KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 8 Nomor 2
Tahun 2014 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir dihadapan pembaca sebagai wadah
bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu
pendidikan khususnya pendidikan kimia.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya
yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,
akademisi, pengamat, praktisi dibidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk
tulisan dan dimasukkan kedalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi
yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan
pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di
lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk
memajukan pendidikan di tanah air.
Semoga kehairan jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali
hingga keakar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yang bergerak
dibidang pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini di
masa yang akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan
senang hati menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan
mutu jurnal.
Ketua Penyunting
DAFTAR ISI
Penerapan Media Chemscool dengan Metode Guided Note Taking pada Pemahaman
Konsep Siswa
Kartika Prabowowati* Dan Subiyanto Hadisaputro (1319 – 1329)
Uji Kriteria Instrumen Penilaian Hasil Belajar Kimia
Ana Yustika*, Eko Budi Susatyo Dan Murbangun Nuswowati (1330 – 1339)
Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan Modul dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep
Dan Keterampilan Generik Sains
Dwi Septiani*, Woro Sumarni Dan Saptorini (1340 – 1350)
Implementasi Pembelajaraan Kontekstual dengan Strategi Percobaan Sederhana
Berbasis Alam Lingkungan Siswa Kelas X
Lita Lilia* Dan Antonius Tri Widodo (1351 – 1359)
Keefektifan Strategi Project Based Learning Berbantuan Modul pada Hasil Belajar
Kimia Siswa
Retha Aliefyan Rose* Dan Agung Tri Prasetya (1360 – 1369)
Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer Bervisi Sets terhadap
Peningkatan Penguasaan Konsep Kimia
Ilam Pratitis* Dan Achmad Binadja (1370 – 1379)
Pengembangan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada
Materi Asam Basa
Nunung Fika Amalia* Dan Endang Susilaningsih (1380 – 1389)
Penerapan Praktikum Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains
Siswa
Ria Rahmawati*, Sri Haryani Dan Kasmui (1390 – 1397)
Keefektifan Pendekatan Keterampilan Proses Sains Berbantuan Lembar Kerja Siswa
pada Pembelajaran Kimia
Tresnoningtias Mutiara Anisa*, Kasmadi Imam Supardi, Dan Sri Mantini Rahayu
Sedyawati (1398 – 1408)
Pembelajaran Praktikum Berorientasi Proyek untuk Meningkatkan Keterampilan
Proses Sains dan Pemahaman Konsep
Tri Winarti* Dan Sri Nurhayati (1409 – 1420)
Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1319
PENERAPAN MEDIA CHEMSCOOL DENGAN METODE
GUIDED NOTE TAKING PADA PEMAHAMAN KONSEP SISWA
Kartika Prabowowati* dan Subiyanto Hadisaputro
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan media Chemscool dan lembar kerja Guided Note Taking serta mengetahui tanggapan siswa dan guru terhadap media dan lembar kerja yang digunakan pada materi konsep redoks. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3-X5 pada suatu SMA di Magelang tahun ajaran 2013/2014. Pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas X3 sebagai kelas kontrol, X4 sebagai kelas uji coba, dan kelas X5 sebagai kelas eksperimen. Variabel yang diteliti adalah pemahaman konsep siswa, dengan desain eksperimen control-group pretest-posttest. Pada analisis awal, kedua kelompok variansi sama, berdistribusi normal, dan rata-rata nilai sama. Analisis akhir menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep siswa dan respon yang positif dari guru maupun siswa. Hasil analisis kelas eksperimen untuk uji N-Gain 75,25% dan uji ketuntasan belajar klasikal 90,63%. Kelas kontrol untuk uji N-Gain 67,86% dan uji ketuntasan belajar klasikal 78,13%. Simpulan yang diperoleh adalah dengan pembelajaran dengan media Chemscool dan lembar kerja Guided Note Taking dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa serta guru dan siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap media dan lembar kerja.
Kata kunci: chemscool, guided note taking, pemahaman konsep
ABSTRACT
The study aims to determine the ability of students’ conceptual understanding after learning with Chemscool media and Guided Note Taking worksheet, and also to know students and teachers response to Chemscool media and Guided Note Taking worksheet used in the redox concept. The population in this study is X3-X5 grade in Senior High School in Magelang at academic year 2013/2014. By using cluster random sampling technique, it gained X3 as control class, X4 as a test class, and X5 as experiment class. Control variables in this study are students’conceptual understanding which the design of control-group pretest-posttest experimental. Aa preliminary analysis, the two groups have equal variance, normal distribution and the same of average value. Final analysis showed an increase in students' conseptual understanding and a positive response from teachers and students. Based on the N-Gain test and mastery learning test of experimental class got 75.25 % and 90.63 % and control class got 67.86 % and 78.13 %. The conclusions in this study: prove that learning with media Chemscool and Guided Note Taking worksheet can improve students' conceptual understanding and Teachers and students gave positive responses to the media and worksheets.
Keywords: chemscool, guided note taking, conceptual understanding
1320 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329
PENDAHULUAN
Kimia merupakan ilmu yang termasuk
dalam rumpun IPA selain matematika, fisika,
dan biologi. Ada dua hal yang berkaitan
dengan kimia yang tidak dapat terpisahkan,
yaitu kimia sebagai produk dan kimia
proses. Bagi sebagian besar siswa SMA,
kimia sering dianggap sebagai satu bidang
yang sulit. Kesulitan pembelajaran kimia
terletak pada kesenjangan yang terjadi
antara pemahaman konsep dan penerapan
konsep yang ada sehingga menimbulkan
asumsi sulit untuk mempelajari dan me-
ngembangkannya. Pembelajaran kimia di
sekolah bertujuan menguasai standar kom-
petensi yang telah ditetapkan, oleh karena
itu pembelajaran kimia harus dibuat lebih
menarik dan mudah dipahami, karena kimia
lebih membutuhkan pemahaman dari pada
penghafalan berbagai rumus yang begitu
banyak. Salah satu cara untuk meng-
antisipasi hal tersebut yaitu perlu di dukung
media pembelajaran yang sesuai.
Hamalik, (2012) mengemukakan
bahwa pemakaian media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar dapat
mengurangi kekacauan dalam penafsiran
materi, memusatkan perhatian siswa saat
kegiatan belajar mengajar, membangkitkan
keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi pembelajaran,
serta menciptakan lingkungan belajar yang
menyenangkan. Oyedele, et al. (2013)
dalam penelitiannya menemukan bahwa
Educational Media and Technology (EMT)
sangat penting dalam membantu proses
pembelajaran dan sangat efektif digunakan
dalam menyampaikan pesan kepada siswa.
Pfister, et al., (2006) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa multimedia adalah alat
yang ampuh bagi guru untuk memberikan
siswa-siswa mereka tentang common
experiences.
Pemahaman konsep terhadap suatu
materi pelajaran memerlukan kemampuan
generalisasi serta abstraksi yang cukup
tinggi, sehingga pemahaman konsep siswa
masih lemah (Nizarwati, et al., 2009). Agar
penguasaan konsep menjadi lebih baik,
perlu ditunjang dengan media pembelajaran
yang digunakan dan situasi pembelajaran
yang baik. Untuk menghasilkan proses pem-
belajaran yang dapat menjadikan pengua-
saan konsep lebih baik, maka harus dipilih
metode pembelajaran yang tepat untuk
membantu memperlancar penggunaan
media pembelajaran yang digunakan.
Metode pembelajaran yang dapat dipilih
adalah Guided Note Taking atau catatan
terbimbing, yaitu salah satu metode
pendukung dari pengembangan metode
pembelajaran kooperatif. Abdullah dan
Syariff (2008) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa metode pembelajaran
kooperatif efektif dalam meningkatkan
penalaran ilmiah dan pemahaman
konseptual bagi siswa dari semua
kemampuan penalaran.
Media pembelajaran yang digunakan
disebut Chemscool (chemistry is cool).
Media ini merupakan media baru dan dibuat
dengan perpaduan flash dan power point
yang berisi materi pelajaran, kuis, soal
latihan, animasi bergerak, dan simulasi.
Desain dari media ini sangat berwarna-
warni. Tujuannya untuk meningkatkankan
daya tarik dan antusiasme siswa terhadap
Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1321
materi. Konsep kunci dalam pembelajaran
multimedia adalah beban kognitif
(Chambers, et al., 2006). Sehingga
penggunaan media Chemscool ini
menitikberatkan pada kemampuan kognitif
siswa saja.
Menurut Suprijono, (2009) metode
catatan terbimbing adalah metode
pembelajaran yang dapat dikembangkan
untuk membangun stock of knowledge
siswa. Jacobs, (2008) membandingkan dua
metode catatan yaitu Guided Notes dan
Cornell Notes yang menghasilkan data
kenaikan hasil belajar menggunakan Guided
Notes lebih besar dibandingkan Cornell
Notes yaitu dari 51% menjadi 84%. Lembar
kerja Guided Note Taking yang dibuat dalam
lembar kerja yang akan diisi secara individu
oleh siswa. Lembar kerja ini diisi saat
kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Ketika guru menjelaskan materi di kelas,
siswa memperhatikan guru dan media
sambil mengisi lembar kerja tersebut.
Lembar kerja ini berisi materi dan latihan
soal yang saling berkesinambungan.
Penggabungan antara media pem-
belajaran Chemscool dengan Guided Note
Taking diharapkan dapat menjadi suatu
model pembelajaran yang memberikan efek
positif kepada siswa yaitu dapat me-
ningkatkan pemahaman konsep siswa.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
kemampuan pemahaman konsep siswa
setelah mendapatkan pembelajaran meng-
gunakan media Chemscool dengan
berbantuan Guided Note Taking dan
tanggapan siswa dan guru terhadap media
pembelajaran Chemscool dengan berban-
tuan Guided Note Taking.
METODE
Penelitian ini menggunakan pen-
dekatan kuantitatif dengan metode pene-
litian eksperimen. Penelitian eksperimen ini
menggunakan desain true experimental
dengan tipe pretest-posttest control group
design. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian yaitu teknik
cluster random sampling. Metode pengum-
pulan data pada penelitian ini menggunakan
metode wawancara, observasi, tes, dan
angket respon. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah angket respon
siswa dan guru, soal pretest-posttest, serta
lembar validasi media dan lembar kerja.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pembelajaran menggunakan media Chem-
scool dan lembar kerja Guided Note Taking
pada kelas eksperimen dan pem-belajaran
menggunakan power point pada kelas
kontrol terhadap materi konsep redoks.
Sedangkan variabel terikatnya adalah
pemahaman konsep siswa.
Validasi media dan lembar kerja
menggunakan penilaian validator. Media
dan lembar kerja valid apabila telah
dinyatakan dalam kriteria baik atau sangat
baik oleh validator, sehingga dapat digu-
nakan untuk uji coba sebelum digunakan
untuk penelitian. Analsis data awal
menggunakan nilai ujian akhir semester
gasal yaitu uji normalitas, homogenitas, dan
kesamaan rata-rata. Analisis data akhir
menggunakan nilai postes siswa yaitu uji
normalitas, kesamaan varians, perbedaan
dua rata-rata, N-Gain, uji hipotesis, dan uji
ketuntasan belajar.
1322 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data awal
sebagai syarat untuk teknik pengambilan
sampel, cluster random sampling, yaitu uji
normalitas dan homogenitas. Diperoleh hasil
bahwa populasi berdistribusi normal dan
memiliki homogenitas yang sama, sehingga
memenuhi syarat untuk dijadikan sampel
dalam penelitian. Selain itu, juga dilakukan
uji kesamaan rata-rata dan diperoleh hasil
bahwa tidak ada perbedaan rata-rata dari
populasi. Berdasarkan pengambilan sampel
secara acak terpilih kelas X3 sebagai kelas
kontrol dan kelas X5 sebagai kelas
eksperimen.
Selain analisis data awal, dilakukan
uji coba instrumen penelitian di kelas X4
yaitu media pembelajaran Chemscool,
lembar kerja Guided Note Taking, dan
angket tanggapan serta melalukan validasi
untuk media dan lembar kerja kepada
validator. Hasil analisis bahwa angket
pembelajaran untuk kelas eksperimen layak
digunakan, dengan masing-masing relia-
bilitas untuk angket yaitu reliabilitas angket
pembelajaran 0,77761; reliabilitas angket
media pembelajaran Chemscool 0,85978;
dan reliabilitas angket lembar kerja Guided
Note Taking 0,8132. Masing-masing
reliabilitas harganya lebih dari 0,7 ini berarti
reliabilitasnya sangat tinggi dan layak untuk
digunakan kembali. Hasil analisis validasi
diperoleh media Chemscool dan lembar
kerja Guided Note Taking dapat digunakan
untuk penelitian tanpa revisi.
Analisis data akhir dilakukan untuk
menjawab hipotesis yang telah dikemuka-
kan. Data yang digunakan dalam analisis
data akhir adalah nilai posttest, sedangkan
nilai pretest digunakan untuk mengetahui
keadaan awal kelas eksperimen maupun
kontrol. Analisis data akhir nilai pretest
menunjukkan bahwa data berdistribusi
normal dan memiliki varians yang sama.
Data nilai pretest baik kelas eksperimen
maupun kontrol berasal dari keadaan yang
sama yaitu nilai rata-rata kelas di bawah
KKM, tidak ada satupun siswa yang
mendapat nilai tuntas, dan nilai tertinggi
hanya pada sampai nilai 53. Data nilai
posttest baik kelas eksperimen maupun
kontrol menunjukkan nilai rata-rata kelas
sudah melebihi nilai KKM, nilai tertinggi 100
diperoleh kelas eksperimen, nilai terendah
63 diperoleh kelas kontrol, dan jumlah siswa
yang tuntas ada 29 (kelas eksperimen) dan
25 (kelas kontrol) dari jumlah total masing-
masing kelas 32 anak. Data hasil belajar
kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Sumber Variansi Kelas Experiment Kelas Kontrol
Pretest Posttest Pretest Posttest
Rata-rata 31 84 32 78 Simpangan Baku 10,151 7,822 9,904 7,506 Nilai Tertinggi 53 100 50 93 Nilai Terendah 17 67 13 63 Rentang 26 33 27 30 Banyak Siswa dengan Nilai Tuntas 0 29 0 25
Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1323
Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh hasil yaitu adanya pengaruh positif
pembelajaran menggunakan media pem-
belajaran Chemscool dan lembar kerja
Guided Note Taking terhadap peningkatan
pemahaman konsep siswa. Untuk menge-
tahui pembelajaran di kelas eksperimen
lebih baik dari kelas kontrol maka dilakukan
uji perbedaan dua rata-rata pihak kanan,
dengan menggunakan rumus uji t dan
diperoleh hasil analisis harga thitung sebesar
2,6103 sedangkan harga t(0,975)(62) sebesar
1,999. Karena thitung lebih dari ttabel, maka
dapat dikatakan bahwa kelas eksperimen
lebih baik dari kelas kontrol.
Uji hipotesis dilakukan untuk me-
ngetahui pengaruh penerapan media
pembelajaran Chemscool dan lembar kerja
Guided Note Taking pada kelas eksperimen
menggunakan koefisien korelasi biserial (rb)
dan koefisien determinasi (KD). Dari hasil
analisis diperoleh koefisien korelasi biserial
sebesar 0,548 yang berarti berpengaruh
sedang terhadap pemahaman konsep
siswa. Harga KD yang diperoleh sebesar
30,06% yang berarti media pembelajaran
Chemscool dan lembar kerja Guided Note
Taking dapat mempengaruhi pemahaman
konsep siswa pada tingkat sedang.
Setelah dianalisis dengan uji hipo-
tesis, kemudian dilakukan uji ketuntasan
belajar. Berdasarkan hasil analisis ketun-
tasan belajar yang telah dilakukan kelas
eksperimen memperoleh ketuntasan se-
besar 90,625% dan kelas kontrol sebesar
78,125%. Hasil analisis membuktikan bahwa
kelas eksperimen sudah mencapai
ketuntasan belajar karena presentase
ketuntasan belajar klasikal yaitu sebesar
90,625% lebih besar dari 85% dari jumlah
siswa yang ada di kelas tersebut yang telah
mencapai ketuntasan individu.Ini dapat
membuktikan bahwa media Chemscool dan
lembar kerja Guided Note Taking dapat
memberikan manfaat yang jelas dan pasti
terhadap pembelajaran. Manfaat dari
Guided Notes lebih jelas dibanding
Completed Notes (Neef, et al., 2006).
Uji N-Gain dilakukan untuk menge-
tahui seberapa besar peningkatan pemaha-
man konsep kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan kelas
eksperimen mengalami peningkatan yang
tinggi karena harga N-Gain yang diperoleh
sebesar 0,753 atau 75,3%. Sedangkan
peningkatan kelas kontrol tergolong sedang
karena harga N-Gain yang diperoleh
sebesar 0,679 atau 67,9%.Dari kedua data
tersebut dapat diketahui pemahaman kon-
sep kelas eksperimen lebih tinggi dibanding
kelas kontrol. Selain itu, kelas eksperimen
memiliki harga N-Gain yang lebih besar dari
0,7 atau 70% sehingga dapat dikategorikan
dalam peningkatan yang tinggi. Tetapi untuk
kelas kontrol harga N-Gainnya kurang dari
0,7 atau 70% maka dikategorikan dalam
tahap sedang.
Belajar konsep merupakan hasil
utama pendidikan. Hasil analisis uji N-Gain
membuktikan adanya peningkatan pema-
haman konsep siswa baik di kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Belajar
konsep dapat membuat siswa sedang
belajar untuk memberikan satu respon
terhadap sejumlah stimulus (Dahar, 1996).
Belajar konsep dapat diketahui dengan
mengukur pada kemampuan kognitif siswa.
Kemampuan ini diperoleh dari hasil pretest-
1324 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329
posttest yang diberikan. Tingkat pencapaian
konsep yang diharapkan dari siswa, ter-
gantung pada kompleksitas dari konsep dan
tingkat perkembangan kognitif siswa.
Berdasarkan uji peningkatan pema-
haman konsep, rata-rata pemahaman
konsep kedua kelas meningkat, tetapi
peningkatan pemahaman konsep kelas
eksperimen lebih besar daripada kelas
kontrol. Peningkatan pada kelas eksperimen
disebabkan karena pembelajaran meng-
gunakan media Chemscool dan lembar kerja
Guided Note Taking sebagai salah satu
strategi pembelajaran untuk meningkatkan
hasil belajar. Ketepatan penggunaan
strategi pembelajaran turut menentukan
pencapain tujuan pembelajaran (Sodikin, et
al., 2009). Selain itu, dengan lembar kerja
Guided Note Taking siswa diarahkan dan
dibimbing dalam belajar sehingga tidak
terjadi miskonsepsi dalam pemahaman
konsep mereka. Pengarahan yang ber-
orientasi pada perubahan konsep siswa
mampu mengurangi kesalahpahaman siswa
terhadap konsep ilmiah (Baser, 2006).
Penggunaan media Chemscool dapat
meningkatkan antusiasme dan rasa ingin
tahu siswa dalam belajar. Media ini
digunakan untuk membantu penyampaian
materi yang akan diberikan kepada siswa.
Semuanya sudah terpaket menjadi satu dan
menjadi alat bantu dalam mengisi lembar
kerja Guided Note Taking yang diberikan
guru. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa
fungsi media adalah sebagai alat bantu
dalam kegiatan belajar mengajar (Hamalik,
2012).
Kesan pertama melihat media
Chemscool, dapat timbul rasa tertarik dan
antusiasme dalam belajar. Sehingga di-
dapatkan konsep-konsep baru yang
tersimpan dalam ingatan jangka panjang
mereka. Penggunaan media mampu untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan kemauan siswa dalam suasana belajar
yang menyenangkan sehingga materi yang
disampaikan menjadi jelas dan meng-
hilangkan verbalisme (Supardi, et al., 2011).
Media ini juga mampu merangkul semua
tipe belajar siswa secara audio, visual, dan
kinestetik.
Media pembelajaran sebagai salah
satu komponen pembelajaran perlu dipilih
sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi
dengan efektif dan efisien. Penggunaan
media pembelajaran Chemscool dapat
mengefisienkan waktu karena dalam
pelaksanaannya pembelajaran yang seha-
rusnya dilakukan selama 10 jam pelajaran
hanya dapat terlaksana selama 8 jam
pelajaran. Tetapi dengan 8 jam pelajaran ini
media sudah mampu meningkatkan
pemahaman konsep siswa. Hal ini sesuai
dengan tujuan penggunaan mediayaitu
diharapkan dapat membantu guru mem-
percepat atau mempermudah untuk men-
capai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan (Arsyad, 2013).
Hasil analisis uji hipotesis dengan
koefisien korelasi biserial dan koefisien
determinasi membuktikan bahwa
penggunaan media Chemscool dan lembar
kerja Guided Note Taking dapat mem-
berikan pengaruh pada hasil belajar siswa
pada tingkat sedang. Ini terjadi karena
waktu pembelajaran yang kurang maksimal,
tetapi setidaknya penggabungan media dan
lembar kerja mampu meningkatkan pema-
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000
6
Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1325
haman konsep siswa. Lembar kerja Guided
Note Taking yang digunakan dapat mem-
bantu penggunaan media secara efektif dan
efisien. Note Taking merupakan salah satu
solusi yang efektif dan efisen dalam
pembelajaran (Austin, et al., 2004).
Angket yang digunakan dalam
penelitian ada empat angket untuk siswa,
yaitu (1) angket pembelajan kelas kontrol,
(2) angket pembelajaran kelas eksperimen,
(3) angket media pembelajaran Chemscool,
dan (4) angket lembar kerja Guided Note
Taking, serta dua angket untuk guru, yaitu
(1) angket media pembelajaran Chemscool
dan (2) angket lembar kerja Guided Note
Taking. Angket ini digunakan sesuai dengan
tujuan pembelajaran yaitu untuk mengetahui
bagaimana tanggapan siswa dan guru
mengenai pembelajaran yang dilaksanakan
dan media yang digunakan.
Angket tanggapan guru diberikan
kepada dua guru kelas yang mengampu
kelas X. Berdasarkan hasil analisis, guru
memberikan respon yang baik terhadap
media pembelajaran dan lembar kerja yang
digunakan. Secara garis besar media
pembelajaran Chemscool dan lembar kerja
Guided Note Taking mudah digunakan
dalam pembelajaran. Materinya runtut dan
mudah dipahami. Penggunaan media dan
lembar kerja ini dapat mengefektifkan
pembelajaran dan mengefisienkan waktu
pembelajaran atau dengan kata lain dapat
membantu guru dalam menyampaikan
materi dengan baik kepada siswa. Guru
memberikan tanggapan yang positif dari
setiap indikator yang ada dalam angket
media Chemscool maupun lembar kerja
Guided Note Taking.
Angket pembelajaran dalam kelas
kontrol, berdasarkan hasil analisis siswa
sebenarnya tertarik dengan pembelajaran
kimia. Dari data angket tanggapan dapat
dperoleh hasil bahwa siswa menjadi aktif
dalam pembelajaran dan kegiatan pem-
belajaran yang dilakukan dapat membantu
untuk memahami masalah terhadap materi
kimia. Pernyatan 1 sampai 13 diperoleh
presentase siswa memilih sangat setuju
sebesar 47%, 6%, 16%, 47%, 44%, 38%,
22%, 16%, 44%, 53%, 53%, 31%, dan 16%
dengan jumlah rata-rata 33%. Pernyatan 1
sampai 12 diperoleh presentase siswa
memilih setuju sebesar 53%, 41%, 72%,
44%, 47%, 53%, 63%, 53%, 53%, 38%,
41%, 59%, dan 69% dengan jumlah rata-
rata 53%. Sisanya 13% memilih tidak setuju
dan 1% memilih sangat tidak setuju. Hasil ini
membuktikan penelitian Chambers, et al.,
(2005) bahwa multimedia mampu mem-
berikan pemahaman verbal dan visual siswa
trhadap materi pembelajaran baru. Untuk
presentase jumlah responden tiap pernya-
taan dapat dilihat pada Gambar 1.
7
1326 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329
Gambar 1. Angket tanggapan siswa kelas kontrol terhadap pembelajaran
Angket pembelajaran dalam kelas
eksperimen, berdasarkan hasil analisis
siswa banyak yang tertarik dengan mata
pelajaran kimia. Mereka juga menyukai
media pembelajaran yang digunakan.
Lembar kerja yang diberikan juga mereka
manfaatkan dengan baik. Strategi
pembelajaran yang digunakan dapat
mengoptimalkan kegiatan belajar mereka
dan mampu meningkatkan pemahaman
konsep mereka. Siswa memberikan
tanggapan yang positif dari setiap indikator
yang ada dalam angket. Pernyatan 1
sampai 13 diperoleh presentase siswa
memilih sangat setuju sebesar 38%, 25%,
3%, 31%, 6%, 9%, 28%, 9%, 28%, 28%,
34%, 34%, dan 9% dengan jumlah rata-rata
22%. Pernyatan 1 sampai 12 diperoleh
presentase siswa memilih setuju sebesar
63%, 63%, 75%, 63%, 63%, 65%, 66%,
56%, 66%, 63%, 66%, 56%, dan 69%
dengan jumlah rata-rata 64%. Sisanya 14%
memilih tidak setuju dan 0% memilih sangat
tidak setuju. Hasil ini membuktikan
penelitian Chambers, et al., (2005) bahwa
multimedia yang digunakan guru dapat
menyediakan pengembangan profesional
just in time pada anak-anak dan
menunjukkan peningkatan kemampuan
siswa yang belajar dengan menggabungkan
media dan pembelajaran kooperatif. Untuk
presentase jumlah responden tiap
pernyataan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Angket tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran
Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1327
Hasil analisis angket media
pembelajaran Chemscool, sebagai media
baru, siswa juga memberikan tanggapan
yang positif. Menurut mereka media tersebut
menarik, materinya runtut, mudah diguna-
kan, dan sangat membantu meningkatkan
pemahaman konsep mereka. Siswa
memberikan tanggapan yang positif dari
setiap indikator yang ada dalam angket
media Chemscool. Pernyatan 1 sampai 12
diperoleh presentase siswa memilih sangat
setuju sebesar 25%, 22%, 34%, 16%, 31%,
25%, 44%, 28%, 25%, 22%, 41%, dan 28%
dengan jumlah rata-rata 28%. Pernyatan 1
sampai 12 diperoleh presentase siswa
memilih setuju sebesar 59%, 69%, 44%,
72%, 59%, 66%, 50%, 63%, 50%, 66%,
56%, dan 50% dengan jumlah rata-rata
59%. Sisanya 13% memilih tidak setuju dan
0% memilih sangat tidak setuju. Hal ini
membuktikan penelitian yang dilakukan
Salman, et al,. (2011) bahwa media baru
atau media alternatif di sisi lain memiliki
karakteristik yang sangat berbeda dan dapat
digunakan untuk komunikasi dan distribusi
pesan sehingga tidak terjadi miskonsepsi.
Untuk presentase jumlah responden tiap
pernyataan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Angket tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap media Chemscool
Hasil analisis angket lembar kerja
Guided Note Taking juga sangat baik. Hal ini
terbukti bahwa lembar kerja ini mampu
membantu meningkatkan pemahaman
konsep mereka dan mengefektifkan pem-
belajaran. Siswa tidak membutuhkan waktu
yang lama dalam mencatat setiap materi
yang disampaikan guru. Siswa memberikan
tanggapan yang positif dari setiap indikator
yang ada dalam angket lembar kerja Guided
Note Taking. Pernyatan 1 sampai 12
diperoleh presentase siswa memilih sangat
setuju sebesar 28%, 37%, 42%, 34%, 13%,
16%, 31%, 37%, 28%, 28%, 19%, dan 28%
dengan jumlah rata-rata 28%. Pernyatan 1
sampai 12 diperoleh presentase siswa
memilih setuju sebesar 56%, 50%, 53%,
53%, 81%, 78%, 56%, 56%, 59%, 62%,
56%, dan 59% dengan jumlah rata-rata
60%. Sisanya 12% memilih tidak setuju dan
0% memilih sangat tidak setuju. Hasil
membuktikan kembali penelitian Boch dan
Piolat (2005) bahwa Note Taking adalah alat
penting dalam transmisi informasi, misalnya
1328 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1319-1329
informasi dari buku dan guru yang diberikan
kepada siswa, yang membuat pembelajaran
semakin efektif dan menarik sehingga siswa
dapat memahami materi yang bisa membuat
mereka berhasil dalam belajar. Untuk
presentase jumlah responden tiap pernyata-
an dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Angket tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap lembar kerja GNT
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka dapat diambil
simpulan sebagai berikut: 1) Pembelajaran
dengan media pembelajaran Chemscool
dan lembar kerja Guided Note Taking dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa
sebesar 75,3% dan pengaruhnya sebesar
30,1%, 2) Siswa dan guru memberikan
tanggapan positif terhadap pembelajaran,
media pembelajaran Chemscool dan lembar
kerja Guided Note Taking. Terbukti dengan
harga reliabilitas yang tinggi untuk masing-
masing angket yang diberikan dan presen-
tase jumlah responden untuk setiap
pernyataan angket.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S. dan Shariff, A., 2008, The
effects of inquiry-based computer simulation with cooperative learning on scientific thinking and conceptual understanding of gas law, Eurasia Journal of Mathematics, Science, dan Technology Education, Vol 4, No 4, Hal: 387-398.
Arsyad, A., 2013, Media Pembelajaran, Edisi revisi, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Austin, J.L., Lee, M., dan Carr, J.P., 2004, The effects of Guiged Notes on Undergraduate Students’ Recording at Lecture Content, Journal of Instructional Psychology, Vol 4, No 31, Hal: 314-320.
Baser, M., 2006, Effect of Conceptual Changeoriented Instruction on Students’ Understanding of Heat and Temperature Concept, Journal of Maltese Education Research, Vol 1, No 4, Hal: 64-79.
Boch, F., dan Piolat, A., 2005, Note Taking and Learning: a summary research, The WAC Journal, No 16, Hal: 101-113.
Kartika Prabowowati dan Subiyanto Hadisaputro, Penerapan Media Chemscool …. 1329
Chambers, B., Cheung, A., Madden, N. A., Slavin, R. E., dan Gifford, R., 2006, Achievement Effects of Embedded Multimedia in a Succes for All Reading Program, Journal of Educational Psychology, Vol 1, No 98, Hal: 232-237.
Dahar, R.W., 1996, Teori-Teori Belajar, Jakarta: Erlangga.
Hamalik, O., 2012, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Jacobs, K., 2008, A Comparison of Two Note Taking Methods in a Secondary English Classroom, Proceedings of the 4
th Annual GRASP Symposium,
Wichita State University, Hal:119-120.
Neef, N.A., McCord, B.E., dan Ferreri, S.J., 2006. Effects of Guided Notes Versus Completed Notes During Lectures on College Students’ Duiz Performance, Journal of Applied Behavior Analysis, Vol 1, No 39, Hal: 123-130.
Nizarwati, Hartono, Y., dan Aisyah, N., 2009, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Konstruktivisme untuk Mengajarkan Konsep Perbandingan Trigonometri Siswa kelas X SMA, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 2, No 3, Hal: 57-72.
Oyedele, V., Rwambiwa, J., dan Mamvuto, A., 2013, Using Educational Media
and Technology in Teaching and Learning Processes: a case of trainee teachers at africa university, Academic Research International, Vol 1, No 4.
Pfister, C.C., White, D.L., dan Masingila, J.O., 2006, Using Multimedia Case Studies to Advance Pre-Service Tacher Knowing, International Education Journal, Vol 7, No 7, Hal: 948-956.
Salman, A., Ibrahim, F., Abdulloh, M.Y., Mustafa, N., dan Mahbob, M.H., 2011, The Impact of New Media on Traditional Mainstream Mass Media, The Innovation Journal: The Public Sector Innovation Journal, Vol 3, No 16, Hal: 2-11.
Sodikin, Noersasongko, E., dan Pramudi, T.C.Y., 2009, Jurnal Penyesuaian dengan Modus Pembelajaran untuk Siswa SMK kelas X, Jurnal Teknologi Informasi, Vol 2, No 5, Hal: 740-754.
Supardi, Leonard, Suhendri, H., dan Rismudiyati, 2012, Pengaruh Media Pembelajaran dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa, Jurnal Formatif, Vol 1, No 2, Hal: 71-81.
Suprijono, A., 2012, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
1330 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339
UJI KRITERIA INSTRUMEN PENILAIAN HASIL BELAJAR KIMIA
Ana Yustika*, Eko Budi Susatyo dan Murbangun Nuswowati
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskriptif untuk mengetahui hasil uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar kimia kelas XI. Uji kriteria tersebut dilaksanakan melalui analisis validitas butir, indeks kesukaran, jenjang soal, efektifitas distractor dan reliabilitas soal Ujian Akhir Semester (UAS) Gasal tahun ajaran 2013/2014 mata pelajaran kimia. Sebagai sekolah sampel digunakan Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Ambarawa dan Madrasah Aliyah (MA) Negeri Suruh. Bentuk soal yang dianalisis adalah pilihan ganda, dengan total soal sebanyak 40 butir. Berdasarkan hasil uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar di salah satu SMA Negeri di Ambarawa, diketahui bahwa sebanyak 27 butir soal tergolong valid dengan jenjang soal C1/pengetahuan sampai dengan C3/aplikasi. Terdapat 3 butir soal sukar, 12 butir soal sedang, dan 25 butir soal mudah. Dari total 160 butir distractor yang digunakan, 89 butir diantaranya tergolong efektif. Instrumen tergolong reliabel karena memiliki koefisien reliabilitas 0,70. Sedangkan untuk hasil uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar di salah satu MA Negeri Suruh, sebanyak 28 butir soal tergolong valid dengan jenjang soal C1/pengetahuan sampai dengan C4/analisis.Terdapat 10 butir soal sedang dan 30 butir soal mudah. Distractor (pengecoh) yang tergolong efektif berjumlah 91 butir. Instrumen tergolong reliabel karena memiliki koefisien reliabilitas 0,81. Kata kunci: instrumen, kriteria, penilaian
ABSTRACT
This research was conducted with descriptive method to determine the results of assessment criteria for learning outcomes instrument in chemistry subject of class XI. The test include the analysis of the validity, difficulty index, level of matter, distractor effectiveness and reliability of the odd semester final examination in the academic year 2013/2014 chemistry subjects at a Public Senior High School of Ambarawa and a Public Islamic Senior High School of Suruh. Form of matter that is analyzed is multiple choice, with total 40 items. Based on the test results in Public Senior High School of Ambarawa, it is known that 27 items valid, by about C1/know up to C3/apply level. There are 3 tems was difficult, 12 items medium, and 25 items easy. Of the total 160 existing distractor items, 89 items classified distractor effective. Instruments classified as reliable because it has a reliability coefficient of 0.70. While the test results in Public Islamic Senior High School of Suruh, 28 items were classified as valid items by about C1/know up to C4/analyze level. There are 10 items was medium and 30 items easy. Effective distractor was 91 items. Instruments classified as reliable because it has a reliability coefficient of 0.81.
Keywords: assessment, criteria, instrument
PENDAHULUAN
Ujian Akhir Semester (UAS) meru-
pakan alat evaluasi pendidikan yang diguna-
kan guru untuk mengetahui tingkat penca-
paian kompetensi siswa di akhir pembelajar-
an. Sebagai alat evaluasi pendidikan, paling
tidak UAS memiliki empat fungsi yaitu (1)
Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1331
untuk membantu guru dalam mengevaluasi
siswa; (2) untuk menaksir apakah siswa
benar-benar memahami pembelajaran
seperti yang diharapkan; (3) untuk memo-
tivasi siswa; dan (4) untuk membantu siswa
dalam usaha atau karya bidang akademik
(Jandaghi dan Fatemeh, 2008). Adapun
berbagai macam bentuk soal yang dapat
digunakan untuk menaksir pengusaan
materi siswa, diantaranya dengan ujian
jawaban bebas (pertanyaan essai panjang,
pertanyaan dengan jawaban singkat, perta-
nyaan essai modifikasi), pertanyaan pilihan
ganda, tes individu, dan tes kelompok.
