LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 31 LAPORAN KAJIAN KEBIJAKAN PANGAN WILAYAH PENYANGGA A. Kota Bandung Provinsi Jawa Barat 1. Profil Wilayah Kota Bandung Kota Bandung terletak di antara 107 0 36 ‘Bujur Timur dan 6 0 55’ Lintang Selatan. Kota Bandung merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 175.77 km2 dan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa (BPS, 2017). Jika dibandingkan dengan luas wilayahnya, jumlah penduduk Kota Bandung relatif besar dengan pertumbuhan penduduk 0,37% per tahun dan kepadatan penduduknya 14.232 jiwa/ Km 2 . Dilihat dari segi kepadatan penduduk per kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.817 jiwa/Km 2 . Jumlah rumah tangga Kota Bandung adalah sebanyak 657.769 rumah tangga dengan jumlah rata-rata 4 jiwa per rumah tangga. Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 Meter di atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050 Meter dan terendah di sebelah Selatan 675 Meter di atas permukaan laut. Peta Kota Bandung tersaji pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Peta Wilayah Kota Bandung
57
Embed
KEBIJAKAN PANGAN WILAYAH PENYANGGAbkp.pertanian.go.id/storage/app/uploads/public/5d2/412/e46/5d2412e465e... · Pangan dan Pasar Bermartabat, dan selanjutnya dijual ke retailer dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 31
LAPORAN KAJIAN
KEBIJAKAN PANGAN WILAYAH PENYANGGA
A. Kota Bandung Provinsi Jawa Barat
1. Profil Wilayah Kota Bandung
Kota Bandung terletak di antara 1070 36 ‘Bujur Timur dan 60 55’ Lintang
Selatan. Kota Bandung merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat dengan
luas wilayah 175.77 km2 dan jumlah penduduk 2,5 juta jiwa (BPS, 2017).
Jika dibandingkan dengan luas wilayahnya, jumlah penduduk Kota
Bandung relatif besar dengan pertumbuhan penduduk 0,37% per tahun dan
kepadatan penduduknya 14.232 jiwa/ Km2. Dilihat dari segi kepadatan
penduduk per kecamatan, maka Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan
daerah terpadat dengan kepadatan penduduk 39.817 jiwa/Km2. Jumlah
rumah tangga Kota Bandung adalah sebanyak 657.769 rumah tangga
dengan jumlah rata-rata 4 jiwa per rumah tangga.
Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 Meter di
atas permukaan laut (dpl), titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian
1.050 Meter dan terendah di sebelah Selatan 675 Meter di atas permukaan
laut. Peta Kota Bandung tersaji pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Peta Wilayah Kota Bandung
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 32
2. Kebutuhan Pangan Strategis Kota Bandung
Kebutuhan pangan di Kota Bandung tergolong tinggi mengingat jumlah
penduduknya yang relatif tinggi. Jumlah kebutuhan beras per bulan di Kota
Bandung mencapai 23 ribu ton, gula pasir 2500 ton, minyak goreng 2 ribu
ton. Sementara kebutuhan untuk komoditas hortikultura seperti cabai besar
dan bawang putih masing-masing sebesar 47 ton dan 600 ton. Permintaan
protein hewani di Bandung cukup besar, tercatat kebutuhan daging ayam
di kota ini sebesar 2.500 ton, telur ayam 1.400, dan daging sapi 481 ton
Gambar 5.2. Kebutuhan Konsumsi Komoditas Strategis Kota Bandung
Sumber: BKP, 2018 (diolah)
Tingkat ketergantungan pangan Kota Bandung terhadap wilayah
produsen sangat tinggi, hal ini lantaran keterbatasan lahan untuk produksi
bahan pangan. Pola distribusi pangan dari pemasok, pengepul dan
pedagang besar langsung ke pasar dengan rantai pasok yang panjang.
Panjanganya rantai pasok membuat inefisiensi kualitas bahan pangan dan
tingginya harga sampai ke konsumen.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 33
Harga komoditas pangan di Kota Bandung mengalami fluktuasi
beragam selama kurun waktu 3 tahun terakhir (2014-2016) namun masih
wajar dengan persentase antara 3% hingga 6% (Gambar 3). Harga Beras
murah di pasaran mengalami kenaikan dan diikuti oleh komoditas strategis
lainnya seperti gula pasir, minyak goreng, daging (ayam dan sapi), telur,
dan bawang merah. Khusus untuk cabai merah, harga justru menurun.
Menurunnya harga cabai ini ditengarai meningkatnya pasokan dari wilayah
produsen seperti lembang, cianjur, dan bahkan dari luas provinsi
(Banyuwangi-Jawa Timur). Lebih lanjut, Dinas Pangan Kota bandung
mencatat bahwa 96% bahan pangan yang dipasok ke Kota bandung 96%-
nya disuplai dari Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Sumedang dan
wilayah lain di Jawa Barat maupun luar Jawa Barat.
Gambar 5.3. Fluktuasi Harga Komoditas Strategis Kota Bandung
Sumber: BKP, 2017 (diolah)
3. Distribusi Pangan Kota Bandung
Dalam memenuhi kebutuhan pangannya, Kota Bandung telah ditopang
40 pasar tradisional yang tersebar di lebih dari 18 kecamatan, terbagi dalam
pasar besar, sedang, dan pasar kecil. Jumlah pasar besar sebanyak 10
pasar seperti Pasar Baru, Pasar Sederhana, Pasar Andir, dan sisanya (30)
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 34
pasar adalah pasar sedang dan pasar kecil yang mengambil pasokan ke
pasar besar (Tabel 5.1).
Tabel 5.1. Pasar di Kota Bandung
Dari keseluruhan pasar yang ada di Kota Bandung, Pasar Bermartabat/Pasar
Sederhana merupakan PD Pasar yang memiliki peran strategis dalam proses tata
kelola pasar. Pasar ini merupakan badan usaha milik daerah Kota Bandung yang
bertugas mengelola asset pasar-pasar tradisional seluruh Kota Bandung dan dan
merupakan embrio sebagai pusat penyediaan dan distribusi pangan lingkup Kota
Bandung.
Dalam perkembangan pelaksanannya, PD Pasar sejak tahun 2018
sudah menjalin kerjasama dengan BUMD Jawa Barat dalam program
pengadaan komoditas pangan strategis di lingkungan PD Pasar.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 35
Berdasarkan Nota Kesepahaman Bersama No. 511.2/01b-PKS-
PDPB/2018, BUMD Jawa Barat yang dalam hal ini adalah PT. Agro Jabar
secara umum memberikan suplai pangan yang dibutuhkan oleh pasar-
pasar di wilayah Kota Bandung. Ruang lingkup kerjasama yang dibuat
diantaranya: (1) saling berkoordinasi dalam rangka program pengadaan
komoditas di lingkungan PD. Pasar Bermartabat Kota Bandung; (2)
memetakan komoditas apa yang dibutuhkan bagik dari segi kualitas
maupun kuantitas; (3) bersama-sama melalukan pemetaan mengenai
pasar-pasar dan kios-kios mana yang digunakan untuk program ini; (4)
membuat model bisnis mengenai kerjasama program pengadaan
komoditas; dan (5) membuat standard operating procedure (SOP)
mengenai rencana kerjasama dimaksud.
4. Peran BUMD Pangan Agro Jabar
Model penyangga pangan kota besar merupakan sistem yang
terintegrasi dengan memfungsikan peran kelembagaan baik di kota besar
maupun wilayah penyangganya. Dalam kerangka kelembagaan sistem
penyangga, Peran Distribution Center (DC) sangat dominan dalam
penyediaan, cadangan, distribusi pangan dan diintegrasikan dengan Toko
Tani Indonesia Center (TTIC) sebagai salah satu collecting center dalam
sistem penyangga.
Kelembagaan DC berawal dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
yang menangani masalah pangan secara luas. Sebagai contoh dalam
kasus DKI Jakarta, DC merupakan gabungan dari 3 BUMD pangan (PT
FSTJ, PD. Dharma Jaya, dan PD. Pasar Jaya) yang menangani seluruh
komoditas bahan pangan seperti beras, daging, hortikultura dan sembako
secara umum. Kelembagaan DC yang sudah terbentuk di DKI Jakarta
diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi kota-kota besar seperi Semarang,
Kota Bandung sebagai menjadi salah satu barometer pergerakan dan
stabilisasi harga pangan memiliki peran dominan dalam mempengaruhi
wilayah disekitarnya. Oleh sebab itu, penguatan DC mutlak diperlukan agar
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 36
stabilisasi pasokan, harga, dan inflasi dapat dikendalikan dengan baik.
Peran pemerintah daerah sangat diperlukan dalam pembentukan DC dan
sistem penyangga pangan Kota Bandung.
Pada mulanya, BUMD yang menangani pangan di Kota Bandung sudah
terbentuk sekitar 20 tahun yang lalu melalui pendirian PD Agribisnis dan
Pertambangan. Perusahaan daerah ini menangani perkebunan the di
wilayah Kabupaten Garut dengan cakupan wilayah perkebunan seluas
kurang lebin 2.000 hektar. Namun demikian, perkembangan perusahaan ini
kurang menjanjikan dan lama terhenti karena prospek dan modalnya belum
profitable, hingga akhirnya dibubarkan dan dibentuk BUMD baru bernama
PT. Agro Jabar.
Agro Jabar merupakan sebuah BUMD Provinsi Jawa Barat yang
didirikan pada tahun 2013 dengan mengemban visi dan misi menjadi
perusahaan agrobisnis yang terpercaya dan menguntungkan. Ruang
lingkup usaha perusahaan ini meliputi perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan. Pada usaha perkebunan, saat ini Agro Jabar konsentrasi ke
budidaya kopi dan lemon lokal yang berlokasi di Kabupaten Garut,
sedangkan usaha pertanian yang digeluti adalah budidaya dan perbenihan
bawang putih di daerah Cimenyan Kabupaten Bandung.
Agro Jabar memiliki empat tujuan besar yang harus dicapai, pertama:
meningkatkan daya guna asset daerah. Agro Jabar pada awal operasinya
banyak mengalami permasalahan, utamanya terkait okupasi lahan/asset
yang lama ditinggalkan oleh perusahaan sebelumnya. Asset yang
dimaksud adalah lahan seluas kurang lebih 2000 hektar dan telah dikuasai
oleh masyarakat sekitar. Permasalahan ini muncul lantaran Hak Guna
usaha (HGU) yang dipegang oleh BUMD telah kadaluarsa dan belum
dilakukan perpanjangan, disisi lain masyarakat telah memanfaatkan tanah
selama puluhan tahun. Tujuan Kedua, meningkatkan daya guna aset
daerah dengan memanfaatkan secara optimal asset lahan untuk agribisnis.
