Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011 i KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, anugerah, dan kesempatan yang diberikan sehingga penyusunan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok‐ pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun Anggaran 2011 dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penyampaian KEM dan PPKF merupakan amanat konstitusi yang tertuang di dalam Undang‐ Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 157. Ketentuan dalam pasal tersebut mewajibkan pemerintah untuk menyampaikan KEM dan PPKF sebagai bahan pembahasan untuk penyusunan Rancangan APBN kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 20 Mei tahun sebelumnya. Mengacu hal tersebut, pemerintah telah selesai menyusun dan menyampaikan KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 kepada DPR RI, untuk selanjutnya dibahas bersama dengan dewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam penyusunan dokumen KEM dan PPKF kali ini, terdapat nuansa yang agak berbeda dibandingkan tahun‐tahun sebelumnya. Isi dalam dokumen ini menggambarkan desain lanjutan dari arah kebijakan dan pembangunan ekonomi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2010 – 2014. Hal tersebut karena merupakan periode kedua pelaksanaan pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Oleh karenanya, sangat disadari bahwa tuntutan dan harapan atas keberhasilan pembangunan yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat juga menjadi semakin besar. Selain itu, penyampaian KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 di dalam Rapat Paripurna DPR RI merupakan peristiwa pertama kali yang dilaksanakan. Secara garis besar, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok‐Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011 ini berisikan mengenai tiga hal, yaitu: (i) Kinerja perekonomian tahun 2009 dan prognosa tahun 2010; (ii) Tantangan dan sasaran pembangunan tahun 2011; dan (iii) Pokok‐pokok kebijakan fiskal tahun 2010 dan tahun 2011. Penyusunan KEM dan PPKF tahun 2011 dilakukan dalam situasi ekonomi global yang memasuki masa pemulihan pasca krisis tahun 2008 dan 2009 yang berpengaruh positif pada kinerja perekonomian domestik. Perkembangan positif kinerja ekonomi global maupun domestik tersebut, harus kita jadikan momentum untuk melangkah lebih optimis lagi. Pertumbuhan ekonomi harus mampu berakselerasi pada titik yang lebih tinggi dari pencapaian selama ini. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga harus lebih berkualitas dalam artian harus bisa memenuhi tiga syarat, yaitu: (i) mampu membuka lapangan kerja serta bisa menurunkan angka pengangguran dan
80
Embed
Kerangka Ekonomi Makro Dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, anugerah, dan
kesempatan yang diberikan sehingga penyusunan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok‐
pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Tahun Anggaran 2011 dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyampaian KEM dan PPKF merupakan amanat konstitusi yang tertuang di dalam Undang‐
Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 157. Ketentuan dalam
pasal tersebut mewajibkan pemerintah untuk menyampaikan KEM dan PPKF sebagai bahan
pembahasan untuk penyusunan Rancangan APBN kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada
tanggal 20 Mei tahun sebelumnya. Mengacu hal tersebut, pemerintah telah selesai menyusun
dan menyampaikan KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 kepada DPR RI, untuk selanjutnya
dibahas bersama dengan dewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam penyusunan dokumen KEM dan PPKF kali ini, terdapat nuansa yang agak berbeda
dibandingkan tahun‐tahun sebelumnya. Isi dalam dokumen ini menggambarkan desain lanjutan
dari arah kebijakan dan pembangunan ekonomi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) periode 2010 – 2014. Hal tersebut karena merupakan periode kedua
pelaksanaan pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Oleh karenanya, sangat disadari
bahwa tuntutan dan harapan atas keberhasilan pembangunan yang dapat dirasakan dan
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat juga menjadi semakin besar. Selain itu, penyampaian
KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 di dalam Rapat Paripurna DPR RI merupakan peristiwa
pertama kali yang dilaksanakan.
Secara garis besar, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok‐Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2011 ini
berisikan mengenai tiga hal, yaitu: (i) Kinerja perekonomian tahun 2009 dan prognosa tahun
2010; (ii) Tantangan dan sasaran pembangunan tahun 2011; dan (iii) Pokok‐pokok kebijakan
fiskal tahun 2010 dan tahun 2011. Penyusunan KEM dan PPKF tahun 2011 dilakukan dalam
situasi ekonomi global yang memasuki masa pemulihan pasca krisis tahun 2008 dan 2009 yang
berpengaruh positif pada kinerja perekonomian domestik.
Perkembangan positif kinerja ekonomi global maupun domestik tersebut, harus kita jadikan
momentum untuk melangkah lebih optimis lagi. Pertumbuhan ekonomi harus mampu
berakselerasi pada titik yang lebih tinggi dari pencapaian selama ini. Selain itu, pertumbuhan
ekonomi juga harus lebih berkualitas dalam artian harus bisa memenuhi tiga syarat, yaitu:
(i) mampu membuka lapangan kerja serta bisa menurunkan angka pengangguran dan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
ii
kemiskinan, (ii) bersifat inklusif dan berdimensi pemerataan; serta (iii) strukturnya harus
ditopang secara proporsional oleh berbagai sektor pendukungnya baik dari pendekatan
permintaan agregat maupun penawaran agregat.
Dalam rangka mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas
tersebut, APBN sebagai instrumen utama kebijakan fiskal harus didesain sesuai dengan
fungsinya baik sebagai alat stabilisasi ekonomi, alat memobilisasi dana masyarakat, maupun
alat distribusi pendapatan. Selain itu, kebijakan alokasi anggaran dalam APBN akan diarahkan
kepada upaya mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan ekonomi,
memantapkan pengelolaan keuangan negara, serta mendukung pelaksanaan otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal. Kebijakan tersebut sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) Tahun 2011 yaitu ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh
Pemantapan Tatakelola dan Sinergi Pusat Daerah”.
Dalam rangka mendukung pencapaian berbagai sasaran pembangunan 2011, postur APBN
Tahun 2011 disusun dengan prinsip dasar optimalisasi sumber‐sumber penerimaan negara
serta pelaksanaan efisiensi dan efektivitas di bidang belanja negara. Selain itu, penetapan
besaran defisit didasarkan pada tetap terjaganya konsolidasi dan kesinambungan fiskal serta
memperhatikan kemampuan keuangan negara untuk bisa menutup defisit tersebut dari
sumber‐sumber pembiayaan yang tidak memberatkan di masa kini dan mendatang.
Sebelum menutup kata pengantar ini, kami ucapkan terima kasih kepada pihak‐pihak yang
telah membantu dan berupaya untuk menyelesaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok‐
Pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran 2011, sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan. Berbagai kekurangan atau keterbatasan atas isi dari dokumen tersebut, kami akan
perbaiki seiring dengan bertambahnya informasi dan adanya berbagai masukan atau
pandangan yang berharga. Dokumen KEM dan PPKF Tahun Anggaran 2011 ini untuk kemudian
akan menjadi dasar dalam pembahasan Pemerintah bersama‐sama dengan DPR RI sebelum
dituangkan dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2011.
Jakarta, Mei 2010
Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan RI
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................... iii
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................................. 1
BAB II KINERJA PEREKONOMIAN 2009 DAN PROYEKSI 2010 ............................................... 4
A. Perkembangan Perekonomian Global ..................................................................................................... 4 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia ........................................................................................................................................... 4 2. Volume Perdagangan Dunia ............................................................................................................................................... 8
B. Perekonomian Domestik ................................................................................................................................. 9 1. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................................................................................................................ 9 2. Nilai Tukar ............................................................................................................................................................................... 14 3. Inflasi ......................................................................................................................................................................................... 16 4. Suku Bunga SBI 3 bulan .................................................................................................................................................... 17 5. Harga dan Lifting Minyak Indonesia ............................................................................................................................ 18 6. Neraca Pembayaran ............................................................................................................................................................ 22 7. Ketenagakerjaan dan Kemiskinan ................................................................................................................................ 25
BAB III TANTANGAN PEREKONOMIAN DAN SASARAN EKONOMI MAKRO 2011 ....... 28
A. Tantangan ................................................................................................................................................................................. 28 1. Tantangan Perekonomian Global 2011 ...................................................................................................................... 28 2. Tantangan Perekonomian Domestik ........................................................................................................................... 30
B. Sasaran ..................................................................................................................................................................... 31 1. Pertumbuhan Ekonomi ..................................................................................................................................................... 31 2. Nilai Tukar ............................................................................................................................................................................... 35 3. Inflasi ......................................................................................................................................................................................... 36 4. Suku Bunga SBI 3 bulan .................................................................................................................................................... 37 5. Harga dan Lifting Minyak ................................................................................................................................................. 37 6. Ketenagakerjaan dan Kemiskinan ................................................................................................................................ 38
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
iv
BAB IV POKOKPOKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN 2011 ................................................... 40
A. Pelaksanaan Kebijakan Fiskal 2009 dan Proyeksi 2010 .................................................................... 40 1. Pendapatan Negara dan Hibah ....................................................................................................................................... 42 2. Belanja Negara ...................................................................................................................................................................... 46 3. Pembiayaan Anggaran ....................................................................................................................................................... 49
B. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2011 ............................................................................................... 51
C. SASARAN DAN KEBIJAKAN FISKAL 2011 ............................................................................................... 51 1. Kebijakan Pendapatan Negara ....................................................................................................................................... 54 2. Kebijakan Belanja Negara ................................................................................................................................................ 57 3. Kebijakan Pembiayaan Anggaran ................................................................................................................................. 63 4. Risiko Fiskal............................................................................................................................................................................ 65
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
v
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK II.1 PERTUMBUHAN EKONOMI AS DAN NEGARA MAJU ASIA .................................................... 5
GRAFIK II.2 PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA MAJU EROPA ................................................................. 5
GRAFIK II.3 PERTUMBUHAN EKONOMI AS DAN NEGARA MAJU DI ASIA ............................................. 6
GRAFIK II.4 PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA MAJU EROPA ................................................................ 6
GRAFIK II.5 PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA DAN ASEAN‐5 .................................................................... 6
GRAFIK II.6 PERTUMBUHAN DI KAWASAN ASIA ............................................................................................... 7
GRAFIK II.7 PERTUMBUHAN EKONOMI ASEAN‐5 ............................................................................................. 7
GRAFIK II.8 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA .................................................................................................. 8
GRAFIK II.9 PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN DUNIA .................................................................. 8
GRAFIK II.10 SUMBER PENGELUARAN PDB ........................................................................................................ 9
GRAFIK II.11 PERTUMBUHAN PDB TAHUNAN 2007 ‐ 2010 .................................................................... 12
GRAFIK II.12 PERTUMBUHAN PDB TRIWULANAN (YOY) ......................................................................... 12
GRAFIK II.13 SUMBER PERTUMBUHAN PDB PENGELUARAN .................................................................. 12
GRAFIK II.14 NILAI TUKAR RUPIAH ..................................................................................................................... 15
GRAFIK II.15 NILAI TUKAR RUPIAH DAN CADANGAN DEVISA ................................................................ 15
GRAFIK II.16 INFLASI IHK JAN 2008 ‐ APR 2010 ........................................................................................... 16
GRAFIK II.17 INFLASI MENURUT KELOMPOK PENGELUARAN (%, YOY) ............................................. 17
GRAFIK II.18 INFLASI MENURUT KOMPONEN (%,YOY) .............................................................................. 17
GRAFIK II.19 SUKU BUNGA BI RATE DAN SBI 3 BULAN, 2007‐2010 ...................................................... 17
GRAFIK II.20 PRODUKSI DAN KONSUMSI MINYAK DUNIA ......................................................................... 19
GRAFIK II.21 HARGA MINYAK WTI DAN ICP ..................................................................................................... 20
GRAFIK II.22 PROYEKSI ICP 2010 .......................................................................................................................... 20
GRAFIK II.23 LIFTING MINYAK ................................................................................................................................ 22
GRAFIK II.24 ANGKATAN KERJA DAN TINGKAT PENGANGGURAN 2004 ‐ 2010 .............................. 25
GRAFIK II.25 KOMPOSISI LAPANGAN KERJA TAHUN 2008 (PERSEN) ................................................ 25
GRAFIK II.26 KOMPOSISI LAPANGAN KERJA TAHUN 2009 (PERSEN) ............................................... 25
GRAFIK II.27 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DAN TINGKAT KEMISKINAN 2004 ‐ 2009 ................. 26
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
vi
GRAFIK III.1 SUMBER‐SUMBER INVESTASI TAHUN 2011 (PERSEN) ................................................... 33
GRAFIK III.2 PERKEMBANGAN INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) ......................... 33
GRAFIK III.3 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI NILAI TUKAR 2006 – 2011 ...................................... 36
GRAFIK III.4 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI INFLASI 2010 – 2011 ................................................ 36
GRAFIK III.5 SUKU BUNGA SBI DAN PROYEKSI 2010 – 2011 ................................................................... 37
GRAFIK IV.1 PENERIMAAN PERPAJAKAN, 2005‐2010 ................................................................................ 43
GRAFIK IV.2 PERKEMBANGAN PNBP, 2005 – 2010 ...................................................................................... 45
GRAFIK IV.3 BELANJA NEGARA, 2005‐2010 .................................................................................................... 46
GRAFIK IV.4 BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2005‐2010 .......................................................................... 47
GRAFIK IV.5 TRANSFER KE DAERAH, 2005‐2010 .......................................................................................... 48
GRAFIK IV.6 SUMBER PEMBIAYAAN APBN, 2005‐2010 ............................................................................. 50
GRAFIK IV.7 POSISI UTANG PEMERINTAH, 2005‐2010 ............................................................................... 50
GRAFIK IV.8 REALISASI DAN ARAH DEFISIT APBN, 2005 – 2011 ........................................................... 53
GRAFIK IV.9 RISIKO PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA ................................................................... 66
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
C. TOTAL (A + B) 14.083 -1.750 14.294 13.177D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN -1.369 -195 -1.788 469E. KESEIMBANGAN UMUM (C + D) 12.715 -1.945 12.506 13.646
Neraca modal dan finansial tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus sebesar US$8,1 miliar,
lebih tinggi dibandingkan dengan surplus tahun 2009 sebesar US$3,5 miliar. Kenaikan surplus
neraca modal dan finansial ini ditopang oleh masih surplusnya neraca sektor publik dan
penurunan defisit pada sektor swasta. Berkurangnya penarikan utang dalam bentuk investasi
portofolio mengakibatkan neraca sektor publik turun 13,8 persen dibandingkan 2009. Iklim
investasi yang semakin baik dan pulihnya likuiditas di pasar keuangan global diperkirakan
mendorong masuknya penanaman modal asing sehingga defisit neraca sektor swasta
mengalami penurunan dari US$7,6 miliar pada tahun 2009 menjadi US$1,5 miliar pada 2010.
