakan nilainya lebih
kecil dari 2,3026. Dengan menggunakan indeks keanekaragaman di tentukan kondisi perairan Kali
Kethek, nilai indeks keanekaragamannya masuk pada kisaran 1 – 3, sehingga dapat dikatakan
perairan muara Kali Kethek berada dalam kondisi tercemar sedang. Dan berdasarkan hasil
perhitungan rata – rata nilai SI berada pada kisaran 0,82 – 1,25 termasuk dalam kelompok β-
mesosaprobik atau perairan yang tercemar ringan hingga sedang karena berada pada kisaran 1,0 –
1,5 dan TSI berada pada kisaran 0,43 – 0,49 masuk dalam kelompok β/α-mesosaprobik yang artinya
perairan pada kondisi tercemar sedang. Hal tersebut berdasarkan penelitian, apabila TSI berkisar
antara 0 – 0,5. Pada pengukuran parameter kualitas air di semua stasiun , DO berada pada nilai
kisaran 4,93 – 6,06 mg/L, kadar nitrit berkisar 0,13 – 0,32 mg/L, kadar ammonia berkisar 0,3 – 0,5
mg/L sehingga terindikasi pencemaran ringan.
Kata kunci : Kualitas air, indeks keanekaragaman, indeks saprobitas, plankton
I. PENDAHULUAN Muara Kali Kethek yang merupakan bagian hilir dari pecahan sungai Bengawan Solo,
membawa pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat, airnya digunakan sebagai sumber
utama bagi kegiatan pembudidayaan ikan atau udang oleh penduduk setempat di gunakan untuk
dermaga Pelabuhan Rakyat Brondong dan digunakan untuk pengolahan perikanan dan kawasan
padat penduduk akan memberikan dampak adanya pencemaran perairan. Ekosistem perairan
merupakan bagian integral dari lingkungan hidup manusia yang relatif banyak dipengaruhi oleh
berbagai macam kegiatan manusia serta dapat dijadikan sebagai pedoman untuk kerusakan
lingkungan. Segala aktifitas manusia akan menyebabkan perubahan pada ekosistem muara
(Triatmodjo, 1999 dalam Zahidin, 2008).
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 112
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 1990).
Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan kualitas lingkungan
pada waktu tertentu. Untuk indikator biologi dapat memantau secara kontinyu dan merupakan
petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Keberadaan organisme muara dapat
digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Akibat
adanya pencemaran terhadap organisme muara adalah menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan
hayati pada lokasi yang terkena dampak pembuangan limbah.
Plankton yang mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan indikator
pencemaran perairan. Kehadiran plankton di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik
suatu perairan, berada dalam kondisi subur atau tidak selain itu plankton juga dapat menunjukkan
perairan dalam kondisi stabil atau tidak stabil (Dawes, 1981 dalam Amin dan Utojo, 2007).
Untuk mengetahui sejauh mana pencemaran di muara Kali Kethek maka perlu adanya
penelitian kajian kualitas air di muara kali kethek desa sedayulawas kecamatan brondong kabupaten
lamongan di tinjau dari indeks keanekaragaman dan indeks saprobitas plankton
II. METODE PENELITIAN
2.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama 32 hari yaitu 10 Januari 2013 sampai 10 Pebruari 2013.
Penelitian ini dilaksanakan di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan, sedangkan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Lamongan. Stasiun pengambilan sampel dibagi menjadi empat lokasi yang
terdiri dari :
a. Stasiun A (ST .A) Sebelah timur Pelabuhan Rakyat Brondong berjarak 1.000 meter dari break
water, merupakan muara yang dangkal dan terdapat karang.
b. Stasiun B (ST .B) .Berada di dekat muara Kali Kethek menuju ke hilir mendekati break
water, di bagian tepi kanan kirinya ada dinding tanggul dan berdekatan dengan pipa
pembuangan milik perusahaan pengolahan ikan setempat.
c. Stasiun C (ST .C) . Berada di dekat dermaga Pelabuhan Rakyat Brondong menuju ke arah
muara Kali Kethek, di bagian salah satu tepinya menjadi tempat tambatan kapal yang berlabuh,
tepi yang lainnya terdapat timbunan tanah akibat pendangkalan.
