Top Banner
KAJIAN KUALITAS UDARA DAN KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM MENYERAP EMISI KARBON AKIBAT LALU LINTAS DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Agus Afandi NPM. 2010831001 Trisna Hidayat NPM. 2010831013 Karyasiswa MTS-TPJJ 2010 Kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum dan Universitas Katolik Parahyangan ABSTRAK Transportasi di kota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar. Bahan bakar dan jenis kendaraan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pencemaran udara, termasuk juga kondisi topografi daerah, faktor meteorologi dan reaktifitas kimia setiap parameter. Karbon (CO dan HC) merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global. Kemampuan penyerapan pada tanaman merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi Karbon. Kajian ini dilakukan untuk menentukan kemampuan penyerapan taman dan jalur hijau dalam pengurangan emisi Karbon dari kegiatan transportasi. Monitoring tingkat pencemaran udara di 3 ibukota kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan mengambil parameter NOx, SOx, CO, HC, TSP dan Timbal. Bila dilakukan evaluasi berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997, kondisi masih termasuk dalam kategori ”Baik”, sedangkan Parameter udara yang menunjukan nilai mengkhawatirkan adalah suhu udara yang semakin tinggi dan kelembaban udara yang semakin rendah dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun tahun sebelumnya. Dari hasil perhitungan kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas Ruang Terbuka Hijau di masing-masing lokasi, dengan daya serap sebesar 5011085,582 ton/th, dan nilai laju serapan pada luas Ruang Terbuka Hijau lebih besar daripada jumlah emisi 1
40

Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Jul 28, 2015

Download

Documents

Trisna Hidayat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

KAJIAN KUALITAS UDARA DAN KEMAMPUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

DALAM MENYERAP EMISI KARBON AKIBAT LALU LINTAS

DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Agus Afandi NPM. 2010831001 Trisna Hidayat NPM. 2010831013

Karyasiswa MTS-TPJJ 2010 Kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum dan Universitas Katolik Parahyangan

ABSTRAK

Transportasi di kota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar.

Bahan bakar dan jenis kendaraan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat

pencemaran udara, termasuk juga kondisi topografi daerah, faktor meteorologi dan

reaktifitas kimia setiap parameter. Karbon (CO dan HC) merupakan salah satu gas

rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global. Kemampuan penyerapan

pada tanaman merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi Karbon. Kajian ini

dilakukan untuk menentukan kemampuan penyerapan taman dan jalur hijau dalam

pengurangan emisi Karbon dari kegiatan transportasi.

Monitoring tingkat pencemaran udara di 3 ibukota kabupaten di Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung yaitu Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan mengambil

parameter NOx, SOx, CO, HC, TSP dan Timbal. Bila dilakukan evaluasi berdasarkan

Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun

1997, kondisi masih termasuk dalam kategori ”Baik”, sedangkan Parameter udara yang

menunjukan nilai mengkhawatirkan adalah suhu udara yang semakin tinggi dan

kelembaban udara yang semakin rendah dibandingkan dengan hasil

pengamatan pada tahun tahun sebelumnya.

Dari hasil perhitungan kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas Ruang

Terbuka Hijau di masing-masing lokasi, dengan daya serap sebesar 5011085,582 ton/th,

dan nilai laju serapan pada luas Ruang Terbuka Hijau lebih besar daripada jumlah emisi

yang dihasilkan pada masing-masing lokasi, sehingga luas RTH yang ada masih mencukupi

terhadap jumlah emisi karbon yang dihasilkan.

Kata kunci : Pencemaran Udara, Pengendalian, Peran Stakeholder dan Masyarakat

1

Page 2: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

ABSTRACT

Transport in major cities are the largest source of air pollution. Fuel and vehicle type are

factors that influence the level of air pollution, including local topography, meteorological

factors and chemical reactivity of each parameter. Carbon (CO and HC) is one of the

greenhouse gases that cause global warming. Absorption ability of plants is one way to

reduce carbon emissions. The study was conducted to determine the absorption capacity

of parks and green lines in the reduction of carbon emissions from transportation activities.

Monitoring air pollution level in 3 districts in the capital of Bangka Belitung Islands Province

of Pangkalpinang, Sungailiat, and Tanjungpandan take parameters NOx, SOx, CO, HC,

TSP and Lead. When an evaluation based on Air Pollution Standards Index (PSI)

according to Minister of Environment Decree No. 45/1997, conditions are still included in

the category of "Good", while the air parameter that indicates the value of concern is that

the higher air temperature and humidity are lower compared to the observations in the

previous year.

The calculation of absorption capability park / green belt on the basis of extensive green

open space at each location, with the absorption of 5,011,085.582 tons / year, and the

value of absorption rate on the vast green open space is greater than the amount of

emissions produced at each location, so that the existing green open space is sufficient

green space to total carbon emissions.

Keywords: Air Pollution, Controlling, The Role of Stakeholders and Community

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Transportasi pada daerah perkotaan merupakan salah satu sumber pencemaran

yang sangat besar peranannya dalam pencemaran udara. Kegiatan perkotaan yang

meliputi kegiatan sektor-sektor permukiman, transportasi, komersial, industri, dan sektor

penunjang lainnya merupakan kegiatan yang potensial dalam merubah kualitas udara

perkotaan. Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan

melonjaknya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu

lintas dan hasil produksi sampingan, yang merupakan salah satu sumber pencemar udara

(BLHD Jabar, 2010).

Pesatnya kegiatan pembangunan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

dalam berbagai sektor mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif

diantaranya meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta penyerapan tenaga kerja.

Sedangkan dampak negatifnya berupa meningkatnya kegiatan pencemaran

udara yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

2

Page 3: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Hal ini diindikasikan antara lain kegiatan pembangunan yang belum

terkendali, dan masih kurangnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran dari

stakeholders pelaku kegiatan pembangunan. Untuk itu diperlukan adanya upaya

pengendalian pencemaran lingkungan yang salah satunya dilakukan melalui

monitoring lingkungan di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang

terencana, terarah dan terpadu, sesuai dengan kebijakan pembangunan dalam

rangka menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Upaya pemantauan

lingkungan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Upaya pemantauan yang kontinu dapat

di jadikan sumber informasi dan dasar hukum bagi penentuan kebijakan oleh

Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.(BLHD Prov. Kep. Babel)

1.2. Tujuan Kajian

Tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengindentifikasi dan menganalisis data pencemaran udara dengan

melakukan perbandingan dengan standar baku mutu yang ditetapkan apakah

kualitas udara eksisting sudah memenuhi standar baku mutu yang sudah

ditentukan.

2. Menghitung jumlah emisi karbondioksida yang dapat diserap oleh taman/jalur hijau dan

kemampuan taman/jalur hijau dalam menyerap jumlah emisi karbon

3. Merekomendasikan kebijakan pemerintah dalam pengendalian pencemaran

udara.

