Top Banner
IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN RUANG 9.1 Pembahasan Umum Kawasan Bandung Utara dengan daya tarik yang tinggi berupa kawasan dengan udara yang nyaman, bentang alam berbukit-bukit dengan ketinggian diatas 750 m dpl, pemandangan yang indah merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk mendirikan rumahnya dikawasan ini. Walaupun daerah ini sudah ditetapkan menjadi kawasan lindung bagi tangkapan air bagi Kota dibawahnya. Pembangunan di Kawasan Bandung Utara saat ini berkembang sangat pesat dan semakin tidak sesuai dengan arah kebijaksanaan tata ruang berdasarkan SK.181.1/SK.1624/Bappeda/1982. Pesatnya perkembangan kawasan ini diperparah dengan tingginya konflik kepentingan dan status kepemilikan tanah yang bermasalah sehingga menyebabkan semakin tidak terkendalinya pembangunan sehingga tidak sesuai dengan peruntukkannya. Pemerintah Daerah Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2009 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara (KBU) dalam pasal 3 disebutkan bertujuan 1) mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang di KBU untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan; 2. mewujudkan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan fauna. Untuk implementasi Perda tersebut dikeluarkan Pergub no 21 tahun 2009. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara (KBU). Didalam Pasal 5 disebutkan bahwa Indeks Konservasi Potensial (IKp) Harus dijadikan dasar penentuan pola ruang dan intensitas pemanfaatan dalam penyusunan tata ruang di Kab dan Kota. Artinya Perda No 1 th 2008 dan Pergub No 21 th 2009 menekankan pentingnya menjaga fungsi hidrologis KBU dan merupakan dasar dalam penentuan pola ruang dan pemanfaatannya. Sedangkan dalam penelitian ini pola pengendalian juga memperhatikan nilai ekonomi kawasan Tahura (TEV) dan kondisi keindahan estetika kawasan sekitar Tahura yang merupakan bagian dari KBU. Sehingga penelitian ini menjadi pelengkap dan masukan bagi pengambil keputusan di Jawa Barat dalam pengendalian dan pemanfaatan ruang.
17

IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

Mar 02, 2019

Download

Documents

hoangdien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN RUANG

9.1 Pembahasan Umum

Kawasan Bandung Utara dengan daya tarik yang tinggi berupa kawasan

dengan udara yang nyaman, bentang alam berbukit-bukit dengan ketinggian

diatas 750 m dpl, pemandangan yang indah merupakan daya tarik bagi

masyarakat untuk mendirikan rumahnya dikawasan ini. Walaupun daerah ini

sudah ditetapkan menjadi kawasan lindung bagi tangkapan air bagi Kota

dibawahnya. Pembangunan di Kawasan Bandung Utara saat ini berkembang

sangat pesat dan semakin tidak sesuai dengan arah kebijaksanaan tata ruang

berdasarkan SK.181.1/SK.1624/Bappeda/1982. Pesatnya perkembangan

kawasan ini diperparah dengan tingginya konflik kepentingan dan status

kepemilikan tanah yang bermasalah sehingga menyebabkan semakin tidak

terkendalinya pembangunan sehingga tidak sesuai dengan peruntukkannya.

Pemerintah Daerah Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor

1 tahun 2009 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung

Utara (KBU) dalam pasal 3 disebutkan bertujuan 1) mewujudkan keseimbangan

pemanfaatan ruang di KBU untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan;

2. mewujudkan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora dan

fauna.

Untuk implementasi Perda tersebut dikeluarkan Pergub no 21 tahun

2009. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat

Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan

Bandung Utara (KBU). Didalam Pasal 5 disebutkan bahwa Indeks Konservasi

Potensial (IKp) Harus dijadikan dasar penentuan pola ruang dan intensitas

pemanfaatan dalam penyusunan tata ruang di Kab dan Kota. Artinya Perda No 1

th 2008 dan Pergub No 21 th 2009 menekankan pentingnya menjaga fungsi

hidrologis KBU dan merupakan dasar dalam penentuan pola ruang dan

pemanfaatannya.

Sedangkan dalam penelitian ini pola pengendalian juga memperhatikan

nilai ekonomi kawasan Tahura (TEV) dan kondisi keindahan estetika kawasan

sekitar Tahura yang merupakan bagian dari KBU. Sehingga penelitian ini menjadi

pelengkap dan masukan bagi pengambil keputusan di Jawa Barat dalam

pengendalian dan pemanfaatan ruang.

Page 2: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

175

Mihalic (2003) menjeaskan dalam teori pertumbuhan, bahwa sebuah

pertumbuhan penduduk akan memberikan tekanan pada sumber daya alam.

