BAB IPENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis akan memaparkan mengenai hal yang
melatarbelakangi makalah ini, rumusan masalah, tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai, ruang lingkup, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.
1.1. Latar BelakangNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 17.504
pulau. Dari 17.504 pulau tersebut, terdapat 92 pulau-pulau kecil
yang dijadikan sebagai titik dasar dan referensi untuk menarik
garis pangkal kepulauan yang berbatasan langsung dengan 10 negara,
yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina,
Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini.Kawasan
perbatasan darat Indonesia berada di tiga pulau, yaitu Pulau
Kalimantan, Papua, dan Pulau Timor, serta tersebar di 4 Provinsi
dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki
karakteristik kawasan yang berbeda-beda. Kawasan perbatasan laut
Indonesia meliputi: (1) Batas Laut Teritorial (BLT), (2) Batas Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE), (3) Batas Landas Kontinen (BLK), (4) Batas
Zona Tambahan (BZT), dan (5) Batas Zona Perikanan Khusus (Special
Fisheries Zone/SFZ).Dalam GBHN 1999-2004 telah disebutkan bahwa
arah penyelenggaraan negara di bidang pembangunan daerah adalah
meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama di kawasan
timur Indonesia, daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya
dengan berdasarkan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.
Namun, pengelolaan wiayah perbatasan termasuk pulau-pulau kecil
terluar selama ini belum terintegrasi dengan baik, dimana tiap
Departemen cenderung berjalan berdasarkan kepentingan masing-masing
dan mengabaikan keterpaduan fungsi.Sebagian besar kawasan
perbatasan di Indonesia merupakan kawasan tertinggal dengan sarana
dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas.
Pandangan di masa lalu yang menyatakan bahwa kawasan perbatasan
merupakan kawasan yang perlu diawasi secara ketat telah menjadikan
paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan
keamanan. Akibatnya kawasan perbatasan di beberapa daerah menjadi
daerah yang tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan dan
masyarakatnya menjadi miskin. Sehingga, secara ekonomi wilayah ini
lebih berorientasi kepada negara tetangga. Misalnya, di wilayah
perbatasan Kalimantan dan Malaysia. Pemerintah Malaysia sendiri
telah membangun pusat-pusat pertumbuhan di koridor perbatasannya
melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah
memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya. Keadaan
tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial ekonomi antara
wilayah perbatasan Kalimantan dan Malaysia yang berpotensi
menimbulkan hal-hal seperti blank post area, illegal logging dan
illegal entry.Dengan munculnya masalah-masalah tersebut, maka
pemerintah Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan serta
program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga Indonesia
tidak tertinggal dari Malaysia dan pengembangan wilayah perbatasan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.2.
Rumusan MasalahDari latar belakang diatas dapat dibuat beberapa
rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya adalah sbb.1. Bagaimana
karakteristik wilayah Perbatasan Kalimantan dan Malaysia?2. Apa
saja konflik-konflik yang pernah terjadi di Perbatasan Kalimantan
dan Malaysia serta bagaimana pemerintah menyelesaikan masalah
tersebut?3. Bagaimana kesesuaian pengembangan wilayah Perbatasan
Kalimantan dan Malaysia dengan peraturan perundang-undangan?
1.3. Tujuan dan SasaranBerdasarkan latar belakang yang telah
disebutkan, maka tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut
:1. Untuk mengetahui karakteristik wilayah Perbatasan Kalimantan
dan Malaysia2. Untuk mengetahui konflik-konflik yang pernah terjadi
di Kawasan Perbatasan Kalimantan dan Malaysia serta upaya
penyelesaiannya3. Untuk mengetahui kesesuaian pengembangan wilayah
Perbatasan Kalimantan dan Malaysia dengan peraturan
perundang-undangan
1.4. Ruang Lingkup PenelitianAgar dalam pembahasan lebih terarah
dan berjalan dengan baik maka perlu adanya ruang lingkup
penelitian. Ruang lingkup dari penelitian ini terdiri atas ruang
lingkup materi, ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup waktu.
1.4.1 Ruang Lingkup MateriMateri yang dibahas adalah pengertian
wilayah perbatasan, karakteristik wilayah perbatasan, dan UU yang
mengatur tentang wilayah perbatasan antarnegara.
1.4.2 Ruang Lingkup WilayahRuang lingkup wilayah penelitian ini
wilayah Perbatasan antara Kalimantan dan Malaysia.Gambar 1.1Peta
Perbatasan Kalimantan dan Malaysia
Sumber:Pedalku.com (diakses 9 Mei 2015 Pukul 11:39)
1.4.3 Ruang Lingkup WaktuProses pencarian data sekunder
dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 9 dan 10 Mei 2015.
Sementara proses pembuatan makalah dilakukan pada tanggal 9 dan 10
Mei 2015.
1.5. Metodologi PenelitianMetode pengumpulan data yang digunakan
penulis adalah berupa pengambilan data sekunder. Data sekunder
didapatkan dari studi literatur dari buku pustaka dan internet.
1.6. Sistematika PenulisanSistematika penulisan laporan
praktikum ini adalah sebagai berikut :
Bab I PendahuluanPada bab ini, penulis akan memaparkan tentang
hal yang melatarbelakangi makalah, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Kerangka TeoriPada bab ini, penulis akan memaparkan
mengenai teori tentang wilayah perbatasan dan UU yang mengatur
wilayah perbatasan.Bab III PembahasanPada bab ini, penulis akan
memaparkan secara detail mengenai gambaran umum dan karakteristik
wilayah Perbatasan Kalimantan dan Malaysia, konflik-konflik yang
pernah terjadi di wilayah perbatasan tersebut dan kesesuaian
pengembangan wilayah perbatasan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Bab IV PenutupPada bagian penutup, penulis menyimpulkan hasil
penelitian dan memberikan rekomendasi atau saran.
BAB IIKERANGKA TEORI
Pada bab ini, penulis akan memaparkan mengenai Pengertian
Wilayah Perbatasan, Karakteristik Wilayah Perbatasan Antarnegara,
Peraturan Perundangan, dan Kelembagaan Pengelola Batas Negara.
2. 2.1. Pengertian Wilayah PerbatasanIstilah perbatasan memiliki
dua cakupan pengertian. Dalam bahasa Inggris, perbatasan disebut
sebagai boundaries dan frontiers. Dalam lingkup yang pertama,
perbatasan adalah garis demarkasi yang memisahkan wilayah antar
negara. Frontier, yang sering digunakan sebagai sebagai padanan
istilah perbatasan, sebenarnya lebih merujuk pada jalur (zones)
yang membentang dan memisahkan dua wilayah negara. Selanjutnya,
garis perbatasan adalah suatu bidang vertikal melalui permukaan
tanah, lapisan bawah tanah, dan udara. Garis ini membatasi
kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam cakupannya.Bentangan di
sekitar garis perbatasan merupakan wilayah perbatasan. Lalu,
berdasarkan morfologi, perbatasan terdiri atas Fisiografi, yang
memiliki unsur alam berupa pegunungan, sungai, perairan, dan daerah
terbuka; Anthropogeografi, yang menurut pemisah berdasarkan bahasa
dan etnik; dan Geometri, yang mengikuti garis imajiner berupa
garis-garis Bujur dan Lintang (Hanita, 2002:45-46).Pemahaman Batas
Wilayah Negara secara konstitusitelah dijelaskan dalam amandemen
UUD 1945 dan UU Nomor 43 Tahun 2008.a. Amandemen UUD 1945 Bab IX A
tentang Wilayah Negara, pasal 25A: Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undangb. UU No. 43 Tahun 2008: Batas Wilayah Negara adalah
garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang
didasarkan atas hukum internasional.
