This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Isu kepemimpinan merupakan hal yang umum dalam pembahasan teologi. Ada bebera-
pa topik kepemimpinan yang menjadi isu terkait pemabahasan ini. Desti Samarenna membe-
rikan penekanan kepemimpinann dengan memberikan teladan.3 Seorang pemimpinan mem-
butuhkan kecerdasan emosional.4 Menuru Elliya Decce kepemimpinan dapat memberikan
dampak terhadap motivasi pelayanan.5 Ini artinya, ada unsur yang penting dalam kepemim-
pinan, seperti karakter.6 Kepemimpinan dalam pembahasan ini dikaitkan dengan penggem-
balaan, bagaimana seorang gembala memimpin. Penekanan dalam artikel ini adalah karakter
kepemiman seorang gembala.
METODE
Dalam penelitian ini bersifat kualitatif menggunakan pengumpulan data berdasarkan
kajian biblika, yaitu dari Alkitab sebagai sumber utama tentang karakter gembala sebagai
pemimpin. Pengumpulan data melalui kajian biblika dengan penerapan metode-metode
hermeneutik yang tepat mulai dari upaya eksegesis hingga metode lainnya dengan
keseksamaan agar tidak menghilangkan tujuan penelitian. Kajian bersifat biblika ini adalah
suatu ide kebenaran yang dikisahkan melalui penceritakan lebih daripada batasan-batasan
makna teologi itu sendiri. Terdapat suatu kebenaran di dalamnya yang diperoleh dari pen-
ceritaan. Metode ini adalah bagian dari hermeneutika atau ilmu menafsir.
PEMBAHASAN
Karakter Menghidupi iman
Pemahaman yang tinggi tentang panggilan Allah bagi seorang gembala untuk
memimpin umatnya adalah salah satu modal terbesar yang dapat membawa ke pelayanan
berintegritas, berkarakter seperti yang dibentangkan dalam Alkitab. Karakter didefinisikan
sebagai "agregat fitur” dan sifat-sifat yang membentuk sifat individu beberapa orang."7 Ini
adalah sifat menyeluruh dari orang tersebut. Seseorang yang berkarakter kemungkinan besar
juga berintegritas. Integritas didefinisikan sebagai "kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral
dan etika."8 Ini adalah tempat "perpaduan antara keyakinan seseorangdengan perilaku."9
Karakter dan integritas seseorang tidak dapat disembunyikan. Pada awalnya mungkin bisa
disembunyikan tetapi pada akhirnya juga nanti akan terungkap dan tentunya juga berlaku
untuk gembala. Seseorang mungkin dapat menyembunyikan karakter yang lemah dan ku-
rang integritasnya hanya untuk waktu tertentu, dan ketika kelemahan terungkap akan ada
3Desti Samarenna and Harls Evan R Siahaan, “Memahami Dan Menerapkan Prinsip Kepemimpinan
Orang Muda Menurut 1 Timotius 4:12 Bagi Mahasiswa Teologi,” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan
Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 1–13, http://www.jurnalbia.com/index.php/bia. 4Antonius Remigius Abi, “Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Pendidikan,” SOTIRIA (Jurnal
Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 60–68. 5Elliya Dece, “Pengaruh Kepemimpinan Gembala Sidang Terhadap Motivasi Pelayanan Kaum Awam,”
DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika 2, no. 1 (2019): 25–34. 6Fernando Tambunan, “Karakter Kepemimpinan Kristen Sebagai Jawaban Terhadap Krisis
Kepemimpinan Masa Kini,” Illuminate: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 1, no. 1 (2018): 81–104,
http://sttbaptis-medan.ac.id/e-journal/index.php/illuminate/article/view/6. 7Laurence Urdang, ed., “Character”, The Random House College Dictionary (USA: Random House,
Inc., 1988), 225.
8Laurence Urdang, ed., “Integrity”, The Random House College Dictionary (USA: Random House, Inc.,
1988), 693.
9Tommy Yessick, Building Blocks for Longer Life and Ministry (Nashville: Convention Press, 1997), 89
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
konsekuensi bagi pribadinya, imannya, keluarganya, umatnya, dan berpotensi secara
keseluruhan bagi tubuh Kristus.
Jack Hayford menulis:
By character in a leader, I’m referring to a man…committed to becoming a growing
person who grows people, a person whose inner life draws from an eternal fountain-
head, so their outer life begets the durable (more often than the colorful) and the de-
pendable (more often than the clever). Thus, leadership is defined not by gifting,
though leaders are usually blessed with much; not by intellect, though even unwise
leaders are not stupid; not by opportunity, since true leaders aren’t produced by
getting all the breaks; and not by their charisma or classiness. The latter may enable
coming off the blocks quickly, but a fast start makes little difference in a marathon run.