1.3. Pembatasan Masalah

1. Kajian dilakukan hanya berdasarkan data sekunder yang didapat dari dinas

terkait dan tidak memperhitungkan jumlah lalu lintas pada lokasi kajian.

2. Analisis yang dilakukan dengan membandingkan kualitas udara eksisting

sesuai dengan PP No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran

udara dan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan

Hidup No. 45 tahun 1997.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pencemaran Udara

Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun

1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang

disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik,

kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti

kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.

3

Page 4: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,

energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga

mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak

dapat memenuhi fungsinya. Standar kualitas udara sesuai peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang standar kualitas udara ambient adalah seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Standar Baku Mutu Udara AmbientNo Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu

1SO2

( Sulfur Dioksida )

1 Jam 24 Jam 1 Thn

900 µg /Nm3

365 µg /Nm3 60 ìg / Nm3

2CO

( Karbon Monoksida )

1 Jam 24 Jam 1 Thn

30.000 µg/Nm3

10.000 µg/Nm3

3NO2

( Nitrogen Dioksida )

1 Jam 24 Jam 1 Thn

400 µg / Nm3

150 µg / Nm3

100 ìg / Nm3

4O3

( Oksida )1 Jam1 Thn

235 µg / Nm3

50 µg / Nm3

5 HC( Hidro Karbon )

3 Jam 160 µg / Nm3

6PM10

( Partikel < 10 mm )24 Jam 150 µg / Nm3

PM2,5 (*)( Partikel < 2.5 mm )

24 Jam 1 Thn

65 µg / Nm3

15 µg / Nm3

7 TSP( Debu )

24 Jam 1 Thn

230 µg/Nm3 90 µg/Nm3

8Pb

( Timah Hitam )24 Jam 1 Thn

2 µg/Nm3

1 µg/Nm3

Sumber : PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Sedangkan untuk Indeks Standar Pencemaran Udara menurut Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 tanggal 13 Oktober 1997 seperti pada table

2.2 di bawah ini.

4

Page 5: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Tabel 2.2. Indeks Standar Pencemar Udara

Kategori Rentang Penjelasan

Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika.

Sedang 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitive dan nilai estetika

Tidak Sehat 101 – 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitive atau bias menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Sangat Tidak Sehat

200 – 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar

Berbahaya 300 – lebih Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi

Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997

Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002

tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara

adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam

udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu

yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia.

2.2. Sumber Pencemaran Udara

Menurut Sastrawijaya (2000), perubahan lingkungan udara pada umumnya

disebabkan pencemaran udara yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas-gas dan

partikel kecil/aerosol ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat

secara alamiah misalnya asap kebakaran hutan, gunung berapi, debu meteorit dan

pancaran garam dari laut. Sebagian besar masuknya zat pencemar juga disebabkan oleh

kegiatan manusia misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah

(proses dekomposisi atau pembakaran), dan kegiatan rumah tangga.

Berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar udara dapat berupa (1) partikel (debu, aerosol,

timah hitam); (2) gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon); dan (3) enegi (suhu dan

kebisingan), sedangkan berdasarkan dari kejadian, terbentuknya pencemar terdiri dari (1)

pencemar primer yaitu pencemar yang diemisikan langsung; dan (2) pencemar sekunder

yaitu pencemar yang terbentuk karena reaksi yang terjadi di udara antara berbagai

senyawa (Sastrawijaya, 2000; dan Fardiaz, 1992).

5

Page 6: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Sumber pencemar dibagi menjadi beberapa sumber yaitu sumber titik, mobil, dan

area. Sumber titik adalah sumber yang diam berupa cerobong asap; sumber mobil adalah

sumber yang bergerak yang berasal dari kendaraan bermotor; dan sumber area adalah

sumber yang berasal dari pembakaran terbuka di daerah pemukiman, pedesaan, dan lain-

lain (Slamet, 2002).

2.3. Jenis-Jenis Pencemaran Udara

Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu (Fardiaz, 1992):

1. Berdasarkan bentuk

a. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan

atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx.

b. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah¬zarah

kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan

dan cairan secara bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain.

2. Berdasarkan tempat

a. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara

tidak bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan

bangunan lainnya. Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang

terjadi di dapur tradisional ketika memasak, dan lain-lain.

b. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara

bebas seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor.

3. Berdasarkan gangguan atau efeknya terhadap kesehatan

a. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh,

seperti SO2, Ozon, dan Nitrogen Oksida.

b. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu

melepas Karbon Dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H2S, NH3, dan

CH4.

c. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan

pencemaran udara dalam ruang. Contohnya; Formaldehide dan Alkohol.

d. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat penyebabnya

seperti Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida.

4. Berdasarkan susunan kimia

a. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti

asbestos, ammonia, asam sulfat, dan lain-lain.

b. Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti pestisida,

herbisida, beberapa jenis alkohol, dan lain-lain.

6

Page 7: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

5. Berdasarkan asalnya

a. Primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang

menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Contohnya: CO2,

yang meningkat diatas konsentrasi normal.

b. Skunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang timbul dari hasil reaksi anatara

zat polutan primer dengan komponen alamiah. Contohnya: Peroxy Acetil Nitrat

(PAN).

2.4. Komponen Pencemar Udara dari Kendaraan Bermotor

Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun

dalam kurun waktu 2000-2003. Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan

komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun

2004-2006. Pada tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah 312.865

unit, sedangkan kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai 170.283 unit. Pada akhir

tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan

komersial diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000 unit (Kementerian Perhubungan

RI, 2006)

Perkiraan persentase pencemar udara di Indonesia dari sumber transportasi dapat

dilihat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3. Perkiraan Persentase Pencemar Udara dari Sumber Pencemar Transportasi di

Indonesia

No Komponen Pencemar Persentase (%)

1 CO 70,502 NOx 8,893 Sox 0,884 HC 18,34

5 Partikel 1,33

Total 100Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan

2.4.1. Karbon Monoksida (CO)

CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas

CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -1920C. Gas CO sebagian besar

berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain

itu, gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara alamiah,

gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain

walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004).

7

Page 8: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

CO yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut:

a. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung

karbon.

b. Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.

c. Penguraian CO2 menjadi CO dan O.

Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya

aktivitas vulkanik, pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO

lainnya yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz, 1992).

2.4.2. Nitrogen Oksida (NOx)

Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai

dua bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO (Wardhana, 2004).

Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling

banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara.

Nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Reaksi

pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan

adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO.

Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi pembentukan NO2 akan berjalan lebih

lambat. Selain itu, kecepatan reaksi pembentukan NO2 juga dipengaruhi oleh

konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO

bertambah menjadi dua kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun,

jika konsentrasi NO berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi

seperempat (Fardiaz, 1992).