Perbatasan memiliki landasan resmi hukum internasional yang
diakui dan disahkan oleh PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) yang
dilakukan, baik secara bilateral maupun multilateral. Oleh karena
itu, perbatasan memberikan konsekuensi dan implikasi bagi
kepemilikan (properti), kedaulatan, hukum, dan kewarganegaraan
untuk bangsa dan negara. Kedaulatan negara di tataran internasional
berada pada perbatasan. Apalagi, tidak jarang, daerah perbatasan
mengandung kekayaan sumber daya alam, sehingga mengundang klaim dan
bahkanpencaplokan wilayah yang memerlukan penyelesaian diplomatik.
Namun, tidak jarang ketika jalur perundingan menemui jalan buntu,
konflik bersenjata menjadi cara yang ditempuh untuk mengakhiri
persoalan.
2.2. Karakteristik Wilayah Perbatasan AntarnegaraKawasan
perbatasan Indonesia terdiri dari perbatasan darat yang berbatasan
langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini, dan Timor
Leste serta perbatasan laut yang berbatasan dengan 10 negara, yaitu
India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik
Palau, Australia, Timor Lestedan Papua Nugini.Setiap kawasan
perbatasan memiliki ciri khas masing-masing, dengan potensi yang
berbeda antara satu kawasan dan kawasan lainnya. Potensi yang
dimiliki oleh kawasan perbatasan yang bernilai ekonomis cukup besar
adalah potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, serta
perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan sekitar
kawasan perbatasan. Sebagian dari potensi sumber daya alam tersebut
merupakan kawasan konservasi atau hutan lindung yang memiliki nilai
sebagai world heritage yang perlu dijaga dan dilindungi. Adapun
wilayah perbatasan negara dibagi menjadi 3 yaitu:2.2.1 Wilayah
Perbatasan DaratKawasan perbatasan darat Indonesia berada di 3
(tiga) pulau, yaitu Pulau Kalimantan, Papua, dan Pulau Timor, serta
tersebar di 4 (empat) provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, Papua, dan NTT. Batas darat antara Indonesia dan Malaysia
ditetapkan atas dasar Konvensi Hindia Belanda dan Inggris Tahun
1981, 1915, dan 1928. Batas darat antara Indonesia dan Timor Leste
ditetapkan atas dasar Konvensi tentang Penetapan Batas Hindia
Belanda dan Portugal Tahun 1904 dan Keputusan Permanent Court of
Arbitration (PCA) Tahun 1914. Sedangkan batas darat Indonesia dan
Papua Nugini ditetapkan atas dasar Perjanjian Batas Hindia Belanda
dan Inggris Tahun 1895.Setiap kawasan perbatasan memiliki kondisi
yang berbeda satu sama lain. Kawasan perbatasan di Kalimantan
berbatasan dengan Negara Malaysia yang masyarakatnya lebih
sejahtera.Kawasan perbatasan di Papua masyarakatnya relatif setara
dengan masyarakat Papua Nugini, sementara dengan Timor Leste,
kawasan perbatasan Indonesia masih relatif lebih baik dari segi
infrastruktur maupun tingkat kesejahteraan masyarakatnya.2.2.2
Wilayah Perbatasan LautKawasan perbatasan laut Indonesia meliputi
Batas Laut Teritorial (BLT), Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE),
Batas Landas Kontinen (BLK), Batas Zona Tambahan (BZT), dan Batas
Zona Perikanan Khusus (Special Fisheries Zone/SFZ). Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) adalah suatu area di luar dan berdampingan dengan
laut territorial Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai perairan Indonesia dengan batas terluar 200
(dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial diukur. Penetapan garis batas zona ekonomi eksklusif
antar negara yang berhadapan danberdampingan diatur dalamPasal
74Konvensi Hukum Laut1982. Dalam ketentuan ayat 1 dinyatakan bahwa
penetapan batas ZEE antarnegara yang berhadapan dan berdampingan
harus diadakan dengan persetujuan atas dasar hukum internasional,
sebagaimana ditetapkan Pasal 38 Statua Mahkamah Internasional,
untuk mencapai suatu pemecahan masalah yang adil.Batas Laut
Teritorial (BLT) adalah garis batas dasar laut dan tanah di
bawahnya, dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak
maksimal 12 mil dari gurun pangkal teritorialnya sepanjang
kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi
kontinen.Landasan Kontinen (LK) meliputi dasar laut dan tanah di
bawahnya dari area di bawah permukaan laut yang terletak di luar
laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratan
hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200
(dua ratus) mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh 350 (tiga ratus lima
puluh) mil laut sampai dengan jarak 100 (seratus) mil laut dari
garis kedalaman 2.500 (dua ribu lima ratus) meter.Zona Tambahan
(ZT) adalah zona yang lebarnya tidak melebihi 24 (dua puluh empat)
mil laut yang diukur dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial diukur.Zona Perikanan Khusus (Special Fissheries
Zone/SFZ) adalah zona pemanfaatan perikanan yang ditentukan secara
khusus oleh dua Negara atau lebih berdasarkan perjanjian
internasional.
2.2.3 Wilayah Perbatasan UdaraBatas wilayah di udara mengikuti
batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan
angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum
internasional. Apabila mempelajari Konvensi Chicago 1944 maka
terlihat bahwa tidak ada satu pun pasal yang mengatur mengenai
batas wilayah udara yang dapat dimliki oleh suatu Negara bawah baik
secara horizontal maupun secara vertikal. Untuk mengisi kekosongan
hukum tersebut, hukum internasional memberikan kepada para sarjana
terkemuka untuk menggali dan mencari konsep-konsep hukum yang dapat
digunakan sebagai landasan hukum.a. Batas Kedaulatan Wilayah Udara
Secara HorisontalSeperti telah diketahui bahwa setiap Negara
memiliki batas kedaulatan di wilayah udara secara horizontal adalah
sama dengan luas wilayah darat negaranya, sedangkan negara yang
berpantai batas wilayah Negara akan bertambah yaitu denganadanya
ketentuan hukum yang diatur di dalam Article 3 United Nations
Convention on the Law Of the Sea (1982) yang menyebutkan setiap
Negara pantai dapat menetapkan lebar laut wilayahnya sampai
maksimum 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal (base
line).Tetapi ada beberapa Negara seperti Amerika Serikat dan Kanada
mengajukan secara sepihak untuk menetapkan jalur tambahan
(contiguous zone) di ruang udara yang dikenal dengan istilah
A.D.I.Z. (Air Defence Identification Zone) yaitu setiap pesawat
udara yang terbang menuju Negara Amerika Serikat atau Kanada dalam
jarak 200 mil harus menyebutkan jati diri pesawat udara. Hal ini
dilakukan untuk keamanan Negara dari bahaya yang datang melalui
ruang udara.
b. Batas Kedaulatan Wilayah Udara Secara VertikalUntuk
menentukan batas kedaulatan di wilayah udara secara vertical masih
tetap menjadi permasalahan sampai dengan saat ini, karena
perjanjian internasional, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip
hukum umum dan yurisprudensi internasional yang mengatur tentang
batas kedaulatan wilayah udara secara vertical belum ada, maka
beberapa sarjana terkemuka khususnya ahli hukum udara berusaha
untuk membuat beberapa konsep (teori, ajaran atau pendapat) yang
mungkin dapat digunakan sebagai landasan pembuatan peraturan
tentang batas ketinggian kedaulatan negara di ruang udara.Dengan
tidak adanya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur
tentang batas ketinggian wilayah udara yang dapat dimiliki oleh
Negara bawah, maka banyak negara-negara di dunia melakukan secara
sepihak menetapkan batas ketinggian wilayah udara nasionalnya
seperti yang dilakukan oleh Negara Amerika Serikat melalui Space
Command menetapkan batas vertikal udara adalah 100 kilometer.