Pertumbuhan penduduk menyebabkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan

ruang yang berlebihan (over-utilization) oleh penduduk, pembangunan pada

daerah pedesaan, yang menyebabkan hilangnya kawasan hijau, dan bahkan

menyebabkan perubahan iklim

Karena kawasan ini lintas kabupaten dan kota dimana setiap daerah

dapat mengeluarkan ijin pembangunan di kawasan ini sesuai dengan

pertimbangan daerah itu sendiri tanpa memperhatikan kepentingan yang lebih

besar. Seharusnya setiap kebijakan maupun perijinan yang dikeluarkan pada

kawasan konservasi harus harus mengacu kepada kepentingan fungsi

konservasi kawasan tersebut. Kondisi ini menggambarkan kondisi tidak

berjalannya sistem pengendalian ruang Dimana dalam teori sistem dijelaskan

bahwa kerusakan lingkungan terjadi akibat alokasi sumber daya yang tidak

efisien sebagai dampak dari: (i) kegagalan pasar dan atau (ii) kesalahan

negara/pemerintah Mihalic (2003). Peraturan yang dikeluarkan berjalan sendiri-

sendiri tidak ada koordinasi walaupun sudah ada beberapa aturan yang

dikeluarkan. Seharusnya peraturan dibuat agar mengacu pada aturan yang

menekankan pentingnya arti peran dan fungsi kawasan konservasi seperti

sebagai daerah tangkapan air, terjaganya kanyamanan dan keindahan kawasan

yang manfaat jasa lingkungan tersebut sangat penting bagi kawasan lain

dibawahnya.

Banyak perijinan baru dikeluarkan oleh pemerintah daerah semata untuk

mengejar tingkat pendapatan asli daerah (PAD) semata tanpa melihat

keberlanjutannya dimasa depan. Padahal apabila fungsi dan jasa lingkungan

yang dihasilkan oleh kawasan konservasi Tahura terutama fungsi air yang

terjaga dengan baik, maka debit air yang tersedia akan dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat sekitar, pemanfaatan untuk PLTA dan pemanfaatan untuk

ketersediaan air baku untuk PDAM yang jangkauan pelayanan keduanya

melingkupi Propinsi, Kabupaten dan Kota Bandung. Pemerintah daerah dapat

menarik pajak dari kedua perusahaan tersebut atas manfaat yang mereka terima

dari terjaga baiknya kawasan konservasi.

Kawasan sekitar Tahura Djuanda merupakan wilayah yang memiliki

fungsi konservasi tinggi. Perubahan lahan yang terjadi di kawasan sekitar

Page 3: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

176

konservasi akan berdampak negatif terhadap sistem ekologis kawasan tersebut

sebagai wilayah konservasi yang menyediakan jasa lingkungan khususnya jasa

lingkungan air (hidrologis) bagi masyarakat Kota Bandung. Kecenderungan

perubahan lahan tersebut selain disebabkan oleh faktor kebutuhan perluasan

lahan kota, juga diduga disebabkan oleh posisi kawasan sekitar Tahura Djuanda

yang memiliki keindahan pemandangan (scenic beauty) dan lingkungan alami

yang asri sehingga sangat nyaman sebagai permukiman. Dalam hal ini scenic

beauty dari kawasan yang berbatasan dengan pusat kota dapat memicu

terjadinya urban sprawl.

Perubahan lahan yang semula agraris menjadi non agraris di sekitar

kawasan Tahura Djuanda terkait pula dengan apresiasi masyarakat terhadap

nilai lindung atau konservasi dari kawasan tersebut. Pengabaian terhadap nilai

tersebut mendorong perubahan lahan untuk dimanfaatkan sesuai dengan

kepentingan masyarakat tanpa mempertimbangkan nilai strategis kawasan

tersebut yang menyediakan sejumlah jasa lingkungan yang sangat penting

sebagai penyangga kebutuhan masyarakat khususnya dalam penyediaan jasa

lingkungan hidrologis. Teori perilaku lingkungan menjelaskan keberadaan

kerusakan lingkungan: 1) melalui ketidak-hadiran etika social lingkungan dan 2)

sebagai sebuah produk dari ketidaktahuan manusia. Ketidakhadiran etika sosial

lingkungan merupakan alasan utama atas kerusakan dan degradasi lingkungan.

Istilah ini mengacu pada standar dan prinsip yang mengatur perilaku dari individu

atau kelompok-kelompok individu dalam hubungannya dengan lingkungan (Rue

dan Byars, 1986:71).