Nitrogen monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit

larut di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebih besar daripada

NO2. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di

udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak

oksigen membentuk NO2 (Depkes).

Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi

dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang

pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan

sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil

pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004).

8

Page 9: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Selain itu, kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari

tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari

perhitungan kecepatan emisi NOx diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di

atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini bersifat

akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan

asam (Wardhana, 2004).

2.4.3. Belerang Oksida (SOx)

Ada dua macam gas belerang oksida (SOx), yaitu SO2 dan SO3. Gas SO2 berbau

tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 sangat reaktif. Konsentrasi SO2 di

udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya berkisar

antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak SO2

daripada SO3. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara

pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004)..

Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2

dan hanya 1-2% saja sebagai SO3. Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber

alamiah maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan

bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan

akan menghasilkan H2S yang akan berubah menjadi SO2. Sedangkan sumber SO2

buatan yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang

mengandung sulfur tinggi (Mulia, 2005).

Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal

ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya

tembaga (CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS).

Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk

mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan

kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk

menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam

akhirnya. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam

industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes).

2.4.4. Hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas,

cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka

molekul HC cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur

dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan

membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap

yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).

9

Page 10: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Sumber HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan

limbah padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara

langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran udara

oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NOx), maka akan terbentuk

Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen.

2.4.5. Partikel

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan

atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit

sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005).

Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik

dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1

mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di

udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan

masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel pada umumnya

mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan

bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya (Depkes).

Berbagai proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer,

misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia

juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel-partikel debu

dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari

proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang

utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti oleh proses-proses

industri (Fardiaz, 1992).

2.5. Ruang Terbuka Hijau

Pengertian ruang terbuka hijau, (1) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai

tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon

(tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang

mempunyai ukuan, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan

apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial

woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan

lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai

tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang

fungsi ruang terbuka hijau yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995).

10

Page 11: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open

spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi

(endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang

dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan,

dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

2.5.1. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pasal 29

ayat 2, ruang terbuka hijau yang ideal paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Ruang

terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik.

Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan

standar-standar yang ada.

RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara

fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti

dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga

kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk

fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan

penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi

dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan,

rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam

pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual

(kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak

langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan.

Konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.

2.5.2. Hubungan Fotosintesis, Intensitas Cahaya dan Laju Serapan Karbon dioksida

Fotosintesis pada tanaman merupakan suatu proses dimana organisme

hidup mengkonversi energi cahaya menjadi energi kimia berupa molekul organik.

Proses ini membutuhkan energi matahari untuk menyediakan energi pada reaksi kompleks

fisika-kimia dari organisme hidup tersebut (Lawlor, 1993). Fotosintesis oleh tumbuhan

hijau merupakan proses kimia yang paling penting di bumi dan paling sensitif terhadap

polutan udara. Proses ini menghasilkan gula dari karbondioksida air dengan bantuan

cahaya, dengan oksigen yang dihasilkan sebagai produk samping (Treshow, 1989).

Tumbuhan memerlukan cahaya sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis.

11

Page 12: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Selama siang hari ada sejumlah tertentu sinaran gelombang pendek yang tiba

pada permukaan bumi. Jumlah itu bergantung pada garis lintang, musim, waktu sehari-

harinya, dan derajat keberawanan. Dengan demikian tidak ada awan dan atmosfer benar-

benar cerah, jumlah sinaran yang diperkirakan disajikan dalam Tabel 2.4 (Wilson, 1993

dalam Ratri Adiastari, 2010).

Tabel 2.4. Nilai Angot fluks sinaran gelombang pendek pada tepi luar atmosfer dalam

kal/cm2/hari sebagai fungsi bulan dalam tahun dan garis lintang

Garis

lintang

(derajat)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Tahun

U 90 0 0 55 518 903 1077 944 605 136 0 0 0 3540

80 0 3 143 518 875 1060 930 600 219 17 0 0 3660

60 86 234 424 687 866 983 892 714 494 258 113 55 4850

40 358 538 663 847 930 1001 941 843 719 528 397 318 6750

20 631 795 821 914 912 947 912 887 856 740 666 599 8070

khatulistiwa 844 963 878 876 803 803 792 820 891 866 873 829 8540

20 970 1020 832 737 608 580 588 680 820 892 986 978 8070

40 998 963 686 515 358 308 333 453 648 817 994 1033 6750

60 947 802 459 240 95 50 77 187 403 648 920 1013 4850

80 981 649 181 9 0 0 0 0 113 459 917 1094 3660

S 90 995 656 92 0 0 0 0 0 30 447 932 1110 3540

Sumber: Wilson, 1993 dalam Ratri Adiastari (2010)

Selain cahaya matahari, fotosintesis juga dipengaruhi oleh laju serapan CO2, hal

ini menunjukkan besarnya kemampuan serapan per satuan waktu per satuan luas daun.

Berdasarkan hasil penelitian Pentury (2003), pola hubungan antara laju serapan dan

luas tajuk tanaman bias dimodelkan dengan formulasi matematika:

S = 0,2278 e(0,0048 . I)

Dimana,

S : laju serapan CO2 per satuan luas

I : intensitas cahaya

E : bilangan pokok logaritma natural

0,0048 : Koefisien intensitas cahaya

0,2278 : Konstanta penjumlahan

12

Page 13: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

2.5.3. Tumbuhan Sebagai Penyerap Gas Karbon Dioksida

Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota,

hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi

untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat dan oksigen.

Proses kimia pembentukan karbohidrat dan oksigen adalah 6 CO2 + 6 H2O + Energi dan

klorofil menjadi C6H12O6 + 6 O2 (Abdillah, 2006).

Penyerapan karbon dioksida oleh ruang terbuka hijau dengan jumlah 10.000 pohon

berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per

tahun(Simpson dan McPherson, 1999). Penanaman pohon menghasilkan absorbs karbon

dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat

vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada RTH yang dikelola

dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian

sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau

mengalami pembusukan (IPCC, 1995).

Kemampuan tanaman dalam menyerap gas karbon dioksida bermacam-macam.

Menurut Prasetyo et all. (2002) hutan yang mempunyai berbagai macam tipe penutupan

vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap karbon dioksida yang berbeda.

Tipe penutupan vegetasi tersebut berupa pohon, semak belukar, padang rumput, sawah.