d. Stasiun D (ST .D) . Berada dipinggir pantai yang dangkal di wilayah Dusun wedung Desa
Sedayulawas.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan penelitian adalah: Plankton Net no.25, botol sampel, ember plastik, pipet
tetes, formalin, kertas label, san alat tulis. Mikroskop trinokuler, sedgwich rafter, tissue, buku
identifikasi plankton. Termometer, refraktometer, pH paper, DO meter, nitrit, dan amonia
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dan metode purposif random sampling
terhadap 4 stasiun pengambilan sampling dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan jarak antar
ulangan 5 - 10 meter dan metode penelitian sampel (Sample Survey Method)
Penelitian ini adalah riset deskriptif yang bersifat eksploratif, bertujuan untuk
menggambarkan keadaan atau status fenomena. Apabila datanya telah terkumpul, lalu
diklasifikasikan menjadi 2 ( dua ) kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif (Arikunto,
1999).
Parameter utama dalam penelitian adalah plankton yang diambil di lokasi penelitian yaitu
di sekitar muara Kali Kethek Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 113
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jeda atau interval waktu pengambilan sampel adalah setiap 2 ( dua ) minggu sekali,
sehingga sampel yang diperoleh akan berbeda secara signifikan untuk tiap-tiap pengambilan sampel.
Diperoleh 12 sampel air didapat dari 4 Stasiun dengan kode A1, A2, A3 ; B1, B2, B3 ; C1, C2, C3 ;
dan D1,D2,D3.
Untuk mengidentifikasi dan menghitung kelimpahan fitoplankton, contoh air disaring
sebanyak 25 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm. Hasil penyaringan dimasukkan
ke dalam botol film dan diawetkan dengan formalin 4% sebanyak 2 - 3 tetes. Selanjutnya sampel
tersebut diidentifikasi di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan dengan
mengacu kepada pustaka Sachlan (1982) dan Thomas (1997).
2.2 Analisis Data
Semua data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif. Menurut Hadi (1982)
analisis deskriptif digunakan untuk dapat menggambarkan mengenai situasi dan kondisi pada
waktu dan tempat yang terbatas untuk mengetahui situasi dan kondisi lokal suatu lokasi yang dapat
digeneralisasikan pada waktu dan lokasi yang berbeda. Data yang diperoleh disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik serta dilakukan interpretasi.
2.2.1 Kelimpahan plankton
Mengacu kepada Wardhana,W (2003) bahwa pencacahan plankton dilakukan dengan
menghitung jumlah plankton per satuan volume. Kepadatan plankton dalam sel atau individu per
satuan volume dapat diketahui dengan mempergunakan rumus sebagai berikut :
D = q ( 1
) ( 1
) f V
Dimana :
D : Jumlah plankter per satuan volume ( Ind/liter )
q : Jumlah plankter dalam subsampel ( Ind )
f : fraksi yang diambil ( volume subsampel per volume
sampel )
V : Volume air yang tersaring ( ml ) = 250 ml
Volume sampel di dalam botol film dinyatakan dalam simbol “ I ” dan untuk mengetahui volume
sampel air, terlebih dahulu dihitung volume botol film dengan mempergunakan rumus :
v = 𝜋𝑟2t ( di konversi dalam liter )
Volume subsampel dinyatakan dalam simbol “p” dengan volume 0,1 ml, sedangkan volume air yang
tersaring diketahui 250 ml.
2.2.2 Indeks Keanekaragaman
Untuk menghitung keanekaragaman, maka digunakan indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener (Romimohtarto dan Juwana, 2005) sebagai petunjuk pengolahan data.
