BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Supandi mengungkapkan pentingnya gerak sebagai kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia seperti halnya pentingnya minum dan makan. Hal tersebut berarti gerak dan olahraga merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menunjang kesehatan dan kebugaran jasmani (Tarigan, 2011). Berkaitan dengan pentingnya aktivitas jasmani, Bompa dan Astrand mengemukakan, apabila aktivitas jasmani atau olahraga memenuhi prinsip-prinsip latihan, misalnya melakukan aktivitas olahraga dengan beban latihan ringan sampai sedang serta dilakukan secara rutin dan teratur, kegiatan tersebut dapat meningkatkan derajat kebugaran jasmani (Tarigan, 2011) Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan program pengajaran yang sangat penting dalam membentuk kebugaran para siswa serta dapat mengarahkan siswa untuk dapat beraktivitas olahraga agar tercapai generasi yang sehat dan kuat (Aminarni, 2009). Tujuan berolahraga dapat dibagi atas kebutuhannya, diantaranya (Nala, 2011): 1. Rekreasi bertujuan untuk bersenang-senang.
48
Embed
KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II Kajian...KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Pendidikan jasmani, ... 2.1.1 Atletik dan lempar cakram Atletik merupakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran
jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, aspek pola hidup sehat dan
pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih
yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional.
Supandi mengungkapkan pentingnya gerak sebagai kebutuhan dasar bagi
kehidupan manusia seperti halnya pentingnya minum dan makan. Hal tersebut berarti
gerak dan olahraga merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menunjang
kesehatan dan kebugaran jasmani (Tarigan, 2011).
Berkaitan dengan pentingnya aktivitas jasmani, Bompa dan Astrand
mengemukakan, apabila aktivitas jasmani atau olahraga memenuhi prinsip-prinsip
latihan, misalnya melakukan aktivitas olahraga dengan beban latihan ringan sampai
sedang serta dilakukan secara rutin dan teratur, kegiatan tersebut dapat meningkatkan
derajat kebugaran jasmani (Tarigan, 2011)
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan program pengajaran yang
sangat penting dalam membentuk kebugaran para siswa serta dapat mengarahkan siswa
untuk dapat beraktivitas olahraga agar tercapai generasi yang sehat dan kuat (Aminarni,
2009).
Tujuan berolahraga dapat dibagi atas kebutuhannya, diantaranya (Nala, 2011):
1. Rekreasi bertujuan untuk bersenang-senang.
2. Pendidikan bertujuan untuk membina disiplin, kemauan, kepribadian, kerjasama,
dan lainnya.
3. Kesehatan bertujuan sebagai sarana pencegahan agar tidak mengalami keadaan
sakit.
4. Kesegaran jasmani bertujuan agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari
dengan efektif dan efisien.
5. Prestasi bertujuan untuk menjadi juara olahraga.
2.1.1 Atletik dan lempar cakram
Atletik merupakan olahraga tertua, dimana gerakan pada olahraga atletik
seperti: jalan, lari, lompat dan lempar menjadi dasar gerakan-gerakan olahraga yang
dapat dijumpai pada hampir setiap cabang olahraga lainnya, atau sering dikatakan
bahwa atletik merupakan dasar dari semua cabang olahraga (mother of sport) (Dixon,
2014). Atletik merupakan aktivitas jasmani yang mendasar untuk cabang olahraga lain
karena bagian-bagian gerakan pada olahraga atletik menjadi dasar gerakan untuk
penyempurnaan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga lainnya.
Lempar cakram (discus throw) adalah salah satu bagian dari olahraga atletik
nomor lempar. Lempar cakram bertujuan melemparkan benda berbentuk bulat pipih
(cakram) sejauh-jauhnya menggunakan ritme, kekuatan, keterampilan dan teknik dasar
lempar cakram yang kuat (Guthrie, 2008).
Cakram yang digunakan pada saat lempar cakram adalah benda yang berbentuk
bulat pipih dengan diameter lingkarannya adalah 220 mm. Cakram pada lempar cakram
dibagi menurut beratnya menjadi dua, diantaranya cakram yang digunakan untuk laki-
laki memiliki berat dua kg dan cakram yang digunakan khusus untuk perempuan
memiliki berat satu kg.
2.1.1 Gerak pada lempar cakram
Cakram yang dilempar harus dipegang dengan teknik yang benar, supaya arah
dari lemparan sesuai dengan aturan yang ada dan hasil lemparan cakram jatuh didaerah
yang telah ditentukan. Cakram dilempar dengan posisi menyampingi arah lemparan
yang biasanya digunakan oleh para pemula karena gerakannya lebih mudah, cukup
sederhana dan terbiasa diajarkan oleh tenaga pendidik kepada para siswa dalam proses
belajar mengajar di sekolah.
Dalam cara melempar cakram dengan menyampingi arah lemparan dapat
dilakukan dengan teknik melempar cakram sebagai berikut (Sodikin dan Achmad,
2009).
1. Tahap awal gerakan dalam lempar cakram dilakukan dengan cara:
1) Cakram diletakkan pada telapak tangan kiri, kemudian tangan kanan di atas
cakram.
2) Berdiri di dalam lingkaran (daerah melempar), dengan posisi badan
menyampingi arah lemparan.
Gambar 2.1 Tahap awal gerakan lempar cakram. (Nikitin, 2015)
2. Tahap pelaksanaan gerakan lempar cakram dilakukan dengan cara :
1) Kaki dibuka sejajar, menyampingi arah lemparan.
2) Berat badan berada pada kaki belakang.
3) Cakram dikait, dengan lengan kanan lurus ke bawah. Cakram diayun ke depan
atas sebanyak tiga kali. Ayunan tangan ke belakang dengan mempersiapkan
otot-otot yang dilibatkan dalam posisi regang penuh (tidak berlebihan)
bertujuan untuk menambah waktu dan jarak persiapan yang bermanfaat
meningkatkan tenaga yang diproduksi (Redhana, 2008)
4) Cakram dilempar, berat badan berada pada kaki belakang dan punggung
tangan berada di atas. Jari kelingking membantu pada saat lepasnya cakram ke
depan.
Gambar 2.2 Tahap pelaksanaan gerak lempar cakram (Nikitin, 2015).
3. Tahap akhir gerakan melempar cakram dilakukan dengan cara :
1) Gerakan kaki mengikuti putaran badan terakhir.
