-
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayo-gyakarta
Hadiningrat
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Ke-raton Yogyakarta
(bahasa Jawa: Hanacaraka, ) merupakan istanaresmi Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yangkini berlokasi di Kota Yogyakarta,
Daerah IstimewaYogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan
tersebutsecara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesiapada
tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masihberfungsi sebagai
tempat tinggal sultan dan rumah tanggaistananya yang masih
menjalankan tradisi kesultananhingga saat ini. Keraton ini kini
juga merupakansalah satu objek wisata di Kota Yogyakarta.
Sebagiankompleks keraton merupakan museum yang menyimpanberbagai
koleksi milik kesultanan, termasuk berbagaipemberian dari raja-raja
Eropa, replika pusaka keraton,dan gamelan. Dari segi bangunannya,
keraton inimerupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawayang
terbaik, memiliki balairung-balairung mewah danlapangan serta
paviliun yang luas.[1]
1 Sejarah
Sultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan kehormat-an
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yo-gyakarta,
sekitar tahun 1937.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Ha-mengku Buwono
I beberapa bulan pasca Perjanjian Gi-yanti pada tahun 1755. Lokasi
keraton ini konon ada-lah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang
bernama Garji-tawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat
iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Su-rakarta)
yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi la-in menyebutkan lokasi
keraton merupakan sebuah mataair, Umbul Pacethokan, yang ada di
tengah hutan Ber-ingan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta,
SultanHamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan AmbarKetawang yang
sekarang termasuk wilayah KecamatanGamping Kabupaten
Sleman[3].Secara sik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tu-juh
kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Uta-ra),
Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Ma-nganti, Kedhaton,
Kamagangan, Kamandhungan Kidul(Kamandhungan Selatan), dan Siti
Hinggil Kidul (Balai-rung Selatan)[4][5]. Selain itu Keraton
Yogyakarta memi-liki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk
upa-cara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisilain,
Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembagaadat lengkap dengan
pemangku adatnya. Oleh karenanyatidaklah mengherankan jika
nilai-nilai loso begitu pulamitologi menyelubungi Keraton
Yogyakarta. Dan untukitulah pada tahun 1995 Komplek Keraton
Ngayogyakar-ta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu
SitusWarisan Dunia UNESCO.
1
-
2 2 TATA RUANG DAN ARSITEKTUR UMUM
2 Tata ruang dan arsitektur umumArsitek kepala istana ini adalah
Sultan HamengkubuwanaI, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat. Ke-ahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh
ilmuw-an berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier ThomasPigeaud dan
Lucien Adam yang menganggapnya seba-gai arsitek dari saudara
Pakubuwono II Surakarta"[6].Bangunan pokok dan desain dasar tata
ruang dari kera-ton berikut desain dasar landscape kota tua
Yogyakarta[7]diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain
ditambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta beri-kutnya.
Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagianbesar merupakan
hasil pemugaran dan restorasi yang di-lakukan oleh Sultan Hamengku
Buwono VIII (bertahtatahun 1921-1939).
2.1 Tata ruang
Koridor di Kedhaton dengan latar belakang Gedhong Jene
danGedhong Purworetno
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimu-lai dari
Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung[8]Nirboyo di selatan.
Bagian-bagian utama keraton Yo-gyakarta dari utara ke selatan
adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan
Uta-ra) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kom-pleks
Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, KompleksKamandhungan Ler;
Kompleks Sri Manganti; KompleksKedhaton; Kompleks Kamagangan;
Kompleks Kaman-dhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul
(sekarangdisebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapang-an
Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebutPlengkung
Gadhing[9][10].Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan
sebelahselatannya boleh dikatakan simetris. Sebagian besar ba-gunan
di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah uta-ra dan di sebelah
selatan Kompleks Kedhaton menghadapke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan keba-nyakan menghadap timur atau barat. Namun
demikianada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatankeraton juga
memiliki bagian yang lain. Bagian ter-sebut antara lain adalah
Kompleks Pracimosono, Kom-
pleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kom-pleks Taman
Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota(mula-mula Sawojajar
kemudian di nDalem Mangkubu-men). Di sekeliling Keraton dan di
dalamnya terdapatsistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding
Ce-puri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada bebera-pa
bangunan yang terkait dengan keraton antara lain TuguPal Putih,
Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (IstanaPerdana Menteri), dan
Pasar Beringharjo.
2.2 Arsitektur umum
Bangsal Sri Manganti tempat pertunjukan tari dan seni
karawitangamelan di Kraton Yogyakarta.
Salah satu bangunan Tratag dalam kompleks keraton.
Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halamanyang
ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangun-an utama serta
pendamping, dan kadang ditanami po-hon tertentu. Kompleks satu
dengan yang lain dipisahkanoleh tembok yang cukup tinggi dan
dihubungkan denganRegol[11] yang biasanya bergaya Semar Tinandu[12]
. Da-un pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakangatau di
muka setiap gerbang biasanya terdapat dindingpenyekat yang disebut
Renteng atau Baturono. Pada re-gol tertentu penyekat ini terdapat
ornamen yang khas.Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih
terlihatbergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagi-an
tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti
-
3.2 Alun-alun Lor 3
Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kom-pleks
biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau deri-vasi/turunan
konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dindingdisebut dengan Bangsal
sedangkan joglo tertutup din-ding dinamakan Gedhong (gedung).
Selain itu ada ba-ngunan yang berupa kanopi beratap bambu dan
bertiangbambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya ba-ngunan
ini beratap seng dan bertiang besi.Permukaan atap joglo berupa
trapesium. Bahannya ter-buat dari sirap, genting tanah, maupun seng
dan biasanyaberwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang
olehtiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang bera-da di
tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan
biasanya berwarna hijau gelap atau hitamdengan ornamen berwarna
kuning, hijau muda, merah,dan emas maupun yang lain. Untuk bagian
bangunan la-innya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada
de-ngan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misalManguntur
Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, sti-lasi dari kaligra
Allah, Muhammad, dan Alif Lam MimRa, di tengah tiangnya.Untuk batu
alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu de-ngan ornamen berwarna
emas. Warna putih mendomina-si dinding bangunan maupun dinding
pemisah kompleks.Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih
atau dariubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari
halamanberpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utamayang
lebih tinggi[13]. Pada bangunan tertentu dilengka-pi dengan batu
persegi yang disebut Selo Gilang tempatmenempatkan singgasana
Sultan.Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fung-sinya
termasuk kedekatannya dengan jabatan pengguna-nya. Kelas utama
misalnya, bangunan yang dipergunakanoleh Sultan dalam kapasitas
jabatannya, memiliki detailornamen yang lebih rumit dan indah
dibandingkan de-ngan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas
bangunanmaka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memili-ki
ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunanjuga dapat
dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau ke-seluruhan dari
bangunan itu sendiri.[14]
3 Kompleks depan
3.1 Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Kera-ton Yogyakarta
dari arah utara adalah Gapura Gladhagdan Gapura Pangurakan[15] yang
terletak persis bebera-pa meter di sebelah selatannya. Kedua
gerbang ini tam-pak seperti pertahanan yang berlapis[16]. Pada
zamannyakonon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatudaftar
jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi merekayang mendapat
hukuman pengasingan/pembuangan[17].Versi lain mengatakan ada tiga
gerbang yaitu Gapura Gla-dhag, Gapura Pangurakan nJawi, dan Gapura
Pangurak-
an Lebet[18]. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujungutara Jalan
Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta danBank BNI 46) namun sekarang
ini sudah tidak ada[19].Di sebelah selatannya adalah Gapura
Pangurakan nJawiyang sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang
per-tama jika masuk Keraton dari utara. Di selatan GapuraPangurakan
nJawi terdapat Plataran/lapangan Pangurak-an yang sekarang sudah
menjadi bagian dari Jalan Triko-ra. Batas sebelah selatannya adalah
Gapura PangurakanLebet yang juga masih berdiri[19]. Selepas dari
GapuraPangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Ler.
3.2 Alun-alun Lor
Tanah lapang, Alun-alun Lor, di bagian utara kraton Yogya-karta
dengan pohon Ringin Kurung-nya
Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput[20] dibagian utara
Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapangyang berbentuk persegi ini
dikelilingi oleh dinding pagaryang cukup tinggi[21]. Sekarang
dinding ini tidak terlihatlagi kecuali di sisi timur bagian
selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya
saja yangtampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspalyang
dibuka untuk umum.Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon
Beri-ngin (Ficus benjamina; famili Moraceae) dan di
tengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang di-beri
pagar yang disebut dengan Waringin Sengker-an/Ringin Kurung
(beringin yang dipagari). Kedua po-hon ini diberi nama Kyai
Dewadaru dan Kyai Jana-daru[22]. Pada zamannya selain Sultan
hanyalah Pepa-tih Dalem [23] yang boleh melewati/berjalan di antara
ke-dua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini pu-la yang
dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukanTapa Pepe[24] saat
Pisowanan Ageng[25] sebagai bentukkeberatan atas kebijakan
pemerintah[18]. Pegawai /abdi-Dalem Kori akan menemui mereka untuk
mendengarkansegala keluh kesah kemudian disampaikan kepada
Sultanyang sedang duduk di Siti Hinggil.Di sela-sela pohon beringin
di pinggir sisi utara, timur,dan barat terdapat pendopo kecil yang
disebut denganPe-
-
4 4 KOMPLEKS INTI
kapalan, tempat transit dan menginap para Bupati daridaerah
Mancanegara Kesultanan[17]. Bangunan ini seka-rang sudah banyak
yang berubah fungsi dan sebagian su-dah lenyap. Dahulu dibagian
selatan terdapat bangunanyang sekarang menjadi kompleks yang
terpisah, Pagelar-an.Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan
sebagaitempat penyelenggaraan acara dan upacara kerajaan
yangmelibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upaca-ra garebeg
serta sekaten, acara watangan serta rampoganmacan, pisowanan ageng,
dan sebagainya. Sekarang tem-pat ini sering digunakan untuk
berbagai acara yang ju-ga melibatkan masyarakat seperti
konser-konser musik,kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan
ibadahhari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak bolawarga
sekitar dan tempat parkir kendaraan.
3.3 Mesjid Gedhe Kasultanan
Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Ke-sultanan) atau
Masjid Besar Yogyakarta terletak di sebe-lah barat kompleks
Alun-alun utara. Kompleks yang jugadisebut dengan Mesjid Gedhe
Kauman dikelilingi oleh su-atu dinding yang tinggi. Pintu utama
kompleks terdapatdi sisi timur. Arsitektur bangunan induk berbentuk
ta-jug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untukmasuk ke
dalam terdapat pintu utama di sisi timur danutara. Di sisi dalam
bagian barat terdapat mimbar ber-tingkat tiga yang terbuat dari
kayu, mihrab (tempat imammemimpin ibadah), dan sebuah bangunan
mirip sangkaryang disebutmaksura. Pada zamannya (untuk alasan
kea-manan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambimasjid
berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantaimasjid induk dibuat
lebih tinggi dari serambi masjid danlantai serambi sendiri lebih
tinggi dibandingkan denganhalaman masjid. Di sisi
utara-timur-selatan serambi ter-dapat kolam kecil. Pada zaman
dahulu kolam ini untukmencuci kaki orang yang hendak masuk
masjid.Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditana-mi pohon
tertentu. Di sebelah utara dan selatan halam-an (timur laut dan
tenggara bangunan masjid raya) terda-pat sebuah bangunan yang agak
tinggi yang dinamakanPagongan. Pagongan di timur laut masjid
disebut de-ngan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada
ditenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Se-latan). Saat
upacara Sekaten, Pagongan Ler digunakanuntuk menempatkan gamelan
sekati Kangjeng Kyai (KK)Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk
gamelan sekatiKKGuntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul
terdapatpintu untuk masuk kompleks masjid raya yang digunakandalam
upacara Jejak Boto[26] pada upacara Sekaten padatahun Dal. Selain
itu terdapat Pengulon, tempat tinggalresmi Kangjeng Kyai
Pengulu[27] di sebelah utara masjiddan pemakaman tua di sebelah
barat masjid.
