Top Banner
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH DEBT COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK MENAGIH UTANG NASABAH KARTU KREDIT 90% Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Mat Rofi’i NIM. E0007162 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
101

KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

Mar 16, 2019

Download

Documents

trinhlien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH

DEBT COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK MENAGIH UTANG

NASABAH KARTU KREDIT

90%

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh

Mat Rofi’i

NIM. E0007162

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH

DEBT COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK MENAGIH UTANG

NASABAH KARTU KREDIT

Oleh

MAT ROFI’I

NIM. E0007162

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Page 3: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH

DEBT COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK MENAGIH UTANG

NASABAH KARTU KREDIT

Oleh:

MAT ROFI’I

NIM. E0007162

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 13 Juli 2012

DEWAN PENGUJI

Page 4: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Mat Rofi’i

NIM : E0007162

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH

DEBT COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK MENAGIH UTANG

NASABAH KARTU KREDIT adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang

bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan

hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 08 Mei 2012

yang membuat pernyataan

Mat Rofi’i

NIM. E0007162

Page 5: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

MAT ROFI’I. E0007162. KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG

DILAKUKAN OLEH DEBT COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK

MENAGIH UTANG NASABAH KARTU KREDIT. Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui mengenai tentang tinjauan

hukum pidana terhadap perbuatan yang dilakukan debt collector kepada nasabah

dalam menagih utang kartu kredit dan mengetahui pertanggungjawaban menurut

hukum pidana pihak bank sebagai pemberi perintah debt collector apabila

penagihan utang kartu kredit dilakukan dengan cara melawan hukum. Penelitian

ini merupakan termasuk dalam penelitian hukum normatif dengan menggunakan

sumber bahan sekunder. Sumber bahan sekunder terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum sekunder

diperoleh dari studi kepustakaan yaitu melalui buku-buku teks, kamus-kamus

hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas tindak pidana yang

dilakukan oleh debt collector dalam menagih utang kartu kredit.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini, dapat ditarik kesimpulan

bahwa perbuatan debt collector dalam menagih utang kartu kredit yang

meresahkan nasabah bila dikaji dari hukum pidana termasuk dalam perbuatan

pidana yang dapat dijerat dengan pasal didalam Kitab Undang-Undang Pidana.

Pasal-pasal itu antara lain adalah Pasal 167 KUHP (memaksa masuk ke dalam

rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan

melawan hukum), Pasal 333 KUHP (perampasan kemerdekaan, penyanderaan

debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362,

363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector mengambil barang apa saja

milik debitur), Pasal 362 dan 369 KUHP, serta Pasal 406 KUHP (perusakan

barang).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mengenal

pertanggungjawaban pidana korporasi . tetapi dalam dalam Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1988 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/2/PBI/2012 pasal 21 ayat (1) Dalam hal Penerbit melakukan kerja sama dengan

pihak-pihak di luar pihak maka Penerbit bertanggung jawab atas kerja sama

tersebut. Hal ini diperjelas oleh bagian penjelasan yang mengatakan: Yang

dimaksud dengan pihak-pihak di luar pihak lain dalam ayat ini misalnya

perusahaan jasa pengiriman dokumen, agen pemasaran(sales agent) atau jasa

penagihan (debt collector). Sehingga pihak bank, yang merupakan si penyuruh,

dapat dikenai pasal 55 KUHP. Menurut ketentuan ini, orang yang menyuruh

melakukan tindak pidana (doen plegen) ikut bertanggungjawab atas perbuatan

yang dilakukan orang disuruh. Dalam hal ini meskipun majikan tidak melakukan

sendiri perbuatan pidana dan yang melakukan adalah bawahannya, maka majikan

dipandang sebagai pelaku dan dihukum sebagai pelaku.

Kata kunci : Tindak Pidana, Kartu kredit, Debt Collector

Page 6: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

MAT ROFI’I. E0007162. THE STUDY OF CRIME BY BANK DEBT

COLLECTOR COLLECT DEBTS GOVERNED CREDIT CARD

CUSTOMERS. Faculty of Law University of Sebelas Maret.

The study aims to determine the law on judicial review of criminal acts

committed against debt collectors to customers in charge of credit card debt and

find criminal liability according to law by the bank as a debt collector giving the

orders if the credit card debt collection is done by illegal means. This study is

included in the normative legal research using secondary source material.

Secondary source material consists of primary legal materials, legal materials

and secondary legal materials tertiary. Secondary legal materials obtained from

the literature study through textbooks, legal dictionaries, law journals, and

comments for the same offenses committed by the debt collector to collect credit

card debt.

Based on the results of research and discussion, it can be concluded that

the acts of debt collectors collect debts in the credit card customer troubling when

examined from the criminal law including the criminal act that can be charged

with the article in the Book of Criminal Law. Those articles include Article 167 of

the Criminal Code (breaks into the house, room, or enclosed yard which is used

by someone else against the law), Article 333 of the Criminal Code (deprivation

of liberty, hostage-taking against the debtor with the law), Article 351 of the

Criminal Code (abuse ), Article 362, 363, and 365 of the Criminal Code (theft,

when a debt collector take away any item owned by the debtor), Article 362 and

369 of the Criminal Code, and Article 406 of the Criminal Code (destruction of

the goods).

Book of the Criminal Justice Act (Penal Code) does not recognize

corporate criminal liability. but in the Act No. 10 of 1988 concerning Banking

and Bank Indonesia Regulation Number 11/2/PBI/2012 article 21 paragraph (1)

The Issuer cooperation with parties outside the party, the Issuer is responsible for

co-operation them. This is made clear by the explanation that says: What is meant

by the parties outside of the other party in this paragraph such as document

delivery service companies, marketing agencies (sales agent) or billing services

(debt collector). So that the bank, which is the principal, subject to Article 55 of

the Criminal Code. According to this provision, the person who ordered a

criminal offense (doen plegen) share responsibility for the acts committed were

ordered. In this case even if the employer does not conduct its own criminal acts

and who is his subordinate, the employer is seen as a principal and punishable as

a principal.

Keywords: Crime, Credit Cards, Debt Collector

Page 7: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mengerjakan sholat.

Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,

kecuali bagi orang-orang yang khusyuk”

(QS. Al-Baqarah(2):45)

“Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar”

(Khalifah Umar Bin Khatab)

“Orang hebat bukan yang berani mati tetapi yang mampu hidup dalam segala situasi”

(Penulis)

Page 8: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Allah Subhanahu wa-ta'ala

2. Ayah dan Ibuku tersayang

3. Adikku Zahrul Yunus dan Riza Pramiditya

4. Teman-teman yang saya banggakan

5. Almamaterku tercinta.

Page 9: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat,

serta karunia-Nya yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis mampu

menyelesaikan tugas penulisan hukum (skripsi) dengan judul KAJIAN

TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH DEBT

COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK MENAGIH UTANG

NASABAH KARTU KREDIT Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi

dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan hukum (skripsi) ini tidak

lepas dari bantuan serta dukungan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada :

1. Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak R. Ginting, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana.

3. Bapak Ismunarno, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang

telah banyak membantu dan memberikan bimbingan dalam penulisan hukum

ini.

4. Bapak Sabar Slamet, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang

telah banyak membantu dan memberikan bimbingan serta mengarahkan dalam

penulisan hukum ini.

5. Ibu Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama

penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Page 10: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

7. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang

telah banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh

studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Bapak dan Ibuku tercinta, yang tidak pernah lelah untuk memberikan doa,

motivasi dan kasih sayang selama ini.

9. Beta Wulansari yang selalu mendampingi dan memberi dukungan kepada

penulis.

10. Teman-teman angkatan tahun 2007 yang selama ini selalu setia

kebersamaannya serta dalam memberikan dukungan dan masukan.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu disini yang telah

membantu Penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari

kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh

karena itu, dengan besar hati penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang

bersifat membangun. Semoga Penulisan Hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis

maupun para pembaca.

Surakarta, 2 Mei 2012

Penulis

Mat Rofi’i

Page 11: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .............................................................................................. i

Halaman Persetujuan Pembimbing ............................................................... ii

Halaman Pengesahan Penguji ....................................................................... iii

Halaman Pernyataan ...................................................................................... iv

Abstrak .......................................................................................................... v

Motto ............................................................................................................ vii

Persembahan .................................................................................................. viii

Kata Pengantar .............................................................................................. ix

Daftar Isi ....................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 5

E. Metode Penelitian .................................................................... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 12

A. Kerangka Teori ........................................................................ 12

1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana ............................ 12

a. Pengertian Hukum Pidana ............................................. 12

b. Pengertian Jenis-Jenis Hukum Pidana .......................... 13

c. Asas-Asas Hukum Pidana ............................................. 14

2. Tinjauan Umum Tentang .................................................... 18

a. Istilah Tindak Pidana .................................................... 18

b. Pengertian Tindak Pidana ............................................. 18

Page 12: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

c. Jenis-Jenis Tindak Pidana ............................................. 19

d. Unsur-Unsur Tindak Pidana.......................................... 20

3. Tinjauan Umum Tentang Debt Collector ............................ 23

a. Pengertian Debt Collector ............................................. 23

b. Dasar Hukum ................................................................ 24

c. Cara Kerja Debt Collector ............................................ 25

4. Tinjauan Umum Tentang Bank ............................................ 27

a. Pengertian Bank ............................................................ 27

b. Jenis dan Kegiatan Usaha Bank .................................... 27

c. Larangan Kegiatan Usaha Bank .................................... 32

5. Tinjauan Umum Tentang Kartu Kredit ................................ 33

a. Pengertian Kartu Kredit ................................................ 33

b. Dasar Hukum Kartu Kredit ........................................... 34

c. Macam Kartu Kredit ..................................................... 36

d. Para Pihak Dalam Kartu Kredit .................................... 37

B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 39

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 40

A. Tinjauan hukum pidana tentang perbuatan debt collector

yang melakukan tindak pidana kepada nasabah dalam

menagih utang kartu kredit ....................................................... 40

B. Pertanggung Jawaban Pidana Pihak Bank Sebagai Pemberi

Perintah Debt Collector Apabila Penagihan Utang Kartu

Kredit Dilakukan Dengan Cara Melawan Hukum .................... 64

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 82

A. Simpulan .................................................................................. 82

B. Saran ........................................................................................ 83

Daftar Pustaka .............................................................................................. 85

Lampiran......................................................................................................... 88

Page 13: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

Page 14: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak zaman dahulu manusia menggunakan barang sebagai media

pembayaran yang kita kenal sebagai sistem barter dimana untuk mendapatkan

suatu barang harus ditukarkan dengan barang lain, seiring dengan perkembangan

zaman cara ini mulai ditinggalkan setelah ditemukannya suatu alat pembayaran

yang lebih praktis yang kita kenal saat ini dengan nama uang. Dengan uang kita

bisa membeli semua kebutuhan yang kita inginkan, sehingga tak heran jika setiap

orang berusaha untuk mendapatkan uang.

Kehidupan manusia, ada seseorang yang ketahanan mental yang tinggi dan

stabil, meskipun kondisi ekonominya sulit, ia tidak sampai menempuh jalan yang

menyimpang dan melanggar hukum untuk menghadapi pergaulan sosialnya, akan

tetapi ada komunitas yang gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma positif

sehingga untuk menyesuaikan pergaulan sosial digunakanlah cara-cara yang

menyimpang dan melanggar hukum. Perbuatan yang menyimpang ini ada yang

merugikan kehidupan masyarakat secara langsung ke masyarakat. Perusakan

terhadap suatu kawasan hutan misalnya seringkali menimbulkan kerugian pada

masyarakat secara tidak langsung, tetapi kerugiannya dapat dirasakan di kemudian

hari. “Begitupun ketika suatu masyarakat gagal beradaptasi di tengah pengaruh

informasi global dan menyerah menjadi budak globalisasi. Ada akibat yang

langsung dirasakan, namun juga ada yang berjangka panjang” (Yahya Harahap,

2006 : 10).

Perkembangan teknologi baru selalu mempengaruhi evolusi peradaban

manusia. Penemuan-penemuan besar keilmuan telah mengakibatkan perubahan

kebiasaan, sistem nilai, cara pandang sampai ketentuan hukum suatu negara.

Dalam ilmu sosial, perubahan perilaku sosial (social behavior) bukanlah suatu hal

yang harus ditakuti, sebab perubahan sosial itu selalu akan memberi warna baru

dalam perjalanan sejarah peradaban umat manusia. Terlepas dari kekhawatiran

Page 15: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

apakah kemajuan tersebut akan bermanfaat atau malah akan menimbulkan

malapetaka terhadap peradaban manusia itu sendiri.

Modus dalam kejahatan dalam masyarakat merupakan salah satu bentuk

kejahatan mengikuti perkembangan teknologi dan cara hidup manusia. Memahami

makna dari kejahatan dalam hal perkembangan kehidupan perlu kiranya untuk

mencermati perkembangan yang terjadi dalam praktik bisnis dengan berbagai

modus di antaranya adalah dalam bidang kompertisi yang dikenal dengan unfair

competion berupa tindakan tying contract, exclusive dealing, price discrimination,

price fixing, penggabungan perusahaan, false advertising (penipuan iklan) dan

kejahatan lingkungan hidup (environmental crime) penyelenggara jasa keuangan

dan bank (Endah Lestari,2010:14).

Secara tidak langsung seluruh bidang kehidupan manusia terkena dampak

dari teknologi, tidak terkecuali bidang perdagangan dan perbankan. Teknologi

dimanfaatkan sebagai penunjang dalam transaksi perdagangan dan perbankan

demi mewujudkan sistem perdagangan yang mudah dilakukan dan praktis. Pada

era teknologi ini, alat pembayaran yang efektif dan efisien sangat diperlukan. Alat

pembayaran yang berukuran kecil dan terbuat dari bahan plastik tersebut yang

kemudian dikenal dengan sebutan kartu kredit.

Awal mula pemikiran menciptakan alat pembayaran yang canggih, efektif

dan efisien bermula di New York Tahun 1950. Pada saat seorang wiraswastama

terkenal mengundang mitra bisnisnya untuk bersantap bersama dalam melakukan

negosiasi bisnis. Setelah selesai dan akan melakukan pembayaran, wiraswastawan

tersebut mendapati dompetnnya tertinggal. Dengan perasaan malu ia memberikan

kartu identitas kepada restoran yang bersangkutan sebagai jaminan untuk ditagih

di kantornya keesokan harinya. Kejadian tidak terduga dalam kasus yang

direstoran itu kemudian dikenal dengan nama Frank Mc Namara, sehingga

mengilhaminya untuk menciptakan mekanisme pembayaran dengan menggunakan

instrument kartu. Sejak itulah muncul kartu kredit yang digunakan sebagai alat

pembayaran yang menggantikan uang tunai ( Johannes Ibrahim, 2004:13).

Masalah yang timbul saat ini adalah bagaimana jika seseorang tidak

memiliki uang sedangkan harus memenuhi kebutuhan yang terdesak,

Dengan kemajuan yang ada, hal ini dapat diatasi dengan kehadiran suatu sistem

pembayaran yang mana seseorang dapat membeli barang tanpa harus membayar

pada saat itu juga yang dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut kredit. Dengan

kredit, seseorang dapat membayar barang sesuai dengan waktu dan kemampuan

Page 16: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang dapat disesuaikan , sehingga memudahkan untuk dapat memiliki sesuatu

yang diinginkan tanpa harus mempersiapkan uang tunai dalam jumlah besar.

Hadirnya sistem kredit sangat membantu kehidupan masyarakat bahkan

pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara, namun keterbatasan saat ini adalah

tidak semua barang yang dijual di pasar atau toko menawarkan system kredit

terhadap barang yang mereka jual. Kerena disamping faktor kepercayaan , faktor-

faktor lain dijadikan pedagang sebagai petimbangan untuk lebih nyaman jika

menjual dengan cara tunai daripada kredit. Dalam perkembangannya untuk

mengatasi akan hal ini, pihak perbankan berlomba-lomba menawarkan jasa

pembayaran kredit kepada nasabahnya dimana bank siap menjadi jaminan untuk

membayar barang-barang nasabahnya, yang bisanya nanti akan ditagih pada akhir

bulan. Dengan suatu sistem canggih yang saat ini dikenal dengan kartu kredit.

Kartu kredit merupakan alternative untuk memudahkan pembayaran jika

kita kehabisan uang sewaktu-waktu, hanya dengan sebuah kartu seseorang bisa

membeli kebutuhan-kebutuhan kita ditoko-toko tertentu tanpa harus membawa

uang tunai. Namun dibalik kemudahan-kemudahan tersebut, jika tidak digunakan

secara bertanggung jawab kartu kredit dapat membawa masalah bagi para

pengguna layanan tersebut kerena hadirnya kartu kredit membuat masyarakat

terbiasa dengan sifat hedonisme yang mengarakan ke arah pemborosan dan

akhirnya menghadapkan kepada debt collector bank untuk menagih sejumlah

hutang. Dalam penagihan hutangnya biasanya pihak bank menyerahkan kuasanya

kepada pihak ketiga yang biasa disebut debt collector. Atas kuasa tersebutlah para

debt collector sering melakukan sejumlah cara bahkan sampai menggunakan

ancaman dan kekerasan dalam penagihan hutangnya kepada debitur-debitur nakal.

Terjadinya beberapa kasus tentang tindak pidana yang dilakukan debt

collector beberapa waktu yang lalu membuat profesi ini menjadi pokok

pembicaraan masyarakat, sejumlah seluk beluk profesi ini terus dibahas, mulai

dari kewenangan, kuasa bahkan sampai pengaruh terhadap kepercayaan

masyarakat terkait bank yang mempekerjakan mereka. Atas hal-hal inilah yang

melatarbelakangi penulis untuk membahas seputaran debt collector dalam

penagihan hutang kartu kredit para debitur bank. Dari uraian diatas penulis

Page 17: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tertarik untuk menulis penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul:

“KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH

DEBT COLLECTOR YANG DIPERINTAH BANK MENAGIH UTANG

NASABAH KARTU KREDIT”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk membatasi

masalah yang akan dikaji dalam pembahasan agar tidak memberikan penafsiran

yang bermacam-macam serta sebagai upaya pemecahan masalah yang ingin

dicapai dari uraian latar belakang di atas.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan permasalahan

dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tinjauan hukum pidana tentang perbuatan debt collector yang

melakukan tindak pidana kepada nasabah dalam menagih utang kartu kredit?

2. Bagaimana tanggung jawab pidana pihak bank sebagai pemberi perintah debt

collector apabila penagihan utang kartu kredit dilakukan dengan cara melawan

hukum?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, ada beberapa tujuan yang ingin

dicapai. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui tentang tinjauan hukum pidana terhadap perbuatan debt

collector yang melakukan tindak pidana terhadap nasabah kartu kredit.

b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban menurut hukum pidana pihak bank

sebagai pemberi perintah debt collector apabila penagihan utang kartu kredit

dilakukan dengan cara melawan hukum hukum.

Page 18: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Tujuan Subyektif

Untuk memperoleh bahan-bahan dan data-data yang diperlukan dalam

menyusun penulisan hukum, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya diharapkan akan dapat memberikan manfaat

yang berguna terutama pada ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut.

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini, menggunakan pendekatan normatif maka hasilnya

diharapkan berguna untuk kepentingan pengembangan teori-teori hukum

tentang penegakan hukum yang harus dicapai, strategi penegakan hukum

pidana yang efektif, hubungan peranan penegak hukum dan peran serta

masyarakat dalam mencapai efektivitas hukum.

b. Menambah literatur, referensi, dan bahan-bahan informasi ilmiah serta

pengetahuan bidang hukum yang telah ada sebelumnya, khususnya untuk

memberikan suatu deskripsi jelas mengenai pemecahan permasalah yang

akan di pecahkan penulis.

c. Untuk mendalami dan mempraktekan teori-teori yang telah diperoleh

penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan mempunyai nilai kemanfaatan untuk kepentingan

penegakan hukum guna mewujudkan ketertiban hukum dan ketertiban

sosial.

b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,

membentuk pola pikir ilmiah sekaligus mengetahui kemampuan penulis

dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

Page 19: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Menjadi wawasan dan pengetahuan hukum bagi masyarakat luas terkait

mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh debt collector dalam menagih

utang kartu kredit.

E. Metode Penelitian

“Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 35). Penelitian hukum dilakukan

untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu,

“penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di

dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 41).

Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian

dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah “peneliti harus terlebih

dahulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin

ilmunya” (Johnny Ibrahim, 2006: 26). Dalam penelitian hukum, “konsep ilmu

hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan

peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak

terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya” (Johnny Ibrahim, 2006:

28).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut :

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut penelitian hukum sendiri, maka pada penelitian ini

penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum

normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal

research) yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based)

yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-baan hukum primer dan

sekunder. Sehingga penelitian hukum menurut Johnny Ibrahim ialah “suatu

Page 20: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

prosedur ilmiah untk menemukan kebenaran bedasarkan logika keilmuan

hukum dari sisi normatifnya” (Johnny Ibrahim, 2006: 57).