Negara Australia di dalam Australian Space Treaty Act 1998
menetapkan batas ketinggian wilayah udaranya adalah 100 kilometer
yang diukur dari permukaan laut.Negara Korea Selatan mengusulkan
dalam sidang UNCOPUOS 2003 bahwa batas ketinggian wilayah udara
adalah antara 100 sampai dengan 110 kilometer. Negara Rusia
mengusulkan dalam sidang UNCOPUOS 1992 batas ketinggian wilayah
udara adalah antara 100 sampai dengan 120 kilometer.Sedangkan
negara Indonesia pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyebutkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas
wilayah udara Republik Indonesia, serta pada Pasal 5 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
disebutkan bahwa batas wilayah negara di darat, perairan, dasar
laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan
atas dasar perjanjian bilateral dan atau trilateral mengenai batas
darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.Pada Pasal 6 ayat 1
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengelolaan
Ruang Udara Nasional menyebutkan sebagai berikut : Batas vertikal
pengelolaan ruang udara nasional sampai ketinggian 110 (seratus
sepuluh) kilometer dari konfiguarsi permukaan bumi. Dengan demikian
dapat terlihat adanya ketidakseragaman konsep di antara para
sarjana terkemuka ataupun oleh negara-negara dalam menentukan batas
ketinggian wilayah udara yang dapat dimiliki oleh suatu Negara
bawah.
2.3 Peraturan PerundanganPeraturan perundangan tentang batas
wilayah negara serta penanganan berbagai kasus sengketa perbatasan
yang muncul selama ini telah dikeluarkan dan dilaksanakan oleh
Pemerintah sejak 1957 hingga kini. Selama periode tersebut,
berbagai peraturan dan perundangan serta proses penyelesaian
konflik telah diselesaikan dengan baik maupun kurang berhasil
seperti pada kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang tidak
berhasil menjadi milik bangsa Indonesia. Beberapa peraturan dan
perundangan yang berhubungan dengan kawasan perbatasan yang telah
disajikan dalam Tabel di bawah ini.
NoDokumenPerihal
1UUD 1945Menyatakan bahwa wilayah Republik Indonesia adalah
wilayah eks Kolonial Belanda sebagaimana ditetapkan dalam
Territoriale Zee en Maritie-me Kringen Ordonnantie (TZMKO), 18
Agustus 1939.
2Deklarasi Djuanda 1957tentang Wilayah Perairan Negara Republik
Indonesia.
3UU No. 19/1961Ratifikasi atas Tiga Konvensi Jenewa tahun
1958.
4Keppres No. 103/1963Penetapan Lingkungan Maritim Indonesia dan
pencabutan Keputusan-keputusan Gubernur Djenderal Belanda tentang
Lingkungan Maritim.
5UU No. 4/Prp/1969Perairan Indonesia, daftar koordinat geografis
titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia.
6Pengumuman Pemerintah RI tahun 1969Tentang Landas Kontinen
Indonesia.
7Keppres No. 89/1969 Pengesahan hasil perundingan batas landas
kontinen bersama Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka, dan di
laut China Selatan (bagian Barat dan Timur).
8UU No. 2/1971Penetapan hasil perundingan garis batas laut
wilayah bersama antara Indonesia dengan Malaysia di Selat
Malaka.
9Keppres No. 42/1971Pengesahan hasil perundingan batas dasar
laut tertentu antara Indonesia dengan Australia di laut Arafura dan
di sebelah selatan Pulau Irian.
10Keppres No. 20/1972Pengesahan hasil perundingan garis-garis
batas landas kontinen bersama antara Indonesia dengan Australia di
laut Timor dan laut Arafura.
11UU No. 1/1973Penetapan Landas Kontinen Indonesia.
12UU No. 6/1973Pengesahan hasil perundingan garis-garis batas
tertentu antar Indonesia dengan PNG.
13UU No. 7/1973Pengesahan hasil perundingan garis-garis batas
tertentu antar Indonesia dengan Singapura di Selat Singapura.
14Keppres No. 51/1974Pengesahan hasil perundingan garis-garis
batas tertentu antar Indonesia dengan India di laut Andaman.
15Keppres No. 1/1977, Keppres No. 21/1977, dan Keppres No.
22/1978Kesepakatan bersama antara Indonesia dengan Thailand
mengenai batas landas kontinen di Selat Malaka bagian Utara dan di
laut Andaman.
16Keppres No. 26/1977Pengesahan hasil perundingan garis batas
landas kontinen bersama antara Indonesia dengan India di laut
Andaman dan Samudera Hindia.
17UU No. 5/1983Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
18UU No. 17/1985Ratifikasi UNCLOS III
19UU No. 6/1996 Perairan Indonesia, menggantikan UU No. 4/prp/
1960 tentang perairan Indonesia.
20PP No 61/1998Penyesuaian Garis Pangkal Kepulauan di laut
Natuna dan sekitarnya; dikenal dengan PP tentang Penutupan Kantung
Natuna.
21UUD Negara Republik Indonesia, bab IX, Pasal 25 A (amandemen
terakhir)Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
22PP No. 37/2002Penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI)
23PP No. 38/2002Penetapan Daftar Koordinat Geografis Titik-titik
Garis Pangkal Kepulauan Indonesia
Sumber: Bakosurtanal dalam Deputi Otda dan Pengembangan Regional
Bappenas, 2004
2.4 Kelembagaan Pengelola Batas Wilayah NegaraDalam UU Nomor 43
Tahun 2008 dijelaskan bahwa untuk mengelola Batas Wilayah Negara
dan mengelola Kawasan Perbatasan pada tingkat pusat dan daerah,
Pemerintah dan pemerintah daerah membentuk Badan Pengelola Nasional
dan Badan Pengelola Daerah. Badan Pengelola dipimpin oleh seorang
kepala badan yang bertanggung jawab kepada Presiden atau kepala
daerah sesuai dengan kewenangannya. Keanggotaan Badan Pengelola
berasal dari unsur Pemerintah dan pemerintahan daerah yang terkait
dengan Perbatasan Wilayah Negara. Tugas Badan Pengelola antara lain
yaitu menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan,
menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan
pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan.Berdasarkan
undang-undang Nomor 43 tahun 2008 dan Perpres Nomor 12 tahun 2010
lahirlah BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan). BNPP merupakan
badan pengelola yang salah satu tugasnya yaitu melakukan koordinasi
pelaksanaan, sehingga BNPP merupakan institusi yang bersifat
koordinatif dan sekaligus operasional. Secara efektif BNPP
beroperasi mulai tanggal 17 September 2010. Sebagai lembaga baru,
dalam grand design telah ditetapkan tahapan pengembangannya. Tahap
I adalah tahap Inisiasi (2010), disusul Tahap Instalasi (2011)
dimana jaringan kemitraan BNPP mulai digalang, dipupuk, dan
diperkuat. Selanjutnya Tahap Konsolidasi (2012) dimana seluruh
upaya ditahun 2011 akan dikonsolidasikan sehingga menjadi kekuatan
dan peluang BNPP yang terdeteksi secara lebih terukur dan terarah.
