KREDIT MIKRO KECIL DALAM UPAYA MENGURANGI RISIKO (Studi Kasus pada PD BPR BKK di Kabupaten Purbalingga) Oleh: Rida Kusumawati (Dibawah bimbingan : DR. Herri, MBA dan Drs. Syahrial Syarif, MBA) ABSTRACT In measuring the level of credit risk for micro finance not only depend on monetary indicator but also depend on understanding of debitor candidate himself including characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile. The aim of this research was to identify the characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile which cause the difference rate of credit return. Responder in this research was PD BPR BKK client which have been noted in the board of industry, trading and co-oporation at Purbalingga District. The results indicate that there is significant difference in characteristic among responder belong to groups of fluent collectibility, less fluent, hesitated and stuck. The characteristic of micro finance entrepreneur and his entrepreneur profile which can explain the difference credit collectibiliy in micro finance bussiness were entrepreneurship, period of business, and omzet yielded. Keywords: Credit risk in micro finance Characteristic of micro finance client 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KREDIT MIKRO KECIL DALAM UPAYA MENGURANGI RISIKO
(Studi Kasus pada PD BPR BKK di Kabupaten Purbalingga)
Oleh: Rida Kusumawati(Dibawah bimbingan : DR. Herri, MBA dan Drs. Syahrial Syarif, MBA)
ABSTRACT
In measuring the level of credit risk for micro finance not only depend on monetary indicator but also depend on understanding of debitor candidate himself including characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile. The aim of this research was to identify the characteristic of micro finance entrepreneur and his business profile which cause the difference rate of credit return. Responder in this research was PD BPR BKK client which have been noted in the board of industry, trading and co-oporation at Purbalingga District. The results indicate that there is significant difference in characteristic among responder belong to groups of fluent collectibility, less fluent, hesitated and stuck. The characteristic of micro finance entrepreneur and his entrepreneur profile which can explain the difference credit collectibiliy in micro finance bussiness were entrepreneurship, period of business, and omzet yielded.
Keywords: Credit risk in micro finance Characteristic of micro finance client
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Usaha mikro dan kecil yang merupakan bagian integral dunia usaha
nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting serta
strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan
tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Data statistik tahun 2004, jumlah
pengusaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia tercatat mencapai 42 juta unit
usaha, dan sebanyak 99,9% diantaranya adalah pengusaha mikro kecil.
Disamping itu, kesempatan kerja yang tersedia pada sektor usaha mikro kecil
mencapai 89,5% dan juga lebih dari 57% kebutuhan barang dan jasa disediakan
oleh sektor tersebut. Ekspor dari hasil produksi sektor tersebut sekitar 19%.
Sektor tersebut juga memberikan kontribusi antara 2–4% terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional.
Namun demikian, usaha mikro kecil ini secara umum memiliki
kelemahan diantaranya adalah masalah ketersediaan dana untuk pembiayaan
usaha (financial availability), pembentukan modal (capital formation) dan akses
terhadap sumberdaya financial (financial accessibility). Sulitnya pengusaha kecil
mengakses kelembagaaan keuangan formal diantaranya disebabkan oleh berbagai
hambatan teknis perbankan dan keterbatasan informasi. Disinilah peran PD BPR
BKK selaku lembaga keuangan mikro diharapkan guna menciptakan permodalan
dalam kesempatan berusaha bagi pengusaha golongan ekonomi lemah khususnya
didaerah pedesaan. Namun sangat disadari bahwa penyaluran kredit kepada usaha
mikro-kecil mempunyai risiko yang khas, karena biasanya menuntut biaya
pengelolaan yang lebih tinggi sedangkan jumlah kebutuhan kreditnya relatif kecil.
Disamping itu kepemilikan aset umumnya rendah sehingga tidak dapat diikat
sebagai jaminan (non collateral).
