BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan. 3 2.1.2. Agent Infeksius Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing- masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal. 10 2.1.3 Vektor Penular Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Universitas Sumatera Utara
26
Embed
KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM BERDARAH …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16366/2/Chapter II.pdf · Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.1. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie,
trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.3
2.1.2. Agent Infeksius
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup
B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae,
yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing-
masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia.
Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3
merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia
diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling
dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan
gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.10
2.1.3 Vektor Penular
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk
Universitas Sumatera Utara
Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban)
sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan
dalam penularan.11
2.2. Penularan Virus Dengue
2.2.1. Mekanisme Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan
manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok
arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus
tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk.12
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh
nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian
virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang infeksius. 5
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif)
merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian
tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah
menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk
Universitas Sumatera Utara
menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap
virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.13
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),
sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya
(probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus
dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.13 Hanya nyamuk Aedes aegypti
betina yang dapat menularkan virus dengue.12
Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada
darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00
dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap
darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple
biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber
makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk
tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu.
Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah
terjadi.4
2.2.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD14
Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)
Universitas Sumatera Utara
b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar.
Tempat-tempat umum itu antara lain :
i. Sekolah
Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan kelompok
umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.
ii. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya :
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah
penderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue.
iii. Tempat umum lainnya seperti :
Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-lain.
c. Pemukiman baru di pinggiran kota
Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka
kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus
dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal.
2.3. Nyamuk Penular DBD
2.3.1. Morfologi
Nyamuk Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut :
a. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata
nyamuk yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan
kaki.
b. Pupa (Kepompong)
Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”. Bentuknya lebih besar namun
lebih ramping dibandingkan larva (jentik)nya. Pupa nyamuk Aedes aegypti
berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.
c. Larva (jentik)
Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva
i. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm.
ii. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm.
iii. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II.
iv. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm.
Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan
seperti pada potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah daun, kaleng
kosong, pot bunga, botol pecah, tangki air, talang atap, tempolong atau bokor,
kolam air mancur, tempat minum kuda, ban bekas, serta barang-barang lainnya
yang berisi air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah.15 Larva sering
berada di dasar container, posisi istirahat pada permukaan air membentuk sudut
45 derajat, sedangkan posisi kepala berada di bawah.11
d. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk oval yang
mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau menempel pada
dinding penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur diatas permukaan air
Universitas Sumatera Utara
pada dinding vertikal bagian dalam pada tempat-tempat yang berair sedikit,
jernih, terlindung dari sinar matahari langsung, dan biasanya berada di dalam dan
dekat rumah. Telur tersebut diletakkan satu persatu atau berderet pada dinding
tempat air, di atas permukaan air, pada waktu istirahat membentuk sudut dengan
permukaan air.16
2.3.2. Lingkungan Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna yaitu telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur, jentik dan
kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik
dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur dapat bertahan
hingga kurang lebih selama 2-3 bulan apabila tidak terendam air, dan apabila musim
penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka telur akan terendam kembali dan
akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan
stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur
menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.16
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke
tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang nyamuk betina
biasanya 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya angin atau terbawa kendaraan
maka nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh.14
2.3.3. Variasi Musiman
Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang pada
musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum
sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat
Universitas Sumatera Utara
penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat
berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan
populasi nyamuk Aedes aegypti terus meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit
dengue.14
2.3.4. Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti 14,17
Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti ialah pada
tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu
tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya
tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat
berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.
Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air
guna keperluan sehari-hari, seperti: tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain.
b. Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa
menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat minum
hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas (kaleng,botol,
ban,pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga,perangkap semut, penampung air
dispenser, dan lain-lain.
c. Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon, lubang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu,
dan lain-lain .