Pendapat ini kemudian dipertegas oleh Sudikno Mertokusumo yang

menyatakan bahwa disiplin ilmiah dan cara kerja ilmu hukum normatif adalah

pada obyeknya, obyek tersebut adalah hukum yang terutama terdiri atas

kumpulan peraturan-peraturan hukum yang bercampur aduk merupakan chaos:

tidak terbilang banyaknya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan

setiap tahunnya. “Ilmu hukum (normatif) tidak melihat hukum sebagai suatu

chaos atau mass of rules tetapi melihatnya sebagai suatu Istructured whole of

system”(Johnny Ibrahim, 2006: 57).

Penulis memilih penelitian hukum yang normatif, karena menurut

penulis sumber penelitian yang digunakan adalah bahan hukum sekunder, yang

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tersier. Selain itu, menurut penelitian penulis bahwa sesuai dengan pendapat

Johnny Ibrahim, berkenaan dengan penelitian yang dilakukan penulis

mengenai tindak pidana yang dilakukan debt collector atas perintah bank

kepada nasabah dalam menagih utang kartu kredit, sehingga dibutuhkan

“penalaran dari aspek hukum normatif, yang merukan ciri khas hukum

normatif” (Johnny Ibrahim, 2006: 127). Jadi berdasarkan uraian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa jenis penelitian hukum normatif yang dipilih oleh penulis

sudah sesuai dengan obyek kajian atau isu hukum yang diangkat.

2. Sifat Penelitian

“Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri.

Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya sebagai

ilmu yang bersifat preskriptif ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-

konsep hukum, dan norma-norma hokum” (Peter Mahmud Marzuki, 2009: 22).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan memberikan

preskriptif mengenai pengaturan tindak pidana yang dilakukan debt collector

bank kepada nasabah kartu kredit.

Page 21: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk

mengungkapkan kebenaran untuk mengungkap kebenaran secara sistematis,

metodologis dan konsisten, dengan mengadakan analisa dan konstruksi.

Penelitian hukum senantiasa harus diserasikan dengan disiplin hukum yang

merupakan suatu sistem ajaran tentang hukum sebagai norma dan kenyataan

(Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, 2003:20).

Menurut Johnny Ibrahim, dalam penelitian hukum terdapat beebeerapa

pendekatan, yaitu “pendekatan perundang-undangan (satute approach),

pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan analitis (analytical

approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan

historis (historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach),

dan pendekatan kasus (case approach)” (Johnny Ibrahim, 2006: 300).

Dari ketujuh pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan dengan

penelitian hukum ini adalah pendekatan perundang-undangan (satute

approach) dan pendekatan analitis (analytical approach).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum yang

dilakukan oleh penulis adalah bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoriatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan hakim. Sedangkan “bahan hukum sekunder

berupa semua publikasi tentang hukum yang bukkan merupakan dokumen-

dokumen resmi, yan meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-

jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan” (Peter Mahmud Marzuki,

2009: 141).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum primer yakni

perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua

publikasi tentang hukum hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen

Page 22: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

resmi, yang meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum dan jurnal-jurnal

hukum.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Dalam bukunya, Penelitian Hukum, Peter Mahmud mengatakan, bahwa pada

dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Sehingga yang

digunakan adalah bahan hukum, dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

“Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoriatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim”

(Peter Mahmud Marzuki, 2009: 141).

b. Bahan Hukum Sekunder

“Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi” (Peter Mahmud Marzuki,

2009: 141). Bahan hukum sebagai pendukung dari data yang akan

digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para

ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya, yang

memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian normatif

dimana teknik analisis yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme

dan interpretasi, dengan menggunakan pola berpikir deduktif. Interpretasi atau

penafsiran merupakan metode penemuan hukum yang memberi penjelasan

yang gamblang terkait teks undang-undang agar lingkup kaidah dapat

ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

Page 23: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam penelitian ini, penulis juga akan menggunakan metode silogisme

dengan teknik analisis deduksi. Metode deduksi adalah metode yang

berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor

dari kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion. Artinya

bahwa melakukan pengolahan analisis bahan dengan menarik kesimpulan dari

suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang

diteliti.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum untuk memberikan gambaran secara

keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam

penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang

tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang saling berhubungan dimaksudkan

untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun

sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab satu akan diuraikan mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan hukum untuk memberikan

pemahaman mendalam terhadap isi penelitian secara garis besar.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab dua penulis akan menguraikan hal-hal yang berhubungan

dengan kerangka teori dan kerangka pemikiran dari penelitian ini.

Dalam kerangka teori, akan diuraikan mengenai tinjauan umum tentang

hukum pidana, yang meliputi pengertian hukum pidana; pemaparan

jenis-jenis hukum pidana, pemaparan asas-asas hukum pidana, tinjauan

umum tentang tindak pidana yang meliputi istilah tindak pidana,

pengertian tindak pidana, pemaparan jenis-jenis tindak pidana dan

pemaparan unsur-unsur tindak pidana. Kemudian, diuraikan mengenai

tinjauan umum tentang Debt Collector, yang meliputi pengertian Debt

Page 24: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Collector, cara kerja Debt Collector ;. Pemaparan mengenai tinjauan

umum tentang bank, yang meliputi pengertian bank; jenis-jenis dan

kegiatan usaha bank, dan larangan kegiatan usaha bank. Dilanjutkan

dengan tinjauan umum tentang kartu kredit yang meliputi pengertian

kartu kredit, macam kartu kredit dan para pihak dalam kartu kredit.

Keseluruhan uraian dapat memudahkan pembaca untuk membaca dan

memahami mengenai kajian tentang tindak pidana yang dilakukan oleh

Debt Collector atas perintah bank kepada nasabah dalam menagih utang

kartu kredit.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab tiga, penulis akan menyajikan pembahasan dari hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, yaitu berupa kajian

tentang tindak pidana yang dilakukan oleh Debt Collector atas

perintah bank kepada nasabah dalam menagih utang kartu kredit.

Dalam kajian tersebut akan diuraikan tentang tinjauan hukum pidana

terhadap perbuatan yang dilakukan debt collector kepada nasabah

dalam menagih utang kartu kredit dan pertanggungjawaban menurut

hukum pidana pihak bank sebagai pemberi perintah debt collector

apabila penagihan utang kartu kredit dilakukan dengan cara melawan

hukum hokum

BAB IV : PENUTUP

Bab keempat ini merupakan bab terakhir dari keseluruhan penulisan

hukum. Pada bab ini, berisikan simpulan dari pembahasan rumusan

masalah hasil penelitian dalam penulisan hukum dan disertai saran

yang didasari dari simpulan hasil penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Page 25: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana

a. Pengertian Hukum Pidana

Rumusan mengenai pengertian hukum pidana mempunyai lebih dari

satu rumusan. Tidak ada rumusan mengenai pengertian hukum pidana

yang sempurna yang dapat diberlakukan secara umum. Rumusan hukum

pidana ini sulit dibatasi karena isi dari hukum pidana itu sendiri sangat luas

dan mencakup banyak aspek yang tidak mungkin untuk dimuat dalam

suatu batasan dengan suatu kalimat tertentu. Para sarjana ternyata

mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian hukum

pidana ini.

Hukum pidana menurut Moeljatno, bahwa hukum pidana adalah

bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang

mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan

yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana

tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu, dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan;

3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut (Moeljatno,2008 : 1).

Sedangkan menurut Lemaire telah merumuskan hukum pidana

sebagai berikut :

Het strafrecht is samengesteld uit die normen welke geboden en

verboden bevatten en waaraan (door de wetgever) als sanctie straf,

d.i. een bijzonder leed, is gekoppeld. Men kan dus ook zeggen dat het

strafrecht het normen stelse is, dat bepaalt op welke gedragingen

(doen of niet-doen waar handelen verplicht is) en onder welke

omstandigheden het recht met straf reageert en waaruit deze straf

bestaat.

Page 26: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Artinya adalah Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang

berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh

pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi

berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.

Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu

merupakan suatu sistem norma-norma yang menetukan terhadap

tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk

melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadan bagaimana hukuman

itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat

dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut (Lemaire dalam P.A.F.

Lamintang, 1996:1).

Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro hukum pidana adalah

“peraturan hukum mengenai pidana berarti hal yang dipidanakan yaitu

yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum

sebagai hal yang tidak enak dirasakannya” (Wirjono Prodjodikoro,

1999:1).

b. Jenis-Jenis Hukum Pidana

Hukum pidana dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antar lain

sebagai berikut :

1) Hukum pidana dalam keadaan diam dan keadaan bergerak yaitu:

a) Hukum pidana materiil, memuat aturan-aturan yang menetapkan

dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-

aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana

dan ketentuan mengenai pidananya.

b) Hukum pidana formil, memuat aturan-aturan bagaimana negara

dengan perantaraan alat perlengkapannya melaksanakan haknya

untuk mengenakan pidana, hukum pidana formil disebut juga

hukum acara pidana.

2) Hukum pidana dalam arti Obyektif dan Subyektif yaitu :

a) Hukum Pidana Obyektif atau Ius Poenale diartikan sebagai hak

dari negara atau alat-alat pelengkapan negara untuk mengenakan

atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.

b) Hukum Pidana Subyektif atau Ius Puniendi hak untuk menuntut

perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana

terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

3) Hukum pidana atas dasar siapa berlakunya hukum pidana yaitu:

a) Hukum Pidana Umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan

berlaku untuk semua warga negara (subjek hukum) dan tidak

Page 27: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu, contoh :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b) Hukum Pidana khusus adalah hukum pidana yang dibentuk oleh

negara yang hanya dikhususkan berlaku bagi subjek hukum tertentu

saja, contoh : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara

(KUHPT).

4) Hukum pidana atas dasar wilayah berlakunya hukum yaitu :

a) Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh

pemerintah negara pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang

berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh

wilayah hukum negara.

b) Hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh

Pemerintah Daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang

melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam

wilayah hukum pemerintah daerah tersebut.

Atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana masih juga

dapat dibedakan antara hukum pidana nasional dan hukum pidana

internasional.

5) Hukum pidana atas dasar bentuknya yaitu :

a) Hukum pidana tertulis disebut juga hukum pidana undang-undang.

b) Hukum pidana tidak tertulis atau disebut dengan hukum pidana

adat (Adami Chazawi,2002 : 14).

6) “Hukum Pidana yang dikodifikasikan (KUHP dan KUHPT) dan

hukum pidana yang tidak dikodifikasikan yakni yang terdapat di luar

KUHP tersebar dalam berbagai undang-undang dan peraturan lain”

(Sudarto,1990 : 11).

c. Asas-Asas Hukum Pidana

Hukum pidana disusun dan dibentuk dengan maksud untuk

diberlakukan dalam masyarakat agar dapat dipertahankan segala

kepentingan hukum yang dilindungi dan terjaminnya kedamaian serta

ketertiban. Dalam pemberlakuan hukum pidana di Indonesia terdapat

batasan berlakunya.

Berlakunya hukum pidana tidak hanya dibatasi oleh ruang dan waktu

saja tetapi juga dibatasi oleh tempat atau wilayah hukum tertentu. Dalam

hal mengenai berlakunya hukum pidana terdapat beberapa asas hukum

pidana adalah sebagai berikut :

Page 28: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Asas Legalitas

Asas ini berlaku mutlak bagi negara-negara yang hukum

pidananya telah dikodifikasi dalam satu wetboek seperti negara yang

menganut sistem hukum Eropa kontinental termasuk Indonesia. Asas

legalitas dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi :

“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan

aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum

perbuatan dilakukan” (R.Soesilo, 1995:27).

Asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut dikenal

dengan asas “nulum delictum nulla poena sina praevia legepoenali”

yang artinya tidak ada tindak pidana dan tidak ada pidana tanpa

adanya ketentuan hukum yang lebih dulu menentukan demikian.

Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut, terdapat tiga

pengertian dasar dalam asas legalitas, yaitu :

a) Ketentuan hukum pidana itu harus ditetapkan lebih dulu secara

tertulis;

b) Dalam hal untuk menentukan suatu perbuatan apakah berupa tindak

pidana ataukah bukan tidak boleh menggunakan penafsiran

analogi;

c) Ketentuan hukum pidana tidak berlaku surut (terugwerkend atau

retro aktif).

Berdasarkan asas legalitas ini timbul suatu asas yang disebut

lex temporis delicti, artinya suatu perbuatan pidana harus diadili

berdasarkan peraturan yang ada pada waktu perbuatan tersebut

dilakukan.

2) Asas lex specialis derogate legi generali

Secara sederhana asas ini berarti aturan yang bersifat khusus

(specialis) mengesampingkan aturan yang bersifat umum (generali).

Apabila dihubungkan dengan pandangan Dworkin, dengan asas ini

maka aturan yang bersifat umum itu tidak lagi sebagai hukum ketika

Page 29: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

telah ada aturan yang bersifat khusus. Dengan kata lain, aturan yang

khusus itulah sebagai hukum yang valid, dan mempunyai kekuatan

mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa konkrit.

Dalam hukum pidana Indonesia asas ini didasarkan pada

ketentuan Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

yang berbunyi :

“ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VII

buku ini berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan

perundang-undangan yang lainnya diancam dengan pidana,

kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain” (R.Soesilo,

1995:107)

3) Asas geen straf sonder schuld atau asas tiada pidana tanpa kesalahan

Asas tiada pidana tanpa kesalahan artinya untuk dapatnya

dipidana pada seseorang yang perbuatannya nyata melanggar larangan

hukum pidana diisyaratkan bahwa perbuatannya itu dapat

dipersalahkan padanya ialah si pembuat itu mempunyai kesalahan.

Perwujudan dari asas tiada pidana tanpa kesalahan itu terdapat

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni Pasal 44

tentang tidak mampu bertanggung jawab bagi si pembuat atas

perbuatannya dan Pasal 48 tentang tidak dipidananya si pembuat

karena dalam keadaan daya paksa (overmacht).

4) Asas actus non facit reum nisi mens sit rea

Asas ini mempunyai maksud bahwa sesuatu perbuatan tidak

dapat membuat orang bersalah kecuali bilamana dilakukan dengan

niat jahat. Asas ini meliputi kata actus reus yang artinya menyangkut

perbuatan yang melawan hukum dan kata mens rea mencakup unsur-

unsur pembuat delik yaitu sikap batin.

5) Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat, ini dikenal ada empat

asas yaitu :

Page 30: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a) Asas teritorial (territorialiteits-beginsel)

Asas berlakunya hukum pidana suatu negara semata-mata

digantungkan pada tempat dimana suatu tindak pidana itu telah

dilakukan, dan tempat tersebut haruslah terletak di dalam wilayah

negara yang bersangkutan. Asas ini dirumuskan secara tegas dalam

Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b) Asas kebangsaan (personaliteits-beginsel)

Asas berlakunya hukum pidana bergantung atau mengikuti subjek

hukum atau orangnya yakni warga negara di manapun

keberadaannya. Asas ini terdapat dalam Pasal 5 dan Pasal 7 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

c) Asas perlindungan atau Asas nasional pasif (beschermings-

beginsel)

Asas berlakunya hukum pidana tidak bergantung pada tempat

seorang pelaku telah melakukan tindak pidananya, melainkan pada

kepentingan hukum yang telah menjadi sasaran tindak pidana

tersebut. Negara yang kepentingan hukumnya menjadi sasaran

tindak pidana itu berwenang menghukum pelaku tindak pidana

tersebut.

d) Asas persamaan (universaliteits-beginsel)

“Asas persamaan bertumpu pada kepentingan hukum yang lebih

luas yaitu kepentingan hukum penduduk dunia atau bangsa-bangsa

dunia. Menurut asas ini berlakunya hukum pidana tidak dibatasi

oleh tempat atau wilayah tertentu dan bagi orang-orang tertentu,

melainkan berlaku dimanapun dan terhadap siapapun” (P.A.F.

Lamintang, 1996 : 89-90).

6) Asas ne bis in idem

Asas ne bis in idem menyatakan bahwa seseorang tidak boleh

dituntut terhadap suatu delict, apabila terhadap delict yang

dilakukannya itu telah diberikan putusan oleh hakim dan putusan

tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Asas ne bis in idem

ini tercermin dalam Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) (H.Zamhari Abidin, 1986 : 74).

Page 31: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

a. Istilah Tindak Pidana

Tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

pidana Belanda yaitu Strafbaar feit. Dalam perundang-undangan dan

kepustakaan Belanda hanya ada satu istilah yaitu Strafbaar feit yang

merupakan istilah resmi dalam KUHP Belanda. Sedangkan dalam

perundang-undangan di Indonesia sering dijumpai istilah tindak pidana

walaupun masih dapat diperdebatkan juga ketepatannya. Banyak istilah

yang pernah digunakan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang

ada maupun dalam literatur hukum sebagai terjemahan dan istilah

Strafbaar feit antara lain tindak pidana, peristiwa pidana, delik,

pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat

dihukum dan perbuatan pidana.

Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Dari

istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari Strafbaar feit itu,

terjemahkan juga dengan hokum ternyata Straf diterjemahkan dengan

pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh.

Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa,

pelanggaran dan perbuatan (Adami Chazawi, 2002 : 69).

Secara literlijk, kata Straf artinya pidana, baar artinya dapat atau

boleh dan feit adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah Strafbaar

feit secara utuh, ternyata Straf diterjemahkan juga dengan kata hukum.

Padahal sudah lazimnya hukum itu adalah terjemahan dari kata recht,

seolah-olah arti Straf sama dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian

halnya. Untuk terjemahan dari kata baar dan feit secara literlijk bisa

diterima secara lazim.

b. Pengertian Tindak Pidana

Para ahli hukum memberikan pengertian yang berbeda-beda

mengenai tindak pidana menurut pandangannya. Pengertian tindak pidana

dalam hukum pidana terdapat dua pandangan yang berbeda yaitu

pandangan monisme dan pandangan dualisme.

Page 32: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pandangan monisme merupakan pandangan dari para ahli hukum

mengenai tindak pidana yang tidak memisahkan antara unsur-unsur

mengenai perbuatan dengan-unsur-unsur mengenai diri orangnya. Ada

banyak ahli hukum yang berpandangan monisme ini terhadap tindak

pidana, antara lain adalah :

1) Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah

suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

2) Simons, merumuskan Strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar

hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang

dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan

sebagai dapat dihukum (Adami Chazawi, 2002 : 72).

Sedangkan pandangan dualisme adalah pandangan yang

memisahkan antara perbuatan dan orang yang melakukan. Pandangan

monisme juga dianut banyak ahli, antara lain adalah :

1) Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang

didefinisikan beliau sebagai perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)

yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut.

2) Pompe merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu sebenarnya

adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu

rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan

yang dapat dihukum (Adami Chazawi, 2002 : 71-72).

c. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu

sebagai berikut :

1) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven)

dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam

buku III;

2) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil

(formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten);

3) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana

sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja

(culpose delicten);

4) Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak

pidan aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta

commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak

pidana omisi (delicta omissionis);

Page 33: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5) Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan

antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam

waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus;

6) Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum

dan tindak pidana khusus;

7) Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak

pidana communia (delicta communia, yang dapat dilakukan oleh siapa

saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang

memiliki kualitas pribadi tertentu);

8) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka

dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak

pidana aduan (klacht delicten);

9) Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat

dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eenvoudige delicten),

tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak

pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten);

10) Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana

tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang

dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap

harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama

baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya;

11) Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,

dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan

tindak pidana berangkai (samengestelde delicten.) (Adami Chazawi,

2002 : 121-122).

d. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pada dasarnya agar suatu perbuatan memenuhi syarat-syarat untuk

disebut sebagai tindak pidana, maka harus memenuhi beberapa unsur-

unsur. Unsur-unsur tindak pidana ada yang terdapat di dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ada pula yang terdapat diluar

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu menurut pendapat

para sarjana.

1) Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam KUHP

Tindak pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) itu pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam

unsur-unsur subyektif dan unsur-unsur obyektif. Unsur-unsur yang

bersifat subyektif dan obyektif ini juga diperoleh dari rumusan tindak

pidana.

Page 34: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Unsur yang bersifat subyektif adalah semua unsur yang

mengenai batin atau melekat pada keadaan batin orangnya” (Adami

Chazawi, 2002 : 83). Unsur-unsur subyektif dari sesuatu tindak pidana

itu adalah :

a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti

yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c) Macam-macam atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,

pemalsuan dan lain-lain;

d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut

Pasal 340 KUHP;

e) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

“Unsur yang bersifat objektif adalah semua unsur yang berada

diluar keadan batin manusia atau si pembuat, yakni semua unsur

mengenai perbuatannya, akibat perbuatan dan keadaan-keadaan

tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan obyek tindak

pidana” (Adami Chazawi, 2002 : 83). Unsur-unsur obyektif dari suatu

tindak pidana itu adalah :

a) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;

b) Kualitas dari si pelaku misalnya keaadaan sebagai seorang pegawai

negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau

kewadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan

terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

c) Kausalitas yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai

penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP

itu, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana yaitu :

Page 35: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a) Unsur tingkah laku;

b) Unsur melawan hukum;

c) Unsur kesalahan;

d) Unsur akibat konstitutif;

e) Unsur keadaan yang menyertai;

f) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana;

g) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana;

h) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana;

i) Unsur obyek hukum tindak pidana;

j) Unsur kualitas subyek hukum tindak pidana;

k) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana (Adami

Chazawi, 2002 : 82).

