KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR MARIA NUNIK SUMARTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
KLASTER PETERNAK SAPI PERAH
DI KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR
MARIA NUNIK SUMARTINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang
berjudul Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor merupakan hasil karya saya sendiri di bawah arahan
dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program
sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah dicantumkan dalam teks dan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini.
Bogor, Oktober 2010
Maria Nunik Sumartini
F352080065
ABSTRACT
MARIA N. SUMARTINI. Feasibility Study and Strategy Development of Cluster of
Dairy Farmer in Sub District Cisarua, District Bogor (Supervised by H. MUSA HUBEIS as Committee Chairman, and H. SURYAHADI as Member). Dairy farmer in Sub District Cisarua is expected to be developed as cluster, an integrated dairy farmer from milk production aspects to processing and marketing (on an off farm). Milk processing can be executed by the processing industry or the dairy farmers themselves. This study aims to (1) identify and analyze the components of the cluster, (2) feasibility study of cluster related to increasing of value added of dairy products, and (3) determine the appropriate strategies of business development dairy farmers in Sub District Cisarua, District Bogor. Primary data collected through field surveys and interviews by questionnaires to dairy farmer and other respondent, to obtain supporting data with Non probability method as purposive sampling. Dairy farmers were divided into 3 (three) business scale, namely the ownership of adult cow < 6, 6-10 and > 10. Secondary data collected through literature, documents and related reports. Cluster dairy farmer in Sub District Cisarua formed from the main component of dairy farmers, Primary Cooperation (KUD) Giri Tani, and PT Cimory. Other components are influential in its development is the government, academia, and Dairy Processing Cooperation (KPS) Bogor. Business of dairy farmers in Sub District Cisarua is generally feasible. Average of Pay Back Period (PBP) at 18% interest rate range is 2 years 6 months. Average of Net Benefit/Cost (B/C) 97% of dairy farmers is 2.67. On 2008, 93% of farmers reached Break Event Point (BEP) and on 2009 all farmers reached. Net Present Value (NPV) : Discount Factor (DF) 14% of 97% farmers is positive. NPV;DF 18% of 90% farmer is positive. Average of IRR at NPV1; DF 14% and NPV2; DF Internal Rate of Return (IRR) of 18% is 25.15% for 97% of farmers, higher than interest rate in 2008-2009 (14-15%). Yoghurt processing unit was feasible to develop. The value added of fresh milk into yogurt products is Rp. 1,814,-/l. PBP is 11 months. Net B/C is 3.35. NPV (DF) 14% is positive Rp. 147,150,300. DF NPV of 18% is positive Rp. 95,059,288. IRR is 25.30%. The Development strategies of dairy farmers cluster in Sub District Cisarua are production aspect, market aspects, and information technology aspects. Keywords: cluster, dairy farmers, development strategy, feasibility.
RINGKASAN
MARIA N. SUMARTINI. Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster
Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan H.
MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan SURYAHADI sebagai Anggota.
Peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua diharapkan dapat dikembangkan sebagai
klaster peternak sapi perah yang terintegrasi dari aspek produksi susu sampai pengolahan dan
pemasarannya. Pengolahan susu bisa dilaksanakan oleh industri pengolahan atau oleh
peternak sendiri. Kajian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisa komponen
klaster, (2) mengkaji kelayakan usaha pengembangan klaster dalam kaitannya dengan
peningkatan nilai tambah produk susu, dan (3) menentukan strategi pengembangan klaster
peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer
melalui survei lapangan dan wawancara menggunakan kuesioner. Pengambilan contoh
dilakukan dengan metode Nonprobability, yaitu Purposive Sampling. Peternak sapi perah
dibagi atas 3 (tiga) skala usaha, yaitu kepemilikan sapi dewasa < 6 ekor, 6-10 ekor dan >10
ekor. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pustaka, dokumen dan laporan-laporan
yang terkait.
Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terbentuk dari komponen utama
peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok, KUD Giri Tani, dan PT Cimory.
Komponen lain yang berpengaruh dalam perkembangannya adalah pemerintah, akademisi,
serta KPS Bogor. Tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah secara optimal dicapai pada
skala usaha kepemilikan sapi betina dewasa > 6 ekor. Usaha peternak sapi perah di
Kecamatan Cisarua secara umum layak. Rataan PBP pada tingkat bunga 18% adalah 2 tahun
6 bulan. Net B/C 97% peternak lebih besar dari satu dengan rataan 2,67. Pada tahun 2008,
93% peternak mencapai BEP dan tahun 2009 seluruh peternak mencapai BEP. NPV dengan
tingkat bunga (DF) 14% pada 97% peternak positif. NPV dengan tingkat bunga (DF) 18%
pada 90% peternak positif. Untuk NPV1; DF 14% dan NPV2; DF 18% diperoleh rataan IRR
25,15% pada 97% peternak, lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank komersial pada tahun
2008-2009 yaitu 14-15%. Apabila dilihat berdasarkan skala jumlah kepemilikan sapi betina
dewasa, semakin besar skala kepemilikan semakin layak secara finansial. Unit pengolahan
yoghurt KUD Giri Tani layak untuk dikembangkan dengan PBP 11 bulan; Net B/C positif
3.35; titik impas volume produksi 220.075 pack/tahun dan titik impas biaya per pack Rp.
2.596,- dan dapat dilampaui melalui kemampuan produksi 261.800 pack/tahun dengan harga
jual Rp. 3.100,-/pack. NPV dengan konversi tingkat bunga (DF) 14% positif Rp.
147.150.300,- dan NPV DF 18% positif Rp. 95.059.288,- serta IRR 25,30%. Unit pengolahan
yoghurt mampu memberi nilai tambah Rp. 1.814,-/l.
Strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah :
pertama, aspek produksi : (1) Penyediaan jumlah pakan sesuai kebutuhan dan bermutu
dengan harga terjangkau oleh KUD bekerjasama dengan PT Cimory, termasuk pengontrolan
mutu pakan; (2) Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok dengan
alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau pemerintah daerah.; (3) Optimalisasi
kepemilikan sapi betina dewasa > 5 ekor melalui fasilitas pinjaman substitusi penjualan pedet
betina untuk biaya hidup saat sapi kering; (4) Pengadaan mobil berpendingin oleh KUD atau
PT Cimory; (5) Penyediaan straw IB yang bermutu dan menghindari inbreeding oleh
pemerintah; (6) Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair bagi seluruh peternak
bekerjasama dengan pemerintah (fasilitasi alat) dan Perguruan Tinggi (penerapan teknologi
tepat guna); (7) Peningkatan kapasitas produksi, perbaikan mutu dan keamanan pangan
produk yoghurt dan fasilitasi sertifikasi produk oleh pemerintah dan perguruan tinggi.
Kedua, aspek pasar : (1) Peningkatan kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan
kualitas susu di tingkat peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini mastitis dengan
penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT Cimory; (2) Peningkatan intensitas
promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah; (3) Pengembangan pasar untuk produk olahan
susu ke tempat wisata, hotel dan villa oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai
fasilitator; (4) Produk olahan krupuk dan karamel susu dijadikan produk binaan PT Cimory,
terutama dalam perbaikan mutu dan pemasaran; (5) Peningkatan kerjasama KUD dalam
pemasaran yoghurt KUD dengan agen/sales yang menyediakan sarana pemasaran sendiri.
Ketiga, aspek penguasaan informasi dan teknologi : (1) Pembinaan GAP, GHP, GMP,
manajemen usaha dan pengelolaan limbah bekerjasama dengan pemerintah dan Perguruan
Tinggi; (2) Peningkatan penyuluhan pengendalian penyakit bekerjasama dengan pemerintah,
Perguruan Tinggi dan PT Cimory; dan (3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD oleh
Pemda termasuk Dinas Koperasi; serta keempat : kombinasi dari ketiga aspek dimaksud : (1)
Perbaikan manajemen dan kinerja internal KUD dengan kerjasama dan transparansi; (2)
Perbaikan administrasi dan laporan KUD; dan (3) Melakukan upaya pemecahan masalah
tunggakan kredit dan akses pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan
pemerintah daerah.
Peran PT Cimory perlu ditingkatkan dalam upaya perbaikan mutu dan kontinuitas
pasokan bahan baku ke PT Cimory. Beberapa saran operasional untuk perkembangan klaster
peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor adalah (1) Perlunya
kekompakan peternak sapi perah dan pengelola susu, baik dalam wadah kelompok maupun
KUD Giri Tani untuk peningkatan mutu susu melalui penerapan GFP dan GHP. Mengingat
57% peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah skala kepemilikan sapi dewasa betina
< 6 ekor dan hasl kajian ini, maka perlu upaya peningkatan populasi untuk pencapaian
kepemilikan ternak > 5 ekor sapi betina dewasa dengan rasio kepemilikan sapi laktasi
dibanding sapi betina dewasa minimal 66,7%; (2) Perlunya komitmen PT Cimory dalam
pembelian susu melalui KUD, sehingga peternak besar tidak bisa menjual susu langsung ke
KUD tanpa melalui KUD; (3) Perlunya penerapan fasilitator pemerintah dan kerjasama
Perguruan Tinggi dalam penerapan strategi pengembangan klaster hasil kajian ini, terutama
dalam desiminasi teknologi produksi, pasca panen dan pengolahan susu, serta pendampingan
usaha; (4) Perlunya pengawasan manajemen KUD Giri Tani khususnya oleh pemerintah; (5)
Keberpihakan industri persusuan nasional dan pemerintah yang secara mikro dapat dilihat
dari keberpihakan PT Cimory, Dinas terkait dan Perguruan Tinggi dalam mendukung
pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, walaupun peran dan
keberpihakan masing-masing komponen masih perlu ditingkatkan lagi, terutama partisipasi
PT Cimory dalam kerjasama peningkatan produktivitas ternak dan mutu susu. Secara lebih
luas beberapa kebijakan yang direkomendasikan dari hasil kajian ini adalah (1) Pengembangan
Skim Kredit Khusus untuk peternak sapi perah rakyat; (2) Kebijakan tata ruang wilayah yang
mengamankan tanah garapan; (3) Penerapan persyaratan bagi investor IPS dalam penyerapan susu
peternak dengan harga yang wajar dan kerjasama dalam peningkatan produktivitas dan mutu susu
oleh pemerintah; (4) Pendampingan penerapan teknologi tepat guna, sistem jaminan mutu dan
keamanan pangan pada klaster peternakan sapi perah oleh PT dan pemerintah; (5) Pengaturan
produksi dan pengawasan distribusi straw IB untuk menghindari inbreeding oleh pemerintah; (6)
Pengawasan Koperasi secara reguler oleh pemerintah; dan (7) Perbaikan infrastruktur jalan, air bersih
dan pengelolaan limbah oleh pemerintah dan pelaku usaha terkait.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
KLASTER PETERNAK SAPI PERAH
DI KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR
MARIA NUNIK SUMARTINI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Tugas Akhir : Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan Klaster Peternak Sapi
Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa : Maria Nunik Sumartini
Nomor Pokok : F352080065
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Industri Kecil Menengah
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis MS, Dipl.Ing., DEA Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 8 Oktober 2010 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan kurniaNya, sehingga Tugas Akhir berjudul “Kajian Kelayakan dan Strategi
Pengembangan Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi
Industri Kecil Menengah (PS MPI), Sekolah Pascasarjana (SPs), Institut Pertanian Bogor
(IPB) dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing atas
arahan, bimbingan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir.
2. Dr. Ir. Suryahadi, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing atas arahan, bimbingan dan
dorongan dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir.
3. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku dosen penguji.
4. Bapak Heru Susanto, Bapak Cipto Budi Utomo, Bapak H. Bunyamin, Bapak H. Makmur
beserta seluruh jajaran di KUD Giri Tani dan kelima Kelompok Peternak di Kecamatan
Cisarua, serta PT Cimory atas pengorbanan waktu dan tenaga serta informasi yang
diberikan.
5. Ibu Banun Harpini, Bapak Ananto Kusuma Seta, Ibu Gayatri K Rana atas dukungan
semangatnya, Bapak Agus Amran dan seluruh teman di Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian atas dukungan serta informasi yang diberikan. Terutama juga
kepada seluruh jajaran Sekretariat Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian atas
pengertian yang diberikan selama proses perkuliahan dan penyusunan tugas akhir.
6. Suami dan anak tercinta, serta orang tua dan seluruh keluarga atas dukungan dan doa
restunya.
7. Seluruh teman-teman MPI khususnya Angkatan XI dan Tim Sekretariat MPI atas segala
dukungan dan bantuannya.
8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan akhir ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis berharap tugas akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran
bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Oktober 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 3 Maret
1968 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari Bapak A.P. Suharno dan Ibu Yuliana T.
Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2008 diterima di Program Studi Industri Kecil
Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sejak Oktober 1991 hingga Desember 1991 penulis bekerja di PT Charoen Phokphand.
Pada Maret tahun 1992, penulis diterima bekerja di instansi pemerintah, yaitu di Pusat Data
Pertanian, Departemen Pertanian. Selanjutnya pada tahun 1994, penulis mutasi ke Badan
Agribisnis, Departemen Pertanian, hingga saat ini penulis masih dalam instansi yang sama
dengan perubahan nama menjadi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian, Kementerian Pertanian. Tahun 1992-1994, penulis diberi tanggungjawab di bidang
pengumpulan statistik peternakan, tahun 1995 di bidang penyajian data agribisnis, tahun
2000-2004 di bidang pengelolaan Proyek Pengembangan Agribisnis dan Proyek
Pengembangan Agroindustri Primer, tahun 2005-2006 di bidang evaluasi program dan tahun
2007 sampai sekarang di bidang pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan.
Penulis menikah pada tahun 1995 dengan Y.B. Walidi dan dikaruniai seorang anak,
yaitu Evanindya Odilia.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ................................................................................................. iii
RINGKASAN ............................................................................................... iv
PRAKATA .................................................................................................... ix
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 5
1.3. Tujuan .......................................................................................... 6
1.4. Kegunaan Kajian ............................................................................ 6
1.5. Ruang Lingkup ............................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7
2.1. Kelayakan Usaha ............................................................................. 7
2.2. Pengembangan Usaha ...................................................................... 9
2.3. Industri Persusuan di Indonesia .................................................... 10
2.4. Keragaan Produksi, Konsumsi dan Ekspor Impor Susu Sapi .......... 15
2.5. Klaster Industri Susu ....................................................................... 19
2.6. Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua ........................ 24
2.7. Analisa Usaha Tani Sapi Perah ...................................................... 26
2.8. Yoghurt .......................................................................................... 27
III. METODE KAJIAN ............................................................................. 29
3.1. Lokasi dan Waktu ........................................................................... 29
3.2. Metode Kerja ................................................................................... 29
3.3. Aspek Kajian ................................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 50
4.1. Gambaran Umum ............................................................................. 50
4.2. Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua .................................... 50
4.3. KUD Giri Tani................................................................................... 92
4.4. Unit Usaha Pengolahan Yoghurt ...................................................... 105
KESIMPULAN ................................................................................... 126
1. Kesimpulan ..................................................................................... 126
2. Saran ...................................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 130
LAMPIRAN .................................................................................................. 133
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Perkembangan persusuan nasional dari tahun 1979-1992 .......................... 12
2 Populasi sapi perah, produksi susu dan penyediaan susu dari tahun
2004-2008 ................................................................................................... 15
3. Produksi susu sapi pada 10 besar propinsi penghasil susu dari tahun
2004-2008 ................................................................................................... 16
4. Konsumsi susu per kapita per tahun pada tahun 2006 ................................ 16
5. Volume dan nilai impor susu Indonesia dari tahun 2003-2007 ................... 18
6. Volume dan nilai ekspor susu Indonesia dari tahun 2003-2007 .................. 19
7. Struktur biaya produksi susu per liter .......................................................... 27
8. Perbandingan jumlah anggota kelompok yang berproduksi
dan jumlah pengambilan contoh ................................................................. 31
9. Penilaian bobot faktor strategi internal atau eksternal ................................ 38
10. Matriks IFE ................................................................................................. 39
11. Matrik EFE .................................................................................................. 39
12. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif..................................................... 45
13. Deskripsi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ............................ 51
14. Harga pokok produksi (HPP) susu dan keuntungan per liter susu
peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua .................................................. 55
15. Nilai Net B/C, IRR, PBP dan NPV menurut skala kepemilikan sapi
betina dewasa .............................................................................................. 57
16. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina
dewasa terhadap kelayakan usaha .............................................................. 58
17. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dan total kepemilikan sapi
terhadap kelayakan usaha .......................................................................... 59
18. Karakteristik yang dihadapi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua .... 62
19. Harapan peternak sapi perah kepada pemerintah ...................................... 64
20. Keinginan mendesak peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ............. 65
21. Keuntungan peternak menjadi anggota kelompok dan usulan perbaikan
untuk kemajuan kelompok .......................................................................... 66
22. Keuntungan peternak menjadi anggota dan usulan perbaikan untuk
kemajuan KUD Giri Tani ......................................................................... 67
23. Pendapat peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terhadap
keberadaan PT Cimory ........................................................................... 68
24. Faktor strategi internal usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua 81
25. Faktor strategi eksternal usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua 83
26. Nilai STAS alternatif strategi pengembangan usaha peternakan sapi perah
Di Kecamatan Cisarua ............................................................................... 91
27. Faktor strategi internal KUD Giri Tani ....................................................... 97
28. Faktor strategi eksternal KUD Giri Tani .................................................... 98
29. Nilai STAS alternatif strategi Giri Tani....................................................... 105
30. Faktor strategik internal unit pengolahan yoghurt
KUD Giri Tani ............................................................................................ 111
31. Faktor strategi eksternal unit pengolahan yoghurt
KUD Giri Tani ............................................................................................. 113
32. Nilai STAS alternatif strategi unit pengolahan yoghurt
KUD Giri Tani ............................................................................................ 118
33. Formulasi kebijakan pengembangan klaster pada sapi perah ..................... 122
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Analisis SWOT pengembangan komoditas susu .................................... 23
2. Kerangka pemikiran kajian ................................................................... 33
3. Matriks IE ................................................................................................ 41
4. Matriks SWOT ........................................................................................ 42
5 Perbandingan HPP dan keuntungan per liter susu menurut skala
kepemilikan sapi betina dewasa pada tahun 2008 dan 2009 ................... 55
6. Nilai Net B/C, IRR dan PBP menurut skala kepemilikan sapi betina
dewasa ..................................................................................................... 57
7. Nilai NPV menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa ..................... 57
8. Matriks IE peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ........................... 85
9. Matriks SWOT peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua ............... 88
10. Matriks IE KUD Giri Tani....................................................................... 101
11. Matriks SWOT KUD Giri Tani ............................................................... 103
12. Matriks IE KUD unit pengolahan yoghurt
KUD Giri Tani.......................................................................................... 114
13. Matriks SWOT unit pengolahan yoghurt
KUD Giri Tani ....................................................................................... 117
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kuesioner penelitian ............................................................................ 134
2. Deskripsi peternak responden ............................................................. 151
3. Analisis kelayakan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua .. 153
4. Manajemen dan pemasaran susu ........................................................... 159
5. Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik internal peternakan
sapi perah di Kecamatan Cisarua ................................................. 170
6. Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik eksternal
peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua ..................................... 171
7. Analisis QSPM peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua .............. 172
8. Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik internal
KUD Giri Tani ....................................................................................... 176
9. Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik eksternal
KUD Giri Tani ....................................................................................... 177
10. Analisis QSPM KUD Giri Tani ............................................................. 178
11. Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik internal unit
pengolahan yoghurt ............................................................................... 181
12. Pembobotan dan pemberian rating faktor strategik eksternal
unit pengolahan yoghurt ........................................................................ 182
13. Analisa QSPM unit pengolahan yoghurt .............................................. 183
14. Formulasi strategi pengembangan klaster peternak sapi perah
di Kecamatan Cisarua ............................................................................ 189
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Strategi pembangunan yang dilakukan pada masa Orde Baru telah
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih 7% per tahun dibarengi
dengan proses transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri.
Namun keberhasilan proses industrialisasi lebih banyak dinikmati oleh
golongan atas, sehingga memunculkan fenomena trade off terhadap
pemerataan. Masalah kemiskinan dan pemerataan tidak terlepas dari
kebijakan pembangunan ekonomi yang mengarah kepada strategi
industrialisasi yang hanya berorientasi pada pertumbuhan. Industri yang
dikembangkan adalah industri-industri yang bersifat foot loose industry,
yakni industri padat modal yang tidak berdasarkan pada sumber daya dalam
negeri tetapi tergantung dari sumber daya impor, sehingga potensi sumber
daya pertanian dalam negeri tidak dimanfaatkan secara optimal.
Masyarakat Indonesia mengkonsumsi susu segar yang sangat kecil
dibandingkan negara lain, bahkan di Association of Southeast Asian Nations
(Asean). Konsumsi susu segar di Indonesia hanya sekitar 18% dibandingkan
dengan India 98%, Thailand 88% dan China 76,5%. Saat ini rataan total
konsumsi susu segar 10,47 kg/kapita/tahun, dimana pada tahun 2003 di
Malaysia telah mencapai 23 kg/kapita/tahun, Singapura 26 kg/kapita/tahun,
bahkan India 75 kg/kapita/tahun. Hal ini menjadi salah satu penyebab mutu
sumber daya manusia (SDM) Indonesia menduduki Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dengan urutan ke 111 dari 177 negara dan menempati posisi
terendah ketiga di ASEAN, dibandingkan dengan negara-negara lain seperti
Singapura yang di posisi 25, Brunei Darussalam 33, Malaysia 59, Thailand
76 dan Philipina 83 (Depperin 2008).
Krisis finansial yang berdampak pada krisis ekonomi global harus
dijadikan momentum untuk keluar dari food trap negara penghasil susu
dunia, melalui pengembangan industri pengolahan susu (IPS) berbasis susu
segar dalam negeri (SSDN) (Depperin, 2008). Saat ini untuk memenuhi
kebutuhan susu nasional, sebagian besar (> 70%) dipasok dari produk impor
2
berupa susu bubuk atau susu kental manis. Kondisi tersebut menyebabkan
IPS di Indonesia masih belum ideal, karena dibangun bukan sepenuhnya
berdasarkan kekuatan dan kepentingan nasional, tetapi merupakan wahana
untuk memasarkan produk impor. Hal ini tercermin dengan lokasi IPS yang
sebagian besar terletak di dekat pelabuhan, bukan di dekat kawasan
peternakan sapi perah. Peternak sapi perah yang sebagian besar produknya
dipasarkan ke IPS, posisi tawarnya sangat lemah, karena tidak memiliki
alternatif lain untuk menjual susu dengan harga memadai. Apabila harga
susu dunia jatuh, secara otomatis akan menyebabkan harga jual susu di
tingkat peternak turun atau penerimaan peternak menurun cukup tajam.
Namun sebaliknya, apabila harga susu di pasar internasional meningkat,
tidak serta merta peternak dapat menikmati kenaikan harga tersebut. Di sisi
lain, masyarakat yang memerlukan susu harus membayar tinggi. Kondisi ini
mungkin yang menjadi salah satu penyebab mengapa rataan konsumsi susu
dan produksi susu nasional masih sangat rendah.
Seiring dengan meningkatnya daya beli, perubahan gaya hidup
masyarakat Indonesia dan perbaikan sistem pemasaran dingin bagi
komoditas susu segar dan turunannya, maka pangsa pasar susu yang
dihasilkan peternak domestik harus dapat ditingkatkan. Tidak ada pilihan
lain program yang harus dilaksanakan, yaitu percepatan peningkatan
produksi susu domestik dan konsumsi susu nasional secara bersamaan
(Daryanto, 2009).
Lima arah kebijakan dalam merevitalisasi industri persusuan nasional
dengan upaya substitusi impor susu untuk meningkatkan pangsa pasar susu
yang dihasilkan oleh peternak domestik yang direkomendasikan Daryanto
(2009), yaitu (1) pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk
meningkatkan produktivitas dan mutu hasil ternak (susu) kepada para
peternak; (2) perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan memperhatikan
kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan industri pengolahan
susu; (3) koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan
pengolahan sederhana susu segar, antara lain pasteurisasi dan pengemasan
susu segar, pengolahan menjadi yoghurt, keju, dan lain-lain; (4) pemerintah
3
pusat dan daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya dan
pengembangan agribisnis berbasis peternakan umumnya: dan (5) pemerintah
pusat dan daerah seyogyanya membiayai pelaksanaan program minum susu
untuk anak-anak di sekolah.
Ke depan harus ada alternatif lain, agar perkembangan IPS mampu
menghadapi dinamika dan perubahan harga susu di tingkat global yang
sangat sulit diprediksi. Model terobosan yang diusulkan adalah IPS skala
menengah berbasis SSDN. Pengembangan IPS dalam model ini dibangun
pada kawasan yang terintegrasi dengan peternakan sapi perah, dimana skala
usaha didasarkan pada kemampuan pasokan SSDN dan jangkauan
pemasaran. Bentuk produk yang akan dikembangkan dapat bervariasi
meliputi susu murni, susu segar pasteurisasi atau susu Ultra High
Temperature (UHT) dengan soft pack. Dalam model ini diharapkan ada
jaminan keterkaitan rantai pasokan SSDN dari peternak sapi perah sebagai
produsen di suatu kawasan untuk ketersediaan bahan baku utama IPS.
Membangun IPS tidak dapat terlepas dari kesiapan SDM dari hulu sampai
hilir dan ketersediaan sarana penunjang, sehingga dapat memberi manfaat
bagi semua yang terlibat dalam sistem termasuk masyarakat sebagai
konsumen akhir. Selain itu diharapkan disparitas harga susu di tingkat
produsen dan konsumen tidak terlalu tinggi, dengan harga yang layak di
tingkat peternak.
Departemen Perindustrian merekomendasikan pengembangan model
pengembangan IPS skala menengah berbasis SSDN yang terintegrasi dari
hulu sampai ke hilir adalah 100 ha yang meliputi 100 peternak dan 1.000
ekor sapi dengan produksi 10.000 l/hari. Dalam model ini, IPS yang
dikembangkan diarahkan untuk mengolah SSDN dengan kapasitas 100
ton/hari, yang dipasok oleh 100 peternak yang tergabung dalam koperasi,
pada suatu hamparan 100 ha dan masing-masing peternak memiliki skala
usaha 10 ekor sapi/kepala keluarga (KK). Dalam hal ini diasumsikan 80%
sapi produktif (laktasi) dengan rataan produksi sekitar 15 l/ekor/hari. Model
ini sangat tepat dikembangkan di daerah jalur susu di Pulau Jawa, yaitu (1)
4
Jawa Barat : Priangan-Sukabumi-Bogor-sekitar Jakarta: (2) Jawa Tengah-
DIY : Yogyakarta-Boyolali-Salatiga-Semarang: (3) Jawa Timur : Blitar-
Malang-Nongkojajar-Pasuruan (Depperin 2008).
Kelompok peternak yang tergabung dalam Koperasi merupakan
kelembagaan sangat ideal pada kegiatan hulu. Koperasi secara mandiri atau
bekerjasama dengan swasta mempunyai peran pada kegiatan di hilir. Dengan
demikian, penetapan harga susu pada tingkat produsen dan harga jual susu di
tingkat konsumen diharapkan dapat memberi keuntungan untuk seluruh
pelaku usaha.
Produksi susu sapi di Kabupaten Bogor pada tahun 2008 adalah
12.504.646 liter (Disnak Jabar, 2009). Produsen susu sapi (data 2006) di
Kabupaten Bogor meliputi petani peternak yang bergabung dalam KUD Giri
Tani dan KPS Bogor dan beberapa usaha swasta, antara lain Mamalia Farm
Ciawi, Darul Falah Ciampea, Yacob Janistan Citeureup, Sumber Citarasa
Alam Farm Caringin dan Hamid Mundzir Tamansari. Sedangkan usaha
pengolahan susu di Kabupaten Bogor antara lain KPS Bogor, MAMALIA
Farm Ciawi, KUNAK Cibungbulang, dan PT. Cisarua Mountain Dairy
(Cimory) Cisarua (Disnakkan Bogor, 2010).
Pada tahun 2009 KUD Giri Tani mulai melakukan usaha pengolahan
susu menjadi yoghurt dengan merk “puncak yoghurt”. Bahan baku susu
yang digunakan berasal dari peternakan sapi warga yang berada di wilayah
Cisarua, terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok Mekar Jaya di
Cipayung, kelompok Joglo dan Baru Tegal di Cibeureum, kelompok Tirta
Kencana dan Baru Sireum. Puncak Yoghurt merupakan minuman hasil
fermentasi susu oleh Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus. Pemasaran Puncak youghurt masih mencakup wilayah
Bogor, yaitu di daerah Cisarua, Caringin-Cigombong, dan Bondongan untuk
wilayah Kota Bogor. Pada tahun 2009, pemasaran dilakukan bekerjasama
dengan 4 restoran dan kurang lebih 300 warung yang menyediakan kulkas
pendingin (frezer). Puncak Youghurt mempunyai 11 varian rasa, yaitu
durian, coklat, strawbery, melon, anggur, sirsak, jeruk, nangka, moka, es
doger dan jambu (Disnakkan Bogor, 2009).
5
Pengembangan IPS harus mengakomodasi kepentingan peternak sapi
perah dan sekaligus dapat menjamin agar konsumen memperoleh produk
susu bermutu dengan harga terjangkau. Bentuk olahan, cara pengemasan,
sistem distribusi dan pemasaran, serta pola konsumsi susu dari konsumen
menjadi pertimbangan utama dalam membangun suatu model IPS yang
memperhatikan trend pertumbuhan ekonomi dan dibarengi dengan upaya
pemerataan kesejahteraan masyarakat. IPS dikembangkan melalui
pendekatan konsep agribisnis, yang terdiri dari subsistem agribisnis hulu,
subsistem usaha budidaya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan
didukung oleh subsistem jasa dan penunjang. Model-model pengembangan
usaha sapi perah perlu ditambahkan melalui pola klaster, dimana peternak
yang tergabung dalam suatu kelompok juga mampu melakukan pengolahan
susu skala kecil sampai menengah dengan teknologi sederhana dan dapat
dipasarkan secara langsung. Hal ini memberikan tambahan insentif bagi
peternak budidaya sapi perah.
1.2. Perumusan Masalah
Peternakan sapi perah mempunyai ciri berbeda dengan usaha pertanian
lainnya, karena mempunyai kecenderungan terjadinya aglomerasi yang
tinggi dalam lingkungan atau kawasan tertentu. Dari kawasan tersebut
melahirkan berbagai kegiatan terkait, baik sistem pendukung maupun outlet
(jaringan keluar). Pada tahapan sekarang ini dengan keberadaan koperasi,
sebenarnya klaster industri (bisnis) persusuan telah terbentuk, sehingga yang
diperlukan adalah evaluasi kelayakan klaster dan mencari unsur baru atau
strategi pengembangan klaster untuk revitalisasi industri persusuan. Dalam
pengembangan klaster ini, peran Koperasi, IPS atau unit pengolahan susu
dan unit usaha terkait lainnya diharapkan dapat bersinergi dalam memberi
iklim kondusif bagi semua komponen usaha di dalam klaster tersebut,
termasuk peternak sapi perah.
Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua mempunyai 2 (dua)
komponen utama, yaitu peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok
peternak dan KUD Giri Tani. Dalam upaya peningkatan nilai tambah KUD
Giri Tani telah mengembangkan usaha pada pengolahan yoghurt.
6
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan pada
kajian ini, yaitu :
a. Apakah komponen klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dan
bagaimana peran dari masing-masing komponen tersebut dalam aspek
penyediaan input, produksi dan pemasaran ?
b. Bagaimana kelayakan usaha pengembangan klaster peternak sapi perah
di Kecamatan Cisarua dalam kaitannya dengan peningkatan nilai tambah
produk susu ?
c. Bentuk strategi pengembangan klaster peternak sapi perah apakah yang
tepat diimplementasikan di Kecamatan Cisarua ?
1.3. Tujuan
a. Mengidentifikasi dan menganalisa komponen klaster peternak sapi perah
di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
b. Mengkaji kelayakan usaha pengembangan klaster peternak sapi perah di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dalam kaitannya dengan
peningkatan nilai tambah produk susu.
a. Penyusunan strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
1.4. Kegunaan Kajian
a. Peternak sapi perah, Koperasi Unit Desa (KUD) Giri Tani dan semua
pihak yang terkait dalam pengembangan klaster peternak sapi perah di
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
b. Pemerintah dan stakeholders, sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan industri persusuan nasional.
c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan studi dan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah Peternak sapi perah, KUD Giri Tani dan
PT Cimory dan semua pihak yang terkait dalam pengembangan klaster peternak
sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelayakan Usaha
Dalam pengembangan kluster industri susu sapi perah perlu ditinjau
kelayakan usaha bagi semua usaha yang terlibat dalam kluster dimaksud.
Analisis kelayakan finansial dalam persiapan dan analisis proyek
menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek terhadap
pelaku yang tergabung di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial
terhadap usaha pertanian menurut Gittinger (1996) adalah menentukan
berapa banyak keluarga petani yang dapat menggantungkan kehidupannya
kepada usaha pertanian tersebut. Salah satu cara untuk melihat kelayakan
finansial adalah dengan metode Cash Flow Analysis (CFA). Metode ini
dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut
dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen biaya dan
manfaat tersebut dikelompokan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan
(benefit/inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost/outflow), selisih antara
keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) dan untuk tingkat investasi
menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan seperti Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C).
Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang
dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria
investasi, yaitu Pay Back Period (PBP), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),
Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of
Return (IRR). Perhitungan-perhitungan dari kriteria-kriteria investasi
tersebut dapat dilakukan menggunakan aplikasi Excel (Arifin, 2007).
a. PBP
PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu
(periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP adalah
suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran
investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006).
b. Net B/C
Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang
8
yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka
ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap
tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C> 1,
maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C <1 maka proyek
tidak layak untuk dilaksanakan.
c. BEP
Break Event Point (BEP) merupakan gambaran kondisi penjualan
produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek
dikatakan impas, jika hasil penjualan produknya pada suatu periode
waktu tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga
proyek tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba.
Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini, maka
proyek bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1993).
d. NPV
NPV atau nilai sekarang bersih mengandalkan pada teknik arus
kas yang didiskontokan. Untuk mengimplementasikan pendekatan ini,
harus mengikuti proses sebagai berikut : (1) Tentukan nilai sekarang
dari setiap arus kas, termasuk arus masuk dan arus keluar, yang
didiskontokan pada biaya modal proyek; (2) Jumlahkan arus kas yang
didiskontokan ini, yang didefinisikan sebagai NPV proyek; (3) Jika
NPV adalah positif, maka proyek harus diterima, sementara jika NPV
adalah negatif, maka proyek harus ditolak.
e. IRR
IRR untuk membuat peringkat usulan investasi dengan
menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung
dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang dari
arus kas masuk proyek yang diharapkan terhadap nilai sekarang biaya
proyek atau sama dengan tingkat diskonto yang membuat NPV sama
dengan nol. Penerimaan atau penolakan usulan investasi ini adalah
membandingkan IRR dengan tingkat bunga yang disyaratkan. Apabila
IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang disyaratkan, maka
proyek diterima dan apabila lebih kecil tidak dapat diterima.