4 Kompleks inti
4.1 Kompleks Pagelaran
Pagelaran Keraton Yogyakarta di depan kompleks keratonmeng-hadap
utara ke arah Alun-alun Lor
Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahuludikenal
dengan nama Tratag Rambat[28]. Pada zaman-nya Pagelaran merupakan
tempat para punggawa kesul-tanan menghadap Sultan pada upacara
resmi. Sekarangsering digunakan untuk even-even pariwisata, religi,
danlain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepa-sang
Bangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelahtimur dan barat
Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakanoleh Sultan untuk menyaksikan
latihan perang di Alun-alun Lor.Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit
terletak tepat disisi luar sayap timur dan barat Pagelaran. Dahulu
di-gunakan para panglima Kesultanan menerima perintahdari Sultan
atau menunggu giliran melapor kepada beli-au kemudian juga
digunakan sebagai tempat jaga Bupa-ti Anom Jaba[29]. Sekarang
digunakan untuk kepenting-an pariwisata (semacam diorama yang
menggambarkanprosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal
Pe-ngrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian selat-an
Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untukmelantik Pepatih
Dalem. Saat ini di sisi selatan kom-pleks ini dihiasi dengan relief
perjuangan Sultan HB Idan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini
pernah digu-nakan oleh Universitas Gadjah Mada sebelum
memilikikampus di Bulak Sumur.[30].
4.2 Siti Hinggil Ler
Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks SitiHinggil.
Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunak-an untuk
menyelenggarakan upacara-upacara resmi kera-jaan. Di tempat ini
pada 19 Desember 1949 digunakanperesmian Universitas Gadjah Mada.
Kompleks ini dibu-at lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan
dua jenjanguntuk naik berada di sisi utara dan selatan. Di antara
Pa-gelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam
-
4.4 Sri Manganti 5
(Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papiliona-ceae).Di
kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hing-gil terdapat dua
Bangsal Pacikeran yang digunakan olehabdi-Dalem Mertolulut dan
Singonegoro[31] sampai seki-tar tahun 1926. Pacikeran barasal dari
kata ciker yangberarti tangan yang putus. Bangunan Tarub Agung
terle-tak tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini
ber-bentuk kanopi persegi dengan empat tiang, tempat parapembesar
transit menunggu rombongannya masuk ke ba-gian dalam istana. Di
timur laut dan barat laut TarubAgung terdapat Bangsal Kori. Di
tempat ini dahulu ber-tugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa
yang fung-sinya untuk menyampaikan permohonan maupun penga-duan
rakyat kepada Sultan.Bangsal Manguntur Tangkil terletak di
tengah-tengah Si-ti Hinggil di bawah atau di dalam sebuah hall
besar ter-buka yang disebut Tratag Sitihinggil[32]. Bangunan
iniadalah tempat Sultan duduk di atas singgasananya padasaat
acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan Sult-an dan Pisowanan
Agung. Di bangsal ini pula pada 17Desember 1949 Ir. Soekarno
dilantik menjadi PresidenRepublik Indonesia Serikat. Bangsal Witono
berdiri diselatan Manguntur Tangkil. Lantai utama bangsal yanglebih
besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih ting-gi. Bangunan ini
digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka
kerajaan pada saat acararesmi kerajaan[33].Bale Bang yang terletak
di sebelah timur Tratag SitiHinggil pada zaman dahulu digunakan
untuk menyimpanperangkat Gamelan Sekati, KK[34] Guntur Madu dan
KKNaga Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebe-lah barat
Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakantempat menyimpan tombak,
KK Suro Angun-angun.
4.3 Kamandhungan LorDi selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang
membujurke arah timur-barat. Dinding selatan lorong
merupakandinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Re-gol
Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil denganKamandhungan. Di
sebelah timur dan barat sisi selatangerbang terdapat pos penjagaan.
Gerbang ini hanya di-buka pada saat acara resmi kerajaan dan pada
hari-harilain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke
kom-pleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keratonsehari-hari
melalui pintu Gapura Keben di sisi timur danbarat kompleks ini yang
masing-masing menjadi pintumasing-masing ke jalan Kemitbumen dan
Rotowijayan.Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben ka-rena
di halamannya ditanami pohonKeben (Barringtoniaasiatica; famili
Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yangberada di tengah-tengah
halaman merupakan bangunanutama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira
sampai 1812)bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara
denganancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang
memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunak-an untuk
mengadili semua perkara yang berhubungan de-ngan keluarga kerajaan.
Kini bangsal ini digunakan da-lam acara adat seperti garebeg dan
sekaten. Di selat-an bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk
menu-runkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamak-an Bale
Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut ter-dapat beberapa
bangunan lainnya di tempat ini.[35]
4.4 Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kom-pleks
Kamandhungan Ler dan dihubungkan oleh RegolSri Manganti. Pada
dinding penyekat terdapat hiasan Ma-kara raksasa. Di sisi barat
kompleks terdapat Bangsal SriManganti yang pada zamannya digunakan
sebagai tempatuntuk menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarangdi
lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yangberupa alat
musik gamelan. Selain itu juga difungsikanuntuk penyelenggaraan
even pariwisata keraton.Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur
dahulumenjadi tempat para pejabat kerajaan saat mendampi-ngi Sultan
dala menyambut tamu. Versi lain mengatak-an kemungkinan tempat ini
menjadi balai pengadilan (?).Tempat ini digunakan untuk menempatkan
beberapa pu-saka yang antara lain berupa tandu dan meja hias.
Bang-sal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempabumi yang
mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelahproses restorasi yang
memakan waktu yang lama akhir-nya pada awal tahun 2010 bangunan ini
telah berdiri lagidi tempatnya.Di sebelah timur bangsal ini
terdapat dua pucuk meriambuatan Sultan HB II yang mengapit sebuah
prasasti ber-bahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya
berdiriGedhong Parentah Hageng Karaton, gedung AdministrasiTinggi
Istana. Selain itu di halaman ini terdapat bangsalPecaosan Jaksa,
bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pe-caosan Dhalang dan bangunan
lainnya.[36]
4.5 Kedhaton
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Do-nopratopo
yang menghubungkan dengan kompleks Ke-dhaton. Di muka gerbang
terdapat sepasang arca raksasaDwarapala yang dinamakan Cinkorobolo
disebelah timurdan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur
terdapat pospenjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan
ter-gantung lambang kerajaan, Praja Cihna[37].Kompleks kedhaton
merupakan inti dari Keraton selu-ruhnya. Halamannya kebanyakan
dirindangi oleh pohonSawo kecik (Manilkara kauki; famili
Sapotaceae). Kom-pleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga
bagian ha-laman (quarter). Bagian pertama adalah Pelataran
Ke-dhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjut-nya adalah
Keputren yang merupakan bagian istri (para
-
6 4 KOMPLEKS INTI
Pintu Gerbang Donopratopo, Kraton Yogyakarta
Bangsal Kencono, bagunan utama dalam kompleks Keraton
Yo-gyakarta, di belakangnya terdapat nDalem Ageng Proboyakso.
Ukiran kepala Kala di Bangsal Manis
istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah
Ke-satriyan, merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kom-pleks ini
tidak semua bangunan maupun bagiannya terbu-ka untuk umum, terutama
dari bangsal Kencono ke arahbarat.Di bagian Pelataran Kedhaton,
Bangsal Kencono (GoldenPavilion) yang menghadap ke timur merupakan
balairungutama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upa-
cara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacarakenegaraan.
Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tra-tag Bangsal Kencana yang
dahulu digunakan untuk latih-an menari. Di sebelah barat bangsal
Kencana terdapatnDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke
selatan.Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat
dariIstana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkanPusaka
Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, danLambang-lambang
Kerajaan (Regalia) lainnya.Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso
berdiri Ge-dhong Jene (The Yellow House) sebuah bangunan tem-pat
tinggal resmi (ocial residence) Sultan yang bertahta.Bangunan yang
didominasi warna kuning pada pintu dantiangnya dipergunakan sampai
Sultan HB IX. Oleh SultanHB X tempat yang menghadap arah timur ini
dijadikansebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri
ber-tempat tinggal di Keraton Kilen[38]. Di sebelah timur
lautGedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkatdi dalam
keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini di-dirikan oleh Sultan HB
V dan menjadi kantor resmi Sult-an. Gedung ini menghadap ke arah
bangsal Kencana disebelah selatannya.Di selatan bangsal Kencana
berdiri Bangsal Manis meng-hadap ke arah timur. Bangunan ini
dipergunakan sebagaitempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang
tempat inidigunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan padabulan
Suro[39]. Bangunan lain di bagian ini adalah Bang-sal Kotak[40],
Bangsal Mandalasana[41], Gedhong Pa-tehan[42], Gedhong
Danartapura[43], Gedhong Siliran[44],Gedhong Sarangbaya[45],
Gedhong Gangsa[46], dan lainsebagainya. Di tempat ini pula sekarang
berdiri bangun-an baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB
IX.Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selirraja. Di
tempat yang memiliki tempat khusus untukberibadat[47] pada zamannya
tinggal para puteri raja yangbelum menikah. Tempat ini merupakan
kawasan tertutupsejak pertama kali didirikan hingga sekarang.
Kesatriy-an pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal pa-ra
putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanyaadalah Pendapa
Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, danGedhong Srikaton. Bagian
Kesatriyan ini sekarang diper-gunakan sebagai tempat
penyelenggaraan even pariwisa-ta. Di antara Plataran Kedhaton dan
Kesatriyan dahulumerupakan istal kuda yang dikendarai oleh
Sultan.[36]
4.6 KamaganganDi sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol
Ka-magangan yang menghubungkan kompleks Kedhaton de-ngan kompleks
Kemagangan. Gerbang ini begitu pentingkarena di dinding penyekat
sebelah utara terdapat patungdua ekor ular yang menggambarkan tahun
berdirinya Ke-raton Yogyakarta[48]. Di sisi selatannya pun terdapat
duaekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkantahun yang
sama.Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk peneri-
-
7maan calon pegawai (abdi-Dalem Magang), tempat ber-latih dan
ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem ma-gang. Bangsal
Magangan yang terletak di tengah halam-an besar digunakan sebagai
tempat upacara Bedhol Song-song, pertunjukan wayang kulit yang
menandai selesai-nya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan
PawonAgeng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timurdan
Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat. Keduanama tersebut
mengacu pada jenis masakan nasi Langgidan nasi Gebuli. Di sudut
tenggara dan barat daya ter-dapat Panti Pareden. Kedua tempat ini
digunakan untukmembuat Pareden/Gunungan pada saat menjelang
Upa-cara Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapurayang
masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryopu-tran dan jalan
Magangan.Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan
yangmenghubungkan kompleks Kamagangan dengan RegolGadhung Mlati.
Dahulu di bagian pertengahan terda-pat jembatan gantung yang
melintasi kanal Taman sariyang menghubungkan dua danau buatan di
barat dan ti-mur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat
initerdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan un-tuk
berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke TamanSari.[49]
4.7 Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kama-gangan
terdapat sebuah gerbang, Regol Gadhung Mla-ti, yang menghubungkan
kompleks Kamagangan dengankompleks Kamandhungan Kidul/selatan.
