KAJIAN KUALITAS UDARA DAN KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM MENYERAP EMISI KARBON AKIBAT LALU LINTAS DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Agus Afandi NPM. 2010831001 Trisna Hidayat NPM. 2010831013 Karyasiswa MTS-TPJJ 2010 Kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum dan Universitas Katolik Parahyangan ABSTRAK Transportasi di kota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar. Bahan bakar dan jenis kendaraan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pencemaran udara, termasuk juga kondisi topografi daerah, faktor meteorologi dan reaktifitas kimia setiap parameter. Karbon (CO dan HC) merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global. Kemampuan penyerapan pada tanaman merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi Karbon. Kajian ini dilakukan untuk menentukan kemampuan penyerapan taman dan jalur hijau dalam pengurangan emisi Karbon dari kegiatan transportasi. Monitoring tingkat pencemaran udara di 3 ibukota kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan mengambil parameter NOx, SOx, CO, HC, TSP dan Timbal. Bila dilakukan evaluasi berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997, kondisi masih termasuk dalam kategori ”Baik”, sedangkan Parameter udara yang menunjukan nilai mengkhawatirkan adalah suhu udara yang semakin tinggi dan kelembaban udara yang semakin rendah dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun tahun sebelumnya. Dari hasil perhitungan kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas Ruang Terbuka Hijau di masing-masing lokasi, dengan daya serap sebesar 5011085,582 ton/th, dan nilai laju serapan pada luas Ruang Terbuka Hijau lebih besar daripada jumlah emisi 1
40
Embed
Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KAJIAN KUALITAS UDARA DAN KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
DALAM MENYERAP EMISI KARBON AKIBAT LALU LINTAS
DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Agus Afandi NPM. 2010831001 Trisna Hidayat NPM. 2010831013
Karyasiswa MTS-TPJJ 2010 Kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum dan Universitas Katolik Parahyangan
ABSTRAK
Transportasi di kota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar.
Bahan bakar dan jenis kendaraan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
pencemaran udara, termasuk juga kondisi topografi daerah, faktor meteorologi dan
reaktifitas kimia setiap parameter. Karbon (CO dan HC) merupakan salah satu gas
rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global. Kemampuan penyerapan
pada tanaman merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi Karbon. Kajian ini
dilakukan untuk menentukan kemampuan penyerapan taman dan jalur hijau dalam
pengurangan emisi Karbon dari kegiatan transportasi.
Monitoring tingkat pencemaran udara di 3 ibukota kabupaten di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung yaitu Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan mengambil
parameter NOx, SOx, CO, HC, TSP dan Timbal. Bila dilakukan evaluasi berdasarkan
Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun
1997, kondisi masih termasuk dalam kategori ”Baik”, sedangkan Parameter udara yang
menunjukan nilai mengkhawatirkan adalah suhu udara yang semakin tinggi dan
kelembaban udara yang semakin rendah dibandingkan dengan hasil
pengamatan pada tahun tahun sebelumnya.
Dari hasil perhitungan kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas Ruang
Terbuka Hijau di masing-masing lokasi, dengan daya serap sebesar 5011085,582 ton/th,
dan nilai laju serapan pada luas Ruang Terbuka Hijau lebih besar daripada jumlah emisi
yang dihasilkan pada masing-masing lokasi, sehingga luas RTH yang ada masih mencukupi
terhadap jumlah emisi karbon yang dihasilkan.
Kata kunci : Pencemaran Udara, Pengendalian, Peran Stakeholder dan Masyarakat
1
ABSTRACT
Transport in major cities are the largest source of air pollution. Fuel and vehicle type are
factors that influence the level of air pollution, including local topography, meteorological
factors and chemical reactivity of each parameter. Carbon (CO and HC) is one of the
greenhouse gases that cause global warming. Absorption ability of plants is one way to
reduce carbon emissions. The study was conducted to determine the absorption capacity
of parks and green lines in the reduction of carbon emissions from transportation activities.
Monitoring air pollution level in 3 districts in the capital of Bangka Belitung Islands Province
of Pangkalpinang, Sungailiat, and Tanjungpandan take parameters NOx, SOx, CO, HC,
TSP and Lead. When an evaluation based on Air Pollution Standards Index (PSI)
according to Minister of Environment Decree No. 45/1997, conditions are still included in
the category of "Good", while the air parameter that indicates the value of concern is that
the higher air temperature and humidity are lower compared to the observations in the
previous year.