Tahap berikutnya adalah Tahap Stabilisasi (2013) dimana seluruh
proses yang telah dikonsolidasikan pada 29 tahun sebelumnya
kemudian dibuat lebih stabil melalui berbagai cara; Tahap terakhir
adalah Tahap Akselerasi (2014) dimana seluruh sistem yang dibangun
pada tahap sebelumnya telah stabil dan siap untuk dilakukan
berbagai percepatan-percepatan dalam pengelolaan batas wilayah
Negara dan pembangunan kawasan perbatasan.BNPP memainkan peran
strategis dalam menetapkan kebijakan program dan merencanakan
kebutuhan anggaran pengelolaan perbatasan setiap tahunnya, yang
dilakukan berkoordinasi dengan Bappenas dan Kementerian. Melalui
program-programnya BNPP memainkan peran mengisi celah-celah yang
belum ditangani K/L atau Daerah, mendukung urusan sektoral tertentu
yang mendesak namun tak terakomodasi anggaran K/L, dan melaksanakan
program yang sifatnya khas menjadi urusan yang ditangani BNPP
(contoh : PLBN).Pengelolaan Lintas Batas Negara (Tasbara) merupakan
tugas strategis BNPP untuk mengelola pembangunan garis batas dan
berbagai persoalan lintas batas Negara terkait dengan aspek kedua
prioritas BNPP yaitu penguatan pertahanan keamanan dan penegakan
hukum di perbatasan. Manajemen Lintas Batas Negara (Manajemen
Tasbara) merupakan operasionalisasi dari misi pengelolaan lintas
batas Negara guna meningkatkan pertahanan keamanan dan penegakan
hukum khususnyadi perbatasan wilayah negara. Garda Batas (GB)
merupakan instrumen manajemen Tasbara dalam bentuk penciptaan
kader-kader masyarakat yang dilatih dan berperan sebagai kekuatan
pendukung dalam sistem pertahanan semesta. Menjaga, memelihara, dan
menggerakkan pembangunan kawasan perbatasan, merupakan kewajiban
dan tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat perbatasan,
dimana masyarakat dalam beberapa hal tertentu dapat memainkan peran
dukungnya. Melalui GB dalam kerangka Manajemen Tasbara, peran
tersebut dapat direalisasikan secara lebih nyata di kawasan
perbatasan.a.
BAB IIIANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan memaparkan gambaran umum mengenai
kawasan perbatasan di Kalimantan, permasalahan-permasalahan yang
terjadi di daerah perbatasan Kalimantan-Malaysia, bagaimana
kesesuaian hukum untuk masalah perbatasan, dan upaya yang dilakukan
oleh pemerintah dan stakeholder lain dalam menyelesaikan masalah
perbatasan.
3. 3.1. Gambaran Umum Kawasan Perbatasan3.1.1. Kawasan
Perbatasan Darat di IndonesiaIndonesia terletak di kawasan yang
strategis yakni diantara dua benua dan dua samudera.Hal ini
menyebabkan Indonesia berbatasan dengan banyak negara baik
berbatasan di laut maupun darat.Berikut adalah 10 kawasan
perbatasan negara antara Indonesia dan negara lain, antara lain: 1.
Kawasan perbatasan laut dengan Thailand, India dan Malaysia di
Aceh, Sumatra Utara dan dua pulau kecil terluar. 2. Kawasan
perbatasan laut dengan Malaysia, vietnam dan Singapura di Riau,
Kepulauan Riau dan 20 pulau kecil terluar. 3. Kawasan perbatasan
darat dengan Malaysia di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. 4.
Kawasan perbatasan laut dengan Malaysia dan Filipina di Kalimantan
Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan 18 pulau kecil
terluar. 5. Kawasan perbatasan laut dengan Palau di Maluku Utara,
Papua Barat, Papua dan 8 pulau kecil terluar. 6. Kawasan perbatasan
darat dengan Papua Nugini di Papua. 7. Kawasan perbatasan laut
dengan Timor Leste dan Australia di Papua, Maluku dan 20 pulau
kecil terluar. 8. Kawasan perbatasan darat dengan Timor Leste di
Nusa Tenggara Timur. 9. Kawasan perbatasan laut dengan Timor Leste
dan Australia di NTT dan 5 pulau kecil terluar. 10.Kawasan
perbatasan laut berhadapan dengan laut lepas di Aceh, Sumatra
Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan 19 pulau kecil
terluar.Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat bahwa Indonesia
mempunyai batas darat dengan tiga negara, yakni
Kalimantan-Malaysia, Papua-Papua Nugini dan Nusa Tenggara
Timur-Timor Leste.Namun, daerah perbatasan yang penulis bahas dan
analisis hanya daerah perbatasan di Pulau Kalimantan, yaitu
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
3.1.2. Kawasan Perbatasan Darat di KalimantanPulau Kalimantan
memiliki kawasan perbatasan darat dengan Malaysiadengan panjang
mencapai 2.002 kilometer di 8 (delapan) kabupaten yang berada di
wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.Wilayah Kalimantan
Barat berbatasan langsung dengan wilayah Sarawak sepanjang 847,3
yang melintasi 98 desa dalam 14 kecamatan di 5 kabupaten, yaitu
Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, dan Kabupaten
Bengkayang. Wilayah Kalimantan Timur berbatasan langsung dengan
wilayah Sabah sepanjang 1.035 kilometer yang melintasi 256 desa
dalam 9 kecamatan dan 3 kabupaten yaitu di Nunukan, Kutai Barat,
dan Kabupaten Malinau. Namun, pada tanggal25 Oktober2012berdasarkan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012, kabupaten Nunukan dan Malinau
yang berabatasan darat dengan Malaysia tersebut, telah resmi
menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Utara.Dari kelima kabupaten
di Kalimantan Barat dan tiga kabupaten di Kalimantan Timur, hanya
terdapat 3 (tiga) pintu perbatasan (border gate) resmi, yaitu di
Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Bengkayang di Kalimantan Barat,
serta Kabupaten Nunukan di Kalimantan Utara. Kabupaten Sanggau dan
Nunukan memiliki fasilitas Custom, Imigration, Quarantine, and
Security (CIQS) dengan kondisi yang relatif baik, sedangkan
fasilitas CIQS di tempat lainnya masih sederhana serta belum
didukung oleh aksesibilitas yang baik karena kondisi jalan yang
buruk.Kawasan perbatasan daerah lain seperti di Kabupaten Sintang,
Sambas, Kapuas Hulu, Malinau dan Kutai Barat masih belum memiliki
pintu perbatasan resmi dan masih dalam tahap pembangunan. Sesuai
kesepakatan dengan pihak Malaysia dalam forum Sosek Malindo,
sebenarnya telah disepakati pembukaan beberapa pintu perbatasan
secara bertahap di beberapa kawasan perbatasan di Kabupaten Kapuas
Hulu, Sambas, Sintang dan Bengkayang.Namun demikian, masyarakat di
sekitar perbatasan sudah menggunakan pintu-pintu perbatasan tidak
resmi sejak lama sebagai jalur hubungan tradisional dalam rangka
kekeluargaan atau kekerabatan. Pos-pos keamanan dan pertahanan yang
tersedia di sepanjang jalur tradisional tersebut masih sangat
terbatas, demikian pula dengan kegiatan patroli keamanan yang masih
menghadapi kendala berupa minimnya sarana dan prasarana
transportasi.3.2. Permasalahan-Permasalahan di Kawasan Perbatasan
Kalimantan3.2.1. Permasalahan Umum di Kawasan Perbatasan
KalimantanSecara umum, permasalahan di kawasan perbatasan
Kalimantan-Malaysia penulis bagi menjadi 3 persoalan, yaitu masalah
pertahanan dan keamanan, sosial-ekonomi, dan
infrastruktur.Pertama,masalah penentuan batas darat yang belum
sepenuhnya di sepakati. Rujukan agreement kedua negara adalah pada
konvensi pemerintah kolonial Belanda dan Inggris Raya tahun 1891,
1915, dan 1928 yang hingga saat ini masih terdapat 10 titik OBP