2) Unsur-Unsur Tindak Pidana di Luar KUHP

Unsur-unsur tindak pidana di luar KUHP dibedakan

berdasarkan sudut pandang teoritis. Teoritis artinya berdasarkan

pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya.

Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah :

a) Perbuatan;

b) Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan) (Adami Chazawi,

2002 : 79).

“Menurut Van Hamel, unsur-unsur strafbaar feit adalah :

a) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;

b) Melawan hukum;

c) Dilakukan dengan kesalahan; dan

d) Patut dipidana” (Van Hamel dalam Sudarto, 1990 : 41).

Dari batasan yang dibuat Jonkers dapat dirinci unsur-unsur

tindak pidana adalah :

" a) Perbuatan;

b) Melawan hukum (yang berhubungan dengan);

c) Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat);

d) Dipertanggungjawabkan” (Adami Chazawi, 2002 : 81).

Page 36: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Tinjauan Umum Tentang Debt Collector

a. Pengertian Debt Collector

Kualitas penjualan dapat dikatakan baik apabila penjualan tersebut

dapat menghasilkan dana kembali dari penagihan. Penjualan yang tinggi

tidak akan ada arti apa-apa apabila pada akhirnya tidak bisa dikumpulkan.

Sehingga pada saat ini banyak perusahaan mulai menaruh perhatian besar

terhadap penerimaaan dan penagihan. Fungsi penjualan tidak dapat berdiri

sendiri dengan hanya ingin mencapai target penjualan saja.

Perusahaan harus dapat menyeimbangkan antara target penjualan

dan collectibility dari client. Artinya perusahaan harus dapat menganalisa

calon dan existing customer/klien.Ada customer yang mampu membayar

tetapi tidak mau membayar (bed character). Pengelolaan piutang dan

penagihan (collection) bila dilakukan secara profesional akan membantu

Lokakarya ini dirancang secara khusus untuk membekali Anda dengan

konsep dan metode dalam menganalisa customer (analisa kredit),

pengelolaan piutang beserta sistem yang efektif dalam penagihannya

sebagai bagian dari penataan arus kas di perusahaan perbankan.

Apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit

dan/atau Financial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di

luar penerbit dan/atau financial acquirer tersebut, seperti kerjasama dalam

kegiatan marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, penerbit

dan/atau financial acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara,

mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain

tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila

kegiatan tersebut dilakukan oleh penerbit dan/atau financial acquirer itu

sendiri. Debt collector adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara

kreditur dan debitur dalam hal penagihan kredit. Penagihan tersebut hanya

dapat dilakukan apabila kualitas tagihan kartu kredit dimaksud telah

termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan

kolektibilitas yang digunakan oleh industri kartu kredit di Indonesia.Hal

ini tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.7/60/DASP Tahun

2005 Bab IV angka 1 dan 2 yang isinya berbunyi sebagai berikut :

Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan

penagihan transaksi Kartu Kredit, maka

a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan apabila

kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori

kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria kolektibilitas

yang digunakan oleh industri Kartu Kredit di Indonesia, dan

b. Penerbit wajib menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tersebut,

selain wajib dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada angka 1,

juga wajib dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum

(Purbantoro, Debt Collector: http://purbantoro. wordpress.com/2008

/11/13/debt collector/).

Page 37: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Cara Kerja Debt Collector

Pada umumnya dunia collector sering dianggap negatif seperti apa

yang dibayangkan oleh masyarakat pada umumnya. Dunia collector

sebenarnya cukup luas dan memiliki cara kerja yang berbeda pula. Cara

kerja tersebut,berdasarkan pada lama tunggakan debitur.

Cara kerja atau tingkatan collector secara umum adalah sebagai

berikut :

1) Desk collector

Pada level bagian penagihan (desk collector), level ini adalah

level yang pertama dari dunia collector, dan cara kerja yang dilakukan

oleh collector-collector ini adalah hanya mengingatkan tanggal jatuh

tempo dari cicilan debitur dan dilakukan dengan media telepon. Pada

level ini collector hanya berfungsi sebagai pengingat (reminder) bagi

debitur atas kewajiban membayar cicilan. Bahasa yang di gunakan

pun sangat sopan dan halus, mengingat orientasinya sebagai pelayan

nasabah.

2) Debt collector

Level ini merupakan kelanjutan dari level sebelumnya, apabila

ternyata debitur yang telah dihubungi tersebut belum melakukan

pembayaran, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran. Cara yang

dilakukan oleh penagih utang (debt collector) pada level ini adalah

mengunjungi debitur dengan harapan mengetahui kondisi debitur

beserta kondisi keuangannya. Pada level ini collector memberikan

pengertian secara persuasif mengenai kewajiban debitur dalam hal

melakukan pembayaran angsuran. Hal hal yang dijelaskan biasanya

mengenai akibat yang dapat ditimbulkan apabila keterlambatan

pembayaran tersebut tidak segera diselesaikan. Selain memberikan

pengertian mengenai hal tersebut diatas, collector juga memberikan

kesempatan atau tenggang waktu bagi debitur untuk membayar

angsurannya,dan tidak lebih dari tujuh hari kerja. Meskipun

sebenarnya bank memnerikan waktu hingga maksimal akhir bulan dari

bulan yang berjalan,karena hal tersebut berhubungan dengan target

collector. Collector diperbolehkan menerima pembayaran langsung

dari debitur,namun hal yang perlu diperhatikan oleh debitur adalah

memastikan bahwa debitur tersebut menerima bukti pembayaran dari

collector tersebut,dan bukti tersebut merupakan bukti pembayaran dari

perusahaan dimana debitur tersebut memiliki kewajiban kredit bukan

bukti pembayaran berupa kwitansi yang dapat diperjual belikan begitu

saja diwarung warung.

Page 38: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) Collector remedial

Apabila ternyata debitur masih belum melakukan pembayaran,

maka tunggakan tersebut akan diberikan kepada level yang

selanjutnya yaitu juru sita (collector remedial). Pada level ini yang

memberikan kesan negatif mengenai dunia collector, karena pada

level ini sistem kerja collector adalah dengan cara mengambil barang

jaminan (bila kredit yang disepakati memiliki jaminan) debitur. Cara

yang dilakukan dan perilaku collector pada level ini tergantung dari

tanggapan debitur mengenai kewajibannya, dan menyerahkan

jaminannya dengan penuh kesadaran, maka dapat dipastikan bahwa

collector tersebut akan bersikap baik dan sopan. Namun apabila

debitur ternyata tidak memnberikan itikad baik untuk menyerahkan

barang jaminannya, maka collector tersebut dengan sangat terpaksa

akan melakukan kewajibannya dan menghadapi tantangan dari debitur

tersebut.Yang dilakukannya pun bervariasi mulai dari membentak,

merampas dengan paksa dan lain sebagainya, dalam menggertak

debitur (Purbantoro, Debt Collector (http:// purbantoro.wordpress.com

/2008/11/13/debt-collector).

4. Tinjauan Umum Tentang Bank

a. Pengertian Bank

“Bank adalah badan usaha di bidang keuangan yang menarik uang

dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat, terutama

dengan cara memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran

dan peredaran uang” (Malayu SP Hasibuan, 2001 : 4). Pada umumnya

bank melakukan kegiatan usahanya berupa menghimpun dana dari

masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk

kredit atau pinjaman maupun dalam bentuk lain.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, berbunyi :

”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

(Lukman Santoso, 2011:18).

Page 39: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Jenis dan Kegiatan Usaha Bank

1) Jenis Bank

Dalam Pasal 5 angka (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, dijelaskan bahwa :

”Menurut jenisnya bank terdiri dari :

a) Bank Umum

b) Bank Perkreditan Rakyat”.

Dalam Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, dijelaskan mengenai bank umum adalah

sebagai berikut :

“Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dijelaskan mengenai bank

perkreditan rakyat adalah sebagai berikut :

“Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang

dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran”.

Berbeda dengan Undang-Undang Perbankan yang hanya

membagi bank menjadi dua jenis seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya. Secara umum jenis bank dapat dibedakan menjadi

beberapa jenis berdasarkan karakter bank masing-masing. Jenis

perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari berbagai segi karakter antara

lain adalah :

(1) Bank dilihat dari segi fungsinya yaitu :

(a) Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang

Page 40: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran.

(b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau

berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

(2) Bank dilihat dari segi kepemilikannya yaitu :

(a) Bank Milik Pemerintah adalah dimana baik akte pendririan

maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh

keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh :

Bank Tabungan Negara (BTN), BRI.

(b) Bank Milik Swasta Nasional adalah seluruh atau sebagian

besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya

didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya

untuk keuntungan swasta pula. Contoh : Bank Central Asia,

Bank Lippo, Bank Danamon.

(c) Bank Milik Koperasi adalah kepemilikan saham-saham bank

ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi.

Contoh : Bank Umum Koperasi Indonesia.

(d) Bank Milik Asing adalah bank ini merupakan cabang dari

bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau

pemerintah asing. Contoh : City Bank, Bank of Tokyo.

(e) Bank Milik Campuran adalah kepemilikan saham bank

campuran dimiliki oleh pihak asing dan swasta nasional,

kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga

negara Indonesia. Contoh : Ing Bank, Sumitomo Niaga Bank.

(3) Bank dilihat dari segi statusnya yaitu :

(a) Bank Devisa adalah bank yang dapat melaksanakan transaksi

ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing

secara keseluruhan.

Page 41: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(b) Bank Non Devisa adalah bank yang belum mempunyai izin

untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa sehingga

tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.

(4) Bank dilihat dari segi cara menentukan harga yaitu :

(a) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional adalah bank

dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para

nasabahnya, bank berdasarkan prinsip konvensional misalnya

menetapkan bunga sebagai harga.

(b) Bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah bank dalam

menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank

berdasarkan prinsip syariah misalnya pembiayaan berdasarkan

prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan

prinsip penyertaan modal (musharakah) (Kasmir, 2004:36).

2) Kegiatan Usaha Bank

Bagi perbankan sebelum melakukan kegiatannya harus

memperoleh izin dari Bank Indonesia. Artinya jika ingin mendirikan

bank serta melakukan kegiatan usaha bank ataupun pembukaan

cabang baru maka diharuskan untuk memenuhi berbagai persyaratan

yang telah ditentukan Bank Indonesia.

Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, dijelaskan bahwa :

Usaha bank umum meliputi :

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,

tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu;

b) Memberikan kredit;

c) Menerbitkan surat pengakuan hutang;

d) Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun

untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

(1) surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh

bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada

kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

Page 42: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2) surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang

masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam

perdagangan surat-surat dimaksud;

(3) kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan

pemerintah;

(4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

(5) obligasi;

(6) surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu)

tahun;

(7) instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu

sampai dengan 1 (satu) tahun;

e) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun

untuk kepentingan nasabah;

f) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau

meminjamkan dana kepada banklain, baik dengan

menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan

wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan

melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat

berharga;

i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak;

j) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah

lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di

bursa efek;

k) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan

kegiatan wali amanat;

l) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain

berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia;

m) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank

sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun kegiatan usaha tambahan yang dapat dilakukan oleh

Bank Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah sebagai berikut :

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6, Bank Umum dapat pula :

a) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

b) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau

perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna

usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta

Page 43: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan

memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

c) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk

mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat

harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan

d) Mertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana

pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Kegiatan usaha dari Bank Perkreditan Rakyat diatur dalam

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

adalah sebagai berikut :

Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk

lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b) Memberikan kredit;

c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan

Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia;

d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank

Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito,

dan/atau tabungan pada bank lain.

Kegiatan usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat telah

diatur secara jelas dalam undang-undang perbankan. Dewasa ini

banyak muncul bank umum campuran dan bank asing di Indonesia,

maka dalam kegiatan usahanya bank-bank ini lebih di khususkan

antara lain :

a) Dalam mencari dana bank asing dan bank campuran dilarang

menerima simpanan dalam bentuk simpanan tabungan;

b) Kredit yang diberikan lebih diarahkan ke bidang-bidang tertentu

seperti perdagangan internasional, bidang industri dan produksi,

penanaman modal asing atau campuran, kredit yang tidak dapat

dipenuhi oleh bank swasta nasional;

c) Untuk jasa-jasa bank lainnya juga dapat dilakukan oleh bank

umum campuran dan asing sebagaimana layaknya bank umum

yang ada di Indonesia seperti ini (Kasmir, 2004 : 43).

Page 44: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Larangan Kegiatan Usaha Bank

Bank dalam melakukan kegiatan usahanya diberikan suatu larangan

yang tidak boleh dilakukan oleh peraturan perundang-undangan, baik

untuk Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 10

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan

mengenai kegiatan usaha Bank Umum yang dilarang adalah :

”Bank umum dilarang :

1) Melakukan penyertaan modal;

2) Melakukan usaha perasuransian;

3) Melakukan usaha lain diluar kegiatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 dan Pasal 7”.

Dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, disebutkan mengenai larangan kegiatan usaha Bank

Perkreditan Rakyat adalah sebagai berikut :

Bank Perkreditan Rakyat dilarang:

a) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas

pembayaran;

b) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;

c) Melakukan penyertaan modal;

d) Melakukan usaha perasuransian;

e) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13.

5. Tinjauan Umum Tentang Kartu Kredit

a. Pengertian Kartu Kredit

Dewasa ini untuk melakukan transaksi, dapat digunakan berbagai

sarana pembayaran, mulai dari cara yang paling tradisional, sampai dengan

cara yang modern sekalipun. Pada awal mula sebelum dikenalnya uang

sebagai alat pembayaran, setiap transaksi pembayaran dilakukan melalui

cara pertukaran, baik antara barang dengan barang, atau barang dengan

jasa, atau jasa dengan jasa. Transaksi semacam ini dikenal dengan nama

sistem barter.

Page 45: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam perkembangan selanjutnya, ditemukan cara yang paling

efisien dan efektif untuk melakukan transaksi pembayaran yaitu dengan

menggunakan uang. Penggunaan uang sebagai alat untuk melakukan

pembayaran dewasa ini sudah dikenal luas. Disamping itupenggunaan

uang sebagai sarana pembayaran sudah merupakan kebutuhan pokok

dihampir setiap kegiatan.

Dalam perjalanannya, penggunaan uang juga mengalami berbagai

hambatan, terutama jika penggunaannya dalam jumlah besar.

Hambatannya yang pertama adalah resiko membawa uang tunai terutama

dalam jumlah besar. Disamping resiko membutuhkan tempat, juga resiko

keamanan, seperti kehilangan dan perampokan. Oleh karena itu dicarilah

sarana pengganti uang tunai sebagai sarana pembayaran yang dapat

meminimalkan segala resiko di atas dengan tidak mengurangi fungsi uang

tunai itu sendiri (Kasmir, 2004:174).

Kartu kredit adalah merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat

dari bahan plastik, dengan dibubuhkan identitas pemegang dan

penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan

untuk menandantangai tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau

barang yang dibeli dari tempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel,

restoran, penjualan tiket pengangkutan, dan lain-lain.

Selanjutnya membebankan kewajiban kepada pihak penerbit kartu

kredit untuk melunasi harga barang atau jasa tersebut ketika ditagih oleh

pihak penjual barang atau jasa. Kemudian kepada pihak penerbitnya

diberikan hak untuk menagih kembali pelunasan harga tersebut dari pihak

pemegang kartu kredit plus biaya-biaya lainnya, seperti bunga, biaya

tahunan, uang pangkal, denda dan sebagainya (Munir Fuadi, 1999 : 4).

“Kartu kredit juga dapat diartikan sebagai uang plastik yang

diterbitkan oleh suatu instansi yang memungkinkan pemegang kartu untuk

memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya

dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga

(finance charge) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan”

(Johannes Ibrahim, 2004: 111).

Kartu kredit muncul pertama kali di Amerika Serikat, dimana kartu

kredit digunakan pertama kali pada dekade 1920-an, yang diberikan oleh

departement-departement store besar kepada para pelanggannya.

Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi pelanggannya yang ingin

berbelanja tetapi dengan pembayaran bulanan. Karena itu kartu kredit

Page 46: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

seperti ini berbentuk kartu pembayaran lunas (charge card) yang dibayar

bulanan setelah ditagih tanpa kewajiban membayar bunga. Menurut

Ronald Baker dalam bukunya Munir Fuadi menyatakan bahwa

kemunculan kartu kredit untuk yang pertama kali ini dapat dikatakan yang

terlibat hanya dua pihak, yaitu pihak toko sebagai penerbit dan pihak

pelanggan sebagai pemegang kartu kredit (Munir Fuadi, 1999 : 173).

b. Dasar Hukum Kartu Kredit

Pengaturan mengenai kartu kredit belum secara tegas disebutkan

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) maupun Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) namun dalam didalam

KUHPerdata terdapat ketentuan yang dapat dijadikan dasar hukum

pelaksanaan kegiatan bisnis kartu kredit diindonesia yaitu adanya asas

kebebasan berkontra. Pengertian dari asas ini adalah setiap orang bebas

untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian dengan orang lain

baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur oleh undang-undang,

kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian, kebebasan untuk

menentukan isi perjanjian, dan kebebasan untuk menerima atau

menyimpangi hukum perjanjian yang bersifat pelengkap. Tetapi kebebasan

tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu : tidak dilarang oleh undang-undang,

tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan

dengan kesusilaan.

Selain dalam KUHPerdata sekarang terdapat beberapa peraturan

yang dapat dijadikan landasan hukum penerbitan kartu kredit di Indonesia,

yaitu :

a. Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan

Pasal 2 ayat (1) dari Keppres ini antara lain menyebutkan bahwa

salah satu kegiatan dari lembaga pembiayaan adalah melakukan usaha

kartu kredit. Sementara itu dalam Pasal 1 ayat (7) disebutkan bahwa

yang dimaksud dengan perusahaan kartu kredit adalah badan usaha

yang melakukan usaha pembiayaan dalam rangka pembelian

barang/jasa dengan mempergunakan kartu kredit. Selanjutnya dalam

Pasal 3 yang dapat melakukan kegiatan pembiayaan tersebut, termasuk

Page 47: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kartu kredit adalah bank, lembaga keuangan bukan bank, dan

perusahaan pembiayaan. Namun sekarang lembaga keuangan bukan

bank sudah tidak ada lagi dalam system hukum keuangan kita.

b. Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1998 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan

sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan

Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan

Pembiayaan.

Dalam Pasal 2 dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut juga

menyebutkan bahwa salah satu dari kegiatan pembiayaan adalah usaha

kartu kredit. Dan dalam Pasal 7 ditentukan bahwa pelaksanaan kegiatan

kartu kredit dilakukan dengan cara penerbitan kartu kredit yang dapat

digunakan oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadaan

barang/jasa.

c. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankkan yang telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Dalam Pasal 6 huruf 1 juga dengan tegas dinyatakan bahwa

salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit.

c. Macam Kartu Kredit

Pengkategorian kartu kredit dapat dilakukan dengan melihat

kriteria, sebagai berikut:

1) Kriteria lokasi penggunaan

a) Kartu kredit international

Kartu kredit international merupakan kartu kredit yang

penggunannya dapat dilakukan dimana saja, tanpa terikat dengan

batas antar negara. Walaupun kartu kredit itu diterbitkan di

Indonesia, pemegang kartu kredit tersebut dapat menggunakannya

di luar Indonesia.

b) Kartu kredit lokal

Kartu kredit lokal hanya dapat digunakan dalam wilayah tertentu

atau di suatu negara tertentu saja. Kartu kredit yang demikian tidak

mempunyai jaringan operasional international. Apabila diterbitkan

Page 48: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

di Indonesia, maka kartu kredit tersebut hanya dapat digunakan di

Indonesia misal BNI Card.

2) Kriteria sistem pembayaran

a) Kartu kredit (dalam arti sempit)

Kartu kredit ini sering disebut juga dengan credit card. Dengan

kartu seperti ini, pembayaran yang dilakukan oleh pemegangnya

dapat dilakukan secara cicilan. Walaupun tidak tertutup

kemungkinan jika dilakukan pembayaran secara lunas sekaligus.

b) Kartu pembayaran lunas

Kartu pembayaran lunas ini sering disebut juga dengan charge

card. Kartu pembayaan lunas ini penggunaannya tidak jauh

berbeda dengan kartu kredit (dalam arti sempit). Pihak pemegang

kartu pembayaran lunas melakukan pembayaran seluruh transaksi

yang dibuatnya pada waktu ditagih oleh penerbitnya, jadi tidak

dibayar secara cicilan.

