Page 1
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM
NEUROBEHAVIOUR DENGAN KASUS EPILEPSI
DISUSUN OLEH :
1. YUMNI RUMIWANG
2. HUSNIAWATI
3. M. MAKSUM
4. BQ. DIAN NURMAYA
5. DEBY ANANDA PUTRI
6. ERNAWATI
7. SUDARMAN
8. ROLY YULI A.M.P.
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2015
i
Page 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT pantaslah kami ucapkan, karena berkat
bantuan dan petunjuk-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu
kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kami membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa yang
jelas agar mudah dipahami. Karena kami menyadari keterbatasan yang kami
miliki, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar pembuatan
makalah kami yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Mataram, Juli 2015
Penyusun
ii
Page 3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................1
1.1Latar Belakang ....................................................................................1
1.2Rumusan Masalah ...............................................................................2
1.3Tujuan .................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................3
2.1Konsep Dasar Penyakit .......................................................................3
2.2Konsep Dasar Asuhan Keperawatan .................................................14
BAB 3 CONTOH KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN ............25
BAB 4 PENUTUP ......................................................................................35
4.1Simpulan ...........................................................................................35
4.2Saran .................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
iii
Page 4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada
dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang
timbul akibat adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak
seimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif
pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang
berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi
sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan
konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang
rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri,
kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada
dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang
timbul akibat adanya ketidakseimbangan polarisasi listrik di otak.
Ketidakseimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-
fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik
spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam
otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental,
dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang
rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri,
kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada
masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti
pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya
kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah
bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi
1
Page 5
penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita
epilepsi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit epilepsi ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada epilepsi ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah.
2. Tujuan Khusus
Dengan disusunnya makalah ini penulis mengharapkan pembaca dapat :
a. Megetahui definisi Epilepsi.
b. Mengetahui etiologi Epilepsi.
c. Megetahui patofisiologi Epilepsi.
d. Megetahui pathway Epilepsi.
e. Mengetahui klasifikasi kejang pada Epilepsi.
f. Megetahui manifestasi klinis dan perilaku pada Epilepsi.
g. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Epilepsi.
h. Mengetahui penatalaksanaan pada Epilepsi.
i. Megetahui pencegahan pada Epilepsi.
j. Mengetahui pengobatan pada Epilepsi.
k. Mengetahui komplikasi pada Epilepsi.
2
Page 6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Pengertian
Epilepsi terjadi akibat adanya kerusakan membran pada sel
glia otak. Sel glia merupakan bagian dari sel otak yang multi fungsi.
Salah satu fungsi penting dari sel glia bila dikaitkan dengan penyakit
epilepsi ini adalah fungsi sel glia sebagai pensuplai nutrisi dan
reservoar dari elektrolit seperti ion K, Ca dan Na. Ketidak seimbangan
pada sel ini akan menyebabkan permasalahan pada sel syaraf. Proses
epileptogenik akan terjadi bila ada pelepasan muatan paroksiman
karena mekanisme intrinsik dari membran neuron yang menjaga
kestabilan ambang lepas muatan terganggu sehingga bisa terjadi
depolarisasi secara terus menerus yang selanjutnya menyebabkan
timbulnya letupan potensial aksi (paroksismal depolarisasi shif).
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi
otak yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat
berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau
kehilangan tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana
hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan Suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang besifat sementara. Istilah epilepsy biasanya merupakan
suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk
kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan – serangan, berulang-ulang
yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang
bersifat reversible dengan berbagai etiologi. Serangan adalah suatau
gejala yang timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula.
3
Page 7
2.1.2 Etiologi
Penyebab dan proses secara jelas terjadinya epileptogenik
hingga saat ini belum begitu jelas. Namun sebagian besar dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti adanya trauma kelahiran, infeksi,
gangguan sirkulasi, gangguan metabolisme, tumor otak, trauma kepala
dan penyakit-penyakit saat kehamilan (epilepsi simtomatis). Namun
beberapa jenis epilepsi tidak diketahui dengan jelas penyebabnya dan
diduga karena faktor genetik (epilepsi idiopatik).
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu,
seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak
janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen
yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum
terutama pada anak-anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah
otak.
6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak.
7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose
dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang
berulang.
8. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini
disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah
dari normal diturunkan pada anak
2.1.3 Manifestasi Klinis
1. Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena
Sisi otak yg terkena Gejala
Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu
Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya
4
Page 8
Lobus parietalisMati rasa atau kesemutan di bagian tubuh
tertentu
Lobus temporalis
Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif
yang kompleks
misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis
anterior
Gerakan mengunyah, gerakan bibir
mencium
Lobus temporalis
anterior sebelah
dalam
Halusinasi bau, baik yg menyenangkan
maupun yg tidak menyenangkan
2. Gejala umum :
a. Tonik : kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan
punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura).20 – 60 detik.
b. Klonik : spasmus flexi berseling relaksasi, hypertensi,
midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.40 detik.
c. Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti, klien sadar kembali,
lesu, nyeri otot dan sakit kepala, klien tertidur 1-2 jam.
d. Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
e. Kompleks : gangguan kesadaran.
2.1.4 Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial
membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik
atau tosik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik
dari sel saraf tersebut. Penimbunan acetilkolin setempat harus
mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial
membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi.
Pada epilepsi (diopatik, tipe grand mal, secara primer muatan
listrik dilepaskan oleh nuklea intralaminares talami. Input dari vortex
5
Page 9
selebri melalui lintasan aferen aspesifik itu menentukan dengan
kesadaran bila mana sama sekali tidak ada input maka timbulah koma.