Dinding penye-kat gerbang ini memiliki ornamen yang sama
dengandinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleksKamandhungan
Kidul terdapat bangunan utama BangsalKamandhungan. Bangsal ini
konon berasal dari penda-pa desa Pandak Karang Nangka di daerah
Sokawati yangpernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono
Ibermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kaman-dhungan
Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kaman-dhungan, yang menjadi
pintu paling selatan dari kom-pleks cepuri. Di antara kompleks
Kamandhungan Kiduldan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang
disebut denganPamengkang.[50]
4.8 Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : ta-nah
dan hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yangsekarang dikenal
dengan Sasana Hinggil Dwi Abad terle-tak di sebelah utara alun-alun
Kidul. Luas kompleks SitiHinggil Kidul kurang lebih 500 meter
persegi. Permuka-an tanah pada bangunan ini ditinggikan sekitar 150
cmdari permukaan tanah di sekitarnya[6]. Sisi timur-utara-barat
dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebutdengan
Pamengkang, tempat orang berlalu lalang setiaphari. Dahulu di
tengah Siti Hinggil terdapat pendapa se-
derhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi se-buah Gedhong
Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tandaperingatan 200 tahun kota
Yogyakarta.Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh
Sult-an untuk menyaksikan para prajurit keraton yang
sedangmelakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat me-nyaksikan
adu manusia dengan macan (rampogan)[6] [?]dan untuk berlatih
prajurit perempuan, Langen Kusumo.Tempat ini pula menjadi awal
prosesi perjalanan panjangupacara pemakaman Sultan yang mangkat ke
Imogiri.Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk
memper-gelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wa-yang
kulit, pameran, dan sebagainya.[51]
5 Kompleks belakang
5.1 Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Se-latan
Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul sering puladisebut sebagai
Pengkeran. Pengkeran berasal dari ka-ta pengker (bentuk krama) dari
mburi (belakang). Haltersebut sesuai dengan keletakan alun-alun
Kidul yangmemang terletak di belakang keraton. Alun-alun ini
di-kelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapu-ra, satu
buah di sisi selatan serta di sisi timur dan baratmasing-masing dua
buah. Di antara gapura utara dan se-latan di sisi barat terdapat
ngGajahan sebuah kandangguna memelihara gajah milik Sultan. Di
sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica;
familiAnacardiaceae), pakel (Mangifera sp; famili Anacardia-ceae),
dan kuini (Mangifera odoranta; famili Anacardi-aceae). Pohon
beringin hanya terdapat dua pasang. Se-pasang di tengah alun-alun
yang dinamakan Supit Urang(harah=capit udang) dan sepasang lagi di
kanan-kiri ga-pura sisi selatan yang dinamakan Wok(dari kata
bewok,haraf=jenggot). Dari gapura sisi selatan terdapat jalanGading
yang menghubungkan dengan Plengkung Nirba-ya.[52]
5.2 Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros uta-ma keraton.
Dari tempat ini Sultan HB I masuk ke Ke-raton Yogyakarta pada saat
perpindahan pusat pemerin-tahan dari Kedhaton Ambar Ketawang[53].
Gerbang inisecara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk
prose-si panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasaninilah
tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultanyang sedang
bertahta.
6 Bagian lain Keraton
-
8 7 BAGIAN LAIN YANG TERKAIT
6.1 PracimosonoKompleks Pracimosono merupakan bagian keratonyang
diperuntukkan bagi para prajurit keraton. Sebelumbertugas dalam
upacara adat para prajurit keraton terse-but mempersiapkan diri di
tempat ini. Kompleks yangtertutup untuk umum ini terletak di
sebelah barat Page-laran dan Siti Hinggil Lor.[54]
6.2 Roto WijayanKompleks Roto Wijayan merupakan bagian
keratonuntuk menyimpan dan memelihara kereta kuda. Tem-pat ini
mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Se-karang kompleks
Roto Wijayan menjadi Museum KeretaKeraton. Di kompleks ini masih
disimpan berbagai ke-reta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai
kendaraanresmi. Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Ga-ruda
Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapatdikunjungi oleh
wisatawan.[54]
6.3 Kawasan tertutupKompleks Tamanan merupakan kompleks taman
yangberada di barat laut kompleks Kedhaton tempat dima-na keluarga
kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan.Kompleks ini tertutup
untuk umum. Kompleks Pane-pen merupakan sebuah masjid yang
digunakan oleh Sult-an dan keluarga kerajaan sebagai tempat
melaksanakanibadah sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis
medita-si). Tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat akadnikah
bagi keluarga Sultan[55]. Lokasi ini tertutup un-tuk umum. Kompleks
Kraton Kilen dibangun semasaSultan HB VII. Lokasi yang berada di
sebelah barat Ke-putren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X
dankeluarganya. Lokasi ini tertutup untuk umum.[56]
6.4 Taman Sari
Kolam Pemandian Umbul Binangun, Taman Sari, Kraton
Yo-gyakarta
Kompleks Taman Sari merupakan peninggalan SultanHB I. Taman Sari
(Fragrant Garden) berarti taman yangindah, yang pada zaman dahulu
merupakan tempat rek-reasi bagi sultan beserta kerabat istana. Di
kompleks initerdapat tempat yang masih dianggap sakral di
lingkung-an Taman Sari, yakni Pasareyan Ledoksari tempat pera-
duan dan tempat pribadi Sultan. Bangunan yang menarikadalah
Sumur Gumuling yang berupa bangunan berting-kat dua dengan lantai
bagian bawahnya terletak di ba-wah tanah. Di masa lampau, bangunan
ini merupakansemacam surau tempat sultan melakukan ibadah.
Bagianini dapat dicapai melalui lorong bawah tanah. Di bagi-an lain
masih banyak lorong bawah tanah yang lain, yangmerupakan jalan
rahasia, dan dipersiapkan sebagai jalanpenyelamat bila
sewaktu-waktu kompleks ini mendapatserangan musuh. Sekarang
kompleks Taman Sari hanyatersisa sedikit saja.[18]
6.5 Kadipaten
Kompleks nDalem Mangkubumen merupakan Ista-na Putra Mahkota atau
dikenal dengan nama Kadipaten(berasal dari gelar Putra Mahkota:
Pangeran AdipatiAnom. Tempat ini terletak di Kampung Kadipaten
se-belah barat laut Taman Sari dan Pasar Ngasem. Seka-rang kompleks
ini digunakan sebagai kampus Univ Wi-dya Mataram. Sebelum menempati
nDalem Mangku-bumen, Istana Putra Mahkota berada di Sawojajar,
se-belah selatan Gerbang Lengkung/Plengkung Tarunasura(Wijilan).
Sisa-sisa yang ada antara lain berupa MasjidSelo yang dulu berada
di Sawojajar.[57]
6.6 Benteng Baluwerti
Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta merupakansebuah dinding
yang melingkungi kawasan Keraton Yo-gyakarta dan sekitarnya.
Dinding ini didirikan atas pra-karsa Sultan HB II ketika masih
menjadi putra mahkotapada tahun 1785-1787. Bangunan ini kemudian
diperku-at lagi sekitar 1809 ketika beliau telah menjabat
sebagaiSultan. Benteng ini memiliki ketebalan sekitar 3 meterdan
tinggi sekitar 3-4 meter. Untuk masuk ke dalam areabenteng tersedia
lima buah pintu gerbang lengkung yangdisebut dengan Plengkung, dua
diantaranya hingga kinimasih dapat disaksikan. Sebagai pertahanan
di keempatsudutnya didirikan bastion, tiga diantaranya masih
dapatdilihat hingga kini.[58]
7 Bagian lain yang terkaitKeraton Yogyakarta juga mempunyai
bangunan-bangunan yang berada di luar lingkungan Keraton
itusendiri. Bangunan-bangunan tersebut memiliki kaitanyang erat dan
boleh jadi merupakan bagian yang tidakterpisahkan.
7.1 Tugu Golong Gilig
Tugu golong gilig atau tugu pal putih (white pole) me-rupakan
penanda batas utara kota tua Yogyakarta. Se-
-
7.5 Bering Harjo 9
mula bangunan ini berbentuk seperti tongkat bulat (gi-lig)
dengan sebuah bola (golong) diatasnya. Bangunanini mengingatkan
pada Washington Monument di Washi-ngton DC. Pada tahun 1867
bangunan ini rusak (patah)karena gempa bumi yang juga merusakkan
situs TamanSari. Pada masa pemerintahan Sultan HB VII bangunanini
didirikan kembali. Namun sayangnya dengan bentukberbeda seperti
yang dapat disaksikan sekarang (Januari2008). Ketinggiannya pun
dikurangi dan hanya sepertigatinggi bangunan aslinya. Lama-kelamaan
nama tugu go-long gilig dan tugu pal putih semakin dilupakan
seiringpenyebutan bangunan ini sebagai Tugu Yogyakarta.[18]
7.2 Panggung KrapyakPanggung krapyak dibangun oleh Sultan HB I
dan saat inimerupakan benda cagar budaya. Gedhong panggung,
de-mikian disebut, merupakan sebuah podium dari batu ba-ta dengan
tinggi 4 m, lebar 5 m, dan panjang 6 m. Tebaldindingnya mencapai 1
m. Bangunan ini memiliki 4 pin-tu luar, 8 jendela luar, serta 8
pintu di bagian dalam. Atapbangunan dibuat datar dengan pagar
pembatas di bagiantepinya. Untuk mencapainya tersedia tangga dari
kayu dibagian barat laut. Bangunan bertingkat ini disekat men-jadi
4 buah ruang. Dahulu tempat ini digunakan sebagailokasi berburu
menjangan (rusa/kijang) oleh keluarga ke-rajaan. Berlokasi dekat
Ponpes Krapyak, konon tempatGus Dur (presiden IV) pernah menimba
ilmu, bangun-an di sebelah selatan Keraton ini menjadi batas
selatankota tua Yogyakarta. Namun demikian, bangunan ini le-bih
mirip dengan gerbang kemenangan, Triumph dArc.Kondisinya sempat
memprihatinkan akibat gempa bumitahun 2006 sebelum akhirnya
direnovasi. Setelah reno-vasi bangunan ini diberi pintu besi
sehingga orang-orangtidak dapat masuk kedalamnya.[19]
7.3 KepatihannDalem Kepatihan merupakan tempat kediaman
resmi(Ocial residence) sekaligus kantor Pepatih Dalem. Ditempat
inilah pada zamannya diselenggarakan kegiatanpemerintahan
sehari-hari kerajaan. Sejak tahun 1945kantor Perdana Menteri
Kesultanan Yogyakarta ini men-jadi kompleks kantor Gubernur/Kepala
Daerah Istimewadan PemProv DIY. Selain Pendopo Kepatihan, sisa
ba-ngunan lama tempat ini juga dapat dilihat pada GedhongWilis
(kantor gubernur), Gedhong Bale Mangu (dulu di-gunakan sebagai
gedung pengadilan Bale Mangu, sebuahbadan peradilan Kesultanan
Yogyakarta dalam lingkung-an peradilan umum), dan Masjid Kepatihan.
Sekarangtempat ini memiliki pintu utama di Jalan Malioboro.[59]
7.4 Pathok NegoroMesjid Pathok Negoro[60] yang berjumlah empat
buahmenjadi penanda batas wilayah ibukota (?). Lokasi ma-
sjid ini berada di Ploso Kuning (batas utara), Mlangi (ba-tas
barat), Kauman Dongkelan (batas selatan), dan Ba-badan (batas
timur). Pendirian masjid ini juga memi-liki tujuan sebagai pusat
penyiaran agama Islam selainmasjid raya kerajaan. Kedudukan masjid
ini adalah se-tingkat dibawah masjid raya kerajaan. Ini dapat
dilihatdari kedudukan para imam besar/penghulu (jw=Kyai Pe-ngulu)
masjid ini menjadi anggota Al-Mahkamah Al-Kabirah, badan peradilan
Kesultanan Yogyakarta dalamlingkungan peradilan agama Islam, dimana
imam besarmasjid raya kerajaan (Kangjeng Kyai Pengulu) menjadiketua
mahkamah.[56]
7.5 Bering Harjo
Pasar Bering Harjo merupakan salah satu pusat ekono-mi
Kesultanan Yogyakarta pada zamannya. Berlokasi disisi timur jalan
Jend. A Yani, pasar Bering Harjo sam-pai saat ini menjadi salah
satu pasar induk di Yogyakarta.Sekarang pasar ini jauh berbeda
dengan aslinya. Bangu-nannya yang megah terdiri dari tiga lantai
dan dibagi da-lam dua sektor barat dan timur yang dibatasi oleh
jalankecil. Namun demikian pasar yang berada tepat di utarabenteng
Vredeburg ini tetap menjadi sebuah pasar tradi-sional yang
merakyat.[54]
8 Warisan budaya
Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogya-karta juga
memiliki suatu warisan budaya yang tak ter-nilai. Diantarannya
adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka
(heirloom). Upacaraadat yang terkenal adalah upacara TumplakWajik,
Ga-rebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusakadan Labuhan.