Total lahan yang dimiliki oleh Agro Jabar seluas 1.940 ha yang tersebar di
Cikajang, Cogedug, dan Banjarwangi dan awalnya ditanami tanaman
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 37
hortikultura seperti kentang, kol, tomat, cabai, dan bawang merah. Nakun
demikian, dari total luas lahan tersebut baru 16 ha yang bisa dikuasai oleh
Agro Jabar dan saat ini ditanami tamanan perkebunan dengan komoditas
utamanya adalah lemon, stevia, kopi. Tujuan ketiga, mengembangkan
investasi daerah dan kontribusi terhadap pendapatan Asli Daerah (PAD).
Total investasi yang digulirkan untuk pengembangan usaha agribisnis
sebesar 37 Milyar, dan saat ini sedang ekspansi untuk penanaman
komoditas hortikultura.
Ruang lingkup usaha PT Agro Jabar adalah di bidang perkebunan
perikanan, cadangan pangan dan usaha lainnya di bidang agro.
5. Peran Agro Jabar dalam Sistem Penyangga Pangan
Sesuai amanat Perda Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2012, salah satu
tugas Agro Jabar adalah turut serta dalam upaya stabilisasi harga pangan
di Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat secara umum. Dalam kerangka
stabilisasi harga dan pasokan, wilayah perkotaan merupakan daerah yang
tidak menghasilkan pangan strategis dalam memenuhi permintaan
masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah bertanggungjawab dalam
menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan di wilayah setempat.
Peran pemerintah daerah Jawa Barat sejatinya telah di
implementasikan dengan membentuk PT Agro Jabar yang kedepan dapat
difungsikan sebagai embrio Distribution Center dan untuk memperkuat
koordinasi pangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota (baik
Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian Dinas Perdagangan, dan
Bulog), Badan Ketahanan Pangan-Kementerian Pertanian dan lembaga
terkait. Dengan fungsi tersebut, diharapkan kedepan peran Agro Jabar
dapat dikembangkan menjadi penyangga pangan khususnya ibukota Jawa
Barat.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 38
Sistem penyangga Kota Bandung sejatinya belum dikemas dengan baik
dan lebih terkesan berjalan secara parsial sesuai tujuan bisnis yang
dikembangkan, sebagai contoh Agro Jabar yang saat ini lebih fokus pada
komoditas perkebunan yang bernilai tambah dibandingkan dengan
komoditas strategis yang berpengaruh terhadap stabilisasi harga dan
pasokan. Jika diperhatikan (Gambar 3) kondisi sistem penyangga pangan
Kota Bandung saat ini masih dilakukan oleh oleh Agro Jabar dan Toko Tani
Indonesia Center (TTIC) dengan komoditas dan segmentasi pasar yang
jauh berbeda. Jika Agro Jabar memilih komoditas perkebunan (lemon,
stevia, kopi), maka TTIC sesuai fungsinya menjalankan fungsi stabilisasi
harga dan pasokan dengan penyediaan komoditas trategis (beras, cabai,
bawang, daging, dan komoditas strategis lainnya). Segmentasi pasar-pun
juga berbeda, Agro Jabar memasarkan produk nya dengan konsep
keagenan dengan membentuk distributor tiap wilayah dan agen-agen
online yang tersebar di seluruh wilayah, barulah sampai ke konsumen.
Berbeda hal nya dengan TTIC yang langsung mengambil barang dari
petani mitra dan dipasarkan langsung ke konsumen akhir. Sedangkan jika
dilihat dari sisi jasa yang dilakukan, Agro Jabar saat ini telah bekerjasama
dalam jasa pergudangan, pengemasan, dan pengiriman produk yang telah
diproduksi.
Selain Agro Jabar dan TTIC, petani/gapoktan dan pedagang juga bisa
mendistribusikan bahan pangan ke pasar-pasar tradisional, toko
kelontong/kios, dan pasar murah di seluruh pasar Kota Bandung secara
langsung, tanpa melalui koordinasi pasar induk.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 39
Gambar 5.4. Model Penyangga Bandung Existing
Dengan melihat model penyangga yang telah ada di Kota Bandung,
maka setidaknya ada 3 (tiga) institusi besar yang berperan penting sebagai
faktor pembentuk sistem penyangga kedepan, yaitu Agro Jabar, PD Pasar
Bermartabat, dan TTIC. Ketiga lembaga ini kedepan perlu disinergikan
dengan membagi peran dan fungsi secara tegas agar sistem penyangga
pangan dapat terwujud.
Dengan melihat pengalaman dan kegiatan usaha yang telah dilakukan
oleh Agro Jabar dan TTIC, maka sesungguhnya BUMD dan TTIC ini bisa
memainkan peran sebagai pemegang kendali dalam penyediaan komoditas
strategis baik protein hewani (daging, ayam, telur) maupun sumber
karbohidrat (beras), sedangkan PD Pasar Bermartabat dengan fungsi
kordinasi pasar-pasar di seluruh Kota Bandung memainkan perannya
sebagai pemasok sekaligus pengelola kebutuhan sembako, buah, dan
sayur melalui kerjasama dengan petani/gapoktan dan/atau Pasar Induk
Caringin.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 40
Aliran pasokan dengan sistem ini dipandang akan lebih efisien karena
peternak, Rice Milling Unit (RMU), Rumah Potong Hewan (RPH), dan
petani/gapoktan langsung bisa mendistribusikan komodias Kepada BUMD
Pangan dan Pasar Bermartabat, dan selanjutnya dijual ke retailer dan
konsumen (Gambar 5.6).
Gambar 5.5. Sistem Penyangga Pangan Kota Bandung Kedepan
Langkah awal yang perlu dilaksanakan oleh Agro Jabar, TTIC, dan PD
Pasar Bermartabat adalah dengan menjalin kerjasama bersama dalam
penyediaan dan distribusi pangan wilayah Kota Bandung. Langkah ini
sejatinya sudah mulai diinisiasi oleh Agro Jabar dengan PD Pasar melalui
Nota Kesepahaman yang telah dibuat pada tahun 2018 namun belum
melibatkan TTIC.
6. Sinergi BUMD Pangan/Agro Jabar dengan Instansi terkait
Dalam menjalankan akivitasnya, Agro Jabar telah menjalin mitra
dengan instansi terkait utamanya dalam penyediaan dan distribusi pangan,
sebagai berikut:
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 41
Tabel 5.2. Sinergi BUMD Pangan dengan Instansi Terkait
No Instansi Koordinasi/Kemitraan
1 Dinas Perdagangan Belum ada kerjasama dengan Dinas Perdagangan atau bantuan yang diberikan, namun berpartisipasi dalam event-event seperti pasar murah, bazar, exhibition aau kegiatan promosi lainnya
2 Dinas Pertanian Kerjasama dalam budidaya bawang putih di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Bandung seluas 3,2 hektar.
3 Dinas Ketahanan Pangan
Belum ada
4 Bulog Belum ada
5 Pemasok Kerjasama dengan petani/gapoktan dalam budidaya tanaman stevia, lemon, kopi, dan tanaman hortikultura lainnya
6 BKSP Jabodetabekjur Belum ada
7. Permasalahan yang dihadapi dan Rencana Agro Jabar Kedepan
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Agro Jabar dalam
pengembangan bisnis saat ini dinataranya:
a. Permasalahan yang dihadapi
1) Agro Jabar belum siap merambah ke komoditas pangan karena
kesiapan anggaran dan kurang siapnya lahan garap yang saat ini
sebagian besar dikuasai oleh penduduk lokal.
2) Gudang belum siap, aturan resi gudang belum sepenuhnya dapat
diimplementasikan oleh pemerintah daerah.
3) Komoditas yang diperdagangkan oleh Agro Jabar masih terbatas,
sehingga sistem distribusinya masih sederhana dan belum kearah
e-commerce.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 42
b. Rencana Tindak Lanjut Kedepan
1) Mengembangan komoditas beras (of farm), peternakan susu (on
farm) di wilayah Garut;
2) Merintis ekspor untuk komoditas kopi;
3) Pengembangan platform pertanian (Simpultani) sebagai jembatan
antara perusahaan dengan petani.
4) Pengembangan Agropolitan (membangun pusat pertanian
agribisnis) dan Agrowisata di kawasan bandung.
B. Kota Serang Provinsi Banten
1. Profil Wilayah Kota Serang
Posisi Kota Serang secara geografis terletak diantara 5°99’ – 6°22’
Lintang Selatan dan 106°07’ – 106°25’ Bujur Timur, Dengan menggunakan
koordinat system Universal Transfer Mercator ( UTM ) Zone 48E, wilayah
Kota Serang terletak pada koordinat 618.000 M sampai dengan 638.600 M
dari Barat ke Timur dan 9.337.725 M sampai dengan 9.312.475 M dari
Utara ke Selatan adalah sekitar 21,7 KM dan jarak terpanjang dari Barat ke
Timur adalah 20 KM. Kondisi Geografis Kota Serang menunjukan bahwa
karakteristik wilayah di Kota Serang sebagian besar adalah dataran sedang
dengan ketinggian kurang dari 500 mdpl serta memiliki iklim tropis. Dengan
keadaan ini maka rata – rata suhu di Kota Serang setiap bulannya berkisar
27,07°C, suhu terendah 23,2°C dan tertinggi 33,2°C, dengan kelembapan
udara 84%, rata – rata curah hujan 1500-2000 MM / tahun dengan curah
hujan terbesar pada bulan Januari dan Desember.
Kota Serang merupakan wilayah baru hasil pemekaran Kabupaten
Serang Provinsi Banten berdasarkan Undang–Undang Nomor 32 Tahun
2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten. Kota Serang
memiliki wilayah seluas 266,74 Km² yang terdiri dari 6 Kecamatan yaitu
Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Cipocok Jaya,
Kecamatan Curug, Kecamatan Walantaka dan Kecamatan Taktakan. Jika
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 43
diperbandingkan, luas wilayah Kota Serang tersebut hanya sekitar 3,08%
dari luas wilayah Provinsi Banten. Peta Kota Serang tersaji pada Gambar
12.