Pada grand mal, oleh karena sebab yang belum dapat
dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti intralaminan
talamik secara berlebihan. Perangsanagn talamortikalyang berlebihan
ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel-
sel saraf yang memelihara kesadaran menerima imfulse aferen dari
dunia luar sehingga kesadaran hilang
Proses sederhana terjadinya fokus epileptik dapat dilihat pada
bagan di bawah.
Dari skema di atas dapat ditarik suatu analisa bahwa jika
terjadi suatu gangguan polarisasi listrik pada otak akan menyebabkan
efek terhadap aktivitas dari saraf secara spontan yang
dimanifestasikan dengan adanya gerakan-gerakan yang abnormal pada
organ-organ tubuh penderita. Keadaan ini dapat menyebabkan
penurunan kontrol dan kesadaran sehingga dapat menimbulkan
dampak berupa kemungkinan trauma / cedera fisik bagi penderita
yang sedang mengalami serangan.
6
Page 10
2.1.5 Klasifikasi
Epilepsy (ILAE) tahun 1981, mengklasifikasi epilepsi sebagai berikut:
1. Sawan Parsial (Fokal, lokal)
a. Sawan Parsial Sederhana, sawan parsial dengan kesadaran tetap
normal.
Dengan gejala motoric :
1) Fokal motorik tidak menjalar ; sawan terbatas pada satu
bagian tubuh.
2) Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari bagian tubuh
dan menjalar meluas kedaerah lain.
Dengan gejala somatosensoris : sawan disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan
yang disertai vertigi.
1) Somatosensoris : timbul rasa kesemutan atau seperti
ditusuk-tusuk jarum.
2) Visual : terlihat cahaya
3) Diserti Vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (Sensasi
efigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi
pupil).
Dengan gejala psikis
1) Disfasia : gangguan bicara misalnya mengulang suku
kata, kata atau bagian klimat.
2) Disemnesia ; gangguan proses ingatan misalnya seperti
sudah mengalkami, mendengar, melihat atau sebaliknya
tidak pernah mengalami
3) Kognitif : gangguan orientasi waktu, meras diri berubnah
4) Apektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut
5) Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih
kecil atau lebih besar
6) Halusinasi : mendengar ada yang bicara, musik, melihat
suatu penomena tertentu dan lain-lain
7
Page 11
b. Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1) Serangan Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran :
keasadaran mula-mula baik kemudian menurun.
a) Dengan gejala parsial sederhana
b) Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, prilaku
yang timbul dengan sendirinya
2) Dengan penurunan kesadaran sejak serangan, kesadaran
menurun sejak permulaan serangan.
a) Hanya dengan penurunan kesadaran
b) Dengan automatisme
c. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
(Tonik klonik, tonik, klonik)
1) Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi
bangkitan umum.
2) Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi
bangkitan umum.
3) Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
4) Sawan Umum (konvulsif atau nonkonvulsif).
2. Sawan Umum
a. Sawan Lena (Absance)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti,
muka tampak membengong, bola mata dapat memutar keatas,
tidak ada reaksi bila diajak bicara.
b. Lena Tak Khas
Dapat disertai,
1) Gangguan tonus yang lebih jelas.
2) Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
8
Page 12
Berdasarkan hasil EEG dan gejala yang ditemukan, epilepsi dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu : (Kariasa, Md, FIK UI,
1997).
1. Kejang umum :
Kejang yang menunjukkan sinkronisasi keterlibatan semua
bagian otak pada kedua hemisfer. Otak teraktivasi secara bersama
tanpa awitan fokal, sinkron, tanpa didahului oleh prodormal dan
aura. Yang digolongkan dalam jenis ini adalah petit mall, grand
mall, mioklonik dan atonik.
a. Petit mall : muncul setelah usia 4 tahun, pasien kehilangan
kesadaran sesaat seperti bengong tanpa disertai gerakan
involunter yang aneh. Bila hal ini berlangsung terus dapat
berakibat buruk pada alur belajar terutama anak-anak yang
sedang belajar. Anak akan menjadi malu sehingga anak akan
mengalami gangguan dalam prestasi belajar.
b. Grand mall / kejang tonik-klonik : yakni adanya serangan
kejang ekstensi tonik-klonik bilateral ekstremitas. Kadang
disertai dengan adanya inkontinensia urine atau feces,
menggigit lidah, mulut berbusa dan kehilangan kesadaran yang
mendadak yang diikuti gejala-gejala post iktal seperti nyeri
otot, lemah dan letih, bingung serta tidur dalam waktu lama.
2. Kejang parsial
Kejang yang didahului dengan adanya awitan fokal yang
melibatkan satu bagian tertentu dari otak.
a. Kejang parsial sederhana : sering disebut epilepsi Jakson,
dimana pada kelompok ini akan terjadi kejang secara
involunter yang bersifat unilateral tanpa diikuti oleh adanya
perburukan.
b. Kejang parsial kompleks : sering disebut dengan kejang lobus
temporal, psikomotor atau otomatisme yang fokalnya sering
berpusat pada lobus temporalis. Sering pada kejang parsial
sering diikuti oleh gangguan kesadaran semacam gangguan
9
Page 13
proses pikir. Gejala dapat berupa halusinasi, mual dan
berkeringat sebagai prodormal. Pasien yang sedang mengalami
serangan ini sering menunjukkan perilaku bersifat agitatif dan
kombatif.