Upacara yang berasal dari zaman keraja-an ini hingga sekarang terus
dilaksanakan dan merupak-an warisan budaya Indonesia yang harus
dilindungi dariklaim pihak asing.
8.1 Tumplak Wajik
Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wa-jik (makanan
khas yang terbuat dari beras ketan dengangula kelapa) untuk
mengawali pembuatan pareden yangdigunakan dalam upacara Garebeg.
Upacara ini hanyadilakukan untuk membuat pareden estri pada
GarebegMulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadirioleh
pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian.Selain itu upacara
yang diselenggarakan dua hari sebelumgarebeg juga diiringi dengan
musik ansambel lesung-alu(alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat
musik kayulainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan
pem-buatan pareden.[61]
-
10 8 WARISAN BUDAYA
8.2 Garebeg
Upacara Garebeg pada masa kolonial Hindia Belanda
(kurun1925-1942).
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu ta-hun
kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal duabelas bulan Mulud
(bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal(bulan ke-10) dan tanggal
sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan
berkenan mengelu-arkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan
ra-sa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Se-dekah ini,
yang disebut dengan Hajad Dalem, berupapareden/gunungan yang
terdiri dari Pareden Kakung,Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden
Gepak, danPareden Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang
hanyadikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud ta-hun
Dal.Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpan-cung dengan
ujung sebelah atas agak membulat. Sebagi-an besar gunungan ini
terdiri dari sayuran kacang panjangyang berwarna hijau yang
dirangkaikan dengan cabai me-rah, telur itik, dan beberapa
perlengkapan makanan ke-ring lainnya. Gunungan estri berbentuk
seperti keran-jang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga.
Seba-gian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dariberas
maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran danruncing. Kedua
gunungan ini ditempatkan dalam sebuahkotak pengangkut yang disebut
Jodhang.Gunungan pawohan[62] terdiri dari buah-buahan segaryang
diletakkan dalam keranjang dari daun kelapa muda(Janur) yang
berwarna kuning. Gunungan ini juga di-tempatkan dalam jodhang dan
ditutup dengan kain biru.Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan
estri ha-nya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharatjuga
berbentuk seperti gunungan estri namun memilikipermukaan atas yang
lebih tumpul. Kedua gunungan ter-
akhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan ha-nya dialasi
kayu yang berbentuk lingkaran. Gunungankutug/bromo memiliki bentuk
khas karena secara terusmenerus mengeluarkan asap (kutug) yang
berasal dari ke-menyan yang dibakar. Gunungan yang satu ini tidak
di-perebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembalike dalam
keraton untuk di bagikan kepada kerabat kera-jaan.Pada Garebeg
Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buahpareden kakung. Jika dua buah
maka yang sebuah dipe-rebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya
diberikankepada kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Be-sar
Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri, pawoh-an, gepak, dan
dharat yang masing-masing berjumlah sa-tu buah. Pada garebeg
Mulud/Sekaten Sultan membe-ri sedekah pareden kakung, estri,
pawohan, gepak, dandharat yang masing-masing berjumlah satu buah.
Bilagarebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, makaditambah
dengan satu pareden kakung dan satu paredenkutug.[63]
8.3 SekatenSekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang
dilak-sanakan selama tujuh hari. Konon asal usul upacara inisejak
kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya meru-pakan sebuah perayaan
hari kelahiran Nabi Muhammad.Menurut cerita rakyat kata Sekaten
berasal dari istilahcredo dalam agama Islam, Syahadatain. Sekaten
dimu-lai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KKGuntur
Madu dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk di-tempatkan di Pagongan
Selatan dan Utara di depan Me-sjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai
hari ke-6 sampaike-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan
tersebutdimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara
bergantianmenandai perayaan sekaten.Pada malam kedelapan Sultan
atau wakil yang beliau tun-juk, melakukan upacara Udhik-Udhik,
tradisi menye-bar uang logam (koin). Setelah itu Sultan atau wakil
beli-au masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan penga-jian maulid
nabi dan mendengarkan pembacaan riwayathidup nabi. Akhirnya pada
hari terakhir upacara ditutupdengan Garebeg Mulud. Selama sekaten
Sego Gurih (se-jenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harah=telur
merah)merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain ituterdapat
pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia al-ba; famili
Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisiseperti itu juga
diselenggarakan suatu pasar malam yangdimulai sebulan sebelum
penyelenggaraan upacara seka-ten yang sesungguhnya.[64]
8.4 Upacara Siraman/Jamasan Pusakadan Labuhan
Dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro, Keraton Yo-gyakarta
memiliki upacara tradisi khas yaitu Upacara Si-
-
11
raman/Jamasan Pusaka dan Labuhan. Siraman/JamasanPusaka adalah
upacara yang dilakukan dalam rangkamembersihkan maupun merawat
Pusaka Kerajaan (Ro-yal Heirlooms) yang dimiliki. Upacara ini di
selengga-rakan di empat tempat. Lokasi pertama adalah di Kom-pleks
Kedhaton (nDalem Ageng Prabayaksa dan bangsalManis). Upacara di
lokasi ini 'tertutup untuk umum danhanya diikuti oleh keluarga
kerajaan.Lokasi kedua dan ketiga berturut turut di kompleks
RotoWijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang
diber-sihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng NyaiJimat,
kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV,selalu dibersihkan
setiap tahun. Kereta kuda lainnya di-bersihkan secara bergilir
untuk mendampingi (dalam se-tahun hanya satu kereta yang mendapat
jatah giliran). DiAlun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian
rantingdan daun Waringin Sengker yang berada di
tengah-tengahlapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman
raja-rajadi Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaituKyai
Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, keti-ga, dan keempat
masyarakat umum dapat menyaksikanprosesi upacaranya.Labuhan adalah
upacara sedekah yang dilakukan se-tidaknya di dua tempat yaitu
Pantai Parang Kusu-mo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat
itubenda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain ba-tik), rasukan
(pakaian) dan sebagainya di-larung (har-ah=dihanyutkan). Upacara
Labuhan di lereng GunungMerapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh
Juru Kun-ci Gunung Merapi (sekarang Januari 2008 dijabat olehMas
Ngabehi Suraksa Harga atau yang lebih dikenaldengan Mbah Marijan)
sedangkan di Pantai Parang Ku-sumo Kabupaten Bantul dipimpin oleh
Juru Kunci Cepu-ri Parang Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian
di-perebutkan oleh masyarakat.[65] tertutup untuk umumdan hanya
diikuti oleh keluarga kerajaan.Lokasi kedua dan ketiga berturut
turut di kompleks RotoWijayan dan Alun-alun. Di Roto Wijayan yang
diber-sihkan/dirawat adalah kereta-kereta kuda. Kangjeng NyaiJimat,
kereta resmi kerajaan pada zaman Sultan HB I-IV,selalu dibersihkan
setiap tahun. Kereta kuda lainnya di-bersihkan secara bergilir
untuk mendampingi (dalam se-tahun hanya satu kereta yang mendapat
jatah giliran). DiAlun-alun dilakukan pemangkasan dan perapian
rantingdan daun Waringin Sengker yang berada di
tengah-tengahlapangan. Lokasi terakhir adalah di pemakaman
raja-rajadi Imogiri. Di tempat ini dibersihkan dua bejana yaituKyai
Danumaya dan Danumurti. Di lokasi kedua, keti-ga, dan keempat
masyarakat umum dapat menyaksikanprosesi upacaranya.Labuhan adalah
upacara sedekah yang dilakukan se-tidaknya di dua tempat yaitu
Pantai Parang Kusu-mo dan Lereng Gunung Merapi. Di kedua tempat
itubenda-benda milik Sultan seperti nyamping (kain ba-tik), rasukan
(pakaian) dan sebagainya di-larung (har-ah=dihanyutkan). Upacara
Labuhan di lereng Gunung
Merapi (Kabupaten Sleman) dipimpin oleh Juru Kun-ci Gunung
Merapi (sebagaimana pernah dijabat MasNgabehi Suraksa Harga atau
lebih dikenal dengan na-ma Mbah Marijan) sedangkan di Pantai Parang
KusumoKabupaten Bantul dipimpin oleh Juru Kunci Cepuri Pa-rang
Kusumo. Benda-benda tersebut kemudian dipere-butkan oleh
masyarakat.[66]
9 Pusaka kerajaanPusaka di Keraton Yogyakarta disebut sebagai
Kagung-an Dalem (harah=milik Raja) yang dianggap memilikikekuatan
magis atau peninggalan keramat yang diwarisidari generasi-generasi
awal. Kekuatan dan kekeramatandari pusaka memiliki hubungan dengan
asal usulnya, ke-adaan masa lalu dari pemilik sebelumnya atau dari
per-annya dalam kejadian bersejarah[56].Dalam lingkungan Keraton,
pusaka dapat dalam bentukbaik benda nyata ataupun pesan yang
terdapat dalam se-suatu yang lebih abstrak seperti penampilan. Baik
nilaisejarah spiritual dan fungsional berdekatan dengan Sult-an dan
kebijaksanaanya. Pusaka merupakan sebuah as-pek budaya Keraton
Yogyakarta. Sebagai sebuah lem-baga yang terdiri dari Sultan dan
keluarganya, termasukkeluarga besarnya yang disebut dengan trah,
dan peja-bat/pegawai kerajaan/istana, Keraton memiliki
peraturanmengenai hak resmi atas orang yang akan mewarisi ben-da
pusaka. Pusaka memiliki kedudukan yang kuat danorang luar selain di
atas tidak dapat dengan mudah me-warisinya. Keberadaaannya
sebanding dengan Keratonitu sendiri[56].Benda-benda pusaka keraton
memiliki nama tertentu.Sebagai contoh adalah Kyai Permili, sebuah
kereta ku-da yang digunakan untuk mengangkut abdi-DalemMang-gung
yang membawa Regalia. Selain nama pusaka terse-but mempunyai gelar
dan kedudukan tertentu, tergantungjauh atau dekatnya hubungan
dengan Sultan. Seluruh pu-saka yang menjadi inventaris Sultan
(Sultans property)dalam jabatannya diberi gelar Kyai (K) jika
bersifat mas-kulin atau Nyai (Ny) jika bersifat feminin, misalnya
KDanumaya sebuah guci tembikar, yang konon berasal da-ri Palembang,
yang berada di Pemakaman Raja-raja diImogiri.Apabila pusaka
tersebut sedang/pernah digunakan olehSultan, maupun dipinjamkan
kepada orang tertentu ka-rena jabatannya diberi tambahan gelar
Kangjeng sehing-ga selengkapnya bergelar Kangjeng Kyai (KK) atau
Ka-ngjeng Nyai (KNy). Sebagai contoh adalah KangjengNyai Jimat,
sebuah kereta kuda yang dipergunakan olehSultan HB I - Sultan HB IV
sebagai kendaraan resmi (se-banding dengan mobil dengan plat nomor
polisi Indonesia1 sebagai kendaran resmi Presiden Indonesia) dan
meru-pakan kereta terkeramat dari Keraton Yogyakarta.[67]
Beberapa pusaka yang menempati kedudukan tertinggidan dipercaya
memiliki kekuatan paling magis menda-
-
12 9 PUSAKA KERAJAAN
pat tambahan gelar Ageng sehingga selengkapnya berge-lar
Kangjeng Kyai Ageng (KKA). Salah satu pusaka terse-but adalah KKA
Pleret, sebuah tombak yang konon per-nah digunakan oleh Panembahan
Senopati untuk membu-nuhArya Penangsang. Tombak ini kini menjadi
pusakaterkeramat di keraton Yogyakarta dan mendapat kehor-matan
setara dengan kehormatan Sultan sendiri. Peng-hormatan terhadap KKA
Pleret ini telah dimulai sejakPanembahan Senopati.Wujud benda
pusaka di Keraton Yogyakarta bermacam-macam. Benda-benda tersebut
dapat dikelompokkanmenjadi: (1) Senjata tajam; (2) Bendera dan
Panji kebe-saran; (3) Perlengkapan Kebesaran; (4) Alat-alat
musik;(5) Alat-alat transportasi; (6) Manuskrip, babad
(kronik)berbagai karya tulis lain; (7) Perlengkapan sehari-hari;dan
(8) Lain-lain. Pusaka dalam bentuk senjata tajam da-pat berupa
tombak (KK Gadatapan dan KK Gadaweda-na, pendamping KKA Pleret);
keris (KKA Kopek); We-dhung, (KK Pengarab-arab, untuk eksekusi mati
narapi-dana dengan pemenggalan kepala) ataupun pedang
(KKMangunoneng, pedang yang digunakan untuk memeng-gal seorang
pemberontak, Tumenggung Mangunoneng).Pusaka dalam bentuk
bendera/panji misalnya KK Pujodan KK Puji. Pusaka yang digunakan
sebagai perlengkap-an kebesaran terdiri dari satu set regalia
kerajaan yang di-sebut KK Upocoro dan satu set lambang kebesaran
Sultanyang disebut KK Ampilan serta perlengkapan baju kebe-saran
(mahkota, sumping [hiasan telinga], baju kebesar-an, akik [cicin
dengan mata dari batu mulia] dan lain se-bagainya). Pusaka dalam
kelompok alat-alat musik dapatberupa set gamelan (misal KK Kancil
Belik) maupun alatmusik tersendiri (misal cymbal KK Udan Arum dan
KKTundhung Mungsuh).Pusaka dalam golongan alat-alat transportasi
dapat beru-pa kereta kuda maupun yang lain (misal tandu yang
per-nah digunakan oleh Sultan HB I, KK Tandu Lawak, danpelana kuda
yang disebut KK Cekathak). Benda pusakadalam kelompok Manuskrip
antara lain adalah KK Surya-raja (buku matahari raja-raja) yang
dikarang oleh SultanHB II semasa beliau masih menjadi putra
mahkota, KKAlquran yang berupa manuskrip kitab suci Alquran, danKK
Bharatayudha yang berupa ceritera wayang.Pusaka dalam bentuk
perlengkapan sehari-hari misalnyaNy Mrico, sebuah periuk yang hanya
digunakan untukmenanak nasi saat upacara Garebeg Mulud tahun
Dal(terjadi hanya delapan tahun sekali). Pusaka kelom-pok lain-lain
misalnya wayang kulit tokoh tertentu (mi-salnya KK Jayaningrum
[tokoh Arjuna], KK Jimat [to-koh Yudhistira], dan KK Wahyu Kusumo
[tokoh BataraGuru]) maupun tembikar (misalnya K Danumurti sebu-ah
enceh/kong (guci tembikar), yang konon berasal dariAceh, yang juga
terdapat di pemakaman Imogiri) dan la-in sebagainya.[68]
9.1 RegaliaRegalia merupakan pusaka yang menyimbolkan
karakterSultan Yogyakarta dalam memimpin negara berikut ra-kyatnya.