Keberadaan Tahura Djuanda memberikan manfaat yang sangat besar

terhadap kehidupan masyarakat sekitar baik dari segi ekologi maupun dari segi

ekonomi dan sosial misalnya sebagai daerah penyangga untuk konservasi air,

pelestarian plasma nutfah, peninggalan sejarah, sumber air irigasi untuk mengairi

sawah dan kebun/ ladang, sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga,

sumber air bersih industri termasuk menggerakkan turbin PLTA, tempat wisata

sehingga mampu menggerakkan perekonomian rakyat sekitar Tahura Djuanda

dan mampu meningkatkan pendapatan asli daerah. Apabila didalam

pemanfaatan tahura ini tidak terpelihara dengan baik, maka potensi yang besar

tersebut akan terancam kelestariannya yang dapat mengganggu perekonomian

masyarakat yang memanfaatkan kawasan sekitar tahura tersebut.

Page 4: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

177

Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Tahura Djuanda memberikan

dampak positif terhadap kehidupan masyarakat di desa penyangga Kawasan

Tahura Djuanda antara lain sebagai kawasan konservasi air (kesinambungan

sumber air) dan ekowisata, penyedia lapangan kerja sehingga mampu

meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar Tahura Djuanda, menjamin

ketersediaan udara segar, menjaga keindahan dan kelestarian sumberdaya

hayati dan ekosistem yang ada di dalamnya, menyerap polusi, tempat menanam

rumput, tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan

erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Masyarakat desa penyangga Tahura Djuanda berharap agar pengelolaan

Tahura Djuanda lebih meningkatkan keterlibatan masyarakat sekitar, sehingga

masyarakat mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk

menjamin keberadaan dan kelestarian Tahura Djuanda Dinas Kehutan Provinsi

Jawa Barat dalam hal ini Balai Pengelola Tahura Djuanda diharapkan

meningkatkan kegiatan sosialisasi tentang pentingnya keberadaan Tahura

Djuanda dan pemberdayaan masyarakat sekitar agar mampu memberikan

manfaat baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya. Masyarakat sekitar

Kawasan Tahura Djuanda merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap

keberadaan Tahura Djuanda.

Dari segi pengunjung bahwa fasilitas di dalam Tahura Djuanda perlu

ditingkatkan dan dipelihara dengan baik, karena sampai saat ini pengunjung

merasakan bahwa kondisi di dalam Tahura Djuanda kurang terawat, sarana

tempat pembuangan sampah sangat kurang, jalur jogging track masih dilalui oleh

kendaraan bermotor sehingga tujuan mencari udara segar menjadi polusi dari

asap sepeda motor. Walaupun hal ini sangat sederhana tetapi berpengaruh

terhadap jumlah kunjungan ke Tahura Djuanda. Hal ini menunjukkan bahwa

sistem pengelolaan yang ada sekarang belum optimal terutama dalam hal

ketersediaan sarana dan prasarana, keterlibatan masyarakat, perawatan fasilitas

yang ada di dalam dan di sekitar kawasan, vegetasi tanaman yang semakin

berkurang, kurangnya promosi dan keterbatasan sumberdaya manusia.

Kebijakan Pengendalian Ruang

Dari hasil analisis perubahan lahan disekitar Tahura selama 14 tahun dari

tahun 1992 sampai tahun 2006 telah terjadi konversi penggunaan lahan hutan

menjadi penggunaan non hutan sebesar 793 hektar. Berdasarkan hasil analisis

Page 5: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

178

nilai ekonomi total kawasan Tahura diperoleh nilai lahan per hektar sebesar Rp

13.754.152.101,- (Rp.13,8 milyar) per ha. Sehingga selama 14 tahun telah terjadi

kehilangan senilai Rp. 10.907.042.616.093,- (Rp 10,9 triliun/ha). Kerugian

pertahunnya adalah Rp. 779.074.472.578,- (779 milyar per hektar per tahun),-

akibat konversi pengguna lahan. Nilai ini disebut juga nilai konversi. Dimasa

mendatang bilat terjadi pembangunan yang tidak dapat dielakkan harus

melakukan konversi, maka nilai konversi harus dibebankan kepada pengembang

dan dimasukkan kedalam perhitungan diluar nilai pasar lahan.

Dari hasil analisis potensi keindahan kawasan sekitar Tahura didapatkan

bahwa keindahan kawasan sekitar Tahura mempunyai tingkat keindahan rendah

sebesar 13,33%, tingkat keindahan sedang sebesar 48,33% dan tingkat

keindahan tinggi sebesar 38,33%. Potensi kawasan in masih baik sehingga

kondisi ini dimasa mendatang akan tetap menarik minat untuk melakukan

pembangunan di kawasan ini. Potensi keindahan kawasan Tahura yang masih

didominasi unsur alami dengan bentang alam yang berbukit memberikan banyatk

titik strategis (vantage point) yang memberikan arah pemandangan yang sangat

indah. Pada ketinggian didaerah sekitar Tahura akan dapat melihat

pemandangan kota Bandung dan dengan dikelilingi suasana alami dengan udara

yang segar akan membuat daerah dengan preferensi tinggi untuk ditempati.

