KEPRIBADIAN DAN KESEHATAN MENTAL DAN KESEIMBANAN HIDUP A. Definisi Kepribadian Makna kepribadian menurut pengertian sehari-hari sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol ada diri idnvidu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atritbut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”. Menurut pendapat Koswara (1991 : 10) yang menyatakan bahwa : Kata “kepribadian”(personality) sesungguhnya berasal dari kata Latin ; persona. Pada mulanya, kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-peranannya. Pada saat itu, setiap pemain sandiwara memainkan peranannya masing-masing sesuai dengan topeng yang dikenakannya. Lambat-laun, kata persona (personality) berulah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial (peran) yang diterimanya.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEPRIBADIAN DAN KESEHATAN MENTAL
DAN KESEIMBANAN HIDUP
A. Definisi Kepribadian
Makna kepribadian menurut pengertian sehari-hari sering diartikan dengan
ciri-ciri yang menonjol ada diri idnvidu, seperti kepada orang yang pemalu
dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atritbut
“berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut dan
semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.
Menurut pendapat Koswara (1991 : 10) yang menyatakan bahwa :
Kata “kepribadian”(personality) sesungguhnya berasal dari kata Latin ;
persona. Pada mulanya, kata persona ini menunjuk pada topeng yang biasa
digunakan oleh pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peranan-
peranannya. Pada saat itu, setiap pemain sandiwara memainkan peranannya
masing-masing sesuai dengan topeng yang dikenakannya. Lambat-laun, kata
persona (personality) berulah menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran
sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya,
kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai
dengan gambaran sosial (peran) yang diterimanya.
Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli rumusan tentang definisi
kepribadian yang dilakukan :
Gordon W. Allport (Calvin S.Hall dan Gardner Lindzey, 2005)
menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat
dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang
kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
psikofisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.
Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons
individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi
kebutuhan-kebutuhan dan dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik,
serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan
tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas
sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya.
Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang
saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau
perilaku individu yang bersangkutan dalam betinteraksi dengan lingkungannya.
Definisi kepribadian menurut psikologi
Berdasarkan psikologi, Gordon Allport menyatakan bahwa kepribadian
sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan pisik) yang merupakan suatu
struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat
berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan kepribadian secara teratur tumbuh
dan mengalami perubahan yang banyak dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh
lingkungan sosial seperti, sifat dan temperamen yang menunjukkan kekhasan
permanen pada perseorangan. Konsep – konsep ini menyiratkan keajegan lintas
waktu dan lintas situasi dalam pola perilaku individu. Asal awal keajegan yang
dianggapkan (presumed) itu tidak selalu sama. Temperamen, misalnya lebih
menunjukkan pada dasar biologis dari perilaku, sementara motif dan sifat terkait
dengan pengaruh-pengaruh lingkungan sosial. Apa pun itu, keajegan yang
disebut-sebut terlanjur ada, bahkan dianggap mencerminkan disposisi psikologis
perseorangan yang mengejawantah dalam tebaran tindakan yang luas dan sering
dikatakan bahwa berbagai pandangan yang berbeda dalam psikologi kepribadian
hanya merupakan kesan atau pengaruh masa lampau. Umpamanya, di daratan
Eropa, pandangan ahli-ahli filsafat Leibniz (1646-1716) dan Immanuel Kant
(1724-1804) sangat besar pengaruhnya, sedangkan di Amerika dan Inggris lebih
dipengaruhi oleh ajaran John Locke (1632-1704), Di Asia, pandangan mengenai
manusia dan kepribadian sangat dipengaruhi oleh filsafat agama Hindu, Budha,
Konfusius, dan Islam. Tenru saja, antara ketiga pandangan tersebut satu sama lain
saling meminjam pemikiran guna menyempurnakan pemahamannya terhadap
masalah kejiwaan.
Meskipun berheda-beda, definisi atau batasan kepribadian yang
dirumuskan oleh para ahli psikologi tersebut menunjukkan bahwa pengertian
kepribadian menurut ilmu psikologi berbeda dan jauh lebih luas ketimbang
pengertian kepribadian yang biasa kita jumpai dalam perbincangan sehari-hari,
baik dalam hal isi maupun dalam jangkauannya.