Bila dikaitkan dengan kelompok usia yang terpapar, epilepsi dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis (Harsono.ED., 1996) :
1. Kelompok Usia 0 – 6 bulan
a. Kelainan intra uterin, yang menyebabkan gangguan migrasi
dan diferensiasi sel neuron. Hal ini juga bisa dipengaruhi oleh
infeksi intra uterin.
b. Kelainan selama kehamilan misal asfeksia, dan perdarahan
intra uterin yang didahului oleh kelainan maternal seperti :
hipotensi, eklamsia, disproporsi sefalopelvik, kelainan plasenta,
tali pusat menumbung atau belitan tali pusat pada leher.
c. Kelainan kongenital seperti kromosom abnormal, radiasi obat
teratogenik, infeksi intra partum oleh toksoplasma, sitomegalo
virus, rubela dan treponema.
d. Gangguan metabolik seperti hipoglikemi, hipokalsemi,
hiponatremia, dan defisiensi piridoksin.
e. Infeksi Susunan Saraf Pusat seperti meningitis, ensefalitis, dan
hidrosefalus pasca infeksi.
2. Kelompok 6 bulan – 3 tahun
Selain oleh penyebab yang sama dari kelompok di atas
pada umur ini dapatjuga disebabkan oleh adanya kejang demam
yang biasanya dimulai pada umur 6 bulan. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah adanya cedera kepala.
3. Kelompok anak-anak sampai remaja
Dapat disebabkan oleh Infeksi virus, bakteri, parasit dan
abses otak yang frekuensinya meningkat sampai 23%, setelah
tindakan operasi.
10
Page 14
4. Kelompok usia muda
Tersering karena cedera kepala, tumor otak dan infeksi.
5. Kelompok usia lanjut
Karena gangguan pembuluh darah otak, diikuti oleh trauma
dan degenerasi cerebral.
Jika terjadi serentetan serangan epilepsi jenis grand mall
tanpa diselingi dengan pemulihan status neurologi disebut dengan
status epileptikus. Yang dijadikan patokan adalah kejang secara
klinis atau pada EEG tampak adanya gambaran eksitasi abnormal
selama 30 menit atau lebih. Hal ini akan berbahaya jika diikuti oleh
adanya hipoksia jaringan otak, gagal pernafasan, hipertensi,
peningkatan tekanan intra kranial. Keadaan ini membutuhkan
perawatan yang intensif. Penurunan kesadaran dapat berakibat
terjadinya ancaman berupa sumbatan jalan nafas. Kejadian yang
terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan dampak yang
sangat buruk terhadap perkembangan psiko-sosial dari klien
maupun keluarganya, berupa rasa malu, harga diri yang rendah
serta penurunan terhadap gambaran diri. Hal ini akan
menyebabkan efek samping pada penurunan prestasi belajar
terutama bagi penderita yang masih dalam masa belajar.
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal
(cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti
kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang
demam pertama pada bayi.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan
jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak
dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada
kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
11
Page 15
2. EEG (elektroensefalogram)
Merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di
dalam otak.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak
memiliki resiko. Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk
mengukur impuls listrik di dalam otak.
3. EKG (elektrokardiogram)
Dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama
jantung sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak,
yang bisa menyebabkan seseorang mengalami pingsan.
4. Pemeriksaan CT scan dan MRI
Dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak,
stroke, jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai
indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan
serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna,
kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein,
gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
6. Pemeriksaan Radiologis
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang
tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang
abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela
tursika dan sebagainya.
7. Arteriografi
Untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali
pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.
2.1.7 Pengobatan
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang.
Penderita akan diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang
sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang
lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum
12
Page 16
obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul
seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi.
Lama pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada
serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat
pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus
dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap
kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada
kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental.
Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan
ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
2.1.8 Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul
akibat kejang yang berulang.
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas (Elizabeth, 2001 :
174 ).
2.1.9 Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus
ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada
bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi yang digunakan
sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan
yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya
dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-
obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau
ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan
dan persalinan.
13
Page 17
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan
kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan
dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan
memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan
ini.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan secara komprehensif dengan berbagai
metode pengkajian seperti anamnesa, observasi, pengukuran,
dokumentasi dan pemeriksaan fisik. Metode pengkajian yang
digunakan untuk mengoptimalkan hasil yang diperoleh meliputi
beberapa cara diantaranya head to toe, teknik persistem, maupun
berdasarkan atas kebutuhan dasar manusia.
1. Identitas klien dan penanggungjawab
Pengkajian yang dilakukan meliputi identitas klien dan
penanggungjawabnya.
2. Keluhan Utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya
ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami
penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih.
Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya
tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh
anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila
diajak bicara.
3. Riwayat Penyakit
Fokus pengkajian yang dilakukan adalah pada riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik. Ini dapat dimengerti karena
riwayat kesehatan terutama berhubungan dengan kejang sangat
membantu dalam menentukan diagnosa. Riwayat ini akan
dirunjang dengan keadaan fisik klien saat ini. Pemeriksaan
neurologi terutama berkaitan dengan serangan kejang harus
lengkap karena temuan-temuan fokal sangat membantu dalam
14
Page 18
menentukan asal dari aktivitas kejang. Pada riwayat perlu dikaji
faktor pencetus yang dapat diidentifikasikan hingga saat ini adalah:
demam, cedera kepala, stroke, gangguan tidur, penggunaan obat,
kelemahan fisik, hiperventilasi, dan stress emosional.
Deskripsi spesifik dari kejang harus mencakup beberapa
data penting meliputi :
a. Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh
prodormal dan fase aura.
b. Durasi kejang berapa lama dan berapa kali frekuensinya.
c. Aktivitas motorik mencakup apakah ekstrimitas yang terkena
sesisi atau bilateral, dimana mulainya dan bagaimana
kemajuannya.
d. Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat
dibangunkan selama atau setelah serangan ?
e. Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap
lingkungan. Hal ini sangat penting untuk membedakan apakah
yang terjadi pada klien benar epilepsi atau hanya reaksi
konversi.
f. Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup
rapat atau terbuka.
g. Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan
perdarahan dari mulut.
h. Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan,
baal atau semutan, disfagia, disfasia cedera komplikasi,
periode post iktal atau lupa terhadap semua pristiwa yang baru
saja terjadi.
i. Faktor pencetus seperti stress emosional dan fisik.
4. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan, waktu
pemberian dan reaksi setelah pemberian.
15
Page 19
Jadwal immunisasi bayi dan anak
Umur Vaksin
2 bulan DPT, polio, hepatitis B
4 bulan DPT, polio, hepatitis B
6 bulan DPT, polio, hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR, hepatitis
18 bulan DPT, polio, MMR
24 bulan Vaksin pnemokokkun
4-6 tahun DPT, polio, MMR
14-16 tahun DT, Campak
5. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik
(anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau
seluruhnya karena adanya multiflikasi (bertambah banyak) sel-
sel tubuh dan juga karena bertambahnya sel, yang meliputi:
berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan
lain-lain. (Nursalam, 2001) Pertumbuhan anak dapat diukur
dengan mengetahui berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar lengan, lingkar dada.
Perkiraan berat badan dalam kilogram (Behrman, 1992)
1) Lahir : 3,25 kg
2) 3-12 bulan : Umur (bulan) + 29
2
3) 1-6 tahun : Umur (tahun) x 2 + 8
4) 6-12 tahun : Umur (tahun) x 7-5
2
Perkiraan tinggi badan dalam sentimeter (Behrman, 1992)
1) Lahir : 50 cm
2) Umur 1 tahun : 75 cm
16
Page 20
3) 2-12 tahun : Umur (tahun) x 6 + 77
b. Perkembangan
Skala Yaumil-mimi
1) Dari lahir sampai 3 bulan
Belajar mengangkat kepala, belajar mengikuti objek
dengan matanya, melihat ke muka dengan tersenyum,
bereaksi terhadap suara, mengenal ibunya dengan
penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak, menahan
barang yang di pegangnya, mengecoh spontan atau bereaksi
dengan spontan.
2) Dari 3-6 bulan
Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada
dan betopang tangan mulai belajar meraih benda-benda
yang ada dalam jangkauan atau luar jangkauannya,
menaruh benda-benda di mulutnya, tertawa dan menjerit
karna gembira bila di ajak bermain.
3) Dari 6-9 bulan
Dapat duduk tanpa bantuan, dapat tengkurap dengan
berbalik sendiri, dapat merangkak meraih benda atau
mendeteksi seseorang, memindahkan benda dari satu
tangan ke tangannya lainnya, memegang benda dengan ibu
jari dan telunjuk, mengenal muka anggota keluarga dan
takut kepada orang asing atau orang lain, mulai
berpartisipasi di dalam permainan tepuk tangan dan
sembuyi-sembunyian.
4) Dari 9-12 bulan
Dapat berdiri sendiri tanpa di bantu, dapat berjalan
dengan di tuntun, menirukan suara, mengulang bunyi yang
di dengar, belajar mengatakan satu atau dua kata, mengerti
perintah sederhana, memperlihatkan minat yang besar
dalam mengeksplorasi sekitarnya, memasukkan benda ke
dalam mulutnya.
17
Page 21
5) Dari 12-18 bulan
Dapat berjalan dengan mengeksplorasi rumah Serta
sekelilingnya, menyusun 2/3 kotak, dapat mengatakan 5-10
kata, memperlihatkan rasa cemburu dan bersaing.
6) Dari 18-24 bulan
Naik turun tangga, menyusun 6 kotak, menujukkan
mata dan hidugnya, belajar makan sendiri, menggambar
garis di kertas atau pasir, mulai belajar mengontrol buang
air besar, memperlihatkan minat kepada anak lain dan
bermain dengan mereka.
7) Dari 2-3 tahun
Belajar melompat, memanjat dan dengan satu kaki,
membuat jembatan dengan 3 kotak, mampu menyusun
kalimat, menggambar lingkaran, bermain bersama dengan
anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di luar
lingkungannya.
8) Dari 3-4 tahun
Berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga,
berjalan pada jari kaki, belajar memakai dan membuka
pakaian sendiri, menggambar orang hanya kepala dan
badannya saja, mengenal 2/3 warna, bicara dengan baik,
menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya, banyak
sertanya, mendengarkan cerita-cerita, bermain dengan anak
lain, menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudara dan
keluarga, melaksanakan tugas-tugas sederhana.
9) Dari 4-5 tahun
Melompat dan menari, menggambar orang yang
terdiri dari kepala, lengan, badan, pandai bicara, dapat
menghitung hari-hari, minat kepada kata baru dan artinya,
memprotes apa yang di larang, mengenal 4 warna, menaruh
minat kepada aktifitas orang dewasa.
18
Page 22
Pendidikan dan stimulasi yang perlu di berikan yaitu:
a) Akademik sederhana yaitu pengenalan ruang, bentuk,
warna, persiapan berhitung.
b) Pendidikan alam sekitar, sosialisasi, mengenal
lingkungan masyarakat.
c) Bermain bebas untuk mengembangkan fantasi dan
memperkaya pengalaman.
d) Menyanyi, menggambar, bermain musik, berlatih daya
ingat, mengenal tugas-tugas, larangan-larangan.
e) Aktifitas sehari-hari, makan sendiri, minum sendiri,
kontrol buang air besar dan buang air kecil sendiri.
6. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1) Pertama kali di susui : berapa jam setelah lahir
2) Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa
menangis
3) Lama Pemberin : berapa menit
4) Diberikan sampai usia berapa
b. Pemberian Susu Formula missal: SGM
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
7. Data Bio-psiko-sosial-spiritual
Data yang sudah dikaji sebelumnya dengan menggunakan
berbagai metode yang valid selanjutnya dikelompokkan secara
umum menjadi data subyektif dan obyektif.
a. Data Subyektif : adanya keluhan tentang faktor pencetus,
prodromal (pusing, lemas, ngantuk, halusinasi dan lain-lain).
Merasakan adanya seperti tersambar petir (fase aural),
mengeluh adanya gangguan proses pikir, waham, badan nyeri,
letih dan bingung. Klien merasa malu, tidak berguna, rendah
diri dan takut.
b. Data Obyektif : adanya gerakan tonik, klonik, tonik-klonik,
hilang kesadaran sesaat, hilang kesadaran beberapa lama, bibir
19
Page 23
berbusa, sering diam beberapa saat bila sedang diajak bicara,
gerakan ekstrimitas terkedut bilateral, pasien terjatuh,
kontraksi involunter unilateral, kejang biasanya mulai dari
tempat yang sama setiap serangan, agresif, pupil mengalami
perubahan ukuran selama serangan, inkontinensia, perdarahan
dari mulut, penurunan respon terhadap lingkungan, kejang
terjadi beberapa detik hingga beberapa menit. Gambaran EEG
berupa gelombang spike, spike and slow wave, poly spike and
wave, 3 Hz spike and wave. MRI / CT SCAN bisa tampak
adanya massa di lobus otak. Perubahan yang bermakna tidak
spesifik pada tanda-tanda vital. Dapat terjadi perubahan tidak
spesifik pada hasil laboratorium (Glukosa darah, BUN,
Elektrolit, Pa O2, Pa CO2 termasuk hasil fungsi lumbal).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Potensial kecelakaan berhubungan dengan penurunan kesadaran,
kelemahan fisik, gerak otot tonik klonik.
2. Potensial terjadi sumbatan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi tracheo bronkhial, gangguan persepsi dan neuro
muskuler.
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan stigma sosial, salah
persepsi dari lingkungan sosial.
4. Gangguan mekanisme koping berhubungan dengan terdiagnosa
epilepsi dan keterikatan dengan obat.
5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya
berhubungan dengan kurang terbuka, mis interpretasi dan kurang
interpretasi.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Dx 1 Serangan dapat
dikendalikan dan
komplikasi dapat
dihindari
1. Cegah dan kendalikan kejang
2. Hindarkan lingkungan agar aman dari
kemungkinan yang dapat menimbulkan
cedera bagi klien
20
Page 24
3. Siapkan spatel lidah di dekat klien
4. Hindarkan klien sendirian
5. Usahakan agar tempat tidur klien serendah
mungkin
6. Jangan pernah mengikat klien dengan
alasan apapun
7. Jangan memasukkan benda apapun kemulut
klien saat terjadi serangan
8. Pasang gudel saat serangan berkurang
9. Miringkan klien pada salah satu sisi
10. Observasi adanya tanda-tanda status
epileptikus
11. Upayakan agar klien mampu mengenali
faktor pencetus dan tanda-tanda serangan
12. Lakukan tindakan kolaborasi :
a. Pemberian obat anti konvulsan
b. Siapkan klien untuk EEG, pengambilan
bahan lab elektrolit, cairan cerebro
spinal, darah lengkap, BUN, Creatinin,
Glukosa darah, PO2 dan PCO2.
13. Observasi fase-fase kejang
14. Analisa ambulasi klien
2 Dx. 2 Jalan nafas tetap paten 1. Anjurkan agar klien mengosongkan mulut
jika fase aura dapat dikenali
2. Buat klien dalam posisi miring pada salah
satu sisi untuk menghindari adanya aspirasi
3. Mengupayakan jalan nafas tetap paten
4. Memberikan oksigen sesuai dengan
indikasi
5. Lakukan penghisapan lendir dengan cara
yang benar
6. Siapkan klien untuk pemasangan intubasi
21
Page 25
dan ambu bag.
7. Selalu ingatkan untuk menjaga kebersihan
mulut untuk mencegah aspirasi
3 Dx. 3 dan
4
Mampu menampilkan
konsep diri yang positif
1. Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan
2. Ajarkan klien dan keluarga untuk
mengidentifikasi beberapa reaksi orang
terhadap pasien
3. Anjurkan dan ingatkan untuk
mengidentifikasikan keberhasilan yang
telah diperoleh
4. Jangan terlalu melakukan proteksi terhadap
klien
5. Bantulah klien untuk meluruskan kesan
orang lain terhadap klien dan kesan klien
terhadap orang lain
6. Selalu bersikap tenang baik itu pasien,
pemberi pelayanan atau keluarga saat
terjadi serangan kejang
7. Anjurkan untuk berkonsultasi dengan
spesialis tertentu seperti psikolog
8. Diskusikan pentingnya untuk berusaha
menerima keterbatasan yang ada.
9. Mampu menyesuaikan pola hidup sesuai
dengan keadaan klien
4 Dx. 5 Mampu menjelaskan
mengenai proses
penyakit, prognosa,
kemungkinan
komplikasi dan
keterbatasan diri yang
dimiliki dan
1. Menjelaskan kembali proses penyakit serta
prognosanya.
2. Menjelaskan kembali tentang pentingnya
obat serta mengobservasi efek dari obat
tersebut.
3. Buatkan petunjuk yang jelas dalam
pemberian obat, dan selalu diingatkan
22
Page 26
melaksanakan program
pengobatan serta follow
up secara tepat dan
teratur
bahwa dosis terapeutik saat ini dapat
berubah suatu saat.
4. Diskusikan efek samping dari obat.
5. Anjurkan agar klien membawa tanda
khusus.