(Outstanding Boundary Problems) yang berdampak pada kehidupan
sosial ekonomi masyarakat di perbatasan yang mengancam kedulatan
negara.Kedua, sejak dibukanya pintu perbatasan (border gate) di
beberapa titik di Kalimantan, terjadi kesenjangan pembangunan
infrastrukur di kawasan perbatasan antar kedua negara yang jauh
berbeda dan berdampak pada kesenjangan sosial, ekonomi dan
kesejahteraan antara masyarakat perbatasan di Indonesia dan di
Malaysia.Ketiga, permasalahan kehidupan ekonomi yang menunjukan
perbedaan yang sangat menonjol mengakibatkan munculnya kegiatan
ekonomi illegal, diantaranya illegal logging, TKI dan penyelundupan
lainnya (trafficking in persons), eksploitasi sumber daya alam
secara tidak beraturan, lemahnya sistem pengawasan, semangat
otonomi mengenai status dan kewenangan penanganan, serta gejala
degradasi nasionalisme.Daerah perbatasan merupakan wilayah
strategis sekaligus daerah rawan terkait dengan masalah-masalah
pertahanan dan keamanan negara. Luasnya kawasan perbatasan
Indonesia seharusnya mencerminkan adanya sebuah kebijakan
pengelolaan perbatasan yang efektif dan akuntabel khususnya dari
aspek sosial ekonomi dan keamanan. Namun, kondisi di lapangan
menunjukkan bahwa sistem manajemen perbatasan Indonesia selama ini
berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Meningkatnya tindak
kejahatan di perbatasan (border crime) seperti penyelundupan kayu,
barang, dan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, terorisme,
serta penetrasi ideologi asing telah mengganggu kedaulatan serta
stabilitas keamanan di perbatasan negara. Selama ini, kawasan
perbatasan Indonesia hanya dianggap sebagai garis pertahanan
terluar negara, oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam
mengelola perbatasan hanya pada pendekatan keamanan (security
approach). Itulah sebabnya aliran investasi kurang menyentuh secara
menyeluruh pada daerah perbatasan. Bandingkan dengan Malaysia,
telah menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity) dan
keamanan secara berdampingan pada pengembangan wilayah
perbatasannya.Oleh karena itu, kawasan perbatasan memerlukan
perhatian lebih besar khususnya yang menyangkut pembangunan sumber
daya manusia dan pembangunan ekonomi produktif masyarakat dan
keamanan. Selama ini daerah perbatasan masih identik dengan daerah
yang terisolir, terpencil, terbelakang dalam berbagai macam aspek
kegiatan baik sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan
keamanan. Wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara memiliki
potensi sumber daya alam yang melimpah, namun hingga saat ini
relatif belum dimanfaatkan secara optimal. Ketertinggalan secara
ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat perbatasan Kalimantan Timur
dan Utara terutama dipicu oleh minimnya infrastruktur dan
aksesibilitas yang tidak memadai, seperti jaringan jalan dan
angkutan perhubungan darat maupun sungai masih sangat terbatas,
prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi
radio dan televisi serta sarana telepon relatif minim, ketersediaan
sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat kesehatan masyarakat,
sekolah, dan pasar yang terbatas. Kondisi keterbatasan tersebut
akan semakin nyata dirasakan oleh masyarakat perbatasan ketika
membandingkan dengan kondisi pembangunan di negara tetangga
Malaysia (Sabah) yang perekonomiannya telah tergolong relatif
baik.
3.2.2. Permasalahan di Perbatasan Kabupaten Nunukan, Kalimantan
Utara
Dalam sebuah berita yang dipublikasikan daring Kompas.com,
ratusan warga di tiga desa, yaitu Desa Labang, Desa Panas, dan Desa
Tao Lumbis, Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan
Utara, melakukan eksodus ke Malaysia.Menurut penuturan salah satu
anggota komisi II DPRD Nunukan, warga Nunukan merasa tidak
sejahtera selama menetap di Indonesia dan ingin mencari kehidupan
yang lebih baik di Malaysia.Hal ini juga diakibatkan oleh hampir
100 persen kebutuhan pokok warga di wilayah perbatasan Kecamatan
Lumbis Ogong tersebut bergantung dari Malaysia.Sebanyak 60 persen
warga dari ketiga desa tersebut, memilih tinggal di Malaysia.
Eksodus terjadi sejak konfrontasi tahun 1965 sampai saat ini.
Kebanyakan faktor awal yang menyebabkan warga melakukan eksodus
bukan untuk menjadi warga disana, tetapi karena kesulitan ekonomi.
Warga perbatasan sulit untuk mendapat pekerjaan di Indonesia.
Namun, karena kehidupan di Malaysia menjadi lebih baik, akhirnya
warga Indonesia menetap disana. Selain masalah perekonomian,
kemudahan mendapatkan dokumen kependudukan pun menjadi alasan warga
di wilayah perbatasan menetap di Malaysia.Selain itu, kesulitan
hidup di wilayah perbatasan yang tak tersentuh pembangunan membuat
warga Desa Samunti, Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Utara, memilih meninggalkan kampung halamannya untuk
mencari kerja di Malaysia atau ibu kota kabupaten setempat.Menurut
penuturan Kepala Desa Semunti Bagalu, dari 80 keluarga yang ada di
desa Sumanti, sebanyak 50 keluarga mencari pekerjaan di Nunukan,
karena semakin sulit mencari kayu gaharu yang semula menjadi
pekerjaan utama mereka. Selain itu, daerah tersebut tidak tersentuh
oleh pembangunan, terutama penerangan, pendidikan, kesehatan,
jaringan jalan, dan telekomunikasi.Kemiskinan juga membuat 20
keluarga di Desa Semunti eksodus ke Malaysia. Kebanyakan dari
mereka menjadi pekerja di kebun sawit milik warga Malaysia. Saat
ini, hanya sepuluh keluarga yang tinggal di Desa Samunti.
3.3. Kesesuaian HukumBatas negara di darat merupakan batas yang
memiliki peran penting karena sebagian besar penduduk dunia tinggal
di darat. Indonesia mempunyai batas darat dengan Malaysia di Pulau
Kalimantan. Perbatasan darat tersebut terletak di Provinsi
Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Timur. Perbatasan darat
antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan masih menyisakan
sepuluh titik yang bersengketa, lima diantaranya terletak di
Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini dapat terjadi karena belum
adanya kesepakatan antara kedua negara. Ketidakjelasan dasar hukum
antara Indonesia dan Malaysia mengenai batas wilayah darat kedua
negara ini merupakan salah satu penyebab sengketa batas wilayah
tersebut dapat terjadi. Dasar hukum batas wilayah darat Indonesia
dan Malaysia MOU tahun 1973 yang berorientasi kepada Traktat London
buatan Belanda dan Inggris saat masih menjajah Indonesia dan
Malaysia.Wilayah perbatasan Indonesia khususnya Kalimantan
mempunyai nilai strategis dalam pembangunan nasional. Berlimpahnya
sumber daya alam dan budaya yang akan mendukung pengembangan
wilayah tampaknya belum banyak dieksplorasi secara optimal. Padahal
keunggulan ini akan membuka peluang bagi pengembangan wilayah
sebagai tujuan kegiatan ekonomi seperti kegiatan industri dan
perdagangan serta pariwisata. Dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
juga telah menegaskan bahwa orientasi pengembangan wilayah
perbatasan dari inward looking menjadi outward looking sebagai
pintu gerbang ekonomi dan perdagangan.