Oleh karena itu, menurut Fernando (2004), penggarapan pasar mikro oleh
lembaga keuangan menuntut strategi pengelolaan risiko yang mampu
mengakomodasi kondisi atau karakter segmen mikro itu sendiri yang lebih
bersifat non standarbanking berbeda dengan pasar perbankan formil umumnya
yang bersifat standarbanking. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa ukuran
risiko kredit untuk segmen usaha mikro-kecil tidak hanya cukup menggunakan
indikator keuangan tetapi juga sangat tergantung pada pemahaman calon debitur
yang meliputi karakteristik pengusaha mikro-kecil itu sendiri maupun profil usaha
yang digelutinya.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah : (1)
Adakah perbedaan karakteristik dan profil usaha debitur (pelaku usaha mikro
kecil) yang lancar dengan debitur yang non lancar, (2) Jika ada, karakteristik
dan profil usaha yang manakah dari pengusaha mikro-kecil tersebut yang
menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat pengembalian kredit, (3) Implikasi
1
kebijakan apa yang perlu dilaksanakan dalam penyaluran kredit untuk usaha
mikro-kecil sebagai upaya mengurangi timbulnya kredit non lancar / Non
Performance Loan (NPL).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: (1)
Mengkaji ada/tidaknya perbedaan karakteristik dan profil usaha antara debitur
(pengusaha mikro-kecil) yang lancar dengan debitur yang non lancar, (2)
Mengidentifikasi karakteristik dan profil usaha dari debitur (pengusaha mikro-
kecil) yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat pengembalian kredit, dan
(3) Merencanakan strategi kebijakan penyaluran kredit untuk usaha mikro-kecil di
Kabupaten Purbalingga sebagai upaya mengurangi timbulnya kredit non lancar.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan aplikatif dalam
pengambilan keputusan bagi Pengelola PD BPR BKK Di Kabupaten Purbalingga
dalam proses pengelolaan risiko kredit khususnya kredit usaha mikro-kecil,
sehingga diharapkan untuk setiap kredit yang diberikan kepada debitur
pengembaliannya dapat berjalan lancar dan juga sebagai tambahan referensi bagi
Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan untuk pengembangan sektor
usaha mikro-kecil. Disamping itu, tulisan ini diharapkan dapat menambah
wawasan, serta digunakan sebagai landasan bagi penelitian lain yang berminat
pada bidang yang sama.
II. Kajian Terhadap Penelitian Yang Telah Dilakukan.
Sebenarnya telah banyak kajian yang dilakukan terhadap upaya
pemberdayaan dan peningkatan usaha kecil lewat pemberian modal usaha baik
modal yang berasal dari lembaga keuangan formal, informal maupun dari dana
program. Namun belum banyak yang meneliti tentang penyebab ketidakmampuan
pengembalian kredit oleh si-penerima pinjaman. Basuki (1999), pernah
melakukan analisa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaklancaran
2
pengembalian Kredit Usaha Kecil dari sisi si penerima pinjaman, namun hanya
mengkaji dari sisi finansial usahanya saja. Respondennya adalah pengusaha UKM
di daerah Banyumas yang mendapatkan fasilitas kredit KUK dari Bapindo Cabang
Purwokerto), dan menyimpulkan bahwa ketidaklancaran pengembalian kredit
dipengaruhi oleh likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas perusahaan debitur.
Sedangkan pada penelitian ini mencoba mengkaji karakteristik pelaku
dan profil usaha mikro kecil yang menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat
pengembalian kredit. Variabel karakteristik usaha mikro kecil yang digunakan
dalam penelitian ini telah merujuk pada teori yang ada dan beberapa peneliti
terdahulu juga telah menggunakan beberapa variabel tersebut dalam
penelitiannya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Daerah dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Purbalingga, dengan objek
Keterangan :a. 65,0% responden diprediksi atau diklasifikasikan secara tepat sesuai data aslinya.b. 57,5% dari hasil validasi silang diklasifikasikan secara tepat sesuai data aslinya.
