KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA PENGUNGSI KE AMERIKA SERIKAT DITINJAU DARI KONVENSI 1951 DAN PROTOKOL 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : Budyanto NIM : 130200291 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA PENGUNGSI
KE AMERIKA SERIKAT DITINJAU DARI KONVENSI 1951 DAN
PROTOKOL 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI
JURNAL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Budyanto
NIM : 130200291
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KEBIJAKAN DONALD TRUMP MELARANG MASUKNYA PENGUNGSI
KE AMERIKA SERIKAT DITINJAU DARI KONVENSI 1951 DAN
PROTOKOL 1967 TENTANG STATUS PENGUNGSI
JURNAL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Budyanto
NIM : 130200291
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Disetujui Oleh :
Penanggung Jawab
Abdul Rahman, SH.,MH
NIP : 195710301984031002
Editor
Dr.Sutiarnoto, SH.,M.Hum
NIP : 195610101986031003
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
ABSTRAK
Budyanto*)
Dr. Sutiarnoto, SH.M.Hum **)
Arif, SH.MH ***)
Pada masa sekarang ini, masalah pengungsi menjadi masalah yang
menjadi perhatian di dunia Internasional. Konflik yang berkepanjangan di negara
asal para pengungsi menjadi pemicu terjadinya pengungsian besar-besaran. Akan
tetapi Amerika Serikat dibawah pemerintahan Donald Trump mengeluarkan
Perintah Eksekutif yang melarang masuknya Imigran dari 7 Negara Mayoritas
Muslim dan semua Pengungsi dari negara manapun yang kemudian menjadi
sebuah kebijakan yang kontroversial tersebut. Adapun permasalahan dalam
skripsi ini adalah bagaimana perlindungan Hukum Internasional bagi para
pengungsi, bagaimana kedaulatan sebuah negara dikaitkan dengan daya ikat
Hukum Internasional serta pandangan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 terhadap
kebijakan Donald Trump.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan sifat
deskriptif. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data
menggunakan studi kepustakaan. Analisa data dilakukan secara kualitatif.
Pengungsi dan pengungsian telah ada sejak lama di dalam peradaban
manusia. Pengungsi merupakan sekelompok manusia yang rentan akan tindak
kekerasan dan penganiayaan baik oleh negara asalnya maupun negara penerima.
Pengaturan tentang perlindungan untuk para pengungsi di dalam dunia
Internasional merupakan sebuah kebiasaan Internasional yang telah ada sejak
lama dan secara khusus diatur di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang
Status Pengungsi. Kedaulatan Negara dan Hukum Internasional terlihat saling berseberangan satu sama lain, sebab tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi
daripada sebuah negara. Itulah sebabnya, sulit bagi Hukum Internasional untuk
benar-benar mengikat sebuah negara. Amerika Serikat merupakan pihak di dalam
Protokol 1967, namun Donald Trump mengeluarkan Perintah Eksekutif yang
melarang masuknya Pengungsi ke Amerika Serikat. Apa yang dilakukan oleh
Donald Trump tidak etis di dalam kebiasaan Internasional. Sebab, Amerika
merupakan pihak di dalam Protokol 1967 telah sepakat untuk tunduk dibawah
Protokol tersebut. Seharusnya sebagai negara yang meratifikasi Protokol tersebut
maka Amerika Serikat tidak begitu saja mengabaikan ketentuan-ketentuan di
dalam Konvensi dan Protokol ini.
Kata Kunci: Perlindungan Pengungsi, Pengungsi, Konvensi 1951 dan
Protokol 1967, Hak Asasi Manusia
__________________
*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Budyanto *)
Dr. Sutiarnoto, SH.M.Hum **)
Arif, SH.MH ***)
Nowadays, the problem of refugees is a problem in our international
world. The prolonged conflict in the refugee country's home has triggered a
massive refugee camp. The United States under the Donald Trump government
issue an executive order prohibit entry of Immigrants from 7 Muslim Majority
Countries and all Refugees from any country which became a controversial
policy. As the question in this paper is how the law of International Law for the
refugees, how the sovereignty of a state with the binding force of International
Law and the views of the 1951 Convention and 1967 Protocol against Donald
Trump policy.