Regalia yang dimiliki oleh terdiri dari berbagaibenda yang memiliki
makna tersendiri yang kesemuanyasecara bersama-sama disebut KK
Upocoro. Macam ben-da dan dan maknanya sebagai berikut:
1. Banyak (berwujud angsa) menyimbolkan kelurusan,kejujuran,
serta kesiap siagaan serta ketajaman;
2. Dhalang (berwujud kijang) menyimbolkan kece-rdasan dan
ketangkasan;
3. Sawung (berwujud ayam jantan) menyimbolkan ke-jantanan dan
rasa tanggung jawab;
4. Galing (berwujud burung merak jantan) menyim-bolkan
kemuliaan, keagungan, dan keindahan;
5. Hardawalika (berwujud raja ular naga) menyim-bolkan
kekuatan;
6. Kutuk (berwujud kotak uang) menyimbolkan kemu-rahan hati dan
kedermawanan;
7. Kacu Mas (berwujud tempat saputangan emas) me-nyimbolkan
kesucian dan kemurnian;
8. Kandhil (berwujud lentera minyak) menyimbolkanpenerangan dan
pencerahan; dan
9. Cepuri (berwujud nampan sirih pinang), WadhahSes (berwujud
kotak rokok), dan Kecohan (berwu-jud tempat meludah sirih pinang)
menyimbolkanproses membuat keputusan/kebijakan negara.
KK Upocoro selalu ditempatkan di belakang Sultan saatupacara
resmi kenegaraan (state ceremony) dilangsungk-an. Pusaka ini dibawa
oleh sekelompok gadis remajayang disebut dengan abdi-Dalem
Manggung.[56]
9.2 Lambang kebesaranKKAmpilan sebenarnya merupakan satu set
benda-bendapenanda martabat Sultan. Benda-benda tersebut ada-lah
Dampar Kencana (singgasana emas) berikut Pan-cadan/Amparan (tempat
tumpuan kaki Sultan di mukasinggasana) dan Dampar Cepuri (untuk
meletakkan se-perangkat sirih pinang di sebelah kanan singgasana
Sult-an); Panah (anak panah); Gendhewa (busur panah); Pe-dang;
Tameng (perisai); Elar Badhak (kipas dari bulumerak); KK Alquran
(manuskrip Kitab Suci tulisan ta-ngan); Sajadah (karpet/tikar
ibadah); Songsong (payungkebesaran); dan beberapa Tombak. KK
Ampilan ini se-lalu berada di sekitar Sultan saat upacara resmi
kerajaan(royal ceremony) diselenggarakan. Berbeda dengan KKUpocoro,
pusaka KK Ampilan dibawa oleh sekelompokibu-ibu/nenek-nenek yang
sudah menopause.[56]
-
9.4 Kereta kuda pilihan 13
9.3 Gamelan
Gamelan merupakan seperangkat ansambel tradisionalJawa. Orkestra
ini memiliki tangga nada pentatonis da-lam sistem skala slendro dan
sistem skala pelog. KeratonYogyakarta memiliki sekitar 18-19 set
ansambel gamelanpusaka, 16 diantaranya digunakan sedangkan sisanya
(KKBremara dan KK Panji) dalam kondisi yang kurang baik.Setiap
gamelan memiliki nama kehormatan sebagaima-na sepantasnya pusaka
yang sakral. Tiga buah gamel-an dari berasal dari zaman sebelum
Perjanjian Giyantidan lima belas sisanya berasal dari zaman
Kesultanan Yo-gyakarta. Tiga gamelan tersebut adalah gamelan
mong-gang yang bernama KK Guntur Laut, gamelan kodhokngorek yang
bernama KK Maeso Ganggang, dan ga-melan sekati yang bernama KK
Guntur Madu. Ketiga-nya merupakan gamelan terkeramat dan hanya
dimaink-an/dibunyikan pada even-even tertentu saja.Gamelan monggang
KK Guntur Laut konon berasal darizaman Majapahit. Gamelan yang
dapat dikatakan palingsakral di Keraton ini merupakan sebuah
ansambel seder-hana yang terdiri dari tiga buah nada dalam sistem
ska-la slendro. Pada zamannya gamelan ini hanya dimaink-an dalam
upacara kenegaraan yang sangat penting yaituupacara
pelantikan/pemahkotaan Sultan, mengiringi ke-berangkatan Sultan
dari istana untuk menghadiri upacarapenting, perayaan maleman
(upacara pada malam tang-gal 21,23,25, dan 29 bulan Ramadan),
pernikahan kera-jaan, upacara garebeg, dan upacara pemakaman
Sultan.Gamelan ini memiliki nilai sejarah penting. Atas per-kenan
Sunan PB III, KK Guntur laut dimainkan saat pe-nyambutan Sri Sultan
Hamengkubuwono I pada penan-datanganan Perjanjian Giyanti pada
tahun 1755.KKMaeso Ganggang juga merupakan gamelan kuno yangkonon
juga berasal dari zaman Majapahit. Gamelan ko-dhok ngorek ini juga
menggunakan sistem skala slendro.Gamelan ini didapatkan oleh
Pangeran Mangkubumi da-ri Perjanjian Giyanti. Penggunaannya juga
sangat sak-ral dan selalu dimainkan pada upacara kenegaraan
seper-ti upacara pemahkotaan Sultan dan pernikahan kerajaan.Gamelan
nomor dua di Keraton ini juga dimainkan da-lam peringatan ulang
tahun Sultan, upacara sunatan putraSultan, dan untuk megiringi
prosesi Gunungan ke MasjidBesar.Gamelan sekati KKGuntur Madu
dimainkan di PagonganKidul saat Upacara Sekaten, serta dalam
upacara sunatandan pernikahan Putra Mahkota. Konon gamelan ini
bera-sal dari zaman Kesultanan Demak. Versi lain mengatak-an alat
musik ini buatan Sultan Agung saat memerintahkerajaan Mataram.
Gamelan ini menjadi milik Kesul-tanan Yogyakarta setelah perjanjian
Giyanti sementarapasangannya KK Guntur Sari menjadi milik
KesunananSurakarta. Agar gamelan sekati ini tetap berjumlah
se-pasang maka dibuatlah duplikatnya (jw. dipun putrani)dan diberi
nama KK NagaWilaga yang dibunyikan di Pa-gongan Utara. Kekhususan
gamelan ini adalah bentuknyayang lebih besar dari gamelan umumnya
dan instrumen
kendhang (gendang) yang mencerminkan Hinduisme di-gantikan oleh
bedug kecil (dianggap mencerminkan Is-lam).KK Guntur Sari
dipergunakan untuk mengiringi BeksanLawung, sebuah tarian sakral,
pada upacara pernikahanputra Sultan. KK Surak diperdengarkan untuk
mengiringiuyon-uyon (lagu-lagu tradisional Jawa), tari-tarian,
danwayang kulit. Gamelan-gamelan ada yang berpasangansecara khusus
antara lain KK Harja Nagara (dalam skalaslendro) dengan KK Harja
Mulya (dalam skala pelog) danKK Madu Murti (dalam skala slendro)
dengan KK MaduKusumo (dalam skala pelog).[56]
9.4 Kereta kuda pilihan
Pada zamannya kereta kuda merupakan alat transportasipenting
bagi masyarakat tak terkecuali Keraton Yogya-karta. Keraton
Yogyakarta memiliki bermacam keretakuda mulai dari kereta untuk
bersantai dalam acara nonformal sampai kereta kebesaran yang
digunakan secararesmi oleh raja. Kereta kebesaran tersebut
sebanding de-ngan mobil berplat nopol Indonesia 1 atau Indonesia
2(mobil resmi presiden dan wakil presiden Indonesia). Ke-banyakan
kereta kuda adalah buatan Eropa terutama Ne-geri Belanda walaupun
ada beberapa yang dibuat di RotoWijayan (misal KK Jetayu).KNy Jimat
merupakan kereta kebesaran Sultan HB I sam-pai dengan Sultan HB IV.
Kereta kuda ini merupakanpemberian Gubernur Jenderal Jacob Mossel.