KOLEKTIBILITAS Prediksi Keanggotaan Grup
Pada tabel 5 diatas, terlihat bahwa ketepatan prediksi dari model/fungsi
diskriminan adalah : ( 8 + 15 + 11 + 18 ) / 80 = 0,65 atau 65%. Hal ini berarti
65% dari 80 data yang diolah telah dimasukkan pada grup yang sesuai dengan
data semula atau dapat juga dikatakan 65% dari data telah terklasifikasi dengan
benar. Sedangkan hasil pengklasifikasian dengan metode leave-one-out cross
validation (kode b), didapat angka ketepatan klasifikasi data sebesar 57,5%.
Dengan diperolehnya angka ketepatan yang cukup tinggi tersebut yaitu masih
diatas 50%, menunjukkan maka model/fungsi diskriminan yang dihasilkan sudah
layak untuk membedakan keempat grup/kelompok tingkat pengembalian
kredit/kolektibilitas. Menurut Supranto (2004), apabila kelompok mempunyai
19
objek yang sama (the same sample size), persentase klasifikasi yang tepat karena
kebetulan ialah angka 1 (satu) dibagi dengan banyaknya kelompok (equal
chance). Pada penelitian ini terdapat 4 kelompok, sehingga 1/4 = 0,25. Hasil
ketepatan prediksi dari model/fungsi diskriminan adalah 65% lebih besar dari
25%, sehingga hasil analisis dianggap memuaskan.
Oleh karena angka ketepatan klasifikasi tersebut berasal dari sampel
analisis ( data yang digunakan untuk keperluan estimasi juga untuk validasi)
sehingga dikhawatirkan kesahihannya/ kevalidannya maka untuk pengujian model
dilakukan dengan menggunakan holdout sample atau sampel validasi. Caranya
adalah koefisien atau timbangan (weight) fungsi diskriminan yang diestimasi
dengan menggunakan analisis sampel dikalikan dengan nilai variabel prediktor
didalam sampel validasi untuk menghasilkan skor (nilai) diskriminan. Hasil skor
yang diperoleh akan menentukan apakah responden pada holdout sampel masuk
kategori lancar, kurang lancar, diragukan atau macet dengan bantuan grafik
territoral mapping.
Hasil analisis menunjukkan bahwa the hit ratio yaitu persentase
objek/kasus yang secara tepat diklasifikasi oleh fungsi diskriminan sebesar ( 7
+ 6 + 7 +8)/40 =0,70 atau 70%.
Tabel 6. Hasil Klasifikasi Fungsi Diskriminan pada Sampel Validasi/ Holdout
Pada kasus ini terlihat bahwa terdapat perbaikan nilai validasi dari
65,0% (pada analisis sampel) menjadi 70,0% (pada sampel validasi atau holdout
20
sample), semakin tinggi nilai validasi tentu semakin bagus karena akan semakin
tepat fungsi diskriminan dalam membedakan keempat kelompok kolektibilitas
kredit. Dan hal ini menunjukkan juga bahwa fungsi diskriminan yang telah
dibentuk juga territorial map yang telah dibuat, sudah layak dan valid untuk
digunakan dalam mengklasifikasi responden masuk pada grup/kelompok/kategori
mana dalam kolektibilitas kredit.
4.3.6. Pembahasan
Dari hasil analisis diskriminan diatas menunjukkan bahwa terdapat
beberapa variabel dari karakteristik pelaku usaha mikro kecil dan profil usahanya
yang dapat membedakan atau mendiskriminasi responden pada kriteria
pengelompokkan tingkat pengembalian kredit/kolektibilitas. Hal tersebut
memberikan gambaran bahwa ukuran risiko kredit untuk segmen usaha mikro-
kecil tidak hanya cukup menggunakan indikator keuangan tetapi juga sangat
tergantung pada pemahaman calon debitur yang meliputi karakteristik pengusaha
mikro-kecil itu sendiri maupun profil usaha yang digelutinya.
Adapun variabel-variabel yang mempunyai discriminating power atau
kemampuan mendiskriminasi tinggi, sehingga mampu membedakan objek atau
responden pada kriteria kategori lancar dan non lancar (kurang lancar, diragukan
dan macet) adalah variabel wirausaha, lama usaha dan omset yang dihasilkan.