Daya serap berbagai macam tipe vegetasi terhadap karbon dioksida dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Tabel 4. Cadangan Karbon Dan Daya Serap Gas CO2 Berbagai Tipe Penutup Vegetasi

No. Tipe PenutupanDaya serap gas CO2

(kg/ha/jam)

Daya Serap gas CO2

(ton/ha/th)

1 Pohon 129,92 569,07

2 Semak Belukar 12,56 55

3 Padang Rumput 2,74 12

4 Sawah 2,74 12

Sumber: Prasetyo et all. (2002) dalam Tinambunan (2006)

III. METODOLOGI KAJIAN

III.1. Jenis Penelitian

Jenis kajian ini adalah kajian yang bersifat deskriptif dan comparation

(perbandingan) untuk mengetahui gambaran perbandingan kualitas udara eksisting

apakah sudah memenuhi sesuai dengan standar baku mutu yang sudah ditentukan

serta melakukan perhitungan kemampuan serap terhadap emisi CO berdasarkan

13

Page 14: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdapat pada masing-masing lokasi. Untuk

kualitas udara akan digunakan baku mutu menurut Peraturan Pemerintah No 41

Tahun 1999 tentang tingkat pencemaran udara dan Keputusan Kepala Badan

Pengendal ian Dampak L ingkungan No. 107 Tahun 1997 tentang Pedoman

Teknik Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar

Pencemaran Udara.

III.2. Waktu dan Lokasi

Kegiatan pemantauan yang dilakukan pada Bulan September, Oktober

dan November 2007 dan Ti t ik pemantauan selanjutnya di tetapkan

koordinatnya dengan bantuan alat bantu Geogrophycal Positioning System (GPS). Data

koordinat titik pemantauan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 3.1.

Pemantauan kualitas udara yang dilakukan pada tiga Lokasi yaitu di Kota

Pangkalpinang, Sungailiat dan Tanjungpandan seperti pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1. Lokasi Pengambilan Contoh Udara

Stasiun Lintang Selatan Bujur TimurLokasi Pengambilan

SampelKeterangan

PangkalpinangA.1 02°07'38,5" 106°06'40,0" Gedung Nasional. X1 : Pemukiman

X2:Padat

Transportasi

A.2 02°07'53,1" 106°06'48,5" Pos Polisi PasarBertingkat

SungailiatB.1 01°51'51,1" 106°06'44," Kampung JawaB.2 01°51'41,7" 106°07'03,1" Terminal Bis

TanjungpandanC.1 02°44'05,2" 107°37'51,6" Kelurahan ParitC.2 02°44'30,6" 107°37'46,5" Simpang Lima

Sumber : BLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

III.3. Data Kajian

Dalam melakukan kajian, pengumpulan data hanya dilakukan pada data sekunder

untuk bahan evaluasi dan analisa yang didapat dengan melakukan klarifikasi ke dinas atau

instansi terkait. Secara umum data sekunder yang diperlukan dalam kajian ini terdiri dari:

1. Data kualitas udara di Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan.

2. Data luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pangkalpinang, Sungailiat, dan

Tanjungpandan.

3. Literatur

- Peraturan-Peraturan (Undang-undang, Perpres, Permen, dan NSPM)

- Buku dan Artikel

- Internet

14

Page 15: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

I I I .4. Peralatan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan sample udara ini

disesuaikan kebutuhan parameter udara yang diperlukan. Alat ini merupakan

sarana pendukung yang digunakan dalam pengambilan maupun penanganan

sample. Berikut ini adalah tabel standar uj i yang digunakan untuk 5

parameter dasar udara beserta alat yang diperlukan sepert i pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Tabel Standar Uji

No. Standar Acuan Keterangan

1. SNI 19-7119.3-2005 Udara ambien-bagian 3: Cara uji partikel tersuspensi

total menggunakan peralatan high volume air

sampler (HVAS) dengan metoda gravimetri

2. SNI 19-7119.7-2005 Udara ambien-bagian 7: Cara uji kadar sulfur

dioksida (SO2) dengan metode pararosani l in

menggunakan spekt ro fo tometer

3 . SNI 19-4845-1998 Metode pengujian kandungan gas CO di udara

dengan

4. SNI 19-7119.2-2005 Udara ambien-bagian 7: Cara uji kadar nitrogen

dioksida (NO2) dengan metoda Gr iess Sal tzman

menggunakan spektrofotometer

5 . SNI 19-7119.8-2005 Udara ambien-bagian 7: Cara uji kadar oksidan

dengan metode n e u t r a l b u f f e r k a l i u m

i o d i d a ( N B K I ) m e n g g u n a k a n

spektrofotometer.

Sumber : BLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

III.5. Teknik Pengambilan Data

Seperti penjelasan sebelumnya bahwa data yang dikumpulkan merupakan

data sekunder dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung. Pengumpulan data kualitas udara meliputi parameter NOx,

SOx, CO, HC, TSP dan Timbal, seperti yang terdapat pada Tabel 3.3.

15

Page 16: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Tabel 3.3. Parameter Kualitas Udara yang dipantau.

No Parameter Polutan Waktu Pengukuran Satuan

1 Nitrogen Dioksida (NO2) 1 jam µg/Nm3

2 Sulfur Dioksida (SO2) 1 jam µg/Nm3

3 Karbon Monoksida (CO) 1 jam µg/Nm3

4 Hidrokarbon (HC) 3 jam µg/Nm3

5 TSP (debu) 3 jam µg/Nm3

6 Timbal (Pb) 3 jam µg/Nm3

III.6. Tahapan Kajian

a. Melakukan pendekatan dan identifikasi terhadap objek kajian.

b. Mengumpulkan data sekunder untuk bahan evaluasi dan analisa yang didapat dengan

melakukan klarifikasi ke dinas atau instansi terkait.

c. Mendeskripsikan dan mengevaluasi eksisting di lapangan, serta, menganalisis dan

melakukan perhitungan berdasarkan data sekunder sesuai dengan standar baku

mutu kualitas udara menurut PPRI No.41/1999.

d. Menyimpulkan dan merekomendasikan berdasarkan permasalahan yang terjadi yang

berupa implementasi kebijakan dan program terkait dalam pengetolaan kualitas

lingkungan dan pencemaran udara.

IV. DESKRIPSI WILAYAH STUDI

4.1. Letak Geografi dan Luas Wilayah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 ° 50'

sampai 109° 30' Bujur Timur dan 0 ° 50' sampai 4° 10' Lintang Selatan, dengan

batas-batas wilayah sebagai berikut :

Disebelah Barat dengan Selat Bangka,

Disebelah Timur dengan Selat Karimata,

Disebelah Utara dengan Laut Natuna.

Disebelah Selatan dengan Laut Jawa,

Wilayah Provinsi Keputauan Bangka Belitung terbagi menjadi wilayah

daratan dan wilayah laut dengan total luas wilayah mencapai 81.725,14 km 2. Luas

daratan lebih kurang 16. 424,14 km2 atau 20,10 persen dari total wilayah dan luas

16

Page 17: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

laut kurang lebih 65.301 km 2 atau 79,9 persen dari total wi layah Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Wilayah daratan terbagi dalam 6 kabupaten dan 1

kota, yaitu Kabupaten Bangka dengan luas wilayah 2.950,68 km 2; Kabupaten

Bangka Barat dengan Luas 2.820,61km2; Kabupaten Bangka Tengah dengan luas

2.155,77 km2; Kabupaten Bangka Selatan dengan Was wilayah 3.607,08 km 2;

Kabupateh Belitung luas wilayah 2.293,69 km2; Belitung Timur 2.506,91 km2 dan

Kota Pangkalpinang dengan luas wilayah 89,40 km2.