Namun, pada dasarnya tidak ada bentuk
soal yang lebih unggul dibandingkan yang
lain (Khan dan Badr, 2011).
Bentuk soal pilihan ganda meru-
pakan soal yang umum digunakan pada
UAS. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Zaman, et al., (2010) bahwa penggunaan
soal pilihan ganda sebagai alat evaluasi
pendidikan merupakan tren yang umum
digunakan di seluruh dunia. Penggunaan tes
pilihan ganda ternyata memiliki banyak
keuntungan, diantaranya banyak sekali
materi yang dapat dicakup (Suharsimi,
2009) dan sistem skoringnya sangat mudah
serta reliabel. Selain itu, untuk menilai hasil
tes pilihan ganda, guru juga bisa meng-
gunakan program komputer (Khan dan
Badr, 2011).
Uji kriteria instrumen penilaian hasil
belajar melalui analisis butir soal penting
dilaksanakan untuk mengetahui baik
tidaknya butir-butir soal yang diujikan untuk
mengukur kemampuan siswa. Hal ini
didukung oleh Purwati dan Irni (2009) yang
menyatakan bahwa analisis butir soal atau
analisis item adalah pengkajian pertanyaan-
pertanyaan tes agar diperoleh perangkat
pertanyaan yang memiliki kualitas yang
memadai. Selain itu, analisis butir soal ini
digunakan untuk mengamati karakteristik
khusus dari butir-butir soal dan digunakan
untuk menjamin bahwa pertanyaan yang
diberikan sesuai dengan materi ujian
(Zaman, et al., 2010).
` Analisis butir soal yang dilaksanakan
dalam penelitian ini mencakup beberapa
hal, diantaranya adalah analisis validitas
butir, indeks kesukaran, jenjang soal, efek-
tifitas distractor dan reliabilitas instrumen
penilaian hasil belajar. Validitas adalah
ketepatan interpretasi hasil prosedur
pengukuran (Ratnaningsih, 2011). Validitas
butir menandai bahwa butir tes dapat
menjalankan fungsi dan pengukurannya
dengan baik. Hal ini diketahui dari seberapa
besar peran yang diberikan oleh butir soal
tes tersebut dalam mencapai skor seluruh
tes (Nuswowati, et al., 2010).
Selain valid, tes juga harus tetap
apabila digunakan beberapa kali. Karak-
teristik ini biasanya disebut sebagai
reliabilitas (Jandaghi dan Fatemeh, 2008).
Ajeg yang dimaksudkan disini bukan berarti
harus sama, tetapi sama dalam kedudukan
siswa di antara anggota kelompok yang lain.
Reliabilitas sebuah instrumen harus
memenuhi minimal 0,70 (Suparji, 2010).
Berdasarkan penelitian, disebutkan
bahwa indeks kesukaran merupakan alat
yang sangat baik digunakan untuk menilai
kualitas soal tipe pilihan ganda (Patel dan
Neeraj, 2013). Indeks kesukaran merupakan
1332 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339
bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal. Soal yang baik
adalah soal yang tidak terlalu mudah atau
tidak terlalu sukar. Soal dengan indeks
kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu
terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 me-
nunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah
(Suharsimi, 2009).
Berkenaan dengan analisis me-
ngenai proporsi setiap jenjang pada kedua
paket soal UAS, peneliti menggunakan
taksonomi Bloom versi terbaru menurut
Peggy Dettmer. Di dalam taksonomi Bloom
versi terbaru ini dikenal 8 jenjang (level)
dalam ranah kognitif. Jenjang tersebut
diantaranya pengetahuan (C1), pemahaman
(C2), aplikasi (C3), analisis (C4), evaluasi
(C5), dan sintesis (C6), imajinasi (C7) dan
kreasi (C8). Berdasarkan taksonomi
tersebut, dapat dikatakan bahwa soal
dengan jenjang C4 sampai C8 merupakan
soal-soal berpikir tingkat tinggi. Semakin
banyak jenjang soal tingkat tinggi tersebut,
semakin baik pula kualitas soal.
Dengan menganalisis butir soal,
dapat pula ditentukan baik tidaknya
pengecoh (distractor) yang dibuat oleh guru.
Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali
oleh testee berarti bahwa pengecoh itu
jelek. Suatu distractor dapat dikatakan
berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh
5% pengikut tes (Suharsimi, 2009:220).
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana hasil uji kriteria
instrumen penilaian hasil belajar di SMA
Negeri 1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh,
yang dilaksanakan melalui analisis butir soal
Ujian Akhir Sekolah (UAS) kimia kelas XI
semester gasal tahun ajaran 2013/2014.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hasil uji kriteria instrumen
penilaian hasil belajar di SMA Negeri 1
Ambarawa dan MA Negeri Suruh, yang
dilaksanakan melalui analisis butir soal Ujian
Akhir Sekolah (UAS) kimia kelas XI
semester gasal tahun ajaran 2013/2014.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan
metode deskriptif untuk mengetahui hasil uji
kriteria instrumen penilaian hasil belajar
kimia kelas XI. Metode ini dimulai dengan
mengumpulkan data, menganalisis data dan
menginterprestasikannya (Suryana, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah
instrumen penilaian hasil belajar kimia kelas
XI di SMA/MA Negeri di Kabupaten
Semarang. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu, berkaitan de-
ngan seseorang yang mempunyai informasi
yang diperlukan sehingga memudahkan
peneliti menjelajahi objek yang diteliti
(Arifianti, 2013). Adapun sampel yang
diambil adalah instrumen penilaian hasil
belajar kimia kelas XI di SMA Negeri 1
Ambarawa dan MA Negeri Suruh.
Metode pengambilan data dalam
penelitian ini menggunakan metode doku-
mentasi. Data-data yang diambil mencakup
lembar kisi-kisi, soal UAS kimia kelas XI
semester gasal tahun ajaran 2013/2014
yang terdiri atas 40 soal tipe pilihan ganda
dan lembar jawaban siswa. Lembar jawaban
yang dianalisis dalam uji kriteria instrumen
penilaian hasil belajar kimia ini adalah
Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1333
lembar jawaban siswa kelas XI IPA 4 SMA
Negeri 1 Ambarawa dan XI IPA 1 MA Negeri
Suruh.Dengan demikian, materi penelitian
adalah seluruh materi kimia kelas XI IPA
yang diujikan dalam soal UAS di kedua
sekolah tersebut. Adapun variabel yang
diteliti dalam uji kriteria instrumen penilaian
hasil belajar iniadalah validitas butir, indeks
kesukaran, jenjang soal, efektifitas distractor
dan reliabilitas instrumen.
Data-data penelitian yang sudah
dikumpulkan selanjutnya digunakan untuk
uji kriteria instrumen penilaian hasil belajar,
yaitu dengan menganalisis butir soal.
Analisis butir soal yang dilaksanakan dalam
penelitian ini mencakup beberapa hal, di-
antaranya adalah analisis validitas butir,
indeks kesukaran, jenjang soal, efektifitas
distractor dan reliabilitas instrument. Analisis
jenjang soal dilaksanakan berdasarkan
ranah kognitif dalam taksonomi Bloom versi
terbaru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji validitas butir soal UAS mata
pelajaran kimia di SMA Negeri 1 Ambarawa
menunjukkan bahwa dari 40 butir soal yang
diujikan, ternyata terdapat 27 butir soal yang
valid dan 13 butir soal yang tidak valid. Soal
yang tergolong valid, diantaranya adalah
soal-soal dengan nomor 2, 5, 6, 7, 8, 9, 14,
15, 16, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 31, 33,
34, 35, 36, 37, 38, 39, 40. Sedangkan soal
yang tidak valid, diantaranya adalah soal-
soal dengan nomor 1, 3, 4, 10, 11, 12, 13,
17, 19, 21, 26, 29, 30, 32. Adapun hasil uji
validitas butir soal di SMA Negeri 1
Ambarawa tersebut dapat dilihat pada
Tabel.1.
Tabel 1. Hasil uji validitas butir soal di salah satu SMA Negeri di Ambarawa
No Hasil Uji Kriteria Butir Soal No Soal
1 thitung > t tabel Valid 27 2, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15, 16, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 31, 33,
34, 35, 36, 37, 38, 39, 40
2 thitung < t tabel Tidak valid 13 1, 3, 4, 10, 11, 12, 17, 19, 21,
26, 29, 30, 32 Jumlah 40 40
Hasil uji validitas terhadap 40 butir soal
UAS kimia kelas XI tahun ajaran 2013/2014
di MA Negeri Suruh menunjukkan bahwa
28 butir soal yang valid dan 12 lainnya tidak
valid. Butir soal yang valid, yaitu soal nomor
1, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 19,
22, 23, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 40, sedangkan 12 butir soal
lainnya yang tidak valid, yakni soal nomor
2, 4, 9, 13, 15, 18, 20, 21, 24, 27, 30, 39.
Adapun hasil uji validitas butir soal di MA
Negeri Suruh tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.
1334 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339
Tabel 2. Hasil uji validitas butir soal di MA Negeri Suruh
No Hasil Uji Kriteria Butir Soal No Soal
1 thitung > tkritis Valid 28
1, 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 17,
19, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 40
2 thitung < tkritis Tidak valid 12 2, 4, 9, 13, 15, 18, 20, 21, 24, 27,
30, 39 Jumlah 40 40
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2,
dapat dilihat bahwa jumlah soal yang valid
pada kedua sekolah melebihi separuh dari
total jumlah soal UAS yang diujikan. Dengan
demikian, sebagian besar soal sudah dapat
menjalankan fungsi dan pengukurannya
dengan baik. Hal ini dikarenakan persya-
ratan tes yang paling utama adalah valid
sehingga soal dapat digunakan untuk
mengukur hasil belajar siswa dengan tepat
(Nuswowati, et al., 2010). Ketika suatu tes
tidak memiliki validitas yang baik, ada dua
hal yang mungkin akan terjadi, yaitu: (1)
siswa tidak dapat menunjukkan kemampuan
mereka yang sebenarnya dikarenakan tidak
ada soal yang menguji kemampuan tersebut
dan (2) adanya pertanyaan-pertanyaan
yang tidak berhubungan sehingga
menyebabkan siswa tidak dapat menjawab
dengan benar (Jandaghi dan Fatemeh,
2008). Namun demikian, ternyata validitas
butir saja belum bisa digunakan untuk
menentukan kualitas suatu soal. Oleh
karenanya perlu diadakan analisis lain
seperti analisis indeks kesukaran,jenjang
soal, efektifitas distractor dan reliabilitas
instrumen.
Hasil uji analisis indeks kesukaran
soal UAS di SMA Negeri 1 Ambarawa
menunjukkan bahwa dari 40 butir soal yang
diujikan, terdapat 25 butir soal yang
tergolong mudah, yakni soal nomor 2, 3, 4,
6, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 23, 28,
29, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 40.
Adapun 12 soal tergolong sedang, yakni
soal nomor 1, 5, 7, 8, 10, 11, 20, 24, 25, 26,
27, 39 dan 3 soal lainnya tergolong sukar,
yakni soal nomor 9,21,35. Sedangkan hasil
analisis indeks kesukaran soal UAS di MA
Negeri Suruh menunjukkan hasil yang
berbeda. Terdapat 30 butir soal mudah,
dengan nomor soal 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12,
13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26,
27, 28, 29, 30, 31, 32, 35, 37, 38, 40 dan 10
butir soal sedang, dengan nomor soal 2, 4,
11, 14, 23, 24, 33, 34, 36, 39. Berdasarkan
hasil tersebut, terlihat bahwa sebagian
besar soal UAS di kedua sekolah tergolong
mudah. Sementara soal yang baik adalah
soal yang tidak terlalu mudah atau tidak
terlalu sukar (Suharsimi, 2009). Adapun
hasil uji analisis indeks kesukaran butir soal
UAS SMA Negeri 1 Ambarawa dan MA
Negeri Suruh dapat dilihat pada Gambar 1.
Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1335
Gambar 1. Hasil analisis indeks kesukaran
Hasil analisis proporsi jenjang soal UAS di
SMA Negeri 1 Ambarawa menunjukkan
bahwa ada 7 butir soal yang termasuk
jenjang C1/pengetahuan, yakni soal nomor
1, 11, 21, 22, 30, 31, 32. Sementara
sebagian besar soal, yakni 30 dari 40 butir
soal UAS sekolah tersebut ternyata
termasuk dalam jenjang C2/ pemahaman,
yakni soal nomor 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12,
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 24, 26,
28, 29, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40.
Adapun 3 soal lainnya yang termasuk
dalam jenjang C3/ aplikasi adalah soal
nomor 4, 25, 27.
Hasil analisis proporsi jenjang soal
terhadap 40 butir soal UAS MA Negeri
Suruh menunjukkan bahwa terdapat
jenjang soal C1/pengetahuan sampai
dengan C4/ analisis di dalamnya. Terdapat
5 butir soal yang termasuk dalam jenjang
C1/pengetahuan, yakni soal nomor 1, 2, 25,
29, 32. Selain itu, 30 butir soal termasuk
dalam jenjang C2/ pengetahuan, yakni soal
nomor 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26,
30, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 40. Sedangkan
untuk jenjang C3/ aplikasi ada 4 butir soal,
yakni soal nomor 4, 28, 38, 39 dan untuk
jenjang C4/ analisis hanya ada 1 butir soal,
yakni soal nomor 27. Adapun hasil analisis
proporsi jenjang soal UAS SMA Negeri 1
Ambarawa dan MA Negeri Suruh dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil analisis proporsi jenjang soal
SMA Negeri 1 Ambarawa
MA Negeri Suluh
SMA Negeri 1 Ambarawa
MA Negeri Suluh
1336 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339
Berdasarkan proporsi jenjang soal pada
Gambar 2, terlihat bahwa sebagian besar
soal UAS termasuk dalam jenjang C2. Hasil
analisis tersebut sesuai dengan hasil yang
memberikan informasi bahwa semua siswa
Indonesia ternyata hanya menguasai
pelajaran sampai level 3 saja. Padahal,
jenjang C2 bukan termasuk dalam kategori
soal berpikir tingkat tinggi dan tidak
melatihkan keterampilan berpikir siswa
(Lissa, et al., 2012). Yang termasuk dalam
soal berpikir tingkat tinggi adalah soal-soal
analisis, sintesis, dan evaluasi. Hal ini
berarti bahwa dari seluruh soal UAS kimia
kelas XI semester gasal tahun ajaran
2013/2014 di SMA Negeri 1 Ambarawa dan
MA Negeri Suruh hanya ada 1 soal saja
yang termasuk dalam soal berpikir tingkat
tinggi, yaitu soal dengan jenjang C4/
analisis.
Hasil analisis distractor soal UAS
kimia kelas XI di SMA Negeri 1 Ambarawa
menunjukkan bahwa 89 dari 160 butir
distractor termasuk dalam kriteria efektif,
sedangkan 71 butir yang lainnya
dinyatakan tidak efektif. Oleh karena jumlah
keseluruhan testee di kelas XI IPA 4 SMA
Negeri 1 Ambarawa ada 40 orang siswa,
maka distractor dinyatakan efektif atau
dapat menjalankan fungsinya dengan baik
apabila sekurang-kurangnya dipilih oleh 2
orang testee. Distractor efektif apabila
sekurang-kurangnya dipilih oleh 5% dari
seluruh peserta.
Hasil analisis distractorsoal UAS
kimia kelas XI di MA Negeri Suruh
menunjukkan bahwa sebanyak 91 dari 160
butir distractor termasuk dalam kriteria
efektif, sedangkan 69 butir yang lainnya
dinyatakan tidak efektif. Dalam hal ini,
testee pada kelas XI IPA 1 MA Negeri
Suruh berjumlah 21 orang siswa. Oleh
karenanya, distractor sudah bisa disebut
efektif apabila sekurang-kurangnya dipilih
oleh 1 orang testee. Adapun hasil uji
efektifitas distractor soal UAS SMA Negeri
1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil uji efektifitas distractor
Berdasarkan hasil uji efektifitas
distractor pada Gambar 3, sebanyak 89 butir
distractor soal UAS kimia kelas XI SMA
Negeri 1 Ambarawa dan 91 butir distractor
soal UAS kimia di MA Negeri Suruh yang
termasuk kategori distractor efektif telah
SMA Negeri 1 Ambarawa
MA Negeri Suluh
Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1337
menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu
dapat mengecoh testee, khususnya yang
berkemampuan rendah sehingga memilih
distractor sebagai jawaban yang benar
(Widyantoro, et al., 2009).
Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang
telah dilaksanakan, diperoleh koefisien
reliabilitas instrumen untuk SMA Negeri 1
Ambarawa dan MA Negeri Suruh berturut-
turut sebesar 0,70 dan 0,81. Ini artinya
bahwa paket soal UAS tersebut reliabel,
karena menurut Suparji (2010), tes
dikatakan reliabel jika koefisien
reliabilitasnya lebih dari 0,70. Dengan
demikian, kapanpun soal UAS SMA Negeri
1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh tersebut
digunakan akan memberikan hasil ukur
yang sama (Djanuarsih, 2012).
Uji kriteria instrumen penilaian hasil
belajar kimia yang dilaksanakan di SMA
Negeri 1 Ambarawa dan MA Negeri Suruh
ini didukung pula dengan adanya 2 macam
data angket, yaitu data angket respon guru
terhadap prinsip penilaian hasil belajar
siswa dan angket keterbacaan soal.
Pengadaan angket ini bertujuan untuk
mengetahui adakah pengaruh respon guru
dan tingkat keterbacaan soal terkait hasil uji
kriteria instrumen penilaian hasil belajar
yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil
analisis, ternyata dalam pembuatan soal
UAS, guru pengampu mata pelajaran kimia
kelas XI IPA 4 SMA di Negeri 1 Ambarawa
dan kelas XI IPA 1 di MA Negeri Suruh tidak
melakukan uji coba soal, analisis butir soal,
ataupun perhitungan reliabilitas instrumen
tes. Guru enggan melaksanakan analisis
butir soal tes karena: (1) tidak ada tuntutan
sehingga dapat diabaikan; (2) tidak memiliki
waktu luang karena jam mengajarnya penuh
sebab menganilis butir soal tes memerlukan
waktu ekstra cukup banyak; (3) belum
mengetahui manfaat dari menganalisis butir
soal-soal tes, karena soal yang hampir sama
untuk siswa tahun lalu hasilnya bagus tetapi
untuk siswa tahun sekarang kurang
memuaskan; (4) tidak mengetahui cara-cara
menganalisis butir soal-soal tes; dan (5)
menganggap bahwa soal yang telah
dianalisis dan digunakan kembali untuk tes
tidak bermanfaat, karena sudah menjadi
kebiasaan bahwa soal tes dibagikan kepada
siswa dan siswa belajar dari soal tersebut
(Widodo, 2010).
Angket tingkat keterbacaan soal yang
diisi oleh seluruh siswa kelas XI IPA 4 SMA
Negeri 1 Ambarawa dan kelas XI IPA 1 MA
Negeri Suruh memberikan hasil yang baik.
Dalam hal ini, tingkat keterbacaan soal UAS
di kedua sekolah tergolong bagus, karena
bahasa yang digunakan jelas dan mudah
dipahami. Akan tetapi, penggunaan bentuk
negatif (seperti kecuali dan bukan) pada
kedua paket soal UAS sama-sama tidak
ditandai dengan cetak miring. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Suharsimi (2009),
salah satu kriteria soal bentuk pilihan ganda
yang baik adalah penggunaan tanda cetak
miring pada bentuk-bentuk negatif tersebut
sehingga tidak membingungkan siswa.
Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa tingkat keterbacaan soal
tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil
analisis butir soal yang dilaksanakan.
1338 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1330-1339
SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji kriteria
instrumen penilaian hasil belajar di SMA
Negeri 1 Ambarawa, diketahui bahwa
sebanyak 27 butir soal tergolong valid
dengan jenjang soal C1/ pengetahuan
sampai dengan C3/ aplikasi. Dari total 160
butir distractor yang digunakan, 89 butir
diantaranya tergolong efektif. Instrumen
tergolong reliabel karena memiliki koefisien
reliabilitas 0,70. Sedangkan untuk hasil uji
kriteria instrumen penilaian hasil belajar di
MA Negeri Suruh, sebanyak 28 butir soal
tergolong valid dengan jenjang soal C1/
pengetahuan sampai dengan C4/ analisis.
Distractor yang tergolong efektif berjumlah
91 butir. Instrumen tergolong reliabel karena
memiliki koefisien reliabilitas 0,81.
DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, R., 2013, Analisis Kualitas Produk
Sepatu Tomkins, Jurnal Dinamika Manajemen, Vol 1, no 4, Hal:46-58.
Djanuarsih, E., 2012, Validitas dan Reliabilitas Butir Soal, Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Vol 1, No 1, Hal: 1-12.
Jandaghi, G. dan Fatemeh, S., 2008, Rate of Validity, Reliability, and Difficulty Indices for Teacher-Designed Exam Questions in First Year High School, International Journal of Human Sciences, Vol 2, No 5, Hal:1-6.
Khan, M.U.Z. dan Badr, M.A., 2011, Evaluation of Modified Essay Questions and Multiple Choice Questions as a Tool For Assessing the Cognitive Skills of Undergraduate Medical Students, International Journal of Health Sciences, Qassim University, Vol 1, No 5, Hal:39-43.
Lissa, Andreas, P.B.P., dan Dyah, R.I., 2012, Pengembangan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Materi Sistem Respirasi dan Ekskresi, Jurnal Ilmu Kependidikan, Vol 1, No 41, Hal:27-32.
Nuswowati, M., Binadja, A., Soeprodjo, dan Khida, E.N.I., 2010, Pengaruh Validitas dan Reliabilitas Butir Soal Ulangan Akhir Semester Bidang Studi Kimia terhadap Pencapaian Kompetensi, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1, No 4, Hal:566-573.
Patel, K.A. dan Neeraj, R. M., 2013, Itemized Analysis of Questions of Mulptiple Choice Question (MCQ) Exam, International Journal of Scientific Research, Vol 2, No 2, Hal:279-280.
Purwati, A. dan Irni, W., 2009, Studi Kualitas Soal Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional Mata Pelajaran Matematika Provinsi DKI Jakarta wilayah Jakarta Timur tahun pelajaran 2007/2008, Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Vol 2, No 2, Hal:128-136.
Ratnaningsih, D.J., 2011, Analisis Butir Soal Pilihan Ganda Ujian Akhir Semester Mahasiswa di Universitas Terbuka dengan Pendekatan Teori Tes Klasik, Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Vol 2, No 12, Hal:92-99.
Suharsimi, A., 2009, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi revisi, cetakan 9, Jakarta: Bumi Aksara.
Suparji, 2010, Kualitas Butir Soal Buatan Guru-Guru SMP Mata Pelajaran Matematika dan IPA di Kabupaten Sumenep, Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 1, No 11, Hal:48-52.
Suryana, 2010, Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Widodo, 2010, Analisis Butir Soal Tes, Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 9, No 14, Hal:58-67.
Widyantoro, D., Boenasir, dan Karsono, 2009, Pengembangan Soal Tes Pilihan Ganda Kompetensi Sistem
Ana Yustika, dkk, Uji Kriteria Instrumen …. 1339
Starter dan Pengisian Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif Kelas XII, Jurnal PTM, Vol 1, No 9, Hal:14-21.
Zaman, A., Asaf, N., Fayyaz, A. F., Muhammad, A. D., dan Alamgir, 2010,
Analysis of Multiple Choice Items and the Effect of Items’ Sequencing on Difficulty Level in the Test of Mathematics, European Journal of Social Sciences, Vol 1, No 17, Hal:61-67.
1340 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350
EFEKTIVITAS MODEL INKUIRI BERBANTUAN MODUL
DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP
DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS
Dwi Septiani*, Woro Sumarni dan Saptorini
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa menuntut guru untuk mengurangi dominasi guru dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa secara optimal dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya, seperti keterampilan generik sains. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model Inquiry Based Learning (IBL) berbantuan Modul terhadap peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa pada salah satu SMA Negeri di Ngawen pada materi larutan penyangga dan hidrolisis garam. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA sekolah tersebut tahun pelajaran 2012/2013. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest and posttest group design. Teknik sampling yang digunakan yaitu cluster random sampling, diperoleh kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai posttest pemahaman konsep siswa kelas eksperimen sebesar 84,00 dan kelas kontrol sebesar 77,52. Pada kelas eksperimen diperoleh ketuntasan klasikal 97% dan kelas kontrol 83%. Hasil observasi pada praktikum pertama dan kedua diperoleh rata-rata nilai keterampilan generik sains siswa kelas eksperimen adalah 83,43 dan 93,51 sedangkan kelas kontrol adalah 81,41 dan 91,59. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model IBL berbantuan modul terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa.
Kata Kunci: keterampilan generik sains, model inkuiri berbantuan modul
ABSTRACT
Student-centered learning paradigm requires teachers to reduce the dominance of the teacher in the learning activities so students can optimally develop their potentials, such as generic science skills. This study aims to determine the effectiveness of the application of the Inquiry Based Learning (IBL) assisted module to an improved concepts understanding and generic skills of students of senior high school in Ngawen in the buffer material and salt hydrolysis. The population was all students in class XI IPA of that senior high school in 2012/2013 academic year. The research design is a pretest and posttest group design. Sampling technique used is cluster random sampling, derived class XI IPA 1 as experimental class and class XI IPA 2 as the control class. The results showed that the average posttest’s score of concept understanding of experimental class 84,00 and control class 77.52. In the experimental class obtained the clasical completeness 97% and control class 83%. The result of first and second lab observation obtained the average score of generic science skill at the experimantal class were 83,43 and 93,51 while the control class were 81.41 and 91.59. Based on the results of this study, it can be concluded that implementation of the IBL model through module was effective in improving the understanding of science concepts and generic skills of students.
Keywords: generic science skills, inquiry guided module
Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1341
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan pembelajaran kimia
di tingkat SMA adalah agar siswa me-
nguasai konsep-konsep dalam ilmu kimia
dengan benar. Konsep yang kompleks dan
abstrak dalam ilmu kimia menjadikan siswa
beranggapan bahwa pelajaran kimia
merupakan pelajaran yang sulit (Marsita, et
al., 2010). Cakir, (2008) mengungkapkan
bahwa konsep itu merupakan paket makna,
mereka menangkap keteraturan, pola, atau
hubungan antara obyek-obyek, peristiwa,
dan konsep lainnya. Penguasaan konsep
oleh individu dengan benar adalah sangat
penting, karena konsep yang satu berkaitan
dengan konsep yang lain. Individu hanya
dapat memahami suatu konsep dengan
benar jika konsep yang mendasari
sebelumnya telah dikuasai dengan benar
pula (Fajaroh, 1998).
Proses pembelajaran akan lebih
bermakna dan informasi yang didapatkan
akan bertahan lebih lama, jika ada kaitan
antara konsepsi awal siswa dengan konsep
baru yang sedang dipelajari. Ini sesuai
dengan pandangan konstruktivisme dari
Piaget, yang mengungkapkan bahwa
keberhasilan belajar tidak hanya bergantung
pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi
juga pengetahuan awal siswa.
Salah satu strategi pembelajaran
yang menggunakan pandangan konstruk-
tivisme adalah strategi pembelajaran inkuiri.
Unver dan Arabacioglu, (2011) mengung-
kapkan bahwa yang dimaksud dengan IBL
atau pembelajaran berbasis Inkuiri adalah
pembelajaran yang mengacu pada kegiatan
siswa yang mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman ide-ide ilmiah serta
pemahaman tentang bagaimana ilmuan
mempelajari alam. Menurut Spencer dan
Walker, (2012). Model pembelajaran IBL
mendorong dan meningkatkan keingintahu-
an dan motivasi belajar siswa. Pembelajaran
IBL membantu siswa untuk mengembang-
kan pemahaman ilmu pengetahuan yang
lebih dalam dan menciptakan penemuan
ilmiah baru.
Model pembelajaran inkuiri merupa-
kan suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis,
dan analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan
penuh percaya diri (Suyanti, 2010). Kegiatan
menemukan ini dapat dilakukan melalui
kegiatan praktik.
Kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa sejumah kegiatan praktikum
mencerminkan kegiatan inkuiri. Hal ini di-
karenakan alat bantu petunjuk percobaan
atau LKS yang digunakan hanya bersifat
verifikatif saja, yakni membuktikan konsep
atau prinsip yang telah dibahas sebelumnya
dalam pembelajaran di kelas. Praktikum
yang bersifat verifikatif ini tidak banyak
membantu mengembangkan keterampilan
berpikir pada siswa, karena guru yang lebih
dominan dalam pembelajaran sedangkan
siswa tinggal menerima pengetahuan dari
gurunya. Oleh karena itu perlu digunakan
suatu bahan ajar yang dapat membantu
mengembangkan keterampilan berpikir
siswa, misalnya yaitu modul. Pembelajaran
menggunakan modul menjadikan siswa
dapat belajar secara individual dalam arti
1342 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350
mereka dapat menyesuaikan kecepatan
belajarnya sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Selain itu, dengan modul
siswa dapat mengukur tingkat penguasaan
mereka terhadap materi yang diberikan
(Hartono dan Aisyah, 2008).
Praktikum yang bersifat bersifat
verifikatif tidak banyak membantu mengem-
bangkan keterampilan berpikir pada siswa,
karena guru yang lebih dominan dalam
pembelajaran sedangkan siswa tinggal
menerima pengetahuan dari gurunya.
Dominannya guru dalam proses belajar
mengajar juga akan berakibat pada potensi-
potensi yang dimiliki siswa seperti keteram-
pilan dasar (generik) siswa tidak berkem-
bang secara optimal.
Berdasarkan pemaparan di atas,
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah penerapan model Inquiry
Based Learning (IBL) berbantuan modul
efektif dalam meningkatkan pemahaman
konsep dan keterampilan generik sains
siswa pada materi larutan penyangga dan
hidrolisis garam? Sedangkan tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui
keefektivan penerapan model Inquiry Based
Learning (IBL) berbantuan modul terhadap
peningkatan pemahaman konsep dan
keterampilan generik sains siswa pada
materi larutan penyangga dan hidrolisis
garam
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di salah
satu SMA Negeri di Ngawen Kabupaten
Blora pada materi larutan penyangga
(buffer) dan hidrolisis garam. Desain
penelitian yang digunakan adalah pretest
and posttest group desain. Kelas
eksperimen maupun kelas kontrol diberikan
tes pemahaman konsep sebelum dan
sesudah diterapkan model pembelajaran.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
kelas XI IPA SMA tersebut pada tahun
pelajaran 2012/2013. Kelas XI IPA 1 se-
bagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2
sebagai kelas kontrol yang diambil dengan
teknik cluster random sampling dengan
pertimbangan hasil uji normalitas dan uji
homogenitas terhadap nilai ulangan akhir
semester ganjil yang diperoleh bahwa
keduanya homogen.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran. Variasi model
dan media pembelajaran meliputi: model
pembeljaran inkuiri berbantuan modul untuk
kelas eksperimen, dan model pembelajaran
konvensional untuk kelas kontrol. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah pema-
haman konsep dan keterampilan generik
sains siswa kelas XI IPA pada salah satu
SMA Negeri di Ngawen pada tahun
pelajaran 2012/2013.
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode tes, metode observasi,
metode dokumentasi dan angket atau
kuesioner. Metode tes digunakan untuk
mengetahui kemampuan pemahaman
konsep kimia siswa, lembar observasi
digunakan untuk mengetahui keterampilan
generik sains siswa, dan angket digunakan
untuk mengetahui seberapa besar keter-
tarikan siswa terhadap model pembelajaran
yang diterapkan. Data penelitian tes
pemahaman konsep dianalisis secara
statistik parametrik dihitung dengan uji t,
24 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000
Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1343
pengaruh antar variabel beserta indeks
determinasinya untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh penerapan model
pembelajaran yang diberikan peneliti. Uji
normalized gain terhadap hasil pretest dan
posttest pemahaman konsep siswa dihitung
untuk mengetahui peningkatan setelah
diberi perlakuan yang berbeda sedangkan
keterampilan generik sains, hasil belajar
psikomotor, dan hasil angket tanggapan
siswa dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Model IBL terhadap Pemaham-
an Konsep dan Peningkatannya
Pencapaian rata-rata posttest dan
harga N-gain hasil pemahaman konsep
kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah
diberi perlakuan yang berbeda ditunjukkan
pada Gambar 1. Kelas eksperimen yang
diberi model IBL berbantuan modul memiliki
rata- rata posttest yang lebih baik dari pada
kelas kontrol yang diberi model
konvensional.
Tabel 1. Nilai pretest dan posttest pemahaman konsep
Nilai Terendah Nilai Tertinggi Rata-rata
Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
Pretest 28 32 60 64 46,62 47,33 Posttest 68 68 92 96 77,52 84
Pembelajaran kimia berbasis prakti-
kum berorientasi proyek di kelas eksperimen
1 dapat meningkatkan pemahaman konsep
kimia siswa, hal ini dapat dilihat dari hasi uji
t (uji perbedaan dua rata-rata satu pihak
kanan) antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Hasil uji t menghasilkan thitung
sebesar 4,24 dengan tkritis sebesar 2,00.
Karena thitung lebih besar daripada tkritis, maka
pemahaman konsep kelas eksperimen lebih
baik daripada kelas kontrol,sehingga dapat
disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar
kognitif siswa yang diberi pembelajaran
dengan model IBL berbantuan modul lebih
baik daripada siswa yang diberi pem-
belajaran dengan model konvensional.
Gambar 1. Grafik rata-rata posttest dan n-gain hasil belajar kognitif
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pretest Postest N-gain
Nilai
Kontrol
Eksperimen
46,62 47,33
0,70
8477,52
0,58
1344 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350
Berdasarkan Gambar 1 dapat di-
ketahui nilai rerata hasil pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh
berbeda, dimana nilai rerata masing-masing
kelas berturut-turut adalah 47,33 dan 46,62.
Sedangkan dari hasil posttest dapat
diketahui bahwa nilai rerata posttest kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Dimana nilai rerata kelas
eksperimen adalah 84,00dengan <g>
sebesar 0,70 (sedang) dan nilai rerata kelas
kontrol adalah 77,52 dengan <g> sebesar
0,58 (sedang). Jadi, setelah penerapan
model IBL berbantuan modul terjadi
peningkatan pemahaman konsep yang
signifikan pada kelas eksperimen dan
kontrol. Akan tetapi ketuntasan klasikal yang
ditetapkan sebesar 85% belum terpenuhi
oleh kelas kontrol yang hanya memperoleh
83%. Kelas kontrol belum memenuhi kriteria
ketuntasan klasikal karena pembelajaran
yang dilakukan cenderung penguasaan
konsep saja dan mengacu pada buku yang
digunakan. Hal ini menyebabkan siswa tidak
dapat mengembangkan kemampuan ber-
inkuiri, yakni mencari dan menemukan
pengetahuan sendiri. Hal ini membuat siswa
akan lebih mudah lupa atas pengetahuan
yang telah dipelajarinya. Pada kegiatan
praktikum, kegiatan siswa terfokus untuk
memverifikasi informasi. Kegiatan praktikum
yang tidak terfokus pada kegiatan
mengumpulkan data untuk menemukan
konsep dengan bimbingan dan petunjuk
guru sehingga pembelajaran menjadi kurang
bermakna bagi siswa.