Di antara berbagai perbedaan, sebagian besar definisi yang dirumuskan
oleh para psikolog, khususnya oleh para teoretisi kepribadian, memiliki beberapa
persamaan yang mendasar, yaitu berikut ini.
1) Menekankan perlunya memahami arti perbedaan – perbedaan individual.
Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan
melalui studi mengenai kepribadian, sifat—sifat individu yang
membedakannya dengan individu ini diharapkan menjadi jelas atau bisa lebih
dipahami. Singkat kata, para teoretisi kepribadian memandang kepribadian
sebagai sesuati yang unik atau khas pada diri setiap orang
2) Melukiskan kepribadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan
tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang organisasi dan dintegrasikan oleh
kepribadian. Atau dengan kata lain, kepribadian dipandang sebagai
“organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku.
3) Menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah”,
perkembangan, dari perspektif. Kepribadian, menurut para teoretisi
kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subjek atau individu atas
pengaruh internal dan eksternal, yang mencakup faktor genetik atau biologis,
pengalaman sosial dan perubahan lingkungan. Atau dengan kata lain, corak
faktor-faktor bawaan dan lingkungan
B. Teori-teori Kepribadian
Ada empat teori kepribadian utama yang satu sama lain tentu saja berbeda,
yakni teori kepribadian psikoanalisis, teori-teori sifat (trait), teori kepribadian
behaviorisme dan teori piskologis kognitif.
1. Teori Kepribadian Psikoanalisis
Dalam mencoba memahami sistem kepribadian manusia, Freud
membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan
ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut
menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan
instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah id, ego,
dan superego. Meskipun memiliki ciri-ciri, prinsip kerja, fungsi dan sifat yang
berbeda, ketiga sistem ini merupakan satu tim yang saling bekerja sama dalam
mempengaruhi perilaku manusia
Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera
impuls biologis ; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai
bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;
suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi, jelas bahwa dalam
teori psikoanalisis Freud, ego ini harus menghadapi konflik antara id (yang
berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan superego
(yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu). Selanjurnya, ego
masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan
perilaku tertentu.
Namun, dalam psikoanalisis Carl Gustav Jung, ego bukannya menghadapi
konflik antara ini dan seperego, melainkan harus mengelola dorongan-
dorongan yang datang dari ketidaksadaran kolekrif (yang berisi naluri-naluri
yang diperoleh dari pengalaman masa lalu dan masa generasi yang lalu) dari
ketidaksadaran pribadi yang berisi pengalaman pribadi yang direndam dalam
ketidaksadaran. Berbeda dari Freud, jung tidak mendasarkan teorinya pada
dorongan seks.
Selanjutnya, teori Freud mengenai dinamika kepribadian menyatakan
bahwa terdapat sejumlah energi psikis (libido) yang konstan untuk setiap
individu. Jika tindakan atau dorongan yang terlarang disupresi, energinya akan
mencari penyaluran lain, seperti mimpi atau gejolak neurotik. Teori ini
berpendapat bahwa dorongan id yang tidak bisa diterima dapat menimbulkan
kecemasan, yang bisa diturunkan oleh mekanisme pertahanan.
2. Teori-Teori Sifat (Trait Theories)
Yang dimaksud dengan teori-teori sifat (trait theories) pada dasarnya
meliputi “psikologi individu” Gordon Williard Allport, psikologi “konstitusi”
William Sheldon, dan “teori faktor” Raymond Cattell (Hall & Lindrey,
1993:9). Teori-teori sifat ini juga dikenal sebagai teori-teori tipe (type
theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau
menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat
atau sifat-sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku
dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia
bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi.
Allport menekankan bahwa keunikan seseorang hanya satu-satunya yang
dimiliki orang tersebut. Namun, ada satu fokus yang kuat ketika kognitif
internal dan proses motivasional seseorang mempengaruhi dan menyebab
perilaku. Struktur internal ini terdiri atas berbagai refleks, dorongan kebiasaan
dan kemampuan, kepercayaan, sikap, nilai, intensi, dan sifat.
Allport membedakan antara sifat umum (general trait) dan kecenderungan
pribadi (personal disposition). Sifat umum adalah dimensi sifat yang dapat
membandingkan individu satu sama lainnya. Kecenderungan pribadi
dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik sifat-sifat yang ada dalam diri
individu.
