Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa kerupuk ikan atau kerupuk udang merupakan oleh-oleh khas Cirebon. Padahal sebenarnya bukan produksi pengusaha kerupuk ikan . Melainkan dihasilkan oleh para Pengrajin kerupuk ikan di Kabupaten Indramayu. Ya, kerupuk ikan dan udang asal Indramayu seringkali diklaim sebagai produk khas tetangganya, yaitu Cirebon. Hampir semua produksi kerupuk yang dipasarkan di Cirebon, diproduksi di Indramayu. Tepatnya di Desa Kenanga, Blok Dukuh, Kecamatan Sindang-Kabupaten Indramayu. Selain dikonsumsi di wilayah Pulau Jawa, produksi kerupuk asal Desa Kenanga Indramayu juga sudah menembus pangsa pasar di luar Jawa hingga Singapura dan Malaysia. Belum tepat memasuki Desa Kenanga, saya dan seorang kawan seakan dipaksa untuk menutup indera penciuman kami. Jika tidak, bau tak sedap siap menyerang kami dari segala arah. “Karena kita belum terbiasa, apalagi bagi mereka yang baru memasuki Desa Kenanga”. Setidaknya itulah alasan kenapa kami harus menutup hidung, dari bau tak sedap dan menyengat di sekitar Sentra Kerupuk terbesar di Jawa Barat. Bau itu, menurut H Yusuf, salah satu pengusaha kerupuk merk Rajawali Desa Kenanga, berasal dari bau genangan air limbah produksi kerupuk. Bagaimana tidak, di atas lahan yang tidak cukup luas, hampir 50% lebih dimanfaatkan untuk aktivitas memproduksi kerupuk dengan beragam rasa dan aroma. Bau tidak enak itu, ternyata tak hanya menjadi kegelisahan para tamu yang baru menginjak Desa Kenanga. Melainkan telah cukup lama menjadi kegelisahan para pengusaha kerupuk setempat.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa kerupuk ikan atau kerupukudang merupakan oleh-oleh khas Cirebon. Padahal sebenarnya bukanproduksi pengusaha kerupuk ikan . Melainkan dihasilkan oleh paraPengrajin kerupuk ikan di Kabupaten Indramayu. Ya, kerupuk ikan danudang asal Indramayu seringkali diklaim sebagai produk khas tetangganya,yaitu Cirebon. Hampir semua produksi kerupuk yang dipasarkan diCirebon, diproduksi di Indramayu. Tepatnya di Desa Kenanga, Blok Dukuh,Kecamatan Sindang-Kabupaten Indramayu. Selain dikonsumsi di wilayahPulau Jawa, produksi kerupuk asal Desa Kenanga Indramayu juga sudahmenembus pangsa pasar di luar Jawa hingga Singapura dan Malaysia.
Belum tepat memasuki Desa Kenanga, saya dan seorang kawan seakandipaksa untuk menutup indera penciuman kami. Jika tidak, bau tak sedapsiap menyerang kami dari segala arah. “Karena kita belum terbiasa,apalagi bagi mereka yang baru memasuki Desa Kenanga”. Setidaknyaitulah alasan kenapa kami harus menutup hidung, dari bau tak sedap danmenyengat di sekitar Sentra Kerupuk terbesar di Jawa Barat. Bau itu,menurut H Yusuf, salah satu pengusaha kerupuk merk Rajawali DesaKenanga, berasal dari bau genangan air limbah produksi kerupuk.Bagaimana tidak, di atas lahan yang tidak cukup luas, hampir 50% lebihdimanfaatkan untuk aktivitas memproduksi kerupuk dengan beragam rasadan aroma. Bau tidak enak itu, ternyata tak hanya menjadi kegelisahanpara tamu yang baru menginjak Desa Kenanga. Melainkan telah cukuplama menjadi kegelisahan para pengusaha kerupuk setempat.
Dulu, lanjut dia, memang pernah ada upaya penanganan limbah yangdilakukan oleh pemerintah dengan memasang saluran pipa untukmenyaring limbah. Namun sudah bertahun-tahun pipanya terpasang, tapisampai saat ini malah terbengkalai. Setelah itu Pemerintah belum adatindakan lagi, hanya memasang pipanya saja.