Adapun kinerja investasi portofolio diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan tahun
2009, seiring dengan perkiraan menurunnya spread suku bunga dibandingkan tahun
sebelumnya.
Membaiknya kondisi neraca pembayaran yang tercermin pada peningkatan cadangan devisa
diharapkan mampu mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi domestik. Cadangan
devisa dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai US$80,5 miliar yang setara dengan kebutuhan
impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 6,5 bulan. Peningkatan cadangan
devisa sebesar US$14,4 miliar dibandingkan posisi pada tahun sebelumnya ini bersumber dari
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
25
surplus transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial. Perkiraan neraca pembayaran
tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel II.5.
7. Ketenagakerjaan dan Kemiskinan
Tahun 2009 merupakan tahun terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN 2004 – 2009) Kabinet Indonesia Bersatu I. Selama periode tersebut, meskipun
menghadapi hambatan yang cukup besar seperti bencana alam di beberapa wilayah di
Indonesia, krisis energi dan pangan,
serta krisis ekonomi global,
pemerintah masih mampu
menciptakan lapangan kerja baru dan
menurunkan angka pengangguran
secara signifikan. Tingginya
kesempatan kerja yang tercipta
dibandingkan dengan penambahan
angkatan kerja menjadikan jumlah
penganggur pada tahun 2009
menjadi 8,96 juta orang (7,87 persen)
atau menurun dibandingkan tahun
2008 sebesar 9,39 juta orang (8,39
persen) dan tahun 2007 sebesar 10,0
juta orang (9,1 persen) (Grafik II.24)
GRAFIK II.25 KOMPOSISI LAPANGAN KERJA
TAHUN 2008 (PERSEN)
40,3
12,2
5,3
20,7
6,0
1,4 12,8 1,2Pertanian
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Trans. Kom.
Keuangan
Jasa
Lainnya*
Sumber: Badan Pusat Statistik
GRAFIK II.26 KOMPOSISI LAPANGAN KERJA
TAHUN 2009 (PERSEN)
39,7
12,25,2
20,9
5,81,4
13,3 1,3 Pertanian
Industri
Konstruksi
Perdagangan
Trans. Kom.
Keuangan
Jasa
Lainnya*
GRAFIK II.24 ANGKATAN KERJA DAN TINGKAT PENGANGGURAN
2004 2010
104
116
9,86
11,2
7,41
6
7
8
9
10
11
12
95
100
105
110
115
120
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Angkt. Kerja Tingkat Pengangguran (RHS)
Juta orang %
Sumber: Badan Pusat Statistik
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
26
Dilihat dari komposisi pekerja menurut lapangan kerja utama, jumlah pekerja di sektor‐sektor
formal mengalami kenaikan sedangkan sektor informal mengalami penurunan. Sektor
pertanian yang sebagian besar adalah sektor informal mengalami penurunan dari 40,3 persen
pada tahun 2008 menjadi 39,7 persen pada tahun 2009, sementara jumlah pekerja di sektor
formal seperti sektor jasa mengalami peningkatan dari 12,8 persen pada tahun 2008 menjadi
13,3 persen pada 2009. Perubahan komposisi ini menunjukkan adanya perpindahan dari sektor
informal ke sektor formal yang lebih produktif dan memberikan upah yang lebih tinggi. Hal ini
tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah termasuk
kebijakan stimulus fiskal yang ditujukan untuk mencegah timbulnya PHK secara meluas dan
meningkatkan daya tahan usaha dalam menghadapi krisis.
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, serta
revitalisasi pertanian dan industri maka lapangan kerja yang tercipta diharapkan akan
meningkat melebihi jumlah angkatan kerja. Kebijakan pemerintah untuk terus mendorong dan
menggerakkan sektor riil telah mampu menekan tingkat pengangguran mencapai 7,41 persen
pada Februari 2010 menurun dibandingkan tingkat pengangguran 2009 sebesar 7,87 persen
(Grafik II.24).
Dari sisi kemiskinan, strategi pembangunan pro poor telah memberikan hasil yang cukup
memuaskan, sehingga mampu menurunkan tingkat kemiskinan. Berdasarkan garis kemiskinan,
tingkat kemiskinan pada Maret 2009 adalah 14,1 persen (atau 32,5 juta orang) lebih rendah
dibandingkan dengan Maret 2008 yakni sebesar 15,4 persen (34,9 juta orang) (Grafik II.27).
Laju pertumbuhan ekonomi juga memberikan kontribusi pada peningkatan pendapatan per
kapita masyarakat Indonesia. Pada akhir 2009, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia
telah mencapai US$2.339 atau meningkat 4,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan
kenaikan ini, Indonesia telah masuk ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah
bawah (lower middle income countries).
Keberhasilan penanggulangan kemiskinan, selain merupakan hasil dari tercapainya laju
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi juga didukung oleh berbagai program pemberdayaan
masyarakat yang merupakan bagian dari pemenuhan hak dasar rakyat. Program tersebut terus
dilakukan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok masyarakat yang
berpenghasilan rendah agar dapat menikmati lajunya percepatan pertumbuhan ekonomi.
Langkah ini ditempuh antara lain melalui pemberian subsidi, bantuan sosial dan PKH, PNPM
Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM)
dan koperasi melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program ini dilaksanakan untuk
membantu pemenuhan kebutuhan dasar yang tidak atau belum mampu dipenuhi oleh
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
27
kemampuan sendiri. Berbagai program dan upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah
tersebut diharapkan akan menurunkan tingkat kemiskinan di tahun 2010 pada kisaran 12,0
persen – 13,5 persen.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
28
BAB III
TANTANGAN PEREKONOMIAN DAN SASARAN EKONOMI MAKRO 2011
A. Tantangan
1. Tantangan Perekonomian Global 2011
Pemulihan ekonomi global di tahun 2010 merupakan landasan penting bagi perbaikan kinerja
ekonomi global di tahun‐tahun selanjutnya. Perekonomian global tahun 2011 diperkirakan
tumbuh sebesar 4,3 persen, lebih tinggi dibanding perkiraan pertumbuhan ekonomi global
tahun 2010 sebesar 4,2 persen. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh pertumbuhan di negara
maju sebesar 2,4 persen dan negara berkembang sebesar 6,5 persen (Tabel III.1).
TABEL III. 1 INDIKATOR EKONOMI DUNIA (PERSEN)
2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011
DUNIA 4,2 4,3 7,0 6,1
Negara Maju 2,3 2,4 1,5 1,4 ‐ ‐ 5,4 4,6 6,6 5,0
Negara Berkembang 6,3 6,5 6,2 4,7 ‐ ‐ 9,7 8,2 8,3 8,4
Sumber: WEO IMF April 2010
EksporPertumbuhan
EkonomiInflasi (IHK)
Volume Perdagangan
Impor
Pertumbuhan volume perdagangan 2011 diperkirakan mencapai 6,1 persen lebih rendah
dibandingkan perkiraan tahun sebelumnya sebesar 7,0 persen. Tingginya perkiraan
pertumbuhan volume perdagangan dunia 2010 tersebut disebabkan oleh pulihnya perdagangan
setelah mengalami keterpurukan pada tahun 2009. Meskipun pertumbuhan volume
perdagangan sedikit melambat, namun pertumbuhan ekspor negara berkembang pada tahun
2011 diperkirakan tetap meningkat dari 8,3 persen menjadi 8,4 persen.
Walaupun pertumbuhan ekonomi global tahun 2010 cenderung membaik, namun masih
terdapat beberapa tantangan dalam mempertahankan stabilitas ekonomi global. Tantangan‐
tantangan tersebut antara lain bersumber dari gejolak sektor keuangan yang mulai muncul di
beberapa negara Eropa dan tingginya harga komoditas utama internasional.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
29
Gejolak dan tekanan sektor keuangan pada Februari 2010 muncul di beberapa negara Eropa
seperti Yunani, Turki, Portugal, dan Spanyol. Selain itu, tingginya defisit anggaran dan besarnya
beban utang di beberapa negara Eropa lainnya dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas dan
pemulihan ekonomi di masing‐masing negara tersebut. Walaupun negara‐negara tersebut
bukan negara utama di kawasan Eropa, namun dampak gejolak ekonomi tersebut dapat meluas
ke berbagai negara di kawasan Eropa dan juga ekonomi global. Hingga saat ini upaya bersama
telah dilakukan negara‐negara Eropa serta lembaga keuangan internasional untuk merumuskan
strategi yang tepat dalam menangani isu dimaksud. Kebijakan restrukturisasi utang, bantuan
pinjaman baru, restrukturisasi anggaran pemerintah dan beberapa kebijakan lainnya telah
diupayakan untuk mengantisipasi tekanan‐tekanan yang mungkin terjadi.
Guna mencegah krisis utang yang melanda Yunani meluas ke negara‐negara Eropa lainnya,
European Central Bank (ECB) dan IMF sepakat untuk memberikan paket penyelamatan ekonomi
kepada Yunani senilai €110 miliar (US$146 miliar) selama 3 tahun, serta paket pencegahan
krisis senilai krisis €750 miliar (US$1 triliun). Selain ECB dan IMF, Bank of Japan (BOJ) dan G‐20
juga menyepakati untuk memberikan bantuan masing‐masing sebesar ¥2 triliun (US$21,8
miliar) dan €60 miliar guna menenangkan pasar dan mencegah penyebaran dampak krisis
utang tersebut. Krisis utang yang melanda Yunani dan beberapa negara Eropa lainnya kurang
berdampak secara signifikan terhadap perekonomian negara‐negara berkembang termasuk
Indonesia yang tercermin pada masih tingginya arus modal masuk di negara‐negara tersebut.
Tantangan lain yang juga muncul adalah belum pulihnya arus kredit perbankan. Walaupun
kondisi perbankan global sudah lebih baik, namun langkah‐langkah rekapitalisasi dan
restrukturisasi menyebabkan perbankan global mengurangi ekspansi kreditnya ke sektor riil.
Hal tersebut tentu akan menghambat proses akselerasi sektor riil dalam perekonomian.
Di sisi lain, pemulihan ekonomi global memperbaiki sisi permintaan dunia, yang ditunjukkan
oleh meningkatnya permintaan atas berbagai komoditas dan juga sumber energi. Kondisi
tersebut pada gilirannya akan mendorong peningkatan harga‐harga dan inflasi global. Bila tidak
diantisipasi dan dikendalikan dengan baik, maka lonjakan inflasi akan mengganggu proses
pemulihan ekonomi yang sedang berjalan.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
30
2. Tantangan Perekonomian Domestik
a. Sektor Riil
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 dan 2011 diperkirakan akan semakin membaik seiring
dengan semakin meningkatnya aktifitas perekonomian global. Terkendalinya laju inflasi,
meningkatnya kepercayaan investor, relatif stabilnya nilai tukar rupiah, dan jumlah cadangan
devisa yang memadai, akan menjadi faktor‐faktor positif dalam mendukung pertumbuhan
tersebut. Membaiknya indikator ekonomi makro perlu disertai dengan pertumbuhan di sektor
riil dan dunia usaha pada kenyataannya. Peran konsumsi dalam negeri masih cukup dominan
dalam pembentukan produk domestik bruto dibandingkan industri pengolahan, ekspor,
perdagangan atau investasi. Oleh karena itu peran investasi serta kegiatan ekspor dan impor
yang menciptakan banyak lapangan kerja perlu lebih ditingkatkan untuk menciptakan
pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang (sustainable growth).
Dalam upaya menggerakkan sektor riil diperlukan penyediaan modal, peningkatan pelayanan
perijinan, serta dukungan infrastruktur. Terkait dengan upaya tersebut, Pemerintah telah
memperluas akses penyediaan dana, termasuk menjaga iklim investasi yang kondusif untuk
menarik minat investor asing. Selain itu, dalam rangka mendorong sektor riil, pemerintah akan
memberikan dukungan, antara lain melalui subsidi bunga dan akses pembiayaan (KUR),
penyediaan infrastruktur fisik dan non fisik (perdagangan, industri, dan fiskal), dana revitalisasi
perkebunan dan industri gula, serta dukungan infrastruktur, pembiayaan dan kebijakan
persaingan usaha.
Keberhasilan dalam mengatasi tantangan‐tantangan tersebut diharapkan dapat memacu
pertumbuhan ekonomi dan menciptakan industri dalam negeri yang lebih kompetitif dalam
bersaing dengan industri negara‐negara lain. Di samping itu, kebijakan yang mendorong
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah akan terus diupayakan, terutama melalui
pemberian fasilitas pendanaan yang melibatkan bank, lembaga keuangan, dan lembaga
penjaminan.
b. Infrastruktur
Untuk meningkatkan daya saing ekonomi, Pemerintah telah mempercepat pembangunan
infrastruktur seperti jalan, jembatan, bandara dan pelabuhan terutama untuk menghubungkan
pulau‐pulau besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Selain itu,
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
31
TABEL III.2 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI 2011
Pengeluaran 2011
Konsumsi Masyarakat 5,3 ‐ 5,5
Konsumsi Pemerintah 6,3 ‐ 6,5
PMTB 11,0 ‐ 11,2
Ekspor 11,3 ‐ 11,5
Impor 12,5 ‐ 12,7
PDB 6,2 ‐ 6,4
Sumber: Kementerian Keuangan
pembangunan infrastruktur di bidang telekomunikasi dan sumber energi juga harus
diprioritaskan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan infrastruktur dasar seperti irigasi, bendungan dan perumahan dapat menjamin
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, mendukung swasembada pangan, menjamin
ketersediaan air baku, mengendalikan banjir, serta memenuhi kebutuhan perumahan. Di sisi
lain, pembangunan infrastruktur juga dapat mendorong terciptanya lapangan kerja baru yang
berguna untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan wilayah, serta meningkatkan kapasitas
kelembagaan pemerintah daerah.
Kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur terus
ditingkatkan melalui alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN dan APBD, kebijakan
pertanahan, tata ruang, tarif, dana Badan Layanan Umum (BLU) tanah dan pembebasan tanah
(landcapping), operasionalisasi pendanaan dan risiko penjaminan infrastruktur, penjaminan
PDAM dan subsidi air bersih, pembiayaan perumahan rakyat, serta peningkatan pendanaan
perbankan yang memadai.
B. Sasaran
1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2011 diperkirakan akan kembali pulih dan diharapkan
mampu menyamai rata‐rata beberapa tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 6,0 persen.