3) Kriteria afiliansinya

a) Co-branding card

Co-branding card adalah kartu plastik yang dikeluarkan atas

kerjasama antara institusi pengelolaan kartu kredit dengan satu atau

beberapa bank, misalnya bank BCA dengan Bank Mandiri.

b) Affinity Card

Affinity Card adalah kartu plastik yang digunakan oleh sekelompok

atau segolongan tertentu, misalnya kelompok profesi, kelompok

mahasiswa dan lain-lain. Contohnya adalah IMA Card yang

dkeluarkan oleh Bank Lippo.

4) Kartu kredit yang sering digunakan adalah:

a) VISA Card

VISA Card adalah kartu kredit yang diterbitkan oleh bank atau

lembaga keuangan lainnya yang telah mendapat lisensi dari Visa

International, Inc. Logo visa dengan pola berbeda tiga strip biru

tua, putih dan emas serta hologram burung merpati tertera di

sebelah kanan kartu.

b) Master Card

Master Card adalah kartu kredit yang diterbitkan oleh bank atau

lembaga keuangan lain yang mendapat lisensi dari Master Card

international Inc. Logo Master Card dengan pola gambar lingkaran

merah dan kuning yang saling berkaitan dengan tulisan ”Master

Card” serta hologram bola dunia tertera di sebelah kanan kartu

(www.bi.go.id).

d. Para pihak dalam kartu kredit

Para pihak dalam kartu kredit adalah :

1) Pihak penerbit (issuer)

Page 49: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pihak penerbit (issuer) adalah pihak (bank atau lembaga

keuangan yang lain) yang mempunyai ijin untuk menerbitkan kartu

kredit. Pihak penerbit diberikan hak:

a) Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran

kembali uang harga pembelian barang dan jasa;

b) Menagih dan menerima dari pemegang kartu kredit pembayaran

lainnya, seperti bunga, uang pangkal, uang tahunan, denda dan

sebagainya;

c) Menerima komisi dari pembayaran tagihan kepada perantara

penagihan atau kepada penjual.

Pihak penerbit dibebankan kewajiban.

a) Memberikan kartu kredit kepada pemegangnya;

b) Melakukan pelunasan pembayaran harga barang atau jasa atas

tagihan yang disodorkan oleh penjual;

c) Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit terhadap setiap

tagihannya dalam periode tertentu;

d) Memberitahukan kepada pemegang kartu kredit berita-berita

lainnya.

Penerbit kartu kredit dapat berupa:

a) Bank;

b) Lembaga keuangan yang khusus bergerak di bidang penerbitan

kartu kredit;

c) Lembaga keuangan yang disamping bergerak dalam penerbitan

kartu kredit juga dibidang kegiatan lembaga keuangan lainnya.

2) Pihak pemegang kartu kredit (card holder)

Pihak pemegang kartu kredit (card holder) adalah seorang atau

nasabah yang telah memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah

ditetapkan sehingga berhak untuk memegang kartu kredit dan

menggunakannya sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

Pemegang kartu kredit diberikan hak:

a) Membeli barang atau jasa dengan kartu kredit;

b) Mengambil yang cash pada mesin teller atau pada bank penerbit

atau bank lainnya;

c) Mendapat informasi dari penerbit tentang perkembangan kreditnya

dan kemudahan yang diperuntukkan kepadanya.

Pemegang kartu kredit dibebankan kewajiban:

a) Tidak melakukan pembelian dengan kartu kredit yang melebihi

batas maksimum;

b) Menandatangani slip pembelian yang disodorkan oleh pihak

penjualan barang atau jasa;

c) Melakukan pembayaran kembali harga pembelian sesuai dengan

tagihan pihak penerbit;

d) Melakukan pembayaran-pembayaran lainnya.

3) Pihak penjual barang dan jasa (merchant)

Pihak penjual barang dan jasa (merchant) adalah pihak yang

telah ditunjuk atau disetujui oleh pihak pengelola kartu kredit untuk

Page 50: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dapat melakukan transaksi dengan pemegang kartu kredit yang

menggunakan kartu kredit sebagai pengganti uang tunai.

Pihak penjual diberikan hak:

a) Meminta pelunasan harga barang dan jasa yang dibeli pembelinya

dengan memakai kartu kredit;

b) Meminta pembeli atau pemegang kartu kredit menandatangani slip

pembelian;

c) Menolak untuk menjual barang dan jasa jika terdapat otorisasi dari

penerbit.

Pihak penjual dibebankan kewajiban:

a) Memperkenalkan pemegang kartu kredit membeli barang dan jasa

menggunakan kartu kredit;

b) Melakukan pengecekan otorisasi keabsahan kartu kredit yang

bersangkutan;

c) Menginformasikan kepada pembeli atau pemegang kartu kredit

tentang charge tambahan yang jika;

d) Menyodorkan slip pembelian untuk ditandatangani pembeli atau

pemegang kartu kredit (Johannes Ibrahim, 2004: 111).

B. Kerang ka Pemikiran

Tindak Pidana

Nasabah Debt Collector Bank

Tanggung jawab pidana pihak bank

sebagai pemberi perintah debt

collector apabila penagihan utang

kartu kredit dilakukan dengan cara

melawan hukum?

Bagaimana tinjauan hukum pidana

tentang perbuatan debt collector yang

melakukan tindak pidana kepada

nasabah dalam menagih utang kartu

kredit?

Page 51: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keterangan:

Berdasarkan bagan diatas, dapat dije;askan bahwa, bank sebagai pemberi

kredit pada nasabah maka terjadi hubungan antara debitur dan kreditur dengan

klausul perjanjian sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu dalam

bentuk kartu kredit. Pihak bank sebagai pemberi kredit merasa perlu melakukan

peringatan dan penagihan pada nasabah sebagai pemegang kartu kredit apabila

sudah jatuh tempo pembayaran kredit maupun peringatan lain sesuai isi

perjanjian. Dalam hal penagihan utang pada nasabah pihak bank menggunakan

jasa penagihan utang (debt collector). Atas perintah bank maka pihak jasa

penagihan utang (debt collector) melakukan peringatan dan penagihan kepada

nasabah dengan cara melawan hukum. Dari kerangka berpikir tersebut penulis

berusaha menemukan pengaturan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh

debt collector dan pihak bank sebagai pemberi perintah pada debt collector.

Kemudian penulis berusaha menyusun suatu kesimpulan yang menunjukkan

tentang tinjauan hukum pidana mengenai perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh debt collector atas perintah bank dalam menagih utang kartu

kredit.

Page 52: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

A. Kajian Hukum Pidana Tentang Perbuatan Debt Collector Yang

Melakukan Tindak Pidana Terhadap Nasabah Kartu Kredit.

Tindak pidana yang dilakukan debt collector terkait pelunasan kartu kredit

pada masa sekarang ini sering terjadi akibat berkembangnya produk bank dengan

pemberian kredit dalam bentuk kartu elektronik tentu harus menjadi perhatian

bersama. Kasus yang menunjukkan benturan kepentingan entitas bisnis dengan

aspek pidana semakin terlihat ketika debt collector ditengarai menjadi penyebab

nasabah mengalami tindak kekerasan baik secara fisik dan mental secara langsung

maupun tidak langsung. Di satu sisi, kehadiran debt collector menunjukkan bahwa

mekanisme penyelesaian berlandas hukum perdata antara bank dan nasabah tidak

berjalan efektif dan efisien. Sementara di sisi yang lain menunjukkan kerancuan

pengaturan yang patut dikaji dan ditelaah berkait masuknya debt collector dalam

ranah perikatan perdata bank dan nasabah yang menjadikan celah tindak pidana

yang dilakukan debt collector dalam menagih utang pada nasabah.

Ditilik dari produk perbankan yang potensial menghadirkan campur tangan

debt collector, kartu kredit menjadi salah satu rujukannya. Pihak perbankan saat

ini berlomba-lomba untuk menawarkan kartu kredit, karena produk perbankan ini

jauh lebih menguntungkan dibanding produk lain. Gencarnya penggunaan kartu

kredit ternyata berpeluang pula menimbulkan permasalahan baru, berwujud kredit

macet. “Agar penyelesaian masalah kredit macet demikian tidak terjerembab pada

pusaran masalah yang lain, sejatinya telah ada ketentuan dalam PBI 14/2/2012

peraturan tersebut menjelaskan bahwa penggunaan jasa pihak lain dalam proses

penagihan utang harus digunakan untuk kredit dengan kolektibilitas macet”

(http://politik.kompasiana.com/2012/01/30/persfektif-kejahatan-korporasi/).

Masalah kredit macet sebenarnya dapat diselesaikan secara hukum perdata,

akan tetapi efektifitas dan efisiensi mekanistik penyelesaian litigatif demikian

masih menyisakan masalah bagi bank yang mempunyai volume kredit macet

Page 53: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

besar. Guna mengatasi problem efektifitas inilah, debt collector dilibatkan dalam

penagihan kredit macet.

Mencermati uraian di atas dapat diketahui bahwa debt collector setidaknya

mempunyai 3 (tiga) payung hukum berdasarkan perspektif hukum di Indonesia

dalam menjalankan profesinya. Adapun uraian lebih lanjut mengenai payung

hukum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kedudukan dan Pengaturan Hukum Debt collector Pasal 13 Peraturan Bank

Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012.

Pasal 13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 yang

menyebutkan:

(1) Dalam hal Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring

dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir bekerjasama dengan pihak

lain yang menyediakan jasa penunjang di bidang sistem dan teknologi

informasi dalam penyelenggaraan APMK, maka Prinsipal, Penerbit,

Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian

Akhir wajib:

a. memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

prinsip kehati-hatian bagi Bank umum yang melakukan penyerahan

sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain;

b. memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi

informasi oleh Bank umum;

c. memiliki bukti mengenai keandalan dan keamanan sistem yang

digunakan oleh pihak lain, yang antara lain dibuktikan dengan:

1. hasil audit teknologi informasi dari auditor independen; dan

2. hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika

dipersyaratkan oleh Prinsipal.

d. mensyaratkan kepada pihak lain untuk menjaga kerahasiaan data

dan informasi;

e. melaporkan rencana dan realisasi kerjasama dengan pihak lain

kepada Bank Indonesia.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku pula bagi

Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau

Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang berasal dari Lembaga Selain

Bank Berdasarkan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa dalam

hubungan kerjasama antara pihak bank dengan nasabah, debt collector

bertindak sebagai pihak ketiga.

Debt collector merupakan pihak ketiga yang direkrut bank untuk

menjalankan pekerjaan penagihan kewajiban nasabah kepada bank. Perikatan

Page 54: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

debt collector dengan bank bukan hanya berdasarkan peraturan perjanjian

dalam hukum perdata, namun juga terdapat berbagai kewajiban. Kewajiban

tersebut diantaranya, pihak ketiga harus: melaporkan rencana dan realisasi

kerjasama dengan pihak lain kepada Bank yang merekrut, yang selanjutnya

oleh pihak bank akan dilaporkan kepada pihak Bank Indonesia; memiliki

bukti mengenai keandalan dan keamanan sistem yang digunakan; menjaga

kerahasiaan data.

2. Kedudukan dan Pengaturan Hukum Debt collector Pasal 17B Peraturan Bank

Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012.

Pasal 17B Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/02/PBI/2012 yang

menyebutkan :

1) Dalam melakukan penagihan Kartu Kredit, Penerbit wajib mematuhi

pokok-pokok etika penagihan utang Kartu Kredit.

2) Penerbit Kartu Kredit wajib menjamin bahwa penagihan utang Kartu

Kredit, baik yang dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit sendiri atau

menggunakan penyedia jasa penagihan, dilakukan sesuai dengan

ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Mencermati bunyi Pasal 17B dapat diketahui bahwa debt collector

berfungsi sebagai pihak ketiga. Ditegaskan pula bahwa mengenai kartu kredit,

debt collector dilibatkan oleh pihak bank guna melakukan tugas penagihan

terhadap nasabah.

3. Kedudukan dan Pengaturan Hukum Debt collector Pasal 1320 Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Perdata.

Hubungan kerjasama antara pihak bank dengan debt collector

dilakukan berdasarkan perjanjian tertentu dengan kesepakatan kedua belah

pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Perdata. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

diatur mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam kaitan ketika

kemudian bank meminta bantuan debt collector, sepenuhnya nasabah harus

mengetahui, karena pada akhirnya akan berkaitan dengan kepentingan

nasabah.

Page 55: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam hal hubungan antara nasabah dan debt collector sebenarnya

tidak ada koelasi dalam perjanjian, setidaknya kehadiran debt collector,

menimbulkan keresahan bagi nasabah. Dalam hal ini nasabah merasa tidak

ada perjanjian dengan debt collector melainkan dengan pihak bank, sehingga

nasabah tidak berkenan membayar sejumlah uang tagihan. Berdasarkan

uraian demikian, penulis akan mengkaji perbuatan yang dilakukan debt

collector dalam menagih utang kartu kredit berdasarkan hukum pidana yang

berlaku di Indonesia.

Kebijakan formulasi hukum pidana yang berkaitan dengan masalah

perbuatan yang sering dilakukan oleh debt collector dalam menagih utang kartu

kredit kepada nasabah kartu kredit dapat diidentifikasikan dalam tindak pidana

berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam pasal-pasal sebagai

berikut :

1. Pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau

pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan me- lawan hukum

atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang

berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan

pidana penjara paling lema sembilan bulan atau pidana denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan

menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jahatan

palsu, atau barang siapa tidak setahu yang berhak lebih dahulu serta

bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu

malam, dianggap memaksa masuk.

(3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat

menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu

tahun empat bulan.

(4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga jika yang

melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu (R.

Soesilo, 1995:143).

Kejahatan ini biasanya disebut huisvredebreuk (pelanggaran hak

kebebasan rumah tangga). Perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini

adalah :

a. Dengan melawan hak masuk dengan ke dalam rumah, ruangan tertutup dan

sebagainya;

Page 56: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Dengan melawan hak berada di dalam rumah, ruangan tertutup dan

sebagainya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan

orang yang berhak atau atas nama yang berhak.

Masuk begutu saja belum berarti masuk dengan paksa. Yang artinya, masuk

dengan paksa ialah masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan lebih

dahulu dari orang yang berhak. Pernyataan kehendak ini bisa terjadi dengan

jalan beraneka ragam, misalnya: dengan perkataan, dengan perbuatan, dengan

tanda tulisan atau tanda-tanda lain yang sama artinya dan dapat dimengerti

oleh orang di daerah itu. Pintu pagar atau rumah yang hanya tertutup begitu

saja belum berarti, bahwa orang tidak boleh masuk. Apabila pintu dikunci

degan kunci atau alat pengunci lain dan ditempel dengan tulisan: “dilarang

masuk”, maka barulah berarti, bahwa orang tidak boleh masuk ke tempat

tersebut (R. Soesilo, 1995:144).

Unsur-unsur dalam Pasal 167 KUHP adalah:

a. Perbuatan : dengan melawan hak orang lain

b. Obyek : rumah, ruangan atau perkarangan yang tertutup

c. Orang yang berhak : orang yang berkuasa menghalang-halangi atau

melarang untuk masuk atau berada di tempat tersebut.

Seorang penagih hutang (debt collector) yang masuk ke dalam

pekarangan atau rumah orang lain yang tidak memakai tanda dilarang masuk.

Berarti belum tentu masuk dengan paksa tetapi jika penagih hutang (debt

collector) masuk ke dalam pekarangan atau rumah orang lain sedangkan yang

punya rumah melarang menggunakan kata-kata atau jalan menghalang-

halangi pintunya, akan tetapi penagih hutang (debt collector) memaksa untuk

masuk, itu tidak boleh dan dikatakan masuk dengan paksa.

Perbuatan yang sering dilakukan debt collector dalam menagih utang

kartu kredit dengan cara memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan, atau

pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum jelas

telah memenuhi unsur-unsur pasal diatas dan dapat dipidana

2. Pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas

kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan

yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan

tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat maka yang bersalah

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Page 57: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(3) Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling lama

dua belas tahun.

(4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang

dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk

perampasan kemerdekaan (R. Soesilo, 1995:237).

Menurut pasal 12 undang-undang sementara RI, seorang tidak boleh

ditangkap atau ditahan selain atas perintah untuk itu oleh kekuasaan yang sah

menurut aturan-aturan undang-undang dalam hal dan menurut cara yang

diterangkan didalamnya. Peraturan undang-undang itu ialah H.I.R,LM.1941

Nomor 44. Menahan (merampas kemerdekaan orang) itu dapat dijalankan

misalnya dengan mengurung, menutup dalam kamar, rumah, mingikat dan

sebagainya, akan tetapi tidak perlu, bahwa orang itu tidak dapat bergerak

sama sekali. Disuruh tinggal dalam suatu rumah yang luas tetapi bila dijaga

dan dibatasi kebebasan hidupnya juga masuk arti kata menahan. Penahanan

orang itu hanya dianggap sah, jika dilakukan oleh instansi-instansi

pemerintah yang berhak, misalnya hakim, jaksa, polisi sebagai

hulpmagistraat yang dilakukan menurut cara dan hal-hal termaktup dalam

undang-undang (H.I.R). tidak hanya orang yang sengaja menahan atau

merampas kemerdekaan yang dihukum menurut pasal ini. Orang yang

sengaja memberi tempt untuk menahan itupun dihukum juga (R. Soesilo,

1995:238).

Tindak pidana ini menurut pasal 333 KUHP, yaitu barang siapa

dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan)

orang atau meneruskan tahanan itu dengan melawan hak.

Istilah dari kata menahan dan meneruskan penahanan dari pasal di atas,

adalah:

a. Menahan; menunjukkan aflopende-delicten (delik yang sekilas atau

sekejap).

b. Meneruskan penahanan; menunjukkan voor tdurende delicten (delik yang

selalu/ terus-menerus diperbuat).

Unsur-unsur dari Pasal 333 KUHP, yaitu:

1) Perbuatan menahan/ merampas kemerdekaan;

2) Yang ditahan orang;

3) Penahanan terhadap orang itu untuk melawan hak dan

4) Adanya unsur kesengajaan dan melawan hukum.

Pasal 333 KUHP ini hanya melindungi kemerdekaan badan seseorang, bukan

kemerdekaan jiwa. Jadi, harus adanya perbuatan yang menyentuh badan

seseorang yang ditahan, misalnya diikat tangannya sehingga sulit bergerak

(R. Soesilo, 1995:239).

Cara penagihan utang yang dilakukan (debt collector) apabila dalam

melakukan penagihan utang kartu kredit terhadap nasabah melakukan

penahanan atau penyekapan dengan cara menahan atau menyekap didalam

Page 58: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

rumah agar tidak bepergian jelas telah merampas kemerdekaan seseorang

yang memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 333 KUHP dan debt collector telah

melakukan kejahatan terhadap nasabah sehingga dapat dihukum secara

pidana.

3. Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah,

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama

tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana (R. Soesilo,

1995:244).

Undang-undang tidak memberi pengrtian secara rinci tentang

penganiayaan. Menurut yurisprudensi , maka yang diartikan dengan

penganiayaan adalah: sengaja menyebabkan perasaan tidak enak

(penderitaan), rasa sakit, atau luka. Dalam hal termasuk pengertian

penganiayaan adalah merusak kesehatan orang lain. Semua harus dilakukan

dengan sengaja dan dengan maksud yang patut atau melewati batas yang

diizinkan. Penganiayaan ini dinamakan penganiayaan biasa. Dicam hukuman

lebih berat apabila penganiayaan berakibat luka berat atau mati, luka berat

atau mati disini harus hanya merupakan akibat yang tidak dimaksud oleh si

pembuat. Percobaan dengan melakukan penganiayaan biasa tidak dihukum.

Akan tetapi, percobaan penganiayaan yang disebut dalam Pasal 353, 354, 355

dihukum (R. Soesilo, 1995:245).

Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut

“penganiayaan, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak

perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan

diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain”

(Satochid Kartanegara dalam http://makmum-anshory.blogspot.com/2008/

06/pidana-penganiayaan.html).

Adapula yang memahami penganiayaan adalah dengan sengaja

menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan dalam

Page 59: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

surat tuduhan. Sedangkan dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana

penganiayaan mempunyai unsur sebagai berikut.

a) Adanya kesengajaan;

b) Adanya perbuatan; dan

c) Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni :

(1) rasa sakit pada tubuh

(2) luka pada tubuh

Unsur pertama adalah berupa unsur subjektif (kesalahan), unsur kedua dan

ketiga berupa unsur objektif (Soenarto Soerodibroto dalam Tirtaamidjaja,

1995: 211).

Penganiayaaan yang dimuat dalam BAB XX II, pasal 351 s/d 355

KUHP adalah sebagai berikut:

(a) Penganiayaan biasa pasal 351 KUHP;

(b)Penganiayaan ringan pasal 352 KUHP;

(c) Panganiayaan berencana pasal 353 KUHP;

(d)penganiayaan berat pasal 354 KUHP; dan

(e) penganiayaan berat pasal 355 KUHP.

Dari beberapa macam penganiayaan diatas penulis mencoba untuk

menjelaskaannya satu persatu :

a. Penganiayaan biasa Pasal 351 KUHP

Pasal 351 KUHP telah menerangkan penganiayaan ringan sebagai berikut:

1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah;

2) Jika perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat, yang bersalah

dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun;

3) Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama

tujuh tahun;

4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan; dan

5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak di pidana.