6. Jelaskan pentingnya follow up.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan merupakan tahap dimana peran perawat
merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan keperawatan
yang nyata dan langsung kepada klien (Doenges, E. Marilyan, 2004).
Dalam tahap ini, perawat tidak hanya melakukan tindakan
keperawatan saja tetapi juga melaporkan tindakan yang telah
dilakukan tersebut sekaligus respon klien, dan
mendokumentasikannya ke dalam catatan perawatan klien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan
pada dasarnya harus disesuaikan dengan intervensi yang ada pada
tahap perencanaan. Namun tidak selamanya hal tersebut dapat
dilakukan karena tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain yaitu keadaan klien, fasilitas yang ada,
pengorganisasian kerja perawat, ketersediaan waktu serta lingkungan
fisik dimana tindakan keperawatan tersebut dilakukan (Arikunto,
2001).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan
yang telah dilakukan. Disamping itu evaluasi dapat dijadikan sebagai
bahan pengkajian untuk proses berikutnya.
Pada kasus epilepsi evaluasi dilakukan atas tindakan yang
dilakukan sesuai dengan diagnosa dan tujuan yang sudah ditetapkan.
1. Frekuensi dan faktor pencetus serangan dapat diidentifikasi,
lingkungan aman, klien tahu berperilaku untuk mencegah trauma
23
Page 27
jika muncul serangan, keluarga tidak meninggalkan klien sendiri
terutama saat faktor pencetus paparannya meningkat.
2. Klien dapat mengambil posisi yang stabil, tidak menelan sesuatu,
jika fase aura mulai muncul, kebutuhan O2 klien dapat terpenuhi
terutama pada saat serangan.
3. Klien mampu menampakkan kesan diri yang positif, keluarga aktif
memberikan dukungan dukungan kepada klien.
4. Klien mampu menjelaskan tentang penyakit, penanganan,
prognose, serta waktu pengobatan. Klien mengerti dan mau
melakukan follow up secara teratur. Klien dapat menyesuaikan
pola hidupnya sesuai dengan keadaannya
24
Page 28
BAB 3
CONTOH KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
Pasien a.n F.S berusia 3 tahun 9 bulan, tanggal 8 desember 2011 masuk ke
IGD. Alamat, Jl.kemerdekaan surabaya.Berdasarkan anamnesa, diketahui pasien
demam sejak 1 hari yang lalu, kejang 3 kali dengan lama kejang ± 2 menit, pasien
memiliki riwayat epilepsy, pernah dirawat ketika umur 20 bulan (8/12/09 sampai
11/12/09), umur 23 bulan (2/02/10 sampai 5/02/10) , umur 32 bulan (8/11/10)
dengan riwayat penyakit yang sama. Berdasarkan keterangan keluarga pasien,
hanya An F.S yang menderita penyakit epilepsi dari keluarganya.Berdasarkan
pemeriksaan fisik diketahui berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C. Pasien
memiliki riwayat epilepsi.
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama : An. F.S
Umur : 3 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal masuk : 8 Desember 2011
Alamat : Jl. Kemerdekaan Surabaya
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Demam dan kejang
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien demam sejak 1 hari yang lalu, kejang 3 kali dengan lama
kejang ± 2 menit. Badannya demam tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien memiliki riwayat epilepsy, pernah dirawat ketika umur 20
bulan (8/12/09 sampai 11/12/09), umur 23 bulan (2/02/10 sampai
5/02/10), umur 32 bulan (8/11/10) dengan riwayat penyakit yang
sama.
25
Page 29
d. Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga pasien, hanya An F.S yang menderita penyakit
epilepsi dari keluarganya.
3. Pengkajian selama dan setelah kejang
a. Selama serangan :
1) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
2) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lama.
3) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
4) Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang
klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
5) Apakah pasien menggigit lidah.
6) Apakah mulut berbuih.
7) Apakah ada inkontinen urin.
8) Apakah bibir atau muka berubah warna.
9) Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
10) Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah
pada satu sisi atau keduanya.
b. Sesudah serangan
1) Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
2) Apakah ada perubahan dalam gerakan.
3) Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi
sebelum, selama dan sesudah serangan.
4) Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau
frekuensi denyut jantung.
5) Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c. Riwayat sebelum serangan
1) Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
2) Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung
berdebar.
3) Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori,
auditorik, olfaktorik maupun visual.
26
Page 30
d. Riwayat Penyakit
1) Sejak kapan serangan terjadi.
2) Pada usia berapa serangan pertama.
3) Frekuensi serangan.
4) Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti
demam, kurang tidur, keadaan emosional.
5) Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
6) Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
7) Apakah makan obat-obat tertentu
8) Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
4. Pemeriksaan fisik
a. Amati penampilan umum klien ; yang meliputi keadaan umum dan
kesadaran.
Pasien terlihat pucat, demam, kesadaran samnolen.
b. Kaji TTV klien
Berat badan pasien 19 kg, suhu tubuh 40.2°C
c. Kaji sistem integumen klien yang meliputi kuku, kulit, rambut, dan
wajah
1) Kuku : panjang , agak kotor
2) Kulit : sawo matang
3) Rambut : pendek, tebal, agak ikal
4) Wajah : pucat, oval
d. Kaji sistem pulmonary
1) Gejala : palpitasi.
2) Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat
e. Aktivitas
1) Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.
2) Tanda : kelemahan otot, somnolen.
f. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran
urine.
27
Page 31
g. Makanan / cairan
1) Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
2) Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi
(infiltrasi gusi mengindikasikan leukemia monositik akut).
h. Integritas ego
1) Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
2) Tanda : depresi, ansietas, marah.
i. Neurosensori
1) Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang
konsentrasi, pusing, kesemutan.
2) Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
j. Nyeri / kenyamanan
1) Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram
otot.