2) Salah satu kaki ke depan, dan kaki yang lain diluruskan ke belakang untuk
menjaga keseimbangan agar anggota badan tidak melewati garis batas
lemparan.
Gambar 2.3 Tahap akhir gerakan lempar cakram (Nikitin, 2015).
2.2 Pelatihan
Penerapan Ilmu Faal Olahraga untuk meningkatkan prestasi atlet sangat penting
untuk menentukan takaran latihan, keberhasilan latihan atlet selama periodisasi latihan.
Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan fungsi yang disebabkan oleh
latihan tunggal (acute exercise) atau latihan yang dilakukan secara berulang-ulang
(chronic exercise) dengan tujuan untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap
intensitas, durasi, frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu
(Anonim, 2010). Untuk meningkatkan prestasi, diperlukan kesehatan fisik yang tinggi,
yang dapat dibina melalui masukan gizi yang cukup dan latihan yang baik (Suniar,
2002).
Pelatihan menurut Bompa merupakan suatu aktivitas yang komplek, suatu kinerja
dari atlet yang dilakukan secara sistematis dalam durasi yang panjang, progresif dan
berjenjang secara individual, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu bentuk fungsi
fisiologis dan psikologis tertentu agar dapat memenuhi berbagai tuntutan tugas sewaktu
berolahraga (Nala, 2011).
Dimana pelatihan olahraga dapat dibagi sesuai dengan spesialisasi yang akan
dilatih, spesialisasi membagi pelatihan olahraga menjadi empat macam diantaranya
(Nala, 2011):
2.2.1 Pelatihan fisik
Pelatihan fisik merupakan pelatihan dengan usaha untuk memperbaiki sistem,
fungsi organ dengan memberikan beban latihan kepada bagian fisik untuk
mengoptimalkan kinerja dan penampilan atlet. Pelatihan fisik merupakan unsur
terpenting dalam pelatihan olahraga untuk mencapai prestasi tertinggi.
Menurut Petersen beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan program
pelatihan fisik, diantaranya (Nala, 2011):
1. Intensitas / Beban Pelatihan.
Setiap atlet memiliki kemampuan menerima beban pelatihan yang berbeda-beda.
Sehingga beban pelatihan yang diberikan harus disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing atlet. Beban latihan yang diberikan tidak boleh terlalu ringan bahkan
terlalu berat supaya tidak menyebabkan cedera pada atlet. Sebagai pertimbangan
penerapan prinsip beban berlebih, akan mengakibatkan kelelahan (fatique) dapat
menghilangkan kemampuan tubuh dalam merespon suatu rangsang (Joesoef, 2014).
Kelelahan dalam berolahraga dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan psikis.
2. Spesifikasi.
Pelatihan fisik menurut Frank dibuat sedemikian rupa sehingga pelatihannya
menyerupai dengan gerak aktivitas yang dibutuhkan dalam spesialisasi olahraga.
Prinsip kekhususan (the principle of spesificity), adalah prinsip latihan untuk memenuhi
sasaran tertentu. Sasaran yang dimaksud adalah spesifik terhadap kelompok otot
tertentu, spesifik terhadap rangkaian pola gerakan, spesifik terhadap sistem energi
predominan dan lain sebagainya (Bafirman, 2013).
3. Progresif.
Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance) adalah
penambahan beban yang dilakukan dari satu hari latihan kehari latihan berikutnya.
Wujud dari penambahan beban ini dapat berupa meningkatkan frekuensi, lama latihan,
set, maupun repetisi. Konsep diberlakukannya prinsip beban berlebih ini karena
diyakini bahwa faal tubuh dapat beradaptasi terhadap stimulus yang diterimanya.
Tujuan penerapan prinsip ini adalah untuk mengoptimalkan kemampuan fungsional
tubuh, yang selanjutnya berwujud prestasi optimal yang diinginkan. Latihan berat yang
dilakukan hendaknya diselingi dengan latihan ringan, dengan tujuan memberikan
kesempatan faal tubuh beristirahat (pemulihan cadangan energi/ memperbaiki jaringan-
jaringan yang rusak).
4. Waktu Pemulihan.
Prinsip pulih asal (the principle recovery) menurut Costill adalah prinsip yang
memandang bahwa faal tubuh perlu masa istirahat. Masa istirahat ini diperlukan untuk
mengembalikan kondisi tubuh seperti sediakala. Pemulihan cadangan energi,
pembersihan akumulasi asam laktat, pemulihan cadangan oksigen, dan perbaikan
jaringan yang rusak adalah serangkaian peristiwa yang terjadi pada saat istirahat
(Bafirman 2013).
Bentuk aktivitas selama pemulihan disela latihan dapat dilakukan dengan istirahat
pasif maupun aktif. Prinsip kembali asal (the principle reversibility) adalah prinsip
yang memandang bahwa peningkatan kualitas fisik akibat dari latihan yang berkualitas,
akan kembali ketingkat paling dasar, jika latihan tidak dilakukan dalam jangka yang
panjang dan berkesinambungan. Jika beban latihan dapat ditingkatkan secara terus
menerus, maka akan terjadi peningkatan komponen kebugaran jasmani dalam taraf
tertentu.
Menurut Brooks urutan pelatihan fisik yang harus diterapkan, yaitu (Nala, 2011):
1. Pelatihan Fisik Umum, merupakan fase awal pelatihan fisik. Pada fase pelatihan
fisik umum ini pelatihan belum dikaitkan dengan bidang olahraga spesialisasinya.
Dimana pelatihan fisik dalam fase umum ini dilakukan dengan intensitas yang
tidak terlalu berat agar tidak menimbulkan cedera, karena pada fase ini, otot,
tulang, dan ligament belum terkonsolidasi.
2. Pelatihan Fisik Khusus, merupakan fase lanjutan dari pelatihan fisik umum. Pada
fase ini pelatihan sudah ditujukan sesuai dengan cabang olahraga pilihannya.
Setiap pelatihan pengembangan sistem organ tubuh sudah relevan dengan
kebutuhan yang akan dihadapi pada waktu pelatihan teknik dan taktik sesuai
dengan bidang olahraga spesialisasinya.
3. Pelatihan Komponen Biomotorik Khusus, merupakan fase pelatihan lanjutan dari
pelatihan fisik umum dan pelatihan fisik khusus. Pada fase ini dilatih komponen
biomotorik yang betul-betul dibutuhkan untuk menunjang kemampuan teknik dan
taktik bermain. Takaran pelatihan untuk mengembangkan kemampuan komponen
biomotorik khusus diberikan dengan intensitas yang tinggi. Pada fase ini,
pelatihan yang dipilih menyerupai gerakan sesungguhnya agar komponen
biomotorik yang dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan
untuk menunjang kemampuan teknik atau taktik sehingga dapat memaksimalkan
hasil gerakan yang dilakukan.