Kembali lagi dari arti sebuah penganiayaan yang merupakan suatu

tindakan yang melawan hukum, memang semuanya perbuatan atau

tindakan yang dilakukan oleh subyek hukum akan berakibat kepada

Page 60: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dirinya sendiri. Mengenai penganiayaan biasa ini merupakan suatu

tindakan hukum yang bersumber dari sebuah kesengajaan. Kesengajaan ini

berari bahwa akibat suatu perbuatan dikehendaki dan ini ternyata apabila

akibat itu sungguh-sungguh dimaksud oleh perbuatan yang dilakukan itu.

yang menyebabkan rasa sakit, luka, sehingga menimbulkan kematian.

Tidak semua perbuatan memukul atau lainnya yang menimbulkan rasa

sakit dikatakan sebuah penganiayaan.

Oleh karena mendapatkan perizinan dari pihak terkait dalam

melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Seperti contoh: seorang guru

yang memukul anak didiknya, atau seorang dokter yang telah melukai

pasiennya dan menyebabkan luka, tindakan tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai penganiayaan, karena ia bermaksud untuk mendidik dan

menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapula timbulnya

rasa sakit yang terjadi pada sebuah pertandingan diatas ring seperti tinju,

pencak silat, dan lain sebagainya.

Tetapi perlu digaris bawahi apabila semua perbuatan tersebut diatas

telah malampui batas yang telah ditentukan karena semuanya itu meskipun

telah mendapatkan izin dari pemerintah ada peraturan yang membatasinya

diatas perbuatan itu, mengenai orang tua yang memukili anaknya dilihat

dari ketidak wajaran terhadap cara mendidiknya.

Oleh sebab dari perbuatan yang telah melampaui batas tertentu

yang telah diatur dalam hukum pemerintah yang asalnya pebuatan itu

bukan sebuah penganiayaan, karena telah melampaui batas-batas aturan

tertentu maka berbuatan tersebut dimanakan sebuah penganiayaan yang

dinamakan dengan penganiayaan biasa. Yang bersalah pada perbuatan ini

diancam dengan hukuman lebih berat, apabila perbuatan ini

mengakibatkan luka berat atau matinya sikorban. Mengenai tentang luka

berat lihat Pasal 90 KUHP. Luka berat atau mati yang dimaksud disini

hanya sebagai akibat dari perbuatan penganiayaan itu.

Page 61: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Mengenai tindakan hukum ini yang akan diberikan kepada yang

bersalah untuk menentukan Pasal 351 KUHP penulis mencoba

merumuskan dalam penganiayaan biasa dapat di bedakan menjadi:

1) Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun

kematian

2) Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat

3) Penganiayaan yang mengakibatkan kematian

4) penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan.

b. Penganiayaan ringan Pasal 352 KUHP

Disebut penganiayaan ringan Karena penganiayaan ini tidak

menyebabkan luka atau penyakit dan tidak menyebabkan si korban tidak

bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya. Rumusan dalam penganiayaan

ringan telah diatur dalam Pasal 352 KUHP sebagai berikut:

1) Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan

yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan

pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan

ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana

denda paling banyak empat ribu lima ratus.

Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan

kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi

bawahannya.

2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Melihat Pasal 352 ayat (2) bahwa “percobaan melakukan kejahatan itu

(penganiyaan ringan) tidak dapat di pidana” meskipun dalam

pengertiannya menurut para ahli hukum, percobaan adalah menuju

kesuatu hal, tetapi tidak sampai pada sesuatu hal yang di tuju, atau

hendak berbuat sesuatu dan sudah dimulai akan tetapi tidak sampai

selesai. Disini yang dimaksud adalah percobaan untuk melakukan

kejahatan yang bisa membahayakan orang lain dan yang telah diatur

dalam Pasal 53 ayat (1). Sedangkan percobaan yang ada dalam

penganiyaan ini tidak akan membahayakan orang lain.

Page 62: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) Penganiyaan berencarna Pasal 353 KUHP

Pasal 353 mengenai penganiyaan berencana merumuskan sebagai

berikut :

a) Penganiayaan dengan berencana lebih dulu, di pidana dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

b) Jika perbutan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah di

pidana dengan pidana penjara palang lama tujuh tahun

c) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di

pidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Menurut Tiirtamidjaja Menyatakan arti di rencanakan lebih dahulu

adalah : “bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk

mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang”. Apabila kita fahami

tentang arti dari di rencanakan diatas, bermaksud sebelum melakukan

penganiayaan tersebut telah di rencanakan terlebih dahulu, oleh sebab

terdapatnya unsur direncanakan lebih dulu (meet voor bedachte rade)

sebelum perbuatan dilakukan, direncanakan lebih dulu (disingkat

berencana), adalah berbentuk khusus dari kesengajaan (opzettielijk) dan

merupakan alas an pemberat pidana pada penganiayaan yang bersifat

subjektif, dan juga terdapat pada pembunuhan berencana (Tirtaamidjaja,

1995: 215).

Perkataan berpikir dengan tenang, sebelum melakukan

penganiayaan, si pelaku tidak langsung melakukan kejahatan itu tetapi ia

masih berfikir dengan bating yang tenang apakah resiko/akibat yang akan

terjadi yang disadarinya baik bagi dirinya maupun orang lain, sehingga si

pelaku sudah berniat untuk melakukan kejahatan tersebut sesuai dengan

kehendaknya yang telah menjadi keputusan untuk melakukannya. Maksud

dari niat dan rencana tersebut tidak di kuasai oleh perasaan emosi yang

tinggi, takut, tergesa-gesa atau terpaksa dan lain sebagainya.

Penganiayaan berencana yang telah dijelaskan diatas dan telah diatur dala

Pasal 353 KUHP apabila mengakibatkan luka berat dan kematian adalah

berupa faktor atau alasan pembuat pidana yang bersifat objektif,

penganiayaan berencana apabila menimbulkan luka berat yang di

kehendaki sesuai dengan ayat (2) bukan disebut lagi penganiayaan

Page 63: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berencana tetapi penganiayaan berat berencana sesuai Pasal 355 KUHP,

apabila kejahatan tersebut bermaksud dan ditujukan pada kematian dalam

ayat (3) bukan disebut lagi penganiayaan berencana tetapi pembunuhan

berencana pada Pasal 340 KUHP.

c. Penganiayaan berat Pasal 354 KUHP

Penganiayaan berat dirumuskan dalam Pasal 354 yang rumusannya

adalah sebgai berikut :

1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, dipidana kerena

melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama

delapan tahun

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah di pidana

dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Perbuatan berat (zwar lichamelijk letsel toebrengt) atau dapat

disebut juga menjadikan berat pada tubuh orang lain. Haruslah dilakukan

dengan sengaja. Kesengajaan itu harus mengenai ketiga unsur dari tindak

pidana yaitu: pebuatan yang dilarang, akibat yang menjadi pokok alas an

diadakan larang itu dan bahwa perbuatan itu melanggar hukum.Ketiga

unsur diatas harus disebutkan dalam undang-undang sebagai unsur dari

perbuatan pidana, seorang jaksa harus teliti dalam merumuskan apakah

yang telah dilakukan oleh seorang terdakwah dan ia harus menyebukan

pula tuduhan pidana semua unsur yang disebutkan dalam undang-undang

sebagai unsur dari perbuatan pidana. Apabila dihubungkan dengan unsur

kesengajaan maka kesengajaan ini harus sekaligus ditujukan baik tehadap

perbuatannya, (misalnya menusuk dengan pisau), maupun terhadap

akibatnya, yakni luka berat. Mengenai luka berat disini bersifat abstrak

bagaimana bentuknya luka berat, kita hanya dapat merumuskan luka berat

yang telah di jelaskan pada Pasal 90 KUHP sebagai berikut:

Luka berat berarti :

1) Jatuh sakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi

dengan sempurna atau yang dapat mendatangkan bahaya maut;

2) Senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pekerjaan

pencaharian;

3) Didak dapat lagi memakai salah satu panca indra;

4) Mendapat cacat besar;

5) Lumpuh (kelumpuhan);

6) Akal (tenaga faham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu;

dan

7) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pada Pasal 90 KUHP diatas telah dijelaskan tentang golongan yang

bisa dikatakan sebagi luka berat, sedangkan akibat kematian pada

Page 64: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penganiayaan berat bukanlah merupakan unsur penganiayaan berat,

melainkan merupakan faktor atau alasan memperberat pidana dalam

penganiayaan berat (Moeljatno dalam http://raypratama.blogspot.com/

2012/02/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html).

d. Penganiayaan berat berencana Pasal 355 KUHP

Penganiyaan berat berencana, dimuat dalam Pasal 355 KUHP yang

rumusannya adalah sebagai berikut :

1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu,

dipidana dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun

2) Jika perbuatan itu menimbulkan kematian yang bersalah di pidana

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Bila kita lihat penjelasan yang telah ada diatas tentang kejahatan yang

berupa penganiayaan berencana, dan penganiayaan berat, maka

penganiayaan berat berencana ini merupakan bentuk gabungan antara

penganiayaan berat (Pasal 354 ayat (1) KUHP) dengan penganiyaan

berencana (Pasal 353 ayat (1) KUHP), dengan kata lain suatu

penganiayaan berat yang terjadi dalam penganiayaan berencana,

kedua bentuk penganiayaan ini haruslah terjadi secara

serentak/bersama. Oleh karena harus terjadi secara bersama, maka

harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur

penganiayaan berencana.

Berdasarkan uraian tentang kejahatan penganiayaan diatas maka

dalam hal cara yang digunakan debt collector untuk menagih utang kepada

nasabah kartu kredit, debt collector diberi kewenangan penuh dalam

penagihan kepada nasabah namun apabila dilakukan dengan cara

penganiayaan terhadap nasabah jelas tidak ada dalam perintah secara

langsung dari bank tetapi pihak bank secara tidak langsung mengetahui

cara-cara yang dilakukan debt collector dalam menjalankan tugasnya,

apabila cara penagihan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur dalam Pasal

KUHP tentang penganiayaan diatas maka debt collector dapat dihukum

secara hukum pidana.

Page 65: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,

diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah” (R. Soesilo,

1995:249).

Perbuatan ini adalah disebut pencurian biasa. Unsur-unsur sebagai

berikut:

a. perbuatan mengambil

b. yang diambil harus suatu barang

c. barang utu harus, seluruhnya atau sebgaian kepunyaan orang lain

d. pengambilan itu harus dilaukan dengan maksud untuk memilki barang

tersebut dengan melawan hukum (melawan hak).

Mengambil untk dikuasainya mengnadung pengertian pencuri mengambil

barang itu, barang tersebut belum dalam kekuasaannya, apabila waktu

memiliki barangnya sudah ada di tagannya, maka perbuatan itu bukan

perbuatan pencurian, tetapi pengelapan (melanggar Pasal 372 KUHP).

Pengambilan (pencurian) itu bisa dikatakan selesai apabila barang tersebut

sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang barang itu, dan belum

berpindah tempat maka orang itu belum bisa dikatakan mencuri (R. Soesilo,

1995:250).

5. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1) pencurian ternak;

2) pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau

gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar,

kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;

3) pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di

situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;

4) pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih:

5) pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau

untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak,

memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu,

perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

(2)Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu

hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan tahun (R. Soesilo, 1995:251).

Pencurian dalam pasal ini disebut dengan pemberatan atau pencurian

dengan kualifikasi dan diancam dengan hukuman yang lebih berat. Pencurian

Page 66: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan pemberatan ini adalah pencurian biasa (Pasal 362 KUHP) tetapi

diserai dengan salah satu keadaan seperti berikut:

a. Bila barang yang dicuri adalah hewan peliharaan yang dianggap hewan

terpenting bagi pemiliknya

b. Bila pencurian itu dilakukan pada waktu kejadian macam-macam

malapetaka misalnya kebakaran

c. Apabila pencurian itu dilakukan pada malam hari, dalam rumah atau

pekarangan tertutup yang ada rumahnya

d. Apabila pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih

e. Apabila pencurian itu, pencuri masuk ketempat kejahatan atau mencapai

barang yang dicurinya dengan jalan membongkar, memecah, dan

sebagainya. Pengertian membongkara dalam hal ini adalah merusak barang

yang agak besar, misal membongkar tembok, pintu, jendela dan lain

sebagainya.

Dalam pasal ini termasuk juga pencurian dengan menggunakan perintah palsu

yaitu surat perintah yang kelihatannya seperti surat perintah asli oleh pihak

yang berwajib tetapi sebenarnya bukan(R. Soesilo, 1995:252)

6. Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian

yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu

mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk

memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk

tetap menguasai barang yang dicuri.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

a. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah

atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;

b. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu;

c. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau

memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah palsu

atau pakaian jabatan palsu.

d. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana

penjara paling lama lima belas tuhun.

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan

mengakihntkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang

atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang

diterangkan dalam nomor 1 dan 3 (R. Soesilo, 1995:253)..

Menurut R. Soesilo, analisa Pasal 365 KUHP sebagai berikut :

a. Perbuatan dalam Pasal 365 KUHP ini disebut dengan pencurian kekerasan,

tentang kekerasan dapat dilihat dalam Pasal 89 KUHP. Ancaman

kekerasan ini hanya ditunjukan pada orang bukan barang dan dapat

Page 67: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dilakukan bersamaan, sebelum atau sesudah pencurian itu dilakukan, asal

tujuannya untuk menyiapkan atau mempermudah pencurian itu, dan jika

tertangkap tangan atau untuk mencoba melarikan diri atau barang yang

dicuri agar tetap ditangannya.

b. Ancaman hukuman dapat diperberat jika pencurian dengan kekerasan ini

disertai dengan salah satu dari syarat-syarat tersebut pada sub 1 sampai

dengan 4. Tentang rumah, pekarangan tertutup, membongkar, memanjat,

perintah palsu dan pakaian palsu pasal (lihat Pasal 363 KUHP), tentang

malam (lihat Pasal 98 KUHP), tentang anak kunci palsu (lihat Pasal 100

KUHP), sedang memanjat (Pasal 99 KUHP) dan luka berat Pasal 90

KUHP.

c. Jika pencurian dengan kekerasan berakibat mati seseorang, ancaman

hukumannya diperberat. Kematian disini bukan dimaksudkan oleh

pembuat, apabila kematian itu dimaksud (diniat) oleh si pembuat maka ia

dikenakan Pasal 339 KUHP.

d. Bandingkan pecurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) dengan

pemerasan (Pasal 368 KUHP). Jika karena kekerasan atau ancaman

kekerasan itu si pemilik barang menyerah lalu memberikan kepada orang

yang mengancam maka hal ini masuk pemerasan (Pasal 368 KUHP). Akan

tetapi apabila pemilik barang itu dengan adanya kekerasan atau ancaman

tersebut tetap ridak menyerah dan kemudian pencuri mengambil

barangnya, maka ini masuk pencurian dengan kekerasan (Pasal 365

KUHP) (R. Soesilo, 1995:254).

Dalam hal cara penagihan utang yang dilakukan debt collector kepada

nasabah kartu kredit yang disertai dengan pengambilan barang milik nasabah

maka telah memenuhi unsur-unsur obyektif dan subyektif dalam Pasal

362,362 dan 365 KUHP tentang tindak pidana pencurian sebagai berikut :

a. Mengambil

Perbuatan mengambil itu haruslah ditafsirkan sebagai setiap

perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaannya yang

nyata atau het brengen van eenig goed onder zijn absolute en feitelijke

heerschappij. Untuk dapat membawa sesuatu benda dibawah

kekuasaannya yang nyata dan mutlak, seseorang itu pertama-tama haruslah

mempunyai maksud demikian, kemudian dilanjutkan dengan mulai

melaksanakan maksudnya misalnya dengan mengulurkan kedua tangannya

ke arah benda yang ingin diambil, mengambl benda tersebut dari tempat

semula. Dengan demikian selesailah apa yang dikatakan membawa suatu

benda dengan dibawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak (Lamintang

dan Djisman Samosir, 2010:48).

Menurut hemat penulis cara penagihan utang yang dilakukan oleh

debt collector kepada nasabah kartu kredit yang disertai pengambilan

Page 68: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

barang milik nasabah dapat disebut dengan membawa suatu benda

dibawah kekuasaannya yang nyata dan mutlak. Sebenarnya peristiwa

semacam itu hanyalah mempunyai nilai teoritis karena di dalam pratek

adalah sulit untuk membuktikan apakah seseorang itu mengambil benda

dengan maksud mengambil atau tidak karena perbuatan seperti itu sering

disebut masyarakat umum dengan istilah sita dalam hal utag piutang.

b. Benda

Menurut Memorie Van Toelichting, mengenai pembentuka Pasal

362 KUHP haruslah diartikan sebagai stoffelijk goed dat vatbaar is voor

verplaatsing atau benda berwujud menurut sifatnya bisa dipindahkan. Oleh

karena itu, benda yang dimaksud dengan pasal tersebut adalah benda-

benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat

dipindahkan. Namun ditinjau dari penafsiran acontrario maka orang akan

berpegang pada benda berwuju dan bergerak atau benda yang dapat

menjadi objek kejahatan pencurian (Memorie Van Toelichting dalam

Lamintang dan Djisman Samosir, 2010:50).

Cara penagihan utang yang dilakukan oleh debt collector kepada

nasabah kartu kredit yang disertai pengambilan barang milik nasabah dapat

disebut dengan membawa suatu benda dibawah kekuasaannya yang nyata

dan mutlak. Benda yang dimaksud disini adalah benda yang dapat menjadi

objek dari kejahatan pencurian atau benda-benda yang dapat menjadi objek

kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul

dari hak milik dalam hal ini yang dijadikan objek adalah benda milik

nasabah kartu kredit yang diambil secara paksa oleh debt collector.

c. Seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain

Dilihat dari pengertian menurut tata bahasa ataupun menurut

pengertian sehari-hari tidak begitu sulit untuk mengerti yang dimaksud

dengan kepunyaan itu. Akan tetapi pengertian kepunyaan haruslah

ditafsirkan menurut hukum, sehngga akan sulitlah bagi mereka yang hanya

setengah-setengah mengetahui hukum untuk menafsirkannya secara tepat.

Hal ini disebabkan karena bagi penduduk Indonesia tidak hanya

berlaku satu macam hukum yang berlaku di Indonesia. Seperti yang terjadi

banyak dalam dunia usaha terdapat berbagai istilah kepunyaan tersebut.

Maka haruslah ditafsirkan menurut hukum yang pasti yaitu melalui isi

perjanjian yang disepakati oleh para pihak (Lamintang dan Djisman

Samosir, 2010:56).

Page 69: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Mengenai cara penagihan utang yang dilakukan oleh debt collector

kepada nasabah kartu kredit yang disertai pengambilan barang milik

nasabah dapat disebut kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik orang

lain sepanjang tidak terdapat dalam perjanian antara para pihak namun

apabila tidak dipermasalahkan dan orang yang mempunyai utang itupun

menerima kenyataan bahwa ia tidak memenuhi kewajibannya sesuai

kewajibannya maka kepunyaan atau ak milik atas benda itu akan beralih

kepada orang yang berpiutang tetapi benda tersebut beralih ke debt

collector dan tidak diberikan kepada pihak berpiutang sebagai pemilik hak

penuh maka debt collector dapat disebut sebagai pelaku kejahatan yang

ditunjukan terhadap hak pemilik (pencurian).

Setelah mencermati penjelasan tentang Pasal 362, 363 dan 365

KUHP diatas, perbuatan penagih utang (debt collector) dalam menagih

utang kartu kredit terhadap nasabah yang disertai dengan pengambilan

barang milik nasabah sesuai dengan unsur-unsur Pasal 362,363 dan 365

KUHP maka penagih utang (debt collector) dapat dihukum atas tuduhan

pencurian ringan, pencurian dengan pemberatan,pencurian dengan kategori

atau pencurian dengan kekerasan sesuai dengan perbuatan debt collector

dan kondisi yang dialami nasabah.

7. Pasal 368 dan 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang

seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain,

atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam

karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

(2) Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi

kejahatan ini) (R. Soesilo, 1995:256).

Kejadian ini dinamakan pemerasan dengan kekerasan (afpersing).

Pemeras itu pekerjaannya:

a. memaksa orang lain;

b. untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk

kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat

utang atau menghapuskan piutang;

Page 70: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan

melawan hak (pada Pasal 335 KUHP, elemen ini bukan syarat).

Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan;

1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang itu

melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri.

Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya sendiri itu masuk

pula pemerasan;

2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak berhak atau

bertentangan dengan hukum; 3) Kekerasan berdasarkan catatan pada

Pasal 89 KUHP, yaitu jika memaksanya itu dengan akan menista,

membuka rahasia maka hal ini dikenakan Pasal 369 KUHP.

3) Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal 370

KUHP), tetapi apabila kekerasan itu demikian rupa sehingga

menimbulkan penganiayaan, maka tentang penganiayaannya ini

senantiasa dapat dituntut (tidak perlu ada pangaduan);

4) Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan

kekerasan pada Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam hal

pencurian si pelaku sendiri yang mengambil barang yang dicuri,

sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah dipaksa dengan

kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras) (R. Soesilo,

1995:257).

