Top Banner
[2002] Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat Laporan Riset [ LKTS I L EMBAGA K AJIAN UNTUK T RANSFORMASI S OSIAL ]
112

Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Feb 06, 2018

Download

Documents

ngonhi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

[2002]

Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat

Laporan Riset

[ L K T S I L E M B A G A K A J I A N U N T U K T R A N S F O R M A S I S O S I A L ]

Page 2: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

ABSTRAKSI

Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap

kekerasan seksual yang terjadi di Klaten. Penelitian yang berjudul “Kekerasan Seksual

di Klaten; Persepsi Masyarakat”, ini ingin menjawan 3 pertanyaan: (1) Bagaimana

persepsi masyarakat mensikapi banyaknya kekerasan seksual di Klaten ?, (2) Apa

upaya-upaya yang dilakukan merespon banyaknya kekerasan seksual yang terjadi ?, (3)

Bagaimana model advokasi yang dilakukan untuk mengeliminasi terjadinya kekerasan

seksual ?.

Penelitian ini dilakukan di 8 kecamatan di Kabupaten Klaten, yaitu,

Manisrenggo, Karangnongko, Karanganom, Ceper, Klaten Tengah, Trucuk, Pedan, dan

Tulung. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terstruktur (kuisioner), In-

dept interview, dan FGD (Focused Group Disscussion).

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa secara umum masyarakat mengetahui

terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di Klaten. Tetapi, kebanyakan masyarakat

masih memaknai kekerasan seksual yang terjadi dalam arti kekerasan fisik saja.

Sementara, masih sedikit yang memaknainya sebagai tindakan kekerasan yang

diakibatkan oleh suatu sistem sosial masyarakat secara keseluruhan.

Akibatnya, respon terhadap maraknya kekerasan seksual di Klaten secara

spesifik belum dilakukan. Banyaknya kekerasan seksual yang terjadi di Klaten belum

menjadi sebuah keprihatinan dan kepedulian yang diekspresikan dalam sebuah

solidaritas sosial. Masih kuatnya kendala-kendala kesadaran, pengetahuan,

pemahaman tentang persoalan-persoalan yang melingkupi terjadinya kekerasan

seksual, menjadi satu alasan mendasar belum adanya upaya-upaya yang bersifat massif

dan terencana dalam merespon masalah ini. Dalam kaitan ini, terdapat tiga model

advokasi yang bisa dilakukan untuk mengeliminasi terjadinya kasus-kasus kekerasan

seksual di Klaten. pertama, advokasi dengan pendekatan struktural. Kedua, advokasi

dengan pendekatan kelompok terorganisir. Ketiga, advokasi dengan pendekatan

pengorganisasian. Dan keempat, advokasi dengan pendekatan Jaringan.

Page 3: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ABSTRAKSI

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Pertanyaan Penelitian

1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

1.5 Kerangka Konseptual

1.6 Metode Penelitian

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

2.1 Letak dan Luas Wilayah

2.2 Keadaan Penduduk

2.3 Sarana Umum

BAB III PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG TERJADINYA KEKERASAN

SEKSUAL

3.1 Latar Belakang Responden

3.2 Persepsi Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP)

3.3 Persepsi Tentang Kekerasan Seksual di Klaten

BAB IV PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG MODEL

ADVOKASI KEKERASAN SEKSUAL

4.1 Upaya-upaya Merespon Terjadinya Kekerasan Seksual

4.1.1 Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum

4.1.2 Masyarakat

a. Respon Terhadap Pemberitaan Media Massa

b. Upaya Masyarakat

c. Kesadaran yang Dibutuhkan Masyarakat

4.2 Model-model Advokasi

4.2.1 Advokasi dengan Pendekatan Strukutral

4.2.2 Advokasi dengan Pendekatan Kelompok Terorganisir

4.2.3 Advokasi dengan Pendekatan Pengorganisasian

4.2.4 Advokasi dengan Pendekatan Jaringan

Page 4: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Rekomendasi

5.3 Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA

PROFIL LEMBAGA

TIM PENELITI

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 5: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini, persoalan kekerasan seksual seperti perkosaan tidak lagi hanya

dipandang sebagai masalah antar individu, tetapi merupakan problem sosial yang

terkait dengan masalah-masalah hak asasi, khususnya yang berkaitan dengan

perlindungan dari segala bentuk penyiksaan, kekerasan, kekejaman, dan pengabaian

martabat manusia.1 Selain itu, kekerasan seksual juga merupakan masalah kejahatan

yang berakar pada nilai-nilai budaya, sosial, ekonomi dan politik di dalam masyarakat.2

Sistem patriarki yang dominan telah menempatkan kaum perempuan dalam posisi

yang sangat lemah, sehingga sangat memungkinkan berlangsungnya ketidakadilan

dalam berbagai bidang kehidupan.

Kekerasan seksual dikatakan termasuk satu bentuk kekerasan terhadap

perempuan, karena didalamnya memanifestasikan ketidakadilan sehubungan dengan

peran dan perbedaan gender. Disamping itu ada manifestasi lain seperti marginalisasi,

subordinasi, dan pelabelan negatif/stereotype terhadap perempuan.3

1 Nursyahbani Katjasungkana, “Pasal Perkosaan dalam Perspekyif Perempuan”, Kompas 22

Agustus 1995, hlm. 18. 2 Adrina, “Pelecehan Seksual salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan”, dalam

Suparman Marzuki (ed), Pelecehan Seksual: Pergumulan antara tradisi hukum dan kekuasan. (Yogyakarta: FH-UI, 1995), hlm. 38

3 Mansour Fakih, “Gender Sebagai Analisis Sosial”, dalam Jurnal Analisis Sosial, Edisi 4:7-20, Nopember 1996, hlm.13-15

Page 6: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Di Indonesia, kepedulian terhadap Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP)

diwujudkan pemerintah dengan melakukan ratifikasi terhadap konvensi PBB mengenai

penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita yang dituangkan dalam

undang-undang nomor 7 tahun 1984. Dengan diratifikasinya konvensi tersebut berarti

Indonesia mempunyai kewajiban untuk mengimplementasikan pasal-pasal dalam

konvensi tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Langkah tersebut selanjutnya diikuti dengan dibentuknya Komisi Nasional Anti

Kekerasan Terhadap Perempuan, melalui Keppres nomor 181 tahun 1998. Komisi ini

dibentuk untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan masalah kekerasan

terhadap perempuan serta penghapusan segala bentuk tindak kekerasan yang

dilakukan terhadap perempuan.4 Kemudian pada tanggal 24 November 1999,

Indonesia mencanangkan rencana nasional mengenai penghapusan kekerasan

terhadap perempuan (RAN KTP). Rencana yang melibatkan berbagai unsur, baik

pemerintah, LSM, maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan mencakup upaya-

upaya; (1) meningkatkan tanggungjawab semua pihak untuk menghentikan dan tidak

mentolerir segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. (2) meningkatkan hak-hak

asasi manusia dalam rangka menciptakan rasa aman kepada semua warga negara,

khususnya perempuan. (4) membangun gerakan bersama untuk mencegah dan

menghapuskan KTP di segala lini kehidupan. Dan (4) mencari penyelesaian kasus-kasus

4 Keputusan Presiden RI nomor 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan

Terhadap Perempuan, Pasal 1.

Page 7: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

KTP yang terjadi secara adil dan tuntas, termasuk menindak tegas pelaku kekerasan

serta memberikan perlindungan kepada saksi dan korban.5

Dalam konteks yang lebih luas, pemerintah juga mengeluarkan Intruksi Presiden

nomor 9 tahun 2000 yang mengatur tentang pengarusutamaan gender dalam

pembangunan nasional. Tujuan dikeluarkannya kebijakan ini adalah penyelenggaraan

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan perencanaan, penyusunan,

pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan

nasional yang berperspekif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan

gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.6

Indonesia juga memiliki undang-undang nomor 39 tahun 2000 mengenai Hak

Asasi Manusia, yang menegaskan bahwa hak wanita adalah hak asasi manusia. Hal ini

tentunya menyangkal anggapan bahwa ‘seolah-olah’ hak asasi wanita berada di luar

hak asasi manusia yang tidak perlu dipermasalahkan bila terjadi pelanggaran, bahkan

‘seolah-olah’ wanita adalah warga negara yang kedua.7 Diantara hak wanita yang

dinyatakan dalam undang-undang tersebut adalah hak untuk mendapatkan

perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesi terhadap hal-hal yang

dapat mengancam keselamatan dan atau kesalahannya berkenaan dengan fungsi

reproduksi wanita 8

5 Anna Marie Watti dan Susi eja Yuarsi, Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di

Ruang Publik, (Yogyakarta: PPK dan Ford Foundation, 2002), hlm.1-2 6 Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentng Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional, bagian Tujuan. 7 Lies Soegondo, “Perkembangan Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, dalam Kapita

Selekta Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Puslitbang Diklat Mahkamah Agung RI, 2001), hlm. 135 8 Undang-undang Nomor 39 tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 49 ayat (3)

Page 8: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Selain hak wanita, hak anak juga mendapat perhatian dalam undang-undang

tersebut. Dinyatakan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia, karenanya setiap anak

berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan

seksual, penculikan, dan perdagangan anak.9 Munculnya hak-hak anak dalam undang-

undang HAM, antaralain dikarenakan Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB

tentang hak-hak anak melalui keputusan Presiden nomor 36 tahun 2000.

Walaupun Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi PBB yang berkaitan

dengan KTP dan juga telah memiliki seperangkat kebijakan pendukung, diakui atau

tidak penanganan kasus kekerasan yang cukup integratif belum banyak dilakukan.

Beberapa instansi pemerintah memang telah mengadakan upaya pemberdayaan

perempuan, tetapi kebanyakan difokuskan pada peningkatan peran perempuan,

sedangkan masalah kekerasan terhadap perempuan hampir belum tertangani.

Beberapa LSM juga telah mencoba untuk mengakomodasi kepentingan perempuan,

tetapi pada umumnya program yang dilakukan masih bersifat sporadis dan tidak

integratif, sehingga hasilnyapun tidak optimal. Di pihak lain, lembaga penegak hukum

dan para pelaku litigasi masih belum cukup memiliki perspektif gender dalam

penanganan masalah perempuan, khususnya masalah KTP.10

Di sisi lain, meskipun KTP

telah menjadi isu nasional, namun di tingkat masyarakat masalah KTP belum

tersosialisasikan secara massif dan komperhensif, adanya kendala besar di tingkat tata

laksana pemerintahan dan budaya masyarakat menjadi persoalan yang tidak mudah

untuk diselesaikan.

9 Undang-undang Nomor 39 tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 65 10 Anna Marie Watti dan Susi eja Yuarsi, Penanganan…, hlm.2

Page 9: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Maraknya kasus-kasus kekerasan seksual di Klaten pada tahun 2002 merupakan

satu bukti bahwa upaya-upaya yang dilakukan belum membuahkan hasil yang optimal.

Sebagaimana dilaporkan Legal Resources Centre Kekerasan Jender dan Hak Asasi

Manusia (LRC KJHAM) Semarang, bahwa pada periode Januari-Oktober 2002 angka

perkosaan di Kabupaten Klaten paling tinggi se-Jawa Tengah (Jateng). Dari 121 kasus

perkosaan di Jateng selama Januari-Oktober 2002, di Klaten mencapai 13 kasus dengan

jumlah korban 14 orang dan pelaku 26 orang.11

Bahkan, RCTI memberitakan dalam

acara “Sergap” yang ditayangkan pada tanggal 21 Nopember 2002 itu, bahwa sampai

bulan Nopember 2002 telah terjadi 16 kasus perkosaan terhadap anak perempuan di

bawah umur. Dibanding tahun sebelumnya (2001), jumlah ini mengalami peningkatan,

yaitu 15 kasus perkosaan di bawah umur. Sementara, pada tahun sebelumnya (2000),

perkosaan di bawah umur di Klaten hanya terjadi 3 kasus.

Dalam konteks itulah, di tengah upaya-upaya penghapusan terjadinya KTP di

Indonesia maraknya kasus kekerasan seksual di Klaten menjadi keprihatinan semua

pihak. Ketika perangkat kebijakan belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, dan

ketika kesadaran, pengetahaun dan pemahaman masyarakat akan hak-haknya belum

sepenuhnya dimiliki, tentunya masyarakat mempunyai persepsi yang beragam dalam

mensikapi terjadinya kekerasan seksual di Klaten. Khususnya, tentang apa yang

menjadi penyebab, langkah-langkah dan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk

mencegahnya, serta advokasi yang paling strategis untuk dilakukan.

Dalam kerangka itulah penelitian ini dilakukan, yaitu melihat bagaimana

persepsi masyarakat dalam mensikapi terjadinya kekerasan seksual yang marak terjadi

11 “Angka Perkosaan di Klaten Tertinggi di Jateng”, Kompas, selasa, 26 Nopember 2002

Page 10: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

di Klaten. Di satu sisi penelitian ini akan memunculkan potret masyarakat dengan

beragam karakter dalam merespon persoalan, di sisi yang lain, persepsi dan respon

yang muncul akan menunjukkan tingkat kesadaran, pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang persoalan-persoalan yang melingkupi terjadinya kekerasan seksual

khususnya, dan KTP pada umumnya.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Diharapkan dalam penelitian ini akan didapatkan jawaban-jawaban atas

rumusan masalah berikut:

1.2.1. Bagaimana persepsi masyarakat mensikapi banyaknya kekerasan seksual yang

terjadi di Klaten ?

1.2.2. Apa upaya-upaya yang dilakukan merespon banyaknya kekerasan seksual yang

terjadi ?

1.2.3. Bagaimana model advokasi yang dilakukan untuk mengeliminasi terjadinya

kekerasan seksual ?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1.3.1 Melakukan eksplorasi tentang persepsi masyarakat Klaten mensikapi banyaknya

kekerasan seksual di Klaten.

1.3.2 Memberikan penjelasan tentang upaya-upaya yang dilakukan masyarakat

Klaten dalam merespon terjadinya kekerasan seksual.

Page 11: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

1.3.3 Melakukan kajian tentang model advokasi yang dilakukan untuk mengeliminasi

terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah deskripsi mengenai

persepsi masyarakat terhadap fenomena Kekerasan seksual yang banyak terjadi di

Klaten. Penelitian ini juga sebagai kajian awal untuk melakukan program advokasi,

pendampingan, kampanye anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), dan program-

program kemasyarakatan lainnya.

1.5 Kerangka Konseptual

Hal mendasar yang harus ditegaskan terlebih dahulu adalah apa yang dimaksud

dengan kekerasan seksual ?. Secara bahasa, kekerasan (violence) dimaknai Mansour

sebagai serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental

psikologis seseorang.12

Sementara, menurut Johan Galtung, terminologi kekerasan

atau violence berasal dari bahasa latin vis vis yang berarti daya atau kekuatan dan latus

yang berarti membawa sehingga bisa diartikan secara harfiah sebagai daya atau

kekuatan untuk membawa.13

Dikaitkan dengan kata ‘seksual’, sebagaimana didefinisikan oleh McCharty,

kekerasan seksual adalah segala bentuk kontak seksual yang tidak diinginkan oleh salah

seorang pasangan dan untuk memuaskan hasrat seksual salah seorang pasangan yang

12 Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996), hlm. 17

Page 12: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

lain.14

Kekerasan seksual meliputi kekerasan yang terjadi karena adanya unsur

kehendak seksual yang dipaksakan atau mengakibatkan terjadinya tindakan oleh

pelaku yang tidak diinginkan oleh dan bersifat ofensif bagi korban.15

Sebaliknya,

kekerasan non-seksual adalah merupakan tindakan pelaku yang juga tidak dikehendaki

dan bersifat ofensif bagi korban, tetapi tidak disertai oleh adanya kehendak seksual. 16

Bentuk-bentuk dari kekerasan seksual antara lain: Ditatap penuh nafsu,

disenyumi nakal, disiuli, diajak berbicara cabul, ditelepon seks, diraba bagian tubuh,

dipaksa memegang bagian tubuh pelaku, dicuri cium/dipeluk, dipertontonkan alat

kelamin, dipertontonkan foto/benda porno, diserang untuk diperkosa, dan diperkosa.

17 Diantara bentuk-bentuk kekerasan seksual tersebut, perkosaan merupakan bentuk

kekerasan seksual yang paling menderitakan perempuan.

Dalam perkembangannya, persoalan kekerasan seksual tidaklah bersifat

personal dan berdiri sendiri, melainkan merupakan masalah sosial yang mempunyai

banyak aspek dan faktor yang melingkupinya. 18

Kekerasan seksual menjadi satu bagian

tak terpisahkan dari KTP. Deklarasi Penghapusan KTP pasal 1 menyebutkan, yang

dimaksud dengan KTP adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin

yang mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik,

13 Windhu Warsana, Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung, (Yogyakarta, 1992),

hlm. 30 14 Sebagaimana dikutip oleh Nurul Ilmi Idrus dari Hester et.al. Women, violence, and male

power, (Bunckingham: Open Universuty Press, 1996), dalam Marital Rape, (Yogyakarta: PPK dan Ford Foundation, 1999), hlm. 5

15 Rubenstein, Preventing and Remedying Sexual Harrasment at work a Manual, (London: Eclipse, 1992), hlm. 2

16 Rosemarie Skaine, Power and Gender: Issues in Sexual Dominance and Harrasment. (London: McFarland & Company Inc), hlm. 12

17 Anna Marie Wattie, Kekerasan Terhadap Perempuan di Ruang Publik; Fakta, Penanganan

dan Rekomendasi, (Yogyakarta: PPK dan Ford Foundation, 2002), hlm. 4

Page 13: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

seksual atau psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau

perampasan kemerdekaan sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau

dalam kehidupan pribadi.19

Meskipun pada mulanya fenomena KTP sering dianggap sebagai suatu yang

cenderung ‘membudaya’, dan kurang mendapat perhatian memadai.20

Kini, fenomena

KTP telah menjadi kecemasan bagi setiap negara di dunia, termasuk negara-negara

maju yang dikatakan sangat menghargai dan peduli dengan hak-hak asasi manusia

(HAM). 21

Tindak kekerasan terhadap perempuan dalam pandangan PBB, harus diartikan

meliputi kekerasan yang bersifat fisik, seksual, dan psikologis. Kekerasan itu dapat

terjadi: pertama, di dalam keluarga, seperti, pemukulan, penyalahgunaan secara

seksual terhadap anak perempuan di dalam rumah tangga, perkosaan di dalam

perkawinan, praktek tradisi yang membahayakan perempuan, kekerasan berupa

eksploitasi seks. Kedua, di dalam masyarakat, termasuk perkosaan, pelecehan seksual,

intimidasi di tempat kerja, di tempat pendidikan, dan di tempat lain, dan perdagangan

perempuan (trafficking women); dan ketiga, memaksa untuk melacur dilakukan atau

diperbolehkan oleh negara, di manapun terjadi. 22

Akar munculnya KTP adalah budaya patriarkhi, yaitu sebuah sistem yang

mengatur peranan laki-laki dan perempuan dibingkai oleh sebuah sistem yang

18 Anna Marie Watti dan Susi eja Yuarsi, Penanganan…, hlm.5 19 Lucia Juningsih, Dampak Kekerasan Seksual Pada Jugun Ianfu, (Yogyakarta: PPK dan Ford

Foundation, 1999), hlm. 4 20 Rita Selena Kalibonso (ed), Perempuan Menuntut Keadilan, (Jakarta: Mitra Perempuan,

1998), hlm. 12 21 Fathul Jannah dkk, Kekerasan Terhadap Isteri, (Yogyakarta: LkiS, 2002), hlm. 1

Page 14: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

menempatkan ayah sebagai penguasa keluarga. Istilah ini kemudian digunakan untuk

menjelaskan suatu masyarakat, tempat kaum laki-laki dan perempuan dan anak-anak.

Sistem ini bekerja atas dasar cara pandang laki-laki.23

Disamping itu, terjadinya kekerasan terhadap perempuan tidak terlepas dari

adanya perbedaan gender. Menurut Mansour Fakih, perbedaan gender sesungguhnya

tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender

inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah

melahirkan berbagai ketidakadilan yang termanifestasikan dalam pelbagai bentuk,

yaitu marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak

penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan

negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih, serta sosialiasasi ideologi nilai

gender.24

Manifestasi ketidakadilan diatas terjadi dalam berbagai tingkatan, antara lain;

di tingkat negara, di tempat kerja, organisasi maupun pendidikan, di dalam adat

istiadat di banyak kelompok etnik, dan di lingkungan rumah tangga. Dengan demikian

dapat disimpulkan, bahwa ketidakadilan gender telah mengakar mulai dalam

keyakinan di masing-masing orang, keluarga hingga pada tingkat negara yang bersifat

global.25

22 Sebagaimana dikutip Sri Meiyanti dalam Kekerasan …, hlm. 5 23 Sebagaimana dikutip Sri Meiyanti dari Kamla Bashin, Menggugat Patriarki; pengantar

tentang persoalan dominasi terhadap kaum perempuan, alih bahasa: Katjasungkana, (Jakarta: S.N. 1996), dalam Kekerasan terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga, (Yogyakarta, PPK UGM dan Ford Foundation, 1999), hlm. 7

24 Mansour Fakih, Analisis Gender…,hlm. 12-13 25 Ibid, hlm.22-23

Page 15: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Selain patrariki dan gender, penyebab terjadinya kekerasan yang lain adalah

adanya relasi kuasa yang timpang. Hal ini muncul ketika sistem sosial (keluarga)

mendorong perempuan untuk tergantung kepada suami—khususnya secara ekonomi.