Sumber : RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Gambar 4.1. Peta Administrasi Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

3.2. Kondisi Iklim

Iklim di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selalu bervariasi tiap tahunnya.

Selain itu pengaruh lingkungan laut yang lebih besar memberikan pola iklim sedikit

ekstrim untuk kawasan bagian timur provinsi kepulauan ini. Secara umum iklim di

setiap wilayah kawasan ini relatif hampir sama.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki iklim tropis. Hal ini

mempengaruhi tingginya curah hujan. Berdasarkan data curah hujan (BPS Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung, 2006), maka provinsi Kepulauan Bangka Belitung

memiliki curah hujan rata-rata bulanan > 100 mm. Sementara keadaan angin

menunjukkan rata-rata pada bulan November - April angin bertiup dari Barat Daya

dengan angin terkuat pada bulan Januari dan Desember. Sedangkan pada bulan

Mei - Oktober arah angin dari Timur Tenggara dengan keadaan angin sedang.

Berdasarkan pengamatan stasiun Meteorologi Pangkalpinang tahun 2006,

rata-rata tekanan udara, suhu, ketembaban dan penyinaran matahari di

17

Page 18: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

kawasan ini adatah seperti Tabel 4.1.

Bangka-Belitung mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah

hujan bulanan pada tahun 2006 berkisar antara 86,6 mm - 421,0 mm dengan

jumlah hari hujan antara 11 - 30 hari setiap bulannya. Curah hujan tertinggi pada

tahun 2001 jatuh pada bulan Januari (Tabel 4.2). Rata-rata temperatur udara

antara 21,8 °C - 32,1 °C, dengan kelernbaban udara bervariasi antara 82 persen

sampai 91 persen dan tekanan udara antara 1.008,4 mb - 1.010,5 mb.

Tabel 4.1. Tekanan Udara, Suhu Udara, Kelembaban Tahun 2006

No BulanTekanan

Udara(MBS)

Suhu Udara (°C) Kelem-baban (%)Maks Min Rataan

1 Januari 1.008,7 30,0 23,1 25,8 88

2 Februari 1.008,8 30,4 23,2 26,3 85

3 Maret 1.009,0 31,2 23,2 26,6 83

4 April 1.008,9 31,4 23,2 26,7 85

5 Mei 1.009,1 31,8 23,6 26,5 83

6 Juni 1.009,2 31,1 23,5 26,9 837 Juti 1.009,3 31,6 24,0 27,3 79

8 Agustus 1.009,7 31,6 24,1 27,2 80

9 September 1.009,7 31,6 24,0 27,4 8010 Oktober 1.009,5 31,4 23,2 26,6 85

11 November 1.009,7 30,6 23,4 26,3 87

12 Desember 1.010,8 29,9 23,1 26,0 88Sumber: BPS Bangka-Belitung, 2006

Tabel 4.2. Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Arah dan Kecepatan Angin Tahun

2006

No BulanCurahHujan(mm)

HariHujan(Hari)

Rata-rataKec. Angin

(knots)

Arah AnginTerbanyak

Kec AnginMaksimum

(knots)

ArahAngin

1 Januari 592,9 26 2,0 Utara 17 Utara2 Februari 145,3 16 3,0 Utara 15 Utara3 Maret 218,2 24 2,3 Utara 16 Barat4 April 396,4 25 2,2 Barat 12 Timur5 Mei 185,2 19 2,7 Selatan 13 Timur6 Juni 165,6 18 2,8 Selatan 16 Selatan7 Juli 263,3 12 4,4 Tenggara 15 Selatan8 Agustus 247,8 14 4,1 Tenggara 16 Timur9 Septembe

r63,1) 15 3,6 Timur 15 Tenggara

10 Oktober 297,1 22 2,1 Selatan 12 Timur11 November 274,8 26 1,6 Barat 17 Selatan12 Desember 308,3 25 2,1 Utara 16 Utara

18

Page 19: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Sumber: Bangka Belitung Dalam Angka, 2006

Secara umum perubahan suhu udara tidak begitu berpengaruh terhadap curah

hujan dan jumlah hari hujan. Pola curah hujan dan hari hujan di Pulau Bangka

dan dan di Pulau Belitung hampir sama, dimana curah hujan tinggi saat musim

barat (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Kondisi Suhu Udara Rata-Rata, Curah Hujan, dan Hari Hujan 2006

No BulanSuhu Udara (°C) Hujan

Maks. Min. Rataan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (Hari)

1 Januari 29,3 23,4 25,6 114,3 242 Februari 30,2 23,3 25,9 172,4 173 Maret 30,6 23,3 26,1 274,4 234 April 30,6 23,2 25,9 268,9 245 Mei 32,1 23,3 26,4 202,2 226 Juni 30,8 22,4 25,8 289,2 227 Juli 31,8 22,8 26,4 86,6 118 Agustus 31,8 21,8 25,7 257,5 159 September 31,7 22,9 26,3 137,5 12

10 Oktober 30,9 22,9 26,1 421,0 2511 November 29,9 23,2 25,8 326,4 3012 Desember 30,4 23,4 25,9 274,0 29

Sumber: Bangka Belitung Dalam Angka, 2006

Tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan September dan

terendah pada bulan November. Kelembaban udara rata-rata tertinggi juga

terjadi pada saat curah hujan tinggi seperti pada bulan November, Desember, dan

Januari. Pada bulan-bulan ini angin bergerak dari Laut Cina Selatan menuju

Sumatera bagian Timur yang membawa banyak uap air.

Tabel 4.4. Tekanan Udara, Angin dan Kelembaban Udara Tahun 2006

No BulanTekanan UdaraRata-rata (mbs)

Kelembaban UdaraRata-rata (%)

Kec Angin(km/jam)

Arah Angin(derajat)

1 Januari 1.009,2 91 12 3002 Februari 1.009,2 88 11 3003 Maret 1.009,3 88 11 3004 April 1.009,0 91 9 2005 Mei 1.09,7 88 9 1206 Juni 1.009,6 88 11 1207 Jun 1.009,4 83 12 1208 Agustus 1.010,2 84 12 1209 September 1.010,5 82 14 120

10 Oktober 1.009,8 90 11 180

19

Page 20: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

11 November 1.008,4 91 11 27012 Desember 1.009,2 91 11 300

Sumber: BPS Bangka-Belitung, 2006

V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pemantauan kualitas Udara di Provinsi Kepualauan BangkaBelitung dilakukan

pada Bulan September sampai November 2007 yang dllakukan secara langsung (in

situ) oleh Dinas BLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk beberapa parameter fisik,

sedangkan yang lainnya di analisis dilaboratorium. Hasil pengukuran di lapangan dan

hasil analisis contoh di laboratoriurn terhadap beberapa paramater kualitas udara

yang selanjutnya dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Udara berdasarkan PP RI

Nomor 41 Tahun 1999.