2.2.2 Pelatihan teknik
Pelatihan teknik menurut Nossek adalah gerakan pelatihan yang diperlukan
untuk memperbaiki teknik gerakan untuk dapat melaksanakan cabang olahraga tertentu
dengan lebih baik. Pelatihan teknik merupakan pelatihan khusus untuk membentuk dan
mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular.
Kesempurnaan teknik dasar dari setiap gerakan sangat penting oleh karena akan
menentukan gerak keseluruhan. Sehingga setiap gerakan-gerakan dasar dari bentuk
teknik yang diperlukan dari cabang olahraga yang bersangkutan harus dapat dilatih dan
dikuasai secara sempurna (Lenati, 2014).
Pada tahap pelatihan teknik, menurut Nossek dalam dasar kepelatihan
mengemukakan pelatihan teknik dapat dibagi menjadi tiga tahap yang harus dilakukan,
meliputi (Pekik 2002): 1). Tahap pengembangan koordinasi kasar (gross coordination),
tahap koordinasi kasar ini dilakukan untuk mengembangkan tahap pelatihan
selanjutnya. Tahap ini dilakukan kepada atlet pemula yang biasanya belum bisa
melakukan gerakan yang baik, biasanya terlihat dari gerakan-gerakan atlet masih kaku,
dan kurang efisien. 2). Tahap koordinasi halus (fine coordination), tahap ini diberikan
dan terlihat kesalahan gerak sudah mulai berkurang, gerak lebih konsisten dan stabil
serta lebih efisien. 3). Tahap stabilisasi dan otomatis (stabilization and automatization)
pada tahap pelatihan ini atlet sudah mampu mengatasi hambatan-hambatan, serta
gerakan sudah dilakukan otomatis tanpa dipikirkan terlebih dahulu, ditahap pelatihan
ini gerak sudah sangat efisien sehingga keluaran energi sangat sedikit dengan
menghasilkan hasil gerakan yang sangat maksimal.
2.2.3 Pelatihan taktik
Pelatihan taktik adalah cara-cara yang diperlukan untuk memenangkan suatu
pertandingan secara sportif sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelatihan ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan daya tafsir pada atlet. Teknik gerakan
yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan dan diorganisir dalam setiap tahap
pelatihan.
2.2.4 Pelatihan mental
Kemajuan mental atlet tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan ketiga
faktor pelatihan di atas, karena betapapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik dan
taktik atlet, apabila mentalnya tidak turut dikembangkan, prestasi maksimal tidak akan
tercapai. Pelatihan mental menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet,
penekanan emosi serta implusif, misalnya: semangat bertanding, sikap pantang
menyerah, keseimbangan emosi walaupun berada pada keadaan tertekan, sportifitas,
percaya diri dan kejujuran.
2.3 Tujuan Pelatihan Fisik
Tujuan dari pelatihan fisik menurut Bompa adalah untuk memperbaiki struktur
dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Lenati, 2014).
Setiap penyusunan program pelatihan, terlebih dahulu ditetapkan tujuan pelatihan
sehingga perencanaan dan pelaksanaan pelatihan dapat disesuaikan dengan tujuan
(Nala, 2011).
Secara garis besar tujuan pelatihan olahraga menurut Nala (2011), adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan komponen fisik umum atau multilateral, yang meliputi
pengembangan seluruh kemampuan komponen biomotorik, yang menyangkut
sepuluh komponen biomotorik.
2. Mengembangkan komponen fisik khusus, yang disesuaikan dengan tipe atau
spesialisasi cabang olahraga yang dilatih.
3. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan spesialisasi olahraga yang
ditekuni.
4. Memperbaiki strategi dan teknik bermain. Dalam hal ini diperhitungkan juga
kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan yang dihadapi sehingga strategi
dapat dipersiapkan dengan matang.
5. Meningkatkan kualitas kemauan atlet.
6. Meningkatkan persiapan dan kerjasama tim.
7. Meningkatkan derajat kesehatan atlet.
8. Mencegah cedera dengan melakukan pemanasan sebelum latihan inti.
9. Memperkaya pengetahuan teori. Diperkenalkan terutama tentang fisiologi atau
psikologi dasar pelatihan, perencanaan, gizi dan regenerasi.
2.4 Prinsip Pelatihan Fisik
Prinsip dari pelatihan adalah suatu petunjuk dan aturan yang disusun secara
sistematis, dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus
ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan. Prinsip dasar ini merupakan
langkah awal dalam kegiatan penyusunan program pelatihan yang optimal dan efektif
untuk dapat diaplikasikan.
Prinsip pelatihan fisik menurut Nala (2011), mengatakan bahwa lama pelatihan
yang dilakukan sampai diperoleh hasil latihan yang konstan dimana tubuh sudah
beradaptasi dengan pelatihan yang dilakukan akan tercapai dengan pelatihan yang
dilakukan dalam jangka waktu 6-8 minggu pelatihan.
Prinsip-prinsip dasar pelatihan diuraikan terdiri dari 7 prinsip diantaranya (Nala,
2011),
1. Prinsip Aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti latihan.
Prinsip ini diterapkan bertujuan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam suatu
pelatihan sehingga atlet dituntut untuk selalu bertindak aktif dan mengikuti
pelatihan dengan bersungguh-sungguh tanpa ada paksaan dan tidak hanya berlatih
ketika didampingi oleh pelatih saja.
2. Prinsip pengembangan multilateral.
Pelatihan fisik umum atau pelatihan multilateral yang dilaksanakan sebelum
pelatihan mengarah kepada spesifikasi hendaknya dibekali terlebih dahulu pelatihan
dasar-dasar kebugaran fisik dan komponen biomotorik. Selain itu dikembangkan
pula seluruh organ dan sistema yang ada dalam tubuh, baik yang menyangkut
proses fisiologis maupun psikologisnya.
3. Prinsip spesialisasi.
Setelah pelatihan pengembangan multilateral dilanjutkan dengan pengembangan
fisik khusus atau spesialisasi yang tentunya disesuaikan dengan cabang olahraga
yang dilatih. Pelatihan spesialisasi dapat dimulai setelah sesuai dengan umur untuk
cabang olahraga yang dipilih oleh anak atau atlet bersangkutan. Untuk melatih
cabang olahraga atletik termasuk lempar cakram, spesialisasi umur yang dilatih
antara 14-17 tahun.