Dengan mempertimbangkan kondisi
perekonomian global yang pulih relatif
lebih cepat yang ditandai oleh
meningkatnya volume perdagangan
dunia, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2011
diperkirakan berkisar antara 6,2
persen hingga 6,4 persen. Dari sisi
permintaan agregat, laju pertumbuhan
tersebut akan didukung oleh mulai
pulihnya kinerja investasi dan
perdagangan internasional, serta
stabilnya konsumsi masyarakat.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
32
Di tahun 2011, konsumsi masyarakat diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 5,3 hingga 5,5
persen, dan konsumsi pemerintah pada kisaran 6,3 hingga 6,5 persen. Laju pertumbuhan
investasi akan menembus level 2 digit yang diperkirakan berkisar pada angka 11,0 sampai
dengan 11,2 persen, sedangkan ekspor dan impor masing‐masing tumbuh pada kisaran 11,3 –
11,5 persen dan 12,5 – 12,7 persen (Tabel III.2).
Peningkatan pertumbuhan konsumsi masyarakat pada tahun 2011 dipengaruhi oleh beberapa
faktor global dan domestik. Perbaikan kondisi ekonomi global secara umum juga akan berimbas
pada aktivitas dunia usaha dan pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi masyarakat.
Terjaganya laju inflasi turut berpengaruh pada peningkatan daya beli riil masyarakat sehingga
mampu mendorong laju konsumsi yang merupakan porsi terbesar dalam struktur Produk
Domestik Bruto Indonesia. Berbagai program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial
masih terus diluncurkan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat miskin.
Pada tahun 2011, laju investasi diperkirakan akan tumbuh lebih baik dibanding tahun 2010.
Membaiknya likuiditas keuangan global mendorong masuknya aliran modal dari luar negeri
sehingga menggerakkan kinerja investasi domestik dan daya saing perekonomian nasional.
Pemerintah telah memperbaiki beberapa kendala yang mengganggu iklim investasi selama ini
seperti Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dalam RPJMN 2010–2014, strategi pembangunan
investasi dalam lima tahun ke depan adalah (1) mendorong berkembangnya investasi di
berbagai sektor terutama pangan, energi, dan infrastruktur dalam rangka meningkatkan
penyebaran investasi, (2) mendorong berkembangnya investasi berbasis keunggulan daerah,
(3) meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan investasi melalui harmonisasi dan
simplifikasi berbagai perangkat peraturan, baik di pusat maupun di daerah, (4) mendorong
percepatan ketersediaan infrastruktur dalam arti luas melalui peningkatan efektivitas
pelaksanaan kemitraan pemerintah dan dunia usaha dalam rangka meningkatkan daya tarik
investasi, dan (5) mendorong pengembangan kawasan ekonomi khusus untuk produk yang
bernilai tambah. Sementara itu fokus prioritas investasi adalah peningkatan harmonisasi
kebijakan dan penyederhanaan perijinan investasi, dan peningkatan fasilitasi investasi.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2 – 6,4 persen dibutuhkan investasi nominal
sebesar Rp2.243,8 triliun. Kebutuhan investasi tersebut akan bersumber dari PMA dan PMDN
sebesar 26,8 persen, kredit perbankan sebesar 17,4 persen, pasar modal 16,7 persen, belanja
modal pemerintah 12,4 persen dan sumber‐sumber investasi lainnya (lihat Grafik III.1).
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
33
GRAFIK III.1 SUMBERSUMBER INVESTASI TAHUN 2011 (PERSEN)
26,8
9,812,4
17,4
8,8
16,7
8,2
0
5
10
15
20
25
30
PMA/PMDN Capex BUMN
Belanja Modal
Pemerintah
Kredit Perbankan
Laba Ditahan
Pasar Modal Lainnya
Kebutuhan Investasi Rp2.243,8 T
Sumber: Kementerian Keuangan
Investasi yang cukup besar
tersebut dibutuhkan untuk
meningkatkan output nasional
dengan cara yang lebih efisien.
Incremental capital output ratio
(ICOR) merupakan ukuran
yang digunakan dalam
menentukan tingkat efisiensi
produksi suatu negara. Nilai
ICOR yang rendah menunjukkan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan output
menjadi semakin efisien. Dalam tahun 2010 dan 2011 nilai ICOR diperkirakan sebesar 4,39 dan
4,25 yang berarti lebih efisien dibandingkan nilai ICOR tahun 2009 sebesar 5,39 (Grafik III.2).
Di bidang perdagangan internasional, peningkatan pendapatan dan permintaan pasar global
memberikan peluang bagi kinerja ekspor Indonesia. Impor juga akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kebutuhan industri domestik dalam memenuhi kegiatan ekspor dan konsumsi
dalam negeri. Upaya untuk meningkatkan ekspor ditempuh melalui kebijakan perdagangan luar
negeri yang diarahkan pada peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas dan diversifikasi
pasar. Strategi yang dilakukan antara lain: (1) meningkatkan ekspor nonmigas untuk produk‐
produk yang bernilai tambah lebih besar, berbasis pada sumber daya alam, serta permintaan
pasarnya yang besar, (2) mendorong ekspor produk kreatif dan jasa terutama yang dihasilkan
GRAFIK III.2 PERKEMBANGAN INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT
RATIO (ICOR)
3,814,14
5,39
4,39 4,25
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2007 2008 2009 2010* 2011*
Sumber: BPS dan Kementerian Keuangan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
34
oleh UKM, (3) mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor, (4) menitikberatkan upaya
perluasan akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di kawasan Afrika dan Asia, dan
(5) mendorong pemanfaatan berbagai skema perdagangan dan kerjasama perdagangan
internasional yang lebih menguntungkan kepentingan nasional.
Dari sisi produksi, sektor yang diharapkan menjadi pendorong utama peningkatan
pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri manufaktur. Hal ini dikarenakan sektor industri
manufaktur dapat memberikan nilai tambah yang besar. Di luar sektor industri manufaktur,
sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan masih menjadi andalan
dalam mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, sektor‐sektor lain juga
diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Melalui Peraturan Presiden nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional,
Pemerintah telah menetapkan Kebijakan Industri Nasional dengan pengelompokan/klaster
industri prioritas yang meliputi: (i) Industri Agro; (ii) Industri Alat Angkut, (iii) Industri
Elektronika dan Telematik, (iv) Industri Berbasis Manufaktur, (v) Industri Penunjang Industri
Kreatif dan Kreatif Tertentu, dan (vi) Industri Kecil dan Menengah Tertentu.
Strategi pembangunan sektor industri manufaktur diupayakan melalui langkah‐langkah
peningkatan daya saing dan kebijakan peningkatan iklim usaha, restrukturisasi permesinan,
pengembangan kawasan industri khusus, penggunaan produk dalam negeri, pengembangan
industri bahan bakar nabati, dan pengembangan standardisasi industri. Dengan strategi dan
kebijakan tersebut, laju pertumbuhan sektor industri manufaktur (pengolahan) tahun 2011
diharapkan akan meningkat dan diperkirakan mencapai 4,4 – 4,6 persen (Tabel III.3).
Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia.
Pada tahun 2011, pembangunan sektor tersebut juga menjadi bagian dari strategi penting
pembangunan ekonomi. Dengan kondisi iklim dan musim tanam yang baik serta didukung oleh
program peningkatan produksi pangan, produktivitas dan diversifikasi pertanian secara luas,
sektor pertanian (termasuk peternakan, perikanan, kehutanan) diproyeksikan mampu tumbuh
sebesar 4,4 – 4,6 persen.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
35
TABEL III.3 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL 2011 (PERSEN, yoy)
1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN 4,4 ‐ 4,6 15,22. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3,5 ‐ 3,7 10,33. INDUSTRI PENGOLAHAN 4,4 ‐ 4,6 26,64. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 9,3 ‐ 9,5 0,85. KONSTRUKSI 8,6 ‐ 8,8 10,06. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7,4 ‐ 7,6 13,47. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 12,2 ‐ 12,4 6,38. KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 5,5 ‐ 5,7 7,39. JASA ‐ JASA 6,7 ‐ 6,9 10,2PRODUK DOMESTIK BRUTO 6,2 ‐ 6,4 100,0Sumber: Kementerian Keuangan (prognosa)
SEKTOR PERTUMBUHANStruktur PDB Nominal
Strategi pembangunan sektor pertanian juga diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan
nasional melalui peningkatan produktivitas dan kualitas lahan pertanian, bantuan/subsidi
bibit/benih dan pupuk, penanganan pasca panen, pendanaan bagi pertanian, pengembangan
desa mandiri pangan dan penanganan rawan pangan, serta pembangunan irigasi. Strategi
peningkatan produksi pangan tersebut didukung dengan penyempurnaan langkah‐langkah
koordinasi, monitoring, dan evaluasi cadangan pangan dan penanganan pangan strategis. Selain
itu, peningkatan pertumbuhan subsektor perkebunan, perikanan, dan kehutanan dilakukan
melalui peremajaan dan pengembangan perkebunan rakyat (termasuk sumber bahan baku
energi alternatif), perikanan, kehutanan; pengembangan hutan tanaman dan Hutan Tanaman
Rakyat; serta pengembangan SDM.
Sektor lain yang menjadi prioritas pengembangan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi
yang diperkirakan tumbuh sebesar 12,2 – 12,4 persen pada tahun 2011. Pertumbuhan sektor ini
terutama didukung oleh pengembangan industri otomotif, perkapalan, kedirgantaraan, dan
perkeretaapian serta berbagai prasarana terkait.
2. Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah tahun 2011 dipengaruhi beberapa faktor yang berasal dari luar dan dalam
negeri. Faktor yang mempengaruhi rupiah dari luar negeri antara lain berupa peningkatan arus
modal masuk ke pasar domestik yang semakin membaik sebagai dampak dari semakin pulihnya
perekonomian global. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia akan mendorong
peningkatan ekspor dan investasi Indonesia yang pada akhirnya akan menambah cadangan
devisa. Kondisi ini akan didukung dengan semakin meningkatnya peringkat utang pemerintah
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
36
dan investasi Indonesia. Namun, upaya menarik arus modal masuk diperkirakan akan semakin
berat di tengah situasi meningkatnya suku bunga internasional. Penguatan dolar AS
diperkirakan juga memicu pelemahan rupiah.
Faktor dalam negeri yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada
tahun 2011 antara lain berasal dari membaiknya kondisi fundamental ekonomi. Sejalan dengan
meningkatnya perekonomian
domestik dan ekspor, kebutuhan
akan impor khususnya impor
bahan baku dan barang modal
diperkirakan akan meningkat
sehingga mendorong depresiasi
rupiah. Berdasarkan
perkembangan dari dalam negeri
dan luar negeri tersebut,
pergerakan rata‐rata nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS tahun
2011 diperkirakan pada kisaran
Rp9.100 – Rp9.400 per dolar AS.
3. Inflasi
Tekanan inflasi pada tahun 2011 diperkirakan menuju ke pola normal dengan kecenderungan
menurunnya sumber tekanan inflasi, baik dari sisi eksternal maupun internal. Dari sisi
eksternal, inflasi negara mitra
dagang utama Indonesia cenderung
menurun dan perekonomian global
terfokus pada upaya pemulihan
ekonomi pasca krisis di Uni Eropa.
Menguatnya arus modal masuk
(capital inflow) ke emerging market
seperti Indonesia mendorong
apresiasi nilai tukar rupiah.
Sementara itu, dari sisi internal,
tekanan inflasi tahun 2011
cenderung menurun seiring
GRAFIK III.3 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI NILAI TUKAR 2006 – 2011
9.200 9.100
9.164 9.139
9.692
10.408
9.400
8.800
9.100
9.400
9.700
10.000
10.300
10.600
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Bank Indonesia dan Kemenkeu
GRAFIK III.4 PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI INFLASI
2010 – 2011 (Persen)
6,60 6,59
11,06
2,78
5,30
5,30 4,90
2
4
6
8
10
12
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: BPS dan Kemenkeu
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
37
semakin membaiknya pasokan dan distribusi bahan pangan diharapkan dapat meredam
kenaikan inflasi dari sisi volatile foods. Disamping itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan
sektor riil yang semakin baik yang didukung oleh semakin meningkatnya kesadaran pemerintah
daerah dalam upaya pengendalian inflasi diharapkan dapat menciptakan kestabilan harga di
dalam negeri.
Dengan memperhatikan faktor‐faktor yang mempengaruhi inflasi tersebut dan kebijakan fiskal,
sektor riil dan moneter dalam pengendalian inflasi, maka tahun 2011 inflasi diperkirakan akan
berkisar 4,9 – 5,3 persen (Grafik III.4).
4. Suku Bunga SBI 3 bulan
Semakin membaiknya perekonomian
global tahun 2011 akan memberikan
dampak yang positif bagi
perkembangan pasar keuangan global.
Kondisi tersebut memungkinkan
sejumlah negara maju untuk
mempertahankan kebijakan moneter
yang akomodatif sebagai upaya untuk
mempercepat proses pemulihan
ekonomi. Dari dalam negeri proses
pemulihan ekonomi yang sedang
berlangsung diperkirakan memberikan sedikit dorongan pada inflasi tahun 2011 sehingga akan
memberikan tekanan pada suku bunga acuan (BI rate) dan suku bunga SBI 3 bulan. Namun,
koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan Pemerintah dan Bank Indonesia
diharapkan dapat menjaga real interest rate Indonesia tetap menarik. Dengan
mempertimbangkan faktor‐faktor tersebut, rata‐rata suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2011
diproyeksikan berkisar antara 6,3 – 6,7 persen.
5. Harga dan Lifting Minyak
Semakin pulihnya perekonomian global tahun 2011 akan memicu tingginya permintaan minyak
dunia. Di sisi lain persediaan dan distribusi minyak dunia diperkirakan akan cenderung stabil.
Namun, permasalahan geopolitik di kawasan Timur Tengah, Nigeria, dan Amerika Latin
diperkirakan dapat mempengaruhi produksi dan harga minyak dunia. Menurut Badan Energi
Amerika (Energy Information Administration/EIA) rata‐rata harga minyak WTI pada tahun 2011
GRAFIK III.5 SUKU BUNGA SBI DAN PROYEKSI 2010 – 2011 (Persen)
11,75
8,00
9,30
7,50
6,50 6,70
6,50 6,30
2
4
6
8
10
12
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Bank Indonesia dan Kemenkeu
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
38
diperkirakan sekitar US$83,5 per barel, sedikit lebih tinggi dari perkiraan tahun 2010 sebesar
US$80 per barel. Berdasarkan faktor‐faktor tersebut, maka perkiraan harga minyak Indonesia
(ICP) tahun 2011 sekitar US$80 – 85 per barel.