Akibatnya, relasi menjadi timpang. Di satu sisi istri diharuskan patuh, tapi di sisi lain

suami merasa mampu dan mudah bertindak semaunya. Dalam kondisi seperti ini, laki-

laki berpeluang melakukan kekerasan.26

Pembedaan peran sosial laki-laki dan

perempuan dalam kesehariannya dikukuhkan dan dilestarikan oleh materi-materi

pendidikan di sekolah maupun dalam keluarga, kebijaksanaan negara dan tafsir-tafsir

ajaran agama. Dengan demikian, seolah-olah laki-laki berhak untuk dipatuhi, dihormati,

berkuasa, dominan dan lebih unggul dibanding perempuan.27

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, pada prinsipnya KTP akan berkurang

seiring dengan meningkatnya kesadaran kesetaraan dan keadilan gender di kalangan

masyarakat. Meningkatnya kesadaran gender di kalangan masyarakat selanjutnya akan

berpengaruh terhadap proses penanganan KTP. Dalam kaitan ini, konteks yang menjadi

entry point penelitian adalah persepsi masyarakat dalam menanggapi kasus-kasus

kekerasan, seperti persepsi tentang penyebab terjadinya kekerasan seksual dan upaya-

upaya yang dilakukan, akan mencerminkan tingkatan kesadaran, pengetahuan dan

pemahaman masyarakat tentang KTP.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1. Alasan Pemilihan Penelitian Kualitatif.

26 Anis Hamim (peny.), Benarkah Kita Mencintai Isteri Kita, (Yogyakarta: Rifka Annisa WCC,

1998), hlm. 7

Page 16: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Rencana penelitian kualitatif ini disusun berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan yang akan dikemukakan pada uraian dibawah.

Perbedaan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif antara lain adalah

sebagai berikut. Pada Bogdan and Taylor 28

dikemukakan bahwa pembedaan antara

pendekatan kualitatif dengan pendekatan kuantitatif sebenarnya dapat ditelusuri pada

adanya dua perspektif teoritis pada kajian ilmu-ilmu sosial, yaitu positivism dan

phenomenological. Dalam kegiatan pendukung positivism dihasilkan data kuantitatif

dalam upaya pencarian “facts” dan “causes” melalui beraneka cara: survey,

inventories, dan analisis demografis.

Sedangkan dari kegiatan penganut phenomenologist dihasilkan data deskriptif

dalam upaya pencarian pemahaman (understanding) melalui cara-cara: pengamatan

terlibat, open-ended interview, dan dokumen-dokumen pribadi. Kegiatan ini dilakukan

agar phenomenologist dapat melihat dunia sebagaimana si subyek melihatnya. Data

deskriptif berupa kata-kata lisan maupun tertulis dari orang-orang, dan perilaku yang

dapat diamati.

Pembedaan diatas tidak berarti bahwa positivist tidak dapat mempergunakan

metode kualitatif untuk mencapai tujuannya. Bagi mereka data deskriptif dapat dilihat

sebagai indikator nilai-nilai, norma-norma kelompok dan kekuatan-kekuatan sosial

lainnya, yang berperan sebagai faktor penentu dari sikap (behavior) manusia.

27 Elli N.H. (ed), Derita di Balik Harmoni , (Yogyakarta: Rifka Annisa WCC, tt), hlm.11 28 Bogdan, Robert and Steven J. Tailor. Introduction To Qualitative Research Methods. A

Phenomenological Approach To The Social Sciences. (New York: John Wiley & Sons, Inc., 1975). Hlm. 2, 4-5

Page 17: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Oleh pendukung phenomenologist juga dikemukakan bahwa bila manusia

diredusir menjadi angka-angka, akan berakibat kehilangan pengamatan atas sifat

subyektif dari sikap manusia. Melalui metode kualitatif dapat diketahui

manusia-manusia secara pribadi, dan dapat dilihat bagaimana mereka

mengembangkan sendiri definisi-definisi tentang dunia. Lebih jauh lagi, melalui metode

ini dapat digali konsep-konsep yang essensinya hilang pada penelitian dengan

pendekatan lainnya.

Dalam pembedaan antara kedua pendekatan ini oleh Bailey29

dikemukakan

pentingnya peran pengukuran (measurement) atas konsep-konsep dalam penelitian

sosial. Bila perihal pengukuran (measurement) atas konsep-konsep tidak dilakukan

dengan memadai, dapat berakibat gagalnya penelitian yang bersangkutan.

Pada kegiatan pengukuran (measurement) dipergunakan angka-angka untuk

mengukur konsep-konsep atau variabel-variabel. Perihal tingkat (level) pengukuran

(measurement) dibedakan antara pengukuran-pengukuran: nominal, ordinal, interval,

dan ratio. Urutan aneka jenis pengukuran ini juga menunjukkan peningkatan hakekat,

dalam arti pengukuran yang berikut memiliki semua kategori pengukuran sebelumnya

ditambah dengan beberapa kategorinya sendiri.

Pada penerapan metode kualitatif diterapkan pengukuran nominal, baik untuk

kategori nama-nama maupun numeric. Pengukuran nominal ini pada intinya adalah

sistem klasifikasi. Pada pengukuran ini paling tidak diperlukan dua kategori, dan

29 Bailey, Kenneth D. Methods Of Social Research. Second Edition. (London: Collier Macmillan

Publisher, 1982).hlm. 61-66

Page 18: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

kategori-kategori tersebut harus: jelas berbeda (distinct), mutually exclusive, dan

exhaustive.

Sedangkan pada penerapan metode kuantitatif diterapkan pengukuran ordinal,

interval, dan ratio. Pada pengukuran ordinal harus ada kategori-kategori serupa

dengan pada pengukuran nominal, tetapi bila pada pengukuran nominal

kategori-kategori tersebut berada pada tingkat (level) dan nilai (value) yang sama,

maka pada pengukuran ordinal nilai kategori-kategori tersebut diurutkan berdasarkan

rankingnya.

Sedangkan pada pengukuran interval, disamping harus ada kategori-kategori

pada jenis-jenis pengukuran yang telah disebutkan di atas, pada pengukuran ini juga

dapat ditunjukkan seberapa unit besarnya ranking-ranking yang ada.

Pada pengukuran ratio, disamping operasi numeric berupa penambahan dan

pengurangan sebagaimana yang dijumpai pada pengukura interval, juga dimungkinkan

perkalian dan pembagian. Untuk keperluan ini diperlukan titik nol (zero point) mutlak,

tetap, dan ditentukan tidak sewenang-wenang (nonarbitrary).

Lebih rinci lagi oleh Guba dan Lincoln30

diuraikan perbedaan paradigma

maupun karakteristik metodologis antara penelitian kualitatif dan penelitian

kuantitatif.

Perbedaan paradigma antara kedua jenis penelitian ini dapat dikaji pada: teknik

yang digunakan, kriteria kualitas, sumber teori, persoalan kausalitas, tipe pengetahuan

yang digunakan, pendirian dan maksud penelitian.

30 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Penerbit P.T. Remaja

Rosdakarya, 1994), hlm.15-16

Page 19: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Sedangkan karakteristik metodologi antara kedua jenis penelitian ini dapat

dilihat pada: waktu penetapan pengumpulan data dan analisis, desain, gaya, latar,

perlakuan, satuan kajian dan unsur konteksual.

Ada 6 asumsi yang dapat dijadikan rujukan untuk pemilihan rencana kualiatatif bagi

suatu penelitian, yaitu:

• Perhatian peneliti kualitatif lebih dipusatkan terutama pada proses dibanding hasil;

• Minat peneliti kualitatif adalah pengartian (meaning) : bagaimana manusia

memberi arti pada kehidupannya, pengalamannya, dan pandangan tentang

kedudukannya di alam semesta;

• Instrumen utama dalam pengumpulan maupun analisis data dalam penelitian

kualitatif adalah si peneliti itu sendiri, dibanding instrumen pengumpulan dan

analisis data lainnya;

• Penelitian kualitatif meliputi juga penelitian lapangan. Peneliti harus mengunjungi

masyarakat yang diteliti, setting, lokasi, atau lembaga terkait untuk mengamati

sikap-tindak mereka pada setting yang alamiah;

• Penelitian kualitatif adalah penelitian deskriptif, jadi perhatian peneliti adalah

terhadap proses, pengartian, dan pemahaman yang diperoleh melalui kata-kata

atau gambar-gambar;

• Proses dalam penelitian kualitatif adalah induktif, jadi oleh peneliti dibangun

abstraksi-abstraksi, konsep-konsep, hypotesa-hypotesa, dan teori-teori dari

detail-detail.

Pada akhirnya harus diperhatikan sifat dan hakekat dari penelitian kualitatif

yang pada dasarnya adalah sangat “context bound”.

Page 20: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

1.6.2. Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 8 kecamatan di wilayah Klaten Jawa Tengah.

Asumsinya wilayah yang diteliti adalah wilayah yang ada kasus kekerasan seksual dan

wilayah yang tidak yang tidak ada kasus. Untuk wilayah yang ada kasus, dipilih

Kecamatan Trucuk, Pedan, Tulung, dan Karangnongko, sementara untuk wilayah yang

tidak ada kasus, dipilih kecamatan Karanganom, Manisrenggo, Klaten Tengah, dan

Ceper.

1.6.3. Pengumpulan Data

Guna menghasilkan temuan yang sesuai dengan tujuan penelitian ini, beberapa

tahap dilakukan antara lain:

a. Pengumpulan Data Sekunder

Dilakukan dengan telaah pustaka, yakni mengumpulkan beberapa kajian dan

literatur yang membahas tentang masalah kekerasan terhadap perempuan (KTP).

Beberapa data diperoleh melalui guntingan koran/kliping, searching di internet, dan

literatur ilmiah lainnya. Guna mendukung justifikasi pemilihan wilayah penelitian yang

dipilih dalam studi pustaka juga diacu data demografis yng diperoleh dari buku statistik

yang diterbitkan oleh lembaga terkait.

b. Pengumpulan Data Primer

Berbeda dengan telaah pustaka, untuk kegiatan pengumpulan data primer,

kajian dilakukan dengan beberapa tahapan

1. Observasi

Page 21: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Beberapa lokasi yang dipilih berada di wilayah perkotaan. Wilayah yang

dipilih adalah daerah yang memiliki kompleks perumahan dan wilayah

perkampungan. Wilayah perumahan sebagra re[resentasi tempat tinggal

yang dibangun oleh perusahaan (developer) dengan model, luas tanah,

ataupun harga yang memiliki kesamaan. Perumahan merupakan suatu

komunitas ‘bentukan’, berbeda dengan perkampungan yang memiliki pola,

model dan bentuk serta luasan tempat tinggal yang bervariasi dan biasanya

mereka yang tinggal kebanyakan adalah penduduk non-pendatang. Kampung

merupakan kelompok sosial dan spesial di perkotaan.31

2. Wawancara Terstruktur (survey)

Dari beberapa rumah tangga yang dijadikan sampel dalam penelitian ini

diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan yang disampaikan dalam

survey ini. Beberapa point pertanyaan diajukan berkaitan dengan (a) Kondisi

sosial ekonomi, (b) persepsi tentang KTP, (c) Persepsi tentang Kekerasan

seksual di Klaten, (d) persoalan-persoalan yang berkaitan dengan terjadinya

kekerasan seksual di Klaten, antara lain, mengenai tanggapan dan langkah

yang dilakukan untuk mengeliminir terjadinya Kekerasan Terhadap

Perempuan (KTP).

3. Wawancara Mendalam (in-dept interview)

31 Subroto, T. Yoyok Wahyu, Bakti Setiawan dan Setiadi, 1997, Proses Transformasi Spasial dan

Sosial di Daerah Pinggiran Perkotaan (Urban Fringe) di Indonesia: Studi Kasus di Yogyakarta, laporan Penelitian, Yogyakarta: PPLH Universitas Gadjah Mada.

Page 22: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Sebagai tindak lanjut dari dilakukannya survey, maka diketahui tentang pola

pengetahuan dan pemahaman tentang KTP. Selanjutnya, dilakukan

pemilihan responden terpilih untuk dijadikan informan yang dipandang

memenuhi kriteria untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Kriteria yang

dipakai untuk memilih informan adalah mereka yang terbuka, komunikatif,

dan sudah lama menjadi warga Klaten, minimal 5 tahun. Mereka yang dipilih

sebagai informan antara lain tokoh masyarakat dan warga masyarakat.

c. Focused Group Discussion (FGD)

Sebagai tahap untuk memperoleh masukan, gagasan serta arahan yang

lebih komperhensif menyangkut kepentingan segenap masyarakat yang

berkaitan dengan persoalan KTP, kegiatan FGD penting untuk dilakukan

Kegiatan ini dilakukan sebanyak empat kali dengan sasaran dan target yang

berbeda-beda, yakni, (a) warga masyarakat, (b) LSM, akademisi dan profesi

yang memiliki minat dan perhatian dalam persoalan KTP, (c) Aparat

Pemerintah, Instansi Pemerintah dan Aparat Hukum, (d) Organisasi

Kemasyarakatan (Ormas), Organisasi Kepemudaan (OKP), dan Organisasi

Sosial dan Partai Politik (Orsospol).

1.6.4. Analisis Data

Data yang dianalisis merupakan hasil keseluruhan dari wawancara terstruktur,

wawancara mendalam (in-dept interview), dan FGD. Ukuran sampel survey sebanyak

Page 23: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

408 orang (responden), dan melibatkan 15 orang (informan) untuk wawancara

mendalam, serta sekitar 60 orang (partisipan) dalam FGD.

Data yang diperoleh melalui penyebaran angket akan dianalisis dengan

menggunakan statistik deskriptif dalam bentuk distribusi-frekuensi, yaitu dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

P = F x 100

N

Keterangan:

P = Persentase

F = Frekuensi (jawaban responden)

N = Number of case (Jumlah yang memberi jawaban)

Untuk memudahkan, maka data diolah dengan menggunakan program

komputer SPSS versi 11,1 for windows. Selanjutnya, data dikumpulkan dan

diklasifikasikan, disusun dengan cara tabulasi dan persentase (tabel frekuensi). Tujuan

membuat tabel frekuensi adalah untuk mendeskripsikan jumlah dan sebaran dari

masing-masing variabel yang merupakan karakteristik dari kondisi tertentu. 32

Sedangkan hasil temuan, baik dari FGD maupun in-dept interview dilakukan

analisis deskriptif-kualitatif. Sebagai penelitian yang bersifat kualitatif maka analisis

data dilakukan secara simultan dengan pengumpulan data, interpretasi data dan

bahkan dengan penulisan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian akan disajikan

dalam wujud narasi deskriptif. Kedua pendekatan ini selanjutnya digunakan untuk

menjelaskan permasalahan dan persepsi masyarakat tentang kekerasan seksual di

Klaten.

32 Ida Bagus Mantra, Langkah-langkah Penelitian Survey: Usulan Penelitian dan Laporan

Penelitian, Badan penerbit Fakultas Geografi (BPFG)-UGM Yogyakarta.

Page 24: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

BAB II

GAMBARAN UMUM

WILAYAH PENELITIAN

Gambaran umum wilayah penelitian merupakan uraian tentang deskripsi

kondisi geografis serta demografis wilayah penelitian. Sebagaimana dikemukakan

dimuka, wilayah penelitian ini meliputi 8 (delapan) Kecamatan yaitu: Pedan, Ceper,

Karangnongko, Karanganom, Klaten Tengah, Manisrenggo, Trucuk, dan Tulung.

Setiap wilayah tentunya memiliki karakteristik sendiri yang ditunjukkan dengan

adanya perbedaan dalam hal kondisi fisik, sosial budaya dan kegiatan ekonomi. Dalam

gambaran umum ini antara lain dipaparkan tentang letak dan luas, keadaan penduduk

dan sarana umum. Adanya gambaran umum ini dapat digunakan sebagai dasar dalam

menganalisis persepsi masyarakat tentang terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di

Klaten.

2.1 Letak dan Luas Wilayah

Secara geografis, wilayah kabupaten Klaten berbatasan dengan kabupaten

Boyolali, di sebelah Utara, Sukoharjo di sebelah Timur, Gunungkidul di sebelah Selatan,

dan Sleman di sebelah Barat. Wilayah kabupaten Klaten terbagi menjadi tiga daratan,

yaitu; dataran lerengan gunung Merapi di sebelah utara, membujur dataran rendah di

sebelah timur, dan dataran gunung kapur di sebelah selatan. Dataran Gunung Merapi

membentang di sebelah utara meliputi sebagian kecil sebelah utara kecamatan

Kemalang, Karangnongko, Jatinom dan Tulung. Dataran membujur di tengah meliputi

Page 25: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

seluruh wilayah kecamatan di kabupaten Klaten, kecuali sebagian kecil wilayah

merupakan dataran lereng Gunung Merapi dan Gunung Kapur. Dan dataran gunung

Kapur yang membujur di sebelah selatan meliputi sebagian kecil sebelah selatan

kecamatan Bayat dan Cawas.

Melihat keadaan alamnya yang sebagian besar dataran rendah daan didukung

dengan banyaknya sumber air, maka daerah Kabupaten Klaten merupakan daerah

pertanian yang potensial disamping penghasil kapur, batu kali dan pasir yang berasal

dari Gunung Merapi.

Sementara, dilihat dari ketingggian daerah, 3,72 persen daerah Klaten berada

diantara ketinggian 0-100 meter diatas permukaan laut. Daerah yang paling luas, yaitu

77,52 persen berada diantara ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut. Dan

hanya 12, 76 persen yang berada di ketinggian 500-1000 meter dari permukaan laut.

Daerah kabupaten Klaten terbentang diantara Daerah Istimewa Yogyakarta dan

Surakarta yang dilewati jalan raya Yogya-Solo mempunyai peran yang sangat penting

dalam memperlancar segala kegiatan perekonomian.

Selain sebagai daerah mediterania antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kota

Surakarta, di Klaten terdapat pula beberapa obyek wisata, antara lain; (a) Candi,

seperti, Candi Sewu, Plaosan, dan Merak. (b) Makam, seperti, Makam Sunan Bayat (Kia

Ageng Pandanaran, Pujangga R. Ngabei Ronggowarsito, dan Ki Ageng Perwito. Wisata

lainnya, seperti, Rowo Jombor, Deles Indah, Museum Gula, Monumen Juang 1945, dan

pemancingan Janti.

Sementara itu, dilihat dari luas wilayahnya berdasarkan kecamatan yang menjadi

wilayah penelitian ini adalah sebagai berikut;

Page 26: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Tabel 2.1

Luas Wilayah (Ha)

No Nama Kecamatan Luas Wilayah

01 Trucuk 3.381

02 Manisrenggo 2.696

03 Karangnongko 2.674

04 Ceper 2.445

05 Pedan 1.917

06 Karanganom 2.406

07 Tulung 3.200

08 Klaten Tengah 890

Sumber: Klaten dalam Angka, 2001

2.2. Keadaan Penduduk

2.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Penduduk merupakan salah satu modal dasar yang sangat penting dalam

melaksanakan pembangunan. Namun demikian pertumbuhan penduduk yang tidak

terkendali dapat mengakibatkan munculnya permasalahan yang sangat kompleks

dalam berbagai aspek kehidupan. Meningkatnya tingkat konsumsi yang diikuti pula

oleh meningkatnya kuantitas limbah buangan rumah tangga, merupakan salah satu

bagian dari dampak pertumbuhan penduduk di suatu wilayah tertentu, yang

selanjutnya akan diikuti oleh keterbatasan-keterbatasan penduduk dalam

pemanfaatan pelayanan publik oleh penduduk itu sendiri.

Jumlah penduduk Klaten tahun 2001 adalah 1.265.295 jiwa, dengan kepadatan

penduduk sekitar 1.930 jiwa/km persegi, atau dikepalai oleh sekitar 3.155 kepala

Page 27: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

keluarga. Secara rinci, jumlah penduduk pada 8 Kecamatan, yang menjadi wilayah

dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan

Luas Wilayah Kecamatan (Ha)

No Nama Kecamatan Jumlah

Penduduk

Kepadatan

Penduduk (Km)

01 Trucuk 77.807 2.301

02 Manisrenggo 40.448 1.500

03 Karangnongko 37.623 1.407

04 Ceper 62.635 2.562

05 Pedan 47.609 2.484

06 Karanganom 48.983 2.036

07 Tulung 54.092 1.690

08 Klaten Tengah 42.699 4.787

Sumber: Klaten dalam Angka, 2001

2.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat menggambarkan struktur

penduduk di suatu wilayah. Sebagaimana yang tampak pada tabel 2.3 berikut ini;

Page 28: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Tabel 2.3

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Nama Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

01 Trucuk 38.555 39.252 77.807

02 Manisrenggo 19.332 21.116 40.448

03 Karangnongko 18.206 19.417 37.623

04 Ceper 30.690 31.945 62.635

05 Pedan 23.395 24.214 47.609

06 Karanganom 23.865 25.118 48.983

07 Tulung 26.476 27.616 54.092

08 Klaten Tengah 20.803 21.896 42.699

Sumber: Klaten dalam Angka, 2001

Berdasarkan data diatas, ternyata di semua wilayah cakupan penelitian ini,

penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding penduduk yang

berjenis kelamin laki-laki. Komposisi masyarakat yang demikian sedikit banyak

berpengaruh terhadap bangunan sistem sosial, politik, ekonomi dalam masyarakat.

Dimana, potensi-potensi terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan,

seharusnya dapat lebih dieliminir, karena secara kuantitas perempuan jumlahnya lebih

banyak.

2.2.3 Komposisi Penduduk menurut Lapangan Usaha

Komposisi penduduk di kecamatan yang menjadi wilayah penelitian ini dilihat

dari orang yang bekerja (15 tahun Keatas) berdasarkan jenis lapangan usahanya, bisa

dikatakan sangatlah beragam. Tetapi, diantara lapangan usaha yang ada, pertanian

merupakan jenis lapangan usaha yang paling banyak digeluti oleh masyarakat.

Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.4.