4. Prinsip individualisasi.
Setiap orang mempunyai kemampuan, potensi, karakter belajar dan spesifikasi
dalam olahraga yang berbeda satu sama lainnya, sehinggga cara pelatihannya akan
berbeda. Pendekatan personalisasi dapat dipergunakan sebagai media untuk
mengembangkan kualitas pribadi (Zamroni, 2003).
5. Prinsip variasi atau keserbaragaman.
Pelatihan yang bersifat monoton dan dilakukan secara terus menerus akan cukup
membosankan. Untuk menghindari hal tersebut maka dalam pelaksanaan pelatihan
perlu dibuatkan variasi pelatihan, tentunya mempunyai tujuan yang sama yaitu tetap
mengacu pada tujuan pelatihan dan tidak keluar dari program pelatihan yang
ditetapkan, sehingga atlet tetap bergairah dan semangat dalam berlatih.
6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan.
Model yang dimaksud dalam prinsip ini adalah imitasi, suatu simulasi dari
kenyataan yang dibuat dari elemen atau unsur spesifik dari fenomena yang diamati
yang mendekati keadaan sebenarnya.
7. Prinsip peningkatan beban progresif dalam pelatihan.
Beban pelatihan dimulai dengan beban awal yang ringan, kemudian ditingkatkan
secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan atlet bersangkutan. Dapat pula
dilakukan diawali dengan gerakan sederhana kemudian ditingkatkan menjadi
gerakan yang semakin rumit.
2.5 Prosedur Pelatihan Fisik
Prosedur pelatihan fisik pada pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan terdiri
dari tiga bagian yaitu bagian latihan pemanasan, latihan inti dan latihan pendinginan
(Syarifudin, 1997).
2.5.1 Pemanasan
Pemanasan menurut Bompa (2001) adalah tahap awal pelatihan yang sangat
penting untuk dilakukan. Mengingat pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan fisik
dan psikis dalam menghadapi pelatihan inti serta mencegah kemungkinan terjadinya
cedera. Efek nyata dan besar manfaatnya dari melaksanakan pemanasan ini adalah pada
peningkatan komponen biomotorik kecepatan, kecepatan gerakan lengan, kekuatan
otot, daya tahan otot, daya ledak dan daya tahan kardiovaskular. Intensitas dan durasi
pemanasan setiap aktivitas olahraga bervariasi, tergantung dari aktivitas yang
dilakukan, misalnya lama pemanasan untuk mengerahkan seluruh otot tubuh berkisar
antara 20-30 menit. Selain itu durasi pemanasan tergantung pula dari berbagai
faktor yaitu: suhu dan kelembaban lingkungan, umur, kebugaran fisik, berat
ringannya aktivitas dan lain - lain (Nala, 2011).
Tipe pemanasan yang dilakukan selama pemanasan tergantung dari cabang
olahraga yang dilakukan. Tipe pemanasan ada tiga antara lain, (1) peregangan
yang merupakan aktivitas otot pertama kali dilakukan dalam pemanasan, (2)
kalistenik dengan cara menggerakkan sekelompok otot yang secara aktif berulang-
ulang dengan tujuan untuk meningkatkan suhu dan aliran darah pada otot yang
bersangkutan, (3) aktivitas spesifik yaitu aktivitas yang disesuaikan dengan jenis
olahraga yang dilatih (Nala, 2011).
2.5.2 Pelatihan inti
Takaran pelatihan merupakan hal yang sangat penting peranannya dalam
meningkatkan dan mengembangkan fisik olahragawan terutama kemampuan komponen
biomotorik secara tepat dan efisien. Takaran pelatihan terdiri dari intensitas, volume
dan frekuensi (Nala, 2011). Kegiatan olahraga atau physical activity lainnya hendaknya
disesuaikan dengan kondisi tubuh siswa yang bersangkutan (Arsani, 2006).
Metode pelatihan inti yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi
pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full twist dengan kombinasi
pelatihan push up knee dan sit up dengan set dan repetisi yang ditingkatkan dari
pelatihan pertama dengan pelatihan berikutnya. Pelatihan ini dirancang selama enam
minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu yang dilaksanakan pada hari senin, rabu,
dan jumat.
Pate menyatakan pelatihan yang berlangsung selama enam sampai delapan
minggu akan memberikan efek yang cukup berarti bagi atlet yang akan mengalami
peningkatan 10-20% (Nala, 2011). Selanjutnya Fox menyatakan pelatihan dengan
frekuensi tiga kali seminggu sesuai untuk pemula dan akan menghasilkan peningkatan
yang berarti (Nala, 2011).
2.5.3 Pendinginan
Pendinginan dilakukan untuk mengembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula.
Tujuan utama dari pendinginan adalah menarik kembali secepatnya darah yang
terkumpul di otot skeletal yang telah aktif sebelumnya ke peredaran sentral. Selain itu
berfungsi pula untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan
asam laktat yang berada di dalam otot dan darah (Nala, 2011).
Bentuk pelatihan pendinginan yang biasa dianjurkan adalah dengan istirahat
aktif. Karena asam laktat cepat dimetabolisme secara aerobik sehingga menghasilkan
CO2+H2O lebih cepat yang menyebabkan asam laktat cepat berkurang. Begitu selesai
melakukan aktivitas atau pelatihan, dianjurkan untuk tidak langsung duduk tetapi
melakukan gerakan-gerakan ringan seperti jalan-jalan atau menggerak-gerakkan
seluruh anggota tubuh secara ringan (Nala, 2011).
Lamanya pendinginan menurut Powers berkisar antara 10-30 menit (Nala,
2011). Pelatihan pendinginan yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan selama 15
menit diawali dengan gerakan-gerakan lambat dimulai dari kepala, leher, bahu, lengan,
pinggang, dan tungkai bawah. Gerakan pendinginan lebih difokuskan pada alat gerak
atas (bahu, lengan atas, lengan bawah dan tangan).
2.6 Kombinasi Pelatihan Cable Machine Woodchopper dan Medicine Ball Full
Twist dengan Kombinasi Pelatihan Push Up Knee dan Sit Up.
Pelatihan adalah suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ atau alat tubuh
dan fungsinya dengan tujuan untuk memaksimalkan penampilan atau kinerja atletnya.