KK Ga-rudho Yakso merupakan kereta kebesaran Sultan HB VIsampai HB
X (walaupun dalam kenyataannya Sultan HBIX dan HB X sudah
menggunakan mobil). Kereta kudabuatan Den Haag tahun 1861 ini
terakhir kali digunakanpada tahun 1989, saat prosesi Kirab
Jumenengan Dalem(perarakan pemahkotaan raja). KKWimono Putro
adalahkereta yang digunakan oleh Pangeran Adipati Anom (Pu-tra
Mahkota). KK Jetayu merupakan kendaraan yang di-gunakan Sultan
untuk menghadiri acara semi resmi. KKRoto Praloyo merupakan kereta
jenazah yang hanya di-gunakan untuk membawa jenazah Sultan. Konon
keretaini baru digunakan dua kali yaitu pada saat pemakamanSultan
HB VIII dan HB IX.K Harsunaba adalah kendaraan yang digunakan
dalamresepsi pernikahan, sementara K Jongwiyat, KManik Ret-no, K
Jaladara dan K Mondro Juwolo kadang-kadang di-gunakan oleh Pangeran
Diponegoro. Selain itu juga ter-dapat kereta, K Noto Puro, K Roto
Biru, K Kutho Kaharjo,K Puspo Manik, Rejo Pawoko, Landower,
Landower Su-rabaya, Landower Wisman, Kus Gading, Kus nomor 10,dan
lain-lain. Masing-masing kereta tersebut memilikikegunaan
sendiri-sendiri.[56]
-
14 11 PRAJURIT KRATON
9.5 Tanda jabatanBeberapa pusaka, khususnya keris, juga
digunakan se-bagai penanda/simbol jabatan orang yang
memakainya.Sebagai contoh adalah keris KKA Kopek. Keris
utamaKeraton Yogyakarta ini merupakan keris yang hanya
di-perkenankan untuk dipakai Sultan yang sedang bertahtayang
melambangkan martabatnyanya sebagai pemimpinspiritual sebagaimana
beliau menjadi kepala kerajaan.oleh Sultan sendiri. Keris KK Joko
Piturun merupak-an keris yang dipinjamkan oleh Sultan kepada
Panger-an Adipati Anom, Putra Mahkota Kerajaan, sebagai tan-da
jabatannya. Keris KK Toyatinaban merupakan ke-ris yang dipinjamkan
oleh Sultan kepada Gusti PangeranHarya Hangabehi, putra tertua
Sultan, sebagai lambangkedudukannya selaku Kepala Parentah Hageng
Karaton(Lembaga Istana). Keris KK Purboniyat merupakankeris yang
dipinjamkan oleh Sultan kepada Kangjeng Pa-ngeran (h)Adipati
(h)Aryo Danurejo, sebagai simbol ja-batannya sebagai Pepatih
Dalem.[56]
10 Pemangku adat Yogyakarta
Upacara Jumenengan atau naik takhta Sultan Hamengkubuwo-no X,
tampakmelintas di depan Pagelaran didamping Gusti Kan-jeng Ratu
Hemas, 7 Maret 1989.
Para Abdi Dalem di depan Gedhong Kaca, Museum HamengkuBuwono IX
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Pada mulanya Keraton Yogyakarta merupakan sebu-ah Lembaga Istana
Kerajaan (The Imperial House) da-
ri Kesultanan Yogyakarta. Secara tradisi lembaga inidisebut
Parentah Lebet (harah=Pemerintahan Dalam)yang berpusat di Istana
(keraton) dan bertugas mengu-rus Sultan dan Kerabat Kerajaan (Royal
Family). Da-lam penyelenggaraan pemerintahan Kesultanan Yogya-karta
disamping lembaga Parentah Lebet terdapat Paren-tah nJawi/Parentah
Nagari (harah=Pemerintahan Lu-ar/Pemerintahan Negara) yang berpusat
di nDalem Ke-patihan dan bertugas mengurus seluruh negara.Sekitar
setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khu-susnya Parentah nJawi)
bersama-sama Kadipaten Pa-ku Alaman diubah statusnya dari negara
(state) menja-di Daerah Istimewa setingkat Provinsi secara resmi
pada1950, Keraton mulai dipisahkan dari Pemerintahan Da-erah
Istimewa dan di-depolitisasi sehingga hanya menja-di sebuah Lembaga
Pemangku Adat Jawa khususnya ga-ris/gaya Yogyakarta. Fungsi Keraton
berubah menjadipelindung dan penjaga identitas budaya Jawa
khususnyagaya Yogyakarta.Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada
sektor infor-mal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki
kharismatersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya diProv.
D.I. Yogyakarta. Selain itu keraton Yogyakartajuga memberikan gelar
kebangsawanan kehormatan (ho-noriscausa) pada mereka yang mempunyai
perhatian ke-pada budaya Jawa khususnya Yogyakarta disamping
me-reka yang berhak karena hubungan darah maupun karenaposisi
mereka sebagai pegawai (abdi-Dalem) keraton.Namun demikian ada
perbedaan antara Keraton Yogya-karta dengan Keraton/Istana
kerajaan-kerajaan Nusanta-ra yang lain. Sultan Yogyakarta selain
sebagai Yang Di-pertuan Pemangku Tahta Adat /Kepala Keraton juga
me-miliki kedudukan yang khusus dalam bidang pemerin-tahan sebagai
bentuk keistimewaan daerah Yogyakarta.Dari permulaan DIY berdiri
(de facto 1946 dan de yu-re 1950) sampai tahun 1988 Sultan
Yogyakarta secaraotomatis diangkat sebagai Gubernur/Kepala Daerah
Is-timewa yang tidak terikat dengan ketentuan masa jabat-an,
syarat, dan cara pengangkatan Gubernur/Kepala Dae-rah lainnya (UU
22/1948; UU 1/1957; Pen Pres 6/1959;UU 18/1965; UU 5/1974). Antara
1988-1998 Guber-nur/Kepala Daerah Istimewa dijabat oleh Wakil
Guber-nur/Wakil Kepala Daerah Istimewa yang juga PenguasaPaku
Alaman. Setelah 1999 keturunan Sultan Yogyakar-ta tersebut yang
memenuhi syarat mendapat prioritas un-tuk diangkat menjadi
Gubernur/Kepala Daerah Istimewa(UU 22/1999; UU 32/2004). Saat ini
yang menjadi YangDipertuan Pemangku Tahta adalah Sultan Hamengku
Bu-wono X
11 Prajurit Kraton
-
15
11.1 Prajurit Kraton Ngayogyakarta Ha-diningrat
Prajurit Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dibentukpada masa
pemerintahan Hamengkubuwono I sekitarabad 17. Tepatnya pada tahun
1755Masehi. Praju-rit yang terdiri atas pasukan-pasukan infanteri
dan ka-valeri tersebutsudah mempergunakan senjata-senjata apiyang
berupa bedil dan meriam. Selamakurang lebih se-tengah abad pasukan
Ngayogyakarta terkenal cukup ku-at, initerbukti ketika
Hamengkubuwono II mengadak-an perlawanan bersenjatamenghadapi
serbuan dari pa-sukan Inggris dibawah pimpinan Jenderal Gillespie
pa-da bulan Juni 1812. Di dalam Babad menceritakan bah-wa
perlawanan dari pihak Hamengkubuwono II hebatsekali. Namun semenjak
masa PemerintahanHameng-kubuwono III kompeni Inggris membubarkan
angkatanperangKasultanan Yogykarta. Dalam perjanjian 2 Ok-tober
1813 yang ditandatanganioleh Sultan Hamengku-buwono III dan Raes,
dituliskan bahwa KesultananYo-gyakarta tidak dibenarkan memiliki
angkatan bersenjatayang kuat. Dibawah pengawasan Pemerintahan
KompeniInggris, keraton hanya boleh
memilikikesatuan-kesatuanbersenjata yang lemah dengan pembatasan
jumlah perso-nil.Sehingga tidak memungkinkan lagi untuk
melakukangerakan militer. Maka sejak itu fungsi
kesatuan-kesatuanbersenjata sebatas sebagai pengawal sultan dan
penjagakeraton.Ketika Pemerintahan Kolonial Belanda kembaliberkuasa
pasukan- pasukan bersenjata yang sudah lemahtersebut makin
dikurangi sehingga tidak mempunyai ar-ti secara militer. Menurut
catatan yang ada, semasa pe-merintahanHamengkubuwono VII sampai
dengan masapemerintahan HamengkubuwonoVIII yaitu antara tahun1877
sampai dengan 1939 ada 13 kesatuan prajurit kra-tonyang meliputi:
Kesatuan Sumoatmojo, Ketanggung,Patangpuluh, Wirobrojo,Jogokaryo,
Nyutro, Dhaeng, Ja-ger, Prawirotomo, Mantrijero,
Langenastro,Surokarsodan Bugis.Prajurit Bugis Prajurit Daeng
Prajurit JogokaryoPraju-rit Ketanggung Prajurit MantrijeroPrajurit
Nyutro Pra-jurit Patangpuluh Prajurit PrawirotomoPrajurit
Surokar-so Prajurit Wirobrojo
11.2 Prajurit Kraton Yogyakarta
Pada tahun 1942 semua kesatuan bersenjata keraton
Yo-gyakartadibubarkan oleh pemerintahan Jepang. Tetapimulai tahun
1970 kegiatan para prajurit keraton dihi-dupkan kembali. Dari ke
tiga belas prajurit yang pernahada baru sepuluh kesatuan atau
bergada yang direkon-struksi dengan beberapa perubahan, baik dari
pakaian-nya, senjatanya maupun jumlah personil. (lihat
foto-fotoyang ditampilkan). Kesepuluh kesatuan prajurit
tersebutyaitu: PrajuritWirobrojo, Prajurit Dhaeng, Prajurit
Pata-ngpuluh, Prajurit Jogokaryo, PrajuritMantrijero, Praju-rit
Prawirotomo, Prajurit Ketanggung, Prajurit Nyutro,PrajuritSurokarso
dan Prajurit Bugis. Dewasa ini, kese-
puluh kesatuan prajurit tersebutmasih dapat dilihat
olehmasyarakat umum paling tidak se tahun tiga kali, yaitupada
upacara Garebeg Mulud, Garebeg Besar dan Ga-rebeg Syawal, di
alun-alunutara Keraton NgayogyakartaHadiningrat.
12 Filoso dan mitologi seputarKeraton
Keraton Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Kara-ton Kasultanan
Ngayogyakartamerupakan tempat tinggalresmi para Sultan yang
bertahta di Kesultanan Yogyakar-ta. Karaton artinya tempat dimana
Ratu (bahasa Ja-wa yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja)
bersema-yam. Dalam kata lain Keraton/Karaton (bentuk singkatdari
Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan tempat kediam-an resmi/Istana para
Raja. Artinya yang sama juga ditun-jukkan dengan kataKedaton. Kata
Kedaton (bentuk sing-kat dari Ke-datu-an/Ka-datu-an) berasal dari
kata Datuyang dalam bahasa Indonesia berarti Raja. Dalam
pem-belajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai artilosos
yang sangat dalam[69].Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu
saja. Banyakarti dan makna losos yang terdapat di seputar dan
se-kitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini ju-ga
diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu ken-tal. Filoso dan
mitologi tersebut tidak dapat dipisahk-an dan merupakan dua sisi
dari sebuah mata uang yangbernama keraton. Penataan tata ruang
keraton, terma-suk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta,
nama-nama yang dipergunakan, bentuk arsitektur dan arah ha-dap
bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainyamasing-masing
memiliki nilai loso dan/atau mitologi-nya sendiri-sendiri.Tata
ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garislurus Tugu,
Keraton, dan Panggung Krapyak serta diapitoleh S. Winongo di sisi
barat dan S. Code di sisi timur.Jalan P. Mangkubumi (dulu
Margotomo), jalan Malio-boro (dulu Maliyoboro), dan jalan Jend. A.
Yani (du-lu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dariTugu
menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Nga-dinegaran
[?])merupakan sebuah jalan yang lurus keluardari Keraton melalui
Plengkung Nirboyo menuju Pang-gung Krapyak. Pengamatan citra
satelit memperlihatk-an Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut
jalanyang menghubungkannya tersebut hampir segaris (hanyameleset
beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengan-dung makna sangkan
paraning dumadi yaitu asal mulamanusia dan tujuan asasi
terakhirnya[70].Dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton
(KompleksKedaton) menunjukkan sangkan asal mula penciptaanmanusia
sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dili-hat dari kampung di
sekitar Panggung Krapyak yang di-beri nama kampung Mijen (berasal
dari kata wiji yangberarti benih). Di sepanjang jalan D.I.
Panjaitan dita-
-
16 14 CATATAN KAKI
nami pohon asam (Tamarindus indica [?]) dan tanjung(Mimusops
elengi [?]) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari
Tugu menuju ke Keraton(Kompleks Kedaton) menunjukkan paran tujuan
akhirmanusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbangdari Gladhag
sampai Donopratopo melambangkan tujuhlangkah/gerbang menuju surga
(seven step to heaven)[57].Tugu golong gilig (tugu Yogyakarta) yang
menjadi ba-tas utara kota tua menjadi simbol manunggaling
kawulogusti bersatunya antara raja (golong) dan rakyat
(gilig).Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu
persa-tuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (cipta-an).