H' = - ( ni / N ) ln ( ni / N )
Dimana :
H‟ = Indeks Diversitas Shannon-Wienner
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 114
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah individu keseluruhan
Kisaran total indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut modifikasi Wilhm dan
Dorris (1968) dalam Dianthani (2003) :
− H‟ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan
komunitas rendah
− 2,3026 < H ‟< 6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan
komunitas sedang
− H‟ > 6,907 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan
komunitas tinggi
Berdasarkan indeks keanekaragaman juga dapat ditentukan kriteria mutu kualitas muara
(modifikasi Wilhm dan Dorris, 1968 ; Dahuri, 1995 dalam Zahidin, 2008). Apabila indeks
keanekaragaman > 3 berarti muara tidak tercemar. Muara termasuk tercemar sedang bila H‟ dalam
kisaran 1 - 3. Yang terakhir muara termasuk tercemar berat bila H‟ < 1. Indeks keseragaman adalah
perbandingan keanekaragaman maksimal dalam suatu komunitas. Nilai indeks keseragaman antara
0 – 1, makin besar nilainya berarti penyebaran individu tiap jenis atau genera semakin merata dan
tidak ada spesies yang mendominasi, begitu pula sebaliknya.
2.2.3 Indeks Keseragaman
Untuk mengetahui sebaran ataupun distribusi kelimpahan takson dalam komunitas
dilakukan uji indeks ekuitabilitas yang disebut juga sebagai indeks keseragaman. Adapun rumus dari
indeks ekuitabilitas adalah sebagai berikut (Zar, 1999 dalam Yazwar, 2008)
Indeks Keseragaman ( E ) = H‟
H maks
Dimana :
E =
Indeks Ekuitabilitas
H‟ = Indeks diversitas Shannon-Wienner
H maks =
Indeks diversitas maximum, yang nilainya sama dengan
Ln S ( dimana S banyaknya spesies ). Besarnya nilai E
berkisar antara 0 – 1
Kriteria :
0 < E < 0,4 = Keseragaman Rendah
0,4 < E < 0,6 = Keseragaman Sedang
E > 0,6 =
Keseragaman Tinggi
2.2.4 Indeks Dominansi Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominanasi dari Simpson
(Odum, 1971 dalam Yazwar, 2008) :
D = ( ni / N ) 2
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 115
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Dimana :
D = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah Individu tiap spesies
N = Jumlah Individu seluruh spesies
2.2.5 Analisa Trosap Untuk menghitung saprobitas muara digunakan analisis trosap yang nilainya ditentukan dari
Saprobik Indeks (SI) dan Tropik Saprobik Indeks (TSI). Formula yang digunakan adalah hasil
formulasi Persone dan (De Pauw,1983 dan Anggoro, 1988 dalam Suryanti, 2008) :
SI = 1C + 3D + 1B - 3A
1A + 1B + 1C + 1D Keterangan :
SI = Saprobik Indeks
A = Jumlah Spesies Organisme Polysaprobik
B = Jumlah Spesies Organisme α-Mesosaprobik
C = Jumlah Spesies Organisme β-Mesosaprobik
D = Jumlah Spesies Organisme Oligosaprobik
TSI = 1(nC) + 3(nD) + (nB) – 3 (nA) X nA + nB + nC + nD + nE
1(nA) + 3(nB) + 1(nC) + 1 (nD) nA + nB + nC + Nd
Keterangan :
N = Jumlah individu organisme pada setiap kelompok saprobitas
nA = Jumlah individu penyusun kelompok Polysaprobik
nB = Jumlah individu penyusun kelompok α-Mesosaprobik
nC = Jumlah individu penyusun kelompok β-Mesosaprobik
nD = Jumlah individu penyusun kelompok Oligosaprobik
nE = Jumlah individu penyusun selain A, B, C dan D
2.2.6 Uji T Adapun rumus dari uji T yang di pergunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan
dari keanekaragaman plankton antar stasiun adalah sebagai berikut (Zar, 1999 dalam Yazwar, 2008)
:
t =H'1-H'2 / SH'1-SH'2
dimana :