And leadership in that category isn’t determined by who wins, but who finishes- who
ran by the rules, was still standing at the finish and is ready to run again on another
day.10
Budaya modern yang semakin terbuka dalam banyak hal cenderung berdosa atau tidak
sesuai dengan kebenaran firman Tuhan sehingga seorang gembala yang memimpin di masa
kini harus hidup sebagai hamba Allah dan memimpin dari dasar karakter dan integritas yang
saleh, bukan dari budaya yang salah. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang suci
hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Mat 5: 8).
Oswald J. Smith menyatakan, "Orang-orang yang telah memenangkan jiwa-jiwa dan
hidupnya dipengaruhi oleh Tuhan telah menjadi orang-orang yang telah berjalan dengan
Allah jauh di atas massa, sehingga melalui kerohanian yang tinggi dapat menarik orang lain
ke tahap kerohanian yang sama dengan mereka juga. Salah satu cara untuk memenangkan
orang lain agar mereka menjadi pribadi yang seperti Kristus harapkan adalah dengan hidup
seperti yang Allah kehendaki bagi seorang gembala dan mampu menang menghadapi setiap
godaan dunia ini.11 Gembala dipanggil oleh Allah untuk melayani, kemudian sengaja mene-
tapkan dirinya “terpisah” dari dunia, agar dapat dipakai Tuhan untuk mempengaruhi dunia.
Standar Alkitab untuk karakter gembala diuraikan dalam 1 Tim 3: 1-712, dan Tit 1: 5-
9.13 Standar ini membentuk kerangka kerja seorang gembala bagaimana dia merumuskan
hidup dan pelayanannya. Gembala harus memahami bahwa segala sesuatu yang Allah telah
berikan kepadanya, berfungsi untuk kemuliaan Allah. Dalam setiap gerak kehidupan
seorang gembala semuanya itu menjadi bagian pelayanannya yang harus dipersembahkan
sebagai persembahanyang kudus kepada Allah yang kudus.
Tidak Bercela
Karaketer pertama dari seorang Gembala adalah tak bercela, yang dalam bahasa Yunani
dari kata anepilēmptos (I Tim 3: 2; Tit 1: 6). Kata ini juga diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia adalah 'tak bercacat”. Untuk menjadi tak bercacat tidak menunjukkan kesempur-
10Jack Hayford, The Leading Edge (Lake Mary,Florida: Charisma House, 2001), VIII-IX. 11Oswald J. Smith, The Man God Uses (London: Marshall, Morgan, and Scott, 1968), 24. 12Ezra Tari, Ermin Alperiana Mosooli, and Elsye Evasolina Tulaka, “Kepemimpinan Kristen
Berdasarkan 1 Timotius 3:1-7,” Jurnal Teruna Bhakti 2, no. 1 (2019): 15–21. 13Parluhutan Manalu, “Memahami Theologia Dalam Surat Titus,” SOTIRIA (Jurnal Theologia dan
Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 39–59, http://sttpaulusmedan.ac.id/e-
ini harus diambil untuk tidak menganggap remeh tentang perceraian dan pernikahan sebagai
dosa yang tak termaafkan.
Perceraian jika dilakukan di luar ketentuan Alkitab adalah dosa. Seperti dosa lain
perceraian dapat diampuni dan kalau kembali kepada Kristus dapat dipulihkan lagi. Namun
kalau seseorang yang melayani sebagai gembala telah bercerai maka hal itu tidak dapat
diterima secara alkitabiah karena dua alasan. Pertama, ia tidak akan memenuhi syarat seba-
gai "tak bercacat", dan kesaksiannya akan dikompromikan. Kedua, ia tidak akan memenuhi
syarat sebagai orang yang "berhasil dalam membina rumah tangganya dengan baik." Gem-
bala memiliki tanggung jawab untuk mengasihi istrinya dan setia kepadanya. Ini adalah
fokus utama dari bagian itu. Gembala harus "menjadi orang yang tidak perlu dipertanyakan
lagi soal moralitas , yang sepenuhnya benar dan setia kepada istrinya; yang menikah, tidak
dalam cara orang tidak mengenal Tuhan dalam hubungan dengan wanita lain."22
John Piper menulis, ketika gembala mengasihi istri mereka:
It delights and encourages the church. It models marriage for the other couples. It
upholds the honor of the office of elder. It blesses the pastor’s children with a haven of
love. It displays the mystery of Christ’s love for the church. It prevents our prayers
from being hindered. It eases the burdens of the ministry. It protects the church from
devastating scandal. And it satisfies the soul as we find our joy in God by pursuing it
in the joy of the beloved. This is not marginal…Loving our wives is essential for our
ministry. It is ministry.23
Ada banyak tekanan pada hubungan suami istri seorang gembala. Dalam salah satu bab
bukunya H.B. London, Jr dan Neil B. Wiseman menuliskan judul tentang "Peringatan:
Pelayanan Mungkin Berbahaya untuk Pernikahan Anda."24 Mereka mengidentifikasi bahwa
banyak tekanan yang dihadapi seorang gembala bersama istrinya: tidak cukup waktu
bersama; menggunakan uang; tingkat pendapatan; kesulitan komunikasi; harapan jemaat;
kesulitan dalam membesarkan anak-anak; perbedaan masalah karir pelayanan; dan perbeda-
an lebih dari karir pasangan ini. Karena perubahan zaman yang terus berkembang dan sifat
pelayanan, tekanan ini terus meningkat. Gembala harus punya kekuatan untuk menjaga
hubungan pernikahannya, untuk mengurangi tekanan dan potensi jebakan dalam pelayanan.