Kota Serang mempunyai kedudukan sebagai pusat peemrintahan
Provinsi banten, juga sebagai daerah alternative dan penyangga ibukota
Negara, karena dari daerah DKI Jakarta hanya berjarak sekitar 73 km.
Ibukota dari Kota Serang berada di Kecamatan Serang. Kota Serang yang
luasnya sebesar 266,74 km2, sebagian besar wilayahnya terletak di dataran
rendah yang memiliki ketinggian kurang dari 500 mdpl.
Gambar 5.6. Peta Wilayah Kota Serang
2. Kebutuhan Pangan Strategis Kota Serang
Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, penduduk Kota Serang terus
bertumbuh. Namun sampai dengan tahun 2017 penambahan penduduk
tersebut tidak mempengaruhi proporsi jumlah penduduk perempuan dan
laki-laki. Rasio jenis kelamin di Kota Serang masih bertahan di angka 105.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 44
Hal tersebut menggambarkan kondisi jumlah penduduk laki-laki yang lebih
besar dari jumlah penduduk perempuan.
Tingkat kepadatan penduduk Kota Serang pada tahun 2017 mencapai
2.499 penduduk per km2 , atau untuk setiap satu kilometer persegi wilayah
Kota Serang dihuni oleh sekitar 2.499 penduduk. Angka ini berbading lurus
dengan penambahan jumlah penduduk yang terus terjadi setiap tahun.
3. Distribusi Pangan Kota Serang
Dalam memenuhi kebutuhan pangannya, Kota Serang telah ditopang
10 pasar tradisional yang tersebar di 6 kecamatan, terbagi dalam pasar
besar, sedang, dan pasar kecil. Nama-nama pasar di kota serang adalah
Pasar Rau, Pasar Lama, Pasar Kelodran, Pasar Ciruas, Pasar Cikeusal,
Pasar Petir, Pasar Pamarayan, Pasar Baros, Pasar Balokang, dan Pasar
Bandung Baboko.
Beberapa pasar tradisional yang ada di Kota Serang diantaranya Pasar
lama, Pasar Kalodran, dan Pasar Karangantu. Namun demikian pasar
tradisional ini tetap berinduk kepada Pasar Rau. Untuk Pasar Taman Sari
hanya beroperasi pada hari Sabtu dan Minggu. Kehadiran pasar tradisional
hingga saat ini tetap berjalan dan berkembang, meskipun hadirnya pasar
modern tidak mempengaruhi minat masyarakat dalam berbelanja di pasar
tradisional. Pasar Rau adalah pasar induk yang terletak di daerah Kota
Serang, yang merupakan salah satu pasar tradisional yang paling ramai
dikunjungi orang tiap harinya. Keadaan Pasar Rau saat ini lebih luas karena
telah mengalami perkembangan dan peremajaan baik di luar dan di dalam,
sehingga Pasar Rau menjadi pusat pasar tradisional yang disebut Rau
Trade Centre.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 45
4. Peran BUMD PT. Agrobisnis Banten
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak dibidang pangan di
Provinsi Banten saat ini sedang dalam proses perencanaan pendirian.
Pendirian BUMD dibidang pangan tersebut dilatar belakangi karena pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang yang paling utama, karena itu
pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Kualitas
pangan yang dikonsumsi berkontribusi terhadap upaya pembentukan
manusia yang berkualitas. Tanpa dukungan pangan yang cukup dan
bermutu, tidak mungkin dihasilkan sumberdaya manusia yang bermutu.
Komitmen akan pentingnya masalah pangan dan ketahanan pangan
sebenarnya telah dituangkan dalam berbagai peraturan daerah berupa:
1) Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pangan. Perda ini
membuka peluang dalam membuka lahan pertanian baru; menggunakan
teknologi tepat guna dan pengelolaan pertanian; menambah luas tanam
dan panen; meningkatkan produktivitas serta adanya Perusahaan
Daerah di bidang pangan
2) Perda Provinsi Banten Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan. Luas lahan pertanian pangan
berkelanjutan paling kurang 169.515,47 hektar, terdiri dari: Kabupaten
Serang minimal 41.098 hektar; Kabupaten Tangerang 29.295 hektar;
Kabupaten Pandeglang 53.951 hektar; Kabupaten Lebak 40.170 hektar;
Kota Serang 3.022 hektare; Kota Cilegon 1.736 hektar; Kota Tangerang
93 hektar; dan Kota Tangerang Selatan 150 hektar.
Dalam rangka mendukung stabilitas pemenuhan pangan di Provinsi
Banten dan juga daerah sekitarnya, maka pendirian BUMD Pangan dinilai
salah satu langkah strategis Pemda Banten. Pendirian BUMD pangan di
Provinsi Banten dilatarbelakangi oleh:
1) Produktivitas. Provinsi Banten yang memiliki keunggulan geografis dan
sebagai pintu gerbang yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan
Pulau Sumatera setiap tahunnya menjadi salah satu lumbung pangan
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 46
nasional, untuk sentra padi berada di Kabupaten Pandeglang, Lebak,
Serang, dan Tangerang yang pada tahun 2015 mencapai 2,19 juta ton
gabah kering giling (GKG), atau naik 0,14 juta ton GKG dibandingkan
tahun 2014.
2) Kebutuhan. Tren terus meningkatnya jumlah penduduk di Provinsi
Banten dengan asumsi Penduduk Banten tahun 2018 sebanyak
12.203.148 jiwa maka kebutuhan untuk komoditi beras diperkirakan
sebesar 1.250.040 ton beras/tahun
3) Pengendalian. Mendukung pengendalian harga dan ketersediaan bahan
pokok di Provinsi Banten, Sehingga peningkatan produktifitas dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Provinsi Banten.
Selain itu ada beberapa pertimbangan sosiologis yang mendasari
pendirian BUMD pangan ini, yaitu:
1) Agraris. Provinsi Banten merupakan daerah agraris, hal ini dapat
dibuktikan melalui data yang di rilis oleh BPS pada tahun 2017 bahwa
sektor penyumbang terbesar dalam PDRB adalah sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan dengan nilai terbesar Rp.22.183,88 Milyar
(Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten Atas Dasar Harga
Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha, 2010-2016).
2) Produktivitas. Provinsi Banten memiliki produktivitas tanaman pangan
yang selalu meningkat setiap tahunnya, hal tersebut disebabkan hasil
panen yang sesuai target bahkan melebihi karena adanya dukungan
kebijakan dan berbagai operasi terpadu
3) Kebutuhan Pokok. Sebagai masyarakat Agraris yang sebagian besar
memenuhi kebutuhan konsumsi dasarnya dengan beras. Masyarakat
Banten membutuhkan suatu kepastian akan adanya ketersediaan bahan
pokok yang dapat diperoleh dengan mudah dan terjangkau
Tujuan Pendirian BUMD PT. Agrobisnis Banten sesuai dengan PP
54/2017 Pasal 7, yaitu: (1) memberikan manfaat bagi perkembangan
perekonomian Daerah; (2) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi pemenuhan hajat
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 47
hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik dan potensi daerah yang
bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik, dan (3)
memperoleh laba dan/atau keuntungan.
Model bisnis BUMD Agrobisnis Banten terdiri dari: (1) trader/pedagang:
stabilisator/penyeimbang di pasar, berperan sebagai pengepul dan
pembina petani, (2) pengelola pasar: building estate dan maintenance dan
property investasi, dan (3) pengelola jaringan distribusi: mengelola pusat
distribusi dan membina jaringan pemasoknya.
Tahapan yang dilakukan oleh Pemda Banten dalam Pendirian Pusat
Distribusi Provinsi Banten
1) Tahun 2017/2018 tahap persiapan: penyusunan FS PDP, penyusunan
FS kelayakan pengadaan lahan
2) Tahun 2018/2019 tahap perencanaan: penetapan lokasi dan pengadaan
lahan, penyusunan DED, dan pembentukan BUMD pengelola PDP
3) Tahap 2019/2020 tahap pelaksanaan: pembangunan fisik, pembangunan
infrastruktur pendukung PDP, dan peresmian pembukaan PDP. Adapun
roadmap business plan PDP Banten adalah sebagai berikut.
Gambar 5.7. Roadmap Business Plan Pusat Distribusi Provinsi Banten
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 48
Adapun sebaran lokasi PDP provinsi Banten adalah: Lokasi 1 Pasar
Rau Kota Serang, Lokasi 2 Area Cikuasa Kelurahan Gerem Kota Cilegon,
Lokasi 3 Kawasan Industri Jatiuwung Kota Tangerang, Lokasi 4 Kecamatan
Maja Kabupaten Lebak, Lokasi 5 Kecamatan Jayanti Kabupaten
Tangerang, Lokasi 6 Kecamatan Petir Kabupaten Serang, Lokasi 7 Area
Militer Ksatrian Gatot Subroto Kota Serang.
Gambar 5.8. Sebaran Potensi Lokasi Pusat Distribusi Provinsi
Dengan berdirinya BUMD Agrobisnis dengan Pusat Distribusi Provinsi
Banten di dalamnya diharapkan (1) memenuhi ketersediaan bahan pangan
pokok masyarakat di Provinsi Banten (mendukung pengendalian inflasi
daerah dan membantu pengendalian harga bahan pokok), (2) menjaga
kestabilan ketersediaan, kelancaran distribusi, dan keterjangkauan harga
bahan pangan di Provinsi Banten (menjaga daya beli masyarakat,
peningkatan tata kelola bahan pokok), dan (3) mendukung peningkatan
kegiatan ekonomi daerah (menjadi perusahaan yang sehat, mampu
berperan secara aktif dalam kegiatan ekonomi). Selain itu manfaat lain yang
dapat dicapai adalah menjadikan Provinsi Banten sebagai daerah
peyangga bagi daerah konsumen pangan seperti halnya daerah DKI
Jakarta.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 49
5. Peran TTICD Banten dalam Sistem Penyangga Pangan
Dalam rangka mengembangkan jaringan pemasaran hasil produksi
beras dari Gapoktan/Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM)
Provinsi Banten, serta untuk membantu serapan PUPM memasok ke Toko
Tani Indonesi (TTI), maka dibentuklah Toko Tani Indonesia Center Daerah
(TTICD). Toko Tani Indonesia Center Daerah (TTICD) merupakan lembaga
yang dibentuk untuk mendukung upaya stabilisasi harga di tingkat produsen
dan konsumen, yang tidak terlepas dari kerangka kegiatan Pengembangan
Usaha Pangan Masyarakat (PUPM). Pembentukan TTICD dapat
mendukung dan mempercepat pencapaian tujuan PUPM itu sendiri.