9
2.2. Pengembangan Usaha
Strategi menurut Jauch dan Gluek (1999) merupakan rencana yang
disatukan menyeluruh dan terpadu yang mengkaitkan keunggulan suatu
perusahaan dengan tantangan dan lingkungan yang dirancang untuk
memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang
tepat. Menurut Chandler dalam Rangkuti (2005), strategi merupakan alat
untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka
panjang, program tindak lanjut dan prioritas alokasi sumber daya.
Secara umum, manajemen strategi diawali dari tahap perumusan
strategi, tahap implementasi dan tahap evaluasi strategi (David, 1998).
Tahap perumusan strategi meliputi pernyataan misi, penetapan tujuan,
identifikasi peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan. Analisis
internal meliputi pemasaran dan distribusi, manajemen, produksi dan
operasi, permodalan dan keuangan, serta pengembangan SDM. Analisis
eksternal meliputi lingkungan industri dan lingkungan makro.
Analisis Strengths Weaknesses Opportunities and Threats (SWOT)
menurut Rangkuti (2005) adalah identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan
pada logika memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi, selanjutnya dilakukan
pemilihan alternatif strategi paling efektif untuk diimplementasikan.
Pemilihan alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matriks
Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-
QSPM). Teknik QSPM secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi
mana yang terbaik.
Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai
strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan
eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki (David, 2006). Daya tarik relatif dari
masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan
menentukan pengaruh komulatif dari masing-masing faktor keberhasilan
10
kunci eksternal dan internal. Jumlah set alternatif strategi yang dimasukkan
dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah strategi dalam satu set juga dapat
berapa saja, tetapi hanya strategi dalam set yang sama dapat dievaluasi satu
sama lain.
Komponen dalam QSPM adalah Alternatif Strategi, Faktor Kunci,
Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores atau AS), Total Nilai Daya
Tarik (Total Attractiveness Scores atau TAS) dan Penjumlahan Total Nilai
Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Scores atau STASS). Penjumlahan
Total Nilai Daya Tarik mengungkapkan strategi mana yang paling menarik
dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi
yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal
yang relevan yang dapat memengaruhi keputusan strategis. Tingkat
perbedaan antara Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik dari set alternatif
strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaan relatif dari satu strategi
di atas yang lainnya. Penggunaan matriks QSPM dapat meningkatkan mutu
dari keputusan strategis secara nyata, tetapi tidak pernah digunakan untuk
mendikte pilihan strategi. Aspek perilaku, budaya dan politik dari
perumusan dan pemilihan strategi selalu penting untuk dipertimbangkan dan
dikelola (David, 2006).
2.3. Industri Persusuan di Indonesia
Perkembangan industri persusuan di Indonesia menurut Depperin
(2008), dibagi dalam 5 (lima) tahap, yaitu :
a. Tahap Introduksi (1891–1942)
Tahap introduksi diawali dengan importasi 105 ekor sapi perah
jantan breed Frisian Holstein (FH) dari Belanda dan Shorthorn dari
Australia. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah
kolonial Belanda saat itu, antara lain (a) persilangan sapi perah dengan
ternak lokal Peranakan Ongole (PO, warna putih) di Jawa Timur, yang
menghasilkan ternak persilangan atau dikenal dengan sapi perah lokal
jenis Grati; (b) perluasan pemeliharaan sapi perah ke Jawa Tengah
(Salatiga) dengan mendatangkan 7 ekor FH dan disilangkan dengan
sapi-sapi lokal yang menghasilkan peranakan FH (PFH); (c)
11
mendirikan perusahaan persusuan untuk memenuhi kebutuhan warga
Belanda akan susu segar.
Pada saat itu, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
peraturan yang disebut Milk Codex yang mengatur tentang persyaratan
susu segar yang sehat dengan kadar lemak minimal 3%. Sejalan
dengan perkembangan usaha sapi perah masa itu, di kota-kota besar
didirikan Pusat Pengolahan dan Pemasaran Susu antara lain Bandung
Milk Centre (BMC) dan Pusat Susu Malang (PSM).
b. Tahap Peternakan Rakyat (1942–1945)
Pada zaman pendudukan Jepang (1942–1945), perusahaan susu
milik Belanda terbengkelai dan ditinggalkan oleh pengelola atau
pemiliknya. Ternak sapi perah yang ada dipelihara oleh rakyat dan
sejak itu dapat dikatakan awal tumbuhnya peternakan sapi perah
rakyat. Pada tahun 1949 dibentuk organisasi Gabungan Petani Peternak
Sapi di Jawa Barat, dilanjutkan dengan pembentukan koperasi susu di
Pujon Jawa Timur yang dinamakan SAE (Sinau Saudarandani
Ekonomi) pada tahun 1962.
Untuk mendorong perkembangan usaha sapi perah, pada tahun
1952 pemerintah telah membentuk satu perusahaan negara yang
disebut PN Perhewani yang melaksanakan impor bibit sapi perah
sebanyak 1.000 ekor dari Belanda. Kondisi ekonomi nasional yang
kurang menguntungkan pada saat itu membuat peternakan sapi perah
tidak berkembang. Gabungan Petani Peternakan Sapi Indonesia
Pengalengan (GAPPSIP) pada tahun 1963 menghentikan kegiatannya,
karena tidak mampu bersaing dengan tumbuhnya IPS yang membeli
bahan baku susu dari impor. Oleh karena itu, pemerintah membentuk
Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) di Pengalengan Jawa
Barat.
c. Tahap Investasi Industri Pengolahan Susu dan Pembangunan
Persusuan Nasional (1969-1994)
Pada periode tahun 1969-1994 bermunculan pembangunan IPS di
daerah-daerah dekat pelabuhan di Yogyakarta dan Surabaya. Bahan
12
baku yang digunakan IPS ini diproyeksikan berasal dari susu bubuk
impor, sehingga lokasinya bukan di sekitar kawasan peternakan sapi
perah. Upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan sapi perah
secara integral dilakukan melalui satu paket kebijakan yang terdiri dari
: (a) impor sapi perah; (b) perbaikan mutu genetik melalui inseminasi
buatan (IB); dan (c) penyediaan kredit sapi perah.
Pemerintah pada tahun 1982 menetapkan Surat Keputusan
Bersama (SKB) Tiga Menteri (Pertanian, Perindustrian dan
Perdagangan, serta Koperasi). Dengan adanya SKB tersebut industri
pengolah susu wajib menyerap susu segar dalam negeri sebagai
pendamping susu impor untuk bahan baku industrinya. Proporsi
penyerapan susu segar dalam negeri ditetapkan dalam bentuk rasio
susu, yakni perbandingan antara pemakaian susu segar dalam negeri
dan susu impor yang harus dibuktikan dalam bentuk bukti serap
(BUSEP). BUSEP ini juga merupakan persyaratan memperoleh ijin
impor. Keragaan perkembangan persusuan nasional pada masa ini
dimuat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan persusuan nasional dari tahun 1979-1992
Perkembangan Persusuan
1979 1992
1. Populasi sapi perah (ekor) 94.000 325.000
2. Rasio susu produksi DN : impor 1 : 29 1 : 2
3. Jumlah Koperasi (buah) 11 201
4. Industri Pengolahan Susu (IPS) Repacking Produksi dan
perluasan pasar
DN dan ekspor
Pada periode tahun 1979-1992, walaupun secara kuantitatif telah
terjadi peningkatan potensi persusuan, antara lain peningkatan
populasi, penurunan rasio susu impor dibanding produksi dalam
negeri, kenaikan jumlah koperasi susu dan peningkatan kemampuan
IPS, terjadi permasalahan-permasalahan berikut : (a) kewajiban
pengembalian kredit sapi perah jatuh tempo; (b) tuntutan peremajaan
13
bibit sapi perah; dan (c) perlunya evaluasi menyeluruh manajemen
koperasi susu.
d. Tahap Konsolidasi Usaha Sapi Perah (1994-2003)
Pada periode tahun 1994-2003, ditangani berbagai masalah
persusuan yang timbul pada tahap sebelumnya, pemerintah
mengeluarkan Program Konsolidasi Persusuan Nasional berikut :
1) Cicilan Kredit Tahap I (Juli 1969-Maret 1991) melalui
pengumpulan Dana Tanggung Renteng (DTR) Rp. 15/l.
2) Cicilan Kredit Tahap II melalui kenaikan harga susu dari Rp
532,5/l menjadi Rp 580/l atau DTR Rp 15/l, dan dilakukan
penjadualan ulang kredit (reschedulling) selama 5-7 tahun.
Pada tahap ini juga, BUSEP yang semula bertujuan untuk
melindungi peternak dalam negeri dari persaingan terhadap susu
impor, dengan adanya Inpres No. 4 Tahun 1998 tentang koordinasi
pembinaan dan pengembangan persusuan nasional, maka ketentuan
pemerintah yang membatasi impor susu melalui BUSEP menjadi tidak
berlaku lagi, sehingga susu impor menjadi komoditi bebas masuk.
e. Tahap Agribisnis Persusuan (2003-sekarang)
Pengembangan persusuan nasional dilaksanakan melalui
pendekatan Sistem Agribisnis Peternakan, yaitu penanganan secara
konseptual seluruh aspek agribisnis dimulai dari sarana produksi,
budidaya, pengolahan dan pemasaran, dengan dukungan faktor lain,
seperti kebijakan pemerintah, penelitian, penyuluhan, transportasi dan
lain-lain. Dalam era ini diharapkan agribisnis peternakan sapi perah
dapat memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal (keunggulan
komparatif), yang kemudian dibarengi dengan aplikasi teknologi
inovatif untuk meningkatkan daya saing (keunggulan kompetitif), serta
memanfaatkan potensi pasar domestik yang terus berkembang.
Beberapa keterbatasan dalam pengembangan industri sapi perah
di Indonesia menurut Deptan (2009), yaitu (1) Keterbatasan populasi
sapi perah; (2) Belum efektifnya manajemen ternak, terutama untuk
produksi susu; (3) Rendahnya standar kesehatan sapi perah; (4)
14
Kurangnya suplai pakan; dan (5) Rendahnya konsumsi susu.
Strategi pengembangan industri perdesaan berbasis susu sapi
menurut Deptan (2009) adalah (1) fokus pada pemberdayaan usaha
sapi perah skala kecil dan menengah; (2) Pengembangan industri
pengolahan susu dan pemasaran; (3) Penguatan pada akses
permodalan, infrastruktur, teknologi dan peningkatan mutu bersamaan
dengan pemberdayaan kelembagaan peternak sapi perah; (4)
Peningkatan konsumsi susu sapi segar; (5) Pengembangan kondisi
kondusif bagi industri susu. Kondisi yang diinginkan adalah (1)
kerjasama inti plasma antara kelompok peternak dengan swasta; (2)
pemasaran susu segar yang diolah oleh inti langsung ke konsumen; (3)
Jumlah minimum ternak sapi 10 ekor/ plasma dan 500 ekor/klaster; (4)
Breeding oleh inti; (5) Penerapan Good Farming Practices (GFP) dan
Good Manufacturing Pratices (GMP) oleh plasma; dan (6) integrasi
yang baik dengan industri pakan dan manajemen limbah terpadu.
Pengembangan peternakan sapi perah ke depan harus didasarkan
pada prioritas perbaikan kelembagaan pasar yang lebih adil dan
bijaksana (Talib et al, 2007). Hal ini untuk menjawab sistem
pemasaran susu di Indonesia yang dalam penentuan harganya masih
didominasi oleh IPS, demikian pula jaringan pemasaran yang dikuasai
oleh IPS. Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten
oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha berorientasi ekonomi.
Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh
kurangnya modal, serta pengetahuan/keterampilan petani yang
mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil
pascapanen, penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi dan
pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek
tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh
sebanding dengan pemeliharaannya (Bappenas 2007).
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan,
jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun
tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya
15
sebanyak 2 ekor dengan rataan produksi susu 15 l/hari. Upaya untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah
tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha.
Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan
vertikal) dengan petani lainnya dan instansi-instansi lain yang
berkompeten, serta tetap memantapkan pola Perusahaan Inti Rakyat
atau PIR (Bappenas 2007).
2.4. Keragaan Produksi, Konsumsi dan Ekspor Impor Susu Sapi
a. Produksi, Penyediaan dan Konsumsi
Produksi susu periode tahun 2004 - 2008 mengalami peningkatan
dari 549,9 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 574,4 ribu ton pada tahun
2008, dengan pertumbuhan rataan per tahun 1,4%. Hal ini didukung
dengan pertumbuhan populasi sapi perah yang meningkat dengan
rataan pertumbuhan per tahun mencapai 2,9% pada periode yang sama.
Sedangkan penyediaan susu pada periode yang sama meningkat
dengan pertumbuhan 7,2% dan penyediaan per kapita per tahun 5,9%,
ini menunjukkan peran impor yang meningkat lebih besar. Secara rinci
data populasi sapi perah, produksi susu dan penyediaan susu dimuat
pada Tabel 2. Produksi susu pada 10 besar propinsi penghasil susu dari
tahun 2004-2008 dimuat pada Tabel 3.
Tabel 2. Populasi sapi perah, produksi susu dan penyediaan susu dari tahun 2004-
2008
Perkembangan
Usaha Sapi
Perah
2004 2005 2006 2007 2008 Pertumbuhan
per tahun
(%)
Populasi Sapi
Perah (ekor)
364.062 361.351 369.008 374.067 407.767 2,9
Produksi Susu
(000 ton)
549,9 536,0 616,5 567,7 574,4 1,4
Penyediaan (000
ton)
2.050,3 2.042,2 2.438,2 2.673,3 2.679,0 7,2
Penyediaan per
kapita per tahun
(kg)
9,5 9,3 11,1 11,9 11,8 5,9
Sumber : Ditjenak, 2008
16
Tabel 3. Produksi susu sapi pada 10 besar provinsi penghasil susu dari
tahun 2004-2008 (ton)
No Propinsi 2004 2005 2006 2007 2008
1 Jawa Timur 237.663 239.908 244.300 249.275 253.837
2 Jawa Barat 215.330 201.885 211.889 225.212 225.212
3 Jawa Tengah 78.259 70.693 130.896 70.419 71.286
4 DIY 7.257 8.812 11.063 6.994 7.064
5 DKI 5.151 5.061 6.365 7.016 7.064
6 Sumatera Utara 4.562 4.695 8.783 1.507 1.253
7 Sulawesi Selatan 646 90 1.184 1.846 2.838
8 Sumatera Barat 100 899 930 930 1.053
9 Kalimatan
Selatan
252 123 177 310 356
10 Sumatera Selatan 275 277 401 269 303
Sumber : Ditjenak, 2008
Apabila dilihat dari produksi susu per propinsi di Indonesia,
maka Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat tertinggi dengan
produksi 253.837 ton pada tahun 2008. Selanjutnya diikuti oleh Jawa
Barat 225.212 ton yang termasuk daerah sentra produksi susu sapi dan
Jawa Tengah 71.286 ton. Hal ini sebagai dasar pemilihan lokasi dalam
penelitian ini.
Tabel 4. Konsumsi susu per kapita per tahun pada tahun 2006
Produk Konsumsi/ kapita/tahun
(kg)
Persentase (%)
Susu 10,47 100,00
Susu segar 0,16 1,53
Susu cair pabrik 0,14 1,34
Susu kental manis 1,10 10,51
Susu bubuk 5,16 48,28
Susu bubuk bayi 3,90 37,25
Keju 0,00 0,00
Hasil lain dari susu 0,01 0,10 Sumber : Ditjenak, 2008
17
Konsumsi susu per kapita per tahun pada tahun 2006 sebesar
10,47 kg, dimana konsumsi susu terutama dalam bentuk produk susu
bubuk (48,28%), susu bubuk bayi (37,25%) dan susu kental manis
(10,51%), dimuat pada Tabel 4.
b. Impor dan Ekspor Susu
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, sebagian
besar (> 70%) dipasok dari produk impor yang berupa susu bubuk atau
susu kental manis (Depperin, 2008). Secara rinci impor susu Indonesia
dari tahun 2003-2007 dimuat pada Tabel 5. Data pada Tabel 5
menunjukkan volume maupun nilai impor produk susu, keju dan
yoghurt meningkat dengan rataan pertumbuhan per tahun cukup besar.
Pemerintah dalam tataniaga susu telah menetapkan tarif bea masuk 5%
atas impor tujuh produk-produk susu tertentu, terhitung sejak 28 Mei
2009. Tujuh produk tersebut terdiri dari enam produk Full Cream Milk
Powder (FCMP) dan satu produk susu mentega yang merupakan bahan
baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk susu jadi untuk
konsumsi masyarakat. Tujuan ditetapkannya tarif tersebut dalam
rangka mendukung pengembangan industri susu di dalam negeri. Hal
tersebut dituangkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor: 101/PMK.011/2009 tanggal 28 Mei 2009. Sebelumnya, tarif
bea masuk produk-produk susu dimaksud sebesar nol persen sesuai
PMK Nomor: 19/PMK.011/2009 tanggal 13 Februari 2009 (Lestarini,
2009).
Apabila harga susu impor turun, produksi SSDN oleh peternak
perlu dilindungi. Caranya dengan kembali menaikkan tarif bea masuk
atas impor produk-produk susu tertentu. Penentuan tingkat tarif
optimal memperhatikan tiga peubah yang berpengaruh terhadap tarif
bea masuk atas impor produk-produk susu dimaksud, yaitu harga susu
internasional, kurs rupiah terhadap USD (dolar Amerika Serikat) dan
harga SSDN yang penetapannya bukan berdasarkan mekanisme pasar
tapi berdasarkan kesepakatan antara Gabungan Koperasi Susu
Indonesia (GKSI) dan Industri Pengolah Susu (IPS).
18
Tingkat tarif ini dinilai dapat melindungi dua kepentingan, yaitu
perlindungan terhadap produksi SSDN oleh peternak dan sekaligus
menjaga agar harga produk susu jadi tidak terlalu tinggi, sehingga tetap
terjangkau oleh konsumen. Kebijakan penetapan tarif bea masuk
produk-produk susu tertentu yang sebelumnya nol persen (0%) diambil
dalam rangka mendukung sektor riil dalam negeri guna menghadapi
krisis finansial global melalui penggunaan fungsi tarif bea masuk
sebagai instrumen pengembangan industri dan sekaligus sebagai
instrumen fiskal. Pada saat kebijakan penurunan tarif bea masuk
diambil, harga susu internasional sangat tinggi dan kurs rupiah
terhadap dolar sedang melemah sehingga menyebabkan tingginya
harga susu impor yang dibutuhkan oleh IPS sebagai bahan baku dalam
memproduksi produk susu jadi.
Tabel 5. Volume dan nilai impor susu indonesia dari tahun 2003-2007
Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan
per tahun %)
Volume impor (ton)
Produk
susu
117.318,1 165.411,5 173.084,4 188.128,4 198.216,8 14,9
Keju 7.198,0 11.302,8 9.882,7 10.612,3 13.959,5 20,8
Yoghurt 134,7 172,0 169,4 713,3 1.481,6 113,7
Nilai impor (000 US$)
Produk
susu
207.475,3 329.382,8 399.165,4 416.183,5 637.007,0 34,3
Keju 14.517,1 27.592,6 28.263,7 30.733,2 46.065,1 37,8
Yoghurt 250,9 244,8 294,0 712,8 1.502,2 67,7
Sumber : Ditjenak, 2008
Walaupun impor susu Indonesia cukup besar dan produksi masih
relatif rendah, Indonesia juga melakukan ekspor produk susu. Namun
nilai ekspor tersebut, pertumbuhannya rendah (8,3%) apabila
dibandingkan nilai impor yang mencapai pertumbuhan 34,3% per
tahun pada periode yang sama (2004-2008). Bahkan untuk komoditi
yoghurt mengalami penurunan dengan pertumbuhan minus 21,4%
untuk nilai ekspor pada periode yang sama. Impor susu terutama dalam
19
bentuk susu bubuk dan kental manis dengan negara asal New Zealand,
Australia, USA, Philipina dan Singapura. Ekspor susu terutama dalam
bentuk susu bubuk dengan tujuan ekspor Irak, Algeria, Sri Lanka,
Singapura dan Malaysia. Secara rinci data ekspor produk susu pada
tahun 2004-2008 dimuat pada Tabel 6.
Tabel 6. Volume dan nilai ekspor susu indonesia dari tahun 2003-2007
Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan
per tahun (%)
Volume ekspor (ton)
Produk
susu
49.593,6 40.935,1 45.018,5 35.241,2 30.739,1 -10,5
Keju 235,0 251,0 291,3 545,9 428,4 22,2
Yoghurt 924,6 704,8 337,0 146,3 126,0 -36,6
Nilai ekspor (000 US$)
Produk
susu
54.880,5 61.605,0 90.150,7 71.541,8 68.138,9 8,3
Keju 1.354,2 1.164,9 958,0 1.804,9 1.346,7 7,8
Yoghurt 1.294,5 878,9 743,5 213,4 284,4 -21,4
Sumber : Ditjenak, 2008
2.5. Klaster Industri Susu
Klaster (Cluster) merupakan pengertian yang lazim digunakan dalam
Ilmu Ekonomi Regional untuk mendefinisikan pengelompokan industri
sejenis dalam suatu kawasan dan ketika kegiatan industri itu bermacam-
macam yang disebut aglomerasi (Richardson dalam Soetrisno, 2009).
Dalam perkembangannya, klaster menghasilkan praktek terbaik
pengembangan industri di dunia, seperti yang terjadi pada klaster tertua
industri galangan kapal di Norwegia, maka klaster juga diterima sebagai
pengertian pendekatan pengembangan industri.
Pengembangan kawasan peternakan sapi perah melalui koperasi adalah
sebuah model klaster tertutup yang unik dan efektif. Koperasi menjadi entry
point dalam peningkatan pengembangan persusuan nasional. Koperasi susu
pada umumnya memenuhi syarat untuk menjadi sebuah klaster bisnis susu,
dimana koperasi sekaligus berperan sebagai lembaga pengembangan bisnis
20
bagi peternak dan juga lembaga keuangan (Soetrisno, 2002).
Klaster industri pada dasarnya merupakan jaringan dari sehimpunan
industri yang saling terkait (industri inti yang menjadi fokus, industri
pendukungnya dan industri terkait, pihak lembaga yang menghasilkan
pengetahuan/ teknologi, institusi yang berperan menjembatani dan pembeli,
yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai
(value adding production chain)). Pengertian industri disini mempunyai arti
luas sebagai himpunan bisnis tertentu, bukan hanya industri pengolahan dan
manufaktur (Taufik, 2009).
Menurut hasil studi yang dilakukan Roelandt dan den Hertog dalam
Taufik (2009), tidak ada dua daerah yang menghadapi tantangan yang persis
sama dalam beradaptasi terhadap perubahan perhatian ekonomi, maka para
pemimpin pembangunan ekonomi harus mencari suatu pendekatan yang
dapat disesuaikan dengan keadaan politik, ekonomi dan sosial di daerah
yang bersangkutan. Untuk itu, kerangka klaster dapat menjadi sebuah alat
yang sangat berguna bagi perubahan ekonomi secara efektif, karena bersifat
(1) Market driven, berfokus pada upaya mempertemukan sisi permintaan
dan penawaran ekonomi secara bersama untuk bekerja secara lebih efektif;
(2) Inclusive, mencakup perusahaan berskala besar, menengah, maupun
kecil, serta para pemasok dan lembaga-lembaga ekonomi pendukung; (3)
Collaborative, sangat menekankan solusi kolaboratif pada isu-isu daerah
oleh para partisipan yang termotivasi oleh minatnya masing-masing; (4)
Strategic, membantu para stakeholder untuk menciptakan visi strategik
daerahnya yang menyangkut ekonomi generasi berikutnya atas dasar
kesepakatan bersama dari beragam pihak yang berbeda dan mendorong
motivasi, serta komitmen untuk melakukan tindakan; dan (5) Value creating,
memperbaiki kedalaman (dengan pemasok yang lebih banyak) dan cakupan
(dengan menarik lebih banyak industri) untuk meningkatkan pendapatan
daerah.
Nilai tambah dan keunggulan daya saing kluster industri secara
keseluruhan ditentukan oleh peran/kontribusi seluruh pelaku usaha, baik
sinergi tindakan bersama maupun dinamika persaingan berkembang. Setiap
21
perusahaan secara inheren merupakan bagian dari klaster industri, karena
keunggulan kompetitif tidak hanya ditentukan oleh satu perusahaan semata.
Peningkatan efisiensi pada tingkat perusahaan sangat esensial, namun dalam
persaingan global hal tersebut tidak cukup. Bukti empiris menunjukkan
bahwa keberhasilan mengembangkan klaster industri yang sangat kuat dan
dinamis akan melahirkan keunggulan kompetitif berkelanjutan (Taufik,
2009).
Manfaat umum lain dari klaster industri adalah (1) memungkinkan
suatu kerangka bagi kolaborasi; (2) membantu pengembangan agenda
bersama; (3) membantu pencapaian skala ekonomi; (4) memfasilitasi
pengembangan tingkat kompetensi yang lebih tinggi; dan (5) membantu
meringankan kekhawatiran persaingan antar industri dengan membangun
rasa saling percaya dan bekerjasama antar pelaku bisnis dalam klaster
(Taufik, 2009).
Setelah masa krisis tahun 1999, untuk menjawab kebutuhan tantangan
kelembagaan dan program pengembangan yang berdampak jangka panjang
dan perlu kecepatan pelaksanaan, maka pikiran yang dikembangkan ketika
itu bahwa program itu harus memenuhi syarat (1) melahirkan entry baru
yang jelas; (2) mempunyai karakter unity, (3) ada kekuatan market driven
dan (4) melahirkan self governing (rolling) mechanism. Pendekatan yang
mempunyai kemampuan memenuhi syarat ini tiada lain adalah pendekatan
klaster dengan entri sentra yang sudah hadir di masyarakat. Sejak itu
pendekatan klaster biasa digunakan dalam pendekatan manajemen industri
diadopsi ke dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), karena
pada dasarnya aglomerasi yang biasa dilakukan industri juga pada akhirnya
tumbuh menjadi kesatuan dengan usaha pendukungnya (Taufik, 2009).
Pada masa berakhirnya program pengembangan sentra/klaster UKM
tahun 2004 untuk mencapai sasaran 1.000 sentra kegiatan UKM, Badan
Pusat Statistik (BPS) diminta melakukan evaluasi dampak pemberian
dukungan finansial dan dukungan non finansial, serta hasilnya melaporkan
bahwa keduanya mendorong volume penjualan (25% mengalami
peningkatan dan 33% bertahan dalam krisis/tetap), sementara keuntungan
22
juga meningkat dengan kinerja hampir sama (Taufik, 2009).
Secara sepintas, pendekatan klaster dalam pengembangan UKM,
apapun basis kegiatannya, pivotnya adalah menjadikan total omzet dari hasil
pengelompokan yang disertai dukungan ini harus tumbuh menjadi sebuah
ekonomi yang kesemuanya dapat hidup dengan kekuatan pasar. Biasanya
yang paling mudah adalah melihat kehadiran lembaga keuangan karena dia
tidak akan hadir kalau tidak layak.
Dalam „Blue Print Peningkatan Tambah dan Daya Saing Produk
Pertanian dengan Pemberian Insentif bagi Tumbuhnya Industri Perdesaan‟
(Kementan 2010), pengembangan kemitraan dengan pola klaster merupakan
salah satu kebijakan dalam pengembangan komoditas susu di Indonesia.
Kebijakan lainnya dalam mendukung pengembangan komoditas susu antara
lain adalah peningkatan jangkauan KUPS dan program minum susu untuk
anak sekolah. Sedangkan orientasi pengembangan komoditas susu adalah
peningkatan produksi dan mutu susu untuk pengurangan impor melalui
peningkatan produktivitas, peningkatan kemampuan koperasi atau
penumbuhkembangan industri perdesaan pengolah susu pasteurisasi dengan
menerapkan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan (SJMKP).
Berdasarkan Blue Print dimaksud, program aksi yang akan
dilaksanakan pada periode 2010-2014 adalah :
a. Peningkatan mutu SDM dalam cara penanganan panen dan hasil panen
susu segar melalui Training of Trainer (TOT) untuk penyuluh dan
tenaga pendamping, dan pelatihan untuk peternak.
b. Bantuan peralatan pemerahan susu kepada kelompok tani.
c. Penyediaan container susu segar.
d. Penerapan SJMKP pada produk susu segar maupun pasteurisasi.
e. Penguatan SDM melalui pelatihan pengolahan susu segar dan produk
olahan serta pendampingan untuk pengolahan dan pemasaran.
f. Bantuan peralatan dan penguatan modal industri perdesaan pengolahan
susu pasteurisasi dan susu fermentasi.
g. Fasilitasi kemitraan antara petani, poktan dan industri besar dengan
pola klaster, dengan implementasi penetapan faktor dan ketentuan
23
kerjasama, penguatan faktor kerjasama, pengawasan faktor kerjasama,
dan insentif pajak bagi industri penyerap.
h. Program minum susu untuk anak sekolah.
i. Kampanye minum susu segar.
Secara nasional menurut Kementan (2010), analisa SWOT
pengembangan komoditas susu saat ini seperti termuat pada Gambar 1.
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S) Weaknesses (W)
1. Iklim mendukung. 2. Lahan dan sumber pakan
cukup. 3. Teknologi pengolahan susu
pasteurisasi telah dikuasai
1. Bibit sapi bermutu belum tersedia cukup.
2. Mutu susu rendah. 3. Kemampuan modal peternak
terbatas, sehingga usaha ternak hanya sampingan.
4. Kemampuan manajerial koperasi/ Gapoktan belum bagus.
5. Peternak belum terkonsentrasi pada wilayah tertentu.
Opportunities (O) Strategi SO (agresif) Strategi WO (diversifikasi)
1. Kebutuhan susu tinggi. 2. Program minum susu segar dari
pemerintah. 3. Pasar subtitusi impor 1,85 juta
ton/tahun.
1. Penciptaan sentra sapi perah.
2. Peningkatan program konsumsi susu segar.
3. Pengembangan koperasi pengolah susu
1. Penyediaan bibit unggula yang mencukupi.
2. Peningkatan skala usaha peternak
3. Peningkatan kemampuan produksi dan pemasaran di koperasi.
Threats (T) Strategi ST (diferensiasi) Strategi WT (defensif)
1. Mutu susu impor jauh lebih bagus.
2. Kebijakan keleluasaan impor susu
3. Industri pengolah lebih memilih susu impor.
Kampanye minum susu segar Peningkatan mutu susu dari peternak.
Gambar 1. Analisis SWOT pengembangan komoditas susu nasional
Outcome yang diharapkan dari rencana aksi pengembangan produk
susu adalah memenuhi kebutuhan susu dalam negeri untuk mendukung
peningkatan gizi masyarakat melalui pengembangan industri pengolahan
susu perdesaan berbasis klaster, pemberian insentif investasi agroindustri
susu di perdesaan dan kebijakan penyerapan susu lokal untuk industri
pengolahan susu.
24
2.6. Klaster Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua
Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terdiri dari 2 (dua)
komponen utama yaitu peternak sapi perah sebanyak 170 orang yang
tergabung dalam 5 (lima) kelompok dan KUD Giri Tani, dengan produksi
susu sekitar 6.500 l/hari (Disnakkan Bogor, 2010). Pada akhir tahun 2005
KUD Giri Tani melakukan terobosan yaitu menerima tawaran PT Cisarua
Mountain Dairy (Cimory) untuk memasok susu segar. Seiring dengan
peningkatan kapasitas produksi PT Cimory maka mulai tahun 2008 produksi
susu peternak anggota KUD Giri Tani terserap seluruhnya oleh PT Cimory
(KUD GT, 2009b). Sejak saat itu KUD Giri Tani masih bekerjasama dengan
PT. Cimory sebagai tujuan pemasaran tunggal. Pada tahun 2009 total
penjualan susu meningkat sebesar Rp. 5.027.202.320,- dengan harga jual per
liter Rp. 2.825,- - Rp. 3.730,- (KUD GT, 2009a).
Iklim sejuk dengan curah hujan yang cukup tinggi di Kecamatan
Cisarua dan sekitarnya mendukung dari aspek kebutuhan hijauan/rumput
dan kesehatan sapi. Kebanyakan sapi perah yang diternak di Kecamatan
Cisarua adalah dari jenis PFH yang mempunyai sifat kurang tahan terhadap
panas walaupun mudah beradaptasi (BBPTUSP, 2009).
Menurut Ketua KUD Giri Tani dalam Amdani (2009), pemasaran susu
di Kecamatan Cisarua 90% berupa susu segar yang dijual kepada PT.
Cimory, 5% dijual langsung kepada konsumen dan 5% diolah menjadi
yoghurt. Produksi yoghurt sekitar 200 l/hari. Harga susu di tingkat peternak
Rp. 3.700,-, harga di tingkat konsumen langsung berkisar Rp. 5.000-Rp.
7.000,-. Yoghurt stick (batang) dipasarkan dalam pack berisi 10 stick dengan
harga Rp 5.000,-, sedangkan untuk kemasan gelas Rp 3.500,-. Agar menarik
untuk segmen anak-anak hingga remaja, yoghurt ditawarkan dalam 11
macam rasa. Dengan volume produksi 800 pack sehari, usaha pengolahan
yoghurt ini mempunyai nilai ekonomis berputar mencapai Rp 4 juta/hari dan
menyerap 6 orang tenaga kerja. Pemasaran dilakukan bekerjasama dengan 5
agen penjualan (Amdani, 2009) dan melalui sekitar 300 toko/warung
(Disnakkan Bogor, 2010).
25
KUD Giri Tani mendapat akreditasi B dari Deputi Bidang Pengkajian
dan Sumber Daya UKMK Kementerian Negara Koperasi dan UKM.
Akreditasi ini merupakan salah satu bentuk pengakuan pemerintah kepada
KUD Giri Tani mengenai kinerja koperasi baik dari sisi manajemen,
keuangan, pemasaran, dan sebagainya. Dalam perkembangannya KUD Giri
Tani memiliki beberapa permasalahan antara lain jumlah anggota yang tidak
mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Jumlah anggota yang
aktif tidak lebih dari 20% dari jumlah anggota keseluruhan. Selain itu ada di
antara anggota KUD yang mengirimkan susu tanpa melalui KUD tetapi
langsung kepada PT Cimory. Meskipun sudah ada kesepakatan kerjasama
pemberian fee 10% dari total transaksi peternak dari PT Cimory kepada
KUD, hal ini hanya memberikan keuntungan jangka pendek bagi KUD Giri
Tani. Dalam jangka panjang hal ini akan mengakibatkan pengikisan social
capital para anggota KUD Giri Tani (Ramadan, 2009).
Beberapa alternatif strategi untuk pengembangan KUD Giri Tani
menurut Ramadan (2009) adalah (1) Meningkatkan mutu pelayanan kepada
anggota dan PT Cimory; (2) Membangun koalisi strategis dengan peternak
besar agar mengirimkan kembali susu melalui KUD; (3) Mengoptimalkan
penggunaan fasilitas produksi yang ada agar susu yang dipasok ke PT
Cimory mendapat harga terbaik; (4) Mengadakan pelatihan khusus staf
pembukuan secara berkesinambungan; (5) Mengadakan pengolahan susu
menjadi yoghurt yang secara khusus dipasarkan ke wilayah Cisarua dan
sekitarnya; (6) Menjalin hubungan dengan Dinas Peternakan agar
penyuluhan kepada peternak anggota KUD Giri Tani lebih diintensifkan; (7)
memanfaatkan nama KUD Giri Tani sebagai jaminan ke pihak lembaga
keuangan dengan menampilkan laporan keuangan yang ada; (8)
Mengadakan promosi investasi yang menguntungkan kepada investor
tentang prospek usaha beternak sapi perah; dan (9) Konsolidasi internal
pengurus koperasi.