Peningkatan pemahaman konsep
siswa sesuai dengan hasil penelitian
Praptiwi, (2012) yang menyatakan bahwa
penerapan model pembelajaran inkuiri ter-
bimbing berbantuan My Own Dictionary
pada kelas eksperimen lebih baik dari kelas
kontrol dengan metode eksperimen reguler.
Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasan nilai
rata-rata kelas eksperimen yaitu 84 dengan
<g> = 0,72 yang termasuk kriteria tinggi,
sedangkan pada kelas kontrol dengan nilai
rata-rata 81 dan <g> = 0,66 yang termasuk
kriteria sedang.
Berdasarkan hasil pemahaman kon-
sep siswa yang telah dikemukakan di atas,
kedua kelas sampel mengalami peningkatan
pemahaman konsep. Hasil peningkatan
pemahaman konsep kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini
ditunjukkan dari kriteria nilai <g> kelas
kontrol sebesar 0,58 (tergolong sedang),
sementara kelas eksperimen sebesar 0,70
hampir mendekati tinggi. Tingginya nilai <g>
pada kelas eksperimen karena pembe-
lajaran berbasis IBL dapat mempercepat
proses ingatan dikarenakan pengetahuan
yang diperoleh melalui proses penyelidikan
akan lebih mudah diingat.
Pengaruh Model IBL terhadap Keteram-
pilan Generik Sains Siswa
Keterampilan generik sains siswa
diamati dalam kegiatan praktikum di
laboratorium dengan menggunakan lembar
observasi. Penilaian ini dilaksanakan ketika
siswa melaksanakan praktikum analisis
bufffer dan bukan buffer serta penyelidikan
beberapa jenis garam dalam air. Hasil
analisis deskriptif terhadap rata-rata kedua
27
Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1345
kelas pada praktikum pertama dan kedua
menunjukkan adanya peningkatan.
Pada praktikum yang pertama, rata-
rata nilai KGS kedua kelas termasuk dalam
kategori “tinggi”. Nilai rata-rata kelas
eksperimen adalah 83,43, sementara rata-
rata nilai kelas kontrol adalah 81,41. Pada
praktikum, kedua kelas menunjukkan
peningkatan yakni nilai rata-rata KGS
keduanya mencapai kategori “sangat tinggi”.
Rata-rata nilai kelas eksperimen adalah
93,51 dan rata-rata nilai kelas kontrol adalah
91,59.
Analisis deskriptif dari aspek
pengamatan tak langsung, kesadaran akan
skala besaran, bahasa simbolik, dan
inferensi logika pada praktikum pertama dan
kedua memberikan rata-rata yang berbeda.
Nilai rerata aspek pengamatan tak langsung
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Nilai rerata aspek pengamatan tak langsung
Pada praktikum pertama, nilai rerata
aspek pengamatan tak langsung kelas
ekperimen dan kelas kontrol tidak jauh
berbeda. Pada praktikum yang kedua nilai
rata-rata aspek pengamatan tak langsung
menunjukkan adanya peningkatan. Nilai
rata-rata aspek pengamatan tak langsung
kelas eksperimen meningkat dari 3,00
(“tinggi”) menjadi 3,41 (“sangat tinggi”),
sedangkan kelas kontrol mengalami pe-
ningkatan dari 3,10 (“tinggi”) menjadi 3,24
(“tinggi”). Kelas ekspeimen menunjukkan
adanya peningkatan yang sukup signfikan,
hal ini dikarenakan siswa pada kelas
eksperimen telah mempelajari sendiri materi
terlebih dahulu sebelum melakukan
praktikum. Oleh karena itu, pada saat
melakukan praktikum siswa sudah paham
tentang konsep tersebut serta dapat mem-
prediksikan bagaimana hasilnya. Dengan
pendekatan kontruktivisme siswa diberi
kesempatan untuk mencari dan menemukan
keteraturan hal-hal yang berhubungan
dengan pengamatan dan pengalaman
sendiri, sehingga memberikan kebermakna-
an terhadap konsep yang dipelajari.
Nilai rerata aspek kesadaran akan
skala disajikan pada Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3, diperoleh bahwa
pada praktikum pertama rerata nilai aspek
kesadaran akan skala besaran pada kedua
kelas juga tidak jauh berbeda, yaitu 3,40
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Eksperimen Kontrol
Praktikum 1
Praktikum 2
Pengamatan tak langsung
3
3,41
3,13,24
1346 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350
dan 3,41. Pada praktikum kedua, kelas
eksperimen menunjukkan adanya pe-
ningkatan, dimana nilai rata-rata aspek
kesadaran akan skala naik menjadi 3,53
termasuk kategori “sangat tinggi”. Namun
pada kelas kontrol justru mengalami
penurunan, dimana nilai rata-rata aspek
kesadaran akan skalanya menjadi 3,35
yakni termasuk dalam kategori “tinggi.
Peningkatan nilai rata-rata aspek kesadaran
akan skala yang terjadi pada kelas
eksperimen dikarenakan dengan model
pembelajaran yang diberikan, siswa dilatih
untuk merancang praktikum sendiri,
sehingga dengan kegiatan praktikum yang
merupakan implementasi dari hasil
rancangan sendiri mengakibatkan siswa
lebih teliti atau sadar akan skala besaran
dalam melakukan pengukuran. Berbeda
dengan kelas kontrol yang dalam melakukan
praktikum semuanya telah dipersiapkan oleh
guru, hal ini membuat siswa malas untuk
mencari informasi terkait kegiatan praktikum
yang akan dilakukan. Akibatnya siswa
kurang dapat memahami kegiatan praktikum
dengan baik, dan ketika melakukan
praktikum waktu siswa lebih banyak
digunakan untuk bertanya kepada gurunya.
Dengan keterbatasan waktu, mengakibatkan
siswa tergesa-gesa untuk menyelesaikan
kegiatan praktikum, sehingga siswa kurang
teliti dalam melakukan pengukuran.
Gambar 3. Nilai rerata aspek kesadaran akan skala
Nilai rata-rata aspek bahasa
simbolik kedua kelas disajikan pada Gambar
4. Nilai rata-rata aspek bahasa simbolik
kedua kelas pada praktikum pertama
termasuk dalam kategori “sangat tinggi”,
yaitu 3,79 dan 3,53. Gambar 3 menunjukkan
bahwa kedua kelas sama-sama mengalami
peningkatan nilai rata-rata aspek bahasa
simbolik. Kelas kontrol mempunyai nilai rata-
rata sedikit lebih besar dari kelas
eksperimen, yakni masing-masing 3,9 dan
4,0 yang keduanya termasuk dalam kategori
“sangat tinggi”. Keterampilan bahasa
simbolik siswa kelas kontrol lebih
berkembang dengan baik dibandingkan
dengan kelas eksperimen. Hal ini dikarena-
kan kelas eksperimen lebih terpusatkan
pada kegiatan praktikum, sedangkan kelas
kontrol lebih teliti dalam menuliskan bahasa-
bahasa simbolik karena dalam melakukan
kegiatan praktikum semuanya dipersiapkan
oleh gurunya. Siswa pada kelas kontrol
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Eksperimen Kontrol
Praktikum 1
Praktikum 2
Kesadaran akan skala
3,53
3,353,413,4
Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1347
pada setiap pertemuan telah memperoleh
penjelasan dari guru dalam mengidentifikasi
besaran-besaran yang diselidiki dan bagai-
mana hubungannya, misalnya yaitu
mengidentifikasi rumus mencari konsentrasi
ion H+, sehinggta secara umum hasil
analisis deskriptif tersebut menunjukkan
bahwa siswa telah mempunyai keterampilan
generik bahasa simbolik yang sangat baik.
Siswa telah mampu memaknai arti fisis dari
simbol-simbol kimia dengan baik (Sudarmin,
2012).
Gambar 4. Nilai rerata aspek bahasa simbolik
Nilai rerata aspek inferensi logika
disajikan pada Gambar 5. Pada praktikum
pertama kedua kelas memiliki nilai rata-rata
aspek inferensi logika yang tidak jauh
berbeda, nilai keduanya termasuk kategori
“tinggi” yaitu 3,13 dan 3,00. Pada praktikum
yang kedua, secara umum kedua kelas
menunjukkan adanya peningkatan ke-
terampilan generik inferensi logika, kedua
kelas memiliki nilai rata-rata yang termasuk
kategori “sangat tinggi” masing masing yaitu
4,00 dan 3,93. Hasil temuan ini tidak sesuai
dengan Sudarmin, (2007) yang menyatakan
bahwa keterampilan generik inferensi logika
termasuk sulit dikembangkan. Pada
praktikum pertama maupun kedua, nilai
rata-rata KGS inferensi logika kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol, karena pada kelas eksperimen
siswa mencari dan menemukan pengetahu-
annya sendiri. Dengan demikian, pada saat
melakukan kegiatan praktikum, siswa telah
mengetahui konsep-konsep yang berkaitan
dengan apa yang dipraktikkan dan dapat
memprediksikan hasilnya. Siswa dapat
menyimpulkan hasil praktikum dengan
mengkaitkan konsep yang telah dipelajari
sebelumnya. Pada kelas kontrol, siswa
mendapatkan pengetahuan dari gurunya,
sehingga mampu mengembangkan ke-
terampilan inferensi logika dengan cukup
baik. Hal ini dikarenakan pada praktikum
pertama siswa belum begitu memahami
kegiatan praktikum dengan baik, namun
setelah diberikan arahan dari guru siswa
menjadi lebih mempersiapkan kegiatan
praktikum yang kedua.
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Eksperimen Kontrol
Praktikum 1
Praktikum 2
Bahasa simbolik
3,793,9
3,53
4
1348 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350
Gambar 5. Nilai rerata aspek inferensi logika
Hasil Belajar Psikomotorik
Penilaian aspek psikomotorik siswa
diperoleh dari hasil observasi terhadap
siswa saat praktikum. Ada empat aspek
psikomotorik yang diobservasi dengan
jumlah aspek yang diobservasi yakni kelas
eksperimen dan kelas kontrol adalah sama.
Praktikum pertama melakukan analisis
buffer dan bukan buffer. Analisis
menghasilkan rata-rata nilai psikomotorik
kelas eksperimen termasuk dalam kategori
“sangat tinggi” yaitu 84,63, sedangkan nilai
rata-rata kelas kontrol adalah 78,06 dan
termasuk dalam kategori “tinggi”. Praktikum
kedua dengan materi hidrolisis garam,
menghasilkan rata-rata nilai psikomotorik
kedua kelas termasuk dalam kategori
“sangat tinggi” yaitu 90,54 pada kelas
eksperimen dan 85,47 pada kelas kontrol.
Hasil rata-rata nilai psikomotorik tiap aspek
kelas eksperimen dan kontrol pada
praktikum pertama dan kedua ditampilkan
pada Gambar 6 dan 7.
Gambar 6. Penilaian psikomotorik kelas eksperimen dan kontrol pada praktikum pertama
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Eksperimen Kontrol
Praktikum 1
Praktikum 2
Inferensi logika
3,13
4
3
3,93
Dwi Septiani, dkk, Efektivitas Model Inkuiri Berbantuan…. 1349
Gambar 7. Penilaian psikomotorik kelas eksperimen dan kontrol pada praktikum kedua
Kegiatan pembelajaran dengan
praktikum pada kelas eksperimen dapat
menumbuhkan sikap rasa ingin tahu dan
dan kemampuan berinkuiri pada siswa.
Hasil yang diperoleh saat praktikum
tersebut dikaitkan dengan teori yang ada
dan informasi-informasi yang telah mereka
bangun sebelumnya. Kegiatan praktikum
pada kelas kontrol merupakan penerapan
teori yang telah mereka pelajari
sebelumnya dan telah dijelaskan oleh guru
dalam pembelajaran di kelas. Kegiatan
pembe-lajaran ini dapat membuat siswa
lebih termotivasi dan antusias untuk
mengikuti pembelajaran.
Kendala dan Kelebihan
Pelaksanaan penelitian ini tidak
luput dari kendala-kendala yang dihadapi di
lapangan. Adapun kendala-kendala
tersebut yaitu: (1) siswa kurang mem-
perhatikan pengarahan guru dalam
pengisian data pengamatan sehingga pada
waktu akan melakukan pengisian data
pengamatan masih banyak yang bingung;
(2) siswa berbicara dengan siswa lain
dalam kelompok yang keluar dari
permasalahan pada waktu pembelajaran;
(3) siswa tidak mencuci pipet dengan air
kran yang mengalir melainkan dengan air
yang ada dalam satu wadah dan digunakan
berkali-kali ketika melaksanakan praktikum
di laboratorium, hal ini sudah menjadi
kebia-saan yang perlu diperhatikan; (4)
siswa kurang terbiasa bertanya atau
berpendapat karena siswa terbiasa
bersikap pasif dalam pembelajaran
sebelumnya dan belum adanya
penyesuaian terhadap model pembelajaran
yang baru diterapkan.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, selain kendala-kendala yang
dihadapi tersebut terdapat beberapa
kelebihan yaitu: (1) pembelajaran lebih
berpusat pada siswa (student centered); (2)
meningkatkan pemahaman konsep secara
mendalam karena siswa membangun ide-
ide secara mandiri sesuai permasalahan
yang ada melalui studi pustaka; (3)
mendorong siswa berpikir dan merumuskan
hipotesis sendiri; (4) mendorong siswa
untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya
sendiri; (5) melatih keterampilan berpikir
siswa (keterampilan generik sains); (6)
siswa mempunyai strategi tertentu untuk
menyele-saikan tugas dengan caranya
sendiri; (7) dapat menghindarkan siswa dari
cara-cara belajar menghafal; (8) mem-
1350 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1340-1350
berikan kesempatan bagi siswa untuk
memberikan hasil percobaan untuk
disesuaikan dengan teori; (9) meningkatkan
motivasi belajar karena siswa dilibatkan
secara aktif dalam proses pembelajaran;
(10) mengembangkan kerjasama dan
keterampilan berkomunikasi siswa yang
memungkinkan mereka untuk belajar dan
bekerja dalam kelompok; (11) penerapan
model IBL dapat meningkatkan ketrampilan
generik sains siswa terutama aspek
inferensi logika secara signifikan.
SIMPULAN
Penerapan model IBL berbantuan
modul pada materi larutan penyangga dan
hidrolisis garam efektif dalam meningkatkan
pemahaman konsep dan keterampilan
generik sains siswa salah satu SMA Negeri
di Ngawen. Besarnya kontribusi pengaruh
model IBL berbantuan modul terhadap
pemahaman konsep adalah sebesar
47,90%. Penerapan model IBL pada materi
larutan penyangga dan hidrolisis garam
berbantuan modul juga berpengaruh
terhadap peningkatan keterampilan generik
sains siswa yaitu sebesar 12,08%, dimana
nilai rata-rata siswa kedua kelas tidak
berbeda secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
, 2012, Keterampilan Generik Sains dan Penerapannya dalam Pembelajaran Kimia Organik, Semarang: UNNES PRESS.
Cakir, M., 2008, Constructivist Approaches to Learning in Sciences an Their Implications for Science Pedagogy: A Literature Review, International Journal of Environmental and
Science Education, Vol 3, No 4, Hal: 193-206.
Fajaroh, F., 1998, Hubungan Antara Pemahaman Mikroskopis dengan Kemampuan Menyelesaikan Soal-Soal Hitungan Konsep Asam Basa, Forum Penelitian Kependidikan TH 10 Desember 1998, Hal: 47–53.
Hartono dan Aisyah, 2008, Pengembangan Modul Pembelajaran Individual Dalam Mata Pelajaran Matematika di Kelas XI SMA Negeri 1 Palembang, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 2, No 2, Hal: 35-44.
Jaenudin, 2011, Konstruktivisme Sebagai Dasar Model Pembelajaran SSCS untuk Melihat Efektivitasnya Terhadap Keterampilan Generik Sains dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Topik Listrik Dinamis, Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Marsita, Priatmoko dan Kusuma, 2010, Analisis Kesulitan Belajar Kimia Siswa SMA dalam Memahami Materi Larutan Penyangga dengan Menggunaan Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: 512-520.
Praptiwi, L., 2012, Efektivitas Model Pembelajaran Eksperimen Inkuiri Terbimbing Berbantuan My Own Dictionary untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Unjuk Kerja Siswa SMP RSBI, Unnes Science Education Journal, Vol 1, No 2, Hal: 86 – 95.
Spencer dan Walker, 2012, Creating a Love for Science for Elementary Student through Inquiry-Based Learning, Journal of Virginia Science Education, Vol 4, No 2, Hal: 18-25.
Sudarmin, 2007, Pengembangan Model Pembelajaran Kimia Organik dan Keterampilan Generik Sains (MPKOKG) bagi Calon Guru Kimia, Disertasi, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Suyanti, R. D., 2010, Strategi Pembelajaran Kimia, Graha Ilmu: Yogyakarta.
Unver dan Arabacioglu, 2011, Overviewers on InQuiry Based and Problem Based Learning Methods, Western Anatolia Journal of Educational Science, Vol 1, No 3, Hal: 303 – 30
Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1351
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAAN KONTEKSTUAL
DENGAN STRATEGI PERCOBAAN SEDERHANA
BERBASIS ALAM LINGKUNGAN SISWA KELAS X
Lita Lilia* dan Antonius Tri Widodo
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSRTAK
Keterbatasan alat dan bahan menjadikan praktikum di sekolah menjadi tidak terlaksana dengan baik, sehingga diperlukan strategi percobaan sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar menggunakan pembelajaran kontekstual dengan strategi percobaan sederhana dan besarnya ketuntasan belajar materi pokok reaksi redoks di suatu SMA di Tegal. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas X semester di SMA tersebut. Teknik sampling yang digunakan yaitu cluster random sampling, diperoleh sampel penelitian yaitu X-2 sebagai kelas eksperimen menggunakan implementasi pembelajaran kontekstual dengan strategi percobaan sederhana berbasis alam lingkungan dan X-3 sebagai kelas kontrol menggunakan metode ekspositori. Desain penelitian adalah posttest only control group design. Setelah dilakukan pembelajaran dengan metode kontekstual, dilanjutkan dengan posttest pada kelas eksperimen dan kontrol. Uji statistika yang digunakan adalah uji normalitas, kesamaan dua varians, uji perbedaan dua rata-rata dan ketuntasan belajar. Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen 80,86 dan kelas kontrol 73,70. Pada uji hipotesis diperoleh thitung 3,501 lebih dari 1,993 dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 74. Ini berarti rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih baik dari control, sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi pembelajaran kontekstual dengan strategi percobaan sederhana berbasis alam lingkungan pada siswa kelas X memberikan perbedaan yang positif terhadap hasil belajar kimia materi pokok redoks kelas X.
Kata Kunci: pembelajaran kontekstual, percobaan sederhana berbasis alam lingkungan
ABSTRACT
The limitations of the tools and materials made practicum in school is not performing well, so it requires a simple experimental strategy. This study aims to determine the differences of outcomes in using contextual learning with a simple experimental strategy and the magnitude of mastery learning subject matter of redox reactions in a high school in Tegal. The population of this study was all class X at the high school. The sampling technique used was cluster random sampling, obtained X-2 as an experimental class using the strategy of implementation of contextual learning environments on simple experiments and X-3 as a control class using the expository method. The study design was a posttest only control group design. After learning by using the contextual method, a posttest were performed in the experimental and control class. Statistical test used are the test for normality, equality of two variances, the difference between two average and mastery learning. The average grade of experimental class posttest 80.86 and control class 73.70. In the hypothesis test, obtained tcount 3.501 greater than 1.993, with 5% significance level and 74 degrees of freedom. It means that the average grade of cognitive achievement is better than the control experiment, so it can be concluded thah the implementation of contextual learning with a simple experimental strategy based environments in class X gives a positive difference to the learning outcomes of the subject matter of the redox chemistry in class X. Keywords: a simple experiment based environments, contextual learning
1352 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359
PENDAHULUAN
kontekstual merupakan model pem-
belajaran yang membantu guru meng-
hubungkan isi pelajaran dengan situasi
dunia nyata yang dialami siswa. Pembela-
jaran mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari .
Pembelajaran kimia sangat memer-
lukan kegiatan penunjang berupa praktikum
maupun eksperimen di laboratorium (Phelps
dan Lee, 2003). Beberapa sekolah yang
tidak bisa melaksanakan praktikum karena
terbentur ketersediaan alat dan bahan yang
terbatas. Seorang guru hendaknya tetap
merancang kegiatan praktikum bagi peserta
didiknya meskipun dalam kondisi sarana
dan prasarana laboratorium yang serba
kekurangan (Sweeney dan Paradis, 2003).
Oleh karena itulah diperlukan percobaan
sederhana, yakni serangkaian tindakan
melakukan eksperimen dengan bahan-
bahan dan alat yang mudah diperoleh di
lingkungan alam sekitar siswa dan murah
harganya sehingga dapat digunakan
sebagai alternatif yang baik untuk dilaksana-
kan secara kontinyu.
Terdapat salah satu SMA di Tegal
yang merupakan sekolah Yayasan yang
dalam kurikulumnya banyak mengedepan-
kan materi keagamaan. Praktikum kimia
untuk kelas X belum pernah dilakukan
karena alat bahan yang terbatas. Jumlah
jam yang terlalu sedikit membuat guru sulit
dalam membagi waktu untuk penyampaian
materi serta praktikum. Hal ini menyebabkan
siswa kurang termotivasi sehingga pem-
belajaran cenderung pasif.
Hasil observasi awal dan diskusi
dengan guru kimia kelas X pada sebuah
SMA di Tegal tersebut menyimpulkan bah-
wa hasil belajar kimia siswa kelas X selama
ini sangat rendah (rata-rata 6,5). Telah
dilakukan berbagai upaya oleh guru untuk
meningkatkan hasil belajar siswa, namun
hasilnya masih jauh dari harapan. Dari
pengamatan daftar hasil belajar siswa oleh
guru selama proses pembelajaran ber-
langsung, hanya sekitar 40% siswa kelas X
yang mendapat nilai 7,5. Hasil diskusi
dengan guru SMA tersebut menyimpulkan
bahwa pembelajaran kontekstual dengan
strategi percobaan sederhana berbasis alam
lingkungan dapat menjembatani permasala-
han tersebut.
Pembelajaran kontekstual ini dila-
kukan melalui strategi percobaan seder-
hana. Siswa dapat mengkontruksi pengeta-
huannya sendiri, menyampaikan ide-ide
kreatif yang didapatnya dari hasil penga-
matan dan diskusi, sehingga dapat mema-
hami konsep yang diajarkan dan ketuntasan
hasil belajar dapat tercapai (Zainul, 2011).
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah adakah perbedaan hasil belajar
antara kelas eksperimen menggunakan
pembelajaran kontekstual yang di imple-
mentasikan melalui strategi percobaan
sederhana berbasis bahan alam lingkungan
dengan kelas kontrol yang menggunakan
metode ekspositori dan apakah hasil belajar
kelas kontrol dan eksperimen mencapai
ketuntasan belajar?
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui adanya perbedaan hasil
Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1353
belajar antara kelas eksperimen meng-
gunakan pembelajaran kontekstual yang di
implementasikan melalui strategi percobaan
sederhana berbasis bahan alam lingkungan
dengan kelas kontrol yang menggunakan
metode ekspositori, dan untuk mengetahui
pencapaian ketuntasan hasil belajar kelas
eksperimen maupun kelas kontrol.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di salah satu
SMA di Tegal pada materi redoks. Desain
penelitian yang digunakan adalah posttest
only control group design yaitu penelitian
dengan melihat nilai posttest antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol (Sudjana,
2005).
Populasi dalam penelitian ini yaitu
semua siswa kelas X SMA tersebut pada
tahun pelajaran 2012/2013. Kelas X2
merupakan kelas eksperimen, kelas X3
merupakan kelas kontrol yang diambil
dengan teknik cluster random sampling
dengan pertimbangan hasil uji normalitas
dan uji homogenitas terhadap nilai ulangan
akhir semester ganjil yang diperoleh bahwa
keduanya adalah homogen.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah penggunaan metode pembelajaran
di kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu
metode pembelajaran kontekstual dengan
strategi percobaan sederhana berbasis alam
lingkungan dan metode pembelajaran
ekspositori. Variabel terikat dalam penelitian
yang dilakukan adalah hasil belajar siswa
kelas X semester genap pada materi pokok
redoks. Variabel kontrol dalam penelitian ini
adalah guru yang mengajar, materi
pelajaran, kurikulum yang digunakan, dan
waktu tatap muka.
Metode pengumpulan data dilaku-
kan dengan metode tes, lembar observasi
dan angket. Metode tes digunakan untuk
mengukur hasil belajar kimia (kognitif) siswa
kelas eksperimen dan kontrol, dan angket
digunakan untuk mengetahui seberapa
besar ketertarikan siswa terhadap model
pembelajaran yang diterapkan. Data penelit-
ian hasil posttest dianalisis secara statistik
parametrik untuk mengetahui adanya per-
bedaan hasil belajar pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Setelah diketahui adanya
perbedaan pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol kemudian dilanjutkan per-
hitungan dengan uji statistik dependent
sample test (uji-t) untuk mengetahui pen-
capaian ketuntasan hasil belajar antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
HASIL DAN PEMBAHASAN data akhir hasil belajar kelas ekspe-
rimen dan kelas kontrol menunjukkan rata-
rata hasil posttest mempunyai perbedaan
yang signifikan. Rata-rata hasil posttes
siswa kelas eksperimen adalah 80,89
dengan nilai tertinggi 92 dan nilai terendah
60. Sedangkan pada kelas kontrol adalah
73,79 dengan nilai tertinggi 88 dan nilai
terendah 54. Hasil belajar ini ditampilkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil belajar reaksi redoks
Kelas N Rata-rata SD Nilai tertinggi Nilai terendah
Eksperimen (Kelas X2) 36 80,89 8,50 92 60 Kontrol (Kelas X3) 40 73,70 9,31 88 54
1354 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359
Rata-rata nilai posttest kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol karena kelas eksperimen yang
menggunakan implementasi pembelajaran
kontekstual dengan strategi percobaan
sederhana berbasis alam lingkungan me-
mungkinkan siswa untuk lebih termotivasi
dan membangkitkan minat belajar siswa
terhadap mata pelajaran kimia terutama
redoks. Mata pelajaran redoks yang awal-
nya abstrak dan sulit dipahami menjadi
suatu hal yang nyata, jelas serta mudah
untuk dipahami bahkan untuk diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari (Susilaningsih,
2012).
Siswa secara berkelompok melaku-
kan percobaan dengan bahan-bahan yang
ada di lingkungan sekitar. Melalui percobaan
sederhana siswa dapat mudah menyerap
ilmu yang diajarkan karena bahan-bahan
yang digunakan mudah didapat dan sering
ditemui dalam kehidupan sehari-hari
(Silberman, 2002). Dalam hal ini, bila se-
orang guru banyak memberikan aktivitas
yang bersifat keterampilan, maka peserta
didik akan memahaminya secara lebih baik.
Pembelajaran ekspositori melak-
sanakan diskusi dan praktikum. Keadaan
yang terjadi pada saat praktikum dan diskusi
kurang kondusif, siswa kurang merasa
termotivasi. Pada saat pelaksanaan
kegiatan presentasi hasil praktikum, tidak
semua siswa berpartisipasi, pembahasan
kadang menyimpang dari materi, kelompok
kurang menanggapi hasil kelompok lain
karena lebih memusatkan perhatian
padatugas kelompoknya sendiri (Widodo,
2008). Hasil perhitungan uji perbedaan dua
rata-rata antar kelas eksperimen dan kelas
kontrol menggunakan uji t kanan diperoleh
thitung 3,501 lebih dari 1,993 dengan taraf
signifikan 5% dan derajat kebebasan 74.
Maka dapat disimpulkan bahwa ada per-
bedaan hasil belajar antara kelompok
eksperimen dan kontrol dimana hasil belajar
kelompok eksperimen lebih baik daripada
kelas kontrol.
Perhitungan uji ketuntasan belajar
pada kelas eksperimen sudah mencapai
ketuntasan belajar sedangkan kelas kontrol
belum mencapai ketuntasan belajar. Hal ini
dapat dilihat dari hasil perhitungan uji
ketuntasan hasil belajar kelas eksperimen,
yaitu nilai t hitung 4,16 lebih dari 2,03 dengan
taraf signifikan 5% dengan derajat kebe-
basan 35. Hasil perhitungan uji ketuntasan
pada kelas kontrol, yaitu diperoleh nilai t hitung
-0,88 lebih kecil dari 2,03 dengan taraf
signifikan 5% dengan derajat kebebasan 37.
Hasil perhitungan ketuntasan belajar pada
kelas eksperimen diketahui bahwa yang
tidak tuntas ada 5 siswa dari 36 siswa,
sedangkan pada kelas kontrol yang tidak
tuntas sebanyak 17 siswa dari 40 siswa.
Ketuntasan belajar klasikal untuk kelas
eksperimen sebesar 86,11% dan pada kelas
kontrol sebesar 57,50% yang artinya kelas
eksperimen telah mencapai ketuntasan
belajar klasikal sedangkan kelas kontrol
belum mencapai ketuntasan belajar klasikal.
Hasil ini menunjukkan metode
implementasi pembelajaran kontekstual
dengan strategi percobaan sederhana
berbasis alam lingkungan lebih efektif
digunakan. Ketuntasan belajar pada kelas
eksperimen disebabkan karena siswa lebih
Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1355
bersemangat dan terlibat serta melihat
langsung contoh nyata dalam kehidupan
sehari-hari sehingga terjadi peningkatan
pemahaman (Wiratini, 2011).
Pembelajaran kelas kontrol dibe-
rikan dengan metode ekspositori, sehingga
kemandirian, motivasi dan daya berfikir
siswa belum optimal. Oleh sebab itu, hasil
belajar yang diperoleh lebih rendah daripada
kelas eksperimen.
Perbedaan hasil belajar dimungkin-
kan karena dalam pembelajaran kelas
eksperimen guru merangsang meningkatnya
motivasi belajar siswa. Kegiatan percobaan
sederhana yang dilakukan siswa kelas
eksperimen dituntut untuk lebih aktif agar
dapat menemukan suatu pendapat dan
mampu menghubungkan antara penge-
tahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari (Nurhadi,
2002).
Percobaan sederhana dapat me-
ningkatkan sistem kerja sama siswa. Hasil
belajar psikomotorik diukur dengan meng-
gunakan lembar pengamatan. Terdapat 8
aspek dalam lembar observasi psikomotorik
yaitu persiapan, persiapan alat dan bahan,
keterampilan memakai alat, ketepatan
prosedur, kerjasama kelompok, keteram-
pilan dalam melakukan pengamatan,
pelaporan hasil percobaan, kebersihan dan
kerapihan alat serta tempat (Mardapi, 2008).
Gambar 1. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar psikomotorik
Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata
nilai aspek psikomotorik kelas eksperimen
secara umum lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Hanya aspek 1 yaitu persiapan
kelas kontrol lebih tinggi dari kelas
eksperimen karena kelas kontrol untuk alat
dan bahan sudah tersedia. Sebelum
praktikum pada kelas eksperimen, siswa
mencari dahulu referensi percobaan di
internet atau sumber lain tentang percobaan
redoks yang akan dilakukan. Kemudian
siswa mencari bahan dan alat di sekitar
lingkungan yang sesuai dengan percobaan.
Hal tersebut membuat siswa memiliki lebih
banyak pengetahuan karena mereka
mendapatkan materi dari berbagai sumber
1356 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359
(Dewi, 2012). Pada kelas kontrol alat dan
bahan sudah tersedia tanpa harus mencari
disekitar alam lingkungan sehari-hari karena
praktikum dilaksanakan seperti biasa.
Aspek 3 (ketrampilan kerja), 4
(penguasaan prosedur), 6 (pengamatan), 7
(hasil dan laporan) untuk kelas kontrol
penilaian cenderung lebih rendah. Aspek
nomor 5 (dinamika kelompok) kelas ekspe-
rimen lebih tinggi karena pada kelas
eksperimen percobaan yang dilakukan
dengan menggunakan bahan dari ling-
kungan lebih menyenangkan sehingga
siswa akan lebih aktif dalam dinamika
kelompok. Aspek nomor 8 (kebersihan dan
kerapihan pasca praktikum) kelas eks-
perimen memperoleh kategori sangat tinggi
dan kelas kontrol memperoleh kategori
tinggi. Melalui percobaan yang lebih
menyenangkan, siswa pada kelas eksperi-
men sangat bersemangat sehingga ketika
waktu kebersihan mereka dengan senang
hati membersihkan alat setelah percobaan.
Lembar observasi psikomotorik ini diukur
pada saat dilaksanakannya percobaan
sederhana.
Hasil belajar afektif diukur dengan
menggunakan lembar observasi afektif.
Terdapat 6 aspek dalam lembar observasi
afektif yaitu kehadiran di kelas, keaktifan
siswa dalam mengikuti PBM, keaktifan
siswa dalam diskusi, keaktifan siswa dalam
mengajukan pertanyaan, keseriusan dan
ketepatan waktu siswa menyerahkan tugas,
serta keberanian siswa mengerjakan tugas
di depan kelas (Mardapi, 2008).
Gambar 2. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar afektif
Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai aspek
afektif kelas eksperimen lebih tinggi
daripada kelas kontrol. Skor aspek nomer 1
(kehadiran), 2 (keaktifan dalam mengikuti
PBM), 3 (keaktifan siswa dalam diskusi), 4
(keaktifan dalam mengajukan perrtanyaan),
5 (ketepatan waktu pengumpulan tugas) dan
6 (keberanian siswa mengerjakan tugas di
depan kelas) kelas eksperimen lebih baik
daripada kelas kontrol. Aspek nomor 2, 3, 4,
5, 6 memperoleh kategori tinggi hanya
aspek nomor 1 yang memperoleh kategori
yang sama yakni sangat tinggi. Hal ini
dikarenakan bahwa aspek nomor 1 yaitu
39
Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1357
kehadiran siswa di sekolah dan mengikuti
pelajaran merupakan disiplin sekolah yang
harus dipatuhi oleh setiap siswa.
Perbedaan nilai pada spek tersebut
disebabkan pembelajaran yang diterapkan
di kelas eksperimen menuntut dan merang-
sang siswa lebih aktif, disiplin serta
perhatian pada saat kegiatan belajar sedang
berlangsung, mengerjakan tugas dan me-
ngajukan atau menjawab pertanyaan, be-
kerja sama dalam kelompok baik diskusi
atau pada saat melakukan percobaan.
Sedangkan pada kelas kontrol kebanyakan
siswa pasif dan kurang bersemangat dalam
mengikuti PBM. Dari semua aspek penilaian
afektif, kelas eksperimen mempunyai nilai
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Pada proses belajar pada kelas
eksperimen menggunakan model pem-
belajaran kontekstual dengan strategi
percobaan sederhana berbasis alam ling-
kungan, proses belajar berlangsung melalui
interaksi antara guru-siswa, dan antara
siswa-siswa, sehingga terjalin komunikasi
multiarah yang efektif. Siswa yang pandai
mengajari yang lemah dan yang tahu
memberi tahu temannya yang belum tahu
(Nurhadi, 2002). Selain itu, dengan dilaksa-
nakannya kegiatan percobaan sederhana,
siswa lebih dapat memahami materi yang
mereka pelajari karena mereka men-
dapatkan pengalaman secara langsung
(Kurnianto, et al., 2010).