Hal senada diungkapkan Tendi Subandi, salah satu tokoh masyarakatDesa Kenanga Blok Dukuh. Tendi bahkan mengaku pernah mengeluhkanhal serupa sampai ke tingkat DPRD, selain itu juga meminta kepastiankebijakan agar air limbah tidak mudah menggenang. “Jalan di sekitar BlokDukuh ini, dulunya saluran. Kalau jalannya air ini mengalir terus, itu tidakada limbah yang menggenang. Karena jalan airnya mati, maka ada limbahsedikit saja akan cepat menggenang. Ini pada dasarnya diakibatkan olehkeputusan Pemerintah yang merombak tambak di Bangki menjadibendungan. Jelas setelah itu, air mulai menggenang,” paparnya dikediaman H Yusuf, pada Senin (16/2).
Tendi menambahkan, kedatangannnya ke DPRD beberapa tahun lalubermaksud memprotes dan meminta kebijakan pemerintah untuk menutupair tersebut. Karena setelah tambak di Bangki dirombak menjadibendungan, air limbah itu semakin menumpuk. Sehingga wargamenginginkan agar air itu ditutup. Tapi dari Pemerintah Daerah (Pemda)menolak keinginan warga tersebut. Dengan alasan, akan segeradiupayakan penanggulangan limbah. Padahal sampai saat ini, Pemda tidakmengupayakan apapun.
“Sekitar tahun 1980-an, perusahaan di sini sudah membuang limbahsehingga air tetap mengalir Yang menjadi biang masalah adalah tidaktersalurnya air di sini. Maka kalau lama kelamaan menggenang, bisa-bisaini berpengaruh pada perusahaan. Bisa jadi perusahaan di sini ditutup dantidak berkembang, selain itu kalau ada tamu, baunya tidak sedap danorang akan merasa jijik. Alhasil, citra kami menjadi buruk. Padahal tamukami banyak yang dari luar negeri.” Ungkap dia.
Muasal Pengusaha Kerupuk di Kenanga
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa para pengusaha kerupuk di DesaKenangan Blok Dukuh dikenal sukses dengan usaha produksi kerupuknya.Kerupuk hasil produksi desa ini, dikenal enak dan empuk. Berbeda dengankerupuk hasil produksi Sidoarjo Jawa Timur yang dikenal lebih awal olehmasyarakat. Kerupuk Sidoarjo terkenal dengan berbagai macam variasibentuk, tapi dalam hal kualitas dan rasa, kerupuk produksi Kenanga lahyang lebih banyak dicari.
Seperti yang dikisahkan oleh H Yusuf. Kendati masih tergolong baru diantara para pengusaha kerupuk di Kenanga, namun dengan mudahproduksi kerupuknya menjadi favorit. Tidak hanya di Jawa tapi juga luarJawa. “Awalnya, proses saya untuk memasarkan memang tidak gampang.Karena sebelum produk saya masuk, produk lain sudah menguasai pasar.Produk lain itu tidak hanya dari Sidoarjo, tapi juga dari Desa Kenanga yangmemang sudah dikenal,” ujar dia.
Namun dengan kegigihannya, dia mampu membuktikan bahwa kualitaskerupuknya lebih baik dari yang sudah ada. Para pengusaha kerupuk DesaKenanga, awalnya hanya sebagai buruh pabrik kerupuk di Kota Indramayuyang dimiliki kaum China. Hingga akhirnya, ketrampilan membuat kerupukitu dicoba sendiri di desanya dan berkembang hingga kini. Daripengalaman yang cukup berhasil itu, para buruh tersebut berfikir untuktidak lagi menjadi buruh. Ternyata niat mereka didukung denganbangkrutnya pabrik kerupuk di kota.“Pabrik di kota malah tidak berkembang, karena biaya untuk tenagakerjanya lebih mahal, selain itu di Kenanga kebanyakan dibuat sendiri, dandikembangkan sendiri. Sehingga di kota sekarang hanya mengambil darikami yang sudah jadi,” tutur H Yusuf.
Menurutnya, sudah sejak lama Kabupaten Indramayu menjadi salah satusentra penghasil kerupuk ikan, yang banyak diproduksi di Desa Kenanga,
Blok Dukuh, Kecamatan Sindang-Indramayu. Di desa tersebut terdapatsebuah perkampungan yang menjadi sentra penghasil kerupuk ikan. Saatini ada sekitar 25 kepala keluarga (KK) yang terjun dalam bisnispengolahan kerupuk ikan di kampung tersebut. Jumlah itu sudah jauhberkurang jika dibandingkan dengan masa sebelum krisis moneter(krismon), satu dekade silam. Sebelum Krismon jumlahnya mencapai 54orang. Berbeda dengan di Cirebon, sudah tidak ada lagi industripengolahan kerupuk ikan, karena kalah bersaing dengan pengusahakerupuk Indramayu.