2) Tanda : gelisah, distraksi.
k. Pernafasan
1) Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.
2) Tanda : dispnea, takipnea, batuk.
l. Keamanan
1) Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan
penglihatan, perdarahan spontan, tak terkontrol dengan trauma
minimal.
2) Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
m. Data penunjang : Pemeriksaan hematologi dan serologi
n. Pencitraan CFT : Type kejangEEG
5. Analisa data
No Data Penyebab Masalah
1. DS: ibu klien mengatakan anaknya
batuk,dan nafasnya terlihat sesak.
DO:nafas pendek dengan kerja atau gerak
minimal,dispnea, takipnea, batuk.
Proses terjadinya
epilepsi
Pola napas tidak
efektif
28
Page 32
2. DS: ibu klien mengatakan anaknya demam
sudah 3 hari yang lalu,kejang terus
menerus.
DO: klien demam, penurunan koordinasi,
kacau, disorientasi, , pusing, kesemutan.
aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
Perubahan
kesadaran,
kerusakan
kognitif selama
kejang, atau
kerusakan
mekanisme
perlindungan diri.
Resiko terhadap
cedera
3. DS: ibu klien mengatakan anaknya slalu
menangis dan wajahnya seperti orang
yang sedang kesakitan.
DO:
Secara non verbal menunjukkan gambar
yang mewakili rasa sakit yang dialami,
menangis wajah meringis.
Dari penilaian PQRST dengan gambar di
temukan hasil:
P: Perubahan metabolisme tubuh
Q: ( klien menangis)
R: klien menunjuk abdomen dan kepala.
S: ( hanya menangis)
T: (klien menangis)
Perubahan
metabolisme
Nyeri
4. S: keluarga klien mengatakan bahwa mereka
tidak mengetahui tentang penyakit epilepsy
dan penanganannya.
O: *keluarga klien tidak mampu menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh perawat
*keluarga klien tidak mengetahui cara
penanganan epilepsi pada anaknya.
keterbatasan
kognitif
Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi
dan aturan
pengobatan
epilepsy
29
Page 33
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan epilepsi,
yaitu :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
2. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan perubahan kesadaran,
kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme
perlindungan diri.
3. Nyeri berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan :
klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit
yang dialami,menangis wajah meringis.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau
kesalahan interpretasi informasi
3.3 Perencanaan Keperawatan
No Dx kep Tujuan/kriteria
hasil
Intervensi Rasional
Pola napas
tidak efektif
berhubungan
dengan
kelelahan otot
pernapas
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3X24
jam, diharapkan
klien tidak lagi
mengalami
gangguan pola
napas dengan
kriteria hasil :
RR dalam
batas normal
sesuai umur
Nadi dalam
batas normal
1. Pantau Ku dan ttv
klien
2. Tinggalkan pakaian
pada daerah leher /
dada, abdomen
3. Masukkan spatel
lidah/jalan napas
buatan.
4. Kolaborasi
pemberian O2
1. eMngetahui keadaan
klien
2. MMemfasilitasi usaha
bernapas/ekspansi dada
3. DDapat mencegah
tergigitnya lidah, dan
memfasilitasi saat
melakukan
penghisapan lendir,
atau memberi
sokongan pernapasan
jika diperlukan
4. DDapat menurunkan
hipoksia serebral
30
Page 34
sesuai umur
Nyeri
berhubungan
dengan
perubahan
metabolisme,
ditandai
dengan : klien
secara
nonverbal
menunjukkan
gambar yang
mewakili rasa
sakit yang
dialami,menan
gis wajah
meringis.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3X24
jam, diharapkan
nyeri klien
berkurang
dengan kriteria
hasil:
Klien secara
nonverbal
menunjukka
n gambar
yang
mewakili
penurunan
rasa nyeri
yang dialami
Klien tidak
menangis
lagi
Wajah klien
tampak ceria
1. Kaji PQRST dengan
menggunakan
media gambar
2. Berikan posisi yang
nyaman sesuai
kebutuhan
3. Berikan lingkungan
yang nyaman bagi
klien
4. Kolaborasi untuk
pemberian obat
analgesic
1. Mengetahui
kerkteristik nyeri
pasien.
2. Posisi yang nyaman
dapat memberikan efek
malsimal untuk
relaksasi otot
3. Rangsang yang
berlebihan dari
lingkungan dapat
memperberat rasa
nyeri
4. Obat analgesic dapat
meminimalkan rasa
nyeri
Resiko
terhadap
cedera yang
berhubungan
dengan
perubahan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3X24
jam, diharapkan
1. Kaji karakteristik
kejang
2. Jauhkan pasien dari
benda benda tajam /
membahayakan
bagi pasien
1. MMengetahui seberapa
besar tingkatan kejang
yang dialami pasien.
2. BBenda tajam dapat
melukai dan
mencederai fisik
31
Page 35
kesadaran,
kerusakan
kognitif
selama kejang,
atau kerusakan
mekanisme
perlindungan
diri.
klien dapat
mengurangi
risiko cidera
pada pasien
3. Segera letakkan
sendok di mulut
pasien yaitu
diantara rahang
pasien
4. Kolaborasi dalam
pemberian obat anti
kejang
pasien
3. DDengan meletakkan
sendok diantara rahang
atas dan rahang bawah,
maka resiko pasien
menggigit lidahnya
tidak terjadi dan jalan
nafas pasien menjadi
lebih lancar.
4. OObat anti kejang
dapat mengurangi
derajat kejang yang
dialami pasien,
sehingga resiko untuk
cidera pun berkurang
Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1X3 jam,
diharapkan:
1) Pengetahuan
keluarga
meningkat
2) Keluarga
mengerti
dengan
proses
penyakit
epilepsy
3) Keluarga
klien tidak
1. Kaji tingkat
pendidikan dan
pengetahuan
keluarga klien.