Terpilihnya ketiga variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Wirausaha.
Terpilihnya variabel ini sebagai variabel yang mampu membedakan
antara mereka yang lancar dan non lancar dalam hal pengembalian kredit
sangat dapat dipahami. Mereka yang memiliki jiwa wirausaha akan memiliki
pola pikir yang berbeda dengan mereka yang tidak memiliki jiwa wirausaha.
Pola pikir ini akan mempengaruhi sikap/karakter, tanggungjawab dan tindakan
seseorang terhadap usaha yang dijalankannya.
Melalui kajian empirikal, Hornoday (1982) dalam Herri (2004: 12-13),
berhasil merumuskan beberapa karakteristik wirausaha. Adapun karakteristik
dari wirausaha tersebut adalah : (1) kepercayaan terhadap diri sendiri, (2)
21
penuh energi, dan bekerja dengan cermat, (3) kemampuan untuk menerima
menerima resiko yang telah diperhitungkan, (4) memiliki kreatifitas yang
tinggi, (5) memilik tanggungjawab yang tinggi terhadap usaha yang dibentuk,
(6) memiliki fleksibilitas dan reaksi positif terhadap tantangan yang dihadapi,
(7) memiliki jiwa dinamis dan kepemimpinan, (8) memiliki kemampuan yang
tinggi untuk bergaul dengan orang lain, (9) memiliki kepekaan untuk
menerima saran-saran dan kritikan, (10) Memiliki pengetahuan akan pasar
yang dihadapi, (11) memiliki keuletan dan kebulatan tekad untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, (12) memiliki banyak akal dan
kebutuhan berprestasi yang tinggi, (13) memiliki inisiatif dan kemampuan
berdiri sendiri, (14) memiliki pandangan tentang masa yang akan datang, (15)
berorientasi pada laba, (16) memiliki sifat perseptif, jiwa optimisme dan
keluwesan, serta (17) memiliki pengetahuan/ pemahaman tentang produk dan
teknologi.
b. Lama Usaha
Lamanya usaha yang didirikan pelaku usaha mikro kecil terkait
dengan pengalaman dalam mengelola bisnis yang digelutinya. Semakin lama
dia berusaha, semakin tinggi pengalamannya dalam melakukan usaha tersebut
dan diharapkan semakin mudah dia mengendalikan resiko yang muncul dalam
setiap kegiatan usahanya.
Menurut Zimmerer (2002: 2 – 32), manajer-manajer bisnis kecil
perlu memiliki pengalaman dalam bidang yang akan dimasukinya. Dan
idealnya, wirausahawan harus memilki keterampilan teknis yang memadai
berupa pengalaman kerja mengenai pengoperasian fisik bisnis dan
kemampuan konsep yang mencukupi; kemampuan memvisualisasi,
mengkoordinasi dan mengintegrasikan berbagai kegiatan bisnis yang sinergis.
Data statistik dari Small Business Administration (SBA)
memperlihatkan bahwa 63 % bisnis baru gagal dalam waktu 6 tahun. Sebab
utama kegagalan ini adalah karena manajemen yang kurang kompeten,
kurangnya pengalaman, lemahnya pengendalian keuangan, tidak adanya
perencanaan strategis, pertumbuhan yang tidak terkendali, salah lokasi,
22
kurangnya pengendalian persediaan, dan ketidakmampuan melaksanakan
transisi kewirausahaan.
c. Omset Usaha
Omset usaha akan terkait dengan pendapatan dan laba yang
diperoleh pengusaha mikro kecil. Semakin besar omset usaha yang
dihasilkan, semakin tinggi pula harapan untuk mendapatkan pendapatan dan
pada akhirnya semakin baik/lancar pula tingkat pengembalian kredit yang
diterimanya.