The research used is normative juridical with descriptive nature. The
data used in this study are primary legal materials, secondary legal materials and
tertiary legal materials. Methods of data data using literature study. Data analysis
is done qualitatively.
Refugees have existed long in human civilization. Refugees are groups
of vulnerable people that threatened by violence and ill-treatment by both their
home country and receiving country. The regulatory arrangements for internally
displaced persons are an international custom that has existed within the time of
the 1951 Convention and 1967 Protocol on Refugee Status. The Sovereignty of
the State and International Law are seen opposed from one another, because there
is no higher power than a country. That is why, it is difficult for International Law
to actually eradicate a country. The United States was a party to the 1967
Protocol, but Donald Trump issued an Executive order that prohibiting Refugees
entering the United States. What Donald Trump does is unethical in international
customs. America is a party to the 1967 Protocol which has agreed to under the
Protocol. Should as a country ratify the Protocol, the United States obey directly
on the provisions of the Conventions and this Protocol.
Keywords: Refugee Protection, Refugees, 1951 Convention and 1967
Protocol, Human Rights
__________________________
* Student of Faculty of Law University of North Sumatra
** Advisor Lecturer I, Lecturer Faculty of Law University of North Sumatra
*** Advisor Lecturer II, Lecturer Faculty of Law University of North
Sumatra
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pengungsi belakangan ini bagaikan sebuah fenomena yang
lumrah kita dengar dan kita lihat pada saat ini. Media-media pemberitaan baik
radio, televisi hingga portal berita berbasis online pun seakan berlomba-lomba
membahas tentang masalah pengungsi ini. Pengungsi adalah orang yang terpaksa
meninggalkan negara asalnya karena rasa takut mendasar dan mengalami
penindasan (persecution). Rasa takut yang mendasar inilah yang membedakan
pengungsi dengan jenis migran lainnya, seberat apapun situasinya.
Mereka tidak memiliki pilihan lagi selain harus mengungsi keluar dari
negara asal mereka yang terdampak perang saudara, genosida, bencana alam,
kemiskinan dan kelaparan. Mereka kemudian melakukan perantauan ke negara-
negara yang dirasa akan memberikan mereka perlindungan serta rasa aman dan
nyaman.
Belakangan ini, dunia dikejutkan dengan kebijakan Presiden Amerika
Serikat, Donald Trump yang mengeluarkan sebuah perintah eksekutif yang intinya
melarang penerimaan imigran dari 7 Negara mayoritas Muslim serta pengungsi
untuk masuk ke Amerika Serikat. Hal ini sudah ia utarakan sejak masa kampanye-
nya. Trump seolah ingin menunjukkan bahwa apa yang dia kampanyekan selama
masa kampanye bukan hanya bualan belaka, dan benar saja, ia wujudkan ketika
menjadi Presiden Amerika Serikat sekarang. Berikut adalah isi dari perintah
eksekutif tersebut dikutip dari NBC News:
“Protecting the Nation From Foreign Terrorist Entry Into the United States”
Signed: Jan. 27, 2017
The order suspends the entry of immigrants from seven Muslim-majority countries
— Syria, Iran, Iraq, Libya, Sudan, Yemen and Somalia — for 90 days and stops
all refugees from entering the country for 120 days. Syrian refugees are banned
indefinitely. During the time of the ban, the secretary of homeland security and
the secretary of state will review and revise the refugee admission process.
Also in the order is the suspension of Obama's 2012 Visa Interview Waiver
Program, which allowed frequent U.S. tourists to bypass the visa interview
process.
White House officials have made a number of contradictory statements, at
times calling the order a "ban" and at other times referring to it as a "travel
restriction." After the order was signed, thousands of protesters popped up at
airports across the country to denounce it.1
Setelah Trump mengeluarkan kebijakan kontroversialnya, gelombang protes
berdatangan, baik di dalam negeri hingga luar negeri Amerika Serikat. Dalam
perintah eksekutif itu, Donald Trump akan melarang masuknya imigran-imigran
yang berasal dari 7 Negara mayoritas Muslim ( Suriah, Iran, Irak, Libya, Sudan,
Yaman dan Somalia ) selama 90 hari sejak perintah eksekutif itu ditandatangani
dan Trump juga menghentikan sementara program penerimaan pengungsi untuk
masuk ke Amerika Serikat selama 120 hari sejak perintah eksekutif itu