Universitas Sumatera Utara
2.4. Epidemiologi Penyakit DBD
2.4.1. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih
banyak pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan
kenaikan proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini
mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi
yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan
juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan
DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.18
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun
(86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan
dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada
golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15
tahun meningkat sejak tahun 1984.5
2.4.2. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat
dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi
dengan suhu yang rendah perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna.17
Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan
Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue meningkat dari
0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998. Sampai
saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia.14
Universitas Sumatera Utara
Meningkatnya kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan
karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, dan
terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat
tipe virus yang menyebar sepanjang tahun.14,19
2.4.3. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu
Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan kelembaban yang tinggi,
nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat maka
pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di pulau Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga
kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.18,19
2.4.4. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agent
(virus), host (pejamu), dan lingkungan, yaitu :
1. Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup atau mati yang
kehadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan
dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimuli untuk mengisi dan
memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent
dalam penyebaran DBD adalah virus dengue.19
2. Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit
penyakit DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia
yaitu :
Universitas Sumatera Utara
i. Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat
yang lainnya. Hasil penelitian Fathi (2004) di kota Mataram mobilitas
penduduk tidak ikut berperan dalam terjadinya KLB penyakit DBD di kota
Mataram, hal ini dapat dikaitkan dengan mobilitas penduduk di kota Mataram
yang relatif rendah yaitu sebagian besar adalah petani.20 Hasil penelitian
Arsunan dan Wahiduddin (2003) di kota Makassar mobilitas penduduk
berperan dalam penyebaran DBD, hal ini disebabkan mobilitas penduduk di
kota Makassar yang relatif tinggi.21 Hal ini sesuai dengan Sumarmo bahwa
penyakit biasanya menjalar dimulai dari suatu pusat sumber penularan (kota
besar), kemudian mengikuti lalu-lintas (mobilitas) penduduk. Semakin tinggi
mobilitas makin besar kemungkinan penyebaran penyakit DBD.13
ii. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan
dan cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan dengan
pengetahuan. Hasil penelitian Nicolas Duma (2007) di kecamatan Baruga kota
Kendari ada hubungan yang sangat signifikan antara pengetahuan dengan
kejadian DBD.22 Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Arsunan dan
Wahiduddin (2003) di kota Makassar yang mendapatkan adanya hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian DBD.21 Hasil penelitian
Kasnodiharjo (1997) di Subang Jawa Barat menyatakan bahwa seseorang
yang mempunyai latar belakang pendidikan atau buta huruf , pada umumnya
akan mengalami kesulitan untuk menyerap ide-ide baru dan membuat mereka
konservatif karena tidak mengenal alternatif yang lebih baik.22
Universitas Sumatera Utara
iii. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit
DBD. Hasil penelitian Soegeng Soegijanto (2000) di Jawa Timur dari tahun
1996 sampai dengan tahun 2000 proporsi kasus DBD terbanyak adalah pada
kelompok umur 5-9 tahun. Tetapi pada tahun 1998 dan 2000 proporsi kasus
pada kelompok umur 15-44 tahun meningkat, keadaan tersebut perlu
diwaspadai bahwa DBD cenderung meningkat pada kelompok umur remaja
dan dewasa.4 Hal ini sesuai dengan Suroso bahwa di Indonesia pada tahun
1995-1997 proporsi kasus DBD telah bergeser ke usia ≥ 15 tahun.5 Hasil
penelitian Fitri (2005) di Pekanbaru proporsi penderita terbanyak lebih sering
pada kelompok umur ≥ 15 tahun.24
iv. Jenis kelamin, berdasarkan penelitian Widyana (1998) di Bantul pada tahun
1997 menemukan bahwa proporsi penderita perempuan lebih tinggi dibanding
laki-laki yaitu sebesar 52,6 %.23 Hasil serupa juga di peroleh oleh Enny dkk
(2003) di Jakarta pada tahun 2000 sebagian besar penderita adalah perempuan
(58,2%).25 Namun secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis
kelamin penderita DBD dan sampai sekarang tidak ada keterangan yang dapat
memberikan jawaban dengan tuntas mengenai perbedaan jenis kelamin pada
penderita DBD.13 Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
Djelantik di RSCM Jakarta (1998) menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara angka insiden laki-laki dan perempuan.11
3. Lingkungan, lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah :
i. Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti. Hasil penelitian Yukresna (2003) dengan desain
Universitas Sumatera Utara
penelitian case control di kota Medan mendapatkan kondisi tempat
penampungan air mempunyai hubungan dengan kejadian DBD dengan
OR 5,706 (CI 95% 1,59 – 20,39).26
ii. Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap
perkembangbiakan nyamuk dan virus DBD. Di wilayah dengan ketinggian
lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes
aegypti.