Kombinasi pelatihan dengan jenis – jenis pelatihan baru adalah bentuk pelatihan yang
disiapkan secara menyeluruh dengan menyasar seluruh aspek yang dianggap
berkontribusi guna memaksimalkan hasil gerakan sehingga nantinya akan memberikan
prestasi puncak yang menjadi harapan setiap atlet dalam mengikuti suatu kompetisi
atau perlombaan.
Menurut Soegito (2010), komponen-komponen yang harus dimiliki pelempar
cakram adalah kekuatan, kecepatan, daya ledak, koordinasi otot yang baik, ditunjang
dengan daya tahan yang tinggi. Maka dari itu pelatihan yang diterapkan dalam
penelitian ini akan menyasar komponen kekuatan, kecepatan, dan daya ledak, serta
penambahan pelatihan teknik yaitu pelatihan teknik melempar cakram dengan
memfokuskan kepada ketepatan sudut lemparan. Sudut yang dapat memberikan hasil
lemparan yang maksimal adalah besaran sudut lemparan antara 32-38 derajad (Yoyo,
2006). Pelatihan seluruh aspek yang terkait harus dipersiapkan secara menyeluruh,
sebab satu aspek berkaitan dengan aspek lainnya dan satu aspek akan menentukan
aspek lainnya untuk menunjang pencapaian prestasi maksimal. Kombinasi jenis – jenis
pelatihan yang dilakukan dalam penelitian adalah pelatihan yang dilakukan dengan
melatih semua komponen yang dibutuhkan dalam rangkaian gerak melempar cakram.
Adapun diantaranya akan dijabarkan sebagai berikut:
Latihan komponen kekuatan. Kekuatan adalah kemampuan otot (musculus)
tubuh untuk melakukan kontraksi atau tegangan maksimal dalam menerima beban
sewaktu melakukan aktivitas. Pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan dengan
menggunakan alat bantu berupa ball medicine. Pelatihan dengan nama Medicine ball
full twist yang dilakukan secara berpasangan dengan tujuan untuk melatih kekuatan
otot-otot bagian perut. Latihan dilakukan dengan cara berpasangan, berdiri dengan
saling membelakangi pasangannya. Dimana kaki dibuka selebar bahu untuk menjaga
keseimbangan. Kemudian memindahkan bola (beban) dengan cara memegang bola
menggunakan kedua tangan dan mengoperkannya ke pasangannya dengan memilin
pinggang ke arah kanan searah dengan arah melempar cakram. Latihan tersebut dapat
dilihat seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4 Latihan Medicine ball full twist berpasangan.
Latihan kekuatan lainnya dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa
katrol dengan pemberat, namun akan diganti dengan botol air minum mineral besar
yang diisi pasir sebagai beban yang akan ditarik dan diikat dengan tali sebagai alat
penariknya. Latihan ini bertujuan untuk melatih kekuatan otot-otot ekstrimitas atas
yaitu lebih memfokuskan kepada bagian otot bisep, otot trisep, otot deltoid, otot
pektoralis mayor minor, dan otot trapezius. Pelatihan ini dilakukan dengan cara beban
yang digunakan akan digantung di mistar gawang sepak bola dan siswa bertugas untuk
menarik beban tersebut berulangkali dengan posisi menyampingi beban latihan yang
ditarik. Latihan tersebut dapat dilihat seperti gambar 2.5.
Gambar 2.5 Latihan cable machine woodchopper.
Latihan komponen kecepatan. Kecepatan adalah kemampuan kontraksi otot
untuk melakukan suatu gerakan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Komponen
ini dapat dilatih dengan melakukan latihan melempar bola sebanyak-banyaknya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. Latihan ini akan mengaktifkan kecepatan otot-otot
ekstrimitas atas sesuai dengan gerakan melempar cakram. Pelatihan ini dilakukan
dengan cara berdiri dengan memegang bola menggunakan kedua tangan menghadap
arah sasaran (sasaran berupa tembok datar yang diisi tanda sebagai sasaran tembak).
Kemudian melakukan lemparan bola ke sasaran dengan mengayunkan bola di samping
tubuh dan melepas bola dengan sudut lemparan 32-380 derajat untuk melatih kecepatan
sekaligus akurasi lemparan. Latihan tersebut dapat dilihat seperti gambar 2.6.
Gambar 2.6 Latihan side throwing.
Pelatihan komponen daya ledak. Secara sistimatis daya ledak (Power)
merupakan hasil dari perkalian kekuatan (Forece) dengan kecepatan (Velocity)
(Adiatmika, 2002.a). Latihan komponen daya ledak akan dilakukan dengan melakukan
pelatihan melempar beban dengan nama medicine ball side throw. Pelatihan daya ledak
dilakukan dengan tujuan melatih daya ledak otot-otot ekstrimitas atas seperti otot bisep,
otot trisep, otot pektoralis mayor minor, otot trapezius dan otot deltoid. Pelatihan ini
dilakukan dengan cara berdiri memegang bola menggunakan kedua tangan menghadap
arah lemparan. Bola bisa dipegang di samping badan untuk pelatihan medicine ball side
throw lalu bola dilempar sekuat dan secepat-cepatnya. Latihan tersebut dapat dilihat
seperti gambar 2.7.
Gambar 2.7 Latihan medicine ball side throw.
Kombinasi pelatihan yang dilakukan dengan jenis – jenis pelatihan lama adalah
kombinasi pelatihan yang dilakukan untuk mengembangkan komponen terkait dengan
jenis-jenis pelatihan yang sudah terbiasa dilakukan. Dimana jenis pelatihan lama yang
dilakukan adalah pelatihan yang melatih sebagian komponen yang dianggap paling
mempengaruhi pencapaian prestasi maksimal dengan mengabaikan komponen-
komponen lain yang dianggap tidak memberikan efek yang cukup signifikan atau
menunjang dalam memaksimalkan prestasi yang ingin dicapai. Pelatihan yang
dilakukan dengan jenis – jenis pelatihan lama dilakukan dengan melatih komponen
kekuatan yang menjadi dasar dan domain dalam cabang olahraga lempar cakram.
Pelatihan komponen kekuatan yang dilatih tanpa menggunakan alat bantu, melainkan
latihan yang dilakukan memanfaatkan beban dari tubuh siswa itu sendiri.
Latihan komponen kekuatan dapat dilatih dengan pelatihan Push up knee.