Ada 3 jenis sifat menurut Allport :
1) Sifat-sifat kardinal (cardinal traits). Sifat-sifat ini merupakan karakteristik
yang meresap dan dominan dalam kehidupan seseorang, dan bisa
dikatakan sebagai motif utama, sifar utama. Umpamanya, kebutuhan
seseorang untuk berkuasa. Orang demikian tidak hanya mencoba
mendominasi istrinya, namun juga ingin memenangkan perandingan meja
dengan anaknya. Ini terkumpul dalam semua perilakunya.
2) Sifat-sifat sentral (central traits). Sifat—sifat ini merupakan karakteristik
kurang mengontrol atau memotivasi perilaku individu, namun kalah
penting. Meskipun mengontrol perilaku dalam berbagai situas, sifat ini
tidak mendorong atau menekan dengan kuat seperti sifat kardinal.
3) Sifat-sifat sekunder (secondary traits). Sifat-sifat ini merupakan
karakteristik periferal dalam individu, Sifat ini tampaknya berfungsi
terbatas, kurang menentukan dalam deskripsi kepribadian, dan terpusat
(khusus) pada respons-respons yang didasarnya secara perangsang-
perangsang yang disukainya. Umpamanya, seseorang ingin berlibur atau
rekreasi, rileks, dan sebagainya.
Menurut Pendapat Sheldon mengumpulkan 650 jenis sifat kepribadian
yang didapatnya dan literatur-litenatur kepribadian, terutama yang
membicarakan sifat-sifat manusia (Yuniarni, 1977). Semua sifat ini kemudian
dikelompokkan lagi ke dalam 50 sifat. Berdasarkan pada 50 sifat tersebut,
Sheldon melakukan penelitian terhadap 33 mahasiswa pascasarjana, dosen,
dan lain-lain. Dengan metode korelasi, ia mengelompokkan sifat-sifat
tersebut. Dari hasil korelasi yang ada, diperoleh 20 sifat yang dimasukkan
dalam tiga komponen atau dimensi temperamental.
Ketiga kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
1. Viscerotonia. Individu yang memiliki nilai visceroton ia yang tinggi,
memiliki sifat-sifat, antara lain suka makan enak, pengejar kenikmatan,
tenang, toleran, lamban, santai, pandai bergaul.
2. Somacotonia. Individu dengan sifat somatotonia yang tinggi memiliki
sifat-sifat seperti suka berpetualang dan berani mengambil risiko yang
tinggi, membutuhkan aktivitas fisik yang menantang, agresif, kurang peka
dengan perasaan orang lain, cenderung menguasai dan membuat gaduh.
3. Cerebretonia. Pribadi yang mempunyai nilai cerebtetonia dikatakan
bersifat tertutup dan senang menyendiri, tidak menyukai keramaian dan
takut kepada orang lain, secara memiliki kesadaran diri yang tinggi. Bila
sedang dirundung masalah, ia memiliki reaksi yang cepat dan sulit tidur.
3. Teori Kepribadian Behaviorisme
Menurut Skinner, penyelidikan mengenai kepribadian hanya sah jika
memenuhi berbagai kriteria ilmiah. Umpamanya, ia tidak akan menerirna gagasan
bahwa kepribadian (personality) atau diri (self) yang membimbing mengarahkan
perilaku individu dan organisasi yang memperoleh perbendaharaan tingkah
lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan
tempat kedudukan atau suatu point yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan
yang khas secara bersama-sama mengahasilan akibat (tingkah laku) yang khas
pula pada individu tersebut.
Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditunjukkan pada penemuan
pola Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditunjukkan pada penemuan
pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai
konsekuensi yang diperkuatnya.
Selanjutnya, Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan
untuk mengontrol perilaku. Kemudian banyak di antarnya dipelajari oleh social –
learning theoritists yang terkait dalam modeling dan modifikasi perilaku. Teknik
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pengekangan fisik (physical restraints)
Menurut Skinner, kita mengontrol perilaku melalui pengekangan fisik.
Misalnya beberapa dari kita menutup mulut untuk menghindari diri dari
menertawakan kesalahan orang lain. Orang kadang-kadang melakukannya
dengan bentuk lain, seperti berjalan menjauhi seseorang yang telah menghina
kita agar tidak kehilangan kontrol dan menyerang orang tersebut secara fisik.