Pasal 369 KUHP :

(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik

dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka

rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain atau

supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Kejahatan ini tidak dituntut kecuali atas pengaduan orang yang terkena

kejahatan (R. Soesilo, 1995:257).

Menurut R.Soesilo analisa Pasal 369 KUHP adalah sebagai berikut :

a. kejahatan ini dinamakan pemerasan dengan menista (adreiging atau

chantage) perbedaan Pasal 368 dan 369 KUHP adalah alat yang digunakan

dalam pemerasana yaitu dalam Pasal 368 KUHP digunakan kekerasan

sedangkan Pasal 369 KUHP digunakan akan menista atau menista dengan

surat atau akan membuka rahasia.

b. Kejahatan chantage ini adalah delik aduan absolut (Pasal 369 alenia 2

KUHP).

Penagih utang (debt collector) apabila dalam melakukan penagihan utang

kartu kredit terhadap nasabah melakukan pemerasan atau pengancaman

terhadap nasabah maka nasabah dapat mengadukan atas tuduhan pada

Pasal 368 dan 369 KUHP, apabila nasabah melapor tentang perbuatan

penagih utang (debt collector) secara hukum pidana Penagih utang (debt

Page 71: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

collector) dapat diancam hukuman dalam Pasal 368 dan 369 KUHP

tersebut (R. Soesilo, 1995:257).

Apabila merinci unsur-unsur dalam kejahatan pemerasan tersebut,

maka diperoleh :

a. Unsur-unsur obyektif :

1) Memaksa atau dwingen;

2) Orang lain atau iemand;

3) Untuk menyerahkan sesuatu benda atau tot afgifte van eenig goed;

4) Untuk membuat suatu pinjaman atau tot het aangaan van eene schuld;

5) Untk meniadakan suatu piutang atau tot hed tenietdoen van eene

inschuld; dan

6) Dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan atau door geweld of

bedreiging met geweld.

b. Unsur-unsur subyektif :

1) Dengan maksud atau met het oogmerk dan

2) Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau om zich of een

ander te bevoordelen (Lamintang dan Djisman Samosir, 2010:104).

Berdasarkan unsur-unsut diatas maka kejahatan pemerasan yang

dilakukan debt collector kepada nasabah haruslah memenuhi hal-hal sebagai

berikut :

a. Untuk menyerahkan suatu benda

Dalam hal ini perlu dicatat bahwa benda yang dimaksud tidaklah

perlu harus diserahkan sendiri oleh orang yang diperas kepada orang yang

memeras. Dapat saja penyerahan tersebut dilakukan dengan perantaraan

orang ketiga untuk diserahkan kepada orang yang melakukan pemerasan.

Untuk dapat dikatakan bahwa disitu terjadi penyerahan suatu benda seperti

yang dikehendaki oleh orang yang melakukan pemerasan, benda tersebut

telah terlepas dari kekuasaan orang yang yang diperas dengan tidak perlu

memperhatikan apakah benda tersebut sudah benar-benar dikuasai oleh

orang yang memeras atau belum, sehingga cukuplah apabila orang yang

diperas itu telah menyerahkan benda yang dimaksudkan oleh orang yang

memeras sebagai akibat dari pemerasan yang dilakukan terhadap dirinya.

b. Untuk membuat suatu pinjaman

Yang dimaksud dengan pinjaman disini bnkanlah untuk mendapat

uang pinjaman dari orang yang diperas melainkan memaksa orang tersebut

untuk memberikan atau membayar sejumlah uang tertentu atau membuat

suatu perikatan yang menyebabkan ia harus membayar sejumlah uang

tertentu. Demikianlah yang dimaksud dengan meniadakan piutang dan

juga meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang lain yang diperas

kepada seseorang tertentu.

c. Untuk menguntungkan diri sendiri

Yang dimaksud dengan mengundurkan diri sendiri dalam

menambah kekayaan semula. Seperti ternyata dari unsur-unsur selanjutnya

perbuatan memeras tersebut tidaklah perlu ditujukan untu menambah

Page 72: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kekayaan diri sendiri, melainkan dapat juga ditujukan untuk menambah

kekayaan orang lain.

Pasal 368 ayat (2) KUHP menentukan, bahwa ketentuan-ketentuan

yang terdapat dalam ayat (2), (3), dan (4) Pasal 365 KUHP juga berlaku bagi

kejahatan pemerasan. Ini berarti bahwa:

1) Jika kejahatan pemerasan itu dilakukan pada malam hari di dalam sebuat

tempat kediaman atau dilakukan di atas sebuah pekarangan tertutup yang

diatasnya berdiri sebuah tempat kediaman ataupun jika kejahatan

pemerasan tersebut dilakukan dijalan umum atau diatas kereta api atau

tram yang sedang bergerak;

2) Jika kejahatan pemerasan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama;

3) Jika kejahatan pemerasan itu untuk dapat masuk ke tempat kejahatan

dilakukan dengan perbuatan-perbuatan membongkar, merusak, memanjat,

memakai kinci-kunci palsu, dengan perintah palsu atau memakai seragam

palsu; dan

4) Jika kejahatan pemerasan itu menyebabkan terjadinya luka berat pada

seseorang.

Maka kejahatan pemerasan tersebut diperberat ancaman hukumannya

dengan ancaman hukuman penjara duabelas tahun. Selanjutnya kejahatan

pemerasan itu, apabila menyebabkan matinya orang lain, maka pelakunya

diancam penjara selama-lamanya limabelas tahun.akhirnya orang yang

melakukan pemerasan itu diancam dengan hukuman mati, penjara seumur

hidup ataupun dengan hukuman penjara sementara selama-lamanya duapuluh

tahun, jika kejahatan tersebut telah menimbulkan luka berat atau sesuatu

kematian, di mana kejahatan itu telah dilakukan oleh dua orang atau lebih

secara bersama-sama dengan disertai lain-lain hal yang memberatkan seperti

yang diatur di dalam Pasal 365 ayat (1) dan (2) KUHP (Lamintang dan

Djisman Samosir, 2010:104).

Dewasa ini marak terjadi kekerasan yang dilakukan terhadap nasabah

kartu kredit suatu bank, kekerasan ini biasanya disertai dengan pemerasan

agar nasabah diberi kelonggaran waktu dalam hal penyelesaian utang-piutang

dengan bank dalam hal penagihan dilakukan pihak ketiga yaitu debt collector.

Apabila hal itu terjadi maka cara debt collector dalam menagih utang kepada

nasabah kartu kredit maka dapat digolongkan sebagai kejahatan pemerasan.

8. Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat

palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan

orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya

Page 73: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan

dengan pidana penjara paling lama empat tahun (R. Soesilo, 1995:260).

Menurut R.Soesilo analisis Pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut:

a. Kejahatan ini dinamakan penipuan, penipuan itu pekerjaannya;

1) membujuk orang supaya memberikan barang , membuat utang atau

menghapuskan piutang.

2) Maksud pembujukan itu ialah : hendak menguntungkan diri sendiri atau

orang lain dengan melawan hak.

3) Membujuk yaitu dengan memakai:

a) Nama palsu atau keadaan palsu

b) Akal cerdik (tipu muslihat)

c) Karangan perkataan bohong

b. Membujuk melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang,

sehingga orang itu menurutinya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui

duduk perkara yang sebenarnya ia tidak akan berbuat demikian itu.

c. Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu kepunyaan

orang lain jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, jga

masuk dalam penipuan asalkan elemen-elemen lain terpenuhi.

Seperti halnya pencurian maka penipuan pun jika dilakukan dalam kalangan

keluarga berlaku peraturan dalam pasal 367 jo. 394 KUHP (R. Soesilo,

1995:261).

Sedangkan unsur-unsur tindak pidana penipuan menurut Moeljatno

adalah sebagai berikut :

a. Ada seseorang yang dibujuk atau digerakkan untuk menyerahkan suatu

barang atau membuat hutang atau menghapus piutang. Barang itu

diserahkan oleh yang punya dengan jalan tipu muslihat. Barang yang

diserahkan itu tidak selamanya harus kepunyaan sendiri, tetapi juga

kepunyaan orang lain.

b. Penipu itu bermaksud untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang

lain tanpa hak. Dari maksud itu ternyata bahwa tujuannya adalah untuk

merugikan orang yang menyerahkan barang itu.

c. Yang menjadi korban penipuan itu harus digerakkan untuk menyerahkan

barang itu dengan jalan :

1) Penyerahan barang itu harus akibat dari tindakan tipu daya.

2) Si penipu harus memperdaya si korban dengan satu akal yang tersebut

dalam Pasal 378 KUHP (Moeljatno, 2003:122).

Sebagai akal penipuan dalam Pasal 378 KUHP mengatur bahwa :

a. Menggunakan akal palsu

Nama palsu adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya,

meskipun perbedaaan itu tampak kecil, misalnya orang yang sebenarnya

bernama Ancis, padahal yang sebenarnya adalah orang lain, yang hendak

menipu itu mengetahui, bahwa hanya kepada orang yang bernama Ancis

orang akan percaya untuk memberikan suatu barang. Supaya ia

Page 74: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mendapatkan barang itu, maka ia memalsukan namanya dari Anci menjadi

Ancis. Akan tetapi kalau sipenipu itu menggunakan nama orang lain yang

sama dengan namanya sendiri, maka ia tidak dikatakan menggunakan

nama palsu tetapi ia tetap dipersalahkan.

b. Menggunkan kedudukan palsu

Seseorang yang dapat dipersalahkan menipu dengan menggunakan

kedudukan palsu, misalnya : X menggunakan kedudukan sebagai

pengusaha dari perusahaan P, padahal ia sudah diberhentikan, kemudian

mendatangi sebuah toko untuk dipesan kepada toko tersebut, dengan

mengatakan bahwa ia X disuruh oleh majikannya untuk mengambil

barang-barang itu. Jika toko itu menyerahkan barang-barang itu kepada X

yang dikenal sebagai kuasa dari perusahaan P, sedangkan toko itu tidak

mengetahuinya, bahwa X dapat dipersalahkan setelah menipu toko itu

dengan menggunakan kedudukan palsu.

c. Menggunakan tipu muslihat

Yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang

dapat menimbulkan gambaran peristiwa yang sebenarnya dibuat-buat

sedemikian rupa sehingga kepalsuan itu dapat mengelabui orang yang

biasanya hati-hati.

d. Menggunakan susunan belit dusta

Kebohongan itu harus sedemikian rupa berbelit-belitnya sehingga

merupakan suatu atau seluruhnya yang nampaknya seperti benar dan tidak

mudah ditemukan di mana-mana (Moeljatno, 2003: 124).

Tipu muslihat yang digunakan oleh seorang penipu itu harus

sedemikian rupa, sehingga orang yang mempunyai taraf pengetahuan yang

umum (wajar) dapat dikelabui. Jadi selain kelicikan penipu, harus pula

diperhatikan keadaan orang yang kena tipu itu. Tiap-tiap kejahatan harus

dipertimbangkan dan harus dibuktikan, bahwa tipu muslihat yang digunakan

adalah begitu menyerupai kebenaran, sehingga dapat dimengerti bahwa orang

yang ditipu sempat percaya. Suatu kebohongan saja belum cukup untuk

menetapkan adanya penipuan. Bohong itu harus disertai tipu muslihat atau

susunan belit dusta, sehingga orang percaya kepada cerita bohong itu.

Unsur-unsur tindak pidana penipuan juga dikemukakan oleh Togat,

sebagai berikut :

a. Unsur menggerakkan orang lain ialah tindakan-tindakan, baik berupa

perbuatan-perbuatan mupun perkataan-perkataa yang bersifat menipu.

b. Unsur menyerahkan suatu benda. Menyerahkan suatu benda tidaklah harus

dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orang

yang menipu. Dalam hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang

yang tertipu itu kepada orang suruhan dari orang yang menipu. Hanya

dalam hal ini, oleh karena unsur kesengajaan maka ini berarti unsur

Page 75: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penyerahan haruslah merupakan akibat langsung dari adanya daya upaya

yang dilakukan oleh si penipu.

c. Unsur memakai nama palsu. Pemakaian nama palsu ini akan terjadi

apabila seseorang menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan

namanya, dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan

kepada orang yang namanya disebutkan tadi.

d. Unsur memakai martabat palsu. Dengan martabat palsu dimaksudkan

menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang

mengakibatkan si korban percaya kepadanya, dn berdasarkan kepercayaan

itu ia menyerahkan suatu barang atau memberi hutang atau menghapus

piutang.

e. Unsur memakai tipu muslihat dan unsur rangkaian kebohongan. Unsur tipu

muslihat adalah rangkaian kata-kata, melainkan dari suatu perbuatan yang

sedemikian rupa, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan keprcayaan

terhadap orang lain. Sedangkan rangkaian kebohongan adalah rangkaian

kata-kata dusta atau kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran yang

memberikan kesan seolah-olah apa yang dikatakan itu adalah benar adanya

(Togat dalam Moeljatno, 2003:72).

.

Berdasarkan penjelasan dan semua pendapat yang telah dikemukakan

tersebut di atas, maka apabila perbuatan penagihan debt collector dalam

menagih utang kartu kredit menggunakan cara-cara yang ada dalam unsur-

unsur tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378

KUHP, apabila unsur-unsur yang disebut di dalam pasal tersebut telah

terpenuhi, maka debt collector sebagai pelaku tindak pidana penipuan

tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai perbuatannya.

9. Pasal 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan,

merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu

yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana

penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah” (R. Soesilo, 1995:278).

Unsur-unsur pasal 406 KUHP adalah sebagai berikut :

a. Unsur Subyektif :

Dengan sengaja (opzettelijk):

Page 76: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Perbuatan merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau

menghilangkan barang harus dilakukan dengan sengaja;

2) Pelaku harus mengetahui bahwa yang dirusakkan, dibikin tak dapat

dipakai atau dihilangkan adalah suatu barang yang seluruhnya atau

sebagian adalah kepunyaan orang lain; dan

3) Pelaku harus mengetahui perbuatan merusakkan, membikin tak dapat

dipakai atau menghilangkan barang itu bersifat melawan hukum

b. Unsur Obyektif :

1) Merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan;

2) Suatu benda;

3) Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; dan

4) Secara melawan hukum (wederrechtlijk).

Menurut R.Soesilo analisis Pasal 406 KUHP sebagai berikut :

a. Supaya dapat dihukum menurut pasal ini harus dibuktikan :

1) Bahwa terdakwa telah membinasakan, merusak, membuat sehingga

tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang.

2) Bahwa pembinasaan dan sebagainya, itu harus dilakukan dengan

sengaja dan dengan melawan hukum

3) Bahwa barang itu harus sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain

b. Yang dihukum dalam pasal ini tidak saja mengenai barang, tetapi juga

mengenai binatang.

c. Pembinasaan dan perusakan dan sebagainya. Barang disini hanya

mengenai barang-barang biasa kepunyaan orang lain. Jika yang dirusakan

dan sebagainya. Itu bangunan-bangunan kepentingan umum dikenai Pasal

408 KUHP

d. Jika pengrusakan dilakukan oleh dua orang atau lebih diancam hukuman

yang lebih berat (Pasal 412 KUHP)

e. Pada waktu mengusut perkara ini polisi senantiasa harus menyelidiki

berapakah uang kerugian yang diderita oleh pemilik barang yang telah

dirusak itu (R. Soesilo, 1995:279).

Berdasarkan pasal ini debt collector dapat dituntut secara hukum

apabila dalam menagih utang kartu kredit terhadap nasabah melakukan

tindakan yang dapat berakibat rusaknya barang nasabah misalnya merusak

pintu rumah, meja maupun hal lain yang memenuhi unsur Pasal 406 KUHP

tentang kejahatan perusakan barang.

Page 77: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari berbagai identifikasi pasal-pasal KUHP diatas jelaslah bahwa

perbuatan debt collector yang dilakukan saat menagih utang kartu kredit

kepada nasabah sangat rawan akan terjadinya tindak pidana. Apabila terjadi

pelampauan batas kewenangan, maka pasal-pasal di dalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP) dapat di identfikasikan ke dalam perbuatan

yang dilakukan debt collector kepada nasabah kartu kredit. Pasal-pasal itu

antara lain adalah Pasal 167 KUHP (memaksa masuk ke dalam rumah,

ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan

hukum), Pasal 333 KUHP (perampasan kemerdekaan, penyanderaan debitur

dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363,

365 KUHP (pencurian, bila debt collector mengambil barang apa saja milik

debitur), Pasal 368 dan Pasal 469 KUHP (pemerasan dan pengancaman), (378

KUHP (penipuan) serta Pasal 406 KUHP (perusakan barang).

B. Pertanggungjawaban Pidana Pihak Bank Sebagai Pemberi Perintah

Debt Collector Apabila Penagihan Utang Kartu Kredit Dilakukan Dengan

Cara Melawan Hukum.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan telah memuat

berbagai ketentuan pidana yang mengkriminalisasi berbagai perbuatan yang

dilakukan oleh pegawai bank. Namun, masih banyak perilaku pidana oleh orang

dalam dan pihak-pihak yang berkaitan dengan bank seperti halnya debt collector

bank belum diatur. Undang-Undang Perbankan juga belum banyak

mengkriminalisasi kejahatan terhadap nasabah bank yang dilakukan oleh orang

luar. Kejahatan terhadap nasabah bank, baik yang dilakukan oleh orang dalam

maupun orang luar sebagai pihak terkait dengan bank seperti penggunaan jasa

penagihan utang (debt collector) .

Masifnya bisnis kartu kredit membuat bank menyerahkan pekerjaan

promosi dan pemasaran sampai penagihan kepada pihak ketiga. Di sinilah

masalah muncul. Meskipun secara normatif pihak ketiga diminta mengikuti norma

Page 78: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan ketentuan berlaku, perilaku melanggar hak dan privasi konsumen pengguna

kartu semakin sering terjadi. Pemahaman atas risiko perhitungan bunga kartu

kredit penting agar konsumen paham konsekuensi setiap gesekan kartu kreditnya

dan bank tidak bisa lagi menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahui

konsumen, seperti opsi pembebasan bunga cicilan dan penjadwalan ulang

pembayaran Potensi pasar kartu kredit atau kredit konsumsi lainnya tentu akan

semakin meningkat seiring dengan membaiknya kesejahteraan masyarakat.

Tetapi, peningkatan itu bukan tanpa risiko bagi bank penyalur kredit. Risiko yang

dihadapi berupa kredit macet atau bermasalah. Sebagian kecil (22 persen) pemilik

kartu kredit yang diwawancarai mengaku pernah menunggak atau alpa membayar

tagihan kredit. Alasannya beragam, mulai dari lupa, tidak punya dana, hingga

malas. Untuk mengantisipasi hal itu, bank biasanya mengetatkan pengawasan

terhadap pembayaran tagihan nasabah agar tidak melampaui batas jatuh tempo.

Tak jarang bank menggunakan jasa pihak ketiga (debt collector). Sekitar 20

persen pemilik kartu kredit atau keluarganya pernah dihubungi oleh penagih

utang. Cara umum yang dilakukan oleh tukang tagih ini biasanya dengan

menelepon dan mendatangi rumah responden atau keluarga responden. Terkait

keberadaan tukang tagih utang ini, lebih dari separuh responden yang mempunyai

kartu kredit menekankan, peran penagih utang tidak diperlukan. Masyarakat

berharap ada cara lain menegosiasikan utang yang macet selain harus berhadapan

dengan tukang tagih yang disewa bank. (http://verbeetlaw.

wordpress.com/2011/04/18/ perbankan-2011-debat-eksistensi-debt-collector-aksi-

gugatan-idr-3triliun-irzen-octa-pembobolan-bank/).

Dalam hal menjalankan tugasnya debt collector secara hukum sebetulnya

tidak ada hubungan antara konsumen dan debt collector. Pemberian kuasa sesuai

Pasal 1797 KUH-Perdata tidak boleh melampaui batas wewenang yang

dikuasakan. Pelampauan batas dimaksud dalam kasus debt collector yang sering

terjadi adalah berupa tindak kekerasan, penyanderaan, perusakan barang,

perampasan,bahkan dapat menjurus pada penganiayaan/ penyiksaan maupun

perbuatan-perbuatan lainya yang dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melawan

hukum.

Mengenai pertanggungjawaban bank dalam hal perbuatan pidana yang

dilakukan karyawan atau pihak lain atas perintah bank untuk menagih utang kartu

kredit kepada nasabah, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) mengatur

bahwa salah satu bentuk hukum Bank Umum ataupun Bank Perkreditan Rakyat

(BPR) adalah Perseroan (PT) Terbatas sesuai pasal 21 Undang-Undang

Perbankan. Oleh sebab itu, konstruksi hukum organ Perseroan Terbatas (PT)

Perbankan sudah tentu sama dengan yang diatur di dalam Undang-Undang PT

(Perseroan Terbatas). Jika Undang-Undang Perbankan termasuk peraturan

Page 79: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pelaksanaannya, termasuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) telah dan/atau akan

mengatur sendiri hal-hal yang berkaitan dengan organ PT, misalnya: persyaratan

pencalonan Direksi PT. Bank, yang tidak hanya mengacu pada ketentuan Ps 93

UUPT, tapi ditambahkan syarat tambahan, misalnya: harus lulus fit and proper

test yang dilakukan oleh Bank Indonesia, harus mempunyai latar belakang

keahlian di bidang perbankan, ekonomi, hukum, lulus sertifikasi manajemen

risiko dan sebagainya, hal ini boleh saja dilakukan dan dibenarkan menurut Pasal

93 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas (Nindyo Pramono, 2010:19).