Page 29: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Tabel 2.4

Komposisi Penduduk Yang Bekerja Berdasar Lapangan Usaha

No

Lapangan

Usaha

Pertania

n

Pengg

alian

Indust

ri

pengo

lahan

Kons-

truksi

Perda

gang-

an

Ang-

kutan

/Kom

unikas

i

Keua-

ngan

Jasa-

jasa

Jumla

h

01 Trucuk 16.150 - 9.732 6.471 12.94

2

1.605 - 4.866 51.76

6

02 Manisrenggo 8.979 2.604 574 3.239 4.592 - - 513 20.50

1

03 Karangnongko 8.689 - 4.507 647 2.263 323 - 2.586 19.01

5

04 Ceper 6.769 - 12.55

0

3.249 5.317 1.042 - 3.369 30.91

1

05 Pedan 7.355 - 8.136 3.811 3.249 - - 2.443 24.43

2

06 Karanganom 10.746 473 4.801 1.644 4.428 995 672 945 24.87

6

07 Tulung 8.266 - 1.11 1.711 8.265 1.11 - 2.755 23.15

2

08 Klaten Tengah 810 - 5.079 2.343 7.028 1.948 - 4.685 21.89

3

Sumber: Klaten dalam Angka, 2001

Diantara wilayah kecamatan diatas, kecamatan Trucuk, dilihat dari jumlah

perusahaan yang ada merupakan daerah industri tembakau yang paling besar di

Klaten. Sementara, kecamatan Ceper sebagai daerah industri Cor Logam, dan

kecamatan Pedan sebagai daerah industri Pakaian. Sedangkan dilihat dari potensi

pertaniannya, di kecamatan Pedan terdapat produksi lombok, dan kecamatan Tulung

sebagai daerah yang paling banyak memproduksi jagung.

2.2.4 Dinamika Penduduk

Jenis kejadian mutasi (datang dan pergi), di beberapa kecamatan, seperti,

Trucuk , Ceper, Karanganom, Tulung dan Klaten Tengah, selama tahun 2001 cukup

tinggi. Berdasarkan tabel 2.4, maka dilihat dari tingkat banyaknya mobilitas keluar,

Page 30: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

sangat dimungkinkan dalam rangka mencari pekerjaan, dibandingkan karena status

kependudukan. Sementara, dilihat angka kematiannya, ternyata di sebagian besar

kecamatan-kecamatan yang menjadi wilayah penelitian ini masih cukup tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakatnya masih rendah.

Tabel 2.5

Dinamika Penduduk Datang dan Pergi,

Serta Angka Kelahiran dan Kematian

No Kecamatan Datang Pergi Lahir Mati

01 Trucuk 202 281 15,86 6,28

02 Manisrenggo 181 93 12,49 6,41

03 Karangnongko 72 91 11,62 5,60

04 Ceper 76 249 13,44 5,38

05 Pedan 690 628 11,53 6,42

06 Karanganom 171 260 9,76 5,71

07 Tulung 76 116 10,46 6,13

08 Klaten Tengah 525 608 16,82 7,67

Sumber: Klaten dalam Angka 2001

2.3. Sarana Umum

2.3.1 Sarana Pendidikan

Adanya sarana pendidikan di suatu daerah, dipastikan mempunyai dampak

yang positif bagi masyarakat di sekitarnya. Apalagi, jika jumlah fasilitas pendidikan yang

ada sangat memadai. Berdasarkan data dari BPS Klaten, fasilitas pendidikan dalam

wujud gedung sekolah, yang diselenggarakan oleh swasta lebih banyak dibanding yang

Page 31: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

disediakan oleh negara. Fasilitas pendidikan yang disediakan oleh negara, yang hampir

ada di seluruh kecamatan wilayah penelitian adalah fasilitas untuk SLTP.

Sementara, untuk SMU dan SMK, secara kuantitatif masih dibawah fasilitas

pendidikan yang diselenggarakan oleh Swasta. Bahkan, untuk sekolah kejuruan,

pemerintah nampaknya kurang memberikan perhatian yang khusus, padahal sekolah

kejuruan adalah sebuah lembaga pendidikan yang menyiapkan anak didiknya dengan

keterampilan bekerja yang dibutuhkan oleh lapangan pekerjaan.

Tabel 2.6

Jumlah Sarana Gedung Sekolah Menurut Kecamatan

No Uraian Negeri Swasta

SLTP SMU SMK SLTP SMU SMK

01 Trucuk 3 1 2

02 Manisrenggo 3 1 2 1

03 Karangnongko 2 1 2

04 Ceper 2 1 1 1 2

05 Pedan 3 1 2 1 3

06 Karanganom 4 1 1 1 1

07 Tulung 2

08 Klaten Tengah 3 1 3 2 8

Jumlah

22 4 3 13 5 15

Sumber: Klaten dalam

2.3.2 Sarana Ibadah

Tempat ibadah merupakan sarana yang paling penting bagi masyarakat

pemeluk agama. Adanya fasilitas ibadah bisa dijadikan sebagai parameter awal bahwa

masyarakat memiliki keberagamaan (religiusitas). Meskipun bukan berarti, dalam

Page 32: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

masyarakat yang memiliki banyak fasilitas ibadah, masyarakatnyapun banyak yang

religius. Dilihat dari jumlah sarana ibadah yang ada, bisa disimpulkan, bahwa

mayoritas masyarakat di wilayah penelitian ini beragama Islam.

Tabel 2.7

Sarana Ibadah

No Kecamatan Masjid Gereja

Katolik

Gereja

Kristen

Pure/

Vihara

01 Trucuk 119 6

02 Manisrenggo 58 2 3

03 Karangnongko 60 4 1

04 Ceper 78 3

05 Pedan 73 9 2

06 Karanganom 104 1 2 2

07 Tulung 148 1 1

08 Klaten Tengah 57 5 9

Sumber: Klaten dalam Angka 2001

2.3.3 Sarana Kesehatan

Adanya sarana kesehatan dalam suatu daerah makin mempermudah

masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan. Tingkat aksebilitas seseorang

terhadap fasilitas kesehatan, akan berdampak pada efektifitas dan efisiensi dalam

manakala terserang penyakit. Berdasarkan data pada tabel 2.8, jika dilihat dari

banyaknya desa di tiap-tiap kecamatan, maka bisa dinyatakan bahwa aksebilitas

masyarakat terhadap sarana kesehatan yang disediakan oleh pemerintah sangat

rendah. Khususnya, akses terhadap pelayanan kesehatan Puskesmas dan Puskesmas

Keliling.

Tabel 2.8

Jumlah Sarana Puskesmas dan Posyandu

No Uraian Puskesmas Puskesmas

Keliling Posyandu

Page 33: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

01 Trucuk 2 2 106

02 Manisrenggo 1 1 83

03 Karangnongko 1 1 79

04 Ceper 2 2 94

05 Pedan 1 1 67

06 Karanganom 1 1 97

07 Tulung 2 1 94

08 Klaten Tengah 1 1 57

Sumber: Klaten dalam Angka 2001

Page 34: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

BAB III

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG TERJADINYA KEKERASAN SEKSUAL

DI KLATEN

3.1. Latar Belakang Responden

Pengambilan data di lapangan melibatkan 408 responden yang tersebar di 8

kecamatan di Klaten, yaitu, yaitu 40 orang (9.9 persen) berada di Kecamatan

Karangnongko, 52 orang (12.8 persen) berada di Kecamatan Karanganom, 24 orang

(5,9 persen) di Kecamatan Manisrenggo, 68 orang (16,8 persen) di kecamatan trucuk,

80 orang (19.4 persen) berada di kecamatan Klaten tengah. Sementara, sekitar 28

orang (6.9 persen) berada di Ceper, di Pedan sekitar 71 orang (17.3 persen), sisanya

sekitar 45 orang (11.0 persen) merupakan responden yang berasal dari kecamatan

Tulung.

Tabel 3.1

Persentase Responden Menurut Wilayah

Nama

Kecamatan N %

Karangnongko 40 9.9

Karanganom 52 12.8

Manisrenggo 24 5.9

Trucuk 68 16.8

Klaten Tengah 80 19.4

Ceper 28 6.9

Pedan 71 17.3

Tulung 45 11.0

Page 35: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Jumlah 40

8

100

Sumber: Data Primer 2003

3.1.1 Umur

Dari keseluruhan responden yang berjumlah 408 orang, 236 orang (57,8

persen) adalah laki, dan 172 orang (42.2 persen) adalah perempuan. Sedangkan di

lihat dari komposisi umur responden seperti terlihat pada tabel 3.2., lebih dari 50

persen responden berumur antara 15 sampai dengan 20 tahun. Sebagian responden

termasuk dalam kategori kelompok umur produktif, hanya sebagian saja yang masuk

dalam kategori kelompok umur yang tidak produktif (lansia). Dengan demikian

diharapkan dari responden tersebut akan diperoleh informasi yang akurat mengenai

persepsi terhadap terjadinya kekerasan seksual di Klaten.

Tabel 3. 2

Persentase Responden Menurut Umur

Umur N %

15-20 43 59.1

21-15 49 12.0

26-30 57 13.9

31-35 32 7.8

36-40 53 12.9

41- 45 39 9.6

46-50 28 15.9

51-Keatas 35 8.2

Jumlah 39

4

96.6

Missing: 14 (3,4 %)

Sumber: Data Primer 2003

3.1.2 Jenjang Pendidikan

Page 36: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan mempunyai peran yang sangat penting

dalam pembentukan pola pikir seseorang. Seseorang dengan pendidikan yang

semakin tinggi diasumsikan akan lebih mampu mengambil keputusan dan tindakan

yang proporsional. Tindakan yang tidak saja menguntungkan diri sendiri, namun juga

tidak merugikan orang lain maupun lingkungannya.

Jenjang pendidikan yang ditamatkan responden sangat bervariasi dengan

persentase yang cukup merata. Hal tersebut terlihat pada tabel 3.3.

Sumber: Data Primer 2003

3.1.3 Status Perkawinan

Status perkawinan seseorang juga berpengaruh terhadap pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan interaksi sosial di masyarakat. Dalam

merespon persoalan kekerasan seksual tentunya sangat berbeda antara responden

yang belum berstatus kawin, dengan responden yang bertatus kawin. Adanya,

kuantitas dan kualitas tanggungjawab yang semakin besar bagi orang yang sudah

Tabel 3.3 Persentase Responden Menurut Jenjang Pendidikan

3% 13%

20%

42%

10%12%

Tidaka Tamat SD/MI

SD/MI

SLTP

SLTA

DIPLOMA

SI/S2/S3

Page 37: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

kawin, mendorong tumbuhnya kedewasaan dalam merespon persoalan-persoalan

masyarakat.

Dari 408 responden, 264 orang (64.7 persen) berstatus kawin, dan 139 orang

(34.1 persen) berstatus tidak kawin. Hanya 3 orang (0,7 persen) yang menyatakan

berstatus cerai hidup, dan 2 orang (0,5 persen) menyatakan berstatus cerai mati.

Tabel 3.4

Persentase Responden menurut Status Perkawinan

Status

Perkawinan N %

Tidak kawin 13

9

34.1

Kawin 26

4

64.7

Cerai hidup 3 0.7

Cerai mati 2 0.5

Jumlah 40

8

100

Sumber: Data Primer 2003

3.1.4 Status Pekerjaan

Kedudukan/jabatan seseorang dalam pekerjaan mempengaruhi tingkat

ekonomi seseorang. Dalam penelitian ini responden yang berstatus bekerja, memiliki

persentase yang lebih banyak. Krisis ekonomi yang masih berlangsung di negeri ini

tidak menyurutkan sebagian masyarakat untuk bertahan hidup. Berbekal berbagai

pengalaman dan pengetahuan, semua orang ingin meneruskan hidupnya, meskipun

harus menggauli berbagai macam pekerjaan, yang terkadang tidak sesuai dengan

ijasah formal yang dimiliki.

Page 38: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Status dalam pekerjaan saat ini masih mendominasi pemikiran masyarakat

terhadap hal-hal yang selalu terkait dengan status seseorang. Status sosial seseorang

dapat dikatakan tinggi bilamana seseorang memiliki pekerjaan tertentu, berikut

kedudukan yang dimilikinya. Hal tersebut berkaitan dengan harapan masyarakat

terhadap peluang kerja yang memberikan tingkat kesejahteraan sekaligus

kedudukan. Selain adanya jaminan berkelanjutan pekerjaan yang digeluti. Namun

harapan masyarakat tersebut pupus, ketika krisis yang telah bergulir sekian lama

tidak lagi mampu memberikan peluang yang lebih baik bagi orang-orang yang

memiliki kedudukan, terutama golongan menengah ke bawah.

Dilihat dari jenis pekerjaan yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini,

maka ada kecenderungan, dalam mensikapi krisis ekonomi yang ada, masyarakat

bekerja secara wiraswasta. Artinya, apapun dilakukan untuk bisa produktif. Maka,

tidak mengherankan, jika dalam penelitian ini ditemukan beragam jenis pekerjaan

yang digeluti. Sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.5

Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan N %

Mahasiswa 33 9.6

Pengacara 4 1.1

Swasta 139 40.7

Buruh Tani 9 2.7

Buruh 6 1.8

Ibu Rumah Tangga 25 7.3

Aparat Pemerintah Desa 16 4.6

Karyawan 17 5.0

Guru 23 6.8

Page 39: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Penyiar Radio 3 0.9

PNS 30 8.8

Tani 31 9.0

Tukang Becak 1 0.3

Bengkel 3 0.9

Dosen 1 0.3

Pramuniaga 1 0.3

Lainnya 66 16.1

Jumlah 408 100

Sumber: Data Primer, 2003

Berdasarkan data diatas, pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh

responden adalah swasta, hal ini yang dinyatakan oleh 139 orang (40.7 persen)

3.2. Persepsi Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP)

Persepsi seseorang tentang sebuah persoalan sedikit banyak pasti

dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuannya terhadap kerangka konseptual

dari persoalan tersebut. Dalam kaitan ini, sebelum menggali lebih dalam, persepsi

responden tentang kekerasan seksual, terlebih dahulu dibahas tentang persepsi

responden secara umum mengenai KTP. Hal ini sangat penting, sebagai pijakan awal

dalam rangka mengetahui sejauhmana penguasaan informasi dan pengetahuan

responden terhadap persoalan kekerasan seksual yang terjadi di Klaten.

Beberapa pengertian KTP menurut persepsi responden, dapat dilihat pada

tabel 3.6.

Tabel 3.6

Persepsi Responden Tentang Pengertian KTP

Kekerasan Terhadap Perempuan adalah:

Tindakan yang mengurangi hak asasi perempuan

Page 40: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Kekerasan yang berakibat merendahkan martabat wanita

Kekerasan terhadap fisik seorang perempuan

Semua perbuatan yang mengurangi hak asasi perempuan

Tindakan yang menyangkut nurani perempaun

Perbuatan yang semena-mena terhadap wanita,

Termasuk perkosaan, pelecehan, penghinaan

Kekerasan baik fisik maupun perasaan terhadap perempuan

Pelecehan seksual, perselingkuhan, penghinaan dan pengasingan

Perlakuan kasar pada wanita

Penindasan hak-hak perempuan

Upaya pemaksaan yang menyakiti perempuan

Tindakan yang merugikan dan mencemarkan perempuan

Kejahatan yang dilakukan terhadap perempuan

Pemaksaan kehendak terhadap perempaun

Tindakan yang kurang bertanggungjawab terhadap perempuan

Tindakan melukai, menyakiti perempuan

Perlakuan yang menyimpang

Menyakiti perempuan

Tindakan yang kejam terhadap perempuan

Pelecehan sex, perkosaan, pemaksaan melakukan hal-hal yang

Berhubungan dengan sex

Bentuk perlakuan yang merugikan pihak perempuan baik fisik

maupun psikis

Pemaksaan hak menikmati sex oleh orang lain

Perbuatan yang tidak menghargai perempuan

Perilaku yang tidak sewajarnya

Menyakitu hati orang lain

Sikap yang kasar

Perilaku yang menyimpang

Dibentak bentak

Kekerasan disertai ancaman penganiayaan

Kekejaman yang dilakukan laki-laki

Tindakan atau ucapan yang bisa menimbulkan kesenjangan/

melanggar

HAM terhadap perempuan

Kekerasan yang melukai lahir dan batin

Kekerasan yang menyengsarakan perempuan

Tindakan, perkataan yg melecehkan aurat perempuan

Memaksakan sesuatu yang bukan miliknya

Penyimpangan perilaku karena merasa lebih (dominasi) pada

segala hal

Kekerasan lahir dan batin terhadap perempuan

Perbuatan yang menjadikan perempuan sebagai korban

Page 41: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Kekerasan yang menimbulkan cacat fisik ataupun mental

Tindakan diluar batas yang merugikan perempuan

Perilaku yang membuat perempuan teraniaya

Melukai jasmani dan rohani

Tindakan amoral

Diskriminasi terhadap perempuan

Perbuatan yang tidak menghargai wanita, wanita hanya dianggap

budak

Tindakan yang disertai dengan ancaman sehingga menimbulkan

perasaan tak nyaman

Sikap dan perlakuan seseorang yang beranggapan perempuan

adalah lemah dalam segala hal

Tindakan asusila terhadap perempuan

Perbuatan yang mengurangi nilai-nilai perempuan

Kekerasan seks, mengurangi hak-hak istri, tidak diberi nafkah lahir

dan batin

Perbuatan yang asusila dan tidak mengikuti aturan agama dan

negara

Sumber: Data Primer 2003

Melihat pengertian-pengertian diatas, terdapat karakteristik yang beragam

dalam memandang KTP. Pertama, diantara responden ada yang memaknai KTP

sebagai sebentuk tindakan/perbuatan/perilaku yang merugikan hak-hak asasi

perempuan, sehingga merendahkan martabat dan kehormatan perempuan.

Pemahaman semacam ini antara lain dilandasi oleh pengetahuan tentang kesetaraan

hak antara laki-laki dan perempuan. Jadi, ukurannya adalah segala hal yang

melanggar hak-hak perempuan, maka disebut sebagai tindakan KTP, termasuk di

dalamnya tentu saja hak dalam berpendapat.

Kedua, diantara responden ada yang memaknai KTP hanya dalam dataran

teknis bentuk KTP, seperti, perkosaan, pelecehan seksual, penganiayaan, serta

tindakan kekejaman lainnya yang berakibat pada kerusakan baik secara fisik,

Page 42: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

maupun psikis. Jadi yang dijadikan pertimbangan oleh kelompok ini adalah, bentuk-

bentuk kekerasan yang dialami secara langsung dan atau tidak langsung.

Perbedaan antara kelompok pertama dan kedua, terletak pada cara

memandang persoalan KTP. Bahwa kelompok pertama lebih memandang persoalan

KTP sebagai bagian dari tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Sementara,

kelompok kedua memandang KTP dalam konteks akibat-akibat yang ditimbulkan

oleh sebuah tindakan kekerasan oleh orang lain khususnya laki-laki.

Nampaknya, berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas,

karakteristik pemahaman model kelompok kedua ini lebih mendominasi ketimbang

pemahaman kelompok yang didasarkan atas pengetahuan tentang konsep dan ide-

ide hak asasi manusia (HAM). Meskipun terdapat perbedaan dalam

memandang persoalan, secara implisit, tidak ada satu orang-pun yang menyatakan

menyutujui tindakan KTP, dan semua sepakat mengutuk tindakan KTP.

3.2.1. Persepsi Tentang Bentuk-bentuk KTP

Tingkat pemahaman dan pengetahuan seseorang tentang pengertian KTP,

berpengaruh terhadap bangunan persepsi tentang bentuk-bentuk KTP. Pengetahuan

dan pemahaman yang dilandasi oleh pengalaman yang luas, makin menambah

79.9

20.1

61.5

38.2

68.6

31.4

83.6

16.4

46.353.7

60.8

39.2

68.4

31.6

90.9

9.1

56.1

43.9

0

20

40

60

80

100

Pelec

ehan

Sek

s.

Perse

lingku

han

Penghin

aan

Pen

gania

yaan

Per

cera

ian

Anca

man

Pem

bunuhan

Perko

saan

P. Hak

Anak

Tabel 3.7

Persepsi Responden tentang Bentuk-bentuk KTP

Ya

Tidak

Page 43: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

tingkatan kualitas persepsi seseorang dalam memahami persoalan. Demikian juga

dalam hal bentuk-bentuk KTP. Seorang yang memiliki pengetahuan, pemahaman

dan pengalaman yang banyak, pasti akan memiliki gambaran yang lebih

komperhensif dalam menjelaskan tentang bentuk-bentuk KTP. Bentuk-bentuk KTP,

yang diketahui oleh responden, tergambar dalam tabel 3.7 diatas.

Berdasarkan data diatas, menurut persepsi 326 orang (79,9 persen),

pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk KTP. Ini menunjukkan, mayoritas

responden dalam penelitian ini sudah memiliki kesadaran, bahwa pelecehan seksual

merupakan sebuah bentuk KTP yang sangat merugikan kaum perempuan.

Mengenai perselingkuhan, 156 orang (38.2 persen) menyatakan

perselingkuhan bukanlah salah satu bentuk KTP. Dan yang menyatakan sebagai satu

bentuk KTP adalah 251 orang (61,5 persen). Jumlah yang menganggap

perselingkungan bukan sebagai satu bentuk KTP sukup banyak. Fenomena ini

tentunya erat kaitannya dengan apa yang dialami perempuan akibat sebuah

perselingkuhan, yang secara fisik memang tidak kelihatan. Persepsi ini muncul antara

lain karena pengaruh persepsi tentang pengertian KTP, dimana masih banyak yang

memandang KTP dari sudut kekerasan dalam arti fisik saja.

Sebagai pembandingnya, bahwa responden lebih memaknai KTP dalam arti

fisik mempunyai tingkat persentase mayoritas dan dominan. Seperti, penghinaan

(68,6 persen), penganiayaan (83,6 persen), pembunuhan (68,4 persen), dan

perkosaan (90.9 persen).

Sebaliknya, 219 orang (53,7 persen), menyatakan perceraian bukan sebagai

satu bentuk KTP. Ini makin mengerucutkan sebuah bentuk pemahaman dan

Page 44: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

pengetahuan responden tentang bentuk-bentuk KTP, bahwa masih banyak yang

beranggapan KTP adalah kekerasan dalam arti fisik saja. Ini terjadi, bisa disebabkan

karena responden laki-laki lebih banyak dibanding responden perempuan, dan atau

pengetahuan dan kesadaran tentang bentuk-bentuk KTP yang non-fisik belum

banyak dimiliki oleh responden.