TTICD Provinsi Banten merupakan pusat distribusi komoditas pangan
pokok dan strategis untuk menjamin ketersediaan dan akses pangan pada
wilayah yang rawan mengalami gejolak harga pangan melalui
pengembangan sistem distribusi pangan sehingga dapat mewujudkan
kepastian dan kestabilan harga. Lebih jauh lagi diharapkan pula dengan
keberadaan TTICD diharapkan menjadi salah satu aspek penting dalam
mewujudkan tujuan jangka panjang pembangunan perekonomian nasional
dalam bentuk ketahanan pangan.
Pada tanggal 3 Juni 2017 terbentuklah TTICD daeran yang ditetapkan
melaui SK Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten. Pada tanggal
16 November 2017 TTICD Banten diresmikan oleh Gubernur Banten
bersamaan dengan Hari Jadi Provinsi Banten yang ke XVII di Hall ICE
Tangerang. Pemerintah Provinsi Banten melaunching kembali Toko Tani
Indonesia Center Daerah (TTICD) pada tanggal 5 Mei 2018 . Tujuan
Pengembangan TTICD Provinsi Banten : (1) Mengelola sistem informasi
permintaan, pasokan dan stok antara Gapoktan/LUPM dengan TTI; (2)
Memfasilitasi penyediaan dan penyaluran komoditas pangan dari
Gapoktan/LUPM kepada TTI; (3) Melakukan pemantauan perkembangan
harga komoditas pangan sebagai referensi penentuan harga. (4)
Mengelola pengadaan pangan di TTICD Provinsi Banten.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 50
Manfaat Pengembangan TTICD Provinsi Banten: (1) Menyerap produk
pertanian di Provinsi Banten dengan harga yang layak dan menguntungkan
petani khususnya bahan pangan pokok dan strategis; (2) Mendukung
stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok dan strategis; dan (3)
Memberikan kemudahan akses konsumen/masyarakat terhadap bahan
pangan pokok dan strategis yang berkualitas, dengan harga yang wajar.
Peran TTICD Banten dalam distribusi pangan, sebagai pengelola
pasokan komoditas pangan dilakukan untuk mengatur arus komoditas
pangan dari produsen (LUPM pelaksana kegiatan PUPM, produsen
pangan non PUPM, serta distributor pangan) ke TTI/TTIC/konsumen.
Arus komoditas pangan pokok dan strategis yang dikelola TTIC terdiri dari:
1) Arus barang dari Gapoktan ke TTI dan TTIC
Gapoktan akan mengirimkan sejumlah komoditas yang diminta oleh TTI
setelah mendapatkan informasi dari TTIC, dengan mekanisme
pembayaran dilakukan TTI kepada Gapoktan. Gapoktan juga memenuhi
permintaan TTIC untuk kebutuhan Gelar Pangan Murah.
2) Arus barang dari produsen pangan non PUPM, distributor pangan
ke TTI dan TTIC.
Sesuai instruksi TTIC, produsen pangan non PUPM akan mengirimkan
sejumlah komoditas yang diminta oleh TTI, dengan mekanisme
pembayaran dilakukan TTI kepada produsen pangan non PUPM.
Produsen pangan non PUPM juga memenuhi kebutuhan TTIC untuk
Gelar Pangan Murah. Jenis komoditas yang dikelola oleh TTIC meliputi:
(a) Pangan pokok dan strategis yang dikelola dalam kegiatan PUPM yaitu
beras, cabai merah dan bawang merah; (b) Pangan lain yang
menghadapi ketidakstabilan harga, seperti gula, minyak goreng, telur,
daging, dan lain-lain.
Komoditas pangan yang dipasok ke TTIC harus memenuhi standar
kualitas minimal masing-masing komoditas yang telah ditentukan agar
komoditas dapat diterima oleh pasar dan untuk meminimalkan kerusakan.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 51
Dalam pelaksanaan pengiriman produk pangan dari wilayah asal pasokan,
pemasok harus memperhatikan handling untuk menjaga kualitas dan
mengurangi losses.
Ketentuan pengadaan komoditas pangan dari Gapoktan/LUPM wajib
mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Petunjuk Teknis PUPM Tahun
2018 sedangkandari non LUPM harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: (1) Bersedia bekerjasama dengan TTIC dan TTI untuk memasok
komoditas pangan dengan harga yang disepakati dan waktu yang telah
ditentukan, dengan mengajukan surat permohonan kerjasama; (2)
Sanggup menjaga kuantitas dan kualitas pasokan bahan pangan; (3)
Bersedia menanggung biaya transportasi ke TTIC. Untuk pemasok beras,
cabai dan bawang merah menanggung biaya transportasi sampai ke TTI;
(4) Bersedia memenuhi ketentuan harga jual yang ditetapkan pengelola
TTIC; (5) Berkontribusi dalam penanganan pasca panen komoditas pangan
yang dipasok.
6. Peran TTICD Banten dalam Perdagangan Antar Wilayah
Peran TTICD Provinsi Banten dalam Perdagangan Pangan antar
wilayah, (1) Untuk kegiatan yang terkait dengan pengelolaan pasokan,
logistik dan penyaluran pangan, TTIC dapat melakukan pengembangan
kemitraan yang bertujuan untuk memberikan kemudahan pengelolaan
pasokan dari wilayah sentra produksi ke TTI serta peningkatan akses
konsumen. Kemitraan dapat dilaksanakan melalui partisipasi dan
kerjasama dengan pihak lain dalam hal pergudangan, pendistribusian
komoditas pangan ke TTI, pemasaran pangan dari TTI ke masyarakat. (2)
Untuk menjamin ketersediaan pasokan, perlu dibangun kemitraan yang
saling menguntungkan dan memberikan manfaat secara optimal antara
TTIC dengan beberapa kelompok pemasok bahan pangan pokok dan
strategis, diantaranya gapoktan, rice milling unit (RMU) atau kelompok
pengepul pada wilayah wilayah surplus ataupun sentra produksi pangan
terdekat.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 52
Gambar 5.9 Peran TTICD dalam Sistem Penyangga Pangan Banten
Keberadaan PUPM DI Provinsi Banten sebanyak 157 Gapoktan yang
terdiri dari LUPM Tahap penumbuhan 26 Gap/LUPM. LUPM Tahap
Pengembangan 98 Gap/Kelp. Dan Tahap Pembinaaan 33 Gap/Kelp.
Sedangakan TTI Sebanyak 429 Outlet TTI dan Satu Outlet TTI Center
Daerah Banten. Pengembangan TTICD Banten kedepannya di fungsikan
untuk Distribution Center (DC), TTICD diharapkan tidak lagi sebagai retailer
dan transaksi cashless.
Kegiatan PUPM melalui TTI sangat strategis dalam memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat, karena harga bahan pangan di TTI jauh
lebih murah dibanding harga pasar.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 53
Gambar 5.10. Distribusi Dan Harga Jual Beras di Banten
Beras TTI dijual dengan harga Rp 8.500 per kilogram atau lebih murah
dari harga pasar yang mencapai Rp 9.500 per kilogram. Begitu juga
komoditas lain, yang dijual di TTI seperti bawang merah, cabai, daging sapi,
daging ayam, telur ayam, minyak goreng, terigu dan lainnya, kehadiran TTI
dapat membantu masyarakat, khususnya ibu-ibu dalam memenuhi
kebutuhan pangan yang murah, karena bisa menghemat pengeluaran
selama puasa dan lebaran mendatang.
Lingkup pengelolaan TTICD Banten meliputi: (a) Pengelolaan Sistem
Arus Informasi penyaluran komoditas pangan dari produsen (LUPM,
penyedia pangan selain LUPM, distributor) maupun TTI kepada
masyarakat sebagai konsumen akhir; dan (b) pengelolaan arus
komoditas dari produsen (LUPM, penyedia pangan selain LUPM,
distributor) ke TTI dan TTICD Banten untuk penyelenggaraan gelar
pangan murah. Arus komoditas dan informasi kegiatan TTICD Banten
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar dibawah ini pemasaran cadangan
pangan yang diremajakan/pergantiaan stock cadangan pangan dengan
yang baru/fresh.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 54
Gambar 5.11. Alur Komoditas dan Informasi TTICD Banten
7. Peran TTICD Provinsi Banten dalam Cadangan Pangan
TTIC dimungkinkan untuk menjadi tempat/wadah promosi/penjualan
bagi Gapoktan binaan/LUPM maupun produsen pangan lainnya yang
mempunyai komitmen bagi stabilisasi harga dan pasokan. Mitra
TTIC/vendor yang berminat bergabung dalam melakukan aktifitas
penjualan di TTIC harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: (1). Bersedia
menjual komoditas pangan yang dibutuhkan dengan harga lebih rendah
dari pasar; (2). Melakukan pemasokan ke TTIC secara kontinyu untuk
memenuhi kebutuhan konsumen; (3). Memiliki jangkauan pasar luas yang
dibuktikan dengan jumlah pelanggan yang datang membeli ke TTIC;
(4). Melaporkan jumlah pasokan yang ada dan hasil transaksi setiap hari;
(5). Mampu melakukan promosi untuk komoditas pangan yang dijual; (6).
Mengikuti semua peraturan yang ditetapkan oleh pengelola TTI
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 55
Regulasi yang mendukung peran TTICD di Provinsi Banten
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
2. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5433);
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik IndonesiaTahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5680);
7. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2018 Tentang
Penyelenggaraan Pangan.
8. Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 48/KPTS/RC.110/J/10/2017
Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
06/KPTS/RC.110/J/01/2017 Tentang .Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat Tahun 2017.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 56
8. Model Pengembangan PUPM-TTI
Arus Komoditas pangan yang dikelola oleh TTICD Banten adalah
pasokan pangan yang berasal dari produsen (LUPM pelaksana kegiatan
PUPM, produsen pangan non PUPM, serta distributor pangan) untuk
disalurkan oleh TTICD Banten. Pasokan pangan yang masuk ke TTI juga
berasal dari produsen berdasarkan informasi yang dikelola oleh TTICD
Banten melalui Gelar Pangan Murah.