Pembelajaran yang dilaksanakan
pada kelas kontrol menggunakan metode
ekspositori terbukti kurang dapat memotivasi
siswa untuk meningkatkan aktivitas dalam
pembelajaran. Namun demikian, seorang
pengajar harus dapat menghadapi tan-
tangan untuk membangkitkan motivasi
siswa, membangkitkan minatnya, menarik
dan mempertahankan perhatiannya, serta
mengusahakan agar siswa mau mem-
pelajari materi-materi yang akan dipelajari
(Slameto, 2003).
Pembelajaran kelas kontrol yang
dilaksanakan tidak selalu hanya dengan
kegiatan ceramah saja, namun juga
didiselingi dengan kegiatan diskusi dan
praktikum. Meskipun demikian siswa tetap
merasa tidak tertarik dan cenderung pasif
saat mengikuti pelajaran. Seorang guru
perlu memiliki keterampilan laboratorium
sebagai penunjang pelaksanaan tugas di
lapangan serta kemampuan pemecahan
masalah, sehingga tidak mudah menyerah
ketika menghadapi berbagai masalah yang
berkaitan dengan tugas mengajarnya (Kerr
dan Runquist, 2005).
Penyebaran angket dalam penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
penerimaan siswa terhadap proses
pembelajaran dengan implementasi pem-
belajaran kontekstual dengan strategi
percobaan sederhana berbasis bahan alam
lingkungan pada materi reaksi oksidasi dan
reduksi. Pernyataan dalam angket tang-
gapan dikategorikan menjadi 4 yaitu
keadaan siswa saat pembelajaran, parti-
sipasi siswa saat pembelajaran, keadaan
akademik siswa dan keadaan sosial siswa.
Untuk kategori keadaan siswa saat
pembelajaran ada pada pernyataan nomor
1, 2 dan 3. Kategori partisipasi siswa saat
pembelajaran ada pada pernyataan nomor
4, 5, 6, dan 7. Kategori keadaan akademik
siswa ada pada pernyataan nomor 8, 9 dan
10. Kategori keadaan sosial siswa ada pada
41
1358 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1351-1359
pernyataan nomor 11, 12 dan 13. Hasil
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.
Siswa memberikan tanggapan sa-
ngat setuju pada pernyataan nomor 1, 2,
dan 11 karena sebagian besar siswa datang
tepat waktu saat pelajaran dimulai dan
mereka saling bekerjasama apabila ada
tugas ataupun pada saat melakukan
percobaan. Pernyataan nomor 3, 4, 7, 8, 9,
10, 12, 13 siswa memberikan tanggapan
setuju. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
sangat bersemangat dan merasa senang
dengan pembelajaran yang diberikan. Siswa
dengan aktif melakukan kerjasama, saling
membantu bila ada teman yang kesulitan
sehingga dapat memahami pelajaran lebih
baik. Namun pada pernyataan nomor 5 dan
6 siswa memberikan tanggapan tidak setuju.
Sebagian siswa masih merasa canggung
untuk maju ke depan kelas atau me-
ngungkapkan pendapatnya secara lisan. Ini
disebabkan mereka sudah terbiasa dengan
ceramah yang tidak menekankan pada
keaktifan siswa.
Tanggapan-tanggapan siswa terse-
but menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran kontekstual lebih menye-
nangkan, menarik, dan dapat membuat
siswa lebih mudah memahami materi. Hal
ini dapat dilihat dari pemahaman siswa yang
meningkat dalam pembelajaran dan mereka
lebih termotivasi untuk giat belajar (Sukarta,
2010). Siswa juga dapat mengaitkan materi
redoks dengan contoh dalam kehidupan
sehari-hari.
Gambar 3. Hasil analisis tanggapan siswa
Ket: Pernyataan nomor 1, 2 dan 3 adalah kategori keadaan siswa, pernyataan nomor 4, 5, 6, 7 dan adalah kategori partisipasi siswa, pernyataan nomor 8, 9 dan 10 adalah kategori keadaan akademik siswa, pernyataan nomor 11, 12 dan 13 adalah kategori keadaan sosial siswa.
Hasil analisis angket tanggapan
siswa terhadap pembelajaran dapat disimpul
-kan bahwa siswa menyukai pembelajaran
dengan implementasi pembelajaran kon-
tekstual dengan percobaan sederhana ber-
basis alam lingkungan.
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
implementasi pembelajaran kontekstual de-
ngan percobaan sederhana berbasis alam
lingkungan memberikan perbedaan yang
positif terhadap hasil belajar siswa, serta
mampu meningkatkan motivasi belajar. Hal
Lita Lilia dan Antonius Tri Widodo, Implementasi Pembelajaraan Kontekstual…. 1359
ini karena siswa dilibatkan langsung dengan
contoh di lingkungan sehari-hari mengenai
materi yang dipelajari melalui percobaan
sederhana. Ketuntasan belajar kelas eks-
perimen dengan menggunakan imple-
mentasi pembelajaran kontekstual dengan
percobaan sederhana berbasis alam ling-
kungan sebesar 86,11%, sedangkan kelas
kontrol hanya sebesar 57,50%.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, N. K. A. M. P., 2012, Penerapan
Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII E pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi SMP Negeri 3 Singaraja Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Teknik Informatika, Vol 1, No 4, Hal: 2252-9063.
Kerr. S. dan Runquist. O., 2005, Are We Serious about Preparing Chemists for the 21st Century Workplace or Are We Just Teaching Chemistry?, Journal of Chemical Education, Vol 82, No 2, Hal: 231 – 239.
Kurnianto, Dwijananti, dan Khumaedi, 2010, Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep Fisika Melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6, No 6-9, Hal: 1693-1246.
Mardapi, D., 2008, Teknik Penyusunan Instrument Tes dan Nontes, Jogjakarta: Mitra Cendekia.
Nurhadi, 2002, Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Phelps. A.J dan Lee C., 2003, The Power of Practice: What Students Learn From How We Teach, Journal of Chemical Education, Vol 80, No 7, Hal: 829 – 832.
Silberman, M., 2002, Active Learning : 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: Yappendis.
Slameto, 2003, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, 2005, Metode Statistika Edisi ke-enam, Bandung: Tarsito.
Sukarta, I.N., 2010, Penerapan Pendekatan Kontekstual Menggunakan Model Kooperatif pada Pembelajaran Kimia dan Pencemaran, Journal Pendidikan dan Pengajaran, Vol 43, No 3, Hal: 199-206.
Susilaningsih, E., 2012, Model Evaluasi Praktikum Kimia di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jurnal Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Vo 16, No 1, Hal: 234-248.
Sweeney, A.T dan Paradis, J.A. 2003, Addressing the Professional Preparation of Future Science Teachers to Teach Hands – on Science : a Pilot Study of a Laboratory Model, Vol 80, No 2, Hal: 171 – 173.
Widodo, A.T., 2008, Pemaksimalan Kompetensi Kimia Siswa SMA dengan Pendekatan Pembelajaran Penerapan Penelitian Sederhana, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 1, Hal: 173-181.
Wiratini, N.M., 2011, Pemanfaatan Potensi Lingkugan Lokal dalam Membuat Prosedur Praktikum Kontekstual, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Vol 44, No 1-3, Hal: 60-68.
Zainul, A., 2011, Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Diklat Guru Mata Pelajaran Kimia Madrasah Aliyah (MA), Jurnal Inovasi, Vol 1, No 5, Hal: 28 – 41.
1360 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369
KEEFEKTIFAN STRATEGI PROJECT BASED LEARNING
BERBANTUAN MODUL PADA HASIL BELAJAR KIMIA SISWA
Retha Aliefyan Rose* dan Agung Tri Prasetya
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan strategi pembelajaran project based learning berbantuan modul pada hasil belajar kimia siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI pada suatu SMA Negeri di Pemalang tahun ajaran 2011/2012. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas XI PSIA 1 sebagai kelas eksperimen dengan pembelajaran project based learning berbantuan modul dan kelas XI PSIA 3 sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran ceramah berbantuan modul. Penelitian ini menggunakan pretest and posttest comparison group design. Hasil uji perbedaan rata-rata satu pihak kanan hasil belajar posttest pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol. Hasil tersebut diperkuat dengan uji estimasi rata-rata yang menunjukkan kisaran rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen adalah 78,51-82,29 dan kelas kontrol adalah 74,05-79,15. Hasil uji ketuntasan belajar klasikal menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal kelas eksperimen sebesar 67,50% dan kelas kontrol sebesar 47,50%. Hasil belajar afektif dan psikomotorik menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Simpulan dari penelitian ini yaitu bahwa penerapan strategi pembelajaran project based learning berbantuan modul efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
Kata kunci: hasil belajar, modul, project based learning
ABSTRACT
This study aims to determine the effectiveness of instructional strategies of project based learning module assisted on student learning outcomes on chemical material of solubility and solubility product. The population in this study was class XI PSIA student of a high school in Pemalang academic year 2011/2012. The sample in this study namely class XI PSIA 1 as experimental class with project-based learning modules assisted and class XI PSIA 3 as a control class with lecture learning with module-assisted.This study used a pretest and posttest comparison group design. Analysis results of the average differences in one right hand posttest learning outcomes at the level of 95% indicates that the average learning outcomes of experimental class greater than the control class. This result are evidenced by the estimated average test showed the average range of cognitive learning outcomes between the experimental class and the control class respectively 78.51-82.29 and 74.05-79.15. The results showed that the classical learning mastery of experimental class was 67.50% and control class was 47.50%. Affective and psychomotor learning outcomes indicated that the experimental class are better than control class. The conclusions from this study were that the implementation of project-based learning with module assisted effectively increase the student learning outcomes. Keywords: learning outcomes, module, project based learning
Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1361
PENDAHULUAN
Guru dituntut untuk menyajikan proses
pembelajaran yang inovatif dan efektif.
Inovasi pembelajaran diperlukan untuk
mengubah pembelajaran yang semata-mata
hanya berpusat kepada guru menjadi
pembelajaran yang mengaktifkan siswa.
Inovasi pembelajaran ini menjadi sangat
penting saat guru mengajarkan mata
pelajaran yang mengandung konsep-konsep
yang bersifat abstrak bagi siswa seperti
halnya pelajaran kimia.
Salah satu strategi pembelajaran
yang dianggap dapat mengubah
keabstrakkan dalam pelajaran kimia adalah
project based learning atau pembelajaran
berbasis proyek. Project based learning
merupakan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran dengan melibatkan kerja
proyek. Pembelajaran project based
learning memberikan kesempatan kepada
siswa untuk belajar dan bekerja sama untuk
memecahkan permasalahan kemudian
menyajikan hasil pekerjaan mereka kepada
audiens untuk di presentasikan. Siswa
secara aktif terlibat dalam proses
pendefinisian masalah, pemecahan masa-
lah, pengambilan keputusan, dan aktivitas
investigatif lainnya.
Hasil penelitian Miswanto (2011)
membuktikan bahwa penerapan project
based learning memberikan hasil yang
positif pada hasil belajar siswa. Selain
berimbas pada hasil belajar siswa, hasil
penelitian Baş (2011) membuktikan bahwa
project based learning dapat meningkatkan
motivasi, sikap, dan keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut
hasil penelitian Özdemir (2006) menyatakan
bahwa pembelajaran berbasis proyek
tampaknya menjadi model yang efektif untuk
meningkatkan prestasi akademis dan sikap,
meskipun hasilnya bervariasi dengan
kualitas proyek dan tingkat keterlibatan
siswa yang berbeda.
Penerapan pembelajaran project
based learning diharapkan dapat mengubah
konsep-konsep kimia yang dianggap masih
abstrak oleh siswa seperti pokok materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pokok
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
dianggap abstrak karena melibatkan
perhitungan kimia yang meliputi kelarutan
garam sukar larut, harga Ksp, ion senama,
pH larutan, dan reaksi pengendapan. Siswa
ternyata mengalami kesulitan untuk mencari
penerapan konsep-konsep tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Keabstrakkan konsep
pada pokok materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan tersebut dapat disajikan dalam
proyek pembelajaran sehingga diharapkan
dapat memaksimalkan hasil belajar siswa .
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di suatu SMA Negeri di Pemalang
kelas XI Program Studi Ilmu Alam (PSIA)
dengan melakukan wawancara terhadap
guru bidang studi kimia diketahui bahwa
pembelajaran dilakukan dengan ceramah
yang diselingi dengan kegiatan
laboratorium. Siswa kesulitan untuk men-
capai hasil belajar yang maksimal dengan
kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang
tinggi yaitu 80. Oleh karena itu, disusunlah
penelitian yang menerapkan strategi
pembelajaran project based learning dalam
pembelajaran kimia khususnya pokok materi
1362 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Pem-
belajaran project based learning ini dibantu
dengan modul pembelajaran yang memuat
bahan ajar serta proyek pembelajaran untuk
mempermudah siswa. Penelitian ini akan
mengukur keefektifan strategi project based
learning berbantuan modul pada hasil
belajar kimia siswa kelas XI PSIA pada
suatu SMA Negeri di Pemalang. Indikator
kefektifan dalam penelitian ini adalah
apabila hasil belajar siswa, baik hasil belajar
kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan
pembelajaran project based learning
berbantuan modul mencapai nilai KKM yang
telah ditentukan yaitu 80.
Permasalahan dalam penelitian ini
yaitu: 1) apakah strategi pembelajaran
project based learning berbantuan modul
efektif pada hasil belajar kimia siswa kelas
XI yang dilakukan di suatu SMA Negeri di
Pemalang; 2) jika efektif, berapa besar
keefektifan strategi project based learning
berbantuan modul pada hasil belajar kimia
siswa kelas XI pada suatu SMA Negeri di
Pemalang. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui: 1) apakah strategi project
based learning efektif pada hasil belajar
kimia siswa kelas XI yang dilakukan di suatu
SMA Negeri di Pemalang khususnya materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan; 2) jika
efektif, untuk mengetahui berapa besar
keefektifan strategi project based learning
pada hasil belajar kimia siswa kelas XI yang
dilakukan di suatu SMA Negeri di Pemalang
khususnya materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di suatu SMA
Negeri di Pemalang pada materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Desain penelitian
yang dipakai yaitu pretest and posttest
comparison group design. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI PSIA
tahun ajaran 2011/2012. Sampel dalam
penelitian ini diambil dengan teknik cluster
random sampling. Kelas XI PSIA 1 sebagai
kelas eksperimen diberi perlakuan
pembelajaran project based learning
berbantuan modul, sedangkan kelas XI
PSIA 3 sebagai kelas kontrol diberi perla-
kuan pembelajaran ceramah berbantuan
modul.
Variabel bebas dalam penelitian ini
yaitu dua metode pembelajaran yakni
project based learning berbantuan modul
dan pembelajaran ceramah berbantuan
modul, sedangkan variabel terikatnya yaitu
hasil belajar siswa dari dua metode yang
diterapkan. Metode pengumpulan data
dilakukan dengan metode tes, observasi,
dokumentasi, dan angket tanggapan siswa
kelas eksperimen. Metode tes untuk
mengetahui kemampuan kognitif siswa,
observasi digunakan untuk mengetahui
kemampuan afektif dan psikomotorik siswa,
dokumentasi digunakan untuk mendapatkan
data-data nama dan nilai siswa, sedangkan
angket digunakan untuk mengetahui
tanggapan siswa kelas eksperimen terhadap
pembelajaran yang diterapkan.
Pembelajaran project based learning
berbantuan modul pada kelas eksperimen
diterapkan dengan memberikan beberapa
tugas proyek pembelajaran yaitu pemurnian
Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1363
garam krosok, kelarutan garam sukar larut,
dan peristiwa kelarutan dan hasil kali
kelarutan dalam kehidupan. Modul yang
berisi petunjuk berkaitan dengan proyek dan
gambaran umum tentang materi pelajaran
diberikan kepada siswa dalam proses
pembelajaran. Pengerjaan proyek pembe-
lajaran dilakukan secara berkelompok
masing-masing terdiri atas 5 orang siswa.
Pembelajaran ceramah berbantuan
modul diterapkan pada kelas kontrol. Proses
pembelajaran berlangsung dengan guru
memberi penjelasan, pemberian contoh soal
latihan dan pekerjaan rumah. Siswa kelas
kontrol mendapatkan modul pembelajaran
seperti halnya siswa kelas eksperimen,
perbedaannya terletak pada penyajian
proyek pembelajaran. Proyek pembelajaran
pada kelas eskperimen adalah dengan
kegiatan praktikum dan diberikan di akhir
pembelajaran.
Uji yang digunakan dalam penelitian
ini adalah uji perbedaan rata-rata satu pihak
kanan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan hasil belajar, uji estimasi rata-
rata untuk mengetahui kisaran rata-rata
hasil belajar siswa, uji ketuntasan belajar
untuk mengetahui apakah kedua kelas
sampel mencapai ketuntasan klasikal yang
ditentukan serta uji peningkatan hasil belajar
untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa. Hasil belajar afektif dan psikomotorik
serta hasil angket tanggapan siswa
dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan ranah afektif siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol
menunjukkan hasil belajar afektif kelas
eksperimen yang lebih baik dibandingkan
kelas kontrol seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Skor rata-rata hasil belajar afektif pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
No Aspek Kelas eksperimen Kelas control
Skor Kategori Skor Kategori
1 Memperhatikan penjelasan guru 2,91 Tinggi 2,85 Tinggi 2 Memperhatikan media pembelajaran 2,85 Tinggi 2,74 Tinggi 3 Serius dalam mengikuti pembelajaran 2,65 Tinggi 2,57 Tinggi 4 Mampu menyimpulkan hasil pembelajaran 2,74 Tinggi 2,66 Tinggi 5 Mengungkapkan gagasan apabila mempunyai
ide yang lebih baik dari yang sudah ada 1,58 Rendah 1,44 Rendah
Tabel 1 membuktikan bahwa skor
rata-rata hasil belajar afektif kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan
dengan kelas kontrol. Project based learning
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
dan mencapai pembelajaran afektif yang
signifikan (Doppelt, 2003). Skor rata-rata
afektif siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol pada aspek 1, 2, 3, dan 4
memperoleh kategori tinggi, dan aspek ke 5
memperoleh kategori rendah. Walaupun
kelas eksperimen dan kelas kontrol
menunjukkan kategori yang sama, tetapi
kelas eksperimen memperoleh skor rata-
rata yang lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol. Siswa kelas eksperimen menunjuk-
kan sikap antusias selama pelajaran
berlangsung. Perhatian siswa kelas
eksperimen berkaitan dengan proyek
pembelajaran yang ditugaskan. Siswa yang
1364 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369
antusias terhadap apa yang dipelajarinya
akan cenderung menggali lebih dalam dan
mengembangkan pembelajaran tersebut.
Hal yang berbeda ditunjukkan oleh siswa
kelas kontrol. Siswa kelas kontrol cenderung
diam dan kurang fokus dengan pelajaran.
Mereka menunjukkan tanda-tanda bosan
seperti mengantuk dan mengobrol dengan
temannya. Siswa akan termotivasi untuk
melakukan proyek saat mendengar
pengarahan yang diberikan guru mengenai
proyek yang akan mereka kerjakan (Yance,
2013).
Pengamatan ranah psikomotorik
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
dibedakan menjadi 2, yaitu hasil belajar
psikomotorik pembelajaran di kelas dan
hasil belajar psikomotorik pembelajaran
praktikum di laboratorium, berturut-turut
ditampilkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar psikomotorik pembelajaran di kelas pada
kelas eksperimen dan kelas control
Gambar 2. Perbandingan skor rata-rata hasil belajar psikomotorik pembelajaran praktikum di
laboratorium kelas eksperimen dan kelas control
Kelas Eksperimen
Kelas kontrol
Aspek yang diamati
Kelas Eksperimen
Kelas kontrol
Aspek yang diamati
Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1365
Hasil pengamatan ranah psiko-
motorik baik pada kegiatan pembelajaran di
kelas (Gambar 1) maupun kegiatan prakti-
kum di laboratorium (Gambar 2) menunjuk-
kan bahwa skor rata-rata yang diperoleh
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Project based learning
mempunyai pengaruh yang berarti terhadap
hasil belajar siswa pada ranah psikomotor
(Yance, 2013).
Skor rata-rata psikomotorik pembe-
lajaran di kelas pada kelas eskperimen dan
kelas kontrol untuk aspek 1, 2, dan 3
memperoleh kategori tinggi, sedangkan
aspek 4, 5, dan 6 memperoleh kategori
cukup. Walaupun siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol menunjukkan kategori
yang sama, tetapi siswa kelas eksperimen
memperoleh skor rata-rata yang lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol. Aspek keleng-
kapan tugas rumah siswa kelas eksperimen
menempati skor tertinggi dibandingkan
kelima aspek yang lain. Kelas eksperimen
menunjukkan hasil belajar psikomotorik
pembelajaran di kelas yang lebih baik
dibandingkan kelas kontrol.
Skor rata-rata psikomotorik siswa
pembelajaran praktikum di laboratorium
pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
untuk aspek 1, 2, 3, 4, dan 5 memperoleh
kategori tinggi, dan aspek 6 memperoleh
kategori sangat tinggi. Walaupun siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol
menunjukkan kategori yang sama, skor rata-
rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi di-
bandingkan kelas kontrol. Kelas eksperimen
menunjukkan hasil belajar psikomotorik ke-
giatan praktikum yang lebih baik disbanding-
kan kelas kontrol.
Perbedaan hasil belajar psiko-
motorik pembelajaran praktikum di labora-
torium pada kelas eksperimen dan kontrol
disebabkan oleh perbedaan penyajian
proyek pembelajaran. Kesiapan untuk me-
laksanakan praktikum serta keterampilan
melaksanakan praktikum siswa kelas ekspe-
rimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol.
Kegiatan praktikum tersebut merupakan
bagian dari tugas proyek yang telah
disiapkan oleh siswa sejak awal pembe-
lajaran. Siswa kelas eksperimen telah
dibekali gambaran proyek serta tugas
penelusuran untuk melaksanakan proyek.
Pelaksanaan kegiatan laboratorium siswa
kelas kontrol hanya mengikuti langkah kerja,
seringkali dengan atau tanpa benar-benar
memahami konsep-konsep. Mereka me-
nerima instruksi, melaksanakan praktikum,
dan kemudian menulis laporan. Project
based learning bermanfaat bagi siswa salah
satunya dengan cara memberikan mereka
tanggungjawab kegiatan proyek labora-
torium, suatu pendekatan yang akan meng-
hasilkan pemahaman yang lebih mendalam
tentang bagaimana ilmu pengetahuan di-
praktekkan oleh ilmuwan melalui pemecah-
an masalah dan perumusan serta pengujian
berbasis penelitian hipotesis (Movahed-
zadeh, et al., 2012). Perbedaan hasil belajar
kelas eksperimen dan kelas kontrol yang
signifikan diperkuat oleh hasil belajar kognitif
siswa seperti disajikan pada Tabel 2.
1366 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369
Tabel 2. Ringkasan hasil belajar kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol
Sumber Variansi
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretest Posttest Kenaikan Pretest Posttest Kenaikan
Rata-rata 31,20 80,40 49,20 30,80 76,60 45,80
Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 80
0 27 - 0 19 -
Hasil belajar kognitif siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol memiliki per-
bedaan yang signifikan seperti ditunjukkan
Tabel 2. Hasil belajar kognitif siswa kelas
eksperimen yang diberi pembelajaran
project based learning berbantuan modul
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang
diberi pembelajaran ceramah berbantuan
modul.
Perbedaan hasil belajar kognitif
kelas eksperimen dan kelas kontrol dibuk-
tikan dengan perhitungan uji perbedaan
rata-rata satu pihak kanan. Hipotesis yang
diajukan dalam uji perbedaan rata-rata satu
pihak kanan bahwa kelas eksperimen
mempunyai hasil belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil
yang diperoleh dari uji ini yaitu thitung
sebesar 2,26 dan tkritis sebesar 2,02 yang
berarti bahwa hipotesis yang diajukan
diterima atau rata-rata hasil belajar kimia
siswa yang diberi strategi pembelajaran
project based learning berbantuan modul
lebih baik daripada kelas dengan pem-
belajaran ceramah berbantuan modul.
Pengujian keefektifan pembelajaran
dengan uji estimasi rata-rata menunjukkan
bahwa kisaran rata-rata hasil belajar kognitif
kelas eksperimen adalah 78,51-82,29 dan
kelas kontrol adalah 74,05-79,15. Rata-rata
hasil belajar kognitif kelas eksperirmen
diperoleh 80,40 sedangkan kelas kontrol
adalah 76,60. Karena KKM yang ditetapkan
adalah 80, maka kelas eksperimen telah
mencapai KKM dan kelas kontrol tidak
mencapai KKM yang diharapkan.
Perhitungan ketuntasan belajar
klasikal kelas eksperimen sebesar 67,50%
dan kelas eksperimen sebesar 47,50%. Ke-
berhasilan kelas dapat dilihat dari sekurang-
kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada
di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan
individu (Mulyasa, 2004). Kelas eksperimen
dan kelas kontrol belum mencapai ketun-
tasan belajar klasikal yang diharapkan, akan
tetapi dapat diketahui bahwa ketuntasan
belajar klasikal kelas eksperimen lebih besar
dibandingkan kelas kontrol.
Uji peningkatan hasil belajar me-
nunjukkan bahwa baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol menunjukkan pening-
katan yang signifikan. Hasil perhitungan uji
peningkatan hasil belajar kelas eksperimen
diperoleh thitung sebesar 47,01 dan kelas
kontrol diperoleh thitung sebesar 32,43 pada
tkritis sebesar 2,02. Peningkatan hasil belajar
kelas eksperimen lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan hasil
belajar kelas kontrol. Peningkatan ini juga
dapat dilihat dari perbedaan rata-rata antara
nilai pretest dan posttet siswa seperti
ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil ini menun-
jukkan bahwa kelas eksperimen mengalami
51
Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1367
peningkatan hasil belajar yang lebih baik
dibandingkan kelas kontrol.
Serangkaian hasil uji hipotesis dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif
kelas eksperimen lebih baik dibandingkan
kelas kontrol. Project based learning
memiliki efek positif pada hasil belajar siswa
bila dibandingkan dengan kelas kontrol
(Thomas, 2000). Penerapan strategi pembe-
lajaran project based learning berbantuan
modul pada kelas eksperimen memberikan
pengalaman belajar lebih bermakna diban-
dingkan kelas kontrol. Project based
learning menyediakan pengalaman belajar
yang kaya (Gültekin, 2005). Tugas proyek
pembelajaran memicu siswa untuk belajar
memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk
mencari dan mendapatkan informasi yang
relevan berkaitan dengan tugas proyek.
Modul pembelajaran yang diberikan mem-
bantu siswa dalam memahami materi
pembelajaran dan prosedur pengerjaan
proyek, sehingga dapat menghasilkan karya
atau produk dari penyelesaian tugas proyek.
Proyek pembelajaran memberikan
contoh nyata penerapan materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan pada kehidupan
sehari-hari siswa. Penerapan project based
learning menjembatani kesenjangan antara
pengetahuan teoritis dan relevansi pengeta-
huan di dunia (Kalek dan Lee, 2012).
Keabstrakkan materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan diubah dalam bentuk tugas proyek
pembelajaran. Selama pengerjaan proyek,
siswa belajar mamahami konsep atau materi
belajar sekaligus menerapkannya melalui
proyek pembelajaran yang ditugaskan.
Proyek pembelajaran memungkinkan siswa
memiliki kesempatan untuk belajar bagai-
mana menggunakan pengetahuan dan
mereka menyadari hubungan antara ke-
hidupan dan disiplin ilmu (Gültekin, 2005).
Pembentukan kelompok-kelompok
belajar pada kelas eksperimen membantu
siswa dalam memahami materi pelajaran
dan menyelesaikan tugas proyek. Kerja-
sama siswa dalam suatu kelompok belajar
project based learning memberikan
pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa
(Andri, 2012). Siswa kelas eksperimen
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi
dan menyelesaikan masalah pembelajaran
yang muncul secara berkelompok. Mereka
mengembangkan dan mempraktikan kete-
rampilan komunikasi serta belajar untuk
mengorganisasikan proyek. Belajar bersama
memungkinkan siswa untuk menyatukan ide
satu sama lain, menyampaikan pendapat
mereka sendiri, dan merundingkan solusi.
Semua keterampilan ini akan diperlukan di
lingkungan kerja. Masing-masing kelompok
berlomba untuk menghasilkan proyek yang
terbaik. Siswa memasuki kompetisi yang
sehat dengan kelompok lain selama
pengerjaan proyek dan berusaha keras agar
berhasil (Baş, 2011). Siswa merasakan
kebahagiaan dan kegembiraan mencapai
sesuatu. Siswa senang menghasilkan
sesuatu dan menampilkan sesuatu yang
berbeda, yang pada akhirnya membuat
mereka merasa berharga, terampil dan
berpengetahuan. Hal ini dapat menjadi
kontribusi yang positif pada prestasi
akademik dan sikap siswa terhadap
pelajaran (Yalçin et al., 2009).
Tugas akhir berupa presentasi hasil
proyek diberikan kepada siswa kelas
eksperimen sebagai umpan balik setelah
52 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000
1368 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1360-1369
pembelajaran berlangsung. Kegiatan ini
merupakan bagian dari proyek dan dinilai
sebagai salah satu penilaian ranah
psikomotorik. Hasil pengamatan presentasi
proyek secara umum menunjukkan bahwa
siswa mampu menyampaikan hasil tugas
proyek sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Tujuan kegiatan presentasi ini
adalah untuk menyimpulkan bahwa seluruh
tugas proyek pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Siswa menyimpulkan kaitan
masing-masing proyek dengan konsep
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa
merefleksikan pengalaman masing-masing
selama pengerjaan tugas proyek pembe-
lajaran. Project based learning menawarkan
kesempatan untuk penutupan, tanya jawab,
dan refleksi (Grant, 2002).
Pembelajaran ceramah berbantuan
modul pada kelas kontrol menunjukkan hasil
belajar yang kurang maksimal bila diban-
dingkan kelas eksperimen. Pembelajaran
dengan ceramah kurang memberikan
kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran. Guru lebih
banyak berperan sebagai sumber belajar.
Materi yang dikuasai siswa terbatas hanya
pada apa yang disampaikan guru. Sulit
untuk mengetahui apakah siswa telah
memahami apa yang disampaikan guru.
Analisis angket tanggapan siswa
kelas eksperimen terhadap pembelajaran
project based learning menunjukkan bahwa
83,33% siswa memberikan tanggapan
setuju terhadap masing-masing indikator
yang terdapat dalam angket. Siswa kelas
eksperimen tertarik dengan pembelajaran
project based learning berbantuan modul.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran project based learning
berbantuan modul terbukti efektif diterapkan
dalam pembelajaran kimia pokok materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan ditinjau
dari hasil belajar siswa, baik dari ranah
kognitif, afektif, maupun psikomorik. Project
based learning mempunyai pengaruh yang
berarti terhadap hasil belajar siswa pada
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
(Susanti, 2008 dan Yance, 2013).
Berdasarkan penelitian ini, dapat
disimpulkan kelebihan strategi project based
learning yaitu: 1) siswa diberikan kesem-
patan lebih untuk terlibat langsung dan
berinteraksi langsung dengan siswa lain
untuk memecahkan masalah, 2) siswa
memahami penerapan konsep melalui tugas
proyek pembelajaran, dan 3) siswa dapat
menghasilkan produk karya pengerjaan
proyek pembelajaran.
Pengalaman di lapangan menemu-
kan bahwa pembelajaran melalui strategi
project based learning juga memiliki
beberapa keterbatasan yaitu: 1) kondisi
kelas cenderung gaduh sehingga diperlukan
kecakapan guru dalam penguasaan dan
pengelolaan kelas, dan 2) membutuhkan
waktu yang lebih banyak bila dibandingkan
dengan strategi belajar lainnya.
SIMPULAN
Hasil penelitian membuktikan bahwa
strategi pembelajaran project based learning
berbantuan modul pada kelas eksperimen
efektif diterapkan dalam pembelajaran kimia
pokok materi kelarutan dan hasil kali kela-
rutan ditinjau dari hasil belajar kognitif,
afektif dan psikomotorik siswa. Pembela-
Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based ….
Retha Aliefyan Rose dan Agung Tri Prasetya, Keefektifan Strategi Project Based …. 1369
jaran project based learning berbantuan
modul pada kelas eksperimen dikatakan
efektif karena hasil belajar siswa pada
pokok materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan telah mencapai nilai 80 dari
seluruh proses pembelajaran, ditinjau dari
hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomorik.
DAFTAR PUSTAKA
Andri, 2012, Pengaruh model pembelajaran
berbasis proyek terhadap tingkat kerjasama siswa dan hasil belajar siswa kelas X TPM pada mata pelajaran menggambar di SMK N 1 Jetis Mojokerto, Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, Vol 1, No 2, Hal: 28-
37.
Baş, G., 2011, Investigating the effects of project-based learning on students’ academic achievement and attitudes towards english lesson, The Online Journal of New Horizon in Education, Vol 1, No 4, Hal: 1-15.
Doppelt, Y., 2003, Implementation and assessment of project-based learning in a flexible environment, Internatioanal Journal of Technology and Design Education, Vol 13, No 3,
Hal: 255–272.
Grant, M. M, 2002, Getting a grip on project-based learning: theory, cases and recommendations, Meridian: A Middle School Computer Technologies Journal, Vol 5, No 1,
Hal: 116-132.
Gültekin, M., 2005, The effects of project-based learning on learning outcomes in the 5
th grade social
studies course in primary education, Educational Sciences: Theory and Practice, Vol 5, No 2, Hal: 548-556.
Kalek, A. A. dan Lee, A., 2012, Application of project-based learning in students’ engagement in malaysian studies and english language, Journal of Interdisciplinary Research in Education, Vol 2, No 1, Hal: 37-
46.
Miswanto, 2011, Penerapan model pembelajaran berbasis proyek pada materi program linier siswa kelas X SMK Negeri 1 Singosari, Jurnal Penelitian dan Pemikiran Pendidikan, Vol 1, No 1, Hal: 60-68.
Mulyasa, 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Özdemir, E., 2006, An investigation on the effects of project-based learning on students’ achievement in and attitude towards geometry, Thesis, Ankara: Middle East Technical University Turkey.
Susanti, E. dan Muchtar, Z., 2008, Penerapan project based learning untuk pembelajaran koloid SMA, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Vol 3, No 2, Hal: 106-112.
Yalçin, S. A., Turgut, Ü., dan Büyükkasap, E., 2009. The Effect of Project Based Learning on Science Undergraduates’ Learning of Electricity, Attitude Towards Physics and Scientific Process Skills, International Online Journal of Educational Sciences, Vol 1, No 1,
Hal: 81-105.
Yance, R. D., 2013, Pengaruh Penerapan Model Project Based Learning (PBL) terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Batipuh Kabupaten Tanah Datar, Pillar of Physhic Education, Vol 1, No 1, Hal: 48-54.
1370 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ADVANCE ORGANIZER
BERVISI SETS TERHADAP PENINGKATAN PENGUASAAN
KONSEP KIMIA
Ilam Pratitis* dan Achmad Binadja
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran advance organizer bervisi SETS terhadap peningkatan penguasaan konsep kimia materi larutan penyangga di suatu SMA di Semarang. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non ekivalen. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, dan didapatkan kelas XI IPA 6 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata hasil belajar kognitif kelas eksperimen adalah 84, sedangkan kelas kontrol adalah 82. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran advance organizer bervisi SETS terhadap peningkatan penguasaan konsep kimia sebesar 4%, dengan angka korelasi sebesar 0,2. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran advance organizer bervisi SETS berpengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan konsep kimia pada materi larutan penyangga. Saran yang diberikan adalah model pembelajaran advance organizer bervisi SETS sebaiknya juga diterapkan pada materi kimia yang lain. Hal ini tentu saja disertai dengan perubahan sesuai dengan kebutuhan agar pengaruhnya terhadap hasil belajar berupa penguasaan konsep kimia menjadi lebih meningkat.