Dalam hal apakah pelanggaran hak anak juga merupakan bentuk KTP, 229

orang (56.1 persen) menyatakan ‘Ya’ dan 179 orang (43,9 persen) menyatakan tidak.

Dalam konteks ini, meskipun responden yang beranggapan bahwa pelanggaran hak

anak sebagai bentuk KTP lebih banyak, tetapi, adanya responden yang secara

kuantitas tidak terpaut banyak, menunjukkan masih banyaknya responden yang

kurang memahami dan atau mengetahui tentang hak-hak yang dimiliki oleh anak-

anak.

Secara umum, dari pemaparan diatas dapat ditarik blue print bahwa

masyarakat masih menganggap persoalan KTP dalam arti akibat yang ditimbulkan

secara fisik, seperti, penganiayaan, ancaman, pembunuhan dan perkosaan.

Sementara, dampak/akibat yang ditimbulkan secara psikhis, seperti perceraian dan

perselingkuhan, belum mendapatkan perhatian khusus sebagai bentuk KTP.

3.2.2 Persepsi Tentang Hubungan Antara Pelaku dan Korban KTP

Mayoritas responden dalam penelitian ini, 357 orang (87,5 persen)

menyatakan pernah mengetahui ataupun mendengar terjadinya KTP. Diantara

Page 45: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

bentuk kekerasan yang diketahui/didengar adalah penganiayaan (22,1 persen),

pelecehan seksual (30,9 persen), dan perkosaan (75,0 persen).

Menurut persepsi responden, hubungan antara pelaku dan korban dalam

tindakan-tindakan kekerasan diatas, dapat dilihat pada pada tabel 3.8. Tabel

tersebut menunjukkan, hubungan antara pelaku dan korban tindakan kekerasan

yang paling banyak adalah tetangga (41.7 persen).

Persepsi demikian muncul antara lain disebabkan adanya kedekatan

responden dengan lokasi kejadian, sehingga mengetahui peristiwa kejadiannya

secara lebih detail, ataupun, melalui media massa, mengingat kasus-kasus kekerasan

serupa memang banyak terjadi di Klaten.

Sumber: Data Primer, 2003

3.2.3. Persepsi Tentang Tempat Paling Banyak Terjadi KTP

Persepsi reponden mengenai tempat yang paling terjadi KTP, bisa dijadikan

tolok ukur sejauhmana kepekaan, kepeduliaan, kesadaran dan pengenalan

Tabel 3.8

Persepsi Responden Tentang Jenis Hubungan Antara Pelaku dan Korban KTP

7%5%1%3%

41%

4%

33%

6%

Teman Kerabat Orang Tua Pacar Tetangga Suami Orang Lain Lainnya

Page 46: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

responden terhadap persoalan KTP. Mayoritas responden menyatakan,

bahwasanya KTP dapat terjadi dimana-mana, artinya tidak ada karakteristik

tertentu bagi tempat terjadinya KTP.

Menurut persepsi responden, tempat yang paling banyak terjadi KTP adalah

rumah (40,4 persen). Secara implisit, potensi terbesar korban KTP di dalam rumah

adalah isteri. Jadi kekerasan yang ada di dalam rumah, adalah satu bentuk

kekerasan domestik. Biasanya, bentuk-bentuk kekerasan domestik seperti yang

dialami oleh isteri tidak banyak diketahui oleh publik. Selain dari pihak isteri sendiri

masih banyak yang tidak menyadari sebagai satu bentuk KTP.

Tabel 3.9

Persepsi Responden Tentang Tempat yang Paling Banyak Terjadi KTP

Nama Tempat N %

Rumah 165 40.4

Tempat kerja 11 2.7

Sekolah /kampus 7 1.7

Kantor Pemerintahan 3 0.7

Pasar/terminal 70 17.1

Tempat wisata 15 3.6

Angkutan transportasi 19 4.6

Di jalan 105 25.7

Rumah tetangga 4 1.0

Tempat Kost 3 0.7

Sawah 3 0.7

Jumlah 408 100

Sumber : Data Primer, 2003

3.2.4 Persepsi tentang Jenis-jenis KTP Yang Paling Sering Terjadi

Diantara tempat-tempat yang dipersepsikan sebagai tempat terjadinya KTP

diatas, jenis-jenis KTP yang paling sering terjadi adalah, pelecehan seksual (40,4

persen). Persepsi bahwa pelecehan seksual sebagai tindakan kekerasan yang paling

sering terjadi tidak terlepas dari kenyataan sosial, bahwa di Klaten seringkali terjadi

Page 47: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

kasus-kasus kekerasan seksual seperti pelecehan seksual, tindakan pencabulan dan

ataupun perkosaan.

Data selengkapnya, tentang jenis-jenis KTP yang dipersepsikan responden

paling sering terjadi, dapat dilihat pada tabel 3.10.

Tabel 3.10

Persepsi Responden tentang Jenis-jenis KTP

Yang Paling Sering Terjadi

Jenis KTP N %

Pelecehan seksual 165 40.4

Perselingkuhan 15 3.6

Penghinaan 9 2.2

Penganiayaan 38 9.3

Perceraian 3 0.7

Ancaman 3 0.7

Perkosaan 157 38.4

Pelanggaran hak

perempuan anak 7 1.7

Jumlah 397 97.3

Missing: 11 (2,7 %)

Sumber: Data Primer 2003

3.2.5. Persepsi tentang Orang yang Sering Melakukan KTP

Persepsi responden tentang orang yang sering melakukan KTP, banyak

dipengaruhi oleh kualitas pengetahuan, pendidikan dan pengalaman seseorang.

Sebagian besar responden menyatakan, yang sering melakukan KTP adalah orang

yang tidak beragama (71,8 persen), orang yang tidak berpendidikan (66,2 persen),

orang yang berpendidikan rendah (62,0 persen), orang yang berpenghasilan rendah

(60,8 persen), dan pengangguran (87,3 persen). Karakteristik ini sedikit banyak

dipengaruhi oleh pemahaman bahwa faktor agama, pendidikan, dan tingkat

kesejahteraan, sebagai satu faktor yang paling dominan mempengaruhi seseorang

untuk melakukan KTP.

Artinya, orang-orang yang melakukan KTP lebih didasarkan karena alasan

tingkatan religiusitas, pendidikan, dan kesejahteraan seseorang. Makin rendahnya

Page 48: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

tingkat religiusitas, pendidikan, dan kesejahteraan seseorang, makin kuat

potensinya untuk melakukan KTP.

Hal diatas, berbeda dengan persepsi yang diberikan responden terhadap orang

yang beragama, berpendidikan tinggi, dan berpenghasilan tinggi. Apakah mereka

sering melakukan tindakan KTP ?, 44,6 persen menyatakan pelakunya bukan orang

yang beragama, 48,5 persen bukan orang yang berpendidikan tinggi, dan 47,1

persen bukan orang yang berpenghasilan tinggi.

Secara kuantitas, persepsi tentang pelakunya adalah orang yang beragama,

berpendidikan tinggi, dan berpenghasilan tinggi, memang lebih banyak. Tetapi ini

menunjukkan bahwa masih banyak yang mempunyai persepsi, status sosial

seseorang sebagai orang yang beragama, berpendidikan tinggi dan berpenghasilan

tinggi, lebih kecil kemungkinannnya melakukan tindakan KTP. Apalagi, mayoritas

responden, 51,2 persen menyatakan bahwa tidak semua karakter-karakter sosial

mayarakat sering melakukan KTP.

Gambaran diatas sebenarnya merupakan cerminan dari realitas masyarakat

kita, yang dalam memaknai dan memandang berbagai macam persoalan, pisau

analisa yang digunakan adalah tingkat pendidikan, keberagamaan (religiusitas),

maupun kesejahteraan. Maksudnya, setiap muncul persoalan-persoalan yang

berkaitan dengan patologi sosial seperti, kejahatan kriminal, maka elemen-lemen

itulah yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan penting.

Tabel 3.11

Persepsi Responden tentang orang yang sering melakukan KTP

Orang

yang tidak

beragama

Orang

yang

beragama

Orang

yang tidak

berpendid

ikan

Orang

yang

berpendid

ikan

rendah

Orang

yang

berpendid

ikan tinggi

N % N % N % N % N %

Ya 293 71.

8

226 55.

4

270 66.

2

253 62.

0

210 51.

5

Tidak 115 28.

2

182 44.

6

138 33.

8

155 38.

0

198 48.

5

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100 408 100

Orang

yang

berpengh

asilan

rendah

Orang yang

berpenghas

ilan tinggi Penganggura

n Semuanya

Page 49: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

N % N % N % N %

24

8

60.8 215 52.7 356 87.3 199 48.8

16

0

39.2 192 47.1 52 12.7 209 51.2

40

8

100 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

3.2.6. Persepsi Responden Tentang Wacana KTP

Adanya pemahaman KTP adalah perbuatan yang dapat dilakukan oleh siapapun

dengan latar belakang status sosial apapun menunjukkan sudah adanya kesadaran

awal tentang fenomena KTP di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, sebagian besar

dari responden ada yang sudah memiliki pemahaman dan atau pengetahuan

tentang berbagai wacana tentang KTP, sehingga secara tegas menyatakan

keteguhan pendirian dan prinsip.

Sebagaimana persepsi mayoritas responden (85,3 persen) yang menyatakan bahwa

saat ini masih terjadi ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan.

Sebanyak 92,2 persen responden juga menyatakan tidak menyetujui adanya

penggunaan kekerasan sebagai jalan keluar dalam mengatasi konflik antara suami-

isteri. Mayoritas responden (87,0 persen), juga menyatakan ketidaksetujuannya

jika perempuan cenderung dihambat dan dihalangi dalam urusan-urusan publik.

Demikian juga, 81,9 persen menyatakan penolakannya terhadap orang yang

mengatakan dominasi laki-laki atas perempuan sebagai sebuah kewajaran. Dan

mayoritas responden (94,1 persen) juga menyatakan bahwa mitos kekerasan

Page 50: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

adalah hal yang tidak terelakkan dalam hubungan perempuan dan laki-laki adalah

tidak benar adanya.

Tabel 3.12

Persepsi Responden Tentang Wacana KTP

Terjadi

ketimpang

an

ekonomi

antara

laki-laki

perempua

n

Pengguna

an

kekerasan

sebagai

jalan

keluar

mengatasi

konflik

antara

suami-

isteri

Perempua

n

cenderun

g

dihambat

dan

dihalangi

untuk

urusan-

urusan

publik

Dominasi

laki-laki

terhadap

perempua

n adalah

sebuah

kewajaran

dan

semestiny

a

Mitos

bahwa

kekerasan

adalah

suatu hal

yang tidak

terelakkan

dalam

hubungan

perempua

n dan laki-

laki

N % N % N % N % N %

Setuju 348 85.

3

32 7.8 53 13.

0

33 8.1 24 5.9

Tidak 60 14.

7

376 92.

2

355 87.

0

375 81.

9

384 94.

1

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

Pemaparan dan pembahasan diatas menunjukkan, bahwa responden sudah

memiliki berbagai persepsi tentang wacana-wacana dalam KTP. Hal ini tentunya

berpengaruh terhadap kemampuan responden dalam merespon persoalan-persoalan

KTP secara lebih spesifik, seperti fenomena banyaknya kasus kekerasan seksual yang

terjadi di Klaten.

Page 51: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

3.3. Persepsi Tentang Kekerasan Seksual di Klaten

Pembahasan berikut, akan memaparkan tentang persepsi mayarakat

mengenai terjadinya kekerasan seksual di Klaten. Tujuannya adalah, untuk

mengetahui tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang seluk-beluk

persoalan yang melingkupi kekerasan seksual di Klaten. Sebelumnya, akan

dipaparkan terlebih dahulu tentang persepsi responden mengenai pengertian

kekerasan seksual.

3.3.1 Pengertian Kekerasan Seksual

Terdapat keragaman persepsi dalam memaknai kekerasan seksual. Ada

sebagian responden yang memaknai kekerasan seksual dalam arti fisik, seperti,

perkosaan, pencabulan, pelecehan seks dan sebagainya. Tetapi, ada sebagian

responden yang memaknai kekerasan seksual secara konseptual. Seperti, kekerasan

seksual merupakan tindakan yang merugikan perempuan secara fisik di bagian organ

seks perempuan. Ada juga yang memaknai kekerasan seksual sebagai eksploitasi

tubuh perempuan untuk memenuhi kepuasan tertentu, ataupun perlakuan yang

tidak adil terhadap seksualitas perempuan. Namun, banyak juga yang memberikan

pengertian yang sama antara kekerasan seksual dengan kekerasan terhadap

perempuan. Selengkapnya, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 13

Persepsi Responden Tentang Pengertian Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual adalah:

Kekerasan yang dilakukan terhadap organ perempuan

Page 52: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Tindakan seksual yang tidak sama suka

Tindakan pelecehan, perkosaan dan penghinaan terhadap perempuan

Perkosaan terhadap anak di bawah umur

Perselingkuhan oleh suami

Melakukan hubungan intim dengan paksaan

Tindakan yang merugikan perempuan secara fisik di bagian organ seks

perempuan

Segala tindakan yang merugikan perempuan berkaitan dengan aktivitas

seksual/kelamin

Semacam perkosaan

Pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual

Kekerasan yang sifatnya fisik pada alat kelamin

Melakukan hubungan seks tanpa ada kesepakatan

Mencolek, mencubit

Paksaan untuk melakukan hubungan seks

Perbuatan tidak senonoh

Bentuk perlakuan fisik yang merugikan terhadap perempuan dimana

mengakibatkan akibat psikis

Paksaan walaupun dilakukan oleh suami istri

Adanya unsur paksaan dalam seksualitas

Pemaksaan kehendak dalam hubungan seksual

Perlakuan tidak adil terhadap seksualitas perempuan

Kekerasan dengan paksaan

Pelecehan seksual dan pemerkosaan

Eksploitasi tubuh wanita untuk memenuhi kepuasan tertentu

Tindakan yang merusak pagar ayu perempuan

Kekerasan yang dilakukan dengan melukai anggota badan yang

seharusnya dilindungi

Ketidakadilan dalam hubungan sex

Kekerasan yang terjadi dalam hubungan suami istri tapi menimbulkan

suatu ketidaksehatan dalam hubungan

Menyentuh bagian tubuh di depan umum

Pelecehan fisik dan mental

Kekerasan yang timbul karena pengaruh lingkungan

Pencabulan

Sumber: Data Primer 2003

3.3.2 Sumber Informasi Terjadinya Kekerasan Seksual di Klaten

Persepsi responden yang beragam tentang pengertian kekerasan seksual,

antara lain dipengaruhi oleh pengalaman responden dalam mengetahui/mendengar

Page 53: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

terjadinya kekerasan seksual di Klaten. Sebanyak 393 orang (96,3 persen) menyatakan

mengetahui/mendengar terjadinya kekerasan seksual di Klaten. Dan hanya 15 0rang

(3,7 persen) yang menyatakan tidak pernah mengetahui/mendengar terjadinya

kekerasan seksual di Klaten. Berarti mayoritas responden, bahkan hampir semuanya,

pernah mengetahui/mendengar terjadinya kekerasan seksual di Klaten.

Mayoritas responden menyatakan mengetahui/mendengar terjadinya

kekerasan seksual adalah dari media massa. Hal ini dinyatakan oleh 290 orang (71.1

persen).

Tabel 3.14

Sumber Informasi Responden Tentang Terjadinya Kekerasan Seksual di Klaten

Media

Massa

Tetangga/

Teman

Melihat

Sendiri Lainnya

N % N % N % N %

Ya 290 71.

1

263 64.

5

22 5.4 8 2.0

Tidak 118 28.

9

145 35.

5

386 94.

6

400 98.

0

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

Data tersebut menunjukkan, bahwa akses informasi terhadap media massa,

khususnya media cetak sudah sangat mudah, terbukti media massa menjadi

sumber informasi yang paling banyak dimiliki oleh responden. Apalagi, di Klaten

saat ini, kemudahan mengakses media massa, baik cetak maupun elektronik

hampir sama mudahnya dibanding dua kota yang mengelilinginya, yaitu,

Yogyakarta dan Surakarta. Selain itu, Klaten juga tidak luput dari target pemasaran

Page 54: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

koran lokal, yang dalam pemberitaannya mengutamakan pemberitaan tentang

kriminalitas, sex, dan dunia hiburan. Sehingga wajar, jika berita-berita tentang

terjadinya kekerasan seksual di Klaten dengan mudah dapat diakses dan diketahui

oleh masyarakat luas.

Meskipun demikian, ada beragam pendapat masyarakat dalam merespon

pemberitaan media massa Pembahasan secara lebih mendalam tentang respon

masyarakat terhadap pemberitaan media massa, kaitannya dengan terjadinya

kekerasan seksual di Klaten, akan dibahas pada Bab IV.

3.3.3. Pengetahuan Tentang Korban Kekerasan Seksual

Tingkat pengetahuan responden terhadap kasus-kasus kekerasan seksual di

Klaten, akan menunjukkan tingkat perhatian dan kepedulian masyarakat dalam

merespon terjadinya kasus tersebut. Seperti, sejauhmana masyarakat mengetahui

informasi orang yang menjadi korban ?. Dalam kaitan ini, 70,3 persen responden

menyataakn korbannya adalah anak-anak.

Kenyataan tersebut, sesuai dengan pernyataan Barozi, anggota Polres Klaten

bahwa kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi mulai Januari-Desember 2002–April

2003, korbannya kebanyakan adalah anak-anak. Bentuk-bentuk kekerasan seksual yang

terjadi adalah perkosaan, pencabulan, dan perkosaan disertai penganiayaan dan

pembunuhan. Menurutnya:

“ Dari gambaran kasus-kasus yang ada, pelaku masih umur sekolah.

Pelaku rata-rata berumur 15-17 tahun, bahkan yang masih dalam

proses penyidikan ini baru kelas 5 SD, dan korbannya ada 3 (tiga) dari

kejadian itu umurnya rata-rata masih relatif muda “

Page 55: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Berdasarkan data diatas, maka apa yang diketahui responden tentang korban

kekerasan seksual, memiliki kesamaan dengan data yang dimiliki oleh Polres Klaten.

Meskipun sumber yang dimiliki oleh masyarakat hanyalah media massa, yang di

satu sisi mempunyai kemungkinan kesalahan dalam liputan beritanya. Setidaknya,

mayoritas responden rata-rata mengetahui mengenai apa, siapa, pelaku dan

korban tindakan kekerasan seksual yang terjadi di Klaten.

Tabel 3. 15

Pengetahuan Responden Tentang Korban Kekerasan Seksual

Anak

perempua

n

Remaja

perempua

n

Isteri/pac

ar Lainnya

N % N % N % N %

Ya 287 70.

3

201 48.

8

109 26.

7

17 4.2

Tidak 121 29.

7

209 51.

2

299 73.

3

391 95.

8

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100

Sumber : Data Primer 2003

Data diatas juga memunculkan sebuah kesimpulan awal, bahwa korban

kekerasan seksual yang paling banyak adalah anak perempuan. Meskipun harus diakui,

bahwa kekerasan seksual dapat dialami oleh siapapun. Sehingga, tidak menutup

kemungkinan korban kekerasan seksual yang paling banyak bukan anak perempuan

tetapi orang lain, isteri misalnya. Masih kurangnya kesadaran tentang hakikat

kekerasan seksual, menyebabkan masih banyak masyarakat yang masih membiarkan

Page 56: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

persoalan kekerasan seksual sebagai persoalan pribadi, dan menganggap tabu untuk

diperbincangkan di muka umum. Sebagai bukti sangat jarang ada pengaduan yang

dilakukan oleh seorang isteri berkaitan dengan kekerasan yang dilakukan suaminya.

Tetapi, kenyataan bahwa sebagian besar responden menyatakan anak-anak sebagai

korban kekerasan seksual, tidak terlepas dari pengaruh media massa yang memang

secara gencar memberitakan mengenai hal ini di Klaten.

3.3.4 Pengetahuan Tentang Lokasi Terjadinya Kekerasan Seksual

Diantara komponen-komponen informasi suatu peristiwa, selain persoalan apa

siapa, bagaimana, hal yang juga muncul dalam setiap perbincangan adalah, dimana

persitiwa itu terjadi. Demikian juga dengan pengetahuan responden tentang kasus-

kasus kekerasan seksual di Klaten. Setelah mengetahui, apa dan siapa pelaku dan

korbannya, ataupun bagaimana si pelaku melakukan kejahatannya, mayoritas

responden juga memiliki pengetahuan tentang tempat-tempat kasus kekerasan seksual

yang terjadi di Klaten.

Mayoritas responden (53,2 persen) menyatakan, tempat terjadinya kekerasan

seksual di Klaten adalah di sawah/Kebun. Ada juga (36,3 persen) yang menyatakan

terjadinya di rumah si pelaku atau si korban. selengkapnya, dapat dilihat pada tabel

3.16.

Tabel 3.16

Pengetahuan Responden Tentang Lokasi Terjadinya

Kekerasan Seksual di Klaten

Page 57: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Sawah/

Kebun

Rumah

Kosong

Rumah

Korban/

Pelaku

Rumah

Tetangga Lainnya

N % N % N % N % N %

Ya 217 53.

2

63 15.

4

148 36.

3

22 5.4 22 5.4

Tidak 191 46.

8

345 84.

6

259 63.

5

386 94.

6

386 94.

6

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

3.3.5 Sikap Mengetahui Terjadinya Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual merupakan sebuah peristiwa yang tidak saja merugikan si

korban secara fisik, tetapi juga secara psikhis. Di lain pihak, keluarga korban juga

merasakan kepedihan yang mendalam lantara musibah yang menimpa. Kepedihan

korban dan keluarganya terkadang tidak berhenti sampai disini, karena masih ada

masyarakat yang menganggap kejadian itu sebagai sebuah aib. Sehingga, terkadang

justru mengucilkan korban dan keluarganya dari lingkungannya. Maka, tidak

mengherankan jika kebanyakan korban kekerasan seksual dan keluarganya kemudian

merasa minder dan rendah diri manakala bergaul di tengah-tengah masyarakat.