Pengembangan klaster dengan pendekatan komunitas kelompok sapi
perah sebagai lembaga ekonomi profesional diharapkan akan mencapai
efisiensi, karena : (1) biaya pemasaran dapat dipangkas dengan semakin
26
pendeknya rantai pemasaran; (2) peternak memiliki posisi tawar lebih baik
sehingga mendapat harga jual yang sesuai; (3) biaya manajemen akan lebih
murah karena semakin meningkatnya akses secara langsung dari berbagai
pihak; (4) pembinaan dapat dilakukan secara lebih intensif (LPPM IPB,
2007).
2.7. Analisa Usaha Tani Sapi Perah
Menurut data dari GKSI yang diolah oleh Yusdja (2005) struktur biaya
usaha ternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7. Dari Tabel 7, ternyata
biaya memberikan pakan membutuhkan pengeluaran terbesar (62,5%).
Biaya terbesar kedua adalah biaya bangunan, perawatan dan pembelian alat-
alat. Jika biaya penyusutan diabaikan, maka kontribusi pakan mencapai 80%
dan kontribusi biaya modal 3,8 - 7%. Menurut Priyono (2006), analisis
usaha tani ternak sapi perah dapat dilakukan dengan menganalisa usaha tani
dengan biaya-biaya yang diperhitungkan dan yang tidak diperhitungkan.
Contoh biaya yang tidak diperhitungkan adalah biaya tenaga dan pakan yang
diperoleh dari kebun sendiri. Pendapatan merupakan selisih antara
penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi.
Penerimaan diperoleh dari penjualan susu, penjualan pedet, penjualan
limbah peternakan dan penjualan ternak sapi perah afkir. Sedangkan input
dibagi menjadi input biaya tetap dan biaya variabel. Input biaya tetap
merupakan biaya yang dikeluarkan tanpa terpengaruh oleh volume faktor
produksi. Input biaya variabel merupakan biaya yang terpengaruh oleh
volume faktor produksi. Selain itu, investasi yang dikeluarkan harus
diperhitungkan. Penyusutan investasi dimasukkan dalam biaya tetap.
Investasi pada sapi perah berupa pembangunan kandang, peralatan dan
pembelian sapi.
Salah satu hasil analisis finansial usaha peternakan sapi perah di
tingkat perusahaan peternakan yang dilakukan Setiyawan et al. (2005)
diperoleh IRR 38,45%, PBP 3 tahun 6 bulan, Net B/C 1.42%, NPV pada DF
38% dan 39% adalah Rp. 773.226,22 dan Rp. 933.599,30. Keuntungan
peternak sapi perah juga dipengaruhi oleh persentase sapi laktasi. Menurut
Djarijah dalam Setiyawan et al. (2005), peternakan sapi perah yang
27
mempunyai sapi laktasi 60% atau lebih dari total populasi adalah
menguntungkan.
Tabel 7. Struktur biaya produksi susu per liter
No Uraian Persentase (%)
1 Bibit 3,3
2 Upah 7,2
3 Pakan 62,5
4 Perawatan ternak 1,0
5 Bangunan 20,6
6 Biaya modal 3,8
7 Pemasaran 1,6
Total 100,0
Sumber : Yusdja, 2005
2.8. Yoghurt
Yoghurt merupakan produk olahan susu yang cukup disukai dan
dikenal masyarakat. Kata yoghurt berasal dari Turki, yaitu “jugrut” artinya
susu asam. Di Indonesia, produk olahan ini dikenal sekitar tahun 1980‟an
dan saat ini mudah dijumpai di supermarket. Produk olahan yoghurt
memiliki beberapa keistimewaan, yaitu mudah dicerna, kandungan
kolesterol rendah, kandungan protein lebih tinggi dan kandungan lemak
rendah. Mengkonsumsi yoghurt penting bagi orang yang ingin melakukan
program diet, dan yoghurt juga dapat menyembuhkan luka lambung dan
usus (Deptan (2001).
Prinsip pembuatan yoghurt adalah melalui proses fermentasi dengan
menambahkan bakteri-bakteri laktobacillus bulgaricus dan streptococcus
thermophilus. Perubahan asam disebabkan adanya perubahan laktosa
menjadi asam laktat oleh bakteri-bakteri tersebut. Untuk meningkatkan
citarasa dapat ditambahkan zar pemanis (gula/sirup) ataupun flavor buatan
dari buah-buahan. Cara pembuatan yoghurt sebagai berikut :
1) Bahan dan alat yang diperlukan :
i. Bahan : susu murni atau susu dari susu bubuk; bakteri starter :
streptococcus thermophillus, laktobacillus bulgaricus atau dari
yoghurt yang telah siap sebelumnya; flavor buatan (bila perlu);
28
gula atau sirup (bila perlu).
ii. Alat yang diperlukan : panci email, kompor, alat pengaduk dan
inkubator.
2) Proses pembuatan
i. Susu dipanaskan pada suhu 100 0C sampai mendidih sambil terus
diaduk, biarkan terus mendidih dan menguap sampai volumenya
menjadi 2/3 bagian dari volume semula.
ii. Apabila dibuat dari susu murni dapat ditambahkan susu skim
bubuk 5 % dari berat susu, lalu sedikit demi sedikit sambil diaduk
terus. Apabila ingin menambahkan gula, maka penambahan dapat
dilakukan pada saat ini.
iii. Dinginkan sampai mencapai 450C dan tambahkan starter untuk
setiap liter susu kira-kira 40 cc.
iv. Susu yang sudah dicampur dengan biakan starter dimasukkan
dalam gelas-gelas kecil (plastik) dan disimpan dalam inkubator
(suhu 43 0C) selama 4-6 jam. Jika tidak ada inkubator, dapat
disimpan pada suhu kamar selama 12-14 jam. Selama
penyimpanan, yoghurt harus ditutup rapat, perlahan-lahan susu
akan menggumpal, akibat reaksi koagulasi dari protein susu dan
rasa akan menjadi asam, serta derajat keasamannya kira-kira 4,6.
Apabila menginginkan kekentalan, maka yoghurt dapat
ditambahkan zat penstabil (gelatin) kira-kira 0,5 – 1,5 % dari
volume susu semula.
v. Yoghurt yang sudah siap (jadi) dapat langsung dikonsumsi atau
disimpan dalam lemari es dan tahan selama 12 hari (suhu 20C),
serta pada suhu kamar tahan selama 2 hari.
29
III. METODE KAJIAN
3.1. Lokasi dan Waktu
a. Lokasi Kajian
Lokasi kajian ini dilaksanakan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor
yang terdapat klaster peternakan sapi perah.
b. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan tugas akhir dan penyusunan kajian adalah 5 bulan,
mulai dari bulan Mei sampai dengan September 2010.
3.2. Metode Kerja
Metode kerja yang digunakan adalah metode deskriptif, baik kualitatif
maupun kuantitatif, yaitu menggambarkan keadaan yang ada di lapangan,
selanjutnya berdasarkan fakta-fakta yang ada dilakukan analisis berdasarkan
teori yang terkait dan pendekatan kelayakan usaha berbasis perhitungan
kelayakan finansial.
a. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan
data dilakukan dengan cara :
1) Data primer diperoleh dari penelitian lapangan untuk
mengumpulkan data yang mempunyai hubungan langsung
dengan masalah yang diteliti. Cara pengumpulan data adalah :
i. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara
pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti.
Observasi pada awal penelitian untuk lebih mempelajari
klaster untuk menentukan contoh yang diperlukan, dan
mengidentifikasi komponen klaster yang ada beserta
keterkaitannya
ii. Interview yaitu suatu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengadakan tanya jawab antara dua pihak,
dimana satu pihak sebagai pencari informasi dan pihak
lainnya sebagai pemberi informasi, baik lisan maupun
30
tertulis. Sumber informasi adalah pihak-pihak yang
berkompeten terhadap masalah yang ada. Interview dilakukan
kepada peternak sapi perah, pengelola koperasi, serta pihak
lain yang terkait dengan perkembangan klaster.
iii. Kuesioner (Lampiran 1), yaitu metode pengumpulan data
dengan mengajukan daftar pertanyaan mengenai obyek yang
sedang diteliti kepada pihak terkait langsung dengan
penelitian. Pengisian dilakukan pada komponen kluster dalam
hal ini contoh dari peternak sapi, kelompok peternak, unit
usaha pengolahan yoghurt KUD Giri Tani dan KUD Giri
Tani.
2) Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan yang merupakan
dasar untuk memperkuat landasan teori dan merupakan cara
pengumpulan data secara teoritis. Data tersebut diperoleh dari
buku-buku maupun literatur, terutama yang berhubungan dengan
pengembangan peternakan sapi perah, pengembangan kluster
industri pertanian dan kebijakan yang terkait.
b. Pemilihan Contoh
Contoh pada kajian ini adalah peternak sapi perah yang mewakili
3 (tiga) skala usaha yaitu skala usaha kecil dengan kepemilikan sapi
dewasa < 6 ekor, skala menengah 6-10 ekor dan skala besar >10 ekor;
kelompok peternak, unit usaha pengolahan yoghurt KUD Giri Tani dan
KUD Giri Tani. Selain itu diidentifikasi stakeholders lain yang terkait
perannya dalam pengembangan klaster industri susu di Kecamatan
Cisarua, yaitu penyedia sarana prasarana produksi (hijauan, pakan,
bibit dan peralatan) dan lain-lain.
Jumlah contoh peternak sapi perah adalah sebanyak 30 orang
dari populasi peternak sapi perah yang sekaligus anggota aktif KUD
Giri Tani, yaitu sejumlah 168 orang pada tahun 2009. Pengambilan
contoh dilakukan dengan metode Nonprobability (Nonrandom
Sampling) atau Contoh Tidak Acak, yaitu dengan Purposive Sampling,
yaitu judgement dan quota sampling. Pemilihan contoh ini dilakukan
31
dengan memilih seseorang menjadi contoh, karena mempunyai
“information rich” atau kekayaan informasi yang dibutuhkan dan
pemenuhan kuota jumlah contoh sesuai jumlah kepemilikan sapi.
Dari data sekunder yang ada di KUD Giri Tani pada bulan
Maret 2010 dan hasil diskusi dengan pengurus koperasi, komposisi
kepemilikan ternak sapi dewasa diperkirakan 15% untuk kepemilikan
di atas 10 ekor, 25% untuk kepemilikan 6-10 ekor dan 60% untuk
kepemilikan dibawah 6. Pada kajian ini pengambilan contoh
berpedoman dengan keadaan tersebut. Namun begitu, setelah
dilakukan penelitian ke lapangan (pada bulan Mei-Juli 2010) terjadi
perbedaan kepemilikan, sehingga komposisi kepemilikan ternak
berdasarkan jumlah contoh adalah 17% untuk kepemilikan di atas 10
ekor, 27% untuk kepemilikan 6-10 ekor dan 56% untuk kepemilikan di
bawah 6. Selain memperhatikan komposisi kepemilikan, pengambilan
contoh juga memperhatikan jumlah anggota masing-masing kelompok,
sehingga pengambilan contoh dilakukan secara proposional
(berdasarkan kuota). Jumlah anggota kelompok yang berproduksi dan
jumlah pengambilan contoh per kelompok dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah anggota kelompok yang berproduksi dan jumlah
pengambilan contoh
Kelompok
Jumlah Anggota
berproduksi
Jumlah contoh
Responden
Baru Tegal 21 6
Baru Sireum 13 4
Tirta Kencana 43 7
Bina Warga 19 5
Mekar Jaya 49 8
Total 145 30
c. Pengolahan dan Analisis data
Dalam kajian ini dilakukan pengolahan dan analisa data
terhadap kelayakan usaha pada peternak sapi sapi perah dan unit usaha
pengolahan yoghurt pada Koperasi Giri Tani di Kecamatan Cisarua.
Untuk analisa strategi pengembangan kluster data yang diperoleh dari
masing-masing stakeholder melalui observasi dan kuesioner kepada
32
stakeholders utama, yaitu peternak sapi perah, kelompok ternak, KUD
Giri Tani dan unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani, serta
stakeholders terkait (agen pemasaran yoghurt, PT. Cimory, Dinas
Peternakan terkait, Perguruan Tinggi terkait, dan lain-lain) dianalisa
untuk memperoleh strategi pengembangan klaster.
Gambar 2 menunjukkan kerangka pemikiran kajian dan sekaligus
langkah-langkah dalam pengolahan dan analisis data, yaitu :
a. Mengidentifikasi secara deskriptif data dan informasi yang
diperoleh dari kuesioner dan hasil wawancara kepada pihak-pihak
terkait.
b. Mengkaji kelayakan usaha peternakan sapi perah dan unit usaha
pengolahan yoghurt dan KUD Giri Tani.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor strategi internal dan eksternal pada
usaha peternakan sapi perah, kelompok peternak dan unit usaha
pengolahan yoghurt serta KUD Giri Tani.
d. Menyusun strategi pengembangan klaster peternak sapi perah
secara utuh.
e. Metode yang digunakan dalam mengolah dan menganalisa data
adalah metode deskriptif, yaitu pengumpulan data mengenai
komponen pengembangan klaster peternak sapi perah, peran dan
keterkaitannya satu sama lain, serta potensi dan strategi
pengembangannya. Analisis data yang digunakan dalam kajian ini
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, meliputi tahap transfer
data, editing data, pengolahan data dan interprestasi data secara
deskriptif. Pengolahan data menggunakan aplikasi Excel untuk
perencanaan bisnis (Arifin, 2007). Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisa kuantitatif kelayakan usaha
seperti Pay Back Periode (PBP), Benefit Cost Ratio (B/C ratio),
Break Event Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan Interval
Rate Return (IRR), Matriks External Factor Evaluation (EFE) dan
Internal Factor Evaluation (IFE), serta analisis Strengths,
Weakeness, Opportunities and Threats (SWOT).
33
Gambar 2. Kerangka pemikiran kajian
1) Analisis kelayakan usaha
Dari sejumlah peternak sapi perah contoh diidentifikasi struktur
biaya produksi, penerimaan dan pengeluaran dari usaha ternaknya,
kemudian dianalisis biaya dan pendapatan usaha. Data selanjutnya
diolah dalam analisis kelayakan dengan pengukuran melalui
Karakteristik
Usaha Peternakan
Sapi Perah
Karakteristik Unit
Usaha Pengolahan
Yoghurt
Kajian terhadap :
a. Kondisi Umum
b. Aspek Kelayakan
c. Identifikasi Faktor-faktor Strategi
Intenal dan Eksternal
d. Aspek kajian strategi
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Interpretasi Hasil Analisa
Kelayakan Usaha
Peternakan Sapi Perah
Kelayakan Usaha Unit
Usaha Pengolahan
Yoghurt
Strategi Pengembangan
Klaster Peternak Sapi Perah
Strategi
Pengembangan Usaha
Peternakan Sapi Perah
Kebijakan
Persusuan
Nasional
Strategi
Pengembangan Usaha
Pengolahan Yoghurt
= integrasi
34
pendekatan kelayakan harga jual susu saat dilaksanakan kajian,
kelayakan menggunakan titik impas, kelayakan menggunakan Cash
Flow Analysis (CFA), dilanjutkan dengan perhitungan NPV, Net B/C,
IRR dan PBP untuk menentukan kelayakan usaha secara finansial.
Rumus yang dipakai adalah :
i. PBP
Nilai Investasi
PBP (tahun) = _________________ x 1 tahun
Kas Masuk Bersih
ii. Net B/C
PV benefit
BC = _______________
PV cost
Keterangan :
PV benefit = PV dari total benefit selama periode analisa dimana
benefit adalah laba setelah pajak ditambah penyusutan.
PV cost = Present value of capital (biaya pertama atau
modal di luar biaya untuk operasi dan produksi)
iii. BEP
Pencapaian BEP atau titik impas dilihat dengan perhitungan
harga pokok produksi (HPP) per liter susu dibandingkan dengan
harga jual per liter susu, dan perhitungan total biaya produksi
susu per tahun dibagi total produksi susu per tahun. Apabila
harga jual lebih besar dari HPP maka BEP tercapai. Begitu juga
apabila volume produksi susu lebih besar dari hasil perhitungan
total biaya produksi susu per tahun dibagi total produksi susu per
tahun, maka BEP tercapai.
iv. NPV
n At
NPV = ______
i = 1
(1+ k)i
Keterangan :
n = periode/tahun terakhir aliran kas/cashflow.
At = aliran kas pada periode t
k = tingkat keuntungan yang diharapkan atau discount rate yang
digunakan
35
v. IRR
NPV1
IRR = i1 + __________________ (i2-i1)
(NPV1 – NPV2)
Keterangan :
IRR = Nilai Internal Rate of Return
NPV1 = Net Present Value pertama
NPV2 = Net Present Value kedua
I1 = Tingkat suku bunga (discount rate) pertama
I2 = Tingkat suku bunga (discount rate) kedua
Layak secara finansial belum tentu hasil usaha dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangga peternak, maka dilakukan analisis lanjutan
untuk menentukan kelayakan menurut persepsi peternak, yaitu dapat
tidaknya usaha peternakan memenuhi kebutuhan optimal rumah tangga
peternak. Hasil ini untuk menentukan harga jual yang layak yang
semestinya diterima peternak.
Untuk melakukan analisis aspek keuangan diperlukan adanya
beberapa asumsi sebagai dasar perhitungan. Dalam hal ini asumsi yang
digunakan ditentukan berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan
acuan pustaka. Beberapa asumsi dimaksud adalah:
i. Modal awal merupakan biaya pembuatan kandang dan pembelian
milkcan dengan mutu bagus yang dapat dipakai dan mempunyai
umur ekonomis 5-10 tahun.
ii. Pengumpulan data kelayakan usaha dengan data tahun 2008 dan
2009, karena usaha peternakan dimulai sebelum tahun dimaksud
(kecuali 2 contoh memulai usaha pada tahun 2008), maka
kepemilikan ternak pada awal tahun 2008 dinilai sebagai
pembelian ternak yang besarnya sama dengan nilai ternak pada
tahun 2008. Selanjutnya stok ternak akhir pada tahun 2009 dinilai
sebagai pendapatan yang besarnya sama dengan nilai ternak
tersebut pada bulan Desember tahun 2009.
iii. Biaya yang diperhitungkan meliputi :
(i). Tenaga kerja keluarga, yaitu apabila usaha sapi perah
menggunakan tenaga kerja dari keluarga. Besarnya nilai
36
tenaga kerja keluarga sama dengan besarnya upah tenaga
kerja yang berlaku. Upah tenaga kerja pada peternakan sapi
perah di Cisarua bervariasi tergantung jumlah sapi atau
besarnya usaha dan beratnya pekerjaan, yaitu Rp. 600.000,- -
Rp. 1.500.000,-.
(ii). Hijauan, yaitu besarnya nilai hijauan yang diberikan kepada
ternak apabila hijauan dibeli dari pedagang atau orang lain.
Satu (1) kg rumput dihargai Rp. 150,-, yaitu sesuai harga di
Kecamatan Cisarua. Apabila peternak mengeluarkan biaya
sewa lahan untuk penanaman rumput dan atau biaya
transportasi untuk mencari rumput, makan besarnya nilai
hijauan adalah Rp. 150,- /kg dikurangi biaya sewa lahan dan
atau transportasi.
(iii). Penyusutan alat, yaitu nilai penyusutan milkcan dengan masa
pakai 5-10 tahun sisa nilai ekonomis 10%. Masa pakai
tergantung jenis milkcan yang dibeli, yaitu baru atau bekas.
(iv). Penyusutan kandang yaitu nilai penyusutan kandang dengan
masa pakai tergantung mutu kandang dengan sisa nilai
ekonomis 10%. Masa pakai ditentukan berdasarkan
pengalaman peternak dalam pemeliharaan kandang, nilai ini
berkisar 5-25 tahun.
(v). Hasil biogas dinilai berdasarkan penutupan atau pengurangan
biaya pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) oleh
peternak.
iv. Perhitungan BEP dilakukan hanya untuk satu produk, yaitu susu
(tidak termasuk penjualan ternak, pupuk dan biogas).
2) Analisa Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauhmana
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing komponen
usaha dalam klaster dan klaster itu sendiri secara utuh. Langkah yang
ringkas dalam melaksanakan penilaian internal adalah dengan
menggunakan matriks IFE. Sedangkan untuk mengarahkan perumusan
37
strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial,
budaya demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum,
teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks EFE. Matriks IFE
dan EFE (Rangkuti, 2005) diolah dengan menggunakan beberapa
langkah berikut :
i. Identifikasi faktor internal dan eksternal perusahan
Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi
faktor internal, yaitu mendaftar semua kelemahan dan kekuatan
organisasi usaha dari masing-masing komponen dan klaster
secara utuh. Dalam hal ini, didaftarkan kekuatan dan kelemahan
organisasi dengan menggunakan persentase, rasio atau angka
perbandingan. Kemudian dilakukan identifikasi faktor eksternal
masing-masing usaha atau klaster dengan melakukan pendaftaran
semua peluang dan ancaman organisasi. Data eksternal
komponen usaha diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner
dan diskusi dengan pihak unit masing-masing komponen usaha,
serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-
faktor di atas tersebut menjadi faktor penentu internal dan
eksternal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating.
ii. Penentuan bobot setiap peubah
Penentuan bobot dilaksanakan dengan menghitung jumlah
responden yang mengidentifikasi faktor internal atau eksternal
yang sama dikalikan dengan total jumlah responden yang
mengidentifikasi masing-masing faktor internal dan eksternal.
Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Gambaran
metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
38
Tabel 9. Penilaian bobot faktor strategi internal atau eksternal
Faktor Strategi Jumlah responden yang
mengidentifikasi sebagai
faktor strategik
Bobot
A X1 X1/X
B X2 X2/X
C X3 X3/X
D X4 X4/X
........... X.... X... /X
Jumlah X X
iii. Penentuan peringkat (rating)
Penentuan peringkat (rating) oleh pimpinan atau
manajemen dari unit usaha yang dianggap sebagai decision
marker dilakukan terhadap peubah-peubah dari hasil analisis
situasi unit usaha. Untuk mengukur pengaruh masing-masing
peubah terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat
dengan skala 1, 2, 3 dan 4 terhadap masing-masing faktor strategi
yang menandakan seberapa efektif strategi unit usaha saat ini,
dimana untuk matriks EFE skala nilai peringkat yang digunakan,
yaitu 1 = rendah, respon kurang; 2 = rendah, respon sama dengan
rataan; 3 = tinggi, respon di atas rataan; 4 = sangat tinggi respon
superior.
Faktor-faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor
peluang, dimana skala 1 berarti sangat tinggi, respon superior
terhadap unit usaha dan skala 4 berarti rendah, respon kurang
terhadap unit usaha. Untuk matrik IFE, skala nilai peringkat yang
digunakan adalah 1 = sangat lemah; 2 = lemah; 3 = tidak lemah;
4 = sangat tidak lemah. Untuk faktor-faktor kelemahan
merupakan kebalikan dari faktor kekuatan, dimana skala 1 berarti
sangat tidak lemah dan skala 4 berarti sangat lemah. Selanjutnya
nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan peringkat.
39
Tabel 10. Matriks IFE
Faktor Strategi
Internal
Bobot Rating Skor (bobot x rating)
A. Kekuatan :
1.
2.
3.
....
10.
B. Kelemahan :
1.
2.
3.
....
10.
Jumlah (A+B)
Tabel 11. Matriks EFE
Faktor Strategi
Eksternal
Bobot Rating Skor (bobot x rating)
A. Peluang :
1.
2.
3.
....
10.
B. Ancaman :
1.
2.
3.
....
10.
Jumlah (A+B)
40
pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan
secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Hasil
pembobotan dan peringkat (rating) berdasarkan analisa situasi
unit usaha dimasukkan dalam Tabel 10 dan 11. Nilai IFE
dikelompokan dalam tinggi (3,0-4,0); sedang (2,0-2,99); dan
rendah (1,0-1,99). Sedangkan nilai-nilai EFE dikelompokan
dalam kuat (3,0-4,0); rataan (2,0-2,99); dan lemah (1,0-1,99)
(David, 1998).
3) Matriks IE
Gabungan kedua matriks internal dan eksternal menghasilkan
matriks IE berisikan 9 macam sel yang memperlihatkan kombinasi
total nilai terboboti dari matrik-matrik IFE dan EFE. Tujuan
penggunaan matrik ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis lebih
detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan sembilan sel
strategi unit usaha, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat
dikelompokkan menjadi 3 strategi utama, yaitu (1) strategi
pertumbuhan (growth strategy) yang merupakan pertumbuhan
perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7,
8); (2) stability strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa
mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan; (3) retrechment
strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang
dilakukan perusahaan (sel 3, 6 dan 9).
41
Total Skor IFE
4,0 Kuat 3,0 Sedang 2,0 Lemah 1,0
Tinggi
Total 3,0
I
Pertumbuhan
melalui
integrasi
vertikal
II
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal
III
Penciutan
melalui „turn
around‟
Skor EFE
Menengah
2,0
IV
Stabilitas
V
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal/
Stabilitas
VI
Penciutan/
divestasi
Rendah
1,0
VII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konsentrik
VIII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konglomerat
IX
Likuidasi
Sumber : David,1998
Gambar 3. Matriks IE
4) Matrik SWOT
Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategik unit
usaha dan klaster adalah matriks SWOT. Matriks ini dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
eksternal yang dihadapi unit usaha dan klaster, untuk disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini
menghasilkan 4 kemungkinan alternatif strategi (Rangkuti, 2005).
Keempat tipe strategi tersebut adalah :
i. Strategi S-O
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
ii. Strategi S-T
Strategi ini adalah menggunakan kekuatan yang dimiliki
perusahaan untuk mengatasi ancaman.
42
iii. Strategi W-O
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemantauan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
iv. Strategi W-T
Strategi ini berdasarkan kegiatan defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada, serta menghindari ancaman.
IFAS
EFAS
STRENGTHS (S)
Tentukan 5-10
faktor-faktor
kekuatan internal
WEAKNESSES
(W)
Tentukan 5-10
faktor-faktor
kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
Tentukan 5-10 faktor
peluang eksternal
STRATEGI S-O
Ciptakan strategi
yang menggunakan
kekuatan untuk
memanfaatkan
peluang
STRATEGI W-O
Ciptakan strategi
yang
meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan
peluang
THREATS (T)
Tentukan 5-10 faktor
ancaman eksternal
STRATEGI S-T
Ciptakan strategi
yang menggunakan
kekuatan untuk
mengatasi ancaman
STRATEGI W-T
Ciptakan strategi
yang
meminimalkan
kelemahan dan
menghindari
ancaman
Sumber : Rangkuti, 2005
Gambar 4. Matriks SWOT
Setelah memperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan, maka
selanjutnya dipilih alternatif strategi yang akan diterapkan perusahaan
untuk mengembangkan usahanya. Dengan pilihan strategi yang tepat,
perusahaan diharapkan dapat memanfaatkan kekuatan dan peluangnya
untuk mengurangi kelemahan dan menghadapi ancaman yang ada.
Melalui matriks SWOT didapatkan alternatif strategi untuk
menentukan critical decision, sehingga perusahaan dapat menerapkan
strategi yang tepat (Rangkuti, 2005).
43
5) Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi, selanjutnya
dilakukan pemilihan alternatif strategi paling efektif untuk
diimplementasikan. Pemilihan alternatif strategi tersebut dilakukan
dengan teknik Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative
Strategic Planning Matrix-QSPM). Teknik QSPM secara obyektif
mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik.
Menurut David (2006), secara konsep QSPM menentukan daya
tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor
keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki.
Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif
dihitung dengan menentukan pengaruh komulatif dari masing-masing
faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal. Jumlah set alternatif
strategi yang dimasukkan dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah
strategi dalam satu set juga dapat berapa saja, tetapi hanya strategi
dalam set yang sama dapat dievaluasi satu sama lain.
Komponen dalam QSPM adalah Alternatif Strategi, Faktor
Kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores atau AS), Total
Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scores atau TAS) dan
Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Scores
atau STASS). Enam langkah yang dibutuhkan untuk mengembangkan
matriks QSPM (Tabel 12) adalah :
Langkah 1 : Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan
kekuatan/ kelemahan internal kunci perusahaan pada
kolom kiri dalam QSPM. Informasi ini harus diambil
secara langsung dari Matriks EFE dan IFE.
Langkah 2 : Memberikan bobot untuk masing-masing faktor internal
dan eksternal. Bobot ini identik dengan yang ada pada
Matriks EFE dan IFE. Bobot disajikan dalam kolom
persis di samping kanan faktor keberhasilan kunci
eksternal dan internal.
44
Langkah 3 : Evaluasi matriks tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi
alternatif strategi yang harus dipertimbangkan
organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategi-
strategi ini pada baris atas dari QSPM. Kelompokkan
strategi ke dalam set yang independen, jika
memungkinkan.
Langkah 4 : Tentukan Nilai Daya Tarik yang didefinisikan sebagai
angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari
masing-masing strategi dalam set alternatif tertentu.
Nilai Daya Tarik, ditentukan dengan mengevaluasi
masing-masing faktor internal atau eksternal kunci satu
pada suatu saat tertentu, dan mengajukan pertanyaan
“Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang
dibuat ? “ Jika jawabannya ya, maka strategi tersebut
harus dibandingkan secara relatif terhadap faktor kunci
tersebut. Secara spesifik, Nilai Daya Tarik harus
diberikan untuk masing-masing strategi untuk
mengindikasikan daya tarik relatif dari satu strategi atas
strategi lainnya, dengan mempertimbangkan faktor
tertentu Jangkauan untuk Nilai Daya Tarik adalah 1 =
tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik,
dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan di
atas adalah tidak, mengindikasikan bahwa faktor kunci
tersebut tidak memiliki dampak terhadap pilihan
spesifik yang dibuat, dengan demikian tidak perlu
berikan bobot terhadap strategi dalam set tersebut.
Langkah 5 : Hitung Total Nilai Daya Tarik. Total Nilai Daya Tarik
didefinisikan sebagai hasil dari pengalian bobot
(Langkah 2) dengan Nilai Daya Tarik (Langkah 4)
dalam masing-masing baris. Total Nilai Daya Tarik
mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing
alternatif strategi, dengan hanya mempertimbangkan
45
pengaruh faktor keberhasilan kunci internal atau
eksternal yang terdekat. Semakin tinggi Total Nilai
Daya Tarik, semakin menarik alternatif strategi
tersebut.
Tabel 12. Matriks perencanaan strategi kuantitatif
Faktor
Kunci
Bobot
Alternatif Strategi
Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3
AS TAS AS TAS AS TAS
Peluang
..............
..............
Ancaman
..............
..............
Kekuatan
..............
..............
Kelemahan
..............
..............
STAS
Langkah 6 : Hitung Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik.
Tambahkan Total Nilai Daya Tarik dalam masing-
masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan Total
Nilai Daya Tarik mengungkapkan strategi mana yang
paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih
tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik,
mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal
yang relevan yang dapat memengaruhi keputusan
46
strategis. Tingkat perbedaan antara Penjumlahan Total
Nilai Daya Tarik dari set alternatif strategi tertentu
mengindikasikan tingkat kesukaan relatif dari satu
strategi di atas yang lainnya (David, 2006).
Penggunaan matriks QSPM dapat meningkatkan mutu dari
keputusan strategis secara nyata, tetapi tidak pernah digunakan untuk
mendikte pilihan strategi. Aspek perilaku, budaya dan politik dari
perumusan dan pemilihan strategi selalu penting untuk
dipertimbangkan dan dikelola (David, 2006).
3.3. Aspek Kajian
Secara umum aspek yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi
aspek seperti teknis produksi, keuangan dan pemasaran (Kadariah dkk,
1999). Rinciannya sebagai berikut :
a. Aspek teknis produksi meliputi input produksi, proses produksi atau
budidaya dan output (produk dan limbah).
b. Tenaga kerja
Kajian terhadap tenaga kerja bertujuan untuk mengetahui jumlah dan
jenis tenaga kerja yang dibutuhkan, tingkat pendidikan dan bagaimana
cara pemenuhan kebutuhan tenaga kerja.
c. Aspek Pemasaran
Aspek pemasaran meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga,
persaingan dan peluang pasar, serta proyeksi permintaan pasar.
1) Permintaan
Kajian terhadap permintaan untuk memberikan gambaran tentang
permintaan produk (susu, produk olahan susu dan produk terkait
lainnya) untuk memenuhi kebutuhan pasar.
2) Penawaran
Kajian terhadap penawaran untuk memberikan gambaran tentang
penghasil produk (susu, produk olahan susu, produk terkait
lainnya) dan faktor keseimbangan antara permintaan dan
penawaran.
47
3) Harga
Kajian terhadap harga memberikan gambaran tentang mekanisme
penetapan harga jual produk (susu, produk olahan susu, produk
terkait lainnya) dalam hal ini adalah hubungan antara harga jual
dengan permintaan dan penawaran oleh pihak pembeli, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual produk. Dalam kajian
ini juga akan digambarkan bahwa harga yang diterima peternak
skala kecil layak atau tidak, dan apabila tidak layak, maka dikaji
berapa besarannya supaya layak.
4) Persaingan dan peluang pasar
Kajian ini memberikan gambaran tentang pasar yang dituju.
5) Pemasaran produk
Kajian ini memberikan gambaran tentang sistem pemasaran di unit
usaha produksi/ pengolahan susu.
d. Aspek Keuangan
Aspek keuangan untuk mengetahui kelayakan usaha dari segi
keuangan, yaitu :
1) Komponen dan struktur biaya
Komponen biaya mencakup pengadaan sarana dan prasarana, biaya
operasi dan biaya lain-lain. Biaya pengadaan sarana prasarana
adalah meliputi biaya investasi yaitu biaya perijinan, bangunan dan
pembelian peralatan untuk proses produksi. Biaya operasi meliputi
biaya pembelian bahan baku, biaya bahan pembantu, biaya
pengemasan, upah kerja, pembelian bahan pembantu produksi,
biaya peralatan, kendaraan dan biaya overhead.
2) Pendapatan
Pendapatan adalah total hasil penjualan unit usaha produksi (susu,
olahan susu, produk terkait lainnya) kepada para pelanggan.
3) Kebutuhan modal dan kredit
Dalam menunjang pengembangan unit usaha diperlukan modal
awal dan modal kerja, dimana modal berasal dari investasi pribadi
atau kredit.
48
4) BEP
BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya
pendapatan sama dengan besarnya biaya atau pengeluaran yang
dilakukan oleh suatu proyek.
5) PBP
PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
pengembalian investasi suatu usaha. PBP adalah suatu periode
yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi
dengan menggunakan aliran kas.
6) Net B/C
Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang
yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif.
Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada
setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net
B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1
maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
7) NPV
NPV atau nilai sekarang bersih untuk mengetahui apakah usaha
dapat diterima atau tidak. Jika NPV adalah positif, maka usaha
diterima, sementara jika NPV adalah negatif, maka usaha harus
ditolak/dihentikan.