Sementara itu, pada tahun 2011 Pemerintah optimis adanya peningkatan pencapaian lifting
minyak sebagai hasil meningkatnya investasi di sektor pertambangan minyak. Dengan hasil
investasi baru tersebut dan optimalisasi terhadap sumber minyak yang telah ada maka lifting
minyak tahun 2011 diperkirakan akan mencapai kisaran 0,960 – 0,980 juta barel per hari.
6. Ketenagakerjaan dan Kemiskinan
Pengangguran dan kemiskinan merupakan permasalahan penting yang dihadapi oleh negara‐
negara berkembang, termasuk Indonesia. Setiap tahun, Pemerintah selalu memfokuskan
program pembangunannya pada penanganan kedua masalah tersebut. Indikator‐indikator
sosial yang ada telah mencerminkan perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan
kemiskinan.
Kondisi perekonomian dunia yang terus membaik diharapkan akan berimbas pada semakin
membaiknya kinerja perekonomian domestik sehingga laju pertumbuhan ekonomi terus
meningkat. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh kebijakan pemerintah
yang ekspansif akan mampu memperluas terciptanya lapangan kerja baru. Sejak tahun 2006,
secara rata‐rata setiap satu persen pertumbuhan ekonomi, dapat menyerap tenaga kerja baru
sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan akan semakin meningkat
sejalan dengan program dan kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan investasi melalui
perbaikan infrastruktur dan kebijakan lainnya. Dengan target pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi pada tahun 2010 dan 2011, pertumbuhan lapangan kerja baru diperkirakan
mencapai lebih dari 2 persen setiap tahunnya. Sementara itu, jumlah penduduk yang masuk
angkatan kerja setiap tahun diperkirakan meningkat rata‐rata sebesar 1,76 persen. Laju
pertumbuhan lapangan kerja baru yang lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan angkatan
kerja akan berdampak pada semakin menurunnya tingkat pengangguran. Penurunan tingkat
pengangguran ini juga ditopang oleh semakin tingginya angkatan kerja Indonesia yang bekerja
di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sehingga pada akhir tahun 2011 tingkat
pengangguran terbuka diperkirakan berada pada kisaran 7,0 persen.
Seperti halnya pengangguran, jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan juga
menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Imbas dari krisis global memang menjadi
hambatan bagi efektivitas implementasi kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan, namun
pada tahun 2011 Pemerintah terus menyempurnakan strategi untuk mengatasi masalah
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
39
kemiskinan dengan mencanangkan program untuk membantu masyarakat miskin baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang melalui program pemberdayaan masyarakat. Sejalan
dengan semakin luasnya lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat diharapkan juga akan
semakin meningkat dan jumlah penduduk miskin akan semakin menurun. Dengan berbagai
program dan kebijakan tersebut, tingkat kemiskinan tahun 2011 diperkirakan mencapai
kisaran 11,5 – 12,5 persen.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
40
BAB IV
POKOKPOKOK KEBIJAKAN FISKAL TAHUN 2011
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) disusun untuk memenuhi
amanat pasal 23 Undang‐undang Dasar 1945 sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
yang ditetapkan setiap tahun dengan undang‐undang yang dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar‐besarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka pengajuan
RAPBN kepada DPR‐RI, Pemerintah menyusun Pokok‐pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) sebagai
penjabaran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) di bidang keuangan negara. PPKF disusun setiap
tahun berdasarkan skala prioritas pembangunan, baik prioritas program
Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, maupun kewilayahan. PPKF disusun
dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif sesuai
rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh. Selain itu, PPKF juga merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional tahun 2010‐2014 yang terintegrasi dengan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005‐2025, guna mewujudkan Indonesia yang sejahtera,
demokratis, dan berkeadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana
diamanatkan dalam UUD tahun 1945.
Secara garis besar, penyampaian pokok‐pokok kebijakan fiskal tahun 2011 dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu pelaksanaan kebijakan fiskal 2009 dan proyeksi 2010, perkiraan asumsi makro
ekonomi tahun 2011, serta pokok‐pokok kebijakan fiskal 2011.
A. Pelaksanaan Kebijakan Fiskal 2009 dan Proyeksi 2010
Sebagai salah satu instrumen ekonomi, kebijakan fiskal melalui APBN mempunyai peran yang
penting dalam mendukung pelaksanaaan program‐program pembangunan yang tertuang dalam
Rencana Kerja Pemerintah setiap tahun.
Dalam keadaan dimana pendapatan negara tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan
belanja, maka dilakukanlah kebijakan defisit anggaran negara. Dalam tahun 2009, realisasi
defisit APBN mencapai 1,6 persen PDB, yang berarti jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
realisasi defisit APBN 2008 yang hanya mencapai 0,1 persen PDB. Peningkatan realisasi defisit
APBN tahun 2009 tersebut disebabkan oleh kebijakan ekspansi fiskal melalui program stimulus
fiskal, guna meredam dampak negatif krisis keuangan global terhadap perekonomian nasional.
Kebijakan fiskal tersebut dinilai cukup efektif, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
41
Indonesia tetap positif pada tingkat 4,5 persen dalam tahun 2009. Dalam tahun 2010, defisit
APBN diperkirakan kembali meningkat, yaitu dari 1,6 persen PDB dalam APBN 2010 menjadi
sebesar 2,1 persen PDB dalam APBN‐P 2010. Kenaikan defisit APBN dalam tahun 2010
disebabkan antara lain oleh: (1) penyesuaian asumsi ekonomi makro, (2) pelaksanaan program
stabilisasi harga melalui pengendalian subsidi, dan (3) percepatan pelaksanaan program‐
program prioritas pembangunan.
Perkembangan defisit APBN tersebut sangat ditentukan oleh realisasi/rencana pendapatan
negara dan belanja negara setiap tahun. Dalam tahun 2009, realisasi pendapatan negara dan
hibah mencapai Rp869,6 triliun, yang berarti mengalami penurunan 11,5 persen dari
realisasinya dalam tahun 2008. Penurunan realisasi pendapatan negara dalam tahun 2009
tersebut berasal, baik dari penerimaan perpajakan maupun dari penerimaan negara bukan
pajak (PNBP). Penurunan penerimaan perpajakan utamanya dari pajak penghasilan migas
terkait dengan lebih rendahnya realisasi harga minyak di tahun 2009 dibandingkan realisasinya
di tahun 2008. Selain itu, penurunan penerimaan perpajakan di tahun 2009 juga dipengaruhi
oleh lebih rendahnya kenaikan penerimaan perpajakan non‐migas sebagai dampak
perlambatan pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 yang hanya sebesar 4,5 persen
dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2008 yang mencapai 6,0 persen.
Dalam tahun 2010, diperkirakan pendapatan negara dan hibah akan kembali mengalami
peningkatan menjadi Rp992,4 triliun, atau meningkat 14,1 persen dari realisasinya di tahun
2009. Proyeksi kenaikan pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2010 tersebut,
direncanakan berasal dari kenaikan penerimaan perpajakan sebesar 15,9 persen dan kenaikan
PNBP sebesar 8,8 persen.
Di sisi belanja negara, realisasinya dalam tahun 2009 sebesar Rp957,5 triliun, yang berarti
mengalami penurunan 2,9 persen dari realisasi belanja negara dalam tahun 2008. Penurunan
realisasi belanja negara dalam tahun 2009, lebih disebabkan oleh penurunan subsidi energi
akibat harga minyak mentah yang lebih rendah di tahun 2009. Di sisi lain, belanja
Kementerian/Lembaga dan transfer ke daerah dalam tahun 2009 masih tetap menunjukkan
peningkatan dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008. Hal ini memperlihatkan ekspansi
fiskal dalam pembangunan di tahun 2009 tetap mengalami peningkatan, yang terutama terlihat
dari pelaksanaan kebijakan program stimulus fiskal.
Untuk pembiayaan anggaran, realisasinya sangat ditentukan oleh perencanaan yang telah
ditetapkan guna membiayai sasaran defisit anggaran dalam APBN‐P. Dalam tahun 2009,
realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp111,3 triliun, yang menunjukkan peningkatan dari
realisasinya di tahun 2008 sebesar Rp84,1 triliun. Realisasi pembiayaan anggaran dalam dua
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
42
tahun terakhir tersebut ternyata masih lebih besar dari realisasi defisit anggaran dalam masing‐
masing tahun yang sama, sehingga di akhir tahun anggaran 2008 dan 2009 terdapat sisa lebih
pembiayaan anggaran (SILPA) sekitar Rp80,0 triliun dan Rp23,5 triliun. Dalam tahun 2010,
sejalan dengan kebijakan memperlebar defisit dalam APBN‐P 2010 menjadi Rp133,7 triliun (2,1
persen PDB), maka pembiayaan anggaran juga mengalami peningkatan menjadi Rp133,7 triliun.
Kenaikan pembiayaan anggaran dalam APBN‐P 2010 tersebut dari yang direncanakan
sebelumnya sebesar Rp98,0 triliun dalam APBN 2010, utamanya berasal dari penggunaan dana
sisa anggaran lebih (SAL) tahun‐tahun sebelumnya. Selanjutnya, dalam Tabel IV.1 dapat dilihat
perkembangan APBN dalam beberapa tahun terakhir.
TABEL IV.1 RINGKASAN APBN TAHUN 2008 2010 (TRILIUN RUPIAH)
APBN APBN‐P b)
A Pendapatan Negara dan Hibah 981,6 869,6 949,7 992,4I Penerimaan Dalam Negeri 979,3 868,5 948,1 990,5
1. Penerimaan Perpajakan 658,7 641,4 742,7 743,32. Penerimaan Negara Bukan Pajak 320,6 227,1 205,4 247,2
II. Hibah 2,3 1,1 1,5 1,9
B. Belanja Negara 985,8 957,5 1.047,7 1.126,1 I. Belanja Pemerintah Pusat 693,4 648,9 725,2 781,5II. Transfer ke Daerah 292,4 308,6 322,4 344,6
C. Surplus/defisit Anggaran (4,1) (87,8) (98,0) (133,7)% terhadap PDB (0,1) (1,6) (1,6) (2,1)
D. Pembiayaan 84,1 111,3 98,0 133,7I. Dalam Negeri 102,5 128,1 107,9 133,9
II. Luar Negeri (18,4) (16,8) (9,9) (0,2)
Sumber: Kementerian Keuangan
Catatan: a) Unaudited
b) Persetujuan DPR pada sidang paripurna DPR tanggal 3 Mei 2010
Keterangan2010
2008 2009a)
1. Pendapatan Negara dan Hibah
Pendapatan negara mempunyai peran yang sangat penting sebagai sumber pendanaan belanja
negara untuk pembangunan nasional. Realisasi pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2009
mencapai Rp869,6 triliun. Dari pencapaian tersebut, 73,8 persen diantaranya bersumber dari
penerimaan perpajakan. Kontribusi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan perannya
di tahun 2008 sebesar 67,1 persen. Namun demikian, secara nominal penerimaan perpajakan
tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 2,6 persen dibandingkan dengan realisasi tahun
2008. Penurunan penerimaan perpajakan tersebut terutama disebabkan oleh terjadinya
pelambatan kegiatan perekonomian sebagai dampak dari krisis ekonomi dunia.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
43
Penurunan penerimaan perpajakan dalam tahun 2009 terutama berasal dari penurunan
penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar 48,6 persen. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya penurunan kegiatan ekspor dan impor sebesar 9,7 persen dan 15 persen akibat krisis
keuangan global. Di samping itu, krisis keuangan global juga sejalan dengan penurunan harga
minyak di pasar internasional, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan penerimaan PPh
migas sebesar 35,0 persen. Sebaliknya, penerimaan perpajakan non‐migas tahun 2009
mengalami kenaikan sebesar 4,4 persen. Peningkatan tersebut didukung oleh kebijakan
reformasi administrasi perpajakan, langkah‐langkah intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan
yang berkelanjutan. Perkembangan penerimaan perpajakan 2005‐2010 dapat dilihat dalam
Grafik IV.1.
347,0 409,2 491,0 658,7 641,4743,0
13,0%
12,0%12,0%
13,0%
11,4%11,9%
10%
11%
12%
13%
14%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
2005 2006 2007 2008 2009 a) APBN‐P2010 b)
(triliun rupiah)
Penerimaan Perpajakan Tax ratioKeterangan:a) Unauditedb) Ketetapan DPR pada 3 Mei 2010
Sumber: Kementerian Keuangan
Sejalan dengan perkiraan mulai meningkatnya aktivitas perdagangan dunia di tahun 2010 ini,
Pemerintah memutuskan untuk terus melanjutkan kebijakan pemberian insentif perpajakan
bagi industri di dalam negeri. Insentif perpajakan tersebut diberikan dalam bentuk penurunan
tarif PPh Badan dari 28 persen menjadi 25 persen; pemberian fasilitas penurunan tarif PPh
Badan sebesar 5 persen dari tarif normal untuk perusahaan masuk bursa yang minimal 40
persen sahamnya dimiliki oleh publik; pemberian pajak ditanggung pemerintah dalam bentuk
subsidi pajak PPN dan bea masuk sektor tertentu; serta terus melanjutkan reformasi
administrasi perpajakan. Sedangkan insentif di bidang kepabeanan diberikan dalam bentuk
perbaikan fasilitas kepabeanan, insentif untuk perdagangan dan industri, serta fasilitas
keringanan bea masuk. Selain itu juga dilakukan kebijakan kenaikan tarif cukai yang dikuti
penyederhanaan tarif cukai, serta peningkatan pengawasan peredaran barang kena cukai.
GRAFIK IV.1 PENERIMAAN PERPAJAKAN, 20052010
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
44
Dengan berbagai kebijakan tersebut di atas, Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan
dalam APBN‐P tahun 2010 menjadi sebesar Rp743,3 triliun, atau mengalami peningkatan 0,1
persen dari rencananya dalam APBN 2010 sebesar Rp742,7 triliun. Sumber utama peningkatan
penerimaan tersebut diharapkan dari pajak penghasilan (PPh) dan cukai, yaitu masing‐masing
sebesar 3,2 persen dan 3,4 persen. Sejalan dengan kenaikan penerimaan perpajakan tersebut,
tax ratio dalam tahun 2010 diperkirakan menjadi 11,9 persen, yang berarti mengalami
peningkatan dari realisasinya dalam tahun 2009 sebesar 11,4 persen.
Sampai dengan 30 April 2010, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp224,1 triliun atau
30,1 persen dari targetnya dalam APBN‐P 2010. Realisasi tersebut terutama didukung dari
pajak penghasilan, khususnya migas yang telah mencapai 33,1 persen, cukai sebesar 35,8
persen, dan bea masuk sebesar 36,1 persen. Penerimaan Perpajakan dalam tahun 2010 tersebut
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan perpajakan dalam periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 30,3 persen.
Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, realisasi PNBP dalam tahun 2009 sebesar
Rp227,1 triliun menunjukkan penurunan 29,2 persen dibandingkan dengan realisasinya dalam
tahun 2008. Penurunan penerimaan tersebut lebih disebabkan oleh lebih rendahnya
penerimaan SDA minyak bumi sebesar 46,7 persen, sebagai dampak dari turunnya harga
minyak mentah Indonesia (ICP) di tahun 2009, meskipun dari sisi lifting minyak mentah terjadi
peningkatan. Dalam tahun 2008, rata‐rata harga ICP (Desember 2007 – November 2008)
mencapai US$101,4 per barel, sedangkan dalam tahun 2009 rata‐rata harga ICP hanya
mencapai US$58,5 per barel.
Komponen terbesar PNBP berasal dari penerimaan sumber daya alam, yang terdiri dari minyak
bumi, gas alam, pertambangan umum, panas bumi, kehutanan, perikanan dan lainnya. Seiring
dinamika permintaan dan penawaran komoditas hasil sumber daya alam di pasar dunia, maka
penerimaan SDA, terutama minyak bumi dan gas alam mengalami perubahan akibat
perkembangan harga pasar. Pada tahun 2009, realisasi PNBP SDA mencapai Rp138,4 triliun
atau turun 38,3 persen dari realisasi tahun 2008. Pengaruh krisis keuangan global 2008
terhadap permintaan komoditas SDA dunia masih dirasakan oleh sektor pertambangan,
terutama minyak bumi, akibat koreksi terhadap kecendrungan peningkatan alami harga pasar
yang kini masih berada pada kisaran US$75‐US$80 per barel, jauh di bawah harga sebelum
krisis yang sempat mencapai US$130 per barel. Hal ini menyebabkan perubahan penerimaan
minyak bumi dan gas bumi tahun 2009 menjadi Rp125,7 triliun atau lebih rendah 40,6 persen
dibandingkan realisasi penerimaan tahun sebelumnya.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
45
Penerimaan dari laba BUMN dalam tahun 2009 sebesar Rp26,0 triliun mengalami penurunan
sebesar 10,4 persen dibandingkan realisasinya dalam tahun 2008. Realisasi penerimaan laba
BUMN ini sebagian besar masih terkait dengan fluktuasi harga minyak internasional yang
berpengaruh pada penurunan laba PT Pertamina. PT Pertamina merupakan penyumbang
deviden BUMN terbesar dalam bagian pemerintah atas laba BUMN. Di samping itu, krisis
keuangan global juga turut mempengaruhi kinerja keuangan BUMN, khususnya yang bergerak
pada sektor perbankan dan jasa keuangan.
Dalam APBN‐P 2010, PNBP ditargetkan mencapai Rp247,2 triliun, atau naik 20,3 persen
dibandingkan dengan rencananya dalam APBN 2010. Peningkatan penerimaan tersebut
diharapkan berasal dari kenaikan penerimaan SDA minyak dan gas bumi sebesar 25,9 persen,
yaitu dari Rp120,5 triliun menjadi Rp151,7 triliun sebagai akibat kenaikan asumsi harga minyak
ICP dari US$65 menjadi US$80 per barel. Sementara itu, penerimaan laba BUMN ditargetkan
menjadi Rp29,5 triliun, atau meningkat 22,9 persen dibandingkan dengan rencananya dalam
APBN 2010. Adapun PNBP Lainnya direncanakan menjadi Rp43,5 triliun, atau naik 8,9 persen
dari rencananya dalam APBN 2010.
Sampai dengan tanggal 30 April 2010, realisasi PNBP dalam tahun 2010 telah mencapai Rp52,2
triliun, atau 21,1 persen dari rencananya dalam APBN‐P 2010. Realisasi tersebut terutama
bersumber dari penerimaan SDA migas dan non‐migas sebesar 18,3 persen, dan PNBP lainnya
sebesar 43,8 persen. Pencapaian realisasi PNBP tahun 2010 tersebut lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan realisasi PNBP dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang masih
sebesar 17,1 persen. Dalam Grafik IV.2, dapat dilihat perkembangan PNBP dalam beberapa
tahun terakhir.
146,9
227,0 215,1
320,6
227,1247,2
0
50
100
150
200
250
300
350
2005 2006 2007 2008 2009 a) 2010 APBN‐P b)
(triliu
n ru
piah
)
BLULainnyaBUMNSDA
Keterangan:a) Unauditedb) Ketetapan DPR tanggal 3 Mei 2010
Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK IV.2 PERKEMBANGAN PNBP, 2005 – 2010
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
46
2. Belanja Negara
Kebijakan belanja negara berlandaskan pada penganggaran berbasis kinerja (PBK) dan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) merupakan perubahan mendasar dalam sistem penganggaran. Kebijakan belanja negara menekankan pada outcome basis untuk kemudian diturunkan ke dalam output, program, dan alokasi anggaran, baik di pusat maupun di daerah untuk melaksanakan program‐program pembangunan nasional. Dalam tahun 2009, realisasi belanja negara mencapai Rp957,5 triliun atau turun 2,9 persen dari realisasinya pada tahun 2008. Dari jumlah tersebut, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp648,9 triliun, yang berarti lebih rendah 6,4 persen dari realisasinya pada tahun 2008. Penurunan belanja pemerintah pusat tersebut bersumber dari penurunan subsidi energi. Sedangkan untuk belanja K/L, realisasinya mengalami peningkatan hingga sebesar 18,1 persen pada periode yang sama tahun 2008. Dalam tahun 2010 alokasi belanja negara meningkat menjadi Rp1.126,1 triliun dalam APBN‐P 2010, atau bertambah sebesar Rp78,5 triliun dari yang telah ditetapkan dalam APBN 2010. Penambahan belanja negara yang sangat signifikan tersebut terutama ditujukan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa, serta mempercepat pelaksanaan program prioritas pembangunan nasional. Kebijakan tersebut merupakan bentuk komitmen Pemerintah untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mengurangi pengangguran, serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional yang lebih baik. Perkembangan belanja negara sejak tahun 2005 dapat dilihat pada Grafik IV.3.
Pada tahun 2009, realisasi belanja pemerintah pusat mengalami penurunan hingga 6,4 persen dari realisasinya dalam tahun sebelumnya. Namun penurunan belanja tersebut lebih disebabkan oleh penurunan subsidi energi (BBM dan listrik) yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak. Adapun belanja Kementerian/Lembaga tetap menunjukkan peningkatan untuk mendukung pelaksanaan program‐program pembangunan yang bersifat pro rakyat, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan anggaran pendidikan.
359,2 440,9 504,4693,3 648,9
781,5150,5226,2
253,3
292,4 308,6
344,6
509,7
667,1757,7
985,7 957,5
1126,1
0
200
400
600
800
1000
1200
2005 2006 2007 2008 2009a) APBN‐P2010b)
(triliun
rupiah)
Belanja Daerah
Belanja Pusat
Keterangan:a) Unauditedb) Sesuai kesepakatan dengan DPR RI 3 Mei 2010
Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK IV.3 BELANJA NEGARA, 20052010
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
47
Di tahun 2010, sejalan dengan dilakukannya percepatan perubahan APBN 2010, terjadi
tambahan belanja pemerintah pusat yang cukup besar, yakni dari Rp725,2 triliun dalam APBN
2010 menjadi Rp781,5 triliun dalam APBN‐P 2010. Kenaikan anggaran belanja pemerintah
pusat sebesar Rp56,3 triliun tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perubahan
asumsi ekonomi makro, khususnya proyeksi harga minyak yang lebih tinggi ke US$80/barel
mengakibatkan bertambahnya anggaran subsidi energi. Kedua, kebijakan pemerintah untuk
menjaga stabilitas harga barang dan jasa, yaitu dengan mempertahankan harga BBM agar tidak
mengalami perubahan, penyesuaian yang lebih rendah terhadap rencana kenaikan HET pupuk
dan tarif daya listrik, mengakibatkan kenaikan beban subsidi energi dan pupuk. Ketiga,
kenaikan subsidi harga beras akibat penyesuaian HPP beras serta penambahan volume alokasi
beras bersubsidi kepada rumah tangga sasaran. Keempat, menampung tambahan anggaran
belanja untuk program‐program prioritas dan mendesak. Kelima, penambahan anggaran
pendidikan sejalan dengan rencana kenaikan belanja negara, guna menjaga rasio anggaran
pendidikan tetap 20 persen. Keenam, dampak dari proyeksi nilai tukar rupiah yang lebih
menguat dalam tahun 2010 diperoleh penghematan pembayaran bunga utang luar negeri.
238,4 251,5 279,6
433,6342,2
415,3
120,8189,4
225,0
259,7306,7
366,2
359,2440,9
504,6
693,3648,9
781,5
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2005 2006 2007 2008 2009 a) APBN‐P2010 b)
(triliun
rupiaj)
K/L
Non K/L
Keterangan:a) Unauditedb) sesuai kesepakatan dengan DPR RI 3 Mei 2010
Sumber: Kementerian Keuangan
Dalam perkembangannya, hingga tanggal 30 April 2010, realisasi belanja pusat mencapai
Rp130,1 triliun, atau 16,7 persen dari rencananya dalam APBN‐P 2010. Realisasi tersebut
terutama ditunjang dari realisasi belanja pegawai sebesar Rp44,6 triliun (34,3 persen) dan
pembayaran bunga utang sebesar Rp29,1 triliun (22,4 persen).
GRAFIK IV.4 BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 20052010
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
48
Berbeda halnya dengan perkembangan transfer ke daerah, hingga tahun 2009 realisasinya terus
meningkat hingga menjadi Rp308,6 triliun, atau naik sebesar 5,5 persen dari realisasinya di
tahun 2008. Tingginya realisasi transfer ke daerah didukung oleh perbaikan sistem penyaluran
dan tingginya realisasi pelaksanaan proyek yang didanai dana alokasi khusus (DAK). Kenaikan
tertinggi dicapai oleh dana otonomi khusus dan penyesuaian, yang meningkat 55,5 persen.
Kenaikan tertinggi kedua dicapai oleh dana alokasi khusus, yang meningkat 18,9 persen.
Sedangkan dana bagi hasil mengalami penurunan sebesar 2,9 persen akibat realisasi
penerimaan migas yang lebih rendah.
Dalam tahun 2010, anggaran transfer ke daerah bertambah Rp22,2 triliun, yaitu dari Rp322,4
triliun dalam APBN 2010 menjadi Rp344,6 triliun dalam APBN‐P 2010. Peningkatan anggaran
tersebut dialokasikan untuk menambah dana penyesuaian ke daerah, dalam bentuk dana
penguatan desentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan daerah, dana penguatan
infrastruktur dan prasarana daerah, serta dana percepatan pembangunan infrastruktur
pendidikan. Langkah strategis tersebut ditempuh guna mendukung percepatan pemerataan
pembangunan dan perluasan kesempatan kerja di daerah, serta mengoptimalkan pelaksanaan
kebijakan desentralisasi fiskal.
Sampai dengan tanggal 30 April 2010, realisasi transfer ke daerah telah mencapai Rp100,4
triliun, atau 29,1 persen dari rencananya dalam APBN‐P 2010. Realisasi ini terdiri dari DBH
sebesar Rp14,0 triliun (15,6 persen), DAU sebesar Rp79,0 triliun (38,8 persen), DAK sebesar
Rp5,2 triliun (24,5 persen), dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian sebesar Rp2,2 triliun
(7,2 persen).
150,5
226,2253,3
292,4308,6
344,6
,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
350,0
400,0
2005 2006 2007 2008 2009a) APBN‐P 2010b)
(triliun
rupiah)
OtsusPenyesuaianDAKDAUDBH
Keterangan:a) Unauditedb) Sesuai kesepakatan dengan DPR RI 3 Mei 2010
Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK IV.5 TRANSFER KE DAERAH, 20052010
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
49
3. Pembiayaan Anggaran
Hingga tahun 2009, realisasi defisit APBN terus mengalami fluktuasi. Bila dalam tahun 2008
realisasinya hanya sebesar Rp4,1 triliun (0,1 persen PDB), maka dalam tahun 2009 mengalami
peningkatan menjadi Rp87,8 triliun (1,6 persen PDB). Rendahnya defisit dalam tahun 2008
terutama disebabkan lebih tingginya realisasi pendapatan negara dari yang direncanakan,
sedangkan realisasi belanja negara hampir tidak jauh dari yang direncanakan. Di tahun 2009
sejalan dengan peningkatan ekspansi fiskal melalui program stimulus fiskal untuk
mengantisipasi dampak krisis global menimbulkan konsekuensi lebih tingginya defisit APBN
pada tahun tersebut. Di tahun 2010, Pemerintah melakukan perubahan APBN 2010 yang
mengakibatkan melebarnya sasaran defisit anggaran hingga menjadi 2,1 persen PDB dalam
APBN‐P 2010, dibandingkan rencana semula sebesar 1,6 persen PDB di APBN 2010.
Guna menutup defisit APBN setiap tahun, Pemerintah mengupayakan dari pembiayaan dalam
negeri dan pembiayaan luar negeri. Pada tahun 2009, realisasi pembiayaan mencapai Rp111,3
triliun, dalam bentuk pembiayaan dalam negeri sebesar Rp128,1 triliun dan pembiayaan luar
negeri neto sebesar minus Rp16,8 triliun. Realisasi pembiayaan anggaran tahun 2009 tersebut
jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasinya di tahun 2008, yaitu sebesar Rp84,1
triliun. Namun, karena realisasi defisit APBN di tahun 2008 jauh lebih rendah dibandingkan di
tahun 2009, maka jumlah SILPA di tahun 2008 sebesar Rp80 triliun masih jauh lebih besar dari
SILPA di tahun 2009 sebesar Rp23,5 triliun.
Sementara itu, di tahun 2010, seiring dengan kenaikan defisit APBN‐P 2010 menjadi Rp133,7
triliun (lihat grafik IV.6), maka sepenuhnya akan dibiayai dari sumber pembiayaan dalam negeri
sebesar Rp133,9 triliun, sedangkan pembiayaan luar negeri neto tercatat minus Rp0,2 triliun.