Mengatur Rumah Tangga Sendiri
Gembala harus "mengatur" (proistamenon; I Tim 3:4) rumah sendiri dengan baik.
Ujian sejati seorang pemimpin adalah seperti apa diamengatur kehidupan rumahnya. Jika dia
konsisten dan jadi model kebenaran di dalam kasih dan mengatur rumahnya dengan baik,
maka ia mungkin memenuhi syarat untuk memimpin gereja. Dia harus setia dalam hubungan
paling intim dalam hidupnya. Orang-orang yang tinggal bersamanya dan tahu dia yang bisa
membuktikan orang macam apa dia. Alkitab mengatakan, "Jikalau seorang tidak tahu
mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah "? (I Tim
3:5). Untuk setiap orang yang melayani sebagai seorang gembala, pimpinan keseluruhan
rumahnya dan arah untuk keluarganya harus kokoh berada di tangannya.Rumah adalah
22 William Hendricksen and Simon J. Kistemaker, New Testament Commentary: Thessalonians, the
Pastorals and Hebrews (Grand Rapids: Baker Books, 1996), 122. 23John Piper, Brothers We are Not Professional (Nashville: Broadman and Holman, 2002), 245.
24 H.B. London, Jr. and Neil B. Wiseman, Pastors at Risk (Wheaton:Victor, 1993), 70-94.
GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)
memungkinkan umatnya tetap teguh berdiri. "pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dank
arena itu ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melebihi kekuatanmu. Pada waktu kam
dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya"
(I Kor 10:13).
Kesetiaandalam Doa Pribadi
Dalam gereja mula-mula para rasul terbebani oleh tugas pelayanan, dan kemudian
memilih beberapa orang diaken untuk mengambil beberapa bagian pelayanan. Mereka
menginstruksikan kepada jemaat, "Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari
antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat
mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan
pelayanan Firman" (Kis 6: 3-4). Tanggung jawab pertama hamba Tuhan adalah bagaimana
ia berusaha mengenal Allah semakin hari semakin lebih baik. Menurut H.B. London, Jr dan
Neil B. Wiseman, "Kunci utama untuk gembala dalam mengembangkan karakter dan inte-
gritas adalah bagaimana dia membangun hubungan dengan Tuhan melalui doa pribadi dan
hidup sesuai FirmanAllah.31
Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Ellison Research (Phoenix,
Arizona) mengungkapkan:
Among a representative sample of 868 Protestant church ministers nationwide, asked
pastors about their personal prayer lives, including how much time they spend
praying, and what they are praying about. The average Protestant minister prays for
thirty-nine minutes a day, although twenty-one percent typically spend fifteen minutes
per day or less in prayer…The typical pastor spends thirty-two percent of his time
making requests, twenty percent in quiet time or listening to God, eighteen percent
giving thanks, seventeen percent in praise, and fourteen percent in confession.32
Kehidupan doa yang intimseorang gembala akan menentukan luas pelayanannya dandampak
bagi Allah. Jika doanya dangkal, pelayanannya juga akan dangkal. Jikaberjalan dengan
Tuhan kuat dan maju, maka pelayanannya akan menjadi kuat dan berkembang baik. The
Puritan John Bunyan pernah berkata, "Anda dapat melakukan apapun setelah Anda berdoa,
tetapi Anda tidak dapat melakukan apappun sampai Anda telah berdoa.”33
Penelitian yang dilakukan oleh Donald A. McGavran, menunjukkan bahwa gerakan
pertumbuhan gerejamemiliki dampak yang cukup besar dengan menggunakan metodologi
modern dan tanpa diragukan lagi berdampak pada jumlah kehadiran di gereja.34 Namun ada
juga focus utamanya hanya pada jumlah yang hadir dalam gereja bukan menekankan proses
dan pertumbuhan rohani. Sama seperti gereja telah dipengaruhi oleh cara berpikir, demikian
juga banyak gembala memiliki cara pikir yang individu juga. Ada tekanan yang signifikan