Sri Manganti berarti Raja sedang menanti atau me-nanti sang
Raja.Pintu Gerbang Donopratopo berarti seseorang yang ba-ik selalu
memberikan kepada orang lain dengan sukare-la dan mampu
menghilangkan hawa nafsu. Dua patungraksasa Dwarapala yang terdapat
di samping gerbang,yang satu, Balabuta, menggambarkan kejahatan dan
yanglain, Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal iniberarti Anda
harus dapat membedakan, mana yang baikdan mana yang jahat.Beberapa
pohon yang ada di halaman kompleks kera-ton juga mengandung makna
tertentu. Pohon beringin(Ficus benjamina; famili Moraceae) di
Alun-alun utaraberjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Na-bi
Muhammad. Dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi
lambang makrokosmos (K. Dewo-daru, dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K.
Janadaru, ja-na=manusia). Selain itu ada yang mengartikan Dewoda-ru
adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangk-an Janadaru
adalah lambang persatuan Sultan denganrakyatnya. Pohon gayam
(Inocarpus edulis/Inocarpusfagiferus; famili Papilionaceae)bermakna
ayem (da-mai,tenang,bahagia) maupun gayuh (cita-cita). Po-hon sawo
kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae)bermakna sarwo becik
(keadaan serba baik, penuhkebaikan)[71].Dalam upacara garebeg,
sebagian masyarakat memper-cayai apabila mereka mendapatkan bagian
dari gunung-an yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah
ter-tentu seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagipara
petani. Selain itu saat upacara sekaten sebagian ma-syarakat
mempercayai jika mengunyah sirih pinang saatgamelan sekati
dimainkan/dibunyikan akan mendapat tu-ah awet muda. Air sisa yang
digunakan untuk member-sihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian
masyarakatmemiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekadaruntuk
memperoleh air keramat tersebut.Benda-benda pusaka keraton juga
dipercaya memilikidaya magis untuk menolak bala/kejahatan. Konon
ben-dera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang kononberasal dari
kain penutup kabah di Makkah (kiswah), di-percaya dapat
menghilangkan wabah penyakit yang per-nah menjangkiti masyarakat
Yogyakarta. Bendera terse-but dibawa dalam suatu perarakan
mengelilingi benteng
baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi pada tahun1947 (?).
Dipercayai pula oleh sebagian masyarakat bah-wa Kyai Jegot, roh
penunggu hutan Beringan tempat ke-raton Yogyakarta didirikan,
berdiam di salah satu tiangutama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh
ini dipercayamenjaga ketentraman kerajaan dari gangguan.
13 Lihat pula Tugu Yogyakarta Kasultanan Yogyakarta Puro Paku
Alaman Keraton Surakarta
14 Catatan kaki[1] Witton, P.; Elliott, M. (2003). Indonesia
(ed. 7th). Foo-
tscray: Lonely Planet Publications. hlm. hlm. 217.
ISBN1740591542. (lihat di Penelusuran Buku Google)
[2] Pesanggrahan bermakna 'istana kecil' atau 'vila'
[3] Sultan Hamengku Buwono I pindah dari PesanggrahanAmbar
Ketawang ke Keraton Yogyakarta pada 7 Oktober1756. Tanggal ini
kemudian dijadikan tanggal berdirinyaKota Yogyakarta.
[4] Murdani Hadiatmadja. Tulisan ini selain menggunak-an bahan
referensi yang diterbitkan juga menggunakancerita-cerita rakyat
yang berkembang di tengah masyara-kat.
[5] Penamaan kompleks/bagian dari Keraton Yogyakarta, be-gitu
pula dengan bangunan maupun lain-lain yang terkait,sengaja
menggunakan bahasa Jawa. Hal ini dikarenak-an nama-nama tersebut
merupakan suatu kesatuan mak-na. Untuk terjemahan dalam bahasa
Indonesia, apabilaada/memungkinkan, akan diberikan di dalam tanda
ku-rung (). Terjemahan hanya dilakukan sekali saat bagi-an, gedung,
atau yang lain disebutkan untuk pertama kali-nya. Untuk seterusnya
tidak diberikan keterangan meng-ingat keterbatasan tempat.
[6] Tulisan awal
[7] Kota ini memiliki batas utara Tugu Yogyakarta, timur Su-ngai
Code, selatan Panggung Krapyak, dan barat SungaiWinongo.
[8] Plengkung bermakna gerbang lengkung (arched gate).
[9] Chamamah Soeratno et. al. (Buku dari Chamamah So-eratno et.
al. banyak berisi ilustrasi terutama foto yangsangat membantu dalam
hal arsitektur dan kadang foto-foto tersebut menjelaskan lebih
banyak detail arsitekturdibandingkan dengan teks yang ada. Banyak
keterangandari foto-foto tersebut yang digunakan dan diuraikan
disini).
-
17
[10] Murdani Hadiatmadja. Murdani hanya menyebutkan ba-gian
utama dari Keraton Yogyakarta mulai dari Siti Hing-gil Ler sampai
Siti Hinggil Kidul. Untuk arsitektur dantata ruang, termasuk
detailnya, buku dari Murdani danChamamah banyak digunakan.
[11] Dalam bahasa jawa regol dapat dimaknai sebagai pintuyang
besar/gerbang.
[12] Semar Tinandu merupakan gerbang yang memiliki
ataptrapesium, seperti joglo, tanpa tiang dan hanya ditopangoleh
dinding yang menjadi pemisah satu kompleks dengankompleks
berikutnya.
[13] misal pada Bangsal Witono dan Bangsal Kencono
[14] Pada bagian ini buku Chamamah Soeratno et. al. digu-nakan
di sebagian besar tulisan. Deskripsi berasal dariteks maupun dari
foto-foto yang ada. Selain itu juga di-gunakan buku Murdani
Hadiatmadja.
[15] Pangurakan berasal dari kata urak dapat dimaknai daf-tar
jaga atau pengusiran.
[16] Chamamah Soeratno et. al. begitu pula dengan
MurdaniHadiatmadja.
[17] Murdani Hadiatmadja.
[18] Pocung episode Wewangunan Karaton NgayogyakartaHadiningrat
(Media).
[19] On location Desember 2007
[20] Aslinya Alun-alun ditutupi dengan pasir dari pantai
selat-an (Pocung episode Wewangunan Karaton
NgayogyakartaHadiningrat [Media])
[21] Gambaran dinding pagar di sekeliling alun-alun yang
rela-tif masih seperti aslinya dapat dilihat di Alun-alun
Kidul,dimana dinding yang mengelilingi masih dapat disaksikanlebih
utuh (On location Desember 2007)
[22] Versi lain bernama Kyai Dewadaru dan Kyai
Jayada-ru/Wijayadaru.
[23] Pepatih Dalem adalah pegawai kerajaan tertinggi yang
di-angkat oleh Sultan untuk mengelola kerajaan.
[24] Tapa Pepe bermakna menjemur diri. Tapa Pepe dapatdilihat
sebagai sebuah cermin nilai-nilai demokrasi yangdibungkus oleh
kearifan lokal dalam bentuk demonstrasisecara tertib, tidak
anarkis, dan tunduk pada aturan ma-in yang telah ditetapkan.
Peristiwa terakhir konon terja-di pada zaman Sultan Hamengkubuwono
VIII ketika ra-kyat tidak sanggup untuk membayar pajak yang
ditetapk-an oleh Pepatih Dalem bersama Gubernur Belanda di
Yo-gyakarta.
[25] Pisowanan ageng bermakna pertemuan besar. Dalam ke-giatan
ini rakyat dan pejabat menghadap/menemui Sultansebagai tanda
kesetiaan mereka kepada Sultan dan Kesul-tanan.
[26] Jejak Boto secara harah bermakna menendang batu bata.
[27] semacam Menteri Agama/Imam Agung/Mufti Kerajaan.
[28] Dahulu Tratag Pagelaran merupakan kanopi dari anyam-an
bambu. Sultan HB VIII membuatnya menjadi sebuahbangsal yang besar
pada 1934.
[29] Nama/jenis kelompok pegawai Kesultanan Yogyakarta
[30] Sebagian besar bagian ini merujuk pada Murdani Hadi-atmadja
dan Bangunan Keraton Kasultanan Yogyakarta(Pranala luar)
[31] abdi-Dalem Mertolulut dan abdi-Dalem Singonegoro ada-lah
kelompok pegawai kerajaan yang bertugas sebagai al-gojo/eksekutor
putusan hakim pengadilan kerajaan.
[32] Dahulu Tratag Siti Hinggil merupakan kanopi darianyaman
bambu. Sultan HB VIII membuatnya menjadisebuah bangsal yang megah
pada 1926.
[33] Kedua bangsal ini direnovasi oleh Sultan HB VIII
pada1925.
[34] KK singkatan dari Kangjeng Kyai, suatu derajat gelar
bagipusaka kerajaan. Untuk lebih jelasnya silakan lihat
bagianpusaka kerajaan dibagian lain halaman ini.
[35] Murdani Hadiatmadja, Chamamah et. al., Pocung epi-sode
Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat(Media), dan on
location.
[36] Murdani Hadiatmadja, Chamamah Soeratno et. al., Po-cung
episode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Ha-diningrat
[37] Praja Cihna adalah Lambang Kesultanan Yogyakarta. Dibagian
atas terdapat Songkok, mahkota Sultan, menggam-barkan bentuk
Monarki. Di bawah songkok sebelah kan-an dan kiri terdapat Sumping,
hiasan telinga, yang meng-gambarkan sifat waspada dan bijaksana. Di
sebelah ba-wahnya terdapat sepasang sayap mengapit tulisan Ha
Ba,singkatan dari Hamengku Buwono yaitu dinasti yang me-merintah,
dalam aksara Jawa.
[38] Kraton Kilen bermakna Istana Barat
[39] Suro adalah bulan pertama dalam kalender Jawa
[40] Bangunan yang digunakan sebagai tempat menunggu parapenari
untuk pentas di bangsal Kencana
[41] Bangunan yang digunakan sebagai tempat abdi-DalemMusikan
memainkan ansambel musik diatonis, misalnyaWilhelmus van Nassau,
lagu kebangsaan Kerajaan Belan-da
[42] Bangunan yang digunakan sebagai tempat mempersiapk-an
minuman teh
[43] Bangunan yang digunakan sebagai kantor Bendahara
[44] Bangunan yang digunakan sebagai tempat
menyimpanlampu/lentera
[45] Bangunan yang digunakan sebagai tempat menyimpanperalatan
makan dan minum
[46] Bangunan yang digunakan sebagai tempat memainkanorkestra
gamelan, misalnya Gendhing Monggang, suatuhymne khusus bagi
Sultan
-
18 16 PRANALA LUAR
[47] Mesjid Keputren[48] Tahun 1682 dalam perhitungan Kalender
Jawa atau tahun
1756 menurut Kalender Gregorian[49] Murdani Hadiatmadja,
Chamamah Soeratno et. al.[50] Murdani Hadiatmadja dan Pocung
episode Wewangunan
Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat[51] Murdani Hadiatmadja[52]
Murdani Hadiatmadja dan on location.[53] Pocung episode Wewangunan
Karaton Ngayogyakarta
Hadiningrat (Media) (?).[54] On location[55] Cerita rakyat[56]
Chamamah Soeratno et. al.[57] Pocung episode Wewangunan Karaton
Ngayogyakarta
Hadiningrat (Media)[58] On location dan Murdani Hadiatmadja[59]
Chamamah Soeratno et. al. dan sebagian kecil dari on
location[60] Pathok Negoro bermakna tapal batas Nagari
Ngayogya-
karta, sebutan Ibukota Kesultanan Yogyakarta[61] Sebagian besar
bagian ini diambil dari pranala luar: Gu-
nungan Ciri Khas Upacara Garebeg[62] Pawohan berasal dari kata
uwoh yang berarti buah.[63] Sebagian besar bagian ini diambil dari
pranala luar: Gu-
nungan Ciri Khas Upacara Garebeg, cerita rakyat, dan
onlocation
[64] Cerita rakyat dan on location[65] Sebagian besar artikel
ini diambil dari Pocung episode
Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (Me-dia).