8) IRR
IRR dibuat untuk menentukan peringkat usulan investasi dengan
menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung
dengan mencari tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang
dari arus kas masuk unit usaha yang diharapkan terhadap nilai
sekarang biaya usaha atau sama dengan tingkat diskonto yang
membuat NPV sama dengan nol. Penerimaan atau penolakan
usulan investasi ini adalah dengan membandingkan IRR dengan
tingkat bunga yang disyaratkan (required rate of return). Apabila
IRR lebih besar dari pada tingkat bunga yang disyaratkan, maka
proyek diterima, dan apabila lebih kecil maka tidak dapat diterima.
49
e. Aspek Strategi Pengembangan
Klaster peternak pada dasarnya merupakan jaringan dari
sehimpunan komponen klaster yang terdiri dari peternak/kelompok
ternak dan unit pengolahan dan KUD Giri Tani yang saling terkait
yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses
peningkatan nilai (value adding production chain). Dalam hal ini,
aspek strategi pengembangan dikaji dari analisisa matriks IFE dan
EFE, serta analisa SWOT yang dilanjutkan dengan analisa QSPM
untuk pemilihan alternatif strategi.
50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
Kecamatan Cisarua merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah
di Kabupaten Bogor. Usaha beternak sapi perah oleh masyarakat di
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dimulai sekitar tahun 1980. Sebelum
tahun 1997, peternak sapi perah tergabung dalam KPS Bogor. Pada tahun
1997 berdiri KUD Giri Tani yang awalnya tidak hanya bergerak di bidang
pertanian secara umum. Sejalan dengan perkembangan ekonomi masyarakat
yang lebih memilih beternak sapi perah sebagai usahanya, maka dalam
perjalannya KUD ini memfokuskan pada bidang usaha peternakan sapi
perah, pakan ternak, sarana prosuksi peternakan, kesehatan hewan dan usaha
simpan pinjam. Selain itu mulai tahun 2009, KUD Giri Tani telah memulai
usaha pengolahan yoghurt.
Kelompok Peternak Sapi Perah yang tergabung pada KUD Giri Tani
sebanyak 5 kelompok, dimana 4 (empat) kelompok berdomisili di
Kecamatan Cisarua dan 1 (satu) kelompok di Kecamatan Cipayung (yang
termasuk dalam pengembangan kluster peternakan sapi perah di Kecamatan
Cisarua). Kelompok-kelompok dimaksud adalah Kelompok Baru Tegal,
Baru Sireum, Tirta Kencana, Bina Warga dan Mekar Jaya. Pada tahun 2006
anggota KUD Giri Tani sebanyak 867 orang dengan anggota aktif sebanyak
162 orang. Pada tahun 2009 dan saat ini anggota aktif 168 orang.
Produksi susu KUD Giri Tani pada tahun 2006 sebesar 1.468.531 l
yang disalurkan ke PT. Diamond Cold Storage 1.265.438 liter dan PT
Cimory 203.093 l dengan total penjualan seharga Rp. 3.262.815.067,86 dan
rataan harga jual per liter Rp. 2.221,83. Pada tahun 2009. Sedangkan sejak
tahun 2008 KUD Giri Tani menyalurkan susu kepada satu IPS yaitu PT.
Cimory, pada tahun 2009 total penjualan susu meningkat Rp.
5.027.202.320,00 dengan harga jual per liter Rp. 2.825 - Rp 3.730,-.
4.2. Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua
4.2.1. Deskripsi Peternak
Hasil survey terhadap contoh peternak sapi perah di Kecamatan
51
Cisarua dapat dideskripsikan pada Tabel 13. Dilihat dari hasil tersebut,
maka dapat dikatakan bahwa peternak sapi perah di Kecamatan
Cisarua menggantungkan hidupnya pada ternaknya.
Tabel 13. Deskripsi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
No Karakteristik Persentase
(%)
1. Umur (tahun)
20-35 20
36-50 53
51-65 20
>65 7
2. Pendidikan
Tidak tamat pendidikan formal 10
Tamat Sekolah Dasar (SD) 27
Tamat Sekolah Tingkat Pertama (SLTP) 17
Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 23
Sarjana 23
3. Jumlah anggota keluarga (orang)
< 5 43
> 5 57
4. Status kepemilikan ternak
Milik sendiri (1 peternak mendapat bantuan
sosial pada tahun 2009)
100
5. Kepemilikan lahan garapan
Punya lahan (200m2-1 Ha) 67
Tidak punya lahan 33
6. Lama beternak (tahun)
< 6 10
6-10 20
11-20 40
>20 30
7. Jenis usaha
Usaha pokok 87
Usaha sampingan 13
8. Asal modal awal
Modal sendiri 67
Kredit 27
Hasil garapan/bagi hasil 6
9. Alasan melakukan usaha beternak sapi perah :
Mudah, ada sarana penunjang dan pasarnya jelas 43
Memperoleh atau menambah pendapatan 30
Usaha turun temurun 14
Hobi 9
Ikut-ikutan 4
52
Tingkat pendidikan peternak yang relatif tinggi, yaitu 23% tamat
SLTA dan 23% Sarjana, menunjukkan bahwa beternak sapi perah
merupakan salah satu pilihan usaha yang diharapkan secara ekonomis
dapat diharapkan keberhasilannya. Pilihan ini didukung karena
penguasaan teknik budidaya, tersedianya sarana prasarana dan pasar
yang jelas. Deskripsi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua secara
rinci dapat dilihat pada Lampiran 2 dan data sebarannya tersaji dalam
Tabel 13.
4.2.2. Analisa Kelayakan Usaha
a. Aspek Keuangan
Analisa keuangan dilakukan kepada peternak di Kecamatan
Cisarua yang terdiri atas 5 kelompok, masing-masing kelompok
diambil contoh secara proporsional mewakili komposisi jumlah
kepemilikan ternak dan jumlah anggota aktif yang berproduksi.
Hasil analisa kelayakan usaha masing-masing peternak sapi
perah dapat dilihat pada Lampiran 3.
Dari hasil analisa keuangan didapatkan kriteria kelayakan
usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua sebagai
berikut :
i. PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu atau
periode pengembalian investasi suatu proyek atau usaha.
Hasil perhitungan PBP pada tingkat bunga 18% untuk 30
contoh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah
berkisar 1 tahun-5 tahun dengan rataan 2 tahun 6 bulan. PBP
5 tahun terjadi pada 1 (satu) peternak, dimana peternak ini
pada tahap pembaharuan sapi laktasi dengan komposisi
kepemilikan ternak pada tahun 2009 berupa 4 ekor sapi
betina dewasa, 2 ekor dara bunting, 2 ekor dara belum
bunting, sedangkan sapi laktasi hanya 2 ekor. Pada tahun
2008, ternak sapi betina dewasa 5 ekor, sapi dara 2 ekor, sapi
jantan dewasa 2 ekor, sapi yang laktasi hanya 2 ekor. Pada
tahun 2009 juga terjadi penjualan sapi dewasa sakit yang
53
diduga karena mutu pakan yang kurang bagus, yaitu pakan
yang dibeli KUD Giri Tani dari Cikampek yang ditemukan
mengandung pasir pantai. Kejadian ini menimpa beberapa
ternak di Kecamatan Cisarua yang mengkonsumsi pakan
jenis ini. Rataan nilai PBP adalah 2,52 tahun atau 2 tahun 6
bulan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa investasi untuk
beternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dapat
dikembalikan melalui cash flow selama 2 tahun 6 bulan, lebih
pendek dari umur ekonomis investasi, sehingga dapat
dikatakan bahwa usaha peternak sapi perah layak
dikembangkan.
ii. Perbandingan Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai
bersih sekarang yang positif dengan yang negatif, angka ini
menunjukkan tingkat besarnya manfaat pada setiap tambahan
biaya sebesar satu satuan. Hasil perhitungan Net B/C untuk
29 peternak adalah lebih besar dari 1 (satu) dengan kisaran
antara 1,17-7,26 dengan rataan 2,67. Net B/C 7,6 dicapai oleh
satu peternak dengan kepemilikan sapi laktasi 123 ekor pada
tahun 2008 dan 150 ekor pada tahun 2009 dan sapi betina
dewasa sebanyak 150 ekor dan 157 ekor pada tahun yang
sama. Satu peternak dengan nilai Net B/C negatif karena
dalam tahap pembaharuan sapi laktasi seperti dijelaskan
sebelumnya pada butir i di atas.
iii. BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya
pendapatan sama dengan besarnya biaya atau pengeluaran
yang dilakukan oleh peternak. Suatu usaha dikatakan impas
apabila jumlah hasil penjualan produk pada periode tertentu
sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga usaha
tidak mengalami kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada tahun 2008
usaha peternakan sapi di Kecamatan Cisarua 93% mencapai
BEP, sisanya 7% tidak mencapai BEP atau mengalami
54
kerugian. Peternak yang tidak mencapai BEP dimaksud
adalah 2 (dua) peternak dengan kepemilikan sapi betina
dewasa < 6 ekor, yaitu masing-masing 3 ekor, dengan rasio
sapi laktasi dan sapi betina dewasa 1:3 (33%). Hal ini sesuai
dengan pendapat Djarijah (1996) dalam Setiyawan et al.
(2005), bahwa keuntungan peternak sapi perah juga
dipengaruhi oleh persentase sapi laktasi. Peternak sapi perah
yang mempunyai sapi laktasi 60% atau lebih dari total
populasi adalah menguntungkan. Selain itu salah satu
peternak ini adalah mempunyai pekerjaan pokok sebagai
tenaga medis di sebuah rumah sakit. Peternak ini dalam
beternak mengikuti nalurinya sebagai tenaga medis, yaitu
membeli ternak yang kurus atau sakit (dengan alasan lebih
murah) untuk dipelihara, sehingga pada awal pemeliharaan
tidak menguntungkan karena produktivitasnya kecil (6-8
liter/hari). Pada tahun 2009, seluruh peternak mencapai BEP.
Rataan nilai BEP harga pokok produksi (HPP) susu dan
keuntungan per liter susu dapat dilihat pada Tabel 14 dan
Gambar 5. Keuntungan per liter adalah selisih antara harga
yang diterima peternak dengan harga pokok produksi susu
per liter. Keuntungan per liter susu relatif rendah karena
dalam perhitungan BEP ini tidak bisa memperhitungkan
pendapatan dari pedet, biogas dan kompos. Apabila dilihat
dari skala kepemilikan sapi betina dewasa maka nilai
keuntungan per liter susu untuk kepemilikan sapi betina
dewasa > 10 ekor pada tahun 2008 dan 2009 terbesar di
antara skala kepemilikan lainnya. Perbedaan nilai keuntungan
per liter susu pada tahun 2008 dan 2009 yang sangat tinggi
disebabkan oleh harga perbedaan harga susu yang diterima
peternak. Pada tahun 2008 rataan harga susu yang diterima
peternak Rp. 2.825,- dan pada tahun 2009 mencapai Rp.
3.633,-. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum usaha
55
peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua layak
diusahakan.
Tabel 14. Harga pokok produksi (HPP) susu dan keuntungan
per liter susu peternak sapi perah di Kecamatan
Cisarua
Skala
Kepemilikan
HPP Susu
(Rp.)
Keuntungan/liter
Susu (Rp.)
2008 2009 2008 2009
< 6 ekor 2,661.76 2,536.74 337.89 1,147.73
6-10 ekor 2,266.85 2,232.22 558.15 1,303.08
>10 ekor 2,126.88 2,107.57 818.26 1,390.33
Gambar 5. Perbandingan HPP dan keuntungan per liter
susu menurut skala kepemilikan sapi betina
dewasa pada tahun 2008 dan 2009
iv. NPV atau nilai sekarang bersih yaitu merupakan nilai
sekarang dari sejumlah uang di masa mendatang yang
dikonversikan dengan menggunakan tingkat bunga terpilih.
Usaha yang memberikan nilai sekarang bersih adalah layak.
Perhitungan NPV untuk usaha peternakan sapi perah yang
dilakukan oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
dengan menggunakan konversi tingkat bunga (DF) 14%
adalah negatif untuk 1 (satu) peternak (3%) atau 97% positif.
Peternak dengan NPV negatif adalah peternak yang dimaksud
56
pada butir i dan peternak dengan pekerjaan pokok sebagai
tenaga medis seperti yang dijelaskan pada butir iii di atas.
NPV untuk usaha peternakan sapi perah di Kecamatan
Cisarua dengan menggunakan konversi tingkat bunga atau
discount factor (DF) 18% adalah positif untuk 27 (satu)
peternak (90%) dan negatif untuk 3 peternak (10%). Peternak
dengan NPV negatif adalah 2 (dua) peternak yang dimaksud
pada butir ii dan 1 (satu) peternak dengan kepemilikan 1 ekor
dan berproduksi mulai tahun 2009.
v. IRR merupakan alat untuk menghitung tingkat pengembalian
investasi. Usulan tingkat bunga pengembalian (IRR) yang
lebih tinggi dari tingkat bunga modal yang berlaku
mengindikasikan investasi usaha layak. Hasil perhitungan
nilai IRR peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua pada
satu peternak negatif, yaitu peternak pada butir i. Hasil
perhitungan IRR untuk 29 peternak lainnya untuk NPV1; DF
14% dan NPV2; DF 18% diperoleh IRR dengan kisaran
15,69%-37,60% dengan rataan 25,15%. Nilai tersebut lebih
tinggi dari tingkat suku bunga bank komersial tahun 2008-
2009 yaitu 14-15%. Hal ini juga selaras dengan hasil
penelitian Setiyawan et al (2005) pada analisis finansial
usaha peternakan sapi perah di tingkat perusahaan peternakan
dengan hasil IRR 38,45%, PBP 3 tahun 6 bulan, Net B/C
1.42%, NPV pada DF 38% dan 39% adalah Rp. 773.226,22
dan Rp. 933.599,30.
Apabila dilihat berdasarkan skala jumlah kepemilikan sapi
betina dewasa, maka rataan nilai Net B/C, IRR dan NPV untuk
kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor lebih rendah
dibandingkan kepemilikan 6-10 ekor dan tertinggi adalah
kepemilikan sapi betina dewasa > 10 ekor. Gambaran nilai Net
B/C, IRR dan NPV berdasarkan skala kepemilikan sapi betina
dewasa dapat dilihat pada Tabel 15 serta Gambar 6 dan 7.
57
Tabel 15. Nilai Net B/C, IRR, PBP dan NPV menurut skala
kepemilikan sapi betina dewasa Skala
Kepemilikan
Net
BC
IRR
(%)
PBP
(Tahun)
NPV DF 14%
(Rp.)
NPV DF 18%
(Rp.)
< 6 ekor 1,85 20,74 2,63 5.311.698,72 2.347.092,27
6-10 ekor 3,08 26,49 2,46 16.857.872,29 11.502.513,75
>10 ekor 3,67 29,73 2,22 245.480.481,20 194.784.139,20
1.85
20.74
2.633.08
26.49
2.463.67
29.73
2.22
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
Net BC IRR PBP
< 6 ekor 6-10 ekor >10 ekor
Gambar 6. Nilai Net B/C, IRR dan PBP menurut skala kepemilikan
sapi betina dewasa
Gambar 7. Nilai NPV menurut skala kepemilikan sapi betina dewasa
58
Tabel 16. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa
terhadap kelayakan usaha
No PBP
Net
B/C HPP NPV IRR SL:SDB
2008 2009 DF 14% DF 18% (%)
T05 2 : 6 3.53 2,540 2,494 20,891,780 15,785,765 30.37 100.00
T23 2 : 3 2.75 2,381 2,545 21,968,272 16,962,775 31.56 100.00
T14 2 : 8 2.50 2,289 2,141 7,853,000 3,605,675 21.40 100.00
T29 2 : 5 1.95 2,738 2,689 8,062,861 5,148,887 25.07 100.00
T24 2 : 2 4.31 2,492 1,993 18,878,808 14,997,062 33.45 100.00
T20 2 : 6 3.19 2,657 2,436 7,862,495 5,017,313 25.05 100.00
T30 2 : 7 2.16 2,360 1,176 6,018,383 3,929,259 25.52 100.00
T08 1 : 0 7.26 2,247 1,865 983,363,060 816,698,672 37.60 88.93
T19 2 : 2 4.23 2,514 3,106 20,183,173 16,388,247 35.27 88.89
T13 2 : 7 3.06 2,338 2,848 10,793,122 6,374,941 23.77 85.71
T26 1 : 0 1.68 2,453 1,498 14,794,199 8,755,144 23.80 81.82
T21 2 : 5 2.97 1,833 1,905 44,364,230 31,648,828 27.96 80.95
T07 2 : 3 4.39 1,913 2,309 18,661,964 11,434,531 24.33 80.00
T17 2 : 8 2.62 3,107 3,052 9,148,446 7,085,583 31.74 80.00
T18 2 : 7 2.88 2,348 2,577 109,974,800 87,059,540 33.20 78.33
T06 2 : 8 1.52 2,293 2,623 61,248,341 17,014,166 19.54 75.21
T10 2 : 7 1.17 2,577 1,989 1,832,580 33,930 18.08 75.00
T16 2 : 8 1.41 1,543 1,009 4,499,893 461,885 18.46 75.00
T22 2 : 8 1.69 2,452 2,662 3,877,726 2,185,168 23.16 66.67
T27 2 : 6 3.18 1,990 2,143 26,424,688 18,371,495 27.13 66.67
T11 2 : 10 1.36 6,166 4,853 1,220,533 -1,666,147 15.69 62.50
T15 2 : 8 1.72 2,697 2,586 3,128,407 670,741 19.09 57.14
T01 2 : 6 2.67 2,235 2,377 6,526,455 3,078,396 21.57 50.00
T04 2 : 7 2.07 2,128 2,192 12,038,415 8,343,042 27.03 50.00
T09 2 : 9 1.68 1,621 2,485 3,758,416 662,444 18.86 42.86
T28 2 : 7 2.57 2,635 3,091 7,226,866 3,245,047 21.26 41.67
T12 5 : 0 -4.17 2,075 1,995 -27,405,441 -30,456,409 -21.93 36.36
T02 2 : 5 3.74 1,877 1,567 28,451,975 21,499,490 30.37 36.00
T25 2 : 9 1.89 3,253 2,161 4,995,470 2,820,860 23.19 33.33
Keterangan :
Nilai PBP adalah tahun : bulan.
SL:SDB = persentase jumlah sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa
59
Tabel 17. Pengaruh rasio kepemilikan sapi laktasi dan total kepemilikan sapi
terhadap kelayakan usaha
No PBP
Net
B/C NPV IRR SL:TS
2008 2009 DF 14% DF 18% (%)
T19 2 : 2 4.23 2,514 3,106 20,183,173 16,388,247 35.27 80.00
T05 2 : 6 3.53 2,540 2,494 20,891,780 15,785,765 30.37 75.00
T23 2 : 3 2.75 2,381 2,545 21,968,272 16,962,775 31.56 73.68
T14 2 : 8 2.50 2,289 2,141 7,853,000 3,605,675 21.40 73.33
T29 2 : 5 1.95 2,738 2,689 8,062,861 5,148,887 25.07 72.73
T21 2 : 5 2.97 1,833 1,905 44,364,230 31,648,828 27.96 70.83
T08 1 : 0 7.26 2,247 1,865 983,363,060 816,698,672 37.60 70.00
T24 2 : 2 4.31 2,492 1,993 18,878,808 14,997,062 33.45 66.67
T26 1: 0 1.68 2,453 1,498 14,794,199 8,755,144 23.80 60.00
T07 2 : 3 4.39 1,913 2,309 18,661,964 11,434,531 24.33 60.00
T18 2 : 7 2.88 2,348 2,577 109,974,800 87,059,540 33.20 52.22
T13 2 : 7 3.06 2,338 2,848 10,793,122 6,374,941 23.77 52.17
T06 2 : 8 1.52 2,293 2,623 61,248,341 17,014,166 19.54 50.29
T20 2 : 6 3.19 2,657 2,436 7,862,495 5,017,313 25.05 50.00
T17 2 : 8 2.62 3,107 3,052 9,148,446 7,085,583 31.74 50.00
T10 2 : 7 1.17 2,577 1,989 1,832,580 33,930 18.08 50.00
T01 2 : 6 2.67 2,235 2,377 6,526,455 3,078,396 21.57 50.00
T04 2 : 7 2.07 2,128 2,192 12,038,415 8,343,042 27.03 50.00
T30 2 : 7 2.16 2,360 1,176 6,018,383 3,929,259 25.52 45.00
T22 2 : 8 1.69 2,452 2,662 3,877,726 2,185,168 23.16 40.00
T11 2 : 10 1.36 6,166 4,853 1,220,533 -1,666,147 15.69 38.46
T27 2 : 6 3.18 1,990 2,143 26,424,688 18,371,495 27.13 37.50
T15 2 : 8 1.72 2,697 2,586 3,128,407 670,741 19.09 36.36
T28 2 : 7 2.57 2,635 3,091 7,226,866 3,245,047 21.26 35.71
T02 2 : 5 3.74 1,877 1,567 28,451,975 21,499,490 30.37 33.33
T16 2 : 8 1.41 1,543 1,009 4,499,893 461,885 18.46 30.00
T09 2 : 9 1.68 1,621 2,485 3,758,416 662,444 18.86 27.27
T12 5:0 -4.17 2,075 1,995 -27,405,441 -30,456,409 -21.93 22.22
T25 2 : 9 1.89 3,253 2,161 4,995,470 2,820,860 23.19 20.00
Keterangan :
Nilai PBP adalah tahun ; bulan.
SL:TS = persentase jumlah sapi laktasi dibanding total kepemilikan sapi
60
Hasil kajian juga menunjukkan bahwa ada pengaruh rasio
atau perbandingan antara jumlah kepemilikan sapi laktasi dengan
jumlah sapi betina dewasa dan total kepemilikan sapi, terhadap
indikator kelayakan usaha. Kelayakan usaha peternakan sapi
perah di Kecamatan Cisarua seluruh usaha layak dengan rasio
kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina dewasa 66,7% atau
lebih (Tabel 16). Apabila dilihat dari rasio kepemilikan sapi
laktasi dibanding total kepemilikan sapi maka seluruh usaha layak
pada rasio 40% atau lebih (Tabel 17).
Komposisi biaya variabel pada usaha peternakan sapi perah
di Kecamatan Cisarua adalah terutama untuk pembelian pakan
konsentrat dan tenaga kerja. Rataan pengeluaran untuk pembelian
pakan konsentrat pada peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
adalah 63,27% dan tenaga kerja 22,98%. Apabila dilihat dari
skala kepemilikan sapi betina dewasa, maka rataan pengeluaran
untuk pembelian pakan konsentrat pada skala <6 ekor, 6-10 ekor
dan > 10 ekor berturut-turut adalah Rp. 19.795.197,92; Rp.
32.475.187,50; dan Rp. 418.144.500,00. Biaya upah tenaga kerja
pada urutan skala yang sama adalah Rp. 6.846.875,00; Rp.
13.125.000,00; dan Rp. 71.920.000,00.
b. Aspek Budidaya, Manajemen dan Pemasaran
Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
pada umumnya menguasai teknik budidaya karena telah lama
menjalani usaha sapi perah, yaitu paling kecil selama 2 tahun dan
paling lama 33 tahun, dengan rataan 16 tahun. Hasil kajian
terhadap karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Tabel 18.
Menurut Bappenas 2007, usaha sapi perah keluarga
memberikan keuntungan apabila jumlah sapi perah dewasa yang
dipelihara sebanyak 6 ekor, sedangkan tingkat efisiensinya dapat
dicapai dengan minimal 2 ekor dengan rataan produksi susu 15
l/hari.
61
Variasi keinginan peternak untuk menambah ternak
tersebut, terutama dipengaruhi oleh kemampuan peternak dalam
permodalan. Bagi peternak yang merasa mampu untuk
menyisihkan hasil usahanya untuk menambah ternak, sehingga
ingin menambah ternak dengan modal sendiri tanpa dibebani
kewajiban pengembalian kredit. Untuk peternak yang tidak
mampu menyisihkan hasil usahanya karena hasil usaha hanya
cukup untuk pemenuhan keluarga sangat mengharapkan adanya
kredit dengan bunga ringan dari pemerintah. Peternak yang tidak
ingin menambah populasi ternaknya dikarenakan keterbatasan
lahan untuk kandang, atau sudah merasa mempunyai skala usaha
optimal.
Sarana prasarana maupun infrastruktur penunjang usaha
peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua pada umumnya
telah baik. Susu sapi dikumpulkan oleh petugas KUD ke
beberapa titik yang telah disepakati kelompok. Jarak antara
peternak dengan titik-titik tempat penjemputan susu berkisar 50-
700 m. Untuk peternak besar dengan produksi lebih dari dari 200
l mengantar produksi susunya langsung ke PT. Cimory.
Pengangkutan susu ini tidak dipungut biaya kecuali di Kelompok
Mekar Jaya dipungut biaya Rp. 125,-/l. Hal ini dikarenakan jarak
kelompok tersebut relatif jauh dari KUD Giri Tani. Kondisi jalan
buruk dan transportasi sedang terutama ditemui di Kelompok
Tirta Kencana dan Kelompok Mekar Jaya.
Pendapat bahwa pelayanan tenaga medis dan IB sedang
dikarenakan sering terjadi keterlambatan kedatangan petugas
apabila ada permasalahan kesehatan sapi atau kebutuhan
pelayanan IB oleh peternak. Hal ini dikarenakan kurangnya
petugas medis dan IB, yaitu hanya 1 (satu) orang sampai
pertengahan tahun 2009 dan ada penambahan tenaga 1 (satu)
orang. Jumlah ini masih dirasakan kurang, sehingga peternak
memanfaatkan tenaga non KUD dengan risiko bayar langsung.
62
Tabel 18. Karakteristik peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
No Karakteristik
Persentase (%)
1. Pengetahuan teknik budidaya a. Penyuluhan dari Dinas Peternakan dan KUD b. Dari teman atau dengan bekerja kepada orang lain c. Pengalaman turun temurun d. Belajar sendiri
36 28 19 17
2.
Kendala yang dihadapi a. Permodalan b. Rumput/ hijauan terutama saat kemarau c. Penyakit sapi terutama penyakit kuku, kelumpuhan
setelah beranak dan keguguran d. Harga pakan yang terus naik dan mutu pakan dari
KUD kurang bagus terutama pasokan dari Cikampek e. Lahan rumput terbatas f. Populasi (skala usaha) tidak optimal g. Alat pengolahan untuk menambah nilai tambah produk h. Ketersediaan air pegunungan saat musim kemarau
kurang i. Kelembagaan yang kurang mendukung
21 19 18
12
9 9 6 3
3
3. Kepemilikan sapi a. < 6 ekor betina dewasa b. > 6 ekor betina dewasa Keinginan peternak menambah populasi sapi a. Ingin menambah populasi ternaknya dengan modal
sendiri b. Ingin menambah populasi ternak dengan
mengharapkan fasilitasi kredit dengan bunga ringan dari pemerintah
c. Tidak ingin menambah ternaknya
57 43
50
42,5
7,5
4. Pendapat peternak terhadap sarana prasarana dan infrastruktur penunjang usaha a. Jalan - baik - sedang - buruk b. .Transportasi - baik - sedang c. Pelayanan tenaga medis/Keswan - baik - sedang d. Pengangkut susu - baik - sedang e. Pelayanan IB - baik - sedang f. Perhatian dinas terkait/pemerintah - baik - sedang - buruk g. Perhatian Pemerintah/Dinas terkait - baik - sedang - buruk
54 33 13
73 27
70 30
90 10
70 30
70 27 3
70 27 3
63
Pengangkut susu di KUD Giri Tani menggunakan
kendaraan roda empat bak terbuka dan sebagian besar telah
menggunakan milkcan ukuran 40 l. Namun pada kelompok Tirta
Kencana masih menggunakan drum plastik biru untuk
pengangkutan susu ke PT Cimory. Jalan yang macet pada hari
libur juga merupakan kendala dalam pengangkutan susu. Jalan
yang macet total mengakibatkan jarak tempuh Kelompok Tirta
Kencana ke PT Cimory yang biasanya tidak lebih dari 1 (satu)
jam menjadi 4-6 jam, hal ini sangat berpengaruh pada kualitas
susu, terutama pada peningkatan jumlah bakteri hingga 30 juta.
Perhatian Dinas terkait dalam hal ini Dinas Peternakan,
Dinas Koperasi dan Kementerian Lingkungan Hidup telah
dirasakan oleh peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua,
dimana 70% berpendapat baik, 27% sedang dan 3% buruk. Bagi
yang berpendapat sedang dan buruk, dikarenakan merasa dianak
tirikan. Kelompok Baru Tegal dan Baru Sireum belum pernah
mendapat predikat juara baik di tingkat kabupaten maupun
propinsi sehingga belum pernah mendapat bantuan sosial berupa
peralatan dan sapi perah seperti yang diterima Kelompok Tirta
Kencana dan Mekar Jaya. Kelompok Tirta Kencana telah
mendapat predikat juara I tingkat propinsi pada tahun 2009,
Kelompok Mekar Jaya pada tahun 2008 mendapat predikat yang
sama, dan Kelompok Bina Warga tahun ini mendapat predikat
juara I tingkat Kabupaten dan dalam persiapan mengikuti
kompetisi di tingkat Propinsi.
Harapan peternak sapi perah kepada pemerintah menurut
hasil kajian dapat dilihat pada Tabel 19. Selanjutnya, apabila
dibandingkan dengan keinginan mendesak peternak sapi perah di
Kecamatan Cisarua terkait dengan usahanya maka harapan
tersebut serasi dengan keinginan peternak pada Tabel 20.
64
Tabel 19. Harapan peternak sapi perah kepada pemerintah
No. Harapan
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
Sarana Produksi
a. Peningkatan populasi dan genetik, antara lain melalui
mutu Inseminasi Buatan atau IB
b. Fasilitasi lahan rumput, melalui Penguatan Modal
Usaha Kelompok (PMUK) untuk sewa lahan
c. Fasilitasi mobil berpendingin untuk mengangkut susu
d. Kredit dengan bunga dan persyaratan ringan
e. Bantuan milkcan 40 liter
f. Bantuan ember stainlees untuk pemerahan
g. Kendaraan untuk pengangkutan rumput dan konsentrat
h. Kandang kelompok
i. Bantuan ternak untuk pemerataan skala usaha bagi
peternak dengan kepemilikan kecil
j. Bantuan ternak untuk tenaga kerja di peternakan yang
non peternak
k. Bantuan perbaikan kandang
Pembinaan
l. Pembinaan pasca panen dan perbaikan mutu susu
Sarana Prasarana Penunjang
m. Pengaspalan jalan
n. Embung air untuk antisipasi musim kemarau
o. Bantuan pipa pembuangan limbah cair
Kebijakan
p. Peningkatan promosi susu sebagai jamuan rapat di
kantor-kantor pemerintah
q. Peningkatan harga susu
r. Kebijakan makro persusuan untuk lebih berpihak
kepada peternak
17
13
10
8
8
8
6
2
2
2
2
8
4
2
2
2
2
2
Hasil penelitian ini dapat sebagai pertimbangan instansi
pemerintah terkait untuk memberikan prioritas fasilitasi
pembinaan maupun pemilihan bentuk dan sifat bantuan kepada
peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua.
Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua pada umumnya
aktif menjadi anggota kelompok dan KUD. Selain ke lima
kelompok peternak sapi perah juga ada Kelompok Wanita Tani
yang lebih antusias kepada usaha pengolahan susu. Di Kelompok
Tirta Kencana pernah mendapat bantuan peralatan pengolahan
susu namun sekarang dalam kondisi tidak aktif, karena kesulitan
65
dalam pemasaran. Kelompok Bina Warga pada tahun 2010 ini
sedang memulai usaha pengolahan aneka produk olahan susu
seperti kerupuk susu dan karamel. Pemasaran telah dijajaki ke
warung-warung sekitar wilayah kelompok. Ke depan diharapkan
Kelompok Tirta Kencana dan Kelompok Bina Warga dapat
bekerjasama dengan hotel-hotel dan tempat pariwisata di sekitar
Cisarua untuk pemasaran produk olahan susu.
Tabel 20. Keinginan mendesak peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
No. Harapan
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Peningkatan populasi/ kepemilikan ternak
Mobil berpendingin untuk mengangkut susu
Lahan rumput
Perbaikan mutu pakan dari KUD Giri Tani
Peningkatan mutu susu
Milkcan untuk pengangkutan susu
Peralatan pengolahan yoghurt
Jaringan pemasaran produk olahan susu
Permodalan
Perbaikan jalan
KUD Giri Tani lebih transparan
Dukungan instansi pemerintah dengan bantuan
sosial
28
18
15
9
6
6
3
3
3
3
3
3
Di Kelompok Baru Sireum, Ketua Kelompok telah
mengembangkan unit usaha pengolahan yoghurt. Produk yoghurt
ini telah memiliki pasar yang dikembangkan melalui mulut ke
mulut dan lewat internet. Dalam penelitian ini, tidak diulas lebih
lanjut unit usaha Ketua Kelompok Baru Sireum ini karena usaha
ini lebih bersifat perseorangan.
Berdasarkan hasil pendapat peternak pada kajian ini,
keuntungan menjadi anggota kelompok dan KUD Giri Tani serta
usulan perbaikan untuk kemajuan kelompok dan KUD Giri Tani
dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22.
Mulai tahun 2008 pemasaran susu dari KUD Giri Tani
100% dipasok ke PT Cimory, walaupun beberapa peternak juga
66
menjual langsung kepada konsumen terutama kepada wisatawan
penghuni hotel/villa. Harga susu penjualan langsung tersebut
pada tahun 2008 berkisar Rp.4.000,--Rp. 6.000,- sedangkan
pada tahun 2009 berkisar Rp. 5.000,--Rp. 8.000,- per liter. Harga
tertinggi biasanya adalah harga untuk wisatawan. Namun
penjualan langsung seperti ini hanya sedikit sekali, yaitu 40-100
l/bulan dan hanya terjadi pada beberapa peternak.
Tabel 21. Keuntungan peternak menjadi anggota kelompok dan usulan
perbaikan untuk kemajuan kelompok
No. Keinginan/Usulan
Persentase
(%)
1.
Keinginan
a. Tempat pemecahan masalah dan tukar menukar
informasi
b. Gotong royong dan kebersamaan
c. Mendapatkan akses terhadap bantuan dan
pembinaan dari pemerintah, KUD, PT Cimory dan
kredit
d. Membantu pemasaran susu
e. Keuntungan dengan adanya simpan pinjam
f. Terkoordinasi dan terpantau usahanya
g. Meningkatkan bargaining position
h. Tempat pembelian rumput
i. Pemanfaatan air pegunungan secara berkelompok
31,4
18,5
17,1
14,3
7,1
6,0
3,0
1,4
1,4
2 Usulan perbaikan untuk kelompok
a. Perbaikan higienitas (GFP) dalam upaya
peningkatan mutu susu
b. Meningkatkan kebersamaan
c. Kelompok sebaiknya mempunyai petugas
medis/Keswan dan IB sendiri
d. Peningkatan tertib administrasi
e. Menjadi kelompok percontohan (Kelompok Bina
Warga 2010)
f. Mengusahakan sewa lahan rumput
g. Kendaraan berpendingin untuk mengangkut susu
h. Simpan pinjam di kelompok
i. Penambahan modal kelompok
j. Arisan kelompok diaktifkan kembali
k. Peningkatan populasi
l. Anggota lebih aktif
39,0
10,7
10,5
7,0
7,0
4,2
3,6
3,6
3,6
3,6
3,6
3,6
67
Tabel 22. Keuntungan peternak menjadi anggota dan usulan
perbaikan untuk kemajuan KUD Giri Tani
No. Keinginan/Usulan
Persentase
(%)
1.