2) Bantuan fisik (physical aids)
Dalam pandangan Skinner, bantuan fisik dapat digunakan untuk mengontrol
perilaku. Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol
perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya, pengendara truk meminum obat
perangsang agar tidak mengantuk saat menempuh perjalanan jauh. Bantuan
fisik bisa juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu, yang bisa
dilihat pada orang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai
kacamata.
3) Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)
Suatu teknik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggung jawab.
Misalnya, orang yang berkelahi berat badan menyisihkan sekotak permen dari
hadapannya sehingga dapat mengekang diri sendiri. Dalam contoh tersebut
orang menyingkirkan discriminative stimuli yang menyebabkan perilaku yang
tidak diinginkan. Akan tetapi, menurut Skinner, kita tidak hanya
menyingkirkan stimulus tertentu pada situasi tertentu. Kita tidak juga
menghadirkan stimulus untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Misalnya,
kita menggunakan kaca cermin untuk berlatih menguasai tarian yang sulit.
4) Memanipukisi kondisi emosional (manipulating emotional conditions)
Skinner menyatakan bahwa terkadang kita mengadakan perubahan emosional
dalam diri kita untuk mengontrol diri. Misalnya, beberapa orang
menggunakan teknik meditasi untuk mengatasi stres. Serupa dengan itu, kita
mungkin membuat diri sendiri memiliki suasana hati yang baik sebelum
menghadiri pertemuan yang membuat stres agar kira dapat menunjukkan
perilaku yang tepat.
5) Melakukan respons-respons lain (performing alternative responses)
Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri dan melakukan perilaku yang
membawa hukuman dengan melakukan hal lain. Misalnya, untuk menahan
diri agar tidak menyerang orang yang sangat tidak kita sukai, kita mungkin
melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita tentang
mereka.
6) Menguatkan diri secara positif (positive self-reinforcement)
Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengendalikan perilaku, menurut
Skinner, adalah positive self-reinforcement. Kita menghadiahi diri sendiri atas
perilaku yang patut dihargai. Misalnya, seorang pelajar menghadiahi diri
sendiri karena telah belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik,
dengan menonton film yang bagus.
7) Menghukum diri sendiri (self punishment)
Akhirnya seseorang mungkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai
tujuan diri sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa menghukum dirinya sendiri
karena gagal melakukan ujian dengan baik dengan cara menyendiri dan
belajar kembali dengan giat.
4. Teori Psikologi Kognitif
Menurut para ahli, teori psikologi kognitif dapat dikatakan berawal dari
pandangan psikologi Gestalt di Jerman beberapa saat sebelum Perang Dunia II.
Mereka berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak
sekadar mengandalkan diri pada apa yang diterima dan pengindraannya, tetapi
masukan dan pengindraan itu diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan
untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku. Karena
itulah, menurut tokoh psikologi Gestalt — Christian von Ehrenfels, sebuah lagu
akan tetap dikenal, walaupun nadanya berbeda. Tokoh psikologi Gestalt lainnya,
Kurt Koffka, membuktikan bahwa simpanse dapat mengarnbil pisang yang
terletak di luar kandangnya dengan menyambung dua batang pipa, walaupun
simpanse itu belum pernah mendapatkan pengalaman seperti itu (Sarwono, 1977).
Teori psikologi Gestalt kemudian dikembangkan oleh Kurt Lewin (1936)
dengan teori lapangannya, dan berkembang di Amerika Serikat menjadi psikologi
kognitif.
Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian
manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain terkait
dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak
dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan,
dengan teori ini dimungkinkan juga faktor—faktor diluar diri dimasukkan
(diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang. Patung
dewa milik Lueli, misalnya, merupakan salah satu elemen yang sangat penting
dan bernilai sangat positif dalam kognisi sehingga Pak Fortune tidak dapat
menyuruh Lueli melupakan patung itu (bahkan, patung mu disuruh bakar saja oleh
Pak Fortune) untuk digantikan dengan Tuhan lain sebagaimana yang diajarkan
atau diyakini oleh Pak Fortune.
C. Proses Perkembangan Kepribadian
Carl Gustav Jung (1875 : 1961) mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi
merupakan suatu dinamika dan proses evolusi yang terjadi sepanjang hidup.