5.1. Kualitas Udara

Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa parameter kualitas udara di

Kota Pangkatpinang, Sungailiat dan Tanjungpandan, selama pemantauan

ditemukan bahwa kandungan partikel debu (TSP), Sulfur Oksida (S0 2), Karbon

Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrocarbon (HC), dan Timbal (Pb);

masih dibawah ambang baku mutu berdasarkan PP RI NO 41 Tahun 1999.

Hasil pemantauan kualitas udara selengkapnya disajikan pada tabel 5.1.

Sedangkan standar baku mutu kualitas udara menurut PPRI No.41/1999 dan

ditampilkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.1. Hasil Pemantauan Kualitas Udara

ParameterAnalisis

Sat.Pangkalpinang Sungailiat Belitung

1 2 1 2 1 2

FISIKA

Suhu udara °C 31.6 34.8 31.6 31 30.15 32.75

Arah angin - Barat Barat Timur Timur Barat

Laut

Barat Laut

Kecepatan angin knot 3.05 1.15 1.2 1.35 1.75 1.4

Kelembaban

udara

% 70.15 59.8 66.45 85.9 70.25 63.35

Partikel Debu

(TSP)mg/m) 92.61 69.71 78.41 73.46 69.81 93.68

KIMIA

Sulfur Dioksida

(502)

µg/Nm3 0.123 0.128 0.121 0.13 0.124 0.124

Karbon Monoksida

(CO)

µg/Nm3

41.66 19.96 23.74 17.36 31.18 31.41

Nitrogen Dioksida

(NO2)

µg/Nm3 23.74 18.88 12.22 17.22 19.44 24.81

Hidrokarbon (HC) µg/Nm3 33.25 31.8 23.6 21.1 16.7 46.25

20

Page 21: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Timbal (Pb) µg/Nm3 0.0605 0.0905 0.050 0.120 0.074 0.127

Keterangan: 1 = Kawasan Permukiman padat, 2 = Kawasan Lalulintas padat, (nilai dalam rata-rata)

Sumber: BLHD Provinsi Kep.Bangka Belitung, 2007

Tabel 5.2. Standar Baku Mutu Kualitas Udara

No Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu

1SO2

( Sulfur Dioksida )

1 Jam

24 Jam

1 Thn

900 µg /Nm3

365 µg /Nm3

60 µg/ Nm3

2CO

( Karbon Monoksida )

1 Jam

24 Jam

1 Thn

30.000 µg/Nm3

10.000 µg/Nm3

3NO2

( Nitrogen Dioksida )

1 Jam

24 Jam

1 Thn

400 µg / Nm3

150 µg / Nm3

100 ìg / Nm3

4O3

( Oksida )

1 Jam

1 Thn

235 µg / Nm3

50 µg / Nm3

5HC

( Hidro Karbon )3 Jam 160 µg / Nm3

6PM10

( Partikel < 10 mm )24 Jam 150 µg / Nm3

PM2,5 (*)

( Partikel < 2.5 mm )

24 Jam

1 Thn

65 µg / Nm3

15 µg / Nm3

7TSP

( Debu )

24 Jam

1 Thn

230 µg/Nm3 90

µg/Nm3

8Pb

( Timah Hitam )

24 Jam

1 Thn

2 µg/Nm3

1 µg/Nm3

Sumber : PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Hal yang menarik untuk diamati adalah nilai hasil analisa terhadap

parameter pencemaran udara di Kota Pangkalpinang menunjukkan lebih tinggi

dibandingkan dengan 2 kota lainnya, yaitu Kota Sungailiat dan Tanjungpandan. Nilai

analisa pencemar udara terendah adalah Kota Sungailiat. Kondisi ini adalah

konsekuensi logis dari kondisi kota yang berbeda. Kota Pangkalpinang sebagai

21

Page 22: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Ibukota Provinsi memang menunjukkan aktivitas masyarakat yang tebih tinggi

dibanding 2 kota lainnya, sedangkan Kota Sungailiat dan Tanujungpandan

merupakan kota yang memiliki aktivitas masyarakat rendah.

Selain kondisi aktivitas masyarakat yang erat kaitannya adalah dengan

penggunaan energi bahan bakar minyak sebagai sumber utama pencemaran

udara di wilayah kota, kondisi topografi, bentang alam dan kawasan hijau kota

menentukan pula besarnya tingkat pencemaran udara. Kota Tanjungpandan dan

Sungailiat menunjukkan tingkat aktivitas masyarakat yang hampir sama tetapi

memiliki nilai hasil pengukuran yang lebih tinggi di Tanjungpandan. Bila dikaitkan

dengan kondisi topografi, bentang alam dan kawasan hijau kota, dimana Kota

Sungailiat adalah kota yang memiliki topografi berbukit dengan kawasan kota yang jauh

lebih baik serta bentang alam yang masih didominasi ruang terbuka hijau

dibandingkan dengan Kota Tanjungpandan, maka sangatlah wajar bila Kota

Sungailiat menunjukkan nilai hasil pengamatan yang lebih rendah.

Kondisi tersebut di atas dapat dilihat pula dari nilai pengukuran suhu udara,

dimana pada Kota Pangkalpinang Lokasi Pemantauan di Pos Polisi Pasar

Bertingkat yang merupakan kawasan padat lalulintas, menunjukan nilai yang paling

tinggi, yaitu 36.6 'C pada jam pengamatan 12.30 W1B. Sedangkan di Kota

Sungailiat dan Tanjungpandan ni la i pengamatan suhu udara ter t inggi

berada di lokasi permukiman padat, yaitu 33.6 'C pada jam pengamatan 15.00

WIB di Sungailiat, dan 33.3 'C pada jam pengamatan 10.40 WIB di Tanjungpandan.

5.2. Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dalam Menyerap Emisi Karbon Di

Provinsi Kep. Bangka Belitung

5.2.1. Perhitungan Serapan Emisi Karbon dengan Menggunakan Luas Taman/Jalur

Hijau

Dengan diketahuinya jumlah emisi karbon pada lokasi-lokasi tersebut, dpat kita

lakukan perhitungan jumlah serapan emisi karbon terhadap Ruang Terbuka Hijau yang

terdapat pada lokasi pemantauan. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah emisi

karbon yang mampu diserap oleh Ruang Terbuka hijau di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung. Langkah-langkah perhitungan emisi karbon ini adalah:

1. Menentukan intensitas cahaya yang terdapat pada tabel 2.4. Intensitas yang

digunakan harus sesuai dengan kondisi iklim di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Karena Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beriklim tropis maka intensitas cahaya

yang digunakan adalah intensitas cahaya garis lintang khatulistiwa. Berikut ini intensitas

22

Page 23: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

per bulan yang digunakan dalam perhitungan.