Walaupun dalam tahun 2010 terjadi kenaikan defisit anggaran yang cukup besar, namun
Pemerintah berkomitmen untuk lebih mengupayakan sumber pembiayaan dari dalam negeri
dengan memanfaatkan dana SAL sebesar Rp39,3 triliun. Melalui semangat kemandirian
pembiayaan defisit yang terus dipertahankan setiap tahun, diharapkan pembiayaan melalui
utang dapat ditekan serendah mungkin apabila sumber pembiayaan non‐utang tidak
mencukupi, dan penggunaannya diupayakan untuk membiayai kegiatan yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, maka diharapkan rasio utang pemerintah terhadap
PDB dapat terus diupayakan menurun hingga menjadi sekitar 27,8 persen di akhir tahun 2010.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
Keterangan :a) Unauditedb) Ketetapan DPR pada 3 mei 2010
Sumber: Kementerian Keuangan
Berdasarkan realisasi APBN sampai dengan 30 April 2010, pembiayaan anggaran telah
mencapai Rp37,1 triliun, atau 27,7 persen dari rencananya dalam APBN‐P 2010. Realisasi
tersebut terutama didominasi oleh realisasi pembiayaan utang yang mencapai sebesar Rp36,7
triliun melalui penerbitan Surat Berharga Negara neto sebesar Rp42,6 triliun, sementara
pembiayaan dari penarikan pinjaman luar negeri neto sebesar minus Rp5,9 triliun. Penerbitan
SBN neto berasal dari penerbitan SBN domestik sebesar Rp65,3 triliun, penerbitan SBN valas
sebesar Rp18,6 triliun dan pembayaran pokok jatuh tempo sebesar Rp41,2 triliun. Penarikan
pinjaman luar negeri neto berasal dari penarikan pinjaman proyek sebesar Rp2,0 triliun,
penarikan pinjaman program sebesar Rp5,4 triliun (US$600 juta) dari JICA dan ADB, dan
pelunasan cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp13,3 triliun. Sedangkan realisasi
pembiayaan non‐utang sampai dengan 30 April 2010 berasal dari hasil pengelolaan aset
sebesar Rp300 miliar.
GRAFIK IV.7 POSISI UTANG PEMERINTAH, 20052010
1.313,3 1.302,2
1.389,4
1.636,7 1.590,7 1.735,7
47,3%
39,0%
35,2%
33,0%28,3% 27,8%
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
25%
30%
35%
40%
45%
50%
2005 2006 2007 2008 2009a) 2010b)
(triliu
n rup
iah)
(% thd P
DB)
Outstanding UtangDebt to GDP Ratio
Keterangan:a) Unauditedb) Angka sangat sementara (s.d. Mar 2010 mencapai Rp1.594,2 triliun)
Sumber: Kementerian Keuangan
GRAFIK IV.6 SUMBER PEMBIAYAAN APBN, 20052010
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
51
B. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2011
Proyeksi perekonomian nasional pada tahun 2011 akan sangat dipengaruhi oleh perbaikan
ekonomi global. Indikator perekonomian Indonesia dalam tahun 2011 diperkirakan sebagai
berikut : (i) pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat diatas 6 persen; (ii) tingkat inflasi
dapat dikendalikan pada tingkat yang cukup rendah berkisar 4,9 hingga 5,3 persen; (iii) tingkat
suku bunga SBI 3 bulan stabil pada kisaran 6,3 hingga 6,7 persen; (iv) nilai tukar rupiah sedikit
mengalami fluktuasi pada kisaran Rp9.100 hingga Rp9.400 per dolar AS; (v) harga minyak
dunia diperkirakan sedikit meningkat pada kisaran US$80 hingga US$85 per barel; serta (vi)
lifting minyak mentah Indonesia naik menjadi 0,960 hingga 0,980 juta barel per hari. Rincian
asumsi ekonomi makro tahun 2011 sebagai dasar penyusunan pagu indikatif dapat dilihat pada
Tabel IV.2.
TABEL IV.2 ASUMSI EKONOMI MAKRO 20102011
2011
APBN APBN-P Pagu Indikatif
1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,5 5,8 6,2 - 6,4
2. Inflasi (%) 5,0 5,3 4,9 - 5,3
3. Nilai Tukar (Rp/US$) 10.000 9.200 9.100 - 9.400
4. Suku bunga SBI 3 bulan (%) 6,5 6,5 6,3 - 6,7
5. Harga Minyak ICP (US$/barel) 65 80 80 - 85
6. Lifting Minyak (juta barel/hari) 0,965 0,965 0,960 - 0,980
Sumber: Kementerian Keuangan
2010Indikator Ekonomi
C. SASARAN DAN KEBIJAKAN FISKAL 2011
Sesuai dengan amanat perundang‐undangan, penyusunan kebijakan fiskal (APBN) dalam tahun
2011 mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011 yang membawa tema
“Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tatakelola
dan Sinergi Pusat Daerah”. Penyusunan RKP tahun 2011 tersebut selayaknya sejalan dengan
rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2010‐2014 yang telah
menggariskan bahwa visi pembangunan 2010‐2014 adalah terwujudnya Indonesia yang
sejahtera, demokratis, dan berkeadilan. Untuk mewujudkan visi tersebut telah ditetapkan 3
misi yang akan dilakukan, yakni: (i) melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang
sejahtera, (ii) memperkuat pilar‐pilar demokrasi, dan (iii) memperkuat dimensi keadilan di
semua bidang.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
52
Hingga saat ini dan dalam waktu ke depan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi bangsa
Indonesia guna mewujudkan Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan hingga 5
tahun ke depan. Pada saat ini, tantangan pokok pembangunan tahun 2011 adalah menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan
mengurangi kemiskinan secara optimal. Tantangan lainnya yang juga dinilai pokok adalah
membangun tatakelola yang baik untuk dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pengelolaan keuangan negara. Selain itu, untuk menjaga konsistensi kebijakan otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan sinergi antara pusat
dan daerah. Hal ini sangat penting, dalam rangka mengelola pembangunan daerah dan
menyediakan pelayanan umum yang terbaik bagi masyarakat di daerah.
Sejalan dengan RPJMN 2010‐2014 serta tantangan yang harus dihadapi, maka sasaran
pembangunan tahun 2011 dibagi ke dalam tiga kelompok, yakni: (1) sasaran pembangunan
kesejahteraan, (2) sasaran perkuatan pembangunan demokrasi, dan (3) sasaran penegakan
hukum.
Pada sasaran pertama dalam pembangunan kesejahteraan, di bidang ekonomi akan ditujukan
untuk mencapai tingkat pertumbuhan di atas 6 persen, pengendalian tingkat inflasi, serta
penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Di bidang pendidikan akan ditujukan untuk
menurunkan angka buta aksara, meningkatkan angka partisipasi sekolah mulai tingkat SD
sampai perguruan tinggi, serta mengurangi disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan
pendidikan. Di bidang lainnya akan ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan,
meningkatkan produksi energi dan listrik, serta pembangunan infrastruktur jalan serta jaringan
prasarana dan penyediaan sarana transportasi. Sedangkan untuk sasaran pembangunan yang
kedua, penguatan pembangunan demokrasi, akan ditujukan pada peningkatan kualitas
demokrasi Indonesia. Untuk sasaran ketiga, penegakan hukum, ditujukan pada tercapainya
suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum dan terjaganya ketertiban umum.
Untuk mencapai sasaran pembangunan dalam tahun 2011 tersebut, peranan kebijakan fiskal
sangat dibutuhkan dengan memanfaatkan secara optimal sumber‐sumber pendapatan negara,
pengalokasian belanja negara yang efisien dan efektif untuk melaksanakan program‐program
pembangunan, serta memanfaatkan sumber‐sumber pembiayaan yang layak dan berisiko
rendah. Peranan fiskal tersebut diwujudkan dengan menetapkan sementara arah defisit tahun
2011 pada tingkat 1,7 persen PDB.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
53
‐14,4 ‐29,1‐49,8 ‐4,1
‐87,8
‐133,7 ‐119,6‐0,5
‐0,9‐1,3
‐0,1
‐1,6
‐2,1‐1,7
‐2,5
‐2,0
‐1,5
‐1,0
‐0,5
0,0
‐160,0‐140,0‐120,0‐100,0‐80,0‐60,0‐40,0‐20,00,0
2005 2006 2007 2008 2009 a)APBN‐P2010 b) 2011 c)
(% th
d PD
B)
(trili
un ru
piah
)
Nominal% thd PDB
Keterangan:a)Unauditedb) Penetapan DPR pada 3 Mei 2010c) Pagu Indikatif
Sumber: Kementerian Keuangan
Penetapan pagu indikatif tahun 2011 tersebut didasarkan pada langkah optimalisasi sumber‐
sumber pendapatan negara, antara lain melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan
perpajakan dengan tetap mempertimbangkan pemberian insentif pada kegiatan dunia usaha,
serta ditopang dengan langkah‐langkah reformasi birokrasi perpajakan, kepabeanan dan cukai.
Selain itu juga dilakukan langkah‐langkah untuk terus meningkakan produksi sumber daya
alam, baik migas maupun non migas guna meningkatkan penerimaan negara bukan pajak. Di
sisi belanja negara, kebijakan alokasi anggaran akan diarahkan untuk melaksanakan program‐
program pembangunan, guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RKP 2011, yaitu
pembangunan kesejahteraan, perkuatan pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum.
Untuk menutup sasaran defisit dalam tahun 2011, maka akan diupayakan sumber pembiayaan
dari dalam negeri yang didukung sumber pembiayaan luar negeri dengan tetap
mempertahankan penurunan rasio utang terhadap PDB secara berkesinambungan (debt
sustainability).
Kebijakan Fiskal Pemerintah dalam mendukung pembangunan pada tahun 2011 akan
berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat melalui tiga sasaran utama (Triple Track
Strategy), antara lain dengan (1) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (ProGrowth);
(2) menciptakan dan memperluas lapangan kerja (ProJob), diantaranya melalui pemberian
insentif pajak guna meningkatkan investasi dan ekspor, serta peningkatan belanja modal untuk
pembangunan Infrastruktur; (3) memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui program‐program
jaring pengaman sosial yang berpihak pada rakyat miskin (Propoor) dengan menjaga
kesinambungan program kesejahteraan rakyat serta pemberian subsidi yang lebih tepat
sasaran.
GRAFIK IV.8 REALISASI DAN DEFISIT APBN, 2005 – 2011
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
54
1. Kebijakan Pendapatan Negara
Prospek kembali pulihnya perekonomian dunia dan semakin meningkatnya perekonomian nasional di tahun 2011 merupakan suatu modal dasar untuk terus mengoptimalkan sumber‐sumber pendapatan negara, khususnya dari perpajakan yang semakin dominan menopang pendapatan negara. Berdasarkan asumsi ekonomi makro seperti yang disampaikan sebelumnya, dalam tahun 2011 diperkirakan pendapatan negara dan hibah akan mencapai Rp1.086,7 triliun, yang berarti mengalami kenaikan 9,5 persen dari perkiraan pendapatan negara di tahun 2010. Dari perkiraan pendapatan negara dalam tahun 2011 tersebut, diharapkan sekitar 77,3 persen akan disumbang dari penerimaan perpajakan, dan sebagian besar lainnya (22,4 persen) berasal dari PNBP.
Penerimaan perpajakan tahun 2011 diharapkan akan mencapai Rp839,9 triliun, yang berarti meningkat 13,0 persen dari perkiraannya di tahun 2010. Proyeksi penerimaan perpajakan sebesar Rp839,9 trilun tersebut dihitung dengan menggunakan basis perkiraan realisasi tahun 2010, faktor pengganda dari asumsi ekonomi makro tahun 2011, dan langkah‐langkah tambahan (extra effort) untuk mengoptimalkan pemungutan sumber‐sumber penerimaan perpajakan. Langkah‐langkah tambahan tersebut antara lain dalam bentuk perbaikan administrasi perpajakan, penggalian potensi perpajakan, peningkatan pemeriksaan pajak, serta perbaikan mekanisme keberatan dan banding.
Langkah perbaikan administrasi perpajakan dilakukan antara lain dalam bentuk pengalihan BPHTB serta PBB sektor perdesaan dan perkotaan yang semula merupakan pajak pusat dialihkan menjadi pajak daerah berdasarkan ketentuan Undang‐undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Perbaikan administrasi perpajakan juga akan dilakukan dengan melanjutkan penghapusan fiskal luar negeri bagi WP orang pribadi yang mempunyai NPWP. Langkah penggalian potensi perpajakan dalam tahun 2011 dilakukan dalam bentuk pelaksanaan program ekstensifikasi terhadap WP baru dan program intensifikasi penggalian potensi perpajakan berbasis profile WP dan penggalian sektor tertentu, serta aplikasi optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP). Selanjutnya, penggalian potensi juga dilakukan melalui pemberian pendidikan perpajakan (tax education) dalam rangka meningkatkan kepatuhan WP (tax payer compliance). Kemudian Pemerintah juga akan melanjutkan program reformasi perpajakan, antara lain melalui program Project for Indonesia Tax Administration Reform (PINTAR), yang penyelesaiannya membutuh waktu cukup lama (2009 – 2013)
Optimalisasi penerimaan perpajakan tahun 2011 juga didukung dengan upaya peningkatan
kualitas pemeriksaan pajak. Beberapa kebijakan yang diambil Pemerintah untuk
mengoptimalkan pemeriksaan pajak diantaranya dengan (1) membuat kebijakan teknis
pemeriksaan atas hasil pemeriksaan WP yang tergabung dalam satu grup, (2) melakukan kajian
atas perlakuan PPN untuk barang hasil tambang, (3) meningkatkan koordinasi dengan berbagai
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
55
instansi terkait sehubungan dengan pencairan piutang pajak dan prioritas pencairan kepada
penunggak pajak terbesar, dan (4) harmonisasi undang‐undang Ketentuan Umum Perpajakan,
undang‐undang Kepailitan, serta undang‐undang terkait tentang hak mendahulukan negara atas
piutang pajak terhadap WP yang dinyatakan pailit.
Dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan pajak, Pemerintah akan menyempurnakan
mekanisme atas keberatan dan banding, antara lain melalui kegiatan optimalisasi pemanfaatan
informasi dari putusan pengadilan pajak serta keputusan keberatan dan non keberatan sebagai
bahan untuk penggalian potensi perpajakan. Selain itu, Pemerintah akan menyusun kembali
grand strategy untuk meningkatkan pengawasan, guna menghindari dan mengurangi
penyalahgunaan wewenang, serta meningkatkan fungsi ligitasi agar Pemerintah dapat
memenangkan sengketa dalam sidang banding dan gugatan di Pengadilan Pajak.