[66] Sebagian besar artikel ini diambil dari Pocung
episodeWewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat (Me-dia).
[67] Keterangan derajat kehormatan dan kepemilikan pusakadalam
paragraf ini dan dua paragraf berikutnya diterangk-an sendiri oleh
Sultan HB X dalam acara Jemparing yangditayangkan oleh TVRI Stasiun
Yogyakarta. Contoh danketerangan lanjut dikembangkan
penyusun/editor dengananalogi nama masing-masing pusaka dan
kegunaannya
[68] Macam/jenis pusaka pada paragraf ini dan tiga
paragrafberikutnya sebagian besar diambil dari Chamamah Soe-ratno
et. al.. Contoh detail dari masing-masing pusakayang tidak
diberikan dalam Chamamah Soeratno et. al.dikembangkan sendiri oleh
penyusun/editor berdasarkancerita rakyat yang berkembang.
[69] Sebagian diambil dari Murdani Hadiatmaja.[70] Sebagian
diambil dari Pocung episode Wewangunan Ka-
raton Ngayogyakarta Hadiningrat (Media)[71] Murdani
Hadiatmaja
15 Referensi Chamamah Soeratno et. al. (2004). Kraton
Yogyakarta:the history and cultural heritage (2ndprint).
Yogyakarta and Jakarta: Karaton Ngayogya-karta Hadiningrat and
Indonesia Marketing Associ-ations. 979-96906-0-9.
Periplus Edition Singapore (1997). Periplus Adven-ture Guide
Java Indonesia. Periplus Singapore.
R. Murdani Hadiatmadja (no year). Keterangan-keterangan tentang
Karaton Yogyakarta. Yogyakar-ta: Tepas Pariwisata Karaton
Ngayogyakarta.
van Beek, Aart (1990). Images of Asia: Life inthe Javanese
Kraton. Singapore: Oxford Univer-sity Press. ISBN
979-497-123-5.
Acara budaya dengan judul Pocung dalam episodeWewangunan Karaton
Ngayogyakarta Hadiningratdisiarkan oleh JogjaTV.
16 Pranala luar (Indonesia) Gunungan Ciri Khas Upacara Garebeg
(Indonesia) Bangunan Keraton Kasultanan Yogya-
karta (Indonesia) Keraton Kasultanan Yogyakarta (Indonesia)
Keraton Kasultanan Yogyakarta dari Jo-
gjatrip.com (Indonesia) Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
-
19
17 Text and image sources, contributors, and licenses17.1
Text
KeratonNgayogyakartaHadiningrat Source:
http://id.wikipedia.org/wiki/Keraton%20Ngayogyakarta%20Hadiningrat?oldid=8368812Contributors:
Meursault2004, Bennylin, Borgx, Kembangraps, Sentausa, Arisdp,
Borgxbot, Hajar Pamundi, IvanLanin, Jagawana, Andri.h,Farras, Naval
Scene, Reindra, Mimihitam, Willy2000, Den Mazze, Masgatotkaca, Aldo
samulo, NoiX180, MimihitamBot, Zekti, Ezagren,Kenrick95, Gunkarta,
Tjmoel, Aryasencaki, Elekhh, TjBot, Kenrick95Bot, EmausBot,
35Abdul, Wagino 20100516, Annosmile, Moch.Nachli, Anashir, Imanuel
NS Uen, SHRDT, Pai Walisongo, SpartacksCompatriot, Yanu Tri,
Aladdin Ali Baba, Gilang Bayu Rakasiwi,Andik675, Pewaris Kerajaan,
Lyndonbaines dan Anonymous: 25
17.2 Images Berkas:Alun-alun_Lor.JPG Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/8/81/Alun-alun_Lor.JPG
License: DU-Sendiri Contribu-
tors:own-workOriginal artist:id:Pengguna:Masgatotkaca
Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gouverneur_Bijleveld_heft_het_glas_met_Sultan_Hamengkoe_Boewono_VIII_tijdens_een_bezoek_aan_de_kraton_in_Jogjakarta_TMnr_60023722.jpg
Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3e/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gouverneur_Bijleveld_heft_het_glas_met_Sultan_Hamengkoe_Boewono_VIII_tijdens_een_bezoek_aan_de_kraton_in_Jogjakarta_TMnr_60023722.jpg
License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Tropenmuseum Original artist:
tak diketahui
Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gunungans_in_een_Garebeg-optocht_in_de_kraton_te_Jogjakarta_TMnr_10003401.jpg
Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/c/cd/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Gunungans_in_een_Garebeg-optocht_in_de_kraton_te_Jogjakarta_TMnr_10003401.jpg
License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Tropenmuseum Original artist:
tak diketahui
Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Inhuldiging_van_Sultan_Hamengku_Buwana_X_in_de_kraton_met_naast_hem_de_Gusti_Kanjeng_Ratu_Hemas_TMnr_20018311.jpg
Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/dd/COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Inhuldiging_van_Sultan_Hamengku_Buwana_X_in_de_kraton_met_naast_hem_de_Gusti_Kanjeng_Ratu_Hemas_TMnr_20018311.jpg
License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Tropenmuseum Original artist:
P. (Paul) Berghuis (Fotograaf/photographer).
Berkas:Commons-logo.svg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4a/Commons-logo.svg
License: Public domainContributors: This version created by Pumbaa,
using a proper partial circle and SVG geometry features. (Former
versions used to be slightlywarped.) Original artist: SVG version
was created by User:Grunt and cleaned up by 3247, based on the
earlier PNG version, created byReidab.
Berkas:Crystal_Clear_app_xmag.svg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/ec/Crystal_Clear_app_xmag.svg
Li-cense: LGPL Contributors:
Crystal_Clear_app_xmag.png Original artist:
Crystal_Clear_app_xmag.png: Everaldo Coelho and YellowIcon
Berkas:DSC00440_Java_Kraton_Palace_Gardener_people_(6266212652).jpg
Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/
commons/1/1c/DSC00440_Java_Kraton_Palace_Gardener_people_%286266212652%29.jpg
License: CC BY 2.0 Contributors:DSC00440/Java/Kraton
Palace/Gardener people/ Original artist: DANIEL JULIE from Paris,
France
Berkas:Fairytale_bookmark_gold.svg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/66/Fairytale_bookmark_gold.svgLicense:
LGPL Contributors: File:Fairytale bookmark gold.png (LGPL) Original
artist: Caihua + Lilyu for SVG
-
20 17 TEXT AND IMAGE SOURCES, CONTRIBUTORS, AND LICENSES
Berkas:Flag_of_Indonesia.svg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/9/9f/Flag_of_Indonesia.svg
License: Publicdomain Contributors: Law: s:id:Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009
(http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/UU_2009_24.pdf)
Original artist: Drawn by User:SKopp, rewritten by User:Gabbe
Berkas:Flag_of_UNESCO.svg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d0/Flag_of_UNESCO.svg
License: Publicdomain Contributors: Based on the previous version
of Madden Original artist: Mouagip
Berkas:Hutan_hujan_Tropis_Sumatera.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/4/46/Hutan_hujan_Tropis_Sumatera.jpg
License: GFDL Contributors: ? Original artist: ?
Berkas:Jogja.kraton.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/ac/Jogja.kraton.jpg
License: CC BY-SA 2.5 Con-tributors: Karya sendiri Original artist:
User:China_Crisis
Berkas:Jogja.kraton2.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/64/Jogja.kraton2.jpg
License: CC BY-SA 2.5Contributors: Karya sendiri Original artist:
User:China_Crisis
Berkas:Komodo_dragon_at_Komodo_National_Park.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/3a/Komodo_dragon_at_Komodo_National_Park.jpg
License: CC BY 2.0 Contributors: _MG_8666 Original artist: Adhi
Rachdian from Indonesia
Berkas:Kraton_Yogyakarta2-5.JPG Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/be/Kraton_Yogyakarta2-5.JPG
Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Original artist: Gryndor,
IIVeaa
Berkas:Kraton_Yogyakarta_10.JPG Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/82/Kraton_Yogyakarta_10.JPG
Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist:
Gryndor
Berkas:Kraton_Yogyakarta_14.JPG Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/44/Kraton_Yogyakarta_14.JPG
Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist:
Gryndor
Berkas:Kraton_Yogyakarta_15.JPG Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/4/4e/Kraton_Yogyakarta_15.JPG
Li-cense: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist:
Gryndor
Berkas:Kraton_Yogyakarta_6.JPG Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/22/Kraton_Yogyakarta_6.JPG
Licen-se: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist:
Gryndor
Berkas:Kraton_Yogyakarta_Pagelaran.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/33/Kraton_Yogyakarta_Pagelaran.jpg
License: CC BY-SA 3.0 Contributors: Karya sendiri Original artist:
Gunawan Kartapranata
Berkas:Museum-sangiran-welcome.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/0/09/Museum-sangiran-welcome.jpg
Li-cense: GFDL Contributors: ? Original artist: ?
Berkas:Prambanan-Temple.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/2/24/Prambanan-Temple.jpg
License: GFDL Con-tributors: ? Original artist: ?
Berkas:PuncakJaya_1A.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/3/37/PuncakJaya_1A.jpg
License: GFDL Contributors:? Original artist: ?
Berkas:Stupa_Borobudur.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/77/Stupa_Borobudur.jpg
License: CC-BY-SA-3.0 Contributors: Transferred from en.wikipedia;
transferred to Commons by User:Podzemnik using CommonsHelper.
Original artist:Original uploader was Gunawan Kartapranata at
en.wikipedia
Berkas:Subak_bali.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/f/fe/Subak_bali.jpg
License: GFDL Contributors: ? Originalartist: Photographer: Haekal
Adzani
Berkas:Taman_Sari_Yogyakarta_2009_panoramic.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7b/Taman_Sari_Yogyakarta_2009_panoramic.jpg
License: CC BY-SA 3.0 Contributors:
Taman_Sari_Yogyakarta_2009_7.JPG Original artist:
Taman_Sari_Yogyakarta_2009_7.JPG: Gryndor
Berkas:Ujung-kulon_badak.jpg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/9/90/Ujung-kulon_badak.jpg
License: GFDL Con-
tributors: ? Original artist: ? Berkas:Welterbe.svg Source:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/24/Welterbe.svg
License: Public domain Contributors:
Transferred from de.wikipedia; transferred to Commons by
User:Leyo using CommonsHelper.Original artist:Original uploader was
Blasewitzer at de.wikipedia.
17.3 Content license Creative Commons Attribution-Share Alike
3.0
Sejarah Tata ruang dan arsitektur umum Tata ruang Arsitektur
umum
Kompleks depan Gladhag-Pangurakan Alun-alun Lor Mesjid Gedhe
Kasultanan
Kompleks inti Kompleks Pagelaran Siti Hinggil Ler Kamandhungan
Lor Sri Manganti Kedhaton Kamagangan Kamandhungan Kidul Siti
Hinggil Kidul
Kompleks belakang Alun-alun Kidul Plengkung Nirbaya
Bagian lain Keraton Pracimosono Roto Wijayan Kawasan tertutup
Taman Sari Kadipaten Benteng Baluwerti
Bagian lain yang terkait Tugu Golong Gilig Panggung Krapyak
Kepatihan Pathok Negoro Bering Harjo
Warisan budaya Tumplak Wajik Garebeg Sekaten Upacara
Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan
Pusaka kerajaan Regalia Lambang kebesaran Gamelan Kereta kuda
pilihan Tanda jabatan
Pemangku adat Yogyakarta Prajurit KratonPrajurit Kraton
Ngayogyakarta HadiningratPrajurit Kraton Yogyakarta
Filosofi dan mitologi seputar Keraton Lihat pula Catatan kaki
Referensi Pranala luar Text and image sources, contributors, and
licensesTextImagesContent license