Keindahan kawasan sekitar Tahura yang mempunyai nilai rendah

terutama pada kawasn terbangun yang padat dan pada tanah terlantar. Hasil

penelitian Schroeder dan Connor (1987) atas peran keberadaan pohon jalan

(street trees) pada suatu ruas jalan di Ohio menunjukkan menunjukkan bahwa

jalan yang berpohon memiliki dampak yang kuat bagi masyarakat dalam menilai

kualitas keindahan jalan-jalan perumahan bahwa keberadaaan pohon pada

halaman rumah (yard trees ) dimana tidak adanya pohon di jalan akan

memberikan kontribusi yang tinggi bagi kualitas visual jalan tersebut.

Sehingga dalam meningkatkan keindahan area yang masih rendah

dapat dilakukan penanaman pohon di sepanjang jalan atau tanah terlantar agar

dapat memberikan keindahan estetika juga memberikan keuntungan ekologis

lainnya seperti menambah luasan untuk menyerap karbon dari polusi udara dan

membantu infiltrasi air tanah dan mengurangi air larian.

Dari hasil AHP menunjukkan bahwa kebijakan pengendalian ruang di

kawasan adalah zonasi, pemberian izin, insentif dan disinsentif dan pemberian

sangsi.

Page 6: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

179

1. Kebijakan Zonasi

Dari hasil penilaian keindahan kawasan sekoitar Tahura didominasi

dengan kondisi kiendahan dengan kategori sedang, yang berarti bahwa terjadi

penurunan kualitas keindahan akibat tingginya perubahan lahan dari lahan hutan

menjadi ladang dan perumahan. Sehingga kondisi ini dilihat oleh para pakar yang

tercermin dari urutan prioritas adalah fungsi ekologi yang menunjukkan bahwa

kawasan sekitar Tahura mengalami penurunan kualitas akibat perubahan

penggunaan lahan sehingga perlu untuk menjaga dan mengembalikan fungsi

utamanya sebagai daerah tangkapan air.

Pemerintah provinsi sebagai aktor utama pembuatan kebijakan

pengendalaian ruang dan dalam perencanaan dan pembangunan kawasan

berperan dalam sebagai wakil pemerintah dalam penyelenggaraan kewenangan

pemerintah di tingkat provinsi dan urusan lintas kabupaten/ kota. Menjadi

koordinator dalam pembuatan kebijakan pengendalian ruang kawasan

konservasi. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama ini dikarenakan

peraturan yang ada tidak cukup detail untuk mengatur kegiatan yang ada,

sehingga setiap pemerintah kabupaten memberikan interpretasi yang berbeda

mengenai aturan yang dikeluarkan. Dengan adanya pembuatan zonasi yang

jelas dan detail untuk kawasan sekitar Tahura maka diharapkan pembangunan

dapat diarahkan dengan baik.

Peraturan zonasi tersebut harus diperkuat dalam bentuk Peraturan

Daerah (Perda), sehingga mengikat baik masyarakat maupun pemerintah

daerah. Penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah daerah untuk meloloskan

pemanfaatan yang menyalahi aturan zoning juga akan sangat mudah diketahui

dan dikendalikan oleh masyarakat.

Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan

ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan

sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang

harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang

dapat terdiri atas ketentuan tentang ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien

dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan),

penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk

mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Page 7: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

180

Peraturan zonasi yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan

pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya. Sebagai pedoman

penyusunan rencana operasional. Ketentuan zoning dapat menjadi jembatan

dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, memuat

ketentuan-ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam

rencana yang bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci. Sebagai

panduan teknis pemanfaatan lahan. Ketentuan zoning mencakup guna lahan,

intensitas pembangunan, tata bangunan, prasarana minimum, dan standar

perencanaan.

Peraturan zonasi terdiri atas: zoning text/ zoning statement/legal text:

berisi aturan-aturan menjelaskan tentang tata guna lahan dan kawasan,

permitted and conditional uses, minimum lot requirements, standar

pengembangan, administrasi pengembangan zoning. Zoning map: berisi

pembagian blok peruntukan (zona), dengan ketentuan aturan untuk tiap blok

peruntukan tersebut menggambarkan peta tata guna lahan dan lokasi tiap fungsi

lahan dan kawasan.

.