Pertanggungjawaban Perseroan dan tanggung jawab Direksi timbul,

apabila Direksi yang memiliki wewenang atau Direksi yang menerima kewajiban

untuk melaksanakan pengurusan Perseroan, mulai menggunakan wewenangnya

tersebut. Agar wewenang atau kewajiban Direksi tersebut dilaksanakan untuk

kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, maka

idealnya wewenang itu dapat dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawabnya dan

sebaliknya tanggung jawab harus diberikan sesuai dengan wewenang yang ada

sebagaimana bunyi Pasal 98 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Perseroan Terbatas sebagai berikut :

(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang

mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain

dalam anggaran dasar.

Dari uraian tersebut diatas jelas bahwa yang bertanggung jawab dalam

Perseroan Terbatas (PT) adalah direksi atau yang telah ditentukan dalam

Anggaran Dasar (AD) suatu Perseroan Terbatas (PT) termasuk dalam hal ini

adalah bank yang berbentuk Perseroan Terbatas.

Sebelum membahas tentang tanggung jawab pidana pihak bank sebagai

pemberi perintah debt collector maka akan dijelaskan terlebih dahulu tentang

prinsip-prinsip pertanggungjawaban, Agus Santoso dalam Jurnal Legislasi

Indonesia mengemukakan beberapa prinsip tanggung jawab pelaku usaha dalam

hukum yang dibedakan sebagai berikut:

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan (fault

liability/liability based on fault)

Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang baru dapat dimintai

pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang

Page 80: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dilakukannya. Prinsip ini tergambar dalam ketentuan Pasal 1365,1366 dan

Pasal 1367 KUH-Perdata. Pasal 1365 KUH-Perdata mengharuskan adanya 4

(empat) unsur pokok untuk dapat dimintai pertanggungjawaban hukum dalam

perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan, unsur kesalahan,

kerugian yang diderita, dan hubungan kausalita antara kesalahan dan

kerugian. Pengertian perbuatan melawan hukum yang lebih luas dapat dilihat

dalam yurisprudensi Arrest Hoge Raad kasus Cohen-Lindenbaum, yaitu suatu

perbuatan melawan (onrechmatige daad) sebagai suatu perbuatan atau

kealpaan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau atau bertentangan

dengan kesusilaan dan keharusan dalam pergaulan hidup. Dengan demikian

terdapat 4 (empat) unsur suatu perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan

melawan hukum, yaitu :

a) perbuatan tersebut bertentangan dengan hak orang lain;

b) bertentangan dengan kewajiban hukum sendiri;

c) bertentangan dengan kesusilaan;

d) bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaula

masyarakat.

Berkenaan dengan prinsip ini, akan mengemuka persoalan mengenai

subyek hukum pelaku kesalahan (Pasal 1367 KUH-Perdata). Dalam doktrin

hukum dikenal adanya vicorious liability dan corporate liability. Vicorious

liability merupakan pertanggung jawaban atas kesalahan orang yang berada

dibawah pengawasan majikan. Jika orang tersebut dipindahkan pada

penguasaan pihak lain, maka tanggung jawabnya juga beralih kepada pihak

lain tersebut. Sementara itu corporate liability lebih menekankan pada

tanggung jawab lembaga/korporasi terhadap tenaga yang dipekerjakannya.

Misalnya hubungan hukum antara bank nasabah, semua tanggung jawab atas

pekerjaan pegawai bank yang dilakukan di bank tersebut adalah menjadi

beban tanggung jawab bank.

2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab (presumption of liability

principle)

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung

jawab sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah (pembuktian terbalik).

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menegaskan bahwa beban pembuktian (ada tidaknya kesalahan)

berada pada pelaku usaha dalam perkara pidana pelanggaran Pasal 19 ayat

(4), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip kedua dan hanya dikenal

dalam lingkup transaksi yang sangat terbatas yang secara common sense

dapat dibenarkan. Misalnya seseorang yang minum air di kali tanpa dimasak

Page 81: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terlebih dahulu, apabila sakit tidak dapat menuntut pabrik yang terletak

disekitar sungai tersebut. Seharusnya ia memasak air itu terlebih dahulu.

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability).

Prinsip ini menetapkan bahwa suatu tindakan dapat dihukum atas

dasar perilaku berbahaya yang merugikan (harmful conduct) tanpa

mempersoalkan ada tidaknya kesengajaan (intention) atau kelalaian

(negligence). Prinsip ini menegaskan hubungan kausalitas antara subyek yang

bertanggung jawab dan kesalahan dibuatnya, dengan memperhatikan adanya

force majeur sebagai faktor yang dapat melepaskan diri dari tanggung jawab.

Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlidungan konsumen

diterapkan pada produsen yang memasarkan produk cacat sehingga dapat

merugikan konsumen (product liability).

5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan

Prinsip ini sering dipakai pelaku usaha untuk membatasi beban

tanggung jawab yang seharusnya ditanggung oleh mereka, yang umumnya

dikenal dengan pencantuman klausa ekonerasi dalam perjanjian standar yang

dibuatnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bentuk-bentuk tanggung

jawab dari pelaku usaha adalah sebagai berikut:

a) Contractual liability

Yaitu tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari

pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi

barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau memanfaatkan jasa yang

diberikannya.

b) Product liability

Adalah tanggung jawab perdata secara langsung (strict liability) dari

pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat menggunakan

produk yang dihasilkannya. Pertanggung jawaban ini diterapkan dalam hal

tidak terdapat hubungan perjanjian (no privity of contract) antara pelaku

usaha dan konsumen.

c) Professional liability

Dalam hal hubungan perjanjian merupakan prestasi yang terukur sehingga

merupakan perjanjian hasil, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada

pertanggung jawaban profesional yang menggunakan tanggung jawab

perdata atas perjanjian/kontrak (contractual liability) dari pelaku usaha

sebagai pemberi jasa atas kerugian yang dialami konsumen.

d) Criminal liability

Dalam hubungan pelaku usaha dengan negara dalam memelihara

keamanan masyarakat, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada

pertanggungjawaban pidana (Agus Santoso, 2008:7).

Page 82: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan prinsip-prinsip tanggung jawab diatas penulis akan

membahas tentang tanggung jawab pidana (criminal liability) yang harus

ditanggung pihak bank terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan debt

collector dalam melaksanakn tugas pengihan utang kepada nasabah kartu kredit.

Untuk melindungi nasabah kartu kedit pihak bank mempunyai kewajiban

dalam hal meminimalisir terhadap resiko yang terjadi yang dapat merugikan

kedua belah pihak sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/2/PBI/2012 tentang alat pembayaran menggunakan kartu kredit. Hal ini juga

disebut oleh Victorya Iyashina dalam Journal Bisnis of Venturing :

“Attempt to shed more light on the bank’s motives for transferring

information about the target. In particular, a bank might transmit

information about one client to another so as to increase the probability of

transferring loans from an ex-ante bad borrower to an ex-ante good

borrower so as to reduce its overall credit risk” (Victorya Iyashina,

2011:32).

Inti dari kutipan diatas adalah bank mempunyai kewajiban memberi

informasi yang jelas dan secara rutin dalam hal target tentang perjanjian dan

transaksi yang dilakukan oleh nasabah agar terjadi hubungan baik serta mencegah

resiko yan kredit antara kedua belah pihak. Berikutnya upaya untuk menjelaskan

lebih lanjut tentang motif bank untuk mentransfer informasi mengenai target.

Secara khusus, bank wajib mengirimkan informasi kepada klien tentang resiko

buruk kredit agar menjadi sebuah sistem kredit yang tidak merugikan kedua belah

pihak.

Peraturan Bank Indonesia yang ada mengatur tentang pertanggungjawaban

bank atas eksistensi penggunaan jasa ketiga dalam penagihan hutang debt

collector adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2012 Pasal 21 ayat

(1) yang berbunyi:

“Dalam hal Penerbit melakukan kerja sama dengan pihak-pihak di luar

pihak maka Penerbit bertanggung jawab atas kerja sama tersebut”

Page 83: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hal ini diperjelas oleh bagian penjelasan yang mengatakan:

“Yang dimaksud dengan pihak-pihak di luar pihak lain” dalam ayat ini

misalnya perusahaan jasa pengiriman dokumen, agen pemasaran (sales

agent) atau jasa penagihan (debt collector)”.

Jika menilik lebih jauh, jikalau kita melihat beberapa asas penagihan

hutang yang ada di beberapa negara seperti di Victoria, Australia dalam debt

collection act 1999 ditegaskan adanya beberapa asas dan petunjuk tentang

hubungan tiga pihak tersebut ( Pengguna Kartu, Perbankan dan Jasa Pihak Ketiga)

yang meliputi : Communicating with the consumer, Personal visits, Frequency of

contact, Communicating with the consumer at work, Communication where a

payment agreement has been entered into, Communication where the consumer

has denied liability, stated an intention to defendlegal proceedings brought in

relation to the debt or verified that he or she has no capacity to repay the debt,

Communication where the consumer is bankrupt or has entered into an

arrangement under the Bankruptcy Act, Communication in relation to statute

barred debts, Communication with a consumer's personal representative,

Communicating with third parties, Coercion, Language, violence and physical

force. Misleading and deceptive conduct (Jun Cai, 2011:12).

Di dalam Victoria Debt Collection Act ini melarang debt collector

melakukan panggilan telepon, sms, email bahkan surat ke debitur lebih dari 3

(tiga) kali seminggu dan maksimal 10 (sepuluh) kali sebulan kepada konsumen,

melakukan panggilan secara terus menerus, melibatkan seseorang dalam

percakapan secara berulang kali dan terus menerus. Hal ini sebagaimana diatur

dalam Section 4 Guiding Principle dalam Undang-undang tersebut.

Amerika Serikat mempunyai Undang-undang yang mengatur praktek

penagihan hutang. Undang-undang ini disebut The Fair Debt Collection Practices

Act (FDCPA) yang diterbitkan pada Tahun 1978 yang pembaruannya yang terkini

adalah pada Tahun 2006. Undang-undang ini merupakan panduan tentang

bagaimana seharusnya para debt collector melakukan pekerjaannya sehingga

diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan tindakan-tindakan yang

melanggar peraturan dalam penagihan hutang kepada konsumen. FDCPA ini pada

prakteknya di lapangan diterapkan untuk debt collector daripada pihak ketiga.

Kegiatan debt collecting yang diserahkan pada pihak ketiga ini senada dengan

yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia

Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran

Dengan Menggunakan Kartu mengenai apa itu pihak-pihak di luar pihak lain.

Undang-undang ini sebagai contoh melarang debt collector untuk melakukan

Page 84: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

panggilan telepon kepada debitur diluar dari jam 8 pagi hingga jam 9 malam,

melakukan teror panggilan secara terus menerus kepada Debitur, larangan untuk

melakukan panggilan ke tempat kerja debitur dan larangan untuk mengucapkan

kata-kata kasar kepada debitur. Tindakan meneror debitur dengan melakukan

panggilan telepon diluar jam kantor dan secara terus menerus serta dibarengi

dengan kata-kata kasar akan memberikan efek tekanan psikologis terhadap debitur

yang berujung kepada ketakutan debitur dalam menjalani kehidupannya. Setiap

orang memiliki hak untuk bebas dari rasa ketakutan sebagaiman diatur dalam

pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi

Manusia (Jun Cai, 2011:15).

Bahkan FDCPA ini mengharuskan para debt collector sewaktu bertugas

untuk selalu menunjukkan identitas dirinya secara jelas kepada klien,

memberitahukan kepada debitur kalau mereka mempunyai hak untuk

memperdebatkan tagihan kredit mereka, dan juga debt collector berhak untuk

mengajukan gugatan ke pengadilan yang berkompetensi. Hal-hal di atas

merupakan dasar bagi peletakan aturan yang jelas akan hubungan dengan pihak-

pihak terkait akan pola peranan masing-masing yang akan ditempuh misalnya

tidak boleh melakukan panggilan telepon dari debt collector kepada pemegang

kartu kredit pada jam-jam yang tidak normal dan atau yang menggangu pemegang

kartu dan atau melakukan kunjungan secara langsung sebelum diijinkan oleh

pemegang kartu dana tau melakukan kunjungan yang dapat menggangu privasi

pemegang kartu kredit. Apa yang terjadi saat ini di Indonesia adalah hal yang

mungkin saja bertentangan dengan kepatutan dan atau bahkan bertentangan

dengan hukum misalnya seorang debt collector mendatangi pemegang kartu kredit

yang sudah menunggak dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan

hukum dan bahkan melanggar huikum Pidana.

Jadi jelas bahwa, pengaturan hubungan antar pihak (tiga pihak) ini harus

dan sudah sewajarnya mendapatkan prioritas terpenting untuk mengatur pengguna

kartu kredit. Bahkan kerahasian informasi nasabah perlu mendapat pengaturan

yang lebih jelas, bukan saja sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank

Indonesia Bab III Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/ 2005 tentang

Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

secara tegas – tegas menyatakan :

Page 85: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(1) Bank wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan

memberikan dan atau menyebarluaskan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak

lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan

perundang-undangan lain yang berlaku.

(2) Dalam permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank

wajib terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan konsekuensi dari pemberian

dan atau penyebarluasan Data Pribadi Nasabah kepada Pihak Lain

Transparansi tentang informasi produk bank ini sangat penting untuk

diperhatikan oleh para penyelenggara jasa keuangan dalam hal ini adalah bank

dengan nasabah sehingga mengurangi risiko kredit secara keseluruhan termasuk

penggunaan jasa debt collector oleh bank yang berujung adanya tindak pidana

yang dilakukan dalam hal penagihan utang kartu kredit terhadap nasabah.

Pasal-pasal dalam KUHP dapat diterapkan terhadap tindakan pelampauan

batas wewenang tersebut, yaitu Pasal 167 KUHP (memaksa masuk ke dalam

rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan

melawan hukum), Pasal 333 KUHP (perampasan kemerdekaan, penyanderaan

debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362,

363, Pasal 362 dan 369 KUHP, serta Pasal 406 KUHP (perusakan barang).

Pemaksaan penegakan hukum dengan cara itu sejatinya bisa menempatkan pejabat

bank sebagai tersangka dan/atau terdakwa.

Memperhatikan satu persatu pasal-pasal dalam KUHP, maka dapat dilihat

bahwa yang dapat melakukan tindak pidana serta yang dapat dituntut

pertanggungjawabannya adalah orang perorang atau manusia secara fisik dan

individual. Tidak ada satu pasal pun dalam KUHP yang mengatur pelaku pidana

bukan manusia atau orang, demikian juga tidak ada satu pasal pun dalam KUHP

yang mengatur tindak pidana dapat dilakukan oleh Perseroan atau badan hukum.

Oleh karena itu, KUHP tidak mengenal pertanggungjawaban pidana korporasi.

Untuk menjembatani jurang ketidakadilan tersebut, maka hukum pidana harus

mengadopsi doktrin vicarious liability sesuai dengan konstruksi respondent

superior. Responden superior adalah prinsip pertanggungjawaban atas perbuatan

melawan hukum yang dilakukan agen atau bawahannya. Doktrin ini diterapkan

dalam kerangka hubungan hukum antara majikan atau principal dengan pegawai

atau agen dalam rangka pelaksanaan tugas (Lukman Santoso, 2011:126).

Pengadopsian konstruksi responden superior dari bidang perdata ke

bidang pidana harus berpatokan pada syarat yang sangat terbatas, sebagaimana

dijelaskan sebagai berikut:

Page 86: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Majikan memberi izin atau persetujuan atas perbuatan itu. Selain itu

diperlukan lagi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Izin atau persetujuan itu dalam kerangka otoritasnya

b. Perbuatan yang dilakukan oleh bawahan merupakan pelaksanaan pekerjaan

yang ditugaskan oleh majikan kepadanya.

2. Majikan ikut berpatisipasi atas perbuatan yang dilakukan bawahan. Majikan

dianggap ikut berpatisipasi dalam tindakan pidana yang dilakukan bawahan

apabila terpenuhi unsur turut serta melakukan perbuatan yang digariskan oleh

Pasal 55 dan 56 KUHP. Bisa dalam kedudukan orang yang menyuruh

melakukan (doen pleger), bersama-sama melakukan (medepleger) atau

membantu melakukan (medepletigheit)

3. Bawahan melakukan perbuatan atas perintah majikan.

Mengenai bentuk ini dapat diterapkan ketentuan Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Menurut ketentuan ini, orang yang menyuruh melakukan tindak pidana

(doen plegen) ikut bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan orang

disuruh. Dalam hal ini meskipun majikan tidak melakukan sendiri

perbuatan pidana dan yang melakukan adalah bawahannya, maka majikan

dipandang sebagai pelaku dan dihukum sebagai pelaku.

4. Berdasarkan pendelegasian

Pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan, bertitik tolak dari pendelegasian

dari majikan. Dalam hal ini majikan bertanggungjawab atas tindak pidana

yang dilakukan oleh bawahannya, apabila perbuatan itu dalam kerangka

pendelegasian (Lukman Santoso, 2011:127).

Konstruksi respondent superior dapat digunakan untuk mengadopsi

doktrin vicarious liability adalah suatupertanggungjawaban yang dipaksakan

kepada seseorang atas perbuatan orang lain karena perbuatan atau kelalaian

pelaku dianggap bertalian atau dikonstruksikan berhubungan dengan orang lain.

Berbagai alasan dan kajian yang dapat mendukung penggunaan

doktrin vicarious liability adalah:

1. Perbuatan dan kesadaran orang yang mengontrol dan menjalankan kegiatan

korporasi, menjelma dan menyatu menjadi perbuatan dan kesadaran

korporasi.Menurut pendapat ini, setiap orang yang bertindak mengontrol dan

melaksanakan kegiatan Perseroan untuk tujuan dan kepentingan Perseroan,

maka:

a. Perbuatan dan kesadaran dari Direksi atau pegawai, menyatu menjadi

perbuatan dan kesadaran korporasi.

b. Berdasarkan konstruksi ini, pertanggungjawaban pidana yang melekat

pada diri pelaku tersebut, dengan sendirinya menurut hukum menjadi

tanggungjawab pidana Perseroan yang bersangkutan.

2. Dewan Direksi, Manajer, dan Pejabat Tinggi yang melaksanakan fungsi

manajemen, berbicara dan berbuat seperti korporasi itu sendiri.

Page 87: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Personalitas perseroan adalah fiksi hukum, kesadaran dan tindakannya identik

dengan kesadaran dan perbuatan Direksi atau Pejabat Senior Korporasi

(Munir Fuadzi, 2009:112).

Menurut pendapat diatas, siapa yang secara nyata memegang kekuasaan

untuk melaksanakan fungsi operasional Perseroan, maka tindakan yang

dilakukannya adalah sama dengan tindakan korporasi. Oleh karena itu, jika orang

yang memegang fungsi operasional perusahaan melanggar hukum maka tanggung

jawab pidana atas perbuatanya tidak terbatas kepada mereka, tetapi juga menjadi

tanggungjawab pidana Perseroan.

Berdasarkan konstruksi ini, perseroan bertanggungjawab atas konspirasi

yang dilakukan oleh Direksi dan Manajer, karena setiap tujuan dan kemauan atau

kehendak Direksi atau Manajer dianggap sebagai tujuan dan kemauan

korporasi.Yang perlu ditekankan dalam mendukung pendapat-pendapat diatas

adalah Perseroan hanya identik dengan tindakan pegawainya apabila hal itu dalam

kerangka pelaksanaan tugas. Suatu perbuatan atau peristiwa yang dilakukan oleh

pegawai tidak identik dengan perbuatan Perseroan jika hal itu berada di luar

kerangka fungsi yang di tugaskan.

Pada dasarnya hukuman yang dapat dijatuhkan kepada perseroan dalam

rangka pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh pegawainya hanya

hukuman denda, oleh karena itu, tindak pidana pembunuhan sulit untuk

dipertanggungjawabkan kepada Perseroan sebagai principal atas tindak pidana

yang dilakukan pegawainya. Mengenai kasus ini, terdapat salah satu contoh

dalam Blackstone’s Criminal Practice. Perusahaan OLL Ltd, didakwa melakukan

tindak pidana yang menyebabkan matinya 4 orang dalam tragedi sampan di Hyme

Bay. Dalam kasus ini Direktur dan Manajer di hukum 3 tahun dan Perusahaan di

hukum denda sebesar £ 60.000.000,-. Dari contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa

Perseroan dapat dituntut pertanggungjawaban pidana, dan bentuk

pertanggungjawabannya berupa hukuman denda (Lukman santoso, 2011:137).