Kata Kunci : advance organizer, larutan penyangga, penguasaan konsep, SETS
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the application of learning model with advance organizer envisions SETS to increase mastery of chemistry concepts in the high school in Semarang on buffer solution material. The design used in this research is the design of the control group non equivalent. Sampling was conducted with a purposive sampling technique, and obtained a XI 6 science grade as experimental class and class XI 5 science grade as control class. Data collection method used is the method of documentation, testing, observation, and questionnaires. The results showed that the average cognitive achievement of experimental class was 84, while the control class was 82. The result of data analysis showed that the effect of the application of learning model with advance organizer envisions SETS was able to increase the mastery of chemical concepts of 4%, with a correlation rate of 0.2. Based on the results, it can be concluded that the learning model with advance organizer envisions SETS had positive effect of increasing mastery of the concept of chemistry on buffer solution material. The advice given is learning model with organizer envisions SETS should also be applied to other chemistry materials. This is of course accompanied by a change in order to suit the needs of its effect on learning outcomes in the form of concept mastery of chemistry to be more increased.
Keywords: advance organizer, buffer solution, concept mastery, SETS
Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1371
PENDAHULUAN
Seklama ini, guru mengajarkan kon-
sep dan teori kimia dengan metode yang
hanya berpusat pada guru, sedangkan
siswa kurang diberi kesempatan untuk aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini
berdasarkan fakta proses pembelajaran di
kelas XI IPA suatu SMA di Semarang.
Metode ceramah dan tanya jawab sering
digunakan dalam proses pembelajaran.
Potensi siswa dalam memahami materi
kurang digali sehingga siswa selalu
beranggapan bahwa teori kimia adalah
materi yang sulit dan harus selalu dihafal.
Materi yang disampaikan juga belum
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
secara nyata. Hasil belajar kognitif materi
larutan penyangga di SMA tersebut dari
tahun pelajaran 2010/2011 sampai
2012/2013 masih di bawah batas nilai
tuntas 75 yaitu sebesar 66, 67, dan 71.
Hanya siswa tertentu saja yang aktif
menjawab pertanyaan dan mengemukakan
pendapat.
Model pembelajaran yang di-
gunakan oleh seorang guru sangat
berpengaruh pada keaktifan siswa di kelas
(Panggabean, 2012). Guru harus bijaksana
dalam mengajar agar dapat menciptakan
situasi dan kondisi kelas yang kondusif
(Lught, 2007). Model pembelajaran tersebut
harus dapat membantu siswa dalam
menguasai konsep serta mendorong siswa
untuk menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Model pembelajaran advance
organizer merupakan alternatif yang
dikembangkan oleh Ausubel. Ausubel dalam
Sumiyadi (2012) mendeskripsikan advance
organizer sebagai materi pengenalan yang
disajikan pertama kali dalam pembelajaran.
Tujuannya adalah menjelaskan, mengin-
tegrasikan dan menghubungkan materi baru
dengan materi yang dipelajari sebelumnya
(Kovalik, 2011). Kelebihan visi SETS adalah
pendidik dan siswa dapat memperoleh
pengetahuan sekaligus kemampuan berpikir
dan bertindak berdasarkan data analisis dan
sintesis yang bersifat komprehensif.
Tentunya dengan memperhatikan aspek
sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat
sebagai kesatuan yang tak terpisah (Ifadloh,
2012). Oleh karena itu, model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS ini
diharapkan mampu memperbaiki hasil
belajar siswa khususnya dalam meningkat-
kan penguasaan konsep kimia materi
larutan penyangga dan aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari.
Atas dasar inilah peneliti mene-
rapkan model pembelajaran advance
organizer bervisi SETS dalam proses
pembelajaran kimia kelas XI IPA di suatu
SMA di Semarang. Diharapkan siswa dapat
menguasai konsep materi larutan penyang-
ga dengan baik dan dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “apakah
model pembelajaran advance organizer
bervisi SETS berpengaruh positif terhadap
peningkatan penguasaan konsep kimia
siswa kelas XI IPA di suatu SMA di
Semarang?”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS terhadap
peningkatan penguasaan konsep kimia
siswa kelas XI semester genap di suatu
SMA di Semarang. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan bantuan di
bidang pendidikan berupa pengembangan
1372 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379
model pembelajaran advance organizer
bervisi SETS pada pembelajaran kimia, dan
memberikan gambaran tentang model
pembelajaran advance organizer bervisi
SETS pada pembelajaran materi larutan
penyangga.
METODE PENELITIAN
Materi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah larutan penyangga.
Desain penelitian yang digunakan adalah
quasi experimental design jenis non
equivalent control group design. Populasi
yang digunakan dalam penelitian adalah
siswa kelas XI IPA suatu SMA di Semarang
tahun pelajaran 2013/2014. Kelas XI IPA 6
merupakan kelas eksperimen dan kelas XI
IPA 5 merupakan kelas kontrol yang diambil
dengan teknik purposive sampling. Variabel
bebas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran yang diterap-
kan. Pada kelas eksperimen diterapkan
model pembelajaran advance organizer
bervisi SETS sedangkan pada kelas kontrol
diterapkan model pembelajaran advance
organizer tanpa visi SETS. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah penguasaan
konsep kimia siswa yang dinyatakan dengan
nilai tes kognitif. Variabel kontrol dalam
penelitian adalah guru, kurikulum, mata
pelajaran dan jumlah jam pelajaran.
Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode dokumentasi, tes,
observasi dan angket. Instrumen yang
digunakan berupa silabus, RPP, bahan ajar,
soal pre-post test, lembar observasi dan
lembar angket. Tahap awal penelitian ini
dilakukan uji coba soal. Analisis instrumen
penelitian meliputi uji validitas, reliabilitas,
daya pembeda, dan indeks kesukaran.
Metode analisis data tahap awal yang
digunakan adalah uji normalitas. Metode
analisis data tahap akhir yang digunakan
meliputi uji normalitas, uji kesamaan dua
varians, uji dua pihak, uji satu pihak, uji
ketuntasan belajar, uji pengaruh antar
variabel dan uji koefesien determinasi. Pe-
ningkatan penguasaan konsep kimia siswa
diukur dari nilai pretest-posttest siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Temuan dalam penelitian ini adalah
terdapat perbedaan peningkatan penguasa-
an konsep kimia pada siswa yang diberi
pembelajaran dengan model advance
organizer bervisi SETS dengan siswa yang
hanya diberi model pembelajaran advance
organizer tanpa visi SETS, rata-rata nilai
penguasaan konsep siswa pada kelas yang
diberi model pembelajaran advance
organizer bervisi SETS adalah 84 semen-
tara rata-rata nilai siswa pada kelas yang
hanya diberi model pembelajaran advance
organizer adalah 82. Ini menunjukkan ke-
mampuan penguasaan konsep kimia siswa
kelas yang diberi model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS lebih tinggi
dibanding kelas dengan model pembelajar-
an advance organizer tanpa visi SETS.
Rohmadi (2011) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa siswa yang diajarkan
dengan visi SETS memperoleh nilai kimia
yang lebih tinggi daripada siswa yang
diajarkan dengan metode konvensional.
Arlitasari (2013) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa pengembangkan pe-
rangkat pembelajaran berbasis SETS dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap
Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1373
konsep kimia. Berdasarkan hasil penelitian
ini dan penelitian terdahulu yang relevan
menunjukkan model pembelajaran advance
organizer bervisi SETS mempunyai
pengaruh yang lebih baik dari pada model
pembelajaran advance organizer tanpa visi
SETS. Dalam penelitian ini, proses pem-
belajaran dengan model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS dilakukan
tahapan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks model pembelajaran advance organizer bervisi SETS
Tahap Perlakuan Guru
Penyajian Advance Organizer
Menyampaikan tujuan pembelajaran mempelajari larutan buffer yang merupakan salah satu cara untuk memperoleh perhatian siswa. Penyampaian gagasan diri sendiri atau mengekplorasi materi larutan buffer secara terampil. Menumbuhkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa yang relevan tentang SETS.
Penyajian bahan pelajaran
Membuat organisasi secara tegas Membuat urutan bahan pelajaran larutan buffer secara logis dan eksplisit. Memelihara suasana agar penuh perhatian. Tahap ini dapat dikembangkan dalam bentuk diskusi, melakukan percobaan, ceramah, siswa memperhatikan gambar-gambar, membaca teks, yang masing-masing diarahkan pada tujuan pembelajaran yang ditunjukan pada langkah pertama. Menyajikan bahan
Penguatan organisasi kognitif
Menggunakan prinsip – prinsip rekonsiliasi integratif Meningkatkan kegiatan belajar yang aktif Melakukan pendekatan kritis guna memperjelas materi pelajaran Mengklarifikasikan materi yang telah dipelajari
Tahap-tahap pelaksanaan model
pembelajaran advance organizer bervisi
SETS pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
model pembelajaran advance organizer
bervisi SETS merupakan model pembe-
lajaran yang sistematis. Siswa dibimbing
untuk mengingat kembali konsep-konsep
terdahulu yang sudah pernah dipelajari.
Pemahaman konsep yang baik memerlukan
perencanaan yang sistematis dalam proses
pembelajaran (Nugroho, 2008). Hal ini
sesuai dengan pernyataan Rahayu (2010)
pada penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa agar siswa dapat
memahami konsep yang lebih baik dan
efisien diperlukan perencanaan yang
sistematis dari guru yang memuat
bagaimana mengelola proses pembelajaran
agar bermakna bagi siswa. Di dalam pem-
belajaran menggunakan visi SETS siswa
diminta menghubungkaitkan unsur SETS.
Siswa menghubungkaitkan konsep sains
yang dipelajari dengan hal-hal berkenaan
dengan konsep tersebut pada unsur lain
dalam SETS, sehingga memungkinkan
siswa memperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang keterkaitan konsep tersebut
dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam
bentuk kelebihan ataupun kekurangannya
(Setiyono, 2011). Keterkaitan antar unsur
SETS dapat dilihat pada Gambar 1.
1374 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379
Gambar 1. Keterkaitan antar unsur SETS
Salah satu contoh manfaat larutan
penyangga dalam kehidupan sehari-hari
yang dibahas pada penelitian ini adalah
manfaat larutan penyangga pada industri
pembuatan obat. Dalam hal ini, siswa
dijelaskan keterkaitan materi larutan
penyangga dengan unsur SETS yang lain.
Sebagai contoh, pembahasan larutan
penyangga MgO beserta pHnya dalam obat
aspirin termasuk unsur konsep sains-kimia
dalam SETS, siswa diajak membahas
pembuatan obat sakit kepala aspirin
termasuk unsur teknologi dalam SETS,
siswa diajak membahas limbah buangan
akibat industri pembuatan obat tersebut
termasuk unsur lingkungan dalam SETS,
dan siswa diajak untuk menganalisis
pemanfaatan obat sakit kepala aspirin yang
digunakan oleh masyarakat untuk
menghilangkan rasa nyeri termasuk unsur
masyarakat dalam SETS. Dalam
pembahasan semacam itu, siswa dapat
diajak untuk membahas lebih jauh tentang
berbagai macam isu lain yang berkaitan
dengan larutan penyangga sebatas
kemampuan mereka berpikir. Materi larutan
penyangga bervisi SETS dalam
pemanfaatan obat sakit kepala aspirin dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Materi larutan penyangga bervisi SETS
TEKNOLOGI
MASYARAKAT
LINGKUNGAN
SAINS
Teknologi: Industri Pembuatan Obat Aspirin
Masyarakat: Dapat digunakan masyarakat penghilang rasa nyeri
Lingkungan: Perlu dilakukan pengolahan limbah berbahaya industri obat aspirin terlebih dahulu.
SAINS Larutan
Buffer asam asetilsalisila
t -MgO
Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1375
Keterkaitan antar unsur SETS materi
larutan penyangga pada Gambar 2, unsur
sains yang menjadi pusat pembahasan.
Akan tetapi, dalam penerapannya pada
kompetensi lain unsur-unsur lain seperti
unsur teknologi, lingkungan, dan masya-
rakat mempunyai peluang yang sama untuk
menjadi pusat pembahasan, tergantung
darimana permasalahan akan dibahas.
Setelah dilakukan serangkaian tahap
proses pembelajaran seperti pada Tabel 1
didapatkan nilai posttest di akhir pem-
belajaran. Nilai posttest yang diperoleh di
akhir pembelajaran digunakan untuk analisis
data yang bertujuan menjawab hipotesis
dengan uji korelasi. Selain itu, nilai posttest
juga digunakan untuk mengetahui apakah
model pembelajaran advance organizer
bervisi SETS berpengaruh terhadap
peningkatan penguasaan konsep kimia.
Pada uji normalitas hasil posttest
kedua kelas berdistribusi normal dan uji
kesamaan dua varians hasil posttest dipe-
roleh harga sebesar 1,12 dan harga
sebesar 2,028 dengan taraf
signifikansi sebesar 0,05. Karena harga
kurang dari maka dapat
disimpulkan bahwa kedua kelas mempunyai
varians yang sama. Pada uji perbedaan
rata-rata hasil post test diperoleh harga
sebesar 5,13 dan harga
sebesar 1,998. Karena lebih dari
, maka dapat disimpulkan bahwa
kedua kelas mempunyai perbedaan hasil
posttest. Berdasarkan hasil posttest terbukti
berdistribusi normal, varians sama, dan
memiliki perbedaan rata-rata. Nilai pretest
siswa kelas eksperimen dan kontrol
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol
Kelas N Rata-rata SD Nilai
Tertinggi Terendah
Eksperimen 33 23 6,61 40 12 Kontrol 33 26 6,73 44 16
Tabel 2 menunjukkan adanya
perbedaan nilai rata-rata pretest kelas
eksperimen yang lebih rendah sebesar 23
dari kelas kontrol sebesar 26. Selisih nilai
tertinggi dan terendah pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol sama yaitu
sebesar 28. Akan tetapi nilai tertinggi dan
terendah kelas kontrol lebih tinggi dari pada
kelas eksperimen. Hal ini disebabkan karena
tingkat pemahaman konsep awal siswa
kelas kontrol terhadap materi larutan
penyangga lebih baik. Nilai posttest kelas
eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Post Test Kelas Ekperimen dan Kelas Kontrol
Kelas N Rata-rata SD Nilai
Tertinggi Terendah
Eksperimen 33 84 7,22 96 68 Kontrol 33 82 6,82 92 64
1376 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379
Tabel 3 menunjukkan adanya
perbedaan nilai rata-rata posttest kelas
eksperimen yang lebih tinggi sebesar 84
daripada kelas kontrol sebesar 82. Nilai
tertinggi dan terendah kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS yang
diterapkan pada kelas eksperimen lebih baik
daripada model pembelajaran advance
organizer tanpa visi SETS yang diterapkan
pada kelas kontrol.
Selisih rata-rata nilai pretest–posttest
siswa kelas eksperimen sebesar 61,
sedangkan untuk kelas kontrol sebesar 56.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa
kelas yang diberi model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS hasil
belajar kognitifnya lebih baik daripada kelas
yang diberi model pembelajaran advance
organizer tanpa visi SETS. Hal ini dapat
diperjelas pada perhitungan uji perbedaan
rata-rata satu pihak kanan (uji satu pihak)
yang menunjukkan bahwa thitung sebesar
5,129 lebih dari sebesar 1,998) yang
berarti bahwa rata-rata hasil belajar kognitif
kimia siswa dengan penerapan model
pembelajaran advance organizer bervisi
SETS lebih baik daripada siswa yang diberi
model pembelajaran advance organizer
tanpa visi SETS. Selisih peningkatan nilai
rata-rata hasil belajar kognitif kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Belajar Kognitif Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Besarnya pengaruh model pem-
belajaran advance organizer bervisi SETS
terhadap peningkatan penguasaan konsep
kimia materi larutan penyangga, dapat
diketahui dengan uji koefesien korelasi
biserial dan koefesien determinasi. Dengan
menganalisis data nilai rata-rata posttest
kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-
turut sebesar 84 dan 82, harga proporsi
pengamatan sebesar 0,5, dan tinggi ordinat
luasan pada kurva normal yang luasnya 0,5,
diperoleh koefesien korelasi biserial sebesar
0,2 yang menunjukkan bahwa pengaruh
penerapan model pembelajaran advance
organizer bervisi SETS termasuk dalam
kategori sangat rendah. Berdasarkan
perhitungan diperoleh harga koefesien
determinasi hasil belajar sebesar 4%.
Penyebab pengaruh antar variabel sangat
rendah adalah karena 96% hasil belajar
dipengaruhi oleh faktor lain di luar model
pembelajaran advance organizer bervisi
Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1377
SETS. Adapun faktor lain yang mem-
pengaruhi di antaranya yaitu: (1) model
pembelajaran advance organizer yang
sama–sama digunakan pada kelas ekspe-
rimen dan kelas kontrol, (2) pengenalan
pembelajaran dengan visi SETS kurang
optimal pada kelas eksperimen, (3) pe-
nyiapan perangkat pembelajaran seperti
silabus, RPP, dan bahan ajar kurang optimal
sehingga siswa pada kelas eksperimen
belum mencapai pemikiran yang optimal
dalam SETS, (4) kecerdasan setiap siswa
yang berbeda, (5) tingkat kesulitan materi
yang diberikan, (6) motivasi siswa yang tidak
besar terhadap materi maupun model
pembelajaran yang diberikan, (7) lingkungan
belajar siswa, dan (8) latar belakang
keluarga yang berbeda.
Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa dari 33 siswa kelas eksperimen dan
33 siswa kelas kontrol, terdapat 2 siswa
pada kelas eksperimen dan 3 siswa pada
kelas kontrol yang belum mencapai nilai
KKM sebesar 75. Akan tetapi, kelas
eksperimen dan kelas kontrol telah dinya-
takan mencapai ketuntasan klasikal karena
jumlah siswa yang mencapai nilai tuntas
lebih besar dari 85% jumlah siswa pada
masing-masing kelas. Hasil perhitungan uji
ketuntasan belajar (uji t) untuk kelas
eksperimen diperoleh sebesar 7,54
lebih dari sebesar 2,037, dan untuk
kelas kontrol diperoleh sebesar 6,15
lebih dari sebesar 2,037. Hal ini berarti
kelas eksperimen dan kelas kontrol telah
mencapai ketuntasan hasil belajar.
Penerapan model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS dalam
penelitian ini mempunyai pengaruh positif
sebesar 4% terhadap peningkatan
pengusaan konsep kimia materi larutan
penyangga. Model pembelajaran dengan
visi SETS pada mata pelajaran yang lain
juga berpengaruh positif terhadap pe-
ningkatan hasil belajar kognitif siswa. Hasil
penelitian ini diperkuat dengan penelitian
sebelumnya pada mata pelajaran fisika SMA
kelas X yang menunjukkan bahwa model
pembelajaran advance organizer berpe-
ngaruh positif terhadap peningkatan
aktivitas belajar siswa dan hasil belajar
kognitif siswa (Dewi, 2012). Skor rata-rata
hasil belajar kelas eksperimen yang
diterapkan model pembelajaran advance
organizer sebesar 80,8 sedangkan kelas
kontrol yang diterapkan model pembelajaran
direct instruction sebesar 75,3. Selain itu,
Sianturi (2013) dalam penelitiannya
menerapkan model pembelajaran advance
organizer pada materi kewirausahaan siswa
SMK menyimpulkan bahwa adanya pe-
ngaruh positif sebesar 40% model
pembelajaran advance organizer dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.
Secara umum, masalah yang sering
muncul dalam setiap proses pembelajaran
adalah kekurangaktifan siswa. Pembe-
lajaran dengan model pembelajaran
advance organizer bervisi SETS yang dite-
rapkan guru di dalam kelas eksperimen lebih
menekankan keaktifan siswa pada proses
pembelajaran. Contohnya usaha guru untuk
membuat proses pembelajaran menjadi
bermakna dalam penelitian ini adalah
dengan cara penyajian artikel disertai
dengan gambar manfaat larutan penyangga
yang ditampilkan pada media powerpoint.
Siswa secara berkelompok menganalisis
1378 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1370-1379
artikel yang disajikan oleh guru yang
kemudian saling tukar informasi dengan
presentasi dan mengadakan tanya jawab.
Dengan adanya keaktifan tersebut, motivasi
pada siswa akan timbul dengan sendirinya
dan dapat mempengaruhi hasil belajar
berupa penguasaan konsep kimia pada
siswa sehingga membuat proses pem-
belajaran menjadi efektif dan bermakna. Hal
ini diperkuat dengan pernyataan se-
belumnya bahwa dalam menyikapi
kekurangaktifan siswa, tugas seorang guru
adalah membuat agar proses pembelajaran
berlangsung secara efektif dan bermakna
(Hamdani (2011).
Hasil analisis lembar angket
menunjukkan bahwa motivasi siswa untuk
mendalami materi larutan penyangga yang
disampaikan lebih tinggi pada kelas
eksperimen dibandingkan dengan kelas
kontrol, hal ini dapat dilihat dari rasa ingin
tahu yang besar terhadap materi yang
disajikan maupun hal-hal lain yang
berkaitan. Terlebih lagi dengan adanya visi
SETS. Dengan adanya kesalingterkaitan
antar unsur SETS yaitu Science,
Environment, Technology, and Society
dalam model pembelajaran advance
organizer, siswa dapat mengetahui dan
menghubungkan antara konsep sains de-
ngan perkembangan teknologi, lingkungan
dan pengaruh atau dampaknya terhadap
masyarakat. Siswa akan memiliki kemam-
puan memahami dan menerapkan
pengetahuan yang telah dipelajari, mampu
menganalisis dan mensintesis pengetahuan
baru berdasarkan pengetahuan yang telah
dipelajari, dengan arah yang tidak harus
merusak lingkungan sementara tetap
bermanfaat bagi masyarakat.
SIMPULAN
Simpulan dari hasil penelitian ini
adalah model pembelajaran advance
organizer bervisi SETS untuk materi larutan
penyangga memiliki pengaruh positif
terhadap hasil belajar berupa peningkatan
penguasaan konsep kimia. Hal ini
ditunjukkan dengan koefesien korelasi yang
didapatkan sebesar 0,2 dengan koefesien
determinasi (KD) sebesar 4%. Penerapan
model pembelajaran advance organizer
bervisi SETS terbukti berpengaruh terhadap
peningkatan penguasaan konsep kimia
sebesar 4%.
DAFTAR PUSTAKA
Arlitasari, O., Budiharti, R., dan Pujayanto,
P., 2013, Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Salingtemas dengan Tema Biomassa Sumber Energi Alternatif Terbarukan, Jurnal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Vol 1, No 1, Hal: 1-8.
Dewi, L., 2012, Pengaruh Model Pembelajaran Advance Organizer terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Kognitif Siswa SMA Kelas X, Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta, Vol 1, No 1, Hal: 88-
92.
Hamdani, 2011, Strategi Belajar Mengajar,
Bandung: Pustaka Setia.
Ifadloh, V.N., Santoso, N.B., dan Supardi, K.I., 2012, Metode Diskusi dengan Pendekatan SETS dan Media Question Card, Unnes Science Education Journal, Vol 1, No 2,
Hal: 119-125.
Ilam Pratitis dan Achmad Binadja, Penerapan Model Pembelajaran …. 1379
Kovalik, dan Williams, 2011, Cartoons As Advance Organizers, Lifespan Development and Educational Sciences, Journal of Kent State University, Vol 30, No 2, Hal: 40-
64.
Lught, Smulders, F., dan Snelders, D., 2007, Teaching Theoretical Concepts to Large Groups of Design Students Using Fish Bowlessions, Journal International Engineering and Product Design Education Conference, Vol 6, No 12, Hal: 10-
12.
Nugroho, S., Wardani, S., dan Binadja, A., 2008, Keberkesanan Pembelajaran Kimia Materi Ikatan Kimia Bervisi SETS pada Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No 2, Hal:
256-262.
Panggabean, D.D. dan Suyanti, R.D., 2012, Analisis Pemahaman Konsep Awal dan Kemampuan Berpikir Kritis Bidang Studi Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Advance Organizer dan Model Pembelajaran Direct Instruction, Jurnal Online Pendidikan Fisika PPs Universitas Negeri Medan, Vol 1, No 2, Hal: 13-20.
Rahayu, S., Supartono, dan Widodo, A.T., 2010, Pengembangan Model Pembelajaran Advance Organizer untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa, Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Semarang, Vol 4, No 1, Hal: 497-505.
Rohmadi, M., 2011, Pembelajaran dengan Pendekatan CEP (Chemo-Entrepreneurship) yang Bervisi SETS Guna Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Sains PPs Universitas Negeri Surakart, Vol 2, No 1, Hal: 1-9.
Setiyono, F.P., 2011, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kimia Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan dengan Pendekatan SETS untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa, Jurnal PP, Vol 1, No 2, Hal: 149-
158.
Sianturi, C.I., 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Advance Organizer terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Kewirausahaan SMK BM, Jurnal Universitas Negeri Medan, Vol 1, No 1, Hal: 64-68.
Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfa Beta.
Suharsimi, A., 2006, Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.
Sumiyadi, 2012, Pengajaran Sastra dengan Model Advance Organizer, Jurnal FPBS Universitas Pendidikan Indonesia, Vol 11, No 1, Hal: 1
1380 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA
PADA MATERI ASAM BASA
Nunung Fika Amalia* dan Endang Susilaningsih
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, siswa dituntut untuk mempunyai ketrampilan berpikir kritis, terutama pada matapelajaran yang bersifat abstrak seperti kimia. Penelitian pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA di Ambarawa menemukan bahwa instrumen penilaian yang digunakan belum berorientasi pada keterampilan berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengembangan instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis, memperoleh inovasi instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis yang dapat mengukur keterampilan berpikir kritis siswa, dan memperoleh instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis yang memenuhi kriteria valid dan reliable. Jenis penelitian ini adalah Research and Development. Prosedur pengembangan produk melalui tahapan penelitian yakni pendahuluan dan pengembangan. Tahap pendahuluan terbagi menjadi dua, yaitu studi lapangan dan studi literatur. Tahap pengembangan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu 1) menyusun jenis instrumen, 2) validasi pakar, 3) uji coba skala terbatas 4) uji coba skala luas dan 5) implementasi produk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis instrumen yang digunakan di sekolah memiliki tingkatan taksonomi kognitif C1 sampai C2 dan terkadang C3. Instrumen penilaian yang dikembangkan adalah tes essay analisis, lembar aktivitas siswa, dan tes problem solving yang berorientasi pada keterampilan berpikir kritis siswa. Instrumen penilaian yang telah dikembangkan dalam penelitian ini dinyatakan valid dan reliable dan berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa.
Kata kunci: instrumen penilaian, keterampilan berpikir kritis, materi asam basa
ABSTRACT
In order to achieve the national education goals, students are required to have critical thinking skills, especially on abstract lesson such as chemistry. Preliminary research conducted at one of high school in Ambarawa found that the assessment instruments used have not been oriented toward critical thinking skills. The purpose of this study is to investigate the process of developing critical thinking skills assessment instruments, to obtain the innovation critical thinking skills assessment instruments that can measure students' critical thinking skills, and acquire critical thinking skills assessment instruments that meet criteria for valid and reliable. The research is a Research and Development. The procedures are the preliminary stages of research and development stages. Preliminary stages are divided into two, namely the field studies and literature studies. The development stages are divided into several parts, namely 1) develop the type of instrument, 2) validation by expert, 3) a limited scale trial, 4) large-scale trials and 5) implementation of the product. The results of this study indicate that the type of instrument used in schools have cognitive taxonomic level C1 to C2 and sometimes C3. Assessment instruments developed was essay test analysis, student activity sheets, and test-oriented problem solving students' critical thinking skills. Assessment instruments that have been developed in this study is valid and reliable and positive effect on students' cognitive learning outcomes.
Keywords: assessment instruments, critical thinking skills, acid-base materials
Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1381
PENDAHULUAN
Penilaian hasil belajar oleh pendidik
yang dilakukan secara berkesinambungan
bertujuan untuk memantau proses dan
kemajuan belajar siswa serta untuk mening-
katkan efektivitas kegiatan pembelajaran.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendi-
dikan dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi siswa pada semua mata
pelajaran. Penilaian hasil belajar yang
dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk
ujian nasional bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu
(Saptorini, 2012)
Instrumen penilaian merupakan
bagian integral dari suatu proses penilaian
dalam pembelajaran. Penilaian berperan
sebagai program penilaian proses, kema-
juan belajar, dan hasil belajar siswa (Docktor
dan Heller, 2009). Instrumen penilaian
meliputi tes dan sistem penilaian. Instrumen
penilaian dirancang untuk mengetahui
tingkat pemahaman peserta didik setelah
mempelajari suatu kompetensi (Prasasti,
et.al., 2012). Pencapaian tujuan pem-
belajaran kimia yang sebenarnya mem-
butuhkan penggunaan instrumen penilaian
yang tidak hanya mencakup hafalan dan
pemahaman, tetapi juga dibutuhkan
penilaian yang melatih keterampilan berpikir
(Lissa, 2012).
Instrumen penilaian yang dirancang
dengan baik dan sesuai dengan tingkatan
kemampuan berpikir dapat meningkatkan
daya berpikir siswa, khususnya berpikir
kritis. Keterampilan berpikir kritis sangat
penting dilatihkan karena keterampilan
berpikir ini tidak dibawa sejak lahir (Redhana
dan Liliasari, 2008). Pendidikan berpikir di
sekolah saat ini khususnya di SMA belum
ditangani dengan baik sehingga kecakapan
berpikir kritis pada lulusan SMA masih relatif
rendah. Rendahnya keterampilan berpikir
kritis dan kreatif lulusan pada sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi di
Indonesia masih sering dikeluhkan (Reta,
2012).
Hasil wawancara dengan guru kimia
di suatu SMA Negeri di Ambarawa
membuktikan bahwa instrumen penilaian
yang digunakan masih mengukur aspek
hafalan dan pemahaman. Asam basa
merupakan salah satu materi kimia yang
membutuhkan hafalan dan pemahaman,
Materi ini merupakan materi yang sarat
dengan konsep dan berkaitan satu sama
lain untuk mendukung materi selanjutnya
yaitu Hidrolisis, Buffer, dan Ksp, sehingga
perlu penanaman konsep yang utuh dan
benar. Materi ini penting sebagai konsep
awal siswa untuk memahami konsep kimia
pada materi berikutnya. Selain itu, materi
pokok ini dipilih berdasarkan rincian
indikator yang terdapat dalam silabus kimia
KTSP (2006) yakni materi asam basa dapat
memenuhi kesebelas indikator keterampilan
berpikir kritis yang akan dikembangkan
(Purwaningtyas, et.al., 2012). Berdasarkan
hal tersebut, dilakukan penelitian pengem-
bangan instrumen penilaian keterampilan
berpikir kritis siswa pada materi sistem asam
dan basa.
Instrumen penilaian yang dikem-
bangkan dalam penelitian ini adalah
instrumen penilaian yang dapat mengukur
keterampilan berpikir kritis siswa. Instrumen
1382 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389
penilaian ini didesain untuk meningkatkan
keterampilan berpikir siswa. Keterampilan
berpikir siswa dapat dilihat dari jenjang
instrumen penilaian yang diujikan dan
proporsi ketuntasan. Selain itu, instrumen
penilaian keterampilan berpikir kritis materi
asam basa yang disajikan mengangkat
fenomena yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
Penelitian dilakukan di suatu SMA
Negeri di Ambarawa, Kab. Semarang, Jawa
Tengah. Masalah penelitian adalah 1)
bagaimanakah pengembangan instrumen
penilaian keterampilan berpikir kritis siswa,
2) instrumen penilaian berpikir kritis yang
seperti apakah yang dapat mengukur
keterampilan berpikir kritis, dan 3) apakah
instrumen penilaian berpikir kritis yang
dikembangkan telah memenuhi kriteria valid
dan reliabel.
Tujuan penelitian adalah untuk 1)
mengetahui proses pengembangan
instrumen penilaian keterampilan berpikir
kritis, 2) memperoleh inovasi instrumen
penilaian keterampilan berpikir kritis yang
baru yang dapat mengukur keterampilan
berpikir kritis siswa, dan 3) memperoleh
instrumen penilaian keterampilan berpikir
kritis yang dapat mengukur keterampilan
berpikir kritis siswa yang memenuhi kriteria
valid dan reliabel.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di suatu SMAN
di Ambarawa, Kab. Semarang, Jawa
Tengah. Jenis penelitian termasuk Research
and Development (R&D) yaitu penelitian
pengembangan instrumen penilaian kete-
rampilan berpikir kritis. Jenis penelitian R&D
yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada Sugiyono (2010) yang
diadaptasi sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Waktu penelitian dimulai dari
bulan Januari 2014 sampai bulan Maret
2014.
Tahap penelitian ini dibagi menjadi
empat tahap, yaitu tahap pendefinisian,
penyusunan desain, pengembangan, dan
implementasi. Pendefinisian meliputi dua
tahapan yaitu (1) studi lapangan, yang
dilakukan untuk mendapat informasi berupa
jenis instrumen penilaian kimia yang
digunakan disekolah, dan (2) mengkaji
sarana prasarana sekolah, dan proses
pembelajaran kimia. Studi literatur dilakukan
dengan mencari referensi mengenai kriteria
pengembangan keterampilan berpikir kritis
serta indikator-indikator keterampilan
berpikir kritis.
Desain produk diawali dengan
menyusun kisi-kisi soal, menyusun soal,
menyusun kunci jawaban, dan validasi
desain oleh pakar penelitian pendidikan,
pakar keterampilan berpikir kritis, pakar
kimia, dan praktisi lapangan. Setelah
divalidasi, instrumen penilaian mengalami
beberapa kali revisi untuk memperbaiki
instrumen penilaian yang dikembangkan
sehingga layak untuk diujicobakan di kelas
uji coba. Perbaikan dan penyempurnaan
instrumen penilaian dilakukan dengan
arahan, bimbingan serta masukan dari
validator.
Tahap pengembangan dilakukan
dengan uji kualitas instrumen yakni dengan
menguji validitas dan reliabilitas soal di
suatu SMAN di Ambarawa. Instrumen
Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1383
dinyatakan valid oleh pakar dan memiliki
koefisien reliabilitas dan validitas dengan
kategori cukup sampai dengan kategori
tinggi, kemudian diujicobakan pada skala
terbatas yang melibatkan 9 siswa anggota
KIR di SMA tersebut. Hasil uji coba skala
terbatas kemudian direvisi untuk
mendapatkan instrumen penilaian yang
lebih reliabel yang kemudian diujicobakan
pada skala besar di kelas XI IPA 4. Hasil
analisis uji coba skala besar didapatkan
instrumen penilaian final, kemudian
diimplementasikan di kelas XI IPA 3. Semua
sampel diambil secara purposive sampling.
Tahap pendefinisian, diperoleh data
yang meliputi jenis dan kualitas instrumen
penilaian yang digunakan di sekolah, kondisi
sekolah dan proses pembelajaran kimia.
Pada tahap pengembangan, data yang
terkumpul adalah pengaruh implementasi
instrumen penilaian keterampilan berpikir
kritis terhadap hasil belajar dan
ketercapaian efektifitas serta kepraktisan
instrumen penilaian. Data tersebut
dikumpulkan dengan menggunakan
instrumen penelitian yang berupa lembar
validasi pakar, lembar angket, lembar
checklist, lembar aktivitas siswa, tes essay
analisis, dan tes problem solving.