2. Kebijakan Perizinan .

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan untuk mencegah

penyimpangan pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus

sesuai dengan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai

dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak

memiliki izin pemanfaatan ruang dikenai sanksi administratif, sanksi pidana

penjara dan pidana denda.

Pemerintah Propinsi dapat melakukan pengendalian pembangunan di

kawasan sekitar Tahura dengan menjaga konsistensi pemanfaatan ruang

dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, sedangkan sasarannya adalah

meminimalkan penyimpangan terhadap RTRWP yang dilaksanakan melalui

pengawasan dan penertiban. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang

adalah :

1. Mengendalikan pemanfaatan ruang melalui pengawasan dan penertiban

yang didasarkan kepada RTRWP.

2. Menjadikan pemberian izin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat

pengendali pemanfaatan ruang yang merupakan kewenangan

Page 8: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

181

Kabupaten/Kota dalam pelaksanannya memperhatikan dan

mempertimbangkan RTRWP.

Dalam menjalankan kebijakan tersebut, koordinasi pengendalian

pemanfaatan ruang dilakukan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah

Propinsi (TKPRD) yang ditetapkan oleh Gubernur.

Proses perizinan dalam pengendalian pemanfatan ruang pada dasarnya

merupakan suatu konfirmasi terhadap rencana atau usulan pemanfaatan ruang

yang akan mengubah atau mempertahankan fungsi utama kawasan, guna lahan,

dan intensitas kegiatan. Keputusan penertiban izin terhadap permohonan

pemanfaatan ruang yang berlangsung harus mempertimbangkan lima kriteria

utama, yaitu:

1. Fungsi utama kawasan dengan kesesuaian lahannya.

2. Penggunaan lahan yang diperkenankan.

3. Intensitas pembangunan yang ditetapkan.

4. Penyesuaian/pelandaian lahan yang diperbolehkan.

5. konflik fungsional antara peruntukan dengan kecenderungan

perkembangan yang terjadi.

Sesuai dengan hirarki rencana tata ruang penertiban izin dalam

pemanfaatan ruang harus mengacu kepada RTRW Kabupaten/Kota dan rencana

yang lebih rendah :

1. RTRW Kabupaten/Kota (skala 1:50.000 – 1:20.000), digunakan

sebagai acuan penertiban perizinan lokasi peruntukan ruang untuk

suatu kegiatan.

2. RRTRW (Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah) kawasan (Skala

1:10.000 – 1:15.000), digunakan sebagai acuan penertiban

perizinan perencanaan pembangunan (planning permit) bangunan

dan bukan bangunan.

3. RRTRW Sub Kawasan/RTRK (skala 1:1.000 – 1:5.000),

digunakan sebagai acuan penertiban perizinan letak dan

rancangan bangunan dan bukan bangunan termasuk di sini

adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Pedoman penataan ruang dan bangunan, seperti Panduan

Rancang Kota (Urban Design Guidlines) dan Panduan

Page 9: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

182

Pembangunan Kota (Urban Development Guidlines) pada skala

rencana rinci.

3. Kebijakan Pemberian Insentif dan Disinsentif

Pemberian insentif dimaksudkan untuk memberikan imbalan terhadap

pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang

dillakukan oleh masyarakat maupun pemerintah. Insentif yang diberikan bisa

berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana, pemberian

kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.

Keterlibatan atas partisipasi masyarakat sekitar kawasan dapat

memberikan kontribusi bagi pengendalian ruang, masyarakat yang sudah

merasakan manfaat dari keberadaan Tahura akan tiibul rasa memiliki Tahura,

sehingga akan menjaganya dari ancaman.

Disinsentif dimaksudkan untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,

dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

Disinsentif yang diberikan dapat berupa pengenaan pajak tinggi, pembatasan

penyediaan sarana dan prasarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti.

Bila ada pembangunan yang akan atau sudah merubah fungsi lahan harus

dikenakan nilai konversi sebesar Rp. 779.074.472.578,- (779 milyar per hektar

per tahun),-

4. Pemberian Sanksi

Dalam pengembangan kebijakan pengendalian ruang perlu ditindak lanjut

dengan adanya sangsi bagi pelanggar atau ketidak sesuaian dengan peraturan.

Hal ini perlu ada agar peraturan dapat lebih bergigi dan berwibawa. Perlu dibuat

peraturan yang operasional seperti peraturan Gubernur atau peraturan Bupati

yang mengatur pemberian sanksi. Bentuk-bentuk penertiban berupa sanksi yang

dapat dikenakan terhadap pelanggaran rencana pemanfaatan ruang adalah

sanksi administrasi, sanksi pidana, maupun sanksi perdata. Pengenaan sanksi

dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang sanksi pelanggaran yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bentuk sanksi yang dapat di kenakan adalah sebagai berikut :

1. Pencabutan Ijin, yaitu ijin lokasi, ijin perencanaan, Ijin Mendirikan

Bangunan (IMB), Ijin Undang-undang Gangguan (IUUG/HO), Analisis

Page 10: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

183

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan ijin lainnya yang

berlaku.