Meski pernah mengalami kemandegan produksi akibat kisis moneter ditahun 1997, namun para pengusaha tetap bangkit lagi karena desakanmasyarakat dari pelanggan. “Namun yang berbeda, sekarang parapengusaha yang benar-benar produktif tinggal tersisa 35-an, selebihnyahanya pengusaha kecil-kecilan yang kurang produktif. Padahal dulusebelum krisis masih 50-an pengusaha produktif. Tapi dari keuntungan,sekarang kami lebih baik dibanding sebelum krisis,” ujarnya berkisah.
Sejumlah merk kerupuk yang sudah dikenal di Desa Kenanga di antaranya:Dua Gajah, Indrasari, Padi Kapas, Kelapa Gading, Dua Mawar, Dua GajahPutera, Candra Mawa, Sri Tanjung, Rajawali, Tulangga, dan Cap Kijang.
Kini para pengusaha kerupuk itu semakin sukses mengembangkan sayap,dan produksinya kian diminati masyarakat. Alhasil, membangun DesaKenanga pun menjadi sebuah keniscayaan. Selain mendirikan koperasiuntuk bahan baku pembuatan kerupuk. Para pengusaha ini juga secaraswadaya berinisiatif mendirikan sarana pendidikan, yang sebelumnya tidakpernah ada di desa tersebut.
Pemerintah tidak Peduli
Menjadi salah satu desa yang dianaktirikan oleh pemerintah, ternyata telahlama dirasakan warga Desa Kenanga Blok Dukuh. Selain tidak pernahmerasakan fasilitas pendidikan laiknya desa tetangga, desa ini juga dalamhal pembangunan sarana umum tak pernah mendapat perhatianpemerintah. “Desa kami ini benar-benar dianaktirikan oleh pemerintah, dulusejak saya kecil, gedung sekolah pun tidak ada. Semua sarana umum baiksekolah, madrasah, dan masjid yang ada sekarang, adalah hasil swadayawarga dan para pengusaha kerupuk,” jelas Tendi bersemangat.
Padahal, lanjut dia, dulu kami sudah sering mengajukan ke Pemerintahuntuk pendirian gedung sekolah. Tapi sampai saat ini tidak ada upaya dariPemerintah, malah sekarang mereka menolak keinginan kami denganalasan kami sudah tergolong mampu dan mandiri. Jadi kalau duludianggap belum berpotensi untuk dibantu, sekarang malah kami dianggapsudah mampu. “Jadi kalau berbicara apakah pemerintah atau tidakterhadap pembangunan di daerah ini, dengan tegas kami katakan tidakpeduli,” tandasnya.
Bahkan terkait pemberdayaan para pengusaha yang ada, menurut Tendiyang lebih membantu adalah pihak PT Pertamina. Seperti halnya H Yusufyang pernah benar-benar merasakan dibantu oleh program-program PTPertamina. Diakui H Yusuf, PT Pertamina benar-benar membantupengusaha yang masih kecil dan belum berkembang. Berbeda denganPemerintah, hanya mau membantu para pengusaha yang sudah suksesdan berkembang. “Mungkin agar pemerintah ikut-ikutan disebut suksesdengan programnya, kasarnya kecipratan suksesnya,” ujar H Yusufdengan sedikit berseloroh.
“Ya, karena saya benar-benar menyaksikan betapa PT Pertamina tidakhanya membantu dana yang cukup banyak, tapi juga memberikan kamiketrampilan dalam pelatihan-pelatihan. Selain itu juga membantumemasarkan produk kami hingga ke luar negeri. Jadi luar biasa, ketikapemerintah melalaikan kami pengusaha kecil, Pertamina membina kami,”ungkap dia.
Berharap Segera Pemekaran
Makin padatnya penduduk di Desa Kenanga sudah tak terelakkan, mautidak mau pemekaran harus dilakukan. Hal itu mengingat luas lahan DesaKenanga Blok Dukuh, memang tidak berbanding dengan padatnyapenduduk yang kian bertambah. Kepadatan tersebut tidak hanyadiakibatkan karena sempitnya lahan serta munculnya pendatang yangbekerja, serta membangun rumah di Desa Kenanga. Tapi juga diakibatkanoleh tanah bengkok (tanah milik Carik Desa sebagai imbal penghasilanatas jabatannya di Pemerintahan Desa).