Data kualitatif diolah dengan
menggunakan tenik penjumlahan sederhana
kemudian dilakukan kategorisasi. Validitas
soal tes dihitung dari validasi pakar,
reliabilitas soal tes dengan rumus alpha-
cronbach. Efektifitas instrumen dapat dilihat
dari peningkatan keterampilan berpikir siswa
dihitung dengan rumus t (Sudjana, 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan instrumen penilaian
keterampilan berpikir kritis dalam hal ini
mengacu pada model pengembangan
Sugiyono yang terdiri dari (1) pendefinisian
dengan melakukan studi pendahuluan yang
meliputi studi lapangan dan studi literatur;
(2) desain produk diawali dengan menyusun
kisi-kisi soal, menyusun soal, menyusun
kunci jawaban, dan validasi desain; (3)
pengembangan dimulai dari tahap pra uji
coba, uji coba skala terbatas, dan uji coba
skala luas; (4) implementasi, merupakan
tahapan terakhir sebelum produk
pengembangan dipublikasikan; (5) produk
jadi, setelah dilakukan implementasi, uji
keefektifan, efisien dan revisi akhir, maka
produk siap untuk diproduksi massal dan
dipublikasikan.
Pada tahap pendefinisian didapat-
kan data tentang jenis instrumen penilaian
kimia tepatnya materi asam dan basa di
sekolah, selain itu juga mengukur aspek
hafalan dan pemahaman konsep. Ber-
dasarkan taksonomi kognitif Bloom berada
pada ranah C1 (hafalan) dan C2 (pema-
haman). Kondisi seperti ini tentu tidak lebih
baik untuk melatih keterampilan berpikir
kritis siswa. Jenis soal dengan tingkat
taksonomi Bloom yang rendah tidak mela-
tihkan keterampilan berpikir siswa (Pursi-
tasari dan Permanasari, 2012; Ennis, 1993).
Instrumen pembelajaran yang berorientasi
pada keterampilan berpikir kritis menjadi
penting dikembangkan karena kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekonologi. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari Richmond
(2007) dalam penelitiannya yang menya-
1384 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389
takan bahwa keterampilan berpikir yang baik
dapat menjadi modal kuat bagi siswa di Asia
untuk dapat menghadapi permasalahan
kompleks yang ada pada perkembangan
jaman yang modern. Tuntutan jaman seperti
itu tentu tidak dengan mudah dapat kita
hadapi tanpa melalui proses latihan.
Keterampilan berpikir dapat dikembangkan
melalui suatu pengkondisian untuk berpikir.
Oleh karena itu, dibutuhkan proses latihan
berpikir melalui menjawab soal yang
berorientasi pada keterampilan berpikir kritis
sehingga siswa mampu mengikuti perkem-
bangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Instrumen yang berorientasi pada
keterampilan berpikir dikembangkan ber-
dasarkan data penelitian pendahuluan
tentang instrumen yang ada di lapangan,
karakter siswa, kondisi sekolah, tinjauan dari
penelitian-penelitian yang relevan, dan
tinjauan kebijakan-kebijakan pemerintah
tentang orientasi pendidikan nasional, serta
mempertimbangkan kemajuan ilmu penge-
tahuan, dan teknologi. Instrumen kete-
rampilan berpikir kritis yang dikembangkan
mengadaptasi pada indikator berpikir kritis
Ennis (1985) yang meliputi tes essay
analisis, tes problem solving dan lembar
aktivitas siswa.
Salah satu langkah pada tahap
desain adalah validasi pakar. Validasi yang
dilakukan adalah validitas isi dari instrumen
penilaian. Instrumen keterampilan berpikir
hendaknya memiliki validitas konstruk yang
baik sebelum digunakan (Ennis dan Weir,
1985; Docktor dan Heller, 2009). Oleh
karena itu, validasi pakar menjadi bagian
yang penting untuk memulai pengem-
bangan. Hasil validasi dinyatakan valid
setelah dilakukan revisi pada penulisan dan
keterbacaan yang sesuai dengan Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD), kesesuaian
antara indikator keterampilan berpikir kritis
dengan soal, kesesuaian penggunaan
taksonomi kognitif Bloom pada setiap soal,
ketepatan penggunaan gambar dalam soal,
dan ketepatan penyajian kasus pada soal
problem solving.
Validitas dinyatakan baik dengan
kategori koefisien validitas berkisar antara
valid sampai dengan sangat valid.
Reliabilitas soal berpikir, juga harus diuji dan
hasilnya ada pada kategori tinggi sampai
sangat tinggi. Reliabilitas butir soal pada tes
essay analisis dan tes problem solving
memang sedikit naik turun, hal tersebut
dikarenakan tipe soal yang berorientasi
pada keterampilan berpikir. Instrumen
keterampilan berpikir, bukan hanya mene-
kankan pada pemahaman konsep tetapi
lebih pada aspek sintesis, analisis, dan
evaluasi, sehingga memiliki keajegan yang
relatif rendah (Carson, 2007; Docktor dan
Heller, 2009; Ennis, 1993). Reliabilitas
dengan nilai alpha di atas 0,7 maka
dinyatakan reliabel.
Keterampilan berpikir bukanlah
sebuah hasil belajar instan yang langsung
dapat diukur dengan dua sampai tiga kali
pembelajaran, kemudian dinyatakan baik
ataupun tidak baik. Berdasarkan hasil
penelitian dari (Richmond, 2007; Woolf, et.
al., 2005), menyatakan dibutuhkan sebuah
proses dan latihan yang tidak singkat untuk
dapat mengubah keterampilan berpikir
seseorang. Dalam penelitian, hal ini dapat
dilihat dari peningkatan rerata hasil belajar
keterampilan berpikir kritis seperti ditam-
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1-1000
Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1385
pilkan pada Tabel 1 yakni terjadi
peningkatan rata-rata nilai dan proporsi
ketuntasan pada tes essay analisis pada
materi asam dan basa. Hal tersebut terjadi
karena siswa sudah terbiasa mengerjakan
latihan soal yang berbentuk essay sehingga
nilai siswa lebih baik. Kenaikan rata-rata
nilai dan proporsi ketuntasan pada tes essay
analisis ini dapat diartikan bahwa tes essay
analisis efektif untuk dipergunakan.
Tabel 1. Rerata hasil belajar dan proporsi ketuntasan tahap implementasi
Jenis Tes Rerata Proporsi Ketuntasan
Ulangan harian materi asam basa 72,08 Ulangan tengah semester 71,54 Tes esai analisis 73,42 Tes problem solving 67,28 TEA dan TPS 70,35
Pada tes problem solving, me-
ngalami penurunan rata-rata hasil belajar,
tetapi proporsi ketuntasan menjadi naik,
dapat dilihat pada Tabel 1. Hal tersebut,
dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu
kondisi saat pembelajaran kurang efektif
karena sekolah sedang melakukan
persiapan ujian nasional. Kondisi yang
kurang mendukung dapat mengubah
keterampilan berpikir ke arah negatif atau
penurunan (Miri, et. al., 2007; Liliawati dan
Puspita, 2010). Pada awal pembelajaran,
keterampilan berpikir kritis masih dapat
dikondisikan tetapi saat pembelajaran
memasuki penyelesaian kasus kondisi
sekolah sudah tidak kondusif untuk belajar.
Siswa kurang terlatih dan belum terbiasa
dengan bentuk soal yang menyajikan kasus-
kasus khusus sehingga dibutuhkan cukup
waktu. Membutuhkan waktu yang lama dan
pengetahuan dasar yang kuat untuk melatih
keterampilan menyelesaikan masalah
(Carson, 2007). Oleh karena itu,
diasumsikan bahwa nilai tes problem solving
kurang baik.
Berdasarkan data yang telah dipa-
parkan dalam Tabel 1 diketahui bahwa
instrumen penilaian keterampilan berpikir
kritis dapat meningkatkan proporsi ketun-
tasan belajar siswa. Hal ini disebabkan
karena instrumen penilaian keterampilan
berpikir kritis yang dibuat tidak hanya
menjadikan siswa memahami mengenai
materi asam basa, melainkan siswa dapat
mengetahui mengenai materi asam basa
dalam hal aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari
siswa dapat menemui cuka saat makan
bakso, aspirin yang merupakan asam asetil
salisilat, asam format yang dikeluarkan saat
semut merah menggigit serta sifat kimia
yang terkandung dalam lahan gambut. Dari
fenomena yang telah dijabarkan, melalui
instrumen penilaian keterampilan berpikir
kritis, siswa lebih bisa memahami fenomena
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
dan menghubungkannya dengan proses
kimia. Fenomena yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari disajikan dan dikemas
dalam suatu kasus yang harus diselesaikan
dan dicari solusinya yang dapat dilihat pada
Gambar 1.
1386 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389
Gambar 1. Contoh soal instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis
Spesifikasi instrumen penilaian tes
essay analisis yaitu instrumen mengacu
pada indikator keterampilan berpikir kritis
menurut Ennis (1985), terdiri dari 8 soal
uraian dengan waktu pengerjaan 55 menit,
menggunakan taksonomi kognitif mulai dari
C3 sampai C7. Soal merupakan tes essay
terbuka dan dikerjakan secara mandiri dan
close book. Sedangkan spesifikasi tes
problem solving yaitu instrumen mengacu
pada indikator keterampilan berpikir kritis
menurut Ennis (1985), yang terdiri dari 4
soal dengan waktu pengerjaan 35 menit,
menggunakan taksonomi kognitif dari C5
sampai C6. Soal ini berupa penyajian kasus
kontekstual terkait konsep kimia dan
dikerjakan mandiri dan close book.
Spesifikasi soal tes essay analisis dan tes
problem solving hampir sama, tetapi tetap
terdapat perberbedaan. Pada tes essay
analisis, siswa lebih ditekankan pada
kemampuan menganalisis uraian soal yang
disajikan, sedangkan pada tes problem
solving, siswa dilatih untuk menyelesaikan
masalah disertai solusi dari masalah
tersebut.
Instrumen yang digunakan untuk
menilai keterampilan berpikir kritis dan pe-
mecahan masalah hendaknya berpedoman
pada pengetahuan dasar. Dalam menye-
lesaikan masalah proses berpikir lebih
penting daripada pengetahuan yang dimiliki,
meskipun begitu pengetahuan dasar juga
merupakan faktor yang tidak kalah penting
dalam menyelesaikan suatu masalah
(Carson, 2007). Oleh karena itu, pengem-
bangan instrumen keterampilan berpikir
kritis dilakukan tanpa menyampingkan
konsep.
Pengaruh penerapan instrumen
penilaian keterampilan berpikir kritis terha-
dap hasil belajar kognitif dinyatakan positif
Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1387
atau signifikan. Pengaruh positif diartikan
bahwa penerapan instrumen penilaian dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Pengaruh
terbesar pada tes essay analisis dan
pengaruh terendah pada tes problem
solving. Pengaruh keterampilan berpikir
kritis terhadap hasil belajar ternyata tidak
begitu besar, ini diartikan bahwa tidak hanya
keterampilan berpikir kritis saja yang
mempengaruhi hasil belajar siswa, namun
terdapat faktor lain yang mempengaruhi
hasil belajar, diantaranya kondisi keluarga,
ekonomi, budaya, multibudaya dan
sosioteknologi (Kuswana, 2011). Selain itu,
dapat berpengaruh juga seperti strategi
mengajar guru, sarana dan pra sarana
sekolah, serta lingkungan sekitar sekolah.
Penelitian ini tidak hanya mengukur
kemampuan pada ranah kognitif, tetapi juga
mengukur kemampuan pada ranah
psikomotorik siswa dengan mengamati
aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung. Aktivitas siswa di kelas diamati
melalui lembar observasi aktivitas siswa.
Lembar aktivitas siswa ranah psikomotorik
dalam penelitian ini telah dianalisis validitas
dan reliabilitasnya. Validitas lembar
observasi dilakukan oleh dosen pembimbing
dan pakar keterampilan berpikir kritis.
Reliabilitas dihitung menggunakan alpha
croncabch. Dalam penelitian ini, reliabilitas
lembar observasi aktivitas siswa ranah
psikomotorik sebesar 0,805 dan dinyatakan
reliabel.
Pengamatan ranah psikomotorik
dilakukan oleh masing-masing tiga penga-
mat yaitu peneliti, mahasiswa kimia UNNES,
dan guru kimia di SMA tempat penelitian
dilaksanakan. Skor yang didapat oleh siswa
dari ketiga pengamat kemudian dicari nilai
rata-ratanya. Skor siswa yang didapat kemu-
dian dikategorikan berdasarkan rentang
yang telah ditentukan. Terdapat 10 aspek
yang dinilai pada ranah psikomotorik yang
berkaitan dengan keterampilan berpikir
kritis. Aktivitas siswa selama pembelajaran
teramati pada Tabel 2, sedangkan hasil
belajar psikomotorik siswa dapat dilihat pada
Tabel 3. Berdasarkan Tabel 2 dijelaskan
kecenderungan siswa pada awal pem-
belajaran masih belum terbiasa dengan
aktivitas keterampilan berpikir kritis namun
setelah tiga kali pertemuan ada kemajuan.
Hal ini ditunjukkan dari proporsi kategori
tinggi yang meningkat.
Tabel 2. Aktivitas siswa selama pembelajaran
Pertemuan Kategori Banyak Siswa Proporsi
1 Tinggi 2 Cukup 32 Kurang 6
3 Tinggi 21 Cukup 19 Kurang - -
Kepraktisan instrumen keterampilan
berpikir kritis diukur dengan menggunakan
angket respon siswa dan guru. Hasil respon
siswa dapat dilihat pada Tabel 3 yang
menyatakan respon positif lebih dari 70%.
Instrumen keterampilan berpikir kritis itu
1388 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1380-1389
praktis digunakan dan pembelajaran yang
dilakukan dalam penelitian diterima oleh
siswa (Hobri, 2009).Beberapa siswa bahkan
mengusulkan pada guru kimianya untuk
digunakan tipe soal keterampilan berpikir
kritis pada materi kimia yang lain.
Tabel 3. Respon Siswa Terhadap Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Kategori Banyak Siswa Proporsi
Sangat Tinggi 2 Tinggi 27 Cukup 9 Rendah 2
Penyusunan produk instrumen penilaian
keterampilan berpikir kritis ini memiliki
keterbatasan, diantaranya jenis instrumen
yang dikembangkan hanya menggunakan
dua jenis keterampilan yaitu analisis dan
cara menyelesaikan masalah. Keterbatasan
kedua pada penggunaan indikator berpikir
kritis dan penyelesaian masalah, tidak
menggunakan semua indikator namun
hanya diambil indikator yang sesuai dengan
penelitian, dan jenis instrumen yang
dikembangkan masih pada jenis essay
sehingga masih menimbulkan kesan pada
siswa tes seperti layaknya biasa.
SIMPULAN
Instrumen baku yang digunakan di
suatu SMA Negeri di Ambarawa mengukur
aspek hafalan dan pemahamanyang berada
pada ranah kognitif Bloom tingkat C1–C3,
dengan intensitas pengeluaran C3 masih
jarang digunakan. Pengembangan
instrumen dilakukan berdasarkan data
penelitian pendefinisian, penelitian relevan,
dan teori yang mendukung. Instrumen yang
dikembangkan adalah tes essay analisis, tes
problem solving, dan lembar aktivitas siswa.
Nilai validitas dari instrumen penelitian yang
berupa tes dan non-tes dinyatakan valid.
Nilai reliabilitas dari tes dan non-tes juga
dinyatakan reliable sebelum digunakan.
Keterampilan berpikir kritis terbukti memiliki
pengaruh positif terhadap capaian hasil
belajar. Instrumen dinyatakan praktis
dengan respon positif dari guru dan siswa
yang lebih dari 70%.
DAFTAR PUSTAKA
Carson, J., 2007, A Problem With Problem Solving: Teaching Thinking Without Teaching Knowledge, The Mathematics Educator, Vol 17, No 2, Hal: 7-14.
Docktor, J. dan Heller, K., 2009, Robust Assessment Instrument for Student Problem Solving, Prosiding the NARST 2009 Annual Meeting, Minnesota university.
Ennis, R. H., 1993. Critical Thinking Assessment, Journal College of Education The Ohio State University, Vol 32, No 3, Hal: 179-186.
Ennis, R. H. dan Weir, E., 1985, The Ennis Weir Critical Thinking Essay Test, Pacific Grove, CA: Midwest Publication.
Hobri, 2009, Metode Penelitian Pengembangan (Developmental Research), Diunduh di http://Hobri.blog.ujec.co.id/ tanggal 20 Januari 2014.
Kuswana, W.S., 2011, Taksonomiberpikir, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nunung Fika Amalia dan Endang Susilaningsih, Pengembangan Instrumen…. 1389
Liliawati, W. dan Puspita, E., 2010, Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa, Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010, Bandung.
Lissa, 2012, Pengembangan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Materi Sistem Respirasi Dan Ekskresi, Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan, Vol 41, No 1, Hal: 27-32.
Miri, B., David, B.C. dan Uri, Z., 2007, Purposely Teaching for the Promotion of Higher-Order Thinking Skills: a Case of Critical Thinking, Research Science Education, Vol 37, No 1, Hal: 353-369.
Prasasti, Y. R., Suyono dan Basuki, I. A., 2012, Pengembangan Instrumen Asesmen Berpikir Kritis melalui Membaca untuk Siswa SD/MI, Jurnal Universitas Negeri Malang, Vol 48, No 2, Hal:1-12.
Pursitasari, I. D. dan Permanasari. A., 2012, Analisis Pemahaman Konsep dan Kesulitan Mahasiswa untuk Pengembangan Program Perkuliahan Dasar-Dasar Kimia Analitik Berbasis Problem Solving, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, Vol 1, No 1, Hal: 98-101.
Purwaningtyas, R., Ashadi dan Suparmi, 2012, Pembelajaran Kimia Menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dengan Metode Proyek dan Metode Eksperimen Ditinjau dari Kreativitas dan Kemampuan Berpikir Kritis, Jurnal Inkuiri, Vol 1, No 1, Hal: 1-9.
Redhana, I. W. dan Liliasari, 2008, Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA, Jurnal Forum
Kependidikan, Vol 27, No 2, Hal:103-112.
Reta, I. K., 2012, Pengaruh Model Pembelajran Berbasis Masalah terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa, Jurnal Pendidikan, Vol 26, No 1, Hal: 1-16.
Richmond, J.E.D., 2007, Bringing Critical Thinking to the Education of Developing Country Professionals, Journal International Education, Vol 8, No 1, Hal: 1-29.
Saptorini, 2012, Strategi Pembelajaran Kimia, Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Sudjana, 2005, Metoda Statistika Edisi 6, Bandung: Tarsito.
Woolf, B. P., Murray, T., Marshall, D., Dragon, T., Kohler, K., Mattingly, M., Bruno, M., Murray, D, dan Sammons, J., 2005, Critical Thinking Environments for Science Education, Prosiding International Conference
1390 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397
PENERAPAN PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
Ria Rahmawati*, Sri Haryani dan Kasmui
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035
E-mail : [email protected]
ABSTRAK Selama ini praktikum yang berlangsung di sekolah masih bersifat verifikasi, hanya
membuktikan konsep atau prinsip yang telah dipelajari sebelumnya sehingga mengakibatkan keterampilan proses sains tidak berkembang. Oleh karena diperlukan strategi pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa yakni metode praktikum berbasis inkuiri. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi peningkatan keterampilan proses sains siswa kelas X setelah menerapkan praktikum berbasis inkuiri materi hidrokarbon. Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dengan control group pretest-posttest desain. Keterampilan proses sains diukur menggunakan tes tertulis dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan nilai KPS kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Pengukuran melalui tes diperoleh peningkatan tertinggi di kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator meramalkan, sedangkan peningkatan terendah di kelas eksperimen pada indikator hipotesis dan kelas kontrol pada indikator hipotesis. Melalui metode observasi KPS, diperoleh peningkatan tertinggi di kelas eksperimen pada indikator mengamati dan kelas kontrol pada indikator komunikasi, sedangkan peningkatan terendah di kelas eksperimen pada indikator mengajukan pertanyaan dan kelas kontrol pada indikator klasifikasi. Hasil penelitian KPS kelas eksperimen meningkat lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap pembelajaran praktikum berbasis inkuiri pada materi Hidrokarbon karena memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif, dan meningkatkan motivasi siswa. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa praktikum berbasis inkuiri dapat meningkatkan KPS siswa. Kata Kunci: inkuiri, keterampilan proses sains, praktikum
ABSTRACT
Practicum taken place in schools is still verification, just to prove a concept or principle that has been previously studied, resulting in not developing science process skills. Therefore, learning strategy is required to improve the students' science process skills by inquiry-based lab methods. This study aimed to obtain information science process skills improvement class X after applying the inquiry-based lab hydrocarbon material. The study used a quasi-experimental method with a pretest-posttest control group design. Science process skills were measured using written tests and observation. The results show the value of KPS experimental class better than the control class. Measurements obtained by testing the highest increase in the experimental class and control class in predicting indicators, while the lowest increase in the experimental class and control class hypotheses indicator on the indicator hypothesis. Through observation of KPS, obtained the highest increase in the experimental class and control class observing indicators on communication indicator, while the lowest increase in the experimental class on asking questions and the control class on classification indicator. The results of KPS showed the increase of experimental class higher than the control class. Students give positive response to the inquiry-based learning lab at the hydrocarbon material because it gives students the chance to participate actively, and increase student motivation. Based on studies, it concluded that lab-based inquiry can improve the students' KPS. Keywords: inquiry, science process skills, practicum
Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1391
PENDAHULUAN
Kimia merupakan mata pelajaran
yang harus dilaksanakan dengan pem-
belajaran yang dapat melibatkan ke-
terampilan dan penalaran siswa, sehingga
siswa memperoleh pengetahuan secara
utuh dengan melihat kimia sebagai proses
(kerja ilmiah) dan produk (fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip) (BSNP,
2006). Salah satu tujuan pembelajaran kimia
dalam KTSP adalah memperoleh penga-
laman dalam menerapkan metode ilmiah
melalui percobaan. Siswa melakukan
pengujian hipotesis dengan merancang
percobaan melalui pemasangan instrumen,
pengambilan, pengolahan dan penafsiran
data, serta menyampaikan hasil percobaan
secara lisan dan tertulis. Sesuai dengan
tujuan tersebut dalam pembelajaran kimia
perlu dikembangkan keterampilan proses
sains dalam siswa memperoleh penge-
tahuan, maupun pengembangan keteram-
pilan, dan sikap.
Keterampilan proses sains meru-
pakan keterampilan-keterampilan fisik dan
mental yang dimiliki oleh para ilmuwan
untuk memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan (Semiawan, et al., 1992).
Selain itu, keterampilan proses sains juga
melibatkan keterampilan - keterampilan in-
telektual, manual, dan sosial yang digu-
nakan siswa dalam proses pembelajaran
(Rustaman, et al., 2005). Keterampilan
proses sains diantaranya mengamati,
merumuskan hipotesis, melakukan per-
cobaan, merencanakan penelitian, me-
ngendalikan variabel, menafsirkan data,
inferensi, memprediksi, menerapkan, dan
mengkomunikasikan hasil-hasilnya. Kete-
rampilan-keterampilan tersebut melibatkan
peran aktif siswa dalam pembelajaran
(Haryono, 2006).
Pada kenyataannya, kegiatan pem-
belajaran kimia di suatu SMA N di Grabag
masih belum melibatkan siswa sebagai
subjek belajar yang aktif dan pelaksanaan
praktikum yang berlangsung masih bersifat
verifikasi karena hanya membuktikan kon-
sep atau prinsip yang telah dipelajari siswa
sebelumnya sehingga mengakibatkan
keterampilan proses sains siswa tidak
berkembang (Haryani, 2008). Berkenaan
dengan permasalahan tersebut diperlukan
strategi pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan keterampilan proses sains
siswa. Salah satunya adalah pem-belajaran
dengan menggunakan metode praktikum
berbasis inkuiri. Metode praktikum paling
tepat digunakan untuk merealisasikan
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri
dan pembelajaran dengan metode prakti-
kum dapat memperkaya pengalaman,
mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil
belajar akan bertahan lama dalam ingatan
siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih
bermakna (Rustaman, et al., 2005).
Pembelajaran menjadi lebih bermakna
hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri
pengetahuannya dan belajar lebih bermakna
sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang
bersifat ilmiah (Dahar, 1996).
Pembelajaran berbasis inkuiri
mengharuskan siswa aktif mengumpulkan
ide-ide untuk menciptakan pengetahuan
dengan sendirinya (Khan dan Iqbal, 2010).
Pembelajaran menggunakan metode prak-
tikum berbasis inkuiri menekankan aktivitas
1392 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397
siswa secara maksimal menggunakan
seluruh panca indra siswa untuk mencari
atau menemukan jawaban sendiri dari
sesuatu yang dipertanyakan sehingga siswa
akan terlibat secara langsung dapat
memecahkan masalah yang diberikan guru
(Hussain, 2011). Hal tersebut dapat
berdampak pada peningkatan keterampilan
proses sains siswa.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini antara lain (1) Apakah penerapan
praktikum berbasisi inkuiri dapat
meningkatan keterampilan proses sains
siswa kelas X materi Hidrokarbon?; (2)
Apakah penerapan praktikum berbasis
inkuiri dapat meningkatkan pemahaman
konsep siswa kelas X materi hidrokarbon?;
(3) Bagaimana tanggapan siswa terhadap
pembelajaran hidrokarbon dengan
penerapan praktikum berbasis inkuiri?
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan keterampilan
proses sains dan pemahaman konsep siswa
setelah diterapkan praktikum berbasis inkuiri
serta untuk mengetahui tanggapan siswa
terhadap pembelajaran praktikum berbasis
inkuiri.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di suatu SMA
di Grabag pada materi Hidrokarbon.
Penelitian menggunakan metode kuasi
eksperimen dengan control group pretest-
posttest desain (Suharsimi, 2006). Subyek
penelitian meliputi seluruh siswa kelas X.
Pengambilan sampel dengan teknik cluster
random sampling (Sugiyono, 2010). Sampel
diperoleh dua kelas yaitu kelas X3 sebagai
kelas eksperimen dan kelas X4 sebagai
kelas kontrol. Variabel bebas penelitian
adalah metode pembelajaran yang
digunakan. Kelas eksperimen menerapkan
praktikum berbasis inkuiri, sedangkan kelas
kontrol menerapkan praktikum verifikasi.
Variabel terikat penelitian ini meliputi
keterampilan proses sains dan pemahaman
konsep siswa. Variabel kontrol dalam
penelitian ini adalah alokasi waktu dan
materi pelajaran yang sama.
Metode pengumpulan data penelitian
ini menggunakan dokumentasi, tes,
observasi, dan angket. Penilaian
keterampilan proses sains menggunakan
metode tes pilihan ganda dan observasi
(Firman, 2000), sedangkan pemahaman
konsep menggunakan tes pilihan ganda.
Data penelitian diperoleh dari hasil pretest
dan posttest keterampilan proses sains,
pemahaman konsep, dan skor observasi.
Indikator keterampilan proses sains yang
dinilai dalam penelitian yaitu mengamati,
mengklasifikasi, meramalkan, menafsirkan,
mengajukan pertanyaan, hipotesis, meren-
canakan percobaan, menggunakan alat/
bahan, komunikasi, dan menerapkan
konsep. Uji hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini diantaranya uji t-test dan N-
gain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator keterampilan proses sains
yang diukur meliputi mengamati, klasifikasi,
meramalkan, mengajukan pertanyaan, hipo-
tesis, menafsirkan, merencanakan per-
cobaan, menggunakan alat/bahan, komuni-
kasi, dan menerapkan konsep. Gambar 1
79
Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1393
menunjukkan hasil penilaian keterampilan
proses sains yang diperoleh dari skor rata-
rata pretes, postes dan N-gain siswa antara
kelas eskperimen dan kelas kontrol.
Gambar 1. Peningkatan nilai rata-rata keterampilan proses sains kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Gambar 1 menunjukkan keterampilan
proses sains kelas eksperimen meningkat
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Nilai rata-
rata N-gain keterampilan proses sains kelas
eksperimen sebesar 62 dan kelas kontrol
sebesar 46. Kedua kelas menunjukkan
peningkatan pada kategori sedang tetapi
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa praktikum berbasis inkuiri ini dapat
menggali keterampilan proses sains karena
siswa diarahkan dengan langkah-langkah
inkuiri yaitu mencari informasi, meren-
canakan percobaan, dan melaksanakan
praktikum secara langsung untuk
menemukan jawaban kemudian menghu-
bungkannya dengan materi, sehingga siswa
menemukan konsep dari hasil praktikum
(Dwiyanti dan Siswaningsih, 2005).
Hasil uji t-test dari data postes
diperoleh thitung sebesar 5,51 dengan taraf
signifikasi 5% dan derajat kebebasan
sebesar 57. Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata keterampilan proses sains siswa
pada kelas eksperimen lebih baik daripada
kelas kontrol. Berdasarkan hasil uji N-gain
dan t-test maka dapat dikatakan bahwa
secara keseluruhan keterampilan proses
sains kelas eksperimen meningkat lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini
karena siswa kelas eksperimen diarahkan
untuk menganalisis suatu permasalahan,
baik masalah yang diberikan oleh guru atau
siswa sendiri dalam melakukan percobaan
sehingga meningkatkan aktivitas siswa
(Ambarsari, et al., 2013). Siswa terdorong
aktif menggali keterampilan proses sains
sehingga menjadi pribadi yang aktif,
terampil, dan mandiri dalam memecahkan
masalah (Haryani, 2008).
Penilaian keterampilan proses sains
juga dilakukan dengan menggunakan
lembar observasi. Indikator yang diobservasi
adalah mengamati, klasifikasi, meramalkan,
mengajukan pertanyaan, hipotesis, me-
nafsirkan, merencanakan percobaan, meng-
gunakan alat/ bahan, komunikasi, dan
menerapkan konsep. Hasil uji N-gain
1394 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397
diperoleh bahwa setiap indikator keterampil-
an proses sains pada kelas eksperimen
mengalami peningkatan lebih tinggi di-
bandingkan kelas kontrol. Peningkatan
tertinggi pada kelas eksperimen tercapai
pada indikator mengamati, sedangkan pe-
ningkatan terendah terdapat pada indikator
meramalkan. Peningkatan tertinggi kelas
kontrol pada indikator komunikasi dan pe-
ningkatan terendah pada indikator klasifi-
kasi. Pada kelas eksperimen terdapat 3
indikator yang mengalami peningkatan ka-
tegori tinggi yaitu mengamati, menggunakan
alat/ bahan, dan komunikasi, sedangkan
kelas kontrol peningkatan indikator tertinggi
dalam kategori sedang. Gambar 2
menunjukkan peningkatan masing-masing
indikator keterampilan proses sains siswa.
Gambar 2. Peningkatan masing-masing indikator keterampilan proses sains
Peningkatan tertinggi kelas eksperi-
men pada indikator mengamati termasuk
dalam kategori tinggi karena siswa secara
maksimal dalam melakukan pengamatan
selama percobaan yakni dengan meng-
gunakan banyak indra. Selain itu, dengan
menggunakan praktikum inkuiri siswa lebih
teliti dalam mengamati semua gejala yang
terjadi untuk mendapatkan data pengamat-
an yang akan dianalisis agar dapat ditarik
kesimpulan (Kurnia, 2011). Indikator
terendah terjadi pada indikator mengajukan
pertanyaan karena pada saat diskusi hasil
percobaan siswa adalah melakukan diskusi
sendiri dengan kelompok masing-masing
untuk mempersiapkan presentasi meng-
akibatkan siswa kurang memperhatikan pre-
sentasi kelompok lain. Selain indikator
mengamati, indikator menggunakan alat/
bahan dan komunikasi mengalami pe-
ningkatan menjadi kategori tinggi karena
siswa kelas eksperimen telah merencana-
kan praktikum sebelumnya sehingga ada
kesempatan untuk menanyakan terlebih
dahulu kepada guru mengenai kegunaan
alat-alat yang belum diketahui dan informasi
data yang harus dilaporkan siswa (Prasetya
dan Haryani, 2007). Praktikum berbasis
inkuiri ini dapat meningkatkan rasa ingin
tahu siswa mengenai kegunaan alat dan
Keterangan: 1. Klasifikasi 6. Merencanakan Percobaan 2. Hipotesis 7. Menggunakan Alat/Bahan 3. Meramalkan 8. Mengamati 4. Mengajukan Pertanyaan 9. Komunikasi 5. Menafsirkan 10. Menerapkan Konsep
1. Eksperimen
2. Kontrol
Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1395
mengakibatkan siswa menjadi lebih siap
dalam melakukan praktikum sehingga
menunjukkan adanya keterkaitan masing-
masing indikator keterampilan proses sains
(Haryani, 2007).
Uji N-gain terhadap pemahaman
konsep pada kelas eksperimen meng-
hasilkan angka sebesar 76, sedangkan
kelas kontrol sebesar 70, meskipun kedua-
nya dalam kategori tinggi tetapi N-gain
kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
N-gain kelas kontrol. Hal ini sama dengan
hasil uji t-test nilai posttest pemahaman
konsep siswa diperoleh thitung 2,64 dengan
taraf signifikasi 5% dan derajat kebebasan
sebesar 57 menunjukkan bahwa rata-rata
nilai pemahaman konsep siswa kelas
eksperimen lebih baik dibandingkan dengan
kelas kontrol. Hasil analisis kedua uji dapat
membuktikan bahwa penerapan praktikum
berbasis inkuiri dapat meningkatkan pe-
mahaman konsep siswa materi hidrokarbon,
karena pencarian pengetahuan yang
melibatkan siswa mengakibatkan siswa
dapat membangun konsep ke dalam
pikirannya (Ango, 2002). Kegiatan pem-
belajaran inkuiri dalam penelitian ini sangat
melibatkan siswa secara aktif sehingga
siswa mampu menangkap keteraturan pola-
pola materi kemudian dapat menginter-
presentasikan materi ke dalam bentuk lain
(Nirmalasasi, 2011). Gambar 3 menunjukan
nilai pretest, posttest, dan N-gain pe-
mahaman konsep siswa kelas eksperimen
dan kontrol.
Gambar 3. Peningkatan rata-rata pretest dan postest pemahaman konsep kelas eksperimen dan kontrol
Gambar 3 menunjukkan bahwa kelas
eksperimen lebih baik dibandingkan dengan
kelas kontrol. Hal ini dikarenakan praktikum
berbasis inkuiri memungkinkan siswa terlatih
dengan keterampilan proses sainsnya se-
hingga membuat siswa termotivasi untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalah-
an baru dan siswa akan semakin tertarik
mendalami konsep materi yang dipelajari
(Odja dan Rahandra, 2010). Penerapan
praktikum berbasis inkuiri menyebabkan
siswa lebih banyak mengumpulkan infor-
masi-informasi baru dan siswa lebih banyak
memperoleh pengalaman-pengalaman baru
karena berpartisipasi langsung dalam
pembelajaran dalam hal mengajukan perta-
1396 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1390-1397
nyaan, menyusun hipotesis, mengumpulkan
dan menganalisis data merupakan tahapan
dari inkuiri (Kholifudin, 2012).