The calculation of absorption capability park / green belt on the basis of extensive green
open space at each location, with the absorption of 5,011,085.582 tons / year, and the
value of absorption rate on the vast green open space is greater than the amount of
emissions produced at each location, so that the existing green open space is sufficient
green space to total carbon emissions.
Keywords: Air Pollution, Controlling, The Role of Stakeholders and Community
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Transportasi pada daerah perkotaan merupakan salah satu sumber pencemaran
yang sangat besar peranannya dalam pencemaran udara. Kegiatan perkotaan yang
meliputi kegiatan sektor-sektor permukiman, transportasi, komersial, industri, dan sektor
penunjang lainnya merupakan kegiatan yang potensial dalam merubah kualitas udara
perkotaan. Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan
melonjaknya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu
lintas dan hasil produksi sampingan, yang merupakan salah satu sumber pencemar udara
(BLHD Jabar, 2010).
Pesatnya kegiatan pembangunan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
dalam berbagai sektor mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif
diantaranya meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta penyerapan tenaga kerja.
Sedangkan dampak negatifnya berupa meningkatnya kegiatan pencemaran
udara yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
2
Hal ini diindikasikan antara lain kegiatan pembangunan yang belum
terkendali, dan masih kurangnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran dari
stakeholders pelaku kegiatan pembangunan. Untuk itu diperlukan adanya upaya
pengendalian pencemaran lingkungan yang salah satunya dilakukan melalui
monitoring lingkungan di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang
terencana, terarah dan terpadu, sesuai dengan kebijakan pembangunan dalam
rangka menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Upaya pemantauan
lingkungan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Upaya pemantauan yang kontinu dapat
di jadikan sumber informasi dan dasar hukum bagi penentuan kebijakan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.(BLHD Prov. Kep. Babel)
1.2. Tujuan Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengindentifikasi dan menganalisis data pencemaran udara dengan
melakukan perbandingan dengan standar baku mutu yang ditetapkan apakah
kualitas udara eksisting sudah memenuhi standar baku mutu yang sudah
ditentukan.
2. Menghitung jumlah emisi karbondioksida yang dapat diserap oleh taman/jalur hijau dan
kemampuan taman/jalur hijau dalam menyerap jumlah emisi karbon
3. Merekomendasikan kebijakan pemerintah dalam pengendalian pencemaran
udara.
1.3. Pembatasan Masalah
1. Kajian dilakukan hanya berdasarkan data sekunder yang didapat dari dinas
terkait dan tidak memperhitungkan jumlah lalu lintas pada lokasi kajian.
2. Analisis yang dilakukan dengan membandingkan kualitas udara eksisting
sesuai dengan PP No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran
udara dan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan
Hidup No. 45 tahun 1997.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pencemaran Udara
Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun
1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik,
kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti
kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.
3
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak
dapat memenuhi fungsinya. Standar kualitas udara sesuai peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang standar kualitas udara ambient adalah seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Standar Baku Mutu Udara AmbientNo Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu
1SO2
( Sulfur Dioksida )
1 Jam 24 Jam 1 Thn
900 µg /Nm3
365 µg /Nm3 60 ìg / Nm3
2CO
( Karbon Monoksida )
1 Jam 24 Jam 1 Thn
30.000 µg/Nm3
10.000 µg/Nm3
3NO2
( Nitrogen Dioksida )
1 Jam 24 Jam 1 Thn
400 µg / Nm3
150 µg / Nm3
100 ìg / Nm3
4O3
( Oksida )1 Jam1 Thn
235 µg / Nm3
50 µg / Nm3
5 HC( Hidro Karbon )
3 Jam 160 µg / Nm3
6PM10
( Partikel < 10 mm )24 Jam 150 µg / Nm3
PM2,5 (*)( Partikel < 2.5 mm )
24 Jam 1 Thn
65 µg / Nm3
15 µg / Nm3
7 TSP( Debu )
24 Jam 1 Thn
230 µg/Nm3 90 µg/Nm3
8Pb
( Timah Hitam )24 Jam 1 Thn
2 µg/Nm3
1 µg/Nm3
Sumber : PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Sedangkan untuk Indeks Standar Pencemaran Udara menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 tanggal 13 Oktober 1997 seperti pada table
2.2 di bawah ini.
4
Tabel 2.2. Indeks Standar Pencemar Udara
Kategori Rentang Penjelasan
Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika.