t : Nilai t hitung yang di cari
H' : Indeks keanekaragaman
SH' : Standard Deviasi Keanekaragaman
Nilai Standard deviasi keanekaragaman dapat dihitung dari variasi keanekaragaman sebagai berikut
ini :
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 116
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
SH'1-SH'2 = √S2H'1 + S
2H'2
Selanjutnya, variasi keanekaragaman dapat di hitung melalui pendekatan berikut ini :
S2
H' = ∑fi ln2 fi – ( ∑ fi ln fi)
2/n / n
2
Dimana :
fi = Jumlah individu tiap takson
n = Jumlah total dari individu keseluruhan takson
Sementara itu nilai derajat bebas ( v ) yang digunakan untuk mendapatkan nilai t tabel pada tabel t
dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
V = ( S2
H'1 + S2
H'2)2 / (S
2H'1)/n1 + (S
2H'2)/n2
Kriteria :
t hitung < t tabel. Pada 0.05 : tolak Ha, terima Ho
t hitung > t tabel. Pada 0.05 : terima Ha, tolak Ho
2.4 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air mencakup : Suhu, pH (Derajat Keasaman), Oksigen Terlarut (DO),
Kadar Garam (salinitas), Nitrit (NO2-N), Amonia.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil Penelitian
Kelimpahan Plankton Dalam penelitian jumlah plankton di Stasiun A didapatkan sejumlah 15 genera dengan
kelimpahan rata-rata sebesar 138.911 individu/L seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun A (Individu/L)
No Kelompok
Saprobitas Spesies
Kelimpahan Individu ( Ind / Lt )
1 2 3 Rata-rata
1
α Meso-
saprobik
Chaetoceros sp. 7065 8.478 9.891 8.478
2 Rhizosolenia sp. 17.662 7.065 1.413 8.713
3 Coelastrum sp. 0 0 0 0
4 Nitzschia sp. 65.028 37.444 125.051 75.841
5 Navicula sp. 6.358 4.945 4.945 5.417
6
β Meso –
saprobik
Ceratium sp. 2.826 4.239 2.826 3.297
7 Hidrodiction sp. 1.413 2.826 2.826 2.355
8 Asterionella sp. 4.239 1.413 1.413 1.413
9 Actinosphaerium sp. 0 0 0 0
10 Nauplius sp. 1.413 2.826 2.119 1.884
11 Oligo-
saprobik Skeletonema sp. 8.478 3.532 3.532 3.768
12
Non
saprobik
Pleurosigma sp 15.543 6.358 7.771 7.301
13 Gyrosigma sp 4.239 2.119 2.119 2.120
14 Jantina jantina 1.413 2.826 1.413 942
15 Amphipora sp 4.239 5.532 7.065 4.239
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 117
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
16 Acroperus sp 1.413 1.413 2.119 1.178
17 Rabdonella sp 5.652 2.119 2.119 2.355
18 Poli-
saprobik Spirullina sp 0 0 0 0
Jumlah 146.981 93.135 176.622 129.300
Tabel 3. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun B (Individu/L)
No Kelompok
Saprobitas Spesies
Kelimpahan Individu ( Ind / Lt )
1 2 3 Rata-rata
1
α Meso-
saprobik
Chaetoceros sp. 12.717 14.837 16.250 14.601
2 Rhizosolenia sp. 11.304 13.424 24.021 16.250
3 Coelastrum sp. 7.065 7.772 7.065 7.301
4 Nitzschia sp. 228.200 142.713 190.755 187.223
5 Navicula sp. 2.120 2.826 2.826 2.591
6
β Meso –
saprobik
Ceratium sp. 2.120 2.120 2.826 2.355
7 Hidrodiction sp. 0 0 0 0
8 Asterionella sp. 36.738 37.445 63.585 45.923
9 Actinosphaerium sp. 45.923 55.107 66.411 55.814
10 Nauplius sp. 6.359 7.065 9.891 7.772
11 Oligo-
saprobik Skeletonema sp. 3.533 4.239 2.826 3.533
12
Non
saprobik
Pleurosigma sp 12.717 14.837 16.956 14.837
13 Gyrosigma sp 2.120 4.239 2.826 3.062
14 Jantina jantina 2.120 2.826 4.239 3.062
15 Amphipora sp 3.533 2.826 4.946 3.768
16 Acroperus sp 0 0 0 0
17 Rabdonella sp 2.120 2.826 2.826 2.591
18 Poli-
saprobik Spirullina sp 11.304 9.185 6.359 8.949
Jumlah 389.988 324.284 424.607 379.626
Tabel 4. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun C (Individu/L)