Berdasarkan uraian diatas dapat dicermati bahwa pertanggungjawaban

pidana Perseroan merupakan tambahan pertanggungjawaban individual pegawai

korporasi. Dalam hal ini, pembebanan pertanggungjawaban pidana kepada

Perseroan atas perbuatan pidana yang dilakukan oleh pegawai Perseroan yang

bersangkutan tidak menimbulkan hilangnya tanggungjawab individual pelakunya.

Sehubungan dengan itu, tidak ada alasan hukum untuk menggugurkan tanggung

Page 88: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

jawab pribadi pelaku dengan dalil seolah-olah tanggungjawab pribadinya telah

diambil atau dialihkan kepada Perseroan. Tanggung jawab Perseroan hanya

sebagai tambahan terhadap tanggungjawab pribadi.

Hubungan pihak perbankan dan perusahaan outsourching debt collector

tidak pernah jelas. Akibat ketidakjelasan ini maka seringkali urusan yang pada

awalnya hanya urusan perdata kemudian berubah menjadi urusan

pidana. Masyarakat sebagai nasabah tidak pernah tahu hubungan kerja antara bank

dan perusahaan debt collector yang mereka pekerjakan apakah itu hubungan

pengalihan hutang atau hubungan pemberian kuasa.

Dengan demikian debt collector pun cenderung bekerja semaunya sendiri

dan disini nasabahlah yang paling dirugikan, sebab jika hubungan bank dengan

perusahaan debt collector itu bersifat pemberian kuasa atau berdasarkan hukum

atas nama, maka nasabah harus diberitahu bahwa bank telah memberikan

kuasanya kepada pihak debt collector dan debt collector harus membuktikan di

depan nasabah bahwa mereka diberikan kuasa. Dengan demikian maka tidak bisa

seorang debt collector datang ke nasabah dan mengaku-ngaku sebagai utusan

bank tanpa memperlihatkan surat kuasanya. Selama ini itu tidak dilakukan oleh

pihak debt collector. Pihak bank juga bisa memberitahukan secara tertulis kepada

nasabah bahwa mereka telah menguasakan penagihan kepada pihak A misalnya.

Jika ada seseorang yang mengaku dari bank terus dibayar hutangnya padahal dia

bukan dari bank, tidak ada kepastian pihak yang nanti akan bertanggung jawab.

Karena itu nasabah bisa menolak kehadiran debt collector yang tidak membawa

surat kuasa. Dan jika mereka tetap melakukan intimidasi, maka bisa

melaporkannya kepada pihak kepolisian, masalah lain yang muncul sejak awal

dengan penggunaan debt collector itu sudah menyalahi undang-undang. Pasalnya,

dengan menggunakan jasa debt collector, bank sudah jelas dengan sengaja

menggunakan cara intimidasi atau kekerasan dalam penagihan kredit. penggunaan

jasa debt collector merupakan bukti permulaan adanya niat untuk menggunakan

cara intimidasi. Sehingga pihak bank, yang merupakan si penyuruh, dapat dikenai

KUHP Pasal 55. Pasal 55 berbunyi :

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

Page 89: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang

turut serta melakukan perbuatan;

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu

dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan

kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi

kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan

orang lain supaya melakukan perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah

yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya (R.Soesilo,1995:72).

Penjelasan pasal 55 KUHP :

1. Orang yang melakukan (pleger). Orang ini ialah seseorang yang

sendirian berbuat mewujudkan segala analisir atau elemen dari

peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana yang dilakukan dalam

jabatan misalnya orang itu harus memenuhi elemen sebagai pegawai

suatu instansi tertentu.

2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Disini sedikitnya ada

dua orang, yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger).

Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristia pidana, akan

tetapi ia menyuruh orang lain. Disuruh (pleger) itu harus hanya

merupakan suatu alat (instrument) saja (R.Soesilo,1995:72).

Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana terdapat

dalam KUHP yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut

dapat disimpulkan bahwa antara yang menyuruh maupun yang membantu suatu

perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai pembuat tindak pidana.

Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus

non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada kesalahan,

maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yang dimaksud

pertanggungjawaban tindak pidana.

Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya

perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan

perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat

tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga

mempunyai kesalahan.

Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang

disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam

kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam suatu rumusan

Page 90: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan

opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur

lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.

Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk

melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa

perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung

pengertian menghendaki dan mengetahui atau biasa disebut dengan willens en

wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu

perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau haruslah

menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens atau haruslah

mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.

Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel

maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak

membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari

perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari

dilakukannya perbuatan itu. Jika unsur kehendak atau menghendaki dan

mengetahui dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan

dengan jelas secara materiil -karena memang maksud dan kehendak seseorang itu

sulit untuk dibuktikan secara materiil- maka pembuktian adanya unsur

kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga

perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya

dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan

perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut. Disamping

unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau

kelapaan atau culpa yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan

yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste

schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat

menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati.

Wilayah culpa ini terletak diantara sengaja dan kebetulan. Kelalaian ini dapat

didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan

perbuatan itu menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan

hukuman oleh undang-undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan

dengan sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak

menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat tidak

melakukan perbuatan itu sama sekali (Von Hippel dalam Lamintang, 1996:10).

.

Dalam culpa atau kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku

mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat

membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau

Page 91: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu

akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-

undang.

Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada hubungan

antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada

hubungan lahir yang merupakan hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan

akibat yang dilarang itu, maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku

atas perbuatan pidananya itu.

Van Hamel mengemukakan ajaran mengenai penyertaan itu adalah

Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran

mengenai pertanggungjawaban dan pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam

hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat

dilakukan oleh seseorang secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah

dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang terpadu baik

secara psikis (intelektual) maupun secara material (Van Hamel dalam Lamintang,

1996:11).

Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2 (dua)

pembagian besar, yaitu:

1. Pembuat atau Dader

Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu

berasal dari kata daad yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal

melakukan atau sebagai tindakan. Dalam ilmu hukum pidana, tidaklah lazim

orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu tindak

pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah membuat suatu tindak pidana,

akan tetapi yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah

melakukan suatu tindak pidana. Pembuat atau dader sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari :

a. Pelaku (pleger). Menurut Hazewinkel Suringa yang dimaksud dengan

Pleger adalah setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi

semua unsur dari delik seperti yang telah ditentukan di dalam rumusan

delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya ketentuan pidana yang

mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap dapat

dihukum.

b. Yang menyuruhlakukan (doenpleger). Mengenai doenplagen atau

menyuruh melakukan dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di

sebut sebagai seorang middelijjke dader atau seorang mittelbare tater yang

artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di sebut pelaku tidak langsung

oleh karena ia memang tidak secara langsung melakukan sendiri tindak

pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian

ada dua pihak, yaitu pembuat langsung atau manus ministra/auctor

Page 92: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

physicus), dan pembuat tidak langsung atau manus domina/auctor

intellectualis. Untuk adanya suatu doenplagen seperti yang dimaksudkan

di dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, maka orang yang disuruh melakukan itu

haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu. Menurut Simons, syarat-

syarat tersebut antara lain:

1) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu

adalah seseorang yang ontoerekeningsvatbaar seperti yang

tercantum dalam Pasal 44 KUHP.

2) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana

mempunyai suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari

tindak pidana yang bersangkutan (dwaling).

3) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama

sekali tidak mempunyai schuld, baik dolus maupun culpa ataupun

apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang telah

disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut.

4) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak

memenuhi unsur oogmerk padahal unsur tersebut tidak disyaratkan

di dalam rumusan undang-undang mengenai tindak pidana.

5) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah

melakukannya di bawah pengaruh suatu overmacht atau di bawah

pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap paksaan mana

orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan.

6) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan

itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jabatan padahal

perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak

berwenang memberikan perintah semacam itu.

7) Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu tidak

mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang

telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu sebagai suatu sifat yang

harus dimiliki oleh pelakunya sendiri.

c. Yang turut serta (medepleger). Menurut MvT adalah orang yang dengan

sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh

karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.

d. Penganjur (uitlokker) adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk

melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang

ditentukan oleh undang-undang secara limitatif, yaitu memberi atau

menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat,

kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan,

sarana, atau keterangan.

2. Pembantu atau medeplichtige

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 KUHP, pembantuan ada 2 (dua)

jenis, yaitu :

a. Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana

pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP. Pembantuan pada saat

kejahatan dilakukan ini mirip dengan turut serta (medeplegen), namun

perbedaannya terletak pada :

Page 93: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu atau

menunjang, sedang pada turut serta merupakan perbuatan

pelaksanaan.

2) Pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpa

diisyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan atau berkepentingan

sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja

melakukan tindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai

tujuan sendiri.

3) Pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP),

sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana.

4) Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yang

bersangkutan dikurangi 1/3 (sepertiga), sedangkan turut serta dipidana

sama.

b. Pembantuan sebelum kejahatan dilakukan, yang dilakukan dengan cara

memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Pembantuan dalam rumusan

ini mirip dengan penganjuran (uitlokking). Perbedaannya pada niat atau

kehendak, pada pembantuan kehendak jahat pembuat materiel sudah ada

sejak semula atau tidak ditimbulkan oleh pembantu, sedangkan dalam

penganjuran, kehendak melakukan kejahatan pada pembuat materiel

ditimbulkan oleh si penganjur.penjara maksimal 15 tahun (Lamintang,

1996:13).

Namun ada beberapa catatan pengecualian Berbeda dengan

pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidana sama dengan pelaku,

pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya, yaitu dikurangi sepertiga

dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal 57 ayat (1) KUHP). Jika

kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, pembantu

dipidana. Pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak

pidana :

" a) Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4) KUHP) dengan

cara memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan,

b) Membantu menggelapkan uang atau surat oleh pejabat (Pasal 415 KUHP),

c) Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417 KUHP)” (Lamintang,

1996:14).

3. Gabungan tindak pidana (samenloop van starfbare feiten) terdiri atas tiga

macam gabungan tindak pidana, yaitu :

a. Seorang dengan satu perbuatan melakukan beberapa tindak pidana, yang

dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan “gabungan berupa satu

perbuatan” (eendaadsche samenloop), diatur dalam Pasal 163 KUHP.

Page 94: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Seorang melakukan bebrapa perbuatan yang masing-masing

merupakan tindak pidana, tetapi dengan adanya hubungan antara satu

sama lain, dianggap sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan

(Voortgezette handeling), diatur dalam Pasal 64 KUHP.

c. Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu

sama lain, dan yang masing-masing merupakan tindak pidana; hal

tersebut dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakn “gabungan beberapa

perbuatan “(meerdaadsche samenloop), diatur dalam Pasal 65 dan 66

KUHP (Lamintang, 1996:15).

Dari uraian tentang penyertaan dalam melakukan kejahatan diatas jelaslah

tidak ada dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1988 tentang Perbankan,

didalam Undang – Undang Perbankan juga tidak menjelaskan secara rinci tentang

tanggung jawab pidana bank, tetapi Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/2/PBI/2012 Pasal 21 ayat (1). Dalam hal Penerbit melakukan kerja sama

dengan pihak-pihak di luar pihak maka Penerbit bertanggung jawab atas kerja

sama tersebut. Sehingga pihak bank, yang merupakan penyuruh atau pemberi

perintah debt collector, dapat dikenai Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam

melakukan tindak pidana. Menurut ketentuan dalam Pasal 55 KUHP, orang yang

menyuruh melakukan tindak pidana (doen plegen) ikut bertanggungjawab atas

perbuatan yang dilakukan orang disuruh. Dalam hal ini meskipun majikan (pihak

bank) tidak melakukan sendiri perbuatan pidana dan yang melakukan adalah

bawahannya (debt collector), maka majikan atau dalam hal ini adalah pihak bank

dipandang sebagai pelaku dan dapat dihukum sebagai pelaku yaitu pihak yang

bertanggung jawab dalam struktur perseroan bank.

Page 95: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan

terhadap masalah-masalah yang diangkat dalam penulisan ini mengenai kajian

tentang tindak pidana yang dilakukan oleh debt collector atas perintah bank

kepada nasabah dalam menagih utang kartu kredit maka diperoleh simpulan

sebagai berikut :

1. Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud Pasal 1792 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata. Dalam hubungan hukum ini, hubungan perdata hanya

mengikat antara pihak bank dengan debt collector. Tidak ada hubungan hukum

antara konsumen (nasabah) dengan pihak debt collector. Pemberian kuasa

tersebut tidak boleh melampaui batas wewenang yang dikuasakan kepada debt

collector, seperti tindak kekerasan, pelanggaran kebebasan rumah tangga,

penyanderaan, perusakan barang, pencurian, bahkan dapat menjurus pada

penganiayaan/penyiksaan dan perbuatan melawan hukum yang lain. Apabila

terjadi pelampauan batas kewenangan, maka pasal-pasal di dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dapat di identfikasikan ke dalam

perbuatan yang dilakukan debt collector kepada nasabah kartu kredit. Pasal-

pasal itu antara lain adalah Pasal 167 KUHP (memaksa masuk ke dalam

rumah, ruangan, atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan

melawan hukum), Pasal 333 KUHP (perampasan kemerdekaan, penyanderaan

debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362,

363, 365 KUHP (pencurian, bila debt collector mengambil barang apa saja

milik debitur), Pasal 368 dan 369 KUHP (pemerasan dan pengancaman), 378

KUHP (penipuan) serta Pasal 406 KUHP (perusakan barang).

2. Memperhatikan satu persatu pasal-pasal dalam KUHP, maka dapat dilihat

bahwa yang dapat melakukan tindak pidana serta yang dapat dituntut

pertanggungjawabannya adalah orang perorang atau manusia secara fisik dan

individual. Tidak ada satu pasal pun dalam KUHP yang mengatur pelaku

Page 96: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pidana bukan manusia atau orang, demikian juga tidak ada satu pasal pun

dalam KUHP yang mengatur tindak pidana dapat dilakukan oleh Perseroan

atau badan hukum. Oleh karena itu, KUHP tidak mengenal

pertanggungjawaban pidana korporasi . tetapi dalam Undang-undang Nomor

10 Tahun 1988 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor

14/2/PBI/2012 Pasal 21 ayat (1) Dalam hal Penerbit melakukan kerja sama

dengan pihak-pihak di luar pihak maka Penerbit bertanggung jawab atas kerja

sama tersebut. Hal ini diperjelas oleh bagian penjelasan yang mengatakan:

Yang dimaksud dengan pihak-pihak di luar pihak lain dalam ayat ini antara lain

perusahaan jasa pengiriman dokumen, agen pemasaran (sales agent) atau jasa

penagihan (debt collector). Pihak bank yang merupakan penyuruh, dapat

dikenai Pasal 55 KUHP. Menurut ketentuan ini, orang yang menyuruh

melakukan tindak pidana (doen plegen) ikut bertanggungjawab atas perbuatan

yang dilakukan orang disuruh. Dalam hal ini meskipun majikan tidak

melakukan sendiri perbuatan pidana dan yang melakukan adalah bawahannya,

maka majikan dipandang sebagai pelaku dan dihukum sebagai pelaku.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang didapat penulis, pada akhirnya penulis dapat

mengajukan saran kepada para pihak yang terkait diantaranya sebagai berikut:

1. Menurut hemat penulis, seharusnya ada peraturan perundang-undangan yang

mengatur khusus tentang jasa penagihan utang dalam bidang penyelengara jasa

keuangan bank dan lembaga pembiayaan lainnya seperti halnya di negara-

negara maju keberadaan debt collector semacam ini diatur dalam sebuah

undang-undang. Di AS misalnya, ada Fair Debt Collection Practice Act yang

populer disebut FDCPA, yang ditetapkan Tahun 1966 dan diamandemen

terakhir Tahun 2006. Perangkat hukum ini mengatur lembaga dan cara

pelaksanaan penagihan. Alasan dari diterbitkannya FDCPA sama dengan

kejadian di Indonesia saat ini, yaitu banyaknya agen penagihan yang

menggunakan cara-cara yang tidak etis. Regulasi itu dibuat untuk mengatur

Page 97: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

debt collector sekaligus melindungi debitur. Sepanjang belum ada undang-

undang yang mengatur tentang jasa debt collector maka langkah terbaik yang

harus segara diambil pemerintah saat ini adalah menghentikan pelibatan jasa

debt collector dalam penagihan utang debitur.

2. Dalam KUHP Indonesia harus memuat aturan mengenai tindak pidana pidana

korporasi. Yaitu aturan khusus dalam pasal tersendiri yang mengatur tentang

tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi. Jadi siapa yang secara

nyata memegang kekuasaan untuk melaksanakan fungsi operasional perseroan,

maka tindakan yang dilakukannya adalah sama dengan tindakan korporasi.

Oleh karena itu, jika orang yang memegang fungsi operasional perusahaan

melanggar hukum, maka tanggungjawab pidana atas perbuatanya tidak terbatas

kepada mereka, tetapi juga menjadi tanggungjawab pidana perseroan atau

tanggung jawab pidana korporasi.

Page 98: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana (Stelsel Pidana, Tindak

Pidana, Teori-Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana)

(Bagian 1). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

__. 2005. Pelajaran Hukum Pidana (Penafsiran Hukum Pidana,

Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan Kejahatan Aduan,

Perbarengan & Ajaran Kausalitas)(Bagian 2). Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Barda Nawawi Arief. 2010. Kebujakan Legislatif Dalam Penanggulangan

Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Yogyakarta : Genta Publishing.

Johanes Ibrahim. 2004. Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan.

Bandung: Refika Aditama.

Johnny Ibrahim. 2006. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Malang : Banyumedia Publishing.

Kasmir. 2004. Bank Dan Perbankan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Malayu SP Hasibuan. 2001. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : Bumi Akasara.

Moeljatno. 2003. Kitab Undang-undang hukum Pidana. Jakarta : Bumi Aksara.

_. 2008. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta : Bina Aksara.

Munir Fuadi. 1999. Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktek.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

P. A. F. Lamintang. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : PT.

Citra Aditya Bakti.

Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada

Media Group.

R.Soesilo, 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap pasal Demi Pasal. Bogor : Politea.

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Page 99: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto.

Tirtaamidjaja. 1995. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: Fasco.

W.A. Bonger. 1995. Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta: Pembangunan.

Wirjono Projodikoro. 1999. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung :

PT. Eresco.

Zamhari Abidin. 1986. Pengertian Dan Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Jurnal

Agus Santosa. 2008. “Tanggung Jawab Penyelenggaraan Sistem Perbankan

Dalam Kegiatan Transaksi Kartu Kredit”. Jurnal Legislasi

Indonesia.Vol.5 No.4.

Endah Lestari. 2011. “Tinjauan Yuridis Kejahatan Kartu Kredit di Indonesia”.

Jurnal Hukum Narotama. Vol.14. no.2.Surabaya: Yayasan Pawiyatan

Gita Patria.

Nancy Huyghebaert. 2007. “The Choice between Bank Debt and Trace Credit in

Business Start-ups” Springer Journal of Law. DOI 10.1007/s11187-006-

9005-2.

Victoria Ivashina. 2011. “Bank Debt and Corporate Governance” Journal of

Business Venturing (JBV). Vol: 16(2), 165–180.

Artikel

Nindyo Pramono. “Tanggung Jawab dan Kewajiban Pengurus PT (Bank Menurut

UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”. 29 November

2011.

Yahya Harahap . “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi”. 6 April 2011.

Peraturan Perundang – Undangan

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (KUHP) Terjemahan Resmi,

BPHN Departemen Kehakiman. Jakarta : Sinar Harapan, 1985.

Page 100: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Indonesia. Undang-Undang tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor : 182.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen

Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/02/PBI/2012 tentang Perubahan Atas

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/ 2005 tentang Transparansi Informasi

Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan.

Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan

Pembiayaan.

Internet

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/04/08/bad-debt-collector-di-dunia-

perbankan-nasional/ (1 Desember 2011 pukul 20.00 WIB).

http://legalakses.com/penyitaan-paksa-barang-oleh-debt-collector-melanggar-

hukum/ (1 Desember 2011 pukul 20.43 WIB).

http://www.beproseminar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4

3&Ite (1 Desember 2011 pukul 20.55 WIB).

http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/ (1 Desember 2011

pukul 21.15 WIB).

Purbantoro, Debt Collector: http://purbantoro. wordpress.com/2008/11/13/debt

collector/ (1 Desember 2011 pukul 20.15 WIB).

www.bi.go.id. (1 Desember 2011 pukul 21.25 WIB)

http://politik.kompasiana.com/2012/01/30/persfektif-kejahatan-korporasi/

(13 Februari 2012 pukul 22.23 WIB).

Makmum Anshory, Pidana Penganiayaan. http://makmum-anshory.blogspot.

com/2008/06/pidana-penganiayaan.html (07 Maret 2012 pukul 18.23 WIB).

Page 101: KAJIAN TENTANG TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH/Kajian... · debitur dengan melawan hukum), Pasal 351 KUHP (penganiayaan), Pasal 362, 363, dan 365 KUHP (pencurian, bila debt collector

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user