Sedang 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitive dan nilai estetika
Tidak Sehat 101 – 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitive atau bias menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
Sangat Tidak Sehat
200 – 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar
Berbahaya 300 – lebih Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi
Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997
Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002
tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia.
2.2. Sumber Pencemaran Udara
Menurut Sastrawijaya (2000), perubahan lingkungan udara pada umumnya
disebabkan pencemaran udara yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas-gas dan
partikel kecil/aerosol ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat
secara alamiah misalnya asap kebakaran hutan, gunung berapi, debu meteorit dan
pancaran garam dari laut. Sebagian besar masuknya zat pencemar juga disebabkan oleh
kegiatan manusia misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah
(proses dekomposisi atau pembakaran), dan kegiatan rumah tangga.
Berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar udara dapat berupa (1) partikel (debu, aerosol,
timah hitam); (2) gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon); dan (3) enegi (suhu dan
kebisingan), sedangkan berdasarkan dari kejadian, terbentuknya pencemar terdiri dari (1)
pencemar primer yaitu pencemar yang diemisikan langsung; dan (2) pencemar sekunder
yaitu pencemar yang terbentuk karena reaksi yang terjadi di udara antara berbagai
senyawa (Sastrawijaya, 2000; dan Fardiaz, 1992).
5
Sumber pencemar dibagi menjadi beberapa sumber yaitu sumber titik, mobil, dan
area. Sumber titik adalah sumber yang diam berupa cerobong asap; sumber mobil adalah
sumber yang bergerak yang berasal dari kendaraan bermotor; dan sumber area adalah
sumber yang berasal dari pembakaran terbuka di daerah pemukiman, pedesaan, dan lain-
lain (Slamet, 2002).
2.3. Jenis-Jenis Pencemaran Udara
Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu (Fardiaz, 1992):
1. Berdasarkan bentuk
a. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan
atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx.
b. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah¬zarah
kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan
dan cairan secara bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain.
2. Berdasarkan tempat
a. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara
tidak bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan
bangunan lainnya. Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang
terjadi di dapur tradisional ketika memasak, dan lain-lain.
b. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara
bebas seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor.
3. Berdasarkan gangguan atau efeknya terhadap kesehatan
a. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh,
seperti SO2, Ozon, dan Nitrogen Oksida.
b. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu
melepas Karbon Dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H2S, NH3, dan
CH4.
c. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan
pencemaran udara dalam ruang. Contohnya; Formaldehide dan Alkohol.
d. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat penyebabnya
seperti Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida.
4. Berdasarkan susunan kimia
a. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti
asbestos, ammonia, asam sulfat, dan lain-lain.
b. Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti pestisida,
herbisida, beberapa jenis alkohol, dan lain-lain.
6
5. Berdasarkan asalnya
a. Primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang
menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Contohnya: CO2,
yang meningkat diatas konsentrasi normal.
b. Skunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang timbul dari hasil reaksi anatara
zat polutan primer dengan komponen alamiah. Contohnya: Peroxy Acetil Nitrat
(PAN).
2.4. Komponen Pencemar Udara dari Kendaraan Bermotor
Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun
dalam kurun waktu 2000-2003. Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan
komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun
2004-2006. Pada tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah 312.865
unit, sedangkan kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai 170.283 unit. Pada akhir
tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan
komersial diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000 unit (Kementerian Perhubungan
RI, 2006)
Perkiraan persentase pencemar udara di Indonesia dari sumber transportasi dapat
dilihat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3. Perkiraan Persentase Pencemar Udara dari Sumber Pencemar Transportasi di
Indonesia
No Komponen Pencemar Persentase (%)
1 CO 70,502 NOx 8,893 Sox 0,884 HC 18,34
5 Partikel 1,33
Total 100Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan
2.4.1. Karbon Monoksida (CO)
CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas
CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -1920C. Gas CO sebagian besar
berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain
itu, gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara alamiah,
gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain
walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004).
7
CO yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut:
a. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung
karbon.
b. Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
c. Penguraian CO2 menjadi CO dan O.
Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya
aktivitas vulkanik, pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO
lainnya yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz, 1992).
2.4.2. Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai
dua bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO (Wardhana, 2004).
Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling
banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara.
Nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Reaksi
pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan
adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO.
Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi pembentukan NO2 akan berjalan lebih
lambat. Selain itu, kecepatan reaksi pembentukan NO2 juga dipengaruhi oleh
konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO
bertambah menjadi dua kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun,
jika konsentrasi NO berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi
seperempat (Fardiaz, 1992).