2. Pembongkaran bangunan

3. Perlengkapan perijinan

4. Denda

5. Kurungan

Sanksi tersebut di atas dapat di kombinasikan sesuai dengan

keperluannya. Sanksi administratif dapat dikenakan oleh pejabat yang

berwenang, sementara sanksi pidana dan perdata dikenakan oleh pengadilan.

5. Pembayaran Manfaat

Keberadaan Tahura yang terjaga akan memberikan jasa lingkungannya

kepada berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat

penggunaan air sudah dirasakan dalam penggerak turbin di PLTA Bengkok, dari

hasil interview dengan pejabat PLTA Bengkok bahwa mereka merasakan benar

manfaat yang dengan keberadaan Tahura dimana debit air dapat terjaga dengan

kontinyu. Disampaikan bahwa bila pengelola Tahura dapat bekerja sama untuk

menjaga sampah yang masuk ke dalan stilling pond, maka pihak PLTA mau

berkontribusi untuk menjalankan program tersebut. Program yang sama dapat

diperluas dengan pihak PDAM Kota Bandung yang memperoleh air baku untuk

air minum kota Bandung dari Sungai Cikapundung yang kondisi debitnya terjaga

dengan keberadaan Tahura. Pemerintah provinsi dapat melihat hal ini sebagai

pendapatan daerah yang diperoleh dari manfaat menjaga fungsi konservasi

kawasan Tahura. Sudut pandang yang hanya melihat PAD dari kawasan Tahura

berasal dari retribusi akan mengecilkan atau mengabaikan nilai ekonomi Tahura

secara keseluruhan. Sehingga pemerintah merasakan perlu adany kebijakan

yang melindungi Tahura dari ancaman yang datang dari pembangunan di

kawasan sekitarnya.

6. Daya Dukung Kawasan Studi

Berdasarkan kajian Distarkim Jabar, 2005. Penataan Ruang di Wilayah

Metropolitan Bandung (2005) yang digunakan untuk merumuskan arahan

penataan ruang di Wilayah Metropolitan Bandung sesuai dengan kedudukannya

sebagai kawasan andalan secara terpadu, khususnya tahapan analisis daya

dukung dan daya tampung kawasan Metropolitan Bandung diperoleh hasil

sebagai berikut :

Page 11: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

184

1. Prediksi jumlah penduduk yang dapat ditampung di kawasan Metropolitan

bandung pada tahun 2025 adalah sebagai berikut :

No Kabupaten/Kota

Daya Tampung Ruang (Jiwa)

Kawasan

Perdesaan

Kepadatan

Penduduk

Perkotaan

(Jiwa/Ha)

Kawasan

Perkotaan Total

1 Kota Bandung 7.26 200 3.010.778 3.018.038

2 Kota Cimahi 5.135 150 520.508 525.642

3 Kabupaten

Bandung 2.499.500 100 4.952.253 7.451.753

4 5 Kec di Kab.

Sumedang 249.885 100 220.824 470.709

Metropolitan Bandung 2.761.779 8.704.362 11.466.141

2. Dengan menggunakan analisis beberapa parameter dari karakteristik fisik

dasar anatara lain iklim, kemiringan lereng, morfologi, litologi, bahan

permukaan dan sumber daya air diperoleh hasil yang dapat dilihat tabel

dibawah ini dan gambar grafik daya dukung dan daya tampung.

Page 12: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

185

Gambar 44. Grafik Daya Tampung Ruang Maksimal vs Kecenderungan

Pertumbuhan Penduduk Kabupaten/Kota

Gambar 45. Pola Sebaran Daya Dukung Maksimal per Kecamatan di Kawasan Metropolitan Bandung

Page 13: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

186

3. Berdasarkan pola sebaran daya dukung maksimal per kecamatan dalam

lingkup wilayah analisis kawasan Metropolitan Bandung diperoleh hasil

bahwa tahun terlampauinya daya dukung maksimal di kawasan Bandung

Utara (KBU) khususnya kecamatan Cimenyan pada tahun 2005 sedangkan

kecamatan Lembang pada tahun 2020.

Dari hasi kajian tersebut tampak bahwa daya dukung perkecamatan Cimenyan

sudah terlampaui artinya pembangunan harus benar-benar dikendalikan.