3.4. Upaya Penyelesaian Permasalahan yang DilakukanUntuk masalah
batas negara, negosiasi adalah cara yang paling tepat untuk
menyelesaikan sengketa batas darat antara Indonesia dan Malaysia.
Kedua negara masih mempunyai perbatasan laut di wilayah Pantai
Barat dan Pantai Timur. Perbincangan tentang kawasan perbatasan
Indonesia dan Malaysia di Kalimantan, serta beberapa isu
pembangunan sosial-ekonomi dan isu politik hingga kini masih
diupayakan penyelesaiannya oleh pemerintah kedua belah negara
melalui kerjasama pembangunan sosial ekonomi di perbatasan.Kondisi
di sepanjang perbatasan darat Indonesia dan Malaysia juga rawan
terhadap terjadinya sengketa batas wilayah karena, Pemerintah
Indonesia-Malaysia hanya memasang patok batas wilayah, yang kerap
kali hilang maupun bergerser. Di perbatasan Kalimantan Barat dan
Sarawak sendiri terdapat 5.760 patok batas wilayah. Terdapat empat
jenis patok yang menjadi batas wilayah darat Indonesia-Malaysia.
Patok A berupa bangunan tugu yang biasa dipasang dalam jarak 300
km, Patok B dan C berupa tugu kecil yang ditanam dalam jarak lima
hingga 50 kilometer, dan patok D berupa tugu yang tingginya 30
sentimeter saja.Namun, upaya pembangunan yang saat ini sedang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga Malaysia, menghadapi problematika pembangunan yang
cukup berat dan kompleks, seperti:1. Kesenjangan dalam perkembangan
sosial ekonomi yang mencolok antar wilayah desa, antar desa dan
kota, dan antar sektor ekonomi.2. Kurangnya peranan dan keterkaitan
sektor modern terhadap sektor tradisional.3. Terbatasnya sumber
daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas.4. Masih
rendahnya tingkat aksesibilitas wilayah dan kurangnya kemudahan
terhadap fasilitas berusaha sehingga menjadi kendala untuk menarik
investasi.5. Terbatasnya infrastruktur berupa sarana dan prasarana
transportasi.6. Keadaan topografi yang berat, sebagian besar
bergunung-gunung, sehingga sulit dijangkau oleh program
pembangunan.
Secara keseluruhan, permasalahan perbatasan di Kalimantan timur
dan Kalimantan Utara beserta upaya dan instansi terkait yang
bertanggung jawab adalah sebagai berikut.
ISU STRATEGIS DAN MENDESAKDALAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN
KABUPATEN KALIMANTAN BARAT SARAWAK
NOISU STRATEGIS / MENDESAKURAIAN MASALAHUPAYA PEMECAHANINSTANSI
TERKAIT
1. Minimnya sarana dan prasarana Pos Pilintas Batas
(PLB)Minimnya sarana dan prasarana Pos Lintas Batas seperti CIQS
(bea cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan) yang memadai di
perbatasan sesuai standar pelayanan publik telah menjadi issu utama
pemerintah dalam rangka pengembangan dan pengelolaan kawasan
perbatasan khususnya di wilayah perbatasan yang berbatasan dengan
negara yang secara ekonomi masyarakatnya sudah lebih maju.
Perlu dibangun PLB yang dilengkapi dengan CIQS (karantina,
imigrasi, bea cukai, dankeamanan) dan personil yang memadai.
Dephankam Mabes TNI Mabes POLRI Depkeu Deptan Deplu Pemda
2. Masih maraknya perdagangan lintas batas secara illegal
Minimnya infrastruktur yang ada terutama sector perdagangan
diperbatasan, termasuk sarana dan transportasi dan pasar, telah
mengakibatkan terhambatnya jalur ekonomi dan distribusi menuju
kawasan perbatasan. Dan akibatnya adalah munculnya
kegiatan-kegiatan yang illegal di sector perdagangan yang sangat
merugikan negara dari pemasukan retribusi jasa dan cukai barang
masuk
Perlu dibangun sarana transportasi, sarana pasar, dan sarana
pendukung lainnya secara memadai Deperindag Depdagri Depkeh &
Ham Pemda Depkeu
3. Belum jelasnya pengaturan tapal batas oleh kedua
negaraKoordinat lokasi tapal batas darat antara Kab. Sambas dengan
Serawak di Paloh-Sajingan, Kab. Bengkayang di Jagoibabang, dan Kab.
Kapuas Hulu di Nanga Badau, masih belum ada kesepakatan.
Perlu pemasangan tapal batas yang disepakati oleh Sosekmalindo,
tetapi sebelumnya diperlu-kan persetujuan dengan pihak Malaysia
tentang koordinat ( titik dasar ). Deplu Dephankam Depdagri
Bakosurtanal Pemda
5.Rendahnya aksesibilitas transportasi dan prasarana wilayah
Terbatasnya sarana dan prasarana di perbatasan baik perhubungan
maupun prasarana wilayah lainnya telah mengakibatkan wilayah
perbatasan menjadi wilayah yang terisolir dan tertinggal.
Perlu peningkatan sarana dan prasarana perhubungan sepanjang
perbatasan RI Malaysia di Kabupaten perbatasan sepanjang 170 km.
Dan pemnuhan kebutuhan prasarana wilayah lainnya, termasuk
penanganan pintu-pintu arteri dari pusat-pusat pertumbuhan Dephub
Depkimpraswil Pemda
6.Belum tersedianya sarana permukiman penduduk yang
memadaiMinimnya ketersediaan sarana permukiman yang memadai telah
mengakibatkan gejolak sosial di masyarakat yang dapat menimbulkan
konflik of interes antara masyarakat pendatang dengan masyarakat
setempat.
Perlu dibangunnya berbagai kelengkapan dan sarana perumahan dan
pemukiman bagi masyarakat setempat secara baik/memadai
Depkimpraswil Pemda
7.Rendahnya kuantitas dan kualitas PendidikanRendahnya kualitas
sumberdaya manusia (SDM) di kawasan perbatasan telah menjadi
permasalahan/isu strategis yang perlu mendapat perhatian mendesak
dari pemerintah, karena tingkat kualitas SDM yang tersedia akan
menjadi faktor penentu dalam upaya peningkatan kesejahteraan
kehidupannya di masyarakat.
1. Pembangunan sarana pendidikan anatara lain TK, SD, SMP, dan
SMU/SMKK di Kawasan Perbatasan 2. Perlu dilakukan pelatihan dan
peningkatan kemampuan guru-guru dan tenaga pengajar di sekolah
perbatasa.