Keinginan
a. Adanya simpan pinjam
b. Harga konsentrat mudah didapat di
KUD dengan harga wajar
c. Pemasaran susu lancar
d. KUD menyediakan sapronak
e. Bisa kas bon untuk keperluan rumah
tangga
f. Pelayanan petugas medis
g. Akses informasi
h. Adanya warung serba ada
i. Mendapat SHU dan THR
j. Terkoordinasi dengan dinas terkait
k. Peningkatan posisi tawar
l. Harga susu meningkat
m. Pelayanan IB
20,0
16,8
14,5
11,2
10,1
6,7
4,5
4,5
4,5
3
2,2
1
1
2 Usulan perbaikan untuk KUD Giri Tani
a. Perbaikan mutu, kontinuitas dan harga
pakan
b. Pengurus KUD agar transparan
c. Perbaikan pengurus KUD
d. Perbaikan manajemen KUD
e. Peningkatan pelayanan secara umum
f. Peningkatan pelayanan tenaga medis
g. Penambahan modal KUD
h. Warung serba ada (Waserda) sebaiknya
modal KUD
i. Perbaikan unit usaha yoghurt
j. Sinkronisasi pengurus dengan
karyawan
k. Pengembangan usaha alternatif
l. Peningkatan harga susu
m. Pemberitahuan kualitas susu yang
dibeli KUD
n. Pengurus hadir di pertemuan kelompok
o. Pengusahaan lahan pakan
p. Pemberian pinjaman saat kering
kandang
q. Peningkatan kesejahteraan anggota
r. KUD agar tidak memberi peluang
kepada peternak besar diluar anggota
KUD yang berakibat mengurangi kuota
penyetoran susu KUD ke PT Cimory
33,8
16
8
7
5,4
5,4
3
3
2
2
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
68
Pendapat peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
terhadap keberadaan PT Cimory di Kecamatan Cisarua dapat
dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Pendapat peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
terhadap keberadaan PT Cimory
No. Pendapat Peternak
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Meningkatkan harga susu
Pembayaran susu ke peternak tepat
waktu
Membantu pemasaran
Jarak yang dekat menjaga mutu susu dan
efisiensi dalam pengiriman dan
komunikasi
Secara tidak langsung dapat mengetahui
mutu susu per kelompok, sehingga
kelompok berlomba memperbaiki mutu
susu
Persaingan yang sehat antar kelompok
dan antar anggota termasuk anggota
dengan skala kepemilikan besar
Penyerapan lapangan kerja
69
10,3
7,7
5,5
2,5
2,5
2,5
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil analisa kelayakan
usaha yaitu rataan keuntungan per liter susu menurut skala
kepemilikan sapi betina dewasa. Rataan keuntungan pada tahun
2009 meningkat tajam apabila dibandingkan tahun 2008. Untuk
skala kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor adalah Rp.
1.147,73,- dari Rp. 337,89, kepemilikan 6-10 ekor Rp. 1.303,08
dari Rp. 558,15 dan kepemilikan > 10 ekor Rp. 1.390,38 dari Rp.
818,26 (Tabel 14). Hal ini terjadi karena pada tahun 2009
pengumpulan susu dilakukan pada masing-masing kelompok,
sedangkan tahun sebelumnya dilakukan pengumpulan ke KUD
Giri Tani. PT Cimory membeli susu berdasarkan mutu susu,
yaitu berdasarkan nilai total solid dan jumlah kuman. Rataan
harga susu pada tahun 2008 sama untuk semua kelompok yaitu
sebesar Rp. 2.825,- per liter, sedangkan tahun 2009 meningkat
69
menjadi Rp. 3.474,- untuk Kelompok Baru Tegal, Rp. 5.535,-
untuk Kelompok Baru Sireum, Rp. 3.559,- untuk kelompok Tirta
Kencana, Rp. 3.529,- untuk Kelompok Bina Warga dan Rp.
3.413,- untuk Kelompok Mekar Jaya.
4.2.3. Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah
4.2.3.1. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Ancaman
Identifikasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman dilaksanakan dengan melakukan
analisis lingkungan internal dan eksternal usaha peternakan
sapi perah oleh peternak di Kecamatan Cisarua. Hasil
analisis tersebut digunakan untuk merumuskan alternatif
strategi dengan analisis SWOT.
a. Kekuatan
1) Pemasaran mudah
Pemasaran susu dilakukan melalui kerjasama
kelompok dan KUD Giri Tani kepada PT Cimory.
Kemitraan antara KUD Giri Tani dan PT Cimory
sejak Maret tahun 2006, namun baru pada tahun
2008 produksi susu diserap seluruhnya oleh PT
Cimory seiring dengan peningkatan kapasitas
produksi riil PT Cimory.
Sampai saat ini KUD Giri Tani masih bermitra
dengan PT Cimory, sehingga pemasaran susu selalu
lancar.
2) SDM berpengalaman dan terampil
Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua pada
umumnya telah menguasai teknik budidaya karena
telah lama menjalani usaha sapi perah yaitu paling
kecil selama 2 tahun dan paling lama 33 tahun
dengan rataan 16 tahun. Pengetahuan teknik
budidaya diperoleh melalui penyuluhan dari Dinas
70
Peternakan dan KUD (36%), dari teman atau
dengan bekerja kepada orang lain (28%),
pengalaman turun temurun (19%) dan belajar
sendiri (17%). Apabila dilihat dari tingkat
pendidikan peternak maka hanya 10% peternak
tidak tamat pendidikan formal; 27% tamat Sekolah
Dasar; 17% tamat SLTP; 23% tamat SLTA dan
23% sarjana.
3) Motivasi Usaha Tinggi
Peternak mempunyai motivasi yang tingi dalam
usahanya hal ini dapat dilihat dengan 87% peternak
di Kecamatan Cisarua menjadikan usaha peternakan
sapi perah sebagai usaha pokok; 67% peternak
mengawali usahanya dengan modal sendiri; 27%
modal awal kredit dari pemerintah; 6% modal awal
hasil garapan atau bagi hasil; serta alasan
melakukan usaha beternak sapi perah karena mudah,
ada sarana penunjang dan pasarnya jelas 43%; untuk
memperoleh atau menambah pendapatan sebanyak
30%; merupakan usaha turun temurun 14%;
merupakan hobi 9% dan hanya 5% yang ikut-ikutan.
4) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan faktor yang penting
dalam suatu usaha. Khusus dalam usaha peternakan
sapi perah ini, dukungan keluarga lebih berarti
dukungan tenaga kerja. Dimana peternak dengan
kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor
mengandalkan keluarga sebagai tenaga kerja.
5) Rumput tersedia di alam
Ketersediaan rumput di alam sekitar wilayah
Cisarua merupakan faktor penting mengingat
kepemilikan lahan peternak relatif kecil atau bahkan
71
tidak punya lahan penanaman rumput sama sekali.
Iklim yang sejuk dengan curah hujan yang tinggi
merupakan memberikan potensi pertumbuhan
rumput dengan baik di wilayah Cisarua dan
sekitarnya.
6) Air tersedia di pegunungan
Ketersediaan air alam dari pegunungan sangat
mendukung pemenuhan kebutuhan air, terutama
untuk kebersihan kandang dan sapi. Pemanfaatan air
ini dilakukan secara bersama-sama dengan
masyarakat sekitar.
7) Iklim yang mendukung
Iklim sejuk dengan curah hujan yang cukup tinggi
mendukung dari aspek kebutuhan hijauan/rumput
dan kesehatan sapi. Kebanyakan sapi perah yang
diternak di Kecamatan Cisarua adalah dari jenis PFH
yang mempunyai sifat kurang tahan terhadap panas
walaupun mudah beradaptasi (BBPTUSP, 2009).
8) Pencukupan kebutuhan
Faktor kekuatan strategi internal ini terkait dengan
kemampuan usaha peternakan yang dijalankan oleh
peternak di Kecamatan Cisarua dirasakan dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangga peternak,
didukung fakta bahwa 87% peternak di Kecamatan
Cisarua menjadikan usaha peternakan sapi perah
sebagai usaha pokok.
9) Kebersamaan tenaga kerja
Kebersamaan tenaga kerja sangat penting bagi
usaha peternakan sapi perah, lebih-lebih usaha ini
berhubungan dengan makhluk hidup. Budaya
gotong royong pada masyarakat Cisarua terbawa
dalam keseharian mereka sebagai tenaga kerja pada
72
peternak sapi perah dengan kepemilikan sapi betina
dewasa > 10 ekor. Begitu juga kebersamaan dalam
tenaga kerja keluarga pada peternakan dengan skala
kepemilikan yang lebih kecil, kebersamaan keluarga
merupakan faktor kekuatan internal.
10) Ketrampilan pengolahan susu
Dengan pembinaan yang diperoleh dari Dinas
Peternakan dan Institut Pertanian Bogor (IPB),
Kelompok Tirta Kencana dan Bina Warga telah
mampu mengolah beberapa produk susu seperti
susu pasteurisasi, krupuk susu, karamel, stik susu
dan puding susu. Kelompok Bina Warga pada tahun
2010 sedang memulai usahanya, pemasaran produk
dilakukan di sekitar wilayah kelompok. Sedangkan
Kelompok Tirta Kencana yang telah memulai
usahanya dari tahun 2008 berhenti karena tidak
punya pasar yang pasti. Ketua Kelompok Baru
Sireum mempunyai usaha pengolahan susu menjadi
yoghurt, usaha ini cukup berkembang karena
kualitas produk dan kemasan bagus. Pemasaran
selain di Bogor dan sekitarnya juga telah sampai ke
wilayah Jakarta. Karyawan KUD Giri Tani juga
telah mampu mengolah susu menjadi yoghurt. Unit
usaha pengolahan yoghurt KUD Giri Tani
beroperasi sejak tahun 2009. Ketrampilan ini
merupakan kekuatan internal, karena dengan
ketrampilan pengolahan susu dapat menyerap susu
segar dan menambah nilai tambah produk.
b. Kelemahan
1) Modal
Modal merupakan faktor penting dalam usaha sapi
perah. Kemampuan permodalan sangat
73
mempengaruhi jumlah populasi, penggunaan alat
yang sesuai standard untuk menjaga mutu susu dan
pemberian pakan sesuai kebutuhan ternak baik
kualitas maupun kuantitasnya. Kekurangan modal
terutama pada peternak dengan kepemilikan betina
dewasa < 6 ekor, mengakibatkan pemberian
konsentrat kurang pada saat sapi kering atau
pemberian konsentrat dengan mutu kurang bagus.
Beberapa peternak mengalami musibah, dimana sapi
induk mati setelah melahirkan atau mengalami
kelumpuhan. Setelah dicermati ternyata hal ini
dikarenakan mutu pakan yang kurang bagus atau
kurangnya pemberian konsentrat pada saat sapi
kering. KUD Giri Tani beberapa waktu yang lalu
telah menjual pakan dengan mutu kurang bagus
yaitu ada kandungan pasir laut pada pakan tersebut.
Harga pakan yang dipasok dari Cikampek ini paling
murah diantara 3 jenis pakan yang dijual di KUD
Giri Tani.
2) Susah rumput saat kemarau
Peternak sapi perah di Kecamatan Giri Tani
mendapatkan hijauan/ rumput untuk pakan lebih
dari 80% rumput liar di lahan-lahan sekitar
Kecamatan Cisarua. Pada musim kemarau rumput
banyak yang kering, sehingga ketersediaan rumput
liar sangat kurang. Beberapa peternak yang tidak
punya lahan rumput, biasanya menggunakan
alternatif batang pisang sebagai pengganti rumput.
3) Lahan terbatas
Keterbatasan kepemilikan lahan oleh peternak
sangat berpengaruh terhadap pengelolaan limbah,
ketersediaan hijauan/rumput dan kesempatan
74
perluasan usaha atau penambahan populasi.
Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua 33%
sama sekali tidak mempunyai lahan garapan, 67%
mempunyai lahan garapan dengan luas berkisar
antara 200 m2 sampai 1 Ha.
4) Kurang mampu mengendalikan penyakit
!8 % dari peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
menyatakan bahwa kendala utama dalam usahanya
adalah tidak dapat mengendalikan penyakit sapi
terutama penyakit kuku, kelumpuhan setelah
beranak dan keguguran.
5) Jarak ke PT Cimory jauh, mutu susu menurun
Khusus untuk Kelompok Mekar Jaya merasakan
bahwa jarak ke PT Cimory cukup jauh apabila
dibandingkan dengan kelompok lain. Selain itu
kondisi jalan yang sering macet meningkatkan jarak
tempuh dari peternak ke PT Cimory. Kedua hal ini
memacu penurunan mutu susu.
6) Tenaga kerja berhenti mendadak
Tenaga kerja pada peternak dengan kepemilikan >
10 ekor sapi sering berhenti mendadak tanpa alasan
yang pasti. Hal ini tentu saja merupakan kelemahan
bagi manajemen usaha.
7) Populasi kurang
Populasi sapi perah kurang terutama pada
kepemilikan sapi kurang dari < 6 ekor. Secara
keseluruhan KUD Giri Tani belum bisa memenuhi
seluruh kebutuhan PT. Cimory, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakunya PT juga
menyerap susu dari KUD Cipanas, Cianjur dan
Sukabumi.
8) Pemasaran produk olahan susah
75
Pemasaran produk olahan berupa kerupuk susu,
karamel, dan puding masih susah, terutama untuk
kelompok Tirta Kencana. Sedangkan untuk
Kelompok Bina Warga masih dalam tahap
penumbuhan pasar di sekitar wilayah kelompok.
Unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani tidak
mengalami kendala dalam pemasaran, bahkan pasar
terus berkembang dengan baik.
9) Manajemen keuangan
Manajemen keuangan di tingkat peternak belum
terpisahkan dari manajemen keuangan rumah
tangga, sehingga masih terjadi konflik kepentingan
antara kebutuhan keluarga dengan kebutuhan usaha.
Untuk peternak dengan kepemilikan < 6 ekor,
dikarenakan keterbatasan modal, sehingga
kebutuhan ternak sering dinomor duakan, sebagai
contoh pemberian pakan saat sapi kering sering
dikorbankan.
10) Produktivitas ternak rendah
Produktivitas ternak rataan masih 10 l/hari dengan
masa laktasi 7-10 bulan. Dengan pemeliharaan dan
pakan yang bagus peranakan FH bisa berproduksi
hingga 15 l/hari.
c. Peluang
1) KUD sebagai penyedia sapronak (sarana produksi
ternak)
KUD Giri Tani selain membantu pemasaran susu ke
PT Cimory juga menyediakan kebutuhan sapronak
bagi anggotanya antara lain pakan dan peralatan
beternak. Anggota membeli sapronak dengan cara
dipotong pembayaran susu pada bulan berikutnya.
76
2) Kepastian pemasaran (PT Cimory)
Susu dari peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
dipasarkan kepada PT Cimory dengan harga sesuai
mutu susu, yaitu berdasarkan total solid non fat dan
jumlah kuman. Dengan adanya kerjasama antara
KUD Giri Tani dan PT Cimory memberikan
kepastian pasar bagi peternak.
3) Kerjasama kelompok
Peternak sebagai anggota kelompok telah sadar akan
pentingnya kerjasama antar anggota kelompok,
terutama dalam peningkatan kualitas susu dan
kerjasama dalam upaya akses pembinaan dan
fasilitasi bantuan dari pemerintah.
4) Dukungan pemerintah
Dukungan pemerintah terhadap peternak sapi di
Kecamatan Cisarua sangat baik terutama pembinaan
dalam upaya menjadi kelompok percontohan.
Dengan prestasi ini kelompok dapat mengakses
bantuan sosial berupa sapi dan peralatan pemerahan
seperti milkcan dan ember stainless. Dinas
Peternakan juga memberi bantuan vaksinasi secara
berkala. Kementerian KLH telah memberikan
bantuan peralatan biogas yang sangat membantu
peternak dengan menambah pendapatan dari biogas,
serta pengelolaan limbah. Selain itu IPB dan Dinas
Koperasi juga banyak membantu baik pada sisi on
farm maupun off farm.
5) Dukungan lingkungan
Dukungan lingkungan, terutama masyarakat sekitar
peternak merupakan peluang bagi keberlanjutan
usaha. Keberadaan peternakan sejak kebih 23 tahun
yang lalu membuat masyarakat telah biasa dengan
77
pengaruh keberadaan peternakan di sekitar mereka.
6) Daerah wisata dan villa
Kecamatan Cisarua sebagai daerah wisata
memberikan pasar yang bagus, walaupun belum
dimanfaatkan secara optimal oleh peternak sapi
perah. Penjualan susu segar langsung ke wisatawan
atau penghuni villa dapat meningkatkan nilai jual
cukup tinggi, yaitu pada tahun 2008 berkisar
Rp.4.000-Rp. 6.000,- sedangkan pada tahun 2009
berkisar Rp. 5.000-Rp. 8.000,- per liter. Namun
pasar ini tidak pasti dan volume penjualan langsung
ini sangat rendah, yaitu 40-100 l/bulan.
7) Bantuan peralatan biogas
Bantuan peralatan biogas dari Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) merupakan peluang yang
bagus dalam upaya pengelolaan limbah sehingga
tidak meresahkan masyarakat sekitar peternak.
Apabila dikelola dengan baik, dengan kepemilikan
sapi 2 ekor betina dewasa dapat mencukupi
kebutuhan gas untuk rumah tangga setara dengan 2
tabung gas kecil atau 6 kg gas LPG.
8) Harga susu relatif tinggi
Harga pembelian susu oleh PT Cimory relatif tinggi
apabila dibandingkan dengan harga pembelian susu
oleh perusahaan lain yang bekerja sama dengan
KUD Giri Tani. Hal ini merupakan peluang usaha
yang sangat bagus.
9) Sarana prasarana tersedia
Usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua
terutama yang tergabung dalam kelompok dan KUD
Giri Tani tidak akan kesusahan dalam akses sarana
dan prasarana usaha, mulai dari pakan, peralatan,
78
kesehatan hewan, IB, dan pembinaan sampai pada
pemasaran.
10) KPS Bogor sebagai alternatif penyedia pakan
Untuk peternak dengan kepemilikan sapi betina
dewasa > 10 ekor dan sebagian peternak di
Kelompok Mekar Jaya membeli pakan dari KPS
Bogor, terutama apabila ketersediaan pakan di KUD
Giri Tani tidak mencukupi.
d. Ancaman
1) Jalan macet/ transportasi jelek
Jalan yang macet pada hari libur dan transportasi
yang jelek terutama di Kelompok Mekar Jaya
berakibat jarak tempuh dari kelompok ke PT
Cimory Jalan yang biasanya tidak lebih dari 1 (satu)
jam menjadi 4-6 jam, hal ini sangat berpengaruh
pada kualitas susu terutama pada peningkatan
jumlah bakteri hingga 30 juta, sehingga pernah susu
tidak diterima oleh PT Cimory.
2) Pembangunan perumahan, hotel dan villa
Pembangunan perumahan baru, hotel dan villa
tumbuh dengan cepat di Kecamatan Cisarua, selain
berdampak positif sebagai pasar yang potensial, hal
ini berdampak pada pengurangan lahan rumput dan
munculnya isu lingkungan akibat limbah peternakan.
3) Isu limbah organik
Selain isu limbah di sekitar peternakan, akhir-akhir
ini juga muncul isu limbah organik di perairan
Sungai Ciliwung dengan peternakan sapi perah
dituding sebagai sumbernya, sebagi pemecahan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah
memberikan bantuan peralatan biogas, namun belum
semua peternak mendapatkan bantuan tersebut.
79
4) Lahan rumput berkurang
Lahan rumput yang berkurang bisa berakibat pada
kekurangan hijauan/ rumput bagi ternak, karena
sebagian besar peternak memanfaatkan rumput liar
untuk kebutuhan pakan hijauan.
5) Pengurus KUD tidak transparan
Pendapat responden peternak bahwa KUD tidak
transparan sebagai ancaman didukung oleh hasil
penelitian bahwa usulan untuk perbaikan kinerja
KUD oleh peternak pada urutan 2-4 adalah pengurus
KUD agar transparan (16%), perbaikan pengurus
KUD (8%) dan perbaikan manajemen KUD (7%).
6) Bunga kredit tidak terjangkau
Kekurangan modal pada peternak dengan
kepemilikan < 6 ekor dan 6-10 ekor tidak membuat
peternak berkeinginan untuk mendapatkan kredit
untuk penambahan modal usahanya. Hal ini
dikarenakan peternak merasa tidak mampu
menbayar cicilan kredit dengan bunga yang ada.
Dari hasil kajian, sebanyak 50% peternak ingin
menambah populasi ternaknya dengan modal
sendiri, 42,5% ingin menambah populasi ternaknya
dengan mengharapkan fasilitasi kredit bunga ringan
dari pemerintah. Bagi peternak yang merasa mampu
untuk menyisihkan hasil usahanya untuk menambah
ternak, sehingga ingin menambah ternak dengan
modal sendiri tanpa dibebani kewajiban
pengembalian kredit. Untuk peternak yang tidak
mampu menyisihkan hasil usahanya karena hasil
usaha hanya cukup untuk pemenuhan keluarga
sangat mengharapkan adanya kredit dari pemerintah
dengan catatan bunga ringan.
80
7) Keberpihakan pemerintah kurang (harga susu,
impor susu)
Ancaman ini lebih bersifat makro, dimana
sebenarnya pada saat ini peternak sapi perah di
Kecamatan Cisarua telah banyak menikmati harga
yang wajar. Namun di tingkat nasional industri
pengolah lebih memilih susu impor dengan alasan
mutu susu impor lebih bagus dan pemerintah
memberikan dukungan dengan kebijakan
keleluasaan impor susu.
8) Ketersediaan dan mutu pakan KUD kurang
Ketersediaan dan mutu pakan dari KUD Giri Tani
dirasakan masih kurang oleh peternak sapi perah,
ditemukannya pasir laut pada pakan yang dipasok
dari Cikampek dan adanya peternak yang membeli
pakan dari KPS Bogor membuktikan hal ini.
9) Akses kredit ringan susah
Selain bunga kredit yang tidak terjangkau, akses
terhadap kredit bunga ringan juga susah. Dari 30
responden hanya 1 peternak yang menyatakan
mengakses KUR pada tahun 2009. Pada tahun 2010
ini ada tawaran kredit dari sebuah bank swasta
kepada Kelompok Mekar Jaya, namun peternak
merasa tidak mampu memenuhi beberapa
persyaratan.
10) Harga pakan relatif mahal.
Harga pakan relatif mahal merupakan salah satu
ancaman yang dirasakan peternak, dimana pakan
merupakan komponen biaya terbesar, yaitu lebih
dari 50% dari biaya variabel. Berdasarkan hasil
penelitian, harga pakan yang terus naik dan kualitas
pakan dari KUD kurang bagus terutama pasokan
81
dari Cikampek merupakan kendala dalam
pengembangan usaha peternakan di Kecamatan
Cisarua (12%).
4.2.3.2. Analisis Matriks IFE
Analisis matriks IFE adalah untuk menganalisa faktor-
faktor strategi internal peternak sapi perah di Kecamatan
Cisarua. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi
kekuatan dan kelemahan usaha peternakan sapi perah di
Kecamatan Cisarua yang selanjutnya dimasukkan dalam
matriks IFE seperti pada Tabel 24 dengan nilai bobot dan
ratingnya. Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap
faktor strategi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 24. Faktor Strategi Internal usaha peternakan sapi
perah di Kecamatan Cisarua
No
Faktor Strategi Internal
Rating
(a)
Bobot
(b)
Skor
(axb)
A Kekuatan (S)
1 Pemasaran mudah 4,0000 0,1863 0,7453
2 SDM berpengalaman &
terampil 3,6667 0,1118 0,4099
3 Motivasi usaha tinggi 4,0000 0,0870 0,3478
4 Dukungan keluarga 3,3750 0,0994 0,3354
5 Rumput tersedia di alam 3,8000 0,0621 0,2360
6 Air tersedia dari pegunungan 3,6667 0,0559 0,2050
7 Iklim mendukung 3,0000 0,0373 0,1118
8 Pencukupan kebutuhan 3,6667 0,0186 0,0683
9 Kebersamaan TK 3,0000 0,0186 0,0559
10 Ketrampilan pengolahan susu 4,0000 0,0062 0,0248
B Kelemahan (W)
1 Modal 1,3333 0,0932 0,1242
2 Susah rumput saat kemarau 1,9565 0,1429 0,2795
3 Lahan terbatas 1,7143 0,0435 0,0745
4 Kurang mampu mengendalikan
penyakit 1,5000 0,0248 0,0373
5 Jarak ke PT Cimory relatif jauh
(kualitas susu turun) 1,0000 0,0124 0,0124
6 TK berhenti mendadak 1,5000 0,0124 0,0186
7 Populasi kurang 1,0000 0,0062 0,0062
8 Pemasaran produk olahan
susah 1,0000 0,0062 0,0062
9 Manajemen keuangan 1,0000 0,0062 0,0062
10 Produktivitas ternak rendah 2,0000 0,0062 0,0124
Total A + B 1,0000 3,0062
82
Hasil perhitungan skor pada matriks IFE menunjukkan
bahwa pemasaran yang mudah paling dominan sebagai
faktor kekuatan yang paling penting yang dimiliki oleh
peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua (skor 0,7453).
Faktor-faktor kekuatan berperan lainnya adalah SDM yang
berpengalaman dan terampil (skor 0,4099), motivasi usaha
yang tinggi (skor 0,3478), dukungan keluarga (skor
0,3354), ketersediaan rumput di alam (skor 0,2360),
ketersediaan air dari pegunungan (skor 0,2050), dan iklim
yang mendukung (0,1118). Selain itu, faktor peluang
lainnya yang perlu diperhatikan adalah usaha sebagai
pencukupan kebutuhan (skor 0,083), dan kebersamaan
tenaga kerja (skor 0,0559).
Faktor kelemahan yang paling berperan pada usaha
peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah
susahnya mencari rumput pada musim kemarau (skor
0,2795) dan modal (0,1242). Faktor kelemahan lainnya
yang perlu diperhatikan adalah lahan yang terbatas (skor
0,0745).
4.2.3.3. Analisis Matriks EFE
Analisis matriks EFE adalah untuk menganalisa faktor-
faktor strategi eksternal peternak sapi perah di Kecamatan
Cisarua. Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi
peluang dan ancaman usaha peternakan sapi perah di
Kecamatan Cisarua yang selanjutnya dimasukkan dalam
matriks EFE seperti pada Tabel 25 bersama dengan nilai
bobot dan ratingnya. Pembobotan dan pemberian rating
tiap-tiap faktor strategi tersebut dapat dilihat pada Lampiran
6.
Hasil perhitungan skor pada matriks EFE menunjukkan
bahwa faktor kekuatan dominan yang dimiliki oleh
peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah peran
83
KUD sebagai penyedia sapronak (skor 0,6988) dan
kepastian pemasaran dengan adanya kerjasama dengan PT
Cimory (skor 0,6145). Faktor kekuatan yang berperan
adalah kerjasama kelompok dan dukungan pemerintah baik
melalui pembinaan ataupun vaksinasi ternak (skor 0,4518)
dan dukungan lingkungan (skor 0,1988).
Tabel 25. Faktor Strategi eksternal usaha peternakan sapi
perah di Kecamatan Cisarua
No
Faktor Strategi Eksternal
Rating
(a)
Bobot
(b)
Skor
(axb)
A Peluang (O)
1 KUD penyedia sapronak 3,8667 0,1807 0,6988
2 Kepastian pemasaran (PT
Cimory) 3,9231 0,1566 0,6145
3 Kerjasama kelompok 3,2609 0,1386 0,4518
4 Dukungan pemerintah
(pembinaan, vaksinasi) 3,0000 0,1506 0,4518
5 Dukungan lingkungan 3,0000 0,0663 0,1988
6 Daerah wisata dan villa
(pemasaran langsung) 4,0000 0,0181 0,0723
7 Bantuan peralatan biogas
KLH 3,0000 0,0241 0,0723
8 Harga susu relatif tinggi 4,0000 0,0120 0,0482
9 Sarana prasarana tersedia 3,5000 0,0120 0,0422
10 KPS Bogor (alternatif
penyedia pakan) 3,0000 0,0241 0,0723
B Ancaman (T)
1 Jalan macet/ transportasi
jelek 1,2500 0,0723 0,0843
2 Pembangunan perumahan,
hotel, villa 1,6667 0,0361 0,0542
3 Isu limbah organik 2,0000 0,0241 0,0482
4 Lahan rumput berkurang 1,3333 0,0181 0,0241
5 Pengurus KUD tidak
transparant 1,6667 0,0181 0,0301
6 Bunga kredit tidak terjangkau 1,0000 0,0120 0,0120
7 Keberpihakan pemerintah
kurang (harga susu, impor
susu) 1,0000 0,0120 0,0120
8 Ketersediaan & kualitas
pakan KUD kurang 2,0000 0,0120 0,0241
9 Akses kredit susah 1,0000 0,0060 0,0060
10 Harga pakan relatif mahal 1,0000 0,0060 0,0060
Total A + B 1,0000 3,0241
Selain itu, faktor yang perlu diperhatikan adalah
Kecamatan Cisarua sebagai daerah wisata dan adanya villa-
84
villa sebagai peluang pemasaran langsung dengan harga
yang lebih baik; bantuan peralatan biogas dari KLH; dan
keberadaan KPS Bogor sebagai alternatif penyedia pakan
(skor masing-masing 0,0723). Faktor ancaman berperan
dapat merugikan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan
Cisarua adalah jalan yang macet dan transportasi yang jelek
(skor 0,0843) dan pembangunan perumahan, hotel dan villa
yang berdampak pada penurunan lahan rumput dan isu
lingkungan (skor 0,0542).
4.2.3.4. Analisis Matriks IE
Analisis matriks IE bertujuan untuk mengetahui strategi
bagaimana yang sebaiknya digunakan peternak sapi perah
di Kecamatan Cisarua, dengan memetakan hasil
perhitungan pada matriks IFE dan EFE ke matriks IE.
Pemetaan ini sangat penting bagi pemilihan strategi untuk
keberlanjutan dan perkembangan usaha peternakan sapi
perah di Kecamatan Cisarua. Hasil analisis matrik IFE dan
IE sebelumnya menunjukkan bahwa total nilai skor faktor
internal 3,0062 dan untuk faktor eksternal 3,0241. Hal ini
menunjukkan bahwa peternak sapi perah di Kecamatan
Cisarua mempunyai faktor internal yang tergolong kuat dan
respon yang diberikan terhadap lingkungan eksternal yang
tinggi. Pemetaan total skor dari matrik IFE dan EFE ke
matriks IE dapat dilihat pada Gambar 8.
Hasil pemetaan pada matriks IE menunjukkan bahwa
posisi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua berada
pada kuadran pertama. Pada posisi ini, strategi
pertumbuhan dilakukan melalui integrasi vertikal. Sesuai
dengan Rangkuti (2005), pertumbuhan melalui integrasi
vertikal dilakukan dengan cara mengambil alih fungsi
pemasok (backward integration) atau dengan cara
mengambil alih fungsi distributor (forward integration).
85
Hal ini merupakan strategi utama bagi usaha yang memiliki
posisi kompetitif pasar yang kuat dalam industri sangat
atraktif.
Total Skor IFE
4,0 Kuat 3,0 Sedang 2,0 Lemah 1,0
Tinggi
Total 3,0
I
Pertumbuhan
melalui
integrasi
vertikal
II
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal
III
Penciutan
melalui
„turn
around‟
Skor EFE
Menengah
2,0
IV
Stabilitas
V
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal/
Stabilitas
VI
Penciutan/
divestasi
Rendah
1,0
VII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konsentrik
VIII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konglomerat
IX
Likuidasi
Gambar 8. Matriks IE peternak sapi perah di Kecamatam
Cisarua
Integrasi vertikal adalah sejauhmana unit usaha
memiliki pemasok hulu dan pembeli hilir. Bertentangan
dengan integrasi horizontal, yang merupakan konsolidasi
dari banyak unit usaha yang menangani bagian yang sama
dari proses produksi, integrasi vertikal ditandai oleh satu
unit usaha yang bergerak diberbagai bagian produksi
(misalnya produksi bahan baku, manufaktur, transportasi,
pemasaran, dan atau ritel). Backward integration dilakukan
dengan upaya mengontrol unit usaha yang memproduksi
beberapa input yang digunakan dalam produksi produk-
86
produknya. Kontrol ini dimaksudkan untuk menciptakan
stabilitas pasokan input dan memastikan mutu yang
konsisten dalam produk akhir. Forward integration
dilakukan dengan upaya mengontrol pembeli utama,
distribusi dan pengecer, di mana produk dari unit usaha
dijual.
Dalam penelitian ini strategi tersebut dapat dilakukan
dengan upaya perbaikan kinerja KUD Giri Tani baik
sebagai pemasok input maupun sebagai penghubung
pemasaran. Di bidang pemasaran selain KUD sebagai
penghubung, PT Cimory merupakan target utama dalam
strategi ini. Peningkatan kerjasama kemitraan dengan PT
Cimory harus tetap dipertahankan dan dikembangkan.
Selain itu, perlu dicari peluang-peluang lain dalam upaya
perbaikan input usaha seperti modal, bibit atau ternak,
teknologi dan peralatan dengan memanfaatkan faktor
eksternal atau peluang yang ada.
4.2.3.5. Analisis Matriks SWOT
Analisis matriks SWOT digunakan sebagai alat
penajaman alternatif strategi pengembangan unit usaha
peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Formulasi
strategi dilakukan dengan mengkombinasi berbagai faktor
yang telah diidentifikasi. Hasil formulasi strategi
dikelompokkan menjadi empat kelompok yang terdiri atas :
strategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kekuatan-ancaman
(S-T), strategi kelemahan-peluang (W-O) dan strategi
kelemahan-ancaman (W-T). Keempat kelompok strategi
dimaksud dapat dilihat pada Gambar 9.
a. Strategi S-O
Strategi S-O diformulasikan dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, dengan
87
formulasi strategi berikut :
1) Peningkatan kerjasama kemitraan dengan PT
Cimory dan peran pemerintah dalam pengawasan
kesepakatan kerjasama.
2) Peningkatanan mutu susu dengan perbaikan pakan
dan pasca panen secara bersama dalam kelompok.
3) Pengembangan produk olahan yang punya pasar
potensial.
4) Melakukan kerjasama pemasaran produk olahan
dengan tempat wisata, hotel dan villa.
b. Strategi S-T
Strategi S-T diformulasikan menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, dengan
formulasi strategi berikut :
1) Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair.
2) Perbaikan manajemen KUD melalui aspirasi
kelompok.
3) Peningkatan akses kredit bunga ringan untuk
anggota kelompok.
c. Strategi W-O
Strategi W-O diformulasikan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada, dengan formulasi
strategi berikut :
1) Pengembangan lahan rumput bersama.
2) Pengadaan mobil pendingin untuk kelompok.
3) Pengusulan fasilitasi modal usaha untuk kelompok.
4) Pengusulan peningkatan kinerja/ penambahan
petugas medis di KUD/ Kelompok.