sekarang ini hanya melihat hasil, dan kadang-kadang gembala terpengaruh dalam arah yang
31H.B. London, Jr. and Neil B. Wiseman, The Heart of a Great Pastor: How to Grow Strong and Thrive
Wherever God Has Planted You (Ventura, CA: Regal Books, 1997), 178 32Ibid,
33 I.D.E. Thomas, The Golden Treasury of Puritan Quotations (Chicago: Moody Press, 1975), 210. 34Donald A. McGavran, Understanding Church Growth (Grand Rapids: Wm B. Eerdmans Publishing
Nya, Yesus mempraktekkan disiplin rohani. Sebagai seorang Anak, ia selalu menunggu
sampai Ia mendengarkan Bapa. Bapa, pada saatnya juga Bapa melakukan bagian-Nya, dan
Roh Kudus akan menolong semua aktifitas-Nya.38 Ketika gembala dilihat oleh Yesus, ia
akan dapat pembelajaran apa arti yang mendasar dari hubungan dengan Allah. Hanya karena
kami menemukan Tuhan dan rencana-Nya bagi kita, bisakami memberikan hikmah-Nya
kepada orang lain. Frye menambahkan, "Pelayanan pastoral yang pertama adalah diterima
Allah terlebih dahulu.39
Richard Baxter menyatakan:
When your minds are in a holy, heavenly frame, your people are likely to partake of
the fruits of it. Your prayers and praises and doctrine will be sweet and heavenly to
them. They will likely feel when you have been much with God. That which is most on
your hearts is likely to be most in their ears…When I let my heart grow cold, my
preaching is cold; and when it is confused, my preaching is confused; and so I can
often observe also in the best of my hearers that when I have grown cold in preaching,
they have grown cold too; and the next prayers I have heard from them have been too
much like my preaching…O Brethren, watch therefore over your own hearts; keep out
lusts and passions of worldly inclinations. Keep up the life of faith, of love, of zeal. Be
much at home and much with God…Take heed to yourselves, lest your example
contradict your doctrine…lest you unsay with your lives what you say with your
tongues; and be the greatest hinderers of the success of your own labor.40
Saat teduh yang sungguh-sungguh secara pribadi dengan Allah akan mendemonstrasikan
kuasa Allah dalam pelayanan. Pendeta, yang telah banyak dengan Tuhan, pelayanannya
akan berdampak dengan kehadiran kuasa Allah.
Menjaga Prioritas
Gembala harus proaktif menjaga karakternya agar mampu menjaga kesetiaan. Dia harus ber-
juang agar hidupnya efektif dan maksimum. Dengan banyaknya tuntutan dalam pelayanan,
mudah untuk jatuh dalam memilih prioritas yang menyebabkan kesulitan. Prioritas pertama
seorang gembala adalah harusberjalan dengan Tuhan. Jika ia kuat berjalan dengan Tuhan,
maka pelayanannya akankuat juga. Jika ia berjalan dengan Tuhan lemah, pelayanannya akan
lemah juga. Prioritas kedua harus hidup dengan keluarganya. Keluarga adalah tempat
pembuktian pertama dalam pelayanan dan kondisi keluarga gembala memiliki dampak yang
signifikan pada pelayanannya. Hubungan gembala dengan istri dan anak-anaknya harus baik
dan terjaga. Kualitas hubungan ini secara langsung dipengaruhi olehkuantitas waktu yang
dihabiskannya di setiap waktu.
Prioritas ketiga adalah pelayanan ke gereja. Banyak gereja tidak menyadari pentingnya
urutan prioritas ini, jika gereja-gereja, gagal untuk menyadari bahwa jika seseorang tidak
berjalan dengan Tuhan dan memelihara keluarganya biarpun dia baik maka besar kemung-
kinan tidak akan lama dalam pelayanan atau paling tidak pelayanannya akan mengalami
banyak kesulitan. Tantangannya adalah dalam hal memilih prioritas dan menjaga keseim-
bangan. Masing-masing prioritas tersebut mempengaruhi orang lain.
38John W. Frye, Jesus the Pastor (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000),108. 39Ibid., 108 40Richard Baxter, The Reformed Pastor (London: Banner of Truth, 1983 ed.), 61-63, 65