Tetapi, mengetahui terjadinya kekerasan seksual di Klaten mayoritas responden

(55,4 persen) menyatakan simpatik pada si korban. Dan, 45,3 persen responden

menyatakan mengutuk pelakunya. Hanya 3,2 persen, yang berpandangan akan

bersikap biasa-biasa saja. Lainnya (28,7 persen), menyatakan memiliki cara tersendiri

dalam mensikapi terjadinya kekerasan seksual.

Sebagaimana sikap yang ditunjukkan oleh bu Nurul, seorang ibu rumah tangga,

apabila anaknya menjadi korban kekerasan seksual. Menurutnya:

Page 58: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

“Saya pribadi kalau melihat anak kecil diperkosa, kalau saya sebagai

orang tuanya, ngapain harus canggung-canggung, soalnya tidak hanya

merusak fisiknya, psikis juga dirusak. Juga mengganggu semuanya dari

kesehatan, pendidikannya jadi malu. Buat saya masuk penjara tidak

apa-apa, pelakunya akan saya lukai, entah mati apa tidak, yang

penting saya lukai ”

Sekilas, apa yang diungkapkan oleh ibu Nurul diatas, sangatlah sadis. Tetapi,

daris sudut pandang yang lain, sikap diatas menunjukkan bahwa kekerasan seksual

merupakan perbuatan yang sangat tercela dilakukan oleh manusia. Sehingga siapapun

pelakunya harus dihukum seberat-beratnya.

Tabl 3.17

Sikap Responden Mengetahui Terjadinya Kekerasan Seksual

Uraian Biasa Saja

Simpati

pada Si

korban

Mengutuk

Pelakunya Lainnya

N % N % N % N %

Ya 13 3.2 226 55.

4

185 45.

3

117 28.

7

Tidak 395 96.

8

182 44.

6

223 54.

7

291 71.

3

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

3.3.6 Langkah Yang Dilakukan Jika Mengetahui Terjadinya Kekerasan Seksual

Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk berpikir taktis dan strategis

apabila mengalami musibah dan ataupun mengetahui terjadinya sebuah kejadian. Ada

sebagian orang yang justru kebingungan apa yang harus dilakukan manakala

mengalami suatu musibah. Fenomena ini, biasa terjadi pada orang yang tidak memiliki

pengalaman yang cukup terhadap bangunan sistem sosial yang ada di sekililingnya.

Page 59: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Dalam kaitan ini, langkah-langkah yang dilakukan oleh seseorang ketika

mengetahui terjadinya kekerasan seksual di lingkungannya ternyata cukup beragam.

Tetapi, sebagian besar responden (52,5 persen) memilih melaporkan kejadian tersebut

kepada RT/RW. Sebanyak 38,5 persen menyatakan akan melapor polisi. Selengkapnya

dapat dilihat pada tabel 3.18

Tabel 3.18

Langkah Yang Dilakukan Jika Mengetahui Terjadinya Kekerasan Seksual

YANG DILAKUKAN Ya Tidak

N %

Lapor RT/RW 21

4

52.5

Lapor Polisi 15

7

38.5

Lapor Tokoh Agama/Masyarakat 7 1.7

Membangun solidaritas

masyarakat

19 4.7

Lainnya 11 2.7

Jumlah 40

8

100

Sumber: Data Primer 2003

Data diatas menunjukkan, bahwa RT/RW merupakan satu institusi di masyarakat

yang paling banyak menjadi tujuan pengaduan. Berbeda dengan melapor ke polisi,

dimana tidak semua wilayah dapat dengan mudah mengakses pelayanan polisi.

Tetapi, langkah melapor polisi lebih banyak dipilih untuk dilakukan, ketimbang

membangun solidaritas masyarakat, ataupun menghubungi tokoh

agama/masyarakat. Ini menunjukkan sudah tumbuhnya kesadaran untuk

mengadukan persoalan yang meresahkan masyarakat kepada pihak yang berwajib.

Page 60: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

3.3.7 Persepsi Tentang Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual

Ada banyak faktor yang melatarbelakangi seorang melakukan tindakan

kejahatan. Seorang melakukan kejahatan bisa dilatarbelakangi oleh penyebab yang

bersifat langsung, tetapi, juga bisa dilatarbelakangi oleh penyebab yang sifatnya

tidak langsung.

Dalam hal penyebab secara langsung, mayoritas responden (94,4 persen)

menyatakan, penyebabnya adalah film-film porno/TV/Media dan minuman keras.

Sebagaimana diketahui, untuk mendapatkan film-film porno dan miras bukan hal sulit

di Klaten, banyaknya rental-rental vcd, toko-toko yang menjual minuman keras

menjadikan akses masyarakat, baik dewasa maupun anak sangat gampang dan mudah.

Selain penyebab diatas, pengaruh lingkungan seperti adanya lokalisasi-lokalisasi

tak resmi juga sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan kekerasan seksual.

seperti, kasus perkosaan yang dilakukan oleh anak yang masih berusia 16 tahun di

Pedan. Menurut pengakuannya, ia ingin memperkosa setelah mengintip pasangan yang

sedang bercinta di kompleks Ngrendeng (lokalisasi tak resmi) di dekat rumahnya.33

Sementara, penyebab yang sifatnya tidak langsung, antara lain; (a) kurangnya

pengawasan dan perhatian dari orang tua/keluarga, (b) rendahnya tingkat

pendidikan/agama, (c) lemahnya penegakan hukum. Lihat tabel 3.19.

Hal yang cukup menarik untuk diulas adalah, temuan di lapangan bahwa 58,8

persen responden menyatakan, tidak adanya aturan/norma sosial dalam masyarakat

tidak menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual di Klaten. Padahal, dalam

kehidupan bermasyarakat diperlukan perlindungan kepentingan, baik individu maupun

masyarakat. Maka untuk mencapainya dibutuhkan pedoman berperilaku yang sering

Page 61: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

disebut norma atau kaidah sosial. Menurut Mertokusumo, kaidah sosial pada

hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap

yang seyogianya dilakukan, atau yang dianjurkan untuk dijalankan. Dengan kaidah ini

hendak dihindari gangguan-gangguan kepentingan manusia agar dapat dihindarkan

bentrok-bentrokan antar kepentingan. Sehingga diharapkan kepentingan-kepentingan

manusia terlindungi. 34

Penyebab dari fenomena diatas antara lain, karena selama ini aturan/norma

dalam masyarakat tidak banyak dipatuhi oleh masyarakat itu sendiri. Selain itu bisa

juga disebabkan norma/aturan yang ada tidak memiliki kekuatan yang menjerakan bagi

masyarakat yang melanggarnya. Artinya, ada atau tidak aturan/norma yang diakui oleh

masyarakat tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap terjadinya kekerasan

seksual. Karena terjadinya kekerasan seksual dianggap tergantung pada individu

masing-masing.

Demikian juga dengan persepsi tentang apakah keberadaan tokoh agama dan

tokoh masyarakat yang menjadi panutan berpengaruh terhadap terjadinya kekerasan

seksual ?. Mayoritas responden (88,5 persen) menyatakan, tidak adanya tokoh agama

dan atau tokoh masyarakat yang dijadikan panutan bukan menjadi penyebab

terjadinya kekerasan seksual di Klaten.

Berarti, ada atau tidaknya tokoh agama/masyarakat dalam sebuah sistem

masyarakat tidak bisa dijadikan ukuran bagi sebuah lingkungan, sebagai tempat yang

potensial terjadinya kekerasan seksual. Apalagi, saat ini peran-peran tokoh

33

Suara Merdeka, 30 Mei 2002

Page 62: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

agama/masyarakat dimanapun banyak mengalami degradasi kewibawaan di mata

masyarakatnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Musya Asyari, seorang akademisi dan

wiraswasta Klaten, menanggapi peran dari tokoh agama/masyarakat:

“ Memangnya sekarang ada tokoh yang bisa dijadikan panutan,

bagaimana akan ada tokoh yang baik, apabila sebagai seorang tokoh

justru mengajarkan untuk membenci tokoh yang lainnya. Hal yang

demikian justru menjadi pemecah belah masyarakat, kita tidak punya

tokoh yang layak, akibatnya masyarakat bergerak sendirian “.

Pernyataan diatas, bisa dijadikan sebuah renungan bahwa dimanapun,

termasuk di Klaten, peran-peran tokoh/agama sudah banyak mengalami degradasi

dalam membangun sistem yang baik bagi ummat dan ataupun masyarakatnya.

Implikasinya, masyarakat bergerak sendiri-sendiri. Maka wajar jika responden banyak

yang menyatakan peran-peran tokoh agama/masyarakat tidak menjadi salah satu

penyebab yang bersifat tidak langsung dalam kasus-kasus kekerasan seksual di Klaten.

Selain itu, 53,7 persen responden menyatakan tidak kuatnya dukungan

kebijakan dari pemerintah, juga bukan menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual

di Klaten. Nampaknya, apatisme dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah menjadi faktor kunci sehingga muncul respon yang demikian. Pengalaman

selama ini membuktikan, bahwa setiap kebijakan pemerintah tidak pernah tepat

sasaran, tidak dilakukan secara berkelanjutan, dan apalagi membela kepentingan

masyarakat secara komperhensif.

34

Supanto, Kebijakan Hukum Pidana Mengenai Pelcehan Seksual, (Yogyakarta: PPK UGM dan

Ford Foundation, 1999), hlm.9

Kurang Perh

atian

Pendidikan Re...

Hukum Lemah

VCD Porn

o/Mira

s

Tdk Ada N

orma

Tdk ada Panutan

Kebijakan Lemah

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Tabel 3.19

Persepsi Responden Tentang Penyebab Terjadinya Kekerasan Seksual

Ya Tidak

Page 63: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Sumber: Data Primer 2003

3.3.7 Persepsi Tentang Langkah Orang Tua Menghindari Kekerasan Seksual

Menghadapi kenyataan bahwa dalam segala kondisi sistem sosial masyarakat,

siapapun tidak bisa terlepas dari ancaman tindakan kekerasan seksual, setiap orang

(khususnya perempuan) dituntut untuk senantiasa berhati-hati dan waspada dari

ancaman tindakan kekerasan seksual.

Demikian juga, yang harus dilakukan sebagai orang tua, yang nota bene

merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap anak-anaknya apabila

melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Orang tua, juga sebagai pihak yang

menderita jika anaknya menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itulah, setiap

orang tua harus memiliki langkah-langkah yang terencana dalam mengantisipasi

kemungkinan terjadinya perisitiwa yang bisa merugikan diri dan keluarganya di masa-

masa mendatang.

Diantara langkah-langkah yang harus dipersiapkan oleh orang tua untuk

mengantisipasi terjadinya kekerasan seksual di dalam keluarganya. Menurut persepsi

responden, ada beberapa langkah yang dilakukan orang tua, sebagaimana tergambar

pada tabel 3.20

Page 64: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Tabel 3.20

Persepsi Responden Tentang Langkah Yang Dilakukan Orang Tua

Untuk Menghindarkan Diri dan Keluarga dari Tindakan Kekerasan Seksual

Uraian

Membeka

li anak

dengan

ajaran

agama

yang baik

Memberi

perhatian

dan

pengawas

an

terhadap

tingkah

laku anak

Menghind

arkan

anak-

anakl dari

pergaulan

sosial

yang tidak

baik

Menyarin

g akses

informasi

anak

terhadap

media

massa

Lainnya

N % N % N % N % N %

Ya 371 90.

9

348 85.

3

308 75.

5

265 65.

0

16 3.9

Tidak 37 9.1 60 14.

7

100 24.

5

143 35.

0

392 96.

1

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

Data diatas menunjukkan, langkah-langkah yang harus dilakukan oleh orang tua

adalah (a) membekali anak dengan ajaran agama yang baik sebagai satu langkah

yang harus dilakukan (90,9 persen). (b) memberi perhatian dan pengawasan

terhadap tingkah laku anak (85,3 persen). (c) menghindarkan anak dari pergaulan

sosial yang tidak baik (75,5 persen). Dan (d), menyaring akses informasi anak

terhadap media massa (65,0 persen).

Masih berkaitan dengan hal-hal diatas, menurut persepsi reponden langkah-

langkah yang dilakukan orang tua apabila salah satu anggota keluarganya menjadi

korban kekerasan seksual adalah (a) memberikan dukungan moril (79,4 persen). (b)

memberikan dukungan moril dan senantiasa memberikan motivasi agar tetap

tegar menjalani hidup (85,0 persen).

Page 65: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Sementara, mayoritas responden tidak setuju dengan langkah orang tua yang justru

menyalahkan si korban (98,0 persen), membiarkan si korban (99,3 persen), apalagi

tindakan orang tua yang mengasingkan si korban ke daerah lain (99,3 persen).

Berdasarkan hal ini, maka peran orang tua sangatlah dibutuhkan di saat salah satu

anggota keluarganya menjadi korban kekerasan seksual.

Kemudian, langkah apa yang akan dilakukan oleh orang tua, jika salah satu

anggota keluarganya menjadi pelaku tindakan kekerasan seksual ?, persepsi responden

tentang hal ini tergambar pada tabel 3.21

Tabel 3.21

Persepsi Responden tentang Langkah Yang Dilakukan

Apabila salah satu anggota keluarga Melakukan Kekerasan Seksual

Uraian

Melapor

ke polisi

Menyerah

-kan

kepada

masyarak

at

Menyalah

k-an dan

mengutuk

Melindun

gi

Mengasin

gkan

N % N % N % N % N %

Ya 244 59.

8

109 26.

7

31 7.6 15 3.7 12 2.9

Tidak 164 40.

2

299 73.

3

377 92.

4

393 96.

3

396 97.

1

Jumlah 408 100 408 100 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

Menurut persepsi responden langkah-langkah yang dilakukan orang tua apabila

salah satu anggota keluarganya melakukan kekerasan seksual, adalah dengan

melaporkan ke polisi (59,8 persen). Sebagian besar responden mempunyai persepsi

tidak akan menyerahkan anggota keluarganya yang melakukan kekerasan seksual

kepada masyarakat (73,3 persen). Mayoritas responden juga berpandangan tidak

Page 66: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

akan menyalahkan dan atau mengutuk anggota keluarganya yang melakukan

kekerasan seksual (92,4 persen), apalagi mengasingkan (97,1 persen) dan

melindungi (97,1 persen).

Dipilihanya polisi sebagai tempat tujuan pengaduan, menunjukkan masih

adanya kepercayaan terhadap institusi ini. Setidaknya, dengan menyerahkan kepada

polisi, maka akan dapat menghindarkan dan atau mengeliminasi terjadinya tindakan

penghakiman oleh massa. Bagaimanapun, sebagaimana yang sering diberitakan media

massa, seringkali masyarakat memperlakukan pelaku tindak kejahatan dengan tidak

manusiawi, seperti membakarnya hidup-hidup.

3.3.8. Persepsi Perlakuan Masyarakat Terhadap Korban

Sebagaiman dijelaskan didepan, bahwa tidak semua masyarakat

memperlakukan korban kekerasan seksual seperti perkosaan dengan baik. Lantas

bagaimana seharusnya perlakuan masyarakat terhadap korban tindakan kekerasan

seksual ?, mayoritas responden menyatakan, yang harus dilakukan masyarakat adalah

melindungi korban dan keluarganya sebanyak 80,9 persen reponden menyatakan hal

ini. Langkah lainnya adalah mengupayakan bantuan hukum (88,7 persen).

Persoalan mengupayakan bantuan hukum, sebenarnya belum menjadi

kesadaran secara merata di masyarakat. Khususnya dalam hal langkah-langkah yang

harus dilakukan oleh seseorang ketika berhadapan dengan persoalan-persoalan

hukum. Upaya bantuan hukum, biasanya tidak saja dilakukan melalui mekanisme

Page 67: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

menyewa pengacara, tetapi juga melalui upaya-upaya yang dilakukan oleh LSM-LSM,

seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Tabel 3.22

Persepsi Responden tentang Perlakuan Masyarakat

Terhadap Korban Kekerasan Seksual

Uraian

Melindun

gi korban

dan

kelurga

Mengupa

yakan

bantuan

hukum

Lainnya

N % N % N %

Ya 330 80.

9

362 88.

7

20 4.9

Tidak 78 19.

1

46 11.

3

387 94.

9

Jumlah 408 100 408 100 408 100

Sumber: Data Primer 2003

3.3.8 Persepsi tentang Pihak yang Bertanggungjawab Jika ada Kekerasan Seksual

Korban tindakan kekerasan seksual harus tetap mendapat perhatian,

perlindungan dari masyarakat, dan dibantu dalam mencari bantuan hukum. tetapi,

disisi lain bukan berarti langkah-langkah strategis tidak dilakukan untuk

menghindarkan masyarakat dari ancaman tindakan kekerasan seksual. Karena, yang

ikut bertanggungjawab terhadap terjadinya tindakan tidak saja pelaku tetapi seluruh

elemen masyarakat.

Data pada tabel 3.23 menunjukkan, bahwa pelaku (55,6 persen), korban (40,

2persen), orang tua pelaku/korban (64,7 persen), tokoh masyarakat dan agama (53,2

persen), aparat pemerintah/penegak hukum (51,2 persen), dan semua elemen

Page 68: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

masyarakat (66,7 persen), seharusnya ikut bertanggungjawab atas terjadinya tindakan

kekerasan seksual di tengah-tengah masyarakat.

Jika merujuk data diatas, berarti mayoritas responden sudah mempunyai

kesadaran bahwa kekerasan seksual tidak saja menjadi persoalan domestik sebuah

keluarga, tetapi telah menjadi persoalan bersama seluruh masyarakat, baik

pemerintah, penegak hukum, maupun masyarakat umum. Persoalannya adalah,

bagaimana tanggungjawab bersama ini bisa diaplikasikan dalam sebuah sikap

kebersamaan ?. Tentang hal ini akan dibahas pada bab IV.

55.644.440.2

59.864.7

35.3

53.246.8

51.248.8

66.7

33.3

66.7

33.3

0102030405060708090

100

Pelak

u

Korb

an

Ora

ng Tua

Toma/

Toga

Apar

at

Semua

Lainnya

Tabel 3.23 Persepsi Responden tentang Pihak Yang Ikut

Bertanggungjawab Jika Terjadi Kekerasan Seksual

Ya

Tidak

Page 69: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

BAB IV

PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG MODEL ADVOKASI KEKERASAN SEKSUAL

4.1. Upaya-upaya Merespon Terjadinya Kekerasan Seksual

Banyaknya kasus perkosaan yang terjadi di Klaten, mengundang berbagai

macam respon baik dari pemerintah maupun masyarakat. Respon yang muncul tidak

saja bernada keprihatinan, tetapi juga respon dalam bentuk kepedulian, perhatian dan

atau langkah-langkah yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kekerasan seksual

di tengah masyarakat.

Mengenai langkah atau upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun

masyarakat, di beberapa sisi terdapat karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini tentunya

disebabkan oleh perbedaan kerangka berfikir dalam memahami dan memandang

persoalan kekerasan seksual di Klaten.

4.1.1. Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum

Secara umum, Pemda Klaten menyatakan keprihatinannya atas banyaknyanya

kasus kekerasan seksual yang terjadi di Klaten. Berbagai upayapun dilakukan untuk

merespon kenyataan sosial tersebut. Menururt Mudjono, seorang PNS yang bekerja di

Depsos, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka membangun sistem sosial

masyarakat Klaten yang baik. Upaya-upaya yang dilakukan adalah:

a. Melakukan sosialisasi untuk mengajak masyarakat meningkatkan

kesetiakawanan sosial. Harapan dari progam ini adalah meminimalisir

Page 70: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

terjadinya peristiwa yang menimbulkan ketidaknyamanan, merugikan orang

lain, dan ataupun konflik di tengah masyarakat.

b. Kaitanya dengan kasus-kasus kekerasan seksual, Depsos mensosialisasikan

pemahaman dan pengetahuan tentang seluk beluk alat reproduksi bagi

remaja dan karang taruna, dan termasuk didalamnya adalah pendidikan

seks.

Berlandaskan dua upaya tersebut, Mudjono menyatakan pemerintah melalui

Depsos telah melakukan upaya-upaya pencegahan. Meskipun ia mengakui, upaya

tersebut masih belum terlaksana secara optimal, sinergis dan komperhensif. Karena itu

masih diperlukan dukungan dari upaya yang lain, seperti dari sisi hukum, kesehatan,

sosial dan mental psikologis.

Hari Purnomo dari bidang Pemberdayaan Masyarakat Pemda Klaten

berpendapat, bahwa kuantitas kasus kekerasan seksual di Klaten yang makin

bertambah dari hari ke hari sangatlah ironis jika dikaitkan dengan budaya bangsa

Indonesia yang sudah dikenal memiliki jiwa budaya yang santun dan menjunjung tinggi

etika moral.

Berangkat dari pemikiran tersebut, upaya yang dilakukan oleh bidang

Pemberdayaan Masyarakat adalah melakukan pemberdayaan agar masyarakat tidak

terlalu terpengaruh oleh globalisasi yang di banyak sisi bisa merugikan kebudayaan

Indonesia. Kegiatan pemberdayaan ini dilakukan secara fisik maupun non-fisik. Secara

fisik kegiatan dilakukan dengan memberikan bantuan-bantuan yang sifatnya sarana

dan prasarana pendukung upaya pencegahan tindakan kekerasan di tiap daerah.

Page 71: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Secara non-fisik, misalnya dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara

langsung mengenai permasalahan sosial kemasyarakatan.

Wargiyanto dari Biro Hukum Pemda Klaten mengemukkan upaya-upaya

simultan dan berkelanjutan yang dilakukan selama ini untuk mencegah terjadinya

kekerasan seksual di Klaten tidak lain adalah upaya penegakan hukum. Inilah yang

menjadi latar belakang sehingga Pemda Klaten mengusulkan dibentuknya Perda

(Peraturan Daerah) tentang Antipelacuran dan Antiminuman Keras, dan Perda tentang

Antipornogradi dan Perjudian. Apalagi, menurut Wargiyanto, tindakan kekerasan

seksual terhadap perempuan jelas-jelas melanggar hak asasi manusia, sebagaimana

diatur dalam UUD No. 39 tahun 1999. Jadi bagi Pemda Klaten penegakan hukum

adalah upaya strategis yang harus dilakukan.