88
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S) Weaknesses (W) 1 Pemasaran mudah dengan adanya
kemitraan KUD dengan PT Cimory 2 SDM berpengalaman dan terampil
3 Motivasi usaha tinggi
4 Dukungan keluarga 5 Rumput tersedia di alam 6 Air tersedia dari
pegunungan
7 Iklim mendukung
8 Pencukupan kebutuhan 9 Kebersamaan TK
10 Ketrampilan pengolahan susu
1 Modal
2 Susah rumput saat kemarau
3 Lahan terbatas
4 Kurang mampu
mengendalikan penyakit
5 Jarak ke PT Cimory jauh
(kualitas susu turun)
6 TK berhenti mendadak
7 Populasi kurang
8 Pemasaran produk olahan
susah
9 Manajemen keuangan
10 Produktivitas ternak rendah
Opportunities (O) Strategi S-O (agresif) Strategi W-O (diversifikasi)
1 KUD penyedia sapronak
2 Kepastian pemasaran
(PT Cimory)
3 Kerjasama kelompok
4 Dukungan pemerintah
(pembinaan, vaksinasi)
5 Dukungan lingkungan
6 Daerah wisata dan villa
(pemasaran langsung)
7 Bantuan Biogas KLH
8 Harga susu relatif tinggi
9 Sarana prasarana tersedia
0
0
KPS Bogor (alternatif
penyedia pakan)
1. Peningkatan kerjasama
kemitraan dengan PT Cimory
dan peran pemerintah dalam
pengawasan kesepakatan
kerjasama
(S1,S2,S3,O1,O2,O8,O9)
2. Peningkatan mutu susu
dengan perbaikan pakan dan
pasca panen secara bersama
dalam kelompok
(S2,S3,S4,S5,S6,S7,O1,O3,O
4,O5,O9,O10)
3. Pengembangan produk olahan
yang punya pasar potensial
(S2, S3, S4, S10, O3, O4, O5,
O6)
4. Melakukan kerjasama
pemasaran produk olahan
dengan tempat wisata, hotel
dan villa (S2, S3, O3, O4,
O6)
1. Pengembangan lahan rumput
bersama (W2, W3, W10, O3, O4,
O5)
2. Pengadaan mobil pendingin
untuk kelompok (W5, O1, O3,
O4)
3. Pengusulan fasilitasi modal usaha
untuk kelompok (W1, W7, W10,
O3, O4)
4. Pengusulan peningkatan kinerja/
penambahan petugas medis di
KUD/ Kelompok (W4, O1, O3,
O4)
5. Peningkatan penyuluhan dan
platihan tentang kesehatan hewan
dan manajemen keuangan (W4,
W9, W6, O1, O3, O4)
6. Promosi produk olahan (W8, O3,
O4, O6)
7. Perbaikan kualitas dan kuantitas
pemberian pakan (W4, W10, O1,
O10)
Threats (T) Strategi S-T (diferensiasi) Strategi W-T (defensif)
1 Jalan macet/ transportasi
jelek
2 Pembangunan perumahan,
hotel, Vila (keluhan bau)
3 Isu limbah organik
4 Lahan rumput berkurang
5 Pengurus KUD tidak
transparan
6 Bunga kredit tidak terjangkau
7 Keberpihakan pemerintah
kurang (harga susu dan
impor susu)
8 Ketersediaan dan mutu pakan
KUD kurang
9 Akses kredit susah
10 Harga pakan relatif mahal
1. Pengembangan biogas dan
pengelolaan limbah cair (S2,
S3, T2, T3)
2. Perbaikan manajemen KUD
melalui aspirasi kelompok
(S2, S3, S4, T5, T8)
3. Peningkatan akses kredit
bunga ringan untuk anggota
kelompok (S2, S3, S4, S9,
T6,T9, T10)
1. Pengembangan intensifikasi
penanaman rumput (W2,W3, T4)
2. Peningkatan peran pemerintah
(Dinas terkait di Kab. Bogor)
dalam pembinaan KUD dan
kelompok (W8,T5, T8)
3. Perbaikan bibit dengan
penggunaan straw IB berkualitas,
dan menghindari inbreeding
(W7, W10, T7)
Gambar 9. Matrik SWOT peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
89
5) Peningkatan penyuluhan dan platihan tentang
kesehatan hewan dan manajemen keuangan.
6) Promosi produk olahan.
7) Perbaikan mutu dan kuantitas pemberian pakan.
d. Strategi W-T
Strategi W-T bersifat bertahan (defensif) sehingga
diformulasikan dengan meminimalkan kelemahan yang
ada dan menghindari ancaman, dengan formulasi
strategi berikut :
1) Pengembangan intensifikasi penanaman rumput.
2) Peningkatan peran pemerintah (Dinas terkait di Kab.
Bogor) dalam pembinaan KUD dan kelompok.
3) Perbaikan bibit dengan penggunaan straw IB
bermutu dan menghindari inbreeding.
4.2.3.5. Analisis Matriks QSPM
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui
analisa SWOT, maka dilakukan pemilihan alternatif strategi
paling efektif untuk diimplementasikan. Pemilihan
alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matriks
Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM). Teknik QSPM
secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana
yang terbaik.
Menurut David (2006), secara konsep QSPM
menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi
berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci
internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya
tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set
alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif
dari masing-masing faktor keberhasilan kunci eksternal dan
internal. Jumlah set alternatif strategi yang dimasukkan
dalam QSPM dapat berapa saja, jumlah strategi dalam satu
set juga bisa berapa saja, tetapi hanya strategi dalam set
90
yang sama dapat dievaluasi satu sama lain.
Komponen dalam QSPM adalah Alternatif Strategi,
Faktor Kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik, Total Nilai Daya
Tarik dan Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik.
Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (STAS)
mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari
setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi
mengindikasikan strategi yang lebih menarik,
mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal
relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis.
Tingkat perbedaan antara Penjumlahan Total Nilai Daya
Tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan
tingkat kesukaan relatif dari satu strategi di atas lainnya
(David, 2006). Hasil analisis QSPM dapat dilihat pada
Lampiran 7.
4.2.3.6. Implementasi Strategi
Dari hasil perhitungan matriks QSPM alternatif
strategi yang paling menarik atau paling berpengaruh untuk
diimplementasikan untuk aspek produksi, pengembangan
pasar, penguasaan informasi dan kombinasinya dapat
dilihat pada Tabel 26. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa pada strategi utama yang direkomendasikan adalah
pada aspek produksi, yaitu peningkatan mutu susu dengan
perbaikan pakan dan pasca panen secara bersama-sama
dalam kelompok; dan pengusulan fasilitasi modal usaha
untuk kelompok, serta pada aspek pasar, yaitu peningkatan
kerjasama kemitraan dengan PT Cimory dan peran
pemerintah dalam pengawasan kesepakatan kerjasama.
Penggunaan matriks QSPM dapat meningkatkan
mutu dari keputusan strategis secara nyata, tetapi tidak
pernah digunakan untuk mendikte pilihan strategi. Aspek
perilaku, budaya dan politik selalu penting untuk
91
dipertimbangkan dalam implementasi startegik.
Tabel 26. Nilai STAS alternatif strategi pengembangan
usaha peternakan sapi perah di Kecamatan
Cisarua
No Alternatif Strategi STAS Rangking
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B.
1.
2.
3.
C.
1.
2.
D.
1.
2.
3.
4.
Produksi
Peningkatan mutu susu dengan perbaikan
pakan dan pasca panen secara bersama-
sama dalam kelompok
Pengusulan fasilitasi modal usaha untuk
kelompok
Pengembangan lahan rumput bersama.
Pengadaan mobil pendingin untuk
kelompok.
Perbaikan bibit dengan penggunaan straw
IB bermutu, dan menghindari inbreeding.
Pengembangan intensifikasi penanaman
rumput.
Perbaikan mutu dan kuantitas pemberian
pakan.
Pengembangan biogas dan pengelolaan
limbah cair.
Pasar Peningkatan kerjasama kemitraan dengan
PT Cimory dan peran pemerintah dalam
pengawasan kesepakatan kerjasama.
Promosi produk olahan.
Melakukan kerjasama pemasaran produk
olahan dengan tempat wisata, hotel dan
villa.
Penguasaan Informasi/Teknologi
Peningkatan peran pemerintah (Dinas
terkait di Kab. Bogor) dalam pembinaan
KUD dan kelompok.
Peningkatan penyuluhan dan pelatihan
tentang kesehatan hewan dan manajemen
keuangan.
Kombinasi Produksi dan Pasar
Perbaikan manajemen KUD melalui
aspirasi kelompok.
Pengembangan produk olahan yang
punya pasar potensial.
Peningkatan akses kredit bunga ringan
untuk anggota kelompok
Pengusulan peningkatan
kinerja/penambahan petugas medis di
KUD/ Kelompok.
6.1292
6,0843
5.8073
5,7675
5.7304
5,7304
5,5440
5,4690
6,0263
5,5438
5,5219
5,7065
5,6183
5,9356
5,6182
5,7675
5,4149
1
2
5
6
8
9
13
16
3
14
15
10
11
4
12
7
18
4.3. KUD Giri Tani
92
4.3.1. Deskripsi KUD Giri Tani
KUD Giri Tani didirikan pada tanggal 26 Maret 1973 oleh H.
Dulbari yang waktu itu sebagai Kepala Desa Tugu Selatan. KUD
Giri Tani berdomisili di Kampung Baru Tegal Desar Cibeureum
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dengan badan hukum nomor
5765/BH/PAD/KWK.10/V/1997 tanggal 12 Mei 1997 dan nomor
pokok wajib pajak (NPWP) 01.441.593.9-404.
Kepengurusan KUD Giri Tani tahun masa bakti 2006-2010
dijabat oleh tiga orang pengurus dan tiga orang pengawas,
kepengurusan ini merupakan hasil pemilihan anggota tahun 2006 dan
akan berakhir masa baktinya pada tahun 2010. Susunan pengurus dan
Badan Pengawas masa bakti periode tahun 2006 – 2010 adalah :
a. Pengurus :
Ketua : Heru Susanto, SE.
Sekretaris : Cipto Budi Utomo
Bendahara : H. Bunyamin
b. Badan Pengawas :
Ketua : H. Ilyas Khalik
Anggota : 1. H. Deden Munawar F.
2. H. Makmur
Keanggotaan KUD Giri Tani yang aktif sampai tanggal 31
Desember 2009 sebanyak 168 orang dan semua merupakan peternak
sapi perah, yang terbagi atas 5 (lima) kelompok berdasarkan domisili
anggota, yaitu Kelompok Tani Barutegal, Kelompok Tani Baru
Sireum, Kelompok Tani Tirta Kencana, Kelompok Tani Bina Warga
dan Kelompok Tani Mekarjaya.
Jumlah karyawan pada akhir Desember 2009 sebanyak 24
orang, terdiri atas tata usaha/ Staf 6 orang, persusuan 3 orang,
gudang/pakan ternak 3 orang, petugas kesehatan hewan/Inseminator
2 orang, sopir 2 orang, unit pengolahan yoghurt 5 orang dan
keamanan 3 orang.
93
KUD Giri Tani pada awalnya bergerak di bidang usaha
pertanian, pengadaan pangan dan sarana produksi pertanian.
Pengembangan usaha ke bidang sapi perah dimulai tahun 1985, yaitu
dengan mendapatkan pelimpahan kredit sapi perah dari KUD Niaga
Tani Citeureup sebanyak 42 ekor senilai Rp. 21.840.000,- melalui
Bank Rakyat Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1987 dan 1989 KUD
Giri Tani mendapatkan kredit program sapi perah impor sebanyak
439 ekor. Saat ini KUD Giri Tani mempunyai 6 (enam) unit usaha
yaitu unit persusuan, unit produksi dan pengolahan susu, unit
penyediaan pakan ternak, Unit Sapornak, unit kesehatan hewan, unit
waserda, dan unit simpan pinjam.
a. Unit Persusuan
KUD Giri Tani mulai memasarkan susu segar sendiri secara
langsung pada tahun 1990, yaitu ke PT Indomilk sebanyak 3.000
l. Pada tahun 1997 KUD Giri Tani memindahkan pasokan susu
dari PT Indomilk ke PT Diamond Cold Storage Ancol Jakarta
dengan kuota sampai dengan 10.000 l/hari, namun KUD Giri
Tani baru mampu memasok 5.000 l/hari.
Pada akhir tahun 2005 KUD Giri Tani mengadakan
terobosan baru yaitu dengan menerima tawaran PT Cisarua
Mountain Dairy (Cimory) yang berdomisili di Jalan Raya Puncak
Leuwimalang Cisarua, yaitu kerjasama pengolahan susu. PT
Cimory memproduksi yoghurt dan susu pasteurisasi dengan
kapasitas 20.000 l/hari yang pada awalnya baru terealisasi 1.000
l/hari, sehingga sisa pasokan susu dari KUD Giri Tani masih
dikirim ke PT. Diamond Cold Storage. Pada awal tahun 2008,
seiring dengan meningkatnya kapasitas riil produksi PT Cimory,
pasokan susu dari KUD Giri Tani terserap semua oleh PT
Cimory.
Sampai saat ini KUD Giri Tani masih bekerjasama dengan
PT. Cimory sebagai tujuan pemasaran tunggal. Pada tahun 2009
94
total penjualan susu meningkat sebesar Rp. 5.027.202.320,-
dengan harga jual per liter Rp. 2.825,- - Rp. 3.730,-.
b. Unit Produksi dan Pengolahan Susu
Mulai tahun 2009 KUD Giri Tani menambah unit usaha
baru, yaitu pengolahan susu segar menjadi yoghurt dengan merek
Puncak Yoghurt. Berdasarkan laporan Rapat Anggota tahunan
(RAT) sementara, dalam tahun 2009 menyerap bahan baku susu
8.277,5 l dengan harga beli Rp. 41.387.500,-. Selama tahun 2009
masih terjadi penyusutan 912 liter atau 0,08 % dari produksi
yang dihasilkan yaitu sebanyak 1.089.307,5 l. Menurut laporan
tersebut, penyusutan ini sebagai akibat adanya permintaan gratis
dari beberapa pihak dan untuk disumbangkan kepada pihak yang
membutuhkan, yang dimungkinkan sebagian untuk promosi.
Pada RAT yang dilaksanakan pada bulan Maret 2010, usaha
pengolahan ini menjadi topik bahasan dan anggota
menyimpulkan bahwa pembukuan, serta manajemen unit usaha
ini perlu diperbaiki dan harus transparan. Dari hasil penelitian
pembukuan usaha baru dimulai setelah ada permintaan dari
anggota melalui RAT dan pembukuan dilakukan sejak bulan
Maret dengan mencatat transaksi mulai Januari 2010.
c. Unit Penyediaan Pakan Ternak
Usaha penyediaan pakan konsentrat dilakukan bekerjasama
dengan pabrik pakan Radyana Feed dan BRM Feed, serta KPS
Feed. Pemesanan jumlah pakan ternak disesuaikan dengan
kebutuhan anggota, selama tahun 2009 ini KUD Giri Tani telah
dapat mendistribusikan pakan ternak terhadap anggota sebanyak
766.056 kg atau 63.838 kg/bulan dengan omset penjualan Rp.
1.279.278.600,-.
Pengontrolan mutu pakan selama ini dilakukan oleh Dinas
Peternakan dengan pengambilan contoh dengan frekuensi 3 (tiga)
bulan sekali. Terkait dengan mutu pakan, anggota KUD jarang
melakukan keluhan terhadap mutu pakan, kecuali pada tahun
95
2009 ada beberapa peternak yang mengeluhkan pakan konsentrat
mengandung pasir laut yang cukup mengganggu kesehatan
ternak, yaitu beberapa ternak mengalami diare.
Harga pakan konsentrat dari KUD Giri Tani ada 3 macam
yaitu Rp. 1.900,-/kg, Rp. 1.850,-/kg dan Rp.1.650,-/kg. Pakan
yang dikeluhkan mengandung pasir laut adalah pakan dengan
harga Rp. 1.650,-/kg yang dipasok dari Cikampek.
d. Unit Sapronak
Unit saporonak KUD Giri Tani menyediakan peralatan dan
keperluan produksi susu lainnya seperti matras karet, asahan arit,
arit, mineral, dan buku susu. Penjualan pada tahun 2009 untuk
jenis sapronak ini Rp. 18.406.000,-.
e. Unit Kesehatan Hewan
Unit kesehatan hewan KUD Giri Tani menyediakan 2 (dua)
tenaga medis yang melayani kesehatan hewan dan IB.
Sebelumnya tenaga medis ini hanya 1 (satu) orang, baru pada
pertengahan tahun 2009 ditambah 1 (satu) orang lagi. Penjualan
terkait kesehatan hewan dan IB pada tahun 2009 menurut
laporan RAT Rp. 14.462.000,-, dan pendapatan jasa pengobatan
Rp. 8.880.000,-.
f. Unit Waserda
Unit Waserda menyediakan bahan-bahan keperluan sehari-
hari anggota seperti beras dan keperluan lainnya. Unit ini
menjadi kontroversial di tingkat anggota karena keberadaan unit
waserda ini bukan merupakan modal KUD, tetapi modal
perseorangan, yaitu salah satu karyawan KUD. Anggota sangat
mengharapkan unit Waserda ini dikelola oleh KUD, sehingga
dapat berkontribusi dalam memajukan KUD dan kesejahteraan
anggota.
g. Unit simpan pinjam
Jumlah simpanan yang terhitung sampai dengan 31
Desember 2009 menurut laporan RAT tahun 2010 adalah
96
Simpanan Pokok Rp. 3.351.000,-; Simpanan Wajib Rp.
25.816.850,- dan Simpanan Khusus Rp. 154.565.152,- dengan
total Rp. 183.733.002,-. KUD Giri Tani juga melayani kas bon
bagi anggota yang memerlukan uang sebelum pembayaran susu,
yang dilayani pada setiap tanggal 15. Pembayaran penjualan susu
dibayarkan pada setiap tanggal 1.
Anggota KUD Giri Tani masih mempunyai tunggakan
kredit. Pada akhir Desember 2009 besarnya tunggakan kredit sapi
perah di anggota Rp. 834.765.660,- yang terdiri atas pokok Rp.
345.905.977,- bunga Rp. 403.002.980,- dan JJK Rp. 85.856.683,-
. Pengurus banyak mengalami kendala dalam upaya
pengembalian kredit sapi perah dari anggota, terutama bagi
anggota yang tidak aktif dan sudah tidak mempunyai sapi.
Tunggakan ini menurut beberapa responden mengakibatkan
akses KUD Giri Tani kepada kredit perbankan berkurang.
Dalam upaya peningkatan SDM, KUD Giri Tani selalu
berusaha mengirim anggota, karyawan atau pengurus pada setiap
kesempatan dan undangan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
(diklat) ataupun yang sifatnya seminar dan semiloka, baik yang
diselenggarakan oleh GKSI, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi
ataupun Instansi lainnya.
4.3.2. Analisis Strategi Pengembangan KUD Giri Tani
4.3.2.1. Analisis Matriks IFE
Hasil analisis matriks IFE adalah untuk menganalisa
faktor-faktor strategi internal KUD Giri Tani. Faktor-faktor
ini merupakan faktor yang menjadi kekuatan dan
kelemahan dalam pengembangan KUD, yang selanjutnya
dimasukkan dalam matriks IFE seperti pada Tabel 27
bersama dengan nilai bobot dan ratingnya. Pembobotan dan
pemberian rating tiap-tiap faktor strategik tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Hasil perhitungan skor pada matriks IFE menunjukkan
97
bahwa perkembangan usaha peternakan sapi perah anggota
bagus paling berperan sebagai faktor kekuatan paling
penting yang dimiliki KUD Giri Tani (skor 0,4685), diikuti
dengan antusias anggota dalam berkoperasi dan SDM
pengurus, karyawan terampil dan berpengalaman dengan
skor masing-masing 0,3604. Selanjutnya diikuti faktor
kekuatan adanya unit usaha pakan, unit layanan keswan dan
IB (skor 0,3514), adanya unit pengolahan yoghurt (skor
0,1892) dan modal yang cukup (skor 0,1622).
Tabel 27. Faktor strategi internal KUD Giri Tani
No
Faktor Strategi Internal
Rating
(a)
Bobot
(b)
Skor
(axb)
A Kekuatan (S)
1 Perkembangan usaha anggota bagus 4,0000 0,1171 0,4685
2 Antusias anggota dalam berkoperasi 4,0000 0,0901 0,3604
3 Adanya unit usaha pakan dan
layanan keswan serta IB 3,0000 0,1171 0,3514
4 Adanya unit usaha pengolahan yoghurt 3,0000 0,0631 0,1892
5 Modal cukup 3,0000 0,0541 0,1622
6 SDM pengurus dan karyawan terampil dan
berpengalaman 4,0000 0,0901 0,3604
B Kelemahan (W)
1 Pengurus kurang transparan 1,0000 0,0991 0,0991
2 Intern pengurus belum terjalin kerjasama
yang baik 1,0000 0,0991 0,0991
3 Manajemen keuangan unit usaha pengolahan
yoghurt kurang bagus 1,0000 0,0901 0,0901
4 Waserda milik karyawan bukan KUD 2,0000 0,0811 0,1622
5 Pengontrolan mutu pakan sebelum
dibeli/dijual kurang 2,0000 0,0541 0,1081
6 Kurangnya kesadaran sebagin kecil peternak
(anggota) akan pentingnya mutu susu 2,0000 0,0360 0,0721
7 Peternak tidak membayar simpanan wajib
saat sapi tidak laktasi 2,0000 0,0090 0,0180
Total A+B 1,0000 2,5405
Faktor kelemahan yang berperan pada KUD Giri Tani
adalah keberadaan Waserda yang bukan milik KUD Giri
Tani (skor 0,1622) dan pengontrolan mutu pakan sebelum
dibeli/dijual kurang (skor 0,1081). Faktor kelemahan lain
yang perlu diperhatikan adalah pengurus yang kurang
transparan, serta intern pengurus belum terjalin kerjasama
98
yang baik dengan skor masing-masing 0,0991; manajemen
keuangan unit usaha yoghurt kurang bagus (skor 0,0901)
dan kurangnya kesadaran sebagian kecil peternak (anggota)
akan pentingnya mutu susu (skor 0,0721).
4.3.2.2. Analisis Matriks EFE
Analisis matriks EFE adalah untuk menganalisa faktor-
faktor strategi eksternal KUD Giri Tani. Faktor-faktor ini
merupakan faktor yang menjadi peluang dan ancaman
dalam pengembangan KUD Giri Tani yang selanjutnya
dimasukkan dalam matriks EFE seperti pada Tabel 28
bersama dengan nilai bobot dan ratingnya. Pembobotan dan
pemberian rating tiap-tiap faktor strategi tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 9.
Tabel 28. Faktor strategi eksternal KUD Giri Tani
No
Faktor Strategi Eksternal
Rating
(a)
Bobot
(b)
Skor
(axb)
A Peluang (O)
1 Keberadaan PT Cimory meningkatkan harga
susu 4,0000 0,1667 0,6667
2 Keterbukaan penentuan harga susu oleh PT
Cimory 4,0000 0,0641 0,2564
3 Dukungan pemerintah (Dinas Koperasi,
Dinas Peternakan, Pusat) 4,0000 0,1667 0,6667
4 Dukungan masyarakat dan lingkungan sekitar 3,0000 0,1154 0,3462
5 Dukungan KLH dengan instalasi biogas
(belum semua anggota) 3,0000 0,0641 0,1923
B Ancaman (T)
1 Harga pakan cukup tinggi 2,0000 0,0897 0,1795
2 Akses KUD ke perbankan kurang 2,0000 0,0641 0,1282
3 Kekuatiran akan protes komplek perumahan
dan hotel/villa terhadap limbah 2,0000 0,0897 0,1795
4 Saingan dari KUD Cipanas sebagai
pemasok susu ke PT Cimory 2,0000 0,0385 0,0769
5 Maraknya produk yoghurt sejenis
di pasaram Bogor dan sekitarnya 2,0000 0,0769 0,1538
6 Saingan penyedia pakan (KPS Bogor) 2,0000 0,0641 0,1282
Total A+B 1,0000 2,9744
99
Hasil perhitungan skor pada matriks EFE menunjukkan
bahwa keberadaan PT Cimory yang meningkatkan harga
susu dan dukungan pemerintah (Dinas Koperasi, Dinas
Peternakan dan Kementerian terkait) sebagai faktor
kekuatan dominan KUD Giri Tani, masing-masing dengan
skor 0,6667. Faktor kekuatan yang berperan adalah
dukungan masyarakat dan lingkungan sekitar (skor 0,3462);
keterbukaan penentuan harga susu oleh PT Cimory (skor
0,2564); dukungan KLH dengan fasilitasi instalasi dan
peralatan biogas (belum semua anggota) skor 0,1923.
Faktor ancaman yang berperan pada KUD Giri Tani
adalah kekuatiran akan protes komplek perumahan dan
hotel/villa terhadap limbah dan harga pakan cukup tinggi
yang berpengaruh terhadap usaha anggotanya dan mutu
susu (skor 0,1795); saingan untuk produk yoghurt, yaitu
maraknya produk yoghurt sejenis di pasaran Bogor dan
sekitarnya (skor 0,1538); akses KUD ke perbankan yang
kurang, serta adanya saingan penyedia pakan (KPS Bogor)
dengan skor masing-masing 0,1282. Sedangkan faktor
ancaman yang perlu diperhatikan adalah adanya saingan
pemasok susu ke PT Cimory dari KUD Cipanas (skor
0,0769).
4.3.2.3. Analisis Matriks IE
Analisis matriks IE bertujuan mengetahui strategi
bagaimana yang sebaiknya digunakan oleh KUD Giri Tani,
dengan memetakan hasil perhitungan pada matriks IFE dan
EFE ke matriks IE. Pemetaan ini sangat penting bagi
pemilihan strategi untuk keberlanjutan dan perkembangan
KUD Giri Tani. Hasil analisis matriks IFE dan EFE
sebelumnya menunjukkan bahwa total nilai skor faktor
internal 2,5405 dan faktor eksternal 2,9744. Hal ini
menunjukkan bahwa KUD Giri Tani mempunyai faktor
100
internal yang tergolong sedang dan dan respon yang
diberikan terhadap lingkungan eksternal yang menengah.
Pemetaan total skor dari matriks IFE dan EFE ke matriks IE
dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasil pemetaan pada matriks IE menunjukkan bahwa
posisi KUD Giri Taniberada pada kuadran kelima. Pada
posisi ini strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal
atau stabilitas. Sesuai dengan Rangkuti (2005),
pertumbuhan melalui integrasi horisontal dilakukan dengan
cara memperluas kegiatan lini produk atau membangun di
lokasi lain dengan tujuan untuk meningkatkan jenis produk
dan jasa. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas pasar,
fasilitas produksi maupun teknologi melalui pengembangan
internal maupun eksternal melalui akuisisi, joint venture
dengan perusahaan/organisasi lain dalam industri yang
sama
Dalam kajian ini strategi tersebut dapat dilakukan
dengan pengembangan KUD Giri Tani pada unit usahanya,
baik sebagai pemasok input maupun sebagai penghubung
pemasaran. KUD Giri Tani sebagai pemasok input harus
membenahi unit penyediaan pakan dan sapronak, perbaikan
pelayanan tenaga medis dan IB. Di bidang pemasaran selain
KUD sebagai penghubung, PT Cimory merupakan target
utama dalam strategi ini. Peningkatan kerjasama kemitraan
dengan PT Cimory harus tetap dipertahankan dan
dikembangkan.
101
Total Skor IFE
4,0 Kuat 3,0 Sedang 2,0 Lemah 1,0
Skor EFE
Tinggi
Total 3,0
I
Pertumbuhan
melalui
integrasi
vertikal
II
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal
III
Penciutan
melalui
„turn
around‟
Menengah
2,0
IV
Stabilitas V
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal/
Stabilitas
VI
Penciutan/
divestasi
Rendah
1,0
VII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konsentrik
VIII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konglomerat
IX
Likuidasi
Gambar 10. Matriks IE KUD Giri Tani
4.3.2.4. Analisis Matriks SWOT
Analisis matriks SWOT digunakan sebagai alat
penajaman alternatif strategi pengembangan KUD Giri
Tani. Formulasi strategi dilakukan dengan mengkombinasi
berbagai faktor yang telah diidentifikasi. Hasil formulasi
strategi dikelompokkan atas empat kelompok, yaitu :
strategi kekuatan-peluang (S-O), strategi kekuatan-ancaman
(S-T), strategi kelemahan-peluang (W-O) dan strategi
kelemahan-ancaman (W-T). Keempat kelompok strategi
dimaksud dapat dilihat pada Gambar 11.
a. Strategi S-O
Strategi S-O diformulasikan dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, dengan
formulasi strategi berikut :
102
1) Mempertahankan kerjasama dengan PT Cimory.
2) Mengusulkan penambahan instalasi biogas untuk
peternak.
b. Strategi S-T
Strategi S-T diformulasikan menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, dengan
formulasi strategi berikut :
1) Penyediaan pakan bermutu dengan harga yang
terjangkau.
2) Peningkatan produksi melalu peningkatan populasi,
perbaikan genetik dan produktivitas ternak.
3) Peningkatan mutu produk yoghurt.
4) Melakukan upaya penyelesaian tunggakan kredit.
c. Strategi W-O
Strategi W-O diformulasikan berdasarkan
pemanfaatan peluang dengan cara meminimalkan
kelemahan, dengan formulasi strategi berikut :
1) Peningkatan pengontrolan mutu pakan yang dibeli
dari pemasok dan pakan produksi KUD.
2) Perbaikan manajemen, kerjasama antar pengurus
dan mewujudkan kinerja dengan lebih transparan.
3) Peningkatan pembinaan, terutama penerapan Good
Farming Practices (GFP) dan Good Harvest
Practices (GHP) bagi peternak.
d. Strategi W-T
Strategi W-T bersifat bertahan (defensif), sehingga
diformulasikan dengan meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman, dengan formulasi strategi
berikut :
1) Penyediaan pakan bermutu dengan harga
terjangkau.
103
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S) Weaknesses (W)
1 Perkembangan usaha anggota
bagus
2 Antusias anggota dalam
berkoperasi
3 Adanya unit usaha pakan dan
layanan Keswan dan IB
4 Adanya unit usaha pengolahan
yoghurt
5 Modal cukup
6 SDM pengurus dan karyawan
terampil dan berpengalaman
1 Pengurus kurang transparan
2 Intern pengurus belum terjalin
kerjasama yang baik
3 Manajemen keuangan unit
usaha pengolahan yoghurt
kurang bagus
4 Waserda milik karyawan bukan
KUD
5 Pengontrolan mutu pakan
sebelum dibeli/dijual kurang
6 Kurangnya kesadaran sebagian
kecil peternak akan pentingnya
mutu susu
7 Peternak tidak membayar
simpanan wajib saat sapi
tidak laktasi
Opportunities (O) Strategi SO (agresif) Strategi WO (diversifikasi)
1 Keberadaan PT Cimory
meningkatkan harga susu
2 Keterbukaan penentuan harga
susu oleh PT Cimory
3 Dukungan pemerintah (Dinas
Koperasi, Dinas Peternakan,
Pusat)
4 Dukungan masyarakat dan
lingkungan sekitar
5 Dukungan KLH dengan instalasi
biogas, walau masih kurang
1. Mempertahankan kerjasama
dengan PT Cimory (S1, S,2, S3,
S6, O1, O2, O3, O4, O5)
2. Mengusulkan penambahan
instalasi biogas untuk peternak
(S1, S2, S6, O3, O4, O5)
1. Peningkatan pengontrolan mutu
pakan yang dibeli dari pemasok dan
pakan produksi KUD (W5, O3)
2. Perbaikan manajemen, kerjasama
antar pengurus dan mewujudkan
kinerja dengan lebih transparan
(W1, W2, W3, W4, W7, O2, O3,
O4)
3. Peningkatan pembinaan, terutama
penerapan GFP dan GHP (W6,
O3,O5)
Threats (T) Strategi ST (diferensiasi) Strategi WT (defensif)
1 Harga pakan cukup tinggi
2 Akses KUD ke perbankan
kurang (al. tunggakan
kredit anggota)
3 Kekuatiran akan protes dari
Perumahan dan hotel/villa terhadap
limbah
4 Saingan dari KUD Cipanas
sebagai pemasok susu ke
PT Cimory
5 Maraknya produk yoghurt sejenis
di pasaran Bogor dan sekitarnya
6 Saingan penyedia pakan (KPPS
Bogor)
1. Penyediaan pakan bermutu
dengan harga yang terjangkau
(S1, S2, S3, S5, S6, T1, T6)
2. Peningkatan produksi melalu
peningkatan populasi, perbaikan
genetik dan produktivitas ternak
(S1, S2, T4)
3. Peningkatan mutu produk
yoghurt (S4, S5, S6, T5)
4. Melakukan upaya penyelesaian
tunggakan kredit (S1, S2, S6,
T2)
1. Penyediaan pakan bermutu dengan
harga terjangkau (W5, T1, T6)
2. Perbaikan sistem usaha Waserda
dengan modal KUD atau bagi hasil
yang transparan (W4).
3. Peningkatan produksi usaha
pengolahan yoghurt diikuti
perbaikan mutu produk dan
manajemen, serta administrasi (W3,
T5)
4. Pembinaan GFP, GHP, GMP dan
pengelolaan limbah bagi peternak
dan karyawan KUD yang terus
menerus (W6, T3, T4)
Gambar 11. Matrik SWOT KUD Giri Tani
104
2) Perbaikan sistem usaha Waserda dengan modal
KUD atau bagi hasil yang transparan.
3) Peningkatan produksi usaha pengolahan yoghurt
diikuti perbaikan mutu produk dan manajemen serta
administrasi.
4) Pembinaan GFP, GHP, Good Manufacturing
Practices (GMP) dan pengelolaan limbah bagi
peternak dan karyawan KUD yang terus menerus.
4.3.2.5. Analisis Matriks QSPM
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui
analisis SWOT, dilakukan pemilihan alternatif strategi
paling efektif untuk diimplementasikan. Pemilihan
alternatif strategi tersebut dilakukan dengan teknik Matriks
Perencanaan Strategi Kuantitatif. Teknik QSPM secara
obyektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang
terbaik. Hasil analisa QSPM dapat dilihat pada Lampiran
10.
4.3.2.6. Implementasi Strategi
Dari hasil perhitungan matriks QSPM, alternatif
strategi yang paling menarik atau paling berpengaruh untuk
diimplementasikan untuk pengembangan KUD Giri Tani
untuk perbaikan dibidang produksi, pengembangan pasar,
penguasaan informasi/teknologi dan kombinasinya dapat
dilihat pada Tabel 29.
Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa strategi utama
yang direkomendasikan adalah pada aspek pasar dan
kombinasi, yaitu mempertahankan kerjasama dengan PT
Cimory dan perbaikan manajemen, kerjasama antar
pengurus serta mewujudkan kinerja KUD dengan lebih
transparan.
105
Tabel 29. Nilai STAS Alternatif Strategi KUD Giri Tani
No Alternatif Strategi STAS Rangking
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
B.
C.
1.
2.
D.
1.
2.
Produksi
Mengusulkan penambahan
instalasi biogas untuk peternak.
Peningkatan pengontrolan mutu
pakan yang dibeli dari pemasok
dan pakan produksi KUD
Penyediaan pakan bermutu
dengan harga yang terjangkau.
Peningkatan produksi usaha
pengolahan yoghurt diikuti
perbaikan mutu produk dan
manajemen serta administrasi.