Depdiknas Pemda
8.Masih minimnya sarana dan prasarana kesehatan
kesehatanKurangnya sarana kesehatan di kawasan perbatasan, masih
kurangnya RS yang dapat diakses dengan cepat dari wilayah
perbatasan, dan masih kurangnya sarana kesehatan yang dapat
melayani masyarakat (yang bertempat tinggal di sepanjang
perbatasan) 1. Perlu dibangunnya Puskesmas di Longlayu (Krayan
Selatan);2. Pengembangan fisik RS. Nunukan;3. Pengadaan Puskesmas
Keliling untuk melayani masyarakat yang bermukim di sepanjang
sungai di wilayah Kab. Nunukan daratan.
Depkes Pemda
9.Rendahnya kualitas dan sarana tenaga kerja Kondisi barak
tempat penampungan TKI yang dideportasi dari Malaysia sangat minim,
kurang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan.1. Perlu
pembangunan dan perbaikan barak tempat penampungan TKI;2.
Pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk melatih ketrampilan
para TKI yang akan bekerja ke negara tetangga.
Depnakertrans Pemda
10.Maraknya Illegal loggingMasih banyaknya pengiriman kayu
ilegal (illegal logging) ke Malaysia1. Perlu menertibkan
administrasi (dalam pemberian Surat Keterangan Syahnya Hasil Hutan
/SKSHH); 2. Memperketat pengawasan terhadap ilegal logging; 3.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan.
Dephut Mabes TNI Mabes Polri Pemda
11.Belum optimalnya pengelolaan Taman NasionalBagaimana
menyelesaikan masalah yang dihadapi penduduk yang bermukim di
kawasan TN Kayan Mentarang?
Perlu pengkajian daerah pemukiman yang terletak di kawasan Taman
Nasional Kayan Mentarang menjadi kawasan lain.
Dephut Kementrian LH Pemda
13.
Peningkatan aksesibilitas daerah perbatasan.
Daerah perbatasan sulit dijangkau oleh angkutan besar di
perbatasan darat.
Perlu peningkatan aksesibilitas daerah perbatasan melalui
peningkatan pembangunan pembangunan sarana dan prasarana. Dephub
Depkimpraswil Pemda
Sumber : Bappenas.go.id, 2015
ISU STRATEGIS DAN MENDESAKDALAM PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN
KABUPATEN KALIMANTAN TIMUR DAN UTARA MALAYSIA
NOISU STRATEGIS / MENDESAKURAIAN MASALAHUPAYA PEMECAHANINSTANSI
TERKAIT
1. Pos Pilintas Batas (PLB)Hasil dari Sosekmalindo telah
disetujui 4 PLB, yaitu Tamiya (P. Nunukan), Sungai Pancung (P.
Sebatik), Sumgaris (Kab. Nunukan/daratan), dan Longmidan (Krayan),
namun secara fisik PLB belum dibangun. belum dibangunan fisik PLB
yang dilengkapi CIQS, dan belum siapnya SDM.
Perlu dibangun PLB yang dilengkapi dengan CIQS (karantina,
imigrasi, bea cukai, dankeamanan) dan personil yang memadai.
Dephankam Mabes TNI Mabes POLRI Depkeu Deptan Deplu Pemda
2. Perdagangan lintas batasBatas pembelian orang Indonesia di
Tawao Melalui jalan laut RM 600 /orang/hari (sejak 1970), sedangkan
batasan untuk pembelian orang Indonesia menggunakan jalan darat
sebesar RM 600 /mobil/hari.
Perlu meningkatkan jumlah batas pembelian menjadi RM ..,-
seperti yang telah disepakati melalui Sosekmalindo. Deperindag
Depdagri Depkeh & Ham Pemda Depkeu
3. Tapal batas2. Koordinat lokasi tapal batas darat antara Kab.
Nunukan dengan Malaysia di Blambangan (P. Sebatik) masih belum ada
kesepakatan. 3. Koordinat batas laut antara Kab. Nunukan dengan
Malaysia (pasca Ligitan & Sipadan) belum ada kesepakatan antara
Indonesia dan Malaysia. Bahkan Ujung dermaga di Pulau Pancung (P.
Sebatik) sepanjang 3 m masuk wilayah Malaysia.
Perlu pemasangan tapal batas yang disepakati oleh Sosekmalindo,
tetapi sebelumnya diperlu-kan persetujuan dengan pihak Malaysia
tentang koordinat ( titik dasar )terutama untuk perbatasan laut.
Deplu Dephankam Depdagri Bakosurtanal Dishidros TNI AL Pemda
5.Pelabuhan lautPengembangan Pelabuhan Laut Tunontaka (P.
Nunukan), saat ini baru sampai tahap pemasangan tiang pancang.
Perlu peningkatan anggaran untuk menjadikan sebagai pelabuhan
samudra. Dephub Depkimpraswil Pemda
6.Permukiman pendudukPemukiman yang tidak sehat lingkungan di
Kec. Krayan (Kabupaten Nunukan daratan) yang terletak di kawasan
Taman Nasional Kayan Mentarang.
Perlu perbaikan permukiman penduduk di wilayah Kec. Krayan
(Kabupaten Nunukan) yang terletak di Kawasan Taman Nasional.
Depkimpraswil Pemda
7.PendidikanMasih kurangnya sarana pendidikan TK, SD, SLTP, SMU
di Kab. Nunukan (Kec. Krayan, Simbahung), P. Nunukan, dan P.
Sebatik.3. Pembangunan TK, SD, SMP, dan SMU/SMKK di Krayan Selatan,
Sembakung, dan di kawasan perbatasan di Sebatik.4. Pembangunan SMU
(di P. Nunukan), dan SMKK Terpadu di P. Sebatik.
Depdiknas Pemda
8.KesehatanKurangnya sarana kesehatan di Longlayu (Krayan
Selatan), masih kurangnya RS Nunukan, dan masih kurangnya sarana
kesehatan yang dapat melayani masyarakat (yang bertempat tinggal di
sepanjang sungai) di daratan Kab. Nunukan.4. Perlu dibangunnya
Puskesmas di Longlayu (Krayan Selatan);5. Pengembangan fisik RS.
Nunukan;6. Pengadaan Puskesmas Keliling untuk melayani masyarakat
yang bermukim di sepanjang sungai di wilayah Kab. Nunukan
daratan.
Depkes Pemda
9.Tenaga kerjaKondisi barak tempat penampungan TKI yang
dideportasi dari Malaysia sangat minim, kurang memenuhi persyaratan
kesehatan lingkungan.3. Perlu pembangunan dan perbaikan barak
tempat penampungan TKI;4. Pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK)
untuk melatih ketrampilan para TKI yang akan bekerja ke negara
tetangga.
Depnakertrans Pemda
10.Illegal loggingMasih banyaknya pengiriman kayu ilegal
(illegal logging) ke Malaysia4. Perlu menertibkan administrasi
(dalam pemberian Surat Keterangan Syahnya Hasil Hutan /SKSHH); 5.
Memperketat pengawasan terhadap ilegal logging; 6. Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitar perbatasan.
Dephut Mabes TNI Mabes Polri Pemda
11.Illegal fishingPencurian ikan oleh kapal-kapal asing
menggunakan kapal pukat harimau.1. Perlu pengkajian daerah
permukiman adanya peraturan dan perundangan (melalui
Keppres/Kepmen) tentang penggunaan ukuran jaring ikan dan mesin
kapal penangkap ikan di kawasan perbatasan;2. Memberikan bantuan
modal usaha kepada para nelayan;3. Pembangunan tempat pendingin
(coldstorage).
DKP Pemda
12.Taman NasionalBagaimana menyelesaikan masalah yang dihadapi
penduduk yang bermukim di kawasan TN Kayan Mentarang?