Arus Keuangan merupakan pembayaran hasil transaksi dari
penyaluran komoditas pangan dari TTI dan Gelar Pangan Murah ke
produsen. Pengembangan kedepan kegiatan TTICD Banten dapat
bekerjasama dengan pihak perbankan, dimana TTI akan menerima
kredit seperti pembiayaan pinjaman mikro/ritel dan menerapkan Cash
Management System (CMS) untuk monitoring transaksi keuangan TTICD
banten serta Payment Gateway untuk layanan TTI online dalam
mendukung pelaksanaan TTICD Banten .
Gambar 5.12. Arus keuangan kegiatan TTICD Banten
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 57
Arus informasi yang dikelola meliputi informasi ketersediaan pangan di
produsen dan kebutuhan permintaan pangan dari TTI dan TTICD Banten.
Arus informasi yang dikelola dan direkam olehTTICD Banten adalah seluruh
informasi kebutuhan pangan, harga, dan stok dalam transaksi antara
Gapoktan/LUPM dengan TTI dan TTICD Banten.
9. Model daerah penyangga Provinsi Banten
Model penyangga kota besar memberikan peran kepada pemerintah
daerah (antar provinsi atau provinsi-kabupaten/kota atau kabupaten-
kabupaten/kota) dalam penyelenggaraan kerjasama bidang pangan antara
wilah penyangga dengan kota besar yang disangga. Pengembangan model
ini lebih memfokuskan pada reformulasi fungsi BUMD daerah dan TTIC
sebagai embiro/cikal bakal Distribution Center (DC) bagi kota-kota besar di
Indonesia. TTIC/DC berperan dalam penyediaan, pencadangan, dan
mendistribusikan komoditas pangan melalui pemanfaatan teknologi
informasi (e-commerce) kepada pasar, TTI, RPK, toko kelontong, E-Warung
dan lainnya sehingga mempermudah alur distribusi dan memperpendek jalur
distribusi. Dalam model ini, alur distribusi bahan pangan yang berasal dari
petani/gapoktan dapat langsung ke TTIC/DC dan DC menyalurkan kepada
retailer dan langsung ke konsumen. Dengan sistem seperti ini maka rantai
pasok akan semakin efisien dan cost distribution dapat ditekan sehingga
tercipta stabilisasi harga pangan.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 58
Gambar 5.13. Model Peyangga Provinsi Banten
10. Sinergi TTICD Banten dengan Instansi terkait
Sebagai lembaga penyedian pangan, TTICD Banten melkukan sinergi
dengan lintas sektor terkait, bentuk sinerginya sebagai berikut :
Tabel 5.3. Sinergitas TTICD dengan Lintas Sektor Terkait
No Instansi Koordinasi/Kemitraan
1 Dinas
Perdagangan
Sinergitas TTICD Banten dengan Dinas Perdagangan
adalah mewujudkan stabilitas harga dan pasokan
pangan, terutama pada masa Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN)
2 Dinas Pertanian Sinergitas TTICD Banten dengan Dinas Pertanian
merupakan sarana bagi gapoktan atau supplier atau
produsen pangan pokok dan strategis untuk
memasarkan komoditas pangan. Sebab, serapan
gabah menjadi lebih cepat dan akses pasar terbuka.
Berkontribusi dalam penanganan pasca panen
komoditas pangan yang dipasok;
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 59
No Instansi Koordinasi/Kemitraan
3 Dinas
Ketahanan
Pangan
Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten selaku
Pengarah dan penanggung Jawab terhadap
pelaksanaan kegiatan TTICD Banten dengan tugas
sebagai berikut:
(a) Melakukan advokasi, sosialisasi, koordinasi dan
kerjasama dengan semua pengelola TTIC; (b)
Melakukan sosialisasi, pembinaan dan evaluasi
Gapoktan/Lembaga Usaha Pangan Masyarakat dan
Toko Tani Indonesia; (c) Memantau, mengawasi, dan
mengendalikan seluruh kegiatan di TTIC; (d) Melakukan
kegiatan promosi yang berhubungan dengan perluasan
jangkauan pasar produk pangan milik
Gapoktan/Lembaga Usaha Pangan Masyarakat
4 Bulog Pasokan non Beras (gula, terigu, minyak sayur, dll)
5 Pemasok Sinergitas TTICD Banten dengan Petani/Gapoktan
adalah arus Komoditas pangan yang dikelola oleh
TTIC adalah pasokan pangan yang berasal dari
produsen (LUPM pelaksana kegiatan PUPM,
produsen pangan non PUPM, serta distributor pangan)
untuk disalurkan oleh TTIC. Pasokan pangan yang
masuk ke TTI juga berasal dari produsen berdasarkan
informasi yang dikelola oleh TTIC melalui Gelar Pangan
Murah dan Melakukan kegiatan promosi yang
berhubungan dengan perluasan jangkauan pasar
produk pangan milik Gapoktan/Lembaga Usaha
Pangan Masyarakat.
6 BKSP
Jabodetabekjur
DKI adalah konsumen yang sangat membutuhkan
pasokan dari daerah penyangga. Sinergitas TTICD
Banten sangat di butuhkan untuk menjaga ketahanan
pangan DKI Jakarta.
7 Mitra/Konsumen Bersedia menjual komoditas pangan yang dibutuhkan
dengan harga lebih rendah dari pasar
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 60
11. Permasalahan yang dihadapi dan Rencana Agro Banten Kedepan
Tabel 5.4 Permasalahan
Uraian Keterangan
Penyediaan pangan Hanya sebagian LUPM yang memasok
Cadangan pangan Beras mudah rusak
Distribusi pangan TTI mitra belum maksimal dalam penjualan ke
masyarakat, sehingga permintaan TTI Mitra ke
TTIC kurang maksimal
Stabilisasi pangan Harga komoditas di TTIC tidak jauh berbeda
dengan harga pasar
Tabel 5.5 Peran TTICD Banten Ke Depan
Uraian Keterangan
Pengembangan usaha
- komoditas Beras, Cabai, Bawang, Telur, Daging
- Cakupan wilayah Wilayah Banten
- Volume
Sistem Informasi
Regulasi dan kontrak-
kontrak kedepan
Dengan Bulog
Perluasan bisnis Bermitra dengan Catering, Hotel, Yayasan dan
Koperasi
C. Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung
D. Profil Wilayah Bandar Lampung
Bandar Lampung merupakan kota terbesar dan terpadat ketiga di Pulau
Sumatera setelah Medan dan Palembang menurut jumlah penduduk, serta
termasuk salah satu kota besar di Indonesia dan Kota terpadat di luar pulau
Jawa. Secara geografis, kota ini menjadi pintu gerbang utama pulau
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 61
Sumatera, tepatnya kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta, dan
memiliki andil penting dalam jalur transportrasi darat dan aktivitas
pendistribusian logistic dari Jawa menuju Sumatera maupun sebaliknya.
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km2 yang
terbagi ke dalam 20 Kecamatan dan 126 Keluarahan dengan populasi
penduduk 1.015.910 jiwa (berdasarkan data tahun 2017). Saat ini kota
Bandar Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan perekonomian
di provinsi Lampung. Peta Kota Bandar Lampung pada gambar dibawah
ini.
Gambar.5.14. Peta kota Bandar Lampung
E. Kebutuhan Pangan Strategis Kota Bandar Lampung
Kebutuhan pangan di Kota Bandar Lampung cukup tinggi mengingat
jumlah penduduknya yang relatif tinggi. Jumlah kebutuhan beras tingkat
rumah tangga per bulan di Kota Bandar Lampung mencapai 6,5 ribu ton,
gula pasir 737 ton, minyak goreng/sawit 1.033 ton. Sementara kebutuhan
untuk komoditas hortikultura seperti cabai besar dan bawang merah
masing-masing sebesar 242 ton dan 351 ton. Permintaan protein hewani di
Bandar Lampung cukup besar, tercatat kebutuhan daging ayam di kota ini
sebesar 499 ton, telur ayam 656, dan daging sapi 113 ton (Gambar .5.9).
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 62
Gambar 5.15. Kebutuhan Konsumsi Komoditas Strategis Kota Bandar
Lampung
Sumber: BKP, 2018 (diolah)
Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi sentra produksi
beberapa komoditas dengan komoditas unggulan seperti padi, jagung,
kedelai, ubi kayu, sapi potong, kambing, ayam pedaging, dan ayam ras.
Dengan demikian, sebagian besar kebutuhan pangan Kota Bandar
Lampung dapat dipenuhi dari kabupaten lingkup Provinsi Lampung.
Pola distribusi pangan dari produsen, pengepul/distributor/pedagang
besar langsung ke pasar dengan rantai pasok yang panjang. Panjanganya
rantai pasok membuat inefisiensi kualitas bahan pangan dan tingginya
harga sampai ke konsumen.Gejolak harga yang sering terjadi di Kota
Bandar Lampung dikarenakan disparitas harga yang tinggi antara
distributor ke pengecer.
Harga komoditas pangan di Kota Bandar Lampung mengalami fluktuasi
beragam selama tahun 2018 (Gambar 3). Komoditas yang mengalami
fluktuasi harga cukup signifikan antara lain cabai merah, bawang merah,
telur ayam, daging ayam, dan daging sapi. Sedangkan untuk komoditas
minyak goreng, gula pasir, dan beras relatif stabil.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 63
Gambar 5.16. Fluktuasi Harga Komoditas Strategis Kota Bandar Lampung Sumber: Dinas Perdagangan Provinsi Lampung, 2018
F. Distribusi Pangan Bandar Lampung
Dalam memenuhi kebutuhan pangannya, Kota Bandar Lampung telah
ditopang 29 pasar yang terdiri dari 18 pasar pemda dan 11 pasar
desa/kampung. Total pedagang di pasar-pasar tersebut tercatat sebanyak
4.591 orang dengan total kios 2.486 unit dengan luas pasar total 139.675
m2.
Jenis pasar induk/besar di Provinsi lain kebanyakan berupa pasar
komoditas hortikultura, belum ada pasar besar/induk khusus komoditas
beras seperti Pasar Induk Besar Cipinang di DKI Jakarta.Pemantauan
harga tingkat konsumen dilakukan di tiga pasar utama di Bandar Lampung
sebagai barometer harga pangan di Provinsi Lampung, yaitu Pasar Pasir
Gintung, Pasar Kangkung, dan Pasar Panjang.
