BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang memungkinkan untuk hidup produtif. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala kebutuhannya dapat terpenuhi tingkat sosial di masyarakat lebih tinggi. Hal ini merupakan dambaan setiap manusia ( Dep Kes RI. 2000 ). Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, seyogianya kedudukannya setara dengan penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit, cacat,
kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan fisik, mental
dan sosial yang memungkinkan untuk hidup produtif. Manusia adalah makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, individu dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya agar segala
kebutuhannya dapat terpenuhi tingkat sosial di masyarakat lebih tinggi. Hal ini
merupakan dambaan setiap manusia ( Dep Kes RI. 2000 ).
Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, seyogianya kedudukannya setara dengan
penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan
tersebut dalam arti ketidak mampuan serta invalisasi baik secara individu maupun
kelompok akan menghambat pembangunan, karena tidak produktif dan tidak efisien.
Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu empat masalah kesehatan utama
di Negara-negara maju, modern dan indrustri keempat kesehatan utama tersbut adalah
penyakait degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun gangguan jiwa
tersebut tidak di anggap sebagai gangguan jiwa yang menyebabkan kematian secara
langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta
invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan,
karena tidak produktif dan tidak efisien (Yosep, 2007).
Skizofrenia merupakan psikosis fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas terbesar, pasien tidak mempunyai realitas, sehingga pemikiran
dan perilakunya abnormal di Rumkital Dr. Ramelan PAV VI A terdapat 16 klien (100%)
dan ada 4 klien yang mengalami gangguan Skizofrenia Paranoid (25%) . Di Indonesia,
sekitar 1% – 2% dari total jumlah penduduk mengalami skizofrenia yaitu mencapai 3 per
1000 penduduk, prevalensi 1,44 per 1000 penduduk di perkotaan dan 4,6 per 1000
penduduk di pedesaan berarti jumlah penyandang skizofrenia 600.000 orang produktif.
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan
jiwa skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya retak atau pecah
(spilit), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
gangguan jiwa Skizofernia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan
kepribadian (splittingof of personality).
Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya waham
kebesaran atau waham kejar, jalannya penyakit agak konstan (Kaplan dan Sadock, 1998).
Pikiran melayang (Flight of ideas) lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia
lebih sering inkoherensi (Maramis, 2005). Kriteria waktunya berdasarkan pada teori
Townsend (1998), yang mengatakan kondisi klien jiwa sulit diramalkan, karena setiap
saat dapat berubah.
Waham menurut Maramis (1998), Keliat (1998) dan Ramdi (2000) menyatakan
bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya,
keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah. Mayer-
Gross dalam Maramis (1998) membagi waham dalam 2 kelompok, yaitu primer dan
sekunder. Waham primer timbul secara tidak logis, tanpa penyebab dari luar. Sedangkan
waham sekunder biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara untuk
menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain, waham dinamakan menurut isinya, salah
satunya adalah waham kebesaran
Waham agama adalah orang yang percaya bahwa dia menjadi kesayangan
supranatural dan atau alat supranatural, waham agama juga dapat diartikan sebagai
keyakinan seseorang bahwa ia dipilih oleh yang maha kuasa atau menjadi utusan yang
maha kuasa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan di bahas tentang konsep teori sebagai landasan dalam
penelitian yang meliputi: 1) konsep dasar schizophrenia, 2) konsep waham, 3) konsep
dasar asuhan keperawatan waham.
2.1 Konsep Dasar Skizofrenia
2.1.1 Pengertian
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah
(split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian
( Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik,
fisik dan sosial budaya ( Hawari, 2003).
2.1.2 Etiologi
1. Teori somatogenik
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara
tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang
menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam
pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau
kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh
perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
2. Teori Psikogenik
a. Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak
dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi
Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah,
suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
b. Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat
(1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
(2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
(3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin.
c. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa
yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan
dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala
primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme)
gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik
yang lain).
d. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam
sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit
badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
2.1.3 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala menurut (bleuler)
1. Gejala Primer
a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah
gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
b. Gangguan afek emosi
- Terjadi kedangkalan afek-emosi
- Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)
- Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
- Emosi berlebihan
- Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
c. Gangguan kemauan
- Terjadi kelemahan kemauan
- Perilaku Negativisme atas permintaan
- Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain
d. Gejala Psikomotor
- Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
- Stereotipi
- Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
- Echolalia dan Echopraxia
2. Gejala sekunder
a. Delusi
b. Halusinasi
c. Cara bicara/berfikir yang tidak teratur
d. Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotifasi, muram, perhatian menurun.
2.1.4 Macam-macam Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara
lain :
a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham
dan halusinasi banyak.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir,
gangguan afek emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia
luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khusus baginya.
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-
gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala
depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk
menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
2.1.5 Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju ke kemunduran
mental.
Terapist jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai penderita yang tidak
dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu mahluk yang aneh dan inferior. Bila sudah
dapat diadakan kontan, maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis.
Biarpun penderita mungkin tidak sempurna sembuh, tetapi dengan pengobatan
dan bimbingan yang baik penderita dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah.
Keluarga atau orang lain di lingkungan penderita diberi penerangan (manipulasi
lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
1. Farmakoterapi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan
skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita paranoid trifuloperazin
rupanya lebih berhasil. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam
waktu 2 – 3 minggu. Bila tetap masih ada waham dan halusinasi, maka penderita tidak
begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan
lingkungannya dan mau turut terapi kerja.
Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi,
jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari
satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua
tahun.
Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neroleptika diberi dalam jangka waktu yang
tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien
(seperti juga pemberian obat kepada pasien dengan penyakit badaniah yang menahun,
umpamanya diabetes mellitus, hipertensi, payah jantung, dan sebagainya). Senantiasa kita
harus awas terhadap gejala sampingan.
Hasilnya lebih baik bila neroleptika mulai diberi dalam dua tahun pertama dari
penyakit. Tidak ada dosis standard untuk obat ini, tetapi dosis ditetapkan secara
individual.
2. Terapi Elektro-Konvulsi (TEK)
Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektrokonvulsi belum
diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek
serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini
tidak dapat mencegah serangan yang akan datang.
Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi
serangan ulangan. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan dapat dilakukan secara
ambulant, bahaya lebih kurang, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus
pada terapi koma insulin.
TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap skizofrenia
simplex efeknya mengecewakan; bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK, kadang-
kadang gejala menjadi lebih berat.
3. Terapi koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit,
hasilnya memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila di mulai dalam waktu 6
bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik pada
katatonia dan skizofrenia paranoid.
4. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan bahkan
ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita dengan skizofrenia karena
justru dapat menambah isolasi dan otisme. Yang dapat membantu penderita ialah
psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan
maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat.
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi,
karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. Pemikiran masalah falsafat atau
kesenian bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan
sebab dapat menambah otisme. Bila dilakukan juga, maka harus ada pemimpin dan ada
tujuan yang lebih dahulu ditentukan.
Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin di atur sedemikian rupa
sehingga ia tidak mengalami stres terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia
dikembalikan ke pekerjaan sebelum sakit, dan tergantung pada kesembuhan apakah
tanggung jawabnya dalam pekerjaan itu akan penuh atau tidak.
5. Lobotomi prefrontal.
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat
mengganggu lingkungannya.
Jadi prognosa skizofrenia tidak begitu buruk seperti dikira orang sampai dengan
pertengahan abad ini. Lebih-lebih dengan neroleptika, lebih banyak penderita dapat
dirawat di luar rumah sakit jiwa. Dan memang seharusnya demikian. Sedapat-dapatnya
penderita harus tinggal dilingkungannya sendiri, harus tetap melakukan hubungan dengan
keluarganya untuk memudahkan proses rehabilitasi. Dalam hal ini dokter umum dapat
memegang peranan yang penting, mengingat juga kekurangan ahli kedokteran jiwa di
negara kita. Dokter umum lebih mengenal penderita dengan lingkungannya, keluarganya,
rumahnya dan pekerjaannya, sehingga ia lebih dapat menolong penderita hidup terus
secara wajar dengan segala suka dan dukanya.
2.2 konsep dasar keperawatan pada pasien waham
2.2.1 Pengertian
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita sosial (Stuart dan Sunden,
1990 : 90).
Waham adalah suatu kepercayaan yang salah/ bertentangan dengan kenyataan dan tidak
tetap pada pemikiran seseorang dan latarbelakang sosial budaya (Rowlins, 1991: 107)
Waham adalah bentuk lain dari proses kemunduran pikiran seseorang yaitu dengan
mencampuri kemampuan pikiran diuji dan dievaluasi secara nyata (Judith Heber, 1987:
722).
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan biarpun dibuktikan
kemustahilannya itu (W. F.Maramis 1991 : 117).
Waham merupakan keyakinan seseorang berdasarkan penelitian realistis yang salah,
keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya
(Keliat, BA, 1998).
2.2.2 Etiologi
Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas
adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat
membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku
yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka,
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan
orientasi realitas terkait dengan fungsi otak maka gangguan atau respons yang timbul
disebut pula respons neurobiologik.
2.2.3 Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham (Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa RSJP Bogor di kutip oleh RSJP Banjarmasin, 2001) yaitu:
a. Waham dengan perawatan minimal
1)Berbicara dan berperilaku sesuai dengan realita.
2) Bersosialisasi dengan orang lain.
3) Mau makan dan minum.
4) Ekspresi wajah tenang.
b. Waham dengan perawatan parsial
1) Iritable.
2) Cenderung menghindari orang lain.
3) Mendominasi pembicaraan.
4) Bicara kasar.
c. Waham dengan perawatan total
1) Melukai diri dan orang lain.
2) Menolak makan / minum obat karena takut diracuni.
3) Gerakan tidak terkontrol.
4) Ekspresi tegang.
5) Iritable.
6) Mandominasi pembicaraan.
7) Bicara kasar.
8) Menghindar dari orang lain.
9) Mengungkapkan keyakinannya yang salah berulang kali.
10) Perilaku bazar.
2.2.4 Macam-macam Waham
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang
kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar.
Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang
yang bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap
sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara
dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh
hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal
“Ideas of reference” yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-
perbuatan tertentu dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan
sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang
membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain.
2.2.5 Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena,
kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi jangan memandang klien
dengan waham pada gangguan skizofrenia ini sebagai pasien yang tidak dapat
disembuhkan lagi atau orang yang aneh dan inferior bila sudah dapat kontak maka
dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis. Biar pun klien tidak sembuh
sempurna, dengan pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan klien
diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako terapi, ECT dan terapi lainnya