Perlu pengkajian daerah pemukiman yang terletak di kawasan Taman
Nasional Kayan Mentarang menjadi kawasan lain.
Dephut Kementrian LH Pemda
13.Pengadaan Air Bersih1. Suplai air bersih di P Sebatik masih
kurang.2. Kebutuhan es untuk kebutuhan perikanan masih diimport
dari Tawao (Sabah, Malaysia).1. Perlu dilakukan inventarisasi
potensi sumber daya air di P. Sebatik.2. Perlu penetapan kawasan
hutan lindung di P. Sebatik (2500 ha), dan P. Nunukan (1000-6000
hektar) yang berfungsi sebagai recharge area.3. Perlu pembangunan
Cold Storage untuk menunjang sektor perikanan.
Depkimpraswil Dephut LAPAN DKP Pemda
14.
Penetapan Hutan Lindung1. Kerusakan hutan di P. Sebatik akan
terus berlanjut tanpa disertai penetapan kawasan lindung.2. Sumber
air di P. Sebatik sangat tergantung pada konservasi hutan.
Perlu penetapan hutan lindung pada daerah yang telah diusulkan
Pemda.
Dephut Kementerian LH LAPAN Pemda
15.
Peningkatan aksesibilitas daerah perbatasan.
Daerah perbatasan sulit dijangkau oleh angkutan besar di
perbatasan darat.
Perlu peningkatanaksesibilitas daerah perbatasan melalui
peningkatan pembangunan pembangunan sarana dan prasarana. Dephub
Depkimpraswil Pemda
Sumber : Bappenas.go.id, 2015BAB IVSARAN DAN KESIMPULAN
4. Pada bab ini, penulis akan menuliskan saran mengenai materi
yang dibahas dan kesimpulannya.Sebagian besar kawasan perbatasan di
Indonesia merupakan kawasan tertinggal dengan sarana dan prasarana
sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Kawasan perbatasan,
yang dipandang wajib memiliki keamanan yang baik membuat
pembangunan di kawasan perbatasan lebih mengutamakan aspek
keamanannya. Hal ini menyebabkan beberapa daerah di kawasan
perbatasan tertinggal dalam pembangunan fisik dan ekonomi, serta
menyebabkan masyarakatnya cenderung miskin. Tak terkecuali Kawasan
Perbatasan Kalimantan Malaysia. Ini menyebabkan munculnya
kesenjangan ekonomi antara wilayah perbatasan Kalimantan dan
Malaysia. Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya kegiatan ekonomi
illegal seperti illegal logging, penyelundupan TKI (human
trafficking), eksodus, eksploitasi sumber daya alam bahkan
degradasi nasionalisme. Muncul juga permasalahan tidak jelasnya
pintu perbatasan dan pengawasannya, yang menyebabkan terasanya
kesenjangan sosial dan ekonomi. Ada perbedaan yang signifikan
antara kawasan perbatasan Indonesia yang masih tertinggal dengan
kawasan perbatasan Malaysia yang pembangunannya sudah cukup
baik.Untuk mencegah terjadinya permasalahan yang berkelanjutan,
perlu dilakukan beberapa tindakan. Beberapa yang penting adalah
pelegalan Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan dan pembangunan
infrastruktur yang berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Kawasan
Perbatasan yang masih belum berupa hukum yang legal, perlu
dilegalkan secepatnya alam bentuk Peraturan Presiden yang mampu
dengan jelas dan tegas mengatur pengelolaan kawasan perbatasan.
Pembangunan infrastruktur juga perlu dilakukan untuk mengurangi
gejala kesenjangan sosial dan ekonomi. Seiring dengan perubahan
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat perbatasan, persoalan
perbatasan perlu segera ditangani dengan menyediakan infrastruktur
yang mampu memberi kesempatan bagi terbukanya peluang-peluang
pertumbuhan dan pengembangan wilayah yang salah satunya dapat
diwujudkan dengan penataan ruang kawasan perbatasan.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-ajisetiawa-22696-3-2012ta-2.pdf
(diakses pada 9 Mei 2015 pukul 10.00)
http://e-journal.uajy.ac.id/369/3/2MIH01526.pdf (diakses pada 9 Mei
2015 pukul 10.00)
https://www.academia.edu/5874578/Indonesia_dan_Masalah_Perbatasan_Beberapa_Masalah_dalam_Perkembangan_Daerah_Tapal_Batas_sebagai_Bagian_Perekonomian_Nasional_dari_Perspektif_Sejarah
(diakses pada 9 Mei 2015 pukul 10.00)
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCUQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.bappenas.go.id%2Findex.php%2Fdownload_file%2Fview%2F11633%2F3866%2F&ei=rgBPVeaIAYqKuASbr4DADA&usg=AFQjCNGXsk2gZJU1ldgUsUnIBqEyF8cfcg&sig2=lQvs7iUSHxIceBfJuRExXA&bvm=bv.92885102,d.c2E
(diakses pada 9 Mei 2015 pukul 10.00) Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2015 Hanita, Margaretha. (2002). Strategi Pertahanan di Wilayah
Perbatasan dengan Negara Tetangga dalam Perspektif Ketahanan
Nasional: Studi Kasus Daerah Perbatasan di Kalimantan, Papua, dan
Timor Barat. Disertasi Doktor Tidak Diterbitkan. Jakarta:Program
Studi Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Pascasarjana UI
[Universitas Indonesia]. Sumarsono, S. (2012). Kebijakan Umum
Pengelolaan Lintas Batas Negara. Jakarta: Badan Nasional Pengelola
Perbatasan.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188393&val=6466&title=PENYELESAIAN%20SENGKETA%20BATAS%20WILAYAH%20DARAT%20ANTARA%20INDONESIA%20DAN%20MALAYSIA%20%28Studi%20Kasus%20di%20Kabupaten%20Bengkayang,%20Kalimantan%20Barat%29
https://sipildankewarganegaraan.wordpress.com/2013/02/11/pembangunan-infrastruktur-di-daerah-perbatasan-kalimantan-malaysia/
Irman Irawan. UPT. Perbatasan Universitas Mulawarman.
http://perbatasan-dev.unmul.ac.id/?p=10&a=&b=12 (Diakses
tanggal 9 Mei 2015)
http://permasalahanperbatasanindonesia.blogspot.com/ (Diakses
tanggal 9 Mei 2015)
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188393&val=6466&title=PENYELESAIAN%20SENGKETA%20BATAS%20WILAYAH%20DARAT%20ANTARA%20INDONESIA%20DAN%20MALAYSIA%20(Studi%20Kasus%20di%20Kabupaten%20Bengkayang,%20Kalimantan%20Barat)
(Diakses tanggal 9 Mei 2015) Kompas.com. Kontributor Nunukan,
Sukoco. 2014.
http://regional.kompas.com/read/2014/11/12/12514481/Ratusan.Warga.di.Kalimantan.Utara.Eksodus.ke.Malaysia.Ada.Apa.(Diakses
tanggal 10 Mei 2015) Kompas.com. Kontributor Nunukan, Sukoco. 2014.
http://regional.kompas.com/read/2014/11/13/14372541/Problem.Kemiskinan.Desa.Samunti.Kini.Cuma.Dihuni.10.Keluarga
(Diakses tanggal 10 Mei 2015)
https://www.pu.go.id/main/view_pdf/188
https://ugm.ac.id/id/berita/7880-posisi.kelembagaan.kendala.dalam.mengelola.perbatasan.negara
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-III-20-II-P3DI-Oktober-2011-7.pdf
28