Di bidang kepabeanan, optimalisasi penerimaan dalam tahun 2011 dilakukan antara lain
melalui peningkatan akurasi penelitian nilai pabean dan klasifikasi barang impor, peningkatan
efektivitas pemeriksaan fisik barang, peningkatan kolektibilitas piutang kepabeanan dan cukai,
dan peningkatan pengawasan di daerah perbatasan, terutama jalur rawan penyelundupan, serta
optimalisasi fungsi unit pengawasan melalui peningkatan patroli darat dan laut.
Sejalan dengan langkah optimalisasi di bidang kepabeanan, juga akan dilakukan peningkatan
pelayanan, antara lain dengan (1) melanjutkan reformasi birokrasi, melalui pembentukan
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai madya dan penyempurnaan birokrasi di
lingkungan internal, (2) penyempurnaan implementasi INSW di 5 kantor pabean (Tanjung
Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Bandara Soekarno Hatta, dan Belawan), (3) otomatisasi
pelayanan, (4) implemetasi kawasan pelayanan pabean terpadu, serta (5) konsistensi pelayanan
kepabeanan 24 jam sehari dan 7 hari seminggu di empat pelabuhan utama (Tanjung Priok,
Tanjung Perak, Makasar dan Belawan).
Terkait dengan upaya peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan, beberapa kebijakan
yang diambil adalah dengan melakukan penataan hubungan kerja antar unit pengawasan,
penerapan pola profiling secara sistematis dalam rangka risk management, melakukan
pendeteksian dini terhadap pelanggaran, otomatisasi proses pengawasan secara vertikal dan
horisontal, serta perbaikan bisnis proses audit dan revitalisasi fungsi audit.
Di bidang cukai, kebijakan pada tahun 2011 tetap diarahkan pada konsistensi pelaksanaan road
map cukai hasil tembakau. Selain itu, optimalisasi penerimaan cukai juga dilakukan melalui
ekstensifikasi barang kena cukai, pelekatan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya untuk
minuman mengandung etil alkohol (MMEA) golongan A, pemanfaatan informasi teknologi di
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
56
bidang pelayanan cukai dan peningkatan pengawasan di bidang cukai, serta optimalisasi
sosialisasi di bidang cukai.
Sementara itu, dalam rangka mendukung sasaran pertumbuhan investasi sesuai dengan RKP
2011, di sisi kebijakan kepabeanan dan cukai, akan terus diupayakan perbaikan sistem
informasi. Upaya tersebut dilaksanakan melalui (1) pengoperasian secara penuh Indonesia
National Single Window (INSW) untuk impor (sebelum 2010) dan untuk ekspor, (2) percepatan
realisasi proses penyelesaian bea cukai di luar pelabuhan dengan implementasi tahap pertama
Custom Advance Trade System (CATS) di dry port Cikarang, dan (3) pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) dilakukan melalui pengembangan KEK di 5 lokasi melalui skema Public
Private Partnership sebelum 2014.
Menimbang bahwa penurunan harga komoditas sumber daya alam membuka peluang investasi
pada tingkat imbal hasil yang lebih efisien sehubungan dengan korelasi penurunan harga
minyak bumi terhadap turunnya harga faktor dan peralatan pertambangan, maka Pemerintah
melakukan standarisasi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi dan gas alam melalui
penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Cost Recovery Migas di tahun 2010
guna mendorong peningkatan kapasitas lifting sumur‐sumur yang ada, di samping mendorong
investasi sumur‐sumur baru di tahun 2011.
Di sisi PNBP, kebijakan tahun 2011 akan terus diupayakan untuk mengoptimalkan penerimaan
dari sumber PNBP, terutama dari penerimaan SDA dan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN.
Dari sumber penerimaan SDA, pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan terutama dari
penerimaan SDA Migas antara lain melalui upaya (i) peningkatan produksi minyak mentah
dengan didukung insentif fiskal, (ii) efisiensi Cost Recovery dengan berpedoman pada peraturan
pemerintah yang ada, dan (iii) melakukan secara insentif penagihan penjualan hasil migas
bagian negara.
Adapun penerimaan dari bagian pemerintah atas laba BUMN akan dipengaruhi dinamika
sektoral yang lebih heterogen dengan siklus bisnis yang lebih beragam. Menimbang arti penting
pengembangan BUMN, khususnya sektor perbankan dan keuangan, maka dalam tahun 2011
kebijakan penerimaan dari laba BUMN mengutamakan strategi realokasi kegunaan dana terbaik
antara penarikan deviden untuk APBN dibandingkan dengan laba ditahan untuk investasi
perseroan yang didasarkan pada: (1) tingkat dividen 20‐55 persen, kecuali perseroan dengan
penyertaan modal negara (PMN) atau restrukturisasi neraca, (3) penetapan margin atas BUMN
yang melakukan public service obligation (PSO) dan/atau domestic market obligation (DMO),
(4) konsolidasi dan ekspansi BUMN dengan prospek pertumbuhan, (5) peningkatan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
57
pengendalian internal dan mutu penyajian laporan keuangan melalui adaptasi international
financial reporting standards (IFRS) di tahun 2012.
Untuk PNBP lainnya dan pendapatan BLU, optimalisasi penerimaannya diupayakan antara lain
melalui: (i) peningkatan pelayanan dan perbaikan administrsai PNBP kementerian/lembaga;
(ii) melakukan penyempurnaan beberapa peraturan terkait dengan jenis dan tarif PNBP
kementerian/lembaga; dan (iii) melakukan monitoring, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan
pengelolaan PNBP kementerian/lembaga.
2. Kebijakan Belanja Negara
Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2011, sasaran pembangunan yang hendak
dicapai dalam tahun 2011 adalah pembangunan kesejahteraan, perkuatan pembangunan
demokrasi, dan penegakan hukum. Dalam pembangunan kesejahteraan tahun 2011, sasaran
utama yang hendak dicapai di bidang ekonomi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 6,2
– 6,4 persen, pengendalian laju inflasi, penurunan tingkat pengangguran (terbuka) ke 7,0
persen, dan pengurangan tingkat kemiskinan ke 11,5 – 12,5 persen.
Pembangunan kesejahteraan di bidang pendidikan akan ditujukan untuk meningkatkan rata‐
rata lama sekolah, menurunkan angka buta aksara, meningkatnya angka partisipasi minimum di
tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, meningkatnya angka partisipasi kasar di
tingkat sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, serta menurunkan disparitas partisipasi
dan kualitas pelayanan pendidikan. Di bidang pangan, pembangunan kesejahteraan ditujukan
untuk meningkatkan produksi komoditi pangan (padi, jagung, kedelai), serta gula, daging sapi,
dan ikan.
Untuk bidang energi, pembangunan kesejahteraan diarahkan pada peningkatan kapasitas
pembangkit listrik, peningkatan rasio elektrifikasi, peningkatan produksi minyak bumi, serta
peningkatan pemanfaatan energi panas bumi. Selanjutnya, sasaran pembangunan kesejahteraan
di bidang infrastruktur diarahkan utamanya untuk : (i) pembangunan jalan lintas Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua,
(ii) pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antar‐moda dan
antar‐pulau yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru
transportasi multimoda, dan (iii) perbaikan sistem dan jaringan transportasi di beberapa kota
besar di Indonesia.
Selain itu, sasaran pembangunan dalam perkuatan pembangunan demokrasi ditujukan untuk
meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia. Demikian pula untuk sasaran pembangunan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
58
penegakan hukum akan ditujukan pada tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui
penegakan hukum (rule of law), serta terjaganya ketertiban umum.
Guna mencapai sasaran utama pembangunan dalam tahun 2011 tersebut di atas, dari sisi fiskal
direncanakan akan didukung dengan alokasi anggaran belanja negara sebesar Rp1.204,9 triliun,
yang akan dialokasikan melalui belanja pemerintah pusat sebesar Rp840,9 triliun (69,8 persen)
dan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp364,1 triliun (30,2 persen). Dengan perkiraan
alokasi anggaran belanja negara dalam tahun 2011 tersebut, maka berarti menunjukkan
kenaikan 7,0 persen dari anggaran belanja negara pada tahun 2010.
Dengan anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2011 yang direncanakan akan
mencapai Rp840,9 triliun, menunjukkan kenaikan sekitar 7,6 persen dari anggarannya dalam
tahun 2010. Anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2011 tersebut akan dimanfaatkan
untuk mendukung 11 prioritas pembangunan, yaitu : (i) reformasi birokrasi dan tata kelola,
(ii) pendidikan, (iii) kesehatan, (iv) penanggulangan kemiskinan, (v) ketahanan pangan,
(vi) infrastuktur, (vii) iklim investasi dan iklim usaha, (viii) energi, (ix) lingkungan hidup dan
pengelolaan bencana, (x) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik, serta
(xi) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.
Prioritas pembangunan yang pertama, reformasi birokrasi dan tata kelola, arah kebijakannya
akan ditujukan sebagai berikut. Pertama, penataan kelembagaan pemerintahan melalui proses
konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga yang menangani
aparatur negara, serta restrukturisasi lembaga pemerintah. Kedua, pemantapan pelaksanaan
desentralisasi dalam rangka memantapkan pembagian urusan pemerintahan serta peningkatan
kapasitas kelembagaan, keuangan dan aparatur pemerintah daerah. Ketiga, penyempurnaan
manajemen kepegawaian berbasis sistem merit dalam rangka peningkatan kinerja dan
profesionalisme pegawai. Keempat, pembenahan peraturan perundang‐undangan nasional, baik
di tingkat pusat maupun daerah melalui upaya harmonisasi dan sinkronisasi. Kelima, penetapan
dan penerapan sistem indikator kinerja utama pelayanan publik yang selaras antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sehingga terwujud pelayanan publik yang
berkualitas. Keenam, peningkatan integrasi serta integritas penerapan dan penegakan hukum.
Ketujuh, penyempurnaan kualitas data dan informasi kependudukan sebagai dasar dalam
menerbitkan dokumen kependudukan.
Prioritas pembangunan yang kedua, pendidikan, akan diarahkan kebijakannya pada:
(a) peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata,
(b) peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah, (c) peningkatan kualitas,
relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi, (d) peningkatan profesionalisme dan pemerataan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
59
distribusi guru dan tenaga kependidikan, (e) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan
non‐formal, (f) peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini, (g) pemantapan
pelaksanaan sistem pendidikan nasional, (h) peningkatan kualitas pendidikan agama dan
keagamaan, serta (i) peningkatan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan.
Prioritas pembangunan yang ketiga, kesehatan, diarahkan kebijakannya sebagai berikut.
Pertama, pelaksanaan program kesehatan preventif terpadu yang meliputi pemberian imunisasi
dasar, penyediaan akses sumber air bersih dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas,
penurunan tingkat kematian ibu, serta tingkat kematian bayi. Kedua, revitalisasi program KB
melalui peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB. Ketiga, peningkatan sarana kesehatan
melalui penyediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional.
Keempat, peningkatan ketersediaan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik.
Kelima, penerapan asuransi kesehatan nasional untuk masyarakat miskin dan diperluas secara
bertahap untuk seluruh penduduk (universal coverage).
Prioritas pembangunan yang keempat, penanggulangan kemiskinan, lebih diarahkan
kebijakannya pada: (i) mendorong pertumbuhan yang pro‐rakyat miskin dengan memberi
perhatian khusus pada usaha‐usaha yang melibatkan orang‐orang miskin dan orang‐orang
dengan kondisi khusus, (ii) meningkatkan kualitas kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan melalui kebijakan afirmatif/keberpihakan, dan (iii) meningkatkan efektivitas
pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah.
Prioritas pembangunan yang kelima, ketahanan pangan, diarahkan kebijakannya sebagai
berikut. Pertama, pelaksanaan perluasan lahan pertanian dan perikanan sesuai dengan kaidah
pembangunan berkelanjutan dan tata ruang. Kedua, perbaikan dan pembangunan infrastruktur
pertanian dan perikanan, khususnya jaringan irigasi, serta jalan usaha tani dan produksi di
daerah sentra produksi. Ketiga, penyediaan benih/bibit unggul dan dukungan terhadap
pengembangan industri hilir pertanian dan perikanan hasil inovasi penelitian dan
pengembangan dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian.
Keempat, pemantapan cadangan pangan pemerintah dan percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan masyarakat. Kelima, stabilisasi harga bahan pangan dalam negeri. Keenam,
jaminan ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melalui perbaikan mekanisme
subsidi pupuk.
Prioritas pembangunan yang keenam, infrastuktur, akan diarahkan kebijakannya dalam bentuk
berikut. Pertama, meningkatkan keselamatan, keamanan dan kualitas pelayanan transportasi
yang memadai dan merata, guna mewujudkan sistem logistik nasional yang menjamin distribusi
bahan pokok, bahan strategis dan non‐strategis untuk seluruh masyarakat. Kedua,
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
60
pembangunan infrastruktur transportasi yang mampu menciptakan keterhubungan
antarwilayah (domestic connectivity) dan menjamin kelancaran distribusi barang di seluruh
wilayah Indonesia. Ketiga, meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana sesuai dengan
standar pelayanan minimal (SPM) melalui penyediaan rumah susun sederhana sewa, fasilitasi
pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas kawasan perumahan dan permukiman, fasilitasi
dan stimulasi pembangunan baru perumahan swadaya, serta fasilitasi dan stimulasi
peningkatan kualitas perumahan swadaya. Keempat, percepatan penyelesaian pembangunan
sarana dan prasarana pengendali banjir, terutama pada daerah perkotaan dan pusat‐pusat
perekonomian. Kelima, terkait dengan komunikasi dan informatika yaitu melanjutkan upaya
pengurangan blank spot, memfasilitasi pembangunan infrastruktur komunikasi dan informatika
yang modern, meningkatkan kualitas penyediaan dan pemanfaatan informasi, serta penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK ) secara efektif.
Prioritas pembangunan yang ketujuh, iklim investasi dan iklim usaha, arah kebijakannya adalah sebagai berikut. Untuk ketenagakerjaan diarahkan kebijakannya melalui: (1) sosialisasi rancangan amandemen Undang‐undang No. 13 Tahun 2003 kepada serikat pekerja, asosiasi pengusaha, perusahaan, lembaga legislatif tingkat propinsi, dan kabupaten/kota, (2) peningkatan kualitas hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja dalam rangka mendorong pencapaian proses negosiasi bipartite, dengan meningkatkan teknik‐teknik bernegosiasi, (3) perkuatan kapasitas organisasi serikat pekerja dan asosiasi pengusaha, serta (4) pemberian pemahaman dan menyamakan persepsi tentang peraturan/kebijakan ketenagakerjaan. Di samping itu, dukungan pertanahan untuk membangun iklim investasi diarahkan kebijakannya pada penataan dan penegakan hukum pertanahan, sehingga dapat mengurangi potensi sengketa, meningkatkan penerapan sistem informasi dan manajemen pertanahan, serta peningkatan akses layanan pertanahan melalui Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) di kabupaten/kota.