Menurunnya omset usaha seseorang akan mempengaruhi
keberhasilan bisnis usaha yang dikelolanya. Turunnya omset, diantaranya
dipengaruhi oleh kurangnya modal pengusaha dan kondisi pasar yang tidak
mendukung. Kasus di Kabupaten Purbalingga, tekanan terhadap bisnis usaha
mikro kecil (khususnya yang bergerak pada jenis usaha pengolahan) didalam
menjual produk yang dihasilkan dengan sistem konsinyasi/ kerjasama dengan
pemilik toko sangat kuat. Padahal sistem ini kurang menguntungkan bagi
pelaku usaha mikro kecil karena pembayaran dilakukan setelah barang/produk
laku terjual, disisi lain untuk membeli bahan baku dibayar dengan tunai.
Akibatnya omset usahanya menurun dan bila tidak mampu mengelola
keuangan dengan baik akan berakhir pada penutupan usaha yang akan
berimbas pada ketidaklancaran pengembalian kredit.
Menurut Zimmerer (2002), manajemen yang sehat adalah kunci
keberhasilan perusahaan kecil, dan manajer yang handal akan menyadari
bahwa semua keberhasilan bisnis memerlukan kendali keuangan yang pantas.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa investasi terbesar yang harus dilakukan
manajer bisnis adalah dalam persediaan, namun pengendalian persediaan
adalah salah satu tanggungjawab manajerial yang paling sering diabaikan
seorang pengusaha. Tingkat persediaan yang tidak mencukupi akan
mengakibatkan kekurangan dan kehabisan stok akibatnya omset menurun.
23
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik
yang jelas antara kelompok responden yang lancar, kurang lancar, diragukan dan
macet. Adapun karakteristik pelaku usaha mikro kecil dan profil usahanya yang
secara signifikan mampu menjelaskan terdapatnya perbedaan tingkat
pengembalian kredit usaha mikro kecil tersebut adalah jiwa wirausaha yang
dimiliki, lama usaha dijalankan, dan omset yang dihasilkan dalam usahanya. Dari
hasil cross tabulasi juga memperlihatkan bahwa ketersediaan modal awal usaha
dan adanya keikutsertaan pelaku usaha mikro kecil dalam pendidikan khusus
(pelatihan/keterampilan) juga cenderung memberikan pengaruh yang baik
terhadap terhadap kemampuan pengusaha mikro kecil dalam mengelola usahanya
dan ini tercermin dari kemampuan mereka memenuhi kewajiban pinjamannya.
Hal tersebut memberi petunjuk bahwa dalam mengelola lembaga keuangan
mikro pemahaman terhadap calon debitur menjadi suatu yang mutlak diperlukan.
Beberapa tahapan kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh lembaga keuangan
mikro sebagai upaya meminimalisasi risiko antara lain : (a) Evaluasi daftar
riwayat hidup calon debitur berdasarkan pengalaman dan sector usaha yang
dimiliki, (b) Evaluasi terhadap transaksi, (c) Optimisasi, artinya setiap outlet
mikro (unit operasional) diberi target tertentu untuk tetap menjaga agar
performance kredit yang diberikan tetap terjaga dengan baik.
Disisi lain keberhasilan penyaluran kredit oleh lembaga keuangan mikro
tidak hanya menyangkut keberhasilan dalam pendistribusian tetapi juga
menyangkut pemanfaatan kredit dan tingkat pengembalian kredit oleh pelaku
usaha mikro kecil. Oleh karena itu mekanisme kredit yang baik adalah yang
mampu mendistribusikan kredit secara tepat, efisien dan juga mampu
mengoptimalkan kemampuan penerima.
Hasil penelitian ini juga memberikan petunjuk bahwa selain ketersediaan
modal dalam upaya peningkatan omset usaha, pengembangan usaha dibidang
sumberdaya manusia juga perlu dilakukan dalam upaya penguatan usaha mikro
kecil dan sekaligus sebagai upaya dalam mengantisipasi timbulnya kredit
24
bermasalah. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: perlunya memasyarakatkan
kewirausahaan, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial, membentuk
dan mengembangkan lembaga pendidikan, pelatihan dan konsultasi usaha mikro
kecil serta penyediaan tenaga penyuluh yang memadai dan handal.