Pelatihan push up knee adalah pelatihan yang memfokuskan pada pelatihan kekuatan
otot lengan dengan memanfaatkan beban dari tubuh siswa itu sendiri. Pelatihan push up
knee bertujuan untuk melatih kekuatan otot lengan atas (otot bisep dan otot trisep) dan
otot bahu (otot deltoid).
Pelatihan ini dapat dilakukan dengan cara tidur dengan posisi badan menghadap
lantai, dengan kedua tangan berada disamping bahu masing-masing, dan gerakan ini
menumpu pada kedua tangan dan lutut. Latihan tersebut dapat dilihat seperti gambar
2.8.
Gambar 2.8 Latihan push up knee.
Latihan sit up adalah salah satu bentuk pelatihan kekuatan otot. Dapat dilakukan
dengan bantuan alat maupun tanpa bantuan alat. Dalam penelitian ini sit up dilakukan
dengan tidur terlentang di lapangan, kedua lutut sedikit ditekuk dan kedua tangan
menempel di dada atau menyatu di belakang kepala, kemudian lakukan gerakan
mengangkat dan merebahkan badan secara berulang. Latihan sit up dilakukan secara
berkelompok dimana setiap kelompok terdiri dari tiga orang, satu orang yang
melakukan gerakan dan dua orang lainnya bertugas untuk membantu teman yang
melakukan gerakan. Dimana pelatihan sit up bertujuan untuk melatih kekuatan otot
perut rectus abdominus, eksternal dan internal obliques (Tarigan, 2015). Pelatihan sit
up dapat dilihat seperti gambar 2.9.
Gambar 2.9 Latihan sit up.
Dalam penelitian ini akan membandingkan pelatihan yang dilakukan dengan
memberikan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball full
twist, yaitu pelatihan yang dilakukan dengan kombinasi pelatihan cable machine
woodchopper dan Medicine ball full twist yang dilakukan dengan mengaktifkan semua
komponen-komponen yang dinilai berperan untuk memaksimalkan hasil lemparan
cakram siswa. Karena peneliti menganggap bahwa semua komponen sama pentingnya
dan akan saling menunjang untuk pelaksanaan gerak dan memaksimalkan hasil gerakan
nantinya. Karena tidak mungkin suatu rangkaian gerak yang terjadi diakibatkan oleh
satu komponen biomotorik yang aktif. Setiap gerakan yang dilakukan selama aktivitas
berolahraga selalu melibatkan lebih dari satu komponen biomotorik. Dalam penelitian
ini membandingkan penerapan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan
medicine ball full twist dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up yang sudah
biasa dilakukan, dimaksudkan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up adalah
pelatihan yang sudah terbiasa dan umumnya dilakukan oleh tenaga pengajar atau
pelatih, yaitu menerapkan kombinasi pelatihan Push up knee dan Sit up.
Secara garis besar perbedaan antara jenis pelatihan kelompok I yang dilakukan
secara menyeluruh dibandingkan dengan jenis pelatihan kelompok II yang sudah
terbiasa dilakukan. Perbandingan kombinasi pelatihan yang dilakukan dalam penelitian
dapat dilihat seperti tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Perbandingan kombinasi pelatihan cable machine woodchopper dan medicine ball
full twist dengan kombinasi pelatihan push up knee dan sit up.
Unsur Pelatihan Jenis Pelatihan Kelompok I Jenis Pelatihan Kelompok II
Komponen Biomotorik
Kekuatan
1. Latihan cable machine woodchopper
2. Latihan Medicine ball full twist berpasangan
1. Latihan Push up knee 2. Latihan Sit up
Kecepatan Latihan side throwing Latihan side throwing
Daya Ledak Latihan medicine ball side throw
Latihan medicine ball side throw
2.7 Komponen Biomotorik
Komponen biomotorik merupakan komponen dasar gerak fisik atau aktivitas
fisik dari tubuh manusia. Hampir semua gerakan fisik yang dilakukan oleh manusia
saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Nala, 2011), sehingga harus dikembangkan
secara menyeluruh melalui suatu pelatihan yang dilakukan untuk memperoleh prestasi
maksimal.
Komponen biomotorik yang berkaitan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram
adalah komponen kekuatan, kecepatan, daya ledak, kelentukan, koordinasi, dan
komponen keseimbangan tubuh supaya tubuh tetap terjaga setelah melakukan gerakan
melempar cakram. Komponen biomotorik yang dinilai paling berpengaruh dalam
memaksimalkan proses dan hasil lemparan cakram adalah komponen daya ledak yang
didasari oleh komponen biomotorik kekuatan dan kecepatan.
Ada beberapa komponen biomotorik yang dilatih dalam penelitian ini,
diantaranya pelatihan komponen yang terkait dilatih selama 6-8 minggu dilakukan
sebanyak tiga kali dalam seminggu. Peningkatan beban latihan dapat diberikan setelah
satu minggu pelatihan (Nala, 2011). Untuk meningkatkan kekuatan otot pelatihan
dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali perminggu. Karena pelatihan komponen kekuatan
adalah komponen yang paling lama terlihat peningkatan dari pelatihan yang diberikan
dibandingkan dengan komponen biomotorik lainnya.
Komponen biomotorik yang berperan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram,
seperti kekuatan, kecepatan, dan daya ledak berawal dari energi dalam tubuh yang
mengaktifkan kinerja otot untuk menghasilkan gerakan. Jumlah tenaga yang
dimanfaatkan harus seefektif mungkin. Jumlah tenaga efektif adalah jumlah dari semua
tenaga yang diproduksi oleh sejumlah otot yang searah. Lemparan cakram dilakukan
dengan rangkaian gerakan yang berkelanjutan, mulai dari persiapan dengan memegang,
mengayun cakram, memilin badan, mengayunkan lengan ke depan atas, melepas
cakram dan akhirnya meluruskan tubuh secara penuh. Gerakan yang dilakukan secara
kontinyu dengan memaksimalkan otot-otot yang berkontraksi secara sinergis, searah
dan meminimalisir gerakan otot antagonis supaya gerakan yang dihasilkan lebih efektif
dan efisien dalam memanfaatkan besaran tenaga saat melakukan rangkaian gerakan
melempar cakram.