Sedangkan untuk kecamatan Lembang daya dukung akan terlampaui pada

tahun 2020. Sehingga pembangunan masih dapat dilakukan.

9.3. Strategi Implementasi Kebijakan Pengendalian

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan implementasi kebijakan

pengendalian ruang diperlukan beberapa strategi agar kebijakan tersebut dapat

dioperasionalkan dengan baik antara lain:

1. Aspek Legal

Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang di sekitar Kawasan Tahura

Djuanda diperlukan legal aspek yang mampu mengikat dan mencegah

terjadinya pelanggaran baik oleh masyarakat umum sebagai pelaku yang

memanfaatkan ruang maupun pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Legal

aspek yang dimaksud adalah dalam bentuk peraturan-peraturan daerah

(Perda) yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat dan diawasi oleh

pemerintah propinsi maupun pusat. Pembuatan legal aspek diharapkan

mampu menekan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

peruntukkannya sehingga keberlanjutan ekologis dapat dipertahankan.

2. Aspek Kelembagaan

Aspek kelembagaan yang diperlukan dalam operasionalisasi kebijakan

pengendalian ruang adalah lembaga yang menetapkan dan merencanakan

seperti Pemda, lembaga yang menilai permohonan pembangunan yang tidak

sesuai dengan zonasi, lembaga yang ada saat ini TKPRD (Tim Koordinasi

Perencanaan Ruang Daerah) anggotanya berasal dari pemda sehingga perlu

lembaga yang independent dengan anggota yang diperluas dengan

Page 14: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

187

perwakilan dari asosiasi profesi, akademisi, lembaga swadaya masyarakat

(LSM). Adanya lembaga yang mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut.

Karena sistem kelembagaan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan

kebijakan mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pelaksanaan

kebijakan dengan kata lain bahwa kelembagaan akan menjamin koordinasi

antara beberapa lembaga yang terkait sehingga memudahkan kontrol dan

pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan. Sistem kelembagaan dalam

pelaksanaan kebijakan pengendalian ruang harus jelas, baik dari segi fungsi

maupun manfaatnya sehingga apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari

sebuah kebijakan dapat tercapai dengan baik.

3. Penguatan SDM

Sumber daya manusia yang diperlukan adalah spesialisasi di bidang

penataan ruang sehingga dia mampu menjelaskan dan menerangkan

tentang peraturan – peraturan di bidang tata ruang, terutama dalam

pengawasan pelaksanaan pembangunan yang sesuai atau tidak sesuai

dengan rencana zonasi dalam hal ini adalah penyidik pegawai negaeri sipil

dalam pelaksanaan rencana tata ruang.(PPNS penataan ruang).

4. Sosialisasi produk rencana

Perencanaan zonasi yang dibuat pada suatu daerah atau kawasan perlu

diketahui dan dipahami oleh masyarakat atau stakeholder yang terkait sehingga

diharapkan mendapat umpan balik dari masyarakat dalam penyempurnaan

perencanaan.

5. Membangun komitmen bersama

Mengingat rencana pengendalian ruang di sekitar kawasan tahura lintas

batas administrasi sehingga diperlukan komitmen bersama dalam perlindungan

ruang kawasan untuk terjaganya kondisi ekologis kawasan tersebut yang sangat

penting bagi kawasan di bawahnya seperti Kota Bandung.

Page 15: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

X. KESIMPULAN DAN SARAN 10.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Selama periode 1992-2006 penggunaan lahan hutan mengalami pengurangan areal

yang cukup besar seluas 517,75 ha, penggunaan lahan ladang mengalami

penambahan luas 493 ha dan penggunaan lahan untuk pemukiman naik sebesar

300 ha dan penggunaan lahan kebun campuran mengalami penurunan sebesar

275 ha. Sehingga selama 14 tahun telah terjadi perubahan lahan hutan menjadi

penggunaan non hutan sebesar 793 ha.

Perkembangan kawasan terbangun di wilayah Bandung membentuk konfigurasi

spasial yang menyebar ke segala arah walaupun struktur jaringan jalan utamanya

pada saat ini mengarah pada pola ribbon development kecuali di bagian selatan

yang berbentuk radial. Penggunaan lahan pemukiman ini lokasinya tersebar yang

merupakan ciri dari adanya pembangunan perumahan yang meloncat (leap frog

development). Kondisi ini merugikan dalam pengembangan daerah permukiman

karena sebarannya yang tidak terpusat menyebabkan ketidakefisienan dalam

penyediaan fasilitas dan infrastruktur perumahan.