“Bukan kami tidak bisa bangun rumah, tapi karena memang tidak adatanahnya, memang penduduk di sini pertumbuhannya sangat cepat.Karena orang kerja dan pendatang yang di sini menikah dengan orang sinidan tinggal di sini. Mereka bermigrasi. Tanah di sini kurang lebih 40hektar.”
Tanah Bengkok tersebut sampai saat ini telah memakan sebagian dari luaslahan Desa Kenanga Blok Dukuh. “Jadi kami berharap, selain pemerintahsegara mengabulkan keinginan kami untuk pemekaran, kami juga inginmembeli tanah bengkok itu agar menjadi milik warga. Karena sekarangsungguh sangat sumpek, bahkan karena kekurangan lahan, warga kamibanyak yang membangun rumah di bantaran, di pinggiir sungai,” kataTendi.
pak Tendidan pak Yusuf
Tendi telah mengajukan proposal pemekaran sejak tahun 2004. Namunmau tidak mau harus bersabar, karena menunggu daerah lain yang jugamenginginkan hal serupa. Jika dilihat dari persyaratan pemekaran, tambahTendi, Desa Kenanga sudah memenuhi. Lain halnya dengan Tendisebagai tokoh masyarakat di Desa Kenanga. H Yusuf sebagai pengusaha,berharap agar Pemerintah lebih memperhatikan Desa Kenanga sebagaipotensi yang seharusnya didukung dan dibina.
“Dan yang terpenting lagi, kami ingin jalan-jalan di desa kami diperbaikilagi. Memang Pemerintah pernah memperbaiki di Tahun 2003, namunsekarang kami harus swadaya lagi agar lebih baik. Dibangun lebih tertatadan enak dilihat, seperti di Cibaduyut. Jadi ketika ada tamu datang, merekaterkesan dengan sentra produksi kerupuk kita. Kami juga inginpenanganan limbah segera diatasi.” Ungkap H Yusuf.
Batik Paoman Indramayu, Jawa Barat
BATIK PAOMAN INDRAMAYU
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Selama ini budaya batik nasional makin tergerus pertumbuhannya oleh
pakaian yang bersifat modern ala mancanegara. Baik pakaian batik maupun non
batik. Pakaian Non batik dan batik mancanegara sama-sama memberangus batik
nasional umumnya maupun batik Paoman khususnya. Batik mancanegara lebih
cerah warnanya sehingga lebih tertarik dengan warnanya. Batik mancanegara lebih
murah harganya karena batik mancanegara membatik bukan ditulis, melainkan
dicetak sehingga memproduksi batik lebih cepat dan lebih banyak oleh karena itu
harga batik mancanegara lebih murah. Sedangkan batik Paoman dan nusantara
kebanyakan melalui tulis sehingga membutuhkan proses yang lama sehingga
harganya lebih mahal. Dengan membatik dengan waktu lama, maka ongkos
karyawan lebih banyak atau mahal.Hal demikian batik Paoman semakin tergerus
pertumbuhannya.
Bagi bangsa Indonesia sendiri atau domestik dalam berpakaian bergaya
batik dalam kehidupan sehari- hari masih belum membanggakan. Pakaian gaya
batik masih pilih-pilih untuk berpakaian sehari-hari ( terutama Batik Poman ).
Pakaian gaya batik hanya sering di pakai saat hajatan, upacara tertentu, dan
seragam sekolah pada hari-hari tertentu. Kalau berdasarkan waktu, masih banyak
waktu digunakan untuk berpakaian non batik. Pakaian batik hanya digunakan dalam
waktu-waktu tertentu saja. Biasanya yang bersifat seremoni.
b. Etimologi Batik
Batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Kata batik
merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” (wax) yang dituliskan
ke atas kain sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye) atau dalam Bahasa
Inggrisnya “wax-resist dyeing”.
Kerajinan batik adalah suatu seni tradisional yaitu kerajinan yang turun
temurun. Biasanya kerajinan ini diturunkan dari orang tua kepada anak cucunya.
Makanya, tidak aneh bila kerajinan ini dimiliki oleh keturunan keluarga tetrtentu.
Kerajinan batik merupakan warisan sejak zaman nenek moyang yang dilestarikan
hingga saat ini.
Kerajinan batik pada perkembangannya banyak dipengaruhi oleh beberapa negara
asing seperti Cina ( Tionghoa ) dan Belanda. Tionghoa mempengaruhi warna cerah ( merah
) pada batik yang juga mempopulerkan corak phoenix. Belanda mempengaruhi corak
bunga-bungaan pada batik seperti bunga tulip dan juga gedung dan kereta kuda. Warna