2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Lemparan
Daya ledak merupakan salah satu komponen biomotorik yang merupakan
aktivitas tiba-tiba dan cepat dari gerakan-gerakan lengan (Nala, 2011). Daya ledak
merupakan hasil dari kekuatan maksimum dan kecepatan maksimum (Bompa dalam
Nala, 2011). Usaha untuk meningkatkan daya ledak dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan kekuatan tanpa mengabaikan kecepatan atau titik beratnya pada
kekuatan, meningkatkan kecepatan tanpa mengabaikan kekuatan atau titik beratnya
pada kecepatan, serta meningkatkan keduanya sekaligus, kekuatan dan kecepatan
dilatih secara simultan.
2.8.1 Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh atlet sendiri
diantaranya: umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, kebugaran fisik dan
genetik.
1. Faktor Umur.
Hampir semua komponen biomotorik dipengaruhi oleh umur. Peningkatan
kekuatan otot berkaitan dengan pertambahan umur, dimensi, anatomi atau
diameter otot dan kematangan seksual. Kekuatan lebih rendah pada anak-anak dan
meningkat diusia remaja serta mencapai puncaknya pada umur 20-30 tahun.
Pelatihan olahraga atletik termasuk lempar cakram mulai dilatih dari umur 10-12
tahun, dan pelatihan spesialisasi pada umur 13-14 tahun, sehingga puncak
prestasinya pada umur 18-23 tahun (Bompa, 2001). Umur yang dipilih sebagai
subjek dalam penelitian ini adalah yang berumur 14-17 tahun.
2. Faktor Jenis kelamin.
Dilihat secara biologis pria dan wanita sudah berbeda. Perbedaan kekuatan otot
antara pria dan wanita sudah berbeda pada umur 10-12 tahun, kekuatan otot anak
laki-laki sedikit lebih kuat daripada anak wanita, dan semakin jauh meningkat
dengan bertambahnya umur. Pada usia 18 tahun ke atas anak laki-laki mempunyai
kekuatan dua kali lebih besar dari wanita. Hal ini disebabkan karena adanya
pengaruh hormon testosteron pada laki-laki yang memacu pertumbuhan tulang dan
otot. Dilihat secara morfologis, terlihat pada bertambah lebarnya bahu anak laki-
laki lebih cepat dibandingkan dengan perkembangan pinggulnya, sebaliknya yang
terjadi pada anak-anak perempuan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat pada
pelebaran pinggulnya, dibandingkan perkembangan pada bagian pinggang dan
bahu (Sugiyanto, 1998). Berdasarkan perbedaan tersebut dapat dikatakan bahwa
jenis kelamin mempengaruhi perbedaan kekuatan, kecepatan, dan lain-lain.
Karena daya ledak ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan maka akibatnya jenis
kelamin akan mempengaruhi daya ledak. Jenis kelamin yang dipilih sebagai
subjek dalam penelitian ini adalah yang berjenis kelamin perempuan.
3. Faktor Berat badan.
Berat badan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil lemparan
cakram. Berat badan merupakan salah satu faktor yang menentukan pusat gravitasi
yang nantinya akan menentukan keseimbangan statik maupun keseimbangan
dinamik. Keseimbangan akan menentukan besarnya daya ledak saat terjadi
gerakan melempar cakram. Setiono (2008), menyatakan berat badan berkaitan
dengan beberapa cabang olahraga yang membutuhkan berat badan yang lebih berat
seperti, olahraga lempar dalam atletik.
4. Faktor Tinggi badan.
Secara biomekanika menjelaskan semakin tinggi titik tempat melempar maka
semakin jauh hasil lemparan cakram. Tinggi badan merupakan keseluruhan tubuh
manusia yang meliputi, kaki, togok, leher dan kepala (Setiono, 2008).
5. Faktor Kebugaran fisik/ jasmani.
Kebugaran fisik/ jasmani berhubungan erat dengan kapasitas aerobik seseorang.
Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya.
Kebugaran fisik/ jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan
pekerjaan sehari-hari secara efektif dan efisien dalam jangka waktu relatif lama
tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Wandaningsih, 2005). Dengan
demikian seseorang yang mempunyai kebugaran fisik tinggi akan mampu
melakukan kerja atau aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berarti, sehingga
kekuatan dan daya ledak otot yang dihasilkan akan lebih baik pada orang yang
memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik.
6. Faktor Genetik.
Bersifat pembawaan yang sering kali ikut berperan dalam penampilan fisik seperti
proporsi tubuh (postur tubuh), kapasitas jantung-paru, sel darah merah, dan serat
otot merah dan putih (Wandaningsih, 2005). Pengaruh genetik terhadap
kecepatan, kekuatan, daya ledak dan daya tahan pada umumnya berhubungan
dengan komposisi serabut otot yang terdiri dari serabut otot putih dan serabut otot
merah. Atlet yang memiliki banyak serabut otot putih, lebih mampu untuk
melakukan kegiatan yang bersifat anaerobik, sedangkan atlet yang banyak
memiliki serabut otot merah lebih tepat untuk melakukan kegiatan yang bersifat
aerobik. Dengan demikian faktor genetik juga berpengaruh terhadap basil
lemparan cakram. Berbagai faktor mempengaruhi hasil lemparan cakram baik
secara langsung maupun karena pengaruh kombinasi komponen biomotorik
kecepatan dan kekuatan. Kemampuan daya ledak tergantung pada, kekuatan dasar
otot dan kecepatan kontraksi otot yang aktif.
2.8.2 Faktor eksternal
Faktor eksternal sangat mempengaruhi penampilan fisik atlet. Faktor tersebut
menyangkut, suhu dan kelembaban lingkungan, arah kecepatan angin, dan ketinggian
tempat.
1. Faktor Suhu dan kelembaban relatif udara.
Suhu lingkungan yang terlalu ekstrim (dingin atau panas) akan mempengaruhi
aktivitas kerja otot. Toleransi setiap individu berbeda satu sama lainnya. Orang
Indonesia umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang cukup sekitar 26-280
C, dengan kelembaban relatif sekitar 60-85%. Apabila olahraga dilakukan pada
udara yang nyaman maka tubuh hanya mengatasi beban berupa pengeluaran panas
tubuh, tetapi apabila udara tidak nyaman maka terpaksa tubuh mendapat beban
tambahan untuk melawan panas. Oleh karena itu penelitian sebaiknya dilakukan
pada tempat yang nyaman dengan mempertimbangkan tempat dan waktu
penelitian.
2. Faktor Kecepatan angin.
Kecepatan angin yang terlalu tinggi dari arah yang berlawanan akan dapat
menghambat aktivitas sehingga akan mempengaruhi hasil lemparan cakram.