Berkaitan dengan upaya penegakan hukum, Sarwatja dari Bidang

Kesbanglinmas Klaten (Keatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat) menambahkan,

upaya-upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan koordinasi yang intensif

antara aparat penegak hukum, yang terdiri dari pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan

Pengadilan. Koordinasi ini penting dilakukan, karena penegakan hukum di Klaten masih

setengah-setengah:

“Selama ini penegak hukum rupa-rupanya masih ewoh pekowoh,

setengah-setengah, separo hati, ora mentolo dan sebagainya. mungkin

ini sudah menjadi budaya bangsa Indonesia…..nah dalam berbuat adil

ini sulit. Mesti ada nuansa nepotismenya. Ini realitas ”

Ungkapan diatas menunjukkan upaya penegakan hukum di Klaten belum

berjalan seperti yang diharapkan. Karena masih ada praktek-praktek KKN dalam proses

Page 72: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

penegakan hukum. Meskipun demikian, bukan berarti proses penegakan hukum di

Klaten tidak dilaksanakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Barozi, dari Polres Klaten,

bahwa selama ini aparat penegak hukum, khususnya polisi, telah melakukan upaya-

upaya dalam merespon terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual. Ada 2 hal, yang telah

dilakukan oleh Polres Klaten, yaitu:

a. Upaya-upaya yang bersifat preventif.

Bentuknya adalah, melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum terhadap

masyarakat. Seperti, penyuluhan tentang bahaya narkoba, minuman

keras, dan bagaimana menjaga diri dari ancaman kejahatan. Penyuluhan

juga dilakukan terhadap pelajar, yang dilakukan dengan menjadi Irup

(Inspektur Upacara) di sekolah-sekolah.

b. Upaya-upaya yang bersifat represif.

Bentuknya adalah melalui operasi-operasi VCD Porno, Minuman Keras,

Narkoba dan PSK liar.

Menurut Barozi, untuk mendukung upaya-upaya diatas dilakukan kordinasi

dengan aparat penegak hukum lainnya, yaitu, Kejaksaan, dan Pengadilan. Koordinasi ini

dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan penegakan hukum dan mencari solusi

bersama agar kasus-kasus seperti kekerasan seksual tidak makin bertambah

kuantitasnya.

Ditambahkan oleh Astriningsih dari Dharma Wanita Klaten, selama ini Dharma

Wanita juga telah melakukan upaya-upaya yang bersifat preventif sebagai bentuk

kepedulian terhadap pergaulan remaja yang semakin bebas. Tetapi upaya-upaya yang

Page 73: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

dilakukan masih dalam bentuk diskusi-diskusi tentang remaja, sex, dan pergaulan

bebas.

Berdasarkan hal-hal diatas, Mudjono dari Depsos Klaten menyimpulkan, Pemda

Klaten dan Aparat Penegak Hukum di Klaten telah melakukan upaya-upaya

penanggulangan dan pencegahan bagi terjadinya kekerasan seksual di Klaten. Bentuk

kepedulian lain dalam masalah ini diwujudkan dengan membentuk TPT (Tempat

Layanan Terpadu) baik medis maupun sosial. Selanjutnya, juga akan dibentuk Jejaring

tindak kekerasan perempuan. Dua lembaga ini difungsikan untuk melakukan

penanganan terhadap korban dalam rangka mencari informasi dari berbagai pihak

dalam upaya mencegah hal-hal yang diakibatkan oleh tindakan kekerasan.

Hal-hal diatas adalah bentuk-bentuk upaya yang telah dilakukan oleh Pemda

Klaten merespon terjadinya kekerasan seksual, dalam pelaksanaannya dianggap

aparatnya tidak mengalami banyak kendala. Bagaimana tanggapan masyarakat

terhadap upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam merespon kekerasan seksual

di Klaten ?

Menanggapi tingkat keberhasilan pelaksanaan program-program yang

dilakukan oleh Pemda Klaten, Muslih, mahasiswa sebuah PTS di Klaten menyatakan

pesimismenya;

“ Pemerintah Klaten selama ini hanya menggunakannya sebagai proyek.

Seperti, untuk menanggulangi banjir, maka yang dibuat hanya

bendungannya saja, bukannya mencari apa penyebab banjir ini.

Demikian juga dengan penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh

pemerintah, yang tidak menyentuh aspek-aspek tentang langkah-

langkah konkrit yang harus dilakukan oleh masyarakat”.

Page 74: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Lebih jauh menurut Yulius, seorang guru swasta di Klaten, sampai saat ini ia

tidak mengetahui adanya upaya-upaya khusus yang dilakukan pemerintah dalam

merespon maraknya kekerasan seksual di Klaten. Adanya upaya-upaya represif, seperti

operasi miras, VCD Porno dan PSK liar, memang bermanfaat, tetapi persoalannya

dalam kasus maraknya kekerasan seksual yang terjadi, yang mendesak untuk dibangun

dan diperbaiki adalah bangunan sistem sosial dalam masyarakat. Inilah yang dalam

prakteknya kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Selian hal-hal diatas, menurut Farid, seorang aktivis karang taruna, masyarakat

sering menyoroti tentang kasus-kasus kejahatan/kriminal yang dalam penyelesaiannya

selalu putus di jalan, penyelesainnya seperti apa seringkali tidak terpantau oleh

masyarakat. Hal ini berakibat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap upaya

penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat hukum.

Adanya indikasi praktek KKN di tingkat aparat penegak hukum, makin

menyurutkan kepercayaan masyarakat terhadap keseriusan pemerintah dalam

penegakan hukum. Menurut Ahmad, aktivis sebuah LSM di Klaten, dalam kasus-kasus

perkosaan dan ataupun pencabulan, tuntutannya sangatlah minim bahkan tidak

sampai setengahnya. Ia menyatakan lebih lanjut:

“ Saya pernah melihat sendiri, terjadinya suap sebuah kasus

perkosaan, yang seharusnya dihukum 7 tahun, hanya diganti dengan

Rp. 200.000 kasusnya bisa selesai.”

Hal-hal diatas antara lain telah memicu surutnya ketidakpercayaan masyarakat

terhadap peran-peran yang dilakukan oleh pemerintah dan ataupun aparat penegak

hukum. Siti Rahayu, seorang dosen PTS di Klaten bahkan menyatakan:

Page 75: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

“ Selama penegak hukumnya masih seperti sekarang ini, maka kasus-

kasus seperti kekerasan seksual akan terus terjadi. ”

Sebuah kritikan dilontarkan oleh Musa Asyari, seorang akademisi dan juga

wiraswasta menanggapi peran dan upaya pemerintah dalam merespon terjadinya

kekerasan seksual di Klaten. menurutnya:

“ Apa (pemerintah) masih punya peran?. Pemerintah itu sibuk

memikirkan diri mereka sendiri. Bagaimana mau berpikir untuk rakyat?.

Misal, bupati atau DPRD yang dalam mempertahankan kekuasaannya

saja sulit, apalagi untuk berpikir bagaimana rakyat ? “

Kritikan diatas dilandasi sebuah pemikiran bahwa, sistem sosial masyarakat

Indonesia,secara keseluruhan adalah sedang sakit. Maraknya, bentuk-bentuk

kemaksiatan seperti halnya narkoba, miras merupakan potret dari sebuah masyarakat

yang sakit. Jadi, upaya-upaya apapun yang dilakukan oleh pemerintah dianggap tidak

akan dapat menyelesaikan masalah.

Jika diambil blue print, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam

merespon terjadinya kekerasan seksual di Klaten, apa-apa yang dilakukan oleh

pemerintah ternyata tidak tersosialisasikan secara baik kepada masyarakat, sehingga

yang kemudian muncul dalam persepsi masyarakat adalah pemerintah belum

melakukan upaya-upaya yang strategis dan sepsifik dalam merespon persoalan

kekerasan seksual di Klaten.

Tidak tersosialisasinya upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemda Klaten kepada

masyarakat, anatara lain disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

1. Kurangnya sosialisasi terhadap program-program yang dilakukan.

Akibatnya, terjadi mis-komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Page 76: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

2. Program yang dilakukan tidak tepat sasaran. Ini antara lain disebabkan

kesalahan dalam menetapkan skala prioritas masyarakat sasaran.

3. Tidak adanya perencanaan strategis program yang bersifat berkelanjutan.

Ini terkadang dipengaruhi oleh program yang bersifat proyek, sehingga

ketika anggarannya habis maka programnya-pun berhenti.

4. Belum membudayanya akuntabilitas publik. Hal inilah yang menjadi kan

pemerintah tidak informatif terhadap masyarakat. Padahal, sudah menjadi

hak masyarakat untuk mengetahui dan terlibat dalam perumusan setiap

bentuk kebijakan pemerintah.

Hal-hal diatas telah menyebabkan masyarakat less-informed terhadap berbagai

upaya yang dilakukan Pemda Klaten. Maka, cukup wajar kiranya jika dinyatakan bahwa

Pemda Klaten sebenarnya belum mempunyai prioritas perhatian yang khusus dalam

merespon maraknya kasus kekerasan seksual di Klaten, apalagi, jika ingin menjadikan

persoalan kekerasan seksual di Klaten sebagai persoalan bersama seluruh masyarakat

4.1.2. Masyarakat

Pada pembahasan bab III dinyatakan bahwa mayoritas responden mengetahui

terjadinya kekerasan seksual di Klaten adalah dari pemberitaan media massa. Untuk itu

sebelum membahas secara lebih mendalam tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh

masyarakat, terlebih dahulu dipaparkan tentang respon masyarakat terhadap

pemberitaan media massa berkaitan dengan kasus-kasus kekerasan seksual di Klaten.

Page 77: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Respon terhadap pemberitaan media massa, ternyata juga berpengaruh

terhadap bangunan pemikiran tentang langkah-langkah yang dilakukan masyarakat

dalam merespon terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di Klaten.

a. Respon Terhadap Pemberitaan Media Massa

Respon masyarakat Klaten menanggapi maraknya kasus-kasus kekerasan

seksual di Klaten, cukup beragam. Phan Bhin Thon, seorang pendeta di Klaten

meyakini semua masyarakat Klaten mengetahui tentang fenomena ini, meskipun

cara mensikapinya berbeda-beda. Tetapi menurutnya, masyarakat lebih

menganggap persoalan kekerasan yang terjadi sebagai suatu hal yang biasa. Ia

mengajukan alasan:

“ Peristiwa Mei tahun 1998, telah memunculkan image yang kuat

bahwa bangsa kita adalah bangsa yang penuh kekerasan dan

konflik. Dan itu tidak pernah terselesaikan. Jadi, kekerasan-pun

sudah dianggap biasa dan wajar. Orang mati disana sini tidak ada

harganya, jadi orang bosan membicarakannya “.

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Agus, seorang dosen swasta,

menurutnya jika dilihat dari kondisi masyarakat Klaten secara umum, terjadinya

kekerasan seksual ditanggapi adalah hal yang biasa. Memang, hal ini merupakan

kondisi yang tidak normal, dimana tingkah laku individu dalam berinteraksi sosial

mulai mengabaikan batasan-batasan norma dan susila.

“Sekarang ini, kita sering melihat anak muda-mudi berjalan

(berpelukan) di jalan tanpa rasa malu. Fenomena yang kecil seperti ini,

berakibat memunculkan image di masyarakat, apabila ada perkosaan

Page 78: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

atau hamil di luar nikah, hal itu wajar adanya karena memang dalam

pergaulannya sudah sedemikian bebas dan berani”

Meskipun demikian, banyak yang berpendapat maraknya kekerasan seksual

yang terjadi di Klaten, sebenarnya juga terjadi di daerah lain, dan bahkan lebih

banyak kasusnya. Tetapi karena tidak terekspos oleh media massa, hal tersebut tidak

banyak diketahui oleh publik.

Dalam kaitan ini, Joko seorang wiraswasta menyatakan, pemberitaan media

massa tidak selamanya benar, karena terkadang tidak bisa mewakili kejadian

sebenarnya. Meskipun begitu, ia mengakui apa yang diberitakan media massa

tentang terjadinya banyak kasus kekerasan seksual di Klaten lebih banyak

kebenarannya. Di sisi lain, menurut Yulius masih ada kemungkinan lain bahwa

kasus yang terungkap dan diekspos oleh media massa hanyalah sebagian kecil,

padahal sesungguhnya kasusnya sangat banyak, tetapi karena tidak dilaporkan dan

atau tercium media massa maka kasusnya tidak diketahui oleh publik.

Lebih lanjut Joko mengemukakan tentang hikmah dari pemberitaan media

massa:

“Justru berita itu bermanfaat kalau mau mengambil hikmahnya.

Karena kalau berita itu tidak muncul, mungkin masyarakat Klaten tidak

tahu, pemerintah tidak tahu, sehingga tidak ada tindakan apa-apa “.

Adanya tanggapan yang beragam terhadap pemberitaan media massa, yang di

satu sisi media massa dianggap berperan dalam memberikan image yang kurang baik

terhadap daerah Klaten secara umum, tetapi di sisi lain, media massa dianggap

Page 79: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

penting untuk memberikan shock therapy kepada masyarakat dan ataupun pemerintah

dalam memberikan gambaran persoalan-persoalan sosial-kemasyarakatan yang harus

direspon, disikapi dan diselesaikan.

Munculnya keprihatinan dan kepedulian masyarakat dan pemerintah

menanggapi persoalan kekerasan seksual di Klaten, antara lain bersumber dari

pemberitaan dan informasi yang sampaikan media massa. Asih, seorang penyiar radio

swasta di Klaten menyatakan:

“ Saya prihatin kalau mendengar kasus kekerasan seksual yang diekspos

di media massa. Kadang saya suka gimana gitu ya. Sebagai perempuan

merasa khawatir, apalagi saya bekerja, dan kadang-kadang pulang

malam, saya was-was banget, nggak nyaman gitu. Saya ini tinggal di sini

(Klaten), dan saya ingin merasa nyaman “

Jazuli, seorang tokoh OKP menyayangkan saat ini di Klaten belum ada media

massa yang memberikan informasi yang balance dalam kasus-kasus kekerasan

seksual. Sehingga informasi yang diterima masyarakat tidak ada media

pembandingnya. Menurutnya, Pemberitaan media massa tentang kasus-kasus

kekerasan seksual tidak saja menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi

masyarakat dan pemerintah untuk melakukan upaya-upaya preventif dan represif,

tetapi di sisi lain justru turut meningkatkan kuantitas terjadinya kekerasan seksual

di Klaten. Sebagaimana diungkapkan Nata, salah seorang pengacara di Klaten,

bahwa secara kuantitas, terjadinya tindakan kekerasan seksual terhadap perempuan

di Klaten sudah kritis.

Menanggapi hal ini, secara terang-terangan Phan Bhin Thon, menyatakan:

Page 80: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

“ Di masa yang akan datang, kekerasan seksual malah tambah banyak.

Bagaimana kita membendung pornografi, sedangkan VCD merajalela,

anak muda tidak mampu mengendalikan gejolak seksualnya, situasi

masyarakat belum banyak berubah, dan hanya perempuan yang

disalahkan.”

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa kekerasan seksual dari waktu ke waktu

makin bertambah. Wajar kiranya jika semua elemen masyarakat merasakan

keprihatinan yang mendalam mensikapi fenomena yang terjadi, dan berharap hal

tersebut tidak akan menimpa diri dan keluarganya. Selain jelas-jelas melanggar HAM,

hal tersebut dianggap sangat meresahkan dan mengurangi kenyamanan masyarakat

dalam menjalankan aktivitas kesehariannya.

Benang biru dari keragaman respon masyarakat terhadap pemberitaan media

massa, jika dilihat dari sisi kebutuhan akses informasi masyarakat, media massa tentu

sangatlah penting. Selain sebagai media informasi, media massa juga cukup efektif

dalam melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap kebijakan-kebijakan

pemerintah yang tidak sesuai dengan aturan main yang berlaku.

Tetapi, di sisi lain masyarakat menyadari dalam kasus kekerasan seksual di

Klaten, pemberitaan media massa yang ada mempunyai dua sisi yang bertolak

belakang. Di satu sisi, pemberitaan media massa mempunyai peranan dalam

memberikan warning kepada masyarakat agar senantiasa waspada terhadap ancaman

terjadinya kekerasan seksual. Di sisi lain, pemberitaan media massa yang tidak

berimbang berakibat tidak baik terhadap bangunan kesadaran masyarakat secara

umum. Sehingga justru menimbulkan inspirasi negatif untuk melakukan tindakan

Page 81: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

kejahatan, apalagi jika pembacanya tidak memiliki kesadaran kritis dalam mencerna

dan memaknai sebuah pemberitaan media massa.

Selain itu, secara umum pemberitaan media massa dalam kasus kekerasan

seksual juga dianggap mempunyai peranan dalam membangun image negatif tentang

Klaten. Karena itulah, masyarakat sepakat dilakukannya kontrol dan pengawasan serius

dan kritis terhadap pemberitaan media massa.

b. Upaya Masyarakat

Pada bab III telah dipaparkan persepsi responden tentang penyebab terjadinya

kekerasan seksual di Klaten. Bahwa, mayoritas responden menyatakan, sebab yang

melatarbelakangi terjadinya kekerasan seksual di klaten adalah pengaruh VCD porno,

Minuman Keras/Narkoba. Sedangkan, dari kasus-kasus yang telah terjadi kebanyakan

korban ataupun pelakunya adalah anak-anak.

Menurut Ahmad, seorang aktivis LSM di Klaten ;

“ Latar belakang kejadian itu bermacam-macam, ada yang karena

VCD porno, ada juga yang karena melihat VCD porno tapi kebetulan

melihat kambing kawin.”

Kenyataan diatas tentu sangatlah memprihatinkan. Hal yang perlu mendapat

perhatian adalah kemudahan akses masyarakat Klaten untuk mendapatkan VCD

porno. Di Klaten, tidak saja orang dewasa yang mempunyai kemampuan untuk

mengakses VCD Porno, tetapi juga pelajar, dan bahkan anak SD sekalipun.

Secara geografis, Klaten berada diantara Yogyakarta dan Solo, yang dalam

perkembangan akses informasi Klaten tidak terlalu ketinggalan dibanding kedua

daerah tersebut. Kondisi yang demikian, di satu sisi bermanfaat bagi Klaten dalam

Page 82: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

mengembangkan potensi daerahnya, tetapi di sisi lain juga memunculkan

permasalahan ketika masyarakat tidak mampu mengimbangi perkembangan pesat

kedua kota yang mengapitnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Jazuli:

“Klaten adalah suatu tempat yang dikepung kebudayaan lain

(Yogyakarta dan Solo), sebagai penyangga ditengah ternyata Klaten

tidak siap untuk mengimbangi pengaruh-pengaruh yang

dihembuskan oleh perkembangan kebudayaan di kedua daerah

tersebut ”

Ungkapan diatas setidaknya menunjukkan bahwa secara sosiologis Klaten

merupakan sebuah daerah yang telah akrab dengan produk-produk modern, baik

dalam hal sumber informasi, perkembangan fashion, makanan, dan gaya hidup. Maka,

sudah semestinya kenyataan demikian mendapatkan perhatian serius dari pemerintah

untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan negatif yang timbul akibat pesatnya

perkembangan informasi, teknologi dan gaya hidup modern.

Memang, upaya-upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak

hukum di Klaten dengan melakukan razia VCD Porno/minuman keras/narkoba,

memberikan penyuluhan-penyuluhan, dan sebagainya. tetapi, sebagaimana

dipaparkan didepan, hal belum membuahkan hasil yang maksimal. Merespon keadaan

yang demikian, Joko berpendapat;

“ Menurut saya, kalau kita terlalu mengharapkan pemerintah nanti kita

terlalu kecewa. Kita mulai dari diri sendiri, dari yang kecil dan mulai dari

sekarang. Pemerintah itu kan yang harus dipikir banyak. Saya mau jujur

pemerintah kita itu sudah jelas susah, tetapi apa kita harus diam ? ”

Page 83: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Senada, Heri seorang aktivis Partai Politik mengungkapkan, sangat sulit kalau

hanya mengharapkan peran pemerintah, karena kekerasan ini terjadi di masyarakat.

Jadi, masyarakat sendiri yanga harus memberantas.

“Kita berharap dari peran masyarakat sendiri. Kalau masyarakat sudah

mempunyai kesadaran untuk ikut serta, karena berkaitan erat dengan

kehidupan mereka, secara otomatis akan punya preasure-preasure

terhadap perilaku yang berkembang di lingkungannya”

Sebagai warga negara yang baik, di tengah kondisi bangsa seperti sekarang ini,

hal yang lebih strategis dan bermanfaat untuk dilakukan, menurut Joko;

Kita harus bertanya apa yang bisa kita berikan pada pemerintah dari

kita masing-masing, dari keluarga, lembaga, masyarakat. Jadi, jangan

hanya menuntut. Karena pemerintah sendiri mengaharapkan lembaga-

lembaga seperti lembaga agama ikut berperan mendidik umatnya,

supaya mental kita ini dibenarkan, supaya menjadi pribadi yang baik,

keluarga yang baik, dan masyarakat yang baik sehingga negara juga

baik.

Meskipun demikian, bukan kemudian pemerintah melepaskan

tanggungjawabnya. Jadi apa yang dilakukan oleh masyararakat, lebih pada tataran

membangun sebuah kebersamaan dalam merespon persoalan yang mengancam dan

merugikan kepentingan masyarakat secara bersama-sama. Ada semacam kesadaran

tentang keterbatasan peran pemerintah daerah, karenanya masyarakat-pun harus

Page 84: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

bergerak dan mempunyai agenda tersendiri dalam membangun dan memberdayakan

lingkungan sosialnya.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat, baik dalam kapasitas

sebagai tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat umum antara lain,

seperti yang dilakukan oleh GKI Klaten melalui khotbah di gereja, dengan mengangkat

tentang Klaten yang menjadi daerah nomor satu di Jawa Tengah dalam hal jumlah

kekerasan seksual yang terjadi. Selain itu, upaya-upaya juga dilakukan dalam bentuk-

bentuk diskusi tentang gender dan kekerasan terhadap perempuan, seperti yang

dilakukan oleh Ni’mah, dari Nasyatul Aisyiyah Klaten.