Tabel 5.3. Intensitas Cahaya

BulanIntensitas Cahaya

(Kal/cm2/hari)Intensitas Cahaya

(Watt/m2)

Januari 844 409.34

Februari 963 467.06

Maret 878 425.83

April 876 424.86

Mei 803 389.46

Juni 803 389.46

Juli 792 384.12

Agustus 820 397.70

September 891 432.14

Oktober 866 420.01

November 873 423.41

Desember 829 402.07

Sumber : Hasil perhitungan

Dari nilai intensitas tersebut, satuan dikonversi menjadi watt/m2, dimana 1kal/cm2/hari

sama dengan 0,485 watt/m2. (Ratri Adiastari ,2010).

2. Dari data intensitas penyinaran matahari tersebut, dapat dihitung laju serapan

CO2 berdasarkan hasil penelitian Pentury (2003). Yaitu dengan formulasi matematika:

S = 0,2278 e(0,0048 . I)

Dimana

S : laju serapan CO2 per satuan luas

I : intensitas cahaya

E : bilangan pokok logaritma natural

0,0048 : Koefisien intensitas cahaya

0,2278 : Konstanta penjumlahan

23

Page 24: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Tabel 5.4. Perhitungan Laju Serapan CO (µg/cm2/menit)

BulanIntensitas Cahaya

(Watt/m2)Laju Serapan CO2

(µg/cm2/menit)

Januari 409.34 1.63

Februari 467.06 2.14

Maret 425.83 1.76

April 424.86 1.75

Mei 389.46 1.48

Juni 389.46 1.48

Juli 384.12 1.44

Agustus 397.70 1.54

September 432.14 1.81

Oktober 420.01 1.71

November 423.41 1.74

Desember 402.07 1.57

Total 4965.43 20.04

Sumber: Hasil Perhitungan

Untuk laju serapan karbon dalam µg/m2/th dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Perhitungan laju serapan CO2 (µg/m2/th)

BulanIntensitas Cahaya

(Watt/m2)Laju Serapan CO2

(µg/cm2/menit)Laju Serapan CO2

(µg/m2/thn)

Januari 409.34 1.63 8.54 x 109

Februari 467.06 2.14 11.3 x 109

Maret 425.83 1.76 9.24 x 109

April 424.86 1.75 9.2 x 109

Mei 389.46 1.48 7.76 x 109

Juni 389.46 1.48 7.76 x 109

Juli 384.12 1.44 7.57 x 109

Agustus 397.70 1.54 8.08 x 109

September 432.14 1.81 9.53 x 109

Oktober 420.01 1.71 8.99 x 109

November 423.41 1.74 9.14 x 109

Desember 402.07 1.57 8.25 x 109

24

Page 25: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Total 4965.43 20.04 105.33 x 109

Sumber: Hasil Perhitungan

3. Setelah didapatkan nilai laju serapan karbon dioksida, maka dapat dihitung

kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas RTH di Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung (Tabel 5.6). Untuk menghitung kemampuan serapan Ruang

Terbuka Hijau adalah dengan cara mengalikan laju serapan CO dengan luas

Ruang Terbuka Hijau pada masing-masing lokasi (Tabel 5.7)

Tabel 5.6. Luas Ruang Terbuka Hijau pada Lokasi Kajian

No WilayahLuas Wilayah

(Km2)Luas RTH (Km2) Luas RTH (m2)

1 Pangkalpinang 89.4 8.493 8493000

2 Sungailiat 147.985 13.17 13170665

3 Tanjungpandan 378.45 25.91 25910000

Sumber: BLHD Provinsi Kep. Bangka Belitung

Tabel 5.7. Perhitungan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau menyerap CO

No WilayahLuas RTH

(m2)Laju Serapan

CO2 (µg/m2/thn)Total Daya Serap RTH (µg/tahun)

Total Daya Serap RTH (ton/tahun)

1 Pangkalpinang 8493000 105.33 x 109 8.95 x 1017 8.95 x 105

2 Sungailiat 13170665 105.33 x 109 13.87 x 1017 13.87 x 105

3 Tanjungpandan 25910000 105.33 x 109 27.29 x 1017 27.29 x 105

TOTAL 47573665 TOTAL 50.11 x 105

Sumber: Hasil Perhitungan

25

Page 26: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Gambar 5.1. Grafik Daya Serap RTH (ton/tahun)

Dari tabel diatas diketahui bahwa kemampuan taman/jalur hijau menyerap emisi

karbon di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebesar 5011085,582 ton/th dan

kemampuan serapan Ruang Terbuka Hijau diatas dapat dibagi menjadi dua, yaitu

kemampuan serapan tinggi yaitu terdapat di wilayah Tanjungpandan Belitung, serta

kemampuan serapan rendah yang terdapat di wilayah Pangkalpinang.

4. Dari hasil perhitungan, kemudian dilakukan perbandingan antara jumlah emisi yang

dihasilkan pada masing- masing lokasi dengan kemampuan serapan emisi karbon per

tahun seperti pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Perbandingan Jumlah Emisi yang dihasilkan dengan laju serapan µg/Nm2/ tahun

Parameter

AnalisisSat.

Perbandingan Karbon Monoksida (CO)

Jumlah Emisi

Hasil Pemantauan

Daya Serap

(Hasil Perhitungan)

Pangkalpinang

µg/Nm2/

tahun

364941.6

105.33 x 109Sungailiat 207962.4

Belitung 275151.6

Sumber : Hasil Perhitungan

Apabila dilakukan analisa perbandingan, maka dapat dilihat nilai laju serapan pada

luas Ruang Terbuka Hijau lebih besar daripada jumlah emisi yang dihasilkan pada masing-

masing lokasi, jadi RTH yang ada mempunyai kemampuan yang baik dalam menyerap emisi

karbon, dan peningkatan suhu rata-rata yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

bukan disebabkan meningkatnya jumlah emisi karbon, tetapi dapat disebabkan oleh faktor

lain. Faktor lain tersebut menurut Prof.Sampurno (2001) antara lain:

1. Faktor Manusia (Populasi dan perubahan fungsi lahan).

2. Variasi perputaran bumi dan berubahnya sumbu bumi.

3. Faktor geologi.

- Proses Endogen (proses dari dalam bumi) : gempa, gunung berapi.

- Proses Eksogen (proses di luar bumi) : matahari, curah hujan.