Individu secara kontinyu berkembang dan belajar keterampilan baru serta
bergerak menuju realisasi diri.
Pada dasarnya, Jung tidak menerima pandangan Freud bahwa kepribadian
individu relatif berhenti dengan berakhirnya masa kecil. Jung menolak pula
konsep Freud bahwa kejadian masa lalu menentukan perilaku seseorang. bagi
Jung, perilaku individu ditentukan bukan hanya oleh pengalaman masa lalu,
melainkan juga oleh tujuan masa depan. Ia melihat individu sebagai seseorang
yang secara kontinu merencanakan masa depannya. Akan tetapi, walaupun
individu dapat menalami progresivitas menuju diri pribadi dengan
mengembangkan fungsi-fungsi psikologis yang berbeda, dapat juga mengalami
kemunduran.
Pada hakikatnya, kepribadian dapat dikatakan mencakup semua aspek
perkembangan, seperti perkembangan fisik, motorik, mental, sosial, modal tetapi
melebihi penjumlahan semua aspek perkembangan tersebut. Kepribadian
merupakan suatu kesatuan aspek jiwa dan badan yang menyebabkan adanya
kesatuan dalam tingkah laku dan tindakan seseorang. Ini disebut integrasi,
integrasi dari pola-pola kepribadian yang dibentuk oleh seseorang. Dan
pembentukan pola kepribadian ini terjadi melalui proses interaksi dalam dirinya
sendiri, dengan pengaruh-pengaruh dari lingkungan luar.
Murray (dalam Hall & Lindzey, 1993) beranggapan bahwa faktor-faktor
genetika dan pematangan mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan
kepribadian. Menurutnya, proses-proses genetik pematangan bertugas
memprogramkan sejenis suksesi atau urutan pergantian berbagai masa sepanjang
kehidupan seorang indvidu. Selama masa pertama yakni masa kanak-kanak,
adolesen dan masa dewasa awal — komposisi struktura baru muncul dan menjadi
bertambah banyak. Masa usia setengah haya ditandai oleh rekomposisi
konservatif atas struktur dan fungsi yang telah muncul. Selama masa terakhir,
masa usia lanjut, kapasitas untuk membentuk komposisi baru menjadi berkurang.
Sebaliknya, atrofi dan bentuk dan fungsi yang ada menjadi meningkat. Dalam
setiap periode, terdapat banyak program peristiwa tingkah laku dan pengalaman
yang lebih kecil yang berlangsung di bawah bimbingan proses pematangan yang.
dikontrol secara genetis.
Sebetulnya, banyak faktor yang berperan dalam pembentukan kepribadian
seseorang. Dalam hubungan pengaruh-mempengaruhi, terlihat bahwa anak dalam
perkembangan dirinya memperlihatkan sifat-sifat yang tertuju pada lingkungan.
Lingkungan menerima sifat tersebut dan mernperlihatkan reaksi yang dibentuk
atas dasar sifat-sifat, penampilan anak, dan pengolahan lingkungan itu. Jadi,
lingkungan juga berubah dan memperlihatkan proses peruhahan. Lingkungan
yang berubah itu memberikan juga perangsang pada anak, yang berpengaruh
terhadap perkembangan anak, khususnya perkembangan pembentukan
kepribadian. Dengan demikian, anak yang berkembang memberikan penampilan
pada lingkungan pada satu pihak, dan dipihak lain menerima penampilan
lingkungan yang mengubahnya. Akhirnya, terlihat hubungan timbal balik antara
anak dan koristitusi yang berkembang terus dari lingkungan yang berubah juga.
Menurut Hall & Lindzey (1993), perkembangan berlangsung menurut tiga
dimensi kepribadian. Dalam dimensi vertikal, orang berkembang dan posisi
tengah pada skala ke arah luar dan juga kedalam. Ia mengembangkan kebutuhan
yang lebih dalam dan lebih menyeluruh serta pola tingkah laku yang lebih terinci
untuk memuaskan kebutuhannya. Dalam dimensi progresif, perkembangan berarti
meningkatkan efisiensi dan produktiviras. Ia mencapai tujuannya dengan cara
yang lebih langsung dan dengan lebih sedikit gerakan yang sia-sia. Dalam dimensi
transvers, pertumbuhan mengakibatkan koordinasi yang lebih baik dan keluwesan
bertingkah laku yang lebih besar. Perkembangan yang harmonis pada ketiga
dimensi tersebur akan memperkaya dan memperluas kepribadian.