Dalam Penelitian ini arah dan kecepatan angin dalam batas toleransi, diharapkan
pengaruhnya dapat ditekan sekecil-kecilya.
3. Faktor Ketinggian tempat.
Ketinggian suatu tempat akan mempengaruhi kinerja atlet. Semakin tinggi
suatu tempat maka semakin rendah kadar oksigennya. Kondisi ini akan
membutuhkan adaptasi yang lebih dari atlet yang sedang berlatih.
4. Faktor Jenis dan Bahan cakram.
Cakram yang digunakan untuk latihan dan penelitian harus dipilih jenis dan bahan
cakram yang baik dan memiliki standar untuk melakukan penelitian yang
berkualitas. Ada cakram yang terbuat dari coran beton di bagian luarnya dilapisi
dengan bantalan karet, cakram yang terbuat dari kayu di bagian luarnya dikelilingi
besi pelindung dan cakram yang terbuat dari fiber dibagian luarnya dikelilingi oleh
besi pelindung. Jenis dan bahan cakram yang digunakan akan mempengaruhi hasil
dari penelitian yang dilakukan.
2.8.3 Faktor komponen biomotorik
Komponen biomotorik yang berkaitan dalam pelaksanaan gerak lempar cakram
gaya menyamping dalam olahraga atletik, perlu dilatih secara bersamaan dan simultan.
Komponen biomotorik yang dimaksud adalah komponen kekuatan otot lengan,
kecepatan ayunan lengan, daya ledak otot lengan, kelentukan otot perut, koordinasi
gerakan kaki, tangan, dan komponen keseimbangan tubuh supaya tubuh tetap terjaga
setelah melakukan gerakan melempar cakram.
Kekuatan adalah kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan kontraksi
atau tegangan maksimal dalam menerima beban sewaktu melakukan aktivitas, hal
tersebut terjadi saat otot lengan melakukan kontraksi menerima beban berupa berat
cakram yang akan dilempar. Kecepatan adalah kontraksi otot melakukan aktivitas
dalam waktu yang sesingkatnya ini terjadi saat lengan mengayun cakram sebelum
dilakukan lemparan, semakin cepat ayunan tangan semakin maksimal gerakan dan
berpengaruh pada hasil lemparan. Daya ledak adalah kemampuan dari otot untuk
melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan mengerahkan seluruh kekuatan
dalam waktu yang singkat, ini terjadi saat lengan menyangga beban dalam cakram dan
tangan mengayun cakram sebelum dilempar sampai akhirnya cakram terlepas dari
pegangan, hal tersebut terjadi karena adanya daya ledak dari otot-otot lengan bagian
atas. Kelentukan adalah kesanggupan tubuh atau anggota gerak tubuh dalam melakukan
gerakan pada beberapa sendi seluas-luasnya, ini terlihat saat gerakan otot-otot perut
memilin ke depan atas diikuti gerakan tangan mengayun cakram ke depan atas untuk
melakukan gerakan dengan meregangkan sendi seluas-luasnya. Koordinasi adalah
kemampuan tubuh dalam mengintegrasikan berbagai gerakan yang berbeda menjadi
satu gerakan tunggal yang harmonis, ini terlihat saat alat gerak atas (lengan atas, lengan
bawah dan tangan yang memegang cakram) melakukan ayunan cakram berulang dan
gerakan memilin badan serta gerakan kaki ke depan sebagai tanda gerak lanjutan
setelah gerakan melempar cakram selesai dilakukan (cakram lepas dari pegangan
tangan), kedua gerakan tersebut menjadi satu kesatuan gerak yang terintegrasi dan
harmonis. Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi atas setiap
perubahan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil dan terkendali, hal ini terlihat saat
gerak lanjut setelah selesai melakukan lemparan cakram.
Beberapa komponen biomotorik yang telah dipaparkan dinilai saling
berpengaruh antara satu komponen dengan komponen biomotorik lainnya untuk
menunjang pelaksanaan melempar cakram sehingga gerakan melempar dan hasil
lemparan cakram dapat dilakukan dengan maksimal.
Dalam penelitian yang dilakukan, komponen biomotorik yang lebih fokus
dilatih adalah komponen kekuatan, kecepatan yang akan berujung pada komponen daya
ledak, karena ketiga komponen tersebut diperlukan dalam pelaksanaan gerak lempar
cakram yang sejalan dengan Soegito (2010), menyatakan komponen-komponen yang
harus dimiliki pelempar cakram adalah kekuatan, kecepatan, daya ledak.
A. Gerakan memegang cakram.
Cakram dipegang dengan tangan terkuat dimana teknik pegangan cakram semua
jari tangan dibuka menyebar. Cakram dipegang dengan ruas-ruas pertama ujung jari-
jari tangan, dengan ibu jari memegang bagian samping cakram. Otot-otot kecil yang
berada antara metacarpal, telapak tangan, dan termasuk bulatan ibu jari berperan
menggerakkan jari - jari tangan untuk memegang cakram. Otot-otot ini kecil, tetapi
dapat mengubah kerja otot-otot lengan bawah dan penting untuk gerakan tangan yang
halus. Sedangkan otot yang bekerja saat membawa cakram, yaitu otot-otot lengan
bawah dan jari tangan yang meliputi musculus biceps brachii, musculus
brachioradialis, flexor musculus of forearm, musculus thenar, musculus hypothenar,
fibrous tendinous sheaths of digits, dan long flexor tendons. Dapat dilihat pada gambar
2.10.
Gambar 2.10 Tahap memegang cakram (Nikitin, 2015)
B. Gerakan menekuk lutut
Pada tahap ini lutut ditekuk dengan tujuan untuk mengkontraksikan otot-otot
tungkai bawah. Untuk menghasilkan energi gerakan yang besar otot yang
dikontraksikan harus otot-otot yang besar. Gerakan sendi lutut pada gerakan ini adalah
fleksi dan ekstensi sebagai gerakan tungkai bawah. Sendi lutut merupakan salah satu
sendi yang berperan dalam merendahkan badan ke belakang untuk memfokuskan titik
berat tubuh pada kaki bagian belakang. Karena semakin sempurna peregangan otot
yang bekerja maka akan semakin besar tenaga yang dihasilkan dalam melakukan suatu
gerakan (Redhana, 2008).
Otot-otot dalam tungkai bawah yang berperan untuk menekuk lutut dan gerakan
kaki bagian bawah lainnya yaitu, musculus gastrocnemius, musculus soleus, musculus