26

Page 27: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

5.3. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Pengelolaan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didasari kepada visi

"Terwujudnya Negeri Serumpun Sebalai yang Sejahtera melalui kelestarian

lingkungan dengan memberdayakan potensi sumberdaya alam secara arif dan

bijaksana". Visi ini dijabarkan kedalam beberapa misi pengelolaan lingkungan

sebagai berikut:

1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan

2. Meningkatkan kesadaran dan penegakan hukum serta kepedulian

masyarakat terhadap lingkungan

3. Meningkatkan kelestarian sumberdaya alam dan pemberdayaan masyarakat sebagai

upaya penyelamatan lingkungan.

4. Meningkatkan upaya pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dengan

berWawasan lingkungan

5. Meningkatkan keterpaduan dan keselarasan antar pemerintah kabupaten/kota

dalam pengelolaan sumberdaya Mani dan lingkungan hidup.

6. Menetapkan teknologi yang ramah lingkungan dan penggunaan indikator lingkungan

untuk mencapai keberhasilan pengelolaan sumberdaya atam dan lingkungan hidup.

Arahan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung diarahkan untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam yang

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan

Hidup No. 45 tahun 1997, kondisi masih termasuk dalam kategori ”Baik” dengan

penjelasan bahwa Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan

manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai

estetika, sedangkan untuk parameter kualitas udara ambient, dibandingkan dengan

Baku Mutu Kualitar Udara berdasarkan PP RI Nomor 41 Tahun 1999, kualitas

udara di lokasi pemantauan secara umum masih tergolong baik.

27

Page 28: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

2. Dari hasil perhitungan kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas Ruang

Terbuka Hijau di masing-masing lokasi, dengan daya serap sebesar 5011085,582

ton/th, dan nilai laju serapan pada luas Ruang Terbuka Hijau lebih besar daripada

jumlah emisi yang dihasilkan pada masing-masing lokasi sehingga luas RTH yang ada

masih mencukupi terhadap jumlah emisi karbon yang dihasilkan.

6.2. Rekomendasi Kebijakan

Pengelolaan kualitas udara diperlukan untuk terus memantau perubahan

iklim mikro yang terjadi, yang juga dapat berdampak pada perubahan iklim makro.

Untuk itu rekomendasi kebijakan yang dipertukan adalah.

1. Monitoring kualitas udara secara kontinu

2. Menyusun kebijakan perlindungan lingkungan untuk mengurangi efek

pencemaran udara dengan mengembangkan taman-taman kota di yang

tujuannya dapat mengikat CO2 untuk dikembalikan menjadi 02.

3. Melakukan tindakan pada proses emisi gas buang dan kegiatan yang

menyebabkan terjadinya pencemaran udara ataupun kopensasi bagi

perusahaan atau setiap kegiatan yang mampu mengendalikan efek

pencemaran.

4. Didalam ICCSR (2010), telah dijelaskan 3 (tiga) strategi utama yang perlu dilakukan

serta instrumen yang dapat diterapkan dalam rangka pengurangan emisi karbon dari

sektor transportasi adalah sebagai berikut:

- Strategi 1 Pengurangan/Penghindaran (Reduce/Avoid)

(1) Sistem penataan ruang terpadu dengan sistem transportasi

(2) Penerapan sistem logistik modern

(3) Perilaku perjalanan (travel demand management)

- Strategi 2 Pengalihan (Shift)

(1) Penyediaan prasarana dan sarana transportasi publik yang handal

(2) Penerapan sistem Non Motorized Transportation

(3) Kampanye publik dan edukasi masyarakat

(4) Penerapan pajak kemacetan

(5) Manajemen perparkiran

- Strategi 3 Peningkatan Sistem Eksisting (Improve)

(1) Penggunaan bahan bakar nonpolutif (gas, listrik, dsb)

28

Page 29: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

(2) Kontrol emisi yang ketat (pemeriksaan rutin & wajib)

(3) Penerapan sistem “Smart Traffic” untuk kelancaran arus lalu lintas

(4) Pelatihan mengenai praktek berkendara yan baik (Smart Driving)

(5) Penerapan sistem “Smart Traffic” untuk kelancaran arus lalu lintas

(6) Penerapan pajak kendaraan dan pajak jalan (road pricing)

(7) Program hari bebas kendaraan (Car Free Days)

5. Keterlibatan seluruh stakeholders dalam menyusun kebijakan pengendalian

pencemaran, sumber pencemar, pelaku penyebab pencemaran, penegakan

aturan dan monitoring dari kebijakan tersebut.

6. Menyusun dan menata kebijakan secara tebih detail tentang pengelolaan

lingkungan, baku mutu udara, dan standar buangan industri dalam suatu tata

kebijakan dan prosedur daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara

Abdillah. 2006. Taman dan Hutan Kota. Penerbit Azka Mulia Media.Jakarta

Gratimah. 2009. Tesis: Analisa Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2

Antropogenik di Pusat kota Medan. Medan: Universitas Sumatra Utara

Ratri Adiastari. 2010. Kajian Mengenai Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dalam

Menyerap Emisi Karbon Di Kota Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November

Surabaya.

IPCC. 1995. Greenhouse gas inventory reference manual. IPCC WGI Technical

Support Unit, Hardley Center, Meteorology Office, London Road, Braknell, RG

122 NY, United Kongdom.

Kementerian Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988

Tentang: Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan

Lawlor, D.W. 1993. Photosynthesis: Molecular, Physiological, and Environmental

Processes. London: Longman Scientific & Technical

Pentury, T. 2003. Disertasi: Konstruksi Model Matematika Tangkapan CO2 pada

Tanaman Hutan Kota. Surabaya: Universitas Airlangga

Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta

Purnomohadi, S. 1995. Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Pengendalian Kualitas Udara

di DKI Jakarta. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

29

Page 30: Kajian Kualitas Udara Dan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (Rth) Dalam Menyerap Emisi Karbon Akibat Lalu Lintas

Treshow, M. dan Franklin K. Anderson. 1989. Plant Stress from Air Pollution. New York:

John Willey & Sons

Fardiaz, S. 1992, Polusi Air dan Udara. Perbit Kanisius. Yogyakarta.

BPS. 2006. Bangka Belitung Dalam Angka 2006.

Slamet, J.S. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi. Yogyakarta.

Soemarwoto, O (1989), Analisis Dampak Lingkungan, Cet. Ke 2, Gajah Mada University

Press, Yogyakarta.

Iskandar, Abubakar. 2000. Kerusakan Lingkungan Diakibatkan oleh Sumber

Transportasi. http://www.kpbb.org. 14 April 2011, pukul 23.00 WIB.

Sudrajad, Agung. 2005. Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan. Inovasi, Vol.5, hal 1-3.

Sampurno. 2001. Pengembangan Kawasan Pantai Kaitannya Dengan Geomorfologi,

Instistut Teknologi Bandung, Bandung

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang No 27 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung

Undang-undang No 5 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka

Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten

Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999 tentang Kual i tas Udara

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar

Pencemar Udara

Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang

30