Nitrogen monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit
larut di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebih besar daripada
NO2. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di
udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak
oksigen membentuk NO2 (Depkes).
Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi
dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang
pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan
sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil
pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004).
8
Selain itu, kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari
tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari
perhitungan kecepatan emisi NOx diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di
atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini bersifat
akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan
asam (Wardhana, 2004).
2.4.3. Belerang Oksida (SOx)
Ada dua macam gas belerang oksida (SOx), yaitu SO2 dan SO3. Gas SO2 berbau
tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 sangat reaktif. Konsentrasi SO2 di
udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya berkisar
antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak SO2
daripada SO3. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara
pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004)..
Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2
dan hanya 1-2% saja sebagai SO3. Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber
alamiah maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan
bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan
akan menghasilkan H2S yang akan berubah menjadi SO2. Sedangkan sumber SO2
buatan yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang
mengandung sulfur tinggi (Mulia, 2005).
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal
ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya
tembaga (CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS).
Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk
mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan
kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk
menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam
akhirnya. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam
industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes).
2.4.4. Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas,
cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka
molekul HC cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur
dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan
membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap
yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).
9
Sumber HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan
limbah padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara
langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran udara
oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NOx), maka akan terbentuk
Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen.
2.4.5. Partikel
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan
atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit
sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005).
Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik
dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1
mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di
udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel pada umumnya
mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan
bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya (Depkes).
Berbagai proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer,
misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia
juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel-partikel debu
dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari
proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang
utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti oleh proses-proses
industri (Fardiaz, 1992).
2.5. Ruang Terbuka Hijau
Pengertian ruang terbuka hijau, (1) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai
tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon
(tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang
mempunyai ukuan, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan
apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial
woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan
lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai
tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang
fungsi ruang terbuka hijau yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995).
10
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open
spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi
(endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang
dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan,
dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
2.5.1. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pasal 29
ayat 2, ruang terbuka hijau yang ideal paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Ruang
terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik.
Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan
standar-standar yang ada.
RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara
fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti
dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga
kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk
fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan
penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi
dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan,
rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam
pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual
(kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak
langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan.
Konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
2.5.2. Hubungan Fotosintesis, Intensitas Cahaya dan Laju Serapan Karbon dioksida
Fotosintesis pada tanaman merupakan suatu proses dimana organisme
hidup mengkonversi energi cahaya menjadi energi kimia berupa molekul organik.
Proses ini membutuhkan energi matahari untuk menyediakan energi pada reaksi kompleks
fisika-kimia dari organisme hidup tersebut (Lawlor, 1993). Fotosintesis oleh tumbuhan
hijau merupakan proses kimia yang paling penting di bumi dan paling sensitif terhadap
polutan udara. Proses ini menghasilkan gula dari karbondioksida air dengan bantuan
cahaya, dengan oksigen yang dihasilkan sebagai produk samping (Treshow, 1989).
Tumbuhan memerlukan cahaya sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis.
11
Selama siang hari ada sejumlah tertentu sinaran gelombang pendek yang tiba
pada permukaan bumi. Jumlah itu bergantung pada garis lintang, musim, waktu sehari-
harinya, dan derajat keberawanan. Dengan demikian tidak ada awan dan atmosfer benar-
benar cerah, jumlah sinaran yang diperkirakan disajikan dalam Tabel 2.4 (Wilson, 1993
dalam Ratri Adiastari, 2010).