D. Tipe – Tipe Kepribadian
Pada dasarnya, setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama
lain. Penelitian mengenai kepribadian manusia sudah dilakukan para ahli sejak
dulu kala. Kita mengenal Hippocrates dan Galenus (400 SM dan 175SM) yang
mengemukakan bahwa manusia bisa dibagi menjadi empat golongan menurut
keadaan zat cair yang ada dalam tubuhnya.
1) Malancholicus (Melankolisi), yaitu orang-orang yang banyak empedu
hitamnya, sehingga orang-orang dengan tipe ini selalu bersikap murung
atau muram, pesimistis dan selalu menaruh rasa curiga.
2) Sanguinicus (sanguinisi), yakni orang yang banyak darahnya, sehingga
orang-orang tipe ini selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri, periang
atau selalu gembira dan bersikap optimistris.
3) Flegmaticus (flegmatasi), yaitu orang – orang yang banyak lendirnya.
Orang tipe ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat,
pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah.
4) Choleriuc (kolerisi), yakni yang banyak empedu kuningnya. Orang tipe ini
bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan
diri, sifatnya garang dan agresif.
Eduard Spranger, ahli ilmu jiwa dari Jerman mencoba mengadakan
penyidikan kepribadian manusia dengan cara lain. Ia mengadakan penggolongan
tipe manusia berdasarkan sikap manusia itu terhadap nilai kebudayaan yang hidup
di dalam masyarakat. Nilai kebudayaan itu dibaginya menjadi enam golongan,
yaitu politik, ekonomi, sosial, seni, agama, dan teori. Berdasarkan hal tersebut, iá
membagi kepribadian manusia menjadi enam golongan atau tipe.
(1) Manusia politik. Orang bertipe politik memiliki sifat suka menguasai orang
lain. Nilai terpenting bagi orang ini ialah politik, sehingga cukup . beralasan
bila dalam kesehariannya ia sangat senang berbicara soal-soal politik dan
kenegaraan, mengikuti setiap pergolakan yang terjadi di dalam dan luar
negeri.
(2) Manusia ekonomi. Suka bekerja dan mencari untung merupakan sifat-sifat
yang paling dominan pada tipe orang ini. Karena itu, bisa dimaklum jika uang
(ekonomi) dianggapnya sebagai nilai yang paling penting. Semboyannya
ialah time is money. Segala usahanya ditujukan pada penguasaan materi
sebanyak-banyaknya. Tujuan hidupnya adalah mencapai kebahagiaan melalui
harta kekayaan. Setiap kegiatan selalu diperhitungkan untung ruginya.
Mereka tidak mau membuang waktu dengan percuma.
(3) Manusia sosial. Orang bertipe sosial memiliki sifat-sifat suka mengabdi dan
berkorban untuk orang lain. Bagi orang ini, nilai-nilai sosial paling
mempengaruhi jiwanya. Mereka senang bergaul, suka bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah, dan suka membantu orang lain, terutama yang
mengalami kesulitan.
(4) Manusia seni. Jiwa orang yang bertipe seni selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai
keindahan. Sebagian besar waktunya dipergunakan untuk mengabdi kepada
kesenian. Paling berharga dalam pandangan mereka adalah segala sesuatu
yang memiliki nilai seni. Pada umumnya, mereka suka menyendiri, jauh dari
kebisingan dan kemewahan hidup.
(5) Manusia agama. Bagi mereka, yang lebih penting dalam hidup ialah
mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, Mereka selalu ingin berbuat
kebajikan terhadap orang lain serta melaksanakan syariat agamanya
semaksimal mungkin. Dalam semua tinda-tanduknya, mereka senantiasa
memperlihatkan ajaran-ajaran agama.
(6) Manusia teori. Sifat-sifar tipe manusia ini, antara lain lain suka berpikir,
berfilsafat, dan mengabdi pada ilmu. Orang tipe ini suka membaca, senang
berdiskusi mengenai teori-teori ilmu pengetahuan, menyelidiki suatu