Secara umum, wacana kekerasan seksual belum menjadi prioritas spesifik

perhatian masyarakat. Selama ini, respon kepedulian yang ditunjukkan oleh

masyarakat Klaten berkaitan dengan terjadinya beberapa kasus kekerasan seksual lebih

bersifat individual. Masyarakat lebih memilih melakukan upaya preventif secara

individual agar terhindar dari tindakan kekerasan seksual, sebagai korban ataupun

pelaku. Fenomena demikian, sebenarnya sebuah konstruksi sosial yang biasa di dalam

masyarakat Indonesia saat ini.

Jadi, upaya-upaya yang bersifat membangun kebersamaan, penyamaan

persepsi tentang agenda bersama untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di

masyarakat belum dilakukan, yang ada hanyalah himbauan agar orang tua memberikan

perhatian dan pengawasan kepada anak-anaknya agar tidak terjebak pada pergaulan

yang bebas, atau seruan-seruan lain untuk memperkuat mental dan agama agar

terhindar dari perbuatan-perbuatan tercela, asusila dan merugikan orang lain.

Page 85: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Himbauan-himbauan semacam ini banyak ditemukan dalam khutbah Jum’at, khutbah

di gereja, pengajian-pengajian, dan sebagainya.

Padahal, yang harus diketahui oleh masyarakat tidak saja persoalan kewajiban

untuk menjaga keluarganya agar tidak terjerumus pada perbuatan tercela, asusila, dan

merugikan orang lain , tetapi persoalannya adalah bagaimana cara melakukan

kewajiban itu ?, pengetahuan, pemahaman dan kesadaran apa yang dibutuhkan untuk

melakukan kewajiban tersebut?, bagaimana cara membangun sebuah mentalitas yang

baik ?, apakah mental dan agama saja sudah cukup ?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang sebenarnya menjadi persolan bagi

masyarakat. Disinilah masyarakat memiliki kendala-kendala dalam melaksanakan

himbauan-himbauan ataupun seruan-seruan tersebut. Kendala paling besar dan sangat

mendasar yang dihadapi kebanyakan masyarakat adalah kesadaran, pengetahuan dan

pemahaman.

Upaya untuk menyingkirkan kendala-kendala tersebut tentunya tidak akan bisa

dilakukan secara individual, melainkan membutuhkan upaya-upaya pemberdayaan

yang dilakukan oleh dan bagi masyarakat itu sendiri. Disinilah, sebuah bangunan

kebersamaan, solidaritas dan kepedulian dalam memaknai sebuah persoalan bersama

diperlukan dalam upaya menyingkirkan kendala-kendala yang ada.

c. Kesadaran yang Dibutuhkan Masyarakat

Selain upaya-upaya untuk mengikis individualisme masyarakat, dan

meningkatkan solidaritas sosial, hal lain yang juga mendesak untuk dilakukan adalah

Page 86: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang

pemasalahan yang melingkupi kasus-kasus kekerasan seksual.

1. Pentingnya Pendidikan Seks

Semua responden dalam penelitian ini menyatakan, saat ini masyarakat

membutuhkan yang namanya pendidikan seks. Pendidikan sex, sampai saat ini belum

banyak dibahas dalam kurikulum sekolah. Kurikulum pendidikan sekolah yang ada

belum memberikan kontribusi yang berarti dalam memberikan pendidikan sex bagi

anak-anak.

Dengan adanya pendidikan seks, diharapkan akan mendekonstruksi

pemahaman masyarakat secara umum, yang masih menganggap sex sebagai hal yang

tabu untuk diperbincangkan. Tentunya untuk melakukan hal ini, tidak saja menjadi

tanggungjawab masyarakat, tetapi harus juga didukung oleh kebijakan pemerintah.

Sebagaimana yang pernah dilakukan Susanto dari PMI (Palang Merah

Indonesia) Klaten, yang mempunyai program Pendidikan Remaja Sebaya (PRS). Materi

dari program ini adalah permasalahan remaja, seperti pendidikan seks dan obat-

obatan. Tetapi, dalam pelaksanaannya program ini memang belum tersosialisasi secara

luas, sehingga hanya kelompok-kelompok kecil masyarakat yang bisa mengaksesnya.

2. Pentingnya Pendidikan Budi Pekerti dan Agama

Selain pendidikan seks yang belum mendapatkan perhatian serius dalam

kurikulum pendidikan, menurut berbagai sumber dalam penelitian ini pendidikan

Page 87: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

budi pekerti juga mengalami hal sama. Padahal, pendidikan tentang budi pekerti

sangat dibutuhkan oleh seseorang sebagai pedoman dan pegangan dalam

melakukan komunikasi dan atau berinteraksi dengan orang lain, baik di dalam

keluarga maupun di dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap orang dituntut

masyarakat untuk memiliki budi pekerti yang baik. Berbudi pekerti merupakan

benteng dasar bagi seseorang agar terhindar dari perbuatah-perbuatan yang tidak

baik dan merugikan orang lain.

Demikian juga dengan pendidikan agama. Semua masyarakat pasti tidak ada

yang menyangkal akan pentingnya pendidikan agama bagi seseorang dalam

menjalani hidup. Masalahnya adalah seberapa besar porsi pendidikan agama yang

diberikan baik oleh orang tua maupun lembaga-lembaga pendidikan yang ada.

Menurut Jazuli, yang juga aktif sebagai anggota Dewan Pendidikan Klaten, tingkat

pendidikan agama seseorang berpengaruh pada tindakan-tindakan yang

dilakukannya. Dalam kasus kekerasan seksual menurutnya sedikit banyak pasti

dipengaruhi oleh kualitas pendidikan agama yang dimiliki oleh orang yang

melakukannya.Ia berpendapat:

“Klaten adalah salah satu daerah karesidenan di Surakarta yang terkecil

dalam tingkat pengembangan pendidikan keagamaan. Dalam sudut

tertentu dilihat dari jumlah lembaga pendidikannya, Klaten adalah

terkecil di Jawa Tengah, dan sampai saat ini Klaten belum memiliki

lembaga-lembaga tinggi Islam yang mencukupi sebagaimana ditempat

lain. Sehingga aspek agama sangat mempengaruhi tumbuhnya perilaku

perubahan masyarakat terhadap perempuan.

Menurut pengamatannya, saat ini masih sangat minim masyarakat Klaten yang

menyekolahkan anaknya di sekolah yang berkonsentrasi di bidang keagamaan. Ia

Page 88: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

mencontohkan pondok pesantren yang dikelolanya, bahwa anak-anak pondok

pesantren hanya sekitar 10 % yang berasal dari Klaten selebihnya dari luar. Padahal,

pendidikan di pondok pesantrennya sudah disamakan, sarana dan prasarananya sudah

mencukupi. Selain itu, yang menyebabkan pemahaman keagamaan masyarakat Klaten

kurang juga dipicu karena Klaten bukan tempat sejarah pengembangan agama.

Apa yang diungkapkan oleh Jazuli diatas, memang tidak bisa dijadikan tolok

ukur tentang pengembangan pendidikan agama di Klaten. Tetapi, setidaknya ungkapan

diatas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan agama bagi seseorang dalam

menjalani hidup di masyarakat.

3. Perlunya Membangun Kepedulian Masyarakat

Dalam merespon terjadinya kekerasan seksual di Klaten, masyarakat

membutuhkan kepedulian dari seluruh elemen masyarakat. Tanpa kepedulian bersama

masalah kekerasan seksual hanya akan menjadi persoalan individu. Individu adalah

anggota dari sebuah sistem sosial, karenanya mempunyai tanggungjawab bersama

untuk melakukan ataupun mensikapi suatu persoalan termasuk di dalamnya adalah

mensikapi maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Klaten.

Bentuk kepedulian dapat diwujudkan dengan melakukan upaya pemberdayaan

untuk membongkar paradigma masyarakat agar memiliki keberanian dalam

mengungkapkan suatu musibah yang menimpa. Seperti dalam kasus pemerkosaan,

banyak keluarga yang menjadi korban tidak mau kasus yang menimpanya dilaporkan.

Page 89: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Bentuk kepedulian lain yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah adanya

kelompok-kelompok masyarakat peduli yang mau melakukan sosialisasi kepada

masyarakat, tentang :

a. Pentingnya kesadaran bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan yang

negatif dan merugikan masyarakat.

b. Pentingnya kesadaran tentang peranan keluarga dalam mengantisipasi

pengaruh-pengaruh lingkungan yang tidak baik bagi perkembangan anak.

c. Kesadaran agar masyarakat bersama-sama membangun lingkungan yang baik

dan mempunyai kepedulian sosial yang tinggi.

d. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan kritis tentang seks

e. Kesadaran tentang pentingnya solidaritas masyarakat.

f. Kesadaran tentang pentingnya melakukan kontrol terhadap media massa, agar

lebih sensitif dalam pemberitaan tentang perempuan.

g. Kesadaran tentang perlunya pendidikan kritis gender bagi laki-laki maupun

perempuan

Peran-peran kepedulian tersebut, diharapkan muncul dari para tokoh-tokoh

agama, tokoh masyarakat, ataupun dari peran-peran organisasi kemasyarakatan.

Karena melalui kelompok-kelompok kecil masyarakat yang peduli dalam persoalan

kekerasan seksual diharapkan akan mempengaruhi kelompok-kelompok masyarakat

lainnya. Sehingga dalam jangka panjang diharapkan muncul kelompok-kelompok

masyarakat yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan kuat terhadap fenomena

Page 90: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

sosial sekitarnya, khususnya kepedulian yang berkaitan dengan terjadinya kekerasan

terhadap perempuan di masyarakat.

4.2. Model-model Advokasi

Data-data temuan dalam penelitian ini secara umum dapat digambarkan;

Pertama, peran-peran pemerintah dalam merespon kasus-kasus kekerasan seksual

belum cukup tersosialisasikan kepada masyarakat. Selain itu, juga belum ada focusing

terhadap persoalan kekerasan seksual di Klaten. Dari sisi hukum, persoalan komitmen

penegakan hukum dan konsistensi dalam menjalankan program belum maksimal

dilakukan, terbukti image negatif aparat hukum masih melekat kuat dalam

pemahaman masyarakat.

Kedua, kenyataan diatas di sisi lain ternyata memunculkan kesadaran di tingkat

masyarakat untuk melakukan upaya-upaya tanpa harus bergantung dan berharap

banyak kepada peran-peran pemerintah. Meskipun demikian, kasus-kasus kekerasan

seksual yang terjadi belum menjadi prioritas perhatian bagi masyarakat. Sehingga

kepedulian dalam menanggapi kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi lebih

bersifat individual, yaitu bagaimana menyelamatkan diri dan keluarga dari ancaman

tindakan kekerasan seksual. Memang, secara umum langkah-langkah antisipatif dan

preventif telah dilakukan, tetapi kebanyakan masih terbatas dalam forum-forum

diskusi ataupun seruan-seruan melalui media ceramah keagamaan seperti pengajian,

khutbah-khutbah di gereja atau masjid.

Keempat, masyarakat, pemerintah, dan aparat penegak hukum masih

mengalami kendala-kendala kesadaran, pengetahuan dan pemahaman tentang wacana

Page 91: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

gender, HAM perempuan, dan khususnya tentang kekerasan terhadap perempuan.

Sementara, di tingkat kebijakan publik masih ada kendala strukutural, sehingga wujud

political will pemerintah dalam merespon persoalan kekerasan terhadap perempuan

secara umum belum banyak dilakukan. Meskipun perangkat perundang-undangan

yang dimiliki sudah mendukung.

Berdasarkan hal-hal diatas, persoalan kekerasan seksual di Klaten bila ditinjau

dari berbagai sudut memang merupakan sebuah persoalan yang sangat kompleks. Hal

yang melatarbelakangi terjadinya banyak kekerasan seksual di Klaten, tidak saja

dipengaruhi oleh vcd porno, minuman keras, maupun pengaruh negatif lokalisasi-

lokalisasi liar yang ada, tetapi dalam tataran yang lebih besar juga dipengaruhi oleh

bangunan sistem sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat itu sendiri. Tetapi

bagaimanapun kompleksnya persoalan kekerasan seksual di Klaten tetap diperlukan

upaya-upaya melakukan langkah-langkah untuk menanggulanginya secara bersama-

sama.

4.2.1 Advokasi dengan Pendekatan Strukutral

Sebagaiamana diketahui, terdapat banyak pengertian tentang advokasi. Mulai

dari yang sangat sederhana seperti, kegiatan unjuk rasa, protes, dan semacamnya

sampai pada pegertian yang lebih majemuk sebagai media mobilisasi pendapat umum,

sarana pernyataan politik, proses pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat,

alat perubahan sosial dan sebagainya.35

35 Roem Topatimasang dkk, Merubah Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Psuataka Pelajar, Insist,

ReaD, 2000) hlm.40

Page 92: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Karena subyeknya adalah pemerintah dan aparat penegak hukum, maka

advokasi dengan pendekatan struktural ini lebih tepat dimaknai sebagai upaya

mengimplementasikan dan menegakkan peraturan perundang-undangan yang ada.

Dalam kasus kekerasan seksual di Klaten bentuk advokasinya adalah melakukan

upaya preventif dan represif yang didasarkan pada peraturan perundang-undang yang

berlaku. Upaya-upaya semacam ini menunjukkan pemerintah/aparat penegak hukum

berusaha menjadi perangkat kelembagaan dan pelaksana dari isi hukum yang berlaku.

Tetapi yang sering menimbulkan persoalan, upaya tersebut hanya dilakukan

secara insidental dan terkadang tidak melalui perencanaan strategis. Hasilnya, tentu

saja tidak maksimal. Sebagai buktinya, kasus-kasus kekerasan seksual tidak makin surut

jumlahnya, tetapi justru sebaliknya makin hari makin bertambah.

Di sisi lain, perangkat perundang-undangan yang dimiliki oleh pemerintah pada

saat pembuatannya tidak banyak melibatkan masyarakat, sehingga upaya-upaya

penegakan hukum yang dilakukan tidak mendapat dukungan yang berarti dari

masyarakat. Selain itu, pemerintah juga menghadapi kendala dalam hal penguasaan

permasalahan. Masih rendahnya pemahaman dan pengetahuan tentang HAM, Gender

dan persoalan-persoalan yang melingkupi kekerasan terhadap perempuan makin

mengecilkan bobot kekuatan dari advokasi yang dilakukan. Hal ini tercermin dalam

penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, yang tidak didasari oleh pemahaman yang

kontekstual terhadap permasalahan yang berkembang.

Advokasi ini sebenarnya mempunyai kelebihan apabila perangkat kelembagaan

dan pelaksana isi hukum mempunyai komitmen yang kuat dalam penegakan hukum.

Page 93: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Tetapi diakui atau tidak, justru prasyarat itulah yang menjadi kelemahan aparat

pemerintah dan penegak hukum di Indonesia. Sehingga, jika tujaun advokasi yang

dilakukan adalah untuk merubah budaya hukum masyarakat, maka hal tersebut tidak

akan pernah dapat tercapai. Apalagi bila kendala-kendala pengetahuan belum dapat

dilewati.

Tabel 4.1

Advokasi dengan Pendekatan Struktural

Kendala-kendala pengetahuan, Kurangnya Partisipasi

Masyarakat,

pemahaman, kesadaran, sosial, Kurangnya dukungan

masyarakat

Rendahnya komitmen Rendahnya

kesadaran

penegakan hukum hukum masyarakat

4.2.2 Advokasi dengan Pendekatan Kelompok Terorganisir

Peraturan Perundang-

PEMERINTAH

Kasus Kasus Kasus

Page 94: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Maksud dari advokasi dengan pendekatan ini adalah, melakukan upaya-upaya

pemberdayaan masyarakat melalui kelompok-kelompok terorganisir yang ada di dalam

masyarakat. Sasaran dari advokasi ini adalah masyarakat yang menjadi anggota dari

kelompok terorganisir tersebut. Target dari advokasi ini bukanlah untuk melakukan

perubahan kebijakan, tetapi lebih bersifat sosialisasi ide, kampanye dan pembentukan

opini publik.

Proses advokasi dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok peduli.

Proses ini dilakukan melalui forum-forum diskusi, seminar, maupun pelatihan. Diantara

kelompok-kelompok yang biasanya diadvokasi adalah kelompok yang mempunyai latar

belakang politik, keagamaan, sosial kemasyarakatan, ekonomi, budaya dan lain

sebagainya. Bentuk-bentuknya antara lain Organisasi kemasyarakatan (ormas),

Organisasi Kepemudaan (OKP), dan Organisasi Sosial Politik (Orsospol).

Tabel 4.2

Advokasi dengan Pedekatan Kelompok Terorganisir

Upaya-upaya Sosialisasi, Pendidikan

menyingkirkan Kritis Gender dan HAM

kendala-kendala

Kendala-kendala pengetahuan, pemahaman, kesadaran, strktural,

sosial, ekonomi dan budaya.

KELOMPOK SASARAN

Page 95: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Mengapa upaya pembedayaan melalui sosialisasi, kampanye dan pembentukan

opini publik dilakukan melalui kelompok yang demikian?. Alasannya adalah cara ini

dianggap effektif, efisien dan sasarannya jelas. Sehingga untuk menetapkan indikator-

indikator keberhasilannya lebih mudah dan terukur. Hal ini berbeda apabila sasarannya

masyarakat secara umum, karena akan sangat sulit mengukur indikator-indikator

keberhasilannya.

Persoalannya adalah, advokasi dengan sasaran awal adalah para anggota

kelompok-kelompok tersebut biasanya tidak dapat diakses keseluruhan oleh pihak-

pihak yang melakukan advokasi. Kendala ini, kemudian disiasati dengan melakukan

pemberdayaan terhadap beberapa orang yang dianggap menonjol dan mempunyai

kemampuan untuk melakukan proses sosialisasi dan mobilisasi di kelompoknya.

Biasanya para pengurus kelompok/organisasi-lah yang diberdayakan. Karena dianggap

lebih mempunyai kekuatan ‘politis’, kapabilitas dan pengalaman dalam melakukan

sosialisasi dan mobilisasi anggotanya.

Alhasil, proses sosialisasi dan mobilisasi bisa berjalan dan kelompok sasaran

bisa terjangkau, apabila sebuah kelompok/organisasi memiliki sistem kaderisasi yang

baik, dan atau proses transfer informasi dan pengetahuan dapat dilakukan. Karena,

berdasarkan pengalaman selama ini proses transfer informasi dari para pengurus

kelompok/organisasi kepada anggotanya sulit dilakukan. Akibat yang muncul adalah

terjadinya kesenjangan informasi, kesadaran dan pengetahuan diantara pengurus dan

anggotanya.

Ummat Ummat Ummat

Page 96: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

4.2.3. Advokasi dengan Pendekatan Pengorganisasian

Advokasi dengan pendekatan pengorganisasian maksudnya adalah sebuah

upaya untuk melakukan perubahan kebijakan melalui mobilisasi dan pembentukan

basis-basis massa dan konstituen di masyarakat. Berbeda dengan advokasi dengan

pendekatan kelompok terorganisir, target dari advokasi ini adalah terjadinya

perubahan kebijakan di masyarakat. Khususnya kebijakan yang menyangkut

kepentingan umum, yaitu kebijakan publik.

Identifikasi terhadap kelompok basis yang akan diorganisir, bisa dilakukan

dengan berbagai langkah. Misalnya, memilih kelompok basis yang terdiri dari para

korban tindakan kekerasan, atau komunitas yang didalamnya banyak terjadi kasus

kekerasan terhadap perempuan, seperti kasus kekerasan seksual. Tetapi, bisa juga

yang diorganisir bukanlah kelompok basis, tetapi individu-individu dalam masyarakat

yang mempunyai kepedulian dalam persoalan kekerasan terhadap perempuan.

Setelah proses identifikasi terhadap kelompok basis atau individu yang akan

diorganisir telah selesai, langkah selanjutnya adalah melakukan proses pemberdayaan

melalui pendidikan politik tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kendala-kendala

pengetahuan dan kesadaran tentang kekerasan terhadap perempuan, seperti,

pendidikan kritis gender, HAM, studi kebijakan, dan sebagainya.

Untuk melakukan advokasi dengan pendekatan tersebut diperlukan

pendekatan-pendekatan untuk menarik perhatian masyarakat atau individu yang akan

menjadi sasaran. Biasanya subyek dari pendekatan ini adalah kalangan LSM/Ornop.

Berdasarkan pengalaman selama ini, starting point-nya adalah pemberdayaan

Page 97: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

ekonomi masyarakat. Di tengah krisis ekonomi seperti sekarang ini, upaya ini terbukti

cukup efektif sebagai sarana LSM/Ornop untuk masuk ke tengah-tengah masyarakat.

Bentuk-bentuk pemberdayaan ekonomi yang dilakukan antara lain, dengan

mendirikan kelompok-kelompok simpan-pinjam, koperasi, yang dalam pengelolaannya

dilakukan secara swadaya oleh komunitas atau individu yang menjadi sasarannya.

Setelah kelompok-kelompok ekonomi ini terbentuk dan berjalan, maka dilakukanlah

proses-proses pendidikan politik kritis diatas.

Kelebihan dari pendekatan ini adalah adanya kedekatan dengan persoalan

masyarakat secara langsung. Targetnya adalah menciptakan kemandirian kesadaran

baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Memang, cakupan dari pendekatan ini

sangatlah terbatas, namun dalam jangka panjang diharapkan akan mempengaruhi yang

lainnya untuk memiliki kemandirian kesadaran dan pengetahuan yang sama. Selain itu,

diharapkan dari pendekatan pengorganisisasian akan muncul:

a. Solidaritas masyarakat yang mempunyai bergaining position dalam

pengambilan kebijakan-kebijakan publik di lingkungan masyarakatnya

b. Kesadaran kritis secara kolektif dan mempunyai solidaritas antar kelompok

c. Kesadaran untuk berorganisasi, mampu membuat mekanisme organisasi,

dan mempunyai kemampuan dalam memecahkan persoalan.

d. Mempunyai perubahan cara pandang terhadap dirinya berkaitan dengan

persoalan-persoalan kekerasan terhadap perempuan.

e. Mampu melakukan identifikasi persmasalahan yang melingkupinya dan

menganalisa serta mendokumentasikannya.