Disamping itu, Pemerintah Daerah juga perlu melakukan pemetaan
(mapping) terhadap keberadaan dan karakteristik pelaku usaha mikro kecil di
wilayahnya. informasi tentang keberadaan usaha mikro kecil ini tidak hanya
bermanfaat bagi lembaga keuangan tapi juga bermanfaat bagi pemerintah dalam
rangka mengambil kebijakan yang tepat dalam upaya pengembangan dan
penguatan usaha mikro kecil.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
a. Sulitnya memperoleh data tentang kondisi keuangan pengusaha mikro-kecil
karena pada umumnya administrasi/pencatatan keuangan usaha mereka kurang
tertib dan masih sangat sederhana, sehingga dalam penelitian ini tidak
mengangkat variabel rasio keuangan usaha mikro kecil.
b. Jumlah sampel sangat bervariatif untuk masing-masing variabel, sehingga
sulit untuk mengkaji secara mendalam bagaimana pengaruh variabel-variabel
yang diteliti (seperti variabel jenis usaha yang terdiri dari pengolahan,
perdagangan, dan jasa) terhadap tingkat pengembalian kredit. Hal tersebut
dikarenakan dalam penelitian ini hanya fokus melihat perbedaan antara
mereka yang lancar, kurang lancar, diragukan dan macet sehingga jumlah
sampel yang diambil hanya proporsional pada keempat perbedaan tersebut,
dan tidak proporsional terhadap perbedaan jenis usaha.
5.3. Saran
a. Untuk menganalisis secara mendalam terhadap variabel-variabel pada
karakteristik usaha mikro kecil yang akan diteliti maka jumlah sampel yang
diambil diusahakan proporsional berdasarkan jenis variabelnya.
b. Dalam upaya mengurangi resiko kredit perlu memperhatikan banyak aspek,
baik aspek internal perbankan sendiri maupun eksternal bank. Dalam
25
penelitian ini hanya menganalisa aspek eksternal bank saja yaitu melihat
hubungan tingkat pengembalian kredit dengan karakteristik peminjam/nasabah
(pelaku usaha mikro kecil). Sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan
yang terkait dengan pengelolaan kredit oleh bank itu sendiri, seperti pengaruh
tingkat suku bunga, tingkat penagihan kredit, jumlah karyawan, kebijakan
perbankan dan lain sebagainya. Diharapkan dengan memperhatikan berbagai
aspek tersebut, strategi yang diambil dalam pengelolaan kredit untuk usaha
mikro kecil ini dapat dilakukan secara terpadu sehingga mendapatkan hasil
yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia, 1997, Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/BPPP tanggal 30 April 1997 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
Basuki, Iben, 1999. Kajian tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidaklancaran Pengembalian Kredit Usaha Kecil (Study Kasus di Bapindo Cabang Purwokerto). Tesis S-2, Program Pascasarjana, UNSOED, Purwokerto.(Tidak dipublikasikan).
Fernando, A.P, 2004. Pemahaman Debitur Mikro dan Pengelolaan Risiko Mikro Banking. Bank dan Manajemen edisi 78 Mei/Juni 2004, Jakarta.
Hair, S.E., Anderson, R.E., Tatham R.L, Black, W. Multivariate Data Analysis, Prentice Hall, Fifthe Edition, 1998.
Herri, 2004. “Karakteristik Kewirausahaan dan Prestasi Usaha Kecil dan Menengah Indonesia (Pendekatan Teori Berbasis Sumberdaya), Lembaga Penelitian Universitas Andalas, Padang.
Miller, D., and Toulouse,J.M., 1986. Strategi, Structure, CEO Personality and Performance in Small Firms, American Journal of Small Business.
Santoso, Singgih, 2002. Statistik Multivariat, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Supranto, J, 2004. Analisis Multivariat : Arti dan Interpretasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Zimmerer dan Scarborough, 2002. Kewirausahaan dan Manajemen Bisnis Kecil, “Essentials of Entrepreuneurship and Small Business Management”. Prenhallindo, Jakarta.