iii. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak
terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang belum sempat menetas, dalam
tempo singkat akan menetas, dan kelembaban udara juga akan meningkat
yang akan berpengaruh bagi kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana
selama musim hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko
penularan virus lebih besar.11,15,19 Dari hasil pengamatan penderita DBD yang
selama ini dilaporkan di Indonesia bahwa musim penularan DBD pada
umumnya terjadi pada musim hujan yaitu awal dan akhir tahun.4 Hasil
penelitian Fitri (2005) kasus penyakit DBD di kota Pekanbaru akan lebih
tinggi pada saat curah hujan tinggi yaitu diatas 300 mm.24
iv. Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan, dari penelitian Yukresna (2003)
di kota Medan dengan desain penelitian case control yang mendapatkan
bahwa kebersihan lingkungan mempunyai hubungan dengan kejadian DBD
dengan OR 2,90 (CI 95% 1,63-5,15).26 Penelitian tersebut sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
pernyataan Seogeng, S (2004) yang menyatakan bahwa kondisi sanitasi
lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.4
2.4.5. Manifestasi Klinis5
Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik yang
meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue, atau demam berdarah dengue
termasuk sindrom syok dengue (DSS). Penyakit demam dengue biasanya tidak
menyebabkan kematian, penderita sembuh tanpa gejala sisa. Sebaliknya, DHF
merupakan penyakit demam akut yang mempunyai ciri-ciri demam, manifestasi
perdarahan, dan berpotensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian. Gambaran klinis bergantung pada usia, status imun penjamu, dan strain
virus.
Berikut ini adalah bagan manifestasi infeksi virus dengue :
Infeksi virus dengue
Asimtomatik Simtomatik
Demam yang tak Demam dengue Demam berdarah jelas penyebabnya dengue (sindrom virus) (kebocoran plasma) Tanpa Dengan Perdarahan perdarahan DBD tanpa DBD dengan syok syok (SSD)
Demam dengue Demam Berdarah Dengue
Universitas Sumatera Utara
2.5. Pencegahan Primer
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
2.5.1. Surveilans Vektor14,16,19
Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan
distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu
dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau
kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk
pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan
penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk
memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik.
Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat
atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara
visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat
genangan air tanpa mengambil jentiknya.
Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti
adalah :
a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa.
HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%
Jumlah Rumah yang Diperiksa
Universitas Sumatera Utara
b. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa.
CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100%
Jumlah Container Yang Diperiksa
c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang
diperiksa.
BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah Jumlah Rumah Yang Diperiksa
Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ),
yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang
diperiksa.
ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100%
Jumlah Rumah Yang Diperiksa
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil
kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis
pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling).
Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya
penyebaran nyamuk disuatu wilayah.
2.5.2. Pengendalian Vektor 4
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi
nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu :
a. Pengendalian Cara Kimiawi
Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk
dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan
Universitas Sumatera Utara
organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida
dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah
penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu
dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut
dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.
b. Pengendalian Hayati / Biologik
Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan
dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme
hewan invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan
sebagai patogen, parasit dan pemangsa.
Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia
affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis
golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis
culiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.
c. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan
mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada
pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari
menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak
terjangkau sinar matahari.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Surveilans Kasus 14
Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif.
Di beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif. Meskipun sistem
surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun sistem
inin berguna untuk memantau kecenderungan penyabaran dengue jangka panjang.
Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan ( rumah sakit, Puskesmas,