Komoditas pangan yang dipantau harganya secara rutin adalah beras
IR 64 Slip, beras asalan, gula pasir, minyak goreng tanpa merk, minyak
goreng Bimoli, tepung terigu, cabai merah keriting, cabai merah biasa, cabai
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
susu bubuk, susu kental manis, serta garam halus beryodium. Hasil
pemantauan harga tersebut dipublikasikan di web resmi Pemprov Lampung
sehingga dapat diakses masyarakat luas.
Peran Disperindag dalam stabilisasi harga adalah sebagai
fasilitator/penyelenggara Operasi Pasar (OP), misalnya OP menjelang
HBKN. Sampai dengan September 2018, telah dilaksanakan pasar murah
sebanyak ± 155 kali yang diselenggarakan di kecamatan-kecamatan di
Bandar Lampung pada saat sebelum puasa, puasa, dan menjelang Idul
Fitri. Pasokan bahan pangan untuk pelaksanaan kegiatan pasar murah
biasanya dilakukan melalui kerja sama dengan BUMD dan TTIC.
Sedangkan sinergitas dengan Bulog terlihat dalam penyelenggaraan OP
beras. Selain itu, peran Disperindag pada saat kondisi tertentu bisa
melakukan penetrasi, seperti pada saat harga telur beranjak naik,
Disperindag mengumpulkan para peternak ayam petelur dan membantu
distribusi logistik sampai ke tingkat konsumen. Permasalahan gejolak harga
yang sering terjadi menurut Disperindag dikarenakan disparitas harga yang
tinggi antara distributor ke pengecer.
J. Peran dan Fungsi BUMD Pangan
BUMD Panga PT Wahana Rahardja resmi didirikan pada tanggal 21
Desember 2012. Namun Bidang usaha pangan baru dimulai sejak tahun
2014 dimana PT Wahana Rahardja berperan sebagai terminal agribisnis.
PT Wahana Rahardja pada mulanya didirikan berbentuk Badan Hukum
Perusahaan Daerah (PD) berdasarkan Akte Nomor 21 tanggal 30 Januari
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 72
1969 oleh Notaris Halim Kurniawan di Teluk Betung – Lampung, kemudian
Akte disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan surat tertanggal 27
Agustus 1969 dan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung
Nomor 01/Perda/DPRD/1970 tanggal 1 Juni 1970.
Selanjutnya Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor
07/Perda/II/DPRD/1973-1974 tanggal 9 Oktober 1973 tentang Perusahaan
Daerah Wahana Raharja yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan
Surat Keputusan tanggal 11 Februari 1976 Nomor PEM/10/4/29-31 dan
diundangkan dalam lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 93/seri D
tanggal 11 Juni 1976. Perda Nomor 07/Perda/II/DPRD/1973-1974 telah
beberapa kali perubahan yaitu:
(1) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1975 tanggal 12 Mei 1978,
menambah bidang usaha Perusahaan Daerah Wahana Raharja dalam
bidang usaha Pertambangan, Perindustrian, dan Pertanian.
(2) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1980 tanggal 28 Juli 1980 tentang
perubahan modal dasar dari Rp 50.194.500,- menjadi Rp 150.000.000,-
yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan
tanggal 19 Januari 1981 Nomor 973.530.27-037.
(3) Peraturan Daerah Provinsi Dati I Lampung Nomor 5 Tahun 1986
tanggal 27 September 1986 tentang Perusahaan Daerah Wahana
Raharja yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat
Keputusan tanggal 8 Juni 1987 Nomor 539.27.905 diundangkan dalam
Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 87 seri D No. 85 tanggal
23 Juni 1987.
(4) Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Dati I Lampung Nomor 15
tahun 1991 tanggal 9 November 1991 dan disahkan dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 539.27-753 tanggal 29 Mei 1992, maka
dilakukan Merger. Secara fisik pelaksanaan merger tersebut dilakukan
sejak 7 Januari 1994 dari 3 Perusahaan Daerah yang dimiliki
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, yaitu: PD. Perwita Yasa Pabrik
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 73
Es Sari Petojo, PD Percetakan Grafika Karya, dan PD Wahana Raharja
menjadi satu perusahaan daerah dengan nama PD. Wahana Raharja.
(5) Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Nomor 7 tahun 2011 tanggal 2
Agustus 2011 terjadi perubahan bentuk badan hukum perusahaan
daerah menjadi Perseroan Terbatas (PT) Wahana Rahardja dan
dikuatkan dengan Keputusan Menteri Kumham RI No. AHU-
65605.AH.01.01 Tahun 2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang
Pengesahan Badan Hukum Perseroan Berdasarkan Akte Pendirian No.
01 tanggal 3 Desember 2012 oleh Notaris Siti Agustina Sari, SH, M.Kn.
PT Wahana Rahardja didirikan dengan tujuan agar peran dan fungsi
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam memberdayakan sumber daya
milik Pemerintah Provinsi Lampung lebih efisien, efektif, dan produktif.
Visi PT Wahana Rahardja adalah menjadi BUMD yang sehat dan
kontributor handal dalam pembangunan Provinsi Lampung. Misi PT
Wahana Rahardja Sedangkan Misi (1): Wahana Media, PT Wahana
Rahrdja telah lama memiliki percetakan dan ATK yang cukup representatif.
Salah satu sektor usaha ini ingin dikembangkan mejadi advertising,
publishing (TV dan koran), dan event organizer; Misi (2) : Wahana Green,
PT Wahana Rahardja ingin turut gerbong isu dunia dan pemerintah tentang
pelestarian lingkungan hidup, mulai dari pemanfaatan dan pengolahan
limbah, energy alternatif ramah lingkungan, konsultan, dll; Misi (3) : Wahana
Agro, Sebagai provinsi yang masih mengandalkan sektor pertanian dan
perkebunan, PT Wahana Rahardja telah merencanakan
pengembangannya lewat pembuatan Terminal Agribisnis. Di Terminal
Agribisnis tersebut, PT Wahana Rahardja akan merekonstruksi kembali tata
niaga atau distribusi hasil pertanian dan perkebunan daerah ini sekaligus
berupaya melakukan peningkatan atau pemberian nilai tambah terhadap
produk tersebut, berupa kemasan, kualitas, bimbingan terhadap petani, dll.;
Misi (4) : Wahana Konstruksi,PT Wahana Rahardja selama ini menjadi
distributor semen Baturaja dan memiliki lahan pasir. Kedua usaha ini akan
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 74
dikembangkan menjadi usaha ready mix sebagai bahan untuk jembatan,
tiang pancang, bantalan kereta api, dan konstruksi lainnya. Stock fail dan
dermaga akan dibangun untuk disewakan pada swasta untuk komoditi
serupa atau komoditi lain, misalnya batu bara, split, dll; Misi (5) : Wahana
Energi, Provinsi Lampung akan dilalui pipa distribusi gas dari Sumatera
Selatan hingga kawasan dermaga Bandar Lampung. Pipa tersebut akan
melalui beberapa lokasi perusahaan-perusahaan besar di Lampung. Hal ini
yang akan dimanfaatkan PT Wahana Rahardja untuk ikut mendistribusikan
bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan tersebut ke industri-industri
serta masyarakat. Selain itu, PT Wahana Rahardja juga berobsesi turut
mewujudkan energi alternatif selain migas, misalnya listrik tenaga surya.
Regulasi yang Mendukung Peran BUMD, melalui penerbitan Peraturan
Daerah Provinsi Lampung Nomor 15 Tahun 2014 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Lampung dalam bentuk saham
pada PT Lampung Jasa Utama, PT Wahana Rahardja, dan PT Asuransi
Bangun Askrida.
K. Peran BUMD dalam Menyangga Pangan Wilayah
Bidang usaha pangan dimulai sejak tahun 2014, dimana peran PT
Wahana Rahardja masih terbatas dalam penyaluran pangan sebagai
terminal agribisnis. Komoditas pangan yang saat ini diusahakan PT
Wahana Rahardja meliputi komoditas padi/beras dan gula pasir. Distribusi
beras dimulai dari pengadaan pasokan berupa gabah kering panen (GKP),
penggilingan gabah menjadi beras dan pendistribusian beras ke PT Food
Station Tjipinang Djaya. Usaha penggilingan beras dilakukan dengan kerja
sama secara operasional (KSO/joint operation) dengan PP Berkah Jaya
untuk memasok PT Food Station Tjipinang Djaya di DKI Jakarta. PT
Wahana Rahardja memiliki pabrik penggilingan dan gudang dengan
operasional mesin dan usaha dilakukan oleh karyawan PP Berkah Jaya.
Melalui kerja sama ini, PT Wahana Raharja harus memproduksi beras
premium sesuai standar/spesifikasi dan merk dari PT Food Station
Tjipinang Djaya. PT Wahana Rahardja baru memulai operasional
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 75
penggilingan beras pada bulan Juli 2018 dan mulai memproduksi beras
secara efektif sejak Agustus 2018. Alur distribusi beras di PT Wahana
Rahardja dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5.17. Alur Distribusi Beras PT Wahana Rahardja
Sedangkan untuk komoditas gula pasir, belum ada kegiatan produksi
dan hanya sebatas penyaluran dari distributor gula ke masyarakat di
Provinsi Lampung. PT Wahana Rahardja saat ini bekerja sama dengan
distributor gula dari merk Rose Brand dan Merpati. Alur distribusi untuk
komoditas gula pasir terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.18. Alur Distribusi Gula PT Wahana Rahardja
Dalam hal cadangan pangan, PT Wahana Rahardja saat ini baru
melakukan inisiasi dengan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung
untuk menyediakan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Namun, hal
tersebut belum dapat direalisasikan pada tahun 2018 dikarenakan
pemotongan anggaran.