Angket diberikan kepada siswa untuk
mengetahui seberapa jauh tanggapan
siswa. Dalam hal ini terdapat dua aspek
yaitu mengenai ketertarikan siswa terhadap
pelajaran kimia dan tanggapan siswa
mengenai penerapan praktikum berbasis
inkuiri. Hasil penyebaran angket didapatkan
bahwa 26 dari 29 siswa lebih suka pelajaran
kimia daripada pelajaran lain, 23 dari 29
siswa merasa bahwa kimia merupakan
pelajaran yang menyenangkan, serta 17 dari
29 siswa mengetahui kimia bermanfaat bagi
kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat bahwa
sebagian besar siswa tertarik dengan
pelajaran kimia. Hasil penyebaran tang-
gapan siswa terhadap penerapan praktikum
berbasis inkuiri menunjukkan 20 dari 29
siswa senang dan tertarik, 22 dari 29 siswa
merasa lebih mudah memahami materi, 23
dari 29 siswa merasa rasa ingin tahu siswa
menjadi meningkat, 28 dari 29 siswa lebih
berani mengungkapkan pendapat, 27 dari
29 siswa lebih termotivasi terhadap
pembelajaran, 25 dari 29 siswa dapat
berinteraksi dan sharing, dan 23 dari 29
siswa lebih senang pembelajaran kimia
dengan penerapan praktikum berbasis
inkuiri.
Berdasarkan data penyebaran me-
nunjukkan bahwa siswa memberikan
tanggapan positif terhadap pembelajaran
pratikum berbasis inkuiri. Pembelajaran
praktikum berbasis inkuiri memberikan ke-
sempatan kepada siswa untuk berpartisipasi
aktif selama proses pem-belajaran karena
dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa,
serta mendorong siswa untuk bertanya
ataupun berpendapat (Kholifudin, 2012).
SIMPULAN
Penerapan praktikum berbasis
inkuiri dapat meningkatkan keterampilan
proses sains sekaligus pemahaman konsep
materi hidrokarbon siswa kelas X. Pening-
katan keterampilan proses sains kelas
eksperimen sebesar 62 dengan peningkatan
tertinggi pada indikator mengamati, meng-
gunakan alat/bahan, dan ko-munikasi dalam
kategori tinggi. Peningkatan keterampilan
proses sains siswa kelas kontrol sebesar 46
dengan peningkatan tertinggi pada indikator
mengamati dan komunikasi dalam kategori
sedang. Peningkatan pemahaman konsep
siswa kelas eksperimen sebesar 76 dan
kelas kontrol sebesar 70. Siswa memberi-
kan tanggapan positif terhadap penerapan
praktikum berbasis inkuiri yang memberikan
kesempatan kepada siswa berpartisipasi
langsung dalam pembelajaran sehingga
dapat menarik dan memotivasi siswa untuk
belajar kimia materi hidrokarbon.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari, W., Santosa, S., dan Maridi,
2013, Penerapan Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing terhadap
Keterampilan Proses Sains Dasar
pada Pelajaran Biologi Siswa
Kelas X SMP Negeri 7 Surakarta,
Jurnal Pendidikan Biologi, Vol 5,
No 1, Hal: 81-91.
Ango, M. L., 2002, Mastery of Science
Process Skills and Their Effective
use in The Teaching of Science,
Ria Rahmawati, dkk, Penerapan Praktikum Berbasis …. 1397
International Journal of Educology,
Vol 16, No 1, Hal: 11-30.
BSNP, 2006, Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Dahar, R. W., 1996, Teori-Teori Belajar,
Jakarta: Erlangga.
Dwiyanti, G. dan Siswaningsih, W., 2005,
Keterampilan Proses Sain Siswa
SMU Kelas II pada Pembelajaran
Kesetimbangan Kimia melalui
Metode Praktikum, Laporan
Penelitian FPMIPA UPI, Bandung:
UPI.
Firman, H., 2000, Penilaian Hasil Belajar
dalam Pengajaran Kimia, Jakarta:
FPMIPA UPI.
Haryani, S., 2007, Pemberian Penugasan
Perencanaan Percobaan pada
Praktikum Kimia Dasar, untuk
Meningkatkan Ketrampilan Proses
Sains Mahasiswa, Makalah
dipresentasikan pada Seminar
Nasional Kimia dan Pendidikan
Kimia, Unnes Semarang, 26
November 2007.
Haryono, 2006, Model Pembelajaran
Berbasis Peningkatan Keteram-
pilan Proses Sains, Jurnal Pen-
didikan Dasar Fakultas Ilmu
Pendidikan Pascasarjana UNNES,
Vol 7, No 1, Hal: 1-13.
Hussain, A., Azeem, M., dan Shakoor, A.,
2011, Physic Teaching Methods:
Scientific Inquiry vs Traditional
Lecture, International Journal of
Humanisties and Social Science,
Vol 1, No 19, Hal: 269-276.
Khan, M. dan Iqbal, M., 2010, Effect of
Inquiry Lab Teaching Method on
The Development of Scientific Skill
Through The Teaching of Biology
in Pakistan, Journal Strength for
Today and Bright Hope for
Tomorrow, Vol 11, No 1, Hal: 169-
178.
Kholifudin, Y., 2012, Pembelajaran Fisika
dengan Inkuiri Terbimbing melalui
Metode Eksperimen dan
Demonstrasi Ditinjau dari Gaya
Belajar Siswa, Prosiding
Pertemuan Ilmiah XXVI HFI Jateng
dan DIY, Purworejo: SMA 2
Kebumen.
Kurnia, E. 2011, Analisis Keterampilan
Proses Sains Siswa SMA Pada
Pembelajaran Sistem Koloid
Menggunakan Metode Praktikum
Berbasis Masalah, Skripsi,
Bandung: FPMIPA UPI.
Nirmalasasi, M., 2011, Pengembangan
Model Memorization Learning
dalam Meningkatkan Pemahaman
Peserta Didik pada Pelajaran
Kimia SMA, Jurnal Pendidikan
UPI, Vol 2, No 1, Hal: 1-15.
Odja, A. dan Rahandra, P., 2010, Pem-
belajaran Berbasis Inkuiri untuk
Meningkatkan Keterampilan Pro-
ses Siswa, Jurnal FMIPA, Vol 3,
No 4, Hal: 56-68.
Prasetya, A. T. dan Haryani, S., 2007,
Pendekatan Tutorial sebagai
Upaya Meningkatkan Keterampilan
Penggunaan Peralatan Kimia bagi
Mahasiswa Semester II Jurusan
Kimia FMIPA Unnes, Jurnal
Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 1,
No 1, Hal: 1-10.
Rustaman, N. Y., Dirdjosoemarto, S.,
Yudiyanto, A., Achmad, Y.,
Subekti., Rochintaniawati, D., dan
Nurjhan, M., 2005, Strategi Belajar
Mengajar Biologi, Bandung: UM
Pres.
Semiawan, C. A., Tahyong, F., Belen, S.,
Matahalemual, Y., dan Suselo-
ardjo, W., 1992, Pendekatan
Keterampilan Proses, Jakarta:
Gramedia.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R dan D, Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi, A., 2006, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Bumi Aksara.
1398 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408
KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS
BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA PADA PEMBELAJARAN KIMIA
Tresnoningtias Mutiara Anisa*, Kasmadi Imam Supardi, Dan Sri Mantini Rahayu Sedyawati
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035 E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pendekatan keterampilan proses sains diperlukan dalam pembelajaran kimia yang efektif. Ini dapat dilakukan dengan bantuan media belajar siswa seperti lembar kerja siswa berperan bagi pengembangan kemandirian siswa, keterampilan afektif, kognitif, dan psikomotorik serta kemampuan pribadi siswa yang selanjutnya diterapkan dan dikembangkan dalam kelompok terutama pada pelaksanaan praktikum. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan pembelajaran kimia dengan pendekatan keterampilan proses sains berbantuan lembar kerja siswa yang diterapkan pada KBM di suatu SMA N di Pemalang. Desain penelitian ini adalah pretest and posttest control group design. Sampel dipilih dengan teknik cluster random sampling, dengan kelas eksperimen menggunakan pendekatan keterampilan proses sains berbantuan lembar kerja siswa sedangkan kelas kontrol pembelajaran tanpa pendekatan keterampilan proses sains. Analisis data menggunakan uji perbedaan rata-rata pihak kiri dan t-test, hasil belajar kognitif dianalisis dengan statistika parametrik, sedangkan pada aspek afektif, psikomotor dan keterampilan proses sains, dianalisis secara deskriptif. Keefektifan perlakuan penelitian diketahui dengan menggunakan analisis uji gain terhadap hasil belajar kognitif yaitu pretest dan posttest siswa. Hasil analisis uji gain kelas eksperimen sebesar 0,79 dengan kriteria tinggi yang menunjukkan tingkat kepahaman siswa berbeda secara signifikan (tinggi). Kesimpulan penelitian ini yaitu pendekatan keterampilan proses sains berbantuan LKS efektif terhadap hasil belajar siswa dengan pencapaian ketuntasan belajar klasikal 86,09 %.
Kata kunci: keefektifan pembelajaran, keterampilan proses sains, lembar kerja siswa
ABSTRACT
Science process skills approach needed in effective chemistry learning. This can be done with the help of student learning media such as student worksheets which contribute to the development of students' independence, skills, affective, cognitive, and psychomotor and personal abilities of students and further developed in the group, especially on the practical implementation. This study aims to determine the effectiveness of the chemistry teaching science process skills approach with worksheets assisted that is applied to the teaching process of SMA N in Pemalang. The study design was a pretest and posttest control group. Samples were choosen by cluster random sampling technique, so the experimental class using science process skills approach aided student worksheets while the control class without learning science process skills approach. Data analysis used the left-mean difference test and t-test, cognitive learning outcomes were analyzed with statistical parametric, whereas the affective aspect, psychomotor and science process skills, were analyzed descriptively. The effectiveness of treatment is known from the results of gain test that using student’s pretest and posttest data. The gain results of the analysis of cognitive test is 0.79 for experimental class with a high criterion that indicates the level of understanding students are significantly different (high). The conclusion of this research is science process skills approach aided worksheets effectively to the achievement of student learning outcomes with classical learning completeness 86.09%.
Keywords: learning effectiveness, science process skills, student worksheets
Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1399
PENDAHULUAN
merupakan salah satu bidang disi-
plin ilmu sains yang diajarkan pada siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam
proses pembelajaran sains di sekolah,
sebaiknya pengembangan konsep dan ilmu
juga memperhatikan pengembangan nilai
dan sikap siswa disamping perkembangan
teori dan isi materi terutama dalam per-
kembangan ilmu kimia. Pengembangan nilai
dan sikap yang diperhatikan dalam sains
yaitu pada pengembangan aspek afeksi,
psiko-motor dan keterampilan siswa.
Hasil observasi di suatu SMA Negeri
di Pemalang, diketahui bahwa pembelajaran
kimia di sekolah tersebut belum sepenuhnya
memiliki waktu dan kesempatan yang cukup
untuk melakukan praktikum di laboratorium.
Pembentukan kelompok kerja dan pe-
laksanaan kegiatan praktikum membutuh-
kan adanya pengawasan dan pembimbing-
an dari guru kimia agar terhindar dari
kesalahan prosedur dan kecelakaan kerja
dalam pelaksanaan praktikum, namun yang
terjadi di suatu SMA di Pemalang, guru
kimia yang bertugas mendampingi siswa
dalam kegiatan praktikum adalah guru mata
pelajaran yang memberikan pelajaran di
dalam kelas sendiri, tanpa ada asisten guru
atau laboran untuk dapat membantu
kelancaran praktikum. Nilai rata-rata hasil
belajar kimia di kelas XII IPA pada materi
sifat koligatif larutan masih cukup rendah,
yaitu 67,89. Nilai tersebut masih jauh dari
nilai kriteria ketuntasan mandiri yang
ditargetkan oleh sekolah, yakni sebesar 78.
Pembelajaran pada materi sifat koligatif
larutan akan dapat disampaikan dengan
baik apabila disampaikan dengan metode
praktikum agar dapat diperoleh informasi
yang maksimal mengenai kemampuan
siswa dan dapat dijadikan sebagai batas
keberhasilan siswa dalam belajar (Severo,
et al., 2012).
Peran pendekatan belajar mengajar
sangat penting dalam kaitannya dengan
keberhasilan belajar. Pendekatan pem-
belajaran yang melibatkan siswa secara
langsung berinteraksi dengan lingkungan-
nya membuat pembelajaran tersebut
menjadi bermakna bagi siswa dan melibat-
kan siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Metode praktikum dalam
pelaksanaannya melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran secara utuh sejak
langkah awal observasi hingga penarikan
kesimpulan (Champlain, 2010), hal ini
sesuai dengan penerapan pendekatan pem-
belajaran keterampilan proses sains.
Pendekatan keterampilan proses
merupakan pendekatan yang menekankan
pada penumbuhan dan pengembangan
sejumlah keterampilan tertentu pada diri
peserta didik agar mereka mampu mem-
proses informasi sehingga ditemukan hal-
hal yang baru yang bermanfaat baik berupa
fakta, konsep, maupun pengembangan
sikap dan nilai (Semiawan, et al., 1989).
Dengan pendekatan keterampilan proses
sains dan adanya bantuan media belajar
siswa seperti lembar kerja siswa berperan
bagi pengembangan kemandirian siswa,
keterampilan afektif, kognitif, dan psiko-
motorik serta kemampuan pribadi siswa
(Holil, 2008) yang selanjutnya diterapkan
dan dikembangkan dalam kelompok ter-
utama pada pelaksanaan praktikum.
Keterampilan individu yang kemudian ber-
kembang dan mendasari premis yang
1400 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408
mengatur metode ilmiah disebut sebagai
kerampilan proses sains. Keterampilan
proses sains yang dimaksud meliputi ke-
terampilan proses sains mengamati/
observasi, keterampilan proses sains klasifi-
kasi, interpretasi/ mengolah data berdasar-
kan informasi awal dari observasi, ke-
terampilan proses sains merumuskan hipo-
tesis, dan keterampilan proses sains me-
lakukan eksperimen, serta keterampilan
proses sains dalam mengambil kesimpulan.
Pada pengembangan keterampilan proses,
dapat menggunakan metode praktikum
(Wardani, 2008). Keefektifan program
pembelajaran ditandai dengan keberhasilan
guru mengantarkan siswa pada tujuan
instruksional pembelajaran (Ananda, 2013),
dapat memberikan pengalaman belajar yang
atraktif, dan memiliki sarana belajar yang
menunjang. (Muhli, 2011).
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana keefektifan pem-
belajaran kimia dengan pendekatan ke-
terampilan proses sains berbantuan lembar
kerja siswa pada materi sifat koligatif
larutan, yang dilaksanakan di kelas XII IPA 2
suatu SMA di Pemalang, sedangkan tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
keefektifan pembelajaran kimia dengan
pendekatan keterampilan proses sains
berbantuan lembar kerja siswa pada materi
sifat koligatif larutan, yang dilaksanakan di
kelas XII IPA 2 suatu SMA di Pemalang.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di suatu SMA di
Pemalang pada materi sifat koligatif larutan.
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control
Group Design. Pengambilan sampel di-
lakukan dengan teknik cluster random
sampling. Dalam penelitian ini diambil siswa
siswi pada dua dari tiga kelas populasi
sebagai sampel. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pendekatan pem-
belajaran yang digunakan. Pada kelas
eksperimen, pembelajaran kimia meng-
gunakan pendekatan keterampilan proses
sains berbantuan lembar kerja siswa,
sedangkan pada kelas kontrol dilakukan
pembelajaran kimia tanpa menggunakan
pendekatan keterampilan proses sains.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
hasil belajar kimia siswa kelas XII semester
1 Tahun Ajaran 2013/2014 pokok bahasan
sifat koligatif larutan. Variabel kontrol dalam
penelitian ini adalah materi pelajaran, kuri-
kulum yang digunakan, dan jumlah jam
pelajaran.
Metode pengumpulan data dilaku-
kan dengan metode dokumentasi, metode
tes, dan metode observasi. Data penelitian
hasil belajar kognitif dianalisis dengan uji
statistik parametrik, yaitu uji perbedaan rata-
rata satu pihak kiri untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Setelah
diketahui adanya perbedaan pada ketiga
kelas eksperimen, analisis dilanjutkan
dengan uji t-test dan uji gain ternormalisasi
untuk mengetahui keefektifan dari model
pembelajaran yang dilakukan yaitu peng-
gunaan lembar kerja siswa dengan pen-
dekatan keterampilan proses pada kelas XII
IPA 2.
Rumus uji gain ternomalisasi
(n-gain) yang digunakan adalah:
Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1401
<g> =
(Wiyanto, 2008)
Keterangan:
<g> = faktor gain <Spre> = skor rata-rata tes awal (%)
<Spost> = skor rata-rata tes akhir (%)
Gain menunjukkan peningkatan pe-
mahaman atau penguasaan konsep siswa
setelah pembelajaran dilakukan guru.
Dijelaskan bahwa N-gain adalah gain yang
dinormali-sasi dari kedua model, skor
maksimum adalah pencapaian skor tertinggi
dari tes awal (pretest) dan tes akhir
(posttest). Jika <g> paling sedikit 0,7, maka
N-gain yang dihasilkan termasuk kategori
tinggi, jika <g> yang diperoleh paling sedikit
0,3 dan tidak lebih dari 0,7, maka N-gain
yang dihasillkan temasuk kategori sedang.
Namun, jika <g> yang diperoleh tidak lebih
dari 0,3, maka N-gain yang dihasilkan
termasuk kategori rendah (Nuraeni, et al.,
2013).
Hasil belajar afektif, psikomotor, dan
ke-terampilan proses sains siswa dianalisis
secara deskriptif. Deskripsi aspek psiko-
motorik dan afektif dengan kriteria (1)
sangat tinggi untuk rata-rata nilai pada tiap
aspek 91-100, (2) tinggi untuk rata-rata nilai
pada tiap aspek 81-90, (3) cukup untuk rata-
rata nilai pada tiap aspek 71-80, (4) rendah
untuk rata-rata nilai pada tiap aspek 61-70,
dan (5) sangat rendah untuk rata-rata nilai
pada tiap aspek kurang dari 60.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data rata-rata pretest siswa yang
dihasilkan untuk kelas eksperimen sebesar
45,03 dan 47,02 pada kelas kontrol. Data
nilai pretest digunakan untuk menganalisis
keadaan awal sampel yang telah terpilih
secara cluster random sampling, pengujian
pertama yang dilakukan yaitu uji kenormalan
data. Dari hasil analisis normalitas data,
diperoleh χ2 hitung sebesar 8,80 pada kelas
eksperimen dan 9,00 pada kelas kontrol.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa χ2
hitung tidak lebih dari χ2 tabel yang nilainya
9,49 sehingga diketahui bahwa kedua kelas
tersebut berdistribusi normal (Sudjana,
2005).
Data pada hasil uji bartlett terhadap
nilai pretest siswa diperoleh χ2 sebesar
0,114. Uji bartlett ini dilakukan untuk me-
ngetahui homogenitas berdasarkan nilai
pretest pada kedua kelas. Nilai yang di-
dapatkan lebih kecil dari χ2 pada tabel χ2
homogenitas sebesar 3,84 yang berarti
bahwa kedua kelas memiliki kesamaan rata-
rata homogen (Sudjana,2005).
Dari hasil analisis kesamaan rata-
rata atau varians untuk nilai pretest pada
kedua kelas, diperoleh nilai F hitung untuk
tes awal sebesar 1,589. Hasil ini menun-
jukkan bahwa kedua kelas memiliki
kesamaan rata-rata atau varians yang
sama. Berdasarkan analisis awal dari nilai
pretest antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol, dapat diketahui bahwa kedua kelas
berawal dari kondisi yang sama. Kemudian
kedua kelas diberi pembelajaran dengan
perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen
mendapat pembelajaran dengan pendekat-
an keterampilan proses sains berbantuan
lembar kerja siswa sedangkan kelas kontrol
dengan model pembelajaran konvensional.
Pada pendekatan keterampilan
proses sains, keterampilan yang dimaksud
1402 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408
adalah keterampilan yang mendasari premis
yang mengatur metode ilmiah, meliputi ke-
terampilan proses sains mengamati/
observasi, keterampilan proses sains klasifi-
kasi, interpretasi/ mengolah data berdasar-
kan informasi awal dari observasi, ke-
terampilan proses sains merumuskan
hipotesis, dan keterampilan proses sains
melakukan eksperimen, serta keterampilan
proses sains dalam mengambil kesimpulan.
Keterampilan proses sains yang dikembang-
kan dan diamati dalam penelitian ini di-
analisis secara deskriptif dengan tujuan
untuk mengetahui indikator mana yang
dimiliki siswa dan indikator mana yang perlu
dibina dan dikembangkan lagi. Kriteria
penilaian meliputi sangat tinggi, tinggi,
cukup, rendah dan sangat rendah. Rata-rata
nilai keterampilan proses sains dan rata-rata
nilai aspek psikomotor siswa ditampilkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata keterampilan proses sains dan psikomotorik
No Keterampilan Proses Sains
Eksperimen Kontrol
Rata-rata poin
Rata-rata nilai
Kriteria Rata-rata poin
Rata-rata nilai
Kriteria
1 KPS Mengamati 3,30 82,56 Tinggi 2,83 70,83 Cukup 2 KPS Klasifikasi 3,16 79,07 Cukup 2,86 71,43 Cukup 3 KPS Interpretasi 3,05 76,16 Cukup 2,81 70,24 Cukup 4 KPS Hipotesis 3,44 86,05 Tinggi 3 75 Cukup 5 KPS Eksperimen 3,42 85,47 Tinggi 3,12 77,98 Cukup 6 KPS Menyimpulkan dan
Mengomunikasikan 3,63 90,70 Sangat
Tinggi 3,05 76,19 Cukup
Rata-rata nilai psikomotorik siswa
83,33 Tinggi 73,61 Cukup
Pada kelas kontrol semua indikator
berkategori cukup, hal ini dikarenakan pada
kelas kontrol guru menggunakan model
pembelajaran konvensional yang kurang
menumbuh-kan keterampilan proses sains
namun telah diselingi dengan kegiatan
observasi. Pada kelas kontrol, siswa
cenderung lebih pasif karena suasana
belajar dan proses pembelajaran kurang
menarik dan hanya berpusat pada guru.
Sedangkan pada kelas eksperimen rata-rata
keterampilan proses sains siswa sudah
cukup baik dan tinggi.
Rata-rata capaian nilai keteram-
pilan proses sains siswa pada indikator
keterampilan proses sains mengamati,
keterampilan proses sains klasifikasi, dan
keterampilan proses sains inter-pretasi
sebesar 82,56; 79,07, dan 76,16. pada kelas
eksperimen sedangkan pada kelas kontrol
sebesar 70,83; 71,43, dan 70,24. Hasil
analisis menunjukkan bahwa capaian kete-
rampilan proses sains siswa pada kelas
eksperimen lebih baik daripada capaian
siswa pada kelas kontrol. Hal ini dapat
diketahui pula dari kriteria keterampilan
proses sains yang dicapai, yakni pada
indikator keterampilan proses sains
mengamati, dengan kriteria tinggi pada
kelas eksperimen dan kriteria cukup pada
Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1403
kelas kontrol. Sedangkan pada indikator
keterampilan proses sains kedua
(keterampilan proses sains klasifikasi) dan
ketiga (keterampilan proses sains inter-
pretasi), menunjukkan hasil analisis dengan
kriteria yang tidak jauh berbeda dengan
kelas kontrol. Rata-rata nilai kedua kelas
pada indikator tersebut berada pada kriteria
yang sama, yakni pada kriteria cukup. Hal
ini dapat terjadi karena pada penelitian ini,
pembelajaran lebih terfokus pada pe-
ngembangan keterampilan proses sains
observasi, hipotesis, melakukan eksperimen
dan mengkomunikasikan simpulan dari hasil
eksperimen siswa sehingga pengem-
bangan keterampilan proses sains klasifikasi
dan keterampilan proses sains interpretasi
siswa masih kurang dilatih (Deta, et al.,
2013). Selain itu, untuk dapat mengem-
bangkan keterampilan proses sains inter-
pretasi, guru baik di dalam kelas maupun di
lapangan harus lebih menguasai materi
berkaitan agar dapat memandu siswa
dengan baik (Hartono, 2013).
Rata-rata capaian nilai keteram-
pilan proses sains siswa pada indikator
keterampilan proses sains hipotesis, kete-
rampilan proses sains eksperimen, dan
keterampilan proses sains menyimpulkan
serta mengkomunikasikan berturut-turut
sebesar 86,05; 85,47, dan 90,76 pada kelas
eksperimen sedang-kan pada kelas kontrol
sebesar 75,00; 77,98, dan 76,19. Hasil
analisis menunjukkan bahwa capaian
keterampilan proses sains siswa pada kelas
eksperimen lebih baik daripada capaian
siswa pada kelas kontrol. Hal ini dapat
diketahui pula dari kriteria keterampilan
proses sains yang dicapai, yakni pada
indikator keempat (keterampilan proses
sains hipotesis) dan kelima (keterampilan
proses sains eksperimen) dengan kriteria
tinggi pada kelas eksperimen dan kriteria
cukup pada kelas kontrol. Pencapaian siswa
pada indikator keterampilan proses sains
keenam, yaitu keterampilan proses sains
menyimpulkan dan mengomunikasikan, me-
nunjukkan perbedaan yang sangat signi-
fikan. Kriteria untuk pencapaian indikator ini
yaitu dengan kelas eksperimen mencapai
kriteria sangat tinggi sedangkan pada kelas
kontrol mencapai kriteria cukup. Perbedaan
pencapaian nilai dan tingkat perkembangan
keterampilan proses untuk indikator kete-
rampilan proses yang sama pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol dapat terjadi
karena adanya perbedaan pendekatan
pembelajaran yang diterapkan selama pro-
ses pembelajaran berlangsung (Hayat, et
al., 2011).
Rata-rata keseluruhan penguasaan
siswa tiap indikator pada kelas eksperimen
3,33, dengan nilai 83,33 yang berarti
perkembangan keteram-pilan proses
sainsnya termasuk tinggi. Kelas kontrol
mencapai rata-rata 2,94 dengan nilai 73,61
yang berarti perkembangan keterampilan
proses sainsnya termasuk cukup. Berdasar-
kan hasil analisis tersebut dapat dikatakan
bahwa secara umum keteram-pilan proses
sains siswa pada kelas eksperimen lebih
baik daripada siswa kelompok kontrol. Hasil
analisis deskriptif keterampilan proses sains
yang di dukung oleh pengamatan aspek
psikomotorik siswa membuktikan bahwa
ketercapaian perkem-bangan keterampilan
proses sains siswa pada kelas eksperimen
berbeda dengan siswa pada kelas kontrol.
1404 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408
Grafik pencapaian aspek afektif dan
psikomotorik siswa dimuat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ketercapaian perkembangan keterampilan proses sains siswa
Gambar 1 menampilkan pencapaian
keterampilan proses sains siswa di kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata
keterampilan proses sains siswa kelas
eksperimen yang baik disebabkan karena
pada kelas eksperimen, guru menggunakan
metode pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan proses sains berbantuan
lembar kerja siswa. Metode ini dapat me-
numbuhkan keterampilan berproses siswa
melalui pengamatan lingkungan sekolah,
rumah, atau bahkan pengamatan yang
dilakukan terhadap tubuh siswa sendiri.
Proses pembelajaran menjadi menarik,
karena dalam prosesnya siswa diajarkan
bagaimana menemukan ide dan pola yang
dapat dilakukan untuk mem-pelajari dan
memecahkan masalah yang siswa hadapi
berkaitan dengan materi sifat koligatif
larutan. Selain itu juga untuk mengarahkan
siswa untuk dapat menyusun jawaban
sementara atau hipotesis dari suatu langkah
kerja ilmiah serta merancang praktikum
untuk membuktikan hipotesis yang didukung
teori-teori yang berkaitan, menjawab soal
secara runtut, sehingga akan memacu untuk
mengembangkan keterampilan proses sains
dan berpikir ilmiah siswa (Severo, et al.,
2010).
Rata-rata hasil pengamatan aspek
afektif yang diperoleh pada kelas
eksperimen adalah 3,31 dengan nilai 82,75
yang berarti pencapaian nilai pada aspek
afektifnya tinggi. Sedangkan pada kelas
kontrol rata-ratanya men-capai 3,03, tidak
terlalu signifikan bila dibandingkan dengan
kelas eksperimen dengan pencapaian nilai
75,79 yang berarti pencapaian nilai pada
aspek afektifnya adalah cukup. Dengan
meng-analisis pencapaian aspek afektif dan
aspek psikomotorik siswa yang dinilai
secara deskriptif individual, diperoleh bahwa
rata-rata aspek psikomotorik dan afektif
pada kelas eksperimen lebih besar diban-
dingkan dengan rata-rata hasil pengamatan
pada kelas kontrol. Perbedaan lebih
menonjol terdapat pada aspek psikomotorik
siswa antara kelas eksperimen dan kontrol
daripada perbedaan yang dihasilkan dari
analisis deskriptif aspek afektif (Kazembe
dan Methias, 2010). Grafik perbedaan rata-
rata pencapaian aspek afektif dan aspek
psikomotorik siswa dimuat pada Gambar 2.
Keterangan gambar:
1. Ketrampilan proses sains mengamati 2. Ketrampilan proses sains klasifikasi 3. Ketrampilan proses sains interpretasi 4. Ketrampilan proses sains hipotesis 5. Ketrampilan proses sains eksperimen 6. Ketrampilan proses sains 7. menyimpulkan dan mengomunikasi
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1405
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
Gambar 2. Perbedaan rata-rata aspek afektif dan aspek psikomotorik siswa
Perbedaan yang lebih besar pada
aspek psikomotorik siswa dikarenakan
pendekatan keterampilan proses seperti
pada pembahasan sebelumnya melatih
siswa dalam berproses melakukan kegiatan-
kegiatan ilmiah berupa praktik dan
pengamatan yang secara langsung me-
ngembangkan keterampilan proses sains
dan kemampuan pada aspek psiko-
motoriknya. Dari perbedaan hasil analisis
kedua aspek ini dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kimia dengan pendekatan
keterampilan proses sains berbantuan
lembar kerja siswa terbukti efektif dalam
meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen baik ditinjau dari aspek kognitif,
afektif, psikomotorik maupun dalam pe-
ngembangan keterampilan proses sains
siswa. Berdasarkan hasil analisis data yang
diperoleh, dapat dikatakan bahwa penca-
paian aspek afektif siswa pada kelas
eksperimen lebih baik daripada siswa kelas
kontrol meskipun tidak menunjukkan pe-
rubahan yang signifikan. Pada pertemuan
terakhir dilaksanakan tes akhir (posttest)
pada kedua kelas objek penelitian untuk
mengetahui hasil belajar kognitif siswa. Nilai
dari posttest inilah yang digunakan untuk
analisis hipotesis.
Diperoleh data rata-rata posttest
siswa untuk kelas eksperimen sebesar
88,44 dan pada kelas kontrol 79,96. Dari
hasil uji kenormalan data, diperoleh χ2
hitung nilai posttest siswa sebesar 7,56
pada kelas eksperimen dan 8,73 pada kelas
kontrol. Hasil analisis ini menunjukkan
bahwa χ2 hitung tidak lebih dari χ2 tabel
yang nilainya 9,49 sehingga diketahui
bahwa kedua kelas tersebut berdistribusi
normal (Sudjana, 2005).
Pada analisis kesamaan rata-rata
atau varians diperoleh nilai F hitung untuk
tes akhir sebesar 23,037. Hasil ini me-
nunjukkan adanya perbedaan rata-rata nilai
atau varians dari kelas eksperimen dan
kelas kontrol setelah pelaksanaan pem-
belajaran. Selain itu, hasil analisis varians
perlu didukung dengan adanya analisis
ketuntasan belajar untuk mengetahui
apakah perbedaan rata-rata nilai atau
varians yang menunjukkan hasil positif, baik
atau justru sebaliknya. Perbedaan hasil
belajar kognitif ini selanjutnya diuji meng-
gunakan uji perbedaan rata-rata satu pihak
kiri dan t-test untuk menguji hipotesis. Data
hasil perhitungan hasil belajar klasikal
dimuat pada Tabel 2.
1406 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408
pre test
post test
Kelas Jumlah siswa Rata-rata Jumlah siswa yang
tuntas Rasio ketuntasan
belajar
Ekperimen 43 88,44 37 86,05 Kontrol 42 79,96 20 47,62
Tabel 2. Hasil rasio ketuntasan belajar klasikal
Pada uji ketuntasan belajar klasikal,
diperoleh rasio ketuntasan belajar klasikal
(keberhasilan kelas) pada kelas eksperimen
sebesar 86,05 yang berarti ada lebih dari 36
siswa dari jumlah siswa di kelas tersebut
telah mencapai ketuntasan individu. Dengan
demikian, siswa pada kelompok kelas
eksperimen telah mencapai ketuntasan
belajar klasikal (Mulyasa, 2007). Rasio
ketuntasan belajar klasikal pada kelompok
kontrol sebesar 47,62, yang berarti rasio
ketuntasan belajar pada kelompok kelas
kontrol belum mencapai ketuntasan belajar.
Rata-rata gain (g) untuk kelas
eksperimen diperoleh sebesar 0,79 yang
lebih besar dari kelas kontrol, sebesar
0,617. Uji gain ternormalisasi <g> digunakan
untuk mengetahui keefektifan dari pene-
rapan pembelajaran yang dilakukan yaitu
pendekatan keterampilan proses sains
dengan bantuan lembar kerja siswa. N-gain
menunjukkan peningkatan pemahaman atau
penguasaan konsep siswa setelah pem-
belajaran dilakukan guru. Untuk kelas
eksperimen, rata-rata gain menunjukkan
hasil yang baik dengan kriteria tinggi se-
dangkan pada kelas kontrol dengan kriteria
sedang. Perbedaan hasil kemampuan
kognitif posttest antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol ini disebabkan pada kelas
eksperimen menerapkan pembelajaran
keterampilan proses sains yang dirancang
untuk memotivasi dan mengaktifkan siswa
pada saat proses pembelajaran berlangsung
sehingga keterampilan proses sains siswa
dapat ditingkatkan (Marnita, 2013).
Rata-rata nilai pretest pada kelas
eksperimen sebesar 45,03. Nilai ini lebih
kecil dari perolehan rata-rata pretest pada
kelas kontrol, yakni sebesar 47,02.
Sedangkan rata-rata nilai posttest pada
kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata
nilai posttest pada kelas kontrol yaitu
sebesar 88,44 pada kelas eksperimen dan
79,96 pada kelas kontrol. Grafik hasil
analisis hasil belajar pretest dan posttest
siswa disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Grafik hasil belajar aspek kognitif
Dari hasil pengujian uji rata-rata
satu pihak kiri untuk ketuntasan belajar
klasikal, diperoleh t-hitung sebesar 8,662
pada kelas eksperimen dan 1,515 pada
kelas kontrol. Hasil analisis t-hitung ini
memenuhi kriteria pengujian hipotesis.
Dengan demikian, hipotesis diterima atau
Tresnoningtias Mutiara Anisa dan Kasmadi Imam Supardi, Keefektifan…. 1407
rata-rata hasil belajar kognitif kelas
eksperimen lebih besar bila dibandingkan
dengan rata-rata hasil belajar kognitif kelas
kontrol. Kelebihan dari pendekatan pem-
belajaran keterampilan proses sains adalah
pada kegiatan siswa dengan pendekatan
pembelajaran ini sepenuhnya dilakukan
untuk mengembangkan keterampilan siswa
dalam berproses dan menjalani metode
ilmiah yang dimulai dari melakukan
observasi hingga menarik kesimpulan ber-
dasarkan analisis data yang dilakukan saat
dan setelah kegiatan praktikum. Hal ini
dapat memberikan efek ingatan yang lebih
tajam dan bertahan lama pada siswa karena
tidak hanya teori dan analisis berbagai jenis
soal mengenai sifat koligatif larutan yang
diberikan kepada siswa selama pem-
belajaran berlangsung, melainkan siswa
juga diajak untuk mengikuti alur proses
ilmiah tentang bagaimana teori tersebut
dapat berlaku. Hal ini dibuktikan sendiri oleh
siswa melalui praktikum sehingga dapat
meningkatkan pencapaian hasil belajar
kognitif siswa pada kelas eksperimen. Hal
ini diketahui dari hasil analisis uji gain
pretest-posttest yang telah dilakukan. Dapat
diambil kesimpulan bahwa pendekatan
keterampilan proses sains berbantuan
lembar kerja siswa pada materi sifat koligatif
larutan terbukti efektif dalam peningkatan
hasil belajar siswa.