Prioritas pembangunan yang kedelapan, energi, arah kebijakannya diutamakan untuk infrastruktur energi dan ketenagalistrikan serta ketahanan dan kemandirian energi adalah sebagai berikut. Pertama, diversifikasi energi serta peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Kedua, kebijakan harga energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Ketiga, peningkatan kapasitas sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan, serta prioritasi pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk kelistrikan desa, termasuk daerah terpencil dan pengembangan jaringan gas kota. Keempat, pengembangan dan peningkatan kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan pemanfaatan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan guna mendorong peran serta pemerintah daerah, swasta, koperasi dan badan usaha lainnya. Kelima, restrukturisasi kelembagaan, termasuk penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan ketenagalistrikan. Keenam, peningkatan keselamatan dan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
61
lindungan lingkungan dalam pembangunan energi dan ketenagalistrikan nasional. Ketujuh, menjamin keamanan pasokan energi dengan meningkatkan eksplorasi dan optimalisasi produksi minyak dan gas bumi. Kedelapan, mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap minyak bumi melalui penganekaragaman energi primer. Kesembilan, meningkatkan produktivitas pemanfaatan energi melalui gerakan efisiensi dan konservasi.
Prioritas pembangunan yang kesembilan, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, adalah sebagai berikut. Dalam penanggulangan perubahan iklim antara lain diarahkan dengan mengurangi lahan kritis melalui rehabilitasi dan reklamasi hutan, peningkatan pengelolaan kualitas ekosistem lahan gambut, peningkatan kualitas kebijakan konservasi dan pengendalian kerusakan hutan dan lahan yang terpadu, evaluasi pemanfaatan ruang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang bersifat lintas kementerian/lembaga, serta dukungan terhadap penelitian dan pengembangan untuk penurunan gas rumah kaca dan adaptasi perubahan iklim. Dalam pengendalian kerusakan lingkungan, arah kebijakannya adalah penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat. Untuk sistem peringatan dini, arah kebijakannya antara lain adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan kelembagaan, peningkatan akurasi jangkauan dan kecepatan penyampaian informasi, dan pendirian Pusat Basis Data dan Informasi yang terintegrasi. Adapun arah kebijakan untuk penanggulangan bencana adalah terlaksananya penyelamatan dan evakuasi korban bencana yang cepat, efektif dan terpadu, terlaksananya peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha pengurangan risiko, mitigasi dan penanganan bencana, serta bahaya kebakaran hutan, penyusunan dan sosialisasi panduan kesiapsiagaan masyarakat pendayagunaan teknologi mitigasi bencana, dan tersedianya peta rawan bencana.
Prioritas pembangunan yang kesepuluh, daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik, diarahkan kebijakannya pada: (1) penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah negara, (2) peningkatan upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum, (3) peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan, (4) peningkatan pelayanan sosial dasar, dan (5) penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi.
Prioritas pembangunan yang kesebelas, kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi, arah kebijakannya adalah pertama, meningkatkan upaya pengembangan dan perlindungan warisan budaya dan karya seni, serta mendorong berkembangnya apresiasi masyarakat terhadap kemajemukan budaya untuk memperkaya khazanah artistik dan intelektual bagi tumbuh‐mapannya jati diri bangsa. Kedua, penguatan sistem inovasi nasional melalui penguatan kelembagaan, sumberdaya, dan jaringan iptek nasional serta upaya inovasi di bidang‐bidang teknologi yang strategis.
Selanjutnya, sejalan dengan semakin bertambahnya volume belanja negara dalam tahun 2011, anggaran transfer ke daerah yang direncanakan sebesar Rp364,1 triliun telah menunjukkan kenaikan sekitar 5,6 persen dari anggarannya di tahun 2010. Kenaikan anggaran transfer ke daerah tersebut, selain untuk meningkatkan kemampuan fiskal daerah, juga untuk mendukung pembangunan di daerah sejalan dengan prioritas pembangunan nasional.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
62
Kebijakan desentralisasi pada dasarnya ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar‐daerah guna memperbaiki kualitas pelayanan publik di daerah. Untuk itu, kebijakan desentralisasi fiskal tahun 2011 diarahkan pada upaya penyempurnaan dan reformulasi transfer ke daerah, penguatan taxing power daerah, dan sinkronisasi dana desentralisasi dengan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan.
Dalam rangka melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal tersebut, maka pemerintah mengalokasikan dana transfer ke daerah yang berfungsi sebagai instrumen fiskal dalam rangka membantu pendanaan pembangunan di daerah. Pada tahun 2011, alokasi transfer ke daerah ditujukan untuk: (i) melaksanakan desentralisasi fiskal guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten, (ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dengan daerah dan antar‐daerah, (iii) mengurangi kesenjangan dan memperbaiki kualitas pelayanan publik.
Pelaksanaan kebijakan transfer ke daerah didasarkan pada Undang‐undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Alokasi dana bagi hasil (DBH) didasarkan pada proporsi tertentu untuk masing‐masing jenis DBH, baik DBH pajak maupun DBH SDA. Untuk membantu pendanaan pelaksanaan pendidikan dasar di daerah maka dialokasikan tambahan dana 0,5 persen dari DBH SDA migas. Tambahan alokasi DBH SDA migas ini dialokasikan kepada seluruh daerah, kecuali daerah yang sudah mendapatkan dana otonomi khusus. Selain itu untuk memperkuat kapasitas fiskal di daerah, Pemerintah Pusat juga akan mengalihkan salah satu sumber penerimaan pajaknya berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi pajak daerah mulai tahun 2011. Pelaksanaan kebijakan alokasi DBH dilakukan dengan: (1) meningkatkan koordinasi untuk mendapatkan data yang lebih berkualitas untuk perencanaan alokasi dan perhitungan penyaluran, (2) melaksanakan rekonsiliasi PNBP/DBH secara transparan dan akuntabel, (3) menyalurkan DBH dengan tepat jumlah dan waktu, dan (4) penyelesaian kurang bayar DBH SDA dan DBH Pajak.
Pada tahun 2011 DAU dialokasikan sebesar 26 persen dari penerimaan dalam negeri neto. DAU dialokasikan berdasarkan formula sesuai dengan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Alokasi DAU juga memperhitungkan daerah‐daerah pemekaran yang baru sebagai penerima DAU secara mandiri. Untuk menyempurnakan kebijakan alokasi DAU beberapa hal yang dilakukan: (1) mengupayakan tingkat pemerataan kapasitas fiskal antar daerah yang lebih baik dari tahun ke tahun; dan (2) meningkatkan koordinasi dengan institusi penyedia data.
Adapun alokasi DAK tahun 2011 akan dilaksanakan sesuai dengan program‐program prioritas yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada tahun yang sama dengan mempertimbangkan kemampuan APBN. Bidang‐bidang yang akan dibiayai dengan DAK akan disesuaikan besaran alokasinya sesuai dengan urutan prioritas nasional, serta jumlah kebutuhan dana yang telah diusulkan oleh kementerian/lembaga terkait. Alokasi DAK akan diproritaskan untuk membantu daerah‐daerah yang mempunyai kemampuan keuangan yag relatif rendah. Alokasi DAK tahun 2011 ditujukan untuk: (1) mendanai kegiatan penyediaan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
63
sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah, (2) menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah tertentu, (3) mendorong peningkatan produktivitas, perluasan lapangan kerja, dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, (4) meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar, (5) menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana, dan (6) mendukung penyediaan prasarana pemerintahan di daerah yang terkena dampak pemekaran daerah.
Dana Penyesuaian tahun 2011 akan ditujukan untuk membiayai tambahan DAU untuk tunjangan guru PNS daerah serta dana insentif kepada daerah. Dana insentif tersebut antara lain diberikan kepada daerah yang mendapatkan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian, sehingga dapat memacu perbaikan kualitas pengelolaan keuangan daerah.
Implementasi kebijakan transfer ke daerah tahun 2011 akan dilakukan antara lain melalui penyempurnaan pola pembagian DBH yang lebih transparan dan akuntabel, penyempurnaan formulasi DAU yang dilakukan secara konsisten dan mengarah kepada fungsi pemerataan kemampuan keuangan daerah, serta penyempurnaan terhadap penerapan kriteria penentuan DAK. Dengan demikian, diharapkan keseluruhan siklus pengelolaan anggaran transfer ke daerah, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, akuntansi dan pelaporan keuangan transfer ke daerah berjalan dengan lebih baik.
Dukungan pendanaan di daerah juga akan dilakukan oleh Pemerintah melalui kebijakan pengalihan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ke DAK. Selain itu untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah, khususnya untuk meningkatkan PAD, telah ditetapkan Undang‐Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang‐Undang tersebut bertujuan memberikan fleksibilitas kepada daerah dalam menentukan kebijakan perpajakannya untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan tetap mempertahankan iklim usaha yang kondusif bagi perekonomian daerah. Terkait dengan pandangan anggota Dewan untuk memperhatikan kepentingan daerah pemilih, maka Pemerintah mengajak seluruh komponen bangsa untuk menyikapinya dengan tetap memperhatikan prinsip equality, dan mempertimbangkan pembangunan kewilayahan antardaerah dalam kerangka NKRI, serta kepentingan nasional.
3. Kebijakan Pembiayaan Anggaran
Dengan arah kebijakan defisit anggaran pada tahun 2011 sekitar 1,7 persen PDB, yang lebih
rendah dari rencana defisit anggaran di tahun 2010 sebesar 2,1 persen PDB, maka beban
pembiayaan anggaran di tahun 2011 berkurang dari Rp133,7 triliun menjadi Rp118,3 triliun.
Kebijakan pengendalian defisit anggaran tersebut sangat penting guna menjaga kesinambungan
fiskal dalam jangka menengah, serta sejalan dengan kerangka fiskal periode 2010 – 2014.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
64
Seiring dengan semakin terbatasnya sumber pembiayaan dari non‐utang, maka dalam waktu ke
depan, sumber pembiayaan dari utang menjadi andalan. Untuk itu kebijakan pengurangan
defisit anggaran dalam jangka menengah, secara bertahap akan diikuti dengan pengendalian
kenaikan pembiayaan utang. Sasaran yang diharapkan adalah penurunan rasio utang terhadap
PDB secara konsisten, walaupun nominal stok utang tetap meningkat sebagai konsekuensi
kebijakan defisit.
Sebagai sumber utama pembiayan defisit anggaran, pembiayaan melalui utang harus dilakukan
secara prudent, transparan, dan akuntabel. Kebijakan yang akan ditempuh dalam pengelolaan
utang di tahun 2011, secara garis besar merupakan kelanjutan dari kebijakan tahun 2010
diantaranya adalah (i) mengutamakan penerbitan SBN rupiah di pasar dalam negeri guna
mendukung pengembangan pasar uang dan pasar modal domestik dalam memperkuat sistem
keuangan, mendorong terciptanya investment oriented society, serta mendukung pengelolaan
moneter yang efisien, (ii) mengurangi stok penjaman luar negeri secara konsisten dengan
mempertahankan tambahan pinjaman luar negeri neto tetap negatif, mengarahkan pinjaman
program untuk mendukung kebijakan pencapaian MDGs, climate change, dan infrastruktur, dan
menggunakan pinjaman proyek untuk membiayai kegiatan prioritas kementerian/lembaga,
atau penerusan pinjaman, (iii) penerbitan SBN valas (global bond, global sukuk, samurai bond)
bersifat sebagai komplementer terhadap penerbitan SBN di pasar domestik, diversifikasi
instrumen pembiayaan guna memperluas pasar surat berharga, benchmarking bagi obligasi
global swasta di pasar internasional, menambah cadangan devisa, dan menghindari crowding
out di pasar obligasi domestik, serta (iv) penarikan pinjaman luar negeri diupayakan berasal
dari kreditor multilateral dan bilateral yang tidak mempunyai keterikatan politik dan
menawarkan term & conditions yang mempunyai jangka pengembalian panjang dan biaya relatif
murah (favourable).
Sedangkan, strategi pengelolaan utang dalam tahun 2011 akan diarahkan melalui (i) penerapan
strategi kebijakan utang secara terukur dalam penerbitan surat berharga negara (SBN) untuk
memanfaatkan momentum pasar di awal tahun, dengan memperhatikan kondisi dan proyeksi
kas pemerintah, (ii) penerbitan SBN secara reguler untuk meningkatkan likuiditas pasar
sekunder, memberikan certainty dan predictibility di pasar keuangan, serta pengembangan
pasar, (iii) diversifikasi instrumen SBN untuk meningkatkan basis investor dan daya serap
pasar, (iv) penerapan manajemen yang tepat dalam rangka menjaga stabilitas pasar surat
berharga, serta (v) pengelolaan risiko fiskal utang untuk menurunkan tekanan (exposure)
terhadap risiko suku bunga, nilai tukar, dan risiko pembiayaan kembali.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokokpokok Kebijakan Fiskal 2011
65
Walaupun nilai sumber pembiayaan dari dalam negeri semakin terbatas, namun pemenuhannya
akan tetap diupayakan, terutama dari rekening dana investasi (RDI), serta hasil pengelolaan
aset. Di sisi lain, Pemerintah juga dalam tahun 2011 akan terus melakukan pembiayaan untuk
infrastruktur, dalam bentuk investasi pemerintah dan fasilitas likuiditas perumahan, serta
penjaminan infrastruktur. Kemudian juga akan dilanjutkan pembiayaan untuk revitalisasi
program kredit usaha rakyat (KUR) guna meningkatkan kapasitas penjaminan. Selanjutnya
dapat dilihat dalam Tabel IV.2, proyeksi APBN tahun 2010 yang menjadi dasar penyusunan
pokok‐pokok kebijakan fiskal tahun 2011.
TABEL IV.3 RINGKASAN APBN TAHUN 2010 – 2011
(Triliun Rupiah)
2011
APBN APBN-P Proyeksi
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH 949,7 992,4 1.086,7a. PENERIMAAAN PERPAJAKAN 742,7 743,3 839,9
b. PENERIMAN NEGARA BUKAN PAJAK 205,4 247,2 243,5
c. HIBAH 1,5 1,9 3,2
BELANJA NEGARA 1.047,7 1.126,1 1.204,9a. BELANJA PEMERINTAH PUSAT (K/L & NON K/L) 725,2 781,5 840,9