Kontribusi PT Wahana Rahardja dalam distribusi perdagangan antar
wilayah terlihat dari tujuan pemasaran utama dari beras yang dihasilkan,
yaitu DKI Jakarta. Selain ke DKI Jakarta, pemasaran beras juga dilakukan
ke Kabupaten Tebo Provinsi Jambi, dan Provinsi Riau dengan persentase
yang masih kecil. Selain beras, PT Wahana Rahardja juga melakukan
perdagangan antar wilayah untuk gabah, yaitu dengan melakukan
pembelian gabah dari Sumatera Selatan untuk diolah di RMU milik PT
Petani/ Gapoktan
Pedagang Pengumpul/
Agen
PT Wahana Rahardja
PT Food Station
Tjipinang Djaya
Distributor PT Wahana RahardjaKonsumen
(Grosir/UMKM
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 76
Wahana Rahardja. PT Wahana Rahardja juga melakukan perdagangan
antar wilayah produk gula, dengan membeli dari pabrik gula di Serang
kemudian dijual di wilayah Lampung. Secara umum peran PT Wahana
Rahardja dalam menyangga pangan wilayah dapat dilihat di tabel berikut.
Tabel 5.8. Peran PT Wahana Rahardja dalam Menyangga Pangan Wilayah
Peran Uraian Target per bulan/tahun
Realisasi Efektivitas
Penyedia Pangan
- Produksi - Volume
Pembelian
Distribusi - Volume penjualan
- Cakupan penjualan (wilayah dan/atau instansi)
Okt-Des: - Beras 3.000
ton ke FS - Beras Waway
1.500 ton - Gula 1.000 ton
Dari Juli – Sept 1.000 ton
Agst 40% Sept 60% Okt 80%
Cadangan pangan
- Volume - Lama
Penyimpanan
Tidak ada
Stabilisasi pasokan pangan
- Harga pembelian - Harga penjualan - Share volume
penyediaan BUMD di wilayah tujuan terhadap kebutuhan pangan wilayah tujuan
GKP (harga di RMU) 4.800 – 5.200 Beras ke FS Rp 10.000 – 10.600 (harga ditetapkan oleh FS, sudah termasuk ongkos kirim 250/kg)
BUMD PT Wahana Rahardja melakukan sinergi lintas sektor dengan
lembaga/dinas antara seperti tabel berikut :
Tabel 5.9. Sinergi BUMD Pangan dengan Instansi terkait
No Instansi Koordinasi/Kemitraan
1 Dinas Perdagangan
Sejak tahun 2013, PT Wahana Rahardja telah mendampingi Dinas Perdagangan Provinsi Lampung sebagai fasilitator dalam kegiatan penyelenggaraan Pasar Lelang Komoditas.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 77
No Instansi Koordinasi/Kemitraan
2 Dinas Pertanian Dengan Dinas Pertanian, PT Wahana Rahardja
membantu dalam pemasaran komoditas pangan di
Terminal Agribisnis dan pengelolaan pabrik beras
binaan Dinas Pertanian.
3 Dinas Ketahanan Pangan
Dinas yang menangani ketahanan pangan, PT Wahana Rahardja melakukan inisiasi dalam cadangan pangan dan kerja sama pangan daerah berupa kerja sama pasokan GKP dengan jaminan harga yang kompetitif jika kualitas memenuhi standar perusahaan. Dalam menjalankan usaha penggilingan
4 Bulog -
5 Pemasok PT Wahana Rahardja bekerja sama dengan para agen/pedagang pengumpul gabah karena GKP yang dikirimkan lebih baik dalam hal kualitas dan seragam. Kedepannya, diharapkan dapat terjalin kerja sama langsung dengan gapoktan sehingga harga yang diterima petani lebih tinggi. Hal ini tentu saja dengan catatan bahwa petani dapat menjamin hasil panennya sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan oleh perusahaan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kualitas beras yang dihasilkan adalah pemanenan yang dilakukan saat usia tanaman sudah cukup matang. Satu-satunya kerja sama yang dilakukan saat ini untuk komoditas beras hanya dengan PT Food Station Tjipinang Djaya. Sedangkan untuk komoditas gula, sasaran konsumen adalah UMKM dan grosir. Kontrak kerjasama yang telah dilakukan oleh PT
Wahana Rahardja saat ini hanya dengan PT Food
Station Tjipinang Djaya untuk komoditas beras.
Penjualan beras ke PT Food Station Tjipinang Djaya
pada bulan Juli-September 2018 sebesar 1.000 ton,
dan target penjualan bulan Oktober-Desember 2018
sebesar 3.000 ton. Sistem pembayaran yang
dilakukan PT Wahana Rahardja kepada pemasok
gabah dilakukan secara tunai, sedangkan
pembayaran dari PT Food Station Tjipinang Djaya
dilakukan secara tempo 1-2 minggu setelah barang
dikirim. Selain beras, PT Wahana Rahardja juga
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 78
No Instansi Koordinasi/Kemitraan
bekerja sama dengan pabrik gula Rose Brand dan
Merpati untuk memasok gula ke wilayah Lampung.
Penjualan gula dari bulan Juli – September 2018
sebesar 500 ton, dan target untuk bulan Oktober –
Desember 2018 sebesar 1000 ton. Sistem
pembayaran dari PT Wahana Rahardja ke distributor
pemasok gula dilakukan secara tunai dan terkadang
harus menyediakan deposit untuk memperoleh kuota
barang. Sedangkan pembayaran dari konsumen ke PT
Wahana Rahardja sebagian secara tunai dan
sebagian tempo.
6 BKSP Jabodetabekjur
-
L. Peran TTICD Lampung dalam Sistem Penyangga Pangan
Salah satu peran dan strategi TTICD sebagai penyangga pangan
melalui penguatan jaringan pasar produk pertanian adalah pengembangan
usaha pangan masyarakat melalui kegiatan Toko Tani Indonesia Center
(TTIC) yang bertujuan: (1) Stabilisasi harga pangan dan jaminan pasar di
tingkat produsen; (2) Stabilisasi pasokan dan harga pangan di tingkat
konsumen; dan (3) Rantai distribusi pangan pokok yang strategis.
Kebijakan tersebut diarahkan untuk: (1) Mendukung upaya petani
memperoleh harga produksi yang lebih baik; (2) Meningkatkan kemampuan
petani memperoleh nilai tambah; (3) Membantu petani dalam hal jaminan
pemasaran produk hasil pangan; (4) Memperkuat kemampuan pengelolaan
cadangan pangan nasional; dan (5) Mempermudah akses pangan bagi
konsumen baik dari segi harga atau kuantitas.
Toko Tani Indonesia Center (TTIC) merupakan lembaga yang dibentuk
dalam rangka memfasilitasi kegiatan Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI) untuk
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 79
mempermudah konsumen dalam menjangkau komoditas pangan yang
langsung berasal dari Gapoktan/LUPM dan memberikan kesempatan
Gapoktan/supplier pangan untuk memasarkan langsung komoditasnya
serta berupaya untuk mengendalikan harga agar sesuai dengan harga yang
ditetapkan pemerintah.
TTIC diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kelancaran
distribusi pangan, pemasaran komoditas pangan ke masyarakat dengan
harga terjangkau, ketersediaan pasokan, dan kemudahan dalam akses
mendapatkan pangan murah. TTIC merupakan sarana atau wadah
Gapoktan/supplier/produsen pangan lainnya untuk memasarkan komoditas
pangan hasil produksi pertanian khususnya beras, cabai merah keriting,
dan bawang merah yang diproduksi langsung dari pertanian serta
komoditas pangan lainnya.
TTIC Provinsi Lampung diresmikan pada tanggal 25 April 2018 oleh Plt
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung,
didampingi oleh Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Kepala Pusat
Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian
Pertanian, Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Lampung. Tujuan
Pendiriannya antara lain :
Mengelola system informasi permintaan, pasokan, dan stok antara
Gapoktan/LUPM dengan TTI; (2) Memfasilitasi penyediaan dan penyaluran
komoditas pangan dari Gapoktan/LUPM kepada TTI; (3) Melakukan
pemantauan perkembangan harga komoditas pangan sebagai referensi
penentuan harga.
Visi TTIC adalah terwujudnya Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat (PUPM) melalui kegiatan Toko Tani Indonesia (TTI) yang
tangguh dan berdaya saing tahun 2018 dalam menjaga stabilitasi harga
pangan. Adapun Misinya terdiri dari : (1) Memberdayakan dan
meningkatkan kualitas LUPM dan TTI untuk lebih mandiri dan berdaya
saing ; (2) Memantapkan untuk menjaga harga wajar di tingkat produsen,
serta mempermudah aksesbilitas pasokan dan harga di tingkat konsumen;
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 80
(3) Meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil pertanian dalam
penyediaan ketersediaan pangan yang berkualitas dan berkelanjutan ;
serta Meningkatkan sentra-sentra komoditas unggulan dan
mengembangkan komoditas pangan lokal sesuai potensi lahan.
Regulasi yang mendukung peran TTIC antara lain:
(1) Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5433);
(2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik IndonesiaTahun 2012 Nomor 227, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
(3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
(4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
(5) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5680);
(6) Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 48/KPTS/RC.110/J/10/2017
Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
06/KPTS/RC.110/J/01/2017 tentang Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat Tahun 2017.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 81
M. Peran TTIC Provinsi Lampung dalam Menyangga Pangan Wilayah
TTIC Provinsi Lampung dalam penyediaan pangan belum berperan
secara optimal karena sampai saat ini TTIC baru dapat menjual beras
sebanyak 60 ton dan penjualannya masih di lingkup perkantoran di Kota
Bandar Lampung. Peran TTIC Provinsi Lampung dalam penyediaan
pangan yang cukup penting saat ini adalah sebagai sumber informasi
ketersediaan dan stok pangan berdasarkan permintaan TTI atau untuk
kebutuhan gelar pangan murah. TTIC akan memperoleh informasi dari
pihak TTI tentang komoditas apa saja yang dibutuhkan (misalkan cabai,
beras, bawang merah atau komoditas lainnya) kemudian diteruskan kepada
Gapoktan. TTIC juga harus mempunyai informasi harga setiap hari sebagai
referensi harga acuan yang dibandingkan dengan harga pasar agar harga
jual TTIC tetap berada di bawah harga pasar.
Peran TTIC dalam distribusi pangan adalah sebagai pengatur arus
komoditas pangan dari produsen (LUPM pelaksana kegiatan PUPM,
produsem pangan non PUPM, serta distributor pangan) ke
TTI/TTIC/Konsumen. Arus komoditas pangan pokok dan strategis yang
dikelola TTIC terdiri dari:
(1) Arus barang dari Gapoktan ke TTI dan TTIC
Gapoktan akan mengirimkan sejumlah komoditas yang diminta oleh TTI
setelah mendapatkan informasi dari TTIC, dengan mekanisme
pembayaran dilakukan TTI kepada Gapoktan. Gapoktan juga
memenuhi permintaan TTIC untuk kebutuhan Gelar Pangan Murah.