SIMPULAN
Pada kelas kontrol semua indikator
Ketrampilan Proses Sains (KPS) berkategori
cukup, hal ini dikarenakan pada kelas
kontrol, guru menggunakan model pem-
belajaran konvensional yang kurang me-
numbuhkan keterampilan proses sains
namun telah diselingi dengan kegiatan
observasi. Sedangkan Ppada kelas
eksperimen rata-rata keterampilan proses
sains siswa sudah cukup baik dan tinggi.
Hasil yang baik dari pada pelaksanaan
pendekatan KPS dalam pembelajaran pada
di kelas eksperimen didukung oleh pen-
capaian hasil belajar kognitif dan aspek
afektif siswa. Dari uraian dan analisis data
yang telah dilakukan, dapat diambil sim-
pulan bahwa pendekatan keterampilan
proses sains berbantuan lembar kerja siswa
pada materi sifat koligatif larutan terbukti
efektif dalam peningkatan hasil belajar
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, R. 2013, Keefektifan Problem
Based Learning Berbantuan Soft-
ware The Geometer’s Skecthpad
Terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif Pada Materi Segitiga, Skripsi,
Semarang: FMIPA Universitas
Negeri Semarang.
Champlain, D.A.F., 2010, A Primer On
Classical Test Theory And Item
Response Theory For Assessments
In Medical Education, Medical
Education, Vol 44, No 1, Hal: 109-
117.
Deta, U.A., Suparmi S., dan Widha, S.,
2013, Pengaruh Metode Inkuiri
Terbimbing dan Proyek, Kreativitas,
Serta Keterampilan Proses Sains
Terhadap Prestasi Belajar Siswa,
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,
Vol 9, No 1, Hal: 28-34.
1408 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1398-1408
Hartono, 2013, Learning Cycle-7E Model to
Increase Student’s Critcal Thingking
on Science, Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia, Vol 9, No 1, Hal:
58-66.
Hayat, M.S., Sri, A., dan Sri, R., 2011,
Pembelajaran Berbasis Praktikum
pada Konsep Invertebrata untuk
Pengembangan Sikap Ilmiah Siswa,
Jurnal Bioma, Vol 1, No 2, Hal: 141-
152.
Kazembe, T. dan Methias S., 2010, Efec-
tiveness of Teachers at Preparing
Grade 7 Candidates For
Environmental Science Exami-
nations, Eurasian Journal Phyical
Chemistry Education, Vol 2, No 2,
Hal:64-81.
Marnita, 2013, Peningkatan Keterampilan
Proses Sains Melalui Pembelajaran
Kontekstual Pada Mahasiswa
Semester I Materi Dinamika, Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 9,
No 1, Hal: 43-52.
Mulyasa, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Nuraeni, N., Eka F., dan Wawan S., 2013,
Efekivitas Penerapan Model
Pembelajaran Generative untuk
Meningkatkan Pemahaman Siswa
dalam Mata Pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi, Jurnal
Pendidikan Ilmu Komputer FPMIPA
UPI.
Semiawan, C.R., Tangyong A.F., Belen S.,
Matahelemual Y., dan Suseloardjo
W., 1989, Pendekatan Keterampilan
Proses, Jakarta: P.T. Gramedia.
Severo, M., Rita G., Daniel M., Rui F.,
Teresa R., Adelino F. L. M., Isaura
T., Luis D., dan Maria A. F. T., 2012,
Reliability Evidence for Examination
Cut Scores Within A Medical school.
Journal of Education and Learning,
Vol 1, No 1, Hal: 77-83.
Sudjana, 2005, Metoda Statistika Edisi 6
Cetakan Ke 3, Bandung: Penerbit
TARSITO.
Wardani, S., 2008, Pengembangan
Keterampilan Proses Sains dalam
Pembelajaran Kromatografi Lapis
Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol
2, No 2, Hal:317-322.
Wiyanto, 2008. Menyiapkan Guru IPA dalam
Pembelajaran Laboratorium.
Semarang: Unnes press.
Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1409
PEMBELAJARAN PRAKTIKUM BERORIENTASI PROYEK
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS
DAN PEMAHAMAN KONSEP
Tri Winarti* dan Sri Nurhayati
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,50229,Telp.(024)8508035
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Pembelajaran berbasis praktikum berorientasi proyek menggunakan prinsip learning by doing yakni proses perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan tertentu sehingga diharapkan mendorong siswa belajar aktif merekonstruksi pemahaman konseptualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan pemahaman konsep kimia siswa setelah diterapkannya pembelajaran kimia berbasis praktikum berorientasi proyek. Desain penelitian menggunakan posttest only control design dengan teknik cluster random sampling, diperoleh kelas eksperimen pertama XI IPA3, kelas eksperimen kedua XI IPA4. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata tes pemahaman konsep kelas eksperimen pertama sebesar 85,23, kelas eksperimen kedua sebesar 78,69. Hasil uji t menunjukkan thitung 2,40 lebih besar dari tkritis 2,002 untuk derajat kebebasan 57 dan taraf signifikan 5%. Berdasarkan analisis tersebut disimpulkan bahwa rata-rata nilai posttest kelas eksperimen pertama lebih baik daripada kelas eksperimen kedua. Keterampilan proses sains siswa dengan analisis variansi satu jalur menghasilkan Fhitung sebesar 10,91 lebih besar dari Fkritis 4,01 dengan uji lanjut pasca anava menghasilkan Fhitung sebesar 10,90 lebih besar dari Fkritis 4,01 untuk praktikum 1 dan Fhitung sebesar 48,04 lebih besar dari Fkritis 4,01 dengan uji lanjut pasca anava menghasilkan Fhitung sebesar 48,15 lebih besar dari Fkritis 4,01 untuk praktikum 2. Disimpulkan bahwa rata-rata keterampilan proses sains kelas eksperimen pertama lebih baik daripada kelas eksperimen kedua. Kata kunci: keterampilan proses sains, pemahaman konsep, pembelajaran berbasis praktikum
berorientasi proyek
ABSTRACT
Practicum based learning with project orientation used learning by doing principle namely process of learning outcome by doing action so could encourage students to actively study and construct their understanding. The aim of this research is to know the increasing of student’s science process skill and chemistry concept understands. Design of research is posttest only control design and samples were taken with a cluster random sampling technique, obtained the first experimental class XI IPA3, the second experimental 2 class XI IPA4. The means of test result about concept understanding of first experimental class is 85.23 and second experimental class is 78.69. The test results showed t 2.40 bigger than tcritic 2.002 for 57 degrees of freedom and 5% significance level. It has been concluded that the average value of the postest of first experimental class is better than the second experimental class. Student’s process skill analyzed by one-way variants analysis, resulted F 10,91 bigger than Fcritic 4,01 and by scheffe methods resulted F 10,90 bigger than Fcritic 4,01 for practicum 1 and F 48,04 bigger than Fcritic 4,01 and by scheffe methods resulted F 48,15 bigger than Fcritic 4,01 for practicum 2. The average of student’s science process skill of first experimental class is better than the second one. Keywords: concept understanding, practicum based learning with project orientation, science
process skills.
1410 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420
PENDAHULUAN
Pembelajaran berbasis praktikum
diarahkan pada experimental learning yakni
pembelajaran dengan berdasarkan pada
pengalaman konkret, diskusi dengan teman
yang selanjutnya dapat diperoleh ide dan
konsep baru. Belajar dipandang sebagai
proses penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif
dan refleksi serta interpretasi. Strategi
pembelajaran yang berbasis praktikum
dapat mendukung siswa untuk mengem-
bangkan hands on dan minds on. Oleh
karena itu, pembelajaran berbasis praktikum
dapat digunakan sebagai alternatif pem-
belajaran yang dapat mendorong siswa
belajar aktif untuk merekonstruksi pema-
haman konseptualnya (Duda, 2010).
Pembelajaran berbasis proyek
menggunakan prinsip learning by doing
yakni suatu proses perolehan hasil belajar
dengan mengerjakan suatu tindakan
tertentu. Proyek yang diberikan pada siswa
berhubungan dengan lingkungan sekitar
mereka sehingga hal tersebut lebih
membuka pandangan siswa terhadap sains
khususnya kimia yang sangat dekat dalam
kehidupan mereka (Dewi, 2012). Siswa
dituntut aktif dalam pembelajaran ini melalui
pelaksanaan praktikum dan diskusi tugas
proyek.
Pembelajaran berbasis praktikum
berorientasi proyek diharapkan dapat
meningkatkan secara optimal keterampilan
proses sains dan pemahaman konsep kimia
siswa. Pembelajaran melibatkan siswa
secara aktif dalam mencari referensi tugas
proyek yang terkait dan pelaksanaan
praktikum sehingga keterampilan proses
sains dan pemahaman konsep kimia siswa
dapat berkembang secara optimal.
Berdasarkan hasil observasi peneliti
dan wawancara dengan guru kimia di suatu
SMA di Pekalongan diperoleh informasi,
bahwa ketuntasan klasikal siswa dalam
menguasai materi pokok Kelarutan dan
Hasil Kali Kelarutan untuk tahun ajaran
2011/2012 kurang dari 75%. Nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolah
tersebut untuk mata pelajaran kimia adalah
76, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai
rata-rata hasil belajar siswa untuk materi
pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
tidak mencapai standar kelulusan
kompetensi. Pembelajaran kimia berbasis
praktikum berorientasi proyek dalam
penelitian ini dilakukan melalui praktikum
kimia materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan akan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membangun pe-
ngetahuannya sendiri, menyampaikan ide-
ide kreatif yang didapatnya dari hasil
pengamatan dan diskusi, sehingga dapat
lebih memahami konsep yang diajarkan.
Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah ada peningkatan
keterampilan proses sains siswa setelah
pembelajaran kimia berbasis praktikum
berorientasi proyek? dan apakah ada pe-
ningkatan pemahaman konsep kimia siswa
setelah pembelajaran kimia berbasis prak-
tikum berorientasi proyek?
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui peningkatan keterampilan
proses sains siswa setelah pembelajaran
kimia berbasis praktikum berorientasi
proyek, dan untuk mengetahui peningkatan
Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1411
pemahaman konsep kimia setelah pem-
belajaran kimia berbasis praktikum
berorientasi proyek di suatu SMA di
Pekalongan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di suatu
SMA di Pekalongan pada materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Desain penelitian
yang dipakai yaitu posttest only control
design yaitu desain kelas eksperimen
pertama dan kelas eksperimen kedua
diberikan tes pemahaman konsep dan
keterampilan proses sains sesudah diterap-
kannya model pembelajaran yang berbeda
(Sudjana, 2005).
Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas XI IPA3 tahun pelajaran
2012/2013. Kelas XI IPA3 merupakan kelas
eksperimen pertama, kelas XI IPA4
merupakan kelas eksperimen kedua yang
diambil dengan teknik cluster random
sampling dengan pertimbangan hasil uji
normalitas dan uji homogenitas terhadap
nilai ulangan akhir semester ganjil yang
diperoleh bahwa keduanya homogen.
Variabel bebas adalah pembelajaran
praktikum dengan variasi perlakuan
pembelajaran praktikum berorientasi proyek
dan pembelajaran praktikum verifikatif.
Variasi model dan media pembelajaran
meliputi: model pembelajaran kimia berbasis
praktikum berorientasi proyek untuk kelas
eksperimen pertama, dan pembelajaran
kimia berbasis praktikum untuk kelas
eksperimen kedua. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah keterampilan proses
sains dan pemahaman konsep kimia siswa
kelas XI IPA semester 2 tahun ajaran
2012/2013.
Metode pengumpulan data dilaku-
kan dengan metode tes, lembar observasi
dan angket. Metode tes digunakan untuk
mengetahui kemampuan pemahaman
konsep kimia siswa, lembar observasi
digunakan untuk mengetahui keterampilan
proses sains siswa, dan angket digunakan
untuk mengetahui seberapa besar ketertari-
kan siswa terhadap model pembelajaran
yang diterapkan. Data penelitian pemaham-
an konsep dianalisis secara statistik
parametrik dihitung dengan uji perbedaan
dua rata-rata satu pihak kanan (uji t) untuk
mengetahui perbedaan pemahaman konsep
kimia antara kelas eksperimen pertama dan
kelas eksperimen kedua serta perbedaan
antara kelas eksperimen pertama tahun ini
dan tahun lalu dan kelas eksperimen kedua
tahun ini dan tahun lalu. Sebelum dilakukan
uji perbedaan dua rata-rata satu pihak
kanan, terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas dan homogenitas untuk me-
ngetahui apakah kelas dalam kondisi yang
sama. Keterampilan proses sains siswa diuji
statistik menggunakan analisis variansi
(anava) satu jalur dengan membandingan
antara kelas eksperimen pertama dan kelas
eksperimen kedua serta peningkatan
keterampilan proses sains kelas eksperimen
pertama dan kelas eksperimen kedua
selama praktikum 1 dan praktikum 2 dan
untuk hasil angket tanggapan siswa
dianalisis secara deskriptif.
1412 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pernyataan dalam angket tang-
gapan dikategorikan menjadi 3 yaitu moti-
vasi, ketertarikan dan pemahaman. Siswa
yang memiliki motivasi tinggi terlihat lebih
tertarik selama pembelajaran berlangsung.
Motivasi dan ketertarikan siswa pada
pembelajaran menjadikan siswa lebih
memperhatikan materi yang disampaikan
sehingga pemahaman mereka terhadap
materi menjadi lebih baik. Hal itu dapat
dilihat dari keaktifan siswa selama
pembelajaran berlangsung yang dapat
dilihat pada Gambar 1. Siswa dengan
motivasi dan ketertarikan yang tinggi
memiliki pemahaman yang lebih baik
terhadap materi yang sedang dipelajari
sehingga mereka lebih aktif selama
pembelajaran berlangsung.
Siswa yang aktif memiliki ke-
terampilan proses sains yang baik karena
mereka memperhatikan dan mendengarkan
dengan seksama selama pembelajaran
berlangsung. Sebanyak 90% siswa yang
aktif memiliki keterampilan proses sains
yang tergolong baik. Siswa yang memiliki
keterampilan proses sains rendah karena
mereka cenderung kurang serius selama
kegiatan praktikum berlangsung. Siswa yang
aktif juga memiliki pemahaman konsep yang
lebih baik. Hal itu ditunjukkan dengan nilai
ulangan yang diperoleh oleh siswa.
Sebanyak 100% siswa yang aktif memiliki
nilai lebih dari 76 sehingga pemahaman
konsep siswa termasuk kategori baik.
Gambar 1. Hasil angket tanggapan siswa
Hasil angket tanggapan siswa
terhadap pembelajaran praktikum ber-
orientasi proyek menyatakan bahwa pem-
belajaran lebih menarik, meningkatkan minat
belajar, dan membantu memahami konsep
yang diajarkan. Siswa dapat bereksplorasi
melalui kegiatan yang relevan untuk mem-
peroleh pengalaman dan konsep baru
sehingga keterampilan proses sains dan
pemahaman konsep kimia siswa menjadi
meningkat. Pembelajaran praktikum men-
jadikan proses pembelajaran menjadi lebih
hidup dan bermakna bagi siswa (Sukaesih,
2011).
Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1413
Siswa yang aktif selama pem-
belajaran jauh lebih banyak daripada siswa
yang pasif selama pembelajaran. Hal itu
menunjukkan bahwa pembelajaran prak-
tikum berorientasi proyek membuat siswa
menjadi lebih aktif karena pembelajaran
bersifat student centered sehingga me-
mungkinkan siswa mendapatkan penge-
tahuan yang banyak dibandingkan pem-
belajaran praktikum konvensional. Motivasi,
ketertarikan, dan pemahaman yang baik
berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh
oleh siswa. Keterampilan proses sains dan
pemahaman konsep kimia siswa meningkat
sejalan dengan keaktifan siswa selama
pembelajaran berlangsung (Ariyati, 2010).
Hasil rata-rata skor keterampilan
proses sains yang diperoleh melalui
observasi dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Skor keterampilan proses sains setiap indikator
No. Indikator
Rata-rata Skor Per Indikator
Kelas eksperimen pertama Kelas eksperimen kedua
Praktikum 1
Praktikum 2
Praktikum 1
Praktikum 2
1 Menyiapkan alat dan bahan a. 3,2 a. 4 a. 3,3 a. 4 2 Melaksanakan praktikum a. 3,2
b. 3 a. 3,3 b. 3,3
a. 3,2 b. 2,5
a. 3,3 b. 3
3 Menggunakan alat bahan a. 3,3 b. 4
a. 3,7 b. 4
a. 2,5 b. 4
a. 3,3 b. 4
4 Pengukuran a. 2,3 a. 3 a. 2 a. 3,3 5 Menerapkan konsep a. 3
b. 3,3 c. 3,7
a. 3,5 b. 3,5 c. 3,8
a. 3 b. 3,2 c. 3,8
a. 3,2 b. 3,3 c. 3,8
6 Pengamatan a. 3 a. 3 a. 2,3 a. 2,7 7 Perhitungan a. 3
b. 2,5 a. 3,8 b. 4
a. 3 b. 2,5
a. 3,3 b. 3,7
8 Mengajukan pertanyaan a. 3,5 b. 3,2
a. 3,8 b. 3,5
a. 3,5 b. 3,2
a. 3,7 b. 3,6
9 Kesimpulan a. 2,3 a. 3 a. 2 a. 3,3 10 Berkomunikasi a. 2,7
b. 2,6 c. 3 d. 2,5 e. 3,2
a. 3,7 b. 3,6 c. 3,2 d. 3,5 e. 3,5
a. 3 b. 2,7 c. 2,9 d. 2,5 e. 3
a. 3,2 b. 3,5 c. 4 d. 3,5 e. 3,5
Jumlah 59,2 70,8 58,32 69,2
Hasil analisis variansi satu jalur
keterampilan proses sains siswa kelas
eksperimen pertama diperoleh Fhitung
sebesar 323,91 dan Fkritis sebesar 4,007.
Keterampilan proses sains antara praktikum
1 (Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan) dan
praktikum 2 (Pemurnian Garam) berbeda
untuk kelas eksperimen pertama. Oleh
karena itu, perlu dilakukan uji lanjut pasca
anava yaitu dengan metode scheffe untuk
mengetahui apakah perbedaan tersebut
signifikan.
Hasil uji lanjut pasca anava diper-
oleh Fhitung sebesar 323,566 dan Fkritis
sebesar 4,007. Terdapat perbedaan yang
signifikan antara keterampilan proses sains
pada praktikum 1 dan praktikum 2 di kelas
eksperimen pertama. Hasil uji lanjut pasca
1414 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420
anava menunjukkan bahwa praktikum
dengan rata-rata skor keterampilan proses
sains yang lebih besar memiliki keterampilan
proses sains yang lebih baik. Praktikum 2
memiliki rata-rata skor keterampilan proses
sains lebih besar daripada praktikum 1,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kete-
rampilan proses sains pada praktikum 2
lebih baik daripada keterampilan proses
sains pada praktikum 1. Skor rata-rata
keterampilan proses sains yang diperoleh
melalui observasi pada praktikum 2 adalah
70,8 dan praktikum 1 adalah 59,2. Siswa
lebih terampil pada saat praktikum 2 dan
praktikum juga berjalan lebih lancar
dibandingkan praktikum 1. Hasil tanggapan
siswa juga menunjukkan bahwa siswa
memberikan tanggapan yang positif
terhadap pembelajaran yang dilakukan
seperti yang tertera pada Tabel 3. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan keteram-
pilan proses sains antara praktikum 1 dan 2.
Hal Keuntungan dalam menggunakan
metode eksperimen antara lain dapat
memberikan pengalaman praktis serta
keterampilan dalam menggunakan alat-alat
praktikum (Arifin, 1995). Selain itu, Kegiatan
praktikum merupakan suatu sarana yang
dapat digunakan untuk melatih siswa dalam
melakukan keterampilan kerja laboratorium
(Romlah, 2009).
Hasil analisis variansi satu jalur
keterampilan proses sains kelas eksperimen
kedua diperoleh Fhitung sebesar 251,59 dan
Fkritis sebesar 4,013. Karena Fthitung lebih
besar daripada Fkritis, maka keterampilan
proses sains antara praktikum 1 dan
praktikum 2 berbeda untuk kelas
eksperimen kedua.
Hasil uji lanjut pasca anava
diperoleh Fhitung sebesar 251,11 dan Fkritis
sebesar 4,013. Karena Fhitung lebih besar
daripada Fkritis, maka terdapat perbedaan
yang signifikan antara keterampilan proses
sains pada praktikum 1 dan praktikum 2 di
kelas eksperimen kedua. Hasil uji lanjut
pasca anava menunjukkan bahwa praktikum
dengan rata-rata skor keterampilan proses
sains yang lebih besar memiliki keterampilan
proses sains yang lebih baik. Skor rata-rata
keterampilan proses sains yang diperoleh
melalui observasi pada praktikum 2 adalah
69,2 dan praktikum 1 adalah 58,32. Siswa
lebih terampil pada saat praktikum 2 dan
praktikum juga berjalan lebih lancar
dibandingkan praktikum 1. Hasil tanggapan
siswa juga menunjukkan bahwa siswa
memberikan tanggapan yang positif
terhadap pembelajaran yang dilakukan
seperti yang tertera pada Tabel 3.
Keterampilan proses sains pada praktikum 2
lebih baik daripada keterampilan proses
sains pada praktikum 1. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan keterampilan proses
sains antara praktikum 1 dan 2 (Silvia,
2010).
Hasil analisis variansi satu jalur
diperoleh Fhitung sebesar 10,91 dan Fkritis
sebesar 4,01. Keterampilan proses sains
antara kelas eksperimen pertama dan kelas
eksperimen kedua berbeda untuk praktikum
1. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut
pasca anava untuk mengetahui apakah
perbedaan tersebut signifikan atau tidak.
Hasil uji lanjut pasca anava
diperoleh Fhitung sebesar 10,90 dan Fkritis
sebesar 4,01. Terdapat perbedaan yang
signifikan antara keterampilan proses sains
Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1415
kelas eksperimen pertama dan kelas
eksperimen kedua. Hasil uji lanjut pasca
anava menunjukkan bahwa kelas dengan
rata-rata skor keterampilan proses sains
yang lebih besar memiliki keterampilan
proses sains yang lebih baik. Skor rata-rata
keterampilan proses sains yang diperoleh
melalui observasi pada kelas eksperimen
pertama adalah 59,2 dan kelas eksperimen
kedua adalah 58,32. Siswa kelas
eksperimen pertama lebih terampil dalam
melakukan kegiatan praktikum dan mereka
juga lebih menguasai materi praktikum
sehingga praktikum berjalan lebih lancar
daripada kelas eksperimen kedua. Hasil
tanggapan siswa juga menunjukkan bahwa
siswa memberikan tanggapan yang positif
terhadap pembelajaran yang dilakukan
seperti yang tertera pada Tabel. 3.
Keterampilan proses sains kelas eksperimen
pertama dengan menggunakan pembe-
lajaran praktikum berorientasi proyek lebih
baik daripada keterampilan proses sains
kelas eksperimen kedua dengan meng-
gunakan pembelajaran praktikum konven-
sional. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan keterampilan proses sains
antara kelas eksperimen pertama dan kelas
eksperimen kedua (Kukuh, et al, 2003).
Keterampilan menerapkan konsep dan
komunikasi siswa yang diukur melalui
observasi terbukti meningkat. Siswa
menerapkan konsep untuk menjelaskan apa
yang terjadi, sehingga pemahaman
terhadap konsep tertentu dapat
mempengaruhi dalam menerapkan konsep
(Kurnia, 2011).
Hasil analisis variansi satu jalur
diperoleh Fhitung sebesar 48,04 dan Fkritis
sebesar 4,01. Karena Fhitung lebih besar
daripada Fkritis, maka keterampilan proses
sains antara kelas eksperimen pertama dan
kelas eksperimen kedua berbeda untuk
praktikum 2. Oleh karena itu, perlu dilakukan
uji lanjut pasca anava untuk mengetahui
apakah perbedaan tersebut signifikan atau
tidak.
Hasil uji lanjut pasca anava
diperoleh Fhitung sebesar 48,15 dan Fkritis
sebesar 4,01. Karena Fhitung lebih besar
daripada Fkritis, maka terdapat perbedaan
yang signifikan antara keterampilan proses
sains kelas eksperimen pertama dan kelas
eksperimen kedua. Skor rata-rata keteram-
pilan proses sains yang diperoleh melalui
observasi pada kelas eksperimen pertama
adalah 70,8 dan kelas eksperimen kedua
adalah 69,2. Kelas eksperimen pertama
memiliki rata-rata skor keterampilan proses
sains lebih besar daripada kelas eksperimen
kedua, sehingga dapat disimpulkan bahwa
keterampilan proses sains kelas eksperimen
pertama dengan menggunakan pembelajar-
an praktikum berorientasi proyek lebih baik
daripada keterampilan proses sains kelas
eksperimen kedua dengan menggunakan
pembelajaran praktikum verifikatif. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan keteram-
pilan proses sains antara kelas eksperimen
pertama dan kelas eksperimen kedua
(Adane dan Admas, 2011). Metode
praktikum dapat mengembangkan keteram-
pilan proses sains (Wardani, 2008).
1416 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420
Gambar 2. Nilai rata-rata keterampilan proses sains praktikum kelas eksperimen pertama dan
eksperimen kedua
Nilai rata-rata posttest kelas
eksperimen pertama lebih tinggi daripada
kelas eksperimen kedua yang masing-
masing sebesar 85,23 dan 78,69. Hal ini
dikarenakan siswa pada kelas eksperimen
pertama dan kelas eksperimen kedua diberi
perlakuan yang berbeda. Pada kelas
eksperimen pertama pembelajaran meng-
gunakan pembelajaran kimia berbasis
praktikum berorientasi proyek, sedangkan
pada kelas eksperimen kedua meng-
gunakan pembelajaran kimia berbasis
praktikum verifikatif (Duda, 2010).
Tabel 2. Nilai posttest dan hasil ulangan siswa materi kelarutan dan hasil kali kelarutan tahun lalu
Kelas
eksperimen pertama
Kelas eksperimen
kedua
Kelas XI IPA 3 Tahun Lalu
Kelas XI IPA 4
Tahun Lalu
Nilai rata-rata 85,23 78,69 72,32 71,86 Simpangan baku 9,34 11,54 12,94 10,05 Nilai tertinggi 100 97 90 96 Nilai terendah 63 47 35 56
Pembelajaran praktikum berorien-
tasi proyek di kelas eksperimen pertama
dapat meningkatkan pemahaman konsep
kimia siswa, hal ini dapat dilihat dari hasi uji t
(uji perbedaan dua rata-rata satu pihak
kanan) antara kelas eksperimen pertama
dan kelas eksperimen kedua serta antara
kelas eksperimen pertama dan kelas XI
IPA3 tahun lalu. Hasil uji t antara kelas
eksperimen pertama dan eksperimen kedua
menghasilkan thitung sebesar 2,40 dengan
tkritis sebesar 2,002. Karena thitung lebih besar
daripada tkritis, maka pemahaman konsep
kelas eksperimen pertama lebih baik
daripada eksperimen kedua. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pemahaman
konsep kimia siswa meningkat. Hasil uji t
antara kelas eksperimen pertama dan kelas
XI IPA3 tahun lalu menghasilkan thitung
sebesar 4,38 dengan tkritis sebesar 2,003.
Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1417
Karena thitung lebih besar daripada tkritis, maka
pemahaman konsep kimia kelas eksperimen
pertama lebih baik daripada kelas XI IPA3
tahun lalu. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pemahaman konsep kimia siswa
meningkat. Hal ini diperkuat dengan hasil
analisis angket tanggapan siswa terhadap
pembelajaran menggunakan pembelajaran
kimia berbasis praktikum berorientasi
proyek. Rata-rata siswa memberikan
tanggapan positif terhadap masing-masing
indikator yang terdapat dalam angket.
Tanggapan-tanggapan siswa tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran yang
menggunakan pembelajaran kimia berbasis
praktikum berorientasi proyek membuat
siswa dapat memahami materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan, sehingga
pemahaman konsep kimia siswa terhadap
materi lebih baik. Pembelajaran kimia
dengan kegiatan praktikum dapat mengem-
bangkan keterampilan proses dan pema-
haman konsep (Kelly dan Finlayson, 2007).
Pembelajaran praktikum konven-
sional di kelas eksperimen kedua juga dapat
meningkatkan pemahaman konsep kimia
siswa, hal ini dapat dilihat dari hasi uji t
antara kelas eksperimen kedua dan kelas XI
IPA4 tahun lalu. Hasil uji t antara kelas
eksperimen pertama dan kelas XI IPA4
tahun lalu menghasilkan thitung sebesar 2,38
dengan tkritis sebesar 2,004. Karena thitung
lebih besar daripada tkritis, maka pemahaman
konsep kimia kelas eksperimen kedua lebih
baik daripada kelas XI IPA4 tahun lalu. Hal
ini diperkuat dengan hasil analisis angket
tanggapan siswa terhadap pembelajaran
menggunakan pembelajaran praktikum
berorientasi proyek yang tertera pada Tabel
3. Rata-rata siswa memberikan tanggapan
positif terhadap masing-masing indikator
yang terdapat dalam angket. Tanggapan-
tanggapan siswa tersebut menunjukkan
bahwa pembelajaran yang menggunakan
pembelajaran berbasis praktikum berorien-
tasi proyek membuat siswa dapat mema-
hami materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan, sehingga pemahaman konsep
kimia siswa terhadap materi lebih baik.
Pemahaman konsep kimia kelas
eksperimen pertama lebih baik daripada
kelas eksperimen kedua menandakan
bahwa tugas proyek membuat siswa dapat
lebih memahami materi yang dipelajari.
Proyek tersebut membuat siswa lebih aktif
dalam belajar dan mereka juga dituntut
untuk mencari dan membaca lebih banyak
materi untuk menyelesaikan tugas proyek
tersebut. Hal tersebut membuat siswa
memiliki lebih banyak pengetahuan karena
mereka mendapatkan materi dari berbagai
sumber (Dewi, 2012).
Kelas eksperimen kedua mem-
punyai pemahaman konsep kimia yang lebih
baik jika dibandingkan dengan nilai tahun
lalu kelas XI IPA4 materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa dengan adanya praktikum, siswa
lebih dapat memahami materi yang mereka
pelajari karena mereka mendapatkan
pengalaman secara langsung (Kurnianto, et
al, 2010). Kegiatan laboratorium dapat lebih
efektif dalam membantu siswa meng-
konstruk pengetahuan mereka, mengem-
bangkan kemampuan logikal dan kemam-
puan memecahkan masalah dengan baik.
Kegiatan laboratorium juga dapat me-
ningkatkan kemampuan kognitif, memecah-
1418 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420
kan masalah, mengerjakan tugas-tugas
laboratorium dan juga kemampuan untuk
melakukan observasi (Hofstein, 2004).
Gambar 3. Nilai rata-rata posttest dan nilai kelas eksperimen pertama dan kelas eksperimen
kedua tahun lalu
SIMPULAN
Pembelajaran praktikum berorien-
tasi proyek dapat meningkatkan keteram-
pilan proses sains dan pemahaman konsep
kimia siswa materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan kelas XI pada suatu SMA di
Pekalongan. Skor keterampilan proses sains
Kelas eksperimen pertama sebesar 59,2
untuk praktikum 1 meningkat menjadi 70,8
untuk praktikum 2. Kelas eksperimen kedua
memiliki skor keterampilan proses sains
sebesar 58,32 untuk praktikum 1 meningkat
menjadi 69,2 untuk praktikum 2.
Pemahaman konsep kimia kelas eksperimen
pertama pada tahun lalu sebesar 72,32
meningkat menjadi 85,23 pada tahun ini.
Pemahaman konsep kimia kelas eksperimen
kedua pada tahun lalu sebesar 71,86
meningkat menjadi 78,69 pada tahun ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adane, L. dan Admas, A., 2011, Relevance
and Safety of Chemistry Laboratory Experiments from Students’ Perspective: a Case Study at Jimma University, Southwestern Ethiopia, Educational Research, Vol 2, No 12, Hal: 1749-1758.
Arifin, M., 1995, Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia, Surabaya: Airlangga University Press.
Ariyati, E., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis, Jurnal Matematika dan IPA, Vol 1, No 2,
Hal: 1-12.
Dewi, N. K. A. M. P., 2012, Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII E pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi SMP Negeri 3 Singaraja Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Teknik Informatika, Vol
1, No 4, Hal: 2252-9063.
Tri Winarti dan Sri Nurhayati, Pembelajaran Praktikum Berorientasi …. 1419
Duda, H. J., 2010, Pembelajaran Berbasis Praktikum dan Asesmennya pada Konsep Sistem Ekskresi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI, VOX Edukasi,
Vol 1, No 2, Hal: 29-39.
Hofstein, A., 2004, The Laboratory in Chemistry Education: Thirty Years of Experience with Developments, Implementation, and Research, Chemistry Education: Research and Practice, Vol 5, No 3, Hal: 247-264.
Kelly, O.C. dan Finlayson, O.E., 2007, Providing Solutions through Problem Based Learning for the Undergraduate 1
st Year Chemistry
Laboratory, Chemistry Education: Research and Practice, Vol 8, No 3,
Hal: 347-361.
Kukuh J. W. A., Kuncoro T., dan Wena, M.m 2003, Menumbuhkan dan Mengoptimalkan Kemandirian Siswa Program Studi D3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik (FT) Universitas Negeri Malang (UM) dalam Mengerjakan Proyek Akhir Melalui Penerapan Metode Project Base Learning (PBL), Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang Sub-Project Management Unit (SPMU) Technological and Professional Skills Development Sector Project.
Kurnia, E., 2011, Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Sistem Koloid Menggunakan Metode Praktikum Berbasis Masalah, Skripsi, Bandung: UPI.
Kurnianto, Dwijananti, dan Khumaedi, 2010, Pengembangan Kemampuan Me-nyimpulkan dan Mengkomunikasi-kan Konsep Fisika melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol 6,
No 6-9, Hal: 1693-1246.
Romlah, O., 2009, Peranan Praktikum dalam Mengembangkan Kete-rampilan Proses dan Kerja Laboratorium, Makalah disampaikan pada pertemuan MGMP Biologi Kabupaten Garut, 3 Februari 2009.
Silvia, F., 2010, Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Pembelajaran Titrasi Asam-Basa Dengan Metode Praktikum Berbasis Material Lokal, Skripsi,
Bandung: FPMIPA UPI.
Sudjana, 2005, Metoda Statistika, Bandung:
Tarsito.
Sukaesih, S., 2011, Analisis Sikap Ilmiah dan Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol 28, No 1,
Hal: 77-85.
Wardani, S., 2008, Pengembangan Kete-rampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Kromatografi Lapis Tipis Melalui Praktikum Skala Mikro, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol
2, No 2, Hal: 317-322.
1420 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 8, No. 2, 2014, hlm 1409-1420