2. Keindahan kawasan sekitar Tahura mempunyai tingkat keindahan Rendah sebesar

13,33%, tingkat keindahan Sedang sebesar 48,33% dan tingkat keindahan Tinggi

sebesr 38,33%. Dominasi kawasan oleh kondisi alami seperti pohon yang masih

baik kondisinya dan bentang alam yang berbukit, ada beberapa area dengan nilai

tinggi walaupun merupakan kombinasi antara unsur alami dengan unsur buatan

(artifisial).

Model yang dihasilkan menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh negatif

pada keindahan estetika kawasan adalah bahwa hard material (ordered, finished)

‘X1’, dan abandoned land (tanah bera) ‘X5’. Sedangkan paved land/path (path,

steping stone, dll) ‘X6’ memberikan pengaruh positif pada keindahan wilayah sekitar

Tahura. Potensi kawasan in masih baik sehingga kondisi ini dimasa mendatang

akan tetap menarik minat untuk melakukan pembangunan di kawasan ini.

Page 16: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

189

3. Nilai ekonomi total dari pemanfaatan kawasan Tahura Djuanda sebesar Rp.

7.248.163.074.446 per tahun. Nilai ini termasuk cukup besar jika dibandingkan

dengan luas kawasan pengelolaan Tahura yaitu hanya sekitar 526,98 hektar

dengan nilai Rp 13.754.152.101,- per ha. Selama 14 (empat belas) tahun telah

terjadi konversi penggunan lahan hutan sebesar 793 ha, sehingga kerugian yang

dialami senilai Rp. 10.907.042.616.093,- (Rp 10,9 triliun/ha). Kerugian pertahunnya

adalah Rp. 779.074.472.578,- (779 milyar per hektar per tahun),-. Dimasa

mendatang bila terjadi pembangunan yang tidak dapat dielakkan harus melakukan

konversi, maka nilai konversi harus dibebankan kepada pengembang dan

dimasukkan kedalam perhitungan diluar nilai pasar lahan

Persepsi masyarakat terhadap keberadaan Tahura Djuanda memberikan dampak

positif terhadap kehidupan masyarakat di desa penyangga Kawasan Tahura

Djuanda antara lain sebagai kawasan konservasi air dan ekowisata, penyedia

lapangan kerja sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar

4. Dalam pengendalian ruang kawasan tahura Djuanda aktor utama dalam penentuan

kebijakan pengendalian tata ruang untuk mempertahankan Tahura adalah

pemerintah propinsi, prioritas kedua aktor yang berperan adalah pemerintah

Kabupaten atau Kota. Berikutnya pemerintah Kabupaten, peran swasta dan

masyarakat. Dalam kebijakan pengendalian Tahura aspek utama yang diperhatikan

adalah fungsi ekologis sebagai dasar penetuan kebijakan pengendalian ruang, baru

aspek ekonomi dan berikutnya aspek sosial. Dilihat dari aspek ekologi (lingkungan)

pengelolaan diarahkan untuk mencapai tujuan terjaganya kelestarian daerah

resapan air. Aspek ekonomi adalah keberlanjutan usaha, peningkatan

kesejahteraan masyarakat sekitar tahura dan tersedianya infrastruktur yang

memadai. Aspek sosial adalah peran masyarakat, budaya lokal dan penyediaan

lapangan pekerjaan.

Sedangakan prioritas kebijakan diarahkan pada penetapan peraturan zonasi,

mekanisme perizinan yang transparan dan terpadu, pemberian insentif dan

disinsentif kepada masyarakat dan pengusaha dalam pengendalian ruang, dan

pemberlakuan sanksi yang jelas dan tegas bagi pihak yang melakukan pelanggaran

terhadap tata ruang kawasan.

Page 17: IX. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENDALIAN … tempat mencari kayu bakar, menyerap polusi, mencegah longsor dan erosi serta menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masyarakat desa penyangga

190

10.2. Saran

1. Perlu adanya standardisasi pemberian izin perumahan oleh pemerintah

kabupaten/kota. Sehingga kawasan perumahan dapat lebih efisien dan efektif

dalam pemanfaatan lahannya dan sekaligus mengurangi dampak kerusakan

lingkungan

2. Perlunya dibuat program ekowisata yang menarik untuk memanfaatkan obyek

wisata yang hanya ada di Tahura yaitu Patahan Lembang, patahan merupakan

suatu fenomena geologis yang jarang ditemui. Sehingga dengan adanya paket

ekowisata yang edukatif dapat meningkatkan fungsi ekowisata Tahura dan

memberikan lapangan kerja bagi penduduk sekitar.

3. Perlu dibuat studi lanjutan pada mengenai pembayaran jasa lingkungan bagi

manfaat keberadaan Tahura oleh daerah atau penerima manfaat. Dengan ada

mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang baik maka pembangunan

daerah akan lebih berkelanjutan..