2. Libatkan
keluarga dalam
setiap tindakan pada
klien.
3. Jelaskan pada
keluarga klien
tentang penyakit
kejang demam
melalui penkes.
1. Untuk mengetahui
seberapa jauh
informasi yang telah
mereka ketahui,
sehingga pengetahuan
yang nantinya akan
diberikan dapat sesuai
dengan kebutuhan
keluarga
2. Agar keluarga dapat
memberikan
penanngan yang tepat
jika suatu-waktu klien
mengalami kejang
berikutnnya.
3. Untuk meningkatkan
pengetahuan
32
Page 36
bertanya lagi
tentang
penyakit,
perawatan
dan kondisi
klien.
4. Beri kesempatan
pada keluarga untuk
menanyakan hal
yang belum
dimengerti.
4. Untuk mengetahui
seberapa jauh
informasi yang sudah
dipahami
3.4 Implementasi
No Hari/Tgl dx.kep Implementasi Paraf
Kamis/8
sep
2011,
jam...
1 dan 3 1. Pantau KU dan TTV klien
2. Tinggalkan pakaian pada daerah leher/dada,
abdomen
3. Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan.
4. Kaji karakteristik kejang
5. Jauhkan pasien dari benda benda tajam /
membahayakan bagi pasien
6. Segera letakkan sendok di mulut pasien yaitu
diantara rahang pasien
7. Kolaborasi dalam pemberian O2
8. Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang
2 Jumat/9
sep
2011
2 dan 3 1. Kaji PQRST dengan menggunakan media gambar
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
3. Berikan lingkungan yang nyaman bagi klien
4. Kolaborasi untuk pemberian obat analgesic
5. Kaji karakteristik kejang
6. Jauhkan pasien dari benda benda tajam /
membahayakan bagi pasien
7. Segera letakkan sendok di mulut pasien yaitu
diantara rahang pasien
8. Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang
33
Page 37
3 Sabtu/10
sep
2011
4 1. Kaji tingkat pendidikan dan pengetahuan
keluarga klien.
2. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada
klien.
3. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit
kejang demam melalui penkes.
4. Beri kesempatan pada keluarga untuk
menanyakan hal yang belum dimengerti
3.5Evaluasi
no Dx. Kep Evaluasi Paraf
1 Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kelelahan
otot pernapasan
RR dalam batas normal sesuai
umur
Nadi dalam batas normal sesuai
umur
2 Nyeri berhubungan dengan
perubahan metabolisme, ditandai
dengan : klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang
mewakili rasa sakit yang
dialami,menangis wajah meringis
Klien secara non verbal
menunjukkan gambar yang
mewakili penurunan rasa nyeri
yang dialami,
Klien tidak menangis lagi
Wajah klien tampak ceria
3 Resiko terhadap cedera yang
berhubungan dengan perubahan
kesadaran, kerusakan kognitif
selama kejang, atau kerusakan
mekanisme perlindungan diri.
Dapat mengurangi risiko cidera pada
pasien
Kriteria pengkajian fokus makna klinis
1. Riwayat kejang
2. Tingkatan kejangnya
4 Kurang pengetahuan keluarga
berhubungan dengan kurangnya
informasi
Pengetahuan keluarga meningkat
Keluarga mengerti dengan proses
penyakit epilepsy
34
Page 38
Keluarga klien tidak bertanya lagi
tentang penyakit, perawatan dan
kondisi klien.
BAB VI
PENUTUP
4.1 Simpulan
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak
yang ditandai dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan
35
Page 39
dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus
atau gerakan otot. Epilepsi disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti
ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami
infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak.
4. Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada
anak-anak.
5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak.
6. Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak.
7. Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
8. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan
karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal
diturunkan pada anak.
Dapat menyebabkan komplikasi antara lain :
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang yang berulang.
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
Cara penanganan epilepsi atau kejang yaitu
1. Lepas semua baju pasien, ganti dengan yang arang,
2. Ekstensikan kepala pasien agar aliran O2 dan darah lancar
3. Usahakan lidah pasien jangan sampai menggulung ke dalam , karena akan
mengganggu jalan nafas.
4. Beri obat anti kejang.
4.2 Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada
umumnya dan mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui
pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui asuhan keperawatan
pada klien dengan epilepsi. Oleh karena penyandang epilepsi sering
36
Page 40
dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan
normal, maka seyogyanya kita memaklumi pasien dengan gangguan epilepsi
dengan cara menghargai dan menjaga privasi klien tersebut. Hal itu
dilaksanakan agar pasien tetap dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan
tidak akan menimbulkan masalah pasien yang menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C.L. dan Sowden, L.A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri
(terjemahan). Edisi 3. Jakarta : EGC.
Brashers, V.L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen
(terjemahan). Jakarta : EGC.
37
Page 41
Doengoes, M.E, Moorhouse, M.F, dan Geissler, A.C. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : EGC .
Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient
Care, Second Ed, F. A. Davis, Philadelpia.
Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi, Second Ed, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Hidayat, A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Terjemahan), Edisi VI, EGC, Jakarta Indonesia.
Kariasa Made, 1997, Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi, FIK-UI, Jakarta.
Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology
Approach, Fourt Ed, Philadelpia London.
Nusalam, Susilaningrum, R. Utami, S. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak
(Untuk Perawat dan Bidan). Cetakan I. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease
Process, Second Ed, St Louis, New York.
Speer, K.M. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathways (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : EGC
Speer, K.M. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical
Pathways (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: EGC.
Wong, D.L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik (terjemahan). Edisi 4.
Jakarta : EGC
38