(2) Arus barang dari produsen pangan non PUPM, distributor pangan
ke TTI dan TTIC.
Sesuai instruksi TTIC, produsen pangan non PUPM akan mengirimkan
sejumlah komoditas yang diminta oleh TTI, dengan mekanisme
pembayaran dilakukan TTI kepada produsen pangan non PUPM.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 82
Produsen pangan non PUPM juga memenuhi kebutuhan TTIC untuk
Gelar Pangan Murah.
Adapun jenis komoditas yang dikelola oleh TTIC meliputi: Pangan
pokok dan strategis yang dikelola dalam kegiatan PUPM yaitu beras, cabai
merah dan bawang merah; dan Pangan lain yang menghadapi
ketidakstabilan harga, seperti gula, minyak goreng, telur, daging, dan lain-
lain.
Dalam hal cadangan pangan, TTIC Provinsi Lampung belum berperan
secara optimal karena terbatasnya gudang/ruang penyimpanan stok bahan
pangan. TTIC Provinsi Lampung ikut berperan serta dalam stabilisasi harga
terutama pada saat terjadi lonjakan harga seperti TTIC akan melakukan
operasi pasar yang bertujuan untuk stabilisasi harga pasar, penetrasi pasar
secara langsung yang akan berakibat pada penekanan harga pangan yang
tinggi di pasar, dan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan barang
pokok dengan harga lebih rendah di banding harga pasar.
Operasi pasar yang dilakukan oleh TTIC di lakukan di 9 titik lokasi di
Kota Bandar Lampung. Sedangkan yang diluar Bandar Lampung dilakukan
di 4 titik yaitu, 2 titik di Kota Metro, 1 titik di Kabupaten Lampung Selatan,
dan 1 titik di Kabupaten Pesawaran.
Melihat kontribusinya yang masih terbatas dalam penyediaan pangan
di lingkup Kota Bandar Lampung, dapat dikatakan TTIC provinsi Lampung
belum memiliki peran dalam perdagangan antar wilayah. Secara umum
peran PT Wahana Rahardja dalam menyangga pangan wilayah dapat
dilihat di tabel berikut.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 83
Tabel 5.10. Peran TTIC Provinsi Lampung dalam Menyangga Pangan
Wilayah
Peran Uraian Realisasi
Penyedia Pangan
- Produksi - Volume
Pembelian
- April 2018 = 15.800 kg - Mei 2018 = 11.915 kg - Juni 2018 = 6.000 kg - Juli 2018 = 8.550 kg - Agustus = 4.000 kg - September 2018 = 21.650 kg
Distribusi - Volume penjualan
- Cakupan
penjualan (wilayah dan/atau instansi)
Penjualan dari bulan April – September 2018 = 67.915 kg beras
Penjualan dilakukan di TTIC yang berlokasi di kantor Dinas Ketpang Prov Lampung dan secara mobile menggunakan mobil box dalam area dalam kota Bandar Lampung.
Cadangan pangan
- Volume - Lama
Penyimpanan
Pasokan dari Gapoktan dilakukan rata-rata seminggu sekali
Stabilisasi pasokan pangan
- Harga pembelian
- Harga penjualan
- Share volume penyediaan TTIC di wilayah tujuan terhadap kebutuhan pangan wilayahtujuan
- Harga beras yang dijual sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pusat. Saat ini sebesar Rp 8.500/kg untuk harga beli dari Gapoktan dan dijual Rp 8.800/kg.
- Share volume penyediaan beras oleh TTIC untuk wilayah masih sangat kecil yaitu kurang dari 1 % (jumlah penduduk Kota bandar Lampung 979.287 jiwa, kebutuhan konsumsi 114,6 kg/kap/tahun)
N. Sinergi TTICD Lampung dengan Instansi terkait
Dalam pelaksanaannya untuk mendukungan ketersedian pangan dan
penyangga pangan, TTICD Lampung melakukan sinergitas dengan Dinas
Terkait dan mebuat Kontrak Kerjasama. Adapun sinergi antar lembaga
seperti pada tabel berikut:
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 84
Tabel 5.11. Sinergi TTICD Lampung dengan Instansi Terkait
No Instansi Koordinasi/Kemitraan
1 Dinas
Perdagangan
Sinergi dengan Dinas Perdagangan melalui
keikutsertaan TTIC dalam penyelenggaraan pasar
murah atau operasi pasar oleh Dinas Perdagangan
dalam rangka menghadapi HBKN bersama dengan
Bulog.
2 Dinas Pertanian Sinergi dengan Dinas Pertanian salah satunya dalam
hal pembinaan terhadap Gapoktan yang memasok
pangan ke TTIC.,
3 Dinas
Ketahanan
Pangan
Sinergi yang dilakukan TTIC dengan petani/Gapoktan
berupa pembinaan yang dilakukan melalui Dinas
Ketahanan Pangan Provinsi Lampung. Sedangkan
dengan konsumen, TTIC menjual bahan pangan
secara langsung kepada masyarakat.
4 Bulog TTIC juga berperan sebagai pemasok beras untuk
kegiatan Bansos yang diadakan oleh Dinas Sosial
bekerjasama dengan Bulog.
5 Pemasok Dalam meningkatkan usaha TTIC, TTIC telah bekerja
sama dengan beberapa perusahaan untuk pengadaan
produk nugget, ayam beku, dan produk lainnya untuk
menambah jenis barang yang dijual oleh TTIC.
Wilayah pemasaran komoditas yang dilakukan oleh
TTIC masih di sekitar Kota Bandar Lampung. Sistem
pembayaran yang dilakukan dengan pihak mitra
dilakukan secara langsung/tunai.
6 BKSP
Jabodetabekjur
O. Permasalahan yang dihadapi dan Rencana BUMD PT Wahana
Rahardja Kedepan
Permasalahan yang dihadapi
Permasalahan yang dihadapi dan upaya yang telah dilakukan untuk
mengatasi permasalahan oleh PT Wahana Rahardja sebagai berikut.
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 85
Tabel 5.12. Permasalahan dan Upaya yang dilakukan
Uraian Permasalahan Upaya yang dilakukan
Penyediaan Pangan
Terbatasnya modal untuk menyerap hasil panen
Permohonan penambahan modal ke Pemda dan pengajuan pembiayaan dari Perbankan
Cadangan Pangan
Terbatasnya kapasitas gudang yang dimiliki
Pembangunan silo untuk menampung stok Rencananya tahun depan akan dibangun sebanyak 10 silo dengan kapasitas ± 60 ton/hari.
Distribusi Pangan
Tidak ada
Harga Pangan
Tingkat harga yang bersaing
Permasalahan dan kendala dalam hal hargaterutama dalam penentuan tingkat harga yang kompetitif. Oleh karena itu, untuk menurunkan harga, perusahaan berusaha menekan biaya produksi dengan pengembangan industri hulu, misalnya dengan menerapkan konsep inti plasma (kerja sama dengan produsen bahan baku, misalnya melalui kerja sama penyediaan faktor produksi dan jaminan penyerapan hasil produksi)
Tabel 5.13. Rencana PT Wahana Rahardja ke depan
Uraian Rencana Upaya yang Telah Disiapkan
Pengembangan Usaha - Komoditas - Cakupan
Wilayah - Volume
- Peningkatan volume produksi dan penjualan yang selama ini sekitar 20 – 25 ton/hari menjadi 60 ton/hari;
- Pengembangan kawasan minapolitan;
- Penambahan komoditas yang diusahakan berupa ikan air tawar beku (patin, mujair, nila);
- Penambahan komoditas yang diusahakan seperti ayam, minyak goreng, serta daging.
- Pengajuan penambahan modal dari Pemda dan Perbankan;
- Pengembangan kawasan minapolitan Pasir Sakti Lampung Timur yang memanfaatkan lahan bekas penambangan pasir;
- Inisiasi ke peternak ikan (penyediaan kolam tambak) serta pendekatan ke calon mitra pengolahan ikan;
- Belum ada.
Sistem Informasi
Supply Chain Management System
Inisiasi ke konsultan IT dan investor untuk menyiapkan
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 86
sistem terpadu mulai dari hulu ke hilir dalam bentuk portal online termasuk didalamnya adalah pengembangan e-commerce.
Regulasi dan kontrak-kontrak kedepan - Perluasan
bisnis
- Perluasan pasar beras ke area Sumatera (sudah ada permintaan dari Riau, Jambi, dll)
- Peluncuran merk sendiri yaitu “Beras Waway” yang ditargetkan untuk dipasarkan di wilayah Lampung dan Sumatera.
- Perluasan wilayah pemasaran ke Bengkulu, Bali, Sulawesi (gula), dan Nusa Tenggara;
- Pengadaan beras bagi PNS.
- Penjajakan pemasaran ke wilayah-wilayah tersebut;
- Masih dalam tahap pembahasan dengan instansi terkait.
Tabel 5.14. Permasalahanyang dihadapi oleh TTIC saat ini antara lain :
Uraian Permasalahan Upaya yang dilakukan
Penyediaan Pangan
Terbatasnya anggaran untuk pengadaan produk yang dijual di TTIC
Cadangan Pangan Tidak ada, kapasitas gudang masih memadai
Distribusi Pangan Tidak ada, Gapoktan langsung memasok ke TTIC
Stabilisasi Pangan Tidak ada, harga ditetapkan di pusat, masih di bawah harga pasar
Lainnya
Lokasi saat ini kurang strategis. Jika akan pindah ke lokasi lain terkendala biaya sewa yang cukup tinggi (± 40 juta/tahun)
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENYANGGA PANGAN KOTA BESAR: PROTOTIPE DKI JAKARTA 87
Tabel 5.15.Rencana TTIC Ke Depan
Uraian Rencana Upaya yang telah disiapkan
Pengembangan Usaha - Komoditas - Cakupan Wilayah - Volume
Pemindahan outlet ke lokasi yang lebih strategis
Sistem Informasi
Pengembangan sistem informasi dilakukan secara terpusat. Sudah ada aplikasi tetapi masih dalam tahap pengembangan sehingga masih sering trouble
Regulasi dan kontrak-kontrak kedepan - Perluasan bisnis
Bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk pengadaan produk nugget dan ayam beku