Peningkatan mutu produk
yoghurt.
Peningkatan produksi melalu
peningkatan populasi, perbaikan
genetik dan produktivitas ternak.
Perbaikan sistem usaha Waserda
dengan modal KUD atau bagi
hasil yang transparan.
Pasar
Mempertahankan kerjasama
dengan PT Cimory.
Penguasaan Informasi/
Teknologi
Pembinaan GFP, GHP, GMP dan
pengelolaan limbah bagi peternak
dan karyawan KUD yang terus
menerus.
Peningkatan pembinaan terutama
penerapan GFP dan GHP bagi
peternak.
Kombinasi A dan B
Perbaikan manajemen, kerjasama
antar pengurus dan mewujudkan
kinerja dengan lebih transparan.
Melakukan upaya penyelesaian
tunggakan kredit.
4,9861
4,9798
4,9620
4,9164
4,7045
4,6260
4,5881
5,2523
4,9787
4,8527
5,1587
4,7088
3
4
6
7
10
11
12
1
5
8
2
9
4.4. Unit Usaha Pengolahan Yoghurt
Unit usaha pengolahan yoghurt pada KUD giri Tani dibahas secara
tersendiri, karena unit usaha ini berperan dalam peningkatan nilai tambah
susu bagi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua.
106
4.4.1. Deskripsi Unit Usaha Pengolahan Yoghurt
Pada awalnya KUD Giri Tani meproduksi susu pasteurisasi,
namun karena pemasarannya kurang bagus dan adanya kerusakan
pada alat pasteurisasi kapasitas 200l, maka KUD Giri Tani membuka
unit pengolahan yoghurt yang mulai beroperasi pada tanggal 3 Maret
2009 dengan modal awal Rp. 5.000.000,-. Kapasitas produksi dengan
rataan 200 liter susu per hari. Latar belakang dimulainya usaha ini
selain menambah pendapatan KUD Giri Tani juga sebagai antisipasi,
apabila suatu saat tidak semua produksi susu dapat terserap oleh PT.
Cimory atau IPS lainnya.
Keinginan peningkatan kapasitas produksi masih terkendala
dengan kurangnya sarana freezer, kompor dan tenaga kerja. Saat ini,
tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha ini ada 5 orang karyawan
KUD dan 4 tenaga luar. Tenaga kerja luar hanya membantu dalam
proses pengemasan dimana cara pembayaran upah berdasar jumlah
kemasan yang dikerjakan dengan besaran Rp. 20,-/bungkus.
Sedangkan untuk karyawan KUD digaji dari KUD, kecuali ada
penambahan waktu lembur.
4.4.2. Aspek Produksi
Input untuk pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani meliputi
bahan baku dan pendukung seperti susu segar, gula pasir, essen, starter
dan plastik pengemas; bahan bakar gas, listrik, tenaga kerja kerja
tetap, tenaga kerja pembungkusan dan peralatan. Output pengolahan
yoghurt berupa yoghurt yang dikemas dalam bentuk stick
menggunakan plastik kecil, dimana 1 l susu menjadi 36 bungkus.
Yoghurt dijual dengan harga Rp. 3.100,- per pack, 1 pack berisi 10
bungkus stick.
Proses pembuatan yoghurt di unit usaha KUD Giri Tani berbeda
dengan referensi yang ada (Deptan, 2001), yaitu :
a. Susu segar dimasak pada suhu hingga mendidih sambil terus
diaduk, setelah mendidih didiinginkan hingga 45oC.
107
b. Setelah suhu susu 45oC, ditambah dengan starter sambil diaduk
hingga merata.
c. Campuran dimasukkan dalam inkubator dengan suhu berkisar
38oC-40
oC selama 4 jam.
d. Yoghurt yang telah jadi ditambah gula yang telah dicairkan dan
essen, lalu dikemas dalam kemasan plastik dan dimasukkan ke
freezer.
Proses pengolahan yoghurt telah memperhatikan Cara
Berproduksi yang Baik (GMP) walau belum sempurna. Hal ini dapat
dilihat antara lain dengan pemisahan ruang produksi dan penyimpanan,
kebersihan ruangan, penggunaan baju khusus dan masker oleh
karyawan saat pengolahan dan pembungkusan. Kendala yang dihadapi
dalam proses pengolahan yoghurt adalah limbah plastik sisa kemasan
yang selama ini masih dibakar di tempat sampah di depan gedung
KUD Giri Tani. Hal ini akan menjadi permasalahan lingkungan
apabila usaha semakin berkembang, sehingga perlu dicari
pemecahannya. Salah satu pemecahan yang mungkin adalah mencari
orang yang dapat memanfaatkan plastik ini sebagai bahan membuat
kerajinan tangan atau mainan anak-anak. Hal ini memungkinkan,
karena limbah potongan plastik ini relatif seragam baik bentuk maupun
ukurannya.
4.4.3. Aspek Pemasaran
Pemasaran produk yoghurt terutama ke tempat-tempat pariwisata
sekitar Kecamatan Cisarua, seperti Taman Matahari, Rumah Makan
Priyangan Sari, rumah makan dan warung-warung lainnya di Sekitar
Kecamatan Cisarua. Pemasaran juga telah dilakukan ke Jakarta,
Depok, Indramayu dan Bogor. Pemasaran dilakukan melalui agen atau
tenaga penjual dari KUD Giri Tani. Sampai saat ini tenaga penjual ada
7 orang yang memasarkan produk ke daerah puncak, Kota Bogor,
Depok, dan Cianjur. Tenaga penjualan ini memasarkan produk yoghurt
KUD Giri Tani atas kemauan sendiri. Hal ini memperlancar pemasaran
dan menandakan prospek pasar yang sangat bagus. Peningkatan
108
kapasitas produksi untuk pemenuhan permintaan pasar masih
mengalami kendala, yaitu keterbatasan alat pendingin (freezer, cool
box dan show case) dan keterbatasan ruang penyimpanan produk.
Produk yoghurt KUD Giri Tani mempunyai segmen pasar tersendiri,
yaitu terutama untuk anak-anak. Harga yang murah (Rp. 500,- per
bungkus) dan keanekaragaman rasa buah membuat produk ini disukai
anak-anak.
4.4.4. Analisa Kelayakan
a. Nilai Tambah dan Keuntungan
Dengan rataan input susu segar 200 l/hari, maka analisa
usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani (dihitung per tahun)
sebagai berikut :
1) Biaya tetap : Rp. 58.141.000,-
i. Penyusutan peralatan : Rp. 541.000,-
ii. Upah tenaga kerja : Rp. 57.600.000,-
2) Biaya variabel : Rp. 624.093.000,-
i. Pembelian susu : Rp. 365.000.000,-
ii. Pembelian starter : RP. 912.500,-
iii. Pembelian gula pasir : Rp. 128.480.000,-
iv. Pembelian kemasan : Rp. 74.898.000,-
v. Pembelian essen : Rp. 730.000,-
vi. Pembelian gas : Rp 912.500,-
vii.Upah pengemasan : Rp. 52.560.000.-
viii.Listrik : Rp. 600.000,-
.
3) Biaya total
Biaya tetap + biaya variabel: Rp. 682.234.000,-
4) Penerimaan : Rp. 814.680.000,-
Jumlah produk : 262.800 pack x Rp. 3.100,-
5) Keuntungan (4-1) : Rp. 132.446.000,-
Nilai tambah susu/l : Rp. 1.814,-
Perhitungan di atas menunjukkan bahwa nilai tambah dari
susu segar menjadi produk yoghurt adalah sebesar Rp. 1.814,-/l
atau keuntungan yang diperoleh KUD Giri Tani Rp.
132.446.000,-/tahun dengan catatan kapasitas produksi dengan
bahan baku susu 200 l/hari.
109
b. PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu atau
periode pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Hasil
perhitungan PBP pada usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri
Tania adalah 11 bulan. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
investasi untuk unit usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani
dapat dikembalikan melalui cash flow selama 11 bulan, lebih
pendek dari umur ekonomis investasi, sehingga dapat dikatakan
bahwa usaha pengolahan yoghurt layak dikelola.
c. Perbandingan Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai
bersih sekarang yang positif dengan yang negatif. Angka ini
menunjukkan tingkat besarnya manfaat pada setiap tambahan
biaya sebesar satu satuan. Hasil perhitungan Net B/C untuk usaha
pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani adalah sebesar 3.35, nilai
yang positif ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan yoghurt
di KUD Giri Tani layak untuk dilanjutkan.
d. BEP atau titik impas adalah suatu keadaan dimana besarnya
pendapatan sama dengan besarnya biaya atau pengeluaran yang
dilakukan oleh peternak. Suatu usaha dikatakan impas apabila
jumlah hasil penjualan produk pada periode tertentu sama dengan
jumlah biaya yang ditanggung, sehingga usaha tidak mengalami
kerugian, tetapi juga tidak memperoleh laba. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa :
1) Biaya tetap : Rp. 58.141.000,-
2) Biaya variabel : Rp. 624.093.000,-
3) BEP biaya per pack : Rp. 2.596,-
4) BEP volume produksi/tahun : 220.075 pack ((1+2)/3)
5) Harga yoghurt per pack : Rp. 3.100,-
6) Produksi/ tahun : 261.800 pack
Dari hasil perhitungan BEP dapat disimpulkan bahwa
usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani impas, apabila
mampu memproduksi 220.075 pack/tahun dengan biaya per pack
Rp. 2.596,-. Nilai tersebut dapat dilampaui oleh unit usaha
110
pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani melalui kemampuan
produksi 261.800 pack/tahun dan harga jual Rp. 3.100,- /pack.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa unit pengolahan yoghurt KUD
Giri Tani untung.
e. NPV atau nilai sekarang bersih yaitu merupakan nilai sekarang
dari sejumlah uang di masa mendatang yang dikonversikan
dengan menggunakan tingkat bunga terpilih. Usaha yang
memberikan nilai sekarang bersih adalah layak. Perhitungan
NPV untuk usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani dengan
menggunakan konversi tingkat bunga (DF) 14% adalah positif,
yaitu Rp. 147.150.300,-. Begitu juga NPV dengan DF 18%
positif, yaitu Rp. 95.059.288,-. Nilai NPV yang positif ini
mengindikasikan bahwa usaha pengolahan yoghurt di KUD Giri
Tani layak untuk dikembangkan.
f. IRR merupakan alat untuk menghitung tingkat pengembalian
investasi. Usulan tingkat bunga pengembalian (IRR) yang lebih
tinggi dari tingkat bunga modal yang berlaku mengindikasikan
investasi usaha layak. Hasil perhitungan nilai IRR usaha
pengolahan yoghurt di KUD Giri Tani adalah 25,30%. Nilai
tersebut lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank komersial yang
berlaku pada tahun 2008-2009, yaitu 14-15%, sehingga usaha
pengolahan yoghurt ini layak dikembangkan.
4.4.5. Analisis Strategi Pengembangan Unit Usaha Pengolahan Yoghurt
KUD Giri Tani
4.4.5.1. Analisis Matriks IFE
Analisis matrik IFE adalah menganalisa faktor-faktor
strategi internal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani.
Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi kekuatan
dan kelemahan dalam pengembangan unit usaha dimaksud,
yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks IFE seperti
pada Tabel 30 bersama dengan nilai bobot dan ratingnya.
111
Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategik
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 30. Faktor strategi internal unit pengolahan yoghurt KUD Giri
Tani
No Faktor Strategi Internal
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
A Kekuatan (S) 1 Mempunyai pasar bagus 4,0000 0,0870 0,3478 2 Pemanfaatan internet untuk promosi 3,0000 0,0435 0,1304 3 SDM pemasaran dan pengolah
menguasai bidangnya 3,0000 0,0870 0,2609 4 Mutu produk cukup bagus 3,0000 0,0435 0,1304 5 Harga terjangkau 4,0000 0,0870 0,3478 6 Lokasi usaha strategis (daerah wisata) 4,0000 0,0870 0,3478 7 Produk yoghurt sedang trend dikonsumsi
masyarakat 4,0000 0,0435 0,1739 8 Bahan baku susu mudah didapat 4,0000 0,0870 0,3478
B Kelemahan (W)
1 Peralatan terutama pendingin kurang 2,0000 0,0870 0,1739
2 Jumlah karyawan kurang 2,0000 0,0435 0,0870
3 Dukungan KUD kurang 2,0000 0,0435 0,0870
4 Ruangan sempit 1,0000 0,0870 0,0870
5 Administrasi dan pembukuan tidak tertib 1,0000 0,0870 0,0870
6 Tidak transparan 1,0000 0,0870 0,0870
Total A+B 1,0000 2,6957
Hasil perhitungan skor pada matriks IFE menunjukkan
bahwa ada 8 faktor yang berperan sebagai faktor kekuatan
unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani, yaitu produk
mempunyai pasar yang bagus, lokasi strategik (daerah
wisata), dan harga produk yang terjangkau dan bahan baku
susu yang mudah didapat, dengan skor masing-masing
0,3478;. Selanjutnya diikuti dengan faktor kekuatan SDM
pemasaran dan pengolah yang menguasai bidangnya (skor
0,2609), produk yoghurt sedang trend dikonsumsi
masyarakat (skor 0,1739), pemanfaatan internet untuk
promosi dan mutu produk cukup bagus dengan skor
masing-masing 0,1304.
112
Faktor kelemahan yang berperan pada unit pengolahan
yoghurt KUD Giri Tani adalah peralatan kurang, terutama
pendingin produk (skor 0,1739), diikuti dengan 5 (lima)
faktor yang perlu diperhatikan, yaitu dukungan KUD
kurang, jumlah karyawan yang kurang, ruangan yang
sempit, administrasi dan pembukuan yang tidak tertib dan
pengelolaan usaha yang tidak transparan dengan skor
masing-masing 0,0870.
4.4.5.2. Analisis Matriks EFE
Analisis matriks EFE adalah menganalisa faktor-faktor
strategi eksternal unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani.
Faktor-faktor ini merupakan faktor yang menjadi peluang
dan ancaman dalam pengembangan unit usaha dimaksud,
yang selanjutnya dimasukkan dalam matriks EFE seperti
pada Tabel 31 bersama dengan nilai bobot dan ratingnya.
Pembobotan dan pemberian rating tiap-tiap faktor strategi
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12.
Hasil perhitungan skor pada matriks EFE menunjukkan
bahwa ada 3 faktor yang dominan sebagai faktor kekuatan
unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani adalah fasilitasi
promosi dari Dinas Peternakan/Pemda, daerah wisata yang
strategis dan harga produk saingan sejenis yang lebih
mahal, dengan skor masing-masing 0,5. Selanjutnya diikuti
dengan faktor kekuatan yang berperan, yaitu antusias dan
kejujuran tenaga penjualan dari luar KUD (skor 0,2500)
dan selera konsumen terhadap rasa buah pada yoghurt (skor
0,1875).
Faktor ancaman yang berperan pada unit pengolahan
yoghurt KUD Giri Tani adalah harga bahan baku penunjang
yang tinggi, terutama untuk gula dan essen serta
ketersediaan essen pada hari-hari raya kurang dengan skor
masing-masing 0,2500. Selanjutnya diikuti dengan 3 faktor
113
ancaman, yaitu mutu susu yang tidak konsisten yang
mengakibatkan mutu yoghurt juga berubah-ubah, saingan
produk sejenis terkait mutu produk karena banyak produk
yoghurt yang diproduksi di sekitar Cisarua dan Bogor yang
mempunyai kualitas bagus walaupun harganya lebih mahal
(Rp.1.000 - Rp. 1.500,-) dan adanya kekuatiran adanya
protes masyarakat terhadap pembakaran limbah plastik.
Ketiga faktor ancaman tersebut memiliki skor masing-
masing 0,1250.
Tabel 31. Faktor strategi eksternal unit pengolahan yoghurt KUD Giri
Tani
No Faktor Strategi Eksternal
Rating (a)
Bobot (b)
Skor (axb)
A Peluang (O) 1 Fasilitasi promosi dari Dinas Peternakan/
Pemda 4,0000 0,1250 0,5000 2 Daerah pariwisata yang strategik 4,0000 0,1250 0,5000 3 Antusias dan kejujuran tenaga penjual
dari luar 4,0000 0,0625 0,2500 4 Selera konsumen terhadap rasa buah
pada yoghurt 3,0000 0,0625 0,1875 5 Harga produk saingan sejenis lebih
mahal 4,0000 0,1250 0,5000
B Ancaman (T) 1 Harga bahan baku penunjang tinggi (gula
dan essen) 2,0000 0,1250 0,2500 2 Saingan produk lain sejenis terkait mutu
produk 1,0000 0,1250 0,1250 3 Mutu susu tidak konsisten 2,0000 0,0625 0,1250 4 Ketersediaan bahan baku essen pada
hari-hari raya kurang 2,0000 0,1250 0,2500 5 Limbah plastik 2,0000 0,0625 0,1250
Total A+B 1,0000 2,8125
4.4.5.3. Analisis Matriks IE
Analisis matriks IE bertujuan untuk mengetahui
strategi bagaimana yang sebaiknya digunakan oleh untuk
pengolahan yoghurt KUD Giri Tani, dengan memetakan
hasil perhitungan pada matriks IFE dan EFE ke matriks IE.
Pemetaan ini sangat penting bagi pemilihan strategi untuk
114
keberlanjutan dan perkembangan unit pengolahan yoghurt
KUD Giri Tani. Hasil analisa matrik IFE dan IE
sebelumnya menunjukkan bahwa total nilai skor faktor
internal 2,6957 dan faktor eksternal 2,8125. Hal ini
menunjukkan bahwa KUD Giri Tani mempunyai faktor
internal tergolong sedang dan dan respon yang diberikan
terhadap lingkungan eksternal menengah. Pemetaan total
skor dari matrik IFE dan EFE ke matriks IE dapat dilihat
pada Gambar 12.
Total Skor IFE
4,0 Kuat 3,0 Sedang 2,0 Lemah 1,0
Total
Skor EFE
Tinggi
3,0
I
Pertumbuhan
melalui
integrasi
vertikal
II
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal
III
Penciutan
melalui
„turn
around‟
Menengah
2,0
IV
Stabilitas V
Pertumbuhan
melalui
integrasi
horizontal/
Stabilitas
VI
Penciutan/
divestasi
Rendah
1,0
VII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konsentrik
VIII
Pertumbuhan
melalui
diversifikasi
konglomerat
IX
Likuidasi
Gambar 12. Matriks IE Unit Pengolahan Yoghurt KUD Giri Tani
Hasil pemetaan pada matriks IE menunjukkan bahwa
posisi unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani berada pada
kuadran kelima. Pada posisi ini strategi pertumbuhan
115
dilakukan melalui integrasi horizontal atau stabilitas. Sesuai
dengan Rangkuti (2005), pertumbuhan melalui integrasi
vertikal dilakukan dengan cara memperluas kegiatan lini
produk atau membangun di lokasi lain dengan tujuan untuk
meningkatkan jenis produk dan jasa. Hal ini dilakukan
dengan memperluas pasar, fasilitas produksi maupun
teknologi, termasuk peralatan melalui pengembangan
internal maupun eksternal melalui kerjasama pemasaran
dengan membentuk agen-agen pemasaran yang baru.
Dalam kajian ini, strategi tersebut dapat dilakukan
dengan perbaikan mutu produk, penambahan peralatan
freezer, penambahan agen pemasaran, dan penambahan
kapasitas produksi.
4.4.5.4. Analisis Matriks SWOT
Analisis matriks SWOT digunakan sebagai alat
penajaman alternatif strategi pengembangan unit
pengolahan yoghurt KUD Giri Tani. Formulasi strategi
dilakukan dengan mengkombinasi berbagai faktor yang
telah diidentifikasi. Hasil formulasi strategi dikelompokkan
menjadi empat kelompok seperti : strategi kekuatan-
peluang (S-O), strategi kekuatan-ancaman (S-T), strategi
kelemahan-peluang (W-O) dan strategi kelemahan-
ancaman (W-T). Keempat kelompok strategi dimaksud
dapat dilihat pada Gambar 13.
a. Strategi S-O
Strategi S-O diformulasikan dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, dengan
formulasi strategi berikut :
1) Peningkatan kapasitas produksi.
2) Peningkatan intensitas promosi.
b. Strategi S-T
116
Strategi S-T diformulasikan menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, dengan
formulasi strategi berikut :
1) Peningkatan mutu produk.
2) Optimalisasi pemakaian essen dan mencoba produk
“original flavour”
3) Pemilihan peternak sebagai pemasok susu dengan
mutu baik dan kontinyu.
c. Strategi W-O
Strategi W-O diformulasikan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada, dengan formulasi
strategi berikut :
1) Peningkatan kerjasama dengan agen pemasaran/
penjual di luar KUD dengan menyediakan freezer/
showcase masing-masing.
2) Pemanfaatan karyawan internal KUD secara
optimal sebelum penambahan karyawan baru.
d. Strategi W-T
Strategi W-T bersifat bertahan (defensif), sehingga
diformulasikan dengan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada dan menghindari ancaman, dengan
formulasi strategi berikut :
1) Pemanfaatan ruangan KUD secara optimal.
2) Manajemen usaha lebih transparan dan perbaikan
administrasi, serta pembukuan keuangan.
3) Mencari alternatif pemanfaatan limbah plastik untuk
pengrajin mainan.
117
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S) Weaknesses (W)
1 Mempunyai pasar bagus
2 Pemanfaatan internet untuk
promosi
3 SDM pemasaran dan pengolah
menguasai bidangnya
4 Mutu produk cukup bagus
5 Harga terjangkau
6 Lokasi usaha strategik (daerah
wisata)
7 Produk yoghurt sedang
trend dikonsumsi masyarakat
8 Bahan baku susu mudah
didapat
1 Peralatan, terutama pendingin
kurang
2 Jumlah karyawan kurang
3 Dukungan KUD kurang
4 Ruangan sempit
5 Administrasi dan pembukuan
tidak tertib
6 Keuangan tidak transparan
Opportunities (O) Strategi SO (agresif) Strategi WO (diversifikasi)
1 Fasilitasi promosi dari Dinas
Peternakan/ Pemda
2 Daerah pariwisata yang strategik
3 Antusias dan kejujuran tenaga
penjual dari luar
4 Permintaan pasar yang terus
meningkat
5 Harga produk saingan sejenis
lebih mahal
1. Peningkatan kapasitas
produksi (S1, S2, S3, S4, S5,
S6, S7, S8, O1, O2, O3, O4,
O5)
2. Peningkatan intensitas promosi
(S1, S2, S3, S4, S6, S7, O1,
O2, O5)
1. Peningkatan kerjasama dengan agen
pemasaran/ penjual di luar KUD
dengan menyediakan freezer/showcase
masing-masing (W1, W4, O2, O3, O5)
2. Pemanfaatan karyawan internal KUD
secara optimal sebelum penambahan
karyawan baru (W2, W3, W4, W5, W6,
O4)
Threats (T) Strategi ST (diferensiasi) Strategi WT (defensif)
1 Harga bahan baku penunjang
tinggi (gula dan essen)
2 Saingan produk lain sejenis
yang lebih bermutu
3 Mutu susu yang tidak konsisten
4 Ketersediaan bahan baku
essen pada hari-hari raya kurang
5 Limbah plastik
1. Peningkatan mutu produk (S3,
S4, T1, T2)
2. Optimalisasi pemakaian
essence dan mencoba produk
“original flavour” (S3, T1,
T4)
3. Pemilihan peternak sebagai
pemasok susu dengan mutu
baik dan kontinyu (S8, T3)
1. Pemanfaatan ruangan KUD secara
optimal (W4, T5)
2. Manajemen usaha lebih transparan dan
perbaikan administrasi, serta
pembukuan keuangan (W3, W5, W6,
T2).
3. Mencari alternatif pemanfaatan limbah
plastik untuk pengrajin mainan (W4,
T5)
Gambar 13. Matrik SWOT unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani
4.4.5.5. Analisis Matriks QSPM
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui
analisa SWOT, selanjutnya perlu dilakukan pemilihan
alternatif strategi paling efektif untuk diimplementasikan.
Pemilihan alternatif strategi tersebut dilakukan dengan
teknik Matrik Perencanaan Strategi Kuantitatif. Teknik
QSPM secara obyektif mengindikasikan alternatif strategi
yang terbaik. Hasil analisa QSPM dapat dilihat pada
Lampiran 13.
118
4.4.5.6. Implementasi Strategi
Dari hasil perhitungan matriks QSPM, alternatif
strategi yang paling menarik atau paling berpengaruh untuk
diimplementasikan untuk pengembangan unit pengolahan
yoghurt KUD Giri Tani pada proses produksi,
pengembangan pasar, penguasaan informasi dan teknologi
serta kombinasinya dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Nilai STAS alternatif strategi unit pengolahan
yoghurt KUD Giri Tani
No Alternatif Strategi STAS Rangking
A
1.
2.
3.
4.
5.
B.
1.
2.
C.
D.
1.
2.
Produksi
Peningkatan kapasitas produksi.
Optimalisasi pemakaian essen dan
mencoba produk “original
flavour”
Peningkatan mutu produk.
Pemilihan peternak sebagai
pemasok susu dengan kualitas
yang baik dan kontinu.
Pemanfaatan ruangan KUD secara
optimal.
Pasar
Peningkatan intensitas promosi.
Peningkatan kerjasama dengan
agen pemasaran/ penjual di luar
KUD dengan menyediakan
freezer/ showcase masing-masing.
Penguasaan Informasi/
Teknologi
Mencari alternatif pemanfaatan
limbah plastik untuk pengrajin
mainan.
Kombinasi A dan B
Pemanfaatan karyawan internal
KUD secara optimal sebelum
penambahan karyawan baru.
Manajemen usaha lebih
transparan dan perbaikan
administrasi serta pembukuan
keuangan.
5,1957
4,8329
4,7024
4,3451
4,3342
5,2052
4,9321
4,5136
4,7398
4,4755
2
4
6
9
10
1
3
7
5
8
119
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa strategi
utama yang direkomendasikan pada aspek produksi dan
pasar, yaitu peningkatan intensitas promosi dan kapasitas
produksi.
Penyerapan susu segar oleh unit pengolahan yoghurt
KUD Giri Tani cukup kecil bila dibandingkan dengan
penyerapan susu segar oleh PT Cimory. Pengembangan
unit pengolahan ini lebih diarahkan pada antisipasi terhadap
peningkatan produksi susu segar yang melebihi kapasitas
PT Cimory, selain untuk peningkatan nilai tambah produk
susu. Peternak yang terlibat sebagai pemasok susu pada unit
pengolahan yoghurt KUD Giri Tani juga masih terbatas
karena penyerapannya baru 1400 liter per minggu. Namun
begitu, karena prospek pasar yang bagus, maka usaha ini
perlu terus dikembangkan. Penambahan kapasitas produksi
diharapkan dapat benar-benar memberi nilai tambah bagi
peternak, bukan hanya sekedar menambah SHU dari KUD
Giri Tani. Diharapkan alam pengembangan
4.5. Strategi Pengembangan Klaster
Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terbentuk dari komponen
utama peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok, KUD Giri tani, dan PT
Cimory. Komponen lain yang berpengaruh dalam perkembangannya adalah
pemerintah, akademisi, serta KPS Bogor. Peternak sapi perah di Kecamatan
Cisarua menghasilkan produk berupa susu segar, ternak dari kelahiran pedet,
biogas dan pupuk kandang. Peternak dimaksud merupakan anggota KUD Giri
Tani, KUD Giri Tani memfasilitasi peternak dalam pemasaran, pembinaan,
penyediaan pakan, jasa kesehatan hewan, IB dan sarana produksi lainnya. KUD
Giri Tani juga mempunyai unit usaha pengolahan yoghurt dalam upaya
peningkatan nilai tambah dan lebih sebagai antisipasi penyerapan susu segar
apabila tidak terserap oleh PT Cimory sebagai akibat peningkatan produksi susu
segar dari peternak.
120
PT Cimory selama ini berperan dalam penyerapan susu segar peternak
melalui KUD Giri Tani. Keberpihakan PT Cimory kepada peternak masih terbatas
pada pembelian harga susu dengan harga yang wajar, belum sampai ke tingkat
partisipasi dalam peningkatan produktivitas dan mutu susu. Pasokan susu
dalam jumlah dan mutu yang baik secara kontinu sangat berpengaruh terhadap
produktivitas dan mutu produk olahan susu PT Cimory. Untuk itu upaya
perbaikan mutu dan kontinuitas pasokan bahan baku dari peternak juga
merupakan tanggungjawab PT Cimory, sehingga peran PT Cimory dalam
pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua harus lebih
ditingkatkan.
Formulasi strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan
Cisarua berdasarkan analisis dari hasil analisis matriks SWOT dan QSPM pada
masing-masing komponen klaster dapat dilihat pada Lampiran 14. Strategi yang
utama untuk pengembangan klaster peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua,
yaitu :
a. Aspek produksi
1) Penyediaan jumlah pakan sesuai kebutuhan dan bermutu dengan harga
terjangkau oleh KUD bekerjasama dengan PT Cimory, termasuk
pengontrolan mutu pakan.
2) Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok
dengan alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau
pemerintah daerah..
3) Optimalisasi kepemilikan sapi betina dewasa > 5 ekor melalui fasilitas
pinjaman subtitusi penjualan pedet betina untuk biaya hidup saat sapi
kering.
b. Aspek pasar
1) Peningkatan kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan kualitas
susu di tingkat peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini
mastistis dengan penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT
Cimory.
2) Peningkatan intensitas promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah.
3) Pengembangan pasar untuk produk olahan susu ke tempat wisata, hotel
121
dan villa oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai fasilitator.
c. Aspek penguasaan informasi dan teknologi
1) Pembinaan GAP, GHP, GMP, manajemen usaha dan pengelolaan limbah
bekerjasama dengan pemerintah dan Perguruan Tinggi.
2) Peningkatan penyuluhan pengendalian penyakit bekerjasama dengan
pemerintah, Perguruan Tinggi dan PT Cimory.
3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD oleh Pemda termasuk Dinas
Koperasi.
d. Kombinasi
1) Perbaikan manajemen dan kinerja intern KUD dengan kerjasama dan
transparansi.
2) Perbaikan administrasi dan laporan KUD.
3) Melakukan upaya pemecahan masalah tunggakan kredit dan akses
pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan pemerintah
daerah; (4) Penambahan tenaga medis di KUD.
Keberpihakan terhadap peternak kecil merupakan aspek yang sangat
berpengaruh bagi perkembangan peternak sapi perah khususnya dan
perkembangan persusuan nasional pada umumnya. Berdasarkan hasil kajian dan
formulasi strategi pengembangan klaster, maka dapat diformulasikan kebijakan.
Formulasi kebijakan dimaksud dapat dilihat pada Tabel 33.
122
Tabel 33. Formulasi kebijakan pengembangan klaster peternakan sapi perah
No Uraian Skala Kepemilikan Ternak Betina
Dewasa <6 6-10 >10
A. Deskripsi peternak Umur (tahun) 20-67 34-50 48-66 Pendidikan Tidak tamat
-Sarjana Tidak tamat -Sarjana
SLTA-Sarjana
Jumlah anggota keluarga 2-10 3-6 3-7 Status kepemilikan ternak Sendiri Sendiri Sendiri Kepemilikan lahan garapan (%
peternak tidak punya lahan) 37 37 25
Lama beternak (tahun) 2-28 11-33 7-23 Jenis usaha (% sebagai usaha
sampingan) 18 0 25
Asal modal awal (S=sendiri; K=kredit; B=bagi hasil)
S, K, B S, K, B S, K
Alasan melakukan usaha beternak sapi perah (%) 1) Mudah, ada sarana penunjang dan
pasar jelas 2) Memperoleh atau menambah
pendapatan 3) Usaha turun temurun 4) Hobi 5) Ikut-ikutan
36 36 12 8 8
62 15 23 0 0
29 42 29 0 0
B. Manajemen dan pemasaran Pengetahuan budidaya Menguasai Menguasai Menguasai Sumber pengetahuan (%)
1) Belajar/bekerja dengan peternak lain 2) Belajar sendiri 3) Pengalaman turun temurun 4) Penyuluhan (Dinas, PT, KUD)
32 14 22 32
21 7 22 50
13 50 0 37
Peternak ingin penambahan ternak (%) 94 80 75 Harapan peternak (%) Sarana Produksi
1) Peningkatan populasi dan genetik, antara lain melalui mutu Inseminasi Buatan atau IB
2) Fasilitasi lahan rumput, melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) untuk sewa lahan
3) Fasilitasi mobil berpendingin untuk mengangkut susu
4) Kredit dengan bunga dan persyaratan ringan
5) Bantuan milkcan 40 liter 6) Bantuan ember stainlees untuk
pemerahan 7) Kendaraan untuk pengangkutan
rumput dan konsentrat 8) Kandang kelompok 9) Bantuan ternak untuk pemerataan
skala usaha bagi peternak dengan kepemilikan kecil
10) Bantuan ternak untuk tenaga kerja di peternakan yang non peternak
11) Bantuan perbaikan kandang
17 13 7 7 7 13 7 3 3 0 7
15 15 23 15 8 0 8 0 8 0 0
0 20 0 0 0 0 0 0 0 20 0
123
Tabel 33. Lanjutan Pembinaan
11) Pembinaan pasca panen dan perbaikan mutu susu
Sarana Prasarana Penunjang 12) Pengaspalan jalan 13) Embung air untuk antisipasi musim
kemarau 14) Bantuan pipa pembuangan limbah cair Kebijakan 15) Peningkatan promosi susu sebagai
jamuan rapat di kantor-kantor pemerintah
16) Peningkatan harga susu 17) Kebijakan makro persusuan untuk lebih
berpihak kepada peternak
0 7 3 0 3 0 3
0 0 0 8 0 0 0
20 0 0 0 0 20 20
Keinginan peternak yang mendesak(%) 1) Peningkatan populasi/ kepemilikan
ternak 2) Mobil berpendingin untuk mengangkut
susu 3) Lahan rumput 4) Perbaikan mutu pakan dari KUD Giri
Tani 5) Peningkatan mutu susu 6) Milkcan untuk pengangkutan susu 7) Peralatan pengolahan yoghurt 8) Jaringan pemasaran produk olahan susu 9) Permodalan 10) Perbaikan jalan 11) KUD Giri Tani lebih transparan 12) Dukungan instansi pemerintah dengan bantuan sosial
34 12
18
6
12
6
0
6
0
0
6
0
20 30
0
0
20
0
0
10
10
10
0
0
25 50
0
0
0
0
25
0
0
0
0
0
Kendala Berusaha (%) 1) Permodalan
2) Rumput/ hijauan terutama saat kemarau 3) Penyakit sapi terutama penyakit kuku,
kelumpuhan setelah beranak dan keguguran
4) Harga pakan yang terus naik dan mutu pakan dari KUD kurang bagus terutama pasokan dari Cikampek
5) Lahan rumput terbatas 6) Populasi (skala usaha) tidak optimal 7) Alat pengolahan untuk menambah nilai
tambah produk 8) Ketersediaan air pegunungan saat
musim kemarau kurang 9) Kelembagaan yang kurang mendukung
9 44 22 13 4 0 4 4 0
17 33 17 8 8 17 0 0 0
0 0 0 0 50 0 25 0 25
Pendapat peternak terhadap PT Cimory (%)
1) Meningkatkan harga susu 2) Pembayaran tepat waktu 3) Menimbulkan persaingan sehat antar
kelompok 4) Pemasaran dekat, kerusakan susu
berkurang 5) Membantu pemasaran susu 6) Dekat, mempermudah komunikasi 7) Dekat, efisiensi biaya pengiriman susu 8) Membuka lapangan kerja 9) Membantu pemasaran susu
70
5
5
5
10
0
0
5
10
64
15
0
7
0
7
7
0
0
60
20
20
0
0
0
0
0
0
124
Tabel 33. Lanjutan C. Kelayakan Usaha
Kelayakan Usaha Peternak
PBC (tahun) 2,63 2,46 2,22
Rataan Net B/C (% responden) 1,85 (96%) 3,08 (100%) 3,67 (100%)
Rataan IRR (%) dari % responden 27,74(96%) 26,49(100%) 29,73 (100%)
BEP tahun 2008 (% responden mencapai BEP)
93 100 100
BEP tahun 2009 (% responden mencapai BEP)
100 100 100
Rataan keuntungan/l tahun 2008 (Rp) 337 558 818
Rataan keuntungan/l tahun 2009 (Rp) 1.147 1.303 1.390
Kelayakan usaha pengolahan yoghurt
PBC 11 bulan
Net B/C 3,35
IRR (%) 25,3
BEP, titik impas : Volume Produksi : 220.075 pack/tahun Biaya per pack Rp. 2.596,-
Capaian: 261.800 pack/tahun Rp. 3.100,-/pack
Nilai tambah (Rp/l) 1.814
D. Strategi Pengembangan Klaster
a. Aspek produksi 1) Penyediaan jumlah pakan sesuai kebutuhan dan bermutu dengan harga terjangkau
oleh KUD bekerjasama dengan PT Cimory, termasuk pengontrolan mutu pakan. 2) Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok dengan
alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau pemerintah daerah.. 3) Optimalisasi kepemilikan sapi betina dewasa > 5 ekor melalui fasilitas pinjaman
subtitusi penjualan pedet betina untuk biaya hidup saat sapi kering. 4) Pengadaan mobil berpendingin oleh KUD atau PT Cimory. 5) Penyediaan straw IB yang bermutu dan menghindari inbreeding oleh pemerintah. 6) Pengembangan biogas dan pengelolaan limbah cair bagi seluruh peternak
bekerjasama dengan pemerintah (fasilitasi alat) dan Perguruan Tinggi (penerapan tenologi tepat guna).