Pada skema tabel 4.3 digambarkan, bahwa proses pendidikan kritis yang

dilakukan adalah dalam rangka membentuk CO (Community Organizer) di dalam

Page 98: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

masyarakat. Langkah selanjutnya masing-masing CO membentuk kelompok-kelompok

baru. Kemudian, masing-masing dari anggota kelompok juga membentuk kelompok-

kelompok baru, demikian dan seterusnya. Secara umum, proses-proses merekrut

anggota baru dan atau kelompok baru sama dengan proses yang ada dalam bisnis

Multi Level Marketing (MLM).

Kendala dalam advokasi dengan pendekatan ini adalah, dibutuhkan banyak

dana, SDM yang ulet, berkualitas, dan waktu yang sangat panjang. Pengalaman selama

ini, LSM/Ornop di Indonesia sangat tergantung dengan lembaga donor, sehingga ketika

lembaga donor telah menghentikan bantuannya biasanya programnya pun akan

berhenti. Selain itu, upaya melakukan pendidikan kritis kepada masyarakat biasanya

kurang maksimal dalam pelaksanaannya, sehingga yang kemudian dilakukan hanyalah

mengurus masalah pemberdayaan ekonominya saja.

Tabel 4.3

Advokasi dengan Pendekatan Pengorganisasian

Kelompok dampingan

-bagaimana kegiatan

ekonomi

bersama adalah arena

bagi penyampaian

pesan “politik”

Dilakukan CO

Masalah-masalah struktural, ekonomi, sosial, politik, yang dihadapi kelompok/Individu

KELOMPOK/

CO CO CO

Income

Generating

Proses Pendidikan Kritis

Page 99: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

4.2.4 Advokasi dengan Pendekatan Jaringan

Model ini biasanya dilakukan LSM/Ornop dalam rangka melakukan advokasi

terhadap isu sosial tertentu. Misalnya, isu kekerasan seksual terhadap perempuan.

Pada prakteknya, sebuah LSM seringkali tidak melakukan aktivitasnya sendiri

tetapi bekerjasama dengan lembaga lain yang memiliki perhatian yang sama. Biasanya,

kerjasama ini melahirkan jaringan, baik yang bersifat spontan maupun terlembaga

secara permanen. Spontan artinya, sebuah jaringan terjadi ketika sejumlah LSM

dihadapkan pada isu bersama dan sepakat merespon isu tersebut dengan melakukan

aksi bersama. Jaringan akan bubar begitu target dari aktivitas tersebut tercapai.

Sementara, yang dimaksud jaringan terlembaga adalah jaringan yang bersifat semi

permanen, yaitu dengan pembentukan organisasi formal, yaitu LSM Jaringan.

Munculnya LSM Jaringan dilatarbelakangi oleh adanya tujuan yang hendak

dicapai, tetapi untuk mencapainya memerlukan waktu yang panjang. Biasanya,

tujuannya mengarah pada terjadinya perubahan kebijakan publik, dari yang

sebelumnya tidak berpihak menjadi berpihak pada kepentingan masyarakat umum.

Upaya-upaya melakukan proses tersebut juga diikuti dengan upaya-upaya melakukan

pembentukan pendapat umum, penggalangan massa, dan pengorganisasian

masyarakat.

Page 100: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Melalui jaringan, diharapkan advokasi yang dilakukan akan mencapai

setidaknya tiga target sasaran, yaitu bangunan kebijakan publik seperti peraturan

perundang-undangan, pihak-pihak pengambil kebijakan (pemerintah), dan masyarakat.

Karenanya, pembagian peran dalam jaringan menjadi kebutuhan mutlak. Artinya, ada

yang secara khusus melakukan advokasi terhadap peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan isu yang digarap, dan ada yang melakukan upaya-upaya

pembentukan opini publik, penggalangan massa dan pengorganisasian masyarakat.

Meskipun memiliki peran-peran yang berbeda semuanya bermuara pada visi, misi, dan

tujuan bersama yang telah disepakati pada waktu dibentuknya jaringan.

Dalam perkembangannya, advokasi dengan pendekatan Jaringan, tidak saja

melibatkan LSM saja, tetapi juga melibatkan organisasi-organisasi kemasyarakatan

(Ormas), Organisasi Kepemudaan (OKP), Partai Politik, dan bahkan pemerintah.

Tetapi, berdasarkan pengalaman selama ini, keterlibatan pemerintah dalam

Jaringan, seringkali kontraproduktif terhadap upaya-upaya tercapainya tujuan. Seperti,

dalam isu kekerasan seksual terhadap perempuan melibatkan pemerintah tentunya

sangat tidak effektif, karena salah satu tujuan yang hendak dicapai adalah terjadinya

perubahan kebijakan publik, dimana pemerintah sebagai sasarannya. Lain halnya

dengan Parpol, yang bisa dimanfaatkan keterlibatannya dalam pengambilan kebijakan

publik di Parlemen, agar menghasilkan kebijaka publik yang berpihak pada kepentingan

publik. Demikian juga dengan Ormas dan OKP yang mempunyai basis massa, sehingga

bisa dijadikan sebagai basis pendukung gerakan.

Page 101: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Tabel 4.4

Advokasi dengan Pendekatan Jaringan

Kelompok dampingan

-bagaimana kegiatan

ekonomi

bersama

bagi penyampaian

pesan “politik”

Dilakukan CO

Kesamaan tujuan dan kepentingan

JARINGAN

PARPOL ORMAS LSM

Mengkritisi

Kebijakan

Pembentukan

opini publik

Penggalangan

dukungan massa

Pengorgani

sasian

SASARAN

Page 102: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

BAB V

P E N U T U P

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan-pembahasan di di depan terdapat beberapa

kesimpulan sebagai beriktu :

a. Secara umum masyarakat mengetahui terjadinya kekerasan seksual di

Klaten. Mereka juga mengungkapkan keprihatinannya atas terjadinya kasus-

kasus kekerasan seksual. Memaknai kekerasan seksual, mayoritas

masyarakat memberikan pengertian yang masih sempit. Yaitu, kekerasan

seksual hanya sebagai bentuk kekerasan fisik saja, sedangkan yang

memaknai sebagai bentuk tindakan kekerasan yang diakibatkan oleh suatu

sistem sosial masyarakat secara keseluruhan, masih sangat sedikit. Persepsi

masyarakat yang demikian berpengaruh terhadap karakteristik kesadaran

dalam mensikapi terjadinya kekerasan seksual di Klaten.

Penyebab terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual menurut persepsi

mayoritas masyarakat adalah karena pengaruh vcd porno, minuman keras

(Miras), dan pengaruh lokalisasi-lokalisasi liar. Selain itu, tingkat pendidikan,

keberagamaan, dan kesejahteraan yang rendah, juga disebut sebagai

Page 103: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

penyebabnya. Di sisi yang lain, tingkat kesadaran, pengetahuan dan

pemahaman tentang pentingnya pendidikan seks, budi pekerti dan agama,

serta peran vital orang tua dalam keluarga untuk melakukan kontrol dan

pengawasan terhadap anak-anaknya, juga dianggap sebagai penyebab tidak

langsung terjadinya kekerasan seksual di Klaten.

Tetapi, sebagian masyarakat menganggap persoalan tersebut sebagai hal

yang biasa. Ada kesadaran bahwa Klaten bukan satu-satunya daerah yang

paling banyak terjadi kekerasan seksual. Buktinya, hal yang sama juga

terhadi di daerah lain. Sehingga, tidak ada satu karakteristik yang dimiliki

Klaten secara spesifik yang bisa dijadikan ukuran sebagai suatu daerah yang

potensial bagi terjadinya kekerasan seksual. Bahkan, muncul anggapan

bahwa di masa yang akan datang kemungkinan besar kasus-kasus serupa

masih akan terus terjadi dan mungkin lebih banyak. Apalagi, selama upaya-

upaya membendung arus informasi dan pornografi tidak dapat dilakukan,

maka kekerasan seksual dapat terjadi dimanapun, dalam situasi dan kondisi

apapun.

b. Secara spesifik belum ada upaya-upaya khusus dari masyarakat dalam

merespon persoalan yang ada. Memang, telah ada upaya-upaya yang

berkaitan dengan isu-isu kekerasan terhadap perempuan secara umum,

tetapi, hal itu hanya dilakukan dalam forum-forum diskusi, ceramah

pengajian atau khutbah di gereja dan atau masjid. Jadi, banyaknya

kekerasan seksual yang terjadi di Klaten belum menjadi sebuah keprihatinan

dan kepedulian yang diekspresikan dalam sebuah solidaritas sosial. Upaya-

Page 104: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

upaya yang dilakukan masyarakat lebih bersifat individual, yaitu bagaimana

menyelamatkan diri dan keluarganya dari tindakan kekerasan seksual.

Demikian juga di pihak pemerintah, dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan

tidak ada yang secara langsung berkaitan dengan fenomena kekerasan

seksual yang terjadi di Klaten. Di pihak aparat penegak hukum, upaya

preventif dan represif telah dilakukan, tetapi kenyataannya kasus-kasus

kekerasan seksual masih saja terjadi. Persoalan komitmen dan konsistensi

dalam penegakan hukum dianggap masyarakat sebagai salah satu faktor

yang menyebabkan hasil yang dicapai tidak maksimal.

Di samping itu, masih kuatnya kendala-kendala kesadaran, pengetahuan,

pemahaman tentang persoalan-persoalan yang melingkupi kekerasan

seksual khususnya, dan kekerasan terhadap perempuan pada umumnya,

menjadi satu alasan mendasar belum adanya upaya-upaya yang bersifat

massif dan terencana dalam merespon masalah ini.

c. Ada empat model advokasi yang bisa dilakukan untuk mengeliminasi

terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di Klaten. pertama, advokasi

dengan pendekatan struktural. Subyek utamanya adalah pemerintah dan

atau aparat penegak hukum. Pemerintah dan aparat penegak hukum adalah

perangkat kelembagaan dan pelaksana dari isi perundang-udangan yang

berlaku, maka advokasi dengan pendekatan struktural ini lebih tepat

dimaknai sebagai upaya mengimplementasikan dan menegakkan peraturan

perundang-undangan yang ada. Tujuannya adalah terwujudnya kepastian

hukum dan ketertiban di dalam masyarakat. Untuk itulah dalam melakukan

Page 105: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

advokasi ini diperlukan komitmen penegakan hukum yang kuat, tanpa

komitmen yang kuat maka kepastian hukum dan ketertiban di masyarakat

tidak dapat tercapai, sehingga hasilnya tidak maksimal. Persoalannya

adalah, upaya melakukan penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana

diharapkan, akibatnya budaya hukum yang ada di dalam masyarakat tidak

makin bertambah baik. Sehingga tidak dapat mendukung upaya-upaya

penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah/aparat penegak hukum.

Kedua, advokasi dengan pendekatan kelompok terorganisir. Model ini

berupaya melakukan pemberdayaan maslayarakat melalui kelompok-

kelompok yang telah terorganisir seperti ormas, OKP, dan Orsospol.

Tujuannya adalah, terbentuknya kelompok-kelompok peduli terhadap

persoalan-persoalan KTP, khususnya kekerasan seksual. Proses

pembentukannya dilakukan melalui forum-forum diskusi, seminar, maupun

pelatihan-pelatihan. Target dari advokasi ini bukanlah untuk melakukan

perubahan kebijakan, tetapi lebih bersifat sosialisasi ide, kampanye dan

pembentukan opini publik. Sasaran utama dari advokasi ini adalah anggota

kelompok/organisasi. Teknisnya adalah dengan melakukan pemberdayaan

terhadap beberapa orang perwakilan kelompok/organisasi tersebut,

selanjutnya diharapkan proses sosialisasi, transfer informasi dan

pengetahuan dapat dilakukan oleh beberapa perwakilan tersebut.

Problemnya adalah, masih rendahnya budaya kaderisasi di banyak

organisasi, telah menyebabkan sosialisasi ide tidak bisa berjalan, akibatnya,

tidak terjadi pemerataan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman.

Page 106: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Ketiga, advokasi dengan pendekatan pengorganisasian. Advokasi dengan

pendekatan pengorganisasian maksudnya adalah sebuah upaya untuk

melakukan perubahan kebijakan agar berpihak pada hak-hak perempuan,

melalui mobilisasi dan pembentukan basis-basis massa dan konstituen di

masyarakat. Masing-masing individu dalam basis yang terbentuk adalah CO

(community Organizer) yang mempunyai kewajiban untuk membentuk

basis-basis peduli lainnya. Dengan adanya basis peduli seperti ini, di dalam

masyarakat diharapkan akan muncul bergaining pisistion dalam merespon

kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada hak-hak perempuan.

Dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi, urgensi adanya basis adalah

berperan sebagai pihak yang akan menyuarakan kepentingan perempuan

yang harus direspon oleh seluruh elemen masyarakat sebagai persoalan

bersama.

Dan Keempat, Advokasi dengan Pendekatan Jaringan Model ini biasanya

dilakukan LSM/Ornop dalam rangka melakukan advokasi terhadap isu sosial

tertentu yang dilakukan secara bersama oleh beberapa LSM. jaringan bisa

bersifat spontan (sesaat), ataupun semi permanen (terlembagakan).

Pembentukan jaringan yang terlembagakan biasanya karena memiliki

tujuan yang pencapainnya memerlukan waktu panjang. Biasanya, tujuannya

mengarah pada terjadinya perubahan kebijakan dari yang sebelumnya tidak

berpihak menjadi berpihak pada kepentingan masyarakat umum. Upaya-

upaya tersebut di sisi lain diikuti dengan melakukan pembentukan pendapat

umum, penggalangan massa, dan pengorganisasian masyarakat. Karena itu,

Page 107: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

advokasi yang dilakukan mempunyai setidaknya tiga target sasaran, yaitu

bangunan kebijakan publik seperti peraturan perundang-undangan, pihak-

pihak pengambil kebijakan (pemerintah), dan masyarakat. Dalam

perkembangannya, advokasi dengan pendekatan Jaringan, tidak saja

melibatkan LSM saja, tetapi juga melibatkan organisasi-organisasi

kemasyarakatan (Ormas), Organisasi Kepemudaan (OKP), Partai Politik.

5.2 Rekomendasi

a. Mengeliminasi kendala-kendala kesadaran, pengetahuan dan pemahaman

masyarakat tentang KTP dengan terus melakukan upaya sosialisasi,

kampanye, pembentukan opni publik, penggalangan massa dan

pengorganisasian masyarakat. Upaya ini bisa dilakukan oleh Jaringan LSM

dengan membuka peluang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk

terlibat.

b. Meningkatkan keterlibatan organisasi kemasyarakatan dalam kampanye

anti KTP dengan memberikan wawasan tentang pentingnya memasukkan

isu-isu gender dalam visi, misi dan program-program yang dijalankan.

c. Meningkatkan peran insan pers dalam kampanye anti KTP dengan

menyajikan pemberitaan yang sensitif gender. Upaya ini antara lain bisa

dilakukan dengan melibatkan para insan pers dalam pelatihan-pelatihan

gender, ataupun dalam sebuah pelatihan yang secara khusus membahas

tentang jurnalistik sensitif gender.

Page 108: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

d. Mendesak pemerintah daerah membuat peraturan khusus yang melindungi

perempuan dari KTP. Upaya ini dilakukan dengan memanfaatkan peran

strategis partai politik dalam parlemen, agar senantiasa mempertimbangkan

isu-isu gender dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Melakukan upaya terencana untuk mendesak pemerintah dan aparat

penegak hukum untuk terus memperbaiki pengetahuan dan

pemahamannya tentang KTP. Selain itu, juga menuntut

pertanggungjawaban komitmen pemerintah daerah dalam

mengimplementasikan pengarusutamaan gender pada setiap kebijakan

yang dikeluarkan.

5.3 Saran-saran

a. Upaya-upaya untuk menyempurnakan hasil temuan penelitian diharapkan

dapat dilakukan. Seperti dalam hal menggali persoalan-persoalan yang

menyebabkan masyarakat mengalami kendala dalam mengakses informasi-

informasi tentang persoalan kekerasan terhadap perempuan.

b. Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai sebuah tolok ukur tentang

persepsi masyarakat dalam merespon persoal-persoalan yang berkembang

di sekitarnya. Setidaknya, dari penelitian ini tergambar tentang sumber-

sumber informasi yang dimiliki oleh masyarakat sebelum kemudian

meresponnya.

c. Di masa yang akan datang, diharapkan akan muncul sebuah penelitian yang

memberikan gambaran secara detail tentang karakteristik masyarakat yang

Page 109: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

potensial bagi terjadinya tindakan kekerasan seksual, dimana dalam

penelitian ini belum begitu nampak. Oleh karena itu masih diperlukan

penelitian-penelitian lanjutan yang lebih mendalam dan kritis.

Page 110: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

DAFTAR PUSTAKA

Adrina, “Pelecehan Seksual salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan”,

dalam Suparman Marzuki (ed), Pelecehan Seksual: Pergumulan antara tradisi

hukum dan kekuasan, Yogyakarta: FH-UI, 1995

Anis Hamim (peny.), Benarkah Kita Mencintai Isteri Kita, Yogyakarta: Rifka Annisa WCC,

1998.

Anna Marie Watti dan Susi eja Yuarsi, Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap

Perempuan di Ruang Publik, Yogyakarta: PPK dan Ford Foundation, 2002

Anna Marie Wattie, Kekerasan Terhadap Perempuan di Ruang Publik; Fakta,

Penanganan dan Rekomendasi, Yogyakarta: PPK dan Ford Foundation, 2002

Bogdan, Robert and Steven J. Tailor. Introduction to Qualitative Research Methods. A

Phenomenological Approach To The Social Sciences, New York: John Wiley &

Sons, Inc., 1975

Bailey, Kenneth D. Methods Of Social Research. Second Edition, London: Collier

Macmillan Publisher, 1982

Data Primer Penelitian Kekerasan Seksual di Klaten (Persepsi Masyarakat), 2003

Elli N.H. (ed), Derita di Balik Harmoni , Yogyakarta: Rifka Annisa WCC, tt

Fathul Jannah dkk, Kekerasan Terhadap Isteri, Yogyakarta: LkiS, 2002

Hester et.al. Women, violence, and male power, Bunckingham: Open Universuty Press,

1996

Ida Bagus Mantra, Langkah-langkah Penelitian Survey: Usulan Penelitian dan Laporan

Penelitian, Badan penerbit Fakultas Geografi (BPFG)-UGM Yogyakarta.

Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentng Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional.

Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The

Rights Of The Child (Konvensi tentang Hak-hak anak)

Keputusan Presiden RI nomor 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan

Terhadap Perempuan

Page 111: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Klaten dalam Angka tahun 2001, BPS Klaten, 2001

Kamla Bashin, Menggugat Patriarki; pengantar tentang persoalan dominasi terhadap

kaum perempuan, alih bahasa: Katjasungkana, Jakarta: S.N., 1996

Lucia Juningsih, Dampak Kekerasan Seksual Pada Jugun Ianfu, Yogyakarta: PPK dan

Ford Foundation, 1999

Lies Soegondo, “Perkembangan Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia”, dalam

Kapita Selekta Hak Asasi Manusia, Jakarta: Puslitbang Diklat Mahkamah Agung

RI, 2001.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Penerbit P.T. Remaja

Rosdakarya, 1994

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996

Mansour Fakih, “Gender Sebagai Analisis Sosial”, dalam Jurnal Analisis Sosial, Edisi 4:7-

20, Nopember 1996

Nursyahbani Katjasungkana, “Pasal Perkosaan dalam Perspekyif Perempuan”, Kompas

22 Agustus 1995.

Nurul Ilmi Idrus, Marital Rape, Yogyakarta: PPK dan Ford Foundation, 1999

Rubenstein, Preventing and Remedying Sexual Harrasment at work a Manual, London:

Eclipse, 1992

Roem Topatimasang dkk, Merubah Kebijakan Publik, Yogyakarta: Psuataka Pelajar,

Insist, ReaD, 2000

Rita Selena Kalibonso (ed), Perempuan Menuntut Keadilan, Jakarta: Mitra Perempuan,

1998

Rosemarie Skaine, Power and Gender: Issues in Sexual Dominance and Harrasment.

London: McFarland & Company Inc

Subroto, T. Yoyok Wahyu, Bakti Setiawan dan Setiadi, 1997, Proses Transformasi

Spasial dan Sosial di Daerah Pinggiran Perkotaan (Urban Fringe) di Indonesia:

Studi Kasus di Yogyakarta, laporan Penelitian, Yogyakarta: PPLH Universitas

Gadjah Mada.

Sri Meiyanti, Kekerasan terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga, Yogyakarta, PPK

UGM dan Ford Foundation, 1999

Page 112: Kekerasan Seksual di Klaten; Persepsi Masyarakat terhadap Perempuan I Persepsi... · ABSTRAKSI Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap kekerasan

Supanto, Kebijakan Hukum Pidana Mengenai Pelcehan Seksual, Yogyakarta: PPK UGM

dan Ford Foundation, 1999

Undang-undang nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai

Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention Of All

Forms Of Discrimination Against Women)

Undang-undang Nomor 39 tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia

Windhu Warsana, Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung, Yogyakarta, 1992

“Angka Perkosaan di Klaten Tertinggi di Jateng”, Kompas, selasa, 26 Nopember 2002

‘Ratusan Warga Saksikan Rekonstruksi, Kasus Pemerkosaan Gadis Belia”, Suara

Merdeka, Rabu, 17 April 2002

“Menguak Kasus Perkosaan di Klaten (2-Habis), Jika Tertangkap PSK Minimal Dikurung

Sebulan”, Suara Merdeka, Kamis 30 Mei 2002