Tabel 2.4. Nilai Angot fluks sinaran gelombang pendek pada tepi luar atmosfer dalam
kal/cm2/hari sebagai fungsi bulan dalam tahun dan garis lintang
Garis
lintang
(derajat)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Tahun
9 September 1.009,7 31,6 24,0 27,4 8010 Oktober 1.009,5 31,4 23,2 26,6 85
11 November 1.009,7 30,6 23,4 26,3 87
12 Desember 1.010,8 29,9 23,1 26,0 88Sumber: BPS Bangka-Belitung, 2006
Tabel 4.2. Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Arah dan Kecepatan Angin Tahun
2006
No BulanCurahHujan(mm)
HariHujan(Hari)
Rata-rataKec. Angin
(knots)
Arah AnginTerbanyak
Kec AnginMaksimum
(knots)
ArahAngin
1 Januari 592,9 26 2,0 Utara 17 Utara2 Februari 145,3 16 3,0 Utara 15 Utara3 Maret 218,2 24 2,3 Utara 16 Barat4 April 396,4 25 2,2 Barat 12 Timur5 Mei 185,2 19 2,7 Selatan 13 Timur6 Juni 165,6 18 2,8 Selatan 16 Selatan7 Juli 263,3 12 4,4 Tenggara 15 Selatan8 Agustus 247,8 14 4,1 Tenggara 16 Timur9 Septembe
r63,1) 15 3,6 Timur 15 Tenggara
10 Oktober 297,1 22 2,1 Selatan 12 Timur11 November 274,8 26 1,6 Barat 17 Selatan12 Desember 308,3 25 2,1 Utara 16 Utara
18
Sumber: Bangka Belitung Dalam Angka, 2006
Secara umum perubahan suhu udara tidak begitu berpengaruh terhadap curah
hujan dan jumlah hari hujan. Pola curah hujan dan hari hujan di Pulau Bangka
dan dan di Pulau Belitung hampir sama, dimana curah hujan tinggi saat musim
barat (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Kondisi Suhu Udara Rata-Rata, Curah Hujan, dan Hari Hujan 2006
No BulanSuhu Udara (°C) Hujan
Maks. Min. Rataan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (Hari)
1 Januari 29,3 23,4 25,6 114,3 242 Februari 30,2 23,3 25,9 172,4 173 Maret 30,6 23,3 26,1 274,4 234 April 30,6 23,2 25,9 268,9 245 Mei 32,1 23,3 26,4 202,2 226 Juni 30,8 22,4 25,8 289,2 227 Juli 31,8 22,8 26,4 86,6 118 Agustus 31,8 21,8 25,7 257,5 159 September 31,7 22,9 26,3 137,5 12
10 Oktober 30,9 22,9 26,1 421,0 2511 November 29,9 23,2 25,8 326,4 3012 Desember 30,4 23,4 25,9 274,0 29
Sumber: Bangka Belitung Dalam Angka, 2006
Tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan September dan
terendah pada bulan November. Kelembaban udara rata-rata tertinggi juga
terjadi pada saat curah hujan tinggi seperti pada bulan November, Desember, dan
Januari. Pada bulan-bulan ini angin bergerak dari Laut Cina Selatan menuju
Sumatera bagian Timur yang membawa banyak uap air.
Tabel 4.4. Tekanan Udara, Angin dan Kelembaban Udara Tahun 2006
No BulanTekanan UdaraRata-rata (mbs)
Kelembaban UdaraRata-rata (%)
Kec Angin(km/jam)
Arah Angin(derajat)
1 Januari 1.009,2 91 12 3002 Februari 1.009,2 88 11 3003 Maret 1.009,3 88 11 3004 April 1.009,0 91 9 2005 Mei 1.09,7 88 9 1206 Juni 1.009,6 88 11 1207 Jun 1.009,4 83 12 1208 Agustus 1.010,2 84 12 1209 September 1.010,5 82 14 120
10 Oktober 1.009,8 90 11 180
19
11 November 1.008,4 91 11 27012 Desember 1.009,2 91 11 300
Sumber: BPS Bangka-Belitung, 2006
V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pemantauan kualitas Udara di Provinsi Kepualauan BangkaBelitung dilakukan
pada Bulan September sampai November 2007 yang dllakukan secara langsung (in
situ) oleh Dinas BLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk beberapa parameter fisik,
sedangkan yang lainnya di analisis dilaboratorium. Hasil pengukuran di lapangan dan
hasil analisis contoh di laboratoriurn terhadap beberapa paramater kualitas udara
yang selanjutnya dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Udara berdasarkan PP RI
Nomor 41 Tahun 1999.
5.1. Kualitas Udara
Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa parameter kualitas udara di
Kota Pangkatpinang, Sungailiat dan Tanjungpandan, selama pemantauan
ditemukan bahwa kandungan partikel debu (TSP), Sulfur Oksida (S0 2), Karbon
Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrocarbon (HC), dan Timbal (Pb);
masih dibawah ambang baku mutu berdasarkan PP RI NO 41 Tahun 1999.
Hasil pemantauan kualitas udara selengkapnya disajikan pada tabel 5.1.
Sedangkan standar baku mutu kualitas udara menurut PPRI No.41/1999 dan