7) Peningkatan kapasitas produksi, perbaikan mutu dan keamanan pangan produk yoghurt dan fasilitasi sertifikasi produk oleh pemerintah dan perguruan tinggi.
b. Aspek pasar 1) Peningkatan kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan kualitas susu di
tingkat peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini mastistis dengan penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT Cimory.
2) Peningkatan intensitas promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah. 3) Pengembangan pasar untuk produk olahan susu ke tempat wisata, hotel dan villa
oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai fasilitator.. 4) Produk olahan krupuk dan karamel susu dijadikan produk binaan PT Cimory,
terutama dalam perbaikan mutu dan pemasaran. 5) Peningkatan kerjasama KUD dan agen/sales untuk pemasaran yoghurt yang
menyediakan sarana pemasaran sendiri.
c. Aspek penguasaan informasi dan teknologi 1) Pembinaan GAP, GHP, GMP, manajemen usaha dan pengelolaan limbah
bekerjasama dengan pemerintah dan Perguruan Tinggi. 2) Peningkatan penyuluhan pengendalian penyakit bekerjasama dengan pemerintah,
Perguruan Tinggi dan PT Cimory. 3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD oleh Pemda termasuk Dinas Koperasi.
125
Tabel 33. Lanjutan
d. Kombinasi
1) Perbaikan manajemen dan kinerja intern KUD dengan kerjasama dan
transparansi.
2) Perbaikan administrasi dan laporan KUD.
3) Melakukan upaya pemecahan masalah tunggakan kredit dan akses
pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan pemerintah daerah;
(4) Penambahan tenaga medis di KUD.
E. Kebijakan
a. Pengembangan Skim Kredit Khusus untuk peternak sapi perah rakyat.
b. Kebijakan tata ruang wilayah yang mengamankan tanah garapan.
c. Penerapan persyaratan bagi investor IPS dalam penyerapan susu peternak
dengan harga yang wajar dan kerjasama dalam peningkatan produktivitas dan
mutu susu oleh pemerintah.
d. Pendampingan penerapan teknologi tepat guna, sistem jaminan mutu dan
keamanan pangan pada klaster peternakan sapi perah oleh PT dan pemerintah.
e. Pengaturan produksi dan pengawasan distribusi straw IB untuk menghindari
inbreeding oleh pemerintah.
f. Pengawasan Koperasi secara reguler oleh pemerintah.
g. Perbaikan infrastruktur jalan, air bersih dan pengelolaan limbah oleh
pemerintah dan pelaku usaha terkait.
126
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
a. Klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua terbentuk dari
komponen utama peternak yang tergabung dalam 5 (lima) kelompok,
KUD Giri tani, dan PT Cimory. Komponen lain yang berpengaruh dalam
perkembangannya adalah pemerintah, akademisi, serta KPS Bogor.
b. Komponen klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua yang
mempunyai dampak nyata terhadap perkembangan usaha adalah
peternak sapi perah itu sendiri; KUD Giri Tani dan unit usahanya,
terutama unit usaha penyediaan pakan, sapronak, pelayanan kesehatan
hewan/IB, simpan pinjam, unit pengolahan yoghurt; PT Cimory;
Pemerintah; dan KPS Bogor. KUD Giri Tani berperan dalam penyediaan
input produksi; fasilitasi pemasaran susu dan menambah posisi tawar
peternak sapi perah, serta memberikan peluang peningkatan nilai tambah
susu segar yang diolah menjadi yoghurt senilai Rp. 1.814,-/l, juga
sebagai antisipasi peningkatan produksi yang tidak bisa tertampung oleh
PT Cimory. PT Cimory berperan dalam penyerapan susu dan pemberian
harga yang layak, serta secara tidak langsung meningkatkan kesadaran
peternak dalam peningkatan mutu susu. Pemerintah, dalam hal ini Dinas
Peternakan, Dinas Koperasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan
instansi terkait lainnya berperan dalam pembinaan dan fasilitasi bantuan.
Peran pemerintah juga telah melibatkan akademisi terutama dari IPB
dalam melaksanakan pendampingan pengembangan peternakan sapi
perah di Kecamatan Cisarua baik dari aspek on farm maupun off farm.
KPS Bogor menjadi alternatif penyedia pakan bagi peternak sapi perah.
c. Analisis kelayakan usaha dapat dilihat dari sisi berikut :
i. Tingkat kelayakan usaha peternakan sapi perah dicapai pada skala
usaha kepemilikan sapi betina dewasa 6-10 ekor dan < 10 ekor, atau
kepemilikan sapi betina dewasa > 6 ekor. Skala usaha dengan
kepemilikan sapi betina dewasa < 6 ekor belum mencapai kelayakan
usaha secara optimal.
127
ii. Usaha peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua secara umum layak.
Rataan PBP pada tingkat bunga 18% adalah 2 tahun 6 bulan. Net B/C
97% peternak lebih besar 1 dengan rataan 2,67. Pahun 2008, 93%
peternak mencapai BEP dan tahun 2009 100% peternak mencapai
BEP. NPV dengan tingkat bunga (DF) 14% 97% peternak positif.
NPV dengan tingkat bunga (DF) 18% 90% peternak positif. Untuk
NPV1; DF 14% dan NPV2; DF 18% diperoleh IRR dengan rataan
25,15% pada 97% peternak, lebih tinggi dari tingkat suku bunga
bank komersial yang berlaku pada tahun 2008-2009 yaitu 14-15%.
Apabila dilihat berdasarkan skala jumlah kepemilikan sapi betina
dewasa, semakin besar skala kepemilikan semakin layak secara
finansial.
iii. Unit pengolahan yoghurt KUD Giri Tani layak untuk dikembangkan
dengan PBP 11 bulan; Net B/C positif 3,35; titik impas volume
produksi 220.075 pack/tahun dan titik impas biaya per pack Rp.
2.596,- dan dapat dilampaui melalui kemampuan produksi 261.800
pack/tahun dengan harga jual Rp. 3.100,-/pack. NPV dengan
konversi tingkat bunga (DF) 14% positif Rp. 147.150.300,- dan NPV
DF 18% positif Rp. 95.059.288,- serta IRR 25,30%. Unit pengolahan
yoghurt mampu memberi nilai tambah Rp. 1.814,-/l.
d. Strategi pengembangan klaster peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
adalah pertama, aspek produksi : (1) Penyediaan jumlah pakan sesuai
kebutuhan dan bermutu dengan harga terjangkau oleh KUD bekerjasama
dengan PT Cimory, termasuk pengontrolan mutu pakan; (2)
Pengembangan lahan intensifikasi rumput bersama dalam kelompok
dengan alternatif modal sewa lahan dari PT Cimory, KUD atau
pemerintah daerah.; (3) Optimalisasi kepemilikan sapi betina dewasa > 5
ekor melalui fasilitas pinjaman subtitusi penjualan pedet betina untuk
biaya hidup saat sapi kering; (4) Pengadaan mobil berpendingin oleh
KUD atau PT Cimory; (5) Penyediaan straw IB yang bermutu dan
menghindari inbreeding oleh pemerintah; (6) Pengembangan biogas dan
pengelolaan limbah cair bagi seluruh peternak bekerjasama dengan
128
pemerintah (fasilitasi alat) dan Perguruan Tinggi (penerapan tenologi
tepat guna); (7) Peningkatan kapasitas produksi, perbaikan mutu dan
keamanan pangan produk yoghurt dan fasilitasi sertifikasi produk oleh
pemerintah dan perguruan tinggi. Kedua, aspek pasar : (1) Peningkatan
kerjasama dengan PT Cimory dalam pemantauan kualitas susu di tingkat
peternak dan pengendalian penyakit serta deteksi dini mastistis dengan
penyediaan tenaga kesehatan hewan khusus dari PT Cimory; (2)
Peningkatan intensitas promosi yoghurt oleh KUD dan pemerintah; (3)
Pengembangan pasar untuk produk olahan susu ke tempat wisata, hotel
dan villa oleh kelompok dan KUD dengan pemerintah sebagai fasilitator;
(4) Produk olahan krupuk dan karamel susu dijadikan produk binaan PT
Cimory, terutama dalam perbaikan mutu dan pemasaran; (5)
Peningkatan kerjasama KUD dalam pemasaran yoghurt KUD dengan
agen/sales yang menyediakan sarana pemasaran sendiri. Ketiga, aspek
penguasaan informasi dan teknologi : (1) Pembinaan GAP, GHP, GMP,
manajemen usaha dan pengelolaan limbah bekerjasama dengan
pemerintah dan Perguruan Tinggi; (2) Peningkatan penyuluhan
pengendalian penyakit bekerjasama dengan pemerintah, Perguruan
Tinggi dan PT Cimory; dan (3) Pembinaan pengurus dan karyawan KUD
oleh Pemda termasuk Dinas Koperasi; serta keempat : kombinasi dari
ketiga aspek dimaksud : (1) Perbaikan manajemen dan kinerja internal
KUD dengan kerjasama dan transparansi; (2) Perbaikan administrasi dan
laporan KUD; dan (3) Melakukan upaya pemecahan masalah tunggakan
kredit dan akses pinjaman bunga ringan kepada peternak peminjam dan
pemerintah daerah.
2. Saran
d. Perlunya kekompakan peternak sapi perah dan pengelola susu, baik
dalam wadah kelompok maupun KUD Giri Tani untuk peningkatan
mutu susu melalui penerapan GFP dan GHP. Mengingat 57% peternak
sapi perah di Kecamatan Cisarua adalah skala kepemilikan sapi betina
dewasa < 6 ekor dan hasl kajian ini, maka perlu upaya peningkatan
populasi untuk pencapaian kepemilikan ternak > 5 ekor sapi betina
129
dewasa dengan rasio kepemilikan sapi laktasi dibanding sapi betina
dewasa minimal 66,7%.
e. Perlunya komitmen PT Cimory dalam pembelian susu melalui KUD,
sehingga peternak besar tidak bisa menjual susu langsung ke PT Cimory
tanpa melalui KUD.
f. Perlunya penerapan fasilitator pemerintah dan kerjasama Perguruan
Tinggi dalam penerapan strategi pengembangan klaster hasil kajian ini,
terutama dalam desiminasi teknologi produksi, pasca panen dan
pengolahan susu, serta pendampingan usaha.
g. Perlunya pengawasan manajemen KUD Giri Tani khususnya oleh
pemerintah.
h. Keberpihakan industri persusuan nasional dan pemerintah yang secara
mikro dapat dilihat dari keberpihakan PT Cimory, Dinas terkait dan
Perguruan Tinggi dalam mendukung pengembangan klaster peternak
sapi perah di Kecamatan Cisarua, walaupun peran dan keberpihakan
masing-masing komponen masih perlu ditingkatkan lagi, terutama
partisipasi PT Cimory dalam kerjasama peningkatan produktivitas ternak
dan mutu susu.
i. Secara lebih luas beberapa kebijakan yang direkomendasikan dari hasil
kajian ini adalah :
1) Pengembangan Skim Kredit Khusus untuk peternak sapi perah rakyat.
2) Kebijakan tata ruang wilayah yang mengamankan tanah garapan.
3) Penerapan persyaratan bagi investor IPS dalam penyerapan susu peternak
dengan harga yang wajar dan kerjasama dalam peningkatan produktivitas
dan mutu susu oleh pemerintah.
4) Pendampingan penerapan teknologi tepat guna, sistem jaminan mutu dan
keamanan pangan pada klaster peternakan sapi perah oleh PT dan
pemerintah.
5) Pengaturan produksi dan pengawasan distribusi straw IB untuk
menghindari inbreeding oleh pemerintah.
6) Pengawasan Koperasi secara reguler oleh pemerintah.
7) Perbaikan infrastruktur jalan, air bersih dan pengelolaan limbah oleh
pemerintah dan pelaku usaha terkait.
130
DAFTAR PUSTAKA
Amdani, S. 2009. Segarnya Usaha Yoghurt Stick. Jurnal Bogor.
http://www.jurnalbogor.com/ ?p=44583. [5 Agustus 2009].
Arifin, J. 2007. Aplikasi Excel untuk Perencanaan Bisnis (Business Plan). PT
Elex Media Computindo, Jakarta.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Budidaya Ternak
Sapi Perah. Publisher: Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Pedesaan, Bappenas. http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php?mod=
arsip &idMenuKiri=408&page=2&cari=&idContent=1 [21 Januari 2009]
[BBPTUSP] Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah. 2009. Petunjuk
Pemeliharaan Bibit Sapi Perah. Baturaden : BBPTUSP.
Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. PT Penerbit IPB
Press, Bogor.
David, F.R. 1998. Strategic Management. Prentice Hall International Inc., New
Jersey.
David, F.R.2006. Strategic Management.: Concepts Cases. 10th edition. Prentice
Hall Upper Saddle River, New Jersey.
[Depperin] Departemen Perindustrian. 2008. Konsep Kebijakan Model
Pengembangan Industri Pengolahan Susu. Departemen Perindustrian.
Jakarta
[Deptan] Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian. 2001. Petunjuk Teknik Pengolahan Hasil
Pertanian (Peternakan). Jakarta.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. The dairy Industry in Indonesia. Makalah
disampaikan pada Workshop on Productivity Improvement Tools for
Agribusiness SMEs : Managing Food Safety in The Dairy Industry,
Yogyakarta tanggal 10-14 Agustus 2009.
[Disnak Jabar] Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. 2009. Database.
http://www.disnak.
jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenuAuto&idMenuKiri=709&idM
enu=809 [21 Januari 2009]
[Disnakkan Bogor] Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. 2010.
Database.
http://disnakan.bogorkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view
&id=260&Itemid=360&limit=1&limitstart=3 [16 Februari 2010]
131
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Buku Statistik Peternakan,
Ditjennak Deptan. Jakarta.
Gittinger, J.P. 1996. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian (Terjemahan).
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Jauch, Glueck. 1999. Strategi dan Kebijakan Perusahaan (Terjemahan). Erlangga,
Jakarta.
Kadariah L, Karlina C, Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2010. Peraturan Menteri Pertanian No.
18/Permentan. OT.140/2/2010 tentang Blue Print Peningkatan Nilai Tambah
dan daya Saing Produk Pertanian dengan Pemberian insentif bagi
tumbuhnya industri perdesaan. Kementerian Pertanian, Jakarta
[KUD GT]. 2009a. Laporan Keuangan Pertanggungjawaban Pengurus Tahun
Buku 2009. KUD Giri Tani, Bogor.
[KUD GT] KUD Giri Tani. 2009b. Profil KUD Giri Tani Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor. KUD Giri Tani. Bogor.
Lestarini, A.H. 2009. Tarif Bea Masuk Susu Impor Ditetapkan 5%. http://
economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/06/09/277/227520/ tarif-
bea-masuk-susu-impor-ditetapkan-5 [9 Juni 2009]
[LPPM IPB] Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor. 2007. Laporan Akhir Pengawalan dan Pendampingan
Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Susu di Cisarua, Kabupaten
Bogor. Kerjasama Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasi Pertanian
Departemen Pertanian dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan
Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[PT Cimory]. PT Cisarua Mountain Dairy. 2009. Profil Calon Penerima
Penghargaan Pelaku Usaha Pengolahan Hasil Pertanian Tahun 2009 PT.
Cisarua Mountain Dairy (Cimory). PT Cimory. Bogor
Priyono. 2006. Analisis Usaha Tani Ternak Sapi Perah Rakyat.
http://agribussiness. wordpress.com/2009/07/03/23/analisis-usaha-ternak-
sapi-perah-rakyat/ [23 Juli 2009]
Ramadan, D.A. 2009. Analisis Strategi Pengembangan KUD (Koperasi Unit
Desa) Giri Tani (Kec. Cisarua, Kab. Bogor, Jawa Barat). Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
132
Setiyawan H, Santoso SI, Mukson. 2005. Analisa Finansial Usaha Peternakan
Sapi Perah pada Tingkat Perusahaan Peternakan, Animal Production
Volume 7 Nomor 1 Januari 2005:40-45.
Soetrisno, N. 2002. Koperasi Produsen Susu : Model Klaster Industri Peternakan.
Makalah disampaikan pada sarasehan revitalisasi persusuan di Jawa Timur
diselenggarakan oleh GKSI 6 Januari 2002.
Soetrisno, N. 2009. Pengembangan Klaster IKM/UKM di Indonesia: Pengalaman
dan Prospek. Disampaikan dalam International Conference & Workshop on
Cluster Development, Solo 27-28 Nopember 2009.
Sutojo, S. 1993. Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek. PT Pustaka
Bimantara Presindo, Jakarta.
Talib C, Inounu I, Bamualim A. 2007. Restrukturisasi Peternak di Indonesia,
Analisis Kebijakan Pertanian Volume 5 Nomor 1 Maret 2007. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Deptan. ISSN : 1693-2021. Akreditasi Nomor :
45//Akred-LIPI/P2MBI/9/2006. 1-14. 11
Taufik, T.A. 2009. Perspektif Kebijakan : Pendekatan Klaster Industri Dalam
Pengembangan Daerah. http://www.scribd.com/doc/4802635/A2-
Pendekatan-Klaster-Industri-Tatang-AT [18 Janunari 2010]
Yusdja, Y. 2005. Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di Indonesia.
Analisa Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 3 September 2005: 257-268
Zubir, Z. 2006. Studi Kelayakan Usaha. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Ekonomi, Jakarta.
133
L A M P I R A N
134
Lampiran 1. Kuesioner kajian
KAJIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
KLASTER INDUSTRI SUSU DI KECAMATAN CISARUA,
KABUPATEN BOGOR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Lanjutan Lampiran 1.
KUESIONER UNTUK PETERNAK
Petunjuk Pengisian :
1. Saudara diharapkan dapat mengisi dengan apa adanya.
2. Jawablah pertanyaan dengan mengisi titik-titik atau kolom yang disediakan, dan pilih
pada pertanyaan yang telah disediakan pilihan jawabannya dengan memberi lingkaran
pada huruf di awal pilihan jawaban.
NO RESPONDEN : ...........................................................................................................
Tanggal Wawancara : ...........................................................................................................
I. DESKRIPSI PETERNAK
1. Nama responden : ..................................................................................................
2. Alamat : ..................................................................................................
3. Umur : ..................................................................................................
4. Tingkat Pendidikan : ..................................................................................................
5. Jabatan : ..................................................................................................
6. Jumlah Keluarga : ..................................................................................................
7. Jumlah sapi (2010) : ..................................................................................................
8. Status peternakan : a. Sewa b. Milik sendiri
c. Garapan d. .........................................................
9. Luas Lahan yang dimiliki : ............................. Ha
10. Telah berapa lama saudara melakukan usaha peternakan sapi perah ?
............................. tahun ............................. bulan
11. Apakan usaha ternak sapi perah merupakan usaha pokok saudara ?
a. Ya b. Tidak
12. Berapa modal awal untuk melakukan usaha ternak sapi perah Rp. ...........................
13. Dari mana saudara mendapatkan ternak ?
a. Beli sendiri ................ ekor, tahun .......................
b. Bansos ...................... ekor, tahun .......................
c. Kredit ...................... ekor, tahun .......................
d. Sumbangan lainnya ( .......................................) .......... ekor, tahun .......................
14. Apakah alasan saudara melakukan usaha ternak sapi perah ?
a. Untuk menambah pendapatan b. Usaha turun temurun
136
Lanjutan Lampiran 1.
c. Mudah untuk beternak karena ada sarana penunjang dan pasarnya jelas.
d. Hobi e. Mencoba-coba f. Ikut-ikutan
II. PENGELUARAN, PEMASUKAN DAN PENDAPATAN USAHA
1. Isilah kolom di bawah ini dengan besarnya biaya rataan per tahun yang harus
saudara keluarkan dalam menjalankan usaha ternak sapi perah (satu periode
laktasi)
No Komponen Th 2008 Th 2009
Jumlah Harga
Satuan
Rp Jumlah Harga
Satuan
Rp
I Modal awal
II Biaya tunai
Pembelian ternak
Sarana Produksi
a. Konsentrat (kg)
b. Ampas tahu (kg)
c. Peralatan
d. Obat-obatan/ drh
Tenaga kerja luar
Biaya IB
Kredit
Pajak
Listrik
Transportasi
Pembayaran KUD
Sewa lahan (kalau ada)
Lain-lain
III
Biaya yang diperhitungkan
Tenaga kerja keluarga
Hijauan (kg)
Sewa Lahan milik
Penyusutan alat
Penyusutan kandang
Penyusutan ternak
Bunga Modal
Lain-lain
IV Biaya lain-lain
TOTAL BIAYA
(I+II+III+IV)
137
Lanjutan Lampiran 1.
2. Isilah besarnya rataan penghasilan dari setiap jenis produk yang saudara peroleh
selama satu tahun
Tahun Sumber Penghasilan dari Penjualan (000 Rp) Perubahan
nilai ternak
(Rp)
Jumlah
penghasilan
(Rp)
Susu Pedet Sapi afkir
(dewasa)
Hijauan Pupuk
Kandang
Biogas
2008
2009
4. Isilah jumlah produksi susu yang dihasilkan beserta distribusinya
Tahun Produksi
susu
Susu yang di jual Susu
dikonsumsi
sendiri (l)
Susu untuk
pedet (l)
KUD
(l)
Harga/l Loper (l) Harga/l Langsung
(l)
Harga/l
2008
2009
j. Sebutkan perkembangan hewan ternak yang dipelihara
Tahun Jenis
kelamin sapi
Stok awal
Dewasa Muda Pedet
Ekor Rp/ekor Ekor Rp/ekor Ekor Rp/ekor
2008 Betina
Jantan
2009 Betina
Jantan
138
Lanjutan Lampiran 1.
Tahun Jenis
kelamin
sapi
Dijual Stok
Akhir
(Rp/ekor)
Dewasa Muda Pedet
Ekor Rp/ekor Ekor Rp/ekor Ekor Rp/ekor
2008 Betina
Jantan
2009 Betina
Jantan
VI. MANAJEMEN DAN PEMASARAN SUSU
1. Apa saja kendala yang dihadapi peternak dalam usaha ternak sapi perah ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
2. Apakah saudara menguasai pemeliharaan sapi perah (jawab dengan ya atau tidak :
a. Manajemen perkandangan .....................................................
b. Manajemen kesehatan reproduksi .....................................................
c. Manajemen perkawinan .....................................................
d. Manajemen pemerahan .....................................................
3. Dari mana saudara mengetahui tentang manajemen pemeliharaan sapi perah
tersebut di atas ?
a. Belajar sendiri dari buku
b. Pengalaman turun temurun
c. Penyuluhan dari Dinas Peternakan dan KUD
d. Lain-lain, sebutkan : ..................................................................................
....................................................................................................................
4. Apakah Saudara ingin menambah ternak Saudara?
a. Tidak
b. Ya : a) Dengan membeli dengan uang sendiri
b) Ingin mendapatkan kredit dari Bank/ Pemerintah
139
Lanjutan Lampiran 1.
5. Jarak peternakan ke tempat pemasaran ................................... km
6. Bagaimana pendapat Saudara tentang sarana dan prasarana pendukung dari
pemerintah daerah, seperti :
a. Jalan (baik, sedang, buruk)
b. Transportasi (baik, sedang, buruk)
c. Poskeswan (baik, sedang, buruk)
d. Sarana pengangkut susu (baik, sedang, buruk)
e. Petugas kesehatan/ IB (baik, sedang, buruk)
f. Perhatian dari Dinas Peternakan setempat (baik, sedang, buruk)
7. Sarana prasarana apa yang Saudara rasakan belum ada, yang seharusnya diberikan
oleh pemerintah ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
e. ....................................................................................................................
8. Apakah Saudara ikut aktif dalam kelompok ? ya / tidak
Kalau ya, jelaskan hubungan Saudara dengan kelompok :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
9. Keuntungan apa yang Saudara peroleh dengan menjadi anggota koperasi ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
e. .....................................................................................................................
10. Apakah ada hal-hal yang Saudara usulkan untuk perbaikan koperasi ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
140
Lanjutan Lampiran 1.
e. .....................................................................................................................
10. Apakah Saudara ikut dalam keanggotaan koperasi susu ? ya / tidak
Kalau ya, dimana : ......................................................................................................
11. Keuntungan apa yang Saudara peroleh dengan menjadi anggota koperasi ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
e. .....................................................................................................................
10. Apakah ada hal-hal yang Saudara usulkan untuk perbaikan koperasi ?
a. ........................................................................................................................
b. ........................................................................................................................
c. ........................................................................................................................
d. ........................................................................................................................
e. ........................................................................................................................
11. Apakah Saudara mengikuti organisasi lain yang terkait dengan usaha Saudara
beternak sapi perah ? ya atau tidak
Kalau ya, apa manfaatnya :
a. ........................................................................................................................
b. ........................................................................................................................
c. ........................................................................................................................
d. ........................................................................................................................
e. ........................................................................................................................
12. Apakah yang dirasakan Saudara dengan adanya PT Cimory?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
e. .....................................................................................................................
141
Lanjutan Lampiran 1.
13. Apakah keinginan Saudara yang sangat mendesak terkait dengan usaha ternak sapi
perah Saudara?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
e. .....................................................................................................................
142
Lanjutan Lampiran 1.
KUESIONER UNTUK UNIT USAHA PENGOLAHAN YOGHURT
Petunjuk Pengisian :
1. Saudara diharapkan dapat mengisi dengan apa adanya.
2. Jawablah pertanyaan dengan menngisi titik-titik atau kolom yang disediakan, dan pilih
pada pertanyaan yang telah disediakan pilihan jawabannya, dengan memberi lingkaran
pada huruf di awal pilihan jawaban.
NO RESPONDEN : ...................
Tanggal Wawancara : ...................
I. DESKRIPSI PELAKU USAHA
1. Nama responden : ...................................................................................................
2. Alamat : ..................................................................................................
3. Umur : ...................................................................................................
4. Tingkat Pendidikan : ...................................................................................................
5. Nama Usaha : ...................................................................................................
6. Jenis Produk : ...................................................................................................
....................................................................................................
7. Kapasitas produksi : ...................................................................................................
8. Telah berapa lama usaha ini dilakukan ?
............................. tahun ............................. bulan
9. Berapa modal awal untuk melakukan usaha Rp. ..............
10. Modal usaha tersebut dari mana ?
a. Modal sendiri.
b. dari ................................................................ berupa ...........................................
c. dari ................................................................. berupa.................... .......................
11. Apakah alasan dilakukan usaha ini ?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
143
Lanjutan Lampiran 1.
II. PENGELUARAN, PEMASUKAN DAN PENDAPATAN USAHA
1. Isilah kolom di bawah ini dengan besarnya biaya rataan (satu periode produksi)
No Uraian Jumlah Harga
Satuan
Rp
I
II
Biaya tetap
a. Penyusutan
peralatan
b. Upah tenaga kerja
Biaya variabel
a. Pembelian Susu
b. Pembelian starter
c. Pembelian gula pasir
d. Pembelian Kemasan
e. Pembelian susu skim
d. Bahan bakar/ listrik
TOTAL BIAYA
2. Isilah jumlah produk yang dihasilkan beserta harga dan distribusinya
Jenis
Produk
Dijual ke/ dengan harga
................. Harga
/l
.................. Harga
/l
................. Harga
/l
144
Lanjutan Lampiran 1.
III. MANAJEMEN DAN PEMASARAN
1. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam proses produksi ? bila ada sebutkan
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
2. Apakah ada kendala dalam pemasaran produk ? bila ada sebutkan
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
3. Apakah ada keinginan untuk menambah kapasitas usaha ?
a. Tidak b. Ya
4. Apakah kendala yang dihadapi apabila meningkatkan kapasitas usaha Saudara ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
5. Jarak usaha anda ke tempat pemasaran .................. km
6. Bagaimana pendapat saudara tentang sarana dan prasarana pendukung dari
pemerintah daerah, seperti :
a. Jalan (baik, sedang, buruk)
b. Transportasi (baik, sedang, buruk)
c. Perhatian dari Dinas Peternakan setempat (baik, sedang, buruk)
7. Sarana prasarana apa yang saudara rasakan belum ada, yang seharusnya diberikan
oleh pemerintah ?
a. ....................................................................................................................
b. ....................................................................................................................
c. ....................................................................................................................
d. ....................................................................................................................
e. ....................................................................................................................
145
Lanjutan Lampiran 1.
8. Apakah ada hal-hal yang Saudara usulkan untuk perbaikan koperasi ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
e. .....................................................................................................................
9. Apakah yang dirasakan Saudara dengan adanya PT Cimory ?
a. .....................................................................................................................
k. .....................................................................................................................
l. .....................................................................................................................
m. .....................................................................................................................
n. .....................................................................................................................
10. Apakah keinginan yang sangat mendesak terkait dengan kemajuan usaha ini ?
a. .....................................................................................................................
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
d. .....................................................................................................................
e. .....................................................................................................................
146
Lanjutan Lampiran 1.
KUESIONER
PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR STRATEGI INTERNAL DAN
EKSTERNAL
NO RESPONDEN : ...................
Tanggal Wawancara : ...................
Tujuan :
Mendapatkan penilaian para responden mengenai tingkat kepentingan dari masing-masing
faktor strategik baik internal maupun eksternal dalam menentukan atau mempengaruhi
keberhasilan pengembangan usaha.
Petunjuk umum :
a. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden
b. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden.
c. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara
sekaligus (tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban.
I. DATA RESPONDEN
Nama responden : .....................................................................................................
Jenis usaha : ....................................................................................................
Lokasi usaha : ....................................................................................................
Kapasitas usaha : Untuk peternak, jumlah ternak ..................... ekor
Untuk pengolah produk susu ........................ liter/bulan
Untuk penjual/ pabrik pakan ......................... ton/bulan
...................................................................................................
...................................................................................................
Alamat, No Telp : ...................................................................................................
II. FAKTOR STRATEGI INTERNAL
a. Mohon Saudara mengidentifikasi faktor-faktor strategi internal yang merupakan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki unit usaha Saudara pada saat ini untuk
menciptakan daya saing dan pendapatan unit usaha.
147
b. Menurut Saudara, seberapa besar tingkat kepentingan yang diberikan masing-
masing faktor strategi lingkungan internal berdasarkan kategori tersebut terhadap
perkembangan unit usaha Saudara pada saat ini ?
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
1. Tuliskan faktor strategi internal merupakan kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki unit usaha Saudara pada saat ini untuk menciptakan daya saing dan
pendapatan unit usaha Saudara.
2. Alternatif pemberian rating terhadap faktor-faktor strategi internal yang Saudara
identifikasi tersedia untuk kuesioner ini adalah :
a. Untuk faktor-faktor strategi internal kekuatan isilah sesuai skala besarnya
pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka, yaitu :
1 = kurang penting
2 = cukup penting
3 = penting
4 = sangat penting
b. Untuk faktor-faktor strategi internal kelemahan isilah sesuai skala
besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka,
yaitu :
4 = kurang penting
3 = cukup penting
2 = penting
1 = sangat penting
Pemberian rating masing-masing faktor strategi dilakukan dengan pemberian
tanda silang (X) pada tingkat penting (1 s.d. 4) yang paling sesuai menurut
Saudara.
3. Penentuan rating merupakan pandangan Saudara masing-masing terhadap faktor-
faktor strategi internal perusahaan.
148
Lanjutan Lampiran 1.
Matrik Strategi Internal
Faktor Strategi Internal Rating Alasan
1 2 3 4
Kekuatan
1
2
3
4
5
Kelemahan
1
2
3
4
5
III. FAKTOR STRATEGI EKSTERNAL
1. Mohon Saudara identifikasi faktor-faktor strategi eksternal terhadap
perkembangan unit usaha Saudara pada saat ini.
2. Menurut Saudara, seberapa besar tingkat kepentingan yang diberikan masing-
masing faktor strategi lingkungan eksternal berdasarkan kategori tersebut
terhadap perkembangan unit usaha Saudara pada saat ini?
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
1. Tuliskan faktor strategi internal yang merupakan kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki unit usaha Saudara pada saat ini untuk menciptakan daya saing dan
pendapatan unit usaha Saudara.
149
Lanjutan Lampiran 1.
2. Alternatif pemberian rating terhadap faktor-faktor strategi eksternal yang
tersedia untuk kuesioner ini adalah :
a. Untuk faktor-faktor strategi eksternal peluang isilah sesuai skala besarnya
pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka, yaitu :
1 = kurang penting
2 = cukup penting
3 = penting
4 = sangat penting
b. Untuk faktor-faktor strategi eksternal ancaman isilah sesuai skala besarnya
pengaruh faktor tersebut terhadap usaha saudara dengan angka, yaitu :
4 = kurang penting
3 = cukup penting
2 = penting
1 = sangat penting
Pemberian rating masing-masing faktor strategik dilakukan dengan pemberian
tanda silang (X) pada urutan intensitas (1 s.d. 4) yang paling sesuai menurut
Saudara.
3. Penentuan rating merupakan pandangan Saudara masing-masing terhadap faktor-
faktor strategi eksternal perusahaan.
150
Lanjutan Lampiran 1.
Matriks Strategi Eksternal
Faktor Strategi Eksternal Rating Alasan
1 2 3 4
Peluang
1
2
3